You are on page 1of 25

1

BAB I
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang
Kesehatan merupakan salah satu kebutuhan pokok manusia. Setiap individu
akan berusaha mencapai status kesehatan yang baik dengan mengkonsumsi
sejumlah barang dan jasa kesehatan. Maka untuk mencapai kondisi tersebut
dibutuhkan sarana kesehatan yang baik pula. Dengan kondisi seperti itu maka
muncullah demand (permintaan) pelayanan kesehatan.
Ada beberapa fakor juga yang akan mempengaruhi demand pelayanan
kesehatan, sehingga hal ini akan membuat demand pelayanan kesehatan naik-
turun. Naik-turunnya demand pelayanan kesehatan tersebut akan mempengaruhi
juga harga dari pelayanan kesehatan.
Di dalam teori ekonomi mikro tentang demand pelayanan kesehatan,
mengatakan bahwa jika jasa pelayanan kesehatan merupakan normal good,
makin tinggi pemasukan keluarga maka makin besar demand terhadap jasa
pelayanan kesehatan tersebut. Dan jika jasa pelayanan kesehatan merupakan
inferior good, semakin meningkatnya pemasukan keluarga akan menurunkan
demand terhadap jenis jasa pelayanan kesehatan tersebut.
Dalam makalah ini kami akan membahas mengenai deskripsi demand
pelayanan kesehatan, faktor-faktor yang mempengaruhi demand pelayanan
kesehatan, perbedaan antara demand pelayanan kesehatan dengan demand
produk, dan mengenai elastisitas demnd pelayanan kesehatan dan konsekuensi
dari demand pelayanan kesehatan.




2

1.2 Rumusan Masalah
1. Apakah yang dimaksud dengan demand pelayanan kesehatan?
2. Faktor-faktor apa sajakah yang berpengaruh terhadap demand pelayanan
kesehatan?
3. Apa perbedaan antara demand pelayanan kesehatan dengan demand produk?
4. Apakah yang dimaksud dengan elastisitas demand pelayanan kesehatan dan
apa konsekuensinya terhadap demand pelayanan kesehatan?

1.3 Tujuan
1. Untuk mengetahui apa yang dimaksud dengan demand pelayanan kesehatan.
2. Untuk mengetahui factor-faktor apa sajakah yang berpengaruh terhadap
demand pelayanan kesehatan.
3. Untuk mengetahui perbedaan antara demand pelayanan kesehatan dan
demand produk.
4. Untuk mengetahui elastisitas demand pelayanan kesehatan dan
konsekuensinya terhadap demand pelayanan kesehatan.

3

BAB II
PEMBAHASAN

2.1 Pengertian Demand Pelayanan Kesehatan
Permintaan adalah keinginan terhadap produk spesifik yang didukung oleh
kemampuan dan kesediaan untuk membelinya. Dengan demikian permintaan
adalah kebutuhan dan keinginan yang didukung oleh daya beli (Kotler dan
Andersen, 1995).
Menurut Noer (2008) permintaan (demand) didefenisikan sebagai barang atau
jasa yang rela dan mampu dibeli oleh konsumen selama periode tertentu. Waktu
tertentu berdasarkan kondisi-kondisi tertentu. Permintaan ini biasanya
dilambangkan dengan dengan Qd. Permintaan akan barang dan jasa diartikan
jumlah barang dan jasa yang ingin didapatkan (secara ekonomis akan dibeli) oleh
konsumen.
Jadi demand atau permintaan adalah keinginan terhadap suatu produk, baik
barang maupun jasa yang mau dan mampu untuk dibeli pada berbagai
kemungkinan harga, dalam jangka waktu tertentu, dan pada tempat tertentu. Mau
dan mampu disini artinya betapapun orang berkeinginan atau membutuhkan
sesuatu, kalau ia tidak mempunyai uang atau tidak bersedia mengeluarkan uang
sebanyak itu untuk membeli, maka keinginan tersebut belum disebut permintaan.
Namun ketika keinginan atau kebutuhan disertai dengan kemauan dan
kemampuan untuk membeli dan didukung oleh uang yang cukup untuk membayar
maka akan disebut permintaan. Dengan demikian permintaan adalah kebutuhan
dan keinginan yang didukung oleh daya beli.
Dalam membahas konsep demand sektor kesehatan, perlu ada pembeda
mengenai demand for health dan demand for health care. Dalam pemikiran
rasional, semua orang ingin menjadi sehat. Kesehatan merupakan modal untuk
bekerja dan hidup untuk mengembangkan keturunan. Timbul keinginan yang
4

bersumber dari kebutuhan hidup manusia. Tentunya demand untuk menjadi sehat
tidaklah sama antarmanusia. Dan untuk memenuhi demand for health (permintaan
sehat) maka seseorang harus menuju pelayanan kesehatan teerlebih dahulu, dari
sinilah terbentuk demand of health care (Trisnantoro, 2005).
Pengertian permintaan pelayanan kesehatan adalah (Meisa, 2012):
1. Suatu keinginan, kebutuhan yang direalisasikan dengan tindakan dan
mendapatkan pelayanan kesehatan secara nyata.
2. Barang atau pelayanan yang sesungguhnya dibeli oleh pasien.
3. Permintaan tersebut dipengaruhi oleh pendapat medis dari dokter, dan juga
faktor lain seperti pendapatan dan harga obat. Demand (permintaan) berbeda
dengan need (kebutuhan) dan want (keinginan).
4. Permintaan pelayanan kesehatan timbul melalui proses perubahan persoalan
kesehatan menjadi persoalan kesehatan yang dirasakan, dilanjutkan dengan
merasa dibutuhkannya pelyanan kesehatan dan akhirnya dinyatakan dengan
permintaan aktual. Dalam upayanya mengubah kebutuhan pelayanan yang
dirasakan menjadi suatu bentuk permintaan yang efektif, konsumen harus
memiliki kesediaan (willingness) dan kemampuan (ability) untuk membeli
atau membayar sejumlah jenis pelayanan kesehatan yang diperlukan.

