You are on page 1of 27

1

KEPERAWATAN SISTEM MUSKULOSKELETAL


PEMASANGAN TRAKSI, GIPS, ORIF


OLEH :
KELOMPOK 3

AFRILIA SAFIRA ( 1210322015)
DWI NOVIYANI (1210323034)
FEBRIJA NOFRI YANTI (1210323015)
HENITA EKA PUTRI (1210322004)
MONICA ELVIANITA (1210323035)
NURUL AZZURA (1210322019)
SRI RATNA DEWI (1210321009)
WULAN RIJA PRATIWI (1210323001)


FAKULTAS KEPERAWATAN
UNIVERSITAS ANDALAS
2014
2

KATA PENGANTAR
Puji syukur kehadirat Tuhan Yang Maha Esa yang telah memberikan rahmat,
hidayah, serta inayah-Nya sehingga kami dapat menyelesaikan makalah ini dengan
baik.
Shalawat serta salam tak lupa kami ucapkan kepada Nabi besar Muhammad
SAW yang telah membawa perubahan kepada kehidupan manusia menuju arah yang
lebih baik. Kami juga tidak lupa mengucapkan terima kasih kepada semua pihak yang
telah membantu menyelesaikan makalah ini yang tidak bisa penulis sebutkan satu per
satu.
Makalah ini membahas mengenai Pemasangan Traksi, Gips, Orif. Kami
menyadari dalam penyusunan makalah ini masih banyak kekurangan, oleh karena itu
saran dan kritik yang membangun sangat kami harapkan.
Kami berharap semoga makalah yang kami buat ini bermanfaat dalam setiap
pembelajaran dan dapat menambah wawasan para pembaca.


Padang, 27 Agustus 2014

KELOMPOK 3




3


BAB I
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang
Traksi adalah penggunaan kekuatan penarikan pada bagian tubuh. Ini dicapai
dengan memberi beban yang cukup untuk mengatasi penarikan otot. Traksi adalah
tahanan yang dipakai dengan berat atau alat lain untuk menangani kerusakan atau
gangguan pada tulang dan otot.
Traksi adalah pemasangan gaya tarikan ke bagian tubuh. Traksi digunakan
untuk meminimalkan spasme otot; untuk mereduksi, menyejajarkan dan
mengimbolisasi fraktur; untuk mengurangi deformitas; dan untuk menambah ruangan
di antara kedua permukaan patahan tulang. Traksi harus diberikan dengan arah dan
besaran yang diinginkan untuk mendapatkan efek terapeutik.
Pemasangan gips merupakan salah satu pengobatan konservatif pilihan (terutama
pada fraktur) dan dapat dipergunakan di daerah terpencil dengan hasil yang cukup baik
bila cara pemasangan, indikasi, kontraindikasi serta perawatan setelah pemasangan
diketahui dengan baik.
ORIF (Open Reduksi Internal Fiksasi),open reduksi merupakan suatu tindakan
pembedahan untuk memanipulasi fragmen-fragmen tulang yang patah / fraktur
sedapat mungkin kembali seperti letak asalnya.Internal fiksasi biasanya melibatkan
penggunaan plat, sekrup, paku maupun suatu intramedulary (IM) untuk mempertahan
kan fragmen tulang dalam posisinya sampai penyembuhan tulang yang solid terjadi.

1.2 Rumusan Masalah
1. Apa itu pemasangan traksi?
2. Apa tujuan dari pemasangan traksi?
3. Apa saja jenis-jenis traksi?
4. Bagaimana prinsip pemasangan traksi yang efektif?
6. Apa indikasi dari pemasangan traksi?
4

7. Apa komplikasi dan pencegahan dari pemasangan traksi?
8. Bagaimana cara pemasangan traksi?
9. Apa itu pemasangan gips?
10. Apa saja bentuk-bentuk pemasangan gips?
11. Apa indikasi pemasangan gips?
12. Apa saja hal-hal yang perlu diperhatikan dalam pemasangan gips?
13. Apa kelebihan dan kekurangan pemakaian gips?
12. Bagaimana perawatan pemasangan gips?
14. Bagaimana cara memasang gips?
15. Apa itu pemasangan orif?
16. Bagaimana teknik fiksasi interna?
17. Apa itu keuntungan dan kerugian pemasangan orif
18. Apa indikasi orif?

1.3 Tujuan Penulisan
1. Mengetahui bagaimana pemasangan traksi, gips, dan orif.
2. Dapat melaksanakan pemasangan traksi, gips, dan orif dengan baik.













5


BAB II
PEMBAHASAN

2.1 PEMASANGAN TRAKSI
2.1.1 Definisi
Traksi adalah penggunaan kekuatan penarikan pada bagian tubuh. Ini dicapai
dengan memberi beban yang cukup untuk mengatasi penarikan otot. Traksi adalah
tahanan yang dipakai dengan berat atau alat lain untuk menangani kerusakan atau
gangguan pada tulang dan otot.
Traksi adalah pemasangan gaya tarikan ke bagian tubuh. Traksi digunakan
untuk meminimalkan spasme otot; untuk mereduksi, menyejajarkan dan
mengimbolisasi fraktur; untuk mengurangi deformitas; dan untuk menambah ruangan
di antara kedua permukaan patahan tulang. Traksi harus diberikan dengan arah dan
besaran yang diinginkan untuk mendapatkan efek terapeutik.

2.1.2 Tujuan
Tujuan pemasangan traksi pada klien yang mengalami gangguan
musculoskeletal adalah mobilisasi tulang belakang servikal, reduksi
dislokasi/subluksasi, distraksi interforamina vertebrae, dan deformitas.

