You are on page 1of 6

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Pengertian Mineral
Mineral adalah suatu zat padat homogen yang terdiri atas unsur atau persenyawaan kimia yang
dibentuk secara alamiah oleh proses-proses anorganik, mempunyai sifat-sifat kimia dan fisika tertentu
dan mempunyai penempatan atom-atom secara beraturan di dalamnya atau dikenal sebagai struktur
kristal. Definisi mineral menurut beberapa ahli yaitu sebagai berikut
(http//klastik.wordpress.com/2010/06/17/pengertian-mineral/) :
a. L.G. Berry dan B. Mason, 1959
Mineral adalah suatu benda padat homogen yang terdapat di alam terbentuk secara anorganik,
mempunyai komposisi kimia pada batas-batas tertentu dan mempunyai atom-atom yang tersusun
secara teratur.
b. D.G.A Whitten dan J.R.V. Brooks, 1972
Mineral adalah suatu bahan padat yang secara struktural homogen mempunyai komposisi kimia
tertentu, dibentuk oleh proses alam yang anorganik.
c. A.W.R Potter dan H. Robinson, 1977
Mineral adalah suatu bahan atau zat yang homogen mempunyai komposisi kimia tertentu atau
dalam batas-batas dan mempunyai sifat-sifat tetap, dibentuk di alam dan bukan hasil suatu
kehidupan.

2.2 Sifat Fisik Mineral
Semua mineral mempunyai susunan kimia tertentu dan atom-atom yang tersusun beraturan.
Mengenal sifat-sifat mineral tersebut dapat mengidentifikasi jenis mineral tersebut. Sifat-sifat yang
bersifat fisik di antaranya adalah sebagai berikut :
a. Kilap (luster)
Merupakan kenampakan atau cahaya yang dipantulkan oleh permukaan mineral saat terkena
cahaya. Kilap mineral sangat penting untuk diketahui, karena sifat fisik ini dapat dipakai dalam
menentukan mineral secara megaskopis. Untuk itu perlu dibiasakan membedakan kilap mineral
satu dengan yang lainnya, walaupun kadang-kadang akan dijumpai kesulitan karena batas kilap
yang satu dengan yang lainnya tidak tidak begitu tegas.
b. Warna (colour)
Warna mineral merupakan kenampakan langsung yang dapat dilihat, akan tertapi tidak dapat
diandalkan dalam pemberian nama mineral karena suatu mineral dapat berwarna lebih dari satu
warna, tergantung keanekaragaman komposisi kimia dan pengotornya
(http//ptbudie.wordpress.com).
c. Cerat (streak)
Cerat adalah warna mineral dalam bentuk hancuran (serbuk). Hal ini dapat diperoleh apabila
mineral digoreskan pada bagian kasar suatu keping porselin atau dengan cara membubukan
suatu mineral kemudian dilihat warna bubukan tersebut. Warna cerat untuk mineral tertentu
umumnya tetap walaupun warna mineralnya berubah-ubah. Warna serbuk lebih khas
dibandingkan dengan warna mineral secara keseluruhan sehingga dapat digunakan untuk
mengidentifikasi mineral.
d. Bentuk ( form)
Mineral mampu berbentuk kristal (kristalin) yang teratur dan dikendalikan oleh sistem kristalnya.
Mineral yang tidak mempunyai system kristal disebut amorf.
e. Berat jenis (specific gravity)
Berat jenis adalah perbandingan antara berat mineral dengan volume mineral. Berat jenis suatu
material biasanya berbeda-beda terutama material yang berasal dari alam dan langsung dipakai
tanpa diolah melalui industri terlebih dahulu (http//gambarteknik.blogspot.com).
f. Kelistrikan
Kelistrikan adalah sifat listrik mineral yang dapat dipisahkan menjadi dua yaitu pengantar arus
atau konduktor dan tidak menghantarkan arus disebut non konduktor. Selain itu ada mineral yang
bersifat sebagai konduktor dalam batas-batas tertentu sehingga disebut semi konduktif
(http//ptbudie.wordpress.com).
g. Pecahan (fracture)
Pecahan adalah kecenderungan mineral untuk terpisah-pisah dalam arah yang tidak teratur
apabila mineral dikenai gaya.
h. Sifat dalam
Sifat dalam adalah sifat mineral apabila kita berusaha untuk mematahkan, memotong,
menghancurkan, membengkokkan, atau mengirisnya (http//ptbudie.wordpress.com).

