You are on page 1of 448

i Evaluasi Lima Tahun Pelaksanaan RPJMN 2004-2009

Kementerian Perencanaan Pembangunan Nasional/


Badan Perencanaan Pembangunan Nasional
Tahun 2010
EVALUASI LIMA TAHUN
PELAKSANAAN RPJMN 2004-2009
ii MEMELIHARA MOMENTUM PERUBAHAN MEMELIHARA MOMENTUM PERUBAHAN
iii Evaluasi Lima Tahun Pelaksanaan RPJMN 2004-2009 Evaluasi Lima Tahun Pelaksanaan RPJMN 2004-2009
Dr. H. Susilo Bambang Yudhoyono
Presiden Republik Indonesia
2009-2014
iv MEMELIHARA MOMENTUM PERUBAHAN MEMELIHARA MOMENTUM PERUBAHAN
v Evaluasi Lima Tahun Pelaksanaan RPJMN 2004-2009 Evaluasi Lima Tahun Pelaksanaan RPJMN 2004-2009
Prof. Dr. Boediono
Wakil Presiden Republik Indonesia
2009-2014
vi MEMELIHARA MOMENTUM PERUBAHAN
vii Evaluasi Lima Tahun Pelaksanaan RPJMN 2004-2009
MENTERI PERENCANAAN PEMBANGUNAN NASIONAL/
KEPALA BADAN PERENCANAAN PEMBANGUNAN NASIONAL
Assalamualaikum warahmatullahi wabarakatuh,
Salam sejahtera,
Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional (RPJMN) 20042009
sebagai landasan dalam menjalankan pemerintahan lima tahun yang lalu
telah ditetapkan melalui Peraturan Presiden Nomor 7 Tahun 2005. Untuk
menjalankan visi dan misi Presiden terpilih pada saat itu, yaitu Presiden
Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) telah disusun tiga agenda pembangunan,
yang meliputi: (1) Menciptakan Indonesia yang Aman dan Damai, (2)
Mewujudkan Indonesia yang Adil dan Demokratis, serta (3) Meningkatkan
Kesejahteraan Rakyat.
Dalam pelaksanaan setiap tahunnya, RPJMN dituangkan dalam Rencana
Kerja Pemerintah (RKP). Sementara itu, agar terjadi sinergi pembangunan
pusat dan daerah, maka dalam pelaksanaan pembangunan disusun
pula Rencana Pembangunan Jangka Menengah Daerah yang disusun
berdasarkan visi dan misi Gubernur, Bupati atau Walikota terpilih dan
mengacu kepada RPJMN. Dengan demikian, pembangunan yang sesuai dengan situasi dan kondisi serta
aspirasi masyarakat di masing-masing daerah dapat terwujud dengan baik.
RPJMN 20042009 telah berakhir pelaksanaannya pada tahun 2009 yang lalu. Meskipun masa bakti Kabinet
Indonesia Bersatu (KIB) di bawah kepemimpinan Presiden SBY dan Wakil Presiden Mohammad Jusuf Kalla
(JK) telah berakhir di penghujung pelaksanaan RPJMN 20042009, namun keberlanjutan pelaksanaan
pembangunan oleh KIB II di bawah kepemimpinan Presiden SBY dan Wakil Presiden Boediono dapat terjaga
dengan baik.
Untuk mengetahui pencapaian pembangunan yang telah dilaksanakan selama kurun waktu 20042009,
maka dilakukan Evaluasi 5 Tahun Pelaksanaan RPJMN 20042009. Hasil evaluasi ini selain berguna sebagai
laporan akan digunakan pula sebagai masukan dalam penyusunan kebijakan pembangunan khususnya dalam
melaksanakan RPJMN 2010-2014.
Secara umum RPJMN 20042009 telah terlaksana dengan baik dan berhasil mencapai kemajuan yang berarti
bagi pembangunan Indonesia. Pencapaian sasaran-sasaran dari Agenda Mewujudkan Indonesia yang Aman
dan Damai menunjukkan hasil yang cukup baik. Situasi aman dan damai dapat terwujud berkat kemajuan
dalam penyelesaian berbagai konflik di daerah maupun konflik antarkelompok warga masyarakat serta
penanggulangan berbagai bentuk kriminalitas.
K
a
t
a

P
e
n
g
a
n
t
a
r
viii MEMELIHARA MOMENTUM PERUBAHAN
Sasaran-sasaran pada Agenda Mewujudkan Indonesia yang Adil dan Demokratis, cukup baik dicapai,
diantaranya ditunjukkan oleh meningkatnya pelayanan birokrasi kepada masyarakat yang terutama tercermin
dari penurunan praktik korupsi. Sedangkan pada Agenda Meningkatkan Kesejahteraan Rakyat, secara
umum hasil pencapaian sasaran-sasaran cukup baik seperti ditunjukkan oleh semakin meningkatnya taraf
pendidikan dan juga taraf kesehatan masyarakat. Memang patut diakui bahwa masih terdapat beberapa hal
yang memerlukan komitmen dan upaya lebih keras lagi dari semua pihak untuk mendapatkan pencapaian
yang lebih baik, seperti dalam penurunan jumlah penduduk miskin dan penurunan jumlah pengangguran
terbuka.
Akhirnya, kerja keras dan upaya yang telah kita tempuh bersama selama kurun waktu lima tahun yang lalu
telah memberikan pencapaian yang harus dilihat secara berimbang. Perubahan-perubahan yang telah berhasil
kita lewati bersama akan menjadi kekuatan dalam mewujudkan cita-cita bangsa. Dengan telah terbentuk dan
berfungsinya KIB II, pemerintah berkeyakinan bahwa perubahan yang telah kita alami dan telah kita capai
tersebut akan membuahkan hasil yang lebih baik lagi bagi bangsa Indonesia di masa yang akan datang.
Terima kasih.
Wassalamualaikum warahmatullahi wabarakatuh,
Jakarta, Maret 2010
Menteri Perencanaan Pembangunan Nasional/
Kepala Badan Perencanaan Pembangunan Nasional (BAPPENAS)
Armida S. Alisjahbana
aan Pembangunan Nasi
ix Evaluasi Lima Tahun Pelaksanaan RPJMN 2004-2009
D
a
f
t
a
r

I
s
i
Kata Pengantar........................................................................................................
Daftar Isi ................................................................................................................
Daftar Tabel ...........................................................................................................
Daftar Gambar........................................................................................................
Ucapan Terima Kasih..............................................................................................
.
Bagian 1 Pendahuluan.......................................................................................
BAB 1.1 Visi RPJMN 20042009 ..........................................................
BAB 1.2 Misi RPJMN 20042009 ........................................................
BAB 1.3 Strategi RPJMN 20042009 ...................................................
BAB 1.4 Agenda PJMN 20042009 .....................................................
BAB 1.5 Permasalahan dan Tantangan .................................................
Bagian 2 Agenda Mewujudkan Indonesia yang Aman dan Damai......................
Bab 2.1 Pengantar Agenda Mewujudkan Indonesia yang Aman dan
Damai......................................................................................
Bab 2.2 Peningkatan Rasa Saling Percaya dan Harmonisasi Antar
kelompok Masyarakat .............................................................
Bab 2.3 Pengembangan Kebudayaan yang Berlandaskan pada Nilai-
nilai Luhur................................................................................
Bab 2.4 Peningkatan Keamanan, Ketertiban, dan Penanggulangan
Kriminalitas..............................................................................
Bab 2.5 Pencegahan dan Penanggulangan Separatisme.......................
Bab 2.6 Pencegahan dan Penanggulangan Gerakan Terorisme............
Bab 2.7 Peningkatan Kemampuan Pertahanan Negara........................
Bab 2.8 Pemantapan Politik Luar Negeri dan Peningkatan Kerjasama
Internasional............................................................................
Bagian 3 Agenda Mewujudkan Indonesia yang Adil dan Demokratis..................
Bab 3.1 Pengantar Agenda Mewujudkan Indonesia yang Adil dan
Demokratis..............................................................................
Bab 3.2 Pembenahan Sistem dan Politik Hukum..................................
Bab 3.3 Penghapusan Diskriminasi Dalam Berbagai Bentuk.................
Bab 3.4 Penghormatan, Pengakuan, dan Penegakan Atas Hukum dan
Hak Asasi Manusia....................................................................
Bab 3.5 Peningkatan Kualitas Kehidupan dan Peran Perempuan serta
Kesejahteraan dan Perlindungan Anak....................................
Bab 3.6 Revitalisasi Proses Desentralisasi dan Otonomi Daerah..........
Bab 3.7 Penciptaan Tata Pemerintahan yang Bersih dan Berwibawa...
Bab 3.8 Perwujudan Lembaga Demokrasi yang Makin Kokoh..............
Bagian 4 Agenda Meningkatkan Kesejahteraan Rakyat.....................................
Bab 4.1 Pengantar Agenda Meningkatkan Kesejahteraan Rakyat........
Bab 4.2 Penanggulangan Kemiskinan....................................................
Bab 4.3 Peningkatan Investasi dan Ekspor Nonmigas...........................
Bab 4.4 Peningkatan Daya Saing Industri Manufaktur .........................
Bab 4.5 Revitalisasi Pertanian ..............................................................
Bab 4.6 Pemberdayaan Koperasi dan Usaha Mikro, Kecil dan
Menengah ...........................................................................
Bab 4.7 Peningkatan Pengelolaan BUMN ............................................
vii
ix
xi
xiv
xvi
1
4
4
5
5
8
13
15
18
28
36
47
54
62
73
87
89
92
100
108
116
126
135
149
161
163
172
184
197
207
216
224
x MEMELIHARA MOMENTUM PERUBAHAN
Bab 4.8 Peningkatan Kemampuan Ilmu Pengetahuan dan Teknologi.........
Bab 4.9 Perbaikan Iklim Ketenagakerjaan....................................................
Bab 4.10 Pemantapan Stabilitas Ekonomi Makro ........................................
Bab 4.11 Pembangunan Perdesaan .............................................................
Bab 4.12 Pengurangan Ketimpangan Pembangunan Wilayah ....................
Bab 4.13 Peningkatan Akses Masyarakat Terhadap Pendidikan Yang
Berkualitas ...................................................................................
Bab 4.14 Peningkatan Akses Masyarakat Terhadap Layanan Kesehatan
yang Lebih Berkualitas ..................................................................
Bab 4.15 Peningkatan Perlindungan dan Kesejahteraan Sosial ...................
Bab 4.16 Pembangunan Kependudukan dan Keluarga Kecil Berkualitas
serta Pemuda dan Olahraga ..........................................................
Bab 4.17 Peningkatan Kualitas Kehidupan Beragama.................................
Bab 4.18 Perbaikan Pengelolaan Sumber Daya Alam dan Pelestarian Fungsi
Lingkungan Hidup..........................................................................
Bab 4.19 Percepatan Pembangunan Infrastruktur.........................................
Bab 4.20 Penanggulangan dan Pengurangan Risiko Bencana.......................
Bagian 5 Penutup ..................................................................................................
230
247
258
275
285
294
303
312
321
338
345
355
392
409
D
a
f
t
a
r

I
s
i
xi Evaluasi Lima Tahun Pelaksanaan RPJMN 2004-2009
D
a
f
t
a
r

T
a
b
e
l
Tabel 2.4.1 Sasaran dan Pencapaian Peningkatan Keamanan,
Ketertiban, dan Penanggulangan Kriminalitas,Tahun
2005-2009 ........................................................................
Tabel 3.3.1 Sasaran dan Pencapaian Penghapusan Diskriminasi dalam
Berbagai Bentuk, Tahun 2005-2009 .................................
Tabel 3.4.1 Indeks Persepsi Korupsi (IPK), Tahun 20042009 ...........
Tabel 3.4.2 Jumlah Penanganan Perkara Tindak Pidanah Korupsi
Tahun 20042009 *) .......................................................
Tabel 3.4.3 Jumlah Kasus Kekerasan Terhadap Perempuan, Tahun
20042009 ......................................................................
abel 3.5.1 Sasaran dan Pencapaian Peningkatan Kualitas Kehidupan
dan Peran Perempuan serta Kesejahteraan dan
Perlindungan Anak, Tahun 2005-2009 ..............................
Tabel 3.6.1 Sasaran dan Pencapaian Peningkatan Kualitas Kehidupan
dan Peran Perempuan serta Kesejahteraan dan
Perlindungan Anak, Tahun 2005-2009...............................
Tabel 3.7.1 Sasaran dan Pencapaian Penciptaan Tata Pemerintahan
yang Bersih dan Berwibawa, Tahun 2005-2009.................
Tabel 4.2.1 Sasaran dan Pencapaian Penanggulangan Kemiskinan,
Tahun 2005-2009...............................................................
Tabel 4.2.2 Jumlah Kecamatan PNPM Tahun 2007-2009 ....................
Tabel 4.3.1 Sasaran dan Pencapaian Peningkatan Investasi dan Ekspor
Nonmigas, Tahun 2005-2009 ............................................
Tabel 4.4.1 Sasaran dan Pencapaian Peningkatan Daya Saing Industri
Manufaktur, Tahun 2005-2009 .........................................
Tabel 4.4.2 Laju Pertumbuhan Industri Manufaktur, Tahun 2005-
2009..................................................................................
Tabel 4.4.3 Penyerapan Tenaga Kerja Sektor Industri Manufaktur*),
Tahun 2005-2009 .............................................................
Tabel 4.4.4 Penanaman Modal dan Penyaluran Kredit di Sektor
Industri, Tahun 2005-2009 ...............................................
Tabel 4.4.5 Tingkat Utilisasi Kapasitas Produksi Beberapa Kelompok
Industri, Tahun 2004-2008 ...............................................
Tabel 4.4.6 Ekspor Produk Industri, 2005-2009 ..................................
Tabel 4.5.1 Sasaran dan Pencapaian Sasaran Utama Revitalisasi
Pertanian, Tahun 2005-2009 ............................................
Tabel 4.5.2 Sasaran dan Pencapaian Sasaran Antara Peningkatan
Ketahanan Pangan, Tahun 2005-2009 ..............................
Tabel 4.5.3 Sasaran dan Pencapaian Sasaran Antara Peningkatan
Daya Saing Produk Pertanian, Perikanan, dan Kehutanan,
Tahun 2005-2009 .............................................................
Tabel 4.6.1 Jumlah UMKM dan Penyerapan Tenaga Kerja, Tahun
2004-2009 ........................................................................
Tabel 4.6.2 Sasaran dan Pencapaian Pemberdayaan Koperasi dan
UMKM, Tahun 2005-2009 ................................................
38
102
109
110
111
118
128
137
174
181
187
199
200
200
201
202
202
209
211
253
217
218
xii MEMELIHARA MOMENTUM PERUBAHAN
D
a
f
t
a
r

T
a
b
e
l
Tabel 4.6.3 Jumlah Koperasi, Tahun 2004-2009 .................................
.
Tabel 4.6.4 Pencapaian Nilai Ekspor UMKM, Tahun 2004-2009 .........
Tabel 4.6.5 Klasifikasi/Pemeringkatan Koperasi .................................
Tabel 4.7.1 Sasaran dan Pencapaian Peningkatan Pengelolaan
BUMN, Tahun 2005-2009 ................................................
Tabel 4.8.1 Sasaran dan Pencapaian Peningkatan Kemampuan Iptek,
Tahun 2004-2009 .............................................................
Tabel 4.9.1 Sasaran dan Pencapaian Perbaikan Iklim Ketenagakerjaan,
Tahun 20052009 ............................................................
Tabel 4.10.1 Sasaran dan Pencapaian Pemantapan Stabilitas Ekonomi
Makro, Tahun 2004-2009...............................................
Tabel 4.10.2 Kantor Vertikal DJP ........................................................
Tabel 4.11.1 Sasaran dan Pencapaian Pembangunan Perdesaan, Tahun
20052009......................................................................
Tabel 4.11.2 Perkembangan Penanganan Kawasan Desa Pertumbuhan
dan Kawasan Terpilih Pusat Pengembangan Desa (DPP/
KTP2D) dan Agropolitan ...................................................
Tabel 4.12.1 Sasaran dan Pencapaian Pengurangan Ketimpangan
Pembangunan Wilayah, Tahun 20052009 ..................
Tabel 4.13.1 Sasaran dan Pencapaian Peningkatan Akses Masyarakat
Terhadap Pendidikan yang Berkualitas, Tahun 2005-2009
Tabel 4.14.1 Sasaran dan Pencapaian Peningkatan Akses Masyarakat
terhadap Layanan Kesehatan yang Lebih Berkualitas,
Tahun 200520091) .......................................................
Tabel 4.14.2 Cakupan Imunisasi Anak Usia 1223 Bulan di Indonesia,
Tahun 2002/20032007 .................................................
Tabel 4.14.3 Perkembangan Kasus dan Prevalensi Penyakit, Tahun
2004-2008 ........................................................................
Tabel 4.14.1 Sasaran dan Pencapaian Peningkatan Perlindungan dan
Kesejahteraan Sosial, Tahun 20052009...........................
Tabel 4.15.1 Sasaran dan Peningkatan Perlindungan dab Kesejahteraan
Sosial, Tahun 2005-2009 ..................................................
Tabel 4.16.1 Sasaran dan Pencapaian Pembangunan Kependudukan
dan Keluarga Kecil Berkualitas .........................................
Tabel 4.16.2 Pencapaian Peserta KB Baru dan KB Aktif (Juta PUS) .......
Tabel 4.17.1 Sasaran dan Pencapaian Peningkatan Kualitas Kehidupan
Beragama, Tahun 2005-2009 ...........................................
Tabel 4.18.1 Sasaran dan Pencapaian Perbaikan Pengelolaan Sumber
daya Alam dan Pelestarian Fungsi Lingkungan Hidup,
Tahun 20052009 ............................................................
Tabel 4.19.1 Sasaran dan Pencapaian Percepatan Pembangunan
Infrastruktur, Bidang Pembangunan Sumber Daya Air,
Tahun 2005-2009 ...........................................................
Tabel 4.19.2 Sasaran dan Pencapaian Percepatan Pembangunan
Infrastruktur, Bidang Sarana dan Prasarana Transportasi,
219
221
223
221
236
240
252
265
276
288
297
297
298
304
308
307
316
329
332
340
350
xiii Evaluasi Lima Tahun Pelaksanaan RPJMN 2004-2009
D
a
f
t
a
r

T
a
b
e
l
Tahun 2005-2009 ...........................................................
Tabel 4.19.3 Sasaran dan Pencapaian Percepatan Pembangunan
Infrastruktur, Bidang Peningkatan Kapasitas, Kualitas, dan
Jangkauan Pelayanan Energi, Tahun 2005-2009 ...........
Tabel 4.19.4 Perkembangan Kapasitas Terpasang Pembangkit Listrik
Alternatif .......................................................................
Tabel 4.19.5 Sasaran dan Pencapaian Percepatan Pembangunan
Infrastruktur, Bidang Peningkatan Kapasitas, Kualitas, dan
Jangkauan Pelayanan Ketenagalistrikan, Tahun 2005-2009
Tabel 4.19.6 Sasaran dan Pencapaian Percepatan Pembangunan
Infrastruktur, Bidang Infrastruktur Pelayanan Pos dan
Telematika, Tahun 2005-2009 .......................................
Tabel 4.19.7 Sasaran dan Pencapaian Percepatan Pembangunan
Infrastruktur, Bidang Pembangunan Perumahan dan
Permukiman, Tahun 2005-2009 ....................................
Tabel 4.19.8 Perkembangan Angkutan Laut Perintis 2005-2008 ..........
Tabel 4.20.1 Pencapaian Sasaran Penanggulangan Bencana Aceh-Nias,
Tahun 2006-2009............................................................
Tabel 4.20.2 Pencapaian Sasaran Penanggulangan Bencana DIY dan
Jawa Tengah, Tahun 2006-2009 .....................................
352
352
352
353
353
355
369
386
388
xiv MEMELIHARA MOMENTUM PERUBAHAN
D
a
f
t
a
r

G
a
m
b
a
r
Gambar 3.2.1 Rekapitulasi Perkara Pengujian Undang-Undang Mahkamah
Konstitusi, Tahun 20042009...................................................
Gambar 3.4.1 Penanganan Kegiatan Penuntutan dalam Tindak Pidana Korupsi,
Tahun 20042009 ...................................................................
Gambar 3.5.1 Perkembangan Angka Buta Aksara Penduduk Usia 15 Tahun ke
Atas ..........................................................................................
Gambar 3.5.2 Partisipasi Perempuan di Lembaga Legislatif ...........................
Gambar 3.8.1 Jumlah Partai Peserta Pemilu dan Peraih Kursi ........................
Gambar 3.8.2 Perbandingan Representasi Perempuan dalam DPR dan DPD
Hasil Pemilu 2004 dan 2009......................................................
Gambar 3.8.3 Presentase Partisipasi Pemilu Presiden, Pemilu Anggota DPR/
DPD/DPRD, dan Pemilu Kepala Daerah ....................................
Gambar 4.3.1 Sasaran dan Realisasi Pertumbuhan Ekspor Nonmigas ............
Gambar 4.3.2 Perkembangan Pasar Ekspor Nonmigas ...................................
Gambar 4.3.2 Perkembangan Jumlah Wisman dan Perolehan Devisa .........
Gambar 4.5.1. Produksi dan Kebutuhan Beras Bulanan Tahun 2009 ...............
Gambar 4.5.2. Perkembangan Produksi Perikanan Nasional, Tahun
20042009..................................................................................
Gambar 4.6.1 Laju Produktivitas UMKM dan Nasional, Tahun 2004-2009 ......
Gambar 4.9.1 Angkatan Kerja, Bekerja dan Pengangguran Terbuka, Tahun
20042009 ..................................................................................
Gambar 4.9.2. Pertumbuhan Ekonomi, Kesempatan Kerja, dan Elastisitas
Kesempatan Kerja .....................................................................
Gambar 4.9.3 Penduduk Usia 15 Tahun ke Atas yang Bekerja Menurut Status
Pekerjaan Utama (juta orang)...................................................
Gambar 4.9.4 Nilai Realisasi dan Penyerapan Tenaga Kerja Investasi PMA dan
PMDN, Tahun 20052009 ........................................................
Gambar 4.9.5. TPT Menurut Tingkat Pendidikan dan Perubahan TPT, Tahun
20052009 ...............................................................................
Gambar 4.9.6 Penyelenggaraan Pelatihan di Lembaga Pelatihan Pemerintah,
Tahun 2005-2009......................................................................
Gambar 4.13.1 Perkembangan Angka Partisipasi Sekolah (APS) 2005-2008
menurut Kelompok Usia Sekolah dan Status Ekonomi .............
Gambar 4.14.1 Persentase Persalinan yang Ditolong oleh Tenaga Kesehatan
Menurut Provinsi .....................................................................
Gambar 4.16.1 Laju Pertumbuhan Penduduk dan Jumlah Pertambahan
Penduduk .................................................................................
Gambar 4.16.2 Perkembangan Pencapaian TFR ...............................................
Gambar 4.16.3 Unmet Need Peserta KB Berdasarkan SDKI ..............................
Gambar 4.16.4 Perkembangan Peserta KB Pria Berdasarkan SDKI ....................
Gambar 4.16.5 Perkembangan Pemakaian Kontrasepsi Berdasarkan Jenis ......
Gambar 4.16.6 Perkembangan Median Usia Kawin Pertama Perempuan ........
Gambar 4.16.7 Grafik Usia Kawin Pertama Perempuan Menurut Desa Kota.....
Gambar 4.16.8 Perkembangan Jumlah BKB.......................................................
Gambar 4.16.9 Jumlah KPS dan KS 1 yang Aktif Berusaha ................................
Gambar 4.16.10 Perkembangan Jumlah PPKBD dan SUBPPKBD .........................
Gambar 4.16.11 Perkembangan Jumlah PPLKB dan PKB/PLKB............................
97
109
119
121
149
149
151
185
186
187
210
211
215
240
241
241
243
242
244
249
294
399
318
319
320
320
321
322
322
323
323
324
xv Evaluasi Lima Tahun Pelaksanaan RPJMN 2004-2009
D
a
f
t
a
r

G
a
m
b
a
r
Gambar 4.16.12 Perkembangan Jumlah Tempat Pelayanan KB Non-Pemerintah..
Gambar 4.19.1 Pencapaian Sasaran RPJMN 2004-2009 Bidang Pos dan
Telematika....................................................................................
Gambar 4.19.2 Pencapaian Kondisi Jalan Tahun 2005-2008 dan Target 2009 ..
Gambar 4.19.3 Pencapaian Lajur Km Tahun 2005-2008 dan Target 2009 .........
Gambar 4.19.4 Pangsa Pasar Angkutan Laut Dalam Negeri oleh Armada Nasional
dan Asing, Tahun 2005-2009.....................................................
Gambar 4.19.5 Pangsa Pasar Angkutan Laut Luar Negeri oleh Armada Nasional
dan Asing, Tahun 2005-2009 ....................................................
Gambar 4.19.6 Produksi Angkutan Penumpang Udara 2005-2008 dan Target
2009 .........................................................................................
Gambar 4.19.7 Produksi Angkutan Barang Udara 2005-2008 dan Target 2009
Gambar 4.19.8 Pencapaian dan Target Program Pengembangan, Pengelolaan,
dan Konservasi Sungai, Danau, dan Sumber Air Lainnya, Tahun
2005-2009.................................................................................
Gambar 4.19.9 Pencapaian dan Target Program Pengembangan dan Pengelolaan
Jaringan Irigasi, Jaringan Rawa Dan Jaringan Pengairan Lainnya,
Tahun 2005-2009.........................................................................
Gambar 4.19.10 Keberhasilan Pembangunan Sumber Daya Air, Tahun 2004-
2009.............................................................................................
325
353
359
359
363
364
364
365
375
375
375
xvi MEMELIHARA MOMENTUM PERUBAHAN
U
c
a
p
a
n

T
e
r
i
m
a

K
a
s
i
h
P
enghargaan dan ucapan terima kasih setinggi-tingginya kami sampaikan dalam
rangka penyiapan naskah dan penyusunan buku Laporan Evaluasi Lima Tahun
RPJMN 20042009 kepada:
Para Deputi
Deputi Bidang Sumber Daya Manusia dan Kebudayaan, atas supervisi
naskah dalam ruang lingkup agenda Meningkatkan Kesejahteraan
Rakyat, agenda Mewujudkan Keamanan dan Perdamaian, serta agenda
Mewujudkan Keadilan dan Demokrasi
Deputi Bidang Politik, Hukum, Pertahanan dan Keamanan, atas supervisi
naskah dalam ruang lingkup agenda Mewujudkan Keamanan dan
Perdamaian dan agenda Mewujudkan Keadilan dan Demokrasi
Deputi Bidang Kemiskinan, Ketenagakerjaan, dan UKM, atas supervisi
naskah dalam ruang lingkup agenda Meningkatkan Kesejahteraan
Rakyat
Deputi Bidang Ekonomi, atas supervisi naskah dalam ruang lingkup
agenda Meningkatkan Kesejahteraan Rakyat
Deputi Bidang Sumber Daya Alam dan Lingkungan Hidup, atas supervisi
naskah dalam ruang lingkup agenda Meningkatkan Kesejahteraan
Rakyat
Deputi Bidang Sarana dan Prasarana, atas supervisi naskah dalam ruang
lingkup agenda Meningkatkan Kesejahteraan Rakyat
Deputi Bidang Pengembangan Regional dan Otonomi Daerah,
atas supervisi naskah dalam ruang lingkup agenda Meningkatkan
Kesejahteraan Rakyat dan agenda Mewujudkan Keadilan dan
Demokrasi
Deputi Bidang Pendanaan Pembangunan, atas supervisi naskah dalam
ruang lingkup agenda Meningkatkan Kesejahteraan Rakyat
Para Direktur beserta para staf di direktorat berikut di bawah ini untuk kontribusi
dalam penyediaan data, informasi, dan penyiapan naskah dalam lingkup agenda
Mewujudkan Keamanan dan Perdamaian:
Direktorat Politik dan Komunikasi, untuk Bab:
o Peningkatan Rasa Saling Percaya dan Harmonisasi AntarKelompok
Masyarakat
o Pemantapan Politik Luar Negeri dan Peningkatan Kerjasama
Internasional
Direktorat Kebudayaan, Pariwisata, Pemuda dan Olahraga, untuk Bab:
o Pengembangan Kebudayaan yang Berlandaskan pada Nilai-nilai
Luhur
Direktorat Pertahanan dan Keamanan, untuk Bab:
o Peningkatan Keamanan, Ketertiban, dan Penanggulangan
Kriminalitas
o Pencegahan dan Penanggulangan Separatisme
o Pencegahan dan Penanggulangan Gerakan Terorisme
o Peningkatan Kemampuan Pertahanan Negara
xvii Evaluasi Lima Tahun Pelaksanaan RPJMN 2004-2009
Para Direktur beserta para staf di direktorat berikut di bawah ini untuk kontribusi
dalam penyediaan data, informasi, dan penyiapan naskah dalam lingkup agenda
Mewujudkan Keadilan dan Demokrasi:
Direktorat Hukum dan Hak Asasi Manusia, untuk Bab:
o Pembenahan Sistem dan Politik Hukum
o Penghapusan Diskriminasi dalam Berbagai Bentuk
o Penghormatan, Pengakuan, dan Penegakan atas Hukum dan Hak
Asasi Manusia
Direktorat Kependudukan dan Pemberdayaan Perempuan dan
Perlindungan Anak, untuk Bab:
o Peningkatan Kualitas Kehidupan dan Peran Perempuan serta
Kesejahteraan dan Perlindungan Anak
Direktorat Otonomi Daerah, untuk Bab:
o Revitalisasi Proses Desentralisasi dan Otonomi Daerah
Direktorat Aparatur Negara, untuk Bab:
o Penciptaan Tata Pemerintahan yang Bersih dan Berwibawa;
Direktorat Politik dan Komunikasi, untuk Bab:
o Perwujudan Lembaga Demokrasi yang Makin Kokoh.
Para Direktur beserta para staf di direktorat berikut di bawah ini untuk kontribusi
dalam penyediaan data, informasi, dan penyiapan naskah dalam lingkup agenda
Meningkatkan Kesejahteraan Rakyat:
Direktorat Penanggulangan Kemiskinan, untuk Bab:
o Penanggulangan Kemiskinan.
Direktorat Perdagangan Investasi, dan Kerjasama Ekonomi Internasional,
untuk Bab:
o Peningkatan Investasi dan Ekspor Non Migas.
Direktorat Industri, IPTEK, dan BUMN, untuk Bab:
o Peningkatan Daya Saing Industri Manufaktur
o Peningkatan Pengelolaan BUMN
o Peningkatan Kemampuan Ilmu Pengetahuan dan Teknologi.
Direktorat Pangan dan Pertanian, Direktorat Kehutanan dan Konservasi
Sumber Daya Air, serta Direktorat Kelautan dan Perikanan, untuk Bab:
o Revitalisasi Pertanian.
Direktorat Pemberdayaan Koperasi dan Usaha Kecil Menengah, untuk
Bab:
o Pemberdayaan Koperasi dan Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah.
Direktorat Tenaga Kerja dan Pengembangan Kesempatan Kerja, untuk
Bab:
o Perbaikan Iklim Ketenagakerjaan.
Direktorat Keuangan Negara, Direktorat Perencanaan Makro, dan
Diektorat Jasa Keuangan dan Analisis Moneter, untuk Bab:
o Pemantapan Stabilitas Ekonomi Makro.
Direktorat Perkotaan dan Perdesaan, untuk Bab:
o Pembangunan Perdesaan.
Direktorat Pengembangan Wilayah, Direktorat Tata Ruang dan
U
c
a
p
a
n

T
e
r
i
m
a

K
a
s
i
h
xviii MEMELIHARA MOMENTUM PERUBAHAN
Pertanahan, serta Direktorat Kawasan Khusus dan Daerah Tertinggal,
untuk Bab:
o Pengurangan Ketimpangan Pembangunan Wilayah.
Direktorat Agama dan Pendidikan, untuk Bab:
o Peningkatan Akses Masyarakat terhadap Pendidikan yang
Berkualitas
o Peningkatan Kualitas Kehidupan Beragama.
Direktorat Kesehatan dan Gizi Masyarakat, untuk Bab:
o Peningkatan Akses Masyarakat terhadap Kesehatan yang
Berkualitas
Direktorat Perlindungan dan Kesejahteraan Masyarakat, untuk Bab:
o Peningkatan Perlindungan dan Kesejahteraan Sosial.
Direktorat Kependudukan dan Pemberdayaan Perempuan dan
Perlindungan Anak dan Direktorat Kebudayaan, Pariwisata, Pemuda dan
Olahraga, untuk Bab:
o Pembangunan Kependudukan dan Keluarga Kecil Berkualitas serta
Pemuda dan Olahraga.
Direktorat Lingkungan Hidup, Direktorat Kehutanan dan Konservasi
Sumber Daya Air, Direktorat Kelautan dan Perikanan, serta Direktorat
Sumber Daya Energi, Mineral, dan Pertambangan, untuk Bab:
o Perbaikan Pengelolaan SDA & Pelestarian Fungsi LH.
Direktorat Pengairan dan Irigasi, Direktorat Transportasi, Direktorat
Permukiman dan Perumahan, Direktorat Energi, Listrik, Telekomunikasi
dan Informatika, Direktorat Pengembangan Kerjasama Pemerintah dan
Swasta, dan Direktorat Tata Ruang dan Pertanahan, untuk Bab:
o Percepatan Pembangunan Infrastruktur.
Direktorat Kawasan Khusus dan Daerah Tertinggal, untuk Bab:
o Penanggulangan dan Pengurangan Resiko Bencana.
Deputi dan para Direktur beserta staf di lingkungan Deputi Bidang Evaluasi Kinerja
Pembangunan (Direktorat Evaluasi Kinerja Pembangunan Sektoral, Direktorat Evaluasi
Kinerja Pembangunan Daerah, Direktorat Sistem dan Pelaporan Evaluasi Kinerja
Pembangunan), untuk koordinasi penyusunan, kontribusi dalam penyuntingan awal,
penyelarasan antar SubBab dan Bab, serta finalisasi naskah laporan ini.
Selain itu, terima kasih kepada para Direktur beserta staf terkait lainnya yang telah
berkontribusi dalam penyediaan data dan informasi untuk penyusunan naskah buku
laporan ini.
Secara khusus disampaikan pula terima kasih kepada Saudara Dr. Riant Nugroho atas
kontribusinya dalam penyuntingan dan penyempurnaan naskah.
U
c
a
p
a
n

T
e
r
i
m
a

K
a
s
i
h
1
B
a
g
i
a
n

I
Evaluasi Lima Tahun Pelaksanaan RPJMN 2004-2009
BAB 1.1. Visi RPJMN 20042009
BAB 1.2. Misi RPJMN 20042009
BAB 1.3. Strategi RPJMN 20042009
BAB 1.4. Agenda RPJMN 20042009
BAB 1.5. Permasalahan dan Tantangan
Bagian I
Pendahuluan
MEMELIHARA MOMENTUM PERUBAHAN 2
B
a
g
i
a
n

I
MEMELIHARA MOMENTUM PERUBAHAN 2 MEMELIHARA MOMENTUM PERUBAHAN
B
a
g
i
a
n

I
B
a
g
i
a
n

I
3
B
a
g
i
a
n

I
Evaluasi Lima Tahun Pelaksanaan RPJMN 2004-2009
Pendahuluan
R
encana Pembangunan Jangka Menengah Nasional (RPJMN) 20042009,
yang ditetapkan melalui Peraturan Presiden Nomor 7 Tahun 2005 untuk
memenuhi amanat Undang-Undang Nomor 25 Tahun 2004 tentang Sistem
Perencanaan Pembangunan Nasional, telah berakhir dan selesai dilaksanakan
pada tahun 2009.
Seperti diketahui, RPJMN 20042009 menjabarkan visi dan misi presiden terpilih
pada waktu itu ke dalam bentuk kebijakan, program dan kegiatan pembangunan.
Berbagai kebijakan pembangunan tersebut telah dilaksanakan selama kurun
waktu lima tahun yang lalu. Karenanya, seberapa jauh keberhasilan yang telah
dicapai tentunya perlu dilihat. Evaluasi 5 tahun dilakukan untuk mengetahui
dan menilai capaian yang telah dihasilkan. Evaluasi berguna untuk menyusun
perencanaan tahun-tahun berikutnya sebagai bahan pertimbangan dan bahan
masukan.
B
a
g
i
a
n

I
4
B
a
g
i
a
n

I
MEMELIHARA MOMENTUM PERUBAHAN
BAB 1.1. Visi RPJMN 20042009
Dalam RPJMN 20042009, Visi
Pembangunan Nasional ditetapkan
sebagai berikut: PERTAMA, terwujud-
nya kehidupan masyarakat, bangsa,
dan negara yang aman, bersatu,
rukun dan damai. Aman mengandung
makna bebas dari bahaya, ancaman
dari luar negeri, dan gangguan dari
dalam negeri. Selain itu aman juga
mencerminkan keadaan tenteram,
tidak ada rasa takut dan khawatir.
Adapun damai mengandung arti tidak
terjadi konflik, tidak ada kerusuhan
keadaan tidak bermusuhan dan rukun
dalam sistem negara hukum.
KEDUA, terwujudnya masyarakat,
bangsa, dan negara yang menjunjung
tinggi hukum, kesetaraan, dan hak
asasi manusia (HAM). Kondisi ini
secara garis besar tercermin dengan
keadaan Indonesia yang adil dan demokratis. Adil mengandung arti tidak berat
sebelah atau memihak. Dari konteks adil ini, demokrasi kemudian menjadi
pandangan hidup yang mengutamakan persamaan hak dan kewajiban serta
perlakuan yang sama bagi semua negara warga negara di depan hukum. Adil
juga berarti berpihak kepada yang benar serta berpegang pada konstitusi dan
hukum.
KETIGA, terwujudnya perekonomian yang mampu menyediakan kesempatan
kerja dan penghidupan yang layak serta memberikan fondasi yang kokoh bagi
pembangunan yang berkelanjutan. Terciptanya kesejahteraan rakyat adalah
salah satu tujuan utama pendirian negara Republik Indonesia. Sejahtera
merupakan keadaan sentosa dan makmur yang diartikan sebagai keadaan yang
berkecukupan atau tidak kekurangan, yang tidak saja memiliki dimensi fisik atau
materi, tetapi juga dimensi rohani.
BAB 1.2 Misi RPJMN 20042009
Upaya pencapaian Visi Pembangunan Nasional dalam RPJMN 20042009 pada
tahap berikutnya diturunkan ke dalam langkah-langkah strategis melalui sebuah
penetapan Misi Pembangunan Nasional. Misi Pembangunan Nasional dalam
RPJMN 20042009 meliputi:
1. Mewujudkan Indonesia yang Aman dan Damai
2. Mewujudkan Indonesia yang Adil dan Demokratis
3. Mewujudkan Indonesia yang Sejahtera
5
B
a
g
i
a
n

I
Evaluasi Lima Tahun Pelaksanaan RPJMN 2004-2009
BAB 1.3 Strategi RPJMN 20042009
Strategi pokok pembangunan dalam RPJMN 20042009 meliputi:
1. Strategi Penataan Kembali Indonesia yang diarahkan untuk
menyelamatkan sistem ketatanegaraan Republik Indonesia berdasarkan
semangat, jiwa, nilai, dan konsensus dasar yang melandasi berdirinya
Negara Kebangsaan Republik Indonesia.
2. Strategi Pembangunan Indonesia yang diarahkan untuk membangun
Indonesia di segala bidang yang merupakan perwujudan dari amanat
yang tertera jelas dalam Pembukaan Undang-Undang Dasar 1945
terutama dalam pemenuhan hak dasar rakyat dan penciptaan landasan
pembangunan yang kokoh.
BAB 1.4 Agenda RPJMN 20042009
Berdasarkan visi, misi, dan strategi pembangunan RPJMN 20042009, ditetapkan
tiga agenda pembangunan nasional 20042009, yaitu: (1) Mewujudkan
Indonesia yang Aman dan Damai, (2) Mewujudkan Indonesia yang Adil dan
Demokratis, dan (3) Meningkatkan Kesejahteraan Rakyat.
1.4.1 Menciptakan Indonesia yang Aman dan
Damai
Dalam Agenda Mewujudkan Indonesia yang Aman dan Damai, terdapat tiga
sasaran pokok dengan prioritas dan arah kebijakan yang dilakukan. Sasaran
Pertama adalah meningkatnya rasa aman dan damai, yang tercermin dari: (1)
menurunnya ketegangan dan ancaman konflik antarkelompok maupun golongan
masyarakat; (2) menurunnya angka kriminalitas secara nyata di perkotaan dan
perdesaan; serta (3) menurunnya secara nyata angka perampokan dan kejahatan
6
B
a
g
i
a
n

I
MEMELIHARA MOMENTUM PERUBAHAN
di lautan dan penyelundupan lintas batas. Sasaran Kedua adalah semakin
kokohnya NKRI berdasarkan Pancasila, Undang-Undang Dasar (UUD) 1945, dan
Bhinneka Tunggal Ika yang tercermin dari: (1) tertanganinya kegiatan-kegiatan
yang ingin memisahkan diri dari NKRI; dan (2) meningkatnya daya cegah dan
tangkal negara terhadap ancaman bahaya terorisme bagi tetap tegaknya
kedaulatan NKRI. Sasaran Ketiga adalah semakin berperannya Indonesia dalam
menciptakan perdamaian dunia.
1.4.2 Mewujudkan Indonesia yang Adil dan Demokratis
Dalam Agenda Mewujudkan Indonesia yang Adil dan Demokratis, terdapat lima
sasaran pokok dengan prioritas dan arah kebijakannya. Sasaran Pertama ada-
lah meningkatnya keadilan dan penegakan hukum yang tercermin dari: (1) ter-
ciptanya sistem hukum yang adil, konsekuen, dan tidak diskriminatif serta yang
memberikan perlindungan dan penghormatan terhadap hak asasi manusia; (2)
terjaminnya konsistensi seluruh peraturan perundang-undangan di tingkat pusat
dan daerah; dan (3) ditindaknya pelaku tindak pidana korupsi beserta pengem-
balian uang hasil korupsi kepada negara, dicegahnya dan ditanggulanginya teror-
isme serta pembasmian penyalahgunaan obat terlarang. Sasaran Kedua adalah
terjaminnya keadilan gender bagi peningkatan peran perempuan dalam berba-
gai bidang pembangunan. Hal ini akan tercemin dalam berbagai perundangan,
program pembangunan, kebijakan publik, membaiknya angka Gender-related
Development Index (GDI) dan angka Gender Empowerment Measurement (GEM),
menurunnya tindak kekerasan terhadap perempuan dan anak serta meningkat-
nya kesejahteraan dan perlindungan anak. Sasaran Ketiga adalah meningkatnya
pelayanan kepada masyarakat dengan menyelenggarakan otonomi daerah dan
kepemerintahan daerah yang baik, menjamin konsistensi seluruh peraturan pusat
dan daerah, serta tidak bertentangan dengan peraturan dan perundangan yang
lebih tinggi. Sasaran Keempat adalah meningkatnya pelayanan birokrasi kepada
masyarakat yang tercermin dari: (1) berkurangnya secara nyata praktik korupsi
di birokrasi yang dimulai dari tataran (jajaran) pejabat yang paling atas; (2) ter-
ciptanya sistem pemerintahan dan birokrasi yang bersih, akuntabel, transparan,
efisien dan berwibawa; (3) terhapusnya aturan, peraturan, dan praktik yang ber-
sifat diskriminatif terhadap warga
negara, kelompok, atau golongan
masyarakat; serta (4) meningkat-
nya partisipasi masyarakat dalam
pengambilan kebijakan publik.
Sasaran Kelima adalah terlaksan-
anya Pemilihan Umum (Pemilu)
2009 secara demo kratis, jujur, dan
adil dengan men jaga momentum
konsolidasi demokrasi yang su-
dah terbentuk ber dasarkan hasil
pemilihan umum secara langsung
tahun 2004.
7
B
a
g
i
a
n

I
Evaluasi Lima Tahun Pelaksanaan RPJMN 2004-2009
1.4.3 Meningkatkan Kesejahteraan Masyarakat
Dalam Agenda Meningkatkan Kesejahteraan Rakyat, ada lima sasaran pokok
dengan prioritas dan arah kebijakan yang dilakukan. Sasaran Pertama adalah
menurunnya jumlah penduduk miskin menjadi 8,2 persen tahun 2009 serta
terciptanya lapangan kerja yang mampu mengurangi pengangguran terbuka
menjadi 5,1 persen tahun 2009 dengan didukung oleh stabilitas ekonomi
yang tetap terjaga. Kemiskinan dan pengangguran diatasi dengan strategi
pembangunan ekonomi yang mendorong pertumbuhan yang berkualitas dan
berdimensi pemerataan melalui penciptaan lingkungan usaha yang sehat.
Sasaran Kedua adalah berkurangnya kesenjangan antarwilayah yang tercermin
dari: (1) meningkatnya peran perdesaan sebagai basis pertumbuhan ekonomi
agar mampu meningkatkan kesejahteraan masyarakat di perdesaan; (2)
meningkatnya pembangunan pada daerah-daerah terbelakang dan tertinggal;
(3) meningkatnya pengembangan wilayah yang didorong oleh daya saing
pengembangan wilayah yang didorong oleh daya saing kawasan dan produk-
produk unggulan daerah; serta (4) meningkatnya keseimbangan pertumbuhan
pembangunan antarkota-kota metropolitan, besar, menengah, dan kecil dengan
memperhatikan keserasian pemanfaatan ruang dan penatagunaan tanah.
Sasaran Ketiga adalah meningkatnya kualitas manusia yang secara menyeluruh
tercermin dari membaiknya angka Indeks Pembangunan Manusia (IPM) serta
meningkatnya pemahaman dan pengamalan ajaran-ajaran agama. Sasaran
Keempat adalah membaiknya mutu lingkungan hidup dan pengelolaan sumber
daya alam yang mengarah pada pengarusutamaan (mainstreaming) prinsip
pembangunan berkelanjutan di seluruh sektor dan bidang pembangunan. Sasaran
Kelima adalah membaiknya infrastruktur yang ditunjukkan oleh meningkatnya
kuantitas dan kualitas berbagai sarana penunjang pembangunan.
8
B
a
g
i
a
n

I
MEMELIHARA MOMENTUM PERUBAHAN
BAB 1.5 Permasalahan dan Tantangan
Secara garis besar, permasalahan dan tantangan yang dihadapi Indonesia
mencakup sebagai berikut:
Pertama, masih rendahnya pertumbuhan ekonomi mengakibatkan rendah dan
menurunnya tingkat kesejahteraan rakyat dan munculnya berbagai masalah
sosial yang mendasar.
Sejumlah realitas yang menjadi penyebab timbulnya permasalahan
kesejahteraan rakyat dan masalah sosial, meliputi: (1) terus meningkatnya
angkatan kerja baru yang tidak diiringi dengan bertambahnya kesempatan
kerja; (2) rentannya terhadap perubahan kondisi politik, ekonomi, konflik sosial
yang terjadi di berbagai daerah, dan bencana alam; (3) meningkatnya stabilitas
dan pertumbuhan ekonomi ternyata belum memadai untuk meningkatkan
kesejahteraan masyarakat; (4) masih berperannya konsumsi masyarakat dalam
pertumbuhan ekonomi; (5) masih rendahnya pertumbuhan sektor pertanian dan
industri, sementara kedua sektor tersebut potensial menyerap tenaga kerja; (6)
menurunnya sumbangan minyak dan gas dalam penerimaan negara; (7) masih
relative rendahnya utilisasi kapasitas produksi; (8) rendahnya kemampuan
pembangunan dalam memanfaatkan ilmu pengetahuan dan teknologi; (9) masih
belum efisiennya kegiatan perdagangan dalam negeri; (10) masih terhambatnya
kelancaran arus barang dan jasa antardaerah; serta (11) semakin kompleksnya
hambatan perdagangan luar negeri.

Kedua, secara menyeluruh kualitas
manusia Indonesia relatif masih
rendah yang ditunjukkan oleh angka
HDI Indonesia yang hanya menempati
urutan ke-111 dari 177 negara. Dari sisi
pendidikan, pembangunan pendidikan
belum sepenuhnya mampu memenuhi
hak-hak dasar warga negara. Kualitas
pendidikan juga masih belum memadai
dan belum mampu memenuhi kebu tu-
han kom petensi peserta didik. Pelak-
sanaan desentralisasi dan otonomi
pendidikan belum sepenuhnya dapat
dilaksanakan. Dari sisi kesehatan, derajat
kesehatan dan status gizi masyarakat
masih rendah. Pola penyakit yang
diderita oleh masyarakat pada umumnya
masih berupa penyakit menular disertai
kecen derungan meningkatnya beberapa
penyakit degeneratif.
Masalah lainnya yang mempengaruhi rendahnya kualitas sumber daya manusia
adalah: (1) masih cukup tingginya laju pertumbuhan dan kuantitas penduduk; (2)
masih kurangnya pengetahuan dan kesadaran pasangan usia subur dan remaja
akan hak-hak reproduksi; (3) rendahnya partisipasi laki-laki dalam ber-KB; (4)
9
B
a
g
i
a
n

I
Evaluasi Lima Tahun Pelaksanaan RPJMN 2004-2009
masih lemahnya ekonomi dan ketahanan keluarga; (5) masih lemahnya institusi
daerah dalam pelaksanaan program KB; (6) masih belum tertatanya administrasi
kependudukan dalam mendukung sistem pelayanan publik dan pemilihan umum;
(7) dan rendahnya budaya olahraga di kalangan masyarakat.
Dalam pembangunan pemberdayaan perempuan, permasalahan mendasar yang
terjadi selama ini adalah rendahnya partisipasi perempuan dalam pembangunan,
selain adanya berbagai bentuk praktik diskriminasi terhadap perempuan.
Permasalahan mendasar lainnya adalah masih terdapatnya kesenjangan
partisipasi politik kaum perempuan yang bersumber dari ketimpangan struktur
sosiokultural masyarakat serta banyaknya hukum dan peraturan perundang-
undangan yang bias gender, diskriminatif terhadap perempuan, dan belum
peduli anak.
Pemahaman, penghayatan, dan pengamalan ajaran agama dalam kehidupan ber-
masyarakat, berbangsa dan bernegara masih cukup memprihatinkan. Perilaku
masyarakat yang cenderung negatif seperti perilaku asusila, praktik KKN, penya-
lahgunaan narkoba, dan perjudian masih sering ditemukan. Di sam ping itu dalam
konteks harmonisasi kehidupan ber masyarakat masih ter jadi ketegangan sosial yang
memicu konflik intern dan antarumat beragama.
Ketiga, kualitas manusia dipengaruhi pula oleh kemampuan dalam menge lola
sumber daya alam dan lingkungan hidup. Permasalahan pokok yang dihadapi
dalam pengelolaan sumber daya alam dan lingkungan hidup adalah belum
menyatunya kegiatan perlindungan fungsi lingkungan hidup dengan kegiatan
pemanfaatan sumber daya alam sehingga sering melahirkan konflik kepentingan
antara ekonomi sumber daya alam dengan lingkungan. Kebijakan ekonomi
selama ini cenderung lebih berpihak terhadap kegiatan eksploitasi sumber
daya alam sehingga mengakibatkan lemahnya kelembagaan pengelolaan dan
penegakan hukum.
Keempat, kesenjangan pembangunan antardaerah masih lebar, seperti antara
Jawa-luar Jawa, antara Kawasan Barat Indonesia (KBI)-Kawasan Timur Indonesia
(KTI), serta antara kota-desa. Untuk dua konteks pertama, ketimpangan telah
berakibat langsung pada munculnya semangat kedaerahan yang pada titik paling
ekstrem, muncul dalam bentuk upaya-upaya separatis. Sedangkan untuk konteks
yang ketigakesenjangan antara desa dan kotadisebabkan oleh investasi
ekonomi (infrastruktur dan kelembagaan) yang cenderung terkonsentrasi di
daerah perkotaan. Akibatnya, kota mengalami pertumbuhan yang lebih cepat
sedangkan wilayah perdesaan relatif tertinggal.
Kelima, dukungan infrastruktur dalam pembangunan mengalami penurunan
kuantitas maupun kualitasnya dimulai sejak krisis ekonomi 19971998. Dalam
kaitan itu, berkurangnya kualitas pelayanan dan tertundanya pembangunan
infrastruktur baru memperlambat pembangunan nasional. Pembangunan
infrastruktur masih dihadapkan pada terbatasnya kemampuan Pemerintah
dalam menyediakan sarana dan prasarana yang dibutuhkan. Pada sebagian
infrastruktur, pemerintah masih bertanggung jawab terhadap pembangunan
dan pemeliharaannya, seperti pembangunan jalan dan jalan kereta api,
jaringan irigasi, air bersih dan fasilitas sanitasi di perdesaan. Pada sebagian lain,
penyediaan dan pembangunan beberapa jenis infrastruktur dapat dilakukan
10
B
a
g
i
a
n

I
MEMELIHARA MOMENTUM PERUBAHAN
sepenuhnya oleh swasta, seperti jalan tol, bandar udara komersial, pelabuhan
samudera, dan pembangkit tenaga listrik.
Keenam, upaya mem bangun harmoni dalam kehidupan masyarakat dihadap-
kan pada tantangan nyata dengan muncul nya ketegangan sosial yang melahir-
kan konflik internal dan antarumat beragama dengan memanfaatkan sentimen
agama yang diartikan secara sempit, ketimpangan dan ketidakadilan sosial
ekonomi, dan tingkat pendidikan masyarakat yang rendah.
Ketujuh, masih tingginya kejahatan konvensional dan transnasional. Meskipun
terkendali, variasi kejahatan konvensional cenderung meningkat dengan keke-
rasan yang meresahkan masyarakat. Berbagai kejahatan transnasional, seperti:
penyelundupan, narkotika, pencucian uang dan sebagainya terus meningkat.
Luasnya wilayah laut, keanekaragaman sumber daya hayati laut, dan kandungan
sumber daya kelautan, banyaknya pintu masuk ke wilayah perairan nusantara
serta masih lemahnya pengawasan, kemampuan, dan koordinasi keamanan laut
menyebabkan meningkatnya gangguan keamanan, pertahanan dan pelanggaran
hukum di laut. Masih adanya potensi terorisme membutuhkan pendekatan dan
penanganan yang lebih komprehensif. Sementara itu efektivitas pendeteksian
dini dan upaya pre-emtive, pengamanan sasaran vital, pengungkapan kasus,
pengenalan faktor-faktor pemicu terorisme, dan perlindungan masyarakat umum
dari terorisme dirasakan belum memadai.
Kedelapan, dengan wilayah yang sangat luas, serta kondisi sosial, ekonomi dan
budaya yang beragam, serta potensi ancaman baik dari luar maupun dalam negeri
yang tidak ringan, TNI dihadapkan pada masalah masih kurangnya kemampuan
jumlah dan personel serta permasalahan alutsista yang jauh dari mencukupi.
Kesembilan, masih banyaknya peraturan perundang-undangan yang belum
mencerminkan keadilan, kesetaraan, dan penghormatan serta perlindungan
terhadap hak asasi manusia; masih besarnya tumpang tindih peraturan perundangan
di tingkat pusat dan daerah yang menghambat iklim usaha dan pada gilirannya
11
B
a
g
i
a
n

I
Evaluasi Lima Tahun Pelaksanaan RPJMN 2004-2009
menghambat peningkatan kesejahteraan masyarakat; belum ditegakkannya hukum
secara tegas, adil dan tidak diskriminatif, serta memihak kepada rakyat kecil; dan
belum dirasakannya putusan hukum oleh masyarakat sebagai suatu putusan yang
adil dan tidak memihak melalui proses yang transparan.
Kesepuluh, rendahnya kualitas pelayanan umum kepada masyarakat akibat
tingginya penyalahgunaan kewenangan dan penyimpangan, rendahnya kinerja
sumber daya aparatur, belum memadainya sistem kelembagaan (organisasi)
dan ketatalaksanaan (manajemen) pemerintahan; rendahnya kesejahteraan
PNS; serta banyaknya peraturan perundang-undangan yang sudah tidak sesuai
dengan perkembangan keadaan dan tuntutan pembangunan.
Kesebelas, belum menguatnya pelembagaan politik lembaga penyelenggara
negara dan lembaga kemasyarakatan. Hal ini ditambah pula dengan masih
rendahnya internalisasi nilai-nilai demokratis dalam kehidupan berbangsa dan
bernegara, seperti: (1) adanya tindakan kekerasan dan politik uang; (2) masih
belum tuntasnya persoalan-persoalan masa lalu, seperti pelanggaran HAM berat
dan tindakan-tindakan kejahatan politik; (3) adanya ancaman terhadap komitmen
persatuan dan kesatuan; serta (4) adanya kecenderungan unilateralisme dalam
hubungan internasional.
Di samping masalah-masalah pokok tersebut di atas, terdapat berbagai per-
masalahan mendasar yang menuntut perhatian khusus dalam membangun
ke depan, diantaranya adalah: (1) masih lemahnya karakter bangsa; (2) belum
terbangu nnya sistem pembangunan, pemerintahan, dan pem bangunan yang
berkelanjutan; (3) belum berkembangnya nasionalisme kemanusiaan serta
demokrasi politik dan ekonomi; (4) belum terejawantahnya nilai-nilai utama ke-
bangsaan dan belum berkembangnya sistem yang memungkinkan masyarakat
untuk mengadopsi dan memaknai nilai-nilai kontemporer secara bijaksana; serta
(5) kegamangan dalam menghadapi masa depan serta rentannya sistem pem-
bangunan, pemerintahan, dan kenegaraan dalam menghadapi perubahan.
12
B
a
g
i
a
n

I
MEMELIHARA MOMENTUM PERUBAHAN
Berbagai permasalahan tersebut memberikan sumbangan yang besar bagi
peluruhan sistem pemerintahan dan ketatanegaraan. Penanganan yang tidak
sistemik dalam mengatasi hal tersebut cenderung melahirkan persoalan baru
yang berkembang dewasa ini baik di bidang ekonomi, sosial, politik, kelembagaan,
maupun keamanan.
Dalam buku ini akan disampaikan pencapaian dan keberhasilan pelaksanaan
hingga tahun terakhir RPJMN 20042009. Penjelasan pencapaian sasaran
serta keberhasilan penting dari seluruh prioritas pembangunan pada masing-
masing agenda pembangunan. Sedangkan pada bagian akhir dari buku ini akan
dijelaskan secara singkat rangkuman pencapaian ketiga agenda pembangunan
serta pencapaian umum pelaksanaan RPJMN 20042009 secara menyeluruh.

13
B
a
g
i
a
n

I
I
Evaluasi Lima Tahun Pelaksanaan RPJMN 2004-2009
Bab 2.1 Pengantar Agenda Mewujudkan Indonesia yang
Aman dan Damai
Bab 2.2 Peningkatan Rasa Saling Percaya dan Harmonisasi
Antarkelompok Masyarakat
Bab 2.3 Pengembangan Kebudayaan yang Berlandaskan
pada Nilai-nilai Luhur
Bab 2.4 Peningkatan Keamanan, Ketertiban, dan
Penanggulangan Kriminalitas
Bab 2.5 Pencegahan dan Penanggulangan Separatisme
Bab 2.6 Pencegahan dan Penanggulangan Gerakan
Terorisme
Bab 2.7 Peningkatan Kemampuan Pertahanan Negara
Bab 2.8 Pemantapan Politik Luar Negeri dan Peningkatan
Kerjasama Internasional
Bagian II
Agenda Mewujudkan
Indonesia yang Aman
dan Damai
14
B
a
g
i
a
n

I
I
MEMELIHARA MOMENTUM PERUBAHAN MEMELIHARA MOMENTUM PERUBAHAN
14
MEMELIHARA MOMENTUM PERUBAHAN MEMELIHARA MOMENTUM PERUBAHAN
B
a
g
i
a
n

I
I
15
B
a
g
i
a
n

I
I
Evaluasi Lima Tahun Pelaksanaan RPJMN 2004-2009
Bab 2.1
Pengantar Agenda Mewujudkan Indonesia
yang Aman dan Damai
A
genda Mewujudkan Indonesia yang Aman dan Damai memiliki tiga sasaran
pokok dengan tujuh prioritas beserta arah kebijakannya. Sasaran Pertama
adalah meningkatnya rasa aman dan damai. Menurunnya ketegangan dan
ancaman konflik antarkelompok maupun golongan masyarakat, menurunnya
angka kriminalitas secara nyata di perkotaan dan perdesaan, serta menurunnya
secara nyata angka perampokan dan kejahatan di lautan dan penyelundupan
lintas batas, merupakan cerminan perwujudan sasaran pertama ini.
Untuk mencapai sasaran tersebut, maka prioritas pembangunan nasional 2004
2009 adalah Peningkatan Rasa Saling Percaya dan Harmonisasi Antarkelompok
Masyarakat dengan kebijakan yang diarahkan untuk: (1) memperkuat harmoni
yang ada dan mencegah tindakan-tindakan yang menimbulkan ketidakadilan
B
a
g
i
a
n

I
I
16
B
a
g
i
a
n

I
I
MEMELIHARA MOMENTUM PERUBAHAN
sehingga terbangun masyarakat sipil yang kokoh, termasuk membangun
kembali kepercayaan sosial antarkelompok masyarakat; (2) memperkuat dan
mengartikulasikan identitas bangsa; dan (3) menciptakan kehidupan intern
dan antarumat beragama yang saling menghormati dalam rangka menciptakan
suasana yang aman dan damai serta menyelesaikan dan mencegah konflik antar
umat beragama serta meningkatkan kualitas pelayanan kehidupan beragama
bagi seluruh lapisan masyarakat agar dapat memperoleh hak-hak dasar
dalam memeluk agamanya masing-masing dan beribadat sesuai agama dan
kepercayaannya.
Pengembangan Kebudayaan yang Berlandaskan pada Nilai-nilai Luhur dengan
kebijakan yang diarahkan untuk: (1) mendorong terciptanya wadah yang
terbuka dan demokratis bagi dialog kebudayaan agar benturan-benturan yang
terjadi tidak melebar menjadi konflik sosial; (2) mendorong tuntasnya proses
modernisasi yang dicirikan dengan terwujudnya Negara kebangsaan Indonesia
modern yang berkelanjutan, dan menguatnya masyarakat sipil; (3) revitalisasi
nilai-nilai kearifan lokal sebagai salah satu dasar pengembangan etika pergaulan
sosial untuk memperkuat identitas nasional; dan (4) meningkatkan kecintaan
masyarakat terhadap budaya dan produk-produk dalam negeri.
Peningkatan Keamanan, Ketertiban, dan Penanggulangan Kriminalitas dengan
kebijakan yang diarahkan untuk: (1) menegakkan hukum dengan tegas, adil,
dan tidak diskriminatif; (2) meningkatkan kemampuan lembaga keamanan
negara; (3) meningkatkan peran serta masyarakat untuk mencegah kriminalitas
dan gangguan keamanan dan ketertiban di lingkungannya masing-masing; (4)
menanggulangi dan mencegah tumbuhnya permasalahan yang berkaitan dengan
penggunaan dan penyebaran narkoba; (5) meningkatkan kesadaran akan hak-hak
dan kewajiban hukum masyarakat; dan (6) memperkuat kerjasama internasional
untuk memerangi kriminalitas dan kejahatan lintas negara.
Sasaran Kedua adalah semakin kokohnya NKRI berdasarkan Pancasila, Undang-
Undang Dasar (UUD) 1945, dan Bhinneka Tunggal Ika. Tertanganinya kegiatan-
17
B
a
g
i
a
n

I
I
Evaluasi Lima Tahun Pelaksanaan RPJMN 2004-2009
kegiatan yang ingin memisahkan diri dari NKRI, meningkatnya daya cegah
dan tangkal negara terhadap ancaman bahaya terorisme bagi tetap tegaknya
kedaulatan NKRI merupakan cerminan dari sasaran kedua.
Untuk mencapai sasa ran di atas, prioritas pem bangunan nasional tahun 2004
2009 diletakkan pada Pencegahan dan Penanggulangan Sepa ratisme dengan
kebijakan yang diarahkan untuk pencegahan dan penanggulangan sepa ratisme
di daerah Nanggroe Aceh Darussalam (NAD) dan Papua. Kebijakan ini dila kukan
secara komprehensif, ter masuk menindak secara tegas aksi separatisme dengan
tetap menghormati hak-hak masyarakat sipil.
Pencegahan dan Penanggulangan Gerakan Terorisme dengan kebijakan yang
diarahkan untuk: (1) menyusun dan menerapkan kerangka hukum antiterorisme
yang efektif; (2) meningkatkan kemampuan dan kapasitas kelembagaan
antiterorisme; (3) membangun kemampuan menangkal dan menanggulangi
terorisme; (4) memantapkan operasional penanggulangannya; dan (5) mening-
katkan kerjasama untuk memerangi terorisme.
Peningkatan Kemampuan Pertahanan Negara yang diarahkan untuk mening-
katkan profesionalisme TNI dalam modernisasi peralatan pertahanan negara dan
mereposisi peran TNI dalam kehidupan sosial politik, mengembangkan secara
bertahap dukungan pertahanan, serta meningkatkan kesejahteraan prajurit.
Sasaran Ketiga adalah semakin berperannya Indonesia dalam menciptakan
perdamaian dunia. Untuk mencapai sasaran tersebut, prioritas pembangunan
nasional tahun 20042009 diletakkan pada Pemantapan Politik Luar Negeri
dan Peningkatan Kerjasama Internasional dengan kebijakan yang diarah-
kan untuk: (1) meningkatkan kualitas diplomasi Indonesia dalam rangka
memperjuangkan kepentingan nasional; (2) melanjutkan komitmen Indonesia
terhadap pembentukan identitas dan pemantapan integrasi regional, khususnya
di Association of South East Asian Nations (ASEAN); (3) melanjutkan komitmen
Indonesia terhadap upaya-upaya pemantapan perdamaian dunia.

18
B
a
g
i
a
n

I
I
MEMELIHARA MOMENTUM PERUBAHAN
Bab 2.2
Peningkatan Rasa Saling Percaya dan
Harmonisasi Antarkelompok Masyarakat
I. Pengantar
P
eningkatan rasa saling percaya dan terciptanya harmonisasi di dalam
masyarakat akan memberikan kontribusi terhadap kelancaran proses
pembangunan di berbagai bidang. Hasil proses pembangunan di berbagai
bidang tersebut, akan memberikan manfaat pada peningkatan kesejahteraan
masyarakat. Peningkatan rasa saling percaya dan tumbuhnya iklim harmonis
di kalangan masyarakat merupakan pertanda bahwa demokrasi telah berjalan
positif. Demokrasi menghormati penyelesaian masalah tanpa kekerasan. Setiap
masalah diselesaikan secara damai dan bermartabat melalui mekanisme dan
kepatuhan pada hukum. Ketidakberdayaan demokrasi dalam menyelesaikan
B
a
g
i
a
n

I
I
19
B
a
g
i
a
n

I
I
Evaluasi Lima Tahun Pelaksanaan RPJMN 2004-2009
setiap permasalahan secara damai dan bermartabat harus dihindari, karena
ketidakberdayaan ini dapat menimbulkan tindak kekerasan di kalangan masyarakat.
Dalam upaya mewujudkan pencapaian prioritas peningkatan rasa saling percaya
dan harmonisasi antarkelompok masyarakat dalam RPJMN 20042009,
Pemerintah telah menetapkan beberapa sasaran prioritas, yaitu: (1) menurunnya
ketegangan dan ancaman konflik antarkelompok masyarakat atau antargolongan
di daerah-daerah rawan konflik; (2) terpeliharanya situasi aman dan damai; serta
(3) meningkatnya partisipasi masyarakat dalam proses pengambilan keputusan
kebijakan publik dan penyelesaian persoalan sosial kemasyarakatan. Pemerintah
telah melakukan berbagai upaya mewujudkan sasaran tersebut melalui berbagai
program/kegiatan yang diyakini akan membawa masyarakat Indonesia ke arah
yang lebih nyaman, aman dan bersatu menuju terwujudnya rasa saling percaya
dan harmonisasi antarkelompok masyarakat.
II. Pencapaian Prioritas
2.1 Gambaran Pencapaian
Pencapaian sasaran prioritas peningkatan rasa saling percaya dan harmonisasi
antarkelompok masyarakat secara garis besar telah dicapai yang ditandai oleh
meredanya ketegangan dan ancaman konflik antarkelompok masyarakat atau
antargolongan di daerah-daerah rawan konflik terutama di Papua, Maluku,
Maluku Utara, Sulawesi Tengah (Poso), Nusa Tenggara Barat, Jawa Timur,
Nanggroe Aceh Darussalam (NAD), dan Kalimantan Barat. Pencapaian lainnya
yang menandai keberhasilan tersebut adalah semakin stabilnya situasi aman dan
damai di kalangan masyarakat.
2.1.1 Terpeliharanya Situasi Aman dan Damai
Selama kurun waktu 20042009, Pemerintah telah berupaya tanpa kenal lelah
menyelesaikan konflik-konflik di beberapa daerah dan memelihara keadaan
tenang. Pemulihan wilayah pascakonflik dan peningkatan komitmen persatuan
dan kesatuan nasional, khususnya di NAD dan Papua, memperlihatkan hasil yang
baik. Khusus di Provinsi Papua masih menyisakan konflik antarsuku. Mediasi yang
melibatkan tiga unsur, yaitu agama, adat, dan Pemerintah, membuahkan hasil
berupa terjaganya situasi yang relatif aman dan damai. Dengan demikian, secara
umum kita dapat menyatakan bahwa stabilitas sosial politik selama beberapa
tahun terakhir di beberapa daerah cukup memberikan peluang bekerjanya
proses pembangunan untuk kesejahteraan rakyat.
Dalam beberapa tahun terakhir, Pemerintah telah memfasilitasi berbagai upaya dan
memberikan dasar-dasar dan landasan bagi Pemerintah Daerah dan masyarakat di
beberapa daerah yang sempat dilanda konflik, terutama di NAD dan Papua, untuk
meneruskan proses pembangunan dan menjaga harmonisasi di dalam masyarakat.
Pemerintah Provinsi NAD, setelah Perjanjian Helsinki, pascatsunami, dan
penetapan UU Nomor 11 Tahun 2006 tentang Pemerintahan Aceh, dapat
melaksanakan proses pembangunan tanpa terkendala persoalan politik. Stabilitas
sosial politik di Papua memberikan peluang bekerjanya kebijakan Deal Policy for
Papua, yaitu kebijakan Pemerintah untuk mempercepat proses pembangunan di
Provinsi Papua dan Papua Barat.
20
B
a
g
i
a
n

I
I
MEMELIHARA MOMENTUM PERUBAHAN
2.1.2 Menurunnya Ketegangan dan Ancaman Konflik
Antarkelompok Masyarakat atau Antargolongan di
Daerah-daerah Rawan Konflik dan Meningkatnya
Partisipasi Masyarakat dalam Proses Pengambilan
Keputusan Kebijakan Publik dan Penyelesaian Persoalan
Sosial Kemasyarakatan
Selama kurun waktu 20042009, Pemerintah dapat menciptakan situasi sosial
politik yang kondusif di Poso Sulawesi Tengah yang ditandai dengan tumbuh dan
terciptanya rasa aman dan damai, serta semakin baiknya kondisi yang harmonis
di dalam masyarakat. Kondisi yang kondusif tercipta juga di Maluku dan Maluku
Utara. Saat ini, Pemerintah Daerah sedang dan terus melanjutkan hasil yang telah
dicapai selama empat tahun sebagai pelaksanaan Instruksi Presiden (Inpres)
Nomor 6 Tahun 2003 tentang Percepatan Pemulihan Pembangunan Provinsi
Maluku dan Maluku Utara Pascakonflik.
Kerjasama antara Pemerintah, Pemerintah Daerah, dan masyarakat luas pada
umumnya dapat pula menurunkan suhu ketegangan yang disebabkan oleh
konflik antargolongan masyarakat seperti yang terjadi di Nusa Tenggara Barat
terkait dengan persoalan agama, dan di Jawa Timur berkenaan dengan persoalan
konflik pemilihan kepala daerah/wakil kepala daerah.
Disamping itu, Pemerintah, Pemerintah Daerah dan masyarakat telah bersama-
sama meletakkan dasar-dasar dan landasan penguatan ruang publik yang
melibatkan seluruh pemangku kepentingan termasuk di dalamnya Pemerintah,
Pemerintah Daerah, dan masyarakat sipil. Dasar-dasar tersebut merupakan
modal sosial untuk memupuk kepercayaan dan pada akhirnya diharapkan dapat
meningkatkan kerjasama Pemerintah dan masyarakat untuk menjaga iklim
lingkungan yang positif bagi berkembangnya proses demokratisasi, penyelesaian
permasalahan di dalam masyarakat, dan pada proses pembangunan untuk
kesejahteraan rakyat. Dampak lainnya adalah Pemerintah telah membuka
tumbuhnya kepercayaan masyarakat terhadap Pemerintah melalui berbagai
program kerjasama dengan organisasi masyarakat sipil (OMS).
21
B
a
g
i
a
n

I
I
Evaluasi Lima Tahun Pelaksanaan RPJMN 2004-2009
Pemerintah telah pula meletakkan prakarsa untuk memperkenalkan kembali
dan mendorong penerapan nilai-nilai ideologi Pancasila dan tiga pilar bangsa
yaitu UUD Negara Kesatuan Republik Indonesia Tahun 1945, bentuk Negara
Kesatuan Republik Indonesia (NKRI), dan Bhinneka Tunggal Ika, terutama di
kalangan pemuda melalui berbagai pelaksanaan pendidikan kewarganegaraan
dan kebangsaan.

2.2 Evaluasi Pencapaian
2.2.1 Sasaran 1: Terpeliharanya Situasi Aman dan Damai
Perwujudan stabilitas sosial politik di NAD merupakan buah keberhasilan
program reintegrasi yang telah dilaksanakan melalui kerjasama Pemerintah
dan Pemerintah Provinsi NAD, serta peran forum komunikasi dan koordinasi
yang menjadi wadah bagi penyelesaian masalah yang berkaitan dengan agenda
perdamaian yang telah disepakati. Situasi yang semakin kondusif merupakan
hasil dari upaya-upaya yang telah dilakukan oleh Pemerintah, Pemerintah
Daerah, dan masyarakat Aceh seluruhnya. Dasar-dasar perdamaian yang dimulai
dengan Perjanjian Perdamaian Helsinki, dan berlanjut dengan pemberlakuan
UU Nomor 11 Tahun 2006 tentang Pemerintahan Aceh (UU PA), menjadi kunci
penting bagi terciptanya suasana damai dalam masyarakat NAD dan berjalannya
proses pembangunan yang semakin mantap di NAD. Bahkan, lebih jauh dari itu,
suasana sosial politik yang kondusif di NAD telah menghasilkan kepemimpinan
politik harapan rakyat Aceh melalui pemilihan kepala daerah (pilkada) gubernur
dan bupati/walikota di seluruh kabupaten/kota di NAD yang berlangsung
secara aman dan damai serta dinilai jujur dan demokratis. Semua yang telah
dicapai tersebut sangat penting bagi keberlanjutan proses pembangunan di
segala bidang, dan menjadi barometer bagi upaya meningkatkan harmonisasi
kehidupan sosial politik di NAD.
Di Papua, situasi yang relatif kondusif antara lain merupakan sumbangan dari
penguatan implementasi otonomi khusus bagi Provinsi Papua sesuai dengan
UU Nomor 21 Tahun 2001 dan penerapan Inpres Nomor 5 Tahun 2007 tentang
Percepatan Pembangunan Provinsi Papua dan Papua Barat yang sering disebut
dengan New Deal Policy for Papua.
Walaupun situasi sosial dan politik dapat dikatakan terjaga dengan baik dalam
lima tahun terakhir ini di Papua, sesungguhnya pelaksanaan otonomi khusus
(Otsus) dan Inpres belum menunjukkan kemajuan yang signifikan, bahkan
dianggap belum cukup efektif mencapai tujuan pembangunan yang diharapkan.
Ada gap antara idealitas (kebijakan) dan realitas di lapangan. Pada tingkat
regulasi, terjadi konflik antara pemerintah provinsi yang berpegang kepada UU
Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah dengan Majelis Rakyat
Papua (MRP) yang berpegang pada UU Nomor 21 Tahun 2001 tentang Otsus
Papua. Perbedaan pendapat dan acuan tersebut hingga saat ini menyebabkan
peraturan daerah khusus (perdasus) tidak kunjung diselesaikan. Disinilah
terjadi tarik ulur kepentingan antara MRP sebagai representasi kultural Papua
dengan gubernur yang menjadi kepanjangan Pemerintah Pusat di daerah. Tidak
disahkannya beberapa perdasus oleh gubernur atas usulan MRP, selain masalah
regulasi, juga masalah koordinasi dan komunikasi antara MRP dengan Pihak
Eksekutif (gubernur). Sampai sejauh ini hanya ditetapkan PP Nomor 54 Tahun
2004 tentang Majelis Rakyat Papua (MRP) yang kemudian diperbaharui dengan
22
B
a
g
i
a
n

I
I
MEMELIHARA MOMENTUM PERUBAHAN
PP Nomor 64 Tahun 2008 tentang Perubahan PP Nomor 54 Tahun 2004 khususnya
yang menyangkut keuangan MRP. Peraturan Pemerintah (PP) yang mengatur
pengelolaan Sumber Daya Alam (SDA), PP tentang Pembentukan Partai Politik
lokal, serta peraturan daerah provinsi belum dapat diselesaikan dalam hampir
sembilan tahun terakhir ini.
2.2.2 Sasaran 2 dan 3: Menurunnya Ketegangan dan Ancaman
Konflik Antarkelompok Masyarakat atau Antargolongan
di Daerah-daerah Rawan Konflik dan Meningkatnya
Partisipasi Masyarakat dalam Proses Pengambilan
Keputusan Kebijakan Publik dan Penyelesaian Persoalan
Sosial Kemasyarakatan
Situasi sosial politik di Maluku dan Maluku Utara yang semakin kondusif
disebabkan oleh fasilitasi pelaksanaan Inpres Nomor 6 Tahun 2003 yang
memberikan dukungan dan dorongan bagi peningkatan kapasitas dan kapabilitas
pemerintahan di daerah, pelaksanaan rehabilitasi, upaya dialog dan komunikasi
efektif, serta pendampingan terhadap masyarakat. Inpres Nomor 6 Tahun
2003 tersebut telah menjadi pilar penting untuk pemulihan perdamaian yang
berkelanjutan di Maluku dan Maluku Utara. Sedangkan di Poso Sulawesi Tengah,
situasi kondusif disebabkan oleh fasilitas pelaksanaan Inpres Nomor 14 Tahun
2005 tentang Langkah-Langkah Komprehensif Penanganan Kasus Poso.
Pemerintah telah berperan dalam pencapaian situasi sosial politik yang kondusif
terutama ketika menyikapi persoalan-persoalan bernuansa suku, agama, ras dan
antargolongan (SARA). Pencapaian situasi sosial politik yang kondusif ini adalah
buah dari upaya fasilitasi dan koordinasi dengan Pemerintah Daerah untuk
mengatasi dan mencegah timbulnya persoalan SARA, menyelesaikan persoalan
dalam masyarakat, dan meningkatkan kewaspadaan secara dini masyarakat
terhadap kemungkinan terjadinya benturan dalam masyarakat itu sendiri.
Pencapaian situasi harmonis di dalam masyarakat merupakan kontribusi
signifikan peran masyarakat, yang pada intinya menginginkan kedamaian, dan
menjalankan, mendapatkan, dan memanfaatkan hasil pembangunan untuk
23
B
a
g
i
a
n

I
I
Evaluasi Lima Tahun Pelaksanaan RPJMN 2004-2009
peningkatan kesejahteraan masyarakat sendiri. Peran Pemerintah dalam
membantu menjaga harmonisasi dalam masyarakat tidak terlepas dari kebijakan
persuasif, penekanan pada keterlibatan atau partisipasi Pemerintah Daerah dan
masyarakat daerah, dan pendampingan dari Pemerintah ketika diperlukan.
Pemerintah juga melakukan upaya mendorong penerapan nilai-nilai ideologi
Pancasila, termasuk nilai persatuan dan kesatuan, serta cinta tanah air melalui
program wawasan kebangsaan dan cinta tanah air. Program tersebut merupakan
kerjasama Pemerintah dengan berbagai elemen organisasi masyarakat sipil yang
ada di Indonesia. Pemerintah menyadari bahwa peran organisasi masyarakat
sangat penting untuk menjadi garda terdepan dalam mewujudkan konsensus
penyelesaian masalah dalam masyarakat itu sendiri.
Dengan demikian, secara umum dapat dikatakan, bahwa prioritas peningkatan
rasa saling percaya dan harmonisasi antarkelompok masyarakat telah tercapai
sebagai hasil kerja keras bangsa Indonesia selama kurun waktu 20042009
hingga mampu meniadakan ketegangan dan menurunkan ancaman konflik
antarkelompok masyarakat atau antargolongan di daerah-daerah rawan konflik;
mampu memelihara situasi aman dan damai; mampu meningkatkan partisipasi
masyarakat di daerah itu sendiri dalam proses pengambilan keputusan kebijakan
publik, serta mampu meningkatkan partisipasi masyarakat untuk menyelesaikan
persoalan sosial kemasyarakatan mereka sendiri.
III. Keberhasilan
Berbagai pencapaian terutama dalam menjaga stabilitas sosial dan politik juga
merupakan kontribusi dari pelaksanaan program-program yang dilaksanakan
selama kurun 20042009, terutama dukungan pelaksanaan Program Pemulihan
Wilayah Pascakonflik dan Program Peningkatan Komitmen Persatuan dan
Kesatuan. Pada prinsipnya, dengan kedua program tersebut, Pemerintah terus
berupaya untuk mendorong efektivitas penyelenggaraan pemerintahan di daerah
berdasarkan otonomi daerah dan otonomi khusus, mendorong kehidupan politik
yang sehat yang mengacu kepada empat konsensus dasar, yaitu: Pancasila, UUD
1945, bentuk NKRI, dan Bhinneka Tunggal Ika.
3.1 Program Pemulihan Wilayah Pascakonflik
Pencapaian program ini untuk Provinsi NAD dilakukan melalui: (1) fasilitasi
pelaksanaan reintegrasi Gerakan Aceh Merdeka (GAM) dengan masyarakat,
dan (2) peningkatan kapasitas masyarakat sipil dalam penyelesaian konflik dan
pemulihan wilayah pascakonflik. Pada kasus Aceh, upaya perdamaian yang
dilakukan pascaperjanjian MoU Helsinki adalah perlucutan senjata, penarikan
pasukan nonorganik, dan reintegrasi. Keberhasilan reintegrasi tersebut dapat
dilihat dari jabatan-jabatan politik mulai gubernur, wakil gubernur, bupati, lurah
dan anggota DPD yang dijabat oleh para tokoh mantan GAM. Para mantan GAM
juga telah diterima dalam kehidupan sosial masyarakat, dan bahkan mereka
menjadi tokoh panutan di lingkungannya.
Pemerintah melakukan pula fasilitasi pemberdayaan pranata sosial dan budaya
bangsa, pemanfaatan adat istiadat, serta forum dialog antarbudaya dan tokoh
24
B
a
g
i
a
n

I
I
MEMELIHARA MOMENTUM PERUBAHAN
masyarakat. Pada konteks perdamaian Aceh, fasilitasi pranata sosial dan budaya
dilakukan melalui pembentukan Masyarakat Adat Aceh sesuai dengan amanat
UU Nomor 44 Tahun 1999 tentang Keistimewaan Aceh pada sektor agama,
pendidikan dan adat. Untuk agama dibentuk Majelis Permusyawaratan Ulama
(MPU), untuk pendidikan dibentuk Majelis Pendidikan Aceh, dan untuk adat
dibentuk Majelis Adat Aceh (MAA). Tujuan dari MAA adalah untuk menjamin
adat masyarakat Aceh terus lestari dan berfungsi dalam kehidupan sosial
kemasyarakatan.
Beberapa upaya yang dilakukan oleh MAA dalam menyelesaikan konflik melalui
pendekatan adat adalah dengan pembentukan Badan Penyelesaian Konflik,
sebuah lembaga adat yang dibentuk sejak tahun 2007 yang terdiri dari unsur
polisi masyarakat yang membantu kepala desa (keuchik), sehingga kasus-kasus
konflik tidak sampai masuk ke pengadilan (pendekatan hukum positif), tapi cukup
diselesaikan hingga peradilan desa. Untuk melaksanakan fungsi peradilan desa,
MAA memberikan bantuan pelatihan bagi hakim-hakim di desa. Idealnya tiap
desa terdapat lima hakim, akan tetapi sampai sekarang yang ada baru satu desa
satu hakim. Total hakim yang sudah dilatih ada 3.000 dari 6.400 jumlah desa.
Berbeda dengan Aceh, untuk penyelesaian konflik Papua, kebijakan yang
difasilitasi oleh Pemerintah Pusat antara lain dengan menerbitkan UU Nomor 21
Tahun 2001 tentang Otonomi Khusus Papua. Isinya adalah pemberian kewenangan
kepada Pemerintah dan rakyat Papua untuk mengelola rumah tangganya dan
memanfaatkan kekayaan sumber daya alam untuk kemakmuran dan kesejah-
teraan rakyat Papua. UU ini bernilai strategis dalam rangka mewujudkan akse-
lerasi pembangunan, pening katan pelayanan publik, dan pemberdayaan rakyat
Papua. Pada tahun 2008, Pemerintah menetapkan Perpu Nomor 1 Tahun 2008
tentang Perubahan atas UU Nomor 21 Tahun 2001, yang menjadi dasar hukum
keberadaan Provinsi Papua Barat.
Dalam UU Otsus disebutkan bahwa MRP merupakan repre sen tasi kultural Papua
yang mencakup kelompok agama, adat, dan perempuan. Sesuai pasal 20 UU
Nomor 21 Tahun 2001, ada enam fungsi yang harus diemban oleh MRP, yaitu:
(1) memberikan pertimbangan dan persetujuan terhadap bakal calon gubernur
dan wakil gubernur yang diajukan oleh Dewan Perwakilan Rakyat Papua (DPRP);
(2) memberikan pertimbangan dan persetujuan terhadap bakal calon anggota
Majelis Permusyawaratan Rakyat Republik Indonesia utusan daerah Provinsi
Papua yang diusulkan oleh DPRP; (3) memberikan pertimbangan dan persetu-
juan terhadap Peraturan Daerah Khusus (Perdasus) yang diajukan oleh DPRP ber-
sama Gubernur; (4) memberikan saran, pertimbangan dan persetujuan terhadap
perjanjian kerjasama yang dibuat oleh Pemerintah maupun Pemerintah Provinsi
dengan pihak ketiga yang berlaku di Provinsi Papua, khususnya yang menyangkut
hak asli orang Papua; (5) memperhatikan dan menyalurkan pengaduan aspirasi
masyarakat adat, kelompok agama, perempuan, dan masyarakat pada umum-
nya, yang menyangkut hak-hak orang asli Papua, serta memfasilitasi tindak lan-
jut penyelesaiannya; dan (6) memberikan pertimbangan kepada DPRP, gubernur,
DPRD kabupaten/kota, serta bupati/walikota yang terkait dengan hak-hak asli
orang Papua. Untuk melaksanakan fungsi tersebut, MRP melakukannya dalam
bentuk Peraturan Daerah Khusus (Perdasus).
25
B
a
g
i
a
n

