Tanah air pasti jaya untuk slama-lamanya Indonesia pusaka Indonesia tercinta Nusa bangsa dan bahasa kita bela bersama (L Manik)
Namaku Tulus Prasetyo. Aku bekerja di sebuah stasiun televisi swasta sebagai seorang wartawan. Tugasku, meliput dan mencari berita semacam kerusuhan, unjuk rasa, kriminalitas, pokoknya semua hal yang berhubungan dengan tindak negatif di masyarakat. Sejujurnya, aku benci dengan pekerjaanku. Coba pikir, siapa juga orang yang mau terlibat dengan salah satu masalah di atas? Yang ada keselamatan nyawa sendiri yang terancam. Tapi aku tak punya pilihan lain. Ada empat orang anak dan seorang istri yang setiap hari butuh makan. Mungkin salah ya dulu aku tak ikut KB, jadinya harus kerja keras seperti ini, hehe. Karena pekerjaanku ini, aku sering ditugaskan ke berbagai daerah di pelosok-pelosok negeri ini. Batas 6 0 Lintang Utara dan 11 0 Lintang Selatan, sudah aku tempuh. Begitupun 95 0
Bujur Timur dan 141 0 Bujur Timur, semuanya sudah pernah aku rasakan. Lintang 0 0 alias khatulistiwa, apalagi. Bahkan masih ada bukti fotoku tengah berdiri di Tugu Khatulistiwa di laptopku. Ya, laptopku berisi video dokumenter semua daerah yang pernah aku singgahi. Semua tersusun rapi dalam satu folder bernama Warna Warni Indonesiaku. Dan itulah harta karun terbesarku. Aku tahu sebenarnya tugasku hanya mencari berita kriminal, namun naluriku senantiasa menggelitik untuk memotret dan mengabadikan momen berharga beragam tipe orang di negeri ini dalam sebuah balutan foto dan video. Aku rasa itu tak masalah, karena bos ku tak melarang. Asalkan ada berita, aku aman. Selebihnya, sepertinya bos ku tak ambil peduli. Setidaknya, aku bukanlah wartawan pencari kabar artis, itu adalah pekerjaan terburuk menurutku. Lihatlah infotainment sekarang isinya menyebarkan berita perceraian, konflik, sensualitas dan vulgar yang mengarah ke porno, dongkrak popularitas dengan sengaja menebar semua kepalsuan dan kebohongan. Ayolah, tak adakah yang lebih pantas di konsumsi oleh masyarakat selain berita sampah seperti itu? Maksudku, apa pentingnya kita mengetahui konflik dan dendam kesumat orang. Apa pantas itu di tayangkan dan disebarkan, bahkan saat adegan perkelahiannya juga di tayangkan di seluruh Indonesia. Benar-benar membuang waktu. Aku tak habis pikir. Begitulah setiap kali aku berdebat dengan Taslim. Dia adalah teman karibku. Sejak SMA, sampai sekarang menjadi wartawan kami senantiasa bersama. Dia itu sangat menyukai berita infotainment. Aku tak habis pikir dengan dia. Jika waktu senggang pasti nonton gosip, acara komedi, dan telenovela. Bukannya menyinggung faktor umur yang memang sudah tak muda lagi, tapi menurutku dia berlebihan. Sudah akut. Harus di sembuhkan. Lim, nama pahlawan Maluku yang terkenal lewat gelar kapitannya itu siapa ya? Aku lupa ucapku suatu hari hari. Taslim mengernyit. Ehm... Siapa ya? Kayaknya aku ingat...Sebentar...Ehm... Taslim diam. Lama. Aku tersenyum. Kalau pemeran Captain America, Iron Man, siapa? lanjutku Walah, ya pasti Chris Evans sama Robert Downey kan sahut Taslim cepat. Aku menjitak kepalanya. Dasar, kalau film aja cepat jawabnya ucapku kesal. Taslim terkekeh. Maaf, hehehe. Lagian kamu tanya sejarah, ya aku tidak tahu. Ini kan zaman modern, kawan, buat apa belajar sejarah ujarnya santai. Aku memandangnya, tajam. Karena tanpa sejarah, Indonesia tak kan pernah ada dan bisa jadi seperti ini kawan. Kamu terlalu memandang rendah bangsamuucapku singkat. Ku lihat Taslim terdiam. *** Beberapa malam ini aku