Sedangkan berdasarkan model dari Cooper Posnett (1988) dalam Palutturi
(2005), Permintaan (demand) pelayanan kesehatan merupakan keinginan untuk
lebih sehat diwujudkan dalam perilaku mencari pertolongan tenaga kedokteran.
Jadi dapat disimpulkan bahwa permintaan (demand) pelayanan kesehatan
adalah pelayanan kesehatan yang dibutuhkan dan diinginkan oleh pasien yang
disertai juga dengan daya beli yang dimiliki oleh pasien tersebut. Namun dalam
kenyataannya terkadang permintaan tersebut tidak sesuai dengan keuangan
pasien, hal ini disebabkan oleh beberapa hal yang akan dijelaskan pada sub-bab
selanjutnya.

5

2.2 Faktor yang Berpengaruh Terhadap Demand Pelayanan Kesehatan
Terdapat beberapa faktor yang mempengaruhi permintaan terhadap
pelayanan kesehatan. Faktor-faktor ini berasal dari pasien juga dari dokter
sebagai pemberi pelayan kesehatan. Faktor yang mempengaruhi permintaan
pasien terhadap pelayanan kesehatn antara lain insiden penyakit, provider,
karakteristik budaya demografi dan faktor ekonomi.
1. Insiden Penyakit atau Penyakit yang dirasakan
Awal penyakit dan pemanfaatan rumah sakit adalah kejadian yang tidak
diharapkan oleh kebanyakan orang. Sehingga penyakit biasa dianggap
sebagai peristiwa random, tapi berkaitan dengan usia dan jenis kelamin
populasi secara keseluruhan, penyakit memiliki prediktabilitas yang sama.
Seperti usia individu, insiden penyakit meningkat dan pola-pola mirbiditas
berubah, penyakit kronis menjadi determinan yang lebih penting dari
kebutuhan akan pelayanan kesehatan.

2. Peran Provider (dokter) dalam Permintaan terhadap Pelayanan
Kesehatan
Dalam pasar nonmedis, konsumen dengan beragam tingkat pengetahuan
memilih barang dan jasa yang ia inginkan. Sedangkan dalam pelayanan
kesehatan, pasien tidak memutuskan jenis pengobatan apa yang ia terima, ia
lebih memilih dokter yang menentukan pilihan tersebut. Dalam bertindak
menurut kepentingan pasien, para dokter menggunakan kesadaran mereka
akan sumber keuangan dan kebutuhan medis pasien. Saat memilih
komponen-komponen perawatan yang digunakan dalam pengobatan, para
dokter tidak hanya dipandu oleh kemampuannya, tapi juga oleh harga
relative mereka terhadap pasien. Misalnya, seorang pasien bisa dirawat
dengan rawat jalan atau rawat inap. Oleh karena asuransi hanya berlaku
untuk pasien rawat inap, maka biaya yang dikeluarkan oleh pasien lebih
rendah apabila mereka dimasukkan dalam rawat inap. Bagaimanapun, pilihan
6

jenis pengobatan oleh dokter menurut kepentingan pasien akan menghasilkan
harga total pelayanan medis yang lebih tinggi. Tersedianya dokter dan
fasilitas pelayanan kesehatan merupakan faktor lain yang meningkatkan
demand. Fuchs (1998) menya-takan bahwa pada asumsi semua faktor lain
tetap, kenaikan jumlah dokter spesialis bedah sebesar 10% akan
meningkatkan jumlah operasi sebesar 3%. Kehadiran dokter gigi akan
meningkatkan demand untuk pelayanan kesehatan mulut. Keberadaan dokter
spesialis THT akan meningkatkan demand untuk operasi tonsilektomi.
Kehadiran dokter spesialis kebidanan dan penyakit kandungan dengan
peralatan operasi akan meningkatkan demand untuk pelayanan bedah caesar.
Faktor lain yang berasal dari dokter (provider):
a. Dokter sebagai advisor
Dokter sebagai penasehat bagi pasien untuk memberi masukan
terhadap pelayanan kesehatan pada pasien. Dalam hal ini kemungkinan
kecil seorang pasien akan menolak nasehat dari dokter, ini adalah salah
satu sifat pelayanan kesehatan yang disebut asymetric knowledge dimana
wawasan dokter lebih luas dari pasien.
b. Dokter sebagai supplier pelayanan kesehatan
Dokter memberi usulan dan perlakuan atau memberi tindakan medis
atau lainnya yang dianggap bermanfaat bagi pasien, misalnya
memberikan obat baik oral maupun suntik, merujuk rawat inap, atau
bahkan sampai tindakan operasi. Dalam hal ini terkadang dokter
memberikan pelayanan kesehatan pada pasiennya tidak berdasarkan
kebutuhan pasien. Ini terjadi karena asymetric knowledge di mana antara
pasien dan dokter memiliki perbedaan pengetahuan, terkadang dokter
melakukan hal ini untuk menambah pendapatannya.
3. Karakteristik Budaya-Demografi
a. Jenis kelamin
Pada tahun-tahun awal rumah tangga pengeluaran untuk pelayanan
kesehatan kurang lebih sama antara pria dan wanita. Namun di kemudian
7