2.1.3 Jenis-Jenis Traksi.
1. Traksi kulit
Traksi kulit digunakan untuk mengontrol spasme kulit dan memberikan
imobilisasi. Bila dibutuhkan beban traksi yang berat dan dalam waktu yang lama,
sebaiknya gunakan traksi skelet. Traksi kulit terjadi akibat beban menarik tali, spon
karet atau bahan kanvas yang diletakkan ke kulit. Traksi pada kulit meneruskan traksi
ke struktur musculoskeletal. Beratnya beban yang dipasang sangat terbatas, tidak
boleh melebihi toleransi kulit, tidak lebih dari 2-3 kg. traksi pelvis umumnya 4,5-9
kg, tergantung berat badan klien (Smeltzer, 2002).
6

Menurut Sjamsuhidayat (1997), beban tarikan pada traksi kulit tidak boleh
melebihi 5 kg, karena bila beban berlebih kulit dapat mengalami nekrosis akibat
tarikan yang terjadi karena iskemia kulit. Pada kulit yang tipis, beban yang diberikan
lebih kecil lagi dan pada orang tua tidak boleh dilakukan traksi kulit. Traksi kulit
banyak dipasang pada anak-anak karena traksi skelet pada anak dapat merusak
cakram epifisis. Jadi beratnya beban traksi kulit antara 2-5 kg.
Lama traksi, baik traksi kulit maupun traksi skelet bergantung pada tujuan
traksi. Traksi sementara untuk imobilisasi biasanya hanya beberapa hari, sedangkan
traksi untuk reposisi beserta imobilisasi lamanya sesuai dengan lama terjadinya kalus
fibrosa. Setelah terjadi kalus fibrosa, ekstremitas diimobilisasi dengan gips. Traksi
kulit apendikuler (hanya pada ekstremitas) digunakan pada orang dewasa, termasuk
traksi ekstensi Buck, traksi Russel, dan traksi Dunlop.
Traksi Buck, ekstensi Buck (unilateral atau bilateral) adalah bentuk traksi
kulit di mana tarikan diberikan pada satu bidang bila hanya imobilisasi parsial atau
temporer yang diinginkan. Traksi Buck digunakan untuk memberikan rasa nyaman
setelah cedera pinggul sebelum dilakukan fiksasi bedah. Sebelumnya inspeksi kulit
dari adanya abrasi dan gangguan peredaran darah. Kulit dan peredaran darah harus
salam keadaan sehat agar dapat menoleransi traksi. Kulit harus bersih dan kering
sebelum boot sponatau pita traksi dipasang.
Traksi Russel, traksi Russel dapat digunakan untuk fraktur pada plato tibia,
menyokong lutut yang fleksi pada penggantung dan memberikan gaya tarikan
horizontal melalui pita traksi dan balutan elastis ke tungkai bawah. Bila perlu, tungkai
dapat disangga dengan bantal agar lutut benar-benar fleksi dan menghindari tekanan
pada tumit.
Traksi Dunlop, adalah traksi yang digunakan pada ekstremitas atas. Traksi
horizontal diberikan pada humerus dalam posisi abduksi, dan traksi vertikal diberikan
pada lengan bawah dalam posisi fleksi. Untuk menjamin traksi kulit tetap efektif,
harus dihindari adanya lipatan dan lepasnya balutan traksi dan kontraksi harus tetap
terjaga. Posisi yang benar harus dipertahankan agar tungkai atau lengan tetap dalam
posisi netral. Untuk mencegah pergerakan fragmen tulang satu sama lain, klien
7

dilarang memiringkan badannya namun hanya boleh bergeser sedikit. Traksi kulit
dapat menimbulkan masalah risiko, seperti kerusakan kulit, tekanan saraf, dan
kerusakan sirkulasi.
Traksi kulit dapat mengakibatkan iritasi kulit. Kulit yang sensitif dan rapuh
pada lansia harus diidentifikasi pada pengkajian awal. Reaksi kulit yang berhubungan
langsung dengan plester dan spon harus dipantau ketat. Traksi kulitt harus dipasang
dengan kuat agar kontak dengan plester dan spon tetap erat. Gaya geseran pada kulit
harus dicegah. Plester traksi harus dipalpasi setiap hari untuk mengetahui adanya
nyeri tekan. Pada ekstremitas bawah, tumit, dan tendo achilles harus diinspeksi
beberapa kali sehari.
Boot spon harus diangkat untuk melakukan inspeksi tiga kali sehari. Perlu
bantuan perawat lain untuk menyangga ekstremitas selama inspeksi. Lakukan
perawatan punggung minimal tiap dua jam untuk mencegah ulkus dekubitus.
Gunakan kasur udara, busa densitas padat untuk meminimalkan terjadinya ulkus
kulit.
Lakukan perawatan ekstremitas bawah untuk mencegah penekanan saraf
proneus pada titik ketika melewati sekitar leher fibula tepat di bawah lutut. Tekanan
itu dapat menyebabkan footdrop. Klien ditanya tentang sensasi perabaannya, minta
klien untuk menggerakkan jari dan kakinya. Kelemahan dorsofleksi menunjukkan
fungsi saraf proneus kommunis. Plantar fleksi menunjukkan fungsi saraf tibialis.
Bila traksi kulit dipasang di lengan, daerah di sekitar siku di mana saraf
ulnaris berada tidak boleh dibalut terlalu kuat. Fungsi saraf ulnaris dapat dikaji
dengan abduksi aktif jari kelingking dan sensasi rabaan pada sisi ulnar jari
kelingking.
Selain risiko komplikasi kerusakan kulit dan tekanan saraf di atas, kerusakan
sirkulasi juga harus mendapat perhatian. Setelah traksi kulit terpasang, kaku atau
tangan diisnpeksi dari adanya gangguan peredaran darah dalam beberapa menit
hingga satu sampai dua jam. Denyut perifer dan warna, pengisian kapiler, serta suhu
jari tangan atau jari kaki harus dikaji. Kaji adanya nyeri tekan pada betis dan adanya
8

tanda Homan positif yang merupakan tanda adanya thrombosis vena dalam. Anjurkan
klien untuk melakukan latihan tangan dan kaki setiap jam.

