Pengaruh Komposisi Campuran MEA-DEA dan Jumlah Serat Membran
Pada Proses Absorbsi CO
2 Menggunakan Kolom Membran Serat Berpori
MAKALAH
Dibuat untuk memenuhi salah satu syarat mengikuti Mata Kuliah Laboratorium Operasi Teknik Kimia Jurusan Teknik Kimia Fakultas Teknik Universitas Sriwijaya
OLEH : KELOMPOK 4 Nyimas Ulfatry Utami ( 03111403021 ) Joshua E. Langitan ( 03111403022 ) Tika Permata Sari ( 03111403024 ) Amalia Rizky Putriani ( 03111403050 )
JURUSAN TEKNIK KIMIA FAKULTAS TEKNIK UNIVERSITAS SRIWIJAYA 2014
KATA PENGANTAR
Puji syukur kami panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa atas berkat rahmat dan karunia-Nya, kami dapat menyelesaikan makalah yang berjudul Pengaruh Komposisi Campuran MEA-DEA dan Jumlah Serat Membran Pada Proses Absorbsi CO 2 Menggunakan Kolom Membran Serat Berpori. Makalah ini disusun untuk menambah pemahaman khususnya tentang Unit Operasi Teknik Kimia di bidang Wetted Wall Column Absorption. Selain itu, makalah ini dibuat untuk memenuhi tugas praktikum Unit Operasi Teknik Kimia. Dalam penyusunan makalah ini, kami mengucapkan terima kasih kepada semua pihak yang telah membantu dalam menyelesaikan makalah ini, terutama Kak Birman Firliansyah selaku pembimbing kami. Karena dengan bimbingannya kami dapat memahami prinsip kerja pada Wetted Wall Column Absorption dan juga pengaplikasiannya dalam industri. Kami menyadari bahwa makalah ini masih jauh dari sempurna. Oleh karena itu, kritik dan saran dari semua pihak yang bersifat membangun selalu kami harapkan demi kesempurnaan makalah. Semoga makalah ini dapat bermanfaat bagi kita semua.
Palembang, April 2014
Penyusun
3
BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Indonesia merupakan negara yang mempunyai cadangan gas alam yang cukup besar. Di tengah kondisi harga minyak mentah bumi yang tidak stabil dan kebutuhan energi yang semakin meningkat, gas alam ini menjadi energi alternatif yang sangat dibutuhkan. Sebagai alternatif energi utama, kualitas gas juga penting untuk ditingkatkan. Di mana dalam hal ini, digunakan suatu proses pemurnian gas alam untuk menjaga kualitas gas alam dari kontaminan yang terkandung didalamnya, terutama kandungan kontaminan CO 2 yang cukup besar. Berbagai teknologi telah digunakan dalam proses pemisahan CO 2 dari gas alam, seperti absorpsi, adsorpsi, distilasi kriogenik, dan teknologi membran. Tetapi sampai saat ini, absorpsi masih menjadi pilihan yang baik dalam hal pemurnian gas, namun pada kolom absorber yang ada saat ini membutuhkan energi yang besar, instalasinya besar, dan tegantung pada unit-unit operasi lain. Kekurangan-kekurangan ini mendorong alternatif ke arah teknologi kontaktor baru yang diharapkan dapat menanggulangi masalah di atas. Metode baru tersebut dalam mengontakkan pelarut dengan CO 2 adalah dengan menggunakan kontaktor membran serat berpori. Metode ini mempunyai kelebihan-kelebihan seperti mudah diaplikasikan dengan unit lain, low maintenance, hemat energi, mudah untuk scale-up, dan aplikatif pada pengolahan gas. 1.2. Rumusan Masalah 1) Bagaimana pengaruh komposisi amina campuran (MEA-DEA) pada proses absorbsi CO 2 dengan menggunakan metode kontaktor serat berpori? 2) Bagaimana pengaruh jumlah serat pada proses absorbsi CO 2 dengan menggunakan metode kontaktor serat berpori? 1.3. Tujuan 1) Untuk mengetahui pengaruh komposisi amina campuran (MEA-DEA) pada proses absorbsi CO 2 dengan menggunakan metode kontaktor serat berpori. 2
2) Untuk mengetahui pengaruh jumlah serat pada proses absorbsi CO 2 dengan menggunakan metode kontaktor serat berpori. 1.4. Manfaat 1) Mengetahui pengaruh komposisi amina campuran (MEA-DEA) pada proses absorbsi CO 2 dengan menggunakan metode kontaktor serat berpori. 2) Mengetahui pengaruh jumlah serat pada perpindahan massa proses absorbsi CO 2 dengan menggunakan metode kontaktor serat berpori. 1.5. Batasan Masalah 1) Pengaruh komposisi amina campuran (MEA-DEA) pada proses absorbsi CO 2
dengan menggunakan metode kontaktor serat berpori. 2) Pengaruh jumlah serat pada perpindahan massa proses absorbsi CO 2 dengan menggunakan metode kontaktor serat berpori.