2.3 Mikroskop Elektron
Mikroskop elektron adalah sebuah mikroskop yang mampu untuk melakukan pembesaran objek
sampai 2 juta kali yang menggunakan elektro statik dan elektro magnetik untuk mengontrol pencahayaan
dan tampilan gambar serta memiliki kemampuan pembesaran objek serta resolusi yang jauh lebih bagus
daripada mikroskop cahaya. Mikroskop elektron ini menggunakan jauh lebih banyak energi dan radiasi
elektromagnetik yang lebih pendek dibandingkan mikroskop cahaya.
Pada 1920 ditemukan suatu fenomena bahwa elektron yang dipercepat dalam suatu kolom
elektromagnet, dalam kondisi hampa udara (vakum) berkarakter seperti cahaya dengan panjang
gelombang yang 100.000 kali lebih kecil dari cahaya. Selanjutnya ditemukan juga bahwa medan listrik
dan medan magnet dapat berperan sebagai lensa dan cermin seperti pada lensa gelas dalam mikroskop
cahaya. Beberapa jenis mikroskop elektron adalah SEM atau scanning electron microscope yang
dilengkapi dengan EDS (energy dispersive spectroscopy), TEM atau transmission electron microscope
dan EPMA (electron probe micro analyzer). Jenis mikroskop tersebut banyak digunakan oleh para
ilmuwan untuk melihat struktur mikro mahkluk hidup atau suatu material (Marhamah Nur dan Rita, 2010).
Gambar 2 menunjukkan skema suatu mikroskop elektron.

Gambar 2 : Skema mikroskop elektron (www.mse.iastate.edu/microscopyhome.html).

2.4 SEM (Scanning Electron Microscope)
Scanning electron microscope (SEM) merupakan sejenis mikroskop yang menggunakan elektron
sebagai pengganti cahaya untuk melihat benda dengan resolusi tinggi. Analisis SEM bermanfaat untuk
mengetahui mikrostruktur (termasuk porositas dan bentuk retakan) benda padat. Berkas sinar elektron
dihasilkan dari filamen yang dipanaskan disebut electron gun.
Gelombang elektron yang dipancarkan electron gun pada sebuah SEM terkondensasi pada lensa
kondensor dan difokuskan sebagai titik yang jelas oleh lensa objektif. Scanning coil yang diberi energi
menyediakan medan magnetik bagi sinar elektron. Berkas sinar elektron yang mengenai spesimen akan
menghasilkan elektron sekunder dan kemudian dikumpulkan oleh detektor sekunder atau detektor
backscatter. Gambar yang dihasilkan terdiri dari ribuan titik berbagai intensitas di permukaan cathode ray
tube (CRT) sebagai topografi. Pada sistem ini berkas elektron dikonsentrasikan pada spesimen,
bayangannya diperbesar dengan lensa objektif dan diproyeksikan pada layar (Gabriel, 1993). Gambar 3
menunjukkan skema sebuah SEM.

Gambar 3 : Skema scanning electron microscope (SEM); (Budi dan Citra, 1993).
Sistem penyinaran dan lensa pada SEM sama dengan mikroskop cahaya biasa. Pada pengamatan
yang menggunakan SEM, spesimen harus konduktif agar dapat memantulkan berkas elektron dan
mengalirkannya ke ground. Bila spesimen tidak bersifat konduktif, perlu dilapisi dengan platina atau
karbon. Pada pembentukan lapisan konduktif, spesimen yang akan dilapisi diletakkan pada tempat
percontoh di sekeliling anoda. Ruang dalam tabung kaca dibuat mempunyai suhu rendah dengan
memasang tutup kaca rapat dan gas yang ada dalam tabung dipompa keluar. Antara katoda dan anoda
dipasang tegangan 1,2 kV sehingga terjadi ionisasi udara bertekanan rendah. Elektron bergerak menuju
anoda dan ion positif dengan energi yang tinggi bergerak menumbuk katoda platina atau karbon. Hal ini
menyebabkan partikel platina atau karbon menghambur dan mengendap di permukaan spesimen.
Pelapisan ini dilakukan selama 4 menit. Contoh analisis SEM memperlihatkan morfologi permukaan
untuk percontoh uji mineral galena ditunjukkan pada Gambar 4.

Gambar 4 : Hasil analisis SEM mineral galena menunjukkan bentuk kubistis.