I
I
Evaluasi Lima Tahun Pelaksanaan RPJMN 2004-2009
Untuk mencegah terjadinya potensi konflik dan mempercepat pembangunan
di Papua, Pemerintah Pusat mengeluarkan Inpres Nomor 5 Tahun 2007 tentang
Percepatan Pembangunan Provinsi Papua dan Papua Barat. Isi Inpres tersebut
ada lima, sebagai bentuk pendekatan paradigma baru yang dikenal dengan
New Deal Policy of Papua dengan prioritas percepatan pembangunan di Papua,
yaitu: (1) pemantapan ketahanan pangan dan pengurangan kemiskinan; (2)
peningkatan kualitas penyelenggaraan pendidikan; (3) Peningkatan kualitas
layanan kesehatan; (4) peningkatan infrastruktur dasar guna meningkatkan
aksesibilitas di wilayah terpencil, pedalaman, dan perbatasan; dan (5) perlakukan
khusus (affirmative action) bagi pengembangan kualitas sumber daya manusia
putra-putri Papua.
Dalam menjaga situasi yang har-
monis dan mendukung pro ses
pembangunan di daerah pasca-
konflik Maluku dan Maluku Utara,
Pemerintah melalui Inpres Nomor
6 Tahun 2003 ten tang Percepatan
Pemulihan Pembangunan Provinsi
Maluku dan Maluku Utara, telah
mampu meningkatkan keper-
cayaan masya rakat kepada
Peme rintah dan Pemerintah
Dae rah. Pada intinya Inpres
tersebut ditujukan untuk meningkatkan kapasitas dan kredibilitas Pemerintah di
daerah dan dilakukannya rehabilitasi serta upaya dialog dan komunikasi efektif
serta pendampingan terhadap masyarakat bagi pemulihan perdamaian yang
berkelanjutan.
Dalam menjaga situasi yang aman dan damai di Poso, Pemerintah dan
Pemerintah Daerah selalu melakukan fasilitasi dan dukungan yang melibatkan
masyarakat dalam proses rekonsilisiasi serta pengamanan lingkungan desa
dan kelurahan, fasilitasi dialog antarkomunitas yang berkonflik dengan
melibatkan tokoh-tokoh agama, tokoh budaya, kalangan perguruan tinggi, dan
lembaga swadaya masyarakat (LSM) untuk meningkatkan kekohesifan di dalam
masyarakat. Pelaksanaan Inpres Nomor 14 Tahun 2005 tentang Langkah-langkah
Komprehensif Penanganan Masalah Poso telah berhasil secara konsisten dan
berkelanjutan, memfasilitasi dan menciptakan kondisi keamanan yang relatif
kondusif bagi upaya peningkatan kesejahteraan rakyat secara berkelanjutan.
3.2 Program Peningkatan Komitmen Persatuan dan
Kesatuan Nasional
Pelaksanaan Program Peningkatan Komitmen Persatuan dan Kesatuan Nasional
yang telah dilakukan membuahkan terjaganya stabilitas sosial dan politik yang
didukung oleh pelaksanaan kebijakan yang dilaksanakan oleh Pemerintah dalam
kurun waktu lima tahun terakhir. Kegiatan yang dilaksanakan antara lain dialog
serta kegiatan seni dan budaya untuk peningkatan pemahaman nilai persatuan,
peningkatan koordinasi dan komunikasi berbagai pihak dalam penyelesaian konflik,
sosialisasi kebangsaan dan cinta tanah air oleh organisasi kemasyarakatan (ormas),
fasilitasi untuk mendorong rekonsiliasi di daerah, pengembangan berbagai kegiatan
26
B
a
g
i
a
n

I
I
MEMELIHARA MOMENTUM PERUBAHAN
kebangsaan dan cinta tanah air, dan pengembangan forum kewaspadaan dini.
Stabilitas sosial dan politik tidak lepas dari kontribusi penguatan wawasan
kebangsaan dan keinginan menjaga persatuan dan kesatuan di dalam masyarakat.
Pemerintah pun telah melakukan berbagai upaya seperti memberikan fasilitasi
penanganan persoalan dan juga memberikan pendidikan wawasan kebangsaan
dan kewarganegaraan yang bekerjasama dengan ormas, dan LSM, serta lembaga
nirlaba (LNL) lainnya. Kerjasama ini telah dilakukan dalam lima tahun terakhir dan
masih berlangsung hingga sekarang. Kegiatan penguatan wawasan kebangsaan
telah dilakukan sebanyak 1664 paket bekerjasama dengan ormas/LSM/LNL di
bidang pendidikan politik dan masyarakat, termasuk penyusunan pedoman
tentang kerjasama program wawasan kebangsaan dan cinta tanah air dengan
ormas/LSM/LNL lainnya. Tujuan dari program penguatan wawasan kebangsaan
dengan ormas adalah untuk menjadikan ormas sebagai mitra Pemerintah dan
meningkatkan kapasitasnya dalam mensosialisasikan program cinta tanah air
dan wawasan kebangsaan.
Peningkatan wawasan kebangsaan dan kewarganegaraan dilakukan pula melalui
kegiatan seni dan budaya dalam rangka peningkatan pemahaman nilai persatuan.
Kegiatan konkrit lainnya yang telah dilaksanakan adalah sosialisasi kebangsaan
dan cinta tanah air oleh ormas, pengembangan berbagai kegiatan kebangsaan
dan cinta tanah air, pengembangan forum kewaspadaan dini, serta peningkatan
koordinasi dan komunikasi berbagai pihak dalam penyelesaian konflik, dan upa-
ya mendorong rekonsiliasi di daerah. Pemerintah telah pula melakukan kegiatan
pem berdayaan pranata sosial dan budaya bangsa, pemanfaatan adat istiadat
dalam memperkokoh persatuan bangsa, serta penyusunan Pera turan Menteri
Dalam Negeri (Permendagri) tentang festival lagu daerah dan festival kesenian
daerah.
Kegiatan lain yang dilakukan adalah pelaksanaan kegiatan diskusi ruang publik
untuk membahas masalah di dalam masyarakat. Dalam rangka mencegah
kerawanan sosial, sejak tahun 2006, Pemerintah terus berkoordinasi dengan
Pemerintah Daerah untuk meningkatkan kewaspadaan secara dini masyarakat
pada kemungkinan terjadinya ben turan dalam masyarakat itu sendiri. Koordinasi
ini didukung dengan penerbitan Permendagri Nomor 12 Tahun 2006 tentang
Kewaspadaan Dini Masyarakat di Daerah dan Permendagri Nomor 11 Tahun 2006
tentang Komunitas Intelijen Daerah. Selain itu, sebagai upaya untuk mendukung
pembauran dalam masyarakat, koordinasi dengan Pemerintah Daerah didukung
dengan penerbitan Permendagri Nomor 34 Tahun 2006 tentang Pedoman
Penyelenggaraan Pembauran Kebangsaan di Daerah. Upaya lain yang dilakukan
adalah memantapkan peran Pemerintah sebagai fasilitator dan mediator dalam
mengatasi berbagai persoalan untuk menjaga dan memelihara persatuan dan
kesatuan, perdamaian, dan harmoni dalam masyarakat.
Dalam menindaklanjuti berbagai kebijakan atau peraturan yang dikeluarkan
tersebut, Pemerintah telah pula melakukan fasilitasi pembentukan Forum
Kerukunan Umat Beragama (FKUB) di 33 provinsi, 241 kabupaten, dan 65 kota.
Dalam menjaga kerukunan umat beragama, telah dikeluarkan Surat Keputusan
Bersama (SKB) Tiga Menteri (Menteri Agama, Mendagri dan Kejaksaan Agung)
Nomor 3 Tahun 2008, Kep-033/A/JA/6/2008, dan Nomor 199 Tahun 2008 tentang
Peringatan dan Perintah kepada Penganut, Anggota, dan atau Anggota Pengurus
Jamaah Ahmadiyah Indonesia (JAI), sebagai pedoman bagi masyarakat Indonesia
27
B
a
g
i
a
n

I
I
Evaluasi Lima Tahun Pelaksanaan RPJMN 2004-2009
dan warga Ahmadiyah untuk menyelesaikan segala persoalan melalui konstitusi
dan jalur hukum. Pada tahun 2006, Pemerintah mengeluarkan Peraturan Bersama
Menteri Agama dan Menteri Dalam Negeri Nomor 9 dan Nomor 8 Tahun 2006
tentang Pedoman Pelaksanan Tugas Kepala Daerah/Wakil Kepala Daerah dalam
Pemeliharaan Kerukunan Umat Beragama, Pemberdayaan Forum Kerukunan
Umat Beragama, dan Pendirian Rumah Ibadah.
Pemerintah juga telah memfasilitasi pembentukan Forum Kewaspadaan Dini
Masyarakat (FKDM) di 24 provinsi dan 57 kabupaten/kota, pembentukan
Komunitas Intelijen Daerah (KOMINDA) di 33 provinsi dan 425 kabupaten/kota,
serta Forum Pembaruan Kebangsaan (FPK) di 11 provinsi dan 16 kabupaten/
kota. Dalam konteks persatuan dan kesatuan bangsa, Pemerintah menerbitkan
PP Nomor 77 Tahun 2007 tentang Lambang Daerah sebagai tanda identitas
NKRI yang menggambarkan potensi daerah, harapan masyarakat daerah, dan
semboyan yang melukiskan harapan tersebut.
Dari sisi peningkatan kualitas sumber daya manusia, Pemerintah melakukan
pelatihan tenaga pelatih pembauran daerah (TPPD) bagi pejabat kantor
Kesatuan Bangsa dan Perlindungan Masyarakat (Kesbanglinmas) serta pengurus
ormas pembauran provinsi seluruh Indonesia dengan tujuan untuk membentuk
kader pembauran kebangsaan di daerah hingga tingkat rukun tetangga (RT)/
rukun warga (RW). Pemerintah juga melakukan fasilitasi kepada kepala daerah
dalam rangka memberikan pelayanan kepada masyarakat penganut kepercayaan
minoritas untuk menjaga kerukunan umat beragama.
Untuk mendukung fasilitasi tersebut, Pemerintah melakukan pengkajian dan
pengumpulan data dan informasi dan melakukan pemetaan daerah yang rentan
dengan masalah konflik hak tradisional dan masalah pertanahan, juga persoalan
rawan penyelundupan sumber daya alam. Pemerintah pun melakukan dialog
interaktif untuk memetakan permasalahan ormas dan peningkatan kapasitas
ormas keagamaan dalam mengawal persatuan dan kesatuan bangsa, termasuk
penyusunan pedoman layanan administrasi dan penyusunan pangkalan data
direktori LSM asing.
Pemerintah juga mendorong penerapan nilai-nilai ideologi Pancasila, termasuk
di dalamnya nilai persatuan dan kesatuan, serta cinta tanah air melalui Program
Wawasan Kebangsaan dan Cinta Tanah Air. Program ini merupakan kerjasama
Pemerintah dengan ratusan organisasi masyarakat sipil yang ada di Indonesia.
Pemerintah menyadari bahwa peran organisasi masyarakat sangatlah penting
untuk menjadi garda terdepan dalam mewujudkan konsensus penyelesaian
masalah dalam masyarakat itu sendiri.
28
B
a
g
i
a
n

I
I
MEMELIHARA MOMENTUM PERUBAHAN

Bab 2.3
Pengembangan Kebudayaan yang
Berlandaskan pada Nilai-nilai Luhur
I. Pengantar
R
PJMN 20042009 mengarahkan pembangunan kebudayaan pada
penguatan jati diri bangsa dalam kerangka keberagaman. Keberagaman
masyarakat dan budaya Indonesia merupakan potensi yang perlu
diwujudkan untuk menjawab berbagai tantangan kekinian. Salah satu tantangan
kekinian yang mengemuka adalah perkembangan global yang dipengaruhi oleh
kemajuan teknologi komunikasi dan informatika. Hal tersebut mempengaruhi
dinamika masyarakat dalam setiap aspek kehidupannya. Guna menghadapi
tantangan tersebut, seluruh komponen bangsa perlu bersinergi untuk
melanjutkan pembangunan karakter dan jati diri bangsa (national and character
B
a
g
i
a
n

I
I
29
B
a
g
i
a
n

I
I
Evaluasi Lima Tahun Pelaksanaan RPJMN 2004-2009
building). Sinergi tersebut perlu terus diperkuat dalam kerangka keberagaman
untuk membentuk bangsa yang berkarakter, maju, dan berdaya saing.
Kemajuan kebudayaan suatu bangsa tidak dapat dilepaskan dari peninggalan
budaya dan sejarah bangsa yang menjadi simbol identitas keberadaban.
Kemajuan tersebut terutama disebabkan oleh semakin meningkatnya
berbagai upaya pengembangan nilai budaya, pengelolaan keragaman budaya,
serta perlindungan, pengembangan, dan pemanfaatan warisan budaya.
Upaya tersebut sangat diperlukan agar simbol identitas keberadaban dapat
dialihgenerasikan secara berkesinambungan. Untuk itu, Pemerintah dan
masyarakat termasuk dunia usaha perlu bermitra dalam pengelolaan warisan
budaya.
II. Pencapaian Prioritas
2.1 Gambaran Pencapaian
Pengembangan kebudayaan yang diarahkan untuk memperkuat jati diri dan
karakter bangsa yang berlandaskan pada nilai-nilai luhur dalam periode RPJMN
20042009 telah memberikan kemajuan yang cukup berarti. Kemajuan yang
cukup menonjol adalah pada pencapaian sasaran menurunnya ketegangan
dan ancaman konflik antarkelompok masyarakat, serta semakin kokohnya NKRI
berdasarkan Pancasila, UUD 1945, dan Bhinneka Tunggal Ika. Dengan semakin
meningkatnya pencapaian sasaran tersebut, maka kondisi aman dan damai di
masyarakat semakin pulih dan terpelihara.
Empat sasaran pembangunan kebudayaan yang berlandaskan pada nilai-nilai
luhur adalah: (1) menurunnya ketegangan dan ancaman konflik antarkelompok
masyarakat; (2) semakin kokohnya NKRI berdasarkan Pancasila, UUD 1945, dan
Bhinneka Tunggal Ika; (3) semakin berkembangnya penerapan nilai baru yang
positif dan produktif dalam rangka memantapkan budaya nasional yang terwujud
dalam setiap aspek kebijakan pembangunan; dan (4) meningkatnya pelestarian
dan pengembangan kekayaan budaya.
2.2 Evaluasi Pencapaian
2.2.1 Sasaran 1 dan 2: Menurunnya Ketegangan dan Ancaman
Konflik Antarkelompok Masyarakat, serta Semakin
Kokohnya NKRI Berdasarkan Pancasila, UUD 1945, dan
Bhinneka Tunggal Ika
Pencapaian sasaran pertama dan kedua ditunjukkan an tara lain oleh: (1) semakin
berkembangnya pemahaman terhadap pentingnya kesadaran keragaman budaya
yang ditan dai dengan menurunnya eskalasi konflik/perkelahian antarkelompok
warga di tingkat desa, yaitu dari 2.583 desa pada tahun 2003 menjadi 1.235 desa
pada tahun 2008 (Survei Potensi Desa 2008, Badan Pusat Statistik/BPS) atau
mencapai 109,2 per sen; (2) tumbuhnya sikap saling menghormati dan meng-
hargai keberagaman buda ya yang ditandai dengan per kembangan persentase
per sepsi masyarakat terha dap kebiasaan bersilaturahmi (79,22 persen),
persentase persepsi masyarakat terhadap kegiatan gotong royong (84,6 persen),
serta persentase persepsi masyarakat terhadap kebiasaan tolong-menolong
30
B
a
g
i
a
n

I
I
MEMELIHARA MOMENTUM PERUBAHAN
antarsesama warga (90,4 persen) (Survei Sosial Ekonomi Nasional 2006, BPS).
Semakin derasnya arus globalisasi yang didorong oleh kemajuan teknologi
komunikasi dan informasi telah membuka peluang terjadinya interaksi budaya
antarbangsa. Proses interaksi budaya tersebut di satu sisi berpengaruh positif
ter hadap perkembangan dan peru bahan orientasi nilai dan perilaku bangsa
Indonesia, namun di sisi lain dapat menim bulkan pengaruh negatif. Pengaruh
negatif tersebut antara lain semakin memudarnya penghargaan pada nilai budaya
dan bahasa, nilai solidaritas sosial, kekeluargaan, rasa cinta tanah air, serta
berbagai perilaku yang tidak sesuai dengan nilai, norma, dan pandangan hidup
Bangsa Indonesia. Kondisi ini ditunjukkan antara lain dengan munculnya gejala
menurunnya kualitas penggunaan Bahasa Indonesia, menurunnya rasa cinta
terhadap produk dalam negeri, serta menurunnya sikap toleransi dan tenggang
rasa dalam masyarakat sehingga menimbulkan potensi terjadinya pertikaian
dan konflik antarwarga. Data BPS menunjukkan bahwa jumlah konflik yang
terjadi masih cukup tinggi, yaitu sebanyak 2.687 kasus. Dari kasus-kasus konflik
tersebut, jenis konflik yang paling sering terjadi adalah konflik antarkelompok
warga (46,0 persen), konflik warga antardesa/kelurahan (34,9 persen), dan
konflik antarsuku/etnis (4,4 persen). Dengan demikian, tantangan yang dihadapi
adalah memelihara dan melestarikan nilai-nilai tradisi luhur seperti cinta tanah
air, nilai solidaritas sosial, dan keramahtamahan yang menjadi identitas budaya
dan berfungsi sebagai perekat persatuan bangsa.
2.2.2 Sasaran 3: Semakin Berkembangnya Penerapan Nilai Baru
yang Positif dan Produktif dalam Rangka Memantapkan
Budaya Nasional yang Terwujud dalam Setiap Aspek
Kebijakan Pembangunan
Pencapaian sasaran ketiga antara lain ditunjukkan oleh: (1) semakin berkembangnya
proses internalisasi nilai-nilai luhur, pengetahuan dan teknologi tradisional, serta
kearifan lokal yang relevan dengan tata
kehidupan bermasyarakat dan bernegara,
seperti nilai-nilai persaudaraan, solidaritas
sosial, saling menghargai, serta rasa cinta
tanah air; (2) meningkatnya apresiasi
masyarakat terhadap hasil karya seni
budaya dan perfilman yang ditandai oleh
penyelenggaraan berbagai pameran,
festival, pagelaran, dan pentas seni dan
film, pemberian penghargaan di bidang
seni dan film, serta pengiriman misi
kesenian ke berbagai acara internasional
sebagai bentuk promosi ke senian nasional
Indonesia.
Keragaman seni budaya dan tradisi telah
menjadikan Indonesia sebagai bangsa
yang kaya dengan berbagai bentuk
ekspresi budaya dan pengetahuan
tradisional seperti seni rupa, seni per tun-
31
B
a
g
i
a
n

I
I
Evaluasi Lima Tahun Pelaksanaan RPJMN 2004-2009
jukan, seni media, cerita rakyat, permainan tradisional, tekstil tradisional, pasar
tra disional, dan upacara tra disional. Keragaman seni, budaya, dan tradisi yang
meru pakan kekayaan budaya ini perlu dipelihara, dilindungi, dan dikembangkan
oleh masyarakat. Pengembangan seni, budaya, dan tradisi memiliki fungsi
yang sangat penting dalam meningkatkan apresiasi masyarakat dari generasi
ke generasi kepada keragaman budaya yang adaptif terhadap pengaruh
positif budaya global. Sesuai dengan perkembangan dan dinamika kehidupan
masyarakat, peningkatan apresiasi dan penyaluran kreativitas berkesenian
masyarakat menghadapi beberapa kendala antara lain: (1) terbatasnya sarana
dan prasarana kesenian, seperti galeri, taman budaya, gedung kesenian, dan
gedung bioskop; (2) menurunnya minat masyarakat dalam menonton kegiatan
seni-budaya; dan (3) terjadinya pembajakan karya cipta seni dan budaya. Untuk
itu, tantangan yang dihadapi adalah meningkatkan pemahaman dan apresiasi
masyarakat terhadap seni dan budaya serta perlindungan terhadap hak atas
kekayaan intelektual (HaKI), terutama karya cipta seni dan budaya baik yang
bersifat individual maupun kolektif.
2.2.3 Sasaran 4: Meningkatnya Pelestarian dan Pengembangan
Kekayaan Budaya
Pencapaian sasaran keempat antara lain ditunjukkan oleh: (1) tumbuhnya
kesadaran dan pemahaman masyarakat atas pengelolaan kekayaan dan warisan
buda ya yang ditandai oleh meningkatnya kesadaran, kebanggaan, dan peng har ga-
an masyakarat kepada nilai-nilai sejarah bangsa Indonesia, meningkatnya upaya
perlindungan, pengembangan dan pemanfaatan benda cagar budaya (BCB)/
situs, serta berkembangnya peran dan fungsi museum sebagai sarana rekreasi
dan edukasi; dan (2) meningkatnya kerjasama yang sinergis antarpihak terkait
dalam upaya pengembangan nilai budaya, pengelolaan keragaman budaya serta
perlindungan, pengembangan, dan pemanfaatan warisan budaya.
Dalam era otonomi daerah
saat ini, kualitas pengelo-
laan warisan budaya bangsa,
seperti benda cagar budaya,
situs, kawasan cagar budaya,
dan museum, masih sangat
beragam. Berdasarkan data
tahun 2007, jumlah BCB
yang telah diinventarisasi
adalah sebanyak 8.232 buah
(Kementerian Kebu dayaan
dan Pariwisata/Kembudpar,
2007). Dari jumlah tersebut,
BCB yang dipelihara baru
mencakup 1.847 buah (22,4
persen), sedangkan BCB yang
telah dipugar baru sebanyak
422 buah (5,1 persen). Kasus
pencurian, penyelundupan,
dan perusakan situs dan BCB
juga mengalami peningkatan
32
B
a
g
i
a
n

I
I
MEMELIHARA MOMENTUM PERUBAHAN
dari 5 kasus pada ta-
hun 2005 menjadi 10
kasus pada tahun 2007
(Kembudpar, 2007).
Selain itu, apresiasi dan
kesadaran masyarakat
terhadap warisan bu-
daya seperti candi,
istana, tugu, monumen,
dan tempat berseja-
rah lainnya masih be-
lum berkembang, yang
antara lain ditunjukkan
oleh menurunnya jum-
lah pengun jung dari 4,8 juta orang pada tahun 2006 menjadi 3,1 juta orang pada
tahun 2008 (Kembudpar, 2008). Kecenderungan tersebut menunjukkan masih
kurangnya apresiasi, pemahaman, komitmen, dan kesadaran masyarakat tentang
arti pentingnya warisan budaya dengan berbagai kandungan nilai-nilai luhurnya
sebagai sarana edukasi dan rekreasi yang dapat mengilhami berkembangnya in-
dustri budaya yang memiliki nilai ekonomi berkelanjutan. Oleh karena itu, tan-
tangan ke depan adalah bagaimana meningkatkan upaya perlindungan, pengem-
bangan, dan pemanfaatan warisan budaya sebagai sarana rekreasi, edukasi, dan
pengembangan kebudayaan untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat.
Pembangunan kebudayaan memerlukan dukungan sumber daya yang memadai
seperti sumber daya manusia, sarana dan prasarana kebudayaan, kelembagaan,
pendanaan, kemitraan, serta penelitian dan pengembangan. Oleh karena itu,
sumber daya kebudayaan perlu dikembangkan secara berkelanjutan. Dalam
pelaksanaannya, pengembangan sumber daya kebudayaan menghadapi
beberapa permasalahan antara lain: (1) terbatasnya sumber daya manusia yang
berkualitas di bidang kebudayaan; (2) belum optimalnya hasil penelitian dan
pengembangan kebudayaan; (3) terbatasnya sarana dan prasarana kebudayaan;
(4) terbatasnya dukungan peraturan perundangan di bidang kebudayaan; (5)
terbatasnya kemampuan pendanaan; dan (6) belum optimalnya koordinasi
antarinstansi di tingkat pusat dan daerah serta belum optimalnya kerja sama
antarpihak, yaitu Pemerintah, swasta dan masyarakat. Untuk itu, tantangan ke
depan adalah meningkatkan kapasitas sumber daya pembangunan kebudayaan
yang didukung oleh sumber daya manusia yang kompeten, kualitas dan intensitas
hasil penelitian sebagai bahan rumusan kebijakan pembangunan di bidang
kebudayaan, sarana dan prasarana yang memadai, tata pemerintahan yang baik
(good governance), serta koordinasi antartingkat pemerintahan yang efektif.
Sasaran pembangunan kebudayaan ke depan perlu diarahkan kepada
peningkatan pengembangan budaya untuk menciptakan masyarakat dan bangsa
Indonesia yang memiliki budaya dan peradaban luhur dan mampu menjaga jati
diri di tengah pergaulan global. Sasaran ini ditandai dengan: (1) meningkatnya
kesadaran dan pemahaman masyarakat akan pentingnya karakter dan jati
diri bangsa agar masyarakat memiliki ketahanan budaya yang tangguh; (2)
meningkatnya apresiasi masyarakat kepada keragaman seni dan budaya, serta
kreativitas seni dan budaya yang didukung oleh suasana yang kondusif dalam
penyaluran kreativitas berkesenian masyarakat; (3) meningkatnya perhatian dan
33
B
a
g
i
a
n

I
I
Evaluasi Lima Tahun Pelaksanaan RPJMN 2004-2009
kesertaan Pemerintah dalam program-program seni budaya yang diinisiasi oleh
masyarakat dan mendorong berkembangnya apresiasi kepada kemajemukan
budaya; (4) meningkatnya penyediaan sarana yang memadai bagi pengembangan,
pendalaman dan pergelaran seni budaya di kota besar dan ibu kota kabupaten;
(5) meningkatnya kualitas perlindungan, pengembangan dan pemanfaatan
warisan budaya; dan (6) meningkatnya kapasitas sumber daya pembangunan
kebudayaan.
III. Keberhasilan
Program yang berkontribusi signifikan dalam mendukung pencapaian
pembangunan kebudayaan dalam periode RPJMN 20042009 adalah Program
Pengelolaan Keragaman Budaya, Program Pengembangan Nilai Budaya dan
Program Pengelolaan Kekayaan Budaya.
3.1 Program Pengelolaan Keragaman Budaya
Program pengelolaan keragaman
budaya telah berhasil mendukung
pencapaian sasaran pembangunan
kebudayaan terutama untuk mengu-
rangi jumlah konflik antarkelompok
masyarakat. Pencapaian tersebut
terutama didukung oleh terlaksan-
anya dialog antarbudaya yang terbu-
ka dan demokratis untuk mengatasi
berbagai persoalan bangsa, khusus-
nya dalam rangka kebersamaan dan
integrasi, serta terlaksananya kam-
panye hidup rukun dalam keraga-
man budaya/multikultur. Walaupun
program pengelolaan keragaman
budaya tidak secara langsung da-
pat menurunkan konflik, namun
program ini dapat mendorong ter-
ciptanya situasi yang lebih kondusif
sehingga konflik antarkelompok
masyarakat diharapkan dapat lebih
berkurang dan pada akhirnya mem-
perkokoh NKRI.
3.2 Program Pengembangan Nilai Budaya
Keberhasilan program pengemb angan nilai budaya dalam men dukung pencapaian
sasaran pe ne ra pan nilai baru yang positif dan produktif dalam rangka me-
mantapkan budaya nasional, teru tama terlihat dari terlaksananya inventarisasi
aspek-aspek tradisi untuk menggali kearifan tradisional yang dimiliki suku bangsa
dan inventarisasi masyarakat adat yang mencakup upacara adat, tempat-tempat
spiritual, dan reinventarisasi kepercayaan kepada Tuhan Yang Maha Esa, serta
terlaksananya pengenalan nilai-nilai budaya dalam rangka nation and character
34
B
a
g
i
a
n

I
I
MEMELIHARA MOMENTUM PERUBAHAN
building. Melalui inventarisasi dan pengenalan tersebut, nilai-nilai yang positif dan
produktif akan semakin berkembang, sehingga akan terjadi proses internalisasi
nilai-nilai luhur, pengetahuan dan teknologi tradisional, serta kearifan lokal yang
relevan dengan tata kehidupan bermasyarakat dan bernegara, seperti nilai-nilai
persaudaraan, solidaritas sosial, saling menghargai, serta rasa cinta tanah air.
3.3 Program Pengelolaan Kekayaan Budaya
Program pengelolaan kekayaan budaya berkontribusi dalam mendukung penca-
paian sasaran meningkatnya pelestarian dan pengembangan kekayaan budaya,
terutama untuk meningkatkan upaya perlindungan, pengembangan, dan peman-
faatan BCB/situs, mengembangkan peran dan fungsi museum sebagai sarana re-
kreasi dan edukasi, serta meningkatkan kesadaran, kebanggaan, dan penghar-
gaan masyakarat terhadap nilai-nilai sejarah bangsa Indonesia. Berkaitan dengan
peningkatan upaya perlindungan, pengembangan, dan pemanfaatan BCB/situs,
program pengelolaan kekayaan budaya telah berhasil dalam menyusun Ren-
cana Induk Pelestarian BCB Nasional dan revisi UU Nomor 5 Tahun 1992 tentang
Benda Cagar Budaya. Selain itu, secara lebih detil program ini juga telah men-
gadvokasi penanggulangan kasus pelang garan benda cagar budaya, penanganan
perlin dungan benda cagar budaya bawah air dan melaksanakan konservasi dan
rehabilitasi berbagai BCB/situs.
Peran dan fungsi museum terus diupayakan untuk ditingkatkan. Melalui program
pengelolaan kekayaan budaya ini, keberhasilan yang telah dicapai antara lain
tersusunnya Pedoman Museum Situs sebagai landasan bagi Pemerintah Daerah
Kabupaten/Kota dan masyarakat dalam pendirian museum, terlaksananya
sosialisaasi pengelolaan mu seum dan diklat teknis permu seuman tingkat
daerah, terlak sananya monografi museum Indonesia, tersusunnya konsep
Museum Maritim dan pendirian Museum Sejarah Nasional, serta pedoman
Pengembangan Museum Situs Cagar Budaya.
Keberhasilan yang dicapai oleh
program pengelolaan keka-
yaan budaya terkait dengan
kesadaran, kebanggaan, dan
peng hargaan masyakarat kepa-
da nilai-nilai sejarah bangsa
Indonesia ditunjukkan antara lain
dengan terdaftarnya Tana Toraja,
Jatiluwih, Pakerisan, dan Pura
Taman Ayun dalam nominasi
Warisan Dunia United Nations
Educational, Scientific and
Cultural Organization (UNESCO)
atau UNESCO World Heritage
List; terlaksananya sayembara
Penulisan Sejarah Kebudayaan
Indonesia mencakup Sejarah
Pemikiran, Sejarah Perilaku,
dan Sejarah Benda-benda; dan
tersusunnya naskah Sejarah
35
B
a
g
i
a
n

I
I
Evaluasi Lima Tahun Pelaksanaan RPJMN 2004-2009
Indonesia Jilid VIII, Sejarah Kebudayaan Indonesia, Sejarah Pemikiran untuk
memperkaya pengetahuan kita tentang kebudayaan Indonesia, Ensiklopedi
Sejarah Perkembangan Iptek, dan Ensiklopedi Toponimi Wilayah Indonesia.
Pencapaian ini walaupun tidak secara langsung menunjukkan peningkatan
kesadaran, kebanggaan, dan penghargaan masyarakat kepada nilai-nilai sejarah
bangsa, namun paling tidak mencerminkan sejauh mana upaya Pemerintah
untuk mewujudkan hal tersebut.

36
B
a
g
i
a
n

I
I
MEMELIHARA MOMENTUM PERUBAHAN
Bab 2.4
Peningkatan Keamanan, Ketertiban, dan
Penanggulangan Kriminalitas
I. Pengantar
R
encana Pembangunan Jangka Menengah Nasional (RPJMN) 20042009
untuk agenda aman dan damai dari aspek peningkatan keamanan,
ketertiban, dan penanggulangan kriminalitas, secara umum menunjukkan
hasil yang memuaskan. Masyarakat dan dunia usaha dapat beraktivitas dengan
aman dan nyaman tanpa gangguan yang berarti. Hal tersebut diindikasikan
dengan jumlah dan nilai realisasi investasi baik berupa penamanan modal asing
(PMA) maupun penanaman modal dalam negeri (PMDN) yang terus meningkat.
Jumlah kunjungan wisata asing ke dalam negeri yang terus meningkat--terutama
untuk tujuan Pulau Bali sebagai tolok ukur utama keamanan Indonesia juga
mengindikasikan bahwa Indonesia di mata dunia tetap dianggap aman sebagai
B
a
g
i
a
n

I
I
37
B
a
g
i
a
n

I
I
Evaluasi Lima Tahun Pelaksanaan RPJMN 2004-2009
negara tujuan wisata. Dunia internasional juga tidak terlalu mengkhawatirkan
terjadinya peledakan bom di Hotel J.W. Marriot dan Ritz Carlton pada pertengahan
Juli 2009. Mereka tidak terburu-buru memberikan larangan perjalanan bagi
warga-negaranya sebagaimana ketika terjadi peledakan bom Bali 2002. Hanya
Australia yang memberikan nasehat perjalanan, agar berhati-hati jika akan
berkunjung ke Indonesia.
Indikasi lain dari keamanan dalam negeri adalah suksesnya pelaksanaan
beberapa kegiatan berskala dunia seperti United Nations Framework Convention
on Climate Change (UNFCCC) di Bali pada Desember 2007 dan World Ocean
Conference (WOC) di Manado pada Mei 2009 yang melibatkan banyak negara.
Tidak adanya gangguan yang berarti dalam pelaksanaan Pemilihan Legislatif dan
Pemilihan Presiden tahun 2009 semakin menegaskan bahwa kondisi keamanan
semakin dirasakan oleh masyarakat.
Namun tidak dapat dipungkiri bahwa berbagai tindak kriminal seperti
kejahatan konvensional maupun transnasional, konflik horizontal dan vertikal,
penyalahgunaan dan peredaran gelap narkoba, serta berbagai bentuk kriminalitas
lainnya, baik secara kuantitas maupun kualitas, masih menunjukkan angka
yang cukup tinggi. Kondisi ini dapat terjadi karena banyak faktor yang menjadi
pemicu timbulnya kriminalitas, seperti pengangguran, kemiskinan, perbedaan
kesejahteraan yang sangat mencolok, atau tingginya peluang dan kesempatan
untuk melakukan tindakan kriminalitas. Peningkatan keamanan, pemeliharaan
ketertiban, dan penanggulangan kriminalitas masih perlu menjadi prioritas dalam
pembangunan jangka menengah periode 20102014. Keberhasilan pencapaian
peningkatan keamanan, pemeliharaan ketertiban, dan penanggulangan
kriminalitas dapat menentukan keberhasilan pembangunan di segala bidang.
II. Pencapaian Prioritas
2.1 Gambaran Pencapaian
Pencapaian prioritas peningkatan keamanan, ketertiban, dan penanggulangan
kriminalitas secara umum diindikasikan oleh dua aspek yaitu: (1) menurunnya
angka pelanggaran hukum dan Indeks Kriminalitas; dan (2) meningkatnya
penuntasan kasus kriminalitas untuk menciptakan rasa aman masyarakat. Dua
aspek tersebut menggambarkan pencapaian sasaran peningkatan keamanan,
ketertiban, dan penanggulangan kriminalitas selama tahun 2005-2009 yang
meliputi: (1) menurunnya angka pelanggaran hukum dan Indeks Kriminalitas,
serta meningkatnya penuntasan kasus kriminalitas untuk menciptakan rasa
aman masyarakat; (2) terungkapnya jaringan kejahatan internasional terutama
narkotika, perdagangan manusia, dan pencucian uang; (3) terlindunginya
keamanan lalu lintas informasi rahasia lembaga negara sesudah diterapkannya
AFTA dan zona perdagangan bebas lainnya terutama untuk lembaga/fasilitas
vital negara; (4) menurunnya jumlah pecandu narkoba dan terungkapnya kasus
serta dapat diberantasnya jaringan utama penyalur narkoba dan prekursor;
(5) menurunnya jumlah gangguan keamanan dan pelanggaran hukum di laut
terutama pada alur perdagangan dan distribusi serta alur pelayaran internasional;
(6) terungkapnya jaringan utama pencurian sumber daya kehutanan, serta
membaiknya praktek penegakan hukum dalam pengelolaan sumber daya
kehutanan, dalam memberantas illegal logging, over cutting, dan illegal trading;
38
B
a
g
i
a
n

I
I
MEMELIHARA MOMENTUM PERUBAHAN
(7) meningkatnya kepatuhan dan disiplin masyarakat terhadap hukum; dan (8)
meningkatnya kinerja Polri tercermin dengan menurunnya angka kriminalitas,
pelanggaran hukum, dan meningkatnya penyelesaian kasus-kasus hukum.
Dalam kurun waktu 20042009 kondisi keamanan dan ketertiban masyarakat
cukup kondusif. Hal ini ditandai dengan tidak adanya kasus-kasus yang menonjol
yang dapat mengganggu aktivitas masyarakat dan dunia usaha. Namun demikian,
adanya dinamika sosial, ekonomi, politik, maupun hukum baik di dalam negeri
maupun di luar negeri, secara langsung maupun tidak langsung berpengaruh
terhadap kondisi keamanan dan ketertiban masyarakat.
Indeks Kriminalitas yang merupakan salah satu pencerminan kondisi keamanan
dan ketertiban masyarakat, menunjukkan kecenderungan fluktuatif yang semakin
meningkat. Hal ini berarti bahwa jumlah kriminalitas yang terjadi per 100.000
penduduk semakin bertambah. Jika pada awal RPJMN 20042009 berada
pada posisi 110 poin, pada akhir 2009 meningkat menjadi 120,81 poin. Indeks
Kriminalitas tertinggi terjadi pada tahun tahun 2007, yaitu mencapai 140,89 dan
terendah terjadi pada tahun 2006, yaitu mencapai 104 poin.
Kasus kejahatan konvensional, yang lebih dekat terkait dengan kondisi sosial dan
ekonomi masyarakat, menga lami fluktuasi pula. Pada awal RPJMN 20042009
mencapai 161.671 kasus, sementara pada akhir tahun 2009 mencapai 167.605
kasus. Angka kejadian tertinggi terjadi pada tahun 2007, yaitu mencapai 244.875
kasus dan angka kejadian terendah terjadi pada tahun 2008, yaitu mencapai
147.904 kasus. Kemampuan penyelesaian tindak kejahatan konvensional rata-
rata baru mencapai 46,83 persen dan posisi ini relatif tetap.
Penanganan kasus kejahatan transnasional, yang pada umumnya lebih modern
dengan menggunakan teknologi dan jaringan yang luas serta dapat melibatkan
berbagai negara, kejadiannya cenderung meningkat. Dalam kurun waktu 2004-
2008, secara berturut-turut jumlah kejahatan transnasional adalah 3.441 kasus
Tabel 2.4.1
Sasaran dan Pencapaian
Peningkatan Keamanan,
Ketertiban, dan
Penanggulangan Kriminalitas,
Tahun 2005-2009
No Sasaran/Program Indikator Satuan
Pencapaian
2005 2006 2007 2008 2009
1 Menurunnya
angka
pelanggaran
hukum dan
Indeks
Kriminalitas
Indeks
Kriminalitas
Poin 110 104 140,89 128,81 120,81
2 Meningkatnya
penuntasan
kasus
kriminalitas
untuk
menciptakan
rasa aman
masyarakat:

Kejahatan
Konvensional:
Kasus Kasus 161.671 68.685 244.875 147.904 167.605
Penyelesaian Kasus 72.888 75.487 114.875 75.583 77.589
Kejahatan
Transnasional:
Kasus)* Kasus 3.441 9.331 5.391 13.154 1.580
Penyelesaian)* Kasus 3.471 8.702 5.009 12.459 1.456
Kecelakaan Lalu-
Lintas:
Kecelakaan
Lalu-Lintas
Kasus 91.623 87.020 48.508 59.164 57.726
Korban Tewas Jiwa 16.115 15.762 16.548 20.188 18.205
Luka Berat Jiwa 35.879 33.282 20.180 23.440 21.289
Luka Ringan Jiwa 51.217 52.310 45.860 55.772 58.304
Narkoka: Narkoka Kasus 8.171 9.422 11.380 10.008 9.661
Psikotropika Kasus 6.733 5.658 9.289 9.783 8.698
Bahan
Berbahaya
Kasus 1.348 2.275 1.961 9.573 10.023
Sumber:
Kementerian Perencanaan
Pembangunan Nasional, 2009,
angka triwulan ke II. *
39
B
a
g
i
a
n

I
I
Evaluasi Lima Tahun Pelaksanaan RPJMN 2004-2009
pada tahun 2005 dan yang dapat diselesaikan sebanyak 3.471 kasus; pada
tahun 2006 mencapai 9.331 kasus dan yang dapat diselesaikan sebanyak 8.702
kasus; pada tahun 2007 mencapai 5.391 kasus dan yang dapat diselesaikan
sebanyak 5.009 kasus; dan pada tahun 2008 mencapai 13.154 kasus dan yang
dapat diselesaikan sebanyak 12.154 kasus. Untuk tahun 2009 yang dilaporkan
baru sampai dengan triwulan kedua dengan jumlah kasus mencapai 1.580 kasus
dan jumlah penyelesaian perkara sebanyak 1.456 kasus. Tingkat penyelesaian
kasus kejahatan transnasional relatif lebih tinggi dibandingkan dengan tingkat
penyelesaian kasus kejahatan konvensional, bahkan hampir seluruh kasus dapat
diselesaikan secara keseluruhan.
Dalam berkendaraan baik di jalan raya, laut, maupun udara, terlindungnya
masyarakat dari kecelakaan lalu-lintas masih sangat rendah. Hal ini tercermin dari
masih tingginya angka kecelakaan dan korban tewas, luka berat, serta luka ringan.
Dalam kurun waktu 20042009, jumlah kecelakaan cenderung menurun, tetapi
jumlah korban tewas cenderung meningkat. Pada tahun 2005, jumlah kecelakaan
mencapai 91.623 kasus dengan korban tewas mencapai 16.115 orang, luka berat
35.879 orang, dan luka ringan 51,217 orang. Pada tahun 2009, jumlah kecelakaan
mencapai 57.726 kasus dengan korban tewas mencapai 18.205 jiwa, luka berat
21.289 orang, dan luka ringan 58.304 orang. Sementara itu, jumlah korban tewas
tertinggi terjadi pada tahun 2008, yaitu mencapai 20.188 orang dengan jumlah
kecelakaan sebanyak 59.165 kasus. Ini berarti terjadi kecenderungan kecelakaan
yang menimpa moda angkutan massal, seperti kereta api, bus, kapal laut, dan
kapal udara, atau kendaraan pribadi dengan penumpang lebih dari dua.
Penanganan kejahatan narkoba, yang meliputi narkotika, psikotropika, dan bahan
berbahaya, menunjukkan kecenderungan yang semakin meningkat. Pada awal
RPJMN 20042009 penanganan narkotika mencapai 8.171 kasus, psikotropika
mencapai 6.733 kasus, dan bahan berbahaya mencapai 1.348 kasus. Pada akhir
tahun 2009, penanganan narkotika mencapai 9.661 kasus, psikotropika mencapai
8.698 kasus, dan bahan berbahaya mencapai 10.023 kasus.
2.2 Evaluasi Pencapaian
Keberhasilan pelaksanaan RPJMN 20042009 untuk agenda aman dan damai dari
aspek pembangunan keamanan, ketertiban, dan penanggulangan kriminalitas
dievaluasi berdasarkan kemampuan menurunkan Indeks Kriminalitas, menekan
tindak kejahatan konvensional dan kejahatan transnasional, meningkatkan
disiplin masyarakat di dalam berlalu-lintas, serta menurunnya angka
penyalahgunaan narkoba. Jika memperhatikan tabel pencapaian sasaran, hampir
semua unsur tersebut menunjukkan hal yang sebaliknya dari yang diinginkan.
Namun demikian kondisi tersebut tidak dapat dianggap sebagai suatu kegagalan
pembangunan. Banyak faktor yang mempengaruhi rendahnya pencapaian
sasaran pembangunan, seperti keterbatasan anggaran, penetapan sasaran yang
terlalu tinggi, atau pengaruh internal dan eksternal yang melingkupinya.
2.2.1 Menurunnya Angka Pelanggaran Hukum dan Indeks
Kriminalitas
Kecenderungan terjadinya peningkatan Indeks Kriminalitas dalam kurun waktu
20042009 tidak sertamerta menunjukkan bahwa aparat keamanan kurang
40
B
a
g
i
a
n

I
I
MEMELIHARA MOMENTUM PERUBAHAN
berhasil menekan tindak kriminalitas di masyarakat. Logikanya, semakin kecil
rasio polisi akan semakin mendekatkan pelayanan kepolisian kepada masyarakat.
Masyarakat akan semakin terlindungi dan terayomi dari tindak kejahatan jika
jumlah polisi lebih banyak. Namun dalam kenyataan, jumlah polisi yang banyak
tidak selalu berimplikasi pada menurunnya jumlah kriminalitas. Dalam suatu
penelitian yang dilakukan oleh Bayley, 1994 menunjukkan bahwa analisis yang
dilakukan berulang kali tidak menemukan hubungan antara jumlah personil
kepolisian dengan angka kejahatan. Hal ini berarti bahwa semakin besar jumlah
personil polisi tidak selalu mampu menekan angka kejahatan. Penyebabnya
adalah tindak kejahatan dapat terjadi pada dasarnya karena ada kemauan dan
kesempatan yang didukung oleh adanya kesenjangan sosial ekonomi di dalam
masyarakat.
Semenjak dipisahkannya Kepo lisian Republik Indonesia (Polri) dari Tentara
Nasional Indonesia (TNI) pada tahun 2000, Rasio Polisi Indonesia semakin
membaik, artinya setiap personil polisi melayani lebih sedikit masyarakat. Jika
pada akhir Program Pembangunan Nasional (Propenas) 2000-2004 Rasio Polisi
mencapai 1:750, maka sampai dengan akhir tahun 2008, Rasio Polisi telah
mencapai 1:578. Pada akhir tahun 2009, diperkirakan sasaran Rasio Polisi 1:500
telah dapat tercapai. Namun terdapat kelemahan dalam pembentukan Rasio
Polisi ini. Rasio Polisi tersebut dibentuk berdasarkan pada jumlah total anggota
polisi, bukan pada berapa banyak anggota polisi lapangan yang berinteraksi
langsung dengan masyarakat, yaitu pada level Bintara.
2.2.2 Meningkatnya Penuntasan Kasus Kriminalitas untuk
Menciptakan Rasa Aman Masyarakat
Kejahatan dikelompokkan dalam empat jenis kejahatan, yaitu kejahatan
konvensional, kejahatan transnasional, kejahatan terhadap kekayaan negara, dan
kejahatan berimplikasi kontijensi. Untuk kejahatan konvensional dan kejahatan
transnasional dalam rentang waktu 20042009 cenderung meningkat. Senada
41
B
a
g
i
a
n

I
I
Evaluasi Lima Tahun Pelaksanaan RPJMN 2004-2009
dengan uraian di atas, peningkatan jumlah kejahatan konvensional dan kejahatan
transnasional bukan karena jumlah dan pelayanan polisi yang kurang, tetapi
diduga faktor korelatif kriminogen yang semakin meningkat. Meningkatnya
jumlah pengangguran, kemiskinan, didukung dengan tingginya peluang dan
kesempatan untuk melakukan kriminalitas menyebabkan jumlah kejahatan
masih tetap tinggi.
Dalam hal penyelesaian perkara, khususnya kejahatan konvensional cenderung
tetap pada kisaran 46,83 persen. Padahal seharusnya dengan semakin
menurunnya Rasio Polisi kinerja penyelesaian perkara akan meningkat.
Sementara itu, untuk tiga jenis kejahatan lainnya, kinerja penyelesaian perkara
relatif cukup baik, bahkan mendekati ke angka 100 persen. Hal ini cukup logis jika
ditinjau dengan volume dan bobot suatu kasus.
Stagnasi penyelesaian perkara kejahatan konvensional pada kisaran 46,83 persen
diduga terkait dengan keterbatasan anggaran penyelidikan dan penyidikan tindak
pidana. Setiap kasus tindak pidana telah ditetapkan besaran biayanya. Untuk kasus
pidana kategori sangat sulit disediakan dana sebesar Rp25.790.000; kategori sulit
disediakan dana sebesar Rp14.925.000; kategori sedang disediakan dana sebesar
Rp9.300.000; dan kategori biasa disediakan dana sebesar Rp4.740.000. Dengan
demikian, setiap unit reserse kinerjanya diukur dari pencapaian target yang telah
ditetapkan. Artinya jika dalam satu tahun ditargetkan sebanyak 40 kasus, maka
maksimal kasus yang diselesaikan sebanyak 40 kasus. Jika melebihi target atau
terlalu berprestasi, justru akan dipertanyakan sumber pembiayaannya. Kondisi
tersebut menyebabkan para penyidik tidak dapat melakukan improvisasi secara
bebas dan terpaksa tebang pilih kasus yang dianggap menonjol dan dapat
meningkatkan kariernya. Akibatnya banyak kasus-kasus yang dianggap tidak
berbobot terpaksa tidak ditindaklanjuti dan dilepas begitu saja, tentunya dengan
sejumlah persyaratan yang kadangkala memberatkan tersangka.
Salah satu faktor keberhasilan pelaksanaan tugas dan fungsi kepolisian, terutama
dalam hal penanganan tindak kriminalitas, adalah seberapa besar partisipasi
masyarakat dalam melaporkan tindak kejahatan yang dialaminya. Tanpa
laporan dari masyarakat, polisi tidak dapat melakukan langkah penyelidikan
dan penyidikan terhadap suatu kasus kejahatan yang menimpa masyarakat.
Sayangnya sampai saat ini lembaga kepolisian belum sepenuhnya mendapatkan
kepercayaan dari masyarakat. Seringkali masyarakat (pelapor) merasa tidak
nyaman bila berhubungan dengan lembaga kepolisian karena proses yang
berbelit-belit, makan waktu yang lama, dan membutuhkan biaya yang tidak
sedikit. Pandangan bahwa tersebut sampai saat ini masih melekat di sebagian
masyarakat.
Selain itu, citra polisi juga masih dibayangi oleh masih banyaknya anggota
Polri yang melakukan tindakan menyimpang dari tugas pokok dan fungsinya.
Pelanggaran kode etik dan berbagai tindak pidana yang pada tahun 2008 kasus-
nya mencapai hampir 2,5 persen dari total anggota Polri, menjadikan lembaga
kepolisian belum sepenuhnya menjadi andalan masyarakat dalam mengatasi
gangguan keamanan dan ketertiban masyarakat. Hal ini ditunjukkan oleh masih
banyaknya kasus main hakim terhadap penyelesaian kejahatan di masyarakat
atau dengan cara menyewa pengamanan swasta yang seringkali bertindak bengis
dan anarkis. Kondisi ini pulalah yang menjadi penyebab masih rendahnya disiplin
42
B
a
g
i
a
n

I
I
MEMELIHARA MOMENTUM PERUBAHAN
dan ketaatan hukum masyarakat, termasuk ketika masyarakat berkendaraan di
jalan raya. Rendahnya disiplin dan ketaatan hukum masyarakat tergambar dari
masih tingginya tingkat kecelakaan dengan korban tewas, korban luka berat, dan
korban luka ringan.
Lebih lanjut, penanganan kejahatan narkoba--yang meliputi narkotika,
psikotropika, dan bahan berbahaya--menunjukkan kecenderungan yang semakin
meningkat. Keberhasilan ini dapat mengindikasikan pencapaian prestasi
program Pencegahan dan Penanggulangan Penyalahgunaan dan Peredaran
Gelap Narkoba (P4GN) sekaligus memunculkan kekhawatiran kita semua bahwa
peredaran narkoba sudah sedemikian luas. Sementara itu, kesadaran untuk
melakukan terapi dan rehabilitasi di kalangan masyarakat masih rendah (berkisar
sepuluh persen), karena pecandu narkoba dianggap sebagai aib keluarga. Untuk
menekan tindak kejahatan dan penyalahgunaan narkoba, Pemerintah telah
melakukan berbagai upaya penindakan dan pencegahan, termasuk pelaksanaan
eksekusi bagi lima terpidana mati. Meskipun vonis mati dijatuhkan kepada
beberapa pelaku kejahatan narkoba, jumlah kejahatan narkoba masih sangat
tinggi mengingat nilai ekonomi narkoba sangat tinggi. Pelaku kejahatan narkoba
sepertinya tidak memperdulikan resiko yang akan ditanggung jika tertangkap.
Di sisi lain, kemampuan Pemerintah dalam mencegah dan menanggulanginya
masih terbatas, baik dari aspek kelembagaan maupun aspek operasionalnya.
III. Keberhasilan
Upaya peningkatan keamanan, ketertiban, dan penanggulangan kriminalitas
didukung dengan sepuluh program pembangunan yaitu: Program Pengembangan
Penyelidikan, Pengamanan dan Penggalangan Keamanan Negara; Program
Pengembangan Pengamanan Rahasia Negara; Program Pengembangan Sumber
Daya Manusia Kepolisian; Program Pengembangan Sarana dan Prasarana
Kepolisian; Program Pengembangan Strategi Keamanan dan Ketertiban;
Program Pemberdayaan Potensi Keamanan; Program Pemeliharaan Kamtibmas;
Program Penyelidikan dan Penyidikan Tindak Pidana; Program Pencegahan dan
Pemberantasan Penyalahgunaan dan Peredaran Gelap Narkoba; dan Program
Pemantapan Keamanan Dalam Negeri.
Untuk mengetahui keberhasilan pelaksanaan bab ini, evaluasi difokuskan pada
Program Pemeliharaan Kamtibmas dan Program Pencegahan dan Pemberantasan
43
B
a
g
i
a
n

I
I
Evaluasi Lima Tahun Pelaksanaan RPJMN 2004-2009
Penyalahgunaan dan Peredaran Gelap Narkoba. Pemilihan kedua program ini
didasarkan pada kemudahan analisis dan ketersediaan data kuantitatif, bukan
didasarkan pada skala prioritas. Namun demikian, berdasarkan fakta yang
ada, keberhasilan kedua program ini tidak mungkin berdiri sendiri, tetapi pasti
didukung dan/atau terkait dengan program-program lain. Program Pemeliharaan
Kamtibmas sangat mungkin terkait dengan Program Pengembangan Sumber
Daya Manusia Kepolisian, Program Pemberdayaan Potensi Keamanan, atau
Program Penyelidikan dan Penyidikan Tindak Pidana. Demikian juga Program
Pencegahan dan Pemberantasan Penyalahgunaan dan Peredaran Gelap Narkoba
memerlukan dukungan Program Pengembangan Penyelidikan, Pengamanan dan
Penggalangan Keamanan Negara; Program Pengembangan Strategi Keamanan
dan Ketertiban; atau Program Penyelidikan dan Penyidikan Tindak Pidana.
3.1 Program Pemeliharaan Kamtibmas
Program ini bertujuan untuk mewujudkan sistem keamanan dan ketertiban
masyarakat yang mampu melindungi seluruh warga negara Indonesia dari
gangguan ketertiban dan keamanan masyarakat sesuai peraturan perundang-
undangan yang berlaku. Kegiatan pokok yang dilakukan meliputi: (1) peningkatan
kualitas pelayanan kepolisian; (2) pembimbingan, pengayoman, dan perlindungan
masyarakat; (3) pengaturan dan penertiban kegiatan masyarakat/instansi;
(4) penyelamatan masyarakat dengan memberikan bantuan/pertolongan
dan evakuasi terhadap pengungsi serta korban; (5) pemulihan keamanan
melalui pemulihan darurat polisionil, penyelenggaraan operasi kepolisian
serta pemulihan daerah konflik vertikal maupun horizontal; (6) pengamanan
daerah perbatasan Indonesia dengan mengupayakan keamanan lintas-batas di
wilayah perbatasan negara, dan mengupayakan keamanan di wilayah pulau-
pulau terluar perbatasan negara; (7) penyelenggaraan kerjasama bantuan TNI
ke Polri; (8) penyelenggaraan kerjasama dengan Pemda/instansi terkait; dan (9)
44
B
a
g
i
a
n

I
I
MEMELIHARA MOMENTUM PERUBAHAN
penyelenggaraan kerjasama bilateral/multilateral dalam pencegahan kejahatan
maupun kerjasama teknik serta pendidikan dan pelatihan.
Keberhasilan yang menonjol dari program ini adalah terpeliharanya kondisi
keamanan dan ketertiban masyarakat dalam kurun waktu 20042009. Kondisi
tersebut dicirikan dengan tidak adanya konflik horizontal maupun vertikal yang
dapat mengganggu keamanan dalam negeri, mengganggu aktivitas masyarakat,
dan dunia usaha. Terlaksananya kesepahaman Helsinki di Nanggroe Aceh
Darussalam pada tahun 2005, semakin meneguhkan kondisi keamanan di wilayah
tersebut setelah lebih dari 30 tahun terkungkung dalam konflik vertikal antara
Pemerintah dengan kelompok separatisme. Pemberian otonomi khusus kepada
Provinsi Papua sedikit banyak turut menciptakan stabilitas keamanan di wilayah
tersebut. Beberapa konflik bernuansa adat berkaitan dengan terlanggarnya nilai-
nilai adat setempat dapat diselesaikan dengan baik melalui pendekatan persuasif
aparat kepolisian setempat.
Selanjutnya penanganan konflik di Poso, Maluku, dan Kalimantan Barat dapat
terselesaikan dengan baik melalui pendekatan budaya toleransi dan keberagaman.
Saat ini, antara umat berbeda agama dan budaya sudah dapat berbaur dan
berinteraksi tanpa disertai rasa takut dan prasangka buruk. Pelaksanaan hari
raya keagamaan kaum minoritas dapat berlangsung dengan aman dan lancar,
meskipun berada di wilayah mayoritas agama lain.
Indeks Kriminalitas yang masih
tetap tinggi dan cenderung
meningkat, serta kejahatan
konvensional dan transnasional
yang juga tinggi dan cenderung
meningkat sudah seharusnya
menjadi perhatian Pemerintah.
Upaya pengaturan, penjagaan,
pengawalan, dan perlindungan
masyarakat harus ditingkatkan.
Demikian juga pelibatan masya-
rakat dalam mekanisme per-
polisian masyarakat diharapkan
merupakan langkah tepat dalam menurunkan Indeks Kriminalitas, sekaligus
menurunkan tingkat kejahatan konvensional dan transnasional. Untuk
mencapai semua itu peningkatan sarana dan prasarana kepolisian, pe ning katan
profesionalitas sum ber daya manusia kepolisian baik melalui pendidikan dan
pelatihan, maupun kerjasama dengan lembaga keamanan yang lain atau dengan
kepolisian negara lain, harus ditingkatkan.
Hal yang tidak kalah penting adalah bagaimana meningkatkan kesejahteraan
anggota Polri agar perilaku menyimpang dari tugas dan fungsi kepolisian dapat
ditekan seminimal mungkin. Di sisi lain, upaya penyelesaian perkara perlu diting-
katkan untuk meningkatkan kepastian hukum bagi para tersangka, terutama un-
tuk kejahatan konvensional yang bagian terbesar pelakunya adalah masyarakat
kebanyakan. Keterlambatan penyelesaian perkara akan berdampak pada rasa
keadilan dan dapat meneguhkan persepsi masyarakat bahwa keadilan tidak
memihak pada kaum kebanyakan.
45
B
a
g
i
a
n

I
I
Evaluasi Lima Tahun Pelaksanaan RPJMN 2004-2009
3.2 Program Pencegahan dan Pemberantasan
Penyalahgunaan dan Peredaran Gelap Narkoba
Program P4GN ini bertujuan mewujudkan masyarakat Indonesia yang bebas dari
narkoba. Dalam visi dan Misi Badan Narkotika Nasional (BNN), target Indonesia bebas
narkoba akan terlaksana pada tahun 2015. Kegiatan pokok yang dilakukan adalah:
(1) peningkatan kualitas penegakan hukum di bidang narkoba; (2) peningkatan
pendayagunaan potensi dan kemampuan masyarakat; (3) peningkatan pelayanan
terapi dan rehabilitasi kepada penyalahguna/korban narkoba; (4) peningkatan
komunikasi, informasi dan edukasi; (5) upaya dukungan koordinasi, kualitas
kemampuan sumber daya ma nusia, admi nistrasi, anggaran, sarana dan prasarana;
(6) pem bangunan sistem dan model perencanaan dan pengembangan partisipasi
pemuda dalam pencegahan dan penanggulangan penyalah gunaan Narkoba
sebagai pedo man penanganan narkoba di seluruh Indonesia; (7) penye lenggaraan
kampanye nasional dan sosialisasi antinarkoba; dan (8) pengembangan penyidikan
dan penegakan hukum di bidang obat dan makanan.
Pelaksanaan program P4GN apabila ditinjau dari peningkatan jumlah kasus yang
ditanga ni dapat dikatakan berhasil. Namun apabila dilihat dari prevalensinya yang
meningkat dari 1,75 persen menjadi 1,99 per sen, keberhasilan tersebut menjadi
agak semu dan mungkin proporsinya menjadi menurun. Peningkatan prevalensi
menunjuk kan bahwa masyarakat yang terpapar narkoba semakin banyak. Di sisi
lain, dengan semakin banyaknya laboratorium liar narkotika berskala besar yang
terbongkar, menunjukkan bahwa penyalahgunaan dan peredaran gelap narkoba
di Indonesia memiliki posisi penting dalam peta perdagangan gelap narkoba
internasional.
Dampak penyalahgunaan dan peredaran gelap narkoba bagi kehidupan manusia,
khususnya generasi muda sangat berbahaya dan mengkhawatirkan. Hasil
penelitian yang dilakukan oleh BNN bekerjasama dengan Universitas Indonesia
pada tahun 2004 menyatakan bahwa paling tidak 1,5 persen dari seluruh
pencandu narkoba di Indonesia atau 15.000 orang, meninggal setiap tahunnya
akibat narkoba. Ini berarti setiap hari terdapat 41 orang meninggal sia-sia akibat
46
B
a
g
i
a
n

I
I
MEMELIHARA MOMENTUM PERUBAHAN
narkoba. Selanjutnya apabila ditinjau dari biaya ekonomi akibat penyalahgunaan
narkoba, masyarakat harus mengeluarkan dana kurang lebih Rp23,6 triliun per
tahunnya. Dari jumlah tersebut, Rp11,3 triliun adalah dana masyarakat yang
digunakan untuk membeli narkoba.
Berkenaan dengan hal tersebut, program P4GN masih perlu dilanjutkan dan
dijadikan skala prioritas untuk menyelamatkan generasi muda Indonesia. Selain
meningkatkan upaya penindakan, upaya interdiksi dan sosialisasi bahaya narkoba
juga harus ditingkatkan. Terbentuknya BNN--sesuai UU Nomor 35 tahun 2009--
diharapkan dapat meningkatkan kapasitas pencegahan dan penanggulangan
penyalahgunaan dan peredaran gelap narkoba yang spektrumnya tidak hanya di
perkotaan, tetapi sudah menyebar luas ke pelosok-pelosok perdesaan.

47
B
a
g
i
a
n

I
I
Evaluasi Lima Tahun Pelaksanaan RPJMN 2004-2009
Bab 2.5
Pencegahan dan Penanggulangan Separatisme
I. Pengantar
A
genda Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional (RPJMN)
20042009 bidang pertahanan dan keamanan untuk menciptakan aman
dan damai dalam aspek pencegahan dan penanggulangan separatisme
dievaluasi berdasarkan tingkat penurunan konflik yang bernuansa separatisme
dan pulihnya kondisi keamanan dan ketertiban masyarakat di daerah pascakonflik
separatisme.
Separatisme merupakan suatu gerakan yang ingin memisahkan suatu wilayah
atau kelompok dari suatu wilayah atau negara. Gerakan separatisme merupakan
ancaman nyata terhadap keutuhan NKRI, sehingga masalah separatisme hanya
dapat diselesaikan dalam kerangka NKRI. Dalam kurun waktu 20042009,
B
a
g
i
a
n

I
I
48
B
a
g
i
a
n

I
I
MEMELIHARA MOMENTUM PERUBAHAN
Indonesia masih menghadapi beberapa gerakan separatisme yang mengganggu
keamanan dan ketenteraman suatu wilayah dalam NKRI. Gerakan separatisme
yang menonjol berada di Provinsi Nanggroe Aceh Darussalam (NAD) yang
dimotori oleh Gera kan Aceh Merdeka (GAM), Papua, dan Maluku Selatan.
Namun, gerakan-gerakan ter sebut telah ditangani dengan baik oleh Pemerintah,
sehingga sampai saat ini keutuhan NKRI dapat tetap terjaga.
Keberhasilan terbesar Peme rintah adalah terse lesaikannya masalah separatisme
di Provinsi NAD, sehingga kasus NAD ini menjadi pelajaran penting bagi
Pemerintah untuk menyelesaikan masalah separatisme di daerah lainnya.
Kondisi keamanan di Papua pun telah menjadi semakin kondusif, meskipun masih
terdapat protes atau aksi sekelompok masyarakat yang terkadang menggunakan
kekerasan terutama menjelang peristiwa tertentu. Pemerintah terus berupaya
menyelesaikan permasalahan separatisme dalam kerangka otonomi khusus
melalui kegiatan pendekatan persuasif dan meningkatkan keadilan dan
kesejahteraan masyarakat Papua, meskipun dalam keadaan terpaksa, aparat
diberikan kewenangan untuk melakukan upaya represif terhadap kelompok-
kelompok bersenjata. Sementara itu, gerakan separatisme di daerah Maluku
Selatan ditanggulangi dengan meningkatkan pemahaman pihak-pihak yang
masih memiliki paham separatisme tentang tingginya komitmen Pemerintah
Pusat maupun Pemerintah Daerah untuk menciptakan kondisi keamanan dan
ketertiban masyarakat demi terwujudnya kesejahteraan masyarakat.
II. Pencapaian Prioritas
2.1. Gambaran Pencapaian
Sasaran dari prioritas pencegahan dan penanggulangan separatisme adalah:
(1) kembali normalnya kehidupan masyarakat di Aceh dan Papua serta tidak
adanya kejadian konflik baru di suatu daerah; (2) menurunnya perlawanan GAM
dan melemahnya dukungan simpatisan GAM di dalam dan luar negeri; dan
(3) menurunnya kekuatan Organisasi Papua Merdeka (OPM) dan melemahnya
dukungan simpatisan OPM di dalam dan luar negeri.
49
B
a
g
i
a
n

I
I
Evaluasi Lima Tahun Pelaksanaan RPJMN 2004-2009
2.1.1 Sasaran 1, 2, dan 3: Kembali Normalnya Kehidupan
Masyarakat di Aceh dan Papua serta Tidak Adanya
Kejadian Konflik Baru di Suatu Daerah, Menurunnya
Perlawananan GAM dan Melemahnya Dukungan
Simpatisan GAM di Dalam dan Luar Negeri, dan
Menurunnya Kekuatan Organisasi Papua Merdeka (OPM)
dan Melemahnya Dukungan Simpatisan OPM di Dalam
dan Luar Negeri
Keberhasilan Pemerintah dalam pencegahan dan penanggulangan separatisme
selama lima tahun adalah terwujudnya kondisi kehidupan masyarakat damai
khususnya di Provinsi NAD dan Provinsi Papua.
Pemerintah berhasil menun-
taskan konflik separatisme
yang telah terjadi dalam
waktu yang cukup lama di
Provinsi NAD. Melalui kese-
pakatan antara Pemerintah
dengan GAM pada tang-
gal 15 Agustus 2005 di
Helsinki, tonggak perdama-
ian di NAD dapat diwujud-
kan. Penetapan UU Nomor
11 Tahun 2006 tentang
Pemerintahan Aceh oleh
Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) pada tanggal 11 Juli 2006 menjadi pijakan utama
dalam penyelenggaraan pemerintahan NAD baik tingkat provinsi maupun kabu-
paten/kota. Pilkada gubernur NAD pada tahun 2007 dapat berjalan dengan baik
dan demokratis. Meskipun Gubernur NAD terpilih adalah mantan anggota GAM,
hal tersebut tidak mengurangi komitmen Pemerintah Pusat dalam melaksana-
kan otonomi khusus di NAD yang bertujuan untuk meningkatkan kesejahteraan
masyarakat Aceh. Selanjutnya, sistem partai lokal di NAD dalam Pemilihan Umum
2009 telah memungkinkan anggota partai lokal--yang dalam hal ini bisa saja man-
tan anggota GAM--untuk duduk dalam Dewan Perwakilan Rakyat Aceh (DPRA) dan
Dewan Perwakilan Rakyat Kabupaten (DPRK).
Kondisi keamanan di Papua juga semakin kondusif. Berbagai peristiwa yang
mengganggu keamanan dan ketertiban masyarakat yang membawa paham
separatisme dapat diselesaikan melalui pendekatan yang sesuai kondisi dan
situasi konflik. Menurunnya kekuatan OPM ditunjukkan oleh semakin terbatasnya
konflik bersenjata di Papua. Pendekatan perdamaian antara elit-elit Papua
khususnya terkait dengan dampak Pemilihan Kepala Daerah (Pilkada) 2006 dan
beberapa konflik yang terjadi pada tahun 2007 di Papua juga berhasil dise lesaikan
melalui dorongan dan sosialisasi pen didikan politik untuk menum buhkan sikap
kedewasaan politik, sehingga hasil pilkada yang telah diselenggarakan secara
demokratis dapat diterima masyarakat. Pemerintah juga telah berupaya untuk
memberikan pengertian kepada simpatisan OPM di dalam dan luar negeri
tentang kebijakan otonomi khusus di Papua. Hal ini tercermin dari berhasil
diyakinkannya kelompok Gerakan Separatis Papua (GSP) di Papua Nugini untuk
50
B
a
g
i
a
n

I
I
MEMELIHARA MOMENTUM PERUBAHAN
mendukung kebijakan otonomi khusus di Papua. Keberhasilan sebagaimana
diuraikan di atas juga merupakan salah satu hasil sistem deteksi dini terhadap
segala potensi tindak kejahatan.
Dampak positif dari semakin kondusifnya perkembangan politik adalah
terciptanya kondisi aman bagi kehidupan masyarakat yang diikuti oleh
terselenggaranya proses pembangunan di segala bidang. Kebijakan otonomi
khusus untuk provinsi tertentu dan otonomi daerah untuk daerah lainnya juga
dapat dilaksanakan sesuai dengan pentahapannya. Pemahaman oleh masyarakat
akan arti pentingnya sinergi kondisi sosial dan ekonomi dapat meningkatkan
pemahaman dan pengamalan konsep multikulturalisme baik di kalangan
pemimpin, masyarakat, maupun media massa.
2.2 Evaluasi Pencapaian
2.2.1 Sasaran 1, 2, dan 3: Kembali Normalnya Kehidupan
Masyarakat di Aceh dan Papua serta Tidak Adanya
Kejadian Konflik Baru di Suatu Daerah, Menurunnya
Perlawananan GAM dan Melemahnya Dukungan
Simpatisan GAM di Dalam dan Luar Negeri, dan
Menurunnya Kekuatan Organisasi Papua Merdeka (OPM)
dan Melemahnya Dukungan Simpatisan OPM di Dalam
dan Luar Negeri
Terselenggaranya proses kehidupan secara normal di Provinsi NAD merupakan
wujud dari keberhasilan Pemerintah dalam menuntaskan konflik separatisme.
Tonggak perdamaian di NAD dimulai dari disepakatinya Perjanjian Helsinki
tahun 2005. Konsistensi Pemerintah dalam melaksanakan kesepakatan tersebut
memberikan hasil yang memuaskan, meskipun seringkali Pemerintah melalui
aparat keamanan melakukan upaya penekanan yang ketat terhadap potensi-
potensi pelanggaran yang beberapa kali terjadi. Keberhasilan lainnya adalah
pengawalan terhadap kebijakan amnesti dan pemberian jaminan hidup terhadap
mantan kombat GAM sehingga mereka dapat melangsungkan kehidupan tanpa
rasa saling curiga. Kebijakan Pemerintah yang merelokasi TNI dan Polri yang
bertugas di NAD juga mempercepat pemulihan daerah NAD dari konflik.
Perkembangan selanjutnya adalah disetujuinya Undang-Undang Pemerintahan
Aceh (UUPA) oleh DPR, meskipun UU tersebut tidak dapat memuaskan
semua pihak karena tidak mungkin dapat mengakomodasi dua kepentingan
yang berbeda. Payung hukum ini kemudian menjadi dasar penyelenggaraan
pemerintahan NAD baik tingkat provinsi maupun kabupaten/kota. Pilkada
gubernur NAD pada tahun 2007 dapat berjalan dengan baik dan demokratis.
Meskipun beberapa pimpinan daerah terpilih baik bupati/walikota bahkan
Gubernur Nanggroe Aceh Darussalam adalah mantan anggota GAM, hal tersebut
tidak mengurangi komitmen Pemerintah Pusat dalam melaksanakan otonomi
khusus di NAD yang bertujuan untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat
Aceh. Demikian pula dalam proses Pemilihan Umum (Pemilu) 2009, kesempatan
yang diberikan oleh sistem politik di NAD kepada masyarakat Aceh adalah
dimungkinkannya pembentukan partai lokal sekaligus pengakomodasian calon
legislatif (caleg) dari partai lokal untuk duduk sebagai anggota legislatif di tingkat
51
B
a
g
i
a
n

I
I
Evaluasi Lima Tahun Pelaksanaan RPJMN 2004-2009
DPRA provinsi dan DPRK. Agenda demokrasi Pemilu 2009 di Aceh tersebut pun
tetap berjalan dengan lancar. Bahkan dalam proses akhir penetapan anggota
DPRA dan DPRK, tidak terdapat konflik yang menonjol, sehingga proses Pemilu
2009 dapat berlangsung aman dan demokratis.
Selain hal tersebut, peraturan yang dapat digunakan untuk mempercepat upaya
peningkatan kesejahteraan masyarakat Aceh adalah penerbitan Perpres Nomor
75 Tahun 2008 tentang Tata Cara Konsultasi dan Pemberian Pertimbangan atas
Rencana Persetujuan Internasional, Rencana Pembentukan Undang-Undang, dan
Kebijakan Administratif yang Berkaitan Langsung dengan Pemerintahan Aceh,
yang secara hukum juga mengatur hubungan antara Pemerintah Provinsi NAD
dan Pemerintah Indonesia dalam berbagai bidang, baik politik maupun sosial
ekonomi dalam bingkai NKRI.
Keberhasilan penyelesaian masalah separatisme di NAD menjadi pelajaran penting
untuk penyelesaian masalah separatisme di daerah lainnya. Berakhirnya masalah
separatisme di NAD menyebabkan tindak kriminalitas dan gangguan keamanan
yang terjadi di NAD setelahnya-meskipun mungkin tindak kriminalitas tersebut
ditunggangi oleh paham separatisme-diselesaikan sebagai kasus kriminal biasa
dalam kerangka penegakan hukum. Keberhasilan tersebut tidak terlepas dari
adanya kebijakan Pemerintah dalam kerangka NKRI yang dilaksanakan bersama-
sama dengan Pemerintah Daerah dan masyarakat NAD dengan mengedepankan
penye lesaian secara damai, sehingga tidak menimbulkan perlawanan fisik dari
pihak-pihak yang tidak sepaham.
Proses pelaksanaan otonomi
khusus di Papua juga dapat
berjalan dengan baik meskipun
sesekali terjadi protes atau aksi
dari pihak-pihak yang merasa
kurang mendapat peran dalam
pelaksanaan otonomi khusus
tersebut. Secara umum, pelak-
sanaan kebijakan ini ikut mem-
berikan dampak positif berupa
peningkatan pemerataan hasil
pembangunan di bumi Papua.
Meskipun Papua masih sangat
memerlukan perlindungan un-
tuk menjamin terselenggaranya
pembangunan, Pemerintah
terus melakukan pember-
dayaan dan pemihakan kepada
masyarakat asli Papua agar hal ini dapat menjadi instrumen efektif dalam meng-
akomodasi hak masyarakat Papua. Dengan demikian, keberhasilan penyelesaian
berbagai persoalan tidak terbatas pada aspek keamanan tetapi juga pada per-
masalahan mendasar masyarakat Papua seperti kemiskinan, keterbelakangan,
masalah sosial yang berkepanjangan, hingga masalah sosial ekonomi.
52
B
a
g
i
a
n

I
I
MEMELIHARA MOMENTUM PERUBAHAN
III. Keberhasilan
Upaya pencegahan dan penanggulangan separatisme dilaksanakan melalui:
(1) Program Pengembangan Ketahanan Nasional; (2) Program Penyelidikan,
Pengamanan dan Penggalangan Keamanan Negara; (3) Program Penjagaan
Keutuhan Wilayah NKRI; (4) Program Pemantapan Keamanan Dalam Negeri;
(5) Program Peningkatan Komitmen Persatuan dan Kesatuan Nasional; dan (6)
Program Peningkatan Kualitas Pelayanan Informasi Publik. Salah satu program
yang paling berhasil yang akan dikemukan di sini adalah Program Pemantapan
Keamanan Dalam Negeri.
Program Pemantapan Keamanan Dalam Negeri ditetapkan sebagai bagian
dari strategi dalam meningkatkan kondisi keamanan dalam negeri, utamanya
di daerah rawan konflik dan rawan tindak separatisme. Keterlibatan unsur
aparat keamanan (Polri dan TNI) juga sangat dimungkinkan sebagai upaya
meningkatkan dan memantapkan keamanan dan ketertiban wilayah Indonesia
dalam rangka menciptakan kondisi aman dari tindak kejahatan separatisme.
Kegiatan pokok dari program ini adalah: (1) operasi keamanan dan penegakan
hukum untuk menindak awal separatisme di wilayah kedaulatan NKRI; (2) upaya
keamanan dan ketertiban di wilayah perbatasan dan pulau-pulau terluar; dan (3)
pendekatan persuasif secara intensif kepada masyarakat yang rawan terhadap
pengaruh separatisme.
Berbagai upaya untuk menyelesaikan permasalahan separatisme telah dilakukan
Pemerintah sejak muncul gejala atau potensi separatisme untuk pertama kalinya
di wilayah NKRI. Pemerintah telah berhasil menanggulangi kegiatan separatisme
di beberapa wilayah melalui berbagai perundingan dan pelaksanaan kebijakan
untuk meningkatkan dan memantapkan ketertiban dalam negeri.
Kesepakatan antara Pemerintah Indonesia dengan GAM yang ditandatangani
pada tanggal 15 Agustus 2005 di Helsinki yang difasilitasi oleh Presiden Finlandia
pada saat itu menjadi titik balik kehidupan masyarakat Aceh yang semula selalu
dihantui oleh berbagai peristiwa kekerasan berubah menjadi penuh harapan akan
perdamaian. Konsistensi komitmen masing-masing pihak merupakan kunci sukses
pelaksanaan kesepahaman tersebut. Berbagai peraturan yang kemudian dapat
53
B
a
g
i
a
n

I
I
Evaluasi Lima Tahun Pelaksanaan RPJMN 2004-2009
disepakati dan disahkan melalui lembaga negara di Indonesia dapat dilaksanakan
dengan baik oleh seluruh pihak terkait baik oleh Pemerintah maupun masyarakat.
Proses reintegrasi dan pengembangan rasa percaya (trust building) berjalan dengan
baik dan bertanggung jawab, sehingga pembangunan Aceh dapat terlaksana dan
masa depan Aceh dalam bingkai NKRI menjadi cerah.
Dilihat dari aspek kehidupan masyarakat, terjaminnya kondisi keamanan dan
ketertiban NAD memudahkan Badan Rehabilitasi dan Rekonstruksi (BRR) NAD-
Nias--yang mendapat amanah untuk memulihkan kondisi infrastruktur dan
kondisi sosial ekonomi masyarakat Aceh pascatsunami--untuk melaksanakan
tugasnya dengan baik. Pilkada gubernur pada tahun 2007, yang merupakan
kesempatan demokrasi secara langsung pertama bagi masyarakat Aceh, telah
berlangsung secara aman dan demokratis. Perpres Nomor 75 Tahun 2008
tentang Tata Cara Konsultasi dan Pemberian Pertimbangan atas Rencana
Persetujuan Internasional, Rencana Pembentukan Undang-Undang, dan
Kebijakan Administratif yang Berkaitan Langsung dengan Pemerintahan Aceh
secara hukum juga telah mengatur hubungan antara Pemerintah Provinsi NAD
dan Pemerintah Indonesia dalam berbagai bidang, baik politik, maupun sosial
ekonomi dalam bingkai NKRI.
Sementara itu kondisi keamanan daerah Papua semakin kondusif, meskipun
masih terdapat protes atau aksi sekelompok masyarakat yang terkadang
menggunakan kekerasan. Bentrokan bersenjata penguasaan bandara perintis di
Kampung Kapeso dan insiden penembakan di Mimika yang menewaskan seorang
warga negara asing, serta serangkaian tindakan kekerasan bersenjata setelahnya
adalah beberapa peristiwa yang memperlihatkan konflik kekerasan yang masih
terjadi di Papua. Dengan pertimbangan situasi dan kondisi masyarakatnya,
pendekatan persuasif secara intensif kepada masyarakat menjadi bagian
tak terpisahkan dalam upaya mewujudkan kondisi aman dan nyaman bagi
masyarakat. Tindak kejahatan dan tindak kriminalitas yang terjadi ditangani
oleh aparat keamanan yang berwenang sekaligus dibawa ke ranah hukum tanpa
diskriminasi dan pandang bulu. Pemerintah menempatkan aparat keamanan
untuk melakukan penjagaan dan pengawasan intensif agar dapat tercipta rasa
aman bagi masyarakat Papua, terutama dari tindakan yang membawa paham
separatisme. Menyelesaikan masalah separtisme di Papua tidak akan berhenti
dengan penanganan hanya melalui ranah hukum, namun harus disertai dengan
pembangunan bidang sosial dan ekonomi melalui mekanisme otonomi khusus.
Pembinaan masyarakat Papua sangat penting untuk diimplementasikan secara
konsisten dan berpihak kepada masyarakat.
54
B
a
g
i
a
n

I
I
MEMELIHARA MOMENTUM PERUBAHAN
Bab 2.6
Pencegahan dan Penanggulangan Gerakan
Terorisme
I. Pengantar
P
encegahan dan penanggulangan gerakan terorisme dalam RPJMN 2004
2009 diarahkan pada penyusunan dan penerapan hukum antiterorisme
yang efektif, meningkatkan kemampuan dan kapasitas kelembagaan
antiterorisme, membangun kemampuan menangkal dan menanggulangi
terorisme serta memantapkan operasional penanggulangannya, dan mening-
katkan kerjasama untuk memerangi terorisme.
Terorisme merupakan tindakan teror terkoordinasi yang bertujuan untuk
menimbulkan rasa takut suatu kelompok atau pemerintahan negara yang
menjadi sasaran. Pelaku tindakan terorisme pada umumnya memiliki keyakinan
B
a
g
i
a
n

I
I
55
B
a
g
i
a
n

I
I
Evaluasi Lima Tahun Pelaksanaan RPJMN 2004-2009
ideologis yang sangat kuat dan berpandangan bahwa keyakinan kuat itu perlu
disampaikan melalui tindakan teror. Tindakan terorisme dilakukan tanpa
mengindahkan kaidah-kaidah peperangan, sehingga tindakan tersebut seringkali
tidak berperikemanusiaan dan banyak menelan korban masyarakat sipil. Selain
korban jiwa, kerugian materi yang besar dan hilangnya rasa aman merupakan
dampak dari tindakan terorisme.
II. Pencapaian Prioritas
2.1 Gambaran Pencapaian
Sasaran pencegahan dan penanggulangan terorisme adalah: (1) menurunnya
kejadian tindak terorisme di wilayah hukum Indonesia; (2) meningkatnya
ketahanan masyarakat terhadap aksi terorisme; dan (3) meningkatnya daya
cegah dan tangkal negara terhadap ancaman terorisme secara keseluruhan.
2.1.1 Menurunnya Kejadian Tindak Terorisme di Wilayah
Hukum Indonesia
Sampai tahun 2008 upaya pencegahan dan penang gulangan terorisme yang
dilakukan Pemerintah telah menunjukkan keberhasilan. Sepan jang 2004
2009, ham pir tidak ada peristiwa peleda kan bom yang terjadi di Indonesia.
Pelaksanaan hari raya keagamaan yang seringkali dibayangi teror bom dapat
berjalan dengan aman dan lancar. Meskipun kondisi telah membaik, peristiwa
peledakan bom di Hotel J.W. Marriott dan Hotel Ritz Carlton Jakarta pada tanggal
17 Juli 2009 menunjukkan bahwa aksi terorisme masih menjadi ancaman.
Namun, meledaknya bom di kedua hotel tersebut tidak terlalu berpengaruh
terhadap kondisi keamanan dalam negeri. Kondisi ini menunjukkan bahwa
masyarakat internasional dan dunia usaha telah mempercayai kemampuan
aparat keamanan baik dari aspek kemampuan sumber daya manusia maupun
dari aspek teknologinya. Apalagi satuan antiteror Detasemen Khusus (Densus)
88 yang dibentuk pascaserangan bom Bali I tahun 2002 telah teruji dalam
menangani berbagai peristiwa bom di Indonesia. Bahkan, peristiwa ini menjadi
pemicu bagi aparat untuk menumpas gerakan terorisme.
Sampai dengan tahun 2009, pelaku
terorisme yang berhasil ditindak mencapai
465 orang, dengan rincian sebanyak 40
orang teroris tertangkap dan meninggal
dunia, 24 orang tersangka teroris
dipulangkan karena tidak terbukti terlibat,
67 orang sedang dalam proses hukum, dan
334 orang telah divonis hakim. Dari jumlah
yang mendapat vonis hakim tersebut,
130 orang sedang menjalani hukuman di
lembaga pemasyarakatan dan 204 orang sudah selesai menjalani hukuman. Salah
satu keberhasilan yang cukup nyata adalah tewasnya Noordin M. Top, gembong
teroris yang paling dicari dalam kurun waktu tujuh tahun terakhir, dalam tempo
kurang dari satu tahun sejak kejadian bom di Hotel J.W. Marriott dan Hotel Ritz-
Carlton. Beberapa tokoh utama teroris pun telah tewas atau tertangkap, seperti
Dr. Azahari, Muhammad Jibriel, Syaifudin Zuhri, dan Mohamad Syahrir.
56
B
a
g
i
a
n

I
I
MEMELIHARA MOMENTUM PERUBAHAN
2.1.2 Meningkatnya Ketahanan Masyarakat terhadap Aksi
Terorisme
Pembinaan kepada masyarakat yang secara terus-menerus dilakukan telah
meningkatkan kepedulian masyarakat untuk turut memerangi aksi-aksi terorisme.
Masyarakat semakin berani melaporkan orang-orang berperilaku tidak lazim dan
semakin berperan dalam upaya pencegahan dan penanggulangan terorisme.
Beberapa kasus penggerebekan dan penangkapan tersangka pelaku terorisme
terjadi berkat laporan kecurigaan masyarakat terhadap orang-orang yang
berperilaku aneh.
2.1.3 Meningkatnya Daya Cegah Dan Tangkal Negara terhadap
Ancaman Terorisme Secara Keseluruhan
Berbagai keberhasilan aparat dalam mencegah dan menindak aksi-aksi terorisme
membuktikan bahwa daya cegah dan tangkal negara terhadap ancaman terorisme
secara keseluruhan telah meningkat. Aparat keamanan mampu mengurai dan
menghubungkan kasus-kasus terorisme dengan jaringan-jaringan terorisme yang
ada di Indonesia dan keterkaitannya dengan jaringan terorisme internasional.
Kemampuan ini meningkat dengan cepat setelah peristiwa peledakan bom di
Hotel J.W. Marriot dan Hotel Ritz-Carlton. Dalam tempo kurang dari satu tahun,
satuan Densus 88 Antiteror Polri mampu menyelesaikan kasus tersebut, bahkan
mampu menewaskan gembong teroris.
Kemampuan dalam mencegah dan menindak aksi-aksi terorisme tersebut
terlaksana berkat dukungan sarana dan prasarana pencegahan dan
penanggulangan terorisme yang semakin memadai. Meningkatnya kerjasama
bilateral dan multilateral dalam pencegahan tindak kejahatan terorisme telah
meningkatkan kemampuan sumber daya manusia satuan antiteror. Selanjutnya,
terbentuknya Badan Penanganan Terorisme yang merupakan penguatan Desk
Terorisme mendorong peningkatan sinergitas dan koordinasi antarlembaga
bidang keamanan dalam memerangi aksi terorisme.
2.2 Evaluasi Pencapaian
2.2.1 Menurunnya Kejadian Tindak Terorisme di Wilayah
Hukum Indonesia
Peran Pemerintah dan masyarakat untuk mencegah dan menanggulangi terorisme
walaupun sudah menunjukan keberhasilan yang cukup berarti, masih menghadapi
banyak tantangan dalam rangka penciptaan rasa aman di masyarakat terhadap
aksi-aksi terorisme. Tragedi ledakan bom di Hotel J.W. Marriott dan Hotel Ritz
Carlton pada pertengahan 2009 menunjukan bahwa aksi terorisme harus tetap
diwaspadai. Hal ini menunjukkan bahwa gerakan dan perkembangan jaringan
teroris yang mengancam Indonesia terus berubah dan seringkali sulit dilacak.
Banyaknya kendala dalam penyelesaian permasalahan terorisme adalah akibat
masih banyaknya faktor yang menyebabkan terorisme dapat terus berkembang.
Dari faktor perbedaan ideologis dan pemahaman tentang agama yang berbeda-
beda sampai dengan kesenjangan sosial dan pendidikan membuat masyarakat
lebih mudah untuk terlibat baik secara langsung maupun tidak langsung dalam
57
B
a
g
i
a
n

