You are on page 1of 5

BAB I

PENDAHULUAN

Apabila bulan Ramadlan hampir menjelma, hendaklah kita semua sebagai umat
Islam untuk bersiap-siap menanti kedatangannya, untuk menyambut bulan Ramadlan
ini dengan penuh kesukaan, penuh harapan, penuh keriangan dan kegembiraan.
Melangkah memasuki gerbang Ramadlan, berarti kita akan memasuki gerbang
latihan. Karena yang kita ketahui semua, dalam bulan Ramadlan ini terdapat beberapa
latihan yaitu puasa, shalat tarawih dan juga menjaga hawa nafsu. Khusus untuk shalat
tarawih, kita dituntut untuk tetap mengerjakannya setiap malam, yaitu setelah shalat
Isya’. Kita juga harus sebisa mungkin untuk memperlihatkan kepada sesama akan
kesenangan dan ketenangan jiwa dalam menghadapinya dan juga penuh semangat. Itu
sebagaimana telah dilakukan oleh Rasulullah SAW. dan sahabat-sahabatnya.
Di bulan yang penuh ampunan ini kita juga harus lebih memperbanyak untuk
berdo’a. Mudah-mudahan Allah memberi taufiq kepada kita agar supaya kita dapat
menunaikan ibadah shalat tarawih atau puasa tersebut dengan hati tulus dan ikhlas,
terjauh dari riya’, ujub, sum’ah dan segala penyakit yang dapat menghilangkan pahala
ibadah shalat tarawih.
Dengan oret-oretan singkat ini, Insya Allah kita bisa mengetahui secara singkat
akan beberapa perbedaan pendapat mengenai jumlah rakaat dalam ibadah shalat
tarawih. Dan sebelum menginjak pada pembahasan, kami mohon ma’af yang sedalam-
dalamnya karena oret-oretan ini masih jauh dari kata sempurna. Semoga Allah SWT.
tetap memberi ilmu yang bermanfaat pada kita semua. Amin.
2

BAB II
PEMBAHASAN

Telah kita ketahui bersama bahwa bulan Ramadlan merupakan bulan penuh
barokah, rahmat dan maghfiroh. Oleh sebab itu nabi menganjurkan kepada kita semua
sebagai umatnya untuk memperbanyak ibadah, termasuk dalam hal ini adalah
melakukan shalat tarawih setelah shalat Isya’. Alasan mengapa dinamakan tarawih?
Karena setiap dua salam (4 rakaat) dianjurkan untuk istirahat sejenak. Hanya saja
dalam pelaksanaannya terdapat beberapa perbedaan mengenai jumlah rakaatnya. Ada
yang mengerjakan 8 rakaat, 20 rakaat, dan bahkan ada yang mengerjakannya 36
rakaat.
Namun pada suatu riwayat dijelaskan bahwa Nabi Muhammad SAW.
mengerjakan shalat tarawih di masjid 8 rakaat, lalu beliau menambah rakaat itu di
rumahnya sebanyak 12 rakaat. Secara lebih rinci Syekh Abdul Qadir Jailani
menjelaskan bahwa nabi Muhammad SAW. melaksanakan shalat tarawih sebanyak 20
rakaat. Dilakukan dua rakaat-dua rakaat dengan 5 kali istirahat. Jadi dalam setiap
empat rakaat beliau istirahat sebentar.1
Demikian juga ada sebuah dalil yang nyata menjelaskan jumlah rakaat dalam
shalat tarawih yaitu dalam Sunan Tirmidzi disebutkan:

‫وأك ثر أهل العلم على ما روى عن عمر وعلي وغيرهما من أص حاب الن بي‬
‫ص لى اهلل عليه وس لم عش رين ركعة وهو ق ول الث وري وابن المب ارك‬
‫والش افعى وق ال الش افعى وهك ذا أدركت ببل دنا بمكة يص لون عش رين ركعة‬
)734 ‫(سنن الترمذى رقم‬
“Mayoritas ahli ilmu menyepakati apa yang diriwayatkan oleh Sayyidina ‘Umar, Ali
dan sahabat-sahabat Nabi Muhammad SAW. tentang shalat tarawih 20 rakaat. Ini juga
merupakan pendapat al-Tsauri, Ibnal Mubarak dan Imam Syafi’i. Imam Syafi;i

1
Syekh Abdul Qadir Jailani, Al-Ghunyah Li Thalibi Thariq al-Haq. Juz II : 16
3

berkata: “Inilah yang aku jumpai di negara Mekkah. Mereka semua (penduduk
Mekkah) melaksanakan shalat tarawih sebanyak 20 rakaat2.