2. Traksi Skelet
Metode ini sering digunakan untuk menangani fraktur femur, tibia, humerus,
dan tulang leher. Traksi dipasang langsung ke tulang dengan menggunakan pin metal
atau kawat (missal Steinmans pin, Kirchner wire) yang dimasukkan ke dalam tulang
di sebelah distal garis fraktur, menghindari saraf, pembuluh darah, otot, tendon, dan
sendi. Tong yang dipasang di kepala (missal Gardner-Wells tong) difiksasi di kepala
untuk memberikan traksi yang mengimobilisasi fraktur leher.
Traksi skelet biasanya menggunakan beban 7-12 kg untuk mencapai efek
terapi. Beban yang dipasang biasanya harus dapat melawan daya pemendekan akibat
spasme otot yang cedera. Ketika otot rileks, beban traksi dapat dikurangi untuk
mencegah terjadinya dislokasi garis fraktur dan untuk mencapai penyembuhan
fraktur. Mengutip pendapat Sjamsuhidajat (1997), bahwa beban traksi untuk reposisi
tulang femur dewasa biasanya 5-7 kg, pada dislokasi lama panggul bisa sampai 15-20
kg.
Kadang-kadang traksi skelet bersifat seimbang, yang menyokong ekstremitas
terkena, memungkinkan klien dapat bergerak sampai batas-batas tertentu, dan
memungkinkan kemandirian klien maupun asuhan keperawatan, sementara traksi
yang efektif tetap dipertahankan. Bebat Thomas dengan pengait Pearson sering
digunakan dengan traksi kulit dan aparatus suspense seimbang lainnya.
Untuk mempertahankan traksi tetap efektif, pastikan tali tetap terletak dalam
alur roda pada katrol, tali tidak rusak, pemberat tetap tergantung dengan bebas, dan
simpul pada tali terikat dengan erat. Evaluasi posisi klien, karena klien yang merosot
ke bawah dapat menyebabkan traksi tidak efektif. Beban tidak boleh diambil dari
traksi skelet kecuali jika terjadi keadaan yang membahayakan jiwa. Bila beban
diambil, tujuan penggunaannya akan hilang dan dapat terjadi cedera.
Kesejajaran tubuh klien harus diajaga agar tarikannya efektif. Kaki
diposisikan sedemikian rupa sehingga dapat dicegah terjadinya footdrop (plantar
9

fleksi), rotasi ke dalam (inversi). Kaki klien harus disangga dalam posisi netral
dengan alat ortopedi.
Perlu dipasang pegangan di atas tempat tidur, agar klien mudah untuk
berpegangan. Alat itu sangat berguna untuk membantu klien bergerak dan defekasi di
tempat tidur, serta menaikkan pinggul dari tempat tidur untuk memudahkan
perawatan punggung. Lindungi tumit dan lakukan inspeksi, karena klien sering
menggunakannya sebagai penyangga, sehingga dapat menyebabkan cedera pada
jaringan tersebut. Tempat penusukan pin (lika) perlu dikaji. Lakukan inspeksi paling
sedikit tiap delapan jam dari adanya tanda inflamasi dan bukti adanya infeksi.
Pada klien terpasang traksi perlu melakukan latihan, berguna untuk menjaga
kekuatan dan tonus otot, serta memperbaiki peredaran darah. Latihan dilakukan
sesuai kemampuan. Latihan aktif meliputi menarik pegangan di atas tempat tidur,
fleksi dan ekstensi kaki, latihan rentang gerak, dan menahan beban bagi sendi yang
sehat. Pada ekstremitas yang diimbilisasi, lakukan latihan kuadrisep dan pengesetan
gluteal.
Dorong klien untuk melakukan latihan fleksi dan ekstensi pergelangan kaki
dan kontraksi isometrik oto-otot betis, sebnayak 10 kali tiap jam saat klien terjaga,
dapat mengurangi risiko thrombosis vena dalam. Dapat juga diberikan stoking elastic,
alat kompresi, dan terapi antikoagulan untuk mencegah terbentuknya thrombus.
Pengangkatan pin dapat dilakukan setelah sinar-X menunjukkan terbentuknya
kalus. Pin dipotong sedekat mungkin dengan kulit dan diangkat oleh dokter kemudian
dipasang gips atau bidai untuk melindungi tulang yang sedang proses penyembuhan.