senantiasa memutar video dokumenterku. Sekedar penghibur anak istri yang jauh disana, sekaligus mengenang daerah- daerah yang pernah aku singgahi. Ketika aku klik play, secara otomatis, semua tempat yang pernah aku kunjungi kembali berputar dalam otakku. Dari folder Sumatera, aku meluncur dari Aceh sampai Lampung. Menengok Masjid Raya Banda Aceh, dan tarian Saman nya yang khas. Belum lagi pesona Pulau We. Belok ke selatan, aku pernah singgah di Danau Toba beserta Pulau Samosirnya, yang di sambut dengan tarian kehormatan. Riau sumber tambang Indonesia. Jam Gadang dan Monumen Moh Hatta masih kokoh berdiri di Sumatera Barat. Ada sungai Musi, Way Kambas, Bunga Rafflesia Arnoldi dan Bunga Bangkai Raksasa menghiasi daerah selatan Sumatera. Di Folder Jawa, aku menemukan Suku Badui, Suku Tengger, Suku Osing, Suku Jawa, Suku Sunda, Suku Madura, dan suku lain hidup bersama. Kota metropolitan, dari kalangan elit sampai kalangan jalanan yang hidup di bantaran sungai yang penuh sampah, semua ada disini. Reog, Tari Ngremo,Tari Jaipong, ada juga. Gunung Semeru, pantai Pangandaran, Green Canyon, Pulau Sempu, Kepulauan Seribu, semua ada. Di Folder Bali dan Nusa Tenggara, aku menemukan keseluruhan kekayaan alam dan panorama dewata lengkap di Bali. Pantai Senggigi, Suku Sasak, ada di Nusa Tenggara Barat. Danau Kelimutu, Pulau Rote, Pulau Komodo, ada di Nusa Tenggara Timur. Di Folder Kalimantan, aku menemukan Suku Dayak, Ikan Dugong, Tambang Batu Bara, tambang Intan, tanah gambut, rumah Lamin. Belum lagi keindahan hutan hujan tropis dengan semua isinya yang merupakan koleksi terlengkap di dunia. Di Folder Sulawesi, ada Anoa dan Babi Rusa, Pantai Losari, Tambang Aspal, Suku Bugis, Suku Toraja, Suku Minahasa,Suku Kuwali, Tari Maengket,dan alat musik Kolintang. Di Folder Maluku, ada pemandangan Ambon Manise, Keajaiban Pulau Seram,Suku Ambon, Suku Faru, Suku Aru, Suku Ternate, keajaian semua pantai di kepulauannya, serta alat musik Sasando. Di Folder Papua, aku menemukan berbagai hewan luar biasa seperti Kangguru, dan Burung Cenderawasih, lalu ada Suku Dani, Suku Asmat, Suku Sentani, Pantai Raja Ampat, Gunung Jayawijaya, yang puncaknya terselimuti es, dan juga alat musik Tifa. Ya, bahkan untuk menuliskan semua keragaman pakaian adat, rumah adat, tarian daerah, lagu daerah, alat musik daerah, adat istiadat setempat/upacara adat, serta makanan khas daerah yang ada di Indoneisa, aku yakin buku seberat puluhan ton pun masih belum cukup untuk menampungnya. Aku teringat saat penjelajahanku, semua orang yang aku temui sangat baik. Mereka memperlakukanku seolah saudara kandung sendiri,kulihat kepolosan di wajah mereka, sangat berbeda dengan wajah bengis yang sering aku lihat di kota-kota besar. Mereka murni, memegang prinsip menyatu dengan alam, sebuah prinsip hakiki kehidupan. Mereka mempunyai bahasa yang beragam, bahasa komunikasi yang mungkin aku jarang mengerti. Tapi ketika aku coba ajak berbicara dengan bahasa Indonesia, mereka paham,mereka memberi respon. Hampir di setiap perbincangan selalu di akhiri dengan perkataan, aku cinta Indonesia, dan diiringi senyum mengembang. Senyum yang tulus, jauh dari lubuk hati nurani. Pernah aku menanyai orang-orang yang tinggal di perbatasan dengan Malaysia, mereka berada dalam kondisi kekurangan secara materi. Namun yang membuatku tercengang adalah, kesetiannya terhadap Indonesia. Sekalipun mereka tahu di negara tetangga akan memperoleh hidup yang lebih layak, mereka tetap bertahan di Indonesia, menjadi