I
I
Evaluasi Lima Tahun Pelaksanaan RPJMN 2004-2009
jaringan teroris. Aksi terorisme yang memiliki dampak sangat luas terhadap
keamanan dalam negeri, perekonomian, kepercayaan investor, dan dunia
pariwisata, menuntut adanya kewaspadaan tinggi dari aparat intelijen dan
keamanan untuk mencegah dan menanggulanginya.
Aksi terorisme masih menjadi ancaman potensial bagi stabilitas keamanan
nasional di Indonesia, meskipun tewasnya beberapa gembong teroris seperti
Noordin M. Top, Dr. Azahari, dan Dulmatin telah menimbulkan harapan bahwa
aksi terorisme tidak terulang kembali. Hal ini juga dibarengi oleh harapan akan
tidak muncul aktor-aktor teror baru yang berkelas tinggi. Beberapa tokoh kunci
lapisan kedua seperti Umar Patek serta anggota jaringan lainnya akan menjadi
ancaman potensial jika mereka mampu meningkatkan diri mereka menjadi
sekelas Dr. Azahari, Noordin M. Top, dan Dulmatin.
2.2.2 Meningkatnya Ketahanan Masyarakat terhadap Aksi
Terorisme
Eksekusi mati terhadap tiga terpidana kasus bom Bali (Amrozi, Ali Gufron, dan
Imam Samudra) pada akhir 2008 sempat memicu reaksi keras dari sejumlah
anggota kelompok Islam radikal dan memunculkan ancaman aksi pembalasan
dalam bentuk aksi-aksi teror. Pemboman di Hotel J.W. Marriott dan Hotel Ritz-
Carlton sangat mungkin merupakan aktualisasi pembalasan atas dieksekusinya
Amrozi dan kawan-kawan. Faktor lain
yang memberikan peluang timbul dan
berkembangnya gerakan terorisme di
Indonesia antara lain adanya pelatihan
semimiliter oleh sejumlah kelompok
yang cenderung radikal, serta
tersebarnya sejumlah elemen radikal
dan Jemaah Islamiyah (JI) ke berbagai
wilayah rawan konflik.
Masih adanya ancaman terorisme
di Indonesia juga disebabkan oleh
belum adanya payung hukum yang
kuat bagi kegiatan intelijen untuk
mendukung upaya pencegahan dan
penanggulangan terorisme. Sulitnya
menyusun payung hukum tersebut
akibat adanya pemahaman sempit
dari kalangan umat beragama tertentu
bahwa perang melawan terorisme
dianggap memerangi Islam. Di sisi lain,
kondisi masyarakat tradisional yang menghadapi persoalan ekonomi dan sosial
sangat mudah dipengaruhi atau direkrut menjadi anggota kelompok teroris.
Kendala lain yang dihadapi dalam upaya pencegahan dan penanggulangan
terorisme adalah belum adanya pembinaan yang dapat menjamin terjadinya
perubahan pemikiran radikal menjadi moderat, belum berhasilnya penertiban
kegiatan pelatihan semimiliter, serta masih lemahnya sistem pengawasan atas
peredaran berbagai bahan yang dapat digunakan membuat bom. Oleh karena
itu, kemiskinan dan kesenjangan sosial--yang selama ini rawan terhadap upaya
58
B
a
g
i
a
n

I
I
MEMELIHARA MOMENTUM PERUBAHAN
perekrutan anggota baru--telah mendapat perhatian Pemerintah agar kelompok
masyarakat ini tidak tergiur untuk membantu kegiatan teroris di wilayahnya.
Selain itu, Pemerintah juga secara aktif menyelenggarakan gelar budaya dan
ceramah-ceramah mengenai wawasan kebangsaan dan penyebaran buku-
buku antiterorisme agar persepsi negatif masyarakat terhadap langkah-langkah
Pemerintah memerangi terorisme di Indonesia dapat dihilangkan.
2.2.3 Meningkatnya Daya Cegah dan Tangkal Negara terhadap
Ancaman Terorisme Secara Keseluruhan
Dalam upaya mencegah dan menanggulangi terorisme, Pemerintah tetap
berpedoman pada prinsip-prinsip yang telah diambil sebelumnya, yaitu dilakukan
secara preventif maupun represif dengan didukung oleh upaya pemantapan
kerangka hukum sebagai dasar bagi tindakan pro-aktif dalam menangani aktivitas
dan mengungkap jaringan terorisme. Kerjasama intelijen, baik di dalam negeri
maupun dengan intelijen asing melalui tukar-menukar informasi dan bantuan-
bantuan lainnya, terus ditingkatkan. Untuk mempersempit ruang gerak pelaku
dan kegiatan terorisme, Pemerintah secara berkelanjutan mendorong instansi
berwenang untuk meningkatkan penertiban dan pengawasan atas lalu lintas
orang dan barang di bandar udara, pelabuhan laut, dan wilayah perbatasan,
termasuk lalu lintas aliran dana domestik maupun antarnegara. Penertiban dan
pengawasan juga akan dilakukan atas tata niaga dan penggunaan bahan peledak,
bahan kimia, senjata api, dan amunisi, baik di lingkungan Tentara Nasional Indo-
nesia (TNI) dan Polri. Pemerintah juga terus melakukan pengkajian mendalam
dengan bekerjasama dengan akademisi, tokoh masyarakat, dan tokoh agama,
dalam rangka mencegah dan menanggulangi terorisme. Selain itu, kualitas
dan kapasitas institusi dan aparat intelijen, khususnya Badan Intelijen Negara
(BIN), TNI dan Polri, perlu ditingkatkan agar aparat intelijen tersebut dapat
mengantisipasi semakin canggihnya aksi terorisme dan meningkatnya skala
ancaman.
Jaringan teroris yang sulit dilacak dan memiliki akses yang luas membuat
permasalahan terorisme semakin rumit dan sulit untuk diselesaikan. Anggota
teroris bisa memanfaatkan berbagai kemajuan teknologi global seperti internet
dan telepon seluler untuk berinteraksi dengan kelompoknya dengan mudah.
Bahkan ke depannya, peledakan bom yang selama ini mengandalkan bom bunuh
diri dengan cara meledakkan diri dalam kerumunan massa, sangat mungkin akan
dikendalikan dari jarak jauh tanpa harus mengorbankan kelompok jaringannya.
Selain itu, meningkatnya kemampuan melakukan perjalanan dan transportasi
lintas batas negara akan semakin mempersulit upaya untuk memutuskan rantai
jaringan terorisme global.
III. Keberhasilan
Upaya pencegahan dan penanggulangan terorisme memiliki sasaran untuk
menurunkan kejadian tindak terorisme di wilayah hukum Indonesia dan
meningkatkan daya cegah dan tangkal negara terhadap ancaman terorisme.
Untuk mencapai sasaran tersebut, Pemerintah menetapkan arah kebijakan
membangun kemampuan penangkalan dan penanggulangan terorisme dan
memantapkan operasional penanggulangan terorisme.
59
B
a
g
i
a
n

I
I
Evaluasi Lima Tahun Pelaksanaan RPJMN 2004-2009
Arah kebijakan pencegahan dan penanggulangan terorisme dilaksanakan
dengan tiga program pokok. Program pertama adalah Program Pengembangan
Penyelidikan, Pengamanan dan Penggalangan Keamanan Negara yang bertujuan
untuk meningkatkan kemampuan profesionalisme intelijen agar lebih peka,
tajam, dan antisipatif dalam mendeteksi dan mengelimininasi berbagai ancaman,
tantangan, hambatan, dan gangguan yang berpengaruh pada kepentingan
nasional khususnya dalam hal pencegahan, penindakan, dan penanggulangan
terorisme. Program kedua adalah Program Pengembangan Pengamanan Rahasia
Negara yang ditujukan untuk meningkatkan kemampuan profesionalisme
kontraintelijen dalam melindungi kepentingan nasional dari berbagai ancaman,
tantangan, hambatan, dan gangguan termasuk dalam hal pencegahan dan
penanggulangan terorisme. Program ketiga adalah Program Pemantapan
Keamanan Dalam Negeri. Program ini bertujuan untuk meningkatkan dan
memantapkan keamanan dan ketertiban wilayah Indonesia dalam rangka
pencegahan dan penanggulangan terorisme, yaitu dengan meningkatkan
kapasitas kelembagaan nasional dalam menangani masalah terorisme dan
melakukan penanganan terorisme secara operasional yang didukung kerjasama
antarinstansi dengan melibatkan partisipasi seluruh komponen kekuatan
bangsa. Peningkatan kapasitas ini meliputi kemampuan deteksi dini, cegah dini,
penanggulangan, pengungkapan, dan rehabilitasi.
Pencegahan dan penanggulangan terorisme tidak dapat dilaksanakan oleh satu
instansi, tetapi memerlukan sinergi dan koordinasi yang kuat antara lembaga-
lembaga keamanan, khususnya BIN, TNI, dan Polri. Oleh karena itu, Program
Pemantapan Keamanan Dalam Negeri lebih bisa menampilkan pelaksanaan
pencegahan dan penanggulangan terorisme. Meskipun demikian, keberhasilan
Program Pemantapan Keamanan Dalam Negeri tidak mungkin berdiri sendiri
tanpa didukung oleh dua program lainnya.
Secara simultan, seluruh kegiatan Program Pemantapan Keamanan Dalam
Negeri telah berhasil dengan baik dalam pelaksanaan penanggulangan aksi
terorisme. Hal tersebut dapat dilihat dengan adanya peningkatan Desk Terorisme
menjadi Badan Penanggulangan Terorisme, yang dalam waktu dekat akan
ditandatangani oleh Presiden sebagai tindak lanjut Program 100 Hari Kabinet
60
B
a
g
i
a
n

I
I
MEMELIHARA MOMENTUM PERUBAHAN
SBY-Boediono. Upaya peningkatan kemampuan komponen kekuatan pertahanan
dan keamanan bangsa dalam menangani tindak terorisme juga cenderung
membaik. Hal ini dibuktikan dengan semakin banyaknya jaringan terorisme
yang terbongkar berkat meningkatnya kelengkapan sarana dan prasarana
yang didukung teknologi canggih serta meningkatnya kemampuan analisis dan
operasional intelijen satuan antiteror.
Saat awal RPJMN 20042009 penanganan dan pencegahan aksi terorisme se-
cara umum dapat berjalan, meskipun belum sesuai harapan. Berbagai aksi teror-
isme yang berskala lokal seperti bom Tentena dalam waktu singkat telah dapat
diidentifikasi dan ditangkap para pelakunya. Upaya pencegahan dan penindakan
yang dapat dilaksanakan dalam waktu yang relatif singkat tersebut telah menim-
bulkan rasa aman di masyarakat. Penegakan hukum pelaku aksi terorisme yang
berskala internasional seperti bom Bali, bom J.W. Marriott, atau bom Kuningan,
telah dilaksanakan dan pelakunya telah mendapat vonis pengadilan. Pelaku uta-
ma bom Bali seperti Imam Samudra, Amrozi, dan Mukhlas telah divonis mati,
sementara yang lain seperti Ali Imron, Mubarok, Suranto, dan Sawad, divonis
seumur hidup.
Dalam periode tahun 2006-
2007 situasi keamanan
dalam negeri relatif terbebas
dari aksi teror bom yang
nyata kecuali peledakan
bom yang terjadi di daerah
konflik Poso, Sulawesi
Tengah. Terbunuhnya tokoh
terorisme berkebangsaan
Malaysia, Dr. Azahari, telah
dapat mengungkapkan
sel-sel jaringan teroris di
Indonesia yang cukup luas,
termasuk kegiatan jaringan
Noordin M. Top yang telah
mengembangkan sel-
sel terorisme di berbagai
daerah. Pada periode ini
secara akumulatif telah
ter tangkap kurang lebih
330 tersangka teroris, 260
orang telah diadili dan telah
divonis lembaga pengadilan,
lima orang mendapat
hukuman mati, empat orang
mendapat hukuman seumur
hidup, 14 orang dalam proses peradilan, dan 13 orang masih dalam proses
penyidikan.
Pelaksanaan Program Pemantapan Keamanan Dalam Negeri pada tahun 2008,
berhasil membongkar sejumlah rencana peledakan bom dengan ditemukannya
sejumlah besar bom rakitan di daerah Palembang dan Tanjung Priok. Pelaksanaan
61
B
a
g
i
a
n

I
I
Evaluasi Lima Tahun Pelaksanaan RPJMN 2004-2009
eksekusi mati tiga orang terpidana kasus bom Bali I yang sempat menimbulkan
kekhawatiran, yaitu Imam Samudra, Amrozi, dan Ali Gufron alias Mukhlas pada
tanggal 9 November 2008, terbukti tidak menimbulkan aksi balas dendam.
Pelaksanaan perayaan keagamaan, khususnya perayaan Natal dan Tahun Baru,
yang sering dibayangi oleh aksi terorisme bom pun dapat berjalan aman dan
penuh damai.
Selanjutnya, pada tahun 2009, aparat keamanan berhasil membongkar secara
tuntas kasus peledakan bom di Hotel J.W. Marriott dan Hotel Ritz-Carlton. Aparat
keamanan mampu mengungkap jaringan pelakunya dalam waktu relatif cepat (di
tempat kejadian perkara Jati Asih Bekasi, Jawa Barat; Temanggung, Jawa Tengah;
Solo, Jawa Tengah; dan Ciputat Tangerang, Banten). Hampir semua pelaku (20
orang tersangka) yang terlibat dalam perkara ini telah mendapat tindakan hukum.
Sebelas pelaku tertangkap hidup dan sembilan meninggal dunia termasuk tokoh
utamanya Noordin M. Top. Pelaku-pelaku tersebut adalah Dani D.P., Nana I.M.,
Aer, Eko Peang, Ibrohim, Aris Sutanto, Indra Arif, Bagus B.P., Adi Susilo, Aryo S.,
Putri M., Syaifudin Juhri, Mohamad Syahrir, Fajar Firdaus, Sony, Arina, Jibril, Amir
Abdullah, Suryana, dan Noordin M. Top. Keberhasilan ini juga dilanjutkan dengan
tertangkapnya Baharudin Latif alias Baridin dan Ata di Garut Selatan, Jawa Barat
yang diduga keras pernah menyembunyikan Noordin M. Top dan menyimpan
bahan peledak secara tidak sah.

62
B
a
g
i
a
n

I
I
MEMELIHARA MOMENTUM PERUBAHAN
Bab 2.7
Peningkatan Kemampuan Pertahanan
Negara
I. Pengantar
P
ertahanan negara merupakan upaya untuk mempertahankan keutuhan
dan kedaulatan suatu negara dari ancaman yang berasal dari dalam dan
luar negara. Pertahanan negara merupakan salah satu pilar utama negara
berdaulat yang mempunyai efek penggentar (deterrence effect) terhadap pihak-
pihak yang mengancam. Salah satu amanat Rencana Pembangunan Jangka
Menengah Nasional (RPJMN) 20042009 dalam Agenda Mewujudkan Indonesia
yang Aman dan Damai adalah pelaksanaan kebijakan peningkatan kemampuan
pertahanan negara. RPJMN 20042009 menetapkan sasaran pembangunan
pertahanan negara, yaitu menuju kekuatan pertahanan negara pada tingkat
kekuatan pokok minimal (minimum essential force).
B
a
g
i
a
n

I
I
63
B
a
g
i
a
n

I
I
Evaluasi Lima Tahun Pelaksanaan RPJMN 2004-2009
Pencapaian sasaran menuju kekuatan pertahanan negara pada tingkat
kekuatan pokok minimal tersebut ditunjukkan oleh indikator terwujudnya
peningkatan profesionalisme Tentara Nasional Indonesia (TNI) yang didukung
dengan peningkatan kesejahteraan prajurit, perawatan dan pemeliharaan alat
utama sistem senjata (alutsista), penggantian dan pengembangan alutsista,
pengembangan secara bertahap dukungan pertahanan, serta peningkatan
peran industri pertahanan nasional dalam pemenuhan kebutuhan alutsista
TNI. Pembangunan pertahanan negara telah dilaksanakan sesuai tahapan yang
ditetapkan. Sampai dengan akhir tahun 2009, kekuatan pertahanan negara
mencapai tingkat penangkalan yang mampu menindak dan menanggulangi
ancaman baik dari dalam negeri maupun luar negeri. Kemajuan pembangunan
pertahanan negara dalam kurun waktu RPJMN 20042009 antara lain ditunjukkan
oleh peningkatan kesiapan personel dan alutsista, serta terselenggaranya
latihan matra dan gabungan TNI sesuai rencana secara berkelanjutan. Meskipun
demikian, kekuatan pertahanan negara baru mencapai pada tingkat postur
pertahanan negara dengan kekuatan terbatas (di bawah deterrence standard).
Dalam kurun waktu lima tahun, terdapat beberapa gangguan terhadap sistem
pertahanan negara. Gangguan tersebut antara lain dalam bentuk beberapa
insiden dan pelanggaran perbatasan baik di laut maupun di udara yang dilakukan
oleh kapal patroli dan pesawat udara negara lain sebagaimana diinformasikan
oleh stasiun pemberitaan melalui media-media elektronik. Pemerintah berupaya
menyelesaikan beberapa pelanggaran tersebut melalui meja perundingan
atau diplomasi. Meskipun gangguan berhasil diselesaikan secara diplomasi,
pelanggaran wilayah tersebut mengindikasikan bahwa daya tangkal kekuatan
pertahanan negara tidak optimal.
II. Pencapaian Prioritas
2.1. Gambaran Pencapaian
Sasaran peningkatan kemam-
puan pertahanan negara
yang dinyatakan dalam
RPJMN 20042009 adalah:
(1) tersusunnya Rancangan
Postur Pertahanan Indonesia
ber dasarkan Strategic Defen se
Review (SDR) dan Strategi Raya
Pertahanan dalam periode
2005-2006 yang disusun
sebagai hasil kerja sama
civil society dan militer; (2)
meningkatnya profe sionalisme
anggota TNI baik dalam operasi militer untuk perang maupun selain perang;
(3) meningkatnya kesejahteraan prajurit TNI terutama kecukupan perumahan,
pendidikan dasar keluarga prajurit, jaminan kesejahteraan akhir tugas; (4)
meningkatnya jumlah dan kondisi peralatan pertahanan ke arah modernisasi
alat utama sistem persenjataan dan kesiapan operasional; (5) meningkatnya
penggunaan alutsista produksi dalam negeri dan dapat ditanganinya pemeliharaan
alutsista oleh industri dalam negeri; (6) teroptimasinya anggaran pertahanan
64
B
a
g
i
a
n

I
I
MEMELIHARA MOMENTUM PERUBAHAN
serta tercukupinya anggaran minimal secara simultan dengan selesainya reposisi
bisnis TNI; dan (7) terdayagunakannya potensi masyarakat dalam bela negara
sebagai salah satu komponen utama pertahanan negara.
2.1.1 Tersusunnya Rancangan Postur Pertahanan Indonesia
Berdasarkan Strategic Defense Review (SDR) dan Strategi
Raya Pertahanan dalam Periode 2005-2006 yang Disusun
sebagai Hasil Kerja Sama Civil Society dan Militer
Pada awal RPJMN 20042009, dokumen-dokumen strategis kebijakan
pertahanan negara belum tersusun. Rancangan postur pertahanan negara yang
mencakup seluruh aspek kekuatan, seperti sumber daya manusia, alutsista, dan
dukungan sumber daya alam, diperlukan sebagai rujukan dalam peningkatan
kemampuan pertahanan. Pada masa tersebut, pembangunan pertahanan lebih
merujuk pada Undang-Undang Nomor 3 Tahun 2002 tentang Pertahanan Negara
dan Buku Putih Pertahanan serta kebijakan umum pertahanan yang termuat
dalam Garis-Garis Besar Haluan Negara (GBHN) 19992004.
Rancangan postur pertahanan negara tersusun secara definitif melalui penetapan
Peraturan Menteri Pertahanan Nomor PER/24/M/XII/2007 tanggal 28 Desember
2007. Dokumen tersebut dirumuskan berdasarkan potensi ancaman pertahanan
negara baik ancaman nyata maupun ancaman potensial yang terdiri dari ancaman
agresi militer, pelanggaran wilayah, gerakan separatisme, pemberontakan
bersenjata, pengamanan obyek vital nasional yang bersifat strategis, spionase,
terorisme, gangguan keamanan di laut dan udara, konflik komunal, dan ancaman
nirmiliter.
65
B
a
g
i
a
n

I
I
Evaluasi Lima Tahun Pelaksanaan RPJMN 2004-2009
2.1.2 Meningkatnya Profesionalisme Anggota TNI Baik dalam
Operasi Militer untuk Perang Maupun Selain Perang
Tingkat pencapaian upaya peningkatan profesionalisme TNI diukur melalui
terselenggaranya pembinaan dan pengembangan prajurit. Indikator yang mudah
dilihat adalah terlaksananya rekruitmen personel, terselenggaranya latihan matra
(latihan matra laut, matra darat, dan matra udara) dan latihan gabungan serta
kerjasama internasional. Secara umum upaya ini dapat terselenggara dengan
baik dan berkelanjutan dalam kurun waktu RPJMN 20042009. Selain itu,
profesionalisme TNI diwujudkan juga melalui pengembangan kekuatan terpusat,
kewilayahan, satuan tempur, satuan bantuan tempur dan satuan pendukung,
serta pelaksanaan latihan perorangan hingga latihan gabungan TNI. Dalam aspek
personel TNI, sampai dengan akhir tahun 2009, kekuatan personel mencapai
402.595 prajurit yang terdiri dari 298.848 prajurit TNI Angkatan Darat (AD),
62.947 prajurit TNI Angkatan Laut (AL), 32.194 prajurit TNI Angkatan Udara (AU),
serta 8.606 prajurit bertugas di Markas Besar TNI, Kementerian Pertahanan, dan
di sejumlah kementerian/lembaga.
2.1.3 Meningkatnya Kesejahteraan Prajurit TNI Terutama
Kecukupan Perumahan, Pendidikan Dasar Keluarga
Prajurit, Jaminan Kesejahteraan Akhir Tugas
Pencapaian upaya peningkatan kesejahteraan prajurit ditunjukkan oleh
pengembangan fasilitas TNI. Meskipun masih terbatas, hal tersebut merupakan
salah satu upaya Pemerintah dalam meningkatkan kesejahteraan prajurit. Secara
bertahap, peningkatan kesejahteraan prajurit dilakukan melalui peningkatan
tambahan penghasilan berupa uang lauk pauk (ULP). Tingkat ULP dapat
ditingkatkan mulai dari Rp25.000 per hari pada tahun 2005, kemudian dinaikkan
menjadi Rp30.000 tahun 2007, dan dinaikkan kembali menjadi Rp35.000 pada
tahun 2008. Namun, apabila diukur dengan standar kebutuhan kalori bagi
seorang prajurit yang sebesar 3.600 kalori per hari, besaran ULP tersebut masih
belum mencukupi.
2.1.4 Meningkatnya Jumlah dan Kondisi Peralatan Pertahanan
ke Arah Modernisasi Alat Utama Sistem Persenjataan dan
Kesiapan Operasional
Pada tahun pertama pelaksanaan RPJMN, kesiapan alutsista hanya bisa
ditingkatkan menjadi 40 persen dari yang dimiliki. Secara bertahap, tingkat
kesiapan dapat ditingkatkan hingga akhirnya pada akhir tahun 2009 mampu
mencapai rata-rata kesiapan alutsista 60 persen. Modernisasi alutsista TNI
terlaksana melalui pengadaan alutsista baru yang antara lain berupa helikopter,
penggantian rudal penjaga obyek vital, panser, Kapal Republik Indonesia (KRI)
kelas korvet beserta rudal Exorcet MM-40, pesawat tempur, radar, dan simulator
pesawat terbang.
Tingkat alutsista matra darat pada akhir 2009 mencapai rata-rata kesiapan 81,13
persen yang meliputi 1.299 unit berbagai jenis kendaraan tempur (ranpur)
dengan kondisi siap 1.077 unit (82,90 persen), 495.660 pucuk senjata infanteri
berbagai jenis dengan kondisi siap 389.993 pucuk (78,68 persen), 978 pucuk
senjata artileri berbagai jenis dengan kondisi siap 697 pucuk (71,26 persen),
62.229 unit kendaraan bermotor (ranmor) berbagai jenis dengan kondisi siap
66
B
a
g
i
a
n

I
I
MEMELIHARA MOMENTUM PERUBAHAN
52.343 unit (84,11 persen), dan 62 unit pesawat terbang berbagai jenis dengan
kondisi siap 55 unit (88,70 persen).
Alutsista matra laut mencapai tingkat kesiapan rata-rata 45,92 persen.
Pencapaian tersebut meliputi kesiapan 63 unit (43 persen) dari 146 unit kapal
perang (KRI) yang dimiliki, kesiapan Kapal Angkatan Laut (KAL) mencapai 172
unit (53,08 persen) dari 324 unit, kendaraan tempur marinir berbagai jenis siap
177 unit (42.05 persen) dari 413 unit yang dimiliki, dan pesawat terbang siap 31
unit (45,58 persen) dari 68 unit. Sementara itu, kesiapan alutsista matra udara
mencapai rata-rata 59,01 persen. Pencapaian tersebut terdiri dari pesawat
terbang dari berbagai jenis siap 81 unit (42 persen) dari 214 unit, peralatan radar
siap 13 unit (76 persen) dari 17 unit, dan 26 set rudal jarak pendek yang dimiliki
TNI AU 100 persen dalam kondisi siap.
2.1.5 Meningkatnya Penggunaan Alutsista Produksi Dalam
Negeri dan Dapat Ditanganinya Pemeliharaan Alutsista
Oleh Industri Dalam Negeri
Kemampuan industri pertahanan nasional dalam menyediakan produknya untuk
alutsista TNI sampai akhir RPJMN masih sangat terbatas. Pada tahun 2006,
Pemerintah berhasil menyusun kebijakan pemenuhan alutsista TNI berupa Blue
Book 20062009 yang menampung rencana pemanfaatan potensi industri
pertahanan dalam negeri. Sampai tahun 2007, alutsista yang dapat dimanfaatkan
untuk melengkapi kekuatan TNI adalah jenis roket 70 mm dan 80 mm, panser
APS, dan senjata SS-2. Sumbangan industri pertahanan nasional meningkat
cukup nyata. Kontrak pembelian 154 unit panser PT. Pindad oleh Kementerian
Pertahanan (Kemenhan)/TNI, pada tahap I tahun 2008, diserahterimakan
sebanyak 20 unit. Pada tahap II tahun 2009, sebanyak 73 unit dibagi menjadi dua
yaitu 40 unit diserahkan pada pertengahan tahun 2009 dan sisanya sebanyak
33 unit diserahkan pada awal tahun 2010. Secara umum, alutsista yang dapat
dihasilkan oleh industri pertahanan nasional adalah senjata ringan dan sedang
(SS-1, SMR, dan SMS), meriam 105 mm, mortir 60 mm dan 80 mm, munisi kaliber
kecil, munisi mortir, bahan peledak, kendaraan taktis angkut personel dan Panser
6x6 Pindad, Kapal Angkatan Laut (KAL), KRI jenis Landing Platform Dock (LPD),
pesawat angkut jenis CN 235, CN 212 untuk patroli maritim, helikopter NBO 105,
dan helikopter Super Puma NAS 332.
67
B
a
g
i
a
n

I
I
Evaluasi Lima Tahun Pelaksanaan RPJMN 2004-2009
2.1.6 Teroptimasinya Anggaran Pertahanan Serta Tercukupinya
Anggaran Minimal Secara Simultan dengan Selesainya
Reposisi Bisnis TNI
Dengan keterbatasan kemampuan keuangan Pemerintah, optimalisasi anggaran
menjadi tuntutan untuk mencukupi kebutuhan anggaran pembangunan
pertahanan negara. Optimalisasi dapat dilakukan melalui efisiensi dan
pemrioritasan peruntukan anggaran. Anggaran yang diberikan oleh Pemerintah
selama ini, sebesar 70 persen digunakan untuk membiayai penyelenggaraan
tugas pokok dan fungsi Kemhan dan TNI. Sementara itu, porsi anggaran
untuk peningkatan kemampuan pertahanan seperti untuk modernisasi dan
pemeliharaan serta perawatan alutsista hanya sebesar 30 persen.
2.1.7 Terdayagunakannya Potensi Masyarakat dalam Bela
Negara Sebagai Salah Satu Komponen Utama Pertahanan
Negara
Pendayagunaan potensi sumber daya nasional antara lain dilakukan melalui
inventarisasi dan identifikasi potensi sumber daya pertahanan termasuk
sumber daya buatan dan sumber daya alam. Untuk mendorong potensi sumber
daya manusia, Pemerintah melakukan sosialisasi kesadaran bela negara,
pengorganisasian relawan dalam membantu bencana alam, dan pengkoordinasian
bantuan luar negeri yang dilaksanakan. Komponen cadangan dan pendukung
pertahanan negara yang merupakan bentuk implementasi kesemestaan dalam
sistem pertahanan negara belum bisa dipersiapkan secara fisik mengingat
penyusunan Rancangan UU Komponen Cadangan dan Pendukung Pertahanan
Negara saat ini sedang dalam tahap pembahasan dengan Dewan Perwakilan
Rakyat (DPR).
2.2. Evaluasi Pencapaian
Keberhasilan pelaksanaan RPJMN 20042009 untuk Agenda Mewujudkan
Indonesia yang Aman dan Damai terkait aspek pertahanan negara dievaluasi
berdasarkan peningkatan kesiapan kekuatan yang terdiri dari unsur sistem,
personel (sumber daya manusia), material (alutsista), dan fasilitas (sarana dan
prasarana).
2.2.1 Sasaran 1: Tersusunnya Rancangan Postur Pertahanan
Indonesia Berdasarkan Strategic Defense Review (SDR) dan
Strategi Raya Pertahanan dalam Periode 20052006 yang
Disusun sebagai Hasil Kerja Sama Civil Society dan Militer
Penyusunan dokumen strategis pem bangunan dan penyelenggaraan pertahanan
negara yang meliputi postur, doktrin, strategi, dan gelar, membutuhkan waktu
yang relatif lama. Hal tersebut karena proses penyusunan dokumen postur
pertahanan negara harus diawali dengan berbagai pengkajian atas seluruh
aspek seperti aspek lingkungan strategis global yang mencermati perkembangan
kekuatan militer global pada umumnya dan lingkungan strategis regional, yaitu
negara-negara yang berbatasan dengan Indonesia dan kawasan Asia Tenggara.
Pengkajian selanjutnya adalah pengkajian atas kondisi internal dalam negeri
68
B
a
g
i
a
n

I
I
MEMELIHARA MOMENTUM PERUBAHAN
dalam segala aspek ekonomi, sosial dan budaya, serta pertahanan dan keamanan.
Pengkajian atas ancaman-ancaman potensial yang diperkirakan akan dihadapi
oleh sistem pertahanan negara juga perlu dilakukan.
Dokumen postur pertahanan dapat ditetapkan secara definitif pada akhir
tahun 2007. Selain dokumen tersebut, dokumen strategis lainnya yang menjadi
dokumen pendukung pembangunan dan penyelenggaraan sistem pertahanan
negara dapat ditetapkan dalam waktu yang tidak berselang jauh. Dokumen-
dokumen tersebut adalah: (1) Peraturan Presiden (Perpres) Nomor 7 tahun
2008 tentang Kebijakan Umum Pertahanan; (2) Peraturan Menteri Pertahanan
(Permenhan) Nomor PER/22/M/XII/2007 tanggal 28 Desember 2007 tentang
Strategi Pertahanan Negara; (3) Permenhan Nomor PER/23/M/XII/2007 tanggal
28 Desember 2007 tentang Doktrin Pertahanan Negara; (4) Permenhan Nomor
PER/03/M/II/2008 tanggal 18 Februari 2008 tentang Buku Putih Pertahanan
Negara; dan (5) Permenhan Nomor 16 Tahun 2008 tanggal 10 September 2008
tentang Kebijakan Penyelenggaraan Pertahanan Negara melengkapi dokumen
strategis pembangunan dan penyelenggaraan pertahanan negara.
2.2.2 Sasaran 2: Meningkatnya Profesionalisme Anggota TNI
Baik dalam Operasi Militer untuk Perang Maupun Selain
Perang
Rekrutmen dan pengembangan personel TNI cenderung konservatif, sehingga
terdapat peningkatan kuantitas yang nyata. Kecenderungan tersebut disebabkan
oleh kebijakan pengembangan personel TNI tidak diarahkan kepada kekuatan
yang besar secara jumlah kekuatan, tetapi diarahkan pada kekuatan yang kecil
namun berkemampuan tinggi dan profesional. Jumlah personel TNI dalam kurun
waktu lima tahun meningkat dari 382.326 personel menjadi 402.595 personel
atau hanya bertambah sebanyak 20.359 personel.
Untuk mempertahankan dan meningkatkan keterampilan serta profesionalisme
personel, baik perorangan maupun satuan, TNI menyelenggarakan kegiatan
latihan yang meliputi latihan matra (latihan matra laut, matra darat, matra udara),
latihan gabungan, latihan bersama, serta kerjasama internasional. Selain itu,
profesionalisme TNI diwujudkan juga melalui pengembangan kekuatan terpusat,
kewilayahan, satuan tempur, satuan bantuan tempur dan satuan pendukung,
serta pelaksanaan latihan perorangan hingga latihan gabungan TNI.
2.2.3 Sasaran 3: Meningkatnya Kesejahteraan Prajurit TNI
Terutama Kecukupan Perumahan, Pendidikan Dasar
Keluarga Prajurit, Jaminan Kesejahteraan Akhir Tugas
Kunci profesionalisme TNI, selain ketersediaan peralatan militer yang memadai
dan jiwa patriotisme prajurit, adalah kesejahteraan prajurit TNI. Upaya untuk
meningkatkan kesejahteraan prajurit TNI telah dilakukan dengan peningkatan
uang lauk pauk. Hal ini menunjukkan bahwa Pemerintah terus berupaya untuk
meningkatkan anggaran bagi peningkatan kesejahteraan TNI, terutama prajurit
TNI di tataran terendah, meskipun peningkatan ULP ini masih dilaksanakan
secara bertahap dan sejauh ini jumlahnya belum mencukupi.
69
B
a
g
i
a
n

I
I
Evaluasi Lima Tahun Pelaksanaan RPJMN 2004-2009
2.2.4 Sasaran 4: Meningkatnya Jumlah dan Kondisi Peralatan
Pertahanan ke Arah Modernisasi Alat Utama Sistem
Persenjataan dan Kesiapan Operasional
Pada akhir tahun 2009 TNI mampu mencapai rata-rata kesiapan alutsista 60
persen dari hanya 40 persen pada tahun 2004. Peningkatan kesiapan alutsista
TNI ini dilaksanakan melalui modernisasi, perawatan, dan pemeliharaan.
Modernisasi alutsista TNI yang telah melewati usia pakai dan pengadaan baru
untuk melengkapi kekuatan yang masih kurang, telah terwujud sesuai dengan
kebijakan pertahanan negara. Sementara itu, peningkatan dan optimalisasi
kemampuan perawatan dan pemeliharaan alutsista yang masih layak dan dalam
usia juga telah menaikkan tingkat kesiapan alutsista.
2.2.5 Sasaran 5: Meningkatnya Penggunaan Alutsista Produksi
Dalam Negeri dan Dapat Ditanganinya Pemeliharaan
Alutsista oleh Industri Dalam Negeri
Upaya peningkatan alutsista TNI yang berasal dari produk industri pertahanan
nasional memperlihatkan kecenderungan yang belum optimal. Beberapa
permasalahan seperti kemampuan produksi industri pertahanan yang terbatas,
kualitas sebagian alutsista juga masih lebih rendah bila dibandingkan dengan produk
alutsista dari luar negeri. Selain itu, seringkali industri dalam negeri tidak mampu
berproduksi tepat waktu. Kemampuan keuangan Pemerintah dalam menyediakan
Rupiah Murni yang terbatas juga termasuk hambatan pelaksanaan upaya
peningkatan penggunaan alutsista produk dalam negeri. Upaya menjembatani
keterbatasan kemampuan keuangan negara adalah melalui skema pinjaman dalam
negeri (PDN). Namun, sampai akhir periode RPJMN 20042009, aturan-aturan
pinjaman dalam negeri ini belum dapat diimplementasikan. Sampai dengan tahun
2009, pemenuhan kebutuhan alutsista seperti senjata ringan dan sedang, mortir
60 mm dan 80 mm, munisi kaliber kecil, munisi mortir, bahan peledak, kendaraan
taktis angkut personel, dan Panser 6x6 Pindad, masih menggunakan anggaran
Rupiah Murni, meskipun dengan anggaran yang sangat terbatas.
70
B
a
g
i
a
n

I
I
MEMELIHARA MOMENTUM PERUBAHAN
2.2.6 Sasaran 6: Teroptimasinya Anggaran Pertahanan serta
Tercukupinya Anggaran Minimal Secara Simultan dengan
Selesainya Reposisi Bisnis TNI
Tingkat kesiapan alutsista TNI yang mencapai 60 persen merupakan salah satu
dampak positif yang diperoleh dari optimalisasi anggaran. Realitas bahwa
kondisi alutsista TNI yang sebagian besar telah berusia tua merupakan kendala
dalam aspek kesiapan karena alutsista tersebut memerlukan pemeliharaan dan
perawatan yang intensif. Dengan kondisi tersebut, modernisasi yang dilakukan
TNI membutuhkan penggantian sebagian besar alutsista yang dimiliki. Hal ini juga
sangat berpengaruh pada sasaran peningkatan pertahanan menuju kekuatan
pokok minimal (minimum essential force) karena membutuhkan biaya besar dan
waktu yang cukup lama.
2.2.7 Sasaran 7: Terdayagunakannya Potensi Masyarakat
dalam Bela Negara Sebagai Salah Satu Komponen Utama
Pertahanan Negara
Sementara itu, pengembangan sumber daya pendukung sistem pertahanan
melalui model pengembangan komponen cadangan sampai saat ini belum dapat
diimplentasikan karena RUU Komponen Cadangan yang disusun Pemerintah
masih dalam tahap diajukan ke DPR.
III. Keberhasilan
Upaya peningkatan kemampuan pertahanan negara dilaksanakan melalui sebelas
program yaitu: (1) Program Pengembangan Sistem dan Strategi Pertahanan;
(2) Program Pengembangan Pertahanan Integrati; (3) Program Pengembangan
Pertahanan Matra Darat; (4) Program Pengembangan Pertahanan Matra Laut; (5)
Program Pengembangan Pertahanan Matra Udara; (6) Program Pengembangan
Industri Pertahanan; (7) Program Pengembangan Bela Negara; (8) Program Operasi
Bhakti TNI; (9) Program Kerjasama Militer Internasional; (10) Program Penelitian
dan Pengembangan Pertahanan; dan (11) Program Penegakan Kedaulatan dan
Penjagaan Keutuhan Wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI).
Uraian pada bagian ini akan lebih terfokus pada keberhasilan dua program
pembangunan dari sebelas program yang dilaksanakan Kemhan/TNI. Program
yang dipilih untuk diuraikan lebih lanjut dalam bagian ini adalah Program
Pengembangan Industri Pertahanan dan Program Pengembangan Pertahanan
Lintas Matra. Program pertama adalah program yang mewadahi upaya
Pemerintah dalam meningkatkan kemandirian industri strategis, sedangkan
program kedua merupakan program lintas matra yang terdiri dari pertahanan
integratif, pertahanan matra darat, pertahanan matra laut, dan pertahanan
matra udara. Pertimbangan pemilihan program lintas matra adalah mengingat
implementasi dari program tersebut adalah satu kesatuan dan saling terkait
untuk meningkatkan profesionalisme TNI dan kesiapan alutsista. Program-
program lainnya juga merupakan program sangat penting dalam peningkatan
kemampuan pertahanan negara karena secara keseluruhan program tersebut
juga saling terkait dan saling memperkuat.
71
B
a
g
i
a
n

I
I
Evaluasi Lima Tahun Pelaksanaan RPJMN 2004-2009
3.1 Program Pengembangan Industri Pertahanan
Tujuan program ini adalah meningkatkan jumlah dan kondisi alat utama yang
modern. Meskipun nama program tersebut menyebutkan pengembangan
industri pertahanan, namun kegiatan yang ditampung meliputi: (1) perbaikan,
pemeliharaan, penggantian, dan pengadaan peralatan pertahanan; (2)
pengembangan kerjasama bidang kedirgantaraan, perkapalan, teknik sipil,
otomotif, elektronika, dan industri nasional lainnya; (3) peningkatan kualitas
sumber daya manusia dalam bidang desain dan keahlian dan kemampuan
mengembangkan dan pembuatan pesawat angkut khusus, kapal patroli cepat,
kapal perang, kendaraan tempur militer, jaringan komunikasi, pusat komando
dan pengendalian serta sistem informasi; dan (4) pemberdayaan dan peningkatan
peranserta industri nasional dalam rangka pengembangan kekuatan pertahanan
negara serta menciptakan kemandirian, dan memperkecil ketergantungan di
bidang pertahanan terhadap negara lain.
Dalam rangka meningkatkan kemampuan industri pertahanan nasional,
Pemerintah secara berkelanjutan berusaha secara optimal agar pengadaan
alutsista baru TNI dapat seoptimal mungkin bekerja sama dengan industri dalam
negeri, meskipun hal ini tidak dapat diwujudkan dalam semua proses pangadaan
alutsista, terutama yang berteknologi sangat tinggi. Kendala lainnya adalah relatif
kecilnya volume pembelian sehingga negara produsen tidak bersedia memberikan
fasilitas transfer teknologi namun hanya pelatihan perawatan dan pemeliharaan
serta pengawakan. Kerjasama pengadaan dengan produsen alutsista dalam negeri
baik secara langsung maupun tidak langsung akan meningkatkan kemampuan dan
kualitas sumber daya manusia industri dalam negeri.
Dalam upaya pengembangan kerja sama bidang kedirgantaraan, Pemerintah selalu
mengutamakan kerja sama dengan PT. Dirgantara. Untuk kegiatan pengadaan kapal
perang dan patroli TNI AL, Pemerintah seoptimal mungkin bekerja sama dengan
galangan kapal dalam negeri seperti PT PAL Indonesia, PT. Dok Kodja Bahari, dan
industri perkapalan potensial dalam negeri. Model pengembangan industri dengan
mekanisme ini berhasil dilaksanakan untuk membuat kapal LPD TNI AL. Pembuatan
dua kapal dilakukan di Korea dan dua kapal lainnya dilakukan oleh PT. PAL. Untuk
pengadaan otomotif dan peralatan elektronika, selain memilih kualitas barang
terbaik yang ada di pasaran, Pemerintah juga selalu mengutamakan bekerja sama
dengan produsen dalam negeri, terutama badan usaha milik negara (BUMN).
Kapasitas pertahanan suatu negara merupakan cermin dari kemajuan industri
pertahanan negara tersebut. Hampir semua negara di dunia yang memiliki
sistem pertahanan yang tangguh seperti Amerika Serikat, Inggris, Perancis,
Jerman, dan di Asia seperti Korea Selatan, China, dan India selalu didukung
oleh kemandirian industri pertahanan yang akan menyokong sebagian besar
alat utama sistem persenjataannya. Oleh karena itu, untuk meningkatkan
kemampuan pertahanan TNI, Pemerintah harus memiliki komitmen yang tinggi
dalam pengembangan kemandirian industri pertahanan dalam negeri. Untuk itu,
Pemerintah telah menyusun kebijakan pengadaan alutsista/sarana pertahanan
dan pemeliharaannya dengan prioritas pengadaan dari dalam negeri.
72
B
a
g
i
a
n

I
I
MEMELIHARA MOMENTUM PERUBAHAN
3.2 Program Pengembangan Pertahanan (Lintas Matra Darat,
Laut, dan Udara)
Keberhasilan menonjol program ini adalah membaiknya tingkat kesiapan
alutsista yang dicapai setiap tahun. Pada akhir periode RPJMN 20042009
atau akhir tahun 2009, tingkat kesiapan alutsista TNI mencapai rata-rata sekitar
60 persen, yang disumbangkan oleh matra darat sekitar 81 persen, matra laut
sekitar 46 persen, dan matra udara 59 persen. Kondisi tersebut sudah jauh lebih
baik dibandingkan dengan kondisi pada akhir tahun 2004 yang hanya mencapai
pada kisaran 40 persen dari keseluruhan alutsista yang dimiliki TNI. Pada tahun
2006, kesiapan rata-rata alutsista TNI adalah sekitar 40 persen, kemudian pada
tahun 2007 mencapai 45 persen, tahun 2008 mencapai 50 persen, dan pada
akhir RPJMN mencapai 60 persen.
Meskipun kondisi kemampuan keuangan negara terbatas, yang mengakibatkan
alokasi anggaran untuk pembangunan bidang pertahanan menjadi minimal,
peningkatan kesiapan alutsista sesuai tahapan yang ditetapkan dapat terlaksana
dengan baik. Upaya modernisasi dengan penggantian alutsista yang telah
melewati usia pakai dan pengadaan baru untuk melengkapi kekuatan yang masih
kurang telah terlaksana. Selain itu, alutsista yang masih layak dan dalam usia
pakai dipelihara dan dirawat agar tingkat kesiapannya dapat terjaga. Langkah
modernisasi tersebut dinyatakan dalam dokumen kebijakan strategis pemenuhan
alutsista TNI tahun 20052009.
Keberhasilan program ini ditunjukkan pula oleh terlaksananya pengadaan alutsista
TNI berupa helikopter serbu dan angkut, penggantian rudal untuk menjaga
obyek-obyek vital, panser, KRI kelas korvet beserta rudal Exorcet MM-40, pesawat
tempur, radar, dan simulator. Untuk matra darat, keberhasilan ditunjukkan
oleh peningkatan tingkat kesiapan kekuatan berbagai jenis kendaraan tempur,
senjata dan munisi, senjata artileri, kendaraan bermotor, dan pesawat terbang.
Peningkatan kekuatan matra laut diupayakan melalui penekanan pada kesiapan
operasional kapal tempur dan kapal angkut, pesawat terbang, dan ranpur marinir
yang diintegrasikan ke dalam Sistem Senjata Armada Terpadu (SSAT), yang terdiri
dari KRI, KAL, kendaraan tempur marinir, dan pesawat terbang. Sementara
itu, peningkatan kesiapan untuk kekuatan matra laut tertumpu pada pesawat
tempur, pesawat angkut, helikopter, dan pesawat jenis lainnya, serta peralatan
radar dan rudal.
73
B
a
g
i
a
n

I
I
Evaluasi Lima Tahun Pelaksanaan RPJMN 2004-2009
Bab 2.8
Pemantapan Politik Luar Negeri dan
Peningkatan Kerjasama Internasional
I. Pengantar
P
elaksanaan politik luar negeri dan kerjasama internasional diarahkan
untuk memperjuangkan kepentingan nasional di bidang hubungan dan
politik Iuar negeri, dengan keikutsertaan dan partisipasi aktif Pemerintah
Indonesia pada berbagai forum internasional serta ratifikasi, aksesi dan
akseptansi pemerintah terhadap berbagai konvensi internasional. Dalam kaitan
ini, maka tujuan partisipasi Indonesia dalam fora multilateral adalah untuk ikut
memberikan kontribusi bagi upaya mewujudkan keamanan dan perdamaian
dunia serta meningkatkan kesejahteraan umat manusia pada umumnya dan
rakyat Indonesia pada khususnya.
B
a
g
i
a
n

I
I
B
a
g
i
a
n

I
I
74
B
a
g
i
a
n

I
I
MEMELIHARA MOMENTUM PERUBAHAN
Kebijakan luar negeri dimulai dari rumah. Ungkapan tersebut merupakan prinsip
dalam penyusunan setiap kebijakan luar negeri. Muara dari seluruh rangkaian
kebijakan luar negeri Indonesia adalah terjaminnya pemenuhan kepentingan-
kepentingan nasional Indonesia. Oleh karena itu, kebijakan luar negeri yang
efektif dan efisien menjadi hal yang mutlak untuk dimiliki sebagai salah satu
mesin pendorong laju pembangunan.

II. Pencapaian Prioritas
Dalam Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional (RPJMN) 20042009
telah ditetapkan bahwa sasaran pemantapan politik luar negeri dan kerjasama
internasional adalah semakin berperannya Indonesia dalam hubungan
internasional dan dalam menciptakan perdamaian dunia, dan secara bertahap
memulihkan citra Indonesia dan kepercayaan masyarakat internasional,
serta mendorong tatanan. Sasaran ini dicapai melalui pelaksanaan kebijakan
yang diarahkan pada peningkatan kualitas diplomasi Indonesia dalam rangka
memperjuangkan kepentingan nasional; melanjutkan komitmen Indonesia
terhadap pembentukan identitas dan pemantapan integrasi regional khususnya
di ASEAN; menegaskan pentingnya memelihara kebersamaan, multilateralisme,
saling pengertian dan perdamaian dalam politik dan hubungan internasional.
2.1 Gambaran Pencapaian
2.1.1 Semakin Berperannya Indonesia dalam Hubungan
Internasional dan dalam Menciptakan Perdamaian
Dunia; dan Pulihnya Citra Indonesia dan Kepercayaan
Masyarakat Internasional
Kiprah diplomasi Indonesia selama periode 20042009 terus menguat sejalan
dengan peran aktif yang dimainkan oleh Indonesia dalam percaturan diplomasi
internasional, baik dalam kerangka bilateral, regional, maupun multilateral.
Penguatan peran diplomasi bilateral Indonesia ditandai dengan peningkatan
hubungan kerjasama dengan negara-negara terdekat serta perkembangan
implementasi sejumlah kerjasama kemitraan strategis dengan beberapa
negara kunci di berbagai kawasan, dan negara sahabat lainnya. Pemerintah
Indonesia dengan China telah berhasil merampungkan dokumen kemitraan
strategis pada bulan April 2005 dan kedua negara sepakat untuk membangun
hubungan yang sistematis di bidang politik, pertahanan dan keamanan,
ekonomi dan pembangunan. Pemerintah Indonesia dengan Korea Selatan
telah mendeklarasikan kemitraan strategis dan sepakat memperkuat hubungan
bilateral dalam berbagai bidang. Nota Kesepahaman dengan Laos telah
ditandatangani pada Februari 2009 untuk mengembangkan kerjasama di bidang
pertanian. Peran constructive engagement Indonesia dalam penanganan isu
Myanmar pada tataran bilateral semakin diperkokoh, terutama dengan telah
dibentuknya mekanisme Joint Consultation for Bilateral Cooperation (JCBC) RI-
Myanmar pada tingkat Menteri Luar Negeri pada bulan Maret 2006.
Kemitraan strategis di Kawasan Amerika dan Eropa menunjukkan kemajuan
dalam lima tahun terakhir. Kesepakatan pembentukan Kemitraan Komprehensif
75
B
a
g
i
a
n

I
I
Evaluasi Lima Tahun Pelaksanaan RPJMN 2004-2009
Indonesia-Amerika Serikat yang telah dicapai pada saat kunjungan Menteri
Luar Negeri Hillary Clinton ke Jakarta pada tanggal 18-19 Februari 2009,
direncanakan akan diumumkan pada kunjungan Presiden Obama ke Indonesia
yang direncanakan pada bulan Juni 2010. Di bidang peningkatan people to
people contact, wujud kerjasama konkret dituangkan dalam MoU American
Indonesian Exchange Foundation (AMINEF) yang telah ditandatangani pada 16
Februari 2009 dan MoU Peace Corps (PC) yang juga telah ditandatangani pada
11 Desember 2009. Pelaksanaan kerjasama PC akan merupakan babak baru
mengingat kerjasama tersebut terhenti sejak tahun 1963.
Upaya Indonesia untuk membangun kemitraan strategis juga telah disepakati
dengan Brazil, yang dituangkan ke dalam memorandum of understanding
antara kedua negara yang telah ditandatangani pada bulan November 2008.
Peningkatan hubungan kerjasama Indonesia dan Uni Eropa (UE) juga ditandai
dengan penandatanganan Partnership and Cooperation Agreement (PCA) pada
tanggal 9 November 2009. PCA tersebut menjadi payung hukum bagi kerjasama
Indonesia-UE yang diprioritaskan antara lain pada kerjasama perdagangan dan
investasi, pendidikan, lingkungan hidup, dan pembangunan kelembagaan.
Dalam konteks perbatasan, pelaksanaan border diplomacy Indonesia dapat
dikatakan berjalan efektif yang ditandai dengan dilakukannya secara rutin
serangkaian perundingan dengan negara-negara tetangga, antara lain perundingan
delineasi dan demarkasi batas darat dengan Timor Leste, perundingan batas maritim
dengan Malaysia, dan perundingan batas laut wilayah dengan Singapura. Proses
penuntasan penentuan batas laut wilayah, zona ekonomi eksklusif, dan landas
kontinen dengan negara-negara tetangga terus dilanjutkan dengan kemajuan yang
lebih positif, yaitu dengan ditandatanganinya perjanjian batas laut bagian Barat
Indonesia-Singapura yang berada di dekat Tuas-Pulau Nipa. Dampak lain yang
didapatkan adalah saling pengertian antarkedua negara untuk menjaga keamanan
wilayah dan keamanan regional. Bahkan, manfaat khusus bagi Indonesia adalah
tetap terjaganya dan dapat dipertahankannya keutuhan NKRI.
76
B
a
g
i
a
n

I
I
MEMELIHARA MOMENTUM PERUBAHAN
Peran lain dalam hubungan internasional adalah melaksanakan perundingan
mengenai Mandatory Consular Notification (MCN) dengan negara-negara
pengguna jasa tenaga kerja Indonesia (TKI). Tujuannya selain untuk menjaga
hubungan yang konstruktif dengan negara-negara pengguna jasa TKI dan
memastikan adanya pengakuan yang lebih baik mengenai hubungan yang saling
menguntungkan antara negara pengirim dan negara penerima tenaga kerja,
kerjasama melalui MCN secara langsung ditujukan pula untuk memberikan
perlindungan terhadap Warga Negara Indonesia dan Badan Hukum Indonesia
(WNI/BHI) di luar negeri sebagai bagian dari tanggung jawab negara terhadap
warga negaranya.
Pada tahun 2006, Indonesia telah terpilih sebagai anggota tidak tetap Dewan
Keamanan PBB untuk periode 2007-2009. Dalam masa tersebut, Indonesia
berhasil menempatkan diri sebagai bridge and consensus builder country, dan
mempertahankan posisi terhormat sebagai negara yang peka terhadap nilai-nilai
keadilan dan kebebasan di dalam hubungan internasional.
Di kawasan Pasifik Selatan, peran diplomasi Indonesia telah membuahkan dukungan
negara-negara di kawasan tersebut terhadap integritas dan kedaulatan wilayah
NKRI. Kiprah diplomasi Indonesia telah pula dapat memperkuat situasi keamanan
kawasan Asia Tenggara. Indonesia turut berperan membantu penyelesaian masalah
Filipina Selatan dan membantu penyelesaian separatisme di Thailand Selatan. Di
kawasan Laut China Selatan, Indonesia telah turut pula berperan menjaga kawasan
tersebut agar tetap dalam kondisi yang kondusif sehingga dapat membawa dampak
positif terhadap proses pembangunan di Indonesia.
Dalam isu nuklir di Semenanjung Korea, Indonesia mendesak Korea Utara untuk
melakukan dialog dalam Six Party Talks. Indonesia menilai bahwa penyelesaian
masalah Semenanjung Korea harus dilakukan secara komprehensif, antara lain dengan
denuklirisasi serta normalisasi hubungan antara Korea Selatan dan Korea Utara.
Dalam kaitannya dengan konflik di Timur Tengah, Indonesia secara konsisten terus
mendukung perjuangan bangsa Palestina dan turut berperan menjaga keamanan
dan perdamaian di Timur Tengah. Peran Indonesia tidak saja dalam forum-forum
PBB dan internasional lainnya melalui berbagai prakarsa dan gagasan, serta
pernyataan sikap yang tegas dan konsisten, tetapi juga mengirimkan pasukan
perdamaian dan memberikan bantuan kemanusiaan. Kinerja Indonesia tersebut
telah mendapatkan apresiasi Pemerintah Jepang yang kemudian mengundang
Indonesia untuk menggalang dukungan bagi proses perdamaian Palestina-Israel
yang melibatkan negara-negara Asia. Selain itu, Indonesia juga berperan aktif
ikut serta menciptakan kerjasama dan membantu terciptanya perdamaian di
antara negara-negara Organisasi Konferensi Islam (OKI).
Pada periode 20042009, Indonesia terus memberikan perhatian besar pada
diplomasi multilateral yang menempatkan Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB)
tetap sebagai forum penanganan berbagai tantangan dan permasalahan dunia.
Dalam kaitan itu, Indonesia senantiasa menjalin kerjasama dalam pemberantasan
terorisme melalui intelligence sharing, peningkatan kapasitas, kerjasama teknis,
jointly-coordinated operation, pengiriman pakar dan pemberian advis, ratifikasi
berbagai konvensi internasional, serta penyusunan legislasi nasional terkait
pencegahan dan pemberantasan terorisme.
77
B
a
g
i
a
n

I
I
Evaluasi Lima Tahun Pelaksanaan RPJMN 2004-2009
Berkenaan dengan citra Indonesia di tingkat internasional, saat ini Indonesia
dikenal sebagai negara demokrasi terbesar ketiga di dunia, sebagaimana diakui
dan disambut banyak pihak. Indonesia telah membuktikan bahwa demokrasi,
Islam dan modernitas dapat berjalan seiringan. Tidak kalah pentingnya, dekade
ini juga membuktikan satu fakta lagi yang tak terbantahkan yaitu ketahanan
Indonesia sebagai satu bangsa. Beberapa tahun sebelumnya, berbagai analisa
politik memprediksikan berakhirnya negara Indonesia sebagai dampak dari krisis
multidimensional, termasuk ancaman separatisme. Namun demikian, Indonesia
saat ini justru semakin berkibar dibandingkan sebelumnya.
Pencapaian penting dan merupakan mementum bagi pulihnya citra Indonesia
adalah prakarsa Indonesia dalam pelaksanaan Bali Democracy Forum (BDF) pada
bulan Desember 2008 yang dihadiri oleh 31 negara di dunia, termasuk negara-
negara yang selama ini diketahui sensitif terhadap isu demokrasi, seperti Myanmar,
China, dan Brunei Darussalam. Forum yang bertema Building and Consolidating
Democracy: A Strategic Agenda for Asia ini menunjukkan kepemimpinan
Indonesia dalam mengusung demokrasi sekaligus sebagai bagian dari upaya
menyebarluaskan citra positif tentang Indonesia kepada dunia internasional.
Dalam forum ini pula, Indonesia menunjukkan sikap yang menarik perhatian, sebab
Indonesia mengarahkan agenda forum dalam kerangka saling tukar pengalaman
mengenai implementasi demokrasi di masing-masing negara peserta.
Citra Indonesia lainnya yang cukup menonjol adalah pelaksanaan peran
diplomasi Indonesia dalam lingkungan hidup. Peran tersebut telah diakui
masyarakat internasional dengan disahkannya Bali Action Plan dan Bali
Roadmap pada Conference of Parties UNFCCC di Bali pada Desember 2007.
World Ocean Conference (WOC) yang diselenggarakan di Manado pada
bulan Mei 2009 atas inisiatif Indonesia telah menghasilkan Manado Ocean
Declaration (MOD) yang mengamanatkan agar dimensi lautan (ocean
dimension) dimasukkan ke dalam agenda pembahasan dan negosiasi
perubahan iklim dalam kerangka UNFCCC.
Diplomasi kesehatan Indonesia telah pula membuka mata dunia akan adanya
ketidakadilan dalam mekanisme kesehatan global, dan juga meningkatkan
pemahaman tentang perlunya menelaah isu-isu kesehatan global secara
multisektoral termasuk dari sudut pandang kebijakan luar negeri. Indonesia
juga mendesak disepakatinya pengiriman virus dengan menggunakan Standard
Material Transfer Agreement yang lebih adil dan transparan, timely traceability
mechanism untuk penggunaan contoh virus serta adanya WHO Advisory
Committee yang terdiri dari pakar kesehatan yang bertugas mengawasi
pelaksanaan framework of virus sharing and vaccines access.
2.1.2 Mendorong Terciptanya Tatanan dan Kerjasama Ekonomi
Regional dan Internasional yang Lebih Baik dalam
Mendukung Pembangunan Nasional
Dalam melaksanakan kiprah diplomasinya, Indonesia dapat dikatakan telah
memberikan kontribusi untuk mendorong terciptanya tatanan dan kerjasama
ekonomi regional dan internasional yang lebih baik. Kontribusi paling nyata
adalah peran Indonesia bersama-sama dengan negara anggota ASEAN lainnya
dalam upaya membentuk Komunitas ASEAN yang terdiri dari tiga pilar, yaitu:
78
B
a
g
i
a
n

I
I
MEMELIHARA MOMENTUM PERUBAHAN
Komunitas Politik-Keamanan ASEAN, Komunitas Ekonomi ASEAN, dan Komunitas
Sosial Budaya ASEAN.
Indonesia juga berperan besar
dalam forum regional lainnya
seperti di forum New Asia
Africa Strategic Partnership
(NAASP), Asia Cooperation
Dialogue (ACD), Asia Middle-East
Dialogue (AMED), Southwest
Pacific Dialogue (SwPD), dan
Indian Ocean Rim Association for
Regional Cooperation (IOR-ARC)
yang semuanya bertujuan untuk
meningkatkan kerjasama politik,
ekonomi dan perdagangan serta sosial budaya.
Selain mengintensifkan kerjasama bilateral dalam berbagai bidang dengan
berbagai negara, Indonesia juga terus berupaya memainkan peran aktif dan
memberikan inisiatifnya di berbagai forum multilateral seperti Forum Ekonomi
Asia Pasifik (APEC), Organisasi Perdagangan Dunia (WTO) maupun organisasi
negara berkembang D-8 yang diketuai oleh Indonesia. Upaya-upaya tersebut
memberikan dampak positif pada meningkatnya kerjasama perdagangan dengan
sejumlah negara, terlaksananya berbagai kerjasama pembangunan, terbukanya
potensi pasar-pasar baru, dan lahirnya kerangka kerjasama yang lebih kondusif
bagi kepentingan Indonesia, sehingga memberi sumbangan penting bagi upaya
menggerakkan roda pembangunan dalam rangka menyejahterakan rakyat.
Terkait kiprah diplomasi ekonomi, Indonesia berhasil terpilih sebagai satu-satunya
negara di kawasan Asia Tenggara yang menjadi anggota G-20. Selain sebagai
forum bagi upaya untuk memajukan kepentingan nasional, G-20 juga menjadi
forum bagi Indonesia untuk dapat menyuarakan kepentingan negara-negara
berkembang, antara lain melalui gagasan bantuan pendanaan dari negara maju
untuk membantu negara berkembang mengatasi krisis likuiditas pada saat krisis
global. Indonesia juga menyuarakan reformasi lembaga keuangan internasional
agar tata kelola keuangan global lebih imbang, transparan dan mencerminkan
konstelasi ekonomi global di mana peran emerging economies dan negara
berkembang semakin penting.
2.2. Evaluasi Pencapaian
2.2.1 Sasaran 1 dan 2: Semakin Berperannya Indonesia
dalam Hubungan Internasional dan dalam Menciptakan
Perdamaian Dunia; dan Pulihnya Citra Indonesia dan
Kepercayaan Masyarakat Internasional
Pencapaian sasaran yang diraih, yaitu Indonesia dapat semakin berperan dalam
hubungan internasional dan perdamaian dunia, serta dapat diraihnya kepercayaan
masyarakat internasional, merupakan hasil dari berbagai pelaksanaan kebijakan,
kapa sitas, dan kemampuan diplo masi yang dimiliki oleh Indonesia.
79
B
a
g
i
a
n

I
I
Evaluasi Lima Tahun Pelaksanaan RPJMN 2004-2009
Pelaksanaan politik luar negeri bebas aktif yang dilengkapi dengan prinsip all
direction foreign policy telah mampu memberikan sumbangan terhadap pencapaian
peran Indonesia yang baik dalam dunia internasional. Kebijakan politik luar negeri
ke segala pen juru yang dijalankan pada tataran praktis dengan memajukan
hubungan baik dengan negara-negara berkembang maupun dengan negara-negara
maju telah memungkinkan kiprah politik luar negeri Indonesia berlangsung relatif
sangat lapang dan efektif. Indonesia pun menerapkan kebijakan yang secara aktif
menggalang kawan (one million friends and zero enemy) melalui diplomasi guna
melindungi kepentingan Indonesia. Berbagai upaya yang telah dilakukan pada
periode 20042009 telah menjadi syarat cukup untuk menerapkan kebijakan
penggalangan kawan dimaksud. Politik luar negeri Indonesia secara konsisten
diarahkan untuk menempatkan Indonesia sebagai bagian dari penyelesaian
masalah berbagai tantangan global yang mengedepankan titik temu dan bukan
mempertentangkan berbagai kepentingan dan pokok perhatian yang ada.
Keberhasilan diplomasi Indonesia di forum internasional tidak lepas dari dukungan
domestik, utamanya dari segenap komponen bangsa, untuk memajukan
kepentingan nasional termasuk melalui praktek diplomasi. Salah satunya adalah
kondisi dalam negeri yang semakin kondusif, antara lain terlaksananya secara
lancar salah satu tugas besar nasional, yaitu Pemilihan Umum (Pemilu) Legislatif
dan Presiden, serta tercapainya pertumbuhan ekonomi yang tetap positif di
tengah-tengah situasi krisis keuangan dan ekonomi global yang melanda hampir
seluruh negara di dunia. Di samping kondisi politik dan ekonomi yang baik tersebut,
Indonesia pun memiliki kapasitas yang nyata dan strategis, yaitu merupakan salah
satu negara yang demokratis, memiliki jumlah penduduk yang besar, mayoritas
komunitas muslim moderat terbesar di dunia, posisi geopolitik yang strategis,
potensi ekonomi yang menjanjikan, dan budaya yang sangat beragam.
Upaya yang dilakukan Indonesia untuk meningkatkan hubungan kerjasama
dengan negara-negara bilateral, merupakan hasil kerja keras Indonesia untuk
selalu mempertahankan hubungan baik yang selama ini telah terbina. Khusus di
kawasan Amerika dan Eropa, hubungan politik berjalan sangat positif, sehingga
memungkinkan Indonesia untuk memelihara hubungan yang telah ada, serta
menjajagi, memperluas, dan mengembangkan peluang kerjasama ekonomi,
perdagangan, dan investasi. Di samping itu, Pemerintah Indonesia memanfaatkan
kerangka Forum for East Asia-Latin America Cooperation (FEALAC) sebagai upaya
untuk memperkuat hubungan kerjasama antara negara-negara di kedua kawasan.
Bagi politik luar negeri Indonesia, The Asia-Europe Meeting (ASEM) merupakan
jembatan yang dibangun untuk mengurangi celah antara kedua kawasan. ASEM
juga merupakan salah satu media bagi Indonesia untuk memperkuat posisi diantara
negara-negara Asia dalam bekerjasama dengan Uni Eropa. ASEM antara lain juga
dimanfaatkan sebagai media untuk penguatan kemampuan Indonesia dalam
menghadapi peraturan/standar yang ditetapkan UE dan aturan-aturan WTO.
Berkenaan dengan peran Indonesia dalam perdamaian dunia dan keamanan
internasional, gerak dinamis diplomasi Indonesia pada beberapa tahun
belakangan ini disebut oleh beberapa pengamat sebagai new activism.
Padahal bagi Indonesia yang penting adalah secara konsisten menjalankan
amanat Konstitusi untuk ikut melaksanakan ketertiban dunia dan memajukan
kepentingan nasional. Peran Indonesia yang kuat dalam menciptakan dan
80
B
a
g
i
a
n

I
I
MEMELIHARA MOMENTUM PERUBAHAN
menjaga perdamaian dunia telah menunjukkan kepada dunia bahwa Indonesia
mempunyai kapasitas dalam pemenangan ide (battles of idea). Kepemimpinan
Indonesia dalam forum-forum internasional tidak selalu dicerminkan dengan
duduk sebagai ketua atau memimpin sidang/konferensi internasional, tetapi
lebih kepada suatu cara mempengaruhi agenda dan isu yang akan diselesaikan
dalam forum internasional.
Kredibilitas Indonesia di dunia internasional merupakan hasil dari konsistensi
pelaksanaan kebijakan Indonesia yang selalu mengutamakan dialog dan negosiasi,
bukan dengan penggunaan kekerasan. Dalam masa keanggotaan Indonesia pada Dewan
Keamanan PBB tahun 2007-2008, Indonesia senantiasa memastikan kepatuhannya
terhadap prinsip-prinsip internasional yang bersifat fundamental, terutama prinsip
penghormatan terhadap kedaulatan dan keutuhan wilayah nasional.
Khusus terkait dengan kawasan Pasifik Selatan, kinerja positif diplomasi Indonesia,
yang menghasilkan dukungan negara-negara Pasifik Selatan terhadap integritas
NKRI, disumbang oleh upaya yang terus-menerus dilakukan Indonesia untuk
membangun struktur-struktur kerjasama bilateral dengan kawasan tersebut.
Peningkatan kerjasama dengan negara-negara di lingkungan Pasifik merupakan
penerapan Look East Policy yang dilakukan oleh Pemerintah Indonesia sejak awal
dekade ini. Di sisi lain, kebijakan Look East Policy RI ternyata sejalan juga dengan
kebijakan Look North Policy yang cenderung diterapkan oleh negara-negara di
Pasifik Selatan, yang utamanya ditujukan untuk lebih mendekatkan diri dengan
negara-negara di Asia termasuk Indonesia. Adanya pergeseran kebijakan negara-
negara Pasifik untuk lebih mendekatkan diri dengan Indonesia disebabkan oleh
dukungan Indonesia terhadap empat pilar pembangunan Pasifik, antara lain
pertumbuhan ekonomi dan pembangunan berkelanjutan. Komitmen Indonesia
dalam mendukung implementasi Pacific Plan terlihat dari pemberian pelatihan
dalam kerangka peningkatan kapasitas sumber daya manusia sebagai bagian dari
soft power dan instrumen penting diplomasi Indonesia.
Peran Indonesia dalam memperkuat Asia Tenggara juga merupakan hasil kerja
keras Indonesia yang dalam kurun waktu 20 tahun terakhir telah mengorganisir
penyelenggaraan International Workshop on South China Sea. Pelaksanaan
dialog melalui workshop tersebut tidak dapat dipungkiri dampaknya telah dapat
menurunkan potensi konflik kawasan, serta mampu mendorong terlaksananya
serangkaian kerjasama pemanfaatan sumber daya di Laut China Selatan, dan
telah melahirkan Declaration of Conduct yang dibahas di forum ASEAN+China.
Indonesia memandang penting penanganan konflik di kawasan Laut China Selatan
mengingat kawasan tersebut merupakan pintu terdepan Indonesia dari wilayah
barat laut, dan jalur transportasi laut bagi Indonesia dan Asia Timur. Gangguan
yang muncul akan berpengaruh terhadap kondisi ekonomi dan keamanan di
wilayah NKRI. Terkait dengan peran Indonesia dalam OKI, Indonesia senantiasa
mendukung berbagai inisiatif yang dilakukan demi efisiensi dan efektivitas OKI
agar dapat lebih menyuarakan kepentingan negara-negara anggotanya.
Upaya peningkatan citra Indonesia di dunia Internasional dan promosi
keberhasilan pelaksanaan demokrasi, kebebasan sipil, dan gerakan kesetaraan
gender, telah menghasilkan pencapaian yang cukup baik. Dukungan masyarakat
dalam perluasan citra Indonesia di mata dunia internasional melalui pelaksanaan
diplomasi publik merupakan kunci keberhasilan Indonesia memperoleh
81
B
a
g
i
a
n

I
I
Evaluasi Lima Tahun Pelaksanaan RPJMN 2004-2009
kepercayaan masyarakat internasional. Diplomasi total yang dikembangkan
dalam pelaksanaan politik luar negeri melibatkan semua komponen bangsa
dalam suatu sinergi dan memandang substansi permasalahan secara integratif.
Dalam rangka diplomasi publik tersebut, berbagai upaya konkret yang telah
dilakukan Pemerintah Indonesia adalah pelaksanaan fasilitasi jaringan diplomasi
kebudayaan dan pendidikan berbasis inisiatif masyarakat secara luas, pemberian
beasiswa kebudayaan dan seni bagi masyarakat dalam lingkup South West
Pasific Dialogue (SWPD), program magang bidang pertanian bagi petani Fiji
yang ingin belajar lebih khusus tentang pertanian di Indonesia, pengiriman Duta
Belia Indonesia ke berbagai negara, beasiswa pendidikan bagi para diplomat,
kerjasama pendidikan dan pelatihan dalam rangka kerjasama bilateral dengan
International Labor Organization (ILO), United Nationas Conference on Trade and
Development (UNCTAD), United Nations Environment Programme (UNEP), World
Intellectual Property Organization (WIPO), United Nations High Comissioner for
Refugees (UNHCR), dan sebagainya.
Pengakuan internasional terhadap posisi Indonesia dalam peta demokrasi
dunia merupakan modal kuat dalam mengimplementasikan politik luar negeri
Indonesia pada masa mendatang. Kepercayaan internasional terhadap motif
Indonesia ditambah lagi dengan kepemimpinan Indonesia di kawasan Asia
Tenggara dalam isu demokrasi dan hak asasi manusia membuat kedua isu ini
menjadi citra baru Indonesia dalam pergaulan internasional. Peningkatan citra
tidak hanya akan meninggikan harkat dan martabat bangsa di mata masyarakat
internasional, namun juga akan memperkuat kerjasama internasional dalam
bidang politik, keamanan, ekonomi, dan sosial budaya.
2.2.2 Sasaran 3: Mendorong Terciptanya Tatanan dan
Kerjasama Ekonomi Regional dan Internasional yang
Lebih Baik dalam Mendukung Pembangunan Nasional
Peran aktif Indonesia untuk turut serta membentuk Komunitas ASEAN merupa-
kan hasil dari pelaksanaan politik luar negeri Indonesia yang dijalankan dengan
perpaduan antara pendekatan concentric cicle yang berbasis pada penataan
hubungan bilateral berdasarkan pada konsideran-konsideran regional dengan
pendekatan isu strategis yang bersifat lintas kawasan.
Pelaksanaan politik luar negeri tersebut diwujudkan secara konkrit melalui
keterlibatan aktif Indonesia dalam setiap forum bilateral maupun regional
ASEAN. Porsi pencapaian terbesar adalah pada lingkup ASEAN, yakni diadopsinya
prakarsa Indonesia terkait dengan pembentukan Komunitas ASEAN. Di samping
itu, peran Indonesia untuk investasi perdagangan tercermin dalam ASEAN China
Free Trade Area, The Fifth ASEAN Senior Official Meeting (SOM) untuk para
pejabat badan perencanaan pembangunan, perumusan tiga rencana aksi ASEAN,
dan fasilitasi pengesahan dokumen ASEAN Security Plan.
Indonesia berhasil me nuang kan gagasannya ke dalam Cetak Biru Politik
Keamanan yang juga men cerminkan kepentingan nasional. Gagasan Indonesia
tersebut meliputi antara lain penegasan pentingnya pemajuan prinsip-prinsip
demokrasi, pemajuan perlindungan HAM, dan pemajuan keamanan dan stabilitas
kawasan. Bersama-sama dengan negara anggota ASEAN lainnya, Indonesia turut
merealisasikan pembentukan mekanisme penyelesaian sengketa ASEAN. Di
82
B
a
g
i
a
n

I
I
MEMELIHARA MOMENTUM PERUBAHAN
samping itu, Indonesia selalu mendorong ASEAN menjadi organisasi regional
yang mampu menarik negara-negara utama di dunia untuk menjadi bagian dari
integrasi ASEAN.
Indonesia aktif ikut sertadalam setiap forum dalam kerangka ASEAN, termasuk
dalam perundingan-perundingan kerjasama ekonomi internasional dalam
kerangka ASEAN. Berdasarkan inisiatif dan konsep yang diusulkan Indonesia,
ASEAN telah mengesahkan ASEAN Integrated Food Security Framework (AIFS)
dan Strategic Plan of Action on Food Security in the ASEAN Region (SPA-FS).
Kedua bentuk kerjasama tersebut dilaksanakan melalui berbagai pendekatan
pragmatis di antaranya peningkatan produksi pangan, pengurangan resiko
kegagalan panen, dan pengembangan iklim pasar yang kondusif bagi produk-
produk pertanian. Dalam kerangka ASEAN+3 juga telah dicapai kesepakatan
untuk meningkatkan status East Asia Emergency Rice Reserve (EAERR) dari
pilot project menjadi suatu kerjasama permanen bernama ASEAN Plus Three
Emergency Rice Reserve (APTERR). Melalui kerangka ASEAN Regional Forum
(ARF), negara-negara di ASEAN termasuk Indonesia memiliki forum konsultasi
dan dialog yang konstruktif di bidang politik dan keamanan untuk membangun
dan memperkuat rasa saling percaya di antara negara-negara peserta (confidence
building measures/CBM), serta mencegah atau meminimalisasi terjadinya konflik
melalui diplomasi preventif (preventive diplomacy).
Dalam kerjasama internasional, Indonesia juga telah memanfaatkan secara
optimal berbagai potensi positif yang ada dalam forum-forum internasional,
terutama melalui kerjasama ASEAN, APEC, dan kerjasama multilateral lainnya,
serta antara negara-negara yang memiliki kepentingan sejalan dengan Indonesia.
Keberhasilan pelaksanaan kerjasama internasional juga tidak lepas dari adanya
kesepahaman dan koordinasi yang baik antara penyelenggara hubungan luar
negeri (Kementerian Luar Negeri) dengan kementerian/lembaga pemerintah
lainnya. Dalam kerjasama bilateral, telah banyak hasil yang dicapai, baik di bidang
politik, ekonomi, maupun keamanan.
Dalam mendorong peran Indonesia dalam forum regional lainnya, upaya yang
dilakukan Indonesia adalah menjadi tuan rumah maupun peserta aktif pertemuan-
pertemuan forum New Asia Africa Strategic Partnership (NAASP), Asia Cooperation
Dialogue (ACD), Asia Middle-East Dialogue (AMED), Southwest Pacific Dialogue
(SwPD), Indian Ocean Rim Association for Regional Cooperation (IOR-ARC).
Pengakuan terhadap Indonesia sehingga Indonesia menjadi satu-satunya
negara di Asia Tenggara yang menjadi anggota G-20 disebabkan antara lain oleh
keberhasilan pembangunan ekonomi di Indonesia, serta peran positif Indonesia
dalam penataan ekonomi global dan perjuangan bersama dalam pembangunan
ekonomi negara-negara berkembang.
III. Keberhasilan
Prioritas Pembangunan Pemantapan Politik Luar Negeri dan Kerjasama
Internasional dalam RPJMN 20042009 dilaksanakan melalui tiga program
prioritas, yaitu: (1) Program Pemantapam Politik Luar Negeri dan Optimalisasi
diplomasi Indonesia; (2) Program peningkatan Kerjasama Internasional; dan (3)
83
B
a
g
i
a
n

I
I
Evaluasi Lima Tahun Pelaksanaan RPJMN 2004-2009
Program Penegasan Komitmen Perdamaian Dunia.
Secara umum, telaahan tiga program utama penyelenggaraan hubungan luar
negeri dan pelaksanaan politik luar negeri sebagaimana tertuang dalam RPJMN
20042009 tersebut telah merefleksikan prioritas jangka menengah yang
difokuskan pada peningkatan kapasitas politik luar negeri, penguatan kerjasama
kawasan, serta prakarsa dan kepemimpinan Indonesia dalam konstelasi
perdamaian global.
Di bawah ini akan dijabarkan satu program yang paling memberikan dampak bagi
pencapaian sasaran RPJMN 20042009, yaitu Program Penegasan Komitmen
Perdamaian Dunia. Perlu diperhatikan bahwa pelaksanaan program ini tidak
dapat berdiri sendiri, namun harus bersinergi dengan kedua program lainnya.
Program Penegasan Komitmen Perdamaian Dunia bertujuan menegaskan
komitmen Indonesia terhadap pelaksaaan dan perumusan aturan-aturan
serta hukum internasional, mempertahankan pentingnya prinsip-prinsip
multilateralisme dalam hubungan internasional, serta menentang unilateralisme,
agresi, dan penggunaan segala bentuk kekerasan dalam menyelesaikan
permasalahan internasional. Terdapat tiga kegiatan prioritas untuk melaksanakan
program tersebut, yaitu: (1) peningkatan komitmen dan peningkatan peran
dalam upaya mereformasi dan merevitalisasi PBB termasuk di dalamnya Dewan
Keamanan PBB; (2) promosi dan peningkatan peran secara aktif pada setiap
forum internasional terhadap penyelesaian Palestina secara adil melalui PBB dan
pengakhiran pendudukan Israel; dan (3) peningkatan upaya penanggulangan
kejahatan lintasnegara seperti terorisme, pencucian uang, penyalahgunaan
narkoba, perdagangan manusia dan lain-lain.
Pencapaian Progam Penegasan Komitmen Perdamaian Dunia dinilai telah
berhasil secara nyata. Indonesia selalu aktif baik diminta ataupun tidak, bahkan
berinisiatif, untuk mempelopori upaya-upaya perwujudan perdamaian dunia.
Indonesia mengambil sikap abstain terhadap resolusi yang akan dijatuhkan
kepada Iran karena Iran pada saat itu sudah cukup kooperatif dan membuka
diri terhadap tim investigasi dari International Atomic Energy Agency (IAEA).
84
B
a
g
i
a
n

I
I
MEMELIHARA MOMENTUM PERUBAHAN
Indonesia juga menginginkan penyelesaian kasus nuklir Korea Utara secara
damai. Indonesia juga bersikap aktif dalam penyelesaian isu senjata kimia dengan
terlibat dalam Oslo Process yang berujung pada Convention on Cluster Munition
(CCM) pada Mei 2008.
Dalam upaya menciptakan perdamaian dunia, Indonesia telah berperan aktif
dalam masalah perdamaian di Timur Tengah dengan mengirimkan Kontingen
Garuda XXIII-A untuk bergabung bersama United Nations Interim Force in
Lebanon (UNIFIL), berperan aktif dalam penyelesaian konflik Israel dan Palestina,
serta meningkatkan perannya melalui rancangan-rancangan resolusi PBB secara
adil. Bersama anggota OKI lainnya, Indonesia mengutuk agresi militer Israel yang
berlebihan, tidak pandang bulu, dan tidak proporsional terhadap Palestina dan
Lebanon pada Juli 2006. Indonesia mendukung Resolusi Dewan Keamanan PBB
Nomor 1701 yang memerintahkan gencatan senjata antara kedua belah pihak.
Indonesia berpandangan bahwa setiap tindakan agresi harus dihentikan dan
dialog dan perundingan menuju tercapainya sebuah penyelesaian yang adil,
menyeluruh, dan langgeng demi terwujudnya perdamaian di Timur Tengah harus
dimulai kembali.
Terkait dengan serangan Israel ke Palestina di penghujung tahun 2008,
Pemerintah Indonesia merespon dengan menyampaikan surat kepada Sekjen
PBB dan Presiden Dewan Keamanan PBB yang pada prinsipnya menyatakan
keprihatinan dan melalui PBB meminta Israel untuk segera menghentikan
serangan Israel di jalur Gaza, serta mendesak DK PBB agar mengeluarkan resolusi
untuk menghentikan aksi Israel tersebut. Indonesia juga memberikan bantuan
kemanusiaan kepada rakyat dan bangsa Palestina dengan memberikan bantuan
obat-obatan, dan uang sejumlah USD1 juta.
Pada bulan Juli 2008, Indonesia menjadi tuan rumah sekaligus pemrakarsa
Konferensi Tingkat Menteri Kemitraan Strategis Baru Asia Afrika Untuk
Pembangunan Kapasitas Palestina yang dihadiri oleh 218 peserta dari 53
85
B
a
g
i
a
n

I
I
Evaluasi Lima Tahun Pelaksanaan RPJMN 2004-2009
negara Asia dan Afrika, tiga negara dari Amerika Latin serta sejumlah organisasi
internasional sebagai pengamat. Konferensi ini merupakan wujud solidaritas
dan kepedulian negara-negara Asia Afrika untuk membantu Palestina dalam
mempersiapkan penyelenggaraan pemerintahan begitu negara Palestina
terwujud. Komitmen yang dibawa oleh The NAASP Ministerial Conference on
Capacity Building for Palestine merupakan suatu bentuk saling berbagi yang
akan memperkaya pemberi maupun penerima. Walaupun sederhana, bantuan
keuangan yang diberikan diharapkan menjadi upaya bantuan yang berkelanjutan
dari negara peserta sekaligus melengkapi skema bantuan yang telah ada,
terutama dari Konferensi Annapolis dan Paris.
Pada tahun 2007, beberapa pencapaian yang diraih dalam program penegasan
komitmen perdamaian dunia antara lain partisipasi Indonesia dalam enam operasi
pemeliharaan perdamaian PBB yaitu United Nations Mission in the Democratic
Republic of Congo (MONUC), United Nations Mission in Liberia (UNMIL), United
Nations Mission In Sudan (UNMIS), United Nations Observer Mission in Georgia
(UNOMIG), United Nations Mission in Nepal (UNMIN), dan United Nations Interim
Force in Lebanon (UNIFIL). Peningkatan partisipasi Indonesia dalam OPP didukung
dengan pembentukan Pusat Misi Pemeliharaan Perdamaian (PMPP) sebagai forum
koordinasi dan kerjasama antarinstansi terkait, termasuk United Nations Department
for Peace Keeping Operations (UNDPKO). Selain itu, Indonesia juga mengirim satu
Formed Police Unit (FPU) Polri ke Darfur, Sudan, untuk bergabung dalam United
Nations - African Union Mission in Darfur (UNAMID) pada tahun 2008.
Indonesia memiliki pengalaman luas dalam penyelesaian konflik, mulai dari
penyelesaian konflik Kamboja (1988-1994) dan Filipina Selatan (1993-1996). Lebih
dari itu, sejak tahun 1967, melalui ASEAN, Indonesia juga aktif membangun tertib
kawasan Asia Tenggara dan Asia Timur, terutama melalui preventive diplomacy,
rules of good conduct, dan menciptakan habits of dialogue. Penyelesaian konflik
di Aceh telah menambah kredibilitas Indonesia dalam hal peace making dan
peace keeping. Selain itu, Indonesia menyambut baik kesepakatan workplan
antara Pemerintah Iran dengan International Atomis Energy Agency (IAEA).
Peran menonjol Indonesia di forum DK-PBB ditampilkan dalam bentuk sikap
berdasarkan prinsip pemungutan suara
atas isu nuklir Iran. Indonesia senantiasa
menyandarkan posisinya pada laporan
IAEA, sebagai lembaga internasional yang
berkompeten untuk menilai kepatuhan Iran
dalam hal pengembangan energi nuklir.
Indonesia senantiasa mengedepankan
cara penyelesaian yang mengutamakan
dialog dan negosiasi, dan bukan dengan
penggunaan kekerasan.
Indonesia juga berhasil terpilih menjadi
anggota di beberapa organisasi internasional
seperti anggota Dewan HAM periode 2007-
2010, anggota Executive Board World Health
Organization (WHO) periode 2007-2010,
dan anggota Dewan International Maritime
86
B
a
g
i
a
n

I
I
MEMELIHARA MOMENTUM PERUBAHAN
Organization (IMO) kategori C periode 2007-2009. Selain keberhasilan pada
pencalonan-pencalonan tersebut, kepercayaan masyarakat internasional juga
diperlihatkan dengan terpilihnya kandidat Indonesia untuk mengisi jabatan-
jabatan pada organisasi internasional seperti kepemimpinan Indonesia sebagai
Ketua dan Sekjen D-8 (Developing 8 Countries) untuk periode 2006-2008.
Indonesia juga telah memperoleh kepercayaan untuk duduk sebagai anggota
Dewan HAM PBB periode 2007-2010, Peace Building Commission (PBC) periode
2006, The Council of the International Telecommunications Union periode
2006/2010, yaitu Australia, Malaysia, Amerika Serikat, Belanda, Yunani, dan
Jepang, serta diluncurkannya Sistem Perlindungan Warga pada 29 Juli 2007 di
Singapura untuk membantu penyelesaian masalah WNI/TKI/tenaga kerja wanita
(TKW) di luar negeri.
Terkait masalah terorisme, Indonesia secara tegas menolak pengaitan terorisme
dengan agama atau budaya tertentu. Dalam upaya memberantas terorisme,
peningkatan kerjasama internasional untuk pengembangan kapasitas sumber
daya manusia merupakan suatu keniscayaan. Namun demikian, keberhasilan
memberantas terorisme, untuk jangka panjang, akan sangat tergantung dari
keberhasilan memberdayakan kaum moderat. Dalam pemberdayaan inilah,
Indonesia sebagai negara demokrasi terbesar ketiga sekaligus negara dengan
populasi muslim terbesar di dunia telah memprakarsai berbagai dialog antar
agama/budaya yang diusahakan menjadi fitur tetap diplomasi Indonesia ke
depan.