hari ada perbedaan dalam kebutuhan pelayanan kesehatan, misalnya saat
istri sedang hamil maka pengeluaran yang dikeluarkan oleh perempuan
melebihi dari yang dikeluarkan oleh laki-laki. Selain itu penelitian di
Amerika Serikat menunjukkan bahwa demand terhadap pelayanan
kesehatan oleh wanita ternyata lebih tinggi dibanding dengan laki-laki.
Hasil ini sesuai dengan dua perkiraan. Pertama, wanita mempunyai
insidensi penyakit yang lebih tinggi dibanding dengan laki-laki. Kedua,
karena angka kerja wanita lebih rendah maka kesediaan meluangkan
waktu untuk pelayanan kesehatan lebih besar dibanding dengan laki-laki.
Akan tetapi, pada kasus-kasus yang bersifat darurat perbedaan antara
wanita dan laki-laki tidaklah nyata.
b. Usia
Hubungan antara umur dan penggunaan pelayanan medis,
bagaimanapun tidak linier dan juga tidak sama untuk setiap jenis
pelayanan kesehatan. Sebagai contoh, hubungan antara umur dan
penggunaan pelayanan rumah sakit berbeda antara umur dan penggunaan
pelayanan perawatan gigi. Faktor umur sangat mempengaruhi demand
terhadap pelayanan preventif dan kuratif. Semakin tua seseorang sendiri
meningkat demand-nya terhadap pelayanan kuratif. Sementara itu,
demand terhadap pelayanan kesehatan preventif menurun. Dengan kata
lain, semakin mendekati saat kematian, seseorang merasa bahwa
keuntungan dari pelayanan kesehatan preventif akan lebih kecil diban-
dingkan dengan saat masih muda. Fenomena ini terlihat pada pola
demografi di negara-negara maju yang berubah menjadi masyarakat tua.
Pengeluaran untuk pelayanan kesehatan menjadi sangat tinggi.
c. Status perkawinan dan jumlah orang dalam keluarga
Status perkawinan dan jumlah orang dalam keluarga juga
mempengaruhi permintaan untuk pelayanan kesehatan. Orang yang
belum berkeluarga umumnya menggunakan perawatan di rumah sakit
lebih dari yang dilakukan oleh orang yang sudah menikah. Ketersediaan
8

orang di rumah untuk merawat seseorang mungkin pengganti hari
tambahan di rumah sakit. Besarnya keluarga juga mempengaruhi
permintaan, sebuah keluarga besar memiliki pendapatan per kapita yang
lebih rendah (meskipun tidak selalu proporsional kurang) daripada
sebuah keluarga kecil dengan pendapatan yang sama.
d. Pendidikan (keluarga)
Pendidikan juga diyakini dapat mempengaruhi permintaan
pelayanan medis. Sebuah jumlah yang lebih besar dari pendidikan di
rumah tangga dapat memungkinkan keluarga untuk mengenali gejala
awal penyakit, sehingga kesediaan yang lebih besar untuk mencari
pelayanan kesehatan awal. Tingginya tingkat pendidikan juga dapat
menyebabkan peningkatan efisiensi dalam pembelian keluarga dan
penggunaan pelayanan medis. Dengan demikian seseorang dengan
pendidikan tinggi cenderung mempunyai demand yang lebih tinggi.
Pendidikan yang lebih tinggi cenderung meningkatkan kesadaran akan
status kesehatan, dan konsekuensinya untuk menggunakan pelayanan
kesehatan.
e. Preferensi pasien
Preferensi yang dimiliki pasien bisa didapatkan melalui iklan,
orang sekitar dan dokter yang dapat mempengaruhi pelayanan kesehatan
yang diinginkan oleh pasien. Iklan merupakan faktor yang sangat lazim
digunakan dalam bisnis komoditas ekonomi untuk meningkatkan
demand. Akan tetapi, sektor pelayanan kesehatan secara tradisional
dilarang karena bertentangan dengan etika dokter dan apabila akan
diberikan maka dalam bentuk informasi mengenai pelayanan rumah sakit.
Patut dicatat bahwa pelayanan kesehatan tradisional seperti para tabib,
dukun, dan pengobatan alternatif sudah lazim melakukan iklan di surat
kabar dan majalah. Berbagai rumah sakit di Indonesia telah
memperhatikan faktor pengiklanan sebagai salah satu cara peningkatan
demand.
9

4. Faktor Ekonomi
a. Pendapatan
Sejumlah penelitian telah mengungkapkan hubungan antara
pendapatan keluarga dan pengeluaran untuk pelayanan kesehatan. Ketika
studi ini didasarkan pada data survey, sering ditemukan bahwa keluarga-
keluarga dengan pendapatan yang lebih tinggi memiliki pengeluaran
yang lebih besar untuk pelayanan kesehatan. Kenaikan penghasilan
keluarga akan meningkatkan demand untuk pelayanan kesehatan yang
sebagian besar merupakan barang normal. Akan tetapi, ada pula sebagian
pelayanan kesehatan yang bersifat barang inferior, yaitu adanya kenaikan
penghasilan masyarakat justru menyebabkan penurunan konsumsi. Hal
ini terjadi pada rumah sakit pemerintah di berbagai kota dan kabupaten.
Ada pula kecenderungan mereka yang berpenghasilan tinggi tidak
menyukai pelayanan kesehatan yang menghabiskan waktu banyak. Hal
ini diantisipasi oleh rumah sakit-rumah sakit yang menginginkan pasien
dari golongan mampu. Masa tunggu dan antrian untuk mendapatkan
pelayanan medis harus dikurangi dengan menyediakan pelayanan rawat
jalan. Faktor penghasilan masyarakat dan selera mereka merupakan
bagian penting dalam analisis demand untuk keperluan pemasaran rumah
sakit.
b. Harga
Hubungan tarif dengan demand terhadap pelayanan kesehatan
adalah negatif. Semakin tinggi tarif maka demand akan menjadi semakin
rendah. Sangat penting untuk dicatat bahwa hubungan negatif ini secara
khusus terlihat pada keadaan pasien yang mempunyai pilihan. Pada
pelayanan rumah sakit, tingkat demand pasien sangat dipengaruhi oleh
keputusan dokter. Keputusan dari dokter mempengaruhi length of stay,
jenis pemeriksaan, keharusan untuk operasi, dan berbagai tindakan medik
lainnya. Pada keadaan yang membutuhkan penanganan medis segera,
maka faktor tarif mungkin tidak berperan dalam mempengaruhi demand,
10

