You are on page 1of 12

PEMANTAUAN KAWASAN BUDIDAYA DAN KESEHATAN

IKAN DAN LINGKUNGAN DI SELAT NENEK KELURAHAN


TEMOYONG, KECAMATAN BULANG - BATAM


LAPORAN PERJALANAN DINAS

Disusun Oleh :

ROMI NOVRIADI, S.Pd.Kim, M.Sc
Mulyadi, S.ST.Pi
Antin Sri Lestari, S.Pi
Jhonner Sihotang, A.Md










KEMENTERIAN KELAUTAN DAN PERIKANAN
DIREKTORAT JENDERAL PERIKANAN BUDIDAYA
BALAI PERIKANAN BUDIDAYA LAUT BATAM
2014







Gambar 1. Tim pemantauan kawasan budidaya dan kesehatan ikan dan lingkungan Balai
Perikanan Budidaya Laut Batam bersama perangkat daerah Kelurahan Temoyong, Kecamatan
Bulang, Kota Batam







PEMANTAUAN KAWASAN BUDIDAYA DAN KESEHATAN IKAN DAN LINGKUNGAN
DI SELAT NENEK KELURAHAN TEMOYONG, KECAMATAN BULANG BATAM

Romi Novriadi
1
, Mulyadi
2
, Antin S.L
3
dan Jhonner Sihotang
4


1)
Pengendali Hama dan Penyakit Ikan Muda
2)
Pengawas Perikanan Muda
3)
Perekayasa Muda
4)
Pengawas Perikanan Pelaksana

A B S T R A K

Kegiatan pemantauan kawasan budidaya dan penyakit ikan merupakan salah satu
perangkat yang dapat digunakan untuk mengidentifikasi data hasil produksi dan informasi yang
relevan tentang keragaan/dinamika penyakit tertentu pada suatu lokasi sebagai akibat dari
fluktuasi beberapa parameter kualitas lingkungan budidaya. Dari hasil pemantauan yang
dilakukan di Selat Nenek, Kelurahan Temoyong diketahui bahwa kondisi kualitas air cukup
optimal untuk produksi ikan laut, Sementara hasil analisa penyakit menunjukkan bahwa
terdapat infeksi parasit Diplectanum spp dan infeksi bakteri Vibrio sp sebagai dampak sistem
budidaya yang dilakukan. Hasil wawancara juga menunjukkan bahwa masyarakat sangat
antusias untuk melakukan pengembangan produksi budidaya dengan disertai dukungan oleh
pemerintah daerah

Kata kunci: Selat Nenek, Temoyong, Kualitas air, Diplectanum sp, Vibrio sp


A B S T R A C T

Monitoring of aquaculture site and fish diseases are one of the tool that can be used to
identify the production data and information about the current diseases characteristic at
certain location as an impact of several environmental quality. From the monitoring activity
that has been done at Nenek strait, Temoyong district showed that the water quality are good
enough for marine fish production, while from diseases analysis showed that parasitic infection
of Diplecatnum spp and bacterial infection Vibrio sp as an impact of aquaculture system. From
the interviewed activity showed that the society are very antusiastic to develop the aquaculture
production as along as their get a full support from the local government


Key words: Nenek strait, Temoyong, Water quality, Diplectanum sp, Vibrio sp






I. Pendahuluan

Pembangunan industri budidaya saat ini telah berjalan dengan sangat baik seiring dengan
komitmen untuk terlibat aktif dalam mendukung program ketahanan pangan nasional yang
disertai dengan peningkatan mutu dan daya saing produk. Berpatokan kepada hasil
pembangunan yang dicapai dan melihat masih besarnya potensi untuk pengembangan sektor
perikanan budidaya khususnya di Kelurahan Temoyong Kota Batam, menjadikan sektor ini
sebagai salah satu sektor yang sangat menjanjikan bagi masyarakat dan daerah. Potensi ini
terlihat dari meningkatnya minat masyarakat untuk bekerja di bidang perikanan budidaya,
terbukanya peluang pendapatan selain dari sektor penangkapan hingga kepada pemasaran ikan
hasil budidaya ke luar negeri