87
B
a
g
i
a
n

I
I
I
Evaluasi Lima Tahun Pelaksanaan RPJMN 2004-2009
Bab 3.1 Pengantar Agenda Mewujudkan Indonesia yang
Adil dan Demokratis
Bab 3.2 Pembenahan Sistem dan Politik Hukum
Bab 3.3 Penghapusan Diskriminasi Dalam Berbagai Bentuk
Bab 3.4 Penghormatan, Pengakuan, dan Penegakan Atas
Hukum dan Hak Asasi Manusia
Bab 3.5 Peningkatan Kualitas Kehidupan dan Peran
Perempuan serta Kesejahteraan dan Perlindungan
Anak
Bab 3.6 Revitalisasi Proses Desentralisasi dan Otonomi
Daerah
Bab 3.7 Penciptaan Tata Pemerintahan yang Bersih dan
Berwibawa
Bab 3.8 Perwujudan Lembaga Demokrasi yang Makin Kokoh
Bagian III
Agenda Mewujudkan
Indonesia yang Adil dan
Demokratis
88
B
a
g
i
a
n

I
I
I
MEMELIHARA MOMENTUM PERUBAHAN
88
MEMELIHARA MOMENTUM PERUBAHAN MEMELIHARA MOMENTUM PERUBAHAN
B
a
g
i
a
n

I
I
I
89
B
a
g
i
a
n

I
I
I
Evaluasi Lima Tahun Pelaksanaan RPJMN 2004-2009
Bab 3.1
Pengantar Agenda Mewujudkan Indonesia
yang Adil dan Demokratis
P
ada Agenda Mewujudkan Indonesia yang Adil dan Demokratis terdapat
lima sasaran pokok dengan tujuh prioritas beserta kebijakannya. Sasaran
Pertama adalah meningkatnya keadilan dan penegakan hukum. Terciptanya
sistem hukum yang adil, konsekuen, dan tidak diskriminatif serta yang
memberikan perlindungan dan penghormatan terhadap hak asasi manusia,
terjaminnya konsistensi seluruh peraturan perundang-undangan di tingkat pusat
dan daerah, ditindaknya pelaku tindak pidana korupsi beserta pengembalian
uang hasil korupsi kepada negara, dicegahnya dan ditanggulanginya terorisme
serta pembasmian penyalahgunaan obat terlarang merupakan cerminan
perwujudan sasaran pertama.
Untuk mencapai sasaran tersebut, maka prioritas pembangunan nasional 2004
2009 adalah Pembenahan Sistem Hukum Nasional dan Politik Hukum dengan
B
a
g
i
a
n

I
I
I
90
B
a
g
i
a
n

I
I
I
MEMELIHARA MOMENTUM PERUBAHAN
kebijakan yang diarahkan untuk: (1) memperkuat upaya pemberantasan korupsi
melalui perbaikan substansi hukum, struktur hukum, dan budaya hukum dengan
meningkatkan profesionalisme dan memperbaiki kualitas sistem pada semua
lingkup peradilan; (2) menyederhanakan sistem peradilan; dan (3) memastikan
bahwa hukum diterapkan dengan adil dengan menghormati dan memperkuat
kearifan dan hukum adat yang bersifat lokal untuk memperkaya sistem hukum
dan peraturan.
Penghapusan Diskriminasi dalam Berbagai Bentuk dengan kebijakan yang
diarahkan untuk: (1) menghapus peraturan yang diskriminatif; (2) menghapus
peraturan yang sarat ketidakadilan gender; dan (3) menghapus peraturan yang
melanggar prinsip keadilan.
Penghormatan, Pemenuhan, dan Penegakan Atas Hukum dan Pengakuan Atas
Hak Asasi Manusia (HAM) dengan kebijakan yang diarahkan untuk melaksanakan
berbagai rencana aksi, antara lain: (1) Rencana Aksi HAM 20042009; (2) Rencana
Aksi Nasional Pemberantasan Korupsi; (3) Rencana Aksi Nasional Penghapusan
Eksploitasi Seksual Komersial Anak; (4) Rencana Aksi Nasional Penghapusan
Bentuk-bentuk Pekerjaan Terburuk untuk Anak; dan (5) Rencana Aksi Program
Nasional Bagi Anak Indonesia (PNBAI) 2015.
Sasaran Kedua adalah terjaminnya keadilan gender bagi peningkatan peran
perempuan dalam berbagai bidang pembangunan. Hal ini akan tercemin dalam
berbagai perundangan, program pembangunan, kebijakan publik, membaiknya
angka Gender-related Development Index (GDI) dan angka Gender Empowerment
Measurement (GEM), menurunnya tindak kekerasan terhadap perempuan dan
anak serta meningkatnya kesejahteraan dan perlindungan anak.
Untuk mencapai sasaran tersebut, prioritas pembangunan nasional 2004
2009 diletakkan pada Peningkatan Kualitas Kehidupan dan Peran Perempuan
Serta Kesejahteraan dan Perlindungan Anak dengan kebijakan yang diarahkan
untuk: (1) memajukan tingkat keterlibatan perempuan dalam proses politik
dan jabatan publik; (2) meningkatkan taraf pendidikan dan layanan kesehatan
serta program-program lain untuk mempertinggi kualitas hidup dan sumber
daya kaum perempuan; (3) meningkatkan kampanye anti kekerasan terhadap
perempuan dan anak-anak; (4) menyempurnakan perangkat hukum pidana yang
lebih lengkap dalam melindungi setiap individu dari kekerasan dalam rumah
tangga (KDRT); (5) meningkatkan kesejahteraan dan perlindungan anak; dan (6)
memperkuat kelembagaan dan jaringan pengarusutamaan gender dan anak,
termasuk ketersediaan data dan peningkatan partisipasi masyarakat.
Sasaran Ketiga adalah meningkatnya pelayanan kepada masyarakat dengan
menyelenggarakan otonomi daerah dan kepemerintahan daerah yang baik,
menjamin konsistensi seluruh peraturan pusat dan daerah, serta tidak
bertentangan dengan peraturan dan perundangan yang lebih tinggi.
Untuk mencapai sasaran tersebut, prioritas pembangunan nasional 20042009
diletakkan pada Revitalisasi Proses Desentralisasi dan Otonomi Daerah dengan
kebijakan yang diarahkan untuk: (1) memperjelas pembagian kewenangan antar
tingkat pemerintahan; (2) mendorong kerjasama antar-Pemerintah Daerah
(Pemda); (3) menata kelembagaan Pemerintah Daerah agar lebih efektif dan
91
B
a
g
i
a
n

I
I
I
Evaluasi Lima Tahun Pelaksanaan RPJMN 2004-2009
efisien; (4) meningkatkan kualitas aparatur Pemerintah Daerah; (5) meningkatkan
kapasitas keuangan Pemerintah Daerah; dan (6) menata daerah otonom baru.
Sasaran Keempat adalah meningkatnya pelayanan birokrasi kepada masyarakat.
Hal ini tercermin dari berkurangnya secara nyata praktik korupsi di lingkup biro-
krasi dan terciptanya sistem Pemerintahan dan birokrasi yang bersih, akuntabel,
transparan, efisien dan berwibawa. Selain itu, juga terlihat dari dihapusnya
aturan, peraturan, dan praktik yang bersifat diskriminatif terhadap warga negara,
kelompok, atau golongan masyarakat serta meningkatnya partisipasi masyarakat
dalam pengambilan kebijakan publik.
Untuk mencapai sasaran tersebut, prioritas pembangunan nasional 20042009
diletakkan pada Penciptaan Tata Pemerintahan yang Bersih dan Berwibawa
dengan kebijakan yang diarahkan untuk: (1) menuntaskan penanggulangan
penyalahgunaan kewenangan dalam bentuk KKN melalui penerapan prinsip-
prinsip tata pemerintahan yang baik, peningkatan efektivitas pengawasan,
dan peningkatan budaya kerja dan etika birokrasi; (2) meningkatkan kualitas
penyelenggaraan administrasi negara mela lui penataan kelembagaan,
manajemen publik dan peningkatan kapasitas sum ber daya manusia aparatur;
serta (3) meningkatkan keberdayaan masyarakat dalam penyelenggaraan
pembangunan melalui peningkatan kualitas pelayanan publik yang lebih baik.
Sasaran Kelima adalah terlaksananya Pemilihan Umum (Pemilu) 2009 secara
demokratis, jujur, dan adil dengan menjaga momentum konsolidasi demokrasi
yang sudah terbentuk berdasarkan hasil pemilihan umum secara langsung tahun
2004.
Untuk mencapai sasaran tersebut, prioritas pembangunan nasional 20042009
diletakkan pada Perwujudan Lembaga Demokrasi yang Makin Kokoh dengan
kebijakan yang diarahkan pada: (1) optimalisasi fungsi serta hubungan antar-
lembaga eksekutif, legislatif, dan yudikatif; (2) mendorong lebih lanjut upaya
pemberdayaan masyarakat; (3) meningkatkan kualitas partai-partai politik dan
penyelenggaraan pemilu, sejalan dengan amanat konstitusi.

92
B
a
g
i
a
n

I
I
I
MEMELIHARA MOMENTUM PERUBAHAN
Bab 3.2
Pembenahan Sistem dan Politik Hukum
I. Pengantar
E
ra reformasi tahun 1998 telah mengubah paradigma penyelenggaraan
kehidupan pemerintahan dan bernegara dari yang semula cenderung
bersifat otoritarian menjadi lebih bersifat demokratis. Pada saat bersamaan,
reformasi di segala bidang juga terus dilakukan, salah satunya adalah bidang
pembangunan hukum. Oleh karena itu, RPJMN 20042009 menempatkan
pembenahan sistem dan politik hukum sebagai salah satu prioritas pembangunan
nasional yang telah dilaksanakan selama kurun waktu 20052009 untuk
menciptakan kepastian hukum bagi masyarakat.
B
a
g
i
a
n

I
I
I
93
B
a
g
i
a
n

I
I
I
Evaluasi Lima Tahun Pelaksanaan RPJMN 2004-2009
Pembenahan sistem dan politik hukumutamanya pembenahan peraturan
perundang-undangandiperlukan untuk mengatasi tumpang tindih dan
pertentangan antara satu peraturan perundang-undangan dengan peraturan
perundang-undangan lainnya. Pembenahan sistem dan politik hukum dilakukan
melalui langkah-langkah harmonisasi peraturan perundang-undangan.
II. Pencapaian Prioritas
2.1 Gambaran Pencapaian
Sasaran prioritas pembenahan sistem dan politik hukum dalam RPJMN 2004
2009 adalah: (1) terciptanya sistem hukum nasional yang adil, konsekuen, dan
tidak diskriminatif (termasuk tidak diskriminatif terhadap perempuan atau bias
gender); (2) terjaminnya konsistensi seluruh peraturan perundang-undangan pada
tingkat pusat dan daerah, serta tidak bertentangan dengan peraturan perundang-
undangan yang lebih tinggi; dan (3) kelembagaan peradilan dan penegak hukum
yang berwibawa, bersih, dan profesional dalam upaya memulihkan kembali
kepercayaan hukum masyarakat secara keseluruhan. Pembenahan sistem dan
politik hukum selama kurun waktu 20052009 membuahkan hasil sebagai
berikut:
2.1.1 Terciptanya Sistem Hukum Nasional Yang Adil,
Konsekuen, dan Tidak Diskriminatif (Termasuk Tidak
Diskriminatif Terhadap Perempuan atau Bias Gender)
Penataan sistem hukum dilak-
sanakan melalui peninjauan dan
penataan kembali peraturan per-
undang-undangan. Pemerintah
telah menetapkan sebanyak 284
RUU yang tercantum dalam Pro-
gram Legislasi Nasional (Proleg-
nas). Hasil evaluasi terhadap
kegiatan pembentukan hukum
telah menetapkan sebanyak 231
undang-undang, yaitu pada tahun
2004 sebanyak 33 undang-undang,
tahun 2005 sebanyak 12 undang-undang, tahun 2006 sebanyak 23 undang-
undang, tahun 2007 sebanyak 48 undang-undang, dan tahun 2008 sebanyak 56
undang-undang, serta pada tahun 2009 disahkan 59 undang-undang. Sebanyak
87 buah undang-undang yang telah disahkan merupakan RUU yang tercantum
dalam Prolegnas.
2.1.2 Terjaminnya Konsistensi Seluruh Peraturan Perundang-
undangan pada Tingkat Pusat dan Daerah, serta Tidak
Bertentangan dengan Peraturan dan Perundangan yang
Lebih Tinggi
Upaya pencapaian sasaran dua terjaminnya konsistensi seluruh peraturan
perundang-undangan pada tingkat pusat dan daerah, serta tidak bertentangan
dengan peraturan dan perundangan yang lebih tinggi dilakukan dalam bentuk
94
B
a
g
i
a
n

I
I
I
MEMELIHARA MOMENTUM PERUBAHAN
pelaksanaan harmonisasi dan pengkajian terhadap kebijakan pembentukan
peraturan daerah dan pelaksanaan pembinaan dan pengawasan terhadap
berbagai kebijakan Pemerintah Provinsi dan Pemerintah Kabupaten/Kota.
Pemerintah telah melaksanakan harmonisasi dan pengkajian pada beberapa
Peraturan Daerah (Perda) dan Rancangan Peraturan Daerah (Raperda)
yang dikeluarkan oleh Pemerintah Provinsi dan Pemerintah Kabupaten/
Kota. Berdasarkan hasil evaluasi Direktorat Jenderal Perimbangan Keuangan
Kementerian Keuangan (Februari 2010) terhadap 13.622 Perda dan 2.640
Raperda tentang pajak daerah dan retribusi daerah (PDRD), didapatkan fakta
bahwa masih banyak Perda dan Raperda yang bermasalah. Hanya sebanyak 8.192
Perda dan 863 Raperda yang dianggap tak bermasalah. Sisanya, sebanyak 4.742
Perda dan 326 Raperda dibatalkan serta sebanyak 144 Perda dan 1.436 Raperda
direvisi. Selebihnya, terdapat 545 Perda dan 15 Raperda yang masih dalam
proses penyusunan dan penetapan. Menurut sektornya, Perda yang dibatalkan
dan direvisi umumnya adalah mengatur sektor perhubungan 559 Perda (15,2
persen), sektor industri perdagangan 531 Perda (14,4 persen), sektor pertanian
384 Perda (10,4 persen), dan sektor kehutanan 371 Perda (10,1 persen).
Amandemen Ketiga Undang-Undang Dasar 1945 Pasal 24 mengamanatkan
pembentukan Mahkamah Konstitusi yang berkewenangan menguji materi
suatu undang-undang terhadap UUD 1945 dan memutuskan sengketa pemilu/
pemilu kada. Pengujian materi undang-undang terhadap UUD 1945 merupakan
upaya evaluasi terhadap peraturan perundang-undangan nasional agar suatu
peraturan perundang-undangan tidak tumpang tindih dan bertentangan
dengan peraturan perundang-undangan lainnya. Dalam rangka penanganan
perkara permohonan pengujian undang-undang oleh MK, jumlah perkara yang
dapat diselesaikan sekitar 69,62 persen dari seluruh permohonan yang masuk.
Namun yang menarik dari data tersebut adalah bahwa dari perkara yang telah
diputus tersebut, persentase perkara yang diputus dikabulkan jumlahnya
lebih sedikit 28,43 persen dibandingkan dengan perkara yang diputus ditolak
sebesar 34,31 persen. Hal ini menunjukkan bahwa di satu sisi, masyarakat telah
semakin memahami hak-hak konstitusinya namun di sisi yang lain menunjukkan
bahwa permohonan pengujian undang-undang yang diajukan kurang ada dasar
hukumnya.
2.1.3 Kelembagaan Peradilan dan Penegak Hukum yang
Berwibawa, Bersih, Profesional Dalam Upaya
Memulihkan Kembali Kepercayaan Hukum Masyarakat
Secara Keseluruhan
Pembenahan kelembagaan hukumsebagai bagian dari pencapaian sasaran
kelembagaan peradilan dan penegak hukum yang berwibawa, bersih, dan
profesional, dalam upaya memulihkan kembali kepercayaan hukum masyarakat
secara keseluruhandilakukan upaya peningkatan kinerja lembaga hukum.
Lembaga hukum yang kinerjanya perlu ditingkatkan kualitasnya meliputi
Mahkamah Konstitusi, Mahkamah Agung, Kejaksaan Agung, Kementerian
Hukum dan Hak Asasi Manusia, Komisi Pemberantasan Korupsi, Komisi Yudisial,
dan Komisi Nasional Hak Asasi Manusia. Upaya peningkatan kinerja lembaga
hukum dilakukan melalui peningkatan profesionalitas sumber daya manusia
bidang hukum, peningkatan sarana prasarana, serta pengawasan.
Perundang-undangan yang baik dan kelembagaan hukum yang berkualitas
95
B
a
g
i
a
n

I
I
I
Evaluasi Lima Tahun Pelaksanaan RPJMN 2004-2009
merupakan perpaduan yang mampu mendorong tumbuhnya masyarakat yang
sadar hukum. Peran masyarakat dalam mewujudkan kepastian hukum sangat
penting karena masyarakat merupakan pihak pencari keadilan dan sekaligus
berperan serta dalam menjaga proses penegakan hukum agar tidak ada
penyelewengan dan penyalahgunaan kewenangan hukum.
2.2. Evaluasi Pencapaian
2.2.1 Sasaran 1: Terciptanya Sistem Hukum Nasional yang Adil,
Konsekuen, dan Tidak Diskriminatif (Termasuk Tidak
Diskriminatif Terhadap Perempuan atau Bias Gender)
Prolegnas merupakan daftar prioritas undang-undang yang akan dibahas dalam
suatu periode tertentu. Pada dasarnya, Prolegnas mempunyai peran yang
sangat strategis karena merupakan gambaran dari arah politik perundang-
undangan nasional selama lima tahun. Sebagaimana amanat dalam UUD 1945
disebutkan bahwa baik Pemerintah maupun DPR mempunyai fungsi legislatif,
sehingga Prolegnas pada dasarnya merupakan kesepakatan antara Pemerintah
dan DPR. Suatu usulan rancangan undang-undang harus sudah dipersiapkan
terlebih dahulu naskah akademiknya agar dapat masuk dalam daftar prioritas
Prolegnas. Pembatasan tersebut dimaksudkan agar daftar prioritas undang-
undang yang masuk dalam Prolegnas tidak terlalu banyak dan dengan demikian
realisasi pengesahannya dapat dijamin. Persyaratan perlunya naskah akademik
sebelum suatu RUU dibahas di DPR juga telah diatur dalam peraturan tata tertib
DPR, namun demikian tingkat kesesuaian antara Prolegnas dengan penetapan
undang-undang dari tahun ke tahun masih relatif rendah. Dari 283 buah RUU
dalam Prolegnas 2005-2009, sampai dengan tahun 2009 baru mencapai 87 buah
undang-undang yang sesuai dengan daftar Prolegnas yang telah ditetapkan.
Berdasarkan jumlah RUU yang terdapat dalam daftar prioritas Prolegnas maka
dapat diketahui kinerja lembaga legislatif yaitu menghasilkan kurang lebih 56
undang-undang dalam satu tahun. Jumlah tersebut sebenarnya sudah dapat
terpenuhi apabila melihat dari jumlah undang-undang yang telah ditetapkan
terutama untuk periode 2008 dan 2009. Namun untuk periode 2004-2006, rata-
rata jumlah undang-undang yang ditetapkan hanya mencapai 22 buah. Selain
itu, pada tahun 2007 dan 2008, lembaga legislatif cukup banyak menetapkan
undang-undang tentang pembentukan daerah baru baik provinsi, kabupaten,
maupun kota. Undang-undang yang terkait pembentukan daerah baru tersebut
mencapai 54 buah. Beberapa keluaran penting dari produk legislasi yang
ditetapkan adalah sebagai berikut:
Pertama, pada tahun 2004 telah ditetapkan UU Nomor 4 Tahun 2004 tentang
Kekuasaan Kehakiman, Perubahan UU mengenai Mahkamah Agung dan
Peradilan Umum, Peradilan Tata Usaha Negara, UU Nomor 16 Tahun 2004
tentang Kejaksaan, UU Nomor 22 Tahun 2004 tentang Komisi Yudisial, UU
Nomor 23 Tahun 2004 mengenai Penghapusan Kekerasan Dalam Rumah Tangga,
UU Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah, dan UU Nomor 33
Tahun 2004 tentang Perimbangan Keuangan antara Pemerintah Pusat dan
Pemerintahan Daerah.
96
B
a
g
i
a
n

I
I
I
MEMELIHARA MOMENTUM PERUBAHAN
Kedua, pada tahun 2005 telah ditetapkan UU Nomor 8 Tahun 2005 tentang
Penetapan Perpu Nomor 1 Tahun 2005 tentang Penangguhan Mulai berlakunya
UU Nomor 3 tahun 2004 tentang Perubahan atas UU Nomor 32 Tahun 2004
tentang Pemerintahan Daerah menjadi UU, UU Nomor 11 Tahun 2005 tentang
Pengesahan Internasional Kovenan tentang Hak-hak Ekonomi, Sosial, dan Budaya
dan UU Nomor 12 Tahun 2005 tentang Pengesahan International Kovenan Hak
Sipil dan Politik. Selanjutnya dalam tahun 2006 telah ditetapkan UU Nomor 13
Tahun 2006 tentang Perlindungan Saksi dan Korban.
Ketiga, pada tahun 2007 peraturan penting yang telah ditetapkan adalah
UU Nomor 40 Tahun 2007 tentang Perseroan Terbatas, UU Nomor 48 Tahun
2007 tentang Penetapan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-undang
Nomor 2 Tahun 2007 tentang Penanganan Permasalahan Hukum dalam rangka
pelaksanaan rehabilitasi dan rekonstruksi wilayah dan kehidupan masyarakat
di Provinsi Nanggroe Aceh Darussalam dan Kepulauan Nias Provinsi Sumatera
Utara menjadi undang-undang.
Keempat, pada tahun 2008 telah ditetapkan melalui UU Nomor 2 Tahun 2008
tentang Partai Politik, UU Nomor 12 Tahun 2008 tentang Perubahan Kedua
Atas Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah,
UU Nomor 14 Tahun 2008 tentang Keterbukaan Informasi Publik, UU Nomor 15
Tahun 2008 tentang Pengesahan Treaty On Mutual Legal Assistance In Criminal
Matters (Perjanjian tentang Bantuan Timbal Balik Dalam Masalah Pidana), UU
Nomor 37 Tahun 2008 tentang Ombudsman Republik Indonesia, UU Nomor 40
Tahun 2008 tentang Penghapusan Diskriminasi Ras dan Etnis, dan UU Nomor 42
Tahun 2008 tentang Pemilihan Umum Presiden dan Wakil Presiden.
Kelima, pada tahun 2009 ditetapkan UU Nomor 3 Tahun 2009 tentang perubahan
kedua atas UU Nomor 14 Tahun 1985 tentang Mahkamah Agung, UU Nomor
17 Tahun 2009 tentang Penetapan Peraturan Pemerintah Pengganti UU Nomor
97
B
a
g
i
a
n

I
I
I
Evaluasi Lima Tahun Pelaksanaan RPJMN 2004-2009
1 Tahun 2008 tentang Perubahan atas UU Nomor 10 tahun 2008 tentang
Pemilihan Umum Anggota Dewan Perwakilan Rakyat, Dewan Perwakilan Daerah,
dan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah menjadi Undang-undang, UU Nomor 25
tahun 2009 tentang Pelayanan Publik, UU Nomor 27 Tahun 2009 tentang Majelis
Permusyawaratan Rakyat, Dewan Perwakilan Rakyat, Dewan Perwakilan Daerah,
dan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah, UU Nomor 30 Tahun 2009 tentang
Ketenagalistrikan, UU Nomor 35 Tahun 2009 tentang Narkotika, UU Nomor 46
Tahun 2009 tentang Pengadilan Tindak Pidana Korupsi, UU Nomor 48 Tahun 2009
tentang Kekuasaan Kehakiman, UU Nomor 49 Tahun 2009 tentang Perubahan
kedua atas UU Nomor 2 Tahun 1986 tentang Peradilan Umum, dan UU Nomor
50 Tahun 2009 tentang perubahan kedua atas UU Nomor 7 Tahun 1989 tentang
Peradilan Agama, serta UU Nomor 51 Tahun 2009 tentang Perubahan kedua atas
UU Nomor 5 Tahun 1986 tentang Peradilan Tata Usaha Negara.
2.2.2 Sasaran 2: Terjaminnya Konsistensi Seluruh Peraturan
Perundang-undangan pada Tingkat Pusat dan Daerah,
serta Tidak Bertentangan Dengan Peraturan dan
Perundangan yang Lebih Tinggi
Tingkat kesesuaian antara Prolegnas dengan undang-undang yang telah
ditetapkan sangat tergantung dengan jadual pembahasan dengan lembaga
legislatif. Tingkat kesesuaian tersebut akan sulit apabila dibebankan seluruhnya
kepada Pemerintah saja. Masih rendahnya kepatuhan baik dari pihak Pemerintah
maupun legislatif terhadap daftar prioritas Prolegnas menyebabkan tingkat
pencapaian penyelesaian undang-undang masih rendah. Salah satu faktor
penghambat dalam perencanaan dan pembentukan hukum antara lain adalah
masih belum dipatuhinya Prolegnas secara konsisten. Hal ini disebabkan masih
mengemukanya egosektoral antarK/L, kurangnya jumlah dan kualitas tenaga
perancang peraturan perundang-undangan (legal drafter) dan masih ditemukan
adanya ketidakharmonisasian antara satu peraturan perundang-undangan
dengan peraturan perundang-undangan lainnya. Satu hal yang merupakan
dampak dari lemahnya pelaksanaan koordinasi antarkementerian/lembaga
Pemerintah yang belum dapat dilaksanakan dengan maksimal dan konsisten
sesuai daftar prioritas Prolegnas. Proses pembentukan peraturan juga belum
terkoordinasi dengan baik sehingga setiap kementerian/lembaga baik eksekutif
maupun legislatif belum menjadikan Prolegnas sebagai dasar atau acuan
pembentukan peraturan perundang-undangan. Pembentukan hukum nasional
harus pula didukung oleh penelitian hukum, pengkajian hukum, penyusunan
naskah akademis, dan penyediaan jaringan dokumentasi dan informasi hukum
yang memadai sehingga prosesnya dapat berjalan lebih baik.
Selain itu, dalam rangka menciptakan keharmonisan peraturan perundang-
undangan di tingkat Pusat dan daerah, Pemerintah telah melakukan pengkajian
terhadap peraturan daerah yang diterbitkan oleh Pemerintah Provinsi dan
Pemerintah Kabupaten/Kota. Pengkajian dilaksanakan dalam rangka perbaikan
iklim investasi melalui penyederhanaan proses restitusi pajak, meningkatkan
kelancaran arus barang dan sinkronisasi peraturan pusat. Pembatalan terhadap
beberapa peraturan daerah dilaksanakan berkenaan dengan terdapatnya
beberapa permasalahan yang timbul dari pelaksanaan Perda tersebut, seperti
98
B
a
g
i
a
n

I
I
I
MEMELIHARA MOMENTUM PERUBAHAN
terjadinya pelanggaran terhadap peraturan perundang-undangan di atasnya
dan menghalangi atau melanggar kepentingan umum, pelanggaran prinsip
free internal trade, menghalangi akses ekonomi masyarakat, serta menghapus
kewenangan Pemerintah.
2.2.3 Sasaran 3: Kelembagaan Peradilan dan Penegak Hukum
Yang Berwibawa, Bersih, Profesional Dalam Upaya
Memulihkan Kembali Kepercayaan Hukum Masyarakat
Secara Keseluruhan
Dalam rangka memperbaiki kinerja lembaga hukum telah dilakukan upaya
pembenahan kelembagaan baik manajemen penanganan perkara maupun
perbaikan remunerasi untuk peningkatan kesejahteraan pegawai khususnya
lembaga MA beserta jajaran di bawahnya. Namun demikian, upaya reformasi
birokrasi pada instansi tersebut masih perlu tindak lanjut. Selain itu, Amandemen
Ketiga UUD 1945 mengamanatkan pembentukan Komisi Yudisial dengan fungsi
menjalankan pengawasan terhadap perilaku hakim tingkat pertama dan banding.
Komisi Yudisial juga mempunyai kewenangan dalam proses pemilihan hakim
agung dan penyelenggaraan pendidikan dan pelatihan hakim. Masih dalam upaya
perbaikan manajemen peradilan, MA telah menerbitkan SK Ketua MA Nomor
144/KMA/VII/2007 tentang Keterbukaan Informasi di Pengadilan. Ketentuan
tersebut merupakan salah satu langkah penting dalam rangka menciptakan
transparansi dan akuntabilitas pengadilan.
Dalam rangka mempercepat penanganan perkara, Kejaksaan Agung sejak
September 2008 telah melaksanakan program quick wins penanganan perkara,
yaitu kebijakan percepatan penanganan perkara pidana umum dan pidana
korupsi, sistem informasi online penanganan perkara pidana korupsi, fasilitas
pengaduan masyarakat di website, sistem informasi online penanganan laporan
pengaduan di empat lokasi percontohan, yaitu Kejaksaan Tinggi DKI Jakarta,
Kejaksaan Tinggi Banten, Kejaksaan Negeri Jakarta Selatan dan Kejaksaan Negeri
Tangerang. Pelaksanaan program tersebut mempunyai tujuan mendasar, yaitu
adalah membangun kembali kepercayaan masyarakat (public trust building)
kepada Kejaksaan Agung dalam waktu relatif cepat.
293
204
89
0
50
100
150
200
250
300
Jumlah Perkara Jumlah Putusan Sisa
58
70
53
23
Dikabulkan
Ditolak
Tidak Diterima
Tarik Kembali
Gambar 3.2.1
Rekapitulasi Perkara Pengujian
Undang-Undang Mahkamah
Konstitusi, Tahun 20042009
Sumber:
Mahkamah Konstitusi, 2009.
99
B
a
g
i
a
n

I
I
I
Evaluasi Lima Tahun Pelaksanaan RPJMN 2004-2009
III. Keberhasilan
Dalam upaya pencapaian sasaran pembenahan sistem dan politik hukum
tersebut, maka sejumlah program telah dilaksanakan, yaitu sebagai berikut:
(1) Program Perencanaan Hukum; (2) Program pembentukan Hukum; (3)
Program Peningkatan Kinerja Lembaga Peradilan dan lembaga Penegakan
Hukum Lainnya; (4) Program Peningkatan Kualitas Profesionalisme Hukum; dan
(5) Program Kesadaran Hukum dan Hak Asasi Manusia. Pencapaian sasaran
pembenahan sistem dan politik hukum tidak hanya ditentukan oleh keberhasilan
salah satu program pembangunan, melainkan dipengaruhi oleh pelaksanaan
beberapa program yang lainnya. Namun demikian, dalam rangka memperbaiki
kinerja pembangunan hukum, salah satu program yang menentukan dalam
pembangunan hukum adalah Program Pembentukan Hukum.
Keberhasilan pelaksanaan Program Pembentukan Hukum ditentukan oleh adanya
peraturan perundang-undangan yang dihasilkan. Dalam bidang pemberantasan
korupsi telah disahkannya UU Nomor 7 Tahun 2006 tentang Pengesahan United
Nation Convention Against Corruption 2003 (Konvensi Perserikatan Bangsa
Bangsa Anti Korupsi) dan UU Nomor 46 Tahun 2009 tentang Pengadilan Tindak
Pidana Korupsi.
Sementara itu dalam rangka penghormatan terhadap HAM, Indonesia telah
meratifikasi beberapa kovenan internasional, seperti UU Nomor 11 Tahun 2005
tentang Pengesahan International Covenant on Economic, Social, and Culture
Rights (Pengesahan Internasional Kovenan tentang Hak-hak Ekonomi, Sosial
dan Budaya) dan UU Nomor 12 Tahun 2005 tentang Pengesahan International
Covenant on Civil and Political Rights (Pengesahan Internasional Kovenan
tentang Hak-hak Sipil dan Politik). Selain itu, telah ditetapkan pula UU Nomor
13 Tahun 2006 tentang Perlindungan Saksi dan Korban dan UU Nomor 40 Tahun
2008 tentang Penghapusan Diskriminasi Ras dan Etnis.
Dalam rangka menjaga kelancaran dan kesuksesan pelaksanaan demokrasi, di
bidang politik telah disahkan beberapa perundangan-undangan, seperti UU
Nomor 2 Tahun 2008 tentang Partai Politik, UU Nomor 10 Tahun 2008 tentang
Pemilihan Umum Anggota Dewan Perwakilan Rakyat, Dewan Perwakilan Daerah,
dan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah, UU Nomor 42 Tahun 2008 tentang
Pemilihan Umum Presiden dan Wakil Presiden, dan UU Nomor 27 Tahun 2009
tentang Majelis Permusyawaratan Rakyat, Dewan Perwakilan Rakyat, Dewan
Perwakilan Daerah, dan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah.
Di bidang penegakan hukum dan keadilan, telah ditetapkan peraturan perundang-
undangan antara lain: UU Nomor 37 Tahun 2008 tentang Ombudsman Republik
Indonesia, UU Nomor 3 Tahun 2009 tentang Perubahan Kedua atas UU Nomor
14 Tahun 1985 tentang Mahkamah Agung, UU Nomor 48 Tahun 2009 tentang
Kekuasaan Kehakiman, UU Nomor 49 Tahun 2009 tentang Perubahan Kedua
atas UU Nomor 2 Tahun 1986 tentang Peradilan Umum, UU Nomor 50 Tahun
2009 tentang Perubahan Kedua atas UU Nomor 7 Tahun 1989 tentang Peradilan
Agama, dan UU Nomor 51 Tahun 2009 tentang Perubahan Kedua atas UU Nomor
5 Tahun 1986 tentang Peradilan Tata Usaha Negara.
100
B
a
g
i
a
n

I
I
I
MEMELIHARA MOMENTUM PERUBAHAN
Bab 3.3
Penghapusan Diskriminasi Dalam Berbagai
Bentuk
I. Pengantar
P
enghapusan diskriminasi dalam berbagai bentuk adalah salah satu prioritas
pembangunan RPJMN 20042009. Beberapa program pembangunan telah
dilaksanakan Pemerintah untuk memberikan kontribusi pada pencapaian
sasaran penghapusan diskriminasi dalam berbagai bentuk. Sejumlah sasaran
telah memperlihatkan beberapa kemajuan, meskipun masih terdapat beberapa
kekurangan yang harus diperbaiki di masa yang akan datang.
UUD 1945 menetapkan bahwa perlindungan, pemajuan, penegakan, dan
pemenuhan HAM adalah tanggung jawab negara. Hal tersebut diatur pula
dalam Ketetapan Majelis Permusyawaratan Rakyat Nomor XVII/MPR/1998
B
a
g
i
a
n

I
I
I
101
B
a
g
i
a
n

I
I
I
Evaluasi Lima Tahun Pelaksanaan RPJMN 2004-2009
dan Pasal 71 dan Pasal 72 UU Nomor 39 Tahun 1999 yang menetapkan bahwa
perlindungan, pemajuan, penegakan, dan pemenuhan HAM adalah tanggung
jawab Pemerintah yang dibantu oleh beberapa lembaga negara dan seluruh
aparatur pemerintah untuk menghormati, menegakkan, dan menyebarluaskan
pemahaman mengenai HAM kepada seluruh masyarakat.
Pengertian diskriminasi dalam ruang lingkup hukum HAM di Indonesia dapat
dilihat dalam Pasal 1 Ayat (3) UU Nomor 39 Tahun 1999 tentang HAM yang
berbunyi, Diskriminasi adalah setiap pembatasan, pelecehan, atau pengucilan
yang langsung atau tak langsung didasarkan pada pembedaan manusia atas dasar
agama, suku, ras, etnik, kelompok, golongan, status sosial, status ekonomi, jenis
kelamin, bahasa, keyakinan politik, yang berakibat pengurangan, penyimpangan,
atau penghapusan, pengakuan, pelaksanaan atau penggunaan hak asasi manusia
dan kebebasan dasar dalam kehidupan baik individual maupun kolektif dalam
bidang politik, ekonomi, hukum, sosial, budaya, dan aspek kehidupan lainnya.
II. Pencapaian Prioritas
2.1 Gambaran Pencapaian
Sasaran prioritas penghapusan diskriminasi dalam berbagai bentuk meliputi:
(1) terlaksananya peraturan perundang-undangan yang tidak mengandung
perlakuan diskriminasi baik kepada setiap warga negara, lembaga/instansi
pemerintah, maupun lembaga swasta/dunia usaha secara konsisten dan
transparan; (2) terkoordinasikannya dan terharmonisasikannya pelaksanaan
peraturan perundang-undangan yang tidak menonjolkan kepentingan tertentu
sehingga dapat mengurangi perlakuan diskriminatif terhadap warga negara;
dan (3) terciptanya aparat dan sistem pelayanan publik yang adil dan dapat
diterima oleh setiap warga negara. Gambaran pencapaian sasaran penghapusan
diskriminasi dalam berbagai bentuk selama kurun waktu 20052009 sebagai
berikut:
102
B
a
g
i
a
n

I
I
I
MEMELIHARA MOMENTUM PERUBAHAN
Catatan: *) kontribusi dari Program Pelayanan dan Bantuan Hukum;
**) catatan permohonan pendaftaran merek, hak paten, hak cipta, dan desain industri.
Pencapaian penghapusan bentuk diskriminasi dalam berbagai bentuk
dilaksanakan antara lain melalui peraturan perundang-undangan yang tidak
mengandung unsur diskriminatif; perbaikan pelayanan, khususnya di bidang
hukum termasuk Hak atas Kekayaan Intelektual (HaKI), keimigrasian, dan
administrasi hukum umum serta pelaksanaan bantuan hukum bagi masyarakat
miskin dan terpinggirkan.
Sebagai bagian dari upaya untuk mencapai sasaran penghapusan bentuk
diskriminasi dalam berbagai bentuk, Pemerintahdalam upaya mendukung
penghapusan diskriminasitelah mengeluarkan beberapa peraturan perundang-
undangan yang menyangkut tenaga kerja Indonesia (TKI), kekerasan terhadap
No
Sasaran/
Indikator
Satuan
Pencapaian
2005 2006 2007 2008 2009
1 Sasaran 1: Terlaksananya peraturan perundang-undangan yang dak mengandung perlakuan diskriminasi baik terhadap warga negara,
lembaga/instansi Pemerintah, maupun lembaga swasta/dunia usaha secara konsisten dan transparan; Sasaran 2: Terkoordinasinya dan
terharmonisasikannya pelaksanaan peraturan perundang-undangan yang dak menonjolkan kepenngan tertentu sehingga dapat mengurangi
perlakuan diskriminaf terhadap warga negara
*)

1.1 Peraturan
perundang-
undangan
yang dak
bersifat
diskriminaf
terhadap
seluruh
warga
negara di
berbagai
sektor.
Jumlah
Peraturan
Perun-
dang-
undangan
Peraturan Presiden
Nomor 65 Tahun
2005 tentang
Pembentukan
Komisi Nasional
An Kekerasan
Terhadap
Perempuan
(Komnas
Perempuan)
UU Nomor
12 Tahun
2006
tentang
Kewarga-
negaraan RI
UU Nomor 21
Tahun 2007
tentang
Pemberantasan
Tindak Pidana
Perdagangan Orang
(PTPPO)
UU Nomor 2
Tahun 2008
tentang Partai
Polik
Terbentuknya lembaga atau
badan ASEAN
Intergovernmental
Commission on Human Rights
(AICHR)
Pengesahan
Internaonal
Covenant on
Economic, Social
and Cultural Rights
(CESCR) melalui UU
Nomor 11 Tahun
2005
UU Nomor
13 Tahun
2006
tentang
Perlin-
dungan
terhadap
saksi dan
korban
Penandatanganan
Konvensi
Internasional
mengenai
Perlindungan dan
Pemajuan Hak-hak
dan Martabat
Penyandang Cacat
pada tanggal 30
Maret 2007
UU Nomor 40
Tahun 2008
tentang
Penghapusan
Diskriminasi Ras
dan Etnis
Peraturan Kapolri No.8/2009
tentang Penerapan Standar-
standar Hak Asasi Manusia
dalam Pelaksanaan Tugas
Kepolisian
Pengesahan
Internaonal
Covenant on Civil
and Polical Rights
(CCPR) tahun 1966
melalui UU Nomor
12 Tahun 2005
tentang
Pengesahan
Internaonal
Covenant on Civil
and Polical Rights
(Kovenan
Internasional
tentang Hak-Hak
Sipil dan Polik)
Konvensi
Internasional
Perlindungan bagi
semua orang dari
penghilangan paksa
pada tanggal 12
Maret
PP Nomor 83
Tahun 2008
tentang
Persyaratan
dan Tata Cara
Pemberian
Bantuan Hukum
Secara cuma-
Cuma
UU Nomor 11 Tahun 2009
tentang Kesejahteraan Sosial

UU Nomor 14 Tahun 2009
tentang Pengesahan Protokol
Untuk Mencegah, Menindak
dan Menghukum
Perdagangan Orang,
Terutama Perempuan dan
Anak-anak, Melengkapi
Konvensi Perserikatan
Bangsa-Bangsa Menentang
Tindak Pidana Transnasional
yang Terorganisasi

UU Nomor 15 Tahun 2009
tentang Pengesahan Protokol
Menentang Penyelundupan
Migran Melalui Darat, Laut,
dan Udara, Melengkapi
Konvensi Perserikatan
Bangsa-Bangsa Menentang
Tindak Pidana Transnasional
yang Terorganisasi
2 Terciptanya aparat dan sistem pelayanan publik yang adil dan dapat diterima oleh seap warga negara
**)
2.1 Peningkatan
Pelayanan
Hukum
Jumlah
Pendaf-
taran
40.816
pendaaran baru
merek
41.646
pendaaran
baru merek
43.259 pendaaran
baru merek
45.838
pendaaran
baru merek
45.029 pendaaran baru
merek
4.499 permohonan
paten baru
4.480
permo-
honan
paten baru
5,377 permohonan
paten baru
5.382
permohonan
paten baru
4.825 permohonan paten
baru
133 permohonan
hak cipta (antara
lain program
komputer)
178 permo-
honan hak
cipta
(antara lain
program
komputer)
242 permohonan
hak cipta (antara
lain program
komputer)
672
permohonan
hak cipta
(antara lain
program
komputer)
440 permohonan hak cipta
(antara lain program
komputer)
4.319 permohonan
daar Desain
Industri dalam
negeri
4.174
permo-
honan
daar
Desain
Industri
3.646 permohonan
daar Desain
Industri
2.866
permohonan
daar Desain
Industri dalam
negeri
3.601 permohonan daar
Desain Industri dalam negeri
Tabel 3.3.1
Sasaran dan Pencapaian
Penghapusan Diskriminasi
dalam Berbagai Bentuk,
Tahun 20052009
103
B
a
g
i
a
n

I
I
I
Evaluasi Lima Tahun Pelaksanaan RPJMN 2004-2009
perempuan, kewarganegaraan, perlindungan saksi dan korban, pemberantasan
tindak pidana perdagangan orang, partai politik, penghapusan diskriminasi
ras dan etnis, dan kesejahteraan sosial. Lebih lanjut, Pemerintah juga telah
menerbitkan peraturan perundang-undangan dalam rangka ratifikasi beberapa
konvensi internasional tentang tindak pidana transnasional yang terorganisir,
hak ekonomi, sosial sosial dan budaya, dan hak sipil dan politik. Upaya lain yang
dilakukan Pemerintah untuk mengurangi perlakuan yang diskriminatif adalah
penandatanganan Piagam ASEAN pada tanggal 15 Desember 2008. Piagam
ASEAN tersebut meletakkan dasar-dasar yang lebih kuat bagi bangunan organisasi
regional untuk secara resmi mengakui nilai-nilai HAM dan diimplementasikan
untuk rakyatnya.
Perbaikan sistem pelayanan hukum khususnya di bidang HaKI telah dilaksanakan
lebih baik. Permohonan pendaftaran semakin meningkat dari tahun ke tahun
dan senantiasa diiringi perbaikan pelayanan termasuk sistem informasi yang
dapat dimanfaatkan oleh masyarakat penggunanya.
Optimalisasi pelayanan di bidang keimigrasian juga dilakukan dengan membuat
sistem pelayanan yang terkomputerisasi. Sistem pelayanan yang terkomputerisasi
telah dikembangkan di beberapa kantor imigrasi strategis dan mempunyai frekuensi
pelayanan keimigrasian yang tinggi seperti di Surabaya, Bandara Sukarno-Hatta,
Bandara Ngurah Rai Denpasar, Medan, Jakarta Selatan, Jakarta Barat, dan Batam,
sehingga pelayanan dan pengawasan orang asing dapat dilakukan dengan baik.
Dengan demikian, pelayanan keimigrasian diupayakan menjadi pelayanan yang
efektif dan transparan, dengan fasilitas kepada masyarakat untuk memantau
secara langsung perkembangan atau proses pelayanan yang diberikan melalui
layar monitor yang diletakkan di ruang tunggu.
Di lingkungan peradilan, pelayanan proses hukum seperti hal penyelesaian
perkara telah dimanfaatkan perkembangan teknologi informasi. Penguatan
infrastruktur sistem informasi peradilan yang terintegrasi dari pengadilan tingkat
pertama, banding hingga kasasi sudah dilakukan sehingga menjamin kelancaran
aliran data dan informasi dari seluruh lini yang ada. Selain terkait dengan
dukungan terhadap proses internal, pelayanan informasi sebagaimana SK Ketua
Mahkamah Agung (MA) Nomor 144/KMA/SK/VIII/2007 tentang Keterbukaan
Informasi di Pengadilan sehingga pelayanan informasi kepada masyarakat yang
datang ke pengadilan ataupun mengajukan ketidakpuasan dalam pelayanan
yang diberikan oleh pengadilan dapat dilaksanakan dengan baik. Dukungan
pelaksanaan keterbukaan informasi di pengadilan tersebut dijabarkan kembali
dengan adanya Pedoman Pelaksanaan Informasi pada MA, antara lain telah
dibangun meja informasi pada bulan Juni tahun 2009 yang dilengkapi dengan
berbagai informasi seperti informasi perkara, informasi hukum (perundang-
undangan), informasi kepegawaian, informasi keuangan, perpustakaan, dan
pelayanan pengadilan yang sedang atau telah diproses. Di pengadilan tingkat
Bandung dan tingkat pertama, sampai dengan kurun waktu tahun 2009, sarana
meja informasi baru tersedia di 218 pengadilan (hasil survei di 17 propinsi
di seluruh Indonesia oleh MA). Selain itu, lembaga pengadilan juga tengah
membangun sistem online layanan informasi dan pengaduan sebagai media
utama pelayanan informasi bagi Publik.
104
B
a
g
i
a
n

I
I
I
MEMELIHARA MOMENTUM PERUBAHAN
2.2 Evaluasi Pencapaian
2.2.1 Sasaran 1: Terlaksananya Peraturan Perundang-undangan
yang Tidak Mengandung Perlakuan Diskriminasi
Baik kepada Setiap Warga Negara, Lembaga/Instansi
Pemerintah, maupun Lembaga Swasta/Dunia Usaha
Secara Konsisten dan Transparan
Penyelenggaraan pemiluyang merupakan pelaksanaan dari hak sipil dan
politiksecara umum berjalan dengan tertib dan aman telah menunjukkan
adanya kesadaran dan peran aktif masyarakat untuk menciptakan kondisi yang
kondusif dalam penyelenggaraan pemilu dengan aman dan tertib. Hak untuk
memilih merupakan hak fundamental yang dijamin di dalam berbagai peraturan
perundang-undangan antara lain disebutkan di dalam UUD 1945, UU Nomor 39
Tahun 1999 tentang HAM. Tidak hanya itu, berbagai peraturan internasional juga
memberikan jaminan partisipasi warga negara dalam menggunakan hak pilihnya
tanpa diskriminasi. Walaupun pengaturan telah diberikan namun kenyataan
di lapangan ditemui berbagai bentuk pelanggaran hak sipil dan politik seperti
hilangnya 25-40 persen warga yang kehilangan hak pilihnya yang terutama
disebabkan oleh sistem pendataan/administrasi kependudukan yang kurang
memadai. Selain itu, tidak terfasilitasinya hak memilih kelompok-kelompok
rentan yang berakibat hilangnya hak pilih penyandang cacat, masyarakat
adat terpencil, narapidana/tahanan dan lainnya, serta penghapusan tempat
pemungutan suara (TPS) Khusus di beberapa tempat seperti di rumah sakit dan
tempat-tempat penahanan.
Untuk kasus-kasus pelanggaran HAM yang berat, baik yang terjadi sebelum
maupun sesudah diundangkannya UU Nomor 26 tahun 2000 tentang Pengadilan
HAM, masih belum menunjukkan perkembangan sebagaimana yang diharapkan.
Sampai akhir tahun 2009, berdasarkan data dari Komnas HAM, setidaknya tujuh
hasil penyelidikan masih belum ditindaklanjuti oleh Jaksa Agung, antara lain
peristiwa penembakan mahasiswa Trisakti, peristiwa Semanggi I dan Semanggi
II, peristiwa Mei 1998, peristiwa penghilangan orang secara paksa, peristiwa
Talangsari, peristiwa kasus Wamena, dan peristiwa Wasior. Meskipun DPR telah
mengirimkan rekomendasi kepada Presiden untuk pembentukan Pengadilan
HAM ad-hoc untuk penyelesaian peristiwa penghilangan orang secara paksa,
namun sampai akhir 2009, belum ada perkembangan mengenai pembentukan
Pengadilan HAM ad-hoc.
2.2.2 Sasaran 2: Terkoordinasikannya dan
Terharmonisasikannya Pelaksanaan Peraturan
Perundang-undangan yang Tidak Menonjolkan
Kepentingan Tertentu Sehingga Dapat Mengurangi
Perlakuan Diskriminatif Terhadap Warga Negara
Dalam rangka melakukan penyesuaian hukum nasional dengan prinsip-prinsip
dalam kovenan internasional perlu ditindaklanjuti dengan upaya sosialisasi
kepada masyarakat. Masih banyak ketidaktahuan masyarakat dan aparat
pemerintah karena kurangnya sosialisasi hak-hak yang diatur dalam kovenan-
kovenan ini berakibat masih rendahnya tingkat pemahaman masyarakat dan
masih terjadinya pelanggaran-pelanggaran yang bersifat kepada pembatasan
105
B
a
g
i
a
n

I
I
I
Evaluasi Lima Tahun Pelaksanaan RPJMN 2004-2009
maupun pengurangan hak asasi dari sejumlah kelompok, ketidaktegasan aparat
terhadap aksi sepihak oleh satu kelompok terhadap kelompok lainnya atas dasar
isu agama, politik dan sebagainya. Sehingga diperlukan tidak hanya eksistensi
peraturan perundang-undangan tetapi juga komitmen dan dukungan politik
yang mendukung implementasi peraturan perundang-undangan terkait HAM di
Indonesia dalam rangka upaya pemajuan dan perlindungan HAM.
Perlindungan terhadap pahlawan devisa yaitu TKI yang bekerja di luar negeri
juga masih belum mendapatkan perhatian penuh dari Pemerintah. Padahal
pemberitaan media mengenai perlakuan buruk terhadap TKI yang sering
berujung kepada kematian semakin marak. Institute for Migrant Worker
menyatakan bahwa tahun 2009 saja sebanyak 386 buruh migran meninggal
dunia akibat kekerasan terhadap mereka di tempat bekerja. Selain itu kasus-
kasus lain yang merugikan TKI antara lain adalah gaji tidak dibayar hingga
kekerasan fisik. Koordinasi yang sangat erat di antara Pemerintahseperti
Kementerian Tenaga Kerja dan Transmigrasi, BNP2TKI, Kementerian Luar Negeri,
Kementerian Hukum dan HAM, maupun Kementerian Sosialmenjadi kunci
penting dalam perlindungan terhadap keselamatan para TKI di luar negeri.
Jaminan perlindungan dan keselamatan bagi TKI tidak saja sangat memerlukan
kebijakan yang preventif namun juga memerlukan kebijakan yang bersifat kuratif.
Ratifikasi terhadap konvensi terkait perlindungan buruh migran juga diperlukan.
Sampai saat ini, ratifikasi terhadap konvensi terkait perlindungan buruh migran
belum dilaksanakan Pemerintah, dimana setidaknya kewajiban perlindungan
dan jaminan tenaga kerja migran yang berasal dari Indonesia dapat segera
diwujudkan dan tidak dapat ditawar lagi.
2.2.3 Sasaran 3: Terciptanya Aparat dan Sistem Pelayanan
Publik yang Adil dan Dapat Diterima oleh Setiap Warga
Negara
Pelayanan dan bantuan hukum yang diberikan kepada masyarakat telah
menjangkau seluruh lapisan masyarakat tanpa pengecualian. Pasal 28H ayat
(2) UUD 1945 menyatakan bahwa Setiap orang berhak mendapat kemudahan
dan perlakuan khusus untuk memperoleh kesempatan dan manfaat yang sama
guna mencapai persamaan dan keadilan. Untuk itu, diperlukan transparansi dan
akuntabilitas dalam pelaksanaan pelayanan dan bantuan hukum, sebagai bentuk
komitmen Pemerintah memberikan bentuk-bentuk pelayanan yang maksimal bagi
masyarakat yang membutuhkan. Namun, tujuan dan sasaran dari pelaksanaan
Program Pelayanan dan Bantuan Hukum selama ini masih belum tepat dan
belum optimal. Terkait dengan masalah bantuan hukum, masyarakat sebagai
penerima manfaat pada kenyataannya belum mendapatkan hak-haknya secara
penuh untuk mendapatkan bantuan hukum yang seharusnya diberikan Negara.
Bantuan hukum masih banyak digunakan untuk keperluan bantuan hukum kepada
aparat yang sedang bermasalah dengan hukum sehingga sampai dengan saat ini
belum tepat sasaran. Selama ini, praktek yang terjadi terkait dengan pemberian
pelayanan dan bantuan hukum kepada masyarakat lebih banyak diberikan oleh
lembaga-lembaga sosial, perguruan tinggi seperti organisasi advokat dan LBH
sebagaimana telah diatur dalam PP Nomor 83 Tahun 2008 tentang Persyaratan
dan Tata Cara Pemberian Bantuan Hukum Secara Cuma-cuma. Terkait pelayanan
hukum di pengadilan, untuk mendukung optimalisasi pelayanan diperlukan
anggaran yang mencukupi kebutuhan pemberian pelayanan kepada masyarakat,
106
B
a
g
i
a
n

I
I
I
MEMELIHARA MOMENTUM PERUBAHAN
disamping memperkuat sumber daya manusia di lingkungan pengadilan untuk
menjamin akses informasi pengadilan yang dilengkapi dengan pengelolaan
pengaduan masyarakat terhadap pelayanan aparat pengadilan.
III. Keberhasilan
Program Pelayanan dan Bantuan Hukum merupakan program utama yang
menjadi andalan dalam mewujudkan pencapaian prioritas pembangunan pada
bagian ini. Pada kurun waktu 20042009 ini, program terkait dilaksanakan oleh
beberapa kementerian/lembaga dan tidak hanya dilaksanakan oleh kementerian/
lembaga yang terkait di bidang hukum saja.
Beberapa hal yang perlu dicatat adalah bahwa pencapaian sasaran dari program
ini melalui kegiatan bantuan hukum dan pelayanan hukum yang mempunyai
dampak langsung kepada upaya-upaya penghapusan diskriminasi, baik terhadap
warga negara, lembaga/instansi pemerintah, maupun lembaga swasta/dunia
usaha dan dapat menjadi unggulan kegiatan dalam pelaksanaan dan pencapaian
program. Namun, sasaran pelayanan dan bantuan hukum sebagaimana diuraikan
dalam RPJMN 20042009 belum dapat dikatakan optimal sehingga dalam
implementasi program yang bersangkutan perlu dipahami dan dikoordinasikan
lebih lanjut.
Dalam kegiatan pelayanan hukum, beberapa kemajuan telah dicapai oleh
instansi terkait seperti Direktorat Jenderal Imigrasi Kementerian Hukum dan
HAM antara lain dalam bentuk perbaikan sistem informasi dan sistem pelayanan
yang terkomputerisasi. Namun perbaikan pelayanan keimigrasian ini belum
dilaksanakan di seluruh Indonesia. Penyebab utamanya adalah keterbatasan
pendanaan untuk melengkapi sarana dan prasarana pelayanan keimigrasian
berbasis teknologi informasi yang cukup mahal.
Pelayanan di bidang administrasi hukum umum yang terkait dengan pelayanan
pendirian badan hukum dan lain-lain juga menunjukkan kemajuan dalam
107
B
a
g
i
a
n

I
I
I
Evaluasi Lima Tahun Pelaksanaan RPJMN 2004-2009
perbaikan pelayanan berupa transparansi informasi kepada masyarakat
pengguna. Perbaikan pelayanan ini mampu mengurangi perlakuan yang
diskriminatif dari aparat yang memberikan pelayanan.
Pelayanan di bidang HaKI juga sudah semakin baik. Masyarakat pengguna dapat
melakukan pendaftaran secara online dan melihat perkembangan pemrosesannya
secara transparan. Hal ini membawa dampak pada perkembangan jumlah
pendaftar Hak Cipta, Paten, Merek, Desain Industri yang cenderung meningkat.
Pemerintah perlu mendorong masyarakat Indonesia untuk lebih memberikan
kontribusi berupa inovasi-inovasi baru yang dapat berdampak pada peningkatan
daya saing global.
Peningkatan pelayanan di pengadilan sudah semakin baik dengan adanya
pelaksanaan keterbukaan informasi di pengadilan, meliputi informasi-informasi
perkara, informasi hukum (perundang-undangan), informasi kepegawaian,
informasi keuangan, perpustakaan, dan pelayanan pengadilan yang sedang atau
telah diproses. Disamping pelayanan hukum, pengelolaan pengaduan masyarakat
merupakan bentuk pelayanan hukum yang perlu dikelola dengan transparan dan
akuntabel sehingga menjamin pelaksanaan keterbukaan informasi di pengadilan.
Untuk itu, dukungan sarana dan prasarana serta dukungan sumber daya manusia
perlu ditingkatkan untuk memberikan pelayanan yang optimal di pengadilan.

108
B
a
g
i
a
n

I
I
I
MEMELIHARA MOMENTUM PERUBAHAN
Bab 3.4
Penghormatan, Pengakuan, dan Penegakan
Atas Hukum dan Hak Asasi Manusia
I. Pengantar
P
enghormatan, pengakuan, dan penegakan atas hukum dan HAM merupakan
salah satu prioritas RPJMN 20042009. Penghormatan dan penegakan
atas hukum merupakan bagian dari upaya memberikan rasa keadilan,
kesetaraan, dan perlindungan HAM. Penegakan hukum perlu dilakukan secara
adil, tegas dan tidak diskriminatif. Penegakan hukum dalam pemberantasan
korupsi perlu dilakukan secara konsisten dan berkelanjutan sehingga hukum
dapat ditegakkan dan ketertiban dapat diwujudkan.
Negara berkewajiban memenuhi, melindungi dan menegakkan HAM bagi setiap
warga negaranya agar setiap warga negara memiliki kehidupan yang bermartabat.
B
a
g
i
a
n

I
I
I
109
B
a
g
i
a
n

I
I
I
Evaluasi Lima Tahun Pelaksanaan RPJMN 2004-2009
HAM dijamin oleh konstitusi maupun undang-undang yang berlaku di Indonesia.
HAM di Indonesia meliputi hak atas kebebasan berpendapat, hak atas kecukupan
pangan, hak atas rasa aman, hak atas penghidupan dan pekerjaan, hak atas hidup
yang sehat serta hak-hak lainnya sebagaimana tercantum dalam Deklarasi HAM
PBB Tahun 1948.
Penghormatan terhadap hukum dan HAM merupakan suatu kewajiban yang
harus dipenuhi dan dilakukan oleh negara. Penegakan HAM yang dilakukan
negara perlu didukung oleh semua lembaga negara, lembaga pemerintah, dan
jajaran aparatur negara, serta semua pihak yang peduli HAM untuk menunjang
upaya perlindungan, penegakan, dan pemenuhan HAM bagi setiap warga
negara Indonesia. Perlindungan, penegakan, dan pemenuhan HAM bagi bangsa
Indonesia merupakan syarat terciptanya masyarakat yang demokratis dan ciri
adanya supremasi hukum dan penghormatan HAM.
II. Pencapaian Prioritas
2.1 Gambaran Pencapaian
Pencapaian prioritas penghormatan, pengakuan, dan penegakan atas hukum
dan HAM mempunyai sasaran yang ingin dicapai dalam kurun waktu lima tahun
ke depan meliputi terlaksananya berbagai langkah-langkah rencana aksi yang
terkait dengan penghormatan, pemenuhan dan penegakan terhadap hukum
dan HAM antara lain Rencana Aksi HAM 20042009; Rencana Aksi Nasional
(RAN) Pemberantasan Korupsi; RAN Penghapusan Eksploitasi Seksual Komersial
Anak (ESKA); RAN Penghapusan Bentuk-bentuk Pekerjaan Terburuk untuk Anak;
dan Program Nasional Bagi Anak Indonesia (PNBAI) 2015. Berikut disampaikan
pencapaian sasaran Rencana Aksi HAM 20042009 dan RAN Pemberantasan
Korupsi. Sementara itu untuk pencapaian RAN Penghapusan ESKA, RAN
Penghapusan Bentuk-bentuk Pekerjaan Terburuk untuk Anak, dan PNBAI 2015
disampaikan dalam bab lain.
2.1.1 Penghormatan, Pemenuhan dan Penegakan Hukum
Pencapaian penanganan korupsi di Indonesia secara perlahan namun pasti
telah memperlihatkan perkembangan yang baik. Hal ini diindikasikan oleh
peningkatan Indeks Persepsi Korupsi (IPK) Indonesia yang surveinya dilakukan
oleh Transparency International. Pada tahun 2004, IPK Indonesia berada pada
angka 1,9. Kemudian pada tahun 2008 meningkat menjadi 2,6, dan pada tahun
2009 meningkat lagi menjadi 2,8. Berikut adalah perkembangan IPK Indonesia
dalam kurun waktu 20042009.
Pencapaian tersebut merupakan hasil kerja keras Pemerintah yang secara
berkelanjutan meningkatkan upaya pemberantasan korupsi di berbagai bidang.
Pemerintah melakukan beberapa upaya pemberantasan korupsi yang bersifat
preventif melalui beberapa kegiatan, antara lain Konsultasi dan Kampanye Publik
Tabel 3.4.1
Indeks Persepsi Korupsi (IPK),
Tahun 20042009
No Sasaran Indikator Satuan
Pencapaian
2004 2005 2006 2007 2008 2009
1 Menurunnya
ndakan/
perbuatan
korupsi
Meningkatnya
Indeks Persepsi
Korupsi
IPK 2,0 2,2 2,4 2,3 2,6 2,8
Sumber:
Transparency International,
2009.
110
B
a
g
i
a
n

I
I
I
MEMELIHARA MOMENTUM PERUBAHAN
RAN Pemberantasan Korupsi yang terdiri dari strategi pencegahan, penindakan,
pencegahan dan penindakan korupsi dalam rehabilitasi dan rekonstruksi, serta
monitoring dan evaluasi. Selama kurun waktu 20052009 kegiatan Konsultasi
dan Kampanye Publik RAN PK telah dilakukan di 25 provinsi dan delapan
kabupaten/kota. Selain itu dilakukan pula kegiatan Fasilitasi Penyusunan
Rencana Aksi Daerah (RAD) Pemberantasan Korupsi di 21 provinsi dan delapan
kabupaten/kota.
Penanganan dan penuntutan perkara tindak pidana korupsi selama kurun
waktu 20042009 (2009 per April) yang dilakukan oleh Kejaksaan Agung dan
jajarannya senantiasa meningkat. Per Desember 2004, terdapat 460 kasus tindak
pidana korupsi yang ditangani Kejaksaan Agung dan jajarannya. Jumlah kasus
yang ditangani pada tahun 2009 melonjak menjadi 1.292 kasus.
Komisi Pemberantasan Korupsi mulai tahun 2004 sampai dengan Desember
2009 telah melakukan penanganan perkara sebagai berikut.
Catatan: *) per Desember 2009.
2.1.2 Penghormatan, Pemenuhan, dan Penegakan HAM
Dalam rangka pelaksanaan Rencana Aksi HAM 20042009 serta untuk
mendukung pelaksanaan HAM di seluruh Indonesiasampai dengan bulan Juli
tahun 2009telah dibentuk 407 Panitia Pelaksana Rencana Aksi Nasional HAM
(Panpel RANHAM) Tingkat Kabupaten/Kota dan 33 Panpel RANHAM Tingkat
Provinsi yang dalam pembentukannya bekerjasama dengan Pemerintah Daerah
setempat.
Kasus-kasus pelanggaran HAM berat, baik yang terjadi sebelum maupun
sesudah diundangkannya UU Nomor 26 Tahun 2000 tentang Pengadilan HAM
masih belum mengalami perkembangan yang nyata di Kejaksaan Agung karena
No Kegiatan 2004 2005 2006 2007 2008 2009 Jumlah
1 Penyelidikan (kasus) 23 29 36 70 70 67 285
2 Penyidikan (perkara) 2 19 27 24 47 49 161
3 Penuntutan (perkara) 2 17 23 19 35 61 143
4 Eksekusi (perkara) - 4 16 23 23 39 94
460
542
515 512
1,114
1,292
2004 2005 2006 2007 2008 2009
Juml ah penanganan kegi atan penuntutan dal am ndak pi dana korupsi .

Gambar 3.4.1
Penanganan Kegiatan
Penuntutan dalam Tindak
Pidana Korupsi, Tahun
20042009
Tabel 3.4.2
Jumlah Penanganan Perkara
Tindak Pidana Korupsi,
Tahun 20042009*)
Sumber:
Kejaksaan Agung Republik
Indonesia, 2009.
Sumber: Laporan Tahunan
Komisi Pemberantasan
Korupsi.
111
B
a
g
i
a
n

I
I
I
Evaluasi Lima Tahun Pelaksanaan RPJMN 2004-2009
sampai akhir tahun 2009, sebanyak tujuh hasil penyelidikan Komnas HAM belum
semua ditindaklanjuti oleh Kejaksaan Agung. Kasus-kasus tersebut meliputi
peristiwa penembakan mahasiswa Universitas Trisakti, Semanggi I dan Semanggi
II, peristiwa Mei 1998, peristiwa penghilangan orang secara paksa, peristiwa
Talangsari, peristiwa Wamena, dan peristiwa Wasior. Namun demikian, sejak
tahun 20012009, Kejaksaaan Agung telah menangani sebanyak 28 perkara
pelanggaran HAM yang berat dengan rincian: tahun 2001 sebanyak satu perkara
(Semanggi I dan II), tahun 2002 sebanyak 23 perkara (Timor Timur, Tanjung Priok
dan Abepura), tahun 2003 sebanyak dua Perkara (kerusuhan Mei 1998, Wasiar
dan Wamena), tahun 2005 sebanyak satu perkara (Penghilangan Orang Secara
Paksa), dan tahun 2008 sebanyak satu perkara (Talangsari 1989), dan tahun
2009 Nihil. Dari 28 perkara pelanggaran HAM berat yang ditangani, sebanyak
23 perkara telah dilimpahkan di Pengadilan dan sebanyak 15 perkara sudah
mempunyai kekuatan hukum tetap, sedangkan sebanyak lima perkara masih
dalam tahap penelitian berkas.
Komnas Perempuansebagai bagian dari upaya penegakan HAMtelah
melakukan upaya pemantauan kasus-kasus HAM terutama berkenaan dengan
kekerasan terhadap perempuan. Sebelum berlakunya UU Nomor 23 Tahun 2004
tentang Penghapusan Kekerasan dalam Rumah Tangga masyarakat belum berani
melaporkan tindak kekerasan dalam rumah tangga (KDRT). Setelah berlakunya
undang-undang tersebut kesadaran masyarakat untuk melaporkan kejadian KDRT
semakin meningkat. Pada tahun 2004 dilaporkan sebanyak 14.020 kasus KDRT
yang dialami perempuan yang dicatat oleh Komnas Perempuan. Laporan kejadian
KDRT yang dialami perempuan pada tahun 2009 mencapai 143.586 kasus atau
meningkat sebesar 143 persen dibandingkan tahun 2008 yang mencapai 54.425
kasus. Berikut adalah jumlah kasus KDRT yang dialami perempuan sepanjang
kurun waktu 20042009.
2.2 Evaluasi Pencapaian
2.2.1 Sasaran 1: Penghormatan, Pemenuhan dan Penegakan
Hukum
Keberhasilan Pemerintah dalam penanganan korupsi selama lima tahun sejak
tahun 2005 sampai 2009 ini cukup mengesankan. Hal tersebut diindikasikan
oleh peningkatan IPK dari 2,0 pada tahun 2004 menjadi 2,8 pada tahun 2009.
Keberhasilan tersebut tidak terlepas dari peranan KPK dalam menanggulangi
masalah korupsi. Selain itu peningkatan IPK juga didorong adanya kerjasama
yang menyeluruh pada semua kementerian/lembaga terkait yang dilakukan
secara terus menerus dalam rangka pemberantasan korupsi. Namun demikian,
walaupun telah menunjukkan peningkatan, nilai peningkatan tersebut tidak
terlalu nyata. Untuk itu diperlukan komitmen dari semua pihak, baik pemerintah
dan masyarakat secara bersama-sama melakukan upaya pemberantasan
korupsi.
No Sasaran Indikator Satuan
Pencapaian
2004 2005 2006 2007 2008 2009
1 Menurunnya
ngkat kekerasan
terhadap
perempuan
Kekerasan
terhadap
perempuan
Jumlah
kasus
14.020 20.391 22.512 25.522 54.425 143.586
Tabel 3.4.3
Jumlah Kasus Kekerasan
Terhadap Perempuan, Tahun
20042009
Sumber:
Komnas Perempuan, 2010.
112
B
a
g
i
a
n

I
I
I
MEMELIHARA MOMENTUM PERUBAHAN
Dalam rangka melakukan pencegahan korupsi, KPK telah melakukan Pendidikan
Antikorupsi untuk Pelajar dan Mahasiswa melalui training of trainer (TOT) yang
telah berlangsung mulai tahun 2005. Kegiatan itu bertujuan menciptakan agen
perubahan masa depan di lingkungannya dengan pendekatan pelatihan dan
pemahaman praktis kepada mahasiswa. Mulai tahun 2008 sampai Mei tahun
2009 kegiatan TOT dilanjutkan kepada TOT Pendidikan Antikorupsi untuk Guru.
Kegiatan TOT Guru Antikorupsi bertujuan: (1) menciptakan tenaga pengajar
yang memahami materi pendidikan antikorupsi; (2) mampu menyampaikannya
kepada anak didik dalam proses belajar mengajar; (3) mengaplikasikannya
dalam kehidupan sehari-hari; serta (4) mampu menjadi agen perubahan
dalam pemberantasan korupsi. Dilaksanakan pula program TOT Antikorupsi
untuk Mahasiswa dalam upaya untuk menciptakan agen perubahan di tingkat
perguruan tinggi. Selain itu, program pendidikan antikorupsi juga dilaksanakan
secara langsung kepada pelajar dari TK sampai dengan SMA. Di tingkat SMP dan
SMA, pendidikan antikorupsi dilakukan oleh mahasiswa yang telah mendapatkan
TOT Antikorupsi.
Berkaitan dengan peraturan perundang-undangan yang menjadi faktor penting
yang mendukung keberhasilan proses pemeriksaan kasus korupsi adalah dengan
diterbitkannya UU Nomor 13 Tahun 2006 tentang Perlindungan Saksi dan Korban.
Terbitnya undang-undang tersebut diharapkan dapat memacu masyarakat untuk
melaporkan adanya dugaan korupsi.
Selain itu, instansi/lembaga penegak hukum telah melakukan langkah represif
terhadap pelaku tindak pidana korupsi. Pada tahun 2004, Kejaksaan Agung dan
jajarannya telah melakukan penuntutan terhadap pelaku korupsi sebanyak 460
penuntutan. Jumlah penuntutan terus meningkat setiap tahun. Pada tahun 2009
telah dilakukan penuntutan sebanyak 1.292 tuntutan.
Penegakan hukum juga dilakukan oleh Kejaksaan Agung dan jajarannya dengan
meningkatkan tugas dan fungsi sebagai lembaga yang sedang melakukan
pembenahan secara internal dan eksternal sehingga perlu suatu upaya terukur,
terarah dan berkesinambungan dalam mengubah pola pikir. Pembenahan
Kejaksaan Agung dan jajarannya secara internal dan eksternal diharapkan dapat
meningkatkan pelaksanaan tugas dan fungsi mereka dalam penuntutan tindak
pidana korupsi. Pada tahun 2009 telah diterapkan kebijakan penanganan perkara
20:8:6:4:3:1 dalam pelaksanaan penegakan hukum dan pemberantasan korupsi
yang dilakukan di Kejaksaan Agung dan seluruh jajaran kejaksaan di Indonesia.
Kebijakan tersebut diterapkan untuk menyelesaikan penanganan korupsi pada
jajaran Kejaksaan Agung. Kejaksaan Agung menangani 20 perkara, Kejaksaan
Tinggi yang mempunyai pengkaji menangani delapan perkara, Kejaksaan Tinggi
yang tidak ada pengkaji menangani enam perkara, Kejaksaan Negeri Tipe A
sebanyak empat perkara, Kejaksaan Tinggi yang tidak ada pengkaji sebanyak
enam perkara, Kejaksaan Negeri Tipe A sebanyak empat perkara, Kejaksaan
Negeri Tipe B sebanyak tiga perkara dan Cabang Kejaksaan Negeri satu perkara.
Dalam upaya mendukung penegakan hukum agar menjadi lebih transparan,
pada tahun 2009 Kejaksaan Agung telah mengeluarkan laman (website) jaring-
an teknologi informasi pelayanan kepada masyarakat terutama tentang proses
penanganan kasus/perkara yang sedang berjalan di Kejaksaan Agung. Hal ini
sebagai bentuk tranparansi dan pertanggungjawaban kepada masyarakat atas
113
B
a
g
i
a
n

I
I
I
Evaluasi Lima Tahun Pelaksanaan RPJMN 2004-2009
ber jalan nya proses peradilan di lembaga kejaksaan. Masya rakat pencari keadilan
da pat mengakses informasi penanganan perkara dan pengaduan masyarakat
pro ses perkara yang sedang ditangani oleh lembaga kejaksaan.
2.2.2 Sasaran 2: Penghormatan, Pemenuhan dan Penegakan
HAM
Pemerintah terus berupaya meningkatkan penghormatan, pemenuhan
dan penegakan HAM. Hal ini harus dilakukan agar HAM di Indonesia secara
keseluruhan dapat menunjukkan hasil yang menggembirakan. Berbagai kebijakan
pembangunan dibuat namun akan terasa kurang manfaatnya apabila mempunyai
dampak merugikan yang dikategorikan sebagai pelanggaran HAM. Beberapa
kegiatan yang mengatasnamakan pembangunan yang terjadi di sejumlah
daerah harus dilaksanakan secara bermartabat dan mengedepankan HAM agar
seminimal mungkin tidak melanggar HAM. Kasus-kasus seperti penggusuran,
pemutusan hubungan kerja secara massal, kenaikan harga-harga kebutuhan
pokok dan kelaparan harus segera dihindari. Pelanggaran HAM yang dilakukan
dapat berupa bentuk pengabaian dalam memenuhi pelaksanaan kegiatan yang
tidak atau belum berdasarkan pada kepentingan serta mengintegrasikan HAM
terhadap pelaksanaan kegiatan yang dilakukan oleh Pemerintah. HAM, terutama
hak ekonomi, sosial dan budaya harus senantiasa digunakan sebagai paradigma
dalam penyusunan kebijakan pembangunan (rights-based approach).
Salah satu upaya penegakan HAM dilakukan dengan cara melindungi perempuan
dari tindak kekerasan. Untuk itu, Pemerintah telah memberlakukan UU Nomor
23 Tahun 2004 tentang Penghapusan Kekerasan dalam Rumah Tangga. Sejak
pemberlakuan undang-undang tersebut, jumlah laporan kasus KDRT terhadap
perempuan mengalami peningkatan. Pemberlakuan UU Nomor 23 Tahun 2004
beserta segenap peraturan operasionalnya baik secara nasional maupun daerah
telah memberikan ruang yang lebih terbuka dan transparan bagi korban KDRT
dan orang-orang yang membelanya. Pemberlakukan UU Nomor 23 Tahun 2004
sejalan dengan era keterbukaan informasi dan penyebaran informasitelah
114
B
a
g
i
a
n

I
I
I
MEMELIHARA MOMENTUM PERUBAHAN
meningkatkan kesadaran dan pemahaman masyarakat bahwa tindakan
kekerasan termasuk KDRT merupakan tindakan pidana yang perlu dilaporkan.
Kasus kekerasan terhadap perempuan semakin dipahami oleh masyarakat
bukan semata-mata kejadian biasa. Sehingga jumlah laporan kasus KDRT justru
meningkat setelah adanya penyuluhan dan pemahaman yang telah diberikan
melalui penyebaran informasi atas substansi dari peraturan perundang-undangan
yang telah disosialisasikan kepada masyarakat.
Terkait dengan penegakan dan perlindungan HAM, Pemerintah terus menjalankan
berbagai kegiatan dalam RAN HAM. Rencana aksi ini tertuang dalam Keppres
Nomor 40 Tahun 2004 tentang RANHAM 20042009 disertai dengan kegiatan
monitoring dan evaluasi pelaksanaannya. Sampai Juli 2009, telah diselesaikan
pembentukan dan penguatan institusi pelaksana RAN HAM di sejumlah daerah
sebanyak 407 Panpel di tingkat kabupaten/kota dan 33 Panpel di tingkat
provinsi.
Dalam penanganan pelanggaran HAM berat, koordinasi antarlembaga perlu
dilakukan lebih baik di masa mendatang, agar proses penyelesaian perkara
dapat segera dituntaskan. Diperlukan pula upaya dan komitmen yang kuat dari
semua instansi maupun lembaga terkait penanganan HAM untuk menuntaskan
dan menyelesaikan kasus-kasus pelanggaran HAM berat yang telah terjadi
dan peristiwa penghilangan orang secara paksa sehingga rasa keadilan bagi
masyarakat yang mengalaminya dapat dipulihkan.
III. Keberhasilan
Secara umum dapat dinyatakan bahwa kinerja Pemerintah dalam pelaksanaan
penghormatan, pengakuan, dan penegakan hukum dan HAM sudah cukup
berhasil. Pencapaian sasaran penghormatan, pengakuan, dan penegakan atas
hukum dan HAM dihasilkan dari kegiatan-kegiatan yang terdapat dalam Program
Penegakan Hukum dan HAM. Program ini telah memperlihatkan hasil yang sangat
kontributif dalam mencapai sasaran penghormatan, pengakuan, dan penegakan
atas hukum dan HAM. Keberhasilan pencapaian sasaran prioritas penghormatan,
pengakuan, dan penegakan atas hukum dan HAM merupakan buah kerja keras
Pemerintah dan seluruh masyarakat Indonesia.
Sasaran prioritas penghormatan, pengakuan, dan penegakan atas hukum dan
HAM yang dinilai paling berhasil adalah pencapaian upaya pemberantasan
tindak pidana korupsi. Berbagai langkah kegiatan yang dilakukan Pemerintah
dalam rangka penindakan tindak pidana korupsi telah berhasil memperbaiki IPK
dari 2,0 pada tahun 2004 menjadi 2,8 pada tahun 2009. Hal ini berarti IPK setiap
tahun mengalami peningkatan berkisar antara 0,1-0,2. Peningkatan pelaksanaan
pemberantasan korupsi merupakan kegiatan yang patut untuk terus dilanjutkan
di masa mendatang. Upaya pemberantasan korupsi merupakan kegiatan yang
memerlukan komitmen dan tanggung jawab yang besar dan konsisten dari
berbagai pihak dan instansi yang terkait dalam pelaksanaan pemberantasan
tindak pidana korupsi. Penanganan pemberantasan korupsi pada semua lini
kehidupan akan senantiasa meningkat apabila semua pihak dapat secara
konsisten menjalankan pemberantasan tindak pidana korupsi.
115
B
a
g
i
a
n

I
I
I
Evaluasi Lima Tahun Pelaksanaan RPJMN 2004-2009
Perkembangan pencapaian pelaksanaan penghormatan, pengakuan, dan
penegakan HAM yang saat ini telah terjadi dengan baik sesungguhnya juga
merupakan kontribusi era reformasi di tahun 1998 dan diperkuat dengan
sejumlah kegiatan selama kurun waktu 20052009. Pelaksanaan penghormatan,
pengakuan, dan penegakan HAM dalam periode 20052009 dapat dilihat sebagai
titik tolak perkembangan HAM di Indonesia. Pencapaian tersebut terlihat dengan
mulai dilaksanakannya Kovenan Internasional tentang Hak Ekonomi, Sosial, dan
Budaya 1966 serta Kovenan Internasional tentang Hak Sipil dan Politik 1966.
Kovenan-kovenan tersebut merupakan instrumen utama HAM internasional yang
sangat strategis dalam memberikan koridor pemajuan dan perlindungan HAM
di seluruh dunia. Penandatanganan beberapa Optional Protocol dan ratifikasi
yang terkait dengan penanganan HAMseperti Konvensi Hak Anak, Konvensi
Anti Diskriminasi terhadap Perempuan, dan Konvensi Penghapusan Diskriminasi
Rasial, serta Konvensi Anti Penyiksaanmerupakan buktir keseriusan Indonesia
dalam menghormati, mengakui, dan menegakkan HAM di Indonesia.
116
B
a
g
i
a
n

I
I
I
MEMELIHARA MOMENTUM PERUBAHAN
Bab 3.5
Peningkatan Kualitas Kehidupan dan
Peran Perempuan serta Kesejahteraan dan
Perlindungan Anak
I. Pengantar
K
esetaraan dan keadilan gender merupakan hak penduduk perempuan
dan laki-laki untuk mendapatkan kesempatan yang sama, baik dalam hal
mengakses, menerima manfaat, mengendalikan, maupun berpartisipasi
dalam pembangunan. Upaya mewujudkan kesetaraan dan keadilan gender
dalam RPJMN 20042009 merupakan amanat tahap pertama Rencana
Pembangunan Jangka Panjang Nasional (RPJPN) 20052025. Keberhasilan
dari upaya mewujudkan kesetaraan dan keadilan gender tersebut antara lain
ditunjukkan oleh meningkatnya kualitas kehidupan dan peran perempuan dalam
B
a
g
i
a
n

I
I
I
117
B
a
g
i
a
n

I
I
I
Evaluasi Lima Tahun Pelaksanaan RPJMN 2004-2009
pembangunan serta diterapkannya pengarusutamaan gender sebagai strategi
pembangunan.
Selain itu, anak Indonesia adalah cikal bakal sumber daya manusia Indonesia
yang kelak akan menentukan nasib dan keberhasilan bangsa. Peran anak yang
sangat penting ini menyebabkan anak harus diberi kesempatan penuh untuk
mengembangkan dirinya tanpa ancaman atau gangguan. Anak pun harus
mendapat perlindungan dari berbagai gangguan, dan jaminan perlindungan
ini harus diselenggarakan oleh Pemerintah. Pembangunan kesejahteraan dan
perlindungan anak ditujukan untuk memenuhi hak-hak anak Indonesia sesuai
dengan UU Nomor 23 Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak, yang meliputi
hak untuk hidup, tumbuh, berkembang, dan berpartisipasi dalam berbagai
aspek kehidupan, serta mendapat perlindungan dari berbagai tindak kekerasan,
perdagangan anak, eksploitasi, dan diskriminasi, mencakup anak yang belum
berusia 18 tahun, termasuk yang masih dalam kandungan.
II. Pencapaian Prioritas
2.1 Gambaran Pencapaian
Pembangunan kualitas kehidupan dan peran perempuan serta kesejahteraan
dan perlindungan anak telah menunjukkan kemajuan yang berarti. Sasaran yang
ditetapkan dalam RPJMN 20042009 adalah: (1) terjaminnya keadilan gender
dalam berbagai perundangan, program pembangunan dan kebijakan publik; (2)
menurunnya kesenjangan pencapaian pembangunan antara perempuan dan
laki-laki, yang diukur oleh angka Gender-related Development Index (GDI) dan
Gender Empowerment Index (GEM); (3) menurunnya tindak kekerasan terhadap
perempuan dan anak; dan (4) meningkatnya kesejahteraan dan perlindungan
anak. Gambaran pencapaian sasaran-sasaran prioritas ini dapat dilihat dalam
Tabel 3.5.1.
118
B
a
g
i
a
n

I
I
I
MEMELIHARA MOMENTUM PERUBAHAN
Catatan: *) Data sementara.
Tabel 3.5.1
Sasaran dan Pencapaian
Peningkatan Kualitas
Kehidupan dan Peran
Perempuan serta
Kesejahteraan dan
Perlindungan Anak, Tahun
2005-2009
Sumber:
a) Data Human Development
Report (HDR), UNDP; b) Data
BPS, KNPP; c) Data Susenas,
BPS; d) Data SDKI; e) Data
BPS, Sakernas; f) Data KPU; g)
Data Komnas Perempuan; h)
Data Bareskrim Polri; i) Data
Kemdiknas; j) Data BKKBN;
k) Data Riskesdas 2007,
Kemenkes.
119
B
a
g
i
a
n

I
I
I
Evaluasi Lima Tahun Pelaksanaan RPJMN 2004-2009
2.2 Evaluasi Pencapaian
2.2.1 Sasaran 1: Terjaminnya Keadilan Gender dalam Berbagai
Perundangan, Program Pembangunan, dan Kebijakan
Publik
Berbagai upaya yang dilakukan untuk menjamin keadilan gender dalam
berbagai perundangan, program pembangunan, dan kebijakan publik melalui
penguatan kelembagaan telah menunjukkan kemajuan yang berarti pada akhir
tahun pelaksanaan RPJMN 20042009. Hal ini terutama ditunjukkan dengan
terbentuknya dan mulai berfungsinya gender focal point dan kelompok kerja
gender, baik nasional maupun daerah, yang bertujuan untuk melembagakan
strategi pengarusutamaan gender (PUG) dalam penyusunan kebijakan,
program, dan kegiatan dari tahapan perencanaan, penganggaran, pelaksanaan,
monitoring dan evaluasi. Selain itu, kemajuan juga ditunjukkan oleh berbagai
penyusunan kebijakan, program, kegiatan di setiap kementerian/lembaga
yang responsif gender, seperti penyusunan panduan kurikulum sekolah yang
berwawasan gender, panduan perencanaan dan anggaran yang responsif gender
bidang kesehatan dan program aksi afirmasi untuk menurunkan angka kematian
ibu (AKI), kebijakan khusus pemberian kredit bagi kelompok pemberdayaan
ekonomi perempuan, dan pembentukan kelompok kerja PUG dengan melibatkan
pusat-pusat studi wanita/gender di 33 provinsi sebagai mitra kerja pemerintah
daerah.
Kemajuan lain dalam mendukung pelaksanaan PUG di tingkat nasional dan daerah
juga terlihat dari penetapan berbagai peraturan perundang-undangan seperti
Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 15 Tahun 2008 tentang Pelaksanaan
Pengarusutamaan Gender di Daerah; Peraturan Menteri Keuangan Nomor 119/
PMK.02/2009 tentang Petunjuk Penyusunan dan Penelaahan Rencana Kerja dan
Anggaran Kementerian Negara/Lembaga (RKA-KL) dan Penyusunan, Penelaahan,
Pengesahan dan Pelaksanaan Daftar Isian Pelaksanaan Anggaran (DIPA) Tahun
2010 sebagai dasar penerapan Anggaran Responsif Gender mulai tahun 2010;
dan Peraturan Menteri Negara Pemberdayaan Perempuan Nomor 6 Tahun
2009 tentang Penyelenggaraan Data Gender dan Anak. Selain itu, berbagai
identifikasi yang ditemukan terkait peraturan perundangan yang bias gender juga
merupakan pencapaian yang penting. Peraturan yang teridentifikasi tersebut
antara lain Undang-Undang (UU) Nomor 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan,
UU Nomor 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan, UU Nomor 39 Tahun 2004
tentang Penempatan dan Perlindungan Tenaga Kerja Indonesia di Luar Negeri,
serta dilakukannya penelaahan pada sejumlah RUU agar substansinya menjadi
responsif gender, yaitu RUU Hukum Materiil Peradilan Agama bidang Perkawinan,
RUU tentang Kesehatan, dan RUU tentang Kepemudaan.
2.2.2 Sasaran 2: Menurunnya Kesenjangan Pencapaian
Pembangunan antara Perempuan dan Laki-laki, yang
Diukur oleh Angka GDI dan GEM
Kesenjangan pencapaian pembangunan antara perempuan dan laki-laki
mengalami penurunan, walaupun masih belum nyata. Hal ini terlihat dari
peningkatan angka indeks pembangunan gender/IPG atau GDI yang dihitung
berdasarkan variabel pendidikan, kesehatan dan ekonomi, yaitu dari 0,721 pada
tahun 2005 menjadi 0,726 pada tahun 2007 (Human Development Report/HDR).
120
B
a
g
i
a
n