sehingga elastisitas harga bersifat inelastik. Sebagai contoh, operasi
segera akibat kecelakaan lalu lintas. Apabila tidak ditolong segera, maka
korban dapat meninggal atau cacat seumur hidup. Masalah tarif rumah
sakit merupakan hal yang kontroversial. Pernyataan normatif di
masyarakat memang mengharapkan bahwa tarif rumah sakit harus rendah
agar masyarakat miskin mendapat akses. Akan tetapi tarif yang rendah
dengan subsidi yang tidak cukup dapat menyebabkan mutu pelayanan
turun bagi orang miskin dan hal ini menjadi masalah besar dalam
manajemen rumah sakit.
c. Jaminan atau asuransi kesehatan
Asuransi dan jaminan kesehatan dapat meningkatkan demand
terhadap pelayanan kesehatan, dengan demikian hubungan dari asuransi
kesehatan dan jaminan kesehatan terhadap demand terhadap pelayanan
kesehatan adalah bersifat positif. Asuransi kesehatan bersifat mengurangi
efek faktor tarif sebagai hambatan untuk mendapatkan pelayanan
kesehatan pada saat sakit. Dengan demikian, semakin banyak penduduk
yang tercakup oleh asuransi kesehatan maka demand akan pelayanan
kesehatan (termasuk rumah sakit) menjadi semakin tinggi. Peningkatan
demand ini dipengaruhi pula oleh faktor moral hazard. Seseorang yang
tercakup oleh asuransi kesehatan akan terdorong menggunakan pelayanan
kesehatan sebanyak-banyaknya.
d. Nilai waktu bagi pasien
Tiga implikasi kebijakan menunjukkan bahwa biaya waktu
berdampak penting terhadap permintaan akan layanan kesehatan, yaitu:
1) Ketika harga yang dibebankan terhadap pasien berkurang, permintaan
untuk pelayan kesehatan akan menjadi lebih responsif terhadap biaya
waktu. Jika kuantitas pelayanan kesehatan yang disuplai tidak
meningkat secara cukup untuk memenuhi peningkatan permintaan,
seperti dalam kasus dibawah sebuah sistem yang mirip dengan British
National Health Service, maka kemungkinan metode pemikirannya
11

adalah mengalokasikan perawatan pada mereka yang bersedia
menunggu. Mereka yang dengan biaya waktu rendah lebih mungkin
mendapatkan perawatan daripada mereka dengan peluang biaya
waktu tinggi.
2) Masyarakat menentukan bahwa kelompok-kelompok populasi
tertentu harus meningkatkan penggunaan jasa medisnya. Meski
harga-harga uang untuk kelompok-kelompok tersebut dikurangi,
mungkin diharapkan untuk lebih meningkatkan penggunaan layanan
medisnya. Meski harga uang untuk kelompok-kelompok tersebut
berkurang, mungkin lebih diharapkan meningkatkan penggunaan jasa
lebih lanjut dengan mengurangi biaya waktu mereka. Membangun
klinik didekat kelompok-kelompok populasi tersebut akan
mengurangi biaya perjalanan dan meningkatkan penggunaan layanan
medis.
3) Ketika sistem pengiriman layanan medis direncanakan, biaya waktu
pasien harus dipertimbangan bersama dengan biaya institusional,
sebagai biaya yang relevan untuk diminimalkan oleh para perencana.
Para konsumen bersedia membayar untukmengurangi biaya waktu.
Kecuali ini dimasukkan dalam perencanaan sistem pengiriman
pelayan kesehatan, para perencana mungkin berusaha mengurangi
biaya rumah sakit dan bentuk perawatan lain dengan membangun
lebih sedikit unit-unit yang lebih besar, sehingga meningkatkan biaya
waktu travel pasien.
Berdasarkan faktor-faktor yang mempengaruhi demand pelayanan kesehatan
maka dapat ditulis rumus fungsi demand pelayanan kesehatan sebagai berikut:




Qdmc = f (insiden penyakit provider budaya-demografis, faktor
ekonomi, dll)

12

Persamaan tersebut berarti menunjukkan bahwa faktor yang paling utama
mempengaruhi demand pelayanan kesehatan adalah insiden penyakit atau
penyakit yang dirasakan pasien. Dimana insiden penyakit lebih utama
dibangdingkan dengan faktor dari provider (dokter), kemudian selanjutnya diikuti
oleh faktor karakteristik budaya dan demografis dari pasien, dan faktor ekonomi
menjadi faktor yang paling sedikit mempengaruhi demand pelayanan kesehatan.
Dalam kenyataannya permintaan suatu pelayanan kesehatan dipengaruhi oleh
tingkat keparahan atau tingkat kedaruratan suatu penyakit.

2.3 Perbedaan Demand Pelayanan Kesehatan dengan Demand Produk Secara
Umum
Sektor kesehatan juga merupakan salah satu dari sektor ekonomi,sektor yang
telah memberi pelayanan barang dan jasa bagi masyarakat untuk memenuhi
kebutuhan kesehatannya. Secara rasional semua orang menginginkan sehat.
Sekarang sehat telah menjadi sebuah modal bagi manusia untuk bekerja dan
mengembangkan keturunnya. Keinginan untuk sehat ini muncul berdasarkan
sebuah kebutuhan,namun untuk demand akan kesehatan akan menjadi berbeda
antar setiap individu.semisal seorang atlit memiliki demand akan kesehatan akan
lebih besar dibanding dengan orang biasa.
Banyak tokoh yang menguraikan konsep mengenai demand kesehatan dan
demand sektor ekonomi /komoditi yang lain. Grossmen pada tahun
1972,menguraikan berbagai hal yang membedakan mengenai demand
kesehatan dengan pendekatan tradisional mengenai demand terhadap sektor
lain:
1. Yang diinginkan masyarakat atau konsumen adalah kesehatan bukan
pelayanan kesehatan. Pelayanan kesehatan merupakan derived demand
sebagai input untuk menghasilkan kesehatan. Kebutuhan penduduk
meningkat, penyakit semakin kompleks, dan teknologi kedokteran serta
13

