You are on page 1of 18

1

BAB I
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang
Tanatologi atau yang secara umum dikenal sebagai science of death merupakan ilmu
yang penting dikuasai oleh ahli kedokteran kehakiman ataupun dokter yang bukan ahli
kedokteran kehakiman. Tanatologi mempelajari perubahan-perubahan setelah kematian yang
sangat bermanfaat dalam menentukan apakah seseorang sudah meninggal atau belum, dan
menentukan berapa lama seseorang telah meninggal, serta membedakan perubahan post mortal
dengan kelainan yang terjadi pada waktu korban masih hidup.
1
Menentukan saat kematian adalah hal yang penting untuk dilakukan baik pada kasus
kriminal atau sipil. Kematian adalah suatu proses yang dapat dikenali secara klinis pada
seseorang melalui tanda kematian yaitu perubahan yang terjadi pada tubuh mayat.
Memperkirakan saat kematian yang mendekati ketepatan mempunyai arti penting khususnya bila
dikaitkan dengan proses penyidikan, dengan demikian penyidik dapat lebih terarah dan selektif
di dalam melakukan pemeriksaan terhadap para tersangka pelaku tindak pidana. Tanda-tanda
kematian dibagi atas tanda kematian pasti dan tidak pasti. Tanda kematian tidak pasti adalah
penafasan berhenti, sirkulasi terhenti, kulit pucat, tonus otot menghilang dan relaksasi, pembuluh
darah retina mengalami segmentasi dan pengeringan kornea. Sedangkan tanda pasti kematian
adalah lebam mayat (livor mortis), kaku mayat (rigor mortis), penurunan suhu tubuh (algor
mortis), pembusukan, mumifikasi.
2
2

Lingkungan merupakan penentu utama terjadinya pembusukan pada tubuh, dimana tubuh
tertimbun oleh tanah, terndam oleh air,dan tidak terkena sinar matahari. Pembusukan
berhubungan dengan berbagai macam bau. Bau ini berasal dari pembusukan tubuh yang tidak
bisa digambarkan. Tubuh yang bau pada tahap pembusukan diakibatkan karena menghasilkan
gas yang tinggi pada tubuh setelah beberapa jam kematian. Pada suhu ruagan , perut kanan
bagian bawah akan berubah warna hijau setelah 24 jam kematian dan seluruh tubuh setelah 36
jam kematian.
3
Penentuan saat kematian merupakan hal yang penting dalam kasus pidana dan perdata .
Dari sudut pandangan hukum pidana, estimasi yang tepat membantu penyidik dalam mengatur
waktu pembunuhan, memverifikasi saksi pernyataan, batas jumlah tersangka dan menilai
pernyataan mereka . Hal ini juga sangat penting bagi para penyidik forensik , terutama ketika
mereka mengumpulkan bukti yang dapat mendukung.
3
Setelah kematian , banyak perubahan physiochemical yang terjadi pada korban.
Beradasarkan uraian latar belakang diatas maka penulis tertarik untuk mengajukan judul referat
Perkiraan Saat Kematian Berdasrakan Ganbaran Pembusukan
1.2 Batasan Masalah
Refrat ini mebahas tentang perkiraan saat kematian berdasrkan perubahan suhu tubuh mayat.
1.3. Tujuan Penulisan
Tujuan umum penulisan refrat ini adalah untuk mengetahui dan memahami tentang perkiraan
saat kematian berdasarkan gambaran pembusukan.

3

1.4 Manfaat Penelitian
Melalui penulisan refrat ini diharapkan dapat bermanfaat dalam meberikan informasi dan
pengetahuan tentang perkiraan saat kematian berdasarkan gambaran pembusukan.
1.5 Metode Penulisan
Penulisan refrat ini menggunakan tinjauan kepustakaan yang merujuk kepada berbagai
literatur.












4

BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Definisi Mati
Mati menurut ilmu kedokteran didefinisikan sebagai berhentinya fungsi sirkulasi dan
respirasi secara permanen (mati klinis). Dengan adanya perkembangan teknologi ada alat yang
bisa menggantikan fungsi sirkulasi dan respirasi secara buatan. Oleh karena itu definisi kematian
berkembang menjadi kematian batang otak. Brain death is death. Mati adalah kematian batang
otak .
5

Menetapkan apakah korban masih hidup atau telah mati dapat kita ketahui dari masih
adanya tanda kehidupan dan tanda-tanda kematian. Tanda kehidupan dapat kita nilai dari masih
aktifnya siklus oksigen yang berlangsung dalam tubuh korban. Sebaliknya, tidak aktifnya siklus
oksigen menjadi tanda kematian.