3
BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Absorpsi Absorpsi adalah suatu proses pemisahan suatu komponen fluida dari campurannya dengan menggunakan solven atau fluida lain. Absorpsi dapat dilakukan pada fluida yang relatif berkonsentrasi rendah maupun yang bersifat konsentrat. Prinsip operasi ini adalah memanfaatkan besarnya difusivitas molekul- molekul gas pada larutan tertentu. Tujuan dari operasi ini umumnya adalah untuk memisahkan gas tertentu dari campurannya. Biasanya campuran gas tersebut terdiri dari gas inert dan gas yang terlarut dalam cairan. Cairan yang digunakan juga umumnya tidak mudah menguap dan larut dalam gas. Sebagai contoh yang umum dipakai adalah absorpsi amonia dari campuran udara-amonia oleh air. Setelah absorpsi terjadi, campuran gas akan di-recovery dengan cara distilasi. Peristiwa absorpsi adalah salah satu peristiwa perpindahan massa yang besar peranannya dalam proses industri. Peristiwa ini dikendalikan oleh laju difusi dan kontak antara dua fasa serta dapat terjadi secara fisika maupun kimia. Absorbsi fisika merupakan absorbsi dimana gas terlarut dalam cairan penyerap tidak disertai dengan reaksi kimia. Contoh dari absorpsi fisika antara lain sistem amonia-udara-air dan aseton-udara-air. Sedangkan Absorbsi kimia merupakan absorbsi dimana gas terlarut didalam larutan penyerap disertai dengan adanya reaksi kimia. Contoh dari absorpsi kimia adalah NOx-udara-air, dimana NOx akan bereaksi dengan air membentuk HNO 3 . 2.2. CO 2 (Karbon Dioksida) Karbon dioksida adalah senyawa kimia yang terbentuk dari 2 atom oksigen dan satu atom karbon. Karbon dioksida tidak berwarna dan pada konsentrasi rendah tidak berbau. Karbon dioksida bersifat asam ketika bereaksi dengan air membentuk asam karbonat. Karbon dioksida berubah fasa menjadi fasa padat pada suhu -78,51 o C atau -109,3 o F pada tekanan atmosfer. Densitas CO 2 pada keadaan standar adalah 1,98 kg/m 3 . Karbon dioksida juga bersifat toksik pada konsentrasi yang tinggi. Selain 10
sebagai pengotor/pencemar di udara, CO 2 juga memiliki manfaat yang luas dalam kehidupan sehari-hari seperti : 1) Makanan dan minuman 2) Sistem Pneumatik 3) Pemadam api 4) Pengelasan 5) Proses kimia dan farmasi 6) Aplikasi laser 7) EOR (Enhanced Oil Recovery) Sehingga CO 2 juga merupakan komoditas yang potensial untuk diambil (recovery) dari gas alam. Keberadaan CO 2 dalam gas alam juga akan menimbulkan kerugian jika tidak dihilangkan. Kerugian ini mencakup kerusakan alat yang ditimbulkan, hingga penurunan kualitas produk gas alam. Sehingga CO 2 sebaiknya diambil dari gas alam karena dapat menimbulkan berbagai kerugian dan di sisi lain dapat dimanfaatkan untuk berbagai keperluan. 2.3. Amina Pemilihan larutan penyerap yang akan digunakan ini didasarkan pada pertimbangan syarat-syarat yang harus dimiliki oleh suatu pelarut Senyawa amina adalah pelarut yang paling banyak digunakan pada proses absorpsi CO 2 sebagai absorben, karena senyawa amina dapat bereaksi dengan CO 2 membentuk senyawa kompleks (ion karbamat) dengan ikatan kimia yang lemah. Ikatan kimia ini dapat dengan mudah terputus dengan pemanasan (mild heating), sehingga regenerasi absorben (senyawa amina) dapat dengan mudah terjadi. Sehingga dapat dikatakan bahwa senyawa amina adalah pelarut yang efisien pada proses operasional absorpsi CO 2 . Senyawa amina yang paling sering digunakan sebagai absorben pada absorpsi CO 2 adalah MEA (monoethanolamine), DEA (diethanolamine), dan MDEA (methyldiethanolamine), ketiga senyawa amina tersebut memiliki kemampuan menyerap CO 2 yang baik, laju absorpsi yang cepat, dan mudah untuk diregenerasi. 11