Secara nasional, total produksi perikanan budidaya telah memiliki peningkatan yang cukup
signifikan selama 5 tahun terakhir dengan rata-rata peningkatan sebesar 8.83% dan telah
mencapai total produksi hingga 13.2 juta ton. Sementara, berdasarkan data analisis (2011) yang
diperoleh dari Profil Pemerintah Provinsi Kepulauan Riau, jumlah total produksi berbagai
komoditas budidaya di Kota Batam baru mencapai 344 ton/ha/tahun dengan perincian 56 ton
dari produksi ikan karang, 260 ton dari ikan pelagis dan 28 ton dari produksi rumput laut.
Jumlah ini dinilai masih sangat kecil karena berdasarkan hasil analisis potensi, Kota Batam
seharusnya memiliki kontribusi produksi perikanan budidaya hingga 57.833 ton/tahun. Kalau
potensi ini dapat dioptimalkan, selain dapat meningkatkan laju pertumbuhan perekonomian
masyarakat juga memiliki kontribusi signifikan terhadap peningkatan produksi perikanan
budidaya nasional.

Dalam pencapaian keberhasilan produksi, tentu tidak terlepas dari berbagai kendala dan
permasalahan seperti minimnya ketersediaan benih, pakan untuk perbesaran, degradasi
kualitas lingkungan, infeksi mikroorganisme patogen dan pemasaran (Rimmer dan Sugama,
2005). Oleh karena itu pengembangan dan aplikasi teknologi serta kebijakan yang dapat
menjamin keberlanjutan kesehatan lingkungan untuk produksi, dan juga peningkatan perhatian
dari konsumen, produsen perikanan budidaya, akademisi dan pengelola produksi sangat
dibutuhkan untuk meningkatkan kualitas produk, gizi dan keamanan pangan hasil produksi
budidaya (NACA/FAO, 2000).

Memperhatikan hal tersebut di atas, maka upaya pengendalian penyakit ikan dan
lingkungan yang tepat, sistimatis serta terintegrasi menjadi hal yang penting dan mutlak untuk
dapat menjamin keberlanjutan produksi perikanan budidaya. Salah satu upaya pengendalian
tersebut adalah dengan melakukan kegiatan pemantauan yang dapat memberikan informasi
akurat tentang keragaan jenis patogen potensial di suatu daerah/kawasan selama periode
tertentu, sehingga dapat ditentukan strategi pengendalian penyakit tertentu yang lebih efisien
dan aplikatif. Pemantauan rutin BPBL Batam di Bulan September ini bertujuan untuk selain
melakukan identifikasi kondisi kualitas lingkungan dan kesehatan ikan, juga mengkaji faktor-
faktor yang mempengaruhi produksi perikanan budidaya masyarakat Selat Nenek Temoyong.
Studi ini diharapkan dapat memberikan manfaat kepada berbagai pihak yang berkepentingan
diantaranya adalah pemerintah, masyarakat, akademisi dan praktisi.
II. Metodologi Monitoring

II.1 Waktu dan Tempat

Monitoring pemantauan kawasan budidaya dan kesehatan ikan dan lingkungan ini
dilakukan di Selat Nenek, Kelurahan Temoyong, Kecamatan Bulang, Kotamadya Batam
pada hari Senin Tanggal 8 September 2014

II.2 Pengambilan contoh

Metoda pengambilan contoh air dilakukan menurut metode gabungan tempat (integrated)
berdasarkan SNI 6989.57:2008, sementara metoda pengambilan contoh ikan dilakukan
secara purposive yang merupakan pemilihan sampel untuk kepentingan tertentu (FAO,
2004). Program pengambilan sampel juga dilakukan dengan mempertimbangkan jalur
masuk agen pencemar/penyakit ke lingkungan laut, periode pemaparan dan mekanisme
transport di badan air (Syakti, et al., 2012).

II.3 Preparasi Sampel

Dikarenakan jarak pemantauan dan waktu yang dibutuhkan untuk pemantauan rutin di
kawasan BPBL Batam tidak terlalu jauh, tidak ada preparasi khusus untuk sampel air dan
ikan yang diambil. Sampel air dimasukkan ke dalam botol plastic gelap untuk menghindari
oksidasi dan sampel ikan dimasuk ke dalam plastik yang dilengkapi dengan air dan oksigen.