perawatan yang semakin tinggi menuntut tersedianya dana untuk investasi,
operasional, dan pemeliharaan.
2. Masyarakat tidak membeli kesehatan dari pasar secara pasif, masyarakat
menghasilkannya, menggunakan waktu untuk usaha-usaha peningkatan
kesehatan, di samping menggunakan pelayanan kesehatan.
3. Kesehatan dapat dianggap sebagai bahan investasi karena tahan lama dan
tidak terdeprisiasi dengan segera.
4. Kesehatan dapat dianggap sebagai bahan konsumsi sekaligus sebagai bahan
investasi.
Dari uraian di atas menjelaskan bahwa permintaan (demand) akan kesehatan
sendiri memiliki perbedaan dengan permintaan (demand) terhadap sektor
lainnya. maka dari itu sektor kesehatan merupakan sektor ekonomi yang
memiliki kriteria yang unik dibandingkan dengan sektor ekonomi yang lain.
Perbedaan yang mendasar ini karena sektor kesehatan memiliki ciri yang
khusus seperti:
1. Kejadian penyakit tak terduga,pada umumnya orang tidak mungkin tau
mengenai kapan ia sakit dan penyakit apa yang akan ditimpah di masa datang.
Maka kita tidak akan tau mengenai perawatan dan pengobatan yang
dibutuhkan. Karena sebab itu ketidak pastian selalu ada disektor kesehatan.
Serta resiko-resiko mengenai penyakit dan resiko akan biaya belum bisa di
tentukan. Karena adanya kesadaran mengenai resiko maka kebayakan orang
selalu bergantung dengan ansuransi
2. Consumer ignorance, ciri khusus ini adalah ketergantungan konsumer pada
penyedia pelayan kesehatan. ini disebabkan karena konsumen tidak tahu
banyak mengenai pemeriksaan dan pengobatan yang diberikan oleh proveder
kesehatan. karena provederlah yang tahu mengenehi apa yang hars
dikonsumsi oleh konsumer.
3. Sehat dan pelayanan kesehatan sebagai hak. Makanan pakaian, tempat tinggal dan
hidup sehat adalah elemen kebutuhan dasar manusia yang harus senantiasa diusahakan
untuk dipenuhi, terlepas dari kemampuanseseorang untuk membayarnya. Hal ini
14

menyebabkan distribusi pelayanan kesehatan sering sekali dilakukan atas dasar kebutuhan
(need) dan bukan atas dasar kemampuan membayar (demand).
4. Eksternalitas, ciri khusus lainnya yaitu adanya faktor eksternal yang ada dalam penggunaan
pelayanan kesehatan. Efek eksternal adalah dampak positif atau negatif yang dialami orang
lain sebagai akibat perbuatan seseorang.
5. Motif non-profit, memang sebagian dari dari rumah sakit sekarang menuju ke arah orientasi
ke bisnis,namun tujuan mereka tidak semata-mata mencari laba sebayak-banyaknya, tujuan
utama mereka ialah motif sosial.
6. Padat karya, kecenderungan spesialisasi dan superspesialisasi menyebabkan komponen
tenaga dalam pelayanan kesehatan semakin besar, seperti misalnya pelayanan RS. Analisis
biaya RS misalnya menunjukkan bahwa komponen tenaga tersebut bisa mencapai antara
40-60% dari keseluruhan biaya. Ini berarti bahwa sektor kesehatan adalah sektor yang
bersifat padat karya.
7. Mix output, ciri lain adalah banyaknya ragam "komoditi" yang dihasilkan dari berbagai
program kesehatan. Yang dikonsumsi oleh pasien adalah satu paket pelayanan: sejumlah
pemeriksaan diagnosis, perawatan, terapi dan nasihat kesehatan. Paket tersebut bervariasi
antar individu dan sangat tergantung pada jenis penyakit.Keadaan ini menyebabkan analisis
demand terhadap pelayanan kesehatan menjadi kompleks. Di samping pelayanan
kesehatan, upaya kesehatan bisa juga menghasilkan output lain, yaitu hasil hasil penelitian
serta pendidikan dan latihan tenaga kesehatan
8. Upaya kesehatan sebagai konsumsi dan investasi, pembangunan sector kesehatan
sesungguhnya adalah suatu investasi tidak untuk jangka panjang.
9. Restriksi berkompetisi, terdapat pembatasan praktek berkompetisi. Hal ini menyebabkan
mekanisme pasar dalam pelayanan kesehatan tidak bias sempurna seperti mekanisme pasar
untuk komoditi lain.


15

Perbedaan demand kesehatan dengan demand sektor lain ini disebabkan oleh
beberapa hal,seperti :
1. Pada dasarnya orang tidak menyukai pelayanan
kesehatan berbeda dengan pakaian, rumah, mobil.Yang diharapkan konsumen
dalam pelayanan kesehatan adalah cepat sehat.
2. Konsumer pelayanan kesehatan berada dalam posisi lemah dan sangat
ditentukan oleh pemberi yankes.
3. Demand yang terjadi bukan keputusan konsumer walaupun memutuskan
dimana mau berobat tapi tidak bisa memutuskan jenis perawatan/pengobatan
untuknya
Tabel Perbedaan demand pelayanan kesehatan dan demand produk secara umum
(Meisa, 2012).
Komponen Pembeda Pelayanan kesehatan Produk secara umum
Pengertian a. Demand Pelayanan
Kesehatan adalah
permintaan untuk lebih
sehat diwujudkan
dalam perilaku mencari
pelayanan kesehatan
dan terkadang
permintaan tersebut
tidak sesuai dengan
keuangan konsumen
Demand produk secara
umum adalah sesuatu
yang diinginkan oleh
konsumen dan
disesuaikan dengan
kekuatan SDM yang
dimiliki konsumen
Jenis b. Demand turunan Demand langsung
Faktor yang paling
mempengaruhi
c. Insiden penyakit dan
provider
Harga
Pengambil keputusan d. Provider adalah
penentu demand
Konsumen memiliki
wewenang untuk
16