I
I
I
MEMELIHARA MOMENTUM PERUBAHAN
Walaupun mengalami peningkatan, namun hanya menempatkan Indonesia
pada peringkat 93 dari 155 negara. Peningkatan IPG juga terlihat dari data Badan
Pusat Statistik dan Kementerian Negara Pemberdayaan Perempuan (BPS-KNPP),
yaitu dari 0,651 pada tahun 2005 menjadi 0,658 pada tahun 2007. Perbedaan
nilai IPG dari kedua sumber data tersebut terletak pada penggunaan variabel
pendapatan. Data HDR menggunakan variabel pendapatan dengan pendekatan
purchasingpower parity (PPP), sedangkan data BPS-KNPP menggunakan
pendekatan upah nonpertanian.
Selain itu indeks pemberdayaan gender/IDG atau GEM Indonesia, yang diukur
melalui partisipasi perempuan di bidang ekonomi, politik, dan pengambilan
keputusan, juga menunjukkan peningkatan, yaitu dari 0,613 pada tahun
2005 menjadi 0,621 pada tahun 2007 (BPS-KNPP). Namun demikian, kecilnya
peningkatan nilai IDG tersebut mengindikasikan bahwa peningkatan kesetaraan
gender di bidang ketenagakerjaan, ekonomi, dan politik, masih belum nyata.
Berdasarkan indikator-indikator komposit penyusun IPG dan IDG, terlihat
adanya berbagai peningkatan pencapaian di bidang pendidikan, kesehatan,
ketenagakerjaan dan politik. Di bidang pendidikan, angka partisipasi sekolah baik
perempuan maupun laki-laki menunjukkan peningkatan. Demikian juga dengan
angka melek huruf perempuan dan laki-laki yang mengalami peningkatan,
masing-masing sebesar 87,5 persen dan 94,3 persen pada tahun 2005 menjadi
sebesar 89,10 persen dan 95,38 persen pada tahun 2008. Hal ini menandakan
terjadinya penurunan angka buta aksara, baik perempuan maupun laki-laki,
walaupun angka buta aksara perempuan relatif lebih besar dibandingkan dengan
angka buta aksara laki-laki.
Di bidang kesehatan, angka harapan hidup, baik laki-laki maupun perempuan,
meningkat masing-masing 67,8 tahun dan 71,6 tahun pada tahun 2005 menjadi
68,5 tahun dan 72,5 tahun pada tahun 2007. Selain itu, terjadi penurunan yang
nyata pada angka kematian ibu melahirkan, dari sebesar 307 per 100.000 kelahiran
hidup (SDKI 2002-2003) menjadi 228 per 100.000 kelahiran hidup (SDKI 2007).
Berbagai upaya dilakukan dalam rangka menurunkan angka kematian ibu, antara
lain melalui penerapan pedoman revitalisasi Gerakan Sayang Ibu (GSI) di 294
kecamatan di 147 kabupaten/kota di 33 provinsi. Peningkatan upaya pelibatan
Gambar 3.5.1
Perkembangan Angka Buta
Aksara Penduduk Usia 15
Tahun ke Atas
Sumber:
Susenas 2005-2008, BPS.
121
B
a
g
i
a
n

I
I
I
Evaluasi Lima Tahun Pelaksanaan RPJMN 2004-2009
laki-laki untuk berperan aktif dalam penurunan AKI, baik secara langsung maupun
tidak dalam proses keselamatan ibu melahirkan perlu mendapat perhatian.
Hal yang sama juga perlu dicermati untuk kesehatan reproduksi, tidak hanya
menyangkut kesehatan reproduksi perempuan, namun juga memperhatikan
pentingnya partisipasi laki-laki. Data Survei Demografi dan Kesehatan Indonesia
(SDKI) menunjukkan bahwa prevalensi pemakaian kontrasepsi laki-laki meningkat
dari sebesar 1,3 persen (2002/2003) menjadi 1,5 persen (2007), sedangkan
perempuan dari 55,4 persen menjadi 55,9 persen.
Di bidang ekonomi, peningkatan akses lapangan kerja bagi perempuan ditunjukkan
dengan penurunan tingkat pengangguran terbuka (TPT) perempuan, dari 13,57
persen pada tahun 2005 menjadi 8,81 persen pada tahun 2009 (Sakernas,
BPS). Sementara itu, walaupun mengalami penurunan, TPT perempuan masih
lebih tinggi dibandingkan dengan laki-laki yaitu sebesar 7,72 persen (2009).
Hal yang sama juga terjadi pada tingkat partisipasi angkatan kerja (TPAK). TPAK
perempuan mengalami peningkatan dari 50,65 persen pada tahun 2005 menjadi
51,77 persen pada tahun 2009, namun jauh lebih rendah bila dibandingkan
dengan laki-laki, yaitu sebesar 83,62 persen pada tahun 2009. Hal ini disebabkan
perempuan lebih banyak yang memilih untuk mengurus rumah tangga jika
dibandingkan dengan laki-laki, sehingga menyebabkan perempuan lebih banyak
berada di luar angkatan kerja.
Dalam jabatan publik, terdapat sedikit peningkatan partisipasi perempuan
selama kurun waktu tiga tahun terakhir, terutama dari partisipasi perempuan
dalam pengambilan keputusan. Pada tahun 2006, persentase perempuan yang
menduduki jabatan eselon I sampai eselon IV, masing-masing sebesar 9,6
persen, 6,6 persen, 13,7 persen, dan 22,4 persen. Pada tahun 2008, persentase
tersebut untuk eselon II sampai eselon IV, masing-masing meningkat menjadi 7,1
persen, 14,5 persen, dan 23,5 persen. Sementara itu, data Badan Kepegawaian
Negara (BKN) pada Juni 2008 menunjukkan bahwa jumlah PNS perempuan
adalah 44,5 persen dari seluruh PNS. Walaupun proporsi jumlah PNS perempuan
tersebut cukup tinggi, namun dari sisi pendidikan menunjukkan ketertinggalan
dibandingkan dengan PNS laki-laki, terutama untuk jenjang pendidikan Strata-1
(S1) sampai dengan Strata-3 (S3).
Di bidang politik, partisipasi perempuan di lembaga legislatif meningkat dari 11,3
persen pada tahun 2004 menjadi 17,9 persen pada tahun 2009. Demikian pula,
anggota Dewan Perwakilan Daerah (DPD) perempuan meningkat dari 19,8 persen
pada tahun 2004 menjadi 27,3 persen pada tahun 2009. Kemajuan pembangunan
di bidang politik juga ditunjukkan dengan ditetapkan dan disosialisasikannya UU
Nomor 2 Tahun 2008 tentang Partai Politik dan UU Nomor 10 Tahun 2008 tentang
Pemilihan Umum Anggota Dewan Perwakilan Rakyat, Dewan Perwakilan Daerah,
dan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah dalam rangka meningkatkan keterwakilan
perempuan di lembaga legislatif di pusat dan daerah, serta dibentuknya tim
fasilitator untuk melatih perempuan bakal calon dan calon anggota legislatif di
pusat dan 33 provinsi.
122
B
a
g
i
a
n

I
I
I
MEMELIHARA MOMENTUM PERUBAHAN
2.2.3 Sasaran 3: Menurunnya Tindak Kekerasan terhadap
Perempuan dan Anak
Data Susenas 2006 menunjukkan bahwa prevalensi kekerasan terhadap
perempuan adalah sebesar 3,1 persen atau sekitar tiga hingga empat juta
perempuan mengalami kekerasan setiap tahun. Prevalensi kekerasan terhadap
anak adalah sebesar 3,02 persen, yang berarti setiap 1.000 anak terdapat sekitar
30 orang yang berpeluang pernah menjadi korban tindak kekerasan. Pada
umumnya kekerasan yang dialami oleh perempuan dan anak terjadi di dalam
wilayah rumah tangga dan pelakunya adalah keluarga terdekat. Data Komisi
Nasional (Komnas) Perempuan menunjukkan terjadinya peningkatan jumlah
kasus kekerasan terhadap perempuan yaitu dari 20.391 kasus pada tahun 2005
menjadi 54.425 kasus pada tahun 2008. Data Badan Reserse Kriminal (Bareskrim)
Polri juga menunjukkan hal yang sama yaitu adanya peningkatan jumlah kasus
kekerasan terhadap perempuan dan anak dari 2.302 kasus pada tahun 2005
menjadi 2.500 kasus pada tahun 2008. Berdasarkan data-data kekerasan tersebut,
angka tindak kekerasan terhadap perempuan dan anak cenderung meningkat.
Namun, peningkatan ini harus dilihat secara hati-hati. Di satu sisi, peningkatan
tersebut sangat memprihatinkan dan perlu mendapat perhatian yang sangat
serius dari semua pihak. Pada sisi lain, peningkatan ini dapat mengindikasikan
bahwa advokasi dan sosialisasi tentang kriminalisasi tindak kekerasan terhadap
perempuan dan anak, terutama yang terjadi dalam rumah tangga, telah berhasil
membuka wawasan semua orang, termasuk kaum perempuan, untuk berani
melaporkan kasus-kasus kekerasan yang mereka alami kepada lembaga-lembaga
terkait, baik LSM maupun Ruang Pelayanan Khusus (RPK) di kepolisian.
2.2.4 Sasaran 4: Meningkatnya Kesejahteraan dan
Perlindungan Anak
Keberhasilan dalam meningkatkan kesejahteraan dan perlindungan anak telah
ditunjukkan oleh berbagai pencapaian pembangunan. Di bidang kesehatan, hasil
SDKI tahun 2002/2003 menunjukkan bahwa angka kematian bayi (AKB) adalah 35
anak per 1.000 kelahiran hidup, angka kematian balita (AKBA) mencapai 46 anak
per 1.000 kelahiran hidup, dan angka kematian neonatal (usia 0-28 hari) mencapai
20 per 1.000 kelahiran hidup. Data SDKI tahun 2007 menunjukkan penurunan, yaitu
AKB menjadi 34 anak per 1.000 kelahiran hidup, AKBA menjadi 44 anak per 1.000
Gambar 3.5.2
Partisipasi Perempuan
di Lembaga Legislatif
Sumber:
KPU, 2009.
123
B
a
g
i
a
n

I
I
I
Evaluasi Lima Tahun Pelaksanaan RPJMN 2004-2009
kelahiran hidup, dan angka kematian neonatal menjadi 19 per 1.000 kelahiran
hidup. Selain itu, angka harapan hidup setiap anak Indonesia yang terlahir hidup
cukup tinggi, yaitu 69,7 tahun (perempuan 71,6 tahun dan laki-laki 67,8 tahun).
Prevalensi gizi buruk dan gizi kurang pada balita juga mengalami penurunan,
masing-masing dari 8,8 persen dan 19,24 persen (SDKI 2002/03) menjadi sebesar
5,4 persen dan 13,0 persen (Riset Kesehatan Dasar/Riskesdas, 2007).
Di bidang pendidikan, data Susenas menunjukkan bahwa angka partisipasi sekolah
(APS) anak usia 7-12 tahun, 13-15 tahun, dan 16-18 tahun telah mengalami
peningkatan, dari masing-masing 97,14 persen, 84,02 persen, dan 53,86 persen
pada tahun 2005 menjadi masing-masing 97,83 persen, 84,41 persen, dan 54,70
persen pada tahun 2008. APK pendidikan anak usia dini (PAUD) juga meningkat
dari 42,34 persen pada tahun 2005 menjadi 50,62 persen pada tahun 2008.
Selain itu, data Kementerian Pendidikan Nasional (Kemdiknas) menunjukkan
adanya penurunan angka putus sekolah sekolah dasar dan madrasah ibtidaiyah
(SD/MI), sekolah menengah pertama dan madrasah tsanawiyah (SMP/MTs), dan
sekolah menengah atas dan madrasah aliyah (SMA/MA) masing-masing sebesar
2,9 persen, 1,78 persen, dan 2,83 persen pada 2005/2006 menjadi 1,63 persen,
2,22 persen, dan 2,33 persen pada 2007/2008. Upaya pengembangan anak
usia dini secara tidak langsung juga dilakukan melalui penyuluhan pengasuhan
anak kepada orang tua dan keluarga. Data Badan Kordinasi Keluarga Berencana
Nasional (BKKBN) menunjukkan adanya peningkatan jumlah anggota yang aktif
dalam kegiatan Bina Keluarga Balita (BKB) dari sebanyak 970.939 keluarga pada
tahun 2005 menjadi 2.320.747 keluarga pada tahun 2009. Selain itu, telah
dibentuk pula lima sekolah ramah anak di tiga provinsi dan lima kabupaten/kota,
serta diterbitkan dan disosialisasikannya buku panduan tentang sekolah tanpa
rokok di Provinsi DKI Jakarta.
Di bidang ekonomi dan ketenagakerjaan, data Survei Angkatan Kerja Nasional
(Sakernas) menunjukkan penurunan persentase pekerja anak usia 10-14 tahun
dari 5,52 persen pada tahun 2005 menjadi 4,65 persen pada tahun 2006
dan 3,78 persen pada tahun 2007. Sementara itu, dalam memenuhi hak sipil
anak untuk mendapatkan identitas dan legalitas kependudukan, data Survei
Penduduk Antar-Sensus (Supas) 2005 menunjukkan bahwa sekitar 42,82 persen
anak usia 0-4 tahun telah memiliki akta kelahiran. Selain itu, kemajuan lain yang
dicatat dalam rangka peningkatan kesejahteraan perlindungan anak antara lain
adalah: (1) disahkannya Peraturan Menteri Pemberdayaan Perempuan Nomor 2
Tahun 2009 tentang Kebijakan Kabupaten/Kota Layak Anak sebagai penguatan
dasar hukum pelaksanaan Kota Layak Anak (KLA); (2) terlaksananya sosialisasi
dan advokasi mengenai penyusunan peraturan daerah tentang pemberian
akta kelahiran gratis kepada pemerintah daerah di 49 kabupaten/kota; dan (3)
terbentuknya forum nasional partisipasi bagi anak.
III. Keberhasilan
Program yang memberikan andil paling besar dalam pencapaian sasaran-
sasaran di atas adalah Program Peningkatan Kualitas Hidup dan Perlindungan
Perempuan serta Program Peningkatan Kesejahteraan dan Perlindungan Anak.
Kedua program tersebut telah mencatat kemajuan yang paling berarti dalam
kurun waktu 20042009.
124
B
a
g
i
a
n

I
I
I
MEMELIHARA MOMENTUM PERUBAHAN
3.1 Program Peningkatan Kualitas Hidup dan
Perlindungan Perempuan
Salah satu keberhasilan ini ditunjukkan oleh penetapan Peraturan Menteri
Keuangan (Permenkeu) Nomor 119/PMK.02/2009 tentang Petunjuk Penyusunan
dan Penelaahan Rencana Kerja Dan Anggaran Kementerian Negara/Lembaga dan
Penyusunan, Penelaahan, Pengesahan dan Pelaksanaan Daftar Isian Pelaksanaan
Anggaran Tahun Anggaran 2010. Permenkeu ini menjadi dasar penerapan
Anggaran Responsif Gender (ARG). Lampiran permenkeu tersebut menyatakan
bahwa pada tahun 2010 ARG akan diujicobakan pada tujuh kementerian dan
lembaga, yaitu pada: tiga kementerian/lembaga sebagai motor/driver (Bappenas,
Kementerian Negara Pemberdayaan Perempuan, Kementerian Keuangan) dan
empat kementerian sebagai pelaksana/service delivery (Kementerian Kesehatan,
Kementerian Pertanian, Kementerian Pendidikan Nasional, dan Kementerian
Pekerjaan Umum). Peraturan tersebut dirumuskan dalam rangka mempercepat
pengarusutamaan gender.
Hal ini merupakan terobosan yang sangat berarti mengingat bahwa setelah
sembilan tahun dikeluarkannya Instruksi Presiden Nomor 9 Tahun 2000 tentang
Pengarusutamaan Gender, PUG masih hanya berhenti di tataran perencanaan,
baik dalam perencanaan lima tahunan (Program Pembangunan Nasional/
Propenas 2000-2004 dan RPJMN 20042009), maupun perencanaan tahunan
(Rencana Pembangunan Tahunan dan Rencana Kerja Pemerintah). Dengan
ditetapkannya peraturan ini, maka PUG dalam pembangunan telah memasuki
tahap selanjutnya yaitu perwujudan perencanaan dan penganggaran yang
responsif gender.
3.2 Program Peningkatan Kesejahteraan dan
Perlindungan Anak
Kemajuan pembangunan di bidang perlindungan anak ditandai dengan
meningkatnya pencapaian kesejahteraan dan perlindungan anak terutama di
bidang pendidikan, kesehatan, dan perlindungan anak. Di bidang pendidikan
pencapaian ditunjukkan dengan meningkatnya APS usia 7-12, 13-15, dan
125
B
a
g
i
a
n

I
I
I
Evaluasi Lima Tahun Pelaksanaan RPJMN 2004-2009
16-18 tahun. Selain itu, pencapaian upaya peningkatan tumbuh kembang
dan kesejahteraan anak sejak usia dini ditunjukkan dengan meningkatnya
APK pendidikan anak usia dini. Di bidang kesehatan, upaya untuk menjamin
kualitas hidup anak ditandai dengan menurunnya angka kematian bayi, balita,
dan neonatal. Di bidang ketenagakerjaan ditunjukkan dengan menurunnya
persentase pekerja anak usia 10-14 tahun. Hal ini sesuai dengan UU Nomor 23
Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak, yang meliputi hak-hak anak untuk hidup,
tumbuh, berkembang, dan berpartisipasi dalam berbagai aspek kehidupan, serta
mendapat perlindungan dari berbagai tindak kekerasan, perdagangan anak,
eksploitasi, dan diskriminasi. UU ini mendefinisikan anak sebagai individu yang
belum berusia 18 tahun, termasuk anak yang masih dalam kandungan.
Kemajuan yang telah dicapai oleh kedua program tersebut tidak terlepas
dari dukungan dua program lainnya yaitu Program Penguatan Kelembagaan
Pengarusutamaan Gender dan Anak dan Program Keserasian Kebijakan
Peningkatan Kualitas Anak dan Perempuan. Kedua program tersebut mendukung
kemajuan pencapaian program lainnya dari sisi basis hukum dan kelembagaan.
126
B
a
g
i
a
n

I
I
I
MEMELIHARA MOMENTUM PERUBAHAN
Bab 3.6
Revitalisasi Proses Desentralisasi dan
Otonomi Daerah
I. Pengantar
P
enetapan UU Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah dan UU
Nomor 33 Tahun 2004 tentang Perimbangan Keuangan antara Pemerintah
Pusat dan Pemerintahan Daerah merupakan tonggak sejarah baru bagi
Indonesia untuk memasuki era desentralisasi dan otonomi daerah yang lebih
berkualitas bagi pembangunan daerah. Kedua undang-undang tersebut
menggantikan dua undang-undang yang sebelumnya, mengatur tentang
desentralisasi dan otonomi daerah yaitu UU Nomor 22 Tahun 1999 dan UU
Nomor 25 Tahun 1999. Dengan adanya kedua undang-undang baru tersebut maka
paradigma pembangunan pun berubah. Sebelumnya, pembangunan Indonesia
tersentralisasi di Pemerintah Pusat. Pemerintah Pusat sangat menentukan
B
a
g
i
a
n

I
I
I
127
B
a
g
i
a
n

I
I
I
Evaluasi Lima Tahun Pelaksanaan RPJMN 2004-2009
kegiatan pembangunan di daerah. Sejak Indonesia mengadopsi paradigma
desentralisasi, maka Pemerintah Daerah mempunyai kewenangan lebih dalam
menentukan arah kebijakan dan kegiatan pembangunan di daerahnya masing-
masing.
Pemerintah berfokus pada penanganan percepatan peningkatan kesejahteraan
masyarakat, peningkatan kualitas pelayanan publik, dan penguatan daya saing
daerah untuk mempercepat proses desentralisasi dan penguatan otonomi
daerah.
II. Pencapaian Prioritas
2.1 Gambaran Pencapaian
Sasaran yang hendak dicapai dalam revitalisasi proses desentralisasi dan
otonomi daerah dalam RPJMN 20042009 adalah: (1) tercapainya sinkronisasi
dan harmonisasi peraturan perundang-undangan pusat dan daerah, termasuk
yang mengatur tentang otonomi khusus Provinsi Papua dan Provinsi NAD;
(2) meningkatnya kerjasama antarpemerintah daerah; (3) terbentuknya
kelembagaan pemerintah daerah yang efektif, efisien, dan akuntabel; (4)
meningkatnya kapasitas pengelolaan sumber daya aparatur pemerintah daerah
yang profesional dan kompeten; (5) terkelolanya sumber dana dan pembiayaan
pembangunan secara transparan, akuntabel, dan profesional; dan (6) tertatanya
daerah otonom baru.
Secara umum, sasaran RPJMN 20042009 tersebut telah tercapai dengan
baik. Paradigma desentralisasi dan otonomi daerah yang baru menyebabkan
pelaksanaan revitalisasi proses desentralisasi dan otonomi daerah diwarnai
oleh besarnya upaya penyusunan dan revisi peraturan pelaksana dan sosialisasi.
Indikator-indikator yang menggambarkan pencapaian dapat dilihat dalam Tabel
3.6.1 di bawah ini.
128
B
a
g
i
a
n

I
I
I
MEMELIHARA MOMENTUM PERUBAHAN

2.2 Evaluasi Pencapaian
Pencapaian sasaran Revitalisasi Proses Desentralisasi dan Otonomi Daerah dalam
RPJMN 20042009, dapat dijelaskan sebagai berikut:
2.2.1 Sasaran 1: Tercapainya Sinkronisasi dan Harmonisasi
Peraturan Perundang-undangan Pusat dan Daerah,
Termasuk yang Mengatur tentang Otonomi Khusus
Provinsi Papua dan Provinsi Nanggroe Aceh Darussalam
(NAD)
Sasaran ini telah tercapai dengan baik melalui pelaksanaan Program Penataan
Peraturan Perundang-undangan mengenai Desentralisasi dan Otonomi Daerah,
yang keberhasilan pelaksanaannya ditunjukkan oleh beberapa pencapaian di
bawah ini.
Pertama, beberapa peraturan pemerintah yang penting dalam konteks
meningkatkan sinkronisasi dan harmonisasi berbagai peraturan perundangan-
undangan yang menyangkut hubungan pusat dan daerah telah berhasil
Tabel 3.6.1
Sasaran dan Pencapaian
Revitalisasi Proses
Desentralisasi dan Otonomi
Daerah, Tahun 20052009
Sumber:
(1) Pengolahan Data
Direktorat Otonomi Daerah,
Bappenas; (2) Nota Keuangan
dan RAPBN 2010; (3) Biro
Organisasi, Kemendagri, 2009;
(4) BKN, 2009; (5) Badiklat,
Kemendagri 2009; dan (6)
Ditjen Otda, Kemendagri
2009.
129
B
a
g
i
a
n

I
I
I
Evaluasi Lima Tahun Pelaksanaan RPJMN 2004-2009
ditetapkan. Peraturan perundang-undangan tersebut adalah: (1) PP Nomor
38 Tahun 2007 tentang Pembagian Urusan Pemerintahan antara Pemerintah,
Pemerintahan Daerah Provinsi, dan Pemerintahan Daerah Kabupaten/Kota; (2)
PP Nomor 55 Tahun 2005 tentang Dana Perimbangan; (3) PP Nomor 7 Tahun
2008 tentang Dekonsentrasi dan Tugas Pembantuan, dan (4) PP Nomor 6 Tahun
2008 tentang Pedoman Evaluasi Penyelenggaraan Pemerintahan Daerah.
Selain itu, Pemerintah telah melaksanakan kajian dan evaluasi atas berbagai
peraturan daerah (perda), yaitu perda mengenai pajak daerah, retribusi
daerah, rancangan perda mengenai anggaran pendapatan dan belanja daerah
(APBD) dan rencana tata ruang yang hasilnya berupa rekomendasi agar perda
dan rancangan perda tersebut dilanjutkan, direvisi, atau dibatalkan. Sampai
dengan Juli 2009, 9.182 perda pajak daerah dan retribusi daerah (PDRD) telah
dikaji dengan hasil 6.091 dilanjutkan (tidak bermasalah), 144 direvisi, dan 2.947
dibatalkan. Sementara itu, rancangan perda PDRD yang dikaji adalah sebanyak
2.535 rancangan perda, dengan hasil 825 dilanjutkan (tidak bermasalah), 1.391
direvisi, dan 319 dibatalkan.
Kedua, berbagai peraturan pelaksana UU Nomor 32 Tahun 2004 tentang
Pemerintahan Daerah dan UU Nomor 33 Tahun 2004 tentang Perimbangan
Keuangan Pemerintah Pusat dan Pemerintahan Daerah telah disusun. Peraturan
pelaksana yang telah berhasil disusun mencapai lebih dari 85 persen dari seluruh
peraturan pelaksana yang diperlukan.
Ketiga, visi desentralisasi dan otonomi daerah para pelaku pembangunan
telah menguat. Persepsi yang sama antarpelaku telah tercapai terutama
dalam penyelenggaraan pemerintahan, pelayanan publik, dan pembangunan
di daerah, yang berupa kebijakan dan pelaksanaan pemilihan kepala daerah
secara langsung dan pemberian kewenangan terhadap pemanfaatan sumber
daya daerah berdasarkan UU Nomor 28 Tahun 2009 tentang Pajak Daerah dan
Retribusi Daerah.
130
B
a
g
i
a
n

I
I
I
MEMELIHARA MOMENTUM PERUBAHAN
Keempat, otonomi khusus di Provinsi Papua dan Provinsi NAD telah terlaksana.
Hal ini ditandai dengan pelaksanaan penyelenggaraan pemerintahan daerah yang
berlandaskan otonomi khusus berdasarkan peraturan perundang-undangan.
Selain itu, Pemerintah telah melaksanakan transfer keuangan ke daerah otonomi
khusus ini sesuai dengan peraturan perundang-undangan.
2.2.2 Sasaran 2: Meningkatnya Kerjasama Antarpemerintah
Daerah
Pencapaian sasaran ini tercermin dari ditetapkannya PP Nomor 50 Tahun 2007
tentang Tata Cara Pelaksanaan Kerjasama Daerah sebagai landasan sekaligus
pedoman bagi kerjasama pemerintah daerah. PP tersebut mengatur tata cara
pemerintah daerah bekerja sama, baik dengan pemerintah daerah lainnya
maupun kepada pihak ketiga. Kerjasama antarpemerintah daerah mensyaratkan
adanya pembakuan kerjasama dalam bentuk kesepakatan. Pembakuan ini
dioperasionalkan dalam bentuk sekretariat bersama kerjasama antardaerah.
Namun, sejak PP tersebut ditetapkan, jumlah daerah yang telah bekerja sama
secara formal masih belum meningkat secara signifikan.
2.2.3 Sasaran 3: Terbentuknya Kelembagaan Pemerintah
Daerah yang Efektif, Efisien, dan Akuntabel
Pencapaian sasaran ini dapat dilihat dari tersusunnya kelembagaan pemerintah
daerah yang disesuaikan dengan kebutuhan daerah dan potensi daerah yang
perlu dikelola. Untuk itu, pada tahun 2007 Pemerintah menetapkan PP Nomor
41 Tahun 2007 tentang Organisasi Perangkat Daerah yang menjadi landasan
sekaligus pedoman bagi pemerintahan daerah dalam menyusun organisasi
perangkat daerah. Sampai dengan pertengahan 2009, dari laporan yang
terkumpul, pemerintah daerah yang telah menyusun kelembagaan pemerintah
daerahnya sesuai PP tersebut, telah mencapai 296 pemerintahan daerah atau
57 persen.
131
B
a
g
i
a
n

I
I
I
Evaluasi Lima Tahun Pelaksanaan RPJMN 2004-2009
2.2.4 Sasaran 4: Meningkatnya Kapasitas Pengelolaan Sumber
Daya Aparatur Pemerintah Daerah yang Profesional dan
Kompeten
Upaya yang telah dilakukan dalam mencapai sasaran ini antara lain: (1)
memfasilitasi penyediaan aparat pemerintah daerah, berupa perekrutan pegawai
negeri sipil (PNS) daerah baru dan pengangkatan para tenaga honorer menjadi
PNS daerah. Sampai dengan tahun 2009, jumlah PNS daerah di seluruh Indonesia
adalah 3.503.845 orang; (2) menyusun rencana pengelolaan aparatur Pemerintah
Daerah, berupa penyusunan rencana pengelolaan aparatur pemerintah daerah
masing-masing; dan (3) meningkatkan kapasitas aparat pemerintah daerah dalam
rangka peningkatan pelayanan masyarakat, penyelenggaraan pemerintahan,
serta penciptaan aparatur pemerintah daerah yang kompeten dan profesional
berupa pelaksanaan berbagai bentuk pelatihan. Sampai dengan tahun 2009,
Pemerintah telah melaksanakan pelatihan aparatur pemerintah daerah sebanyak
15.928 orang.
2.2.5 Sasaran 5: Terkelolanya Sumber Dana dan Pembiayaan
Pembangunan secara Transparan, Akuntabel, dan
Profesional
Pencapaian sasaran ini terlihat dari peningkatan dan perkembangan kapasitas
keuangan pemerintah daerah dalam upaya peningkatan pelayanan masyarakat,
penyelenggaraan otonomi daerah, dan penciptaan pemerintahan daerah yang
baik. Transfer keuangan dari Pemerintah kepada Pemerintahan Daerah telah
meningkat lebih dari 100 persen yaitu dari Rp150,46 triliun pada tahun 2005
menjadi Rp309,57 triliun pada tahun 2009. Selain itu, proporsi Pendapatan
Asli Daerah (PAD) terhadap total pendapatan daerah terutama pada daerah
kabupaten/kota juga meningkat dari tahun 2007 sebesar 6,1 persen menjadi
sebesar 7,1 persen pada tahun 2009.
2.2.6 Sasaran 6: Tertatanya Daerah Otonom Baru
Dalam kurun waktu 20042009, perkembangan daerah otonomi baru tertata
cukup baik. Hal ini tercermin dari terkendalinya pembentukan daerah otonomi
baru, yaitu berupa penurunan jumlah DOB yang terbentuk dari sebanyak 104
daerah dalam kurun waktu 20002004 menjadi 57 daerah pada kurun 2004
2009. Pencapaian lain yang terkait dengan penataan daerah otonomi baru adalah:
(1) ditetapkannya PP Nomor 78 Tahun 2007 tentang Tata Cara Pembentukan,
Penghapusan, dan Penggabungan Daerah yang mengatur prosedur dan kriteria
bagi terbentuknya daerah otonom baru serta penghapusan dan penggabungan
daerah; (2) tersusunnya Strategi Dasar Penataan Daerah (SDPD) sebagai dasar
sikap Pemerintah dalam menghadapi usulan pembentukan daerah otonom baru
pada masa mendatang; dan (3) dikeluarkannya PP Nomor 6 Tahun 2008 tentang
Pedoman Evaluasi Penyelenggaraan Pemerintahan Daerah untuk mengevaluasi
daerah-daerah yang berumur kurang dari tiga tahun dalam rangka melihat
perkembangan kelengkapan aspek-aspek penyelenggaraan pemerintahan
daerah pada daerah yang baru dibentuk.
132
B
a
g
i
a
n

I
I
I
MEMELIHARA MOMENTUM PERUBAHAN
III. Keberhasilan
Keberhasilan program dalam lingkup revitalisasi proses desentralisasi dan
otonomi daerah sesungguhnya saling terkait antara satu dengan lainnya bahkan
dengan program atau kegiatan dalam lingkup lainnya, misalnya demokrasi
ataupun politik. Pemerintah melaksanakan enam program sebagai upaya
revitalisasi proses desentralisasi dan otonomi daerah, yaitu: (1) Program
Penataan Peraturan Perundang-undangan mengenai Desentralisasi dan
Otonomi Daerah; (2) Program Peningkatan Kerjasama Antarpemerintah Daerah;
(3) Program Peningkatan Kapasitas Kelembagaan Pemerintah Daerah; (4)
Program Peningkatan Profesionalisme Aparat Pemerintah Daerah; (5) Program
Peningkatan Kapasitas Keuangan Pemerintah Daerah; serta (6) Program Penataan
DOB (Daerah Otonom Baru). Tiga program yang dinilai berhasil untuk mencapai
sasaran pembangunan desentralisasi dan otonomi daerah adalah Program
Peningkatan Kapasitas Keuangan Pemerintah Daerah, Program Penataan
Peraturan Perundang-undangan Mengenai Desentralisasi dan Otonomi Daerah,
dan Program Penataan Daerah Otonom Baru.
3.1 Program Peningkatan Kapasitas Keuangan
Pemerintah Daerah
Program ini ditujukan untuk mencapai sasaran terkelolanya sumber dana dan
pembiayaan pembangunan secara transparan, akuntabel, dan profesional.
Keberhasilan program ini ditunjukkan oleh semakin meningkatnya pendapatan,
baik dari dana transfer Pemerintah kepada pemerintah daerah maupun melalui
pendapatan asli daerah. Transfer keuangan dari Pemerintah kepada pemerintahan
daerah telah meningkat lebih dari 100 persen. Selain itu, terjadi juga peningkatan
proporsi PAD terhadap total pendapatan daerah dari tahun ke tahun. Namun,
perbaikan lebih lanjut masih diperlukan terutama dalam pelaporan pengelolaan
keuangan Pemerintah Daerah. Hasil pemeriksaan Badan Pemeriksa Keuangan
(BPK) berupa opini atas Laporan Keuangan Pemerintah Daerah (LKPD) masih
belum menunjukkan hasil yang baik. Jumlah LKPD dengan opini terbaik, yaitu
Wajar Tanpa Pengecualian (WTP), unqualified belum maksimal.
133
B
a
g
i
a
n

I
I
I
Evaluasi Lima Tahun Pelaksanaan RPJMN 2004-2009
3.2 Program Penataan Peraturan Perundang-
undangan mengenai Desentralisasi dan Otonomi
Daerah
Dengan program ini, Pemerintah telah menyusun dan menetapkan hampir
seluruh peraturan perundang-undangan yang mengatur desentralisasi dan
otonomi daerah. Melalui penetapan peraturan pelaksana UU Nomor 32 Tahun
2004 dan UU Nomor 33 Tahun 2004 tersebut maka pelaksanaan desentralisasi
dan otonomi daerah menjadi lebih tertata. PP Nomor 38 Tahun 2007 tentang
Pembagian Urusan Pemerintahan antara Pemerintah, Pemerintahan Daerah
Provinsi, dan Pemerintahan Daerah Kabupaten/Kota juga telah ditetapkan. PP ini
menjadi acuan utama pelaksanaan pembangunan antarpelaku pembangunan.
PP ini diharapkan dapat menjadi pendorong bagi ketaatan prinsip anggaran
menyesuaikan fungsi (money follows function). Selain itu, ditetapkan pula PP
Nomor 7 Tahun 2008 tentang Dekonsentrasi dan Tugas Pembantuan yang akan
melengkapi mekanisme dan instrumen tata hubungan pembangunan antara
Pemerintah dan Pemerintahan Daerah. Hal penting lainnya adalah tersusunnya PP
Nomor 6 Tahun 2008 tentang Pedoman Evaluasi Penyelenggaraan Pemerintahan
Daerah yang memungkinkan Pemerintah secara tersistem memantau dan
mengevaluasi kinerja pemerintahan daerah.
Dengan telah berhasil disusunnya dan ditetapkannya berbagai peraturan
perundangan melalui program ini, pelaksanaan desentralisasi dan otonomi daerah
menjadi lebih baik dibandingkan dengan periode pembangunan sebelumnya.
Keberhasilan program ini tercermin dari adanya: (1) jalinan hubungan kerja,
fungsi, koordinasi, pendelegasian, dan penugasan antartingkat pemerintahan;
dan (2) kejelasan pembagian urusan pemerintahan antartingkat pemerintahan.
3.3 Program Penataan Daerah Otonom Baru
Program ini telah menunjukkan keberhasilan yang cukup baik. Pembentukan
daerah otonomi baru (DOB) dapat tertata dengan baik, sehingga pembentukan
daerah otonomi baru dapat ditekan menjadi lebih sedikit dibandingkan pada
134
B
a
g
i
a
n

I
I
I
MEMELIHARA MOMENTUM PERUBAHAN
periode 2000-2009. Keberhasilan menurunkan jumlah DOB yang terbentuk akan
meminimalkan belanja kementerian/lembaga dalam membiayai kelengkapan dan
operasi instansi yang berada di daerah. Lebih penting dari itu, beberapa kajian
menemukan bahwa sebagian DOB yang telah terbentuk belum menunjukkan
kinerja yang diharapkan.
Keberhasilan penting lainnya adalah Pemerintah telah berhasil menyusun atau
menginisiasi suatu sistem yang dapat memberikan panduan sikap Pemerintah
atas usulan pembentukan DOB atau pemekaran daerah. Penetapan PP Nomor
78 Tahun 2007 merupakan landasan hukum bagi pengetatan proses dan
prosedur bagi pembentukan, penggabungan, dan penghapusan daerah. Selain
itu, sesuai dengan PP Nomor 6 Tahun 2008, Pemerintah melakukan evaluasi
atas perkembangan DOB secara lebih baik. PP Nomor 6 Tahun 2008 ini juga
mengatur kemungkinan kebijakan yang harus diambil Pemerintah berdasarkan
hasil evaluasi yang telah diperoleh. Kedua peraturan pemerintah ini masih pula
diperkuat dengan kehadiran Strategi Dasar Penataan Daerah, yang telah mulai
disusun sejak 2008, yang dapat memberikan panduan sikap Pemerintah atas
usulan pembentukan DOB atau pemekaran daerah.

135
B
a
g
i
a
n

I
I
I
Evaluasi Lima Tahun Pelaksanaan RPJMN 2004-2009
Bab 3.7
Penciptaan Tata Pemerintahan yang Bersih
dan Berwibawa
I. Pengantar
A
paratur negara merupakan pilar bagi terselenggaranya pemerintahan suatu
negara. Aparatur negara yang profesional, bersih, dan mengutamakan
pelayanan prima kepada masyarakat adalah aparatur negara dambaan
masyarakat. Untuk menciptakan aparatur negara sesuai dengan yang diharapkan
masyarakat tersebut, langkah-langkah pembangunan aparatur negara ditekankan
pada perubahan kelembagaan dan sistem ketatalaksanaan, peningkatan kualitas
sumber daya manusia aparatur, dan peningkatan efektivitas sistem pengawasan
dan pemeriksaan.
B
a
g
i
a
n

I
I
I
136
B
a
g
i
a
n

I
I
I
MEMELIHARA MOMENTUM PERUBAHAN
Arah pembangunan aparatur negara dalam RPJPN 2005-2025 menyebutkan
bahwa reformasi birokrasi adalah sarana pembangunan aparatur negara untuk
meningkatkan profesionalisme aparatur negara dan untuk mewujudkan tata
pemerintahan yang baik. Tata kepemerintahan yang baik harus terwujud di
pusat dan di daerah agar mampu mendukung keberhasilan pembangunan di
bidang-bidang lainnya. Sementara itu, arah kebijakan penyelenggaraan negara
sebagaimana yang tercantum dalam RPJMN 20042009 meliputi tiga hal, yaitu:
(1) menuntaskan penanggulangan penyalahgunaan kewenangan dalam bentuk
praktik-praktik KKN; (2) meningkatkan kualitas penyelengaraan administrasi
negara; (3) meningkatkan keberdayaan masyarakat dalam penyelenggaraan
pembangunan.
II. Pencapaian Prioritas
2.1. Gambaran Pencapaian
Secara umum sasaran penyelenggaraan negara tahun 20042009 adalah
terciptanya tata pemerintahan yang baik, bersih, berwibawa, profesional, dan
bertanggung jawab, yang diwujudkan dengan sosok dan perilaku birokrasi yang
efisien dan efektif serta dapat memberikan pelayanan yang prima kepada seluruh
masyarakat.
Sasaran khusus prioritas penciptaan tata pemerintahan yang bersih dan berwibawa
dalam RPJMN 20042009 adalah: (1) berkurangnya secara nyata praktik korupsi
di birokrasi, dimulai dari tataran (jajaran) pejabat yang paling atas; (2) terciptanya
sistem kelembagaan dan ketatalaksanaan pemerintahan yang bersih, efisien,
efektif, transparan, profesional dan akuntabel; (3) terhapusnya aturan, peraturan
dan praktik yang bersifat
diskriminatif terhadap warga
negara, kelompok, atau golongan
masyarakat; (4) meningkatnya
partisipasi masyarakat dalam
pengambilan kebijakan publik; (5)
terjaminnya konsistensi seluruh
peraturan pusat dan daerah,
dan tidak bertentangan dengan
peraturan dan perundangan di
atasnya. Khusus untuk pencapaian
sasaran 3, 4, dan 5 diindikasikan
oleh terwujudnya peningkatan
kualitas pelayanan publik.
Selama kurun waktu 2005-2009, pembangunan aparatur negara telah
menunjukkan kemajuan yang berarti. Namun, kemajuan-kemajuan yang dicapai
belum cukup kuat untuk menghadapi tantangan yang ada, yaitu tuntutan dari
masyarakat yang semakin maju dan persaingan global yang semakin ketat. Untuk
menghadapi tantangan tersebut, pembangunan aparatur negara akan tetap
menjadi salah satu prioritas dalam pembangunan nasional ke depan. Gambaran
pencapaian prioritas penciptaan tata pemerintahan yang bersih dan berwibawa
dapat dilihat dalam Tabel 3.7.1 berikut ini.
137
B
a
g
i
a
n

I
I
I
Evaluasi Lima Tahun Pelaksanaan RPJMN 2004-2009
Catatan:
*) LKKL dan LKPD tahun 2009 baru akan diaudit BPK pada tahun 2010; **) Data belum terbit; ***)
LAKIP tahun 2009 masih dalam proses penyusunan oleh oleh masing-masing instansi
dan akan disampaikan kepada Kementerian Pendayagunaan Aparatur Negara dan
Reformasi Birokrasi (Kementerian PAN dan RB) pada akhir Maret 2010.
Tabel 3.7.1
Sasaran dan Pencapaian
Penciptaan Tata Pemerintahan
yang Bersih dan Berwibawa,
Tahun 2005-2009
Sumber:
1) Transparency International,
2005-2009; 2) BPK, IHP
20052009; 3) World
Bank Governance Matters
VIII, 2009; 4) Komisi
Pemberantasan Korupsi (KPK),
Integritas Sektor Publik 2007-
2009; 5) Kementerian PAN
dan RB, Prosiding Rakornas
2005-2009; 6) International
Finance Corporation (IFC),
2005-2009 (peringkat per
tahun diterbitkan pada
Doing Business Report tahun
berikutnya).
138
B
a
g
i
a
n

I
I
I
MEMELIHARA MOMENTUM PERUBAHAN
2.2 Evaluasi Pencapaian
2.2.1 Sasaran 1: Berkurangnya Secara Nyata Praktik Korupsi
di Birokrasi, Dimulai dari Tataran (Jajaran) Pejabat yang
Paling Atas
Pembangunan aparatur negara selama lima tahun terakhir telah berhasil secara
nyata mengurangi praktik korupsi di lingkungan birokrasi. Indonesia berhasil
bangkit dari negara yang buruk tata kelola pemerintahannya karena praktik
korupsi, kolusi, dan nepotisme (KKN) yang meluas, menjadi negara dengan tata
kelola pemerintahan yang lebih baik, lebih bersih, dan lebih berwibawa.
2.2.1.1 Indeks Persepsi Korupsi (IPK) Indonesia
Pengukuran indeks persepsi korupsi (IPK) atau Corruption Perception Index
(CPI) memiliki skala antara 0 (sangat korup) sampai dengan 10 (sangat bersih).
Survey dan pengukuran IPK dilakukan oleh Transparency International dan telah
dilakukan di banyak negara. IPK dapat memberikan gambaran awal mengenai
situasi korupsi di suatu negara. Posisi Indonesiapada tingkat negara-negara
ASEAN yang masuk dalam pengukuran IPK tahun 2009 (sembilan negara)
berada di bawah Singapura (skor 9,2), Malaysia (skor 4,5), dan Thailand (skor
3,4). Meskipun skor IPK Indonesia masih jauh dari sempurna, namun angkanya
telah meningkat dari tahun ke tahun. Dari skor 2,2 pada tahun 2005, skor IPK
Indonesia meningkat menjadi 2,4 (2006), 2,3 (2007), 2,6 (2008), dan terakhir 2,8
(2009). Pada tahun 2007 IPK Indonesia menurun 0,1 dibandingkan indeks tahun
2006. Hal ini dipengaruhi oleh beberapa kasus yang terjadi pada tahun 2007 yang
mengindikasikan terjadinya kemunduran dalam upaya pemberantasan korupsi.
Pada tahun itu kepercayaan masyarakat kepada kinerja lembaga penegak hukum
dalam penyelesaian kasus hukum bidang tindak pidana korupsi menurun. Upaya
Pemerintah dalam peningkatan kualitas pelayanan publik pun saat itu belum
maksimal.
Metode IPK menyatakan bahwa perubahan skor terjadi apabila terdapat perbaikan
atau perubahan yang dapat jelas terlihat. Kenaikan skor IPK Indonesia dapat
dikaitkan pada dua hal utama yaitu prestasi Komisi Pemberantasan Korupsi dan
reformasi yang dilakukan oleh Kementerian Keuangan. Kepercayaan masyarakat
cukup tinggi pada kinerja KPK dan reformasi di Kemkeu (Kementerian Keuangan)
juga dapat dirasakan hasilnya secara langsung oleh masyarakat dan pelaku bisnis,
terutama di bidang pajak dan bea cukai. Meskipun tidak berkorelasi secara
langsung dengan peningkatan skor IPK Indonesia, namun peningkatan kinerja
yang terjadi pada dua institusi tersebut cukup nyata dan dapat diamati dengan
jelas. Selain itu, kenaikan skor IPK Indonesia juga menunjukkan bahwa Pemerintah
telah melakukan upaya perbaikan dalam penyelenggaraan pelayanan publik di
bidang perizinan, perpajakan, pengadaan barang dan jasa, serta penanganan
barang di pelabuhan, termasuk meningkatnya kinerja lembaga penegak hukum.
2.2.1.2 Opini WTP Audit BPK atas LKKL dan LKPD
Opini Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) atas Laporan Keuangan Kementerian
Lembaga (LKKL) juga telah menunjukkan peningkatan yang berarti. Jumlah
kementerian/lembaga (K/L) yang memperoleh opini tertinggi yaitu wajar tanpa
pengecualian (WTP) meningkat cukup nyata dari tujuh kementerian/lembaga
139
B
a
g
i
a
n

I
I
I
Evaluasi Lima Tahun Pelaksanaan RPJMN 2004-2009
(8,75 persen) dalam LKKL tahun 2006 menjadi 35 kementerian/lembaga (42,17
persen) pada tahun 2008. Hal tersebut sekaligus menunjukkan bahwa sistem
keuangan negara telah membaik. Peningkatan opini BPK atas LKKL terutama
disebabkan oleh semakin baiknya pencatatan aset dan inventarisasi kekayaan
negara dengan dibentuknya Direktorat Jenderal Kekayaan Negara di Kemkeu.
Selain itu, semakin banyaknya instansi pemerintah baik pusat dan daerah
yang telah menyerahkan rencana aksi perbaikan sistem keuangan kepada BPK
merupakan tanda positif dalam upaya perbaikan sistem keuangan negara di
Indonesia.
Opini BPK atas Laporan Keuangan Pemerintah Daerah (LKPD) memperlihatkan
perkembangan yang lambat. Bahkan, jumlah opini WTP BPK atas LKPD menurun
dari 5 persen (17 LKPD) pada tahun 2005 menjadi 0,65 persen (2006), 0,86 persen
(2007), dan 2,73 persen tahun 2008. Lambatnya peningkatan opini WTP atas LKPD
antara lain disebabkan oleh keterbatasan kemampuan Pemerintah Kabupaten/
Kota dalam menyusun program dan laporan keuangannya dan kelemahan sistem
pengendalian internal yang dimiliki. Pemerintah Pusat, khususnya Kementerian
Dalam Negeri (Kemendagri) dan Kemkeu telah memberikan perhatian khusus
untuk meningkatkan kemampuan Pemerintah Daerah dalam mengelola keuangan
daerahnya.
2.2.1.3 Jumlah Instansi Pemerintah (Pusat dan Daerah) yang
Melaksanakan dan Melaporkan Pelaksanaan Inpres
Nomor 5 Tahun 2004 tentang Percepatan Pemberantasan
Korupsi
Persentase jumlah instansi pemerintah (pusat dan daerah) yang telah
melaksanakan dan melaporkan pelaksanaan Inpres Nomor 5 Tahun 2004
semakin meningkat dari tahun ke tahun. Pada tahun 2005, persentase instansi
yang melapor baru 16,27 persen. Pada tahun 2008 persentase ini meningkat
menjadi 52,26 persen. Peningkatan persentase ini menunjukkan semakin baiknya
pemahaman instansi/pejabat tentang pentingnya pelaksanaan dan pelaporan
diktum-diktum yang tercantum dalam inpres tersebut. Diktum-diktum tersebut
antara lain penetapan kinerja, peningkatan kualitas pelayanan publik, dukungan
kepada aparat penegak hukum (APH) dalam penindakan korupsi, pelaksanaan
pengadaan barang/jasa pemerintah sesuai dengan Keputusan Presiden Nomor 80
Tahun 2003, dan pelaporan harta kekayaan pejabat negara (LHKPN). Peningkatan
tersebut juga didukung oleh semakin meningkatnya kualitas koordinasi,
pemantauan, dan evaluasi pelaksanaan Inpres Nomor 5 Tahun 2004.
2.2.2 Sasaran 2: Terciptanya Sistem Kelembagaan dan
Ketatalaksanaan Pemerintahan yang Bersih, Efisien,
Efektif, Transparan, Profesional dan Akuntabel
Selama kurun waktu 20052009, sistem kelembagaan dan ketatalaksanaan
pemerintahan yang bersih, efisien, efektif, transparan, profesional dan
akuntabel telah tercapai dengan baik, ditandai oleh upaya untuk mewujudkan
birokrasi yang efektif, efisien, dan akuntabel. Penataan kelembagaan dan
ketatalaksanaan yang dilakukan telah berhasil meningkatkan efisiensi,
efektivitas, dan akuntabilitas birokrasi pemerintahan. Hal ini dapat ditunjukkan
dari pencapaian indikator: (1) meningkatnya jumlah instansi pemerintah
140
B
a
g
i
a
n

I
I
I
MEMELIHARA MOMENTUM PERUBAHAN
(pusat, daerah) yang telah menyampaikan LAKIP sesuai Inpres Nomor 7 Tahun
1999 tentang AKIP; (2) meningkatnya skor efektivitas pemerintahan Indonesia
(government effectiveness); dan (3) meningkatnya jumlah instansi yang telah/
akan melaksanakan reformasi birokrasi sesuai dengan kebijakan nasional.
2.2.2.1 Jumlah Instansi Pemerintah yang Telah Menyampaikan
LAKIP sesuai Inpres Nomor 7 Tahun 1999 tentang AKIP
Instansi pemerintah (pusat dan daerah) yang telah melaksanakan Inpres Nomor
7 Tahun 1999 juga menunjukkan peningkatan dari tahun ke tahun. Hal ini dapat
dilihat dari jumlah LAKIP yang disampaikan kepada Presiden melalui Menteri
PAN dan RB yang meningkat dari 463 instansi (2005), menjadi 470 (2006), 478
(2007), dan 509 (2008). Komitmen instansi untuk menerapkan akuntabilitas
kinerja merupakan faktor pendorong peningkatan penyampaian LAKIP. LAKIP
instansi 2009 masih disusun oleh masing-masing instansi dan disampaikan
kepada Kementerian PAN dan RB pada akhir bulan Maret 2010.
2.2.2.2 Skor Efektivitas Pemerintahan Indonesia (Government
Effectiveness)
Government effectiveness index (indeks efektivitas pemerintahan) merupakan
salah satu indikator dalam World Governance Indicators yang diterbitkan
oleh Bank Dunia. Indeks ini menggambarkan kemampuan Pemerintah dalam
menyelenggarakan pelayanan publik dan membuat kebijakan secara efektif.
Selain itu, indeks ini juga mengukur kualitas birokrasi, kompetensi aparat
pelayanan, dan tingkat independensi pegawai negeri sipil dari tekanan politik,
dengan rentang skor dari -2,5 sampai 2,5. Sejak tahun 2005 hingga tahun 2008,
Indonesia memperoleh skor berturut-turut -0,46 (2005), -0,37 (2006), -0,39
(2007), dan -0,29 (2008).
Dengan peningkatan skor yang cukup nyata, yaitu dari -0,46 pada tahun 2005
menjadi -0,29 pada tahun 2008, Indonesia menjadi salah satu negara yang
mencatat perubahan yang cukup berarti. Faktor pendorong membaiknya skor
efektivitas pemerintahan Indonesia adalah meningkatnya kapasitas birokrasi
Pemerintah terutama dalam penyelenggaraan pelayanan publik yang lebih
berkualitas dan dalam membuat kebijakan yang efektif. Berbagai upaya yang
telah dilakukan Pemerintah dalam meningkatkan kapasitas birokrasi antara
lain penataan kelembagaan dan ketatalaksanaan, peningkatan kualitas sumber
daya manusia aparatur, pemanfaatan teknologi informasi dan komunikasi,
pengembangan sistem akuntabilitas kinerja instansi pemerintah, serta
pemantapan pelaksanaan reformasi birokrasi.
2.2.2.3 Jumlah Instansi yang Telah Melaksanakan Reformasi
Birokrasi Sesuai dengan Kebijakan Nasional
Pelaksanaan reformasi birokrasi instansi (RBI) dimulai pada tahun 2007. Saat itu,
reformasi birokrasi mulai dilaksanakan di tiga instansi sebagai proyek pilot yaitu
Kementerian Keuangan, Mahkamah Agung, dan Badan Pemeriksa Keuangan.
Reformasi birokrasi mengutamakan perbaikan tata kelola melalui penataan
organisasi, penataan proses bisnis, dan penataan sumber daya manusia. Pada
tahun 2009 terdapat satu instansi lagi yang siap menerapkan reformasi birokrasi
141
B
a
g
i
a
n

I
I
I
Evaluasi Lima Tahun Pelaksanaan RPJMN 2004-2009
yaitu Sekretariat Negara. Untuk mempercepat dan memperluas pelaksanaan
reformasi birokrasi instansi tersebut, Pemerintah telah membentuk Tim
Reformasi Birokrasi Nasional yang dipimpin oleh Menteri PAN dan RB. Selain
itu, Pemerintah telah menetapkan Pedoman Umum Reformasi Birokrasi dan
Pedoman Pengajuan Usulan Reformasi Birokrasi di Lingkungan Kementerian/
Lembaga dan Pemerintah Daerah. Pedoman ini disusun agar reformasi birokrasi
instansi dapat berjalan secara komprehensif, terukur, sistematis, dan terencana.
Pada saat ini, setiap instansi pemerintah baik pusat dan daerah sedang melakukan
berbagai persiapan dalam rangka pelaksanaan reformasi birokrasi sesuai
dengan pedoman yang telah ditetapkan. Diharapkan pada tahun 2011 seluruh
kementerian/lembaga telah melaksanakan reformasi birokrasi dan dilanjutkan
dengan Pemerintah Daerah.
2.2.3 Sasaran 3: Terwujudnya Peningkatan Kualitas Pelayanan
Publik
Masyarakat sudah mulai terbiasa menikmati pelayanan yang mudah, cepat,
murah, transparan, pasti dan terjangkau melalui pelayanan terpadu satu pintu.
Peningkatan kualitas pelayanan publik juga dapat ditunjukkan oleh pencapaian
indikator skor integritas pelayanan publik di unit layanan instansi pusat dan
daerah, jumlah unit pelayanan terpadu satu pintu di daerah, dan peringkat
kemudahan berusaha Indonesia.
2.2.3.1 Skor Integritas Pelayanan Publik di Unit Layanan Instansi
Pusat dan Daerah
Survei Integritas Pelayanan Publik dilaksanakan oleh KPK mulai tahun 2007. Pada
tahun pertama, survei ini hanya melibatkan 30 instansi publik di tingkat pusat
dengan sampel 65 unit pelayanan. Pada tahun 2008 instansi yang terlibat diperluas
hingga ke tingkat daerah, baik provinsi maupun kabupaten/kota. Unit layanan
tingkat pusat memperoleh skor integritas 5,53 pada tahun 2007, kemudian
berturut-turut menjadi 6,84 dan 6,64 pada tahun 2008 dan 2009. Sementara itu,
pelayanan publik di tingkat daerah (kabupaten/kota) memperoleh skor rata-rata
6,69 pada tahun 2008 dan menurun menjadi 6,46 pada tahun 2009.
Naik turunnya skor integritas pelayanan publik mengindikasikan bahwa sistem
pelayanan publik di Indonesia belum efektif dan efisien. Hal ini disebabkan oleh
beberapa hal yaitu:
Pertama, sistem dan mekanisme pelayanan dalam rangka pencegahan korupsi
belum efektif. Hal ini dikaitkan dengan masih terbatasnya jenis pelayanan yang
telah dilengkapi dengan Standar Pelayanan Minimal (SPM). Sampai dengan
tahun 2009, bidang pelayanan yang telah memiliki SPM masih terbatas pada
bidang kesehatan, sosial, lingkungan hidup, pemerintahan dalam negeri, dan
perumahan rakyat.
Kedua, toleransi masyarakat terhadap perilaku koruptif masih sangat tinggi.
Hal itu disebabkan oleh perubahan mentalitas birokrat dari penguasa menjadi
pelayan masyarakat belum cukup meluas di dalam tubuh birokrasi.
142
B
a
g
i
a
n

I
I
I
MEMELIHARA MOMENTUM PERUBAHAN
Ketiga, petugas pelayanan masih memiliki perilaku korup, sehingga praktik
suap dalam pelayanan publik masih tumbuh subur. Kondisi ini dipengaruhi oleh
belum diterapkannya secara konsisten sistem reward and punishment terhadap
petugas pelayanan serta masih rendahnya pemanfaatan teknologi informasi dan
komunikasi dalam pelayanan publik. Akibatnya, pelayanan yang cepat, murah,
transparan, dan akuntabel belum sepenuhnya dapat terwujud.
2.2.3.2 Jumlah Unit Pelayanan Terpadu Satu Pintu (OSS) di
Daerah
Dalam upaya mendorong investasi di daerah, Pemerintah Daerah berusaha
untuk memberikan pelayanan kepada masyarakat secara mudah, terpadu, dan
trasparan. Bentuk pelayanan yang diberikan untuk kemudahan usaha adalah
dengan menyelenggarakan pelayanan terpadu satu pintu (PTSP) atau dikenal
dengan one stop service (OSS). PTSP ini merupakan salah satu kebijakan Pemerintah
untuk meningkatkan kualitas pelayanan publik. Antara 20052009, jumlah OSS
telah meningkat secara nyata, yaitu dari enam unit pada tahun 2005 menjadi
95 unit pada tahun 2006, 286 unit pada tahun 2007, dan 329 unit pada tahun
2008. Saat ini telah terdapat 339 unit OSS di daerah. Penambahan OSS terakhir
sebanyak sepuluh unit dilakukan di Kabupaten Bandung, Kabupaten Nunukan,
Kabupaten Pohuwanto, Kabupaten Lampung Timur, Kota Pangkal Pinang, Kota
Surabaya, Kota Serang, Kota Kupang, Kota Ternate, dan Kota Waringin Barat.
Maraknya pembentukan unit PTSP di daerah (provinsi/kabupaten/kota) antara
lain didorong oleh Peraturan Mendagri Nomor 24 Tahun 2006 tentang Pedoman
Penyelenggaraan Pelayanan Terpadu Satu Pintu yang mewajibkan setiap
Pemerintah Daerah untuk membentuk unit PTSP. Sejalan dengan hal tersebut,
Pemerintah juga menetapkan berbagai kebijakan untuk mendorong peningkatan
kualitas pelayanan publik dengan menetapkan SPM, dengan PP Nomor 65 Tahun
2005 tentang Pedoman Penyusunan dan Penerapan SPM. Sementara itu, untuk
perbaikan iklim investasi, Pemerintah menetapkan Inpres Nomor 3 Tahun 2006
tentang Paket Kebijakan Iklim Investasi, dan UU Nomor 25 Tahun 2007 tentang
Penanaman Modal. Pemerintah juga menetapkan PP Nomor 45 Tahun 2008
tentang Pedoman Pemberian Insentif dan Pemberian Kemudahan Penanaman
Modal di Daerah dan Perpres Nomor 27 Tahun 2009 tentang PTSP di Bidang
Penanaman Modal sebagai pelaksanaan dari UU Nomor 25 Tahun 2007.
2.2.3.3 Indeks Kemudahan Berusaha
Kemudahan berusaha di Indonesia telah meningkat. Hal ini ditunjukkan dengan
peningkatan indeks kemudahan berusaha dari peringkat 129 (dari 181 negara)
pada tahun 2008 menjadi peringkat 122 (dari 183 negara) pada tahun 2009.
Naiknya peringkat Indonesia antara lain disebabkan oleh beberapa perbaikan
yang dilakukan Pemerintah. Perbaikan ini dilakukan dalam tiga tahap yaitu tahap
pendirian usaha (starting a business), tahap pendaftaran properti (registering
property), dan tahap perlindungan kepada investor (protecting investors). Untuk
tahap pendirian usaha, waktu dan jumlah prosedur yang dibutuhkan untuk
memulai usaha pada tahun 2005 adalah 151 hari dengan 12 prosedur. Pada tahun
2009 waktu dan jumlah prosedur tersebut menunjukkan kemajuan yang nyata
karena menurun menjadi hanya 60 hari dengan sembilan prosedur. Pelayanan
dalam tahap pendaftaran properti juga mengalami peningkatan, dari 42 hari dan
143
B
a
g
i
a
n

I
I
I
Evaluasi Lima Tahun Pelaksanaan RPJMN 2004-2009
tujuh prosedur pada tahun 2005 menjadi 22 hari dengan enam prosedur pada
tahun 2009. Tahap perlindungan kepada investor juga menunjukkan kemajuan,
dari peringkat 60 pada tahun 2006 membaik menjadi peringkat 41 pada tahun
2009.
2.2.4 Sasaran 3, 4, dan 5: Terhapusnya Aturan, Peraturan,
dan Praktik yang bersifat Diskriminatif terhadap
Warga Negara, Kelompok, atau Golongan Masyarakat;
Meningkatnya Partisipasi Masyarakat dalam Pengambilan
Kebijakan Publik; dan Terjaminnya Konsistensi Seluruh
Peraturan Pusat dan Daerah, dan Tidak Bertentangan
dengan Peraturan dan Perundang-undangan di Atasnya
Berkenaan dengan sasaran 3, 4, dan 5yaitu terhapusnya aturan, peraturan
dan praktik yang bersifat diskriminatif terhadap warga negara, kelompok, atau
golongan masyarakat; meningkatnya partisipasi masyarakat dalam pengambilan
kebijakan publik; dan terjaminnya konsistensi seluruh peraturan pusat dan daerah,
dan tidak bertentangan peraturan dan perundang-undangan di atasnyatelah
dicapai melalui pelaksanaan program-program dalam prioritas lain sebagaimana
dapat dilihat dalam Bab 3.2 Pembenahan Sistem dan Politik Hukum, dan Bab 3.3
Penghapusan Diskriminasi dalam Berbagai Bentuk.
III. Keberhasilan
Berbagai program bidang aparatur negara yang dilaksanakan sampai dengan
tahun 2009 telah memberikan kontribusi yang berarti dalam upaya menciptakan
tata pemerintahan yang bersih dan berwibawa. Keberhasilan pembangunan
aparatur negara antara lain ditunjukkan oleh pencapaian dari beberapa program
sebagai berikut.
3.1 Program Peningkatan Pengawasan dan
Akuntabilitas Aparatur Negara
Pelaksanaan Program Peningkatan Pengawasan dan Akuntabilitas Aparatur
Negara telah menunjukkan hasil yang nyata dalam mewujudkan penyelenggaraan
pemerintahan yang bersih, akuntabel, dan bebas dari KKN. Indonesia berhasil
bangkit dari sebuah negara yang tata kelola pemerintahannya dianggap buruk
karena maraknya praktik KKN menjadi sebuah negara dengan tata kelola
pemerintahan yang lebih baik, lebih bersih, dan lebih berwibawa. Hal ini dapat
dilihat dari berbagai indikator pembangunan aparatur negara antara lain dari IPK
Indonesia yang meningkat dari tahun ke tahun, yaitu dari 2,2 pada tahun 2005,
menjadi 2,8 pada tahun 2009.
Peningkatan integritas birokrasi ditunjukkan pula oleh semakin meningkatnya
akuntabilitas pengelolaan keuangan negara, yang dapat dilihat dari semakin
membaiknya opini BPK atas LKKL dan LKPD. Kemampuan Pemerintah baik pusat
maupun daerah dalam menyajikan laporan keuangan sejak tahun 2005 telah
memperlihatkan kemajuan yang nyata dalam sejarah praktik penyelenggaraan
pengelolaan keuangan negara.
144
B
a
g
i
a
n

I
I
I
MEMELIHARA MOMENTUM PERUBAHAN
Peningkatan integritas birokrasi tersebut didukung oleh semakin efektifnya
koordinasi, pemantauan, dan evaluasi untuk memantau pelaksanaan Inpres
Nomor 5 Tahun 2004. Sebagai hasil koordinasi, monitoring, dan evaluasi, jumlah
instansi pemerintah yang telah menyampaikan laporan hasil pelaksanaan Inpres
Nomor 5 Tahun 2004 meningkat dari 89 instansi (16,27 persen) pada tahun 2005
menjadi 301 instansi (52,26 persen) pada tahun 2008 (pusat dan daerah).
Pencapaian penting lainnya dari pelaksanaan Program Peningkatan Pengawasan
dan Akuntabilitas Aparatur Negara adalah terlaksananya penataan sistem
dan penguatan kelembagaan pengawasan yang ditandai dengan penegasan
fungsi pengawasan ekstern (pemeriksaan) dan pengawasan intern dengan
ditetapkannya UU Nomor 15 Tahun 2006 tentang Badan Pemeriksa Keuangan
beserta peraturan pelaksanaannya dan PP Nomor 60 Tahun 2008 tentang Sistem
Pengendalian Intern Pemerintah. Untuk pengawasan atas penyelenggaraan
pemerintahan daerah, Pemerintah menerbitkan PP Nomor 79 Tahun 2005
tentang Pedoman Pembinaan Pengawasan Penyelenggaraan Pemerintah Daerah.
Dengan berbagai peraturan tersebut, sinergi pelaksanaan fungsi pengawasan
ekstern (pemeriksaan) dan pengawasan intern Pemerintah dalam rangka
meningkatkan kapasitas dan akuntabilitas kinerja instansi pemerintah, baik pusat
maupun daerah, dapat meningkat. Pengawasan ekstern (pemeriksaan) menjadi
kewenangan BPK, sedangkan pengawasan intern Pemerintah dilaksanakan oleh
Aparat Pengawasan Intern Pemerintah (APIP) yaitu Badan Pengawasan Keuangan
dan Pembangunan (BPKP), inspektorat jenderal kementerian, dan inspektorat
provinsi/kabupaten/kota. APIP berfungsi untuk menjamin terlaksananya sistem
pengendalian intern di masing-masing instansi pemerintah secara efektif,
termasuk bertanggung jawab dalam meningkatkan kualitas laporan keuangan
Pemerintah Pusat, kementerian/lembaga dan Pemerintah Daerah.
Upaya penguatan kapasitas pengawasan juga dilakukan dengan menyempurnakan
sistem dan prosedur pengawasan, termasuk menyempurnakan kode etik dan
standar audit, standar pemeriksaan keuangan negara (oleh BPK), meningkatkan
kuantitas dan kualitas auditor dan aparat pengawasan, meningkatkan tindak
lanjut atas hasil pengawasan dan pemeriksaan, dan meningkatkan partisipasi
masyarakat untuk turut serta dalam mengawasi penyelenggaraan pemerintahan
dan pembangunan.
Selain itu, Pemerintah telah menerapkan pakta integritas khususnya bagi para
pejabat yang secara langsung memiliki tugas berkaitan dengan pengelolaan
keuangan negara, pengadaan barang/jasa dan jabatan strategis lainnya untuk
mencegah praktik-praktik KKN di lingkungan birokrasi pemerintahan.
Sejalan dengan penataan sistem dan kelembagaan pengawasan, penerapan
Inpres Nomor 7 Tahun 1999 tentang AKIP dalam rangka pertanggungjawaban
dan peningkatan kinerja instansi pemerintah juga telah ditingkatkan. Data
Desember 2009 menunjukkan bahwa sebanyak 509 instansi dari 582 instansi
pemerintah (pusat, daerah) telah menyampaikan LAKIP tahun 2008 kepada
Presiden melalui Menteri PAN dan RB. Namun, hasil evaluasi atas penerapan
sistem AKIP/LAKIP pada tahun 2006 di instansi pusat menunjukkan bahwa baru
17 instansi pemerintah pusat (24,29 persen) yang kinerjanya dinilai akuntabel.
Pada tahun 2007, jumlah instansi yang dinilai akuntabel meningkat menjadi 23
instansi pemerintah pusat (31,08 persen). Evaluasi atas penerapan sistem AKIP/
145
B
a
g
i
a
n

I
I
I
Evaluasi Lima Tahun Pelaksanaan RPJMN 2004-2009
LAKIP oleh Pemerintah Daerah baru dilakukan pada tahun 2009 untuk LAKIP
tahun 2008. Hasil evaluasi penerapan sistem AKIP/LAKIP oleh Pemerintah Daerah
menunjukkan bahwa hanya 4,64 persen dari 86 pemerintah daerah yang dinilai
akuntabel. Masih rendahnya akuntabilitas instansi pemerintah disebabkan antara
lain karena keterbatasan kapabilitas sumber daya manusia dalam penerapan
akuntabilitas kinerja dan masih kurangnya sosialisasi kebijakan yang berkaitan
dengan penerapan sistem AKIP.
3.2 Program Peningkatan Kualitas Pelayanan Publik
Upaya Pemerintah untuk meningkatkan kualitas pelayanan publik kepada masyarakat
telah menunjukkan kemajuan yang berarti. Hal ini antara lain dapat ditunjukkan dari
skor integritas pelayanan publik yang diterbitkan KPK. Skor integritas pelayanan
publik menunjukkan kualitas dalam pelayanan publik, seperti ada tidaknya suap,
ada tidaknya standard operating procedure (SOP), kesesuaian proses pemberian
pelayanan dengan SOP yang ada, keterbukaan informasi, keadilan dan kecepatan
dalam pemberian pelayanan serta kemudahan pengaduan masyarakat. Pada tahun
2007, rata-rata skor integritas dari unit layanan publik di instansi pusat adalah 5,53
dan meningkat menjadi 6,64 pada tahun 2009 (dari skala sepuluh). Untuk unit
layanan publik di daerah, survei integritas pelayanan publik baru dilakukan pada
tahun 2008, dengan skor integritas rata-rata unit layanan publik di instansi daerah
adalah 6,69 pada tahun 2008 dan 6,46 untuk tahun 2009.
Sejalan dengan peningkatan skor integritas pelayanan publik, peringkat
kemudahan berusaha di Indonesia juga menunjukkan kemajuan. Doing Business
Report menyediakan penilaian yang objektif pada regulasi berusaha dari
negara-negara yang disurveinya. Selain itu, Doing Business Report juga menjadi
pedoman untuk mengevaluasi regulasi-regulasi yang secara langsung berdampak
pada pertumbuhan ekonomi, membuat perbandingan antarnegara, dan
mengidentifikasi reformasi yang telah dilakukan. Peringkat kemudahan berusaha
Indonesia telah menunjukkan kemajuan yang berarti yaitu dari peringkat 130
pada tahun 2005 (dari 175 negara), menjadi peringkat 122 pada tahun 2009
(dari 183 negara). Salah satu parameter kemudahan berusaha adalah jumlah
prosedur yang ditempuh serta jumlah hari yang dibutuhkan untuk memulai
usaha. Pada tahun 2005, prosedur yang harus ditempuh untuk mengurus usaha
baru sebanyak 12 prosedur dengan memakan waktu 151 hari. Untuk tahun 2009,
jumlah prosedur yang ditempuh telah berkurang menjadi sembilan prosedur dan
lama waktu pengurusan telah membaik menjadi 60 hari.
Upaya peningkatan kualitas pelayanan publik tersebut dilakukan melalui
berbagai langkah kebijakan. Kebijakan yang paling mendasar adalah mengubah
cara berpikir para birokrat dari bermental penguasa menjadi birokrat pelayan
masyarakat. Kebijakan lainnya adalah penyederhanaan prosedur pelayanan,
penataan kelembagaan pelayanan publik, penerapan standar pelayanan
minimal, peningkatan pemanfaatan teknologi informasi dan komunikasi dalam
manajemen pelayanan, penerapan sistem manajemen mutu dalam pelayanan
publik, dan manajemen penanganan pengaduan masyarakat.
Penyederhanaan prosedur pelayanan dilakukan dengan dikeluarkannya kebijakan
tentang penyelenggaraan pelayanan terpadu satu pintu (PTSP) dengan sasaran
terwujudnya pelayanan publik yang cepat, murah, mudah, transparan, pasti dan
146
B
a
g
i
a
n

I
I
I
MEMELIHARA MOMENTUM PERUBAHAN
terjangkau, serta meningkatnya hak-hak masyarakat terhadap pelayanan publik.
Jumlah kabupaten/kota yang telah memiliki unit pelayanan terpadu semakin
meningkat dari tahun ke tahun. Sampai akhir tahun 2009, jumlah unit pelayanan
terpadu satu pintu yang telah dibentuk Pemerintah Daerah telah mencapai 339
unit. Pelayanan melalui PTSP terbukti sangat bermanfaat bagi masyarakat dan
dunia usaha karena mampu memangkas panjangnya rantai birokrasi dan regulasi.
Untuk memperbaiki iklim investasi, Pemerintah juga telah merintis penerapan
sistem pelayanan informasi dan perizinan investasi secara elektronik (SPIPISE)
berbasis web di PTSP Kota Batam. Kota Batam merupakan daerah dengan PTSP
yang terbanyak memberikan pelayanan (102 perizinan) dibandingkan kota-
kota lainnya. Dengan penerapan SPIPISE dalam penyelenggaraan PTSP investor
mendapat kemudahan dalam pengurusan perizinan dan nonperizinan. Di sisi
lain, Pemerintah mendapat keuntungan karena data realisasi penanaman modal
di berbagai daerah di Indonesia dapat tercatat secara online. Penerapan SPIPISE
ke depan diharapkan mampu menciptakan iklim investasi Indonesia yang lebih
kondusif. Daya saing investasi Indonesia pun akan membaik dan pada akhirnya
meningkatkan jumlah realisasi investasi.
Selain itu, pemanfaatan TIK dalam pemberian pelayanan yang cepat, murah,
akurat, dan akuntabel juga diterapkan pada berbagai sektor pelayanan,
seperti pelayanan pengadaan barang dan jasa (e-procurement), kepabeanan,
perpajakan, pertanahan, sistem administrasi badan hukum (sisminbakum),
keimigrasian, pelayanan surat izin mengemudi, kependudukan, pelayanan haji,
dan lain sebagainya.
Di tengah berbagai kemajuan tersebut, Pemerintah telah memperkuat landasan
hukum peningkatan kualitas pelayanan publik. Pemerintah telah menerbitkan
UU Nomor 37 Tahun 2008 tentang Ombudsman Republik Indonesia dan UU
Nomor 25 Tahun 2009 tentang Pelayanan Publik. Kedua undang-undang
tersebut diharapkan dapat lebih memperkuat landasan kebijakan dalam
memberikan jaminan pelayanan yang lebih berkualitas kepada masyarakat.
Selanjutnya, untuk menciptakan iklim investasi yang lebih kondusif, khususnya
guna mempermudah pelayanan di bidang penanaman modal, Pemerintah telah
menerbitkan Perpres Nomor 27 Tahun 2009 tentang Pelayanan Terpadu Satu
Pintu di Bidang Penanaman Modal yang menstandarkan pelayanan penanaman
modal di provinsi dan kabupaten/kota, yang disertai dengan sistem pelayanan
berbasis TIK.
3.3 Program Penataan Kelembagaan dan
Ketatalaksanaan
Upaya penataan kelembagaan dan ketatalaksanaan juga telah menunjukkan
kemajuan. Hal ini ditandai dengan meningkatnya kapasitas birokrasi dan
efektivitas Pemerintah dalam mencapai sasaran-sasaran kinerjanya. Penilaian ini
didukung oleh data Bank Dunia melalui salah satu indikator kepemerintahannya
yaitu indikator government effectiveness (efektivitas pemerintahan). Berdasar-
kan indikator tersebut, skor Indonesia telah meningkat dari -0,46 pada tahun
2005 menjadi -0,29 pada tahun 2008. Secara keseluruhan, skor efektivitas
pemerintahan tersebut mencerminkan peningkatan kapasitas Pemerintah
terutama dalam menyelenggarakan pelayanan publik dan membuat kebijakan
yang paramater pengukurannya meliputi kualitas pelayanan publik, kualitas
147
B
a
g
i
a
n

I
I
I
Evaluasi Lima Tahun Pelaksanaan RPJMN 2004-2009
birokrasi, kompetensi aparat pemerintah, dan independensi PNS terhadap
tekanan politik.
Pencapaian penting lainnya dari pelaksanaan penataan kelembagaan antara lain
adalah struktur organisasi dan tata kerja perangkat daerah menjadi semakin
efisien dan efektif. Hal ini ditandai dengan terbitnya PP Nomor 41 Tahun 2007
tentang Perubahan atas PP Nomor 8 Tahun 2003 tentang Pedoman Organisasi
Perangkat Daerah. Dengan adanya PP ini, seluruh provinsi dan kabupaten/
kota telah melakukan penyesuaian struktur organisasi dan tata kerja, yang
disesuaikan dengan kebutuhan nyata daerah masing-masing. Untuk penataan
instansi pemerintah pusat, khususnya menyangkut kementerian negara, telah
terbit UU Nomor 39 Tahun 2008 tentang Kementerian Negara. Dengan adanya
UU ini, Presiden mempunyai rujukan yang baku dalam menyusun kementerian.
Untuk melaksanakan ketentuan dalam UU Nomor 39 Tahun 2008 ini, Pemerintah
telah mengeluarkan Perpres Nomor 47 Tahun 2009 tentang Pembentukan dan
Organisasi Kementerian Negara.
Untuk mendukung penataan kelembagaan, secara beriringan telah ditempuh
upaya untuk memperkuat aspek ketatalaksanaan di lingkungan instansi
pemerintah baik pusat dan daerah, seperti perbaikan standard operating
procedur (SOP) dan penerapan e-government di berbagai instansi untuk lebih
meningkatkan efisiensi, transparansi, dan akuntabilitas dalam proses kerja.
Penataan juga dilakukan dalam pelaksanaan pengadaan barang dan jasa
pemerintah melalui penerapan sistem Layanan Pengadaan Secara Elektronik
(LPSE) yang telah diterapkan di 47 instansi pemerintah pusat dan daerah.
Penerapan e-procurement tersebut terbukti semakin meningkatkan kualitas
proses pengadaan secara lebih efektif, efisien, akuntabel serta didasarkan pada
prinsip persaingan usaha yang sehat, transparan, dan perlakuan adil bagi semua
pihak. Dari segi efisiensi, sistem e-procurement dapat mencegah kebocoran
dan penyalahgunaan penggunaan keuangan negara, serta telah menghasilkan
penghematan keuangan negara sampai kira-kira 15 persen. Untuk memperkuat
landasan kebijakan, Pemerintah telah menyusun rancangan perpres perubahan
Keppres Nomor 80 Tahun 2003 tentang Pengadaan Barang/Jasa Pemerintah.
Rancangan perpres ini dimaksudkan antara lain untuk menciptakan persaingan
yang lebih sehat, efisiensi belanja negara, mempercepat pelaksanaan APBN/
APBD, klarifikasi aturan, mendorong tumbuhnya inovasi, ekonomi kreatif, dan
kemandirian industri strategis, serta membuka peluang pembiayaan bersama
pusat-daerah (co-financing).
Selanjutnya, dalam upaya mempercepat peningkatan kinerja birokrasi, pada tahun
2007 Pemerintah telah mencanangkan pelaksanaan reformasi birokrasi instansi.
Reformasi Birokrasi mengutamakan perbaikan tata kelola melalui penataan
organisasi, penataan proses bisnis, dan penataan sumber daya manusia. Pada
tahun 2009, reformasi birokrasi telah dilaksanakan pula di lingkungan Sekretariat
Negara (termasuk Sekretariat Kabinet dan Sekretariat Wakil Presiden). Tim
Reformasi Birokrasi Nasional yang dipimpin oleh Menteri Negara PAN dan RB telah
dibentuk untuk mempercepat dan memperluas pelaksanaan reformasi birokrasi.
Sebagai acuan dalam pelaksanaan reformasi birokrasi, telah ditetapkan Pedoman
Umum Reformasi Birokrasi (Peraturan Menteri Negara PAN Nomor PER/15/M.
PAN/7/2008), Pedoman Pengajuan Usulan Reformasi Birokrasi di Lingkungan
Kementerian/Lembaga dan Pemerintah Daerah (Peraturan Menteri Negara PAN
148
B
a
g
i
a
n

I
I
I
MEMELIHARA MOMENTUM PERUBAHAN
Nomor PER/4/M.PAN/4/2009), dan beberapa petunjuk teknis lainnya. Dengan
adanya berbagai pedoman tersebut, diharapkan pelaksanaan reformasi birokrasi
instansi dapat berjalan secara komprehensif, terukur, sistematis, dan terencana.
Pada tahun 2010, terdapat 12 K/L yang sudah dinyatakan siap untuk melakukan
reformasi birokrasi. Pada tahun 2011 seluruh K/L diharapkan telah melaksanakan
reformasi birokrasi, untuk selanjutnya dilakukan reformasi birokrasi di daerah.
149
B
a
g
i
a
n

I
I
I
Evaluasi Lima Tahun Pelaksanaan RPJMN 2004-2009
Bab 3.8
Perwujudan Lembaga Demokrasi yang
Makin Kokoh
I. Pengantar
K
elembagaan demokrasi yang kuat merupakan pilar pendukung proses
konsolidasi demokrasi agar berjalan secara berkelanjutan. Kelembagaan
demokrasi mempunyai fokus pada penguatan demokrasi yang sifatnya
prosedural danyang lebih penting lagimempunyai fokus pada penguatan
demokrasi yang substansial. UUD 1945 secara tegas mengamanatkan perlunya
mencapai demokrasi prosedural sekaligus substansial. Demokrasi yang substansial
ditunjukkan antara lain oleh dijaminnya proses checks and balances atau prinsip-
prinsip pengawasan secara timbal balik dan berimbang, serta adanya pengakuan
hak asasi manusia (HAM).
B
a
g
i
a
n

I
I
I
150
B
a
g
i
a
n

I
I
I
MEMELIHARA MOMENTUM PERUBAHAN
Konsolidasi demokrasi yang bertahap dan senantiasa berkelanjutan diharapkan
dapat mengantar bangsa Indonesia ke dalam sistem demokrasi yang
sesungguhnya, serta dapat mencegah arus balik otoritarianisme ke dalam
sistem politik Indonesia. Momentum keberlanjutan proses demokratisasi perlu
selalu dijaga oleh berbagai pemangku kepentingan di Indonesia agar proses
demokratisasi dapat berjalan mulus dan lancar. Konsolidasi demokrasi yang
berhasil dapat memberikan sumbangan bagi proses pembangunan di sektor
lainnya.
Dalam kurun waktu 2005-2009, proses konsolidasi demokrasi, sebagaimana
dinyatakan dalam RPJMN 20042009, menitikberatkan pada peningkatan peran
dan fungsi lembaga penyelenggara negara dan lembaga kemasyarakatan sesuai
UUD 1945 dan peraturan perundang-undangan yang berlaku; pada peningkatan
partisipasi masyarakat dalam proses pengambilan keputusan kebijakan publik;
serta pada terwujudnya penyelenggaraan pemilihan umum secara demokratis,
jujur, dan adil. Indonesia dewasa ini telah tumbuh menjadi salah satu negara
demokrasi terbesar di dunia. Proses demokrasi yang berjalan selama lima tahun
terakhir menunjukkan demokrasi yang semakin matang dan dewasa.
II. Pencapaian Prioritas
2.1 Gambaran Pencapaian
Prioritas perwujudan lembaga demokrasi yang makin kokoh mempunyai sasaran
terpeliharanya momentum awal konsolidasi demokrasi yang sudah terbentuk
berdasarkan hasil Pemilu tahun 2004 melalui beberapa pencapaian antara lain
sebagai berikut: (1) terlaksananya peran dan fungsi lembaga penyelenggara negara
dan lembaga kemasyarakatan sesuai konstitusi dan peraturan perundangan yang
berlaku; (2) meningkatnya partisipasi masyarakat dalam proses pengambilan
keputusan kebijakan publik; serta (3) terlaksananya pemilihan umum yang
demokratis, jujur, dan adil pada tahun 2009. Pencapaian sasaran prioritas di atas
digambarkan sebagai berikut.
2.1.1 Pelaksanaan Peran dan Fungsi Lembaga Penyelenggara
Negara dan Lembaga Kemasyarakatan
Sasaran terlaksananya peran dan fungsi lembaga penyelenggara negara
dan lembaga kemasyarakatan sesuai konstitusi (UUD 1945) dan peraturan
perundangan yang berlaku, digambarkan antara lain oleh keberhasilan kinerja
institusi demokrasi baik lembaga-lembaga penyelenggara negara maupun
lembaga kemasyarakatan.
Pada sisi perkembangan kinerja institusi demokrasi, selama lima tahun terakhir,
Indonesia telah mengalami proses transformasi politik yang sangat bermakna
bagi konsolidasi demokrasi. Lembaga-lembaga penyelenggara negara yang telah
ada terlihat bergerak maju secara lebih dinamis dalam melaksanakan peran dan
fungsi yang diberikan oleh UUD 1945. Selain itu, lembaga-lembaga independen
yang didirikan pada era reformasi semakin menunjukkan kinerja yang baik.
Mahkamah Konsitusi telah mampu menunjukkan kapasitasnya dalam mengawal
konstitusi (the guardian of the constitution) melalui respon yang tanggap
terhadap berbagai tuntutan judicial review pada undang-undang yang dianggap
151
B
a
g
i
a
n

I
I
I
Evaluasi Lima Tahun Pelaksanaan RPJMN 2004-2009
bertentangan dengan UUD 1945 oleh warga negara Indonesia sebagai pemegang
sah kedaulatan. Komisi Pemberantasan Korupsi telah mampu mengambil
tindakan-tindakan berarti dalam melakukan investigasi disertai penangkapan
terhadap para pelaku tindak pidana korupsi di Indonesia, meskipun masih sebatas
pada penindakan pelaku korupsi kerah putih. Terhadap kinerja positif tersebut,
masyarakat Indonesia pada umumnya menaruh rasa hormat dan harapan yang
tinggi terhadap kedua lembaga tersebut.
Pada sisi infrastruktur politik dapat digambarkan bahwa sejak awal era reformasi
(tahun 1998) hingga selama kurun waktu 20042009 telah berdiri kurang lebih
160 partai politik (parpol) di Indonesia. Pemilihan Umum tahun 1999, 2004, dan
2009 masing-masing diikuti oleh sebanyak 48, 24, dan 44 partai politik termasuk
enam parpol lokal (khusus berdiri di NAD). Sejak era reformasi hingga kini, partai
politik telah berkembang baik sebagai lembaga yang memberikan legitimasi
maupun sebagai lembaga yang membentuk kekuasaan.
Khusus perihal dimensi peran politik perempuan dapat digambarkan bahwa
representasi perempuan di DPR hasil Pemilu 2009 meningkat dibandingkan hasil
Pemilu 2004, yaitu menjadi 17 persen (hasil Pemilu 2009) dari 11 persen (hasil
Pemilu 2004). Sementara itu, representasi perempuan di DPD hasil Pemilu 2009
meningkat menjadi 28 persen dari 20 persen (hasil Pemilu 2004). Perlu dicatat
dalam pencapaian ini, kenaikan jumlah representasi perempuan di DPR tersebut
merupakan hasil perjuangan atau kompetisi politik tanpa metode perekayasaan
politik, seperti alokasi jumlah kursi atau pun penunjukan.
Gambar 3.8.1
Jumlah Partai Peserta Pemilu
dan Peraih Kursi
Gambar 3.8.2
Perbandingan Representasi
Perempuan dalam DPR dan
DPD Hasil Pemilu 2004 dan
2009
Sumber:
Komisi Pemilihan Umum,
2009.
Sumber:
Komisi Pemilihan Umum,
2009.
152
B
a
g
i
a
n

I
I
I
MEMELIHARA MOMENTUM PERUBAHAN
Pada sisi infrastruktur lainnya, karakteristik dan kemajuan penting yang telah diraih
selama periode 20052009 adalah bahwa masyarakat sipil Indonesia menunjukkan
kedermawanan dan keaktifan berorganisasi. Berdasarkan studi Indeks Masyarakat
Sipil Yappika (tahun 2006), didapat kesimpulan bahwa empat dari lima orang
Indonesia pernah memberikan sumbangan dalam bentuk uang atau barang
serta membantu warga lain. Lebih dari separuh rakyat Indonesia pernah menjadi
anggota suatu organisasi masyarakat sipil dan satu dari tiga orang Indonesia
pernah menjadi anggota lebih dari satu organisasi. Dari sisi lembaga, organisasi
masyarakat sipil Indonesia cukup aktif dan sukses mempromosikan demokrasi,
HAM dan memberdayakan warga negara. Namun, di sisi lain, masyarakat sipil
masih berada dalam posisi yang belum seimbang dengan posisi negara dan swasta.
Posisi negara dan swasta masih lebih kuat dari masyarakat sipil.
2.1.2 Peningkatan Partisipasi Masyarakat dalam Proses
Pengambilan Keputusan Kebijakan Publik
Sasaran meningkatnya partisipasi masyarakat dalam proses pengambilan
keputusan kebijakan publik digambarkan antara lain oleh keberhasilan Indonesia
sebagai negara yang mampu memberikan ruang kepada warga negaranya
untuk menyatakan pendapat terhadap berbagai kebijakan yang dihasilkan
oleh negara dan pemerintah, dan untuk terlibat dalam proses penyusunan
kebijakan publik. Dapat dikatakan bahwa tidak ada satu pun kebijakan ataupun
peraturan perundangan yang dihasilkan oleh negara ataupun pemerintah yang
menghambat partisipasi masyarakat. Dengan iklim kondusif yang diciptakan
oleh negara tersebut, partisipasi politik masyarakat dapat terjaga dalam kurun
waktu lima tahun terakhir ini. Masyarakat telah menunjukkan partisipasinya
untuk turut serta dalam kegiatan musyawarah perencanaan pembangunan yang
diselenggarakan oleh Pemerintah Nasional dan Pemerintah Daerah, yang dimulai
di tingkat desa, kecamatan, kabupaten/kota, provinsi hingga di tingkat nasional.
Di samping itu, partisipasi politik rakyat diekspresikan pula melalui rapat
dengar pendapat dengan lembaga perwakilan, dan audiensi atas prakarsa
masyarakat dengan Pemerintah maupun Pemerintah Daerah. Bahkan, ketika
masyarakat merasa masih belum cukup puas dalam menyuarakan aspirasinya
melalui mekanisme tersebut di atas, partisipasi masyarakat diekspersikan
melalui demonstrasi dan mogok. Masyarakat pun tidak segan untuk melakukan
pengaduan baik melalui media massa, maupun langsung kepada lembaga
peradilan, dan kepada instansi terkait terhadap kebijakan ataupun peraturan
perundangan yang merugikan masyarakat itu sendiri.