2. 1.4 Prinsip-Prinsip Traksi Efektif
Pemasangan traksi menimbulkan adanya kontratraksi. Kontratraksi adalah
gaya yang bekerja dengan arah yang berlawanan. Umumnya berat badan klien dan
pengaturan posisi tempat tidur mampu memberikan konstratraksi. Kontratraksi harus
dipertahankan agar traksi tetap efektif. Traksi harus berkesinambungan agar reduksi
dan imobilisasi fraktur efektif. Traksi kulit pelvis dan serviks sering digunakan untuk
mengurangi spasme otot dan biasanya diberikan sebagai traksi intermitten.
10

Prinsip traksi efektif adalah sebagai berikut:
1. Traksi skelet tidak boleh putus
2. Beban tidak boleh diambil kecuali bila traksi dimaksudkan intermitten
3. Tubuh klien harus dalam keadaan sejajar dengan pusat tempat tidur
ketika traksi dipasang
4. Tali tidak boleh macet
5. Beban harus tergantung bebas dan tidak boleh terletak pada tempat
tidur atau lantai
6. Simpul pada tali atau telapak kaki tidak boleh menyentuh katrol atau
kaki tempat tidur.

2.1.5 Indikasi
1. Traksi kulit merupakan terapi pilihan pada fraktur femur dan beberapa fraktur
suprakondiler humeri anak-anak.
2. Pada reduksi tertutup dimana manipulasi dan imobilisasi tidak dapat
dilakukan.
3. Merupakan pengobatan sementara pada fraktur sambil menunggu terapi definitif.
4. Fraktur-fraktur yang sangat bengkak dan tidak stabil misalnya fraktur
suprakondiler humeri pada anak-anak.
5. Untuktraksi pada spasme otot atau pada kontraktur sendi misalnya sendi lutut
dari panggul.
6. Untuk traksi pada kelainan-kelainan tulang belakang seperti hernia nukleus
pulposus (HNP) atau spasme otot-otot tulang belakang.

2.1.6 Komplikasi dan Pencegahan
Pencegahan dan penatalaksanaan komplikasi yang timbul pada klien yang
terpasang traksi adalah sebagai berikut.
1. Dekubitus
a. Periksa kulit dari adanya tanda tekanan dan lecet, kemudian berikan
intervensi awal untuk mengurangi tekanan.
11

b. Perubahan posisi dengan sering dan memakai alat pelindung kulit
(misal pelindung siku) sangat membantu perubahan posisi.
c. Konsultasikan penggunaan tempat tidur khusus untuk mencegah
kerusakan kulit.
d. Bila sudah ada ulkus akibat tekanan, perawat harus konsultasi dengan
dokter atau ahli terapi enterostomal, mengenai penanganannya.
2. Kongesti Paru dan Pneumonia
a. Auskultasi paru untuk mengetahui status pernapasan klien
b. Ajarkan klien untuk napas dalam dan batuk efektif
c. Konsultasikan dengan dokter mengenai penggunaan terapi khusus,
misalnya spirometri insentif, bila riwayat klien dan data dasar
menunjukkan klien berisiko tinggi mengalami komplikasi pernapasan
d. Bila telah terjadi masalah pernapasan, perlu diberikan terapi sesuai
order.
3. Konstipasi dan Anoreksia
a. Diet tinggi serat dan tinggi cairan dapat membantu merangsang
motilitas gaster.
b. Bila telah terjadi konstipasi, konsultasikan dengandokter mengenai
penggunaan pelunak tinja, laksatif, suppositoria, dan enema.
c. Kaji dan catat makanan yang disukai klien dan masukkan dalam
progam diet sesuai kebutuhan
4. Stasis dan infeksi saluran kemih
a. Pantau masukan dan keluaran berkemih
b. Anjurkan dan ajarkan klien untuk minum dalam jumlah yang cukup
dan berkemih tiap 2-3jam sekali.
c. Bila tampak tanda dan gejala terjadi infeksi saluran kemih,
konsultasikan dengan dokter untuk menanganinya.
5. Trombosis vena profunda
a. Ajarkan klien untuk latihan tumit dan kaki dalam batas traksi
12

b. Dorong untuk minum yang banuak untuk mencegah dehidrasi dan
hemokonsentrasi yang menyertainya, yang akan menyebabkan stasis.
c. Pantau klien dari adanya tanda-tanda trombosis vena dalam dan
melaporkannya ke dokter untuk menentukan evaluasi dan terapi.

2.1.7 Pemasangan Traksi
1. Persiapan alat:
a. Skin traksi kit
b. k/p pisu cukur
c. k/p balsam perekat
d. k/p alat rawat luka
e. katrol dan pulley
f. beban
g. K/p Bantalan conter traksi
h. k/p bantal kasur
i. gunting
j. bolpoint untuk penanda/ marker

Persiapan alat pada traksi kulit :
a. Bantal keras (bantal pasir )
b. Bedak kulit
c. Kom berisi air putih
d. Handuk
e. Sarung tangan bersih

Persiapan alat pada traksi skeletal :
a. Zat pembersih untuk perawatan pin
b. Set ganti balut
c. Salep anti bakteri (k/p)
d. Kantung sampah infeksius
13

e. Sarung tangan steril
f. Lidi kapas
g. Povidone Iodine (k/p)
h. Kassa steril
i. Piala ginjal