Demand pelayanan kesehatan berbeda dengan demand produk secara umum
disebabkan oleh:
a. Demand pelayanan kesehatan timbul karena adanya keinginan pasien untuk hidup
lebih sehat. Dalam demand pelayanan kesehatan seorang pasien tidak bisa
menentukan berapa biaya yang harus dikeluarkan, karena tindakan yang akan
dilakukan kepadanya tergantung dari tenaga medis yang menanganinya bukan
dari keputusan pasien sendiri. Untuk itu, biaya yang harus dikeluarkan bisa saja
tidak sesuai dengan kemampuannya.
pelayanan kesehatan
baik itu jenis
perawatannya dan obat
walaupun konsumen
masih dapat
menentukan dimana
tempat akan
mendapatkan
pelayanan kesehatan
akan tetapi konsumen
tidak memiliki
wewenag untuk
menentukan jenis
perawatan
memutuskan untuk
membeli suatu produk
atupun tidak
Tujuan e. Profit dan non profit Profit
Pengetahuan Konsumen f. Asymetrik knowledge
dimana wawasan dan
pengetahuan dokter
jauh diatas konsumen
Pengetahuan konsumen
bisa saja sama dengan
produsen atau bisa lebih
rendah
17

b. Pelayanan kesehatan merupakan derived demand atau demand turunan
maksudnya permintaan terhadap suatu barang atau jasa yang muncul sebagai
akibat dari permintaan terhadap barang atau jasa yang lain. Seorang pasien
menginginkan suatu pelayanan kesehatan dikarenakan pasien tersebut sakit dan
menginginkan kesehatan. Jika pasien tersebut tidak sakit, maka dia tidak akan
menginginkan pelayanan kesehatan.
c. Dalam pelayanan kesehatan, faktor yang paling berpengaruh adalah insiden
penyakit, bukan harga. Hal ini dikarenakan jika seseorang menginginkan
pelayanan kesehatan dalam keadaan emergency, maka harga yang harus
dibayarkan tidak akan dipikirkan meskipun itu tidak sesuai dengan
kemampuannya. Pasien tersebut akan meminta tindakan yang terbaik untuk
kesembuhannya tanpa memikirkan konsekuensinya. Selain insisden penyakit,
faktor lain yang paling berpengaruh adalah provider pelayanan kesehatan. Dalam
demand pelayanan kesehatan, pasien akan lebih memilih provider yang memiliki
kualitas yang bagus dengan alasan agar demand kesehatannya cepat tercapai.
d. Provider pelayanan kesehatan merupakan penentu demand pelayanan kesehatan
baik itu jenis perawatannya dan obat yang harus dikonsumsi walaupun konsumen
masih dapat menentukan dimana tempat dia akan mendapatkan pelayanan
kesehatan, akan tetapi konsumen tidak memiliki wewenag untuk menentukan
jenis perawatan. Karena di dalam demand pelayanan kesehatan, pasien selalu
menyerahkan semua keputusan kepada tenaga medis yang bersangkutan karena
mereka anggap itu keputusan yang paling tepat dalam proses penyembuhannya.
e. Dalam pelayanan kesehatan, selain berorientasi pada keuntungan (profit oriented)
juga berorientasi pada keadaan social (social oriented). Jadi dalam orientasinya,
provider pelayanan kesehatan tidak hanya memikirkan keuntungan saja, tapi juga
memikirkan hal-hal lain di luar keuntungan. Hal ini berbeda dengan demand
prouk secara umum yang hanya berorientasi terhadap keuntungan semata.
f. Petugas medis dalam demand pelayanan kesehatan tentunya mempunyai
pengetahuan yang lebih daripada pasiennya, ini disebut dengan asymetrik
knowledge. Hal ini tentunya berbeda dengan demand produk secara umum yang
18

bisa saja pengetahuan konsumen lebih tinggi, sama, atau lebih rendah daripada
produsen.
Peran provider dalam pelayanan kesehatan sebagai advisor dan supplier.
Dikatakan sebagai advisor, apabila hal tersebut dikaitkan dengan adanya saran
atau nasihat dari provider kesehatan akan suatu pelayanan kesehatan bagi pasien
yang dapat menimbulkan suatu permintaan terhadap pelayanan kesehatan itu
sendiri. Dalam hal seperti ini, pasien pasti jarang menolak saran tersebut,
dikarenakan adanya kesenjangan pengetahuan provider kesehatan (yang lebih
luas) daripada pasien.
Dikatakan sebagai supplier (penyedia pelayanan kesehatan), yaitu apabila
provider kesehatan memberi tindakan pada pasien, sehingga dapat membuat suatu
pencapaian atas permintaan pelayanan kesehatan yang sesuai. Namun, terkadang
dari peran sebagai supplier ini dapat menimbulkan efek menjerumuskan pasien
(demand creation yang negatif) karena disini pasien dalam posisi lemah dan
secara otomatis, keputusan apapun akan diserahkan kepada provider pelayanan
kesehatan. Misalnya karena adanya tindakan atau pemeriksaan tambahan bagi
pasien yang sebenarnya tidak perlu dilakukan.
Efek demand creation yang negative ini dapat menyebabkan moral hazard.
Moral hazard mempunyai dua bentuk, pertama konsumen yang merasa tidak ada
beban biaya apa pun pada saat melakukan konsumsi komoditi pelayanan
kesehatan akan cenderung menggunakan pelayanan yang berlebihan yang
menimbulkan ketidakefisienan. Sementara itu, yang kedua, produsen yang
mengetahui bahwa konsumennya dilindungi oleh asuransi kesehatan cenderung
akan menginstruksikan penggunaan pelayanan kesehatan yang semestinya tidak
dipergunakan (over prescribed).
Oleh karena itu cara untuk mengatasi Demand Creation Negatif adalah
sebagai berikut (Meisa, 2012):
1) Meningkatkan pengetahuan pasien.
Pada umumnya, pasien kurang mempunyai informasi tentang segala
sesuatu yang menyangkut pelayanan kesehatan. Kejadian ini disebabkan oleh
19