2.1.3 Pelaksanaan Pemilihan Umum yang Demokratis, Jujur
dan Adil pada Tahun 2009
Sasaran terlaksananya pemilihan umum yang demokratis, jujur dan adil pada
tahun 2009, digambarkan antara lain oleh kesuksesan penyelenggaraan
pemilihan kepala daerah di seluruh provinsi dan kabupaten/kota di Indonesia
selama kurun waktu 20052009 dan pelaksanaan pemilihan umum legislatif
(Pemilu Legislatif) dan pemilihan umum presiden (Pilpres) pada tahun 2009.
Secara umum, penyelenggaraan pemilu dan seluruh pemilihan kepala daerah
berjalan dengan demokratis, aman, dan damai.
153
B
a
g
i
a
n

I
I
I
Evaluasi Lima Tahun Pelaksanaan RPJMN 2004-2009
Namun, penyelenggaraan pemilihan umum dan pemilihan umum kepala
daerah/wakil kepala daerah yang cukup baik tersebut diwarnai oleh belum
optimalnya pelaksanaan pemenuhan hak-hak politik rakyat untuk memilih. Hal
ini disebabkan oleh adanya persoalan dalam peraturan dan penyelenggaraan
pemilu dan pemilihan kepala daerah/wakil kepala daerah yang berdampak pada
penurunan tingkat partisipasi politik rakyat. Dalam Pemilu Legislatif 2009, angka
partisipasi politik mencapai 70,99 persen, sedangkan pada Pemilu Presiden
2009, tingkat partisipasi politik rakyat mencapai 72,56 persen. Jika dibandingkan
dengan tahun 2004, tingkat partisipasi politik dalam Pemilu Presiden dan Pemilu
Legislatif masing-masing mencapai 77,44 persen dan 84,07 persen. Partisipasi
politik dalam pemilu kepala daerah sejak tahun 2005 sampai dengan tahun 2008
adalah 75,28 persen. Pemilu kepala daerah yang sudah berlangsung sejak tahun
2005 telah meletakkan dasar-dasar tradisi berdemokrasi yang penting, berupa
pembelajaran cara berpolitik dan berdemokrasi secara baik, serta kemampuan
masyarakat untuk ikut serta mengawal seluruh proses penyelenggaraan pemilu
kepala daerah sampai selesai.
Dengan berbagai pencapaian yang diraih tersebut, secara umum dapat dikatakan
bahwa Indonesia sedang bergerak maju dalam proses demokratisasi. Semua ini
merupakan modal yang sangat berarti bagi kemajuan demokrasi di tanah air
pada masa mendatang.
2.2 Evaluasi Pencapaian
2.2.1 Sasaran 1: Pelaksanaan Peran dan Fungsi Lembaga
Penyelenggara Negara dan Lembaga Kemasyarakatan
Pencapaian dalam perkembangan demokrasi di Indonesia dalam lima tahun tera-
khir tidak lepas dari peran berbagai pemangku kepentingan terutama masya-
rakat. Pada sisi Pemerintah, dapat dikatakan bahwa tidak ada satu pun kebijakan
Pemerintah yang menghambat proses demokratisasi di Indonesia.
Tuntutan masyarakat sekaligus kepemim pinan lembaga MK dan KPK yang mem-
berikan perhatian agar demokrasi dapat berjalan dengan baik telah menyebabkan
lembaga-lembaga MK dan KPK menunjukkan upaya perbaikan kinerja dan
menghasilkan keluaran yang diharapkan oleh rakyat. Kebijakan Pemerintah untuk
menghormati dan mendukung checks and balances telah pula memberikan
sumbangan tidak langsung pada peningkatan kinerja kedua lembaga tersebut.
Gambar 3.8.3
Presentase Partisipasi Pemilu
Presiden, Pemilu Anggota
DPR/DPD/DPRD, dan Pemilu
Kepala Daerah
Sumber:
KPU, Kementerian Dalam
Negeri, 2009.
154
B
a
g
i
a
n

I
I
I
MEMELIHARA MOMENTUM PERUBAHAN
Pada sisi infrastruktur politik, parpol memiliki citra yang kurang menggembirakan
di mata publik konstituennya. Hal ini disebabkan oleh kinerja parpol yang
kurang optimal dalam melaksanakan fungsi-fungsi utama parpol seperti
agregasi dan artikulasi politik, komunikasi politik, dan pendidikan politik. Parpol
pun menghadapi beberapa persoalan internal organisasinya seperti konflik
internal dalam pergantian kepengurusan, belum berjalan optimalnya proses
kaderisasi dan mekanisme rekrutmen, lemahnya kemampuan dan kapasitas
kader dan fungsionaris partai dalam membangun dan mempraktikkan dasar-
dasar demokrasi, dan lemahnya sistem demokrasi internal dalam partai politik.
Dampak dari kinerja yang belum optimal adalah lemahnya kepercayaan publik
terhadap partai politik.
Sejak era reformasi hingga sekarang, posisi negara dan swasta masih lebih kuat
dari masyarakat sipil. Masih lemahnya kekuatan masyarakat sipil terhadap
negaradan swastadisebabkan kegiatan-kegiatan organisasi masih bersifat
kasuistis dan sporadis, serta tidak berkelanjutan. Berbagai kinerja yang kurang
memadai ini disebabkan oleh kelemahan organisasi masyarakat sipil yang berakar
dari persoalan: (1) lemahnya manajemen pengelolaan organisasi termasuk di
dalamnya kurang melakukan kaderisasi dan pengelolaan sumber daya manusia
yang tepat, serta belum memiliki jaringan yang luas di kalangan masyarakat
sipil; (2) rendahnya akses organisasi terhadap informasi; (3) minimnya dukungan
prasarana, pelatihan, permodalan serta akses distribusi dan pemasaran pada
proses pengembangan unit-unit produksi organisasi masyarakat setempat (OMS);
dan (4) keterbatasan proses pertukaran gagasan, pengalaman dan pembelajaran
antar organisasi masyarakat antar wilayah karena keterbatasan mobilitas mereka.
Hal lain yang penting, OMS tidak terbebas pula dari persoalan tidak transparan
dan korupsi. Program peningkatan kapasitas organisasi masyarakat sipil
belum cukup nyata dan masih sangat terbatas untuk memfasilitasi penguatan
kapasitas organisasi masyarakat sipil di Indonesia. Kebijakan pemerintah untuk
mendorong berkembangnya masyarakat sipil pada prinsipnya tidak menghambat
bergeraknya masyarakat dan organisasi masyarakat sipil. Walaupun UU Nomor
8 Tahun 1985 tentang Organisasi Kemasyarakatan masih berlaku, namun
Pemerintah tidak menerapkan sepenuhnya undang-undang tersebut, misalnya
Pemerintah tidak memberikan tindakan apapun (sanksi atau pengaturan lebih
lanjut) apabila terdapat organisasi kemasyarakatan yang terregistrasi ataupun
tidak terregistrasi.
2.2.2 Sasaran 2: Peningkatan Partisipasi Masyarakat dalam
Proses Pengambilan Keputusan Kebijakan Publik
Kinerja partisipasi masyarakat yang meningkat dalam penyelenggaraan negara
dan pemerintahan termasuk dalam perumusan kebijakan publik disebabkan
antara lain oleh intervensi kebijakan pemerintah yang menjamin, menghormati,
dan mendorong berkembangnya proses demokratisasi di Indonesia khususnya
pelaksanaan jaminan terhadap hak-hak politik dan kebebasan sipil untuk
menyampaikan pendapat di muka publik atau melalui mekanisme dengar
pendapat, audiensi, demonstrasi, mogok ataupun melakukan pengaduan.
Hampir tidak ada peraturan perundangan atau kebijakan Pemerintah yang
menghalangi kebebasan sipil dan jaminan tidak dilaksanakannya hak-hak politik
masyarakat. Peraturan perundangan dan kebijakan tersebut menyebabkan
masyarakat tidak takut untuk menyampaikan pendapat dan aspirasinya melalui
berbagai mekanisme.
155
B
a
g
i
a
n

I
I
I
Evaluasi Lima Tahun Pelaksanaan RPJMN 2004-2009
Berkenaan dengan forum publik Musyawarah Perencanaan Pembangunan,
Pemerintah dan Pemerintah Daerah secara rutin menyelenggarakan musrenbang
sebagai wujud konkret komitmen pemerintah dan pemerintah daerah antara
lain untuk melaksanakan UU Nomor 25 Tahun 2004 tentang Sistem Perencanaan
Pembangunan Nasional (SPPN) yang mewajibkan pelaksanaan musrenbang
secara partisipatif, yaitu yang melibatkan seluruh pemangku kepentingan dalam
forum musrenbang tersebut. Adanya forum musrenbang dimaksud secara rutin
setiap tahun telah mendorong masyarakat untuk berpartisipasi dalam perumusan
kebijakan publik secara rutin pula.
Namun, pembelajaran yang diperoleh dalam lima tahun terakhir, partisipasi
masyarakat melalui berbagai mekanisme yang ada terutama kegiatan demonstrasi
perlu ditingkatkan kualitas aspirasi ataupun pendapatnya. Dengan demikian,
demonstrasi tidaklah hanya semata demonstrasi tanpa dibarengi dengan usulan
solusi pemecahannya. Aspirasi masyarakat yang telah disampaikan kepada
Pemerintah perlu untuk diperjuangkan dan ditindaklanjuti oleh negara khususnya
oleh Pemerintah menjadi suatu kebijakan yang tepat, prorakyat, dan bermanfaat
bagi masyarakat.
2.2.3 Sasaran 3: Pelaksanaan Pemilihan Umum yang
Demokratis, Jujur dan Adil pada Tahun 2009
Penyelenggaraan Pemilu dan pemilihan kepala daerah yang aman, jujur dan
demokratis merupakan buah dari terselesaikannya sejumlah landasan struktural
penting untuk menghadapi penyelenggaran Pemilu 2009, yaitu ditetapkannya
seperangkat undang-undang politik yang menjadi pilar sistem politik Indonesia.
Pemilu 2009 yang diselenggarakan secara demokratis dan adil juga tidak terlepas
dari kontribusi keputusan Mahkamah Konstitusi (MK) yang menetapkan calon
anggota legislatif terpilih berdasarkan perolehan suara terbanyak, tidak lagi
berdasarkan nomor urut yang ditetapkan oleh partai politik yang ikut dalam
pemilu legislatif. Keputusan MK tersebut telah menjamin hak-hak politik rakyat
untuk dipilih.
Di samping itu, keputusan MK yang memperbolehkan keikutsertaan calon
independen dengan mengabulkan judicial review terhadap UU Nomor 32 Tahun
156
B
a
g
i
a
n

I
I
I
MEMELIHARA MOMENTUM PERUBAHAN
2004 tentang Pemerintahan Daerah telah melengkapi keberhasilan pemilihan kepala
daerah/wakil kepala daerah yang lebih memberikan keadilan dengan memberikan
jaminan terhadap hak-hak politik khususnya hak rakyat untuk dipilih.
Angka partisipasi politik yang menurun disumbang oleh adanya persoalan
dalam penyelenggaraan Pemilu, seperti masih lemahnya sistem administrasi
kependudukan yang menjadi dasar penyusunan Daftar Pemilih Tetap (DPT)
dalam Pemilu, dan masih terbatasnya pelaksanaan pendidikan pemilih. Meskipun
demikian, secara umum dapat dinyatakan bahwa selama kurun waktu 20042009,
pelaksanaan pilkada dan Pemilu telah berjalan secara demokratis, jujur, dan adil.

III. Keberhasilan
Sasaran prioritas perwujudan lembaga demokrasi yang makin kokoh dalam kurun
waktu 20052009 dapat dicapai berkat sumbangan berharga dari hasil-hasil
pelaksanaan beberapa program dan kegiatan pokok Program Penyempurnaan
dan Penguatan Kelembagaan Demokrasi dan Program Perbaikan Proses Politik.
3.1 Program Penyempurnaan dan Penguatan
Kelembagaan Demokrasi
Keberhasilan pelaksanaan Program Penyempurnaan dan Penguatan Kelembagaan
Demokrasi terlihat dengan adanya dukungan yang positif dan keterlibatan
Pemerintah dalam penyusunan perubahan/revisi terhadap peraturan perundang-
undangan bidang politik. Keterlibatan Pemerintah telah memberikan sumbangan
pemikiran dan ide yang dimasukkan ke dalam peraturan perundang-undangan.
Peran Pemerintah terpenting adalah ikut serta dan melakukan fasilitasi terhadap
penyelesaian peraturan perundang-undangan seperti UU Nomor 22 Tahun 2007
tentang Penyelenggara Pemilu, UU Nomor 2 Tahun 2008 tentang Partai Politik,
dan UU Nomor 10 Tahun 2008 tentang Pemilihan Umum Anggota DPR, DPD,
dan DPRD, serta UU Nomor 42 Tahun 2008 tentang Pemilu Presiden dan Wakil
Presiden. Pada Agustus 2009, telah pula ditetapkan undang-undang terbaru
bidang politik yakni UU Nomor 27 Tahun 2009 tentang MPR, DPR, DPD, dan DPRD
sebagai pengganti UU Nomor 22 Tahun 2003 tentang Susunan dan Kedudukan
157
B
a
g
i
a
n

I
I
I
Evaluasi Lima Tahun Pelaksanaan RPJMN 2004-2009
MPR, DPR, DPD, dan DPRD. Pengubahan judul dengan menghapus frase Susunan
dan Kedudukan yang tercantum dalam UU Nomor 22 Tahun 2003 dimaksudkan
untuk tidak membatasi pengaturan yang hanya terbatas pada materi muatan
susunan dan kedudukan lembaga, tetapi juga mengatur hal-hal lain yang lebih
bersifat komprehensif.
Terkait dengan undang-undang partai politik, berdasarkan undang-undang
yang baru telah ditetapkan pemberlakuan parliamentary threshold. Hal ini
memberikan dampak pada menurunnya jumlah partai yang ada di parlemen,
yakni hanya sembilan parpol dari 38 peserta pemilu pada tingkat nasional. Pada
Pemilu Legislatif 2004, dari 24 parpol peserta pemilu, 16 parpol mendapatkan
kursi di parlemen. Peran Pemerintah tentunya turut menentukan pemberlakuan
peraturan perundangan yang antara lain ditujukan untuk meningkatkan peran
parpol di Indonesia agar lebih akuntabel.
Fasilitasi pemberian bantuan keuangan terhadap parpol yang dilakukan
setiap tahun dapat dikatakan memberikan kontribusi untuk turut mendukung
penguatan peran parpol. Dalam memberikan bantuan keuangan pada parpol,
Pemerintah menyusun PP tentang Bantuan Keuangan kepada Partai Politik yang
memberikan landasan fasilitasi pemberian bantuan keuangan parpol sebesar
21 juta rupiah per kursi di DPR. Dalam memberikan bantuan keuangan untuk
parpol lima tahun ke depan, Pemerintah telah menyelesaikan PP Nomor 5
Tahun 2009 tentang Bantuan Keuangan kepada Partai Politik yang didasarkan
pada perhitungan bantuan per suara bagi partai politik yang mendapatkan
kursi di DPR. Dalam melaksanakan PP tersebut, Menteri Dalam Negeri telah
menyusun Permendagri Nomor 24 Tahun 2009 tentang Pedoman Tatacara
Penghitungan, Penganggaran Dalam APBD, Pengajuan, Penyaluran, dan Laporan
Pertanggungjawaban Penggunaan Bantuan Keuangan Partai Politik.
Terkait dengan partai politik lokal di Provinsi NAD, Pemerintah telah pula
memberikan fasilitasi pembentukannya melalui PP Nomor 20 Tahun 2007 tentang
Partai Politik Lokal di Aceh, yang merupakan tindak lanjut dari penetapan UU
Nomor 11 Tahun 2006 tentang Pemerintahan Aceh. Keberadaan parpol lokal
tersebut dapat lebih menjamin aspirasi masyarakat lokal yang disalurkan melalui
partai politik lokal dimaksud. Implikasinya tentu pada penguatan kelembagaan
demokrasi khususnya di Provinsi NAD.
158
B
a
g
i
a
n

I
I
I
MEMELIHARA MOMENTUM PERUBAHAN
Terkait dengan peningkatan kualitas peran organisasi kemasyarakatan, Pemerintah
telah menyelenggarakan berbagai forum dialog dan diskusi untuk melakukan
revisi terhadap UU Nomor 8 Tahun 1985 tentang Organisasi Kemasyarakatan.
Meskipun revisi terhadap UU tersebut telah direncanakan sejak tahun 2000,
hingga saat ini UU belum ditetapkan dan saat ini telah dimasukkan dalam Daftar
Program Legislasi Nasional Tahun 20102014, sebagaimana dituangkan dalam
Keputusan Dewan Perwakilan Rakyat Republik Indonesia Nomor 41A/DPR-
RI/2009-2014 tentang Persetujuan Program Legislasi Nasional Tahun 2010-2014.
Pemerintah bersama organisasi masyarakat sipil selalu melakukan diskusi secara
berkala dalam rangka merumuskan masukan bagi penyempurnaan UU Nomor 8
Tahun 1985. Berbagai diskusi yang dilakukan telah mulai membuka kepercayaan
masyarakat sipil terhadap Pemerintah dan diharapkan dapat memberikan dasar-
dasar yang kuat untuk menciptakan hubungan negara dan masyarakat yang
kondusif di masa mendatang.
Beberapa programyang bertujuan menjalin kerjasama Pemerintah dan
masyarakat sipil untuk melakukan pendidikan politik termasuk di dalamnya
pendidikan pemilih dan pendidikan kewarganegaraan dan kebangsaan
telah mengubah paradigma aparatur pemerintah mengenai persepsi peran
masyarakat sipil dalam proses penyelenggaraan negara dan pemerintahan. Di
sisi masyarakat sipilwalaupun masih banyak pertanyaan terkait dengan niat
positif Pemerintahkesempatan tersebut telah membuka peluang kemitraan
Pemerintah dan masyarakat sipil yang selama ini sempat tertutup. Kesempatan
ini tentunya menjadi modal sosial (social capital) untuk mewujudkan kepercayaan
antara masyarakat sipil dan Pemerintah. Berkenaan dengan kerjasama
Pemerintah dan masyarakat sipil khususnya di bidang kebudayaan, Pemerintah
telah menerbitkan Permendagri Nomor 39 Tahun 2007 tentang Pedoman
Fasilitasi Organisasi Kemasyarakatan Bidang Kebudayaan, Keraton dan Lembaga
Adat dalam Pelestarian dan Pengembangan Budaya Daerah. Permendagri ini
diakui telah memberikan landasan bagi masyarakat sipil yang bergerak di bidang
kebudayaan untuk bersama Pemerintah melestarikan warisan budaya daerah
yang bermanfaat dalam memperkuat persatuan, kesatuan dan kerukunan
nasional, serta menjaga keutuhan NKRI.
3.2 Program Perbaikan Proses Politik
Berkenaan dengan Program Perbaikan Proses Politik, peran Pemerintah
159
B
a
g
i
a
n

I
I
I
Evaluasi Lima Tahun Pelaksanaan RPJMN 2004-2009
adalah melaksanakan fasilitasi terkait dengan penyelenggaraan Pemilu dan
Pilkada sejak tahun 2005 hingga tahun 2009. Fasilitasi yang diberikan dapat
dikatakan merupakan sumbangan kepada peningkatkan kualitas dan efektivitas
penyelenggaraan Pemilu dan uji kelayakan publik, serta pelembagaan perumusan
kebijakan publik.
Pada Pemilu 2009, standar dan parameter penyelenggaraan debat publik
yang berkualitas bagi calon pemimpin nasional telah semakin dilembagakan
(institutionalized). Pola-pola perdebatan antara calon presiden (Capres) telah
dilaksanakan untuk menguji integritas dan visi kepemimpinan para calon.
Fasilitasi Pemerintah diberikan pula untuk meningkatkan kualitas kelembagaan
Pemilu seperti proses rekrutmen dan seleksi anggota Komisi Pemilihan Umum
(KPU) berdasarkan fit and proper test oleh DPR; penguatan kelembagaan
KPU Pusat, Komisi Pemilihan Umum Daerah (KPUD) tingkat kabupaten/kota;
penguatan kompetensi dan kualifikasi aparatur penyelenggara pemilu, dan
membantu penetapan lembaga Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu) sebagai
lembaga permanen.
Dalam rangka menyukseskan Pemilu 2009 yang lalu, KPU bekerja sama dengan
Pemerintah mendeklarasikan gerakan nasional sosialisasi Pemilu pada bulan
Juni 2008. Gerakan sosialisasi ini bertujuan untuk mengajak semua lapisan
masyarakat dan bangsa Indonesia untuk menyukseskan Pemilu 2009. Tidak
hanya itu, KPU dan Pemerintah melaksanakan sosialisasi UU Nomor 10 Tahun
2008 yang memuat tentang ketentuan pemilu yang berbeda dengan ketentuan
pada undang-undang sebelumnya terutama yang menyangkut perubahan tata
cara pencoblosan menjadi pencontrengan pada Pemilu 2009.
Fasilitasi Pemerintah terhadap penyelenggaraan Pilkada di berbagi daerah juga
membantu penyelesaian beberapa persoalan terkait dengan penyelenggaraan
pemilu terutama Pemilu 2009 dan Pilkada. Pemerintah juga membentuk
Desk Pilkada pusat/provinsi dan kabupaten/kota yang bertujuan membantu
memastikan pelaksanaan pilkada berjalan dengan baik.
Agar pelaksanaan pemilihan kepala daerah berjalan dengan maksimal,
pemerintah melakukan fasilitasi pelaksanaan sosialisasi dan dialog interaktif
antara pemerintah pusat dan daerah untuk memantapkan persiapan pelaksanaan
pemilu kepala daerah. Pemerintah pun telah menetapkan PP Nomor 6 Tahun
160
B
a
g
i
a
n

I
I
I
MEMELIHARA MOMENTUM PERUBAHAN
2005 tentang Pemilihan, Pengesahan, Pengangkatan, dan Pemberhentian Kepala
Daerah dan Wakil Kepala Daerah, serta menetapkan Inpres Nomor 7 Tahun
2005 tentang Dukungan Pemerintah dan Pemerintah Daerah untuk Kelancaran
Pelaksanaan Pemilihan Kepala Daerah dan Wakil Kepala Daerah, dalam rangka
mendapatkan pemimpin daerah yang profesional dan kompeten serta memiliki
komitmen yang kuat untuk melaksanakan perannya di dalam proses demokrasi
dalam konteks desentralisasi dan otonomi daerah.

161
B
a
g
i
a
n

I
V
Evaluasi Lima Tahun Pelaksanaan RPJMN 2004-2009
Bab 4.1 Pengantar Agenda Meningkatkan Kesejahteraan Rakyat
Bab 4.2 Penanggulangan Kemiskinan
Bab 4.3 Peningkatan Investasi dan Ekspor Nonmigas
Bab 4.4 Peningkatan Daya Saing Industri Manufaktur
Bab 4.5 Revitalisasi Pertanian
Bab 4.6 Pemberdayaan Koperasi dan Usaha Mikro, Kecil dan Menengah
Bab 4.7 Peningkatan Pengelolaan BUMN
Bab 4.8 Peningkatan Kemampuan Ilmu Pengetahuan dan Teknologi
Bab 4.9 Perbaikan Iklim Ketenaga Kerja
Bab 4.10 Pemantapan Stabilitas Ekonomi Makro
Bab 4.11 Pembangunan Perdesaan
Bab 4.12 Pengurangan Ketimpangan Pembangunan Wilayah
Bab 4.13 Peningkatan Akses Masyarakat Terhadap Pendidikan Yang
Berkualitas
Bab 4.14 Peningkatan Akses Masyarakat Terhadap Layanan Kesehatan
yang Lebih Berkualitas
Bab 4.15 Peningkatan Perlindungan dan Kesejahteraan Sosial
Bab 4.16 Pembangunan Kependudukan dan Keluarga Kecil Berkualitas
serta Pemuda dan Olahraga
Bab 4.17 Peningkatan Kualitas Kehidupan Beragama
Bab 4.18 Perbaikan Pengelolaan Sumber Daya Alam dan Pelestarian
Fungsi Lingkungan Hidup
Bab 4.19 Percepatan Pembangunan Infrastruktur
Bab 4.20 Penanggulangan dan Pengurangan Risiko Bencana
Bagian IV
Agenda Meningkatkan
Kesejahteraan Rakyat
162
B
a
g
i
a
n

I
V
MEMELIHARA MOMENTUM PERUBAHAN 162 MEMELIHARA MOMENTUM PERUBAHAN
B
a
g
i
a
n

I
V
163
B
a
g
i
a
n

I
V
Evaluasi Lima Tahun Pelaksanaan RPJMN 2004-2009
Bab 4.1
Pengantar Agenda Meningkatkan
Kesejahteraan Rakyat
A
genda Meningkatkan Kesejahteraan Rakyat memuat 5 sasaran pokok
dengan 19 prioritas beserta arah kebijakannya. Sasaran Pertama adalah
menurunnya jumlah penduduk miskin menjadi 8,2 persen pada 2009
serta terciptanya lapangan kerja yang mampu mengurangi pengangguran
terbuka menjadi 5,1 persen pada 2009 dengan didukung oleh stabilitas ekonomi
yang tetap terjaga. Kemiskinan dan pengangguran diatasi dengan strategi
pembangunan ekonomi yang mendorong pertumbuhan yang berkualitas dan
berdimensi pemerataan melalui penciptaan lingkungan usaha yang sehat.
Untuk mencapai sasaran tersebut, prioritas pembangunan nasional 20042009
adalah Penanggulangan Kemiskinan dengan kebijakan yang diarahkan untuk
menghormati, melindungi dan memenuhi hak-hak dasar masyarakat miskin
yang meliputi hak atas pangan, kesehatan, pendidikan, pekerjaan, perumahan,
air bersih, tanah, lingkungan hidup dan sumberdaya alam, rasa aman, serta hak
untuk berpartisipasi dalam perumusan kebijakan publik.
n

I
V
B
a
g
i
a
n

I
V
164
B
a
g
i
a
n

I
V
MEMELIHARA MOMENTUM PERUBAHAN
Peningkatan Investasi dan Ekspor NonMigas dengan kebijakan yang diarahkan
untuk menghapus ekonomi biaya tinggi antara lain dengan: (1) menyederhanakan
prosedur perizinan investasi, termasuk bagi UKM; (2) men ciptakan kepastian
hukum yang menjamin kepastian usaha, termasuk mengurangi tumpang
tindih kebijakan antar pusat dan daerah serta antar sektor; menyempurnakan
kelembagaan investasi yang berdaya saing, efisien, transparan, dan non-
diskriminatif; (3) menyederhanakan administrasi perpajakan dan kepabeanan
melalui reformasi perpajakan dan kepabeanan; (4) menciptakan insentif investasi
yang tepat sasaran dalam upaya penyebaran investasi yang makin banyak
ke luar Jawa terutama Kawasan Timur Indonesia; (5) mendorong pemulihan
fungsi intermediasi perbankan; (6) meningkatkan penyediaan infrastruktur;
(7) revitalisasi kelembagaan promosi ekspor; (8) meningkatkan pelayanan
support at company level; (9) pengembangan sarana pembiayaan perdagangan;
serta (10) memperkuat kelembagaan pengamanan perdagangan internasional
(safeguard/anti-dumping). Selanjutnya untuk me-ningkatkan penerimaan
devisa, kebijakan pariwisata diarahkan untuk meningkatkan efektivitas promosi
dan pengembangan produk-produk wisata dan meningkatkan sinergi dalam jasa
pelayanan pariwisata.
Peningkatan Daya Saing Industri Manufaktur dengan kebijakan diarahkan untuk:
(1) meningkatkan utilitas kapasitas terpasang; (2) memperkuat struktur industri;
(3) memperkuat basis produksi; (4) meningkatkan daya saing dengan tekanan
pada industri-industri yang menyerap lebih banyak tenaga kerja; (5) memenuhi
kebutuhan dalam negeri; (6) memiliki potensi ekspor; serta (7) mengolah
sumberdaya alam di dalam negeri.
Revitalisasi Pertanian dalam arti luas yang diarahkan untuk mendorong
pengamanan ketahanan pangan, peningkatan daya saing, diversifikasi,
peningkatan produktivitas dan nilai tambah produk pertanian, peternakan,
perkebunan, perikanan dan kehutanan untuk peningkatan kesejahteraan petani
dan nelayan, melalui: (1) peningkatan kemampuan petani dan nelayan serta
penguatan lembaga pendukungnya; (2) pengamanan ketahanan pangan; (3)
peningkatan akses petani dan nelayan kepada sumberdaya produktif seperti
teknologi, informasi pemasaran, pengolahan dan permodalan; (4) perbaikan
iklim usaha dalam rangka meningkatkan diversifikasi usaha dan memperluas
kesempatan berusaha; (5) peningkatan kemampuan manajemen dan kompetensi
165
B
a
g
i
a
n

I
V
Evaluasi Lima Tahun Pelaksanaan RPJMN 2004-2009
kewirausahaan di kalangan pelaku usaha bidang pertanian dan perikanan; (6)
mendorong peningkatan standar mutu komoditas, penataan dan pengembangan
industri pengolahan produk pertanian dan perikanan untuk meningkatkan daya
saing dan nilai tambah; (7) peningkatan efisiensi sistem distribusi, koleksi dan
jaringan pemasaran produk untuk perluasan pemasaran; dan (8) peningkatan
pemanfaatan sumberdaya perikanan dan optimasi pemanfaatan hutan alam,
pengembangan hutan tanaman serta hasil hutan non-kayu, untuk mendukung
pertumbuhan ekonomi dengan tetap menjaga kelestarian sumberdaya alam dan
lingkungan hidup.
Pemberdayaan Koperasi dan Usaha
Mikro, Kecil, dan Menengah (UMKM)
dengan kebijakan yang diarahkan untuk:
(1) mengembangkan usaha kecil dan
menengah (UKM) agar memberikan
kontribusi yang signifikan terhadap
pertumbuhan ekonomi, penciptaan
lapangan kerja, dan peningkatan
daya saing; (2) mengembangkan
usaha skala mikro dalam rangka
peningkatan pendapatan pada kelom-
pok masyarakat berpendapatan
rendah; (3) memperkuat kelembagaan
dengan menerapkan prinsip-prinsip
tata kepemerintahan yang baik (good
governance) dan berwawasan gender
dengan cara memperbaiki lingkungan
usaha dan menyederhanakan prosedur
perizinan, memperluas akses kepada
sumber permodalan khususnya perbankan, memperluas dan meningkatkan
kualitas institusi pendukung yang menjalankan fungsi intermediasi sebagai
penyedia jasa pengembangan usaha, teknologi, manajemen, pemasaran dan
informasi; (4) memperluas basis dan kesempatan berusaha serta menumbuhkan
wirausaha baru berkeunggulan, termasuk mendorong peningkatan ekspor;
(5) meningkatkan UMKM sebagai penyedia barang dan jasa pada pasar
domestik, khususnya untuk memenuhi kebutuhan masyarakat banyak; dan (6)
meningkatkan kualitas kelembagaan koperasi sesuai dengan jati dirinya.
Peningkatan Pengelolaan BUMN dalam rangka meningkatkan kinerja dan daya
saing BUMN dengan kebijakan yang diarahkan untuk melanjutkan restrukturisasi
BUMN yang semakin terarah dan efektif sesuai dengan orientasi dan fungsinya.
Peningkatan Kemampuan Ilmu Pengetahuan dan Teknologi (Iptek) dengan
kebijakan yang diarahkan untuk: (1) meningkatkan fokus dan kapasitas litbang
iptek; (2) mempercepat proses difusi dan pemanfaatan hasil-hasil iptek; (3)
memperkuat kelembagaan iptek; dan (4) menciptakan iklim inovasi dalam
bentuk skema insentif.
Perbaikan Iklim Ketenagakerjaan deng an pengembangan kebijakan pasar tenaga
kerja yang fleksibel dan pena taan hubungan industrial yang mencer minkan asas
keadilan dan kondusif bagi peningkatan produktivitas dan inovasi.
166
B
a
g
i
a
n

I
V
MEMELIHARA MOMENTUM PERUBAHAN
Pemantapan Stabilitas Ekonomi Makro yang diarahkan untuk menjaga dan
mempertahankan stabilitas ekonomi makro yang telah dicapai dengan memberi
ruang yang lebih luas untuk mendorong pertumbuhan ekonomi. Dalam kaitan itu,
upaya yang ditempuh mencakup: (1) penyusunan formulasi APBN dengan tujuan
mengembalikan kemampuan fiskal sebagai salah satu instrumen perekonomian
yang efektif untuk menciptakan lapangan kerja melalui dorongan pertumbuhan
ekonomi yang berkelanjutan dan berkualitas; (2) pengembangan strategi
pengelolaan pinjaman luar negeri sebagai pelengkap pembiayaan pembangunan
dengan mendasarkan pada prinsip pengelolaan yang efisien dan memungkinkan
meningkatnya kemampuan membayar; (3) peningkatan koordinasi kebijakan
fiskal dan moneter antara Pemerintah dan Bank Indonesia dengan tetap menjaga
peran masing-masing; serta (4) peningkatan upaya penyehatan dan penertiban
lembaga-lembaga keuangan dan perbankan dalam rangka meningkatkan peran
lembaga-lembaga tersebut sebagai intermediasi ke sektor-sektor produksi.
Sasaran Kedua adalah berkurangnya kesenjangan antarwilayah yang tercermin
dari meningkatnya peran perdesaan sebagai basis pertumbuhan ekonomi agar
mampu meningkatkan kesejahteraan masyarakat di perdesaan; meningkatnya
pembangunan pada daerah-daerah terbelakang dan tertinggal; meningkatnya
masyarakat di perdesaan; meningkatnya pembangunan pada daerah-daerah
terbelakang dan tertinggal; meningkatnya pengembangan wilayah yang didorong
oleh daya saing pengembangan wilayah yang didorong oleh daya saing kawasan
dan produk-produk unggulan daerah; serta meningkatnya keseimbangan
pertumbuhan pembangunan antar kota-kota metropolitan, besar, menengah, dan
kecil dengan memperhatikan keserasian pemanfaatan ruang dan penatagunaan
tanah.
Untuk mencapai sasaran tersebut, prioritas pembangunan nasional 2004-
2009 diletakkan pada Pembangunan Perdesaan dengan: (1) mengembangkan
diversifikasi kegiatan ekonomi perdesaan; (2) meningkatkan promosi dan
pemasaran produk-produk pertanian dan perdesaan lainnya; (3) memperluas
akses masyarakat perdesaan ke sumberdaya-sumberdaya produktif, pelayanan
publik dan pasar; (4) meningkatkan keberdayaan masyarakat perdesaan melalui
peningkatan kualitasnya, penguatan kelembagaan dan modal sosial masyarakat
perdesaan; (5) meningkatkan kesejahteraan masyarakat perdesaan serta
meminimalkan risiko kerentanan; serta (6) mengembangkan praktik-praktik
budidaya pertanian dan usaha non-pertanian yang ramah lingkungan dan
berkelanjutan.
Pengurangan Ketimpangan Pembangunan Wilayah dengan: (1) mendorong
percepatan pembangunan dan pertumbuhan wilayah-wilayah strategis dan cepat
tumbuh yang selama ini masih belum berkembang secara optimal, sehingga dapat
menjadi motor penggerak bagi wilayah-wilayah tertinggal di sekitarnya dalam
suatu sistem wilayah pengembangan ekonomi yang sinergis; (2) meningkatkan
keberpihakan Pemerintah untuk mengembangkan wilayah-wilayah tertinggal dan
terpencil sehingga wilayah-wilayah tersebut dapat tumbuh dan berkembang secara
lebih cepat dan dapat mengejar ketertinggalan pembangunannya dengan daerah
lain; (3) mengembangkan wilayah-wilayah perbatasan dengan mengubah arah
kebijakan pembangunan yang selama ini cenderung berorientasi inward looking
menjadi outward looking, sehingga kawasan tersebut dapat dimanfaatkan sebagai
pintu gerbang aktivitas ekonomi dan perdagangan dengan negara tetangga,
167
B
a
g
i
a
n

I
V
Evaluasi Lima Tahun Pelaksanaan RPJMN 2004-2009
baik dengan menggunakan pendekatan pembangunan melalui peningkatan
kesejahteraan (prosperity approach) maupun keamanan (security approach); (4)
menyeimbangkan pertumbuhan pembangunan antar kota-kota metropolitan,
besar, menengah, dan kecil secara hirarkis dalam suatu sistem pembangunan
perkotaan nasional; (5) meningkatkan keterkaitan kegiatan ekonomi yang berada di
wilayah perdesaan dengan yang berada di perkotaan; (6) mengoperasionalisasikan
Rencana Tata Ruang sesuai dengan hirarki perencanaan (Rencana Tata Ruang
Wilayah/RTRW-Nasional, RTRW-Pulau, RTRW-Provinsi, RTRW-Kabupaten/
Kota) seba gai acuan koordinasi dan sinkronisasi pem bangunan antar sektor dan
antarwilayah.
Sasaran Ketiga adalah meningkatnya kualitas manusia yang secara menye luruh
tercermin dari membaiknya angka Indeks Pembangunan Manusia (IPM).
Untuk mencapai sasaran tersebut, prioritas pembangunan nasional 2004-2009
diletakkan pada Peningkatan Akses Masyarakat Terhadap Pendidikan yang
Berkualitas dengan kebijakan yang diarahkan untuk: (1) menyelenggarakan
Wajib Belajar Pendidikan Dasar 9 Tahun; (2) menurunkan secara nyata jumlah
penduduk yang buta aksara; (3) meningkatkan perluasan dan pemerataan
pendidikan menengah dan pendidikan tinggi; (4) meningkatkan perluasan
pendidikan anak usia dini; menyelenggarakan pendidikan non-formal yang
bermutu untuk memberikan pelayanan pendidikan kepada warga masyarakat
yang tidak mungkin terpenuhi kebutuhan pendidikannya melalui jalur formal;
(5) menurunkan kesenjangan partisipasi pendidikan antar-kelompok masyarakat
dengan memberikan akses yang lebih besar kepada kelompok masyarakat yang
selama ini kurang dapat terjangkau oleh layanan pendidikan seperti masyarakat
miskin, masyarakat yang tinggal di wilayah perdesaan, terpencil dan kepulauan,
masyarakat di daerah konflik, serta masyarakat penyandang cacat termasuk
melalui penyelenggaraan pendidikan alternatif dan pendidikan khusus; (6)
mengembangkan kurikulum yang disesuaikan dengan perkembangan ilmu
pengetahuan dan teknologi, serta perkembangan global, regional, nasional
dan lokal; (7) mengembangkan pendidikan kewarganegaraan, pendidikan
multikultural, dan pendidikan budi pekerti termasuk pengembangan wawasan
kesenian, kebudayaan, dan lingkungan hidup; (8) menyediakan pendidik dan tenaga
kependidikan serta menyediakan sarana dan prasarana pendidikan dalam jumlah
dan kualitas yang memadai; (9) meningkatkan kesejahteraan dan perlindungan
168
B
a
g
i
a
n

I
V
MEMELIHARA MOMENTUM PERUBAHAN
hukum bagi pendidik; (10)
me ngembangkan teknologi
infor masi dan komunikasi
di bidang pendidikan; (11)
mengem bangkan sis tem eva-
luasi, akreditasi dan serti fikasi
termasuk sis tem peng ujian
dan penilaian pen didikan; (12)
menyem pur na kan mana jemen
pen didikan dengan me ning -
katkan otonomi dan desen-
trali sasi pengelolaan pen-
didi kan; (13) meningkatkan
pe ran serta masyarakat dalam pem bangu nan pendidikan; (14) menata sistem
pembiayaan pen didikan yang berprinsip adil, efisien, efektif, transparan dan
akuntabel termasuk penerapan pembiayaan pendidikan berbasis jumlah
siswa (student-based financing) dan peningkatan anggaran pendidikan hingga
mencapai 20 persen dari APBN dan APBD; dan (15) meningkatkan penelitian dan
pengembangan pendidikan terutama untuk mendukung upaya menyukseskan
Wajib Belajar Pendidikan Dasar Sembilan Tahun yang bermutu.
Peningkatan Akses Masyarakat Terhadap Layanan Kesehatan yang Lebih
Berkualitas dengan kebijakan yang diarahkan untuk: (1) meningkatkan jumlah,
jaringan, dan kualitas pusat kesehatan masyarakat; (2) meningkatkan kuantitas
dan kualitas tenaga kesehatan; (3) mengembangkan sistem jaminan kesehatan,
terutama bagi penduduk miskin; (4) meningkatkan sosialisasi kesehatan
lingkungan dan pola hidup sehat; (5) meningkatkan pendidikan kesehatan
kepada masyarakat sejak usia dini; dan (6) meningkatkan pemerataan dan
kualitas fasilitas kesehatan dasar.
Peningkatan Perlindungan dan Kesejahteraan Sosial dengan kebijakan yang
diarahkan untuk: (1) mengembangkan sistem perlindungan sosial nasional; (2)
meningkatkan kualitas pelayanan dan bantuan dasar kesejahteraan sosial bagi
penyandang masalah kesejahteraan sosial; dan (3) meningkatkan pemberdayaan
terhadap fakir miskin, penyandang cacat dan kelompok rentan sosial lainnya.
Pembangunan Kependudukan, dan Keluarga Kecil Berkualitas serta Pemuda
dan Olahraga dengan kebijakan yang diarahkan untuk: (1) mengendalikan per-
tumbuhan penduduk serta meningkatkan keluarga kecil berkualitas dengan: (a)
mengen dalikan tingkat kelahiran pen duduk, (b) meningkatkan pem berdayaan
dan ketahanan keluarga, (c) meningkatkan kualitas kesehatan reproduksi
remaja serta pendewasaan usia perkawinan, (d) memperkuat kelembagaan
dan jaringan KB; (2) menata pembangunan kependudukan dengan: (a) menata
kebijakan persebaran dan mobilitas penduduk secara seimbang, dan (b) menata
kebijakan administrasi kependudukan; serta (3) meningkatkan partisipasi
pemuda dalam pembangunan dan menumbuhkan budaya olahraga dengan: (a)
mewujudkan keserasian kebijakan pemuda di berbagai bidang pembangunan, (b)
meningkatkan peran serta pemuda dalam pembangunan sosial, politik, ekonomi,
budaya dan agama, (c) meningkatkan potensi pemuda dalam kepeloporan dan
kepemimpinan dalam pembangunan, (d) melindungi generasi muda dari bahaya
penyalahgunaan NAPZA, minuman keras, penyebaran penyakit HIV/AIDS, dan
169
B
a
g
i
a
n

I
V
Evaluasi Lima Tahun Pelaksanaan RPJMN 2004-2009
penyakit menular seksual di kalangan pemuda, (e) mengembangkan kebijakan
dan manajemen olahraga, serta (f) membina dan memasyarakatkan olahraga.
Peningkatan Kualitas Kehidupan Beragama dengan kebijakan yang diarahkan
untuk meningkatkan kualitas pelayanan, pemahaman agama dan kehidupan
beragama serta peningkatan kerukunan intern dan antar-umat beragama.
Sasaran Keempat adalah membaiknya mutu lingkungan hidup dan pengelolaan
sumberdaya alam yang mengarah pada pengarusutamaan (mainstreaming) prin-
sip pembangunan berkelanjutan di seluruh sektor dan bidang pembangunan.
Untuk mencapai sasaran tersebut, prioritas pembangunan nasional 2004-2009
diletakkan pada Perbaikan Pengelolaan Sumberdaya Alam dan Pelestarian
Mutu Lingkungan Hidup dengan kebijakan yang diarahkan untuk: (1) mengelola
sumberdaya alam untuk dimanfaatkan secara efisien, adil, dan berkelanjutan
yang didukung dengan kelembagaan yang handal dan penegakan hukum yang
tegas, (2) mencegah terjadinya kerusakan sumberdaya alam dan lingkungan hidup
yang lebih parah, sehingga laju kerusakan dan pencemaran semakin menurun;
(3) memulihkan kondisi sumberdaya alam dan lingkungan hidup yang rusak; (4)
mempertahankan sumberdaya alam dan lingkungan hidup yang masih dalam
kondisi baik untuk dimanfaatkan secara berkelanjutan, serta meningkatkan mutu
dan potensinya; serta (5) meningkatkan kualitas lingkungan hidup.
Penanggulangan dan Pengu rangan Risiko Bencana dengan kebijakan yang
diarahkan untuk: (1) mele takkan pengurangan risiko bencana sebagai prioritas
nasional maupun daerah yang implementasinya dilaksanakan oleh kelembagaan
yang kuat; (2) mengidentifikasi, meng kaji, dan memantau risiko bencana serta
menerapkan sistem peringatan dini; (3) meman faatkan pengetahuan, inovasi,
dan pendidikan untuk membangun budaya keselamatan dan ketahanan pada
seluruh tingkatan; (4) mengu-
rangi akar-akar penye bab
risiko bencana; dan (5)
memperkuat kesiapan Peme-
rintah dan masyarakat da lam
mengantisipasi ben cana di
masa mendatang.
Sasaran Kelima adalah mem-
baiknya infrastruktur yang di-
tunjuk kan oleh meningkatnya
kuantitas dan kualitas ber-
ba gai sarana penunjang
pem bangunan.
Untuk mencapai sasaran ter-
sebut, prioritas pembangu-
nan nasional 20042009
diletakkan pada Percepatan
Pembangunan Infrastruktur.
Upaya ini dilakukan un-
tuk memulihkan kinerja
170
B
a
g
i
a
n

I
V
MEMELIHARA MOMENTUM PERUBAHAN
pelayanan dengan titik berat pada per-
baikan infrastruktur pertanian dan
perdesaan, infrastruk tur ekonomi strat-
egis, dan infrastruktur di daerah konflik.
Upaya selanjutnya adalah perluasan
kapasitas infrastruktur dengan fokus
pembangunan infrastruktur baru yang
diarahkan pada infrastruktur di daerah
terpencil dan tertinggal, infrastruktur
yang melayani masyarakat miskin, dan
infrastruktur yang menghubungkan dan
atau melayani antar daerah.
Untuk pembangunan infrastruktur, di-
upayakan agar alokasi anggaran tidak
menurun. Adapun untuk mendorong
partisipasi swasta, prioritas diletakkan
untuk menciptakan dana investasi
infrastruktur yang mampu memfasilitasi
dan mempercepat realisasi investasi
swasta di bidang infrastruktur.
Untuk pembangunan sumberdaya air, diarahkan pada upaya konservasi guna
mewujudkan keberlanjutan kapasitas pasok sumberdaya air. Pendayagunaan
sumberdaya air diarahkan pada pemenuhan kebutuhan pokok sehari-hari
terutama di wilayah rawan defisit air, wilayah tertinggal, dan wilayah strategis.
Selain itu, pendayagunaan juga diarahkan untuk pemenuhan kebutuhan air
irigasi pertanian rakyat dalam rangka mendukung program ketahanan pangan
dan peningkatan kesejahteraan masyarakat. Penyediaan air irigasi dilakukan
melalui peningkatan fungsi jaringan irigasi, rehabilitasi, dan peningkatan kinerja
operasi dan pemeliharaan dengan mempertimbangkan ketersediaan air dan
kesiapan petani, terutama pada daerah lumbung padi nasional. Pengendalian
daya rusak air terutama dalam hal penanggulangan banjir dilakukan dengan
menyeimbangkan pende katan konstruksi dan non-konstruksi. Kelembagaan
penge lolaan sumberdaya air akan dikembangkan dengan mening katkan
peran dan keter libatan semua pemangku kepentingan, serta menggali dan
mengembangkan modal sosial.
Untuk pembangunan peru mahan, diprioritaskan pada upaya untuk: (1) mening-
katkan jumlah penduduk yang memiliki dan mendiami rumah layak huni melalui
peningkatan akses kapital untuk melakukan pembangunan dan perbaikan rumah,
terutama bagi masyarakat berpendapatan rendah dan sektor informal; (2)
mengembangkan pembangunan rumah susun sederhana sewa (Rusunawa) bagi
masyarakat berpendapatan rendah, baik yang dibiayai oleh Pemerintah maupun
swasta; serta (3) mengurangi luasan kawasan kumuh di kawasan perkotaan, desa
nelayan, dan desa eks-transmigran.
Untuk pembangunan air minum dan penyehatan lingkungan, diutamakan pada
upaya untuk: (1) meningkatkan cakupan pelayanan air minum perpipaan dan
sanitasi dasar secara nasional yang berkualitas, efisien, dengan harga terjangkau
oleh semua lapisan masyarakat, dan berkelanjutan; (2) meningkatkan kualitas air
171
B
a
g
i
a
n

I
V
Evaluasi Lima Tahun Pelaksanaan RPJMN 2004-2009
permukaan yang dipergunakan sebagai air baku bagi air minum; (3) meningkatkan
utilitas Instalasi Pengolah Limbah Tinja (IPLT) dan Instalasi Pengolah Air Limbah
(IPAL) yang telah dibangun; (4) mengembangkan lebih lanjut pelayanan sistem
pembuangan air limbah; dan (5) mengembangkan secara bertahap sistem air
limbah terpusat (sewerage system) untuk kota-kota metropolitan dan kota
besar.
Untuk pembangunan energi, diprioritaskan pada upaya: (1) meningkatkan
efisiensi pemakaian energi; rehabilitasi infrastruktur energi; (2) mengurangi
ketergantungan pada impor BBM; meningkatkan pemakaian energi non BBM;
(3) mengurangi subsidi secara bertahap dan sistematis; dan (4) pembangunan
infrastruktur energi yang mencakup fasilitas prosesing (kilang minyak, pembangkit
tenaga listrik), fasilitas transmisi dan distribusi pipa (gas dan BBM), serta fasilitas
depot untuk penyimpanan.
Untuk pembangunan ketena galistrikan nasional, diarahkan untuk: (1) memulihkan
jaminan ketersediaan tenaga listrik terutama untuk memenuhi kebu tuhan tenaga
listrik nasional khusus nya di daerah krisis listrik; (2) meningkatkan efisiensi sistem
kelistrikan nasional di sisi pem bangkitan, transmisi, distribusi dan manajemen
pengelolaan serta di sisi konsumen; dan (3) mengem bangkan listrik perdesaan
dalam rangka mengembangkan sosial ekonomi wilayah perdesaan terutama
wilayah-wilayah yang memiliki potensi ekonomi produktif dan memiliki potensi
energi setempat.
Untuk pembangunan pos dan telematika, diprioritaskan pada upaya: (1)
peningkatan efisiensi melalui restrukturisasi penyelenggaraan pos dan telematika
yang meliputi penyehatan dan peningkatan kinerja BUMN penyelenggara pos dan
penyiaran, serta penciptaan kompetisi yang setara dan berimbang (level playing
field) pada penyelenggaraan telekomunikasi; (2) meningkatkan akses penyediaan
serta layanan pos dan telematika di daerah USD/PSO; dan (3) meningkatkan
kemampuan masyarakat dan industri dalam negeri dalam pemanfaatan dan
pengembangan teknologi informasi dan komunikasi beserta aplikasinya.
172
B
a
g
i
a
n

I
V
MEMELIHARA MOMENTUM PERUBAHAN
Bab 4.2
Penanggulangan Kemiskinan
I. Pengantar
P
enanggulangan kemiskinan mencakup dimensi yang luas. Luasnya dimensi
kemiskinan ini menjadikan upaya penanggulangan kemiskinan dalam
RPJMN 2004-2009 meletakkan landasan upaya penanggulangan kemiskinan
pada pendekatan sepuluh hak dasar bagi masyarakat miskin. RPJMN 2004-2009
mencantumkan sepuluh hak dasar yang harus dipenuhi untuk masyarakat miskin
meliputi: (1) hak atas pangan; (2) hak atas kesehatan; (3) hak atas pendidikan; (4)
hak atas pekerjaan; (5) hak atas perumahan; (6) hak atas air bersih; (7) hak atas
tanah; (8) hak atas lingkungan hidup dan sumber daya alam; (9) hak atas rasa
aman; dan (10) hak atas berpartisipasi.
Pemerintah pada periode 2004-2009 menetapkan penanggulangan kemiskinan
sebagai prioritas utama pembangunan. Program-program penanggulangan
B
a
g
B
a
g
i
a
n

I
V
173
B
a
g
i
a
n

I
V
Evaluasi Lima Tahun Pelaksanaan RPJMN 2004-2009
kemiskinan pun dilakukan secara berlapis dan bersinergi sehingga mendorong
rakyat miskin dapat mandiri. Buah pelaksanaan berbagai program penanggulangan
kemiskinan selama periode 2004-2009 adalah menurunnya tingkat kemiskinan
dari 16,66 persen pada tahun 2004 menjadi 14,15 persen pada tahun 2009.
Pencapaian tersebut dapat diwujudkan berkat pelaksanaan sejumlah program
penanggulangan kemiskinan yang berdasarkan kriterianya dikelompokkan
menjadi tiga klaster, yaitu: (1) klaster pertama, bantuan dan perlindungan
sosial. Melalui program ini, Pemerintah memberikan pemenuhan hak-hak
dasar, pengurangan biaya hidup, dan perbaikan kualitas hidup pada rumah
tangga sasaran dan kelompok rentan lainnya; (2) klaster kedua, pemberdayaan
masyarakat. Melalui program ini, Pemerintah mendorong keberdayaan
masyarakat terutama masyarakat miskin untuk mengembangkan potensi dan
memperkuat kapasitasnya dan ikut berpartisipasi dalam pembangunan; dan
(3) klaster ketiga, pemberdayaan usaha mikro dan kecil. Melalui program ini,
Pemerintah memberikan akses dan penguatan ekonomi bagi pelaku usaha mikro
dan kecil.
II. Pencapaian Prioritas
2.1 Gambaran Pencapaian
Pada tahun 2004, jumlah penduduk yang berada di bawah garis kemiskinan
sebanyak 36,1 juta jiwa atau sekitar 16,66 persen dari seluruh populasi di
Indonesia. Jumlah penduduk miskin pada tahun 2006 berkurang menjadi 35,1 juta
jiwa (15,97 persen). Namun pada tahun 2006 jumlah penduduk miskin meningkat
menjadi 39,3 juta jiwa (17,75 persen). Kenaikan harga bahan bakar minyak (BBM)
pada tahun 2005 meningkatkan harga bahan pokok lainnya termasuk beras. Hal
ini menyebabkan daya beli masyarakat, terutama masyarakat miskin, menurun
tajam. Pada tahun 2007 --seiring dengan membaiknya kondisi perekonomian
nasional-- jumlah penduduk miskin berkurang menjadi 37,17 juta jiwa (16,58
persen). Dengan semakin gencarnya berbagai program penanggulangan
kemiskinan yang dilaksanakan Pemerintah, jumlah penduduk miskin menurun
menjadi 34,96 juta jiwa (15,42 persen) pada tahun 2008, dan kembali menurun
menjadi 32,53 juta jiwa (14,15 persen) pada tahun 2009. Berikut tabel gambaran
pencapaian sasaran prioritas penanggulangan kemiskinan yang berdasarkan
pada pemenuhan hak dasar masyarakat miskin dalam kurun waktu 2004-2009.
174
B
a
g
i
a
n

I
V
MEMELIHARA MOMENTUM PERUBAHAN
Catatan: (*) Data publikasi resmi belum tersedia; (**) Data tidak tersedia.
Tabel 4.2.1
Sasaran dan Pencapaian
Penanggulangan Kemiskinan,
Tahun 2005-2009
No.
Indikator/
Sasaran
Satuan
Pencapaian
2005 2006 2007 2008 2009
1 Menurunnya persentase penduduk yang berada di bawah garis kemiskinan manjadi 8,2 persen pada tahun 2009
Jumlah penduduk yang berada
di bawah garis kemiskinan dan
ngkat kemiskinan
1)

Juta jiwa 35,1 39,3 37,17 34,96 32,53
Persentase penduduk yang
berada di bawah garis
kemiskinan dan ngkat
kemiskinan
1)

Persen 15,97 17,75 16,58 15,42 14,15
2 Terpenuhinya kecukupan pangan yang bermutu dan terjangkau
Jumlah masyarakat miskin yang
menerima Raskin
2)

RTS 15.791.884 15.503.295 19.100.905 19.100.905 18.497.801
Jumlah Subsidi Beras untuk
masyarakat miskin
2)

Juta ton 1,99 1,62 1,73 3,34 3,33
Jumlah produksi padi
2)
Juta ton 54,15 66,61 57,16 60,32 63,84
3 Terpenuhinya pelayanan kesehatan yang bermutu dan terjangkau
Jumlah masyarakat miskin yang
mendapatkan pelayanan
kesehatan melalui
Askeskin/Jamkesmas
2)

Juta orang 60 60 76,4 76,4 76,4
4 Tersedianya pelayanan pendidikan dasar yang bermutu dan merata
Angka parsipasi Murni Jenjang
SD/MI/Paket A
3)

Persen 94,30 94,48 94,90 95,14 95,4
(Prediksi)
Angka parsipasi kasar jenjang
SMP/MTs
3)

Persen 85,22 88,68 92,52 96,18 98
(Prediksi)
Tingkat Literasi >15 tahun
3)
Persen 90,45 91,93 92,80 94,03 95,05
(Prediksi)
5 Terbukanya kesempatan kerja dan berusaha
Jumlah pengangguran
4)
Juta orang 11,899 10,932 10,011 9,4 8,96
Tingkat Pengangguran Terbuka
4)
Persen 11,2 10,28 9,11 8,39 7,87
Tingkat Parsipasi Angkatan
Kerja
4)

Persen 66,8 66,16 66,99 67,18 67,60
(Feb 09)
6 Terpenuhinya kebutuhan perumahan dan sanitasi yang layak
Jumlah rumah susun sederhana
yang dibangun untuk
masyarakat miskin
5)

Unit 4.762
(50 tower)
6.448
(67 tower)
8.265
(86 tower)
9.443
(98 tower)
8.791
(99 tower)
Proporsi rumah tangga dengan
akses rumah nggal tetap
5)

Persen 85 84,3 83,1 83,8 85,9
7 Terpenuhinya kebutuhan air bersih dan aman bagi masyarakat miskin
Pengembangan prasarana dan
sarana air minum bagi
masyarakat berpendapatan
rendah di perkotaan (
5)

Orang 704.262 392.848 26.025 (*) (*)
Program PAMSIMAS di desa
rawan air/terpencil
5)

Orang 469.918 239.382 75.950 (*) (*)
8 Terjamin dan terlindunginya hak perorangan dan hak komunal atas tanah
Jumlah serkasi tanah yang
diterbitkan bagi masyarakt
miskin
6)

Serkat 415.361 595.850 1.069.700 1.042.701 (*)
9 Meningkatnya parsipasi masyarakat miskin dalam pengambilan keputusan
Jumlah Kecamatan Penerima
PNPM
7)

Kecamatan (**) (**) 3.018 4.369 6.408
Sumber:
1)
Statistik Indonesia, BPS;
2)
Statistik Kesejahteraan
Sosial, BPS;
3)
Statistik Pendidikan, BPS;
4)
Sakernas, BPS;
5)
Kementerian PU; 6) BPN;
7)
Kemendagri dan
Kementerian PU.
175
B
a
g
i
a
n

I
V
Evaluasi Lima Tahun Pelaksanaan RPJMN 2004-2009
2.2 Evaluasi Pencapaian
2.2.1 Sasaran 1: Menurunnya Persentase Penduduk yang
Berada di Bawah Garis Kemiskinan Menjadi 8,2 Persen
pada Tahun 2009
Sebagai salah satu prioritas pembangunan periode 2004-2009, upaya
penanggulangan kemiskinan senantiasa menarik perhatian semua pihak. Selama
kurun waktu 2004-2009, tingkat kemiskinan secara umum semakin menurun.
Namun demikian, pencapaian sasaran RPJMN 2004-2009 untuk menurunkan
jumlah penduduk miskin menjadi 8,2 persen pada akhir tahun 2009 belum
tercapai akibat goncangan ekonomi global yang menuntut naiknya harga BBM
secara tajam dan berdampak pada perekonomian domestik. Selain itu, bencana
alam yang melanda sejumlah daerah selama periode tersebut turut menahan
perbaikan kondisi perekonomian domestik. Berikut adalah beberapa faktor
yang mempengaruhi melambatnya laju penurunan tingkat kemiskinan: (1)
pertumbuhan penduduk, terutama di kalangan penduduk miskin, masih tinggi.
Pertambahan jumlah anak dari kalangan penduduk miskin yang masih cukup
tinggi akan membuat upaya pengurangan kemiskinan semakin berat; (2) kenaikan
harga-harga dan tingkat inflasi pada kebutuhan pokok berdampak besar terhadap
daya beli masyarakat miskin; (3) laju pertumbuhan ekonomi yang melambat;
dan (4) kondisi pemenuhan kebutuhan dasar dan tingkat kesehatan masyarakat
yang masih perlu ditingkatkan. Oleh karena itu, pada periode RPJMN 2004-2009,
Pemerintah telah memperbaiki kebijakan pembangunan yang peduli kepada
penduduk miskin, pertumbuhan, dan kesempatan kerja (pro poor, pro growth, dan
pro job) serta meningkatkan koordinasi penanggulangan kemiskinan agar program
penanggulangan kemiskinan secara nasional berjalan lebih efektif dan efisien.
2.2.2 Sasaran 2: Terpenuhinya Kecukupan Pangan yang
Bermutu dan Terjangkau
Pangan merupakan kebutuhan pokok paling mendasar bagi manusia. Sebagian
besar pendapatan penduduk miskin dipergunakan untuk membeli bahan-bahan
makanan. Melalui Program Raskin, Pemerintah membantu penduduk miskin
mendapatkan kebutuhan pokok berupa beras. Jumlah penerima Program Raskin
dari tahun 2005-2008 terus mengalami peningkatan karena Pemerintah terus
berusaha agar seluruh masyarakat miskin mendapatkan kecukupan pangan.
Pada tahun 2009, jumlah penerima Raskin menurun karena jumlah penduduk
miskin tahun tersebut menurun.
2.2.3 Sasaran 3: Terpenuhinya Pelayanan Kesehatan yang
Bermutu dan Terjangkau
Sasaran terpenuhinya pelayanan kesehatan yang bermutu dan terjangkau
dilakukan Pemerintah melalui upaya di bidang kesehatan. Upaya di bidang
kesehatan ini meliputi pemberian jaminan pelayanan kesehatan bagi masyarakat
miskin (Jamkesmas) yang cakupan lingkup pelayanannya semakin baik. Dengan
tingkat kesehatan yang baik, diharapkan masyarakat lebih produktif serta
meningkat pendapatannya. Selama periode RPJMN 2004-2009, Pemerintah
meluncurkan Program Jamkesmas dan meningkatkan cakupan pelayanan
kesehatan guna meningkatkan akses terhadap pelayanan kesehatan bagi
penduduk miskin.
176
B
a
g
i
a
n

I
V
MEMELIHARA MOMENTUM PERUBAHAN
2.2.4 Sasaran 4: Tersedianya Pelayanan Pendidikan Dasar yang
Bermutu dan Merata
Sasaran tersedianya
pendidikan dasar yang
bermutu dan merata
dilaksanakan melalui
upaya di bidang pen-
didikan. Upaya di bi-
dang pendidikan di-
tujukan memperluas
akses dan meningkat-
kan pemerataan pen-
didikan. Pemerataan
pendidikan dilakukan
Pemerintah dengan
menyediakan Biaya
Operasional Sekolah (BOS) bagi sekolah-sekolah yang menyelenggarakan jen-
jang pendidikan dasar dan menengah. BOS sekaligus mendukung penuntasan
Program Wajib Belajar Pendidikan Dasar Sembilan Tahun (Wajardikdas). Peme-
rin tah juga menyediakan beasiswa bagi siswa miskin untuk melanjutkan pendi-
dikan. Hasilnya dicerminkan oleh semakin meningkatnya angka partisipasi kasar
(APK) dan angka partisipasi murni (APM) di jenjang SD/MI/sederajat serta jen-
jang SMP/MTs.
2.2.5 Sasaran 5: Terbukanya Kesempatan Kerja dan Berusaha
Sasaran terbukanya kesempatan kerja dan berusaha dilakukan Pemerintah baik
melalui upaya mengurangi jumlah pengangguran maupun upaya menciptakan
lapangan pekerjaan di sektor formal dan meningkatkan kemampuan pekerja di
sektor informal. Selama periode 2004-2009, pencapaian sasaran terbukanya
kesempatan kerja dan berusaha ditunjukkan oleh menurunnya jumlah dan
tingkat pengangguran serta meluasnya penciptaan kesempatan kerja. Namun
demikian, target penurunan tingkat pengangguran terbuka dalam RPJMN 2004-
2009 sebesar 5,1 persen masih belum tercapai. Salah satu penyebabnya adalah
investasi masih belum cukup tinggi, terutama investasi sektor swasta.
2.2.6. Sasaran 6: Terpenuhinya Kebutuhan Perumahan dan
Sanitasi yang Layak
Pencapaian sasaran terpenuhinya kebutuhan perumahan dan sanitasi yang
layak ditunjukkan oleh pemenuhan kebutuhan pokok selain makanan yakni
kebutuhan perumahan dan sanitasi yang layak. Kebutuhan perumahan dan
sanitasi yang layak, terutama di wilayah perkotaan, semakin sulit didapat
karena harga perumahan yang mahal dan lahan/area yang semakin sulit untuk
membangun perumahan. Pemerintah melakukan upaya pembangunan rumah
susun sederhana sewa (rusunawa) bagi masyarakat berpendapatan rendah
untuk mengatasi kebutuhan perumahan dan sanitasi bagi masyarakat miskin di
perkotaan. Jumlah pembangunan rusunawa sangat fluktuatif karena dipengaruhi
oleh anggaran yang disediakan dan harga material bangunan saat itu.
177
B
a
g
i
a
n

I
V
Evaluasi Lima Tahun Pelaksanaan RPJMN 2004-2009
2.2.7 Sasaran 7: Terpenuhinya Kebutuhan Air Bersih dan Aman
bagi Masyarakat Miskin
Sasaran terpenuhinya kebutuhan air bersih dan aman bagi masyarakat miskin
didasari oleh permasalahan ketersediaan air minum yang sehat semakin sulit
dari waktu ke waktu. Pemerintah menyusun kebijakan penyediaan air berbasis
masyarakat (Pamsimas) dan pengembangan prasarana dan sarana air minum
bagi masyarakat berpendapatan rendah di wilayah perkotaan guna mengatasi
permasalahan ketersediaan air minum yang sehat. Penyediaan air minum yang
sehat selama periode 2004-2009 dapat dimanfaatkan oleh lebih dari 700 ribu
orang. Penyediaan air minum yang sehat dilakukan dengan pembangunan
fasilitas yang bersifat barang tetap. Oleh karena itu kemanfaatannya didapatkan
sejak selesai dibangun hingga untuk waktu yang lama.
2.2.8 Sasaran 8: Terjamin dan Terlindunginya Hak Perorangan
dan Hak Komunal atas Tanah
Sasaran terjamin dan terlindunginya hak perorangan dan hak komunal atas tanah
dicapai melalui upaya menjamin kepemilikan tanah bagi masyarakat miskin.
Upaya ini dilakukan dengan cara melakukan pengelolaan pertanahan untuk
menertibkan sertifikat hak atas tanah bagi masyarakat golongan ekonomi lemah.
Badan Pertanahan Nasional (BPN) memiliki komitmen untuk meningkatkan
pelayanan yang tercermin dari semakin banyaknya jumlah sertifikat tanah
yang diterbitkan bagi masyarakat miskin. Pelayanan kepemilikan tanah bagi
masyarakat miskin dilakukan melalui program PRONA, redistribusi tanah, dan
ajudikasi/LMPDP. Berdasarkan data penerbitan sertifikat tanah melalui pelayanan
tersebut, jumlah penerima manfaatnya 80 persen adalah masyarakat miskin.
2.2.9 Sasaran 9: Meningkatnya Partisipasi Masyarakat Miskin
dalam Pengambilan Keputusan
Pendekatan yang dipergunakan untuk mengukur partisipasi masyarakat dalam
pengambilan keputusan atau terlibat dalam pembangunan adalah dari jumlah
penerima Program Nasional Pemberdayaan Masyarakat (PNPM) Mandiri
sejak tahun 2006 dan program-program berbasis pemberdayaan masyarakat
yang telah dilakukan sejak tahun 2004. Mekanisme pelaksanaan program ini
178
B
a
g
i
a
n

I
V
MEMELIHARA MOMENTUM PERUBAHAN
melibatkan masyarakat dalam pembangunan termasuk mengambil keputusan.
Selama tahun 2007 hingga 2009, jumlah penerima program-program berbasis
pemberdayaan masyarakat termasuk PNPM Mandiri semakin luas dan mencakup
di hampir seluruh kecamatan di Indonesia.
III. Keberhasilan
Dari berbagai upaya yang telah dilakukan untuk menanggulangi kemiskinan,
berikut beberapa program penanggulangan kemiskinan yang telah berperan
banyak dalam mengurangi jumlah penduduk miskin. Pembahasan program
penanggulangan kemiskinan akan dibagi menjadi tiga klaster.
3.1 Program Penanggulangan Kemiskinan Klaster
Pertama
3.1.1 Program Keluarga Harapan (PKH)
PKH merupakan salah satu upaya yang dilakukan Pemerintah untuk menurunkan
angka kemiskinan dengan sasaran rumah tangga sangat miskin (RTSM) dan
melalui pendekatan pada sektor pendidikan dan kesehatan. Selain bertujuan
untuk membantu menurunkan jumlah penduduk miskin, PKH juga mempercepat
pencapaian Tujuan Pembangunan Milenium (Millennium Development Goals,
MDGs) terkait dengan pendidikan dasar, kesetaraan gender, pengurangan angka
kematian bayi dan balita, dan pengurangan kematian ibu melahirkan.
Sejak pertama kali PKH dicanangkan pada tahun 2007, program ini sudah
menjangkau 392 ribu RTSM di tujuh provinsi, 48 kabupaten/kota, 337 kecamatan
dengan anggaran sebesar Rp1,2 triliun. Pada tahun 2008, jangkauan diperluas
kepada 626 ribu RTSM di 13 provinsi, 70 kabupaten/kota, 629 kecamatan
dengan anggaran sebesar Rp1,1 triliun. Dan pada tahun 2009, jumlah sasaran
semakin meningkat untuk 726 ribu RTSM di 13 provinsi, 70 kabupaten/kota, 779
kecamatan. Bantuan rata-rata per RTSM adalah Rp1,275 juta/tahun.
Dampak positif dari program ini berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan pada
tahun 2008 (setelah satu tahun pelaksanaan) adalah: (1) adanya peningkatan
siswa terdaftar setingkat SMP sebesar 3,1 persen; (2) meningkatnya tingkat
kehadiran dan fasilitas pendukung pendidikan; (3) meningkatnya anak balita
yang diimunisasi secara signifikan; (4) meningkatnya kunjungan masyarakat ke
fasilitas kesehatan; dan (5) menurunnya kasus/status malnutrisi anak usia 0-36
bulan.
3.1.2 Program Jaminan Kesehatan Masyarakat (Jamkesmas)
UUD 1945 mengamanatkan kepada Pemerintah untuk menjamin akses
penduduk miskin pada pelayanan kesehatan. Hal ini juga didorong dengan
data yang mengungkapkan bahwa derajat kesehatan masyarakat miskin masih
relatif lebih rendah dibandingkan dengan kelompok masyarakat tidak miskin
yang disebabkan ketidakmampuan masyarakat miskin mengakses pelayanan
kesehatan.
Sejak tahun 1998, Pemerintah telah berupaya untuk meningkatkan akses dan
179
B
a
g
i
a
n

I
V
Evaluasi Lima Tahun Pelaksanaan RPJMN 2004-2009
mutu pelayanan kesehatan terutama bagi penduduk miskin dan tidak mampu
melalui Askeskin. Sejak tahun 2005, Kementerian Kesehatan menetapkan desain
pelayanan asuransi kesehatan berdasarkan permintaan (demand oriented) dengan
pendekatan semi-asuransi sosial dan menugaskan PT Askes sebagai pengelola
untuk memberikan pelayanan kesehatan bagi masyarakat tidak mampu. Pada
tahun 2008, program ini digantikan oleh Program Jaminan Pelayanan Kesehatan
Bagi Masyarakat Miskin (Jamkesmas). Perubahan mendasar dari sistem Askeskin
ke Jamkesmas antara lain adalah penyaluran dana langsung ke pemberi pelayanan
kesehatan. Transfer dana dari Kantor Pelayanan Perbendaharaan Negara (KPPN)
ke Puskesmas dan jaringannya diselenggarakan oleh PT Pos Indonesia. Transfer
dana dari KPPN ke rumah sakit dilakukan langsung ke rekening bank rumah sakit
bersangkutan.
Sebagai program unggulan dalam membantu masyarakat miskin mendapatkan
akses pelayanan kesehatan, pelaksanaan Jamkesmas terus mengalami
kemajuan dan pemanfaatan program ini pun menunjukkan peningkatan yang
mencerminkan adanya kesadaran penduduk terhadap pentingnya kesehatan.
Pada tahun 2005, Jumlah peserta Jamkesmas adalah 36,1 juta penduduk miskin.
Jumlah ini terus meningkat pada tahun 2006 dengan jumlah peserta sebanyak 60
juta penduduk miskin dengan alokasi pembiayaan sebesar Rp3,6 triliun. Untuk
tahun 2007-2009, Pemerintah menetapkan jumlah peserta Jamkesmas sebanyak
76,4 juta penduduk miskin dengan anggaran sebesar Rp4,58 triliun pada tahun
2007; Rp4,6 triliun pada tahun 2008; dan Rp4,46 triliun pada tahun 2009.
3.1.3 Program Beras untuk Masyarakat Miskin (Raskin)
Program Raskin diawali dengan adanya program operasi pasar khusus beras pada
pertengahan tahun 1998 terkait dengan munculnya krisis moneter dan ekonomi
pada tahun 1997 yang mengakibatkan penurunan produksi pangan secara nyata
dan daya beli masyarakat yang juga menurun. Program Raskin ini bertujuan
untuk mengurangi beban pengeluaran rumah tangga miskin khususnya untuk
bahan pokok beras.
Jumlah subsidi Raskin yang telah terdistribusi untuk tahun 2005 hingga 2008
berturut-turut adalah sebesar Rp4,68 triliun, Rp5,32 triliun, Rp6,21 triliun, dan
180
B
a
g
i
a
n

I
V
MEMELIHARA MOMENTUM PERUBAHAN
Rp6,3 triliun. Sedangkan jumlah raskin yang disalurkan adalah sebesar 1,99 juta
ton untuk 8,3 juta kepala keluarga pada tahun 2005; 1,62 juta ton untuk 10,8
juta KK pada tahun 2006; 1,9 juta ton untuk 19,1 juta jiwa pada tahun 2007; dan
3,3 juta ton untuk 19,1 juta rumah tangga miskin pada tahun 2008. Pada tahun
2009, Raskin diberikan selama 12 bulan untuk 18,5 juta rumah tangga sasaran
(RTS) dimana setiap RTS menerima 15 kilogram Raskin per bulan dengan harga
satuan per kilogram Rp1.600. Realisasi distribusi Raskin per 29 Desember 2009
adalah 3,24 juta ton (97,37 persen) dari pagu Januari-Desember 2009.
3.1.4 Program Beasiswa untuk Siswa Miskin
Program Beasiswa untuk Siswa
Miskin merupakan penyem-
pur naan dari program Bantuan
Operasional Sekolah (BOS).
Beasiswa bagi siswa miskin
diberi kan Pemerintah kepada
siswa yang orang tuanya kurang
mam pu menyekolahkan anaknya
untuk mengikuti pendidikan
dasar sembilan tahun dan juga
untuk jenjang SMA/SMK, serta
perguruan tinggi. Pemberian
beasiswa mempunyai tujuan
mengurangi angka putus sekolah terutama di kalangan siswa miskin.
Dalam rangka mengantisipasi dampak krisis global yang menyebabkan banyak
siswa putus sekolah karena tidak memiliki biaya, maka pada tahun 2009,
Pemerintah menaikkan jumlah dan penerima beasiswa untuk siswa miskin dari
tingkat sekolah dasar hingga tingkat perguruan tinggi. Pada tahun 2009, anggaran
yang dialokasikan untuk membiayai program ini meningkat menjadi Rp3,4 triliun
dibandingkan alokasi tahun 2008 yang hanya Rp2,1 triliun. Demikian juga halnya
dengan jumlah siswa yang meningkat dari 2,88 juta siswa pada tahun 2008
menjadi 5,28 juta siswa pada tahun 2009.
Beasiswa bagi siswa miskin jenjang sekolah dasar disalurkan sebesar Rp360.000
per siswa setiap tahunnya dan di jenjang SMP disalurkan sebesar Rp576.000 per
siswa per tahun dan biaya personal (pembelian baju seragam, alat tulis, buku,
maupun transportasi). Sedangkan pada jenjang SMA/SMK, besaran beasiswa
yang disalurkan adalah sebesar Rp780.000 per tahun per siswa.
3.2 Program Penanggulangan Kemiskinan Klaster
Kedua
Program penanggulangan kemiskinan yang dikategorikan dalam klaster kedua
adalah program penanggulangan kemiskinan yang berbasis pemberdayaan
masyarakat. Pada tahun 2007, Pemerintah mensinergikan dan mensinkronkan
program-program pemberdayaan masyarakat menjadi PNPM Mandiri, yang
terdiri dari dua macam yaitu: PNPM Inti dan PNPM Penguatan.
PNPM Inti meliputi lima program yaitu: (1) PNPM Perdesaan yang diselenggarakan
181
B
a
g
i
a
n

I
V
Evaluasi Lima Tahun Pelaksanaan RPJMN 2004-2009
Kementerian Dalam Negeri; (2) PNPM Perkotaan yang diselenggarakan
Kementerian Pekerjaan Umum; (3) PNPM Infrastruktur Perdesaan/Program
Pengembangan Infrastruktur Perdesaan (PPIP) yang diselenggarakan
Kementerian Dalam Negeri dan Kementerian Pekerjaan Umum; (4) PNPM Daerah
Tertinggal/Percepatan Pembangunan Daerah Tertinggal Khusus (P2DTK) yang
diselenggarakan Kementerian Pembangunan Daerah Tertinggal; dan (5) PNPM
Sosial Ekonomi Wilayah/Pengembangan Infrastruktur Sosial Ekonomi Wilayah
(PISEW) yang diselenggarakan Kementerian Pekerjaan Umum, Kementerian
Dalam Negeri, dan Kementerian Perencanaan Pembangunan Nasional. PNPM
Mandiri pada tahun 2007 mencakup 3.018 kecamatan yang terdiri dari 1.994
kecamatan PNPM Perdesaan dan 838 kecamatan PNPM Perkotaan, dan 186
kecamatan di wilayah kabupaten/kota tertinggal. Total alokasi bantuan langsung
masyarakat (BLM) yang bersumber dari APBN dan APBD untuk tahun 2007 adalah
sebesar Rp4,02 triliun dengan proporsi Rp1,96 triliun untuk PNPM Perdesaan,
Rp1,95 triliun untuk PNPM Perkotaan, dan Rp119,7 miliar untuk PNPM Daerah
Tertinggal.
Pada tahun 2008, cakupan kecamatan PNPM Inti diperluas menjadi 4.369
kecamatan, yang terdiri dari 2.732 kecamatan PNPM Perdesaan, 917 kecamatan
PNPM Perkotaan, 456 kecamatan PNPM Infrastruktur Perdesaan, 108 kecamatan
PNPM Sosial Ekonomi Wilayah, dan 156 kecamatan PNPM Daerah Tertinggal.
Begitu pun dengan alokasi BLM yang dikucurkan ke masyarakat, dengan jumlah
cakupan kecamatan yang semakin banyak, maka BLM yang dikucurkan pun
meningkat menjadi Rp7,48 triliun dengan rincian yang dapat dilihat pada Tabel
4.2.2. Pada tahun 2009, sesuai dengan komitmen Pemerintah dan rencana
pelaksanaan PNPM Mandiri, serta dengan meningkatnya jumlah kecamatan
yang harus dilayani oleh PNPM Mandiri yang pada tahun 2009 harus menjangkau
semua kecamatan, maka pendanaan untuk PNPM Mandiri dari tahun ke tahun
terus meningkat. Total kecamatan yang diintervensi PNPM Mandiri pada tahun
2009 adalah 6.408 kecamatan dengan total BLM sebesar Rp9,48 triliun.
Penggunaan BLM (khusus untuk PNPM Perdesaan, Perkotaan, dan Daerah
Tertinggal) yang telah disalurkan Pemerintah sebagian besar dipergunakan
untuk membangun akses transportasi/jalan yaitu sebesar 52,82 persen diikuti
dengan kegiatan kesehatan sebesar 13,5 persen dan 9,89 persen untuk kegiatan
pendidikan. Pada umumnya pembangunan akses transportasi/jalan diperuntuk-
kan untuk pengerasan beton dan pembuatan jalan makadam. BLM diperguna kan
pula di bidang kesehatan untuk membangun posyandu dan perbaikan gizi serta
kesehatan ibu dan anak. Selain itu, 650 ribu orang juga memperoleh kemudahan
mendapatkan modal usaha melalui program ini. Jumlah peserta penerima
Tabel 4.2.2
Jumlah Kecamatan PNPM
Tahun 2007-2009
Sumber:
Kementerian Perencanaan
Pembangunan Nasional/
Bappenas, 2010.
182
B
a
g
i
a
n

I
V
MEMELIHARA MOMENTUM PERUBAHAN
dana bergulir adalah sebanyak 130.795 kelompok dengan realisasi BLM yang
bersumber dari APBN sebesar Rp586 miliar. Sedangkan usaha ekonomi produktif
dan simpan pinjam khusus bagi kelompok perempuan diterima oleh 189.888
kelompok dengan realisasi BLM sebesar Rp1,9 triliun.
Manfaat lain dari pelaksanaan PNPM Mandiri adalah: (1) menyediakan
kesempatan kerja bagi 21.801 tenaga terdidik yang berkerja sebagai konsultan
pengelola dan pendamping lapangan/fasilitator; (2) menyediakan kesempatan
kerja selama 62 juta hari kerja bagi masyarakat; dan (3) memperluas keterlibatan
masyarakat dalam pengelolaan dan pelaksanaan program di 34.000 desa miskin.
Partisipasi masyarakat dalam pembangunan dapat menjadi sebuah modal sosial
yang diwujudkan dalam kegiatan gotong-royong, proses pengambilan keputusan
bersama, adanya peningkatan partisipasi perempuan dalam pengambilan
keputusan dan pelaksanaan kegiatan, serta adanya rasa memiliki dalam
memelihara fasilitas hasil pembangunan secara berkelanjutan. Pada tahun 2010,
Pemerintah akan melanjutkan PNPM agar menjangkau kecamatan pemekaran
tahun 2008 yang belum tertampung di tahun 2009 dan pemekaran baru yang
terjadi di tahun 2009.
3.3 Program Penanggulangan Kemiskinan Klaster
Ketiga
Program penanggulangan kemiskinan yang dikembangkan dalam klaster ketiga
adalah pemberdayaan usaha mikro dan kecil, terutama Program Kredit Usaha
Rakyat (KUR). Melalui program ini pelaku usaha kecil dan menengah (UKM)
memperoleh KUR dari bank-bank milik negara yakni Bank Rakyat Indonesia, Bank
BNI, Bank Mandiri, Bank Syariah Mandiri, Bank Bukopin, dan Bank Tabungan
Negara.
KUR merupakan salah satu program besar dalam upaya pemberdayaan usaha
mikro dan kecil. Tujuan pelaksanaan KUR adalah meningkatkan askes pembiayaan
UMKM dan koperasi melalui penyediaan penjaminan untuk pembiayaan/kredit
dari perbankan. Komponen KUR meliputi: (1) jaminan Pemerintah kepada PT
Asuransi Kredit Indonesia (PT Askrindo) sebesar Rp4 triliun; (2) pemberian kredit
tanpa agunan khususnya di bawah Rp5 juta; dan (3) persyaratan berupa proposal
usaha yang meyakinkan. Penjaminan diberikan dalam bentuk Penyertaan Modal
Negara (PMN) kepada Perum Jamkrindo dan PT Askrindo sebagai lembaga
penjamin dengan nilai sebesar Rp1,45 triliun pada tahun 2007/2008 dan Rp0,5
triliun pada tahun 2009.
Realisasi penyaluran KUR secara kumulatif sejak tahun 2008 mencapai Rp17,19
triliun dengan proporsi Rp12,62 triliun terealisasi di tahun 2008 dan Rp4,57
triliun terealisasi di tahun 2009 untuk 2,37 juta debitur, dengan rata-rata kredit
senilai Rp7,24 juta per debitur. Distribusi penyaluran KUR adalah di sektor-
sektor perdagangan, restoran dan hotel; dan di sektor pertanian dengan sebaran
masing-masing sebesar 81,60 persen dan 10,04 persen. Sementara itu, lokasi
pemanfaat KUR terbesar berada di Pulau Jawa sebesar 60,65 persen.
Upaya pemberdayaan usaha mikro dan kecil lain yang telah dilakukan adalah:
(1) penataan sarana usaha pedagang kaki lima (PKL); (2) pengembangan sarana
pasar tradisional; (3) pengembangan sentra di daerah tertinggal, terisolir, dan
183
B
a
g
i
a
n

I
V
Evaluasi Lima Tahun Pelaksanaan RPJMN 2004-2009
perbatasan; (4) penyediaan dana bergulir untuk kegiatan produktif skala usaha
mikro dengan pola bagi hasil/syariah dan konvensional; dan (5) pendidikan dan
pelatihan kewirausahaan, manajerial dan keterampilan teknis. Pada periode
tahun 2005-2008, PKL yang sudah dibantu adalah sebanyak 2.319 yang tersebar
di 16 lokasi dan 13 provinsi. Pada tahun 2009, dilakukan penataan sarana usaha
PKL di 13 kabupaten/kota. Pasar tradisional telah dikembangkan sebanyak 71
unit pada periode 2005-2008.