2.4. Pemisahan CO 2 dengan Teknologi Absorpsi Pemisahan CO 2 dengan absorpsi adalah metode yang paling sering dijumpai. Absorpsi lebih disukai dalam industri pengolahan gas dibanding teknologi lain karena efektivitas yang tinggi, kualitas produk yang baik, dan relatif mudah serta murah jika melihat efektivitasnya. Teknologi absorpsi prinsipnya adalah melarutkan CO 2 dalam pelarut yang sesuai. Perbedaan kelarutan antara hidrokarbon dan CO 2 dalam absorben menyebabkan produk keluaran akan bersih dari CO 2 . Ada beberapa cara dalam mengontakkan CO 2 dengan pelarut, diantaranya adalah dengan kontaktor kolom dan kontaktor membran. Kontaktor kolom berbentuk seperti kolom tinggi yang didalamnya berisi media pengontak seperti tray atau packing. Kolom absorber biasanya berisi tray dan kolom regenerasi pelarut menggunakan packing. Sour gas akan masuk dari bagian bawah kolom absorber dan solven dimasukkan dari atas sehingga terjadi kontak secara countercurrent dan CO 2 akan larut dalam absorben (biasanya senyawa alko- amina). Sebuah teknologi baru berupa penggabungan antara teknologi membran dan absorpsi adalah kontaktor membran serat berpori. Kontaktor ini berbentuk seperti fiber dengan shell dan tube. Solven dan gas CO 2 akan dikontakkan melalui lapisan membran dengan diameter porositas tertentu. Proses absorpsi CO 2 dengan pelarut campuran amina (MEA-DEA) berlangsung secara kimiawi dengan persamaan reaksi berikut : 2 (C 2 H 4 OH)NH 2
(aq) + CO 2
(g) (C 2 H 4 OH)NHCOONH 3 (C 2 H 4 OH) (aq)
2 (C 2 H 4 OH) 2 NH (aq) + CO 2
(g) (C 2 H 4 OH) 2 NHCOONH 2 (C 2 H 4 OH) 2
(aq)
2.5. Kontaktor Membran Serat Berpori Membran adalah suatu penghalang selektif di antara dua fasa sehingga molekul tertentu dapat menembusnya sedangkan molekul lain tidak. Hal ini dikarenakan perbedaan ukuran pori membran dan molekul tersebut ataupun karena sifat dari membran (permeabilitas, selektifitas). Penggunaan kontaktor membran serat berpori merupakan proses membran yang relatif baru. Kontaktor membran serat berpori, yang memiliki struktur seperti 12
Gambar 2.1, menggunakan membran serat berpori tipe reverse osmosis sebagai pemisah antar fasa satu dengan fasa lainnya. Struktur modul membran serat berpori mirip dengan modul kapiler tetapi yang berbeda adalah dimensinya. Struktur serat di dalam modul yang asimetrik memiliki diameter dalam sekitar 42 mikron (0,0016 inchi) dan diameter luar sekitar 85 mikron (0,0033 inchi).
Gambar 2.1. Kontaktor Membran Serat Berpori Pada umumnya membran yang digunakan dalam proses industri dapat dibagi menjadi dua jenis bahan, yaitu membran biologis dan membran sintetik. Pada kontaktor membran serat berpori ini, membran yang digunakan adalah membran sintetik yang terbuat dari salah satu jenis polimer, yaitu Polivinil Klorida (PVC). Polivinil Klorida (PVC) merupakan salah satu polimer adisi sintetik yang banyak dimanfaatkan dalam kehidupan sehari-hari.
13
BAB III PEMBAHASAN Dalam makalah ini, digunakan metode kontaktor membran serat berpori untuk menganalisis efektivitas dari campuran amina (MEA-DEA) sebagai pelarut dalam absorpsi CO 2 . Dimana variasi dalam penelitian yang dilakukan oleh peneliti ini adalah komposisi dari campuran amina (MEA-DEA) dan jumlah serat dari membran serta dilakukan dengan mempelajari perpindahan massa yang terjadi.
Gambar 3.1. Modul Membran Serat Berpori Variasi komposisi amina yang digunakan dalam percobaan ini adalah sebagai berikut : Tabel 3.1. Variasi komposisi amina
No Komposisi Amina (% berat) MEA DEA Aquadest 1 0 10 90 2 2 8 90 3 4 6 90 4 6 4 90 5 8 2 90 6 10 0 90 Berikut adalah ilustrasi sistem absorpsi CO 2 melalui kontaktor membran serat berongga : 14
Gambar 3.2. Rangkaian Proses Absorpsi CO 2 melalui kontaktor membran serat berpori Tabel 3.2. Data Pengamatan Jumlah serat Komposisi (%wt) Masuk (mol/menit) Keluar (mol/menit) % CO 2
bagian penting dari sistem ini karena menjadi pintu masuk sekaligus tempat utama terjadinya reaksi antara amina dan CO 2 . 3.1. Pengaruh Komposisi Amina Campuran (MEA-DEA) Sebagai tempat awal CO 2 memasuki pelarut, maka konsentrasi CO 2 dalam lapisan ini sangat tinggi, sehingga reaksi antara amina dan CO 2 sebagian besar terjadi pada bagian ini. Akibatnya terdapat perbedaan konsentrasi yang sangat besar baik untuk CO 2 maupun pelarut antara sisi dinding membran dan di titik tengah membran.