Gambar 5 : Berkas elektron berinteraksi dengan spesimen
Untuk SEM, sinyal yang sering digunakan adalah elektron sekunder (SE) dan elektron hamburan
belakang (BSE). Kedua sinyal ini bervariasi sebagai akibat perbedaan topografi permukaan ketika berkas
elektron tersebut menyapu permukaan percontoh uji. Emisi elektron sekunder terkungkung pada volume
di sekitar permukaan berkas elektron menumbuk, sehingga memberikan bayangan dengan resolusi yang
relatif tinggi. Penampakan tiga dimensi bayangan yang diperoleh berasal dari kedalaman yang besar
yang ditembus oleh medan SEM seperti juga efek bayangan dari elektron sekunder. Sinyal-sinyal yang
lain berguna untuk keperluan karakterisasi yang lain. Gambar 5 menunjukkan berkas sinar elektron
berinteraksi dengan spesimen.

2.4.1 Elektron Sekunder (SE)
Pada SEM digunakan berkas elektron yang dibangkitkan dari filament dan diarahkan pada percontoh
uji, untuk elektron yang energinya di bawah 50 keV, berinteraksi langsung dengan elektron pada atom
percontoh uji di permukaan. Sehingga elektron elektron yang ada pada kulit terluar atom permukaan
percontoh uji akan terlempar ke luar dan dikumpulkan oleh detektor sampai dihasilkan gambar topografi
permukaan percontoh uji. Terkait dengan sifat elektron sekunder yang memiliki kerapatan tinggi maka
elektron sekunder ini memiliki resolusi ruang (spatial) yang tinggi dibandingkan dengan sinyal yang lain
yang mungkin timbul akibat interaksi berkas elektron ini dengan percontoh uji. Elektron sekunder
membawa hanya sedikit informasi tentang komposisi unsur dari percontoh uji, namun bagaimanapun
sensitivitas topografi dan resolusi ruang yang tinggi menyebabkan elektron sekunder ini dipakai untuk
memperoleh bayangan mikroskopik. Sehubungan dengan hal ini maka bayangan yang dihasilkan oleh
elektron sekunder sangat mudah diinterpretasikan secara visual.

2.4.2 Elektron Hamburan Belakang (Backscattered electron /BSE)
Jika elektron primer (elektron dari berkas yang datang) berinteraksi dengan inti atom atau satu
elektron dari atom percontoh uji, elektron primer ini dapat dipantulkan ke suatu arah dengan mengalami
sedikit kehilangan energi. Sebagian dari beberapa elektron terpantul ini dapat saja mengarah keluar dari
percontoh uji, sehingga setelah beberapa kali pantulan dapat dideteksi. Elektron hambur balik ini lebih
energik dibandingkan dengan elektron sekunder meskipun sudah terpendam di dalam percontoh uji
masih dapat dipantulkan, oleh karena itu bila dibandingkan dengan elektron sekunder, sinyal elektron
hambur balik tidak dapat memberikan informasi tentang topografi dan resolusi ruang pada percontoh uji.
Jika nomor atom dalam percontoh uji semakin besar maka besar gaya pantulan inti positifnya lebih besar
sehingga elektron hambur balik ini dapat memberikan informasi tentang komposisi percontoh uji.

2.5 Energy Dispersive Spectroscope (EDS)
EDS menggunakan teknik pantulan sinar-X (X-ray) yang dihasilkan dari interaksi antar elektron
dengan obyek yang kemudian ditangkap oleh detektor. Metode EDS digunakan untuk mengidentifikasi
jenis mineral dan unsur-unsur yang terkandung dari obyek yang diamati secara kuantitatif. Tampilan
informasi data analisis ini berupa grafik yang diperoleh dari X-ray spot analysis, line analysis dan XRM,
maupun berupa area komposisi (yang ditunjukkan dengan warna-warna bukan sebenarnya dari
komposisi unsur terkandung dalam obyek) dari hasil X-ray mapping analysis.

2.6 Transmission Electron Microscope (TEM)
Transmission electron microscope (TEM) adalah sebuah instrumen atau alat yang dipakai dalam
teknik penggambaran (imaging) dari sebuah struktur mikro, dimana sebuah sinar elektron ditransmisikan
menembus spesimen yang sangat tipis. Gambar tersebut diperbesar dan terfokus pada sebuah sensor
penangkap gambar (imaging device), seperti : layar fluorescent, lapisan fotografi, atau terdeteksi oleh
sebuah sensorseperti kamera CCD (Ekaditya, 2010).

You might also like