You are on page 1of 4

Macam-macam Sudut Pandang Dalam Menulis Cerita

Sudut Pandang (point of view) adalah elemen yang tidak bisa ditinggalkan dalam
membangun cerita pendek. Sudut pandang adalah cara pengarang menempatkan dirinya
terhadap cerita, dari sudut mana pengarang memandang ceritanya. Sudut pandangan tokoh ini
merupakan visi pengarang yang dijelmakan ke dalam pandangan tokoh-tokoh bercerita. Jadi
sudut pandangan ini sangat erat dengan teknik bercerita.

Sudut Pandang adalah salah satu unsur fiksi yang menjadi kunci kesuksesan cerita.
Sebelum kita menulis cerita, harus memutuskan untuk memilih dan menggunakan sudut
pandang tertentu di dalam cerita yang akan kita buat. Kita harus sudah bisa mengambil sikap
naratif, antara mengemukakan cerita dengan dikisahkan oleh seorang tokohnya, atau oleh
seorang narator yang diluar cerita itu sendiri.



Macam-macam Sudut pandang


Sudut Pandang Persona Ketiga Dia

Pengisahan cerita yang mempergunakan sudut pandang persona ketiga, gaya Dia, narator
adalah seseorang yang berada di luar cerita yang menampilkan tokoh-tokoh cerita menebut
nama, atau kata gantinya. Ia, dia, mereka. Sudut pandang dia dapat dibedakan dan
keterkaitan pengaruh terhadap bahan ceritanya. Disatu pihak pengarang, narator dapat bebas
menceritakan segala sesuatu yang berhubungan dengan tokoh dia atau yang disebut sudut
pandang Dia mahatahu, di lain pihak, ada juga sudut pandang yang mempunyai
keterbatasan Pengertian terhadap tokoh Dia yang diceritakannya, atau yang disebut sudut
pandang Dia terbatas, dia sebagai pengamat.

Sudut pandang orang ketiga, biasanya pengarang menggunakan tokoh ia, atau dia. Atau
bisa juga dengan menyebut nama tokohnya misalnya Aisha, Fahri, dan Nurul.
Pengisahan cerita yang mempergunakan sudut pandang persona ketiga gaya Dia, narator
adalah seorang yang berada di luar cerita yang menampilkan tokoh-tokoh cerita dengan
menyebut nama, atau kata gantinya : ia, dia, mereka.

Nama-nama tokoh cerita, khususnya yang utama, kerap atau terus menerus disebut, dan
sebagai variasi dipergunakan kata ganti. Hal ini akan mempermudah pembaca untuk
mengenali siapa tokoh yang diceritakan atau siapa yang bertindak. Sudut pandang diadapat
dibedakan ke dalam dua golongan berdasarkan tingkat kebebasan dan keterikatan pengarang
terhadap bahan ceritanya.

Di satu pihak, pengarang, narator dapat bebas menceritakan segala sesuatu yang berhubungan
dengan tokoh dia, jadi bersifat mahatahu, di lain pihak ia terikat, mempunyai keterbatasan
pengertian terhadap tokoh dia yang diceritakan itu, jadi bersifat terbatas, hanya selaku
pengamat saja. Ada yang berpendapat bahwa sudut pandang menggunakan gaya "Dia"
terbagi menjadi dua, yaitu:


A. Dia Mahatahu

Dalam sudut Dia pandang ini, cerita dikisahkan dari sudut dia, namun pengarang, narator
dapat menceritakan apa saja hal-hal yang menyangkut tokoh dia tersebut. Narator
mengetahui segalanya, ia bersifat mahatahu (omniscient). Ia mengetahui berbagai hal tentang
tokoh, peristiwa, dan tindakan, termasuk motivasi yang melatarbelakanginya. Ia bebas
bergerak dan menceritakan apa saja dalam lingkup waktu dan tempat cerita, berpindah-
pindah dari tokoh diayang satu ke dia yang lain, menceritakan atau sebaliknya
menyembunyikan ucapan dan tindakan tokoh, bahkan juga yang hanya berupa pikiran,
perasaan, pandangan, dan motivasi tokoh secara jelas, seperti halnya ucapan dan tindakan
nyata.

B. Dia Terbatas Dia
Dalm sudut pandang ini, sebagai pengamat. Dalam sudut pandang dia terbatas, seperti
halnya dalamdiamahatahu, pengarang melukiskan apa yang dilihat, didengar, dialami,
dipikir, dan dirasakan oleh tokoh cerita, namun terbatas hanya pada seorang tokoh saja atau
terbatas dalam jumlah yang sangat terbatas. Tokoh cerita mungkin saja cukup banyak, yang
juga berupa tokoh dia, namun mereka tidak diberi kesempatan untuk menunjukkan sosok
dirinya seperti halnya tokoh pertama.


Sudut Pandang Persona Pertama Aku

Dalam pengisahan cerita yang mempergunakan sudut pandang persona pertama (First-person
point of new), Aku, jadi: gaya Aku, narator adalah seseorang ikut terlibat dalam cerita.
Tokoh yang berkisah, mengisahkan kesadaran dirinya sendiri. Seorang pembaca, penerima
apa yang diceritakan oleh si Aku, maka kita hanya dapat melihat dan merasakan secara
terbatas seperti yang dilihat dan dirasakan si Aku.