II.4 Analisa Sampel

Analisa distribusi jenis penyakit dan kualitas lingkungan pada kegiatan monitoring ini
dilakukan melalui tiga tahapan, yakni tahapan pre site, on site dan post site. Tahapan pre
site merupakan tahapan pengumpulan data yang diperoleh melalui informasi anamnesa
dan bahan yang disampaikan oleh para pembudidaya ikan. Hasil analisa pre site kemudian
diverifikasi dengan melakukan kunjungan lapangan (tahapan on site). Pada tahapan on
site, analisa dilakukan untuk beberapa parameter kualitas air, diantaranya: (1) pH
menggunakan pH meter, (2) oksigen terlarut menggunakan DO meter, (3) Kadar garam
menggunakan refraktometer, (4) Suhu menggunakan thermometer dan (5) kecerahan
dengan menggunakan Secchi disk

Analisa post site dilakukan untuk analisa kualitas air lanjutan yang meliputi parameter
Ammonia (NH3), Nitrit (NO2), Nitrat (NO3), Posphat (PO4) dan turbiditas dengan
menggunakan metode Spektrofotometri, Kolorimetri dan Turbidimetri. Tahapan analisa
post site juga dilakukan untuk identifikasi bakteri secara konvensional dan identifikasi
parasit untuk mengetahui infesitasi mikroorganisme patogen pada ikan hasil budidaya.



III. Hasil dan Pembahasan
III.1 Hasil
III.1.1 Gambaran Umum Selat Nenek Kelurahan Temoyong

Selat nenek merupakan salah satu desa di Kelurahan Temoyong, Kecamatan Bulang
Kotamadaya Batam yang memiliki karakter sosial kemasyarakatan sebagai nelayan. Jumlah
penduduk pada bulan Agustus 2014 adalah 604 orang yang terdiri atas 173 Kepala Keluarga
(KK). Menurut Dikrurahman dan Tubagus (2012), hampir seluruh masyarakat di Temoyong
berada pada usia produktif dan mampu melaksanakan produksi dari segi ekonomi dan
menaggung kebutuhan pribadi secara mandiri. Karakter sebagai nelayan tidak hanya dilakukan
oleh kaum laki-laki, namun kaum perempuan juga terlibat dalam aktivitas penangkapan untuk
lokasi di sekita pulau/pantai, seperti menagkp udang, kepiting bakau, dan jenis-jenis ikan
pantai, sehingga karakter masyarakat di Selat nenek dapat dispesifikasi menjadi dua, yaitu
kelompok nelayan laut dan kelompok nelayan pantai.

Data hasil produksi perikanan budidaya masyarakat selat nenek tidak terdokumentasi
dengan baik, namun berdasarkan hasil analisa pre site ataupun dari hasil wawancara diketahui
bahwa dari kelompok budidaya mandiri dapat menghasilkan tingkat kelulushidupan benih ikan
mencapai 70% dengan tujuan utama pemasaran adalah Singapura. Nilai jual hasil budidaya
yang diperoleh masyarakat selat nenek sedikit lebih tinggi dibandingkan daerah lain di Provinsi
Kepulauan Riau karena dilakukan dengan sistem penjualan langsung tanpa melalui perantara.

III.1.2 Hasil analisa Pre site di lokasi pemantauan

Gambaran umum tentang karakteristik budidaya oleh masyarakat selat nenek disajikan
pada Tabel 1 dan Gambar 2 berikut ini:

A. Unit produksi milik Bp. Junaeri












( A ) ( B )
Gambar 2. Lokasi budidaya Bp. Junaeri (A) KJA merk Aquatec milik pak Junaeri dan (B)
Pengambilan sampel air di lokasi pak Junaeri

No Jenis identifikasi Hasil Identifikasi
1 Nama Pemilik Junaeri
2 Lokasi Selat Nenek, Kelurahan Temoyong, Kotamadya Batam
3 Luas budidaya 1. 4 unit KJA Aquatec dengan ukuran 3x3x3 m
2. 4 unit Keramba Jaring Tancap
4 Tingkat teknologi Sederhana
5 Asal Benih Bantuan dari Pemerintah Kotamadya Batam dan Provinsi Kepri
6 Padat tebar 200 ekor/lubang
7 Waktu tebar Umumnya penebaran benih dilakukan pada bulan Juli dan
Agustus, mengingat kematian massal akibat perubahan cuaca iklim
umumnya terjadi pada bulan April dan Mei
8 Sejarah penyakit Luka focal pada permukaan tubuh namun belum pernah
melakukan analisa secara laboratorium
9 Waktu serangan Dimulai pada saat musim penghujan yang ditandai dengan
perubahan kualitas air di bulan April dan Mei
10 Upaya pengendalian
penyakit
Negatif
11 Bobot serangan Sedang (mortality maksimum 50% per unit produksi)
12 Pakan Rucah
13 Biosekuriti Nihil dan belum memiliki sertifikat CBIB