2. Pelaksanaan prosedur
a. Mencuci tangan
b. Memakai handschoen
c. Mengatur posisi tidur pasien supinasi
d. Bila ada luka dirawat dan ditutup kassa
e. Bila banyak rambut k/p di cukur
f. Beri tanda batas pemasangan plester gips menggunakan bolpoint
g. k/p beri balsam perekat
h. Ambil skintraksi kit lalu rekatkan plester gips pada bagian medial dan lateral
kaki secara simetris dengan tetap menjaga immobilisasi fraktur
i. Pasang katrol lurus dengan kaki bagian fraktur
j. Masukkan tali pada pulley katrol
k. Sambungkan tali pada beban ( 1/7 BB = maksimal 5 kg
l. k/p pasang bantalan contertraksi atau bantal penyangga kaki
m. Atur posisi pasien nyaman dan rapikan
n. Beritahu pasien bahwa tindakan sudah selesai dan pesankan untuk manggil
perawat bila ada keluhan
o. Buka tirai/ pintu
p. Alat dikembalikan, dibersihkan dan dirapikan
q. Sarung tangan dilepas
r. Mencuci tangan

2.2 Pemasangan Gips
14

2.2.1 Pemasangan GIPS (plaster of Paris)
Gips merupakan suatu bahan kimia yang pada saat ini tersedia dalam
lembaran dengan komposisi kimia (CaSO4)2 H2O + 3 H2O = 2 (SaSO42H2O) dan
bersifat anhidrasi yang dapat mengikat air sehingga membuat kalsium sulfat hidrat
menjadi solid/keras. Pada saat ini sudah tersedia gips yang sangat ringan.
Pemasangan gips merupakan salah satu pengobatan konservatif pilihan (terutama
pada fraktur) dan dapat dipergunakan di daerah terpencil dengan hasil yang cukup baik
bila cara pemasangan, indikasi, kontraindikasi serta perawatan setelah pemasangan
diketahui dengan baik.

2.2.2 Bentuk-bentuk Pemasangan GIPS
Beberapa bentuk pemasangan gips yang dapat dilakukan adalah :
a. Bentuk lembaran sehingga gips menutup separuh atau dua pertiga lingkaran
permukaan anggota gerak.
b. Gips lembaran yang dipasang pada kedua sisi antero-posterior anggota gerak
sehingga merupakan gips yang hampir melingkar.
c. Gip sirkuler yang dipasang lengkap meliputi seluruh anggota gerak.
d. Gips yang ditopang dengan besi atau karet dan dapat dipakai untuk menumpu
atau berjalan pada patah tulang anggota gerak bawah

2.2.3. Indikasi
Indikasi pemasangan gips adalah :
a. Untuk pertolongan pertama pada faktur (berfungsi sebagai bidal).
b. Imobilisasi sementara untuk mengistirahatkan dan mengurangi nyeri misalnya
gips korset pada tuberkulosis tulang belakang atau pasca operasi seperti
operasi pada skoliosis tulang belakang.
c. Sebagai pengobatan definitif untuk imobilisasi fraktur terutama pada anak-
anak dan fraktur tertentu pada orang dewasa.
15

d. Mengoreksi deformitas pada kelainan bawaan misalnya pada talipes
ekuinovarus kongenital atau pada deformitas sendi lutut oleh karena berbagai
sebab.
e. Imobilisasi untuk mencegah fraktur patologis.
f. Imobilisasi untuk memberikan kesempatan bagi tulang untuk menyatu setelah
suatu operasi misalnya pada artrodesis.
g. Imobilisas setelah operasi pada tendo-tendo tertentu misalnya setelah operasi
tendo Achilles.
h. Dapat dimanfaatkan sebagai cetakan untuk pembuatan bidai atau protesa.

2.2.4 Hal-hal yang perlu diperhatikan dalam pemasangan gips
a. Gips yang pas tidak akan menimbulkan perlukaan.
b. Gips patah tidak bisa digunakan.
c. Gips yang terlalu kecil atau terlalu longgar sangat membahayakan klien.
d. Jangan merusak atau menekan gips.
e. Jangan pernah memasukkan benda asing ke dalam gips/ menggaruk.
f. Jangan meletakkan gips lebih rendah dari tubuh terlalu lama.

2.2.5 Kelebihan Dan Kekurangan Pemakaian Gips
Kelebihan dalam pemasangan gips antara lain :
a. Mudah didapatkan.
b. Murah dan mudah dipergunakan oleh setiap dokter.
c. Dapat diganti setiap saat.
d. Dapat dipasang dan dibuat cetakan sesuai bentuk anggota gerak.
e. Dapat dibuat jendela/lubang pada gips untuk membuka jahitan atau
perawatan luka selama imobiliasi.
f. Koreksi secara bertahap jaringan lunak dapat dilakukan membuat sudut
tertentu.
g. Gips bersifat rediolusen sehingga pemeriksaan foto rontgen tetap dapat
dilakukan walaupun gips terpasang.
16

h. Merupakan terapi konservatif pilihan untuk menghindari operasi.

Di samping kelebihannya, terdapat pula beberapa kekurangan pemakaian gips
yang perlu diperhatikan yaitu :
a. Pemasangan gips yang ketat akan memberikan gangguan atau tekanan pada
pembuluh darah, saraf atau tulang itu sendiri.
b. Pemasangan yang lama dapat menyebabkan kekakuan pada sendi dan
mungkin dapat terjadi :
1. Disus osteoporosis dan atrofi.
2. Alergi dan gatal-gatal akibat gips.
3. Berat dan tidak nyaman dipakai oleh penderita.

2.2.6 Perawatan Gips
Hal-hal yang perlu diperhatikan setelah pemasangan gips adalah :
a. Gips tidak boleh basah oleh air atau bahan lain yang mengakibatkan kerusakan
gips.
b. Setelah pemasangan gips harus dilakukan follow up yang teratur, tergantung
dari lokalisasi pemasangan.
c. Gips yang mengalami kerusakan atau lembek pada beberapa tempat, harus
diperbaiki.