warga negara Indonesia. Mereka hanya meminta agar pemerintah juga memperhatikan nasib mereka. Hanya itu yang mereka inginkan, tak lebih. Mungkin tak banyak yang tahu, bahwa masih ada sebagian penduduk Indonesia yang belum tahu teknologi secara luas. Jangankan internet, ataupun komputer dan televisi, listrik saja masih belum mereka nikmati. Ada juga yang memang memilih hidup tanpa listrik, hidup bersatu secara total dengan alam. Memang, tak sepenuhnya pemerintah salah akan hal ini. Tapi, apabila menilik kasus korupsi yang menjamur saat ini, gigiku rasanya gemeretuk tak karuan. Aku cuma tak habis pikir, ketika masih banyak saudara kita di pelosok negeri masih hidup dalam kekurangan, ketika makan nasi beras bagi mereka masih sebuah hal yang sangat langka, ketika punggung terbakar terik matahari dan peluh mengucur deras hanya untuk sesuap nasi, maka ada sebagian saudaranya, yang sebangsa, yang sedarah ibu pertiwi, hanya sibuk menimbun kekayaan dengan cara yang haram. Alangkah ironisnya. Seandainya semua koruptor di Indonesia, semua yang hanya menimbun kekayaan demi perut dan keduniaan semata itu, melihat mereka, aku yakin mereka akan berpikir. Seandainya mereka melihat senyum, keramahan, kepolosan, kesahajaan mereka, aku yakin para tikus kotor itu akan tersentuh. Bergurulah kepada mereka, bergurulah kepada alam, serta bergurulah kepada siang yang memberi panas, dan malam yang memberi kita dingin.Tak akan pernah manusia mencapai kepuasan, jika dia tak pernah bersyukur akan rezeki yang diterima, yang memang diperuntukkan untuk dia. Dan tak terasa, malam membawa lamunanku terbang menuju ke peraduan. *** Setelah selama hampir dua tahun di Papua, akhirnya aku dan Taslim ditugaskan kembali di Jakarta. Kami senang, karena pasti bisa bertemu dengan keluarga dan anak- anak.Tapi, ada sesuatu yang mengganjalku. Beberapa hari ini aku senantiasa berpikir, bagaimana kiranya aku bisa ikut menyalurkan aspirasi penduduk Indonesia yang telah aku kantongi dalam laptopku. Video yang berisi deskripsi suatu tempat, deskripsi penduduk, potensi wisatanya, makanan khasnya, bahasa khasnya, semua aku punya. Dalam kualitas HD pula. Cuma aku belum berani untuk berbicara dengan bosku. Saat aku pulang ke rumah, aku disamput anak dan istri. Mereka sangat senang ketika aku datang. Tapi, istriku sangat mengerti kalau aku sedang bimbang. Dan jadilah malam itu aku curahkan isi hatiku padanya. Tak di sangka, dia tersenyum lebar. Tentu saja harus dipublikasikan, pa. Ini seolah aspirasi semua rakyat Indonesia. Aku bahkan tak menyangka papa bisa mengumpulkan ini selama bertahun-tahun. Tunggu apalagi pa. Kita buat perubahan di negeri ini pa. Walaupun kecil, aku yakin ini akan berhasil ucap istriku berbinar-binar. Aku tersenyum. Ya. Sebenarnya papa juga berpikiran sama ucapku sembari tersenyum. Mereka begitu polos, begitu tulus menjalani hidup, papa ingin membagi semangat hidup mereka. Agar kita semua tahu, bahwa bangsa ini sangat kaya akan keberagaman, namun tetaplah satu nusa, satu bangsa, dan satu bahasa, yaitu Indonesiapaparku. Istriku memelukku. Kurasakan damai mengelilingi tubuhku. Besok aku akan menghadap bosku dan bercerita segalanya. Semoga saja berhasil, gumamku dalam hati. *** Apa? Mempublikasikan video berisi kumpulan suku bangsa Indonesia? bosku tertawa. Aku terdiam. Apa pentingnya Lus. Jangan mengada-ada ujarnya cepat. Begini Pak. Saya jelaskan dulu. Selama ini, tayangan di televisi kini hanya di dominasi oleh acara gosip selebritis, acara