Pengertian (Definisi) Sistem Manajemen K3 (Keselamatan dan Kesehatan Kerja) secara
umum merujuk pada 2 (dua) sumber, yaitu Permenaker No 5 Tahun 1996 tentang Sistem Manajemen Keselamatan dan Kesehatan Kerja dan padaStandar OHSAS 18001:2007 Occupational Health and Safety Management Systems.
Pengertian (Definisi) Sistem Manajemen K3 (Keselamatan dan Kesehatan Kerja) menurut Permenaker No 5 Tahun 1996 tentang Sistem Manajemen Keselamatan dan Kesehatan Kerja ialah bagian dari sistem secara keseluruhan yang meliputi struktur organisasi, perencanaan, tanggung-jawab, pelaksanaan, prosedur, proses dan sumber daya yang dibutuhkan bagi pengembangan, penerapan, pencapaian, pengajian dan pemeliharaan kebijakan Keselamatan dan Kesehatan Kerja dalam rangkapengendalian resiko yang berkaitan dengan kegiatan kerja guna terciptanya tempat kerja yang aman, efisien dan produktif.
Sedangkan Pengertian (Definisi) Sistem Manajemen K3 (Keselamatan dan Kesehatan Kerja) menurut standar OHSAS 18001:2007 ialah bagian dari sebuah sistem manajemen organisasi (perusahaan) yang digunakan untuk mengembangkan dan menerapkan Kebijakan K3 dan mengelola resiko K3 organisasi (perusahaan) tersebut.
Elemen-Elemen Sistem Manajemen Keselamatan dan Kesehatan Kerja bisa beragam tergantung dari sumber (standar) dan aturan yang kita gunakan. Secara umum, Standar Sistem Manajemen Keselamatan Kerja yang sering (umum) dijadikan rujukan ialah Standar OHSAS 18001:2007, ILO-OSH:2001 dan Permenaker No 5 Tahun 1996 tentang Sistem Manajemen Keselamatan dan Kesehatan Kerja.
Tabel di bawah menjelaskan uraian singkat dari elemen-elemen Sistem Manajemen Keselamatan dan Kesehatan Kerja berdasarkan standar-standar di atas : OHSAS 18001:2007 ILO-OSH:2001 Permenaker No 5:1996 4. Elemen Sistem Manajemen Keselamatan dan Kesehatan Kerja 4.1. Persyaratan Umum 4.2. Kebijakan K3 4.3. Perencanaan 4.3.1. Identifikasi Bahaya, Penialaian Resiko dan Pengendalian Resiko 4.3.2. Peraturan Perundangan dan Persyaratan Lainnya 4.3.3. Tujuan dan Program- Program K3 4.4.Penerapan dan Operasi 4.4.1. Sumber Daya, Peran, Tanggung-Jawab, Fungsi dan Wewenang 3. Sistem Manajemen Keselamatan dan Kesehatan Kerja di Dalam Organisasi Kebijakan 3.1. Kebijakan K3 3.2. Partisipasi Tenaga Kerja Pengorganisasian 3.3. Tanggung-Jawab dan Fungsi 3.4. Kompetensi dan Pelatihan 3.5. Dokumentasi Sistem Manajemen Keselamatan dan Kesehatan Kerja 3.6. Komunikasi Perencanaan dan Implementasi 3.7. Tinjauan Awal 3.8. Perencanaan, Pengembangan dan Penerapan Sistem Panduan Penerapan Sistem Manajemen Keselamatan dan Kesehatan Kerja 1. Komitmen dan Kebijakan 1.1. Kepemimpinan dan Komitmen 1.2. Tinjauan Awal K3 1.3. Kebijakan K3 2. Perencanaan 2.1. Perencanaan Identifikasi Bahaya, Penilaian dan Pengendalian Resiko 2.2. Peraturan Perundangan dan Persyaratan Lainnya 2.3. Tujuan dan Sasaran 2.4. Indikator Kinerja 2.5. Perencanaan Awal dan 4.4.2. Kompetensi, Pelatihan dan Pengetahuan 4.4.3. Komunikasi, Partisipasi dan Konsultasi 4.4.4. Dokumentasi 4.4.5. Pengendalian Dokumen 4.4.6. Pengendalian Operasi 4.4.7. Persiapan Tanggap Darurat 4.5. Pemeriksaan 4.5.1. Pengukuran dan Pemantauan Kinerja 4.5.2. Evaluasi Penyimpangan 4.5.3. Investigasi