184
B
a
g
i
a
n

I
V
MEMELIHARA MOMENTUM PERUBAHAN
Bab 4.3
Peningkatan Investasi dan Ekspor
Nonmigas
I. Pengantar
P
ertumbuhan ekonomi yang lebih berkesinambungan dapat terjadi apabila
didorong dua kegiatan utama, yaitu investasi dan ekspor. Kegiatan investasi
sangat bergantung pada kepercayaan masyarakat. Pemulihan investasi
harus menjadi dasar yang kuat bagi proses pemulihan ekonomi mengingat
dampak kegiatannya terhadap kegiatan perekonomian yang luas. Kegiatan
investasi pada gilirannya akan mendorong kegiatan di sektor-sektor lainnya,
termasuk kegiatan ekspor.
Selama kurun waktu pelaksanaan RPJMN 2004-2009, perekonomian Indonesia
cenderung membaik, meskipun ditandai dengan beberapa masalah global
terutama dengan naiknya harga minyak dunia dan krisis pembiayaan perumahan
bunga rendah (sub-prime mortgage) di Amerika Serikat yang menyebabkan
B
a
g
i
a
n

I
V
g
B
a
g
i
a
n

I
V
B
a
g
i
a
n

I
V
185
B
a
g
i
a
n

I
V
Evaluasi Lima Tahun Pelaksanaan RPJMN 2004-2009
resesi global. Meskipun resesi global melanda sejumlah negara besar, Indonesia
masih dapat mempertahankan pertumbuhan ekonomi positif 4,5 persen pada
akhir tahun 2009.
Pada sisi permintaan, pertumbuhan ekonomi selama periode 20052009
terutama didorong oleh investasi berupa pembentukan modal tetap domestik
bruto (PMTB) yang rata-rata tumbuh sebesar 7,1 persen. Kinerja investasi
tersebut sebagian didukung oleh meningkatnya nilai investasi sektor nonmigas
berupa realisasi izin usaha tetap (IUT) dari penanaman modal dalam negeri
(PMDN) dan penanaman modal asing (PMA).
Sementara itu, ekspor Indonesia selama ini sangat bergantung kepada ekspor
nonmigas yang berkontribusi rata-rata sebesar 79,6 persen terhadap nilai total
ekspor selama periode 20052009, dengan nilai rata-rata ekspor sebesar
USD83,2 miliar. Kinerja ekspor nonmigas yang selama ini cukup baik menjadi
salah satu sumber pertumbuhan ekonomi dan perolehan devisa negara.
Kinerja ekspor nonmigas juga sangat bergantung kepada kondisi eksternal (baik
global maupun regional) yang memberikan pengaruh terhadap ekspor dari
sisi permintaan. Krisis ekonomi global tahun 2008 telah memberikan tekanan
terhadap ekspor nonmigas Indonesia pada tahun 2009 akibat dari melemahnya
permintaan global dan keterbatasan likuiditas.
Dalam sektor jasa, pembangunan kepariwisataan memiliki peran penting dalam
mendorong kegiatan ekonomi, meningkatkan citra Indonesia, meningkatkan
kesejahteraan masyarakat, dan memperluas kesempatan kerja. Peran tersebut,
antara lain, ditunjukkan oleh kontribusi kepariwisataan dalam penerimaan devisa
negara yang dihasilkan oleh kunjungan wisatawan mancanegara, kontribusi
terhadap PDB, dan penyerapan tenaga kerja. Selain itu, pariwisata juga berperan
dalam upaya meningkatkan jati diri bangsa dan mendorong kesadaran dan
kebanggaan masyarakat atas kekayaaan budaya bangsa. Produk-produk wisata
seperti kekayaan dan keunikan alam, museum, seni, dan tradisi adalah alat yang
efektif bagi pelestarian lingkungan alam dan seni budaya tradisional.
186
B
a
g
i
a
n

I
V
MEMELIHARA MOMENTUM PERUBAHAN
II. Pencapaian Prioritas
2.1 Gambaran Pencapaian
Prioritas peningkatan investasi dan ekspor nonmigas dalam RPJMN 2004-
2009 meliputi: (1) terwujudnya iklim investasi yang sehat dengan reformasi
kelembagaan ekonomi di berbagai tingkat pemerintahan yang mampu
mengurangi praktek ekonomi biaya tinggi; (2) terpangkasnya prosedur perizinan
memulai usaha dan operasi bisnis; (3) meningkatnya investasi secara bertahap
agar kontribusinya terhadap Produk Nasional Bruto (PNB) meningkat dari 20,5
persen pada tahun 2004 menjadi 27,4 persen pada tahun 2009; (4) meningkatnya
efisiensi pelayanan ekspor-impor, kepelabuhanan, kepabeanan, dan administrasi
(verifikasi dan restitusi) perpajakan; (5) meningkatnya pertumbuhan ekspor
secara bertahap dari sekitar 5,2 persen pada tahun 2005 menjadi sekitar 9,8
persen pada tahun 2009 dengan komposisi produk yang lebih beragam dan
kandungan teknologi yang semakin tinggi; (6) meningkatnya efisiensi dan
efektivitas sistem distribusi nasional, tertib niaga, dan kepastian berusaha untuk
mewujudkan perdagangan dalam negeri yang kondusif dan dinamis; dan (7)
meningkatnya kontribusi pariwisata dalam perolehan devisa menjadi sekitar
USD10 miliar pada tahun 2009. Pencapaian prioritas ini secara umum membaik
selama periode tahun 2005-2009. Berikut tabel gambaran pencapaian prioritas
peningkatan investasi dan ekspor nonmigas selama periode 2005-2009.
187
B
a
g
i
a
n

I
V
Evaluasi Lima Tahun Pelaksanaan RPJMN 2004-2009
Catatan:
(*) Termasuk penumpang transit internasional sebesar 194.530 orang pada tahun 2008 dan
128.529 orang pada tahun 2009; (**) Angka sangat sementara.
Tabel 4.3.1
Sasaran dan Pencapaian
Peningkatan Investasi dan
Ekspor Nonmigas, Tahun
2005-2009
Sumber:
Badan Koordinasi Penanaman
Modal, Kementerian
Perdagangan, Badan Pusat
Statistik, dan Kementerian
Kebudayaan dan Pariwisata
(2005-2009).
188
B
a
g
i
a
n

I
V
MEMELIHARA MOMENTUM PERUBAHAN
2.2 Evaluasi Pencapaian
2.2.1 Sasaran 1: Terwujudnya Iklim Investasi yang Sehat
dengan Reformasi Kelembagaan Ekonomi di Berbagai
Tingkat Pemerintahan yang Mampu Mengurangi Praktek
Ekonomi Biaya Tinggi
Berbagai upaya menuju iklim investasi yang lebih baik dilakukan dengan
penerbitan beberapa peraturan dan deregulasi peraturan pemerintah di pusat
dan daerah pada periode 2005-2009. Dalam kurun waktu tersebut, Pemerintah
antara lain telah menerbitkan Instruksi Presiden (Inpres) Nomor 3 Tahun
2006 tentang Paket Kebijakan Iklim Investasi, Inpres Nomor 6 Tahun 2007
tentang Kebijakan Percepatan Pengembangan Sektor Riil dan Pemberdayaan
Sektor Mikro Kecil dan Menengah, Inpres Nomor 5 Tahun 2008 tentang Fokus
Ekonomi 2008-2009. Ketiga inpres tersebut, khususnya di bidang investasi, telah
ditindaklanjuti dengan keluarnya sejumlah Undang-Undang (UU) antara lain UU
Nomor 25 Tahun 2007 tentang Penanaman Modal, UU Nomor 39 Tahun 2009
tentang Kawasan Ekonomi Khusus, dan UU Nomor 28 Tahun 2009 tentang Pajak
Daerah dan Retribusi Daerah.
2.2.2 Sasaran 2: Terpangkasnya Prosedur Perizinan Memulai
Usaha dan Operasi Bisnis
Sejumlah peraturan pemerintah (PP) dan peraturan presiden (perpres) bidang
investasi telah pula diterbitkan. PP dan perpres tersebut antara lain PP Nomor
62 Tahun 2007 tentang Perubahan PP Nomor 1 Tahun 2007 tentang Fasilitas
Pajak Penghasilan untuk Penanaman Modal di Bidang Usaha Tertentu dan/
atau Daerah Tertentu, Perpres Nomor 76 Tahun 2007 tentang Kriteria dan
Persyaratan Penyusunan Bidang Usaha yang Tertutup dan Bidang Usaha yang
Terbuka dengan Persyaratan di Bidang Penanaman Modal, Perpres Nomor 111
Tahun 2007 tentang Perubahan atas Peraturan Presiden Nomor 77 Tahun 2007
tentang Daftar Bidang Usaha yang Tertutup dan Bidang Usaha yang Terbuka
dengan Persyaratan di Bidang Penanaman Modal, dan PP Nomor 45 Tahun 2008
tentang Pemberian Kemudahan dan Fasilitas Investasi di Daerah. Peraturan
189
B
a
g
i
a
n

I
V
Evaluasi Lima Tahun Pelaksanaan RPJMN 2004-2009
Menteri untuk mendukung investasi juga telah dikeluarkan, seperti Peraturan
Menteri Dalam Negeri Nomor 24 Tahun 2006 tentang Pedoman Penyelenggaraan
Perizinan Terpadu Satu Pintu (PPTSP), termasuk disusunnya Panduan Nasional
tentang PPTSP pada tahun 2007.
Beberapa peraturan daerah (perda) bermasalah telah dibatalkan. Jumlah perda
bermasalah yang dibatalkan secara berangsur-angsur berkurang dari 1.406 perda
pada tahun 2007 menjadi 406 perda pada tahun 2009. Berbagai hambatan usaha
juga berkurang yang ditandai dengan berkurangnya lama waktu untuk pendirian
usaha dari 151 hari menjadi 60 hari dengan jumlah prosedur berkurang dari 12
prosedur menjadi sembilan prosedur. Hal ini didukung dengan berkurangnya biaya
dari 101,7 persen menjadi 6,0 persen dari pendapatan per kapita dan pembayaran
pajak dari 576 jam menjadi 266 jam. Pentingnya peranan investasi dalam
perekonomian juga sudah mulai disadari sampai ke daerah, sehingga telah berdiri
sekitar 300 kantor pelayanan perizinan terpadu satu pintu di kabupaten/kota.
2.2.3 Sasaran 3: Meningkatnya Investasi Secara Bertahap Agar
Kontribusinya terhadap PNB Meningkat dari 20,5 Persen
pada Tahun 2004 Menjadi 27,4 Persen pada Tahun 2009
Pemerintah telah melakukan promosi dalam berbagai sektor untuk mendukung
investasi antara lain dengan penyelenggaraan Indonesia Infrastructure
Conference and Exhibition (IICE) pada tahun 2006, promosi langsung ke negara-
negara Timur Tengah, serta penyusunan skema kemitraan antara pemerintah dan
swasta (Public Private Partnership/PPP). Beberapa upaya tersebut berimplikasi
positif pada peningkatan realisasi investasi PMDN sektor nonmigas dari Rp30,7
triliun pada tahun 2005 menjadi Rp37,8 triliun pada Tahun 2009. Sementara
itu, realisasi investasi PMA sektor nonmigas telah meningkat dari USD4,6 miliar
pada tahun 2004 menjadi USD14,9 miliar pada tahun 2008. Meskipun Indonesia
menghadapi krisis global, realisasi investasi PMA pada Tahun 2009 masih
mencapai USD 18,8 miliar. Lokasi investasi khususnya PMA telah meningkat
penyebarannya. PMA mulai menempatkan investasinya di luar Pulau Jawa. Pada
tahun 2008 PMA sektor nonmigas di luar Pulau Jawa hanya 8,80 persen, namun
pada tahun 2009 jumlah ini bertambah menjadi 13,40 persen.
Sumber:
Badan Pusat Statistik (2005-
2009), RPJMN 2004-2009 dan
Rencana Kerja Pemerintah
2005 sampai 2009,
Kementerian Perencanaan
Pembangunan Nasional/
Bappenas.
Gambar 4.3.1
Sasaran dan Realisasi
Pertumbuhan Ekspor
Nonmigas
190
B
a
g
i
a
n

I
V
MEMELIHARA MOMENTUM PERUBAHAN
2.2.4 Sasaran 4: Meningkatnya Efisiensi Pelayanan Ekspor-
Impor, Kepelabuhanan, Kepabeanan, dan Administrasi
(Verifikasi dan Restitusi) Perpajakan
Indonesia juga dinilai telah berhasil memperbaiki peringkat dalam laporan Doing
Business 2010 (International Finance Corporation/IFC-World Bank). Indonesia
naik dari peringkat 129 pada tahun 2009 (laporan Doing Business 2009) menjadi
peringkat 122 dari 183 negara yang disurvey. Sementara itu, laporan World
Competitiveness Yearbook 2009 menyebutkan urutan daya saing Indonesia
berada di posisi 42 pada tahun 2009. Posisi ini naik dari urutan 51 pada tahun
sebelumnya. Indonesia juga dinilai cukup prospektif bagi investor dalam
World Investment Prospect 2008-2010 (UNCTAD). Dalam laporan ini Indonesia
menduduki peringkat kedelapan.
2.2.5 Sasaran 5: Meningkatnya Pertumbuhan Ekspor Secara
Bertahap dari Sekitar 5,2 Persen Pada 2005 Menjadi
Sekitar 9,8 Persen pada Tahun 2009 dengan Komposisi
Produk yang Lebih Beragam dan Kandungan Teknologi
yang Semakin Tinggi
Rata-rata pertumbuhan ekspor nonmigas Indonesia selama tahun 2005-2009
adalah sebesar 12,4 persen atau mencapai nilai sebesar USD88,7 miliar per
tahun. Pertumbuhan ekspor nonmigas yang cukup tinggi terjadi selama periode
2005-2008 dengan rata-rata sebesar 17,9 persen. Namun sepanjang tahun 2009
ekspor nonmigas terkena dampak negatif dari krisis ekonomi global sehingga
nilainya terkontraksi dengan pertumbuhan sebesar -9,7 persen. Turunnya
permintaan dunia terutama dari negara-negara yang menjadi tujuan ekspor
Indonesia terbesar yaitu Amerika Serikat, Uni Eropa, Jepang, dan Singapura,
dan penurunan harga komoditas/produk ekspor merupakan faktor utama yang
menyebabkan turunnya kinerja ekspor nonmigas di tahun 2009. Walaupun
kinerjanya menurun pada tahun 2009, pertumbuhan ekspor nonmigas pada
tahun-tahun sebelumnya telah melampaui target yang ditetapkan dalam sasaran
RPJMN 2004-2009.
Upaya untuk melakukan diversifikasi pasar tujuan ekspor menunjukkan hasil
cukup baik. Hal ini ditunjukkan dengan penurunan secara bertahap pangsa
Gambar 4.3.2
Perkembangan Pasar Ekspor
Nonmigas
Sumber:
Badan Pusat Statistik
(2005-2009).

Pasar Ekspor Non Tradisional
Pasar Ekspor Tradisional
2005
0%
20%
40%
60%
80%
100%
120%
2006 2007 2008 2009
54.7%
54.3%
53.7%
50.7%
48.0%
45.1%
46.3%
49.3%
52.0%
54.9%
191
B
a
g
i
a
n

I
V
Evaluasi Lima Tahun Pelaksanaan RPJMN 2004-2009
pasar ekspor nonmigas ke pasar ekspor tradisional (Amerika Serikat, Jepang, Uni
Eropa, dan Singapura). Pada tahun 2005 pangsa pasar ekspor tradisional sebesar
54,7 persen dan kemudian menjadi sebesar 45,1 persen pada tahun 2009.
Turunnya tingkat kebergantungan ekspor terhadap pasar ekspor tradisional akan
meningkatkan daya tahan ekspor terhadap gejolak perekonomian di negara-
negara tujuan ekspor tersebut.
2.2.6 Sasaran 6: Meningkatnya Efisiensi dan Efektivitas Sistem
Distribusi Nasional, Tertib Niaga, dan Kepastian Berusaha
untuk Mewujudkan Perdagangan Dalam Negeri yang
Kondusif dan Dinamis
Pemrosesan ekspor dan impor juga telah menunjukkan peningkatan yang cukup
baik. Lama waktu pemrosesan serta jumlah dokumen yang dibutuhkan untuk
ekspor dan impor telah menurun. Hal ini merupakan hasil dari peningkatan
efisiensi pelayanan ekspor dan impor mulai dari proses perizinan sampai dengan
pelayanan kepabeanan dan pelabuhan. Pengembangan National Single Window
(NSW) dalam rangka pelaksanaan komitmen untuk mewujudkan ASEAN Single
Window (ASW) juga memberikan kontribusi yang signifikan kepada peningkatan
efisiensi pelayanan ekspor dan impor. Sampai saat ini, sistem NSW untuk impor
sudah diterapkan secara wajib di pelabuhan Tanjung Priok, Tanjung Emas, Tanjung
Perak dan Belawan serta Bandara Soekarno Hatta. Perusahaan yang sudah
memanfaatkan pelayanan melalui sistem NSW terus mengalami peningkatan.
Sampai saat ini pemanfaat sistem NSW telah mencapai lebih dari 20.000
perusahaan importir dan lebih dari 1.300 perusahaan penyedia jasa kepabeanan
(PPJK). Sementara itu, sistem NSW untuk ekspor saat ini sudah selesai dibangun,
namun penerapannya sementara ini masih terbatas untuk melayani dokumen
kepabeanan dan perizinan ekspor melalui pelabuhan Tanjung Perak.
Gambar 4.3.2
Perkembangan Jumlah
Wisman dan Perolehan Devisa
Sumber:
Badan Pusat Statistik dan
Departemen Kebudayaan dan
Pariwisata (2005-2009).
192
B
a
g
i
a
n

I
V
MEMELIHARA MOMENTUM PERUBAHAN
2.2.7 Sasaran 7: Meningkatnya Kontribusi Pariwisata dalam
Perolehan Devisa Menjadi Sekitar USD 10 Miliar pada
Tahun 2009
Pembangunan kepariwisataan pada periode 2005-2009 telah menun jukkan
pencapaian yang cukup berarti. Jumlah kunjungan wisatawan mancanegara
(wisman) meningkat dari 5 juta orang pada tahun 2005 menjadi 6,45 juta orang
pada tahun 2009 atau meningkat sebesar 29,0 persen, seperti ditunjukkan pada
Gambar 4.3.2. penerimaan devisa dari hasil kunjungan wisman meningkat dari
USD4,52 miliar pada tahun 2005 menjadi USD6,43 miliar pada tahun 2009 atau
meningkat sebesar 42,26 persen. Jumlah pergerakan wisatawan nusantara
(wisnus) meningkat dari 198,36 juta perjalanan pada tahun 2005 menjadi 229,95
juta perjalanan pada tahun 2009 atau meningkat sebesar 15,93 persen. Total
pengeluaran wisnus meningkat dari Rp74,72 triliun pada tahun 2005 menjadi
Rp128,77 triliun pada tahun 2009 atau meningkat sebesar 72,34 persen.
Pembangunan pariwisata menunjukkan hasil cukup memuaskan, namun belum
optimal. Hal ini disebabkan oleh faktor keamanan dan terorisme seperti peristiwa
bom Bali II pada Oktober 2005, bencana alam seperti tsunami di Pangandaran dan
gempa di Jawa Tengah dan D.I. Yogyakarta yang mengakibatkan kerusakan pada
sejumlah tujuan wisata unggulan (Candi Prambanan, Candi Plaosan, dan Candi
Sojiwan), serta isu penyakit menular seperti Severe Acute Respiratory Syndrome
(SARS) dan flu burung. Data menunjukkan bahwa jumlah wisman pada tahun
2006 menurun sebesar 2,6 persen dari tahun 2005, yang diikuti menurunnya
penerimaan devisa dari sektor pariwisata dari USD4,52 miliar pada tahun 2005
menjadi USD4,44 miliar pada tahun 2006 atau menurun sebesar 1,77 persen.
Dampak lanjutan dari berbagai permasalahan tersebut adalah menurunnya
jumlah tenaga kerja yang bekerja di bidang pariwisata dari 6,5 juta orang pada
tahun 2005 menjadi 4,4 juta orang pada tahun 2006 atau turun sekitar 32,31
persen.
Permasalahan lain yang dihadapi pembangunan kepariwisataan antara lain:
(1) belum optimalnya kesiapan tujuan pariwisata nasional terkait daya tarik
pariwisata, fasilitas umum, fasilitas pariwisata, aksesibilitas, serta masyarakat
sehingga tujuan pariwisata nasional ini belum mampu bersaing di pasar global;
(2) kurang kondusifnya iklim investasi di bidang pariwisata dalam meningkatkan
investasi di bidang pariwisata di Indonesia; (3) belum optimalnya pemanfaatan
kemajuan teknologi komunikasi dan informasi (information and communication
technologies/ICTs) sebagai sarana pemasaran dan promosi yang efektif; (4)
terbatasnya kualitas dan kuantitas serta profesionalisme SDM pariwisata; dan
(5) belum optimalnya kemitraan dan kerja sama antara pemerintah dan swasta
termasuk masyarakat (public and private partnership). Pencapaian pembangunan
kepariwisataan juga belum diimbangi oleh kondisi daya saing pariwisata Indonesia
di tingkat global. Pada tahun 2008, peringkat daya saing Indonesia berada di
posisi 80 dari 133 negara, jauh di bawah Singapura (peringkat 16), Malaysia (32),
Thailand (42), dan China (62). Pada tahun 2009, peringkat daya saing pariwisata
Indonesia berada di posisi 81 dari 133 negara atau mengalami penurunan bila
dibandingkan dengan peringkat tahun 2008.
193
B
a
g
i
a
n

I
V
Evaluasi Lima Tahun Pelaksanaan RPJMN 2004-2009
III. Keberhasilan
Peningkatan investasi selama periode 2005-2009 terutama didukung oleh dua
program yaitu: (i) Program Pengembangan Iklim Investasi dan Realisasi Investasi;
dan (ii) Program Promosi Investasi. Program Pengembangan Iklim Investasi
dan Realisasi Investasi terdiri dari sejumlah kegiatan yang dimulai dari proses
pengajuan perizinan sampai dengan realisasi investasi. Penyederhanaan prosedur
dilaksanakan dengan memangkas sejumlah prosedur, mengurangi waktu dan
biaya yang dibutuhkan. Hal itu terbukti dengan meningkatnya posisi Indonesia
dalam laporan Doing Business yang dilakukan IFC selama lima tahun terkhir.
Upaya mempercepat proses perizinan juga didukung dengan dipersiapkannya
Sistem Pelayanan Informasi dan Perijinan Investasi Secara Elektronik (SPIPISE)
sejak tahun 2007. Peningkatan realisasi investasi dilakukan dengan kegiatan
pengendalian pelaksanaan di seluruh wilayah Indonesia.
Meningkatnya jumlah pelaku usaha dari berbagai negara merupakan hasil
promosi investasi di beberapa negara secara langsung dan dibangunnya
perwakilan promosi investasi di beberapa negara selama lima tahun terakhir.
Berbagai brosur tentang potensi investasi Indonesia diterbitkan dalam lima
bahasa yaitu Bahasa Inggris, Mandarin, Arab, Jepang, dan Indonesia. Promosi
investasi di dalam negeri juga aktif dilakukan dengan mengadakan gelar potensi
investasi. Berbagai pendukung/kit berupa CD-ROM dan brosur juga disertakan
dalam kegiatan promosi tersebut.
Program-program Pemerintah yang selama ini mendukung pencapaian kinerja
ekspor nonmigas antara lain adalah Program Peningkatan Kerjasama Perdagangan
Internasional, Program Peningkatan dan Pengembangan Ekspor, Program
Peningkatan Efisiensi Perdagangan Dalam Negeri, Program Pengembangan
Destinasi Pariwisata, Program Pengembangan Pemasaran Pariwisata, dan
Program Pengembangan Kemitraan.
3.1 Program Peningkatan Kerjasama Perdagangan
Internasional
Program ini dititikberatkan untuk meningkatkan akses pasar melalui multi-track
strategy, yaitu forum multilateral, regional, dan bilateral. Keberhasilan yang telah
dicapai diantaranya adalah menguatnya peran Indonesia di dunia internasional
seperti dalam forum World Trade Organization (WTO) melalui forum Group of
Twenty (G-20), G-33, dan Non-Agricultural Market Access (NAMA)-11, forum
ASEAN, ASEAN plus mitra, dan forum bilateral.
3.2 Program Peningkatan dan Pengembangan Ekspor
Program ini menitikberatkan pada peningkatan promosi ekspor dan kebijakan
ekspor/impor. Peningkatan promosi dalam rangka memperluas akses pasar
internasional dilakukan dengan beberapa upaya yang antara lain adalah: (1)
penyelenggaraan serangkaian misi dagang; (2) penetrasi pasar melalui Indonesia
Trade Promotion Centre (ITPC) dengan kegiatan market intelligence di 75 negara
yang menyoroti 42 kelompok produk; (3) revitalisasi konsep Pameran Produk Ekspor
(PPE) menjadi Trade Expo Indonesia (TEI); dan (4) penguatan nation-branding.
194
B
a
g
i
a
n

I
V
MEMELIHARA MOMENTUM PERUBAHAN
Selain itu, pengembangan ekspor juga diarahkan kepada usaha mikro, kecil
dan menengah (UMKM) dengan melakukan fasilitasi bantuan pemasaran dan
pengembangan jaringan kemitraan, pengembangan keterampilan pelaku UMKM,
serta pengembangan UMKM ekspor. Beberapa pencapaian utama yang cukup
berhasil dalam rangka pengembangan ekspor UMKM adalah fasilitasi 20 UMKM
ekspor untuk masuk jaringan ritel modern internasional, keikutsertaan UMKM
pada pameran dagang, serta bimbingan teknis (pembiayaan dan bantuan teknis)
penerapan standar International Organization for Standardization (ISO) 9000,
pengemasan, dan merek dagang kepada UMKM berorientasi ekspor.
3.3 Program Peningkatan Efisiensi Perdagangan
Dalam Negeri
Dukungan program ini kepada pengembangan ekspor nonmigas dititikberatkan
pada peningkatan kelancaran arus barang, kemudahan proses perizinan usaha,
penataan dan pembinaan pasar tradisional dan modern, serta pengembangan
UMKM. Pemerintah telah menerbitkan Perpres Nomor 112 Tahun 2007 tentang
Penataan dan Pembinaan Pasar Tradisional, Pusat Perbelanjaan, dan Toko
Modern, yang ditindaklanjuti dengan Peraturan Menteri Perdagangan Nomor
53 Tahun 2008 tanggal 12 Desember 2008 tentang Pedoman Penataan dan
Pembinaan Pasar Tradisional, Pusat Perbelanjaan, dan Toko Modern. Peraturan
menteri ini memperinci pengaturan zonasi dan tata ruang untuk mengatur lokasi
pasar dan pusat perbelanjaan atau toko modern, hubungan pemasok dan toko
modern, serta kemitraan dan pemberdayaan usaha kecil, pasar tradisional dan
pedagang pasar tradisional.
Pemberdayaan pedagang kecil dan menengah diarahkan pada penciptaan
jaringan kemitraan UMKM yang dilakukan dengan mengembangkan waralaba
lokal. Jumlah gerai minimarket yang telah diwaralabakan mencapai 1.058
minimarket dan diperkirakan dapat menyediakan kesempatan kerja bagi 30.000
tenaga kerja. Selain itu, fasilitasi perluasan akses pasar produk UMKM di dalam
negeri dilakukan dengan membuka gerai, penyediaan kios, dan fasilitasi produk
UMKM untuk masuk dalam jalur distribusi melalui pasar ritel modern. Pada
tahun 2008 sampai 2009, tercatat 95 UMKM dengan berbagai macam produk
menjadi pemasok di delapan gerai ritel modern.
3.4 Program Pengembangan Destinasi Pariwisata
Selama lima tahun Program Pengembangan Destinasi Pariwisata tekah
membuahkan: (1) pengesahan RUU Pariwisata menjadi UU Nomor 10 Tahun 2009
tentang Kepariwisataan; (2) kemudahan bagi wisman dengan mengeluarkan
peraturan fasilitas bebas visa kunjungan singkat (BVKS) bagi 11 negara dan visa
on arrival (VoA) bagi 63 negara; (3) sertifikasi kompetensi jasa pariwisata kepada
5.132 orang; (4) penataan dan revitalisasi kawasan pariwisata terpadu seperti
di Manado-Tomohon-Bitung, Tana Toraja, Kota Tua Sawahlunto, dan Geopark
Gunung Rinjani; (5) pelaksanaan Festival Internasional Pemuda dan Olahraga
(FIPOB) 2009; dan (6) pengembangan 104 desa menjadi desa berdaya tarik
wisata berbasis masyarakat sebagai bagian dari kontribusi sektor pariwisata
dalam PNPM Mandiri.
195
B
a
g
i
a
n

I
V
Evaluasi Lima Tahun Pelaksanaan RPJMN 2004-2009
3.5 Program Pengembangan Pemasaran Pariwisata
Program Pengembangan Pemasaran Pariwisata telah melaksanakan berbagai
kegiatan yang mendukung terlaksananya berbagai pameran dan promosi
pariwisata. Kegiatan pameran dan promosi antara lain dilakukan dengan (1)
keikutsertaan dalam berbagai pameran pariwisata internasional seperti bursa
ITB (Internationale Tourismus Borse) Berlin-Jerman, ITB Asia, World Tourism
Mart (WTM) London, FITUR (Ferian Internacionale de Turismo), World Federation
of Tourist Guide Association (WFTGA), dan lain-lain; dan (2) pemasangan iklan
di dalam dan luar negeri melalui media cetak, media elektronik, dan media
luar ruang. Penyelenggaraan promosi pariwisata yang optimal menyebabkan
Indonesia beberapa kali memperoleh penghargaan antara lain The Best Exhibitor
in the Category Asia pada ITB Berlin 2006 dan tempat wisata terbaik untuk tujuan
wisata masa depan (Premio Mejor Destino Turistico de Futuro) dari majalah Viajes
Y Turistico (Spanyol). Program ini juga telah mencanangkan Visit Indonesia Year
untuk meningkatkan jumlah wisman dan wisnus. Pencanangan Visit Indonesia
Year ini kemudian diikuti oleh Visit Banten 2012, Visit Lombok-Sumbawa 2012,
Visit Babel Archi 2010, Visit Batam 2010, Visit Kalbar 2010, Visit Lampung 2009,
Visit Kaltim 2009, Visit Musi 2008, dan Visit Tomohon 2008. Program ini juga
telah menyelenggarakan familiarization trip (fam trip) yang diikuti oleh 1.264
orang dari 40 negara yang terdiri dari para jurnalis, travel agent, tour operator,
wartawan, artis, dan media baik lokal maupun internasional, serta mendorong
pencabutan larangan terbang dari Uni Eropa atas empat maskapai penerbangan
Indonesia (Garuda, Mandala Airlines, Airfast Indonesia, dan Premiair).
Berbagai pameran dan promosi pariwisata ini berhasil mendorong Bali untuk
memperoleh berbagai penghargaan internasional antara lain sebagai The Most
Beautiful Island on This Planet dari Majalah Reise & Preise di Jerman tahun
2009, The Best Island in Asia Pacific dan DestinAsian Award 2009 dari majalah
DestinAsian, The Best Holiday Destination in Asia dari Smart Travel, The Best Spa
Destination in the World 2009 dari Majalah Senses dalam ITB Jerman, dan World
Best Island versi majalah Travel+Leisure Amerika Serikat.
196
B
a
g
i
a
n

I
V
MEMELIHARA MOMENTUM PERUBAHAN
3.6 Program Pengembangan Kemitraan
Program Pengembangan Ke mitraan berhasil men dukung meningkatnya kerja-
sama pariwisata antar negara ASEAN dengan ditanda tanganinya Mutual
Recognition Arrangement (MRA) Pariwisata dan disepakatinya pemberian
insentif bagi wisatawan ASEAN yang melakukan kunjungan pariwisata ke negara-
negara ASEAN. Program ini juga telah berhasil mendorong diakuinya pariwisata
sebagai ilmu mandiri pada tahun 2008 dan akreditasi Sekolah Tinggi Pariwisata
(STP) Bandung dan STP Bali sebagai lembaga pendidikan tinggi di bidang
kepariwisataan berkelas dunia (world class educational tourism) dari World
Tourism Organization (UNWTO).

197
B
a
g
i
a
n

I
V
Evaluasi Lima Tahun Pelaksanaan RPJMN 2004-2009
Bab 4.4
Peningkatan Daya Saing Industri
Manufaktur
I. Pengantar
I
ndustri manufaktur merupakan sektor strategis dalam perekonomian
nasional. RPJMN 2004-2009 menekankan pentingnya peningkatan daya saing
industri manufaktur karena hal tersebut merupakan strategi untuk menjawab
tantangan globalisasi dan liberalisasi ekonomi dunia. Industri manufaktur juga
memiliki kemampuan untuk mengantisipasi perubahan lingkungan yang cepat.
Selama lima tahun terakhir, Pemerintah telah menempuh berbagai upaya,
baik dalam bentuk regulasi maupun dalam bentuk fasilitasi langsung. Upaya
tersebut memberikan sinyal positif kepada perkembangan industri. Beberapa
indikator menunjukkan adanya perbaikan antara lain dalam penyerapan tenaga
B
a
g
i
a
n

I
V
B
a
g
i
a
n

I
V
B
a
g
i
a
n

I
V
198
B
a
g
i
a
n

I
V
MEMELIHARA MOMENTUM PERUBAHAN
kerja, kinerja ekspor, dan perbaikan iklim usaha yang ditandai dengan kenaikan
minat ijin usaha dan penyaluran kredit perbankan. Indikator-indikator tersebut
mencerminkan bahwa industri nasional cukup tangguh di tengah krisis yang
mempengaruhi ekonomi global.
Dinamika perubahan global, yang ditandai oleh volatilitas harga minyak dunia
dan krisis finansial kredit perumahan, memang memberi dampak terhadap
perekonomian nasional. Dinamika tersebut bahkan turut mempengaruhi kinerja
industri manufaktur nasional, sehingga pertumbuhan industri manufaktur belum
dapat mencapai target dalam RPJMN 2004-2009 yaitu mencapai rata-rata 8,56
persen per tahun. Oleh karena itu, Pemerintah terus mengupayakan pemulihan
dan revitalisasi industri untuk memenangkan persaingan di pasar global.
II. Pencapaian Prioritas
2.1 Gambaran Pencapaian
Sasaran prioritas peningkatan daya saing industri manufaktur meliputi: (1)
pertumbuhan industri manufaktur dengan laju rata-rata 8,56 persen per tahun;
(2) penyerapan tenaga kerja dalam lima tahun mendatang sekitar 500 ribu per
tahun (termasuk industri pengolahan migas); (3) penciptaan iklim usaha yang lebih
kondusif; (4) peningkatan pangsa sektor industri manufaktur di pasar domestik;
(5) peningkatan volume ekspor produk manufaktur; (6) peningkatan proses alih
teknologi; (7) peningkatan penerapan standardisasi produk industri manufaktur;
dan (8) peningkatan penyebaran sektor industri manufaktur ke luar Pulau Jawa.
Pencapaian prioritas peningkatan daya saing industri manufaktur dalam
kurun waktu 2005-2009 mengalami perkembangan cukup berarti. Industri
manufaktur nasional memiliki daya saing cukup tangguh di tengah gejolak
ketidakpastian ekonomi dunia. Ketangguhan ini terlihat dari tetap tumbuhnya
industri manufaktur nasional saat kinerja industri negara-negara berkembang
lain mengalami perlambatan. Selain itu, berkembangnya industri manufaktur
ditandai oleh kinerja ekspor sektor industri yang semakin baik, penyerapan
tenaga kerja di industri yang semakin bertambah, serta minat investasi yang
meningkat. Berikut tabel gambaran pencapaian prioritas peningkatan daya saing
industri manufaktur dalam kurun waktu 2005-2009.
199
B
a
g
i
a
n

I
V
Evaluasi Lima Tahun Pelaksanaan RPJMN 2004-2009
Catatan:
(a) Pencapaian hasil penyelenggaraan Program Penataan Struktur Industri; (b) Pencapaian hasil
penyelenggaraan Program Pengembangan Industri Kecil Dan Menengah; (c) Pencapaian
hasil penyelenggaraan Program Peningkatan Kemampuan Teknologi Industri.
2.2 Evaluasi Pencapaian
2.2.1 Sasaran 1: Pertumbuhan Industri Manufaktur
Industri manufaktur dalam kurun waktu 2005-2009 menunjukkan kinerja yang
senantiasa meningkat meskipun pertumbuhannya hanya mencapai rata-rata 3,9
persen per tahun. Pencapaian ini berarti masih di bawah laju rata-rata 8,56 persen
per tahun. Kontribusi industri manufaktur kepada ekonomi nasional dalam kurun
waktu 2005-2009 yang ditunjukkan oleh perannya dalam pertumbuhan ekonomi
secara keseluruhan masih cukup tinggi, yaitu rata-rata di atas 25 persen per
tahun. Persebaran industri manufaktur ke luar Pulau Jawa yang didominasi oleh
kelompok industri non-migas telah memberikan kontribusi yang cukup pada laju
pertumbuhan industri manufaktur.
No Sasaran Satuan 2005 2006 2007 2008 2009

1 Sasaran: Tumbuh dengan laju rata-rata 8,56 persen per tahun a)

1.1 Pertumbuhan Industri Pengolahan Non-migas Persen 5,9 5,3 5,2 4,1 2,5 1)
1.1.1 Makanan, Minuman dan Tembakau Persen 2,8 7,2 5,1 2,3 11,3 1)
1.1.2 Tekstil, Barang Kulit dan Alas Kaki Persen 1,3 1,2 -3,7 -3,6 0,5 1)
1.1.3 Barang Kayu dan Hasil Hutan Persen -0,9 -0,7 -1,7 3,5 -1,5 1)
1.1.4 Kertas dan Barang Cetakan Persen 2,4 2,1 5,8 -1,5 6,3 1)
1.1.5 Pupuk, Kimia dan Barang Karet Persen 8,8 4,5 5,7 4,5 1,5 1)
1.1.6 Semen dan Barang Galian Non Logam Persen 3,8 0,5 3,4 -1,5 -0,6 1)
1.1.7 Logam Dasar Besi dan Baja Persen -3,7 4,7 1,7 -2,1 -4,5 1)
1.1.8 Alat Angkut, Mesin dan Peralatan Persen 12,4 7,6 9,7 9,8 -2,9 1)
1.1.9 Barang Lainnya Persen 2,6 3,6 -2,8 -1,0 3,1 1)
1.2 Kapasitas utilisasi Persen 65,1 63,8 66,9 67,9 64,2
1.3 Indeks Produksi Industri Besar dan Menengah 118,9 116,9 123,4 127,2 131,04
(Q3)
1)
2
Sasaran: Target penyerapan tenaga kerja dalam lima tahun mendatang adalah
sekitar 500 ribu per tahun (termasuk industri pengolahan migas) a)

2.1 Jumlah Orang Bekerja di Sektor Industri Manufaktur (Juta Jiwa) Juta Jiwa 12,0 11,9 12,4 12,5 12,8 2)
2.2 Jumlah Kesempatan Kerja Baru di Sektor Industri Manufaktur (Juta Jiwa) [n-(n-
1)]
Juta Jiwa -0,1 0,5 0,2 0,3 2)
3 Sasaran: Terciptanya iklim usaha yang lebih kondusif b)
3.1 Peringkat Daya Saing Global Ranking 74 50 54 55 54 3)
3.1.a Jumlah Negara dalam Peringkat Daya Saing Global Negara 117 125 131 134 133 3)
4 Sasaran: Peningkatan pangsa sektor industri manufaktur di pasar domestik b)
4.1 Produk Domestik Bruto Atas Dasar Harga Berlaku Menurut Lapangan Usaha di
Sektor Industri Manufaktur
Rp Triliun 760 920 1.069 1.381 1.481 4)
4.2 Produk Domestik Bruto Atas Dasar Harga Konstan Tahun 2000 Menurut Lapangan
Usaha di Sektor Industri Manufaktur
Rp Triliun 492 514 538 558 569 4)
4.1.a Produk Domestik Bruto Atas Dasar Harga Berlaku Menurut Lapangan Usaha Rp Triliun 2.774 3.339 3.949 4.954 5.613 4)
4.2.a Produk Domestik Bruto Atas Dasar Harga Konstan Tahun 2000 Menurut Lapangan
Usaha
Rp Triliun 1.751 1.847 1.963 2.082 2.177 4)
4.1.a Kontribusi Sektor Industri Manufaktur ke dalam Produk Domestik Bruto Atas
Dasar Harga Berlaku Menurut Lapangan Usaha
Persen 27,4 27,5 27,1 27,9 26,4 4)
4.2.a Kontribusi Sektor Industri Manufaktur ke dalam Produk Domestik Bruto Atas
Dasar Harga Konstan Tahun 2000 Menurut Lapangan Usaha
Persen 28,1 27,8 27,4 26,8 26,1 4)
5 Sasaran: Meningkatnya volume ekspor produk manufaktur b)
5.1 Nilai Ekspor Manufaktur USD Juta 55,59 65,02 76,46 88,39 73,43 5)
5.2 Pertumbuhan Ekspor Manufaktur Persen 14,2 17 17,6 15,6 -16,6 5)
6 Sasaran: Meningkatnya proses alih teknologi c)
6.1 Investasi Langsung (Foreign Direct Investment, FDI) Netto (Total) USD Juta 5.271 2.211 1.164 2.479 *) 6)
6.2 Investasi Langsung (FDI) di Indonesia (Netto) di Sektor Non-Migas USD Juta 7.282 4.122 4.633 *) *) 6)
6.3 Nilai Penggunaan Bahan Antara dari Produk Lokal Rp Miliar *) *) *) *) *)
6.4 Realisasi Investasi Penanaman Modal Asing (PMA) di Sektor Industri Manufaktur
Non-Migas
USD Juta 3.501 3.619 4.697 4.515 2.813 9)
7 Sasaran: Meningkatnya penerapan standardisasi produk industri manufaktur c)
7.1 Jumlah Komoditas Nasional Berlabel SNI Judul *) 6.709 6.746 *) *) 7)
7.2 Jumlah Komoditas Nasional Berlabel Standard Internasional Lainnya (ISO dan
sejenisnya)
Judul *) *) *) *) *)
8
Sasaran: Meningkatnya penyebaran sektor industri manufaktur ke luar Pulau
Jawa c)

8.1 Persentase Industri Besar dan Menengah Yang Berlokasi di Jawa Persen 82,0 84,4 82,4 *) *) 8)
8.2 Persentase Industri Besar dan Menengah Yang Berlokasi di Luar Jawa Persen 18,0 15,6 17,6 *) *) 8)
Tabel 4.4.1
Sasaran dan Pencapaian
Peningkatan Daya Saing
Industri Manufaktur, Tahun
2005-2009
Sumber data:
(1) Statistik Industri
( Depperindag, berbagai
tahun); (2) Keadaan Angkatan
Kerja di Indonesia (BPS,
Sakernas, data Agustus
berbagai tahun); (3) World
Competitiveness Yearbook
(International Institute for
Management Development,
berbagai tahun); (4)
Pendapatan Nasional
Indonesia (BPS, berbagai
tahun); (5) Statistik Eksport
( BPS, berbagai tahun); (6)
Data 2005-2007: Laporan
Perekonomian Indonesia 2007
(BI, 2007). Data 2004: Laporan
Perekonomian Indonesia 2006
(BI, 2006). Catatan: Tanda
minus menunjukkan surplus
dan sebaliknya untuk tanda
plus menunjukkan deficit;
(7) Senarai Standar Nasional
Indonesia SNI (Badan
Standardisasi Nasional,
2006 dan 2007); (8) Statistik
Industri Besar dan Menengah
(BPS, berbagai tahun), diolah;
(9) Data Perkembangan
Penanaman Modal BKPM.
Data tahun 2005 - 2008
adalah data full-year,
sedangkan data tahun 2009
adalah data untuk Jan-Sep
2009 (*)Data tidak tersedia.
200
B
a
g
i
a
n

I
V
MEMELIHARA MOMENTUM PERUBAHAN
Catatan: *) Dihitung berdasarkan harga berlaku; **) Angka pertumbuhan adalah angka sementara.
2.2.2 Sasaran 2: Target Penyerapan Tenaga Kerja dalam Lima
Tahun Mendatang Adalah Sekitar 500 Ribu Per Tahun
(Termasuk Industri Pengolahan Migas)
Membaiknya kinerja sektor industri manufaktur turut ber pengaruh pada jumlah
tenaga kerja yang dapat diserap oleh sektor ini. Penyerapan tenaga kerja secara
kumulatif di sektor industri manufaktur pada periode 2005-2009 mengalami
pening katan sebesar 3.016.029 orang atau rata-rata sekitar 603.206 orang per
tahun. Jumlah tersebut mengindikasikan bahwa target penyerapan tenaga kerja
industri manufaktur dalam RPJMN 2004-2009 telah tercapai.
Catatan: *) Termasuk industri kecil, menengah, dan besar; **) Angka sementara; ***) Angka perkiraan.
2.2.3 Sasaran 3 dan 4: Terciptanya Iklim Usaha yang Lebih
Kondusif dan Peningkatan Proses Alih Teknologi
Kemampuan sektor industri manufaktur untuk dapat tumbuh ditentukan oleh
besarnya penanaman modal, baik modal dalam negeri maupun modal asing.
Penanaman modal dalam negeri (PMDN) di sektor industri dalam kurun waktu
2005-2009 terus mengalami peningkatan dari tahun ke tahun, kecuali pada
tahun 2006. Pada tahun 2005 terdapat 149 ijin usaha tetap (IUT) dengan nilai
realisasi investasi sebesar Rp21,0 triliun, kemudian pada tahun 2006 menurun
menjadi 96 IUT dengan nilai Rp13,0 triliun. Pada tahun 2007 jumlah IUT kembali
meningkat menjadi 101 IUT dengan nilai Rp26,3 triliun dan pada tahun 2008
menjadi 188 IUT dengan nilai Rp15,9 triliun. Pada tahun 2009, jumlah IUT yang
tercatat sebanyak 158 IUT dengan nilai Rp19,4 triliun.
Tabel 4.4.2
Laju Pertumbuhan Industri
Manufaktur, Tahun 2005-2009

LapanganUsaha
Pencapaian(Persen)
2005 2006 2007 2008 2009
**)

Industrimanufaktur 4,60 4,59 4,67 3,66 2,11


a.IndustriMigas 5,67 1,66 0,06 0,33 2,21
b.IndustriNonMigas(Manufaktur) 5,86 5,27 5,15 4,05 2,52
(1)Makanan,MinumandanTembakau 2,75 7,21 5,05 2,34 11,29
(2)Tekstil,BarangKulitdanAlaskaki 1,31 1,23 3,68 3,64 0,53
(3)BarangKayudanHasilHutanLainnya 0,92 0,66 1,74 3,45 1,46
(4)KertasdanBarangCetakan 2,39 2,09 5,79 1,48 6,27
(5)Pupuk,KimiadanBarangdariKaret 8,77 4,48 5,69 4,46 1,51
(6)SemendanBarangGalianBukanLogam 3,81 0,53 3,40 1,49 0,63
(7)LogamDasarBesidanBaja 3,70 4,73 1,69 2,05 4,53
(8)AlatAngkut,MesindanPeralatannya 12,38 7,55 9,73 9,79 2,94
(9)BarangLainnya 2,61 3,62 2,82 0,96 3,13
KontribusiindustrimanufakturpadaPDB(Persen)
*)
27,41 27,54 27,06 27,87 26,38
Sumber:
Statistik Industri Besar dan
Sedang 2005-2009, BPS dan
Kementerian Perindustrian.
Industri 2005 2006 2007 2008** 2009***
Makanan,MinumandanTembakau 3.513.958 4.696.783 4.649.786 4.820.563 5.073.075
Tekstil,BarangKulitdanAlasKaki 2.212.119 2.241.723 2.337.045 2.350.885 2.404.431
BarangdarikayudanHasilHutanLainnya 1.701.000 1.706.074 1.823.827 1.814.020 1.834.805
KertasdanBarangCetakan 254.641 305.651 324.868 345.017 371.033
Pupuk,KimiadanBarangdariKaret 603.804 750.104 756.908 791.638 839.805
SemendanBaranggalianbukanlogam 966.480 995.671 1.061.571 1.077.890 1.112.437
LogamDasar,BesidanBaja 386.128 405.086 448.500 466.984 493.390
AlatAngkutan,MesindanPeralatannya 510.995 517.482 625.855 417.245 346.656
BarangLainnya 822.505 978.640 1.195.776 1.340.100 1.512.027
Jumlah 10.971.630 12.597.214 13.223.776 13.424.341 13.987.659
Tabel 4.4.3
Penyerapan Tenaga Kerja
Sektor Industri Manufaktur*),
Tahun 2005-2009
Sumber:
Kementerian Perindustrian
(basis data dari BPS),
2005-2009.
201
B
a
g
i
a
n

I
V
Evaluasi Lima Tahun Pelaksanaan RPJMN 2004-2009
Penanaman modal asing (PMA) di sektor industri dalam periode yang sama terus
meningkat dari tahun ke tahun. Pada tahun 2005 IUT PMA tercatat sebanyak 335
IUT dengan nilai USD3,5 miliar, kemudian tahun 2006 menjadi sebanyak 363 IUT
dengan nilai USD3,6 miliar, tahun 2007 tercatat 390 IUT dengan nilai USD4,6 miliar,
dan tahun 2008 sebanyak 495 IUT dengan nilai USD4,5 miliar. Untuk tahun 2009,
jumlah IUT yang tercatat mencapai 474 IUT dengan nilai sebesar USD3,8 miliar.
Besarnya kredit yang disalurkan perbankan nasional ke sektor industri juga
menunjukkan peningkatan dengan jumlah yang cukup berarti. Pada tahun 2005
perbankan nasional membukukan nilai kredit sebesar Rp169,7 triliun, lalu pada
tahun 2006 mencapai sebesar Rp182,4 triliun, tahun 2007 sebesar Rp203,8
triliun, dan pada tahun 2008 tercatat senilai Rp269,1 triliun. Untuk tahun 2009
perbankan telah menyalurkan kredit senilai Rp245,7 triliun.
Secara umum, pencapaian sasaran penciptaan iklim usaha yang lebih kondusif
secara lebih berkualitas telah mendorong meningkatnya proses alih teknologi.
Hal ini merupakan akibat langsung dari meningkatnya penanaman modal,
terutama penanaman modal asing.
2.2.4 Sasaran 5 dan 6: Peningkatan Pangsa Sektor Industri
Manufaktur di Pasar Domestik dan Meningkatnya
Penerapan Standardisasi Produk Industri Manufaktur
Peningkatan pangsa sektor industri manufaktur di pasar domestik melaju
dengan baik yang ditunjukkan oleh utilisasi kapasitas produksi yang semakin
meningkat. Naiknya utilisasi merupakan indikasi kenaikan permintaan pasar. Hal
ini lebih lanjut menunjukkan bahwa daya saing produk industri nasional semakin
kompetitif yang senantiasa diikuti dengan meningkatnya penerapan standardisasi
produk industri manufaktur. Secara umum, hampir seluruh kelompok industri
manufaktur menunjukkan peningkatan, meskipun tingkat utilisasinya masih
belum mencapai 80 persen.
Tabel 4.4.4
Penanaman Modal dan
Penyaluran Kredit di Sektor
Industri,
Tahun 2005-2009
Sumber:
*) BKPM, 2005-2009;
**) Bank Indonesia, 2005-
2009.
202
B
a
g
i
a
n

I
V
MEMELIHARA MOMENTUM PERUBAHAN
Catatan: *) Angka perkiraan.
2.2.5 Sasaran 7: Meningkatnya Volume Ekspor Produk
Manufaktur
Nilai ekspor produk industri meningkat sangat pesat mulai dari USD48,7 miliar
pada tahun 2004, naik menjadi USD55,6 miliar pada tahun 2005, mencapai
USD65,0 miliar pada tahun 2006, USD76,5 miliar pada tahun 2007, dan
meningkat lagi mencapai USD88,4 miliar pada tahun 2008. Pada tahun 2009
ekspor produk industri sedikit melemah yaitu USD73,4 miliar atau menurun 16,9
persen dibanding dengan nilai ekspor tahun 2008 sebagai dampak dari krisis
keuangan dunia.
Dalam kurun waktu 2005-2009, kinerja industri manufaktur memang meningkat
meskipun belum seperti yang diharapkan. Rendahnya pertumbuhan industri
manufaktur dipengaruhi oleh beberapa permasalahan yang belum terselesaikan.
Permasalahan yang dihadapi sektor industri dapat dikelompokkan menjadi
permasalahan di luar sektor industri (masalah eksternal) dan permasalahan
dalam sektor itu sendiri (masalah internal). Masalah eksternal industri terdiri
dari masalah global dan masalah domestik. Masalah global ditandai oleh
pertumbuhan PDB dunia yang melambat, perkembangan harga minyak dunia
dan produk primer yang bergejolak, serta krisis keuangan dunia yang dipicu
oleh ambruknya kredit sektor perumahan di Amerika Serikat. Masalah domestik
yang dikeluhkan antara lain: (1) ketersediaan dan kualitas infrastruktur (jaringan
jalan, pelabuhan, kereta api, listrik, dan pasokan gas) yang belum memadai;
(2) pengawasan barang-barang impor yang belum mampu menghentikan
peredaran barang impor ilegal di pasar domestik; (3) hubungan industrial yang
belum terbangun dengan baik; (4) masalah kepastian hukum; dan (5) suku
bunga perbankan yang masih tinggi. Penyelesaian masalah eksternal ini berada
di luar kewenangan Kementerian Perindustrian, sehingga penyelesaiannya
membutuhkan koordinasi yang lebih intensif dengan kementerian/lembaga lain.
No Kelompok 2004 2005 2006 2007 2008
1 IndustriBaja 53,1 56,3 57,8 60,5 59,8
2 IndustriNonFerro 63,6 65,7 62,8 65,1 63,6
3 IndustriLogamHilir 56,1 59,9 62,7 61,1 61,9
4 IndustriMesin 63,4 67,1 67,7 69,7 71,3
5 IndustriTekstildanProdukTekstil 67,7 69,4 70,0 75,8 68,2
6 IndustriAneka 58,5 59,6 58,8 59,0 58,5
7 IndustriPerkapalan 50,0 50,0 60,0 70,0 80,0
8 IndustriKendaraanBermotorRodaDua 79,4 78,4 67,5 71,5 73,8
9 IndustriKendaraanBermotorRodaEmpat 43,8 59,1 32,9 45,7 57,0
10 IndustriElektronika 67,0 68,3 70,0 70,0 73,0
11 IndustriTelematika 65,0 65,0 68,1 68,2 68,4
12 IndustriMakanan,MinumandanTembakau 55,2 56,1 55,8 57,6 58,3*
13 IndustriBarangKayudanHasilHutan 64,8 64,7 63,4 63,5 63,0*
14 IndustriKertasdanBarangCetakan 79,6 83,2 88,5 88,8 92,4*
15 IndustriPupuk,KimiadanBarangdariKaret 71,1 72,3 67,1 67,2 65,6*
16 IndustriSemendanBahanGalianNonLogam 61,4 62,5 64,4 71,7 75,4*
RataRataIndustri 63,1 65,1 63,8 66,9 67,9*
Tabel 4.4.5
Tingkat Utilisasi Kapasitas
Produksi Beberapa Kelompok
Industri, Tahun 2004-2008
Sumber:
Statistik Industri Besar dan
Sedang 2004-2008, BPS dan
Kementerian Perindustrian.
Keterangan 2005 2006 2007 2008 2009
TotalEkspor(MiliarUSD) 85,7 100,8 114,1 137,0 116,5
ProdukIndustri(MiliarUSD) 55,6 65,0 76,5 88,4 73.4
PertumbuhanEksporProdukIndustri(Persen) 14,2 17,0 17,6 15,6 16,9
Tabel 4.4.6
Ekspor Produk Industri,
2005-2009
Sumber:
Statistik Ekspor 2005-2009,
BPS.
203
B
a
g
i
a
n

I
V
Evaluasi Lima Tahun Pelaksanaan RPJMN 2004-2009
Permasalahan internal industri secara umum dapat dibagi dalam tiga kelompok.
Kelompok pertama adalah populasi usaha industri, baik postur maupun
jumlahnya, yang masih lemah. Data statistik industri besar dan sedang dan
statistik industri kecil dan rumah tangga (IKR) tahun 2005 menunjukkan bahwa
jumlah industri berskala besar berjumlah 6.599 perusahaan, 14.130 perusahaan
skala sedang, 230.247 perusahaan skala kecil, dan 2.323.772 perusahaan industri
rumah tangga. Ini berarti jumlah perusahaan yang berukuran besar dan sedang
hanya sebanyak 20.729 atau sekitar 0,1 persen dari populasi industri.
Permasalahan kedua adalah struktur industri nasional yang belum kokoh baik
bila dilihat dari: (1) penguasaan usaha; (2) skala usaha; dan (3) hulu-hilir. Dari
sisi penguasaan usaha, tantangan yang dihadapi adalah konsentrasi pasar masih
didominasi oleh sedikit perusahaan yang pada umumnya adalah perusahaan
besar. Akibatnya, kinerja industri masih bergantung pada kinerja kelompok-
kelompok usaha besar yang menguasai pasar, padahal usaha besar lebih rentan
terhadap adanya gejolak pasar global. Dampak krisis finansial global sangat
dirasakan oleh beberapa industri terutama yang melakukan ekspor dengan
tujuan pasar Amerika Serikat, Uni Eropa dan Jepang karena melemahnya pasar
di negara-negara tersebut. Produk yang terkena dampak cukup berarti antara
lain tekstil dan produk tekstil (TPT), produk karet, produk kayu, pulp dan kertas,
minyak sawit, dan produk-produk logam. Melemahnya pasar global tersebut
juga berdampak kepada terganggunya rencana perluasan investasi.
Ditinjau aspek skala usahanya, industri kecil dan menengah (IKM) di Indonesia
--yang dinilai lebih dinamis menghadapi gejolak perubahan ekonomi dunia--
ternyata belum banyak terkait dengan industri besar yang lebih hilir atau belum
banyak yang bertindak sebagai pemasok bahan baku/bahan setengah jadi atau
pemasok jasa bagi industri besar. IKM umumnya masih didominasi oleh industri
padat tenaga kerja yang memiliki rantai pendek sehingga penciptaan nilai
tambah juga relatif kecil. Industri tersebut lebih menekankan pada penggunaan
tenaga manusia untuk melakukan pemrosesan tahap awal yang berupa sedikit
peningkatan mutu komoditas tanpa mengubahnya menjadi produk olahan.
204
B
a
g
i
a
n

I
V
MEMELIHARA MOMENTUM PERUBAHAN
Kondisi ini menyebabkan peran IKM masih kurang menonjol dalam perekonomian
nasional. Lemahnya keterkaitan hulu-hilir pada gilirannya berdampak pada
ekonomi nasional yang ditandai oleh meningkatnya nilai impor bahan baku/
bahan penolong untuk industri. Dengan demikian, surplus perolehan devisa dari
peningkatan ekspor akan sangat dipengaruhi oleh kenaikan impornya. Sebagai
catatan, data statistik industri 2006 yang dipublikasikan tahun 2009 menunjukkan
bahwa impor bahan baku industri cukup tinggi terutama untuk industri andalan
yaitu industri yang menyerap banyak tenaga kerja dan produknya banyak
diekspor, seperti industri alat angkut, elektronika, tekstil, dan industri berbasis
kimia. Solusi yang perlu dilakukan untuk menjawab permasalahan struktur
industri antara lain adalah meningkatkan kemampuan dunia usaha industri,
terutama IKM, agar mampu memenuhi tuntutan persaingan dalam hal harga,
mutu produk, maupun ketepatan penyerahan. Dukungan prasarana jaringan
pengukuran, standardisasi, pengujian dan kualitas (MSTQ) di seluruh sektor
industri juga perlu diperkuat dan diperluas.
Permasalahan ketiga terkait dengan produktivitas yaitu besarnya nilai tambah
yang diciptakan oleh setiap tenaga kerja di industri yang bersangkutan yang
masih rendah. Sektor industri masih didominasi oleh industri padat tenaga kerja
yang memiliki rantai pendek sehingga penciptaan nilai tambah juga relatif kecil.
Statistik industri tahun 2006 menunjukkan bahwa dari 66 kelompok industri
berskala sedang dan besar, hanya 15 kelompok yang memiliki nilai produktivitas
di atas Rp200 juta per orang dan hanya dua kelompok yang bernilai di atas Rp1
miliar yaitu industri migas dan industri kendaraan roda empat. Untuk mengatasi
masalah ini, Pemerintah telah melakukan berbagai upaya peningkatan efisiensi
usaha dengan memperbaiki metoda kerja, meningkatkan disiplin dan etos
kerja, meningkatkan kualitas pengelolaan usaha, melaksanakan revitalisasi dan
restrukturisasi usaha, dan meningkatkan nilai tambah produk industri melalui
inovasi produk dan proses industri. Hubungan sinergis dan komunikasi intensif
antara lembaga penelitian/perguruan tinggi dengan dunia industri juga perlu
dibangun. Kebijakan industri nasional yang memberikan fasilitasi kepada industri
yang melakukan pengembangan teknologi juga perlu diwujudkan.
III. Keberhasilan
RPJMN 2004-2009 menggariskan pentingnya sinergi kebijakan baik dari aspek makro
maupun sektoral. Pada tataran makro, peningkatan kinerja daya saing industri
manufaktur secara berkelanjutan membutuhkan landasan ekonomi yang kuat
sebagai kondisi yang dipersyaratkan (necessary condition). Hal ini dicerminkan dalam
bentuk stabilitas ekonomi makro yang terjaga, iklim usaha dan investasi yang sehat
dan berdaya saing, dan pengelolaan persaingan usaha secara sehat. Dari sisi sektoral,
fokus utama pengembangan industri manufaktur ditetapkan pada beberapa sub-
sektor yang memenuhi satu atau lebih kriteria yaitu: (1) menyerap banyak tenaga
kerja; (2) memenuhi kebutuhan dasar dalam negeri (seperti makanan-minuman dan
obat-obatan); (3) mengolah hasil pertanian dalam arti luas (termasuk perikanan)
dan sumber-sumber daya alam lain dalam negeri; dan (4) memiliki potensi
pengembangan ekspor. Kebijakan sektornya diarahkan pada perkuatan struktur dan
daya saing manufaktur yang meliputi: (1) Program Penguatan Struktur Industri; dan
(2) Program Pengembangan Industri Kecil dan Menengah.
205
B
a
g
i
a
n

I
V
Evaluasi Lima Tahun Pelaksanaan RPJMN 2004-2009
3.1 Program Penguatan Struktur Industri
Di tengah krisis keuangan global dan ketidakpastian perekonomian dunia,
ekonomi nasional terbukti memiliki fundamental ekonomi makro yang kuat.
Ketika negara-negara lain mengalami pertumbuhan ekonomi yang negatif,
Indonesia termasuk satu di antara tiga negara yang berhasil menjaga stabilitas
makroekonominya, sehingga Indonesia tetap menikmati pertumbuhan ekonomi
yang positif. Hal ini kemudian menjadi dasar untuk melanjutkan pelaksanaan
kebijakan untuk pemulihan sektor industri terutama dengan upaya penguatan
struktur industri untuk mendukung daya saing industri.
Penguatan struktur industri selama kurun waktu 2005-2009 telah terjadi pada
industri turunan minyak sawit, industri petrokimia (aromatik, C1, olefin), industri
pasir kuarsa, industri keramik, industri air laut, industri mesin proses tekstil,
industri mesin proses pabrik gula, industri mesin proses pabrik minyak kelapa
sawit, industri logam, industri aluminium, industri tembaga, industri perkapalan,
industri bangunan lepas pantai, industri telematika, industri TV, industri video
cassette/disc player, dan industri lampu listrik. Untuk mendukung keberhasilan
ini Kementerian Perindustrian telah menempuh langkah-langkah pengembangan
seperti penguatan dan pengembangan sepuluh klaster industri inti yaitu tekstil
dan produk tekstil, alas kaki, makanan, pengolahan sawit, pengolahan kayu/
rotan, pengolahan karet, pulp dan kertas, pengolahan hasil laut, mesin/peralatan
listrik, dan petrokimia serta beberapa klaster industri penunjang dan industri
terkait.
Pengembangan industri melalui pendekatan klaster telah berhasil mendorong
pemanfaatan struktur industri yang belum lengkapyang diperlihatkan dengan
banyaknya industri yang belum ada di tanah airdengan menciptakan peluang
investasi pada sektor industri tertentu, baik berupa pendirian perusahaan baru
pada industri yang sudah ada (perluasan struktur) maupun membuka perusahaan
pada industri yang belum ada (pendalaman struktur).
206
B
a
g
i
a
n

I
V
MEMELIHARA MOMENTUM PERUBAHAN
3.2 Program Pengembangan Industri Kecil dan
Menengah
Program pengembangan IKM telah berhasil men dorong peningkatan peran IKM
dalam per eko no mian nasional. Kemen terian Per in dus trian men catat bahwa
pada ta hun 2009 IKM te lah dapat mem berikan kon tribusi sebesar 41,7 per-
sen kepada PDB untuk sektor industri manufaktur. Selama periode 2004-2009
pertumbuhan IKM mencapai rata-rata sebesar 1,15 persen per tahun. Dalam
periode yang sama terjadi peningkatan sebanyak 793.709 unit usaha atau naik
rata-rata sebesar 6,25 persen per tahun. Sementara itu, peningkatan penyerapan
tenaga kerja mencapai 943.108 orang, dengan rata-rata pertambahan 188.621
orang per tahun atau dengan laju pertumbuhan sebesar 3,26 persen per tahun.
Seiring dengan peningkatan peran IKM, Pemerintah telah mengupayakan pula
pengurangan ketimpangan persebaran industri. Kontribusi industri selama ini
memang masih disumbang sebesar 75 persen dari industri-industri yang berada
di Pulau Jawa dan Sumatera. Melalui pendekatan pengembangan klaster dan
penciptaan kompetensi inti daerah, persebaran industri terus didorong melalui
penciptaan wirausaha baru di daerah sehingga kontribusi dari luar Jawa dan
Sumatera terus meningkat. Upaya yang dilakukan Kementerian Perindustrian
untuk mencapai keberhasilan ini meliputi: (1) penciptaan iklim usaha; (2)
peningkatan teknologi, standarisasi, mutu, dan desain produk; (3) pengembangan
kompetensi sumber daya manusia yang salah satunya dilaksanakan dengan
pelatihan tenaga penyuluh lapangan (TPL) di 302 kabupaten/kota, khususnya
dari daerah tertinggal/perbatasan; (4) penjaminan ketersediaan bahan baku;
(5) pengembangan kelembagaan bisnis atau usaha; (6) dukungan pembiayaan
melalui mekanisme kredit usaha rakyat (KUR); dan (7) promosi dan pemasaran,
informasi serta pengembangan jaringan usaha (termasuk website).
207
B
a
g
i
a
n

I
V
Evaluasi Lima Tahun Pelaksanaan RPJMN 2004-2009
Bab 4.5
Revitalisasi Pertanian
I. Pengantar
S
ektor pertanian dalam arti luasyang mencakup subsektor tanaman bahan
makanan, tanaman perkebunan, peternakan dan hasil-hasilnya, perikanan,
dan kehutananmemberikan kontribusi besar dalam perekonomian
nasional. Kontribusi tersebut dapat dilihat dari kontribusinya pada Produk
Domestik Bruto (PDB), penerimaan devisa melalui ekspor, penyediaan bahan
pangan dan bahan baku industri, serta penyerapan tenaga kerja.
Pertumbuhan PDB sektor pertanian yang didorong oleh peningkatan produksi
komoditas pertanian, perikanan, dan kehutanan telah menempatkan sektor
pertanian sebagai penyumbang terbesar ketiga setelah sektor industri
pengolahan dan sektor perdagangan, hotel, dan restoran dalam PDB nasional.
B
a
g
i
a
n

I
V
B
a
g
i
a
n

I
V
B
a
g
i
a
n

I
V
208
B
a
g
i
a
n

I
V
MEMELIHARA MOMENTUM PERUBAHAN
Namun, pangsa sektor pertanian terhadap PDB nasional tersebut terus
menurun karena terjadinya transformasi dari perekonomian yang semula
bertumpu kepada sektor primer beralih kepada sektor sekunder dan tersier.
Sebagai penyedia bahan pangan, Indonesia tercatat mencapai swasembada
beras pada tahun 1984. Pencapaian ini didorong dengan dukungan sarana dan
prasarana pertanian yang cukup besar. Dalam perkembangannya, penyediaan
bahan pangan, baik dari tanaman pangan, ternak, maupun ikan telah mampu
memenuhi kebutuhan konsumsi dalam negeri. Namun, beberapa bahan pangan
strategis lainnya, seperti kedelai dan daging sapi untuk memenuhi kebutuhan
dalam negeri, masih memerlukan impor.
RPJMN 2004-2009 mengarahkan revitalisasi pertanian kepada peningkatan
pertumbuhan sektor pertanian dalam memperkuat perekonomian nasional
dan meningkatkan kesejahteraan petani, nelayan, serta masyarakat di dalam
dan sekitar kawasan hutan. Selain itu, sektor pertanian diharapkan mampu
meningkatkan ketersediaan pangan bagi masyarakat, termasuk di dalamnya
pangan yang bersumber dari hewan dan ikan.
II. Pencapaian Prioritas
Revitalisasi pertanian dalam kurun waktu 2004-2009 telah mencapai beberapa
perkembangan yang baik. Hal ini dicerminkan dengan meningkatnya pencapaian
masing-masing sasaran dalam RPJMN 2004-2009.
2.1 Gambaran Pencapaian
Pencapaian revitalisasi pertanian dapat dilihat dari tiga kelompok sasaran yaitu:
(1) pencapaian sasaran utama yang meliputi pertumbuhan sektor pertanian,
perikanan, dan kehutanan, serta peningkatan pendapatan dan kesejahteraan
petani; (2) pencapaian sasaran antara peningkatan ketahanan pangan; serta (3)
pencapaian sasaran antara peningkatan daya saing produk pertanian, perikanan,
dan kehutanan. Secara umum, sektor pertanian, perikanan, dan kehutanan
senantiasa tumbuh positif. Pendapatan dan kesejahteraan petani juga senantiasa
meningkat selama kurun waktu 2005-2009. Berikut adalah pencapaian sasaran
utama revitalisasi pertanian.
209
B
a
g
i
a
n

I
V
Evaluasi Lima Tahun Pelaksanaan RPJMN 2004-2009
Catatan:
*) Data dari publikasi resmi belum tersedia.

2.2 Evaluasi Pencapaian
2.2.1 Pencapaian Sasaran Utama Revitalisasi Pertanian
Sektor pertanian, perikanan, dan kehutanan terus tumbuh positif seiring
dengan pertumbuhan perekonomian nasional. Dalam kurun waktu 2004-2009,
pertumbuhan PDB sektor pertanian mencapai rata-rata 3,7 persen per tahun
dengan pertumbuhan PDB subsektor tanaman bahan makanan mencapai 3,9
persen, tanaman perkebunan 3,4 persen, peternakan dan hasilnya 3,0 persen,
dan perikanan 5,6 persen. Sementara itu, pertumbuhan subsektor kehutanan
negatif dengan rata-rata -0,73 persen per tahun. Pencapaian pertumbuhan
sektor pertanian tersebut lebih tinggi dibandingkan target RPJMN 2004-2009
yang sebesar 3,52 persen per tahun. Pada sisi lain, kontribusi sektor pertanian
terhadap PDB nasional berfluktuatif. Kontribusi sektor pertanian terhadap PDB
nasional pada tahun 2009 mencapai 15,3 persen.
Penyerapan tenaga kerja sektor pertanian cenderung meningkat rata-rata
sebesar 1,2 persen per tahun, meskipun pangsa penyerapannya menurun dari
43,3 persen atau 40,6 juta orang pada tahun 2004 menjadi 41,2 persen atau
43,0 juta orang pada 2009. Peningkatan penyerapan tenaga kerja tersebut salah
satunya terjadi pada subsektor perikanan. Selama kurun waktu 2004-2009,
jumlah tenaga kerja subsektor perikanan meningkat rata-rata empat persen
per tahunnya. Di satu sisi peningkatan tersebut merupakan keberhasilan dari
sektor pertanian dalam menyediakan kesempatan kerja, namun pada sisi lain
mengindikasikan proses transformasi tenaga kerja berjalan lambat karena masih
rendahnya kemampuan sektor perekonomian lain (pascapanen/industri hilir)
untuk menyerap tenaga kerja.
Peningkatan penyerapan tenaga kerja pada sektor pertanian mampu diimbangi
dengan peningkatan kesejahteraan petani dan nelayan. Pada kurun waktu
2004-2009, perkembangan Nilai Tukar Petani (NTP) sebagai salah satu indikator
kesejahteraan petani dan nelayan menunjukkan kecenderungan meningkat. Pada
tahun 2008, NTP telah mencapai 110,2 atau naik dari 102,9 pada tahun 2004.
Indikator kesejahteraan petani lainnya, yaitu pendapatan petani dan nelayan,
juga terus meningkat dengan rata-rata tiga persen per tahun. Pendapatan
petani dan nelayan secara rata-rata mencapai Rp6,1 juta pada tahun 2004 dan
meningkat menjadi Rp6,9 juta pada tahun 2009.
No. Sasaran Indikator Satuan
Pencapaian
2005 2006 2007 2008 2009
1 Pertumbuhan
sektor
pertanian3,52
persen
PertumbuhanPDB Persen 2,72 3,36 3,47 4,83 4,13
x Tanamanbahanmakanan Persen 2,60 2,98 3,35 6,06 4,71
x Tanamanperkebunan Persen 2,48 3,79 4,55 3,67 2,46
x Peternakandanhasilnya Persen 2,13 3,35 2,36 3,52 3,72
x Kehutanan Persen 1,47 2,85 0,83 0,03 1,51
x Perikanan Persen 5,87 6,90 5,39 5,07 5,20
2 Meningkatnya
pendapatan
dan
kesejahteraan
petani
Perkembanganpendapatan
petani
Rpjuta 6,10 6,37 6,48 6,77 6,89
NilaiTukarPetani(NTP) UnitNTP 100,97 102,49 107,09 110,16 *)
Tabel 4.5.1
Sasaran dan Pencapaian
Sasaran Utama Revitalisasi
Pertanian, Tahun 2005-2009
Sumber:
BPS, Kementerian Pertanian,
Kementerian Kehutanan,
Kementerian Kelautan dan
Perikanan, 20052009.
210
B
a
g
i
a
n

I
V
MEMELIHARA MOMENTUM PERUBAHAN
2.2.2 Pencapaian Sasaran Antara Peningkatan Ketahanan
Pangan
Dalam rangka menjaga ketersediaan beras minimal 90 persen dari kebutuhan
domestik, kemampuan untuk meningkatkan produksi beras dalam negeri telah
menunjukkan hasil yang baik. Dalam kurun waktu 2004-2009, produksi padi/
beras meningkat rata-rata sebesar 3,4 persen per tahun. Peningkatan produksi
padi/beras tertinggi terjadi pada tahun 2008 dan 2009 yang berturut-turut
mencapai lebih dari lima persen dan enam persen per tahun. Peningkatan
produksi tersebut lebih tinggi dari peningkatan jumlah penduduk yang sekitar
1,5 persen per tahun. Bahkan pada tahun 2009 produksi padi mencapai 64,3 juta
ton dan menghasilkan surplus beras sekitar empat juta ton, sehingga Indonesia
mampu menjaga stabilitas harga pangan di tingkat masyarakat.
Selama kurun waktu 2004-2009, ketersediaan bahan pangan lain juga meningkat.
Produksi jagung, kedelai, ubi kayu, dan ubi jalar telah meningkat masing-masing
9,9 persen, 7,9 persen, 2,6 persen, dan 1,5 persen per tahun. Sementara itu,
produksi tanaman sayuran utama seperti cabe, bawang merah, dan kentang
terus meningkat, yaitu rata-rata 4,4 persen, 8,8 persen, dan 3,8 persen per tahun.
Produksi buah-buahan utama juga mengalami pertumbuhan di atas sembilan
persen per tahun, kecuali pisang yang peningkatan produksinya hanya sebesar
5,8 persen.
Selain itu, ketersediaan pangan asal ternak dan ikan dari dalam negeri telah
pula meningkat. Perkembangan produksi daging, telur dan susu selama kurun
waktu 2005-2009 masing-masing tumbuh sebesar 1,82 persen, 5,12 persen
dan 4,70 persen per tahun. Dalam periode yang sama, produksi perikanan
mampu tumbuh sebesar 10,02 persen per tahunnya dengan pertumbuhan
produksi perikanan budidaya sebesar 21,93 persen dan perikanan tangkap 2,95
persen per tahunnya. Peningkatan yang cukup tinggi tersebut disebabkan oleh
meningkatnya pengembangan kawasan budidaya baru, penggunaan teknologi
budidaya ikan secara baik, efisien dan berkelanjutan, penyempurnaan sistem
perbenihan yang lebih produktif, pembangunan sarana dan prasarana perikanan,
serta pembangunan/penyempurnaan pelabuhan-pelabuhan perikanan.
Sejalan dengan upaya percepatan diversifikasi konsumsi pangan masyarakat
untuk menurunkan ketergantungan kepada beras, peningkatan produksi pangan
non-beras telah menunjukkan hasil yang membaik. Kualitas konsumsi masyarakat
pun semakin baik. Hal ini ditunjukkan oleh kecenderungan peningkatan konsumsi
kalori masyarakat. Konsumsi kalori masyarakat pada periode 2004-2009
cenderung meningkat. Meskipun pada tahun 2009 konsumsi kalori menurun
menjadi 1927,6 kalori per kapita. Penurunan konsumsi kalori tersebut diduga
disebabkan oleh meningkatnya beberapa harga pangan serta adanya perubahan
pola pangan masyarakat. Kondisi yang sama juga terjadi pada konsumsi protein
masyarakat. Konsumsi protein masyarakat tahun 2009 --dibandingkan tahun
sebelumnya-- menurun menjadi 54,4 gram per kapita. Selain itu, pertumbuhan
penyediaan ikan untuk konsumsi masyarakat telah mencapai enam persen per
tahunnya. Penyediaan ikan pada tahun 2005 mencapai 23,95 kg per kapita dan
meningkat menjadi 30,17 kg per kapita pada tahun 2009.
211
B
a
g
i
a
n

I
V
Evaluasi Lima Tahun Pelaksanaan RPJMN 2004-2009
Catatan:
*) Angka sementara.
2.2.3 Pencapaian Sasaran Antara Peningkatan Daya Saing
Produk Pertanian, Perikanan, dan Kehutanan
Dalam rangka peningkatan daya saing produk pertanian, perikanan dan kehutanan
baik di dalam negeri maupun di tingkat internasional, berbagai program dan
kegiatan telah diperkuat. Hal tersebut dapat terlihat dari peningkatan komoditas
pangan yang dihasilkan di dalam negeri memiliki daya saing semakin baik yang
ditunjukkan dengan ketersediaan pangan yang mudah didapat dengan harga
terjangkau. Di tingkat internasional, Indonesia mampu menjadi produsen utama
dunia beberapa komoditas pertanian antara lain kelapa sawit (nomor dua
terbesar dunia setelah Malaysia), minyak kelapa (nomor dua setelah Filipina),
lada (nomor tiga setelah Vietnam dan Malaysia), kakao (nomor tiga setelah
Pantai Gading dan Ghana), dan kopi (nomor empat setelah Brasil, Vietnam, dan
Kolombia).
Kemampuan produksi tersebut juga diikuti dengan meningkatnya ekspor beberapa
komoditas pertanian. Beberapa ekspor komoditas pertanian yang meningkat
adalah kopi sebesar 38,0 persen per tahun, karet sebesar 31,4 persen per tahun,
dan biji kakao sebesar 23,8 persen per tahun. Nilai ekspor hasil perikanan juga
meningkat secara signifikan setiap tahunnya. Pada tahun 2005 nilai ekspor
perikanan sebesar USD1,91 miliar dan diperkirakan meningkat menjadi sebesar
USD2,80 miliar pada tahun 2009. Nilai ekspor komoditas pertanian ini meningkat
karena keberhasilan Pemerintah dalam membangun sarana dan prasarana
pertanian dan perikanan untuk menghasilkan produk yang memenuhi kualitas
ekspor dan higienis, meningkatkan pemasaran dengan dibukanya pasar baru
di beberapa kawasan seperti Eropa dan Timur Tengah, meminimalkan keluhan
Tabel 4.5.2
Sasaran dan Pencapaian
Sasaran Antara Peningkatan
Ketahanan Pangan, Tahun
2005-2009
Sumber:
BPS, Kementerian Pertanian,
Kementerian Kehutanan,
Kementerian Kelautan dan
Perikanan, 20052009.
212
B
a
g
i
a
n

I
V
MEMELIHARA MOMENTUM PERUBAHAN
negara importir, meningkatkan mutu dan nilai tambah produk pertanian dan
perikanan, serta mengembangkan sistem data, informasi, dan komunikasi yang
dapat diakses oleh pelaku usaha pertanian dan perikanan.
Pembangunan subsektor kehutanan dalam kurun waktu 2004-2009 telah mampu
mendorong peningkatan produksi hasil hutan. Kondisi tersebut ditunjukkan
dengan meningkatnya investasi dalam usaha pemanfaatan hutan alam, hutan
tanaman (hutan tanaman industri/HTI dan hutan tanaman rakyat/HTR), dan
industri primer hasil hutan kayu/izin pemanfaatan hasil hutan kayu (IPHHK).
Sampai dengan triwulan III selama 2004-2009, investasi HTI tercatat seluas 2,1
juta hektar dengan total nilai investasi sebesar Rp44,3 triliun. Selanjutnya, untuk
menertibkan dan melancarkan peredaran hasil hutan, baik kayu maupun bukan
kayu, telah dikembangkan teknologi informasi penatausahaan hasil hutan secara
online yang berasal dari hutan negara.
Pencapaian lainnya adalah semakin meningkatnya jumlah unit usaha yang
melaksanakan azas pengelolaan hutan yang berkelanjutan melalui upaya
sertifikasi pengelolaan hutan produksi lestari. Jumlah unit manajemen usaha
bidang kehutanan yang bersertifikat pada periode 2004-2009 menunjukkan
kecenderungan meningkat. Selain itu, pembangunan HTR juga semakin
bertambah. Sampai dengan pertengahan tahun 2009 telah ditetapkan
pencadangan areal HTR seluas 251.000 hektar di 15 provinsi dan izin HTR
sebanyak delapan unit di lima kabupaten. Dengan demikian, masyarakat yang
selama ini banyak bergerak di bidang penanaman hutan akan mendapatkan
kepastian hukum dan juga bantuan permodalan sebagai implementasi dari
kebijakan pro-poor dan pro-job.
Beberapa hasil hutan bukan kayu (HHBK) yang menjadi andalan sejak tahun 2004,
yaitu sutera alam, lebah madu, bambu, dan rotan, serta gaharu, juga mengalami
peningkatan. Jenis-jenis HHBK ini mulai menunjukkan hasil seperti sutera alam
dengan produksi kokon 491 ton, madu 8.800 ton, bambu 53,24 ton, rotan 17.779
ton, dan gaharu sebanyak 1.408,84 ton.
Selain industri kehutanan, revitalisasi pertanian yang dilakukan di sektor
kehutanan adalah pemantapan kawasan hutan. Sampai dengan triwulan III
tahun 2009 telah dilaksanakan pembuatan tatabatas sepanjang 5.079,432 km
pada 21 lokasi Taman Nasional Model. Sampai saat ini, sebagai hasil proses
peninjauan Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW), terdapat lima provinsi yang
mendapat persetujuan, sepuluh provinsi dalam proses persetujuan, dan 18
provinsi yang belum mengajukan peninjauan. Pemerintah telah berusaha untuk
mengendalikan penggunaan kawasan hutan melalui Peraturan Pemerintah
Nomor 2 Tahun 2008 tentang Jenis dan Tarif Penerimaan Negara Bukan Pajak
(PNBP) yang berasal dari penggunaan kawasan hutan untuk kepentingan
pembangunan di luar kegiatan kehutanan. Pada saat ini jumlah penerimaan dana
PNBP yang berasal dari peraturan tersebut mencapai Rp67,45 miliar atau setara
dengan izin pinjam pakai kawasan hutan seluas 13.000 hektar yang berasal dari
33 izin. Sampai dengan triwulan III/2009, terdapat 72 izin --mencakup lahan
seluas 82.000 hektar-- belum menyelesaikan kewajibannya. Dengan demikian,
ada potensi penambahan PNBP hampir sebesar Rp200 miliar.
213
B
a
g
i
a
n

I
V
Evaluasi Lima Tahun Pelaksanaan RPJMN 2004-2009
Catatan:
*) Data tidak ada; **) Data dari publikasi resmi belum tersedia.
III. Keberhasilan
3.1 Program Peningkatan Ketahanan Pangan
Revitalisasi pertanian yang dilaksanakan selama tahun 2004-2009 telah berhasil
meningkatkan ketahanan pangan nasional melalui Program Peningkatan
Ketahanan Pangan. Semakin mantapnya kondisi ketahanan pangan nasional
dapat dilihat dari tiga aspek utama, yaitu ketersediaan, akses dan distribusi,
serta konsumsi.
Peningkatan produksi bahan pangan yang cukup signifikan telah mendorong
ketersediaan pangan di tingkat masyarakat. Pada tahun 2008, Indonesia telah
mampu mencapai swasembada beras yang berarti produksi padi nasional telah
mampu memenuhi kebutuhan dalam negeri. Pada tahun tersebut produksi padi
nasional mencapai 60,3 juta
ton gabah kering giling (GKG)
atau setara dengan 38,0 juta
ton beras. Jumlah produksi
beras nasional tersebut telah
melebihi total kebutuhan
konsumsi penduduk yang
diperkirakan mencapai 32 juta
ton. Keberhasilan tersebut
berlanjut pada tahun 2009.
Pada tahun tersebut produksi
padi nasional mencapai 64,3
juta ton GKG atau setara
dengan 40,5 juta ton beras
(Gambar 4.5.1).
Tabel 4.5.3
Sasaran dan Pencapaian
Sasaran Antara Peningkatan
Daya Saing Produk Pertanian,
Perikanan, dan Kehutanan,
Tahun 2005-2009
Sumber:
BPS, Kementerian Pertanian,
Kementerian Kehutanan,
Kementerian Kelautan dan
Perikanan, 20052009.
214
B
a
g
i
a
n

I
V
MEMELIHARA MOMENTUM PERUBAHAN
Tercapainya swasembada beras tidak terlepas dari upaya pemerintah dalam
meningkatkan produksi beras nasional, salah satunya melalui Program
Peningkatan Produksi Beras Nasional (P2BN) yang dimulai pada tahun 2007.
Faktor penting keberhasilan P2BN adalah pemanfaatan benih unggul melalui
pemberian subsidi benih dan penyaluran bantuan benih padi unggul bermutu,
termasuk padi non-hibrida untuk areal seluas 8,6 juta hektar dan padi hibrida
untuk luas penanaman 196.000 hektar. Bantuan benih padi unggul tersebut
menerapkan asas enam tepat yaitu tepat varietas, tepat mutu, tepat volume,
tepat waktu, tepat lokasi, dan tepat harga.
Peningkatan produksi padi tersebut juga telah meningkatkan surplus beras (stock)
nasional, sehingga mendorong terjaganya stabilitas harga beras di tingkat nasional.
Harga beras mampu dipertahankan pada tingkat yang terjangkau oleh masyarakat
atau hanya meningkat sekitar sepuluh persen, meskipun harga beras di pasar
internasional telah meningkat lebih dari 100 persen akibat kelangkaan beras pada
tahun 2008. Kebijakan untuk lebih memprioritaskan kebutuhan dalam negeri
dibandingkan untuk ekspor turut mempertahankan stabilitas harga beras dalam
negeri. Selain itu, surplus beras tersebut memberikan kesempatan bagi Indonesia
untuk memberikan bantuan beras kepada negara lain yang membutuhkan sebagai
bentuk kepedulian (feed the world) seperti ke Filipina dan Sri Lanka.
Diversifikasi produksi dan konsu msi pangan juga menunjukkan perbaikan. Pada
periode 2004-2009 produksi bahan pangan seperti jagung, kedelai, ubi-ubian,
sayuran dan buah utama, serta hasil ternak dan ikan mampu tumbuh positif.
Peningkatan produksi bahan pangan non-beras tersebut telah mendorong
ketersediaan pangan sumber kalori dan protein, sehingga pilihan konsumsi
pangan masyarakat semakin beragam dan seimbang sesuai dengan Pola
Pangan Harapan (PPH). Adanya
peningkatan penyediaan
dan konsumsi hasil ternak
dan ikan sangat dipengaruhi
oleh perbaikan dalam sarana
dan prasarana produksi,
pengembangan informasi dan
promosi pemasaran hasil ternak
dan perikanan di dalam negeri,
serta peningkatan kampanye
konsumsi hasil ternak (daging,
susu, telur) dan ikan.
Jan
2.000
4.000
R
i
b
u

T
o
n
6.000
8.000
0.000
12.000
Feb Mar Apr Mei Jun Jul Agt Sep Okt Nov Des
Beras Tersedia
Kebutuhan Beras
Produksi Padi (GKG)
Gambar 4.5.1.
Produksi dan Kebutuhan
Beras Bulanan Tahun 2009
Sumber:
Kementerian Pertanian, 2009.
215
B
a
g
i
a
n

I
V
Evaluasi Lima Tahun Pelaksanaan RPJMN 2004-2009
3.2 Program Pengembangan Sumber Daya Perikanan
Dalam mendukung ketahanan pangan, produksi perikanan telah mampu
ditingkatkan melalui Program Pengembangan Sumber Daya Perikanan. Dalam
kurun waktu 2005-2009, laju pertumbuhan rata-rata produksi perikanan nasional
mencapai 10,02 persen per tahun dengan laju pertumbuhan perikanan budidaya
sebesar 21,93 persen per tahun, jauh lebih tinggi dibandingkan dengan laju
pertumbuhan perikanan tangkap sebesar 2,95 persen per tahun. Peningkatan
produksi perikanan budidaya terutama berasal dari komoditas rumput laut yang
mampu tumbuh 29,74 persen per tahun, udang yang mampu tumbuh 13,51
persen, serta nilai sebesar 14,39 persen (Gambar 4.5.2).