2.2 Jenis Kematian
Agar suatu kehidupan seseorang dapat berlangsung, terdapat tiga sistem yang
mempengaruhinya. Ketiga sistem utama tersebut antara lain sistem persarafan, sistem
kardiovaskuler dan sistem pernapasan. Ketiga sistem itu sangat mempengaruhi satu sama
lainnya, ketika terjadi gangguan pada satu sistem, maka sistem-sistem yang lainnya juga akan
ikut berpengaruh .

Dalam tanatologi dikenal beberapa istilah tentang mati, yaitu mati somatis
(mati klinis), mati suri, mati seluler, mati serebral dan mati otak (mati batang otak).
4,5
Mati somatis (mati klinis) ialah suatu keadaan dimana terjadi gangguan pada ketiga
sistem utama tersebut yang bersifat menetap.

Pada kejadian mati somatis ini secara klinis tidak
5

ditemukan adanya refleks, elektro ensefalografi (EEG) mendatar, nadi tidak teraba, denyut
jantung tidak terdengar, tidak ada gerak pernapasan dan suara napas tidak terdengar saat
auskultasi.
5

Mati suri (apparent death) ialah suatu keadaan yang mirip dengan kematian somatis,
akan tetapi gangguan yang terdapat pada ketiga sistem bersifat sementara. Kasus seperti ini
sering ditemukan pada kasus keracunan obat tidur, tersengat aliran listrik dan tenggelam.
5

Mati seluler (mati molekuler) ialah suatu kematian organ atau jaringan tubuh yang timbul
beberapa saat setelah kematian somatis. Daya tahan hidup masing-masing organ atau jaringan
berbeda-beda, sehingga terjadinya kematian seluler pada tiap organ tidak bersamaan.
4,5

Mati serebral ialah suatu kematian akibat kerusakan kedua hemisfer otak yang
irreversible kecuali batang otak dan serebelum, sedangkan kedua sistem lainnya yaitu sistem
pernapasan dan kardiovaskuler masih berfungsi dengan bantuan alat.
5

Mati otak (mati batang otak) ialah kematian dimana bila telah terjadi kerusakan seluruh
isi neuronal intrakranial yang irreversible, termasuk batang otak dan serebelum. Dengan
diketahuinya mati otak (mati batang otak) maka dapat dikatakan seseorang secara keseluruhan
tidak dapat dinyatakan hidup lagi, sehingga alat bantu dapat dihentikan.
5

2.3. Tanda Kematian
Kematian adalah suatu proses yang dapat dikenal secara klinis pada seseorang berupa
tanda kematian yang perubahannya biasa timbul dini pada saat meninggal atau beberapa menit
6

kemudian. Perubahan tersebut dikenal sebagai tanda kematian yang nantinya akan dibagi lagi
menjadi tanda kematian pasti dan tanda kematian tidak pasti.
4,5

A. Tanda kematian tidak pasti
4,5

1. Pernapasan berhenti, dinilai selama lebih dari 10 menit.
2. Terhentinya sirkulasi yang dinilai selama 15 menit, nadi karotis tidak teraba.
3. Kulit pucat.
4. Tonus otot menghilang dan relaksasi.
5. Pembuluh darah retina mengalami segmentasi beberapa menit setelah kematian.
6. Pengeringan kornea menimbulkan kekeruhan dalam waktu 10 menit yang masih dapat
dihilangkan dengan meneteskan air mata.
B. Tanda Kematian Pasti
1. Lebam Mayat
2. Kaku Mayat
3. Penurunan suhu tubuh
4. Pembusukan
5. Lilin mayat
6. Mummifikasi
2.4 Pembusukan Pada Mayat
Pembusukan adalah kerusakan post mortem dari jaringan lunak tubuh akibat
bakteri dan enzim. Proses pembusukan dimulai 4 menit setelah terjadi kematian. Permulaan
pembusukan ini diatur oleh proses yang disebut autolisis atau self-digestion. Ketika sel-sel
7