Insiden, Tindakan Perbaikan dan Tindakan Pencegahan 4.5.3.1. Investigasi Insiden 4.5.3.1. Ketidaksesuaian, Tindakan Perbaikan dan Tindakan Pencegahan 4.5.4. Pengendalian Catatan 4.5.5. Audit Internal 4.6. Tinjauan Manajemen 3.9. Tujuan K3 3.10. Pencegahan Bahaya 3.10.1. Pencegahan dan Pengukuran Pengendalian 3.10.2. Manajemen Perubahan 3.10.3. Pencegahan dan Persiapan Tanggap Darurat 3.10.4. Pembelian 3.10.5. Kontrak Evaluasi 3.11. Pemantauan dan Pengukuran Kinerja 3.12. Investigasi Kecelakaan Kerja dan Penyakit Kerja dan Dampaknya terhadap Kinerja K3 3.13. Audit 3.14. Tinjauan Manajemen Tindakan Peningkatan 3.15. Tindakan Pencegahan dan Perbaikan 3.16. Peningkatan Berkelanjutan Perencanaan Kegiatan yang Sedang Berlangsung 3. Penerapan 3.1. Jaminan Kemampuan 3.1.1. Sumber Daya Manusia, Sarana dan Dana 3.1.2. Integrasi 3.1.3. Tanggung-Jawab dan Tanggung-Gugat 3.1.4. Konsultasi, Motivasi dan Kesadaran 3.1.5. Pelatihan dan Kompetensi Kerja 3.2. Kegiatan Pendukung 3.2.1. Komunikasi 3.2.2. Pelaporan 3.2.3. Pendokumentasian 3.2.4. Pengendalian Dokumen 3.2.5. Pencatatan dan Manajemen Informasi 3.3. Identifikasi Sumber Bahaya, Penilaian dan Pengendalian Resiko 3.3.1. Identifikasi Bahaya 3.3.2. Penilaian Resiko 3.3.3. Tindakan Pengendalian 3.3.4. Perancangan dan Rekayasa 3.3.5. Pengendalian Administratif 3.3.6. Tinjauan Ulang Kontrak 3.3.7. Pembelian 3.3.8. Prosedur Menghadapi Keadaan Darurat atau Bencana 3.3.9. Prosedur Menghadapi Insiden 3.3.10. Prosedur Rencana Pemulihan Keadaan Darurat 4. Pengukuran dan Evaluasi 4.1. Inspeksi dan Pengujian 4.2. Audit Sistem Manajemen K3 4.3. Tindakan Perbaikan dan Pencegahan 5. Tinjauan Ulang dan Peningkatan Oleh Pihak Manajemen
Pemecah gelombang atau dikenal sebagai pemecah ombak atau bahasa inggris breakwater adalah prasarana yang dibangun untuk memecahkan ombak/gelombang,dengan menyerap sebagian energi gelombang. pemecah gelombang digunakan untuk mengendalikan abrasi yang menggerus garis pantai. dan untuk menenangkan gelombang di pelabuhan sehingga kapal dapat merapat di pelabuhan dengan lebih mudah dan cepat.
Pemecah gelombang harus di desain sedemikian sehingga arus laut tidak menyebabkan pendangkalan karena pasir yang ikut dalam arus mengendap di kolam pelabuhan. bila hal ini terjadi maka pelabuhan perlu dikeruk secara reguler.secara garis besar terdapat dua jenis konstruksi breakwater yaitu Shore-connected Breakwater ( pemecah gelombang sambung pantai ) dan Offshore Breakwater atau pemecah gelombang lepas pantai ( CERC, SPM. Vol. 1, 1984 ). Shore-connected Breakwater merupakan jenis struktur yang berhubungan langsung dengan pantai atau daratan, sedangkan Offshore Breakwater adalah konstruksi breakwater yang tidak berhubungan dengan garis pantai dan dibuat sejajar pantai dan berada pada jarak tertentu dari garis pantai. Bangunan ini direncanakan untuk melindungi pantai yang terletak di belakangnya dari serangan gelombang serta dapat didesain sedemikian rupa sehingga memungkinkan terjadi limpasan gelombang yang dapat mengurangi terbentuknya tembolo yaitu endapan sedimen di belakang struktur. Namun demikian kedua jenis struktur tersebut mempunyai beberapa kesamaan umum dalam hal kegunaan.