komedi, dan sinetron serta film luar. Saya merasa masih sedikit sekali yang menaruh perhatian mengenai warni warni keberagaman bangsa kita. Kita punya 17.508 pulau, kita punya ribuan keragaman suku bangsa, bahasa, adat istiadat, semuanya ada di Indonesia. Tapi sayangnya, semua keragaman ini, malah kita belum kenal secara dekat. Setiap hari kita di doktrin hanya untuk melihat kehidupan glamor selebritis, seolah mereka itu seseorang yang harus kita tiru gaya hidupnya. Komedi juga terlalu berlebihan, hanya saling mengejak satu sama lain, kadang malah sampai timbul permusuhan. Saya hanya tidak mengerti apa yang kita dapat dari menonton semua itu. Saya rasa tidak ada. Cobalah kita tengok, dari pagi sampai malam isinya televisi hanya infotainment gosip dan acara komedi. Bagaimana kita bisa maju kalau setiap hari hanya dicekoki hal seperti itu. Saya.. ucapanku terpotong. Bosku nampak menyetop ucapaku. Itu namanya rating.Lus. Rating adalah nilai kesukaan penonton terhadap suatu acara. Ayolah, kita bekerja sesuai permintaan pasar konsumen. Mereka suka gosip selebritis, mereka suka komedi, mereka suka tayangan musik, ya tugas kita untuk memenuhi selera mereka.Tentu kita ingin televisi kita mendapat pasokan dana agar tetap jalan bukan, ya dari situ pemasukan dananya papar bosku. Saya mengerti, pak. Tapi, bukannya saya terlalu keras, bukankah kewajiban bangsa kita lah untuk melestarikan keberagaman itu? Bagaimana kita bisa mengetahui saudara kita di Maluku, atau di pedalaman Papua, kalau kita tidak tergerak untuk mempublikasikannya. Bagaimana kita tahu akan keberagaman bangsa ini, kalau tidak lewat media seperti televisi ini. Bagaimana kita tahu kalau mereka punya adat istiadat yang luar biasa, kalau kita tidak mempublikasikannya di televisi. Bagaimana kita tahu, kalau mereka sangat membutuhkan perhatian kita, kalau kita hanya diam saja tanpa bertindak apapun pak?. Lebih pantaskah kita melihat semua tayangan sampah itu ketimbang mengetahui kondisi saudara kita sendiri, saudara sebangsa dan setanah air kita... ucapku meninggi. Bosku memukul meja, sangat keras. Aku rasa kamu sudah keterlaluan Lus. Pikir saja pekerjaanmu, tak usah lah kau bersikap sok pahlawan. Tak ada yang memintamu melakukannya. Yang penting anak istrimu bisa hidup, sudah cukup. Jangan sok pahlawan dengan ikut memperhatikan keadaan orang lain. Berhentilah berpikir idealis dan sok sosial. Cukup,aku tak mau mendengar apapuntukas bosku, ketus. Aku berjalan gontai keluar ruangan. Terik matahari menyambutku. Langkah kakiku tetap berjalan, menebus panas dan bisingnya kota Jakarta.Aku hanya ingin melepas penat di taman. Saat mendekati perempatan lampu merah, aku melihat sekelompok orang tengah menari jathil. Dengan make up sederhana, tanpa alas kaki, mereka mengamen. Di seberang jalan nampak anak-anak kecil tengah berlarian menjajakan koran ke mobil-mobil yang tengah berhenti. Tak tahu kenapa, aku sangat trenyuh. Mereka saudara ku, satu bangsa, tapi kenapa mereka justru merasa asing di negeri sendiri? Seolah sebagai kaum terbuang. Aku menghela napas panjang. Dalam pikiranku, aku tak bisa hanya tinggal diam. Aku harus melakukan sesuatu, walau sangat kecil, untuk bangsaku. Aku tak mau hanya sebagai penonton, aku juga mau bertindak sebagai pemain. Ku langkahkan kaki kembali ke kantor, menemui bos ku dan meminta sebuah permohonan kecil. Papa keluar dari pekerjaan?istriku tersentak kaget. Aku mengangguk Tapi.... Aku peluk istriku erat. Kulihat air matanya meluruh. Aku tahu