ditubuh kekurangan oksigen, karbon dioksida dalam darah meningkat, penurunan pH dan terjadi
penumpukan sisa-sisa metabolisme yang menjadi racun bagi sel tubuh. Pada waktu yang
bersamaan, enzim pada sel (Lipase, protease, amilase, dll) mulai larut dari dalam ke luar, yang
akhirnya menyebabkan sel pecah, dan mengeluarkan cairan yang kaya nutrisi. Proses ini dimulai
dan berlangsung lebih cepat pada jaringan yang memiliki kandungan enzim yang tinggi (seperti
hati) dan kandungan air yang tinggi seperti otak, tetapi proses ini mempengaruhi semua sel
dalam tubuh. Proses autolisis biasanya tidak terlihat jelas pada beberapa hari setelah kematian.
Proses ini pertama kali dapat dilihat dengan munculan lepuhan cairan pada kulit dan kulit
menjadi licin, dan terjadi pengelupasan secara luas pada permukaan kulit. Sementara itu, tubuh
akan menyesuaikan diri dengan suhu sekitar (algor mortis), darah yang menetap dalam tubuh
menyebabkan perubahan warna kulit (livor mortis) dan sitoplasma sel berubah menjadi gel
akibat meningkatnya keasaman (rigor mortis). Setelah banyak sel pecah, cairan kaya nutrisi
menjadi bebas dan proses pembusukan dimulai.
11,14
Proses Pembusukan, dibagi dalam beberapa tahap :
6
1) Tahap segar.
Mayat dianggap berada di tahap segar dari saat kematian sampai tanda-tanda pertama
kembung. Ini adalah tahap di mana tiba di mayat dan mulai bertelur atau larva.
2. Tahap Kembung.
Tahap ini menandai awal dari pembusukan. bakteri anaerobik menghasilkan gas sebagai
hasil dari proses metabolisme, sehingga menyebabkan kembung. Kembung biasanya
terjadi pertama di perut.
3. Tahap aktif pembusukan. Tahap ini dimulai ketika gas mulai keluar dan kembung tersebut
menjadi mengempis. Selama tahap ini, larva dipteran membentuk massa belatung besar
8

yang dominan, dalam jumlah besar coleopterans juga mulai berdatangan. Tahap akhir
pembusukan, sebagian besar Calliphoridae dan Sarcophagidae telah menjadi menjadi
kepompong.
4. Lanjutan tahap pembusukan. Ditemukan coleopterans yang merupakan spesies dominan
selama tahap ini ketika sisa-sisa memiliki telah berkurang pada kulit, tulang rawan, dan
tulang
5. Tahap kering. Dalam tahap ini, sisa-sisa hanya terdiri dari rambut dan tulang dan yang
tersisa adalah tungau sebagai indikator yang berguna dari PMI.
2.5 Penyebab Pembusukan

Kerusakan jaringan terjadi akibat aksi enzim endogen yang dikenal sebagai autolisis.
Tahapan pembusukan terjadi secara bertahap dimulai dari jaringan ke gas, cairan dan garam .
Perubahan utama yang dapat terjadi dalam jaringan yang mengalami pembusukan adalah
perubahan warna, evolusi gas, dan pencairan. Bakteri sangat penting untuk pembusukan dan
bakteri komensal akan segera menyerang jaringan setelah kematian. Organisme yang paling
sering ditemukan biasanya organisme yang terdapat pada saluran pernapasan dan pencernaan
yaitu anaerobic spore-bearing bacilli, organisme coliform, micrococci, diphtheroid, dan
organime proteus. Mayoritas bakteri datang dari saluran pencernaan dan didominasi oleh
Clostridium welchii . Setiap bakteri ante mortem yang infeksi pada tubuh , terutama septikemia
, akan mempercepat onset dan evolusi pembusukan.
14
2.6 Faktor yang mempengaruhi pembusukan
14
1.Suhu
Suhu lingkungan memiliki pengaruh yang sangat besar pada tingkat pembusukan
sehingga pendinginan yang cepat pada tubuh setelah kematian dapat menunda onset
9

pembusukan. Ikim di Inggris derajat pembusukan terjadi setelah 24 jam pada puncak musim
panas, sedangkan pada musim dingin mungkin memerlukan 10 sampai 14 hari. Sebuah
kelembaban lingkungan yang tinggi akan meningkatkan pembusukan . Pembusukan optimal
pada suhu berkisar antara 70
0
100
0
F ( 21 38
0
C ) dan melambat ketika suhu turun di bawah
50
0
F ( 10
0
C ) atau bila melebihi 100
0
F ( 38
0
C ).
10