Sudut pandang personal pertama dapat dibedakan ke dalam dua golongan berdasarkan peran
dan kedudukan si Aku dalam cerita, yaitu Aku tokoh utama dan aku tokoh tambahan.
aku tokoh utama dalam sudut pandang mengisahkan berbagai peristiwa dan tingkah laku
yang dialaminya, baik yang bersifat batiniah, dalam diri sendiri, maupun fisik, hubungannya
dengan sesuatu yang di luar dirinya.

Selanjutnya, dalam sudut pandang ini tokoh aku sebagai tokoh tambahan hadir
membawakan cerita kepada pembaca, sedangkan tokoh cerita yang dikisahkan itu kemudian
dibiarkan untuk mengisahkan sendiri berbagai pengalamannya. Tokoh cerita yang
dibiarkan berkisah sendiri itulah yang kemudian menjadi tokoh utama. Dalam pengisahan
cerita yang mempergunakan sudut pandang persona pertama (first person point of view),
aku. Jadi: gaya aku, narator adalah seseorang yang ikut terlibat dalam cerita.

Ia adalah si aku tokoh yang berkisah,mengisahkan kesadaran dirinya sendiri, mengisahkan
peristiwa atau tindakan, yang diketahui,dilihat, didengar,dialami dan dirasakan, serta
sikapnya terhadap orang (tokoh) lain kepada pembaca. Jadi, pembaca hanya dapat melihat
dan merasakan secara terbatas seperti yang dilihat dan dirasakan tokoh si aku tersebut.


A. Aku Tokoh Utama

Dalam sudut pandang teknik ini, si aku mengisahkan berbagai peristiwa dan tingkah laku
yang dialaminya, baik yang bersifat batiniah, dalam diri sendiri, maupun fisik, hubungannya
dengan sesuatu yang di luar dirinya. Siakumenjadi fokus pusat kesadaran, pusat cerita.
Segala sesuatu yang di luar diri si aku, peristiwa, tindakan, dan orang, diceritakan hanya
jika berhubungan dengan dirinya, di samping memiliki kebebasan untuk memilih masalah-
masalah yang akan diceritakan. Dalam cerita yang demikian,si aku menjadi tokoh utama
(first person central).

B. Aku Tokoh Tambahan

Dalam sudut pandang ini, tokoh aku muncul bukan sebagai tokoh utama, melainkan
sebagai tokoh tambahan (first pesonal peripheral). Tokoh aku hadir untuk membawakan
cerita kepada pembaca, sedangkan tokoh cerita yang dikisahkan itu kemudian dibiarkan
untuk mengisahkan sendiri berbagai pengalamannya. Tokoh cerita yang dibiarkan berkisah
sendiri itulah yang kemudian menjadi tokoh utama, sebab dialah yang lebih banyak tampil,
membawakan berbagai peristiwa, tindakan, dan berhubungan dengan tokoh-tokoh lain.
Setelah cerita tokoh utama habis, si akutambahan tampil kembali, dan dialah kini yang
berkisah.

Dengan demikian si aku hanya tampil sebagai saksi saja. Saksi terhadap berlangsungnya
cerita yang ditokohi oleh orang lain. Si aku pada umumnya tampil sebagai pengantar dan
penutup cerita.



Sudut Pandang Campuran

Penggunaan sudut pandang yang bersifat campuran, mungkin berupa penggunaan sudut
pandang persona ketiga dengan teknik dia mahatahu dan dia sebagai pengamat, persona
pertama dengan teknik aku sebagai tokoh utama dan aku tambahan atau sebagai saksi,
bahkan dapat berupa campuran antara pertama dan ketiga, antara aku dan dia sekaligus.

Sudut pandang campuran, di mana pengarang membaurkan antara pendapat pengarang dan
tokoh-tokohnya. Seluruh kejadian dan aktivitas tokoh diberi komentar dan tafsiran, sehingga
pembaca mendapat gambaran mengenai tokoh dan kejadian yang diceritakan.

Sudut pandangan yang berkuasa. Merupakan teknik yang menggunakan kekuasaan si
pengarang untuk menceritakan sesuatu sebagai pencipta. Sudut pandangan yang berkuasa ini
membuat cerita sangat informatif. Sudut pandanga ini lebih cocok untuk cerita-cerita
bertendens. Para pujangga Balai Pustaka banyak yang menggunakan teknik ini. Jika tidak
hati-hati dan piawai sudut pandangan berkuasa akan menjadikan cerpen terasa menggurui.
Sumber Referensi:
Nurgiyantoro, Burhan. 2007. Teori Pengkajian Fiksi. Yogyakarta : Gajah Mada University Press.
Siswanto,Wahayudi. 2008.Pengantar Teori Sastra.Jakarta: Grasindo Sumardjo, Jakob. K.M.
Saini.1986. Apresiasi Kesusastraan. Jakarta: Gramedia.

You might also like