B. Unit produksi milik Bp. Mahmud

No Jenis identifikasi Hasil Identifikasi
1 Nama Pemilik Mahmud
2 Lokasi Selat Nenek, Kelurahan Temoyong, Kotamadya Batam
3 Luas budidaya 16 unit Keramba Jaring Tancap (KJT) dengan ukuran
4 Tingkat teknologi Sederhana
5 Asal Benih BPBL Batam dan PT. Batu Bata Ladi
6 Padat tebar 200 ekor/lubang
7 Waktu tebar Umumnya penebaran benih dilakukan pada bulan Juli dan
Agustus, mengingat kematian massal akibat perubahan cuaca iklim
umumnya terjadi pada bulan April dan Mei
8 Sejarah penyakit Luka focal pada permukaan tubuh namun belum pernah
melakukan analisa secara laboratorium
9 Waktu serangan Dimulai pada saat musim penghujan yang ditandai dengan
perubahan kualitas air di bulan April dan Mei
10 Upaya pengendalian
penyakit
Negatif
11 Bobot serangan Sedang (mortality maksimum 50% per unit produksi)
12 Pakan Rucah
13 Biosekuriti Nihil dan belum memiliki sertifikat CBIB
Table 1. Karakteristik budidaya di lokasi pemantauan
Secara umum, perbandingan metoda budidaya yang dilakukan di kedua lokasi terangkum dalam
Table 2. Berikut:

No Parameter Bapak Mahmud Bapak Junairi
1 Jenis Komoditas kerapu Cantang kerapu macan
2 Asal benih Indomarind BPBL Batam
3 Ukuran awal tebar awal tebar kerapu cantang
berukuran 7 - 8 inch dan Kerapu
merah/ kerapu sunu
awal tebar ikan kerapu macan
yang berukuran 7-8 inch
4 Ukuran sekarang ikan sudah berukuran 3-4 ons ikan sudah berukuran 2-3 ons
5 Pengelolaan pakan Pakan yang diberikan berupa
ikan rucah hasil tangkapan
sendiri berupa ikan tamban,
riyau, pelata dll
Pakan yang diberikan berupa ikan
hasil tangkapan sendiri berupa
ikan tamban, riyau, pelata dll
6 Frekuensi pakan Pakan diberikan 2 kali sehari
pada pagi dan sore hari
Pakan diberikan 2 kali sehari pada
pagi dan sore hari
7 Pengendalian
hama penyakit
Tidak melakukan pengobatan Melakukan perendaman air tawar
8 Wadah budidaya Keramba tancap berjumlah 8
lobang yang berukuran 2x1,5x6
meter
Keramba Jaring Apung bejumlah
4 lobang dengan ukuran 3x3x3
meter
9 Kontruksi wadah Dengan menggunakan kayu bulat
di tancapkan kedasar perairan
dan kasi jaring
Dengan menggunakan aquatek
berwarna biru
10 pengelolaan
kesehatan ikan
jika ditemukan adanya ikan sakit
atau mati maka ikan tersebut
langsung dibuang kelaut
jika ditemukan adanya ikan sakit
dilakuan pengambilan lalu
dibuang ke laut
11 Panen panen dilakukan pada saat ikan
berukuran 5-8 ons, biasanya
pembeli datang langsung pada
lokasi budidaya dan juga dikirim
kesingapore apa bila/tahun baru
china/Imlek/China sembahyang
panen dilakukan pada saat ikan
berukuran 5-6 ons, biasanya
pembeli datang langsung pada
lokasi budidaya dan juga dijual
kes ingapore
12 cemaran
lingkungan
Keramba tancap berada
berdekatan dengan rumah
penduduk, cemaran yang
ditemui adalah buangan limbah
rumah tangga
keramba Jaring Apung berada
berdekatan dengan rumah
penduduk, cemaran yang ditemui
adalah buangan limbah rumah
tangga
13 pengembangan
usaha
Dilakukan secara mandiri Dibantu oleh Pemerintah
setempat baik sarana, prasarana
dan pelatihan