Dari sini sudah cukup jelas bahwa bilangan dalam shalat tarawih adalah 20
rakaat ditambah 3 rakaat untuk shalat witir. Namun ada beberapa riwayat yang
menyebutkan bahwa Rasulullah SAW. mengerjakan shalat tarawih sebanyak delapan
rakaat, tapi adakalanya beliau mengerjakan shalat tarawih sebanyak sepuluh rakaat.
Setelah mengerjakan tarawih, Rasulullah SAW. mencukupkannya sebelas rakaat
dengan witir. Hal ini seperti yang diriwayatkan oleh al-Bukhari dan Muslim bahwa
‘Aisyah ra. berkata:

‫إنه صلى اهلل عليه وسلم يزيد فى رمضان وال غيره على إحدى عشرة ركعة‬
“Bahwasanya Rasulullah SAW. tidak melebihi di bulan Ramadlan dan atas selainnya
sebelas rakaat.”
Dan ada juga yang menyebutkan bahwa Rasulullah SAW. mengerjakan shalat
tarawih sebanyak delapan rakaat yaitu seperti yang diriwayatkan oleh Ibn Hibban dan
Ibn Khuzaimah dari Jabir ra. :

‫إنه ص لى اهلل عليه وس لم ثم انى ركع ات وال وتر ثم انتظ روه فى القابلة فلم يخ رج‬
.‫إليهم‬
“Bahwasanya Rasulullah SAW. shalkat dengan para sahabat delapan rakaat dan shalat
witir. Kemudian mereka menanti di malam berikut, maka Rasulullah SAW. tidak
keluar ke masjid.”
Akan tetapi menurut Ahmad, Ibn Mu’in, al-Bukhari, Muslim, Abu Daud, at-
Tirmidzi dan an-Nasa’i mengatakan bahwa hadits ini adalah dha’if3.
Lain Mekkah, lain pula penduduk Madinah. Penduduk Madinah mengerjakan
shalat tarawih dengan witir 30 rakaat. Mereka melebihkannya karena penduduk kota

2
Sunan al-Tirmidzi, 734 Juz I : 34.
3
T.M. Hasbi Ash-Shiddiqiy. 2000. Pedoman Puasa. (Semarang: PT. Pustaka Rizki Putra) : 193-
194.
4

Mekkah yang melaksanakan shalat tarawih 20 rakaat, mengerjakan di tiap-tiap dua


tarawih dan mereka tidak berthawaf lagi setelah shalat tarawih yang kelima, yakni
mereka berthawaf setelah empat rakaat, setelah delapan rakaat, setelah dua belas
rakaat, setelah enam belas rakaat. Oleh karena itu, penduduk Madinah menggantikan
thawaf itu dengan enam belas rakaat. Pada setiap sekali thawaf, diganti dengan empat
rakaat.
Jumhur fuqaha dari golongan Hanafiyah dan Daud menetapkan dua puluh
rakaat dengan berpegang kepada suatu riwayat dari penetapan Umar. Pendapat ini juga
diikuti oleh Syafi’iyah dan Hanabilah.
Al-Turmudzi berpendapat: “Kebanyakan ahli ilmu memegangi pendapat yang
diterima dari Umar, Ali dan sahabat-sahabat yang lain sebanyak dua puluh rakaat.”
Sedangkan pendapat imam Syafi’i: “Aku melihat penduduk Mekkah
mengerjakan shalat tarawih dua puluh rakaat.” Tetapi Imam Malik menetapkan tiga
puluh rakaat selain witir.
Az-Zarqani juga mengeluarkan pendapatnya bahwa: “Disebutkan oleh Ibn
Hibban bahwa shalat tarawih pada mulanya sebelas rakaat, mereka memanjangkan
rakaatnya. Akan tetapi setelah mereka merasa berat memanjangkan rakaat, mereka
menambah rakaat menjadi dua puluh rakaat dengan qiraat yang sederhana. Kemudian
mereka meringankan rakaat lagi dan menambah rakaat menjadi tiga puluh rakaat selain
witir.
Sedangkan al-Kamal Ibn Humam mengatakan bahwa menurut dalil yang
sunnah dari dua puluh rakaat itu hanyalah sebanyak yang nabi kerjakan. Kemudian
nabi tinggalkan, karena khawatir jadi fardlu. Dan sudah sah riwayat seperti yang
diriwayatkan Bukhari dan Muslim bahwasanya nabi mengerjakan bersama sahabat itu
hanya sebelas rakaat bersama witir4.
Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa meskipun masih terdapat
perbedaan pendapat mengenai bilangan shalat tarawih, tetapi di antara pendapat-

4
Ibid : 198.
5

pendapat tersebut yang paling utama adalah dua puluh rakaat dengan sepuluh kali
salam dan lebih utama dilakukan dengan berjama’ah.
Hal ini juga sesuai dengan yang dilakukan oleh Imam Syafi’i, beliau
mengerjakan shalat tarawih dua puluh rakaat dan shalat witir. Kita sebagai penganut
madzhab Syafi’i maka seharusnya bagi kita mengerjakan shalat tarawih sesuai dengan
yang dikerjakan oleh beliau, yaitu dengan dua puluh rakaat dan shalat witir.

You might also like