2.Ukuran Tubuh
Tingkat pembusukan dipengaruhi oleh ukuran tubuh dari orang yg meninggal , pada
orang yang obesitas akan lebih cepat mengalami pembusukan . Pembusukan akan ditunda bila
sebab kematian akibat perdarahan hebat karena darah merupakan media untuk penyebaran
organisme pembusukan dalam tubuh. Sebaliknya, pembusukan lebih cepat pada infeksi yang
luas, gagal jantung kongestif atau anasarca dan tertunda ketika jaringan mengalami dehidrasi.
Ini cenderung lebih cepat pada anak-anak dibandingkan pada orang dewasa , tetapi onset relatif
lambat pada bayi baru lahir yang belum menyusui karena bakteri komensal masih sedikit.
3. Pakaian
Pakaian tebal dan penutup lainnya , dengan mempertahankan panas tubuh , akan
mempercepat pembusukan . pembusukan juga cepat terjadi pada mayat berada di ruang yang
suasana hangat , atau tempat tidur dengan selimut listrik .
4. Cedera atau Luka
Cedera pada permukaan tubuh akan mempercepat pembusukan karena menyediakan
portal masuk bagi bakteri dan darah merupakan media untuk pertumbuhan bakteri .
5. Medium
Kecepatan pembusukan akan tergantung pada kedalaman kuburan , kehangatan tanah ,
efisiensi drainase , dan permeabilitas peti mati . Pembatasan udara, penguburan dalam,
10

khususnya di tanah liat , akan menghambat pembusukan.. Dimakamkan di tanah berdrainase
baik , sebuah tubuh orang dewasa akan menjadi kerangka dalam waktu sekitar 10 tahun , dan
tubuh anak dalam waktu sekitar 5 tahun.

Mayat yang terendam dalam air yang terkontaminasi
tinja, seperti air limbah akan mempercepat pembusukan
5.
Menurut aturan tua praktis ( diktum
Casper ) satu minggu pembusukan di udara setara dengan dua minggu dalam air , yang setara
dengan delapan minggu terkubur di dalam tanah , mengingat suhu lingkungan yang sama
5.
2.7 Proses Pembusukan yang terlihat pada mayat :
10,14
1. Bagian Abdomen
Tanda yang terlihat pertama pembusukan adalah perubahan warna kehijauan pada kulit
dinding anterior abdomen . Hal ini paling sering dimulai di fossa iliaka kanan , yaitu lebih
kedaerah sekum , ( di mana isi usus yang lebih cair dan penuh bakteri ) , tapi kadang-kadang ,
perubahan pertama adalah sekitar pusar , atau di fossa iliaka kiri.
Perubahan warna terjadi karena pembentukan Sulph - hemoglobin, menyebar ke seluruh
dinding anterior abdomen , dan kemudian panggul , dada , kaki dan wajah . seiringan dengan
perubahan warna, pembuluh darah superfisial kulit menjadi terlihat seperti jaringan ungu
coklat menyerupai gambaran pohon, yang cenderung paling menonjol di sekitar bahu dan atas
dada , perut dan selangkangan. Perubahan ini , karena penampilan yang khas , sering
digambarkan sebagai "marbling" . Kulit akan berubah mengkilat , kehitaman , kemerahan - hijau
hingga ungu - hitam penggeseran lapisan epidermis . Bagian bawah epidermis akan mengkilap ,
lembab , dasar merah muda yang mengering , jika kondisi lingkungan memungkinkan, dapat
membentuk bercak selaput kuning. Kulit lepuh ini dipenuhi dengan kehitaman, cairan
sanguinous dan gas putrid . Kulit ini mudah pecah bila terkontak sedikit sehingga akan
meninggalkan bagian yang licin dengan dasar merah muda. Pembentukan gas busuk juga terjadi
11