Tabel.2 Perbandingan praktek budidaya i kedua lokasi pemantauan
III.1.3 Hasil Analisa Kualitas Air di lokasi monitoring

Berdasarkan hasil pemantauan kesehatan lingkungan di kedua lokasi tersebut, data
karakteristik kualitas air di kedua lokasi pemantauan disajikan pada Tabel 3


PARAMETER
PARAMETER

SATUAN
UNIT
HASIL UJI
TEST RESULT SPESIFIKASI METODE
METHODE SPESIFICATION Pak
Mahmud
Pak Junaeri
pH*

7,82 7,82
SNI 06-6989.11-2004
(Insitu)
Nitrat (NO3) mg/L <0,1 ** <0,1 ** Kolorimetrik
Phosphat (PO4) mg/L <0,033 ** <0,033 ** IKM/5.4.8/BBL-B
Amoniak (NH3) mg/L 0.201 <0,009 IKM/5.4.6/BBL-B
Nitrit (NO2) mg/L <0,1 ** <0,1 ** Kolorimetrik
Salinitas*
o
/oo 29 29 IKM/5.4.4/BBL-B (Refraktometrik)
Turbidity NTU 3.61 3.55 IKM/5.4.9/BBL-B
Suhu
o
C 30,8 30,8 Insitu
Oksigen Terlarut mg/l 4,59 4,59 Insitu
Kedalaman m 7.71 7.73 Insitu

Tabel 3. Karakteristik kualitas air di lokasi pemantauan


Berdasarkan hasil pemantauan, diketahui bahwa pH memiliki nilai 7.82, salinitas 29 ,
Nitrat, Nitrit dan phosphate berada dibawah titik deteksi alat, Amoniak (NH3) memiliki
konsentrasi yang berbeda, dimana di lokasi Bp. Junaeri konsentrasi NH3 berada di bawah batas
deteksi minimum alat dan di lokasi Bp. Mahmud memiliki konsentrasi 0.201 mg/l. Nilai
kekeruhan memiliki kisaran 3.55 3.61 NTU, konsentrasi oksigen terlarut pada suhu 30.8 C
adalah 4.59 mg/l dan kedalaman memiliki kisaran 7.71 7.73 meter.

Secara umum, lokasi budidaya di kawasan Selat nenek yang direpresentasikan melalui
pengambilan sampl air di dua lokasi budidaya (Bp. Jnaeri dan Bp. Mahmud) memiliki nilai
kisaran yang layak untuk optimalisasi hasil produksi budidaya. Hanya saja, konsentrasi NH3 di
lokasi Bp.Mahmud memiliki nilai yang cukup tinggi 0.201 mg/l. Hal ini dapat disebabkan oleh
sistem budidaya yang dilakukan oleh Bp. Mahmud, dimana sistem budidaya Keramba Jaring
Tancap dengan penggunaan ikan rucah sebagai pakan utama menyebabkan akumulasi sisa
pakan yang tidak terkonsumsi pada permukaan substrat pemeliharaan menjadi sulit untuk
dikendalikan. Tingkat toksisitas ammonia dipengaruhi oleh karakteristik utamanya yang bersifat
mudah berdifusi melewati jaringan inang atau ikan sehingga berpotensi menjadi racun dan
menghambat peredaran oksigen di dalam tubuh ikan.




III.1.4 Hasil Identifikasi Penyakit Ikan



Gambar 3. Sampel ikan Kerapu cantang dari lokasi Bp. Junaeri. Memiliki luka focal berbentuk
irregular, menyebar, lesi berwarna merah menyisip kulit dan sisik dan menunjukkan bagian
bawah dermis (keparahan rangking 4, jelas(agak parah). Lesi berlokasi pada sisi kanan dari
bagian tubuh ikan memanjang dan tersebar dari bagian posterior (belakang) ke bagian depan
tubuh ikan. Gerakan renang lemah dan berada di permukaan air. Nafsu makan selama masa
pemeliharaan rendah dan menunjukkan perilaku menyendiri dari kelompok.