aku egois ma, tidak memikirkan istri dan keempat buah hatiku. Tapi papa tak bisa bekerja di dunia yang seperti itu ma. Dunia yang hanya memandang sesuatu dari satu sisi saja, dengan mengabaikan sisi yang lain, yang justru lebih penting dan mendesak. Papa janji akan berusaha lebih giat lagi. Aku harap mama mendukung keputusan papa ucapku lirih. Istriku mencium dahiku. Ku usap air matanya yang masih berlinang. Aku dengar dan aku laksanakan, pa. Tak apa, kita bisa memulai usaha yang baru. Mama berencana membuka usaha warung makan kecil-kecilan. Mama tahu papa jago masak. Papa bisa masak hampir semua masakan Indonesia. Bukankah ini saatnya untuk menunjukkan warna warni Indonesia?ujar istriku. Senyumku mengembang. *** Dua bulan kemudian, warung makan Indonesia berdiri, tepat di halaman rumahku. Disini menjual aneka masakan khas nusantara, yang tentu saja nikmat dan halal. Pengalaman mengajariku segalanya.Tanganku mungkin memang lebih cocok untuk menjadi seorang koki. Semua pelangganku menyatakan senang dan puas dengan masakanku.Mereka bahkan bilang, masakanku seenak buatan ibu mereka. Rasanya seperti pulang ke kampung halaman, begitu mereka berujar memujiku. Aku hanya bisa tersenyum. Istriku tersenyum menatapku dari tempat kasir. Nampaknya memang ini langkah awalku menyatukan Indonesia. Kulihat berbagai suku bangsa yang berbeda tiap hari datang ke warung makanku, mengobrol satu sama lain dengan hangat, inilah bhinneka tunggal ika yang aku harapkan bisa terjadi di negeriku. Dan mengenai kumpulan video ku, kini aku mulai mengunggahnya satu persatu di situs YouTube.Aku membuat sebuah channel dengan nama Traveling at Indonesia. Aku sadar kini pengguna jejaring sosial sudah membludak. Dan aku rasa inilah saatnya aku ikut serta dalam peramaian jejaring sosial. Maka setelah selesai di unggah di YouTube, maka segera aku sebarkan lewat Facebook, Twitter, dan juga jejaring sosial lain. Aku yakin akan banyak yang coba mengintip videonya. Aku yakin. Setiap kali ada lomba fotografi ataupun lomba video, maka video-videoku aku tampilkan sebagai peserta, baik dalam skala nasional maupun internasional. Aku tak henti mencoba memberikan pemahaman dan informasi mengenai keberagaman adat istiadat Indonesia. Aku yakin suatu hari akan ada seseorang yang sadar, seseorang yang memahami, dan seseorang ini akan menularkan virus yang sama dengan yang tengah aku rasakan. Aku yakin. Kulihat grafik pengunjung yang menonton video ku senantiasa menanjak naik setiap hari. Bahkan, banyak orang asing yang ikut memberi komentar positif. Memang sengaja aku buat dua versi video. Versi pertama dengan narasi bahasa Indonesia, sedangkan versi kedua, menggunakan bahasa Inggris. Banyak komentar yang menunjukkan keinginan yang besar untuk berkunjung ke tempat dalam videoku. Aku rasa, ini sebagai peluang juga untuk memperkenalkan budaya Indonesia ke dunia. Maka, aku pun juga mulai merintis usaha jasa akomodasi travelling khusus. Aku bergabung dengan perusahaan travelling yang sudah ada, menawarkan devisa dari para turis asing, dan mereka sangat menyukainya. Kini, usahaku kian berkembang. Warung makanku telah menjadi besar, dengan pekerjanya sudah mencapai ratusan. Sungguh aku tak menyangka. Bahkan warung makanku menjadi langganan turis yang tengah singgah ke Indonesia. Tak pernah kubayangkan bahwa artis Hollywood sekelas Brad Pitt, Julia Robert, Jennifer Lawrence, juga pernah singgah di tempatku. Aku seperti mimpi. Bahkan pejabat Indonesia pun menjadi langganan. Tentu