di lambung dan usus menyebabkan perut menjadi gembung dan tegang. Pembentukan gas dalam
jaringan menyebabkan pembengkakan pada seluruh tubuh yang pada perabaannya terdapat
krepitasi.
2. Bagian genital
Pembengkakan paling besar terdapat pada jaringan yang longgar, seperti skrotum, penis,
labia mayora, payudara. Gas yang dihasilkan terdiri dari hidrogen sulfida, metana, karbon
dioksid , amonia, dan hidrogen . Bau yang menusuk ini disebabkan oleh kumpulan beberapa gas
dan merkaptan (thiol) dalam jumlah kecil. Prostat dan uterus, mengalami proses pembusukan
yang lambat, sehingga membantu dalam identifikasi jenis kelamin.
3. Bagian wajah
Wajah berwarna kehijauanungu gelap, dengan kelopak mata bengkak dan tertutup erat, bibir
bengkak dan cemberut, pipi bengkak, dan lidah bengkak menonjol keluar dari mulut. Rambut
kepala dan rambut tubuh lainnya longgar pada akar-akarnya dan dapat mudah ditarik keluar.
4.Bagian Ekstremitas

Jari dan kuku mudah terlepas, lapisan epidermis pada kedua tangan dan kaki mudah terlepas
dengan lengkap sehingga seperti gambaran " sarung tangan " atau " kaus kaki ", disebut sebagai
" degloving ". Leher , badan dan tungkai bengkak secara besar-besaran , memberikan kesan
palsu obesitas. Akhirnya , gas busuk yang berada di bawah tekanan tinggi, akan mencari
kolateral ruang dan seluruh massa yang membusuk jaringan lunak akan terdesak.

5. Bagian saluran pernafasan
Mukosa saluran napas menjadi merah tua dan ada tanda hemolitik berwarna plum pada
pewarnaan intima endokard dan intima vaskular yang paling mudah dihargai di aorta dan
12

cabang-cabangnya. Butiran putih kecil yang disebut "plak miliaria" - terlihat pada endocardium
dan epikardium. Paru-paru , sarat dengan cairan sanguinous , tampak merah tua dan rapuh.
6. Bagian Jantung
Jantung menjadi lembek, dinding menipis , dan miokardium berwarna merah gelap. Perubahan
warna serupa terlihat juga pada hati dan ginjal. Limpa menjadi lembek dan rapuh. Selanjutnya
otak menjadi semi liquid. Kapsul dari hati, limpa dan ginjal mengalami pembusukan lebih lama
dari jaringan parenkim lainnya.
Pembusukan dikaitkan dengan penyusutan organ . Perforasi fundus dari lambung atau
esofagus bagian bawah ke dalam rongga pleura kiri atau perut dapat terjadi dalam beberapa jam
setelah kematiannya . Ini adalah hasil dari autolisis bukan pembusukan bakteri.
Ada variasi yang cukup besar dalam waktu onset dan laju perkembangan
pembusukan. Dalam kondisi rata-rata di daerah beriklim sedang, yang paling cepat dalam
menyebabkan perbusukan. Perubahan yang melibatkan dinding anterior abdomen terjadi antara
36 dan 72 jam setelah kematian. Perkembangan pembentukan gas terjadi setelah sekitar satu
minggu . Suhu tubuh setelah kematian adalah faktor yang paling penting umumnya menentukan
tingkat pembusukan . Jika dipertahankan di atas 26
0
C ( 80
0
F ) setelah kematian maka yg
menyebabkan perbusukan dengan perubahan jelas dalam waktu 24 jam dan pembentukan gas
akan terlihat dalam waktu sekitar 2-3 hari.
2.8 Perkiraan waktu kematian yang dilihat dari perkembangan serangga
Pertumbuhan belatung pada mayat merupakan aplikasi yang paling umum dari forensik
entomologi, serangga juga dapat digunakan untuk membantu dalam banyak jenis penyelidikan
forensik. di kasus lain. Lalat dewasa memiliki penciuman yang tinggi terhadap bau busuk, hal ini
sering terjadi dalam beberapa jam setelah kematian. Taksonomi serangga yang ditemukan pada
13

mayat adalah penting untuk rekonstruksi peristiwa sekitar kasus-kasus pidana yang melibatkan
kematian. Sistem klasifikasi organisme biologis digunakan untuk memudahkan identifikasinya .