2.2.7 Pemasangan gips
Persiapan alat alat untuk pemasangan gips :
a. Bahan gips dengan ukuran sesuai ekstremitas tubuh yang akan di gips
b. Baskom berisi air hangat
c. Gunting perban
d. Bengkok
e. Perlak dan alasnya
f. Waslap/duk
g. Pemotong gips
17

h. Kasa dalam tempatnya
i. Alat cukur
j. Sabun dalam tempatnya
k. Handuk
l. Krim kulit
m. Spons rubs ( terbuat dari bahan yang menyerap keringat)
n. Padding (pembalut terbuat dari bahan kapas sintetis)


Tindakan pemasangan Gips :
Tindakan Rasional
1. Siapkan klien dan jelaskan pada
prosedur yang akan dikerjakan.



2. Siapkan alat-alat yang akan
digunakan untuk pemasangan gips
3. Daerah yang akan di pasang gips
dicukur, dibersihkan,dan di cuci
dengan sabun, kemudian dikeringkan
dengan handuk dan di beri krim kulit
(bila perlu).


4. Sokong ekstremitas atau bagian
tubuh yang akan di gips.



1. Membuat pasien mengerti
akan prosedur tindakan
yang akan dilakukan
sehingga dapat mengurangi
cemas.
2. Membantu agar tindkana
berjalan dengan mudah.
3. Membuat permukaan yang
akan dipasang gips lembab,
bersih, sehingga
pemasangan gips tidak akan
merusak integritas kulit
klien.

4. Meminimalkan gerakan,
mempertahankan reduksi
dan kesegarisan,
meningkatkan kenyamanan.

18

5. Posisikan dan pertahankan bagian
yang akan di gips dalam posisi yang
di tentukan dokter selama prosedur.


6. Pasang duk pada klien.



7. Pasang spongs rubs(bahan yang
menyerap keringat) pada bagian
tubuh yang akan di pasang gips,
pasang dengan cara yang halus dan
tidak mengikat.


8. Balutkan gulungan bantalan tanpa
rajutan dengan rata dan halus
sepanjang bagian yang di gips.
Tambahkan bantalan didaerah
tonjolan tulang dan pada jalur saraf
(mis: caput fibula)


9. Pasang gips secara merata pada
bagian tubuh. Pembalutan gips
secara melingkar mulai dari distal ke
proksimal tidak terlalu kendor atau
ketat. Pada waktu membalut, lakukan
5. Memungkinkan
pemasangan gips yang baik,
mengurangi insidensi
komplikasi (mis : malunion,
nonunion, kontraktur)
6. Menghindari pajanan yang
tidak perlu, melindungi
bagian badan lain terhadap
kontak dengan bahan gips.
7. Melindungi kulit dari bahan
gips, melindingi dari
tekanan, lipatan diatas tepi
gips; menciptakan tepi
bantalan lembut,
melindungi kulit dari abrasi.

8. Melindungi kulit dari
tekanan gips, melindungi
kulit pada tonjolan tulang,
dan melindungi saraf
superfissial.



9. Membuat gips menjadi
lembut, solid dengan kontur
yang baik, memungkinkan
pemasangan yang lembut.
Membuat gips yang lembut,
19

dengan gerakan bersinambungan
agar terjaga ketumpangtidihan
lapisan gips. Lakukan dengan
gerakan yang bersinambungan agar
terjaga kontak yang konstan dengan
bagian tubuh.
10. Setelah pemasangan, haluskan
tepinya, potong serta bentuk dengan
pemotong gips.

11. Bersihkan Partikel bahan gips dari
kulit yang terpasang gips.

12. Sokong gips selama pergeseran dan
pengeringan dengan telapak tangan.
Jangan diletakkan pada permukaan
keras atau pada tepi yang tajam dan
hindari tekanan pada gips.






13. Tanyakan pada klien jika hal ini
menyebabkan ketidak nyamanan
atau nyeri.


solid, dan mengimobilisasi.
Serta membuat gips
sedemikian rupa sehingga
dapat memberi dukungan
yang adekuat serta dapat
memperkuat gips.
10. Melindungi kulit dari abrasi.
Menjamin kisaran gerakan
sendi disekitarnya.

11. Menjaga agar partikel tidak
lepas dan masuk kebawah
gips.
12. Bahan gips mengeras dalam
beberapa menit. Kekerasan
maksimal gips sintesis
terjadi dalam beberapa
menit. Kekerasan maksimal
pada gips terjadi bersama
pengeringan (24-72 jam)
bergantung pada tebalnya
gips dan lingkungan.
Mencegah lekukan dan
daerah tekanan.
13. Mengobservasi adakah efek
yang ditimbulkan gips pada
pasien yang mengganggu
kenyamanan pasien,
sehingga dapat melakukan
20


14. Mendokumentasikan prosedur dan
respons klien pada catatan klien.
intervensi.
14. Sebagai catatan/pegangan
untuk perawat.

Yang diperhatikan dalam Pemasangan Gips, yaitu :
a. Gips yang pas tidak akan menimbulkan perlukaan.
b. Gips patah tidak bisa digunakan.
c. Gips yang terlalu kecil atau terlalu longgar sangat membahayakan klien.
d. Jangan merusak / menekan gips.
e. Jangan pernah memasukkan benda asing ke dalam gips / menggaruk
f. Jangan meletakkan gips lebih rendah dari tubuh terlalu lama.