saja, setiap hari aku memutar video ku di warung makan. Banyak yang terkesima dan tertarik menontonnya. Apalagi saat yang aku putar adalah mengenai daerah mereka, maka mereka sangat antusias, bahkan sampai berteriak karena sangat senangnya. Orang-orang yang lain juga ikut bahagia. Setiap hari hilir mudik orang datang dan pergi ke warung makan ku. Setiap hari pula aku mengurus booking travel dari luar negeri dan dalam negeri yang sangat membludak sampai kadang aku agak kewalahan. Tapi aku senang. Indonesia terkenal di luar negeri. Bukan hanya Bali yang mereka kenal, tapi mereka juga kenal semua daerah lain yang mempunyai potensi wisata yang juga sangat menakjubkan, namun selama ini masih belum terlalu diketahui umum. Mereka juga mau mempelajari budaya Indonesia, bahkan ada yang rela sampai menetap di Indonesia untuk belajar. Beberapa minggu sekali aku mengadakan pentas seni yang menampilkan budaya dari masing-masing daerah di Indonesia. Aku senang. Setiap kali acara digelar, penonton selalu berlimpah.Dan semakin berlimpah. Aku rasa, banyak yang mulai sadar, bahwa negara ini kaya akan warna warni budaya, yang sangat manis dan menarik untuk dipelajari dan di lihat. Aku masih ingat suatu malam,temanku Taslim ternyata ikut datang menonton. Dia menepuk bahuku. Aku tersenyum memeluknya. Dia berniat ikut kerja denganku. Katanya bosan bekerja di televisi. Aku pun menggodanya. Ada syaratnya...ucapku penuh teka-teki. Taslim mengernyitkan dahi. Apa syaratnya? Aku siap melakukannya ucapnya mantap Lho, bukankah belum kamu jawab pertanyaanku dulu. Siapa pahlawan dari Maluku...ucapanku terpotong. Kapitan Pattimura lah,,, aku tahu itu... hehehe potong Taslim. Kalau pahlawan wanita dari Aceh? Cut Nyak Dien. Alat musik khas Minahasa? Kolintang Aku tersenyum lebar Oke, selamat datang di Warung Indonesiasambutku. Taslim memelukku. *** Genap 5 tahun aku sudah aku menjalani usahaku. Berbagai penghargaan dan trofi dari dalam dan luar negeri terpajang manis di rumahku. Akupun mendapat tawaran untuk mempublikasikan semua videoku di televisi. Hal yang aku impi-impikan sejak lima tahun lalu. Tentu saja aku gembira. Tak sabar rasanya karyaku bisa dinikmati oleh semua warga Indonesia di pelosok negeri. Dan aku lebih bersyukur lagi, karena ternyata video ku di putar di penjara-penjara korupsi. Aku rasa itu bagus. Sehingga mereka bisa sedikit melihat keadaan nyata masyarakat dan orang-orang yang selama ini mereka rampas haknya. Impianku selanjutnya, adalah mendirikan Sekolah Indonesia. Sekolah ini adalah suatu lokasi yang diperuntukkan untuk mempelajari semua budaya Indonesia. Aku telah mengontak semua para suku bangsa yang dulu pernah aku singgahi, dan mereka bersedia membantuku melengkapi fasilitas sekolah dengan mengisi beragam alat musik, pakaian daerah, pelajaran bahasa, dan juga pelajaran memasak masakan khas daerah mereka. Bagiku, tak ada yang lebih baik daripada menyebarkan semangat cinta tanah air. Banyak yang mengikuti jejakku. Sekarang mulai banyak acara di televisi yang mengupas mengenai kebudayaan indonesia. Aku bangga. Hanya dengan berbuat kecil, aku bisa ikut menyelamatkan bangsa ini dari kepunahan budaya. Ya, begitulah aku menyebutnya. Hilangnya budaya sendiri dan diganti dengan budaya asing yang justru bertentangan dengan budaya kita. Semoga mulai sekarang semua orang bisa memulai untuk lebih menghargai budayanya, dan berusaha melestarikan semua jenis budaya Indonesia. Karena warna warni Indonesia itu, sangat indah... ***