sifat komoditi pelayanan kesehatan yang akhirnya mengacu kepada situasi
dimana provider yang secara efektif sering bertindak untuk melakukan
permintaan (demanding). Untuk menunjang hubungan tersebut dapat
beroperasi secara efisien, diperlukan tiga kelompok informasi yaitu:
a) Pengetahuan dasar mengenai masalah masalah medis, yaitu suatu bentuk
informasi yang pada dasarnya pasien tidak harus memilikinya. Informasi
ini menyangkut pengetahuan khusus untuk melakukan penelitian status
kesehatan dan mengidentifikasikan jenis perawatan yang tersedia.
b) Keterangan tentang keadaan pasien, yang meliputi pengetahuan tentang
symptom pasien, sejarah kesehatan, dan keadaan lingkungan pasien
sehingga memungkinkan dokter untuk menerapkan ilmu kedokterannya
terhadap kasus yang saat ini sedang dijumpai pada pasien. Selain itu, yang
termasuk dalam informasi ini adalah posisi keuangan pasien dan sumber
keuangan lainnya yang dia miliki.
c) Informasi tentang penilaian pasien sendiri mengenai penyakit yang tengah
dideritanya. Pada penilaian ini termasuk di dalamnya preferensi pasien
atas berbagai alternative perawatan yang tersedia, sikapnya dalam
menghadapi resiko dan penilaiannya atas kemungkinan trade-off dari
beraneka dimensi keadaan sehat.
Dengan demikian, apabila pengetahuan pasien meningkat, maka kemungkinan
provider untuk menambahkan jenis pelayanan akan menurun.
2) Pembentukan Komite Medik di Rumah Sakit
Komite Medik adalah perangkat rumah sakit untuk menerapkan tata
kelola klinis (clinical governance) agar staf medis di rumah sakit terjaga
profesionalismenya melalui mekanisme kredensial, penjagaan mutu profesi
medis, dan pemeliharaan etika dan disiplin profesi medis (Permenkes RI 2011
tentang Penyelenggaraan Komite Medik di Rumah Sakit). Komite medik
dibentuk dengan tujuan untuk menyelenggarakan tata kelola klinis (clinical
governance) yang baik agar mutu pelayanan medis dan keselamatan pasien
lebih terjamin dan terlindungi.
20

3) Memberikan provider financial incentive
Dengan adanya peningkatan insentif, maka kesejahteraan financial
provider akan terjamin sehingga provider akan menghindari/tidak melakukan
pelayanan yang tidak perlu untuk diberikan kepada pasien. Pada dasarnya,
pelayanan tambahan yang tidak perlu diberikan kepada pasien tersebut adalah
untuk meningkatkan kesejahteraan financial provider.
Dari penjelasan di atas, dapat kita simpulkan perbedaan demand pelayanan kesehatan
dengan demand produk secara umum berdasarkan faktor-faktor yang berpengaruh:
Demand pelayanan kesehatan:


Demand produk secara umum:

Dimana:
Qd = Jumlah barang yang diminta
Px= Harga Barang X
Y = Pendapatan Konsumen
Py = Harga Barang Lain
T = Selera
U = Faktor-faktor Lainnya




Qdmc = f (insiden penyakit provider budaya-demografis, faktor
ekonomi, dll)

Qd = f ( Px Y, Py, T, U )

21

2.4 Elastisitas Demand Pelayanan Kesehatan dan Konsekuensinya
Elastisitas adalah mengukur seberapa besar responsif perubahan jumlah
barang akibat perubahan harga. Sedangkan elastisitas harga atas permintaan
adalah kepekaan jumlah barang yang diminta terhadap perubahan harga barang
tersebut, dengan asumsi bahwa hal-hal lainnya tidak berubah. Definisi yang tepat
untuk elastisitas harga, Ed adalah presentase perubahan jumlah yang diminta
dibagi dengan presentase harga (Paul dan William, 1992).
Dengan demikian, elastisitas demand pelayanan kesehatan adalah besarnya
perubahan kuantitas dan kualitas pelayanan kesehatan yang diminta
kosumen/pasien akibat adanya perubahan harga. Sehingga adanya perubahan
terhadap elastisitas pelayanan kesehatan, tetu akan menimbulkan konsekuensi
tertentu.
2.4.1 Elastisitas Demand Pelayanan Kesehatan
Elastisitas menunjukkan hubungan antara kuantitas yang diminta oleh
konsumen dengan harga, serta berbagai hal yang berhubungan dengan factor
ekonomi.
Berdasarkan faktor-faktor yang mempengaruhi demand pada
pelayanan kesehatan. Maka elastisitas demand pelayanan kesehatan terjadi
tergantung pada kondisi pasien. Terdapat 3 kemungkinan kondisi pasien
dalam hubungannya dengan demand pelayanan kesehatan, yaitu:
1. Emergency
Pada sifat emergency ini, elastisitas demand dalam pelayanan kesehatan
tergolong inelastis (tidak mengalami penurunan/perubahan). Pada
penderita sakit jantung mendadak misalnya. Hal ini karena keinginan
seseorang untuk sembuh dan tetap sehat memungkinkan mereka untuk
melakukan apa saja dan membayar berapa saja. Dengan demikian,
semakin emergency suatu keadaan, maka kurva dari demand akan
bersifat semakin inelastic bahkan inelastic sempurna.