2.3 Pemasangan Orif
2.3.1 Pengertian
ORIF (Open Reduksi Internal Fiksasi),open reduksi merupakan suatu tindakan
pembedahan untuk memanipulasi fragmen-fragmen tulang yang patah / fraktur
sedapat mungkin kembali seperti letak asalnya.Internal fiksasi biasanya melibatkan
penggunaan plat, sekrup, paku maupun suatu intramedulary (IM) untuk mempertahan
kan fragmen tulang dalam posisinya sampai penyembuhan tulang yang solid terjadi.
Open Reduction Internal Fixation (ORIF)/Fiksasi Internal dengan
pembedahan terbuka akan mengimmobilisasi fraktur dengan melakukan pembedahan
untuk memasukkan paku, sekrup atau pin ke dalam tempat fraktur untuk memfiksasi
bagian-bagian tulang yang fraktur secara bersamaan. Fiksasi internal sering
digunakan untuk merawat fraktur pada tulang pinggul yang sering terjadi pada orang
tua. Pasien biasanya dimasukkan kedalam rumah sakit selama 5 hari atau lebih lama.

2.3.2 Teknik fiksasi interna
1. Plat dan sekrup untuk tranversal atau oblik pendek
2. Sekrup untuk fraktur oblik dan spiral panjang
3. Sekrup untuk fragmen butterfly panjang
21

4. Plat dan enam sekrup ubtuk fragmen butterfly pendek
5. Nail meduler untuk fraktur segmental.

2.3.3 Keuntungan Dan Kerugian Pemasangan Orif
ORIF (Open Reduction and Internal Fixation)
a. Keuntungan cara ini adalah :
1. Reposisi anatomis.
2. Mobilisasi dini tanpa fiksasi luar.
3. Ketelitian reposisi fragmen-fragmen fraktur.
4. Kesempatan untuk memeriksa pembuluh darah dan saraf di sekitarnya.
5. Stabilitas fiksasi yang cukup memadai dapat dicapai.
6. Perawatan di RS yang relatif singkat pada kasus tanpa komplikasi.
7. Potensi untuk mempertahankan fungsi sendi yang mendekati normal
serta kekuatan otot selama perawatan fraktur.
b. Kerugian yang potensial juga dapat terjadi antara lain :
1. Setiap anastesi dan operasi mempunyai resiko komplikasi bahkan
kematian akibat dari tindakan tersebut.
2. Penanganan operatif memperbesar kemungkinan infeksi dibandingkan
pemasangan gips atau traksi.
3. Penggunaan stabilisasi logam interna memungkinkan kegagalan alat
itu sendiri.
4. Pembedahan itu sendiri merupakan trauma pada jaringan lunak, dan
struktur yang sebelumnya tak mengalami cedera mungkin akan
terpotong atau mengalami kerusakan selama tindakan operasi.

2.3.4 Indikasi ORIF
a. Fraktur yang tidak bisa sembuh atau bahaya avasculair necrosis tinggi. Misalnya :
1. Fraktur talus
2. Fraktur collum femur.
b. Fraktur yang tidak bisa di reposisi tertutup. Misalnya :
22

1. Fraktur avulasi
2. Fraktur dislokasi.
c. Fraktur yang dapat di reposisi tetapi sulit dipertahankan. Misalnya :
1. Fraktur Monteggia.
2. Fraktur Galeazzi
3. Fraktur antebrachii
4. Fraktur pergelangan kaki
d. Fraktur yang berdasarkan pengalaman memberi hasil yang lebih baik dengan
operasi, misalnya ; fraktur femur.
Fiksasi interna kadang-kadang dipakai pada fraktur biasa dan juga kalau
terjadi angulasi yang berat. Fiksasi dapat di lakukan dengan sebilah pelat logam yang
di pasang melintang tempat fraktur, atau dengan sebuah paku besar (pen) dalam
cavum medulla (Kuntschner nail).
Asuhan Keperawatan Pada Pasien yang menerapkan ORIF mencakup
beberapa observasi dan intervensi : Monitor cek neurovaskular setiap 1-2 jam seperti
diperintahkan. Monitot tanda vital selama 4 jam sekali selama 1-3 hari, seperti
diperintahkan. Perawat juga harus memonitor hematokrit dan hemoglobin. Telitilah
jumlah dan karakter aliran drainase pada jahitan dan tempat keluarnya drainase
(drains); laporkan aliran drainase yang lebih besar dari 100-150 mL/jam setelah 4 jam
pertama. Ubahlah posisi pasien setiap 2 jam, berikan alat yang terbentuk trapezium di
atas kepala agar pasien dapat menggunakan pada saat reposisi. Letakkan bantal kecil
diantara kaki pasien untuk menjaga kelurusan. Latihlah pasien untuk melakukan
latihan pengambilan nafas, bentuk dan penggunaan spirometer insentif. Berikan obat
seperti analgesik, relaktan otot, anticoagulants atau antibiotik seperti dianjurkan.
Setelah pemeriksaan kemampuan menopang beban pada bagian yang retak atau
patah, perawat harus mendorong pasien untuk melakukan mobilisasi lebih awal. Hal
ini dilakukan setelah pasien keluar rumah sakit.



23

2.3.5 Pemasangan orif
Persiapan Perioperatif Di Ruangan
Keadaan preoperasi :
Klien menjalani program puasa 6 jam sebelum operasi dimulai.Keadaan
penderita,kooperatif,tensi 100/80.Nadi 84 x/menit.
Jenis yang biasa digunakan yaitu :
1. General anestesi: Face mask
2. Premedikasi yang diberikan : Muscle relaxan : Atracurium
3. Induksi Anestesi: Untuk induksi digunakan Propofol 80 mg I.V secara pelan
4. Anestesi inhalasi: O2, Halothane
5. Rumatan : RL digrojog
Posisi dalam pemberian anastesi biasanya ialah dengan cara terlentang.