No
KODE SAMPEL
SAMPLE CODE
PARAMETER
PARAMETERS
HASIL UJI
TEST RESULT
SPESIFIKASI METODE
METHODE SPESIFICATION
1 Kerapu Cantang
Parasit* Diplectanum
IKM/5.4.2/BBL-B
(Mikroskopis)
Bakteri Vibrio spp
Isolasi dan Identifikasi
Konvensional

Tabel 4. Hasil identifikasi penyakit pada ikan budidaya milik Bp. Junaeri. Pengambilan sampel
dilakukan secara purposive dan tidak dilakukan di unit budidaya Bp. Mahmud dikarenakan
adanya penolakan oleh pemilik unit budidaya

Berdasarkan hasil identifikasi penyakit yang dilakukan di unit budidaya milik Bp. Junaeri,
diketahui bahwa ikan Kerapu Cantang atau Hybrid grouper terinfeksi oleh Diplectanum spp
pada insang dan Vibrio spp pada bagian permukaan dan organ dalam ikan. Parasit Diplectanum
merupakan parasit Trematoda monogenea yang dapat menyebabkan tingkat kematian serius
dan sering ditemukan pada budidaya ikan laut. Parasit Diplectanum mempunyai kekhasan
yang membedakannya dari spesies lain dalam Ordo Dactylogyridea yaitu mempunyai
squamodisc (satu di ventral dan satu di dorsal), dan sepasang jangkar yang terletak berjauhan
(Zafran et al., 1997). Menurut Bunga (2008), ikan kerapu sering mengalami kematian akibat
infeksi parasit Diplectanum sp dan bahkan tidak jarang tingkat mortalitas ikan yang
dibudidayakan pada sistem budidaya jaring apung ataupun tancap sangat tinggi. Bahkan
menurut Bunga dan Rantedondok (2009), distribusi parasit ini pada insang bagian kiri dan
kanan cukup merata dan utamanya berada pada bagian segmen dorsal, medial, dan ventral;
serta pada bagian proximal dan distal. Kondisi ini menunjukkan bahwa habitat hidup parasit ini
tidak terfokus pada satu bagian insang namun menyebar secara merata baik pada insang bagian
kiri maupun kanan. Infeksi Diplectanum sp akan menyebabkan ikan memiliki laju pernafasan
yang lebih cepat dengan tutup insang yang selalu terbuka.

Infeksi Diplectanum umumnya memiliki hubungan erat dengan penyakit sistemik lainnya
seperti vibriosis, sehingga ikan yang terinfeksi mengalami perubahan warna menjadi pucat dan
memiliki produksi lender yang berlebihan (Chong & Chao, 1986). Hal ini sesuai dengan hasil
pengamatan yang dilakukanoleh Tim Kesehatan ikan dan lingkungan BPBL Batam, dimana hasil
identifikasi pada organ luar dan dalam menunjukkan bahwa ikan juga terinfeksi oleh Vibrio spp.
Kondisi ini menyebabkan ikan yang terinfeksi memperlihatkan gejala penurunan nafsu makan
serta tingkah laku berenang yang abnormal pada permukaan air.