Perlindungan kawasan pantai maupun pelabuhan dengan menggunakan konstruksi breakwater harus mempertimbangkan kondisi dimana breakwater tersebut ditempatkan. Ditinjau dari bentuk penampang melintangnya, breakwater dapat dibedakan menjadi tiga kelompok (Triatmodjo, 1999 ) yaitu: Pemecah gelombang dengan sisi miring Pemecah gelombang dengan sisi tegak, dan Pemecah gelombang bertipe campuran. Fungsi Bangunan ini berfungsi untuk melindungi pantai yang terletak di belakangnya dari serangan gelombang yang dapat mengakibatkan erosi pada pantai. perlindungan oleh pemecah gelombang lepas pantai terjadi karena berkurangnya energi gelombang yang sampai di perairan di belakang bangunan.
karena pemecah gelombang ini dibuat terpisah ke arah lepas pantai, tetapi masih di dalam zona gelombang pecah (breaking zone). Maka bagian sisi luar pemecah gelombang memberikan perlindungan dengan meredam energi gelombang sehingga gelombang dan arus di belakangnya dapat dikurangi
Gelombang yang menjalar mengenai suatu bangunan peredam gelombang sebagian energinya akan dipantulkan (refleksi), sebagian diteruskan (transmisi) dan sebagian dihancurkan (dissipasi) melalui pecahnya gelombang, kekentalan fluida, gesekan dasar dan lain lainnya. Pembagian besarnya energi gelombang yang dipantulkan, dihancurkan dan diteruskan tergantung karakteristik gelombang datang (periode, tinggi, kedalaman air), tipe bangunan peredam gelombang (permukaan halus dan kasar, lulus air dan tidak lulus air) dan geometrik bangunan peredam (kemiringan, elevasi dan puncak bangunan)
Material Untuk tipe sisi tegak pemecah gelombang bisa dibuat dari material - material seperti pasangan batu, sel turap baja yang didalamnya diisi tanah atau batu, tumpukan buis beton, dinding turap baja atau beton, kaison beton dan lain sebagainya sementara untuk tipe bangunan sisi miring, pemecah gelombang lepas pantai bisa dibuat dari beberapa lapisan material yang ditumpuk dan dibentuk sedemikian rupa sehingga terlihat seperti sebuah gundukan besar batu, dengan lapisan terluar dari material dengan butiran sangat besar. Konstruksi terdiri dari beberapa lapisan yaitu: Inti (core) pada umumnya terdiri dari agregat galian kasar, tanpa partikel-partikel halus dari debu dan pasir. Lapisan bawah pertama (under layer) disebut juga lapisan penyaring (filter layer) yang melindungi bagian inti terhadap penghanyutan material, biasanya terdiri dari potongan- potongan tunggal batu dengan berat bervariasi dari 500 kg sampai dengan 1 ton. Lapisan pelindung utama (main armor layer) seperti namanya, merupakan pertahanan utama dari pemecah gelombang terhadap serangan gelombang. Pada lapisan inilah biasanya batu batuan ukuran besar dengan berat antara 1-3 ton atau bisa juga menggunakan batu buatan dari beton dengan bentuk khusus dan ukuran yang sangat besar seperti tetrapod, quadripod, dolos, tribar, xbloc, accropode dan lain lain. Rubble-Mound Breakwater
Untuk kedalaman kolam labuh yang relatif dangkal dapat digunakan pemecah gelombang bersisi miring semisal Rubble-Mound Breakwater, sedangkan untuk kedalaman kolam labuh yang cukup besar lebih sesuai apabila menggunakan model konstruksi breakwater berdinding vertikal atau tegak yaitu dengan maksud untuk mengurangi jumlah material penyusunnya. cellular cofferdam
Model breakwater seperti ini dicontohkan dengan tipe cellular cofferdam yaitu suatu konstruksi yang menggunakan sheet pile secara langsung, dimana pile tersebut saling menutup atau mengunci ( interlocking ) satu dengan yang lain sehingga membentuk suatu rangkaian elemen ( cell ) dimana cell tersebut berisikan material yang tak kohesif seperti pasir untuk pemberat struktur di bagian bawahnya sedangkan bagian atasnya terdiri dari batu lindung yang dapat berfungsi menjaga stabilitas struktur akibat pengaruh gelombang. Konstruksi breakwater tipe cellular cofferdam seperti halnya beberapa jenis Offshore Breakwater yang lain dibangun dengan puncak elevasi struktur yang mendekati Mean Sea Level ( MSL ), sehingga hal tersebut memungkinkan energi yang menyertai terjadinya gelombang dapat diteruskan melalui breakwater. Kondisi tersebut dinamakan dengan istilah keadaan overtopping atau kondisi gelombang dapat melimpas. Alasan struktur dibangun dengan kondisi overtopping adalah untuk pertimbangan disain secara ekonomis, dan juga karena pertimbangan kondisi gelombang rata-rata yang terjadi cukup kecil.