Persiapan Atau Prosedur Di Ruang Operasi
Persiapan alat dan Ruangan
1. Alat tidak steril : Lampu operasi, Cuter unit, Meja operasi, Suction, Hepafik,
Gunting
2. Alat Steril : Duk besar 3, Baju operasi 4, Selang suction steril, Selang cuter
Steril,side 2/0, palain 2/0,berbagai macam ukuran jarum
3. Set Orif :
a. Koker panjang 2
b. Klem bengkok 6
c. Bengkok panjang 1
d. Pinset cirugis 2
e. Gunting jaringan 1
f. Kom 2
g. Pisturi 1
h. Hand mest
i. Platina 1 set
j. Kassa steril
24

k. Gunting benang 2
l. Penjepit kasa 1
m. Bor 1
n. Hak Pacul 1
o. Hak Sedang 1
p. Hak Duk 3

Prosedur Operasi :
a. Pasien sudah teranastesi GA
b. Tim bedah melakukan cuci tangan (Scrub)
c. Tim bedah telah memakai baju operasi (Gloving)
d. Lakukan disinfeksi pada area yang akan dilakukan sayatan dengan arah dari
dalam keluar, alkohol 2x, betadine 2x
e. Pasang duk pada area yang telah di disinfeksi (Drapping)
f. Hidupkan cuter unit
g. Lakukan sayatan dengan hand mest dengan arah paramedian
h. Robek subkutis dengan menggunakan cuter hingga terlihat tulang yang fraktur
i. Lakukan pengeboran pada tulang
j. Pasang platina
k. Lakukan pembersihan bagian yang kotor dengan cairan NaCl
l. Jahit subkutis dengan plain 2/0
m. Jahit bagian kulit dengan side 2/0
n. Tutup luka dengan kassa betadine, setelah itu diberi hepafik

Perawatan Pasca Operasi
Agent anestesi masih dipertahankan dengan tujuan agar tindakan eksubasi
dilakukan dalam keadaan sadar sehingga tidak menimbulkan batuk,dan mencegah
kejang otot yang dapat menyebabkan gangguan nafas.


25

Ruang pemulihan
Pasien dipindah ke ruang recovery dan diawasi,di ruangan ini hendaknya
pasien diobservasi mengenai pernafasan,tekanan darah dan nadi,setelah membaik
dapat dikirim ke bangsal.
a. Program Post operasi
b. Infus RL 20 tpm
c. Antibiotik cefotaxime 2 x 1 gr
d. Antalgin 1 x 1
e. Bila peristaltik (+),boleh minum perlahan-lahan





















26

BAB III
PENUTUP

3.1 Kesimpulan
Traksi adalah penggunaan kekuatan penarikan pada bagian tubuh. Ini dicapai
dengan memberi beban yang cukup untuk mengatasi penarikan otot. Traksi adalah
tahanan yang dipakai dengan berat atau alat lain untuk menangani kerusakan atau
gangguan pada tulang dan otot.
Traksi adalah pemasangan gaya tarikan ke bagian tubuh. Traksi digunakan
untuk meminimalkan spasme otot; untuk mereduksi, menyejajarkan dan
mengimbolisasi fraktur; untuk mengurangi deformitas; dan untuk menambah ruangan
di antara kedua permukaan patahan tulang. Traksi harus diberikan dengan arah dan
besaran yang diinginkan untuk mendapatkan efek terapeutik.
Pemasangan gips merupakan salah satu pengobatan konservatif pilihan (terutama
pada fraktur) dan dapat dipergunakan di daerah terpencil dengan hasil yang cukup baik
bila cara pemasangan, indikasi, kontraindikasi serta perawatan setelah pemasangan
diketahui dengan baik.
ORIF (Open Reduksi Internal Fiksasi),open reduksi merupakan suatu tindakan
pembedahan untuk memanipulasi fragmen-fragmen tulang yang patah / fraktur
sedapat mungkin kembali seperti letak asalnya.Internal fiksasi biasanya melibatkan
penggunaan plat, sekrup, paku maupun suatu intramedulary (IM) untuk mempertahan
kan fragmen tulang dalam posisinya sampai penyembuhan tulang yang solid terjadi.

3.2 Saran
Demikian makalah ini penulis buat. Semoga dengan adanya makalah ini pembaca
dapat memahami bagaimana cara pemasangan traksi, gips, dan orif .



27

DAFTAR PUSTAKA


Engram, Barbara. 1999. Rencana Asuhan Keperawatan Medikal Bedah Volume 2.
Jakarta: Egc.
Ningsih, Nurma & Lukman. 2011. Asuhan Keperawatan Pada Klien Dengan
Gangguan Sistem Muskuloskeletal. Jakarta: Salemba Medika.
Sjamsuhidajat, R. & Wim De Jong. 2001. Buku Ajar Ilmu Bedah. Jakarta: Egc.
Keperawatan Medikal Bedah Charlene J. Reeves Gayle Roux Robin Lockhart
Penerjemah: Joko Setyono. Penerbit: Salemba Medika.
Brunner Dan Suddarth. 2002. Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah. Volume
3. Jakarta : Egc
M.A Henderson. 1989. Ilmu Bedah Untuk Perawat. Yogyakarta : Yayasan Essentia
Medica

You might also like