Gambar 3.3. Grafik persentase CO 2 setelah melewati modul (CO 2 terserap) Dari grafik di atas, terlihat bahwa CO 2 yang terserap semakin meningkat dengan meningkatnya konsentrasi berat MEA dan titik tertinggi absorpsi CO 2 dicapai pada saat komposisi campuran amina 6% MEA + 4% DEA. Begitu pula dengan perpindahan massa yang terjadi di dalam proses absorpsi Hal ini dikarenakan senyawa MEA bereaksi dengan lebih baik dengan CO 2 dibanding dengan DEA. Namun, setelah mencapai konsentrasi tertentu, terlihat penambahan konsentrasi MEA dalam pelarut tidak berpengaruh signifikan, bahkan untuk konsentrasi yang lebih tinggi, nilai koefisien perpindahan massa ini menurun. 0 10 20 30 40 50 60 70 80 90 100 0 2 4 6 8 10 10 8 6 4 2 0 %
C O 2
t e r s e r a p
% berat amina ( MEA + DEA ) Serat 20 Serat 30 Serat 40 16
3.2. Pengaruh Jumlah Serat Jumlah serat yang digunakan dalam percobaan ini adalah 20, 30, dan 40. Semakin bertambahnya jumlah serat pada modul akan memperbesar luas kontak antara gas dan cairan. Luas kontak ini penting untuk mendapatkan kapasitas absorpsi yang besar.
Gambar 3.3. Grafik pengaruh jumlah serat terhadap persentase CO 2 setelah melewati modul Pada grafik ini terlihat bahwa semakin bertambahnya jumlah serat pada modul akan menurunkan persentase CO 2 sehingga menurunkan nilai perpindahan massa. Sedangkan untuk kapasitas penyerapan, berlaku sebaliknya, dimana jumlah serat berbanding lurus dengan kapasitas penyerapan. Bertambahnya luas kontak gas-cair tidak berarti meningkatkan konsentrasi CO 2 dalam pelarut. Sebaliknya, dengan jumlah CO 2 yang sama, semakin banyak jumlah serat dalam modul, maka jumlah CO 2 ini akan terbagi-bagi pada serat yang lebih banyak. Peningkatan laju linier pelarut dalam serat akan menurunkan tahanan pada lapisan cairan dan meningkatkan turbulensi aliran yang akan berpengaruh baik pada distribusi konsentrasi radial pelarut sehingga absorpsi lebih optimum. Hal ini menyebabkan perpindahan massa untuk serat 20 lebih tinggi daripada serat 30 dan 40. Namun jika daya penyerapan ini dijumlahkan pada semua luas serat membran, maka serat 40 memiliki daya penyerapan paling baik. 0.0000 0.1000 0.2000 0.3000 0.4000 0.5000 0.6000 0.7000 0.8000 10 20 30 40 50 %
C O 2
O U T
/
C O 2
I N
Jumlah Serat 0% MEA + 10% DEA 2% MEA + 8% DEA 4% MEA + 6% DEA 6% MEA + 4% DEA 8% MEA + 2% DEA 10% MEA + 0% DEA 17
13
BAB IV PENUTUP 4.1. Kesimpulan 1) Komposisi pelarut terbaik adalah 6% MEA + 4% DEA (persen berat) dengan CO 2 terserap hingga 85,57%. Semakin meningkatnya persentase berat MEA, s akan meningnkatkan absorpsi amina dengan CO 2 sehingga CO 2 yang terserap semakin banyak dan perpindahan massa akan naik seiring dengan naiknya konsentrasi MEA. 2) Semakin besar jumlah serat pada modul kontaktor maka kapasitas penyerapan juga akan meningkat, namun menurunkan nilai perpindahan massa.
DAFTAR PUSTAKA F. P. Incropera, D. P. DeWitt, T. L. Bergman & A. S. Lavine, 2006, Fundamentals of Heat and Mass Transfer ,6th ed., pp 686688. John Wiley & Sons US Firdaus, Muhammad Yusuf. 2011. Dasar-Dasar Absorpsi. http://muhammadyusuffirdaus.wordpress.com/2011/10/23/dasar-dasar- absorpsi/. Diakses pada tanggal 08 April 2014 Naibaho, Antonius. 2010. Tugas Akhir Ansorpsi CO 2 . http://lontar.ui.ac.id/file?file=digital/20312105-S43396-Absorpsi%20Co2. Diakses pada tanggal 08 April 2014