Dalam kasus belatung , lokasi mereka pada tubuh dapat memberikan informasi penting terutama
pada tubuh yang terluka. Contohnya tungau Sarcoptes scabiei L. cenderung untuk menjajah
orang-orang gelandangan sebagai akibat dari kondisi higienis yang buruk mereka, dan juga
orang-orang usia lanjut yang belum mampu menjaga hygiene. Di daerah beriklim dingin
berbagai spesies lalat menyimpan telurnya di daerah lembab, seperti antara bibir atau kelopak
mata, kantus pada kelopak mata, hidung, mulut, alat kelamin, anus, dan tepi pada luka yang
dalam beberapa menit dari kematian. Penting untuk diingat adalah spesies lalat yang terlibat
berbeda dari daerah ke daerah, habitat ke habitat, dan musim ke musim. Sebagai contoh , di
bagian utara dari Amerika Negara, bluebottles ( Calliphora vicina ) adalah yang paling umum
selama musim dingin, sedangkan greenbottles ( Phaenicia sericata ) adalah yang paling umum
selama musim panas.
7,15
Hal ini dapat diambil sebagai perkiraan waktu terakhir dengan kematian yang pasti
terjadi. Estimasi usia belatung bergantung pada pengetahuan rinci tentang siklus hidup lalat dan
faktor-faktor yang mempengaruhinya. Lalat memiliki empat tahap kehidupan - telur , larva
(belatung ), pupa, dan dewasa. Belatung ( larva lalat ) melewati tiga tahap pertumbuhan sebelum
menjadi tumbuh sepenuhnya. Kerangka waktu untuk tahap pertumbuhan mereka membutuhkan
waktu beberapa hari sampai beberapa minggu, tergantung pada spesies, kondisi lingkungan, dan
jumlah larva yang hadir.
9,13
Faktor eksternal utama adalah suhu, parameter dengan yang aktivitas metabolisme
belatung. Mereka berkembang lebih lambat pada suhu yang lebih rendah dan lebih cepat pada
suhu yang lebih tinggi. Zat beracun pada mayat dapat diakumulasikan oleh larva dan dapat
14

mempengaruhi laju pertumbuhan. Sebagai contoh, kokain dan heroin secara signifikan
meningkatkan tingkat perkembangan larva, sehingga mempengaruhi akurasi perkiraan selang
post-mortem jika tidak diperhitungkan. Sebaliknya , serangga mungkin memakan waktu lebih
lama untuk memakan tubuh jika itu mengenakan pakaian meresap dengan pelumas, cat atau kayu
bakar .
7,13
Meskipun bukti serangga mungkin sedikit digunakan dalam menentukan post mortem.
Setiap kasus forensik adalah unik karena tingginya jumlah variabel yang terlibat dan sulit untuk
menilai data yang jarang dengan akurasi besar.
Tahap perkembangan serangga:
12
Tahap Kehidupan Waktu Gambaran Observasi
Telur 1 hari 1-2 mm Terletak terutama di
sekitar lubang tubuh,
seperti hidung, mata,
telinga, anus, penis,
vagina, dan dalam luka.
Larva 1st Instar 2 hari 2-5 mm
Larva 2nd Instar 2.5 hari 10-11 mm
Larva 3rd Instar 4-5 hari 14-17 mm
Pre pupa 8-12 hari 11-12 mm Larva mulai menjauh
dari tubuh dan organ
Pupa 14-18 hari 14-18 mm Darkens with
age
Terdapatnya pupa
merupakan indikasi
bahwa orang tersebut
telah meninggal sekitar
15

20 hari.
Adult flies Emerges from pupa
cases after 4-7 days
Geneasi baru Lalat dewasa kecil















16

BAB III
PENUTUP
KESIMPULAN
Mati menurut ilmu kedokteran didefinisikan sebagai berhentinya fungsi sirkulasi dan
respirasi secara permanen (mati klinis). Dengan adanya perkembangan teknologi ada alat yang
bisa menggantikan fungsi sirkulasi dan respirasi secara buatan. Oleh karena itu definisi kematian
berkembang menjadi kematian batang otak. Brain death is death. Mati adalah kematian batang
otak .