Tindakan pencegahan terhadap adanya infestasi parasit Diplectanum sp dapat dilakukan
dengan menerapkan pendekatan prophylaksis atau tindakan pencegahan melalui pemberian
immunostimulan dan vitamin untuk memperkuat sistem imun ikan. Aspek lain yang juga perlu
diperhatikan adalah penerapan sistem biosecurity dan selalu memperhitungkan posisi jaring pada
unit perbesaran agar tidak terlalu dangkal pada saat surut untuk menghindari transmisi parasit.
Kondisi dekatnya jaring pada saat air mengalami surut dan metode Keramba Jaring Tancap yang
umumnya dikembangkan oleh masyarakat pembudidaya di Selat nenek menjadikan ikan sangat
rentan terhadap parasit ini. Tindakan lain yang dapat dilakukan adalah dengan menggunakan
antihelmintik, namun penggunaan bahan ini harus didahului dengan suatu diagnosa yang baik dan
benar. Untuk tingkat serangan yang cukup parah pengobatan dengan menggunakan formalin
dapat dijadikan sebagai salah satu alternatif. Pengobatan dengan menggunakan formalin ini harus
disertai dengan sistem aerasi kuat dan selama pengobatan ikan harus selalu diawasi. Jika terjadi
reaksi yang tidak diinginkan, ikan harus segera diambil dan ditempatkan pada bak yang bersih.
Sementara untuk tindakan pengendalian yang dapat dilakukan untuk menghindari kematian ikan
akibat infeksi Vibrio sp dapat dilakukan dengan memperkuat sistem imun ikan melalui aplikasi
immunostimulan, vaksinasi dan probiotik. Tindakan pengendalian dengan menggunakan
antibiotika diupayakan agar tidak dilakukan. Hal ini utamanya disebabkan oleh penggunaan
massive dari antibiotika telah menyebabkan resistensi pada bakteri target maupun bakteri non-
target terhadap senyawa antibiotika, sehingga pengobatan manjadi tidak efektif. (Cabello, 2006).
Memperhatikan kondisi budidaya di Selat Nenek, Kelurahan Temoyong, secara umum wilayah
ini sangat berpotensi untuk dapat dijadikan sebagai salah satu sentra budidaya. Hal ini selain
disebabkan oleh karakter asli masyarakat yang umumnya berprofesi sebagai nelayan, juga
didukung oleh faktor lingkungan dan geografis yang cukup baik untuk produksi budidaya. Oleh
karena itu, perencanaan yang baik dan jenis bantuan yang efektif dan tepat guna harus dilakukan
oleh Pemerintah Daerah, khususnya oleh Pemerintah Kota Batam.

IV. Kesimpulan dan Saran

IV.1 Kesimpulan

Berdasarkan hasil pemantauan disimpulkan bahwa kondisi kualitas air di kedua lokasi
cukup baik dengan pengecualian pada lokasi Bp. Mahmud yang memiliki konsentrasi Ammonia
(NH3) yang cukup tinggi. Untuk identifikasi penyakit ikan, diketahui bahwa infestasi
Diplectanum spp terdeteksi cukup tinggi dan ikan juga diketahui telah terinfeksi oleh Vibrio spp.
Dari hasil pemantauan juga diketahui bahwa masyarakat pembudidaya di lokasi pemantauan
belum melaksanakan sistem Cara Budidaya Ikan yang Baik (CBIB)

IV.2 Saran

Komoditas budidaya yang dikembangkan hendaknya tidak terfokus pada komoditas ekspor
namun juga dapat dilakukan untuk memenuhi kebutuhan lokal, seperti: Kakap putih dan Bawal
Bawal Bintang. Bantuan yang diberikan oleh Pemerintah Daerah juga sebaiknya tidak sebatas
pemberian sarana dan prasarana kegiatan namunnjuga disertai dengan bimbingan teknis dan
pemasaran ikan hasil budidaya agar nilai produksi semakin bertambah.

Daftar Pustaka

Bunga, M. dan Rantetondok, A. (2009). Mikrohabitat parasit Diplectanum sp. pada ikan kerapu
macan (Epinephelus fuscoguttaus Forsskal) di keramba jaring apung. Torani (Jurnal Ilmu
Kelautan dan Perikanan ) Vol. 19 (1) April 2009: 27 35 ISSN: 0853-4489
Bunga, M. 2008. Prevalensi dan Intensitas Parasit Diplectanum sp. pada Ikan Kerapu Macan
(Epinephelus fuscogusttatus) di Karamba Jaring Apung. Jurnal Torani No. 3 Vol. 18 (2008),
ISSN : 0853-4489.
Cabello, F.C. 2006. Heavy use of prophylactic antibiotics in aquaculture: a growing problem for
human and animal health and for the environment. Environ Microbiol (8): 1137-1144.
NACA/FAO, 2000. Aquaculture Development Beyond 2000. The Bangkok Declaration and
Strategy. Conference on Aquaculture in the Third Millenium. 20- 25 February 2000,
Bangkok, Thailand. NACA Bangkok and FAO Rome. 27pp.
Rimmer, M. and Sugama, K. (2005). Sustainable Marine Finfish Aquaculture in Indonesia and
Australia. In A. Sudrajat, A. I. Azwar, L. E. Hadi, Haryanti, N. A. Giri and G. Sumiarsa (Eds).
Buku Perikanan Budidaya Berkelanjutan. Pusat Riset Perikanan Budidaya. Jakarta : 12-27

You might also like