22

2. Non emergency
Pada sifat non emergency ini, elastisitas demand dalam pelayanan
kesehatan akan bersifat semakin elastis. Dalam keadaan yang tidak
darurat pasien cenderung memikirkan faktor lain yang mempengaruhi
salah satunya yaitu biaya. Misalnya, dalam kadaan menderita migren,
dimana sakit ini tidak terlalu darurat atau memerlukan penanganan
secepatnya, dan apabila seorang dokter meresepkan pelayanan kesehatan
A dimana biayanya dirasa mahal, maka pasien akan lebih memilih
membeli obat bebas yang dirasa biayanya lebih murah dari pada
pelayanan kesehatan A.
3. Elective
Elektif adalah pelayanan kesehatan yang dipilih pasien ataupun dokter
yang bersifat tidak mendesak sehingga bisa diatur saat pelaksanaannya.
Misalnya bedah kosmetik, sirkumsisi, dan operasi katarak. Sebagai
contoh, seseorang akan melakukan operasi hidung yang kurang
mancung. Kemudian dokter menawarkan harga yang bagi orang tersebut
sangat mahal. Dalam keadaan ini, demand pelayanan kesehatan akan
bersifat inelaastis pada pasien yang memiliki banyak uang. Namun
sebaliknya, pada pasien yang tidak memiliki cukup uang, maka demand
pelayanan kesehatan bersifat elastis.
2.4.2 Konsekuensi Elastisitas Demand Dalam Pelayanan Kesehatan
Demand pelayanan kesehatan dapat bersifat elastis maupun inelastis.
Dari pernyataan ini, masing-masing terdapat konsekuensinya, antara lain:
1. Inelastis
Konsekuensi yang harus dilakukan saat kondisi inelastis ini terjadi
adalah meningkatkan kualitas pelayanan kesehatan yang lebih baik, dan
jika perlu bisa juga dengan menambahkan alat-alat berteknologi tinggi
untuk menunjang pelayanan tersebut. Hal ini agar dapat bersaing dengan
intsitusi kesehatan yang lain dalam mendapatkan pelanggan.
23

2. Elastis
Konsekuensi yang dapat dilakukan saat kondisi pemintaan pelayanan
kesehatan elastis adalah dengan memberikan pelayanan yang baik
namun harga yang ditawarkan tetap terjangkau bagi seluruh lapisan
masyarakat.

24

BAB III
KESIMPULAN
Permintaan (demand) pelayanan kesehatan adalah pelayanan kesehatan yang
dibutuhkan dan diinginkan oleh pasien yang disertai juga dengan daya beli yang
dimiliki oleh pasien, namun terkadang permintaan tersebut tidak sesuai dengan
keuangan pasien. Terdapat beberapa faktor yang mempengaruhi demand pelayanan
kesehatan, antara lain insiden penyakit, provider, budaya-demografis, dan faktor
ekonomi.
Berikut merupakan perbedaan antara demand pelayanan kesehatan dengan
demand produk secara umum:
1. Demand pelayanan kesehatan adalah permintaan untuk lebih sehat diwujudkan
dalam perilaku mencari pelayanan kesehatan dan terkadang permintaan tersebut
tidak sesuai dengan keuangan konsumen.
2. Merupakan demand turunan.
3. Faktor yang paling mempengaruhi adalah insiden penyakit dan provider
4. Provider adalah penentu demand pelayanan kesehatan baik itu jenis perawatannya
dan obat.
5. Memilik tujuan profit dan non profit.
6. Wawasan dan pengetahuan dokter jauh diatas konsumen.
Elastisitas demand pelayanan kesehatan adalah besarnya perubahan kuantitas
dan kualitas pelayanan kesehatan yang diminta kosumen / pasien akibat adanya
perubahan harga. Dan kebanyakan dari elastisitas demand pelayanan kesehatan
menunjukkan sifat yang inelastis, jadi salah satu cara provider pelayanan kesehatan
dalam mempertahankan konsumen yaitu bukan dengan menurunkan tariff melainkan
dengan meningkatkan kualitas pelayanan kesehatan menjadi lebih baik dan disertai
dengan tarif yang sesuai.


25

DAFTAR PUSTAKA
Dunlop, D, & Zubkoff, M. 1981. Inflation and Consumer Behavior in the Health
Care. In Economics and Health Care. A Mill bank Reader. Ed. McKinlay J.B.
MIT Press.
Fuchs, V. R. 1998. Who Shall Live? Health Economics and Social Change. Expanded
Edition. World Scientific.
Gani, Ascobat. 1993. Aspek Ekonomi dalam Pelayanan Kesehatan, Makalah Kongres
2.VI PERSI Hospital Expo , November 1993, Cermin Dunia Kedokteran, Edisi
Khusus No. 90, 1994.
Grossman, M .1972. On the Concept of Health Capital and The Demand for
Health. Journal of Political Economics. 35:331-50.
Kotler, P., & Andersen, R. A. (1995). Strategi Pemasaran untuk Organisasi Nirlaba,
diterjemahkan oleh Ova Emilia. (Edisi Ketiga). Yogyakarta: UGM Press.
Lubis, A. F. 2009. Ekonomi Kesehatan. Medan: USU Press.
Mangkoesoebroto, G. 1993. Ekonomi Publik. Yogyakarta: BPFE.
Meisa, Yuriska. 2012. Permintaan (Demand) Pelayanan Kesehatan. [Online]
http://www.scribd.com/doc/96634742/Makalah-Permintaan-Demand-Dalam-
Pelayanan-Kesehatan (Diakses 17 September 2012).
Noer. 2008. Permintaan dan Penawaran. Jakarta: Rineka Cipta.
Samuelson, P.A. & Nordhaus, W.D. 1992. Ekonomi Mikro (Edisi 17). Jakarta:
Erlangga.
Trisnantoro, Laksono. 2005. Aspek Strategis Manajemen Rumah Sakit. Yogyakarta:
Andi.

You might also like