Agar suatu kehidupan seseorang dapat berlangsung, terdapat tiga sistem yang
mempengaruhinya. Ketiga sistem utama tersebut antara lain sistem persarafan, sistem
kardiovaskuler dan sistem pernapasan. Ketiga sistem itu sangat mempengaruhi satu sama
lainnya, ketika terjadi gangguan pada satu sistem, maka sistem-sistem yang lainnya juga akan
ikut berpengaruh.
Perubahan yang terjadi setelah kematian meliputi perubahan pada kulit muka, relaksasi
otot, perubahan pada mata, penurunan suhu tubuh, timbulnya lebam dan kaku mayat, terjadinya
pembusukan, perubahan biokimia darah dan cairan serebrospinal, serta kecepatan pengosongan
lambung.
Pada beberapa kasus, untuk memperkirakan saat kematian yang bisa dipakai salah satu
caranya adalah dengan menggunakan gambaran pembusukan. Perkiraan saat kematian
berdasarkan gambaran pembusukan dapat dilihat dari beberapa fator, yaitu : suhu, cedera atau
luka, pakaian, medium, serta dilihat dari perkembangan serangga. Namun perkiraan saat
kematian yang dilihat dari gambaran pembusukan tidak dapat dijadikan hal yang pasti dalam
menentukan perkiraan kematian.
17

DAFTAR PUSTAKA
1. Hariadi Apuranto, Mutahal. Tanatologi. Ilmu Kedokteran Forensik dan Medikolegal.
Edisi Ketujuh. Surabaya: Departemen Ilmu Kedokteran Forensik dan Medikolegal
Fakultas Kedokteran Universitas Airlangga; 2010. page 11526.
2. Howard C.,Adelman.M. Establishing The Time of Death in : Forensic Medicine. New
York : Infobase Publishing : 2007. p.20-26.
3. Jay Dix, Michael Graham, Time of Death, Decomposition and Identification: An
Atlas (Google eBook) CRC Press, Dec 7, 1999 - Law - 120 pages
4. Tim Penulis Bagian Kedokteran Forensik Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, Ilmu
Kedokteran Forensik, Jakarta:FKUI; 1997.h. 25-36.
5. Husni, GM. Hukum Kesehatan Ilmu Kedokteran Forensik, bagian Kedokteran Forensik
Fakulatas Kedokteran Universitas Andala, Padang: FKUNAND; 2007.h.15-26
6. Ibrahim Aldelwahab; Galal. H. Fatma; and Elhefnawy1 Ahmed, Insect succession
associated with corpse's decomposition of the guinea pig Cavia porcellus in Benha city,
Egypt 2013 (1-20)
7. Aly H. Rasmy, The humans lie but the spiders do not lie: An overview on forensic
acarology, Egyptian Journal of Forensic Sciences (2011) 1, 109110

8. Hoda Fouad Abdel Salam a, Eman Ahmed Shaat b, Manal Hassan Abdel Aziz, Estimation
of postmortem interval using thanatochemistry and postmortem changes, Alexandria
Journal of Medicine (2012) 48, 335344
9. Byrd, Jason H.; Castner, James L. , Forensic Entomology : Utility of Arthropods in Legal
Investigations, 2000
10 Molly Tyrrell and Dr. Matthew S. Ward, The Decomposition of Remains and the Effect of
Decomposition Rates on Volatile Organic Chemicals (VOCs) Released , 2011 (1-3)

11. Arpad A. Vass, Beyond the grave understanding human decomposition, 2001

18

12. Kapil Verma, Reject Paul MP , Assessment of Post Mortem Interval, (PMI) from Forensic
Entomotoxicological Studies of Larvae and Flies Amity Institute of Forensic Sciences
(AIFS), Amity University, Noida-2013, Uttar Pradesh, India
13. William A. Cox, Md, Early Postmorterm Changes and Tima Of Death Forensic
Pathologist, December 22, 2009
14. University of Dundee: Department of Forensic Medicine , POSTMORTEM CHANGES
AND TIME OF DEATH, 2006
15. On Maggots and Murders, Forensic Entomology, 2011

You might also like