Pembangunan subsektor kehutanan dalam kurun waktu 20042009 telah
mampu meningkatkan produksi hasil hutan dan pemantapan kawasan untuk
menjamin kepastian status hukum, bantuan permodalan bagi masyarakat
dalam usaha kehutanan, serta peningkatan investasi baru hutan tanaman.
Dengan adanya kebijakan deregulasi dan debirokratisasi, berkurangnya konflik
dengan masyarakat, serta harga kayu internasional yang membaik, investasi di
bidang hutan tanaman meningkat secara signifikan. Upaya ini didukung dengan
peningkatan pengelolaan kawasan hutan yang dilakukan melalui pencegahan
kebakaran hutan dan pemberantasan pembalakan liar (illegal logging). Selain
itu, dengan tingkat harga hasil hutan di pasar internasional yang membaik turut
mendorong peningkatan produksi hasil hutan.
0
5.000.000
10.000.000
15.000.000
20.000.000
25.000.000
2005 2006 2007 2008 2009*)

T
o
n
P roduks i Total P erikanan
P roduks i P erikanan
Budidaya
P roduks i P erikanan
Tangkap
Gambar 4.5.2.
Perkembangan Produksi
Perikanan Nasional, Tahun
2004-2009
Sumber:
Kementerian Pertanian, 2009.
216
B
a
g
i
a
n

I
V
MEMELIHARA MOMENTUM PERUBAHAN
Bab 4.6
Pemberdayaan Koperasi dan Usaha Mikro,
Kecil dan Menengah
I. Pengantar
P
emberdayaan koperasi dan usaha mikro, kecil dan menengah (UMKM)
memiliki peran yang sangat penting dalam rangka mendorong terciptanya
kesejahteraan masyarakat karena koperasi dan UMKM menempati
bagian terbesar dari seluruh aktifitas ekonomi masyarakat Indonesia. Dalam
hal ini pemberdayaan koperasi dan UMKM merupakan bagian integral dari
pembangunan ekonomi nasional, terutama dalam rangka mengurangi kemiskinan
dan penciptaan lapangan kerja. Pemberdayaan koperasi dan UMKM khususnya
pemberdayaan ekonomi mikro pada masyarakat berpenghasilan rendah, telah
berperan penting sebagai jaring pengaman sosial dengan kemampuannya
untuk terus berproduksi mencukupi kebutuhan-kebutuhan dasar dengan harga
terjangkau.
B
a
g
i
a
n

I
V
g
B
a
g
B
a
g
B
a
g g
i
a
n

I
V
B
a
g
i
a
n

I
V
217
B
a
g
i
a
n

I
V
Evaluasi Lima Tahun Pelaksanaan RPJMN 2004-2009
Jumlah UMKM pada tahun 2008 tercatat mencapai 51,26 juta unit usaha atau
99,99 persen dari seluruh jumlah unit usaha di Indonesia. Sementara itu jumlah
tenaga kerja yang terlibat dalam sektor ini mencapai 90,90 juta orang atau
97,04 persen dari seluruh tenaga kerja Indonesia. Pada tahun yang sama jumlah
koperasi mencapai 155.301 unit dengan jumlah anggota mencapai 26.814.780
orang. Penyerapan tenaga kerja melalui koperasi diperkirakan sebanyak 363.223
tenaga kerja pada tahun 2008.
Catatan:
*) angka sangat sementara,
**) angka sementara, data tahun 2009 belum tersedia, diolah.
Pemberdayaan koperasi dan UMKM diarahkan untuk menjawab dan mencari
solusi atas masalah-masalah yang timbul dan dirasakan oleh koperasi dan UMKM
diantaranya: permasalahan mengenai iklim usaha, akses terhadap sumber daya
produktif, kewirausahaan, kelembagaan koperasi, dan pemberdayaan usaha
mikro. Dalam RPJMN 2004-2009 seluruh permasalahan tersebut dijabarkan
melalui berbagai kebijakan yang mengarah kepada lima sasaran utama yang
ingin dicapai dalam pembangunan bidang pemberdayaan koperasi dan UMKM.
II. Pencapaian Prioritas
2.1 Gambaran Pencapaian
Sasaran pemberdayaan koperasi dan UMKM meliputi: (1) meningkatnya
kualitas kelembagaan dan organisasi koperasi sesuai dengan jati diri koperasi;
(2) meningkatnya produktivitas UMKM dengan laju pertumbuhan yang lebih
tinggi dari laju pertumbuhan produktivitas nasional; (3) meningkatnya proporsi
usaha kecil formal; (4) meningkatnya nilai ekspor produk UMKM dengan laju
pertumbuhan nilai tambahnya;
dan (5) berfungsinya sistem
untuk menumbuhkan wira-
usaha baru berbasis ilmu penge-
tahuan dan teknologi (iptek).
Berbagai program dan kegiatan
telah dilakukan dalam rangka
mendukung pen capaian sasaran
pember dayaan kope rasi dan
UMKM tersebut. Pen capaian
yang telah diraih selama periode
2004-2009 sebagai berikut.
Tabel 4.6.1
Jumlah UMKM dan
Penyerapan Tenaga Kerja,
Tahun 2004-2009
Sumber:
BPS dan Kementerian Negara
KUKM, 2008.
218
B
a
g
i
a
n

I
V
MEMELIHARA MOMENTUM PERUBAHAN
Catatan:
*) Data publikasi resmi untuk beberapa tahun belum tersedia;
**) Data tidak tersedia;
***) Data sementara.

2.2 Evaluasi Pencapaian
2.2.1 Sasaran 1: Meningkatnya Kualitas Kelembagaan dan
Organisasi Koperasi Sesuai dengan Jati Diri Koperasi
Koperasi yang berkualitas dalam segi kelembagaan dan organisasi adalah koperasi
yang menjalankan prinsip-prinsip usahanya berdasarkan jati diri koperasi,
artinya koperasi memiliki komponen-komponen yang ideal yang membentuk
suatu lembaga koperasi dengan menjunjung tinggi pemenuhan kesejahteraan
anggota. Dalam sasaran ini, kualitas koperasi diukur dengan pertumbuhan
jumlah koperasi yang disertai dengan beberapa faktor penentu kualitas yakni:
persentase koperasi yang aktif dalam pertumbuhan jumlah koperasi dan
persentase pelaksanaan rapat anggota tahunan (RAT) koperasi aktif tersebut.
Data menunjukkan bahwa persentase koperasi aktif yang melakukan RAT
menurun dari tahun 2005, yaitu sebesar 47,39 persen menjadi 43.28 persen
di tahun 2008. Hal ini menunjukkan penurunan kualitas koperasi secara umum
karena RAT merupakan elemen penting pada sebuah koperasi. Selain itu jumlah
koperasi yang memiliki manajer sejak tahun 2005 juga menurun dengan rata-rata
persentase penurunan selama lima tahun sebesar 29,54 persen. Secara umum
penurunan kualitas koperasi dimungkinkan terjadi karena kurangnya kesadaran
pengurus dan anggota koperasi terhadap prinsip-prinsip koperasi. Di samping
itu, kurangnya pendelegasian dan regenerasi tenaga penyuluh dan pembina
perkoperasian yang mumpuni membuat akses terhadap pengetahuan koperasi
menjadi sangat terbatas.
No Sasaran Indikator Satuan 2005*) 2006*) 2007*) 2008*) 2009*)
1 Meningkatnyakualitas
kelembagaandan
organisasikoperasi
sesuaidenganjatidiri
koperasi
Persentasekoperasi
aktifyangmelakukan
RAT
Persenkoperasi 47,39 46,55 45,96 43,28
Persentasekoperasi
yangsudahmemiliki
manajer
Persenkoperasi 30,99 32,72 30,49 28,06 25,43
***)
2 Meningkatnya
prduktivitasUMKM
denganlaju
pertumbuhanyanglebih
tinggidarilaju
pertumbuhan
produktivitasnasional
ProduktivitasUMKM
perunitusaha
ProduktivitasUMKM
perunitusaha
20,83 21,30 22,06 22,73
ProduktivitasUMKM
pertenagakerja
ProduktivitasUMKM
pertenagakerja
11,72 11,93 12,39 12,82
3 Meningkatnyaproposal
usahakecilformal
Presentaseusaha
kecilyangsudah
berbadanhukum
PersenJumlahUMKM
berbadanhukum
99,80 99,99
4 Meningkatnyanilai
eksporprodukUMKM
denganlaju
pertumbuhannilai
tambahnya
Persentasenilai
eksporUMKM
terhadaptotal
ekspornasional
PerseneksporUMKM 20,28 20,09 19,99 20,17
5 Berfungsinyasistem
untukmenumbuhkan
wirausahabaruberbasis
ilmupengetahuandan
teknologi(iptek)
Programwirausaha
baru*)
Prospekmandiri
Jumlahsarjanayang
bergabung(pemuda)
990
Jumlahkoperasi
koperasi)
42
Jumlahprovinsi 14
Getuknas
Jumlahpelajaryang
bergabung
15.000
Jumlahkoperasi 32
Jumlahprovinsi 6
PusatInovasi(PI)
UMKM*)
Jenisjenislayanan
padaUMKMyang
tersedia**)

Tabel 4.6.2
Sasaran dan Pencapaian
Pemberdayaan Koperasi dan
UMKM, Tahun 2005-2009
219
B
a
g
i
a
n

I
V
Evaluasi Lima Tahun Pelaksanaan RPJMN 2004-2009
Catatan:
*) Data publikasi resmi tahun 2009 belum tersedia.
2.2.2 Sasaran 2: Meningkatnya Produktivitas UMKM
dengan Laju Pertumbuhan yang Lebih Tinggi dari Laju
Pertumbuhan Produktivitas Nasional
Selama periode 2005-2008, produktivitas UMKM terus mengalami kenaikan.
Produktivitas UMKM per unit usaha pada tahun 2008 adalah sebesar 22,73 juta/
unit usaha, dan rata-rata laju pertumbuhan hampir 2,5 persen setiap tahunnya.
Nilai ini lebih baik apabila dibandingkan dengan rata-rata laju produktivitas
nasional yang mengalami penurunan 0,14 persen setiap tahunnya. Sama halnya
dengan produkivitas UMKM per unit usaha, produktivitas UMKM per tenaga kerja
pada tahun 2008 adalah sebesar 12,72 juta/tenaga kerja dengan laju pertumbuhan
rata-rata hampir sebesar tiga persen setiap tahunnya yang jauh lebih tinggi dari
produktivitas nasional yang laju pertumbuhannya tidak sampai dua persen.
Peningkatan produktivitas UMKM dapat digambarkan sebagai hal yang
sangat baik, yaitu produk-produk barang dan jasa yang dihasilkan oleh UMKM
meningkat, baik dalam nilai tambah maupun kuantitasnya. Hal ini sekaligus
menunjukkan perkembangan daya saing UMKM secara umum.
Catatan:
*) angka sangat sementara, diolah,
**) data 2009 belum tersedia.
2.2.3 Sasaran 3: Meningkatnya Proporsi Usaha Kecil Formal
Pencapaian UMKM menjadi usaha yang formal dan berbadan hukum dengan
minimal memiliki izin usaha, merupakan salah satu program yang perlu terus
No. Uraian 2004 2005 2006 2007 2008 2009*
1 Jumlah Koperasi 130.730 132.965 141.738 149.793 154.964
1a Jumlah Koperasi Akf 93.402 94.449 99.411 104.999 108.930
1b Tidak Akf 37.328 38.516 42.327 44.794 46.034
2 Anggota 27.523.053 27.377.498 28.047.890 28.888.067 27.318.619
3
Koperasi yang melakukan
RAT
46.310 44.756 46.384 48.262 47.150
4 Manajer 28.841 29.270 32.532 32.015 30.562
5 Karyawan 259.748 269.152 323.761 339.390 326.443
6 Modal Sendiri 11.989.541,50 13.078.964,34 16.781.463,59 20.231.699,45 22.560.380,03
7 Modal Luar 16.897.052,35 18.324.756,03 21.706.474,97 23.324.032,14 27.271.935,23
8 Volume Usaha 37.649.091,04 40.831.693,56 54.761.298,41 63.080.595,81 68.446.249,39
9 SHU 2.146.234,54 2.278.952,46 3.130.951,43 3.470.459,45 5.037.583,01
Tabel 4.6.3
Jumlah Koperasi, Tahun 2004-
2009
Sumber:
Kementerian Negara Koperasi
dan UKM, 2000-2009.


-3.00%
-2.00%
-1.00%
0.000%
1.00%
2.00%
3.00%
4.00%
5.00%
UMKM/unit usaha UMKM/unit kerja
2005 2006 2007 2008
Produktivitas nasional / unit usaha Produktivitas nasional / tenaga kerja
Gambar 4.6.1
Laju Produktivitas UMKM dan
Nasional, Tahun 2004-2009
Sumber:
BPS dan Kementerian Negara
Koperasi dan UKM, 2008.
220
B
a
g
i
a
n

I
V
MEMELIHARA MOMENTUM PERUBAHAN
dikembangkan secara maksimal oleh karena banyaknya hambatan. UMKM non
pertanian berbadan hukum yang sudah terdata menunjukkan hampir 57 persen
berbentuk BUMN/BUMD dan BHMN, sementara 43 persen berbentuk PT/NV.
Sebagian usaha mikro dan kecil lainnya memiliki variasi bentuk usaha seperti: CV,
firma, ijin khusus, koperasi, PMA dan yayasan, sedangkan UMKM yang berbadan
hukum tidak sampai satu persen.
Data-data UMKM yang bergerak di bidang pertanian, perikanan, peternakan,
dan kehutanan yang jumlahnya lebih dari 50 persen dari total UMKM di seluruh
sektor usaha belum terpenuhi dalam data ini. Bentuk usaha di sektor pertanian
sebagian besar masih bersifat informal, sehingga secara nasional UMKM yang
belum berbadan hukum jumlahnya masih sangat banyak dan lebih besar
daripada UMKM yang sudah memiliki badan hukum. Masih terbatasnya jumlah
ini dikarenakan banyaknya kendala bagi UMKM untuk memenuhi persyaratan
badan hukum, seperti masalah biaya dan kesulitan akses administratif.
2.2.4 Sasaran 4: Meningkatnya Nilai Ekspor Produk UMKM
dengan Laju Pertumbuhan Nilai Tambahnya
Peningkatan nilai ekspor UMKM memiliki dampak yang positif bagi negara dalam
pembentukan devisa. Dengan jumlah unit usaha yang didominasi oleh UMKM,
maka nilai ekspor UMKM memberikan kontribusi paling penting dalam struktur
pembentukan devisa. Pada tahun 2005, persentase nilai ekspor UMKM terhadap
total ekspor nasional adalah 20,28 persen. Sedangkan pada tahun 2008, nilai
ekspor UMKM menurun menjadi 20,13 persen dari ekspor nasional. Selama
periode 2005-2008 tersebut rata-rata penurunan adalah 0,17 persen.
Nilai ekspor UMKM yang baru mencapai sekitar 20 persen selama periode empat
tahun ini menunjukkan bahwa kontribusi ekspor UMKM masih jauh lebih kecil
dibandingkan dengan usaha besar, dimana produk barang dan jasa UMKM
sebagian besar masih dipasarkan di dalam negeri. Kecenderungan penurunan
nilai ekspor yang terjadi selama kurun waktu ini, juga menunjukkan turunnya
daya saing produk UMKM dalam pasar ekspor.
221
B
a
g
i
a
n

I
V
Evaluasi Lima Tahun Pelaksanaan RPJMN 2004-2009
Catatan:
*) Angka sementara dengan kurs USD1 = Rp8.637;
**) Angka sangat sementara dengan kurs USD1 = Rp9.141;
***) data publikasi resmi tahun 2009 belum tersedia.
2.2.5 Sasaran 5: Berfungsinya Sistem untuk Menumbuhkan
Wirausaha Baru Berbasis Ilmu Pengetahuan dan
Teknologi
Dalam upaya menumbuhkan wirausaha baru khususnya yang berbasis ilmu
pengetahuan didorong melalui program-program kewirausahaan yang
ditujukan bagi generasi muda, antara lain: gerakan Getuknas (Gerakan Tunas
Kewirausahaan Nasional) dan Program Sarjana Pencipta Kerja (Prospek) Mandiri.
Getuknas berhasil melibatkan 15.000 pelajar pada tahun 2008 yang dilakukan
melalui proses magang di berbagai industri yang dibantu oleh institusi terkait.
Prospek Mandiri adalah program serupa yang ditujukan bagi para sarjana dalam
wadah koperasi untuk membuat usaha-usaha baru sejak tahun 2006. Program
ini kemudian tersendat perkembangannya karena kendala permodalan oleh
masa transisi sehubungan dengan dikeluarkannya Peraturan Menteri Keuangan
221/PMK.05/2008 mengenai mekanisme pengelolaan dana bergulir.
Selain program-program usaha mandiri, sistem pendukung wirausaha baru
juga dilakukan melalui didirikannya Pusat Inovasi (PI) UMKM. Dengan adanya
PI UMKM, berbagai layanan informasi bagi UMKM untuk mengembangkan
bisnisnya yang meliputi intermediasi, skim pembiayaan, info pasar, Hak Kekayaan
Intelektual (HaKI) dan teknologi, dapat disediakan.
No Sektor
Pencapaian
2004 2005 2006 2007* 2008** 2009***
1
Pertanian, Peternakan, Kehutanan dan
Perikanan 8,715,367 11,535,426 12,295,583 14,003,929 18,871,755
1.1 a. Tanaman Bahan Makanan 537,733 717,939 734,555 876,161 1,044,087
1.2 b. Tanaman Perkebunan 5,429,577 7,533,383 8,381,946 9,257,761 13,532,307
1.3 c. Peternakan dan Hasil-hasilnya 234,613 285,639 256,731 307,451 588,277
1.4 d. Kehutanan 473,016 709,181 779,256 1,291,166 1,002,029
1.5 e. Perikanan 2,040,428 2,289,284 2,143,095 2,271,390 2,705,053
2 Pertambangan Dan Penggalian 638,675 1,139,938 1,641,364 1,716,876 1,723,199
2.1 a. Minyak dan Gas Bumi
2.2 b. Pertambangan Non Migas 139,908 219,775 405,734 473,622 584,459
2.3 c. Penggalian 498,767 920,164 1,235,631 1,243,254 1,138,740
3 Industri Pengolahan 86,194,197 97,662,700 108,013,851 127,291,526 163,164,122
3.1 a. Industri Migas
3.2 b. Industri Non Migas 86,194,197 97,662,700 108,013,851 127,291,526 163,164,122
3.3 1). Makanan, Minuman dan Tembakau 16,631,248 20,876,183 24,403,797 38,153,071 60,433,989
3.4 2). Tekl, Brg.Kulit & Alas kaki 14,435,507 13,332,479 13,571,455 14,311,985 15,350,996
3.5 3). Brg. Kayu & Hasil hutan lainnya 14,876,923 15,006,436 15,079,058 14,095,011 13,646,761
3.6 4). Kertas dan Barang cetakan 4,832,739 6,514,986 7,988,455 8,730,914 10,727,183
3.7 5). Pupuk, Kimia & Barang dari karet 10,660,539 13,854,365 18,045,116 20,881,223 25,297,977
3.8 6). Semen & Brg, Galian bukan logam 2,093,343 2,113,027 1,879,955 2,057,914 2,205,316
3.9 7). Logam Dasar Besi dan Baja 3,484,616 4,616,528 6,916,127 7,299,933 10,459,892
3.10 8). Alat angk., Mesin & Peralatannya 15,067,932 16,793,391 15,156,304 16,209,332 18,803,017
3.11 9). Barang lainnya 4,111,350 4,555,304 4,973,584 5,552,143 6,538,990
Total Ekspor 95,548,239 110,338,065 121,950,799 143,012,333 183,759,076
Ekspor Non-Migas 95,548,238 110,338,065 121,950,799 143,012,333 183,759,076
Tabel 4.6.4
Pencapaian Nilai Ekspor
UMKM, Tahun 2004-2009
Sumber:
BPS dan Kementerian Negara
Koperasi dan UKM, 2008.
222
B
a
g
i
a
n

I
V
MEMELIHARA MOMENTUM PERUBAHAN
III. Keberhasilan
3.1 Penyusunan Peraturan Perundang-undangan di
Bidang UMKM
Kementerian KUKM merintis upaya perubahan peraturan yang terkait dengan
pemberdayaan UMKM. Upaya ini dilakukan untuk memberikan adanya
keberpihakan dan penciptaan lingkungan kondusif untuk berkembangnya
UMKM. Dengan adanya ijin prakarsa dari Presiden (surat Sekretariat Negara
Nomor R-60 tanggal 28 September 2004), Tim Penyempurnaan RUU UMKM
terus melakukan koordinasi dan pembahasan substansi materi; melaksanakan
workshop Pemberdayaan UMKM untuk memperoleh rumusan yang melengkapi
penyempurnaan RUU UMKM; serta melakukan pembahasan dalam rangka
harmonisasi dan sinkronisasi di Kementerian Hukum dan HAM. Setelah melalui
proses yang cukup panjang pada akhirnya peraturan perundang-undangan
di bidang UMKM yaitu UU Nomor 20 Tahun 2008 tentang Usaha Mikro, Kecil
dan Menengah disahkan pada bulan Juli 2008. Undang-undang tersebut
bertujuan: (1) mewujudkan struktur perekonomian nasional yang seimbang
dan berkeadilan; (2) menumbuhkan dan mengembangkan kemampuan
UMKM menjadi usaha yang tangguh dan mandiri; dan (3) meningkatkan peran
UMKM dalam pembangunan daerah, penciptaan lapangan kerja, pemerataan
pendapatan pertumbuhan ekonomi dan pengentasan kemiskinan.
Untuk kelancaran implementasinya, saat ini tengah disusun draft awal
Rancangan Peraturan Pemerintah (RPP) yang meliputi: RPP Persyaratan dan
Tata Cara Permohonan Izin Usaha; RPP Tata Cara Pengembangan, Prioritas,
Intensitas, dan Jangka Waktu Pengembangan; RPP Pola Kemitraan; RPP
Koordinasi dan Pengendalian Pemberdayaan UMKM; dan Tata Cara Pemberian
Sanksi Administratif. Diseminasi UU Nomor 20 Tahun 2008 juga dilakukan kepada
para pemangku kepentingan baik pejabat pusat dan daerah tingkat provinsi dan
kabupaten/kota dengan harapan dapat mendorong tumbuh dan berkembangnya
UMKM secara sehat dan berdaya saing.
3.2 Pencapaian 70.000 Unit Koperasi Berkualitas melalui
Kegiatan Pemeringkatan Terhadap Koperasi
Pemeringkatan koperasi bertujuan untuk mengetahui kinerja koperasi dalam
satu periode tertentu dan menetapkan peringkat kualifikasi koperasi agar dapat
menerapkan prinsip-prinsip berkoperasi dalam kaidah bisnis yang sehat. Secara
internal koperasi diharapkan dapat mempertegas dirinya sebagai sokoguru per-
ekonomian rakyat sebagaimana yang diamanatkan dalam UU Nomor 25 Tahun
1992 tentang Perkoperasian, dan secara eksternal mampu menunjukkan kin-
erjanya sebagai pelaku bisnis yang bisa bersaing dengan pelaku bisnis lainnya.
Keberhasilan pencapaian sasaran ini diukur dengan indikator meningkatnya
kualitas kelembagaan dan usaha koperasi yang ditandai dengan terwujudnya
70.000 unit koperasi berklasifikasi A, B, dan C. Indikator penilaian mencakup
30 poin meliputi: badan usaha aktif, kinerja sehat, kohesivitas tinggi, partisipasi
ekonomi anggota, pelayanan dan kepedulian terhadap anggota.
223
B
a
g
i
a
n

I
V
Evaluasi Lima Tahun Pelaksanaan RPJMN 2004-2009
Catatan:
SB= Sangat berkualitas; B= Berkualitas;
C= Cukup Berkualitas.
** Untuk tahun 2009 data belum spesifik pada setiap kelas klasifikasi.
Hingga akhir tahun anggaran 2008, jumlah koperasi yang telah berhasil
diklasifikasi sebanyak 41.372 unit koperasi atau mencapai 60,38 persen dari
target 70.000 koperasi berkualitas. Jumlah tersebut masih menyisakan 39,62
persen atau 27.773 koperasi. Sisa tersebut sedianya akan direalisir pada tahun
2009, akan tetapi mengingat keterbatasan anggaran maka pemeringkatan
hanya bisa dilakukan untuk 12.000 unit koperasi. Namun sampai akhir tahun
2009 hanya sekitar 11.000 koperasi yang masuk pemeringkatan, sisa dari target
tersebut rencananya akan direalisir selama 100 hari pertama kerja Kementerian
Koperasi dan UMKM 2010. Total pencapaian pemeringkatan koperasi berkualitas
mencapai 77 persen dari target 70.000 yang dicanangkan pada awal RPJMN
2004-2009. Beberapa hal yang telah diidentifikasi menjadi hambatan dalam
pemeringkatan adalah: (1) keterbatasan angaran yang tersedia untuk melakukan
pemeringkatan; (2) hambatan operasional di lapangan, sesuai dengan Permen
Nomor 22/Per/M.KUKM/IV/2007 tanggal 16 April 2007 dicantumkan bahwa
pelaksanaan pemeringkatan koperasi dilakukan oleh pihak independen yang
memiliki kapasitas di area tersebut agar pelaksanaannya benar-benar selektif
dan obyektif. Sementara di beberapa daerah, ada yang belum memiliki lembaga
independen dengan kapasitas dan pengalaman melakukan pemeringkatan
koperasi; dan (3) keterbatasan aparat pembina KUMKM di daerah, khususnya
untuk mendukung pelaksanaan kegiatan tersebut.
Hasil pemeringkatan ini menjadi masukan yang sangat bermanfaat bagi pembinaan
koperasi terutama dalam merumuskan kebijakan pemberdayaan koperasi
selanjutnya. Pemeringkatan koperasi juga dapat menunjukkan gambaran sejauh
mana perkembangan koperasi di Indonesia terutama jika dilihat dari aspek-aspek
penilaian, yaitu: aspek badan usaha aktif, aspek kinerja usaha, aspek kohesivitas
dan partisipasi anggota, orientasi kepada pelayanan anggota, aspek pelayanan
kepada masyarakat dan aspek kontribusi terhadap pembangunan daerah.
Namun program ini belum memberikan manfaat yang optimal bagi koperasi
sendiri misalnya belum dapat dimanfaatkan untuk mendapatkan kemudahan
akses terhadap pembiayaan perbankan. Oleh karena itu sistem klasifikasi
koperasi ini perlu lebih dipertajam secara spesifik sehingga dapat menjadi alat
pengukur kinerja koperasi sebagai badan usaha/bisnis yang sehat dan hasilnya
dapat diakui oleh semua pihak terutama lembaga pembiayaan/perbankan.
Tahun Target RealisasiKlasifikasi Jumlah
2006 22.380 A:4.765 B:14.240 C:14.458 33.463
Pemeringkatan
2007 17.396 SB:4 B:2.592 CB:5.322 7.918
Pemeringkatan
2008 15.723 SB:0 B:22 CB:864 886
42.267
Pemeringkatan
2009 12.000 SB:** B** CB** 11.758**
Jumlah 54.025
Tabel 4.6.5
Klasifikasi/Pemeringkatan
Koperasi
224
B
a
g
i
a
n

I
V
MEMELIHARA MOMENTUM PERUBAHAN
Bab 4.7
Peningkatan Pengelolaan BUMN
I. Pengantar
K
eberadaan Badan Usaha Milik Negara (BUMN) yang merupakan salah satu wujud
nyata Pasal 33 UUD 1945 memiliki posisi strategis bagi peningkatan kesejahteraan
rakyat. Upaya peningkatan efisiensi BUMN sangat penting dalam mendorong
kinerja BUMN agar mampu berperan sebagai alat negara untuk meningkatkan
kesejahteraan rakyat dengan memberi pelayanan kepada masyarakat yang lebih baik
dan tidak membebani keuangan negara. Untuk itu, sasaran yang ditetapkan dalam
rangka peningkatan pengelolaan BUMN selama kurun waktu 2005-2009 adalah
meningkatnya kinerja dan daya saing BUMN dalam rangka memperbaiki pelayanannya
kepada masyarakat dan memberikan sumbangan terhadap keuangan Negara.
Peningkatan kinerja dan daya saing BUMN dan pencapaian sasarannya tersebut
diwujudkan oleh tiga kegiatan pokok yaitu: (1) pemetaan fungsi BUMN; (2) pemantapan
upaya revitalisasi BUMN; dan (3) pemantapan pelaksanaan restrukturisasi BUMN.
B
a
g
i
a
n

I
V
g
B
a
g
i
a
n

I
V
B
a
g
i
a
n

I
V
225
B
a
g
i
a
n

I
V
Evaluasi Lima Tahun Pelaksanaan RPJMN 2004-2009
II. Pencapaian Prioritas
2.1 Gambaran Pencapaian
Prioritas peningkatan pengelolaan BUMN dalam RPJMN 2004-2009 mempunyai
sasaran tunggal yaitu meningkatnya kinerja dan daya saing BUMN dalam rangka
memperbaiki pelayanannya kepada masyarakat dan memberikan sumbangan
terhadap keuangan negara. Pencapaian sasaran prioritas peningkatan
pengelolaan BUMN selama kurun waktu 2005-2009 dapat diikuti dalam tabel
berikut.
Catatan:
*) Prognosa;
**) Data publikasi resmi belum tersedia.
2.2 Evaluasi Pencapaian
Pencapaian-pencapaian prioritas peningkatan pengelolaan BUMN sebagaimana
ditampilkan dalam Tabel 4.7.1 memberikan penjelasan tentang pencapaian
sasaran meningkatnya kinerja dan daya saing BUMN dalam rangka memperbaiki
pelayanannya kepada masyarakat dan memberikan sumbangan terhadap
keuangan negara sebagai berikut.
Pemetaan fungsi BUMN yang ada ke dalam kelompok BUMN public service
obligation (PSO) dan kelompok BUMN komersial (business oriented), dilakukan
dengan maksud agar kinerja serta kontribusi BUMN tersebut dapat meningkat
dan pengalokasian anggaran Pemerintah akan semakin efisien dan efektif. Pada
tahun 2006, Kementerian BUMN telah menyelesaikan Rancangan Peraturan
Presiden mengenai SOP PSO. Sampai dengan akhir tahun 2009, rancangan
tersebut telah dikomunikasikan dengan kementerian-kementerian teknis dan
telah mencapai perkembangan sekitar 95 persen.
Meskipun pengesahan Rancangan Peraturan Presiden dimaksud masih dalam
perkembangan, namun sejak tahun 2005-2008, pengelolaan pelaksanaan PSO
terus disempurnakan antara lain melalui: (1) pemetaan kegiatan BUMN dalam
Tabel 4.7.1
Sasaran dan Pencapaian
Peningkatan Pengelolaan
BUMN, Tahun 2005-2009
226
B
a
g
i
a
n

I
V
MEMELIHARA MOMENTUM PERUBAHAN
rangka pemisahan administrasi pengelolaan yang bersifat PSO dan administrasi
pengelolaan yang bersifat komersial; dan (2) mulai diterapkannya ketentuan
Pasal 66 UU Nomor 19 Tahun 2003 tentang BUMN yang menegaskan bahwa
jika Pemerintah dalam hal ini kementerian/lembaga menugaskan BUMN untuk
melaksanakan sebagian dari tugasnya maka konsekuensi dari penugasan tersebut
berikut marjin yang diharapkan ditanggung oleh kementerian/lembaga pemberi
tugas. Pelaksanaan PSO didasarkan pada penugasan dari Pemerintah kepada
BUMN dengan tetap memperhatikan maksud dan tujuan kegiatan BUMN.
Pelaksanaan PSO dan penyaluran subsidi dilaksanakan melalui: PT Merpati
Nusantara Airlines, PT Kereta Api Indonesia, PT Pelayaran Nasional Indonesia
(Pelni), PT Angkutan Sungai, Danau dan Penyeberangan (ASDP), Perum Damri,
PT Askes, PT Pos Indonesia, PT Perusahaan Listrik Negara (PLN), PT Pertamina,
PT Pupuk Sriwijaya (Pusri) Holding, PT Sang Hyang Seri, PT Pertani, Perum Badan
Urusan Logistik (Bulog), Perum Jasa Tirta I, Perum Jasa Tirta II, dan Perum
Perumnas, yang sesuai dengan masing-masing jenis usahanya. Pelaksanaan
PSO oleh BUMN tersebut meliputi lima prinsip tepat yaitu: tepat sasaran, tepat
kualitas, tepat kuantitas, tepat waktu, dan tepat harga. Dengan semangat untuk
meningkatkan kualitas pelayanan kepada masyarakat, dilakukan pemantauan
terhadap pelaksanaan PSO oleh BUMN dalam tahun 2008 yang hasilnya secara
umum telah dilaksanakan dengan baik dan tepat, walaupun muncul berbagai
kendala di lapangan.
Terkait dengan upaya peningkatan revitalisasi BUMN, langkah pertama yang
dilakukan adalah memperkuat landasan hukum pembinaan dan pengelolaan
BUMN. Untuk itu, diperlukan perangkat peraturan pelaksana yang mengatur lebih
lanjut mengenai ketentuan-ketentuan teknis. Pada tahun 2005 telah disahkan
empat PP pelaksana UU Nomor 19 Tahun 2003 tentang BUMN. Selanjutnya
selama periode 2005-2009 telah diselesaikan lima Peraturan Menteri Negara
BUMN sebagai pelaksanaan UU Nomor 19 Tahun 2003 yaitu: (1) Keputusan
Menteri Negara BUMN Nomor KEP-09A/MBU/2005 tentang Penilaian Kelayakan
dan Kepatutan (Fit and Proper Test) Calon Anggota Direksi BUMN; (2) Peraturan
Menteri Negara BUMN Nomor PER-05/MBU/2006 tentang Komite Audit Bagi
227
B
a
g
i
a
n

I
V
Evaluasi Lima Tahun Pelaksanaan RPJMN 2004-2009
Badan Usaha Milik Negara; (3) Peraturan Menteri Negara BUMN Nomor PER-
05/MBU/2007 tentang Program Kemitraan Badan Usaha Milik Negara dengan
Usaha Kecil dan Program Bina Lingkungan; (4) Peraturan Menteri Negara BUMN
Nomor PER-05/MBU/2008 tentang Pedoman Umum Pelaksanaan Barang dan
Jasa BUMN; dan (5) Peraturan Menteri Negara BUMN Nomor PER-02/MBU/2009
tentang Pedoman Penetapan Penghasilan Direksi, Dewan Komisaris dan Dewan
Pengawas BUMN.
Dengan adanya Peraturan Menteri Negara BUMN tersebut, pembinaan dan
pengelolaan BUMN diharapkan akan dapat berjalan lebih baik. Selanjutnya pada
tahun 2008, dengan ditetapkannya UU Nomor 40 Tahun 2007 tentang Perseroan
Terbatas, maka telah dilakukan penyesuaian Anggaran Dasar bagi 129 BUMN
yang berbentuk perseroan.
Selain memperkuat landasan hukum, sejak tahun 2005 Kementerian BUMN
melanjutkan upaya pembinaan pelaksanan tata kelola perusahaan yang baik,
Good Corporate Governance (GCG). Pembinaan ini antara lain dalam bentuk
sosialisasi, pengkajian, dan review termasuk memberikan gambaran kepada
publik mengenai pelaksanaan dan penerapan GCG di BUMN. Untuk memantapkan
pelaksanaannya, telah dilaksanakan penanda-tanganan Statement of Corporate
Intent (SCI) oleh 16 perusahaan yang merupakan wujud dari transparansi
pengelolaan usaha oleh BUMN. Sebagai tindak lanjutnya, Ke men terian BUMN
terus memantau dan me nilai pelaksanaan GCG, antara lain me lalui assessment
yang sampai dengan tahun 2009 telah dila kukan terhadap 109 BUMN dan
review yang sampai dengan tahun 2009 telah dila kukan terhadap 47 BUMN.
Dalam rangka meningkatkan efektivitas penilaian terhadap praktik-praktik GCG
pada BUMN dilakukan penyederhanaaan indikator dan parameter dalam rangka
assessment dan review GCG yaitu: indikator yang semula sebanyak 86 item
menjadi 50 item, dan parameter yang semula 253 item menjadi 160 item.
Beberapa langkah kebijakan pembinaan BUMN tersebut di atas telah menun-
jukkan hasil positif. Selama periode 2005-2008, dari sebanyak 139 BUMN yang
dikuasai Pemerintah, jumlah BUMN yang merugi semakin sedikit yaitu 36 BUMN
pada tahun 2005, menjadi 39 BUMN pada tahun 2006, 34 BUMN pada tahun
2007, dan 23 BUMN pada tahun 2008. Sejalan dengan hal tersebut, besarnya
keuntungan yang diraih BUMN juga meningkat dari sebesar Rp42,33 triliun pada
akhir tahun 2005 menjadi Rp53,24 triliun pada tahun 2006, Rp70,77 triliun pada
tahun 2007, Rp78,47 triliun pada tahun 2008, dan turun sedikit menjadi Rp74,00
triliun pada tahun 2009. Dengan demikian, bagian laba BUMN yang diserahkan
ke kas negara juga meningkat, yaitu dari Rp12,84 triliun pada tahun 2005, men-
jadi Rp21,45 triliun pada tahun 2006, meningkat menjadi Rp23,78 triliun pada
tahun 2007, Rp29,09 triliun pada tahun 2008, dan turun sedikit menjadi Rp28,60
triliun pada tahun 2009.
Penurunan kinerja yang terjadi pada tahun 2009 merupakan konsekuensi dari
terjadinya perlambatan pertumbuhan ekonomi pada saat itu. Meskipun masih
ditopang dengan permintaan konsumsi yang cukup tinggi dari dalam negeri, tetapi
tidak mampu menghindarkan diri dari penurunan pencapaian laba perusahaan.
Sedangkan penurunan setoran bagian laba BUMN yang diserahkan kepada kas
negara pada tahun 2009 disebabkan oleh faktor kebutuhan pendanaan internal
perusahaan untuk melakukan reinvestasi.
228
B
a
g
i
a
n

I
V
MEMELIHARA MOMENTUM PERUBAHAN
Selanjutnya, sebagai wujud kepedulian BUMN kepada masyarakat, BUMN terus
melanjutkan pelaksanaan Program Kemitraan dan Bina Lingkungan (PKBL)
BUMN. Pada tahun 2009, penyaluran dana PKBL adalah sebesar Rp1,97 triliun.
Pelaksanaan PKBL mengacu Peraturan Menteri Negara BUMN Nomor Per-05/
MBU/2007 tentang Program Kemitraan Badan Usaha Milik Negara dengan Usaha
Kecil dan Program Bina Lingkungan.
Faktor penting dalam rangka restrukturisasi BUMN adalah restrukturisasi hutang
Rekening Dana Investasi (RDI) dan Subsidiary Loan Agreement (SLA). Berdasarkan
hasil inventarisasi pada tahun 2005, pinjaman RDI/SLA pada BUMN berjumlah
kurang lebih Rp40 triliun yang terdiri dari RDI yang lancar sebesar Rp23,5 triliun,
dan RDI yang tidak lancar sebesar Rp16,5 triliun. Pada tahun 2006 jumlah pinjaman
RDI/SLA pada BUMN meningkat menjadi Rp50,65 triliun. Pada tahun 2007, terdapat
85 BUMN penerima pinjaman RDI/ SLA dengan nilai Rp49,79 triliun. Sebanyak 44
BUMN mengalami kesulitan pengembalian dengan nilai pinjaman sebesar Rp15,47
triliun, sedangkan 41 BUMN dalam kategori lancar dengan nilai pinjaman sebesar
Rp34,32 triliun. Terkait dengan pinjaman tersebut, upaya yang telah dilakukan
adalah koordinasi dengan berbagai instansi dan penyiapan kerangka hukum bagi
penyelesaiannya. Hasilnya adalah telah diterbitkannya Peraturan Menteri Keuangan
Nomor 17/PMK.05/2007 yang membuka kesempatan penyelesaian hutang RDI/
SLA BUMN. Berdasarkan peraturan tersebut, pada tahun 2008, Kementerian BUMN
telah melakukan langkah-langkah dan koordinasi intensif dengan Kementerian
Keuangan, Dewan Perwakilan Rakyat (DPR), instansi terkait lainnya, serta berbagai
BUMN dengan hasil antara lain: (1) penyelesaian oleh Kementerian BUMN (dua
BUMN); (2) penyelesaian secara struktural (satu BUMN); (3) pembahasan di
Komite Kebijakan (tiga BUMN); (4) pembahasan di Komite Teknis (empat BUMN);
(5) proses analisis di Tim Kerja (tiga BUMN); (6) revisi RPKP, kelengkapan data
dan dokumen dari BUMN (17 BUMN); (7) tidak memenuhi persyaratan (satu
BUMN); (8) batal cut-off date (dua BUMN); dan (9) menunggu proses penyelesaian
kewajiban lain terlebih dahulu (1 BUMN). Koordinasi intensif dan langkah-langkah
lanjutan untuk penyelesaian kewajiban oleh BUMN di tahun 2009 terus dilakukan,
hal ini perlu dipertimbangkan mengingat diperlukan waktu untuk menyelesaikan
permasalahan RDI/SLA di berbagai BUMN. Diharapkan berbagai permasalahan
dapat diminimalisir dan kewajiban ataupun hutang BUMN pada RDI/SLA semakin
menurun. Selain itu, Pemerintah juga berupaya melakukan penyelesaian terhadap
bantuan Pemerintah yang belum ditetapkan statusnya (BPYBDS).

III. Keberhasilan
Peningkatan kinerja BUMN yang dicapai selama kurun waktu 2005-2009 secara
perlahan akan menghapus stigma bahwa BUMN merupakan badan usaha yang
rentan dengan pemborosan. Selama kurun waktu tersebut terdapat hambatan
yang menghalangi pencapaian tersebut antara lain: (1) ketidakharmonisan
peraturan perundang-undangan; (2) kondisi ekonomi makro; (3) penegakan
hukum khususnya yang terkait dengan aset BUMN; (4) persaingan usaha; dan (5)
pelaksanaan otonomi daerah.
Kunci keberhasilan dalam pencapaian kinerja adalah mengoptimalkan potensi
yang ada di Kementerian BUMN dan BUMN untuk menghadapi tantangan-
tantangan tersebut. Potensi Kementerian BUMN secara umum terdiri dari
229
B
a
g
i
a
n

I
V
Evaluasi Lima Tahun Pelaksanaan RPJMN 2004-2009
beberapa hal, yaitu: (1) sumber daya manusia; (2) sarana dan prasarana; (3) tata
laksana kerja; dan (4) anggaran. Sedangkan BUMN memiliki potensi yang sangat
besar untuk berkembang yang sampai dengan saat ini belum termanfaatkan
secara optimal. Potensi-potensi tersebut antara lain: (1) keberadaan BUMN di
hampir semua sektor usaha; (2) kepemilikan aset yang besar; (3) brand image
BUMN; (4) pengalaman usaha BUMN; dan (5) profesionalitas sumber daya
manusia.
Kementerian BUMN melalui Program Pengembangan BUMN telah melakukan
beberapa upaya untuk mengoptimalkan potensi di Kementerian BUMN maupun
di sejumlah BUMN yaitu sebagai berikut.
Pertama, meningkatkan kapasitas sumber daya manusia Kementerian BUMN
sehingga dapat menyederhanakan dan mempercepat proses perizinan.
Kedua, memperkuat sistem informasi Kementerian BUMN, dalam rangka
mendukung pelaksanaan operasional kegiatan di lingkup Kementerian BUMN.
Ketiga, melakukan koordinasi dengan kementerian terkait untuk penataan
kebijakan industrial dan pasar BUMN terkait dan dalam rangka harmonisasi
peraturan perundang-undangan. Hal tersebut dilakukan mengingat level of
playing field yang tidak sama antara BUMN dengan badan usaha swasta di
dalam industri yang sama. Beberapa hasil penting sebagai hasil dari koordinasi
dengan kementerian terkait yaitu: (1) penerapan ketentuan Pasal 66 UU Nomor
19 Tahun 2003 tentang BUMN yang menegaskan bahwa jika Pemerintah
dalam hal ini kementerian/lembaga menugaskan BUMN untuk melaksanakan
sebagian dari tugasnya maka konsekuensi dari penugasan tersebut berikut
marjin yang diharapkan ditanggung oleh kementerian/lembaga pemberi tugas;
(2) penyelesaian masalah RDI/SLA yang telah bertahun-tahun menggantung;
(3) penyelarasan kebijakan Sistem Jaminan Sosial Nasional (SJSN); dan (4)
penyelarasan kebijakan Single Presence Policy.
Keempat, memantapkan penerapan prinsip-prinsip penatakelolaan yang baik di
BUMN dan Kementerian BUMN.
Kelima, melakukan sinergi antar BUMN agar dapat meningkatkan daya saing dan
memberikan efek pengganda (multiplier effect) kepada perekonomian nasional.
Sinergi BUMN juga merupakan salah satu cara dalam pengoptimalan aset yang
tak dimanfaatkan (idle asset).
230
B
a
g
i
a
n

I
V
MEMELIHARA MOMENTUM PERUBAHAN
Bab 4.8
Peningkatan Kemampuan Ilmu
Pengetahuan dan Teknologi
I. Pengantar
P
eningkatan kemampuan ilmu pengetahuan dan teknologi (iptek) merupakan
syarat peningkatan daya saing bangsa. Sasaran prioritas peningkatan
kemampuan iptek dalam RPJMN 2004-2009 adalah: (1) tumbuhnya
penemuan iptek baru sebagai hasil penelitian dan pengembangan (litbang)
nasional yang dapat dimanfaatkan bagi peningkatan nilai tambah dalam sistem
produksi dan dalam pengelolaan sumber daya alam dan lingkungan secara lestari
dan bertanggung jawab; (2) meningkatnya ketersediaan, hasil guna dan daya guna
sumber daya (sumber daya manusia, sarana, prasarana dan kelembagaan) iptek;
(3) tertatanya mekanisme intermediasi untuk meningkatkan pemanfaatan hasil
litbang oleh dunia usaha dan industri, meningkatnya kandungan teknologi dalam
industri nasional, serta tumbuhnya jaringan kemitraan dalam kerangka sistem
B
a
g
B
a
g
i
a
n

I
V
231
B
a
g
i
a
n

I
V
Evaluasi Lima Tahun Pelaksanaan RPJMN 2004-2009
inovasi nasional; dan (4) terwujudnya iklim yang kondusif bagi berkembangnya
kreativitas, sistem pembinaan dan pengelolaan hak atas kekayaan intelektual,
pengetahuan lokal, serta sistem standarisasi nasional.
Sasaran tersebut dicapai dengan empat program yaitu: (1) Program Penelitian
dan Pengembangan Iptek; (2) Program Difusi dan Pemanfaatan Iptek; (3)
Program Penguatan Kelembagaan Iptek, dan (4) Program Peningkatan Kapasitas
Iptek Sistem Produksi. Peningkatan kemampuan iptek difokuskan pada enam
bidang prioritas yaitu: (1) pembangunan ketahanan pangan; (2) penciptaan dan
pemanfaatan sumber energi baru dan terbarukan; (3) pengembangan teknologi
dan manajemen transportasi; (4) pengembangan teknologi informasi dan
komunikasi; (5) pengembangan teknologi pertahanan; dan (6) pengembangan
teknologi kesehatan dan obat.
II. Pencapaian Prioritas
2.1 Gambaran Pencapaian
Secara makro, pencapaian sasaran dalam peningkatan kemampuan iptek
digambarkan dengan penca paian
indikator dalam Tabel 4.8.1 yang
menunjukkan bahwa dalam kurun
waktu 2005-2009 jumlah publikasi
ilmiah dan paten yang didaftarkan
di dalam negeri (Direkto rat Jen-
deral Hak Kekayaan Intelektual,
Kementerian Hukum dan Hak Asasi
Manusia) cenderung meningkat.
Hal ini menunjukkan adanya pening-
katan dalam pene muan iptek baru
yang diperoleh melalui Program
Pene litian dan Pengembangan
Iptek. Meskipun jumlah publikasi
dan paten terdaftar di dalam negeri
meningkat, paten yang didaftarkan di
United States Patent and Trademark
Office (USPTO) cenderung menurun.
Ini berarti bahwa kebutuhan per lin-
dungan bagi hak kekayaan intelek-
tual dari penemuan iptek baru lebih
berorientasi pada perlindungan
dalam negeri. Selain karena alasan
tersebut, menurunnya paten
yang terdaftar di USPTO juga disebabkan oleh tingginya biaya, lamanya waktu
pengurusan paten, dan lemahnya pemahaman peneliti dan inventor tentang
prosedur pendaftaran paten.
Meningkatnya publikasi ilmiah dan paten yang terdaftar di dalam negeri
menunjukkan bahwa upaya peningkatan kemampuan iptek telah dilakukan
dengan efisien, karena dalam kurun waktu tersebut sumber daya yang
tersedia sebagai input semakin terbatas. Hal ini ditunjukkan oleh cenderung
232
B
a
g
i
a
n

I
V
MEMELIHARA MOMENTUM PERUBAHAN
menurunnya jumlah tenaga fungsional bidang iptek yang bekerja di lembaga
litbang pemerintah, berkurangnya persentase anggaran iptek dari APBN, dan
menurunnya pengeluaran litbang sektor swasta. Selain itu, meningkatnya
publikasi ilmiah dan paten yang terdaftar juga menunjukkan peningkatan hasil
guna dan daya guna sumber daya iptek yang dimiliki. Hal ini juga diperkuat
dengan meningkatnya daya serap teknologi di tingkat perusahaan, transfer
pengetahuan, dan kolaborasi riset perguruan tinggi dengan perusahaan.
Pemerintah mengupayakan perwujudan
iklim yang kondusif agar kreativitas,
sistem pembinaan dan pengelolaan hak
atas kekayaan intelektual, pengetahuan
lokal, serta sistem standarisasi nasional
dapat berkembang. Selama periode
2005-2009 sasaran ini telah tercapai
dengan terbentuknya sentra hak atas
kekayaan intelektual (HaKI) dan standar.
Jumlah sentra HaKI menunjukkan angka
yang stabil, sementara jumlah standar yang dikeluarkan cenderung meningkat.
2.2 Evaluasi Pencapaian
Kontribusi peningkatan kemampuan iptek dalam mendukung pencapaian enam
bidang prioritas dapat dilihat dari besarnya penemuan teknologi baru yang
berkaitan dengan bidang-bidang tersebut. Paten yang terdaftar di dalam negeri
dalam kurun waktu 2005-2009 yang berkaitan dengan bidang pangan sebesar
17,5 persen, energi 7,4 persen, transportasi 7,4 persen, teknologi informasi dan
komunikasi 4,8 persen, teknologi pertahanan dan keamanan 0,6 persen, serta
kesehatan dan obat 7,8 persen. Pencapaian tersebut menggambarkan bahwa
sasaran peningkatan kemampuan ilmu pengetahuan dan teknologi (iptek) --yang
terdiri dari (1) sasaran 1: Tumbuhnya penemuan iptek baru sebagai hasil litbang
nasional yang dapat dimanfaatkan bagi peningkatan nilai tambah dalam sistem
produksi dan dalam pengelolaan sumber daya alam dan lingkungan secara lestari
dan bertanggung jawab; (2) sasaran 2: Meningkatnya ketersediaan, hasil guna,
dan daya guna sumber daya (SDM, sarana, prasarana dan kelembagaan) iptek; (3)
sasaran 3: Tertatanya mekanisme intermediasi untuk meningkatkan pemanfaatan
hasil litbang oleh dunia usaha dan industri, meningkatnya kandungan teknologi
dalam industri nasional, serta tumbuhnya jaringan kemitraan dalam kerangka
sistem inovasi nasional; dan (4) sasaran 4: Terwujudnya iklim yang kondusif
bagi berkembangnya kreativitas, sistem pembinaan dan pengelolaan hak atas
kekayaan intelektual, pengetahuan lokal, serta sistem standarisasi nasional--
secara umum telah tercapai dengan baik.
III. Keberhasilan
3.1 Program Penelitian dan Pengembangan Iptek
Ketahanan pangan. Dalam bidang ketahanan pangan, Lembaga Ilmu Pengetahuan
Indonesia (LIPI) telah berhasil mengumpulkan cadangan benih dan bibit unggul
tanaman seperti padi, jagung, kacang hijau, kacang tanah, kedelai, sorghum,
gandum, dan bawang merah, serta memperbaiki sifat genetika sapi melalui teknik
233
B
a
g
i
a
n

I
V
Evaluasi Lima Tahun Pelaksanaan RPJMN 2004-2009
reproduksi modern (sexing sperma, splitting embrio). Badan Tenaga Nuklir Nasional
(BATAN) telah menyumbang beberapa varietas unggul tanaman pangan melalui
teknik mutasi berupa 15 varietas padi (Atomita 1-4, Cilosari, Situ Gintung, Woyla,
Merauke, Winongo, Kahayan, Diah Suci, Mayang, Yuwono, Mira-1, serta Bestari),
lima varietas kedelai (Muria, Tengger, Meratus, Rajabasa, dan Mitani), satu varietas
kacang hijau (Camar), varietas kapas unggul (Karisma-1), serta formula suplemen
pakan ternak ruminansia berupa Urea Molases Multinutrien Block (UMMB) dan
Suplemen Pakan Multinutrien (SPM). Badan Pengkajian dan Penerapan Teknologi
(BPPT) mengembangkan dan mengaplikasikan teknologi budidaya ikan Kerapu
secara terpadu, inovasi teknologi perbaikan genetik yang menghasilkan ikan Nila
GESIT (Genetically Supermale Indonesian Tilapia), dan vaksin Polivalen Vibrio untuk
mencegah penyakit Vibriosis yang sering menyerang ikan laut.
Penciptaan dan pemanfaatan sumber energi baru dan terbarukan. LIPI berhasil
mengoleksi microalgae (chlorophyceae/ganggang hijau) yang sangat potensial
untuk pengembangan biofuel karena microalgae memiliki kandungan minyak
lebih dari 60 persen, mengem bangkan pembangkit listrik tenaga mikrohidro yang
dapat diaplikasikan di daerah pedalaman/terpencil, mengem bangkan biogas
dari ternak sapi dan sampah pasar tradisional skala rumah tangga, dan bersama
PT LEN Industri telah mengembangkan sel surya dan menghasilkan efisiensi
sekitar 11-12 persen. BPPT telah melakukan pengkajian, pengembangan dan
pengoperasian produksi bioetanol dari hulu sampai hilir. Lembaga Penerbangan
dan Antariksa Nasional (LAPAN) telah menghasilkan teknologi Sistem Konversi
Energi Angin (SKEA) untuk menunjang program listrik perdesaan, khususnya di
daerah perdesaan terpencil.
Pengembangan teknologi dan manajemen transportasi. BPPT telah
mengembangkan antara lain: teknologi persinyalan kereta api; monorel dan
sarana kereta rel (bekerjasama dengan PT INKA, PT Kereta Api Indonesia dan
Kementerian Perhubungan); kapal bersayap dengan efek permukaan (Wing in
Surface Effect Ship/WISE); dan kapal cepat antarpulau Trimaran. LIPI telah berhasil
mengembangkan mobil listrik yang diberi nama Marlip dengan beberapa tipe
yaitu: Marlip Mosen, Marlip Smart, City Car, Marlip Golfo, Marlip Linen, Marlip
Pick-up, dan Marlip Patroli.
234
B
a
g
i
a
n

I
V
MEMELIHARA MOMENTUM PERUBAHAN
Pengembangan teknologi informasi dan komunikasi. Dalam bidang
pengembangan teknologi informasi dan komunikasi, LIPI telah membuahkan hasil
antara lain: aplikasi IGOS (Indonesia Go Open Source) yang siap dimanfaatkan
untuk memenuhi kebutuhan administrasi; dan pengembangan Radar Frequency
Modulation Continous Wave (FM-CW) yang merupakan terobosan piranti keras
gelombang mikro dan komputer. BPPT telah mengembangkan antara lain: Sistem
e-government Badan Koordinasi Survei dan Pemetaan Nasional (Bakosurtanal);
Sistem Informasi Spasial Berbasis Web sebagai sarana untuk pengambilan
keputusan dalam pembuatan kebijakan dan arah pembangunan; dan
pemutakhiran Sistem Online Mapping. LAPAN telah mengembangkan rekayasa
teknologi sistem satelit bersama antara lain Universitas Teknik Berlin (Technische
Universitt Berlin/TU Berlin). LAPAN juga telah berhasil mengembangkan
dan mengoperasikan Lapan-Tubsat dan membangun TEWS lokal berbasis tide
gauge (instrumentasi pemantau pasang surut air laut). Kementerian Riset dan
Teknologi (KRT) telah berhasil memfasilitasi pengembangan teknologi WiMax
atau Worldwide Interoperability for Microwave Access sebagai generasi keempat
telekomunikasi (4G) yaitu teknologi nirkabel pita lebar berbasis protokol internet
berkecepatan tinggi yang memungkinkan transfer data hingga 80 megabite per
detik (Mbps), jauh lebih cepat dari layanan internet berbasis layanan seluler
generasi ketiga (3G) yang hanya sekitar 2,4 Mbps.
Pengembangan teknologi pertahanan dan keamanan. LAPAN telah berhasil
mengembangkan Roket Pengorbit Satelit (RPS) jenis RX-420 dan jenis RX-320
yang didisain untuk mencapai ketinggian 300 km untuk membawa muatan satelit
nano yang akan diluncurkan pada tahun 2014. Bakosurtanal telah melaksanakan
pemetaan wilayah perbatasan di darat yaitu antara Republik Indonesia dan
Papua Nugini sebanyak 12 nomor lembar peta (NLP), melakukan pemetaan dan
klarifikasi batas wilayah dan menghasilkan 80 NLP peta, serta melakukan verifikasi
ke 19 daerah di Kalimantan Timur, Yogyakarta, Sumatera Utara, Sumatera
Selatan, Sulawesi Selatan, Sulawesi Utara, Maluku, Maluku Utara, Kalimantan
Barat, Papua, Kalimantan Selatan,
Riau, Kepulauan Riau, Jawa Tengah
dan Bali serta Kabupaten/Kota
Bandung, Ciamis, dan Tebing Tinggi.
LIPI dengan fasilitasi KRT telah
berhasil mengembangkan mobile
incinerator untuk memusnahkan
narkoba yang tidak dapat
dilakukan oleh alat pemusnah
lainnya secara sempurna dan
robot penjinak bom Morolipi.
BPPT telah mengembangkan
antara lain: Panser Beroda Ban
6x6 sebagai salah satu kendaraan
operasional patroli/tempur
Tentara Nasional Indonesia
(TNI) baik untuk penggunaan
di wilayah konflik maupun di
daerah peperangan; Kapal Patroli
Cepat 14 M; kendaraan benam
nirawak Tiram yang menggunakan
235
B
a
g
i
a
n

I
V
Evaluasi Lima Tahun Pelaksanaan RPJMN 2004-2009
teknologi pengendalian wahana dan transformasi data informasi dua arah
melalui kabel secara remotely operated underwater vehicle (ROV); blast effect
bomb (BEB) yang berfungsi sebagai sarana psywar; bom latih yang menimbulkan
efek suara seperti bom tajam; wahana pesawat udara tanpa awak (PUNA); dan
bekerja sama dengan PT PINDAD, LIPI, dan Kepolisian Republik Indonesia (POLRI)
untuk menghasilkan senjata peluru karet kaliber khusus spesifik POLRI, amunisi
penindakan huru-hara kaliber 38 mm, dan granat tangan ledakan air mata.
Pengembangan teknologi kesehatan dan obat. BATAN telah mengembangkan
pemanfaatan radiasi gamma untuk pembentukan klon, isolat aktif dan
radiopasteurisasi tanaman mahkota dewa; dan radio labeling zat aktif benalu teh
sebagai anti kanker. Selain itu, BATAN telah menghasilkan produk radiofarmaka
99
mTc-etambutol dan
99
mTc-siprofloksasin. Radiofarmaka
99
mTc-etambutol
merupakan radiofarmaka yang memiliki keunggulan dalam mendeteksi dan
melokalisasi infeksi tuberkulosis (TB) pada tahap awal. LIPI secara aktif dan
berkesinambungan melakukan penelitian dan pengembangan antibiotika baru
dari actinomycetes dan fungi serta pengembangan senyawa pemandu inhibitor
glukosidase dari ekstrak etilasetat Koji Aspergillus. Selain itu, LIPI juga melakukan
penelitian dan pengembangan tanaman Artemisia Annua L. Asteraceae untuk
produksi artemisinin dan analognya; skrining mikroba potensial penghasil
senyawa aktif untuk bahan baku farmasi yaitu anti kanker, antioksidan dan
penanganan penyakit degeneratif seperti kardiovaskuler, diabetes dan hepatitis
dari flora indonesia; serta
pengembangan Monascus
Powde r sebagai bahan baku
penu runan kolesterol. BPPT
telah mengembangkan pera-
latan pencitraan medis
scanner ultrasonografi (USG)
yang berperan penting
dalam pelayanan kesehatan.
BATAN, BPPT dan LIPI telah
mengembangkan teknologi
instrumentasi medik dan suku
cadangnya untuk diagnostik
dan terapi kesehatan.
3.2 Program Difusi dan Pemanfaatan Iptek
Ketahanan pangan. BATAN telah berhasil melakukan difusi dan pemanfaatan
hasil litbang antara lain dengan: (1) menyebarluaskan dan memanfaatkan padi
varietas unggul untuk meningkatkan produksi padi di 23 provinsi; (2) meman-
faatkan kit-RIA (radioimmuno-assay) progesteron untuk menganalisis kandun-
gan hormon reproduksi dan mendeteksi birahi ternak, kegagalan inseminasi
buatan secara dini, dan kelainan reproduksi untuk mendukung program insemi-
nasi buatan ternak di Jawa Barat, Kalimantan Selatan, dan Sulawesi Selatan; (3)
memanfaatkan kit-RIA testosteron dan hormon methyl testosteron (MT) di ber-
bagai daerah (DKI Jakarta, Subang, Sukabumi, Cianjur, Cirata, Blitar, Purwokerto,
Yogyakarta, Sumatera Barat, dan Kalimantan Selatan); dan (4) memanfaatkan
teknologi pengawetan makanan siap saji untuk korban bencana alam dan gelom-
bang tsunami di Aceh dan korban gempa bumi di Yogyakarta dan Jawa Tengah.
236
B
a
g
i
a
n

I
V
MEMELIHARA MOMENTUM PERUBAHAN
KRT telah berhasil mengkoordinasi dan menjadi fasilitator beberapa kement-
erian/lembaga (LIPI, BPPT dan BATAN), perguruan tinggi (Universitas Sriwijaya,
Institut Pertanian Bogor, dan Universitas Brawijaya), dan swasta (PT Sanyo dan
PT Medco) untuk mengaplikasikan hasil penelitian yang terintegrasi (bio-cycling
farming) sebagai contoh bagi petani di Sumatera Selatan, Cianjur dan Jembrana.
KRT juga telah memfasilitasi proses difusi dan pemanfaatan teknologi hasil lit-
bang Lembaga Pemerintah Non Kementerian Riset dan Teknologi (LPNK-Ristek)
dalam mendukung ketahanan pangan di berbagai daerah, antara lain: teknologi
perbanyakan tanaman dengan kultur jaringan, teknologi pembuatan pupuk or-
ganik, bio-cycling farming untuk pertanian tanaman pangan, teknologi ekstraksi
minyak nilam, teknologi reproduksi peternakan melalui inseminasi buatan,
teknologi pembuatan alat pendingin ikan, teknologi pengolahan hasil pertanian,
dan lain-lain.
Penciptaan dan pemanfaatan sumber energi baru dan terbarukan. LIPI telah
mengembangkan pembangkit listrik tenaga mikrohidro di daerah yang belum
terjangkau listrik PLN seperti di daerah perbatasan Nusa Tenggara Timur den-
gan Timor Leste (Kabupaten Belu dan Kabupaten Enrekang). BPPT telah berha-
sil membuat rancangan detil pembangkit listrik tenaga uap (PLTU) skala kecil
2x7 MW berbahan bakar batubara yang berlokasi di Kabupaten Musi Rawas,
Sumatera Selatan. KRT telah berhasil memfasilitasi proses difusi dan peman-
faatan teknologi hasil litbang LPNK-Ristek dalam pengembangan pembangkit
listrik tenaga hibrid (PLTH) Surya-Bayu-Diesel di Wini, Kabupaten Timor Tengah,
pembangkit listrik tenaga surya (PLTS) di Kabupaten Palangkaraya (Kalimantan
Tengah), dan pembangkit listrik tenaga air (PLTA)/mikrohidro di Kabupaten Lima
Puluh Kota (Sumatera Barat) dan Kabupaten Garut (Jawa Barat).
Pengembangan teknologi dan manajemen transportasi. LIPI telah berhasil
mendifusikan mobil listrik di beberapa rumah sakit di Indonesia seperti RS
Fatmawati, RS Persahabatan, RSUD Karawang, RSUD Makassar, RS Haji Surabaya,
RS Margono Purwokerto, RS Semarang, dan lain-lain.
Pengembangan teknologi informasi dan komunikasi. BPPT telah berhasil
mensosialisasikan dan mengembangkan sistem technical assistance
pengembangan e-government dengan menggandeng Kementerian Komunikasi
237
B
a
g
i
a
n

I
V
Evaluasi Lima Tahun Pelaksanaan RPJMN 2004-2009
dan Informasi untuk menggalang delapan paket aplikasi Sistem Informasi
Keuangan Daerah (SIMDA) di Gianyar, Sumbawa, Kuningan, Garut, Kota
Malang, Jambi, dan lain-lain. BPPT juga telah membantu Kabupaten Jembrana
mewujudkan Jimbarwana Network (JNET) yang menghubungkan seluruh satuan
kerja pemerintah daerah (badan, dinas, dan kantor), empat kantor kecamatan,
52 kantor kelurahan dan desa, kamera pemantau di beberapa lokasi strategis,
Jardiknas Jembrana (SD, SMP, SMA, dan SMK), serta pemanfaatan untuk
masyarakat. KRT telah berhasil memfasilitasi pengembangan dan penerapan
Sistem Pendeteksi Dini Tsunami (Tsunami Early Warning System (TEWS) atau
sering disebut buoy.
Pengembangan teknologi kesehatan dan obat. BATAN berhasil melakukan difusi
hasil litbang untuk penunjang diagnostik secara in-vivo untuk menilai fungsi aliran
dan nodul kelenjar limfa menggunakan kamera gamma dengan radiofarmaka
99
mTc Sulfur maupun nano-kolloid yang telah dilakukan di RS Gatot Subroto dan
RS Pusat Pertamina. Selain itu, BATAN juga telah berhasil mendifusikan hasil
litbang yang berupa bank jaringan untuk dimanfaatkan sebagai bahan implan
di lebih dari 50 rumah sakit di Indonesia antara lain RS Cipto Mangunkusumo,
RS Fatmawati, RS Siaga Raya, RS Jamil, RS Gigi dan Mulut Fakultas Kedokteran
Gigi Universitas Indonesia, RS Mitra Keluarga, RS Aini, RS Cicendo Bandung,
dan RS Muhammad Husin Palembang. BATAN juga memberikan jasa konsultasi
dan pelatihan pemakaian dan perawatan alat kesehatan/kedokteran dengan
penguasaan dan pengembangan teknologi dekontaminasi dan dekomisioning.
LIPI berhasil melakukan difusi hasil litbang berupa teknologi penghancur jarum
suntik, fototerapi UV-A/B dan insinerator.
3.3 Program Penguatan Kelembagaan Iptek
Penguatan kelembagaan iptek di perguruan tinggi, lembaga litbang, badan
usaha, dan lembaga penunjang telah mengalami kemajuan. Kuantitas dan
kualitas perguruan tinggi telah meningkat. Jumlah perguruan tinggi meningkat
signifikan sejak tahun 2005, sehingga tahun 2009 Indonesia memiliki 2.600
perguruan tinggi. Dari segi kualitas, perguruan tinggi yang masuk ke dalam
peringkat internasional juga meningkat dari tahun ke tahun. Pada tahun 2008,
berdasarkan Times Higher Education Universitas Indonesia, Institut Teknologi
Bandung, dan Universitas Gadjah Mada masing-masing berada pada peringkat
287, 315, dan 316. Selain itu, beberapa perguruan tinggi lain juga masuk dalam
peringkat bergengsi di tingkat internasional seperti Universitas Diponegoro,
Institut Pertanian Bogor, Universitas Airlangga, dan Universitas Brawijaya.
Lembaga litbang juga mengalami peningkatan. Secara umum, kualitas lembaga
litbang mengalami perbaikan. Berdasarkan World Rank Research Center yang
mengeluarkan daftar 2.000 lembaga litbang terbaik dunia, LIPI menduduki
peringkat ke-201. Dalam daftar tersebut LIPI merupakan yang terbaik di
Indonesia, bahkan di Asia Tenggara. Selain itu, terdapat dua lembaga penelitian
di Indonesia yang masuk dalam peringkat terbaik yaitu Center for International
Forest Research (Cifor), yang berada di peringkat ke-425, dan Badan Penelitian
dan Pengembangan Kementerian Pertanian yang berada di peringkat ke-771.
Selain itu, Lembaga Biologi Molekuler Eijkman telah ditetapkan oleh World Health
Organization (WHO) sebagai institusi/laboratorium untuk mengkonfirmasi
diagnosis flu burung dan menjadi rujukan dunia mengenai virus H1N1, sehingga
238
B
a
g
i
a
n

I
V
MEMELIHARA MOMENTUM PERUBAHAN
lembaga ini telah menjadi lembaga
riset kelas dunia dalam bidang biologi
molekuler.
Untuk menjembatani lembaga penghasil
dan pengguna iptek, dalam kurun
waktu 2005-2009 Pemerintah telah
mengembangkan berbagai lembaga
intermediasi. Beberapa lembaga yang
berfungsi sebagai lembaga intermediasi
saat ini antara lain: Business Innovation
Center (BIC), Business Technology Center
(BTC), dan beberapa unit kerja yang ada
di lembaga litbang seperti: Pusat Inovasi
LIPI, Pusat Kemitraan Nuklir BATAN, BPPT
Enjinering, dan Balai Inkubator Teknologi
BPPT.
KRT telah melakukan pembenahan
organisasi dan kelembagaan untuk
meningkatkan kinerja kelembagaan. Hal ini ditandai dengan beberapa langkah
yang bersifat fundamental antara lain: memisahkan jabatan antara Menteri
Negara Riset dan Teknologi dengan Kepala BPPT; mengoptimalkan peran Dewan
Riset Nasional (DRN); mendorong terbentuknya Dewan Riset Daerah (DRD);
dan memfasilitasi peningkatan kompetensi lembaga litbang daerah. Selain itu,
untuk meningkatkan kompetensi LPNK-Ristek Pemerintah telah melakukan
upaya untuk melengkapi dan memodernisasi peralatan riset 35 laboratorium di
Kawasan Puspitek Serpong.
Selanjutnya, Pemerintah telah mengeluarkan empat PP yang merupakan
landasan operasional pembangunan iptek sebagai turunan dari UU Nomor
18 Tahun 2002 tentang Sistem Nasional Penelitian, Pengembangan, dan
Penerapan Ilmu Pengetahuan dan Teknologi. PP tersebut adalah: (1) PP
Nomor 20 Tahun 2005 tentang Alih Teknologi Kekayaan Intelektual serta Hasil
Penelitian dan Pengembangan oleh Perguruan Tinggi dan Lembaga Litbang;
(2) PP Nomor 41 Tahun 2006 tentang Perizinan Melakukan Kegiatan Penelitian
dan Pengembangan bagi Perguruan Tinggi Asing, Lembaga Penelitian dan
Pengembangan Asing, Badan Usaha Asing, dan Orang Asing; (3) PP Nomor 35
Tahun 2007 tentang Pengalokasian Sebagian Pendapatan Badan Usaha untuk
Peningkatan Kemampuan Perekayasaan, Inovasi, dan Difusi Teknologi; dan (4)
PP Nomor 48 Tahun 2009 tentang Perizinan Pelaksanaan Kegiatan Penelitian,
Pengembangan, dan Penerapan Ilmu Pengetahuan dan Teknologi yang Berisiko
Tinggi dan Berbahaya.
Terkait dengan bidang fokus pengembangan teknologi informasi dan komunikasi,
KRT telah berhasil mendorong gerakan menuju kemandirian perangkat lunak
atau membuat sendiri perangkat lunak berbasiskan open source, yang dinamakan
IGOS. Berbagai dokumen panduan telah disusun untuk memberikan informasi
yang dibutuhkan oleh masyarakat antara lain: Dokumen Pendayagunaan Open
Source Software, Panduan Penelitian Open Source Software, Direktori Open
Source Indonesia, Panduan Penggunaan Open Source Software di Instansi
239
B
a
g
i
a
n

I
V
Evaluasi Lima Tahun Pelaksanaan RPJMN 2004-2009
Pemerintah dan Panduan JENI (Java Education Network Indonesia). Selain itu,
KRT telah melaksanakan tsunami drill secara nasional di tujuh lokasi yaitu:
Padang (2005), Bali (2006), Banten (2007), Manado (2008), Gorontalo (2008),
Banda Aceh (2008), dan Bantul (2008) dalam upaya pengembangan budaya
dalam TEWS.
3.4 Program Peningkatan Kapasitas Iptek Sistem
Produksi
Penciptaan dan pemanfaatan sumber energi baru dan terbarukan. KRT
telah berhasil memfasilitasi pengembangan pabrik pemeras biji jarak pagar di
Kabupaten Ogan Komering Ulu Timur (OKUT) yang terintegrasi untuk mem-
bangun kawasan energi mandiri dengan memanfaatkan teknologi hasil litbang
LPND-Ristek. KRT telah berhasil memfasilitasi pengembangan pabrik bioeta-
nol di Lebak, Banten yang merupakan kegiatan lintas instansi antara KRT, BPPT,
PT Pasadena Engineering Indonesia, dan Pemerintah Kabupaten Lebak dalam
pengembangan dan pemanfaatan energi terbarukan untuk menunjang keterse-
diaan bahan bakar bio-premium.
Pengembangan teknologi dan manajemen transportasi. KRT melalui Program
RUSNAS menjadi fasilitator dalam penelitian, pengembangan dan rancang ban-
gun mesin dengan kapasitas 500 cc. Mesin yang dihasilkan telah diaplikasikan di
kapal nelayan, mesin las, mobil mini perkotaan, dan peralatan serbaguna untuk
kepentingan pertanian. Dua buah jenis prototipe yang dihasilkan menggunakan
sistem karburator dan electronic fuel injection (EFI).
Pengembangan teknologi informasi dan komunikasi. KRT telah berhasil
memfasilitasi peningkatan kemampuan industri nasional untuk menghasilkan
WiMAX yang merupakan sistem komunikasi generasi modern dengan frekuensi
2,3 GHz dan 3,3 GHz. KRT telah mampu mengembangkan rangkaian penerima
chip WiMAX dan rangkaian ini telah diluncurkan pada 2 Mei 2009 di Puspitek
Serpong dengan nama WiMAX Anak Bangsa.
Pengembangan teknologi pertahanan dan keamanan. Mobile shooting
range hasil rekayasa dan desain BPPT telah diproduksi oleh PT PINDAD untuk
mendukung kebutuhan operasional latihan menembak anggota POLRI. Struktur
dan material Kapal Patroli Cepat 14 M hasil rekayasa BPPT yang disainnya
sudah memperoleh HaKI Disain Industri telah diproduksi dan digunakan oleh
POLRI, Kementerian Kelautan dan Perikanan, Direktorat Jenderal Bea dan Cukai
Kementerian Keuangan, pemerintah daerah, dan swasta. Granat tangan ledakan
air mata yang dikembangkan bersama antara Divisi Litbang POLRI, BPPT dan LIPI
telah diproduksi oleh PT PINDAD.
Pengembangan teknologi kesehatan dan obat. BPPT telah menyusun kaidah good
agricultural practices (GAP) untuk peningkatan teknologi sistem produksi bahan
baku farmasi dan obat bahan alam antara lain pengembangan teknologi ekstraksi
untuk produksi obat alami dan penerapan teknologi budidaya tanaman obat.
240
B
a
g
i
a
n

I
V
MEMELIHARA MOMENTUM PERUBAHAN
T
a
b
e
l

4
.
8
.
1

S
a
s
a
r
a
n

d
a
n

P
e
n
c
a
p
a
i
a
n

P
e
n
i
n
g
k
a
t
a
n

K
e
m
a
m
p
u
a
n

I
p
t
e
k
,

T
a
h
u
n

2
0
0
4
-
2
0
0
9
241
B
a
g
i
a
n

I
V
Evaluasi Lima Tahun Pelaksanaan RPJMN 2004-2009
L
a
n
j
u
t
a
n

T
a
b
e
l

4
.
8
.
1
242
B
a
g
i
a
n

I
V
MEMELIHARA MOMENTUM PERUBAHAN
L
a
n
j
u
t
a
n

T
a
b
e
l

4
.
8
.
1
243
B
a
g
i
a
n

I
V
Evaluasi Lima Tahun Pelaksanaan RPJMN 2004-2009
-

T
e
r
w
u
j
u
d
n
y
a

p
e
n
i
n
g
k
a
t
a
n

k
u
a
l
i
t
a
s
/
r
e
p
u
t
a
s
i

s
a
t
u
a
n

k
e
r
j
a

L
I
P
I

s
e
c
a
r
a

l
i
n
t
a
s

3
.
3

T
e
r
s
e
d
i
a
n
y
a

m
o
d
e
l
-
m
o
d
e
l

p
e
n
g
e
l
o
l
a
a
n

d
a
n

p
e
n
d
a
y
a
g
u
n
a
a
n

s
u
m
b
e
r

d
a
y
a

s
e
c
a
r
a

b
e
r
k
e
l
a
n
j
u
t
a
n
9

-

T
e
r
a
d
o
p
s
i
n
y
a

m
o
d
e
l

p
e
n
g
e
l
o
l
a
a
n

S
D
A

-

M
e
n
i
n
g
k
a
t
n
y
a

k
e
m
a
m
p
u
a
n

m
e
n
y
i
m
p
a
n

d
a
n

m
e
m
e
l
i
h
a
r
a

S
D
A

s
e
r
t
a

p
e
m
a
n
f
a
a
t
a
n
n
y
a


-

M
e
n
i
n
g
k
a
t
n
y
a

k
e
s
a
d
a
r
a
n

m
a
s
y
a
r
a
k
a
t

d
a
l
a
m

p
e
n
g
e
l
o
l
a
a
n

t
e
r
u
m
b
u

k
a
r
a
n
g

d
i

d
a
e
r
a
h

p
e
s
i
s
i
r

-

T
e
r
w
u
j
u
d
n
y
a

k
o
n
s
e
p

p
e
n
g
e
l
o
l
a
a
n

l
i
n
g
k
u
n
g
a
n

b
e
r
b
a
s
i
s

i
p
t
e
k

k
e
b
u
m
i
a
n

P
e
r
s
e
n
2
7
,
5
3
3
,
3
4
6

7
7

9
9
,
3
3
.
4

M
e
n
i
n
g
k
a
t
n
y
a

k
e
t
e
r
s
e
d
i
a
a
n

d
a
n

d
a
y
a

g
u
n
a

s
u
m
b
e
r

d
a
y
a

i
p
t
e
k

d
i

L
A
P
A
N


J
u
m
l
a
h

a
r
s
i
p

d
a
t
a

p
e
n
g
i
n
d
e
r
a
a
n

j
a
u
h

w
i
l
a
y
a
h

I
n
d
o
n
e
s
i
a

u
n
t
u
k

m
e
n
d
u
k
u
n
g

p
e
m
b
a
n
g
u
n
a
n

e
k
o
n
o
m
i

d
a
n

p
e
r
l
i
n
d
u
n
g
a
n

l
i
n
g
k
u
n
g
a
n
1
1

S
c
e
n
e
/

p
a
k
e
t

d
a
t
a

6
6
4
8
0
0
9
1
3

1
.
4
8
0
1
3
6
4
0
I
n
f
o
r
m
a
s
i

s
p
a
s
i
a
l

d
i
n
a
m
i
s

l
i
n
g
k
u
n
g
a
n

d
a
n

c
u
a
c
a

u
n
t
u
k

m
i

g
a
s
i

b
e
n
c
a
n
a

d
a
n

p
e
n
g
e
l
o
l
a
a
n

s
u
m
b
e
r

d
a
y
a

l
a
h
a
n
1
1

I
n
f
o
r
m
a
s
i
3
6
5
3
6
5
3
7
7

3
6
6
3
6
5
L
a
n
j
u
t
a
n

T
a
b
e
l

4
.
8
.
1
244
B
a
g
i
a
n

I
V
MEMELIHARA MOMENTUM PERUBAHAN
P
N
B
P

(
P
e
n
e
r
i
m
a
a
n

N
e
g
a
r
a

B
u
k
a
n

P
a
j
a
k
)

1
1

R
p

m
i
l
i
a
r
1
,
1
2

1
,
1
3

1
,
5
4


1
,
6
5

8
,
5
8

I
n
s
t
a
n
s
i

p
e
n
g
g
u
n
a

d
a
t
a
/
i
n
f
o
r
m
a
s
i
1
1

I
n
s
t
a
n
s
i
/
P
e
m
d
a

6
6
7

2
7

8
6
P
e
l
a
y
a
n
a
n

i
n
f
o
r
m
a
s
i

a
t
m
o
s
f
e
r

I
n
d
o
n
e
s
i
a
,

a
k

t
a
s

m
a
t
a
h
a
r
i
,

c
u
a
c
a

a
n
t
a
r
i
k
s
a
,

f
e
n
o
m
e
n
a

a
n
t
a
r
i
k
s
a
,

d
a
n

d
a
m
p
a
k

t
e
r
h
a
d
a
p

b
u
m
i
1
1

I
n
f
o
r
m
a
s
i

/

m
a
k
a
l
a
h

1
8
8
4

4
5
0
4
4
7
P
e
n
g
g
u
n
a

i
n
f
o
r
m
a
s
i

l
i
n
g
k
u
n
g
a
n

a
t
m
o
s
f
e
r

I
n
d
o
n
e
s
i
a

d
a
n

s
i
r
k
u
l
a
s
i

a
t
m
o
s
f
e
r

g
l
o
b
a
l
,

a
k

v
i
t
a
s

m
a
t
a
h
a
r
i
,

d
a
n

d
a
m
p
a
k
n
y
a

I
n
s
t
a
n
s
i
/
p
e
m
d
a

3
4
4

1
3

1
4
P
e
n
g
g
u
n
a

I
n
s
t
r
u
m
e
n
t
a
s
i
/
s
p
i
n
-
o


t
e
k
n
o
l
o
g
i

d
i
r
g
a
n
t
a
r
a

(
a
n
t
a
r
a

l
a
i
n

S
K
E
A
,

a
l
a
t

u
k
u
r

p
o
t
e
n
s
i

a
n
g
i
n
,

a
l
a
t

p
e
m
a
n
t
a
u

p
a
s
a
n
g

s
u
r
u
t
,

A
W
S
)

b
u
a
t
a
n

L
A
P
A
N

I
n
s
t
a
n
s
i
/
p
e
m
d
a

3
6
7

2
9

1
7
3
.
5

P
e
n
g
a
w
a
s
a
n

t
e
r
h
a
d
a
p

i
n
t
r
o
d
u
k
s
i

P
L
T
N

d
i

I
n
d
o
n
e
s
i
a

T
e
r
s
e
d
i
a
n
y
a

p
e
r
a
t
u
r
a
n
,

k
e
t
e
n
t
u
a
n

d
a
n

p
e
d
o
m
a
n

u
n
t
u
k

p
e
m
b
a
n
g
u
n
a
n

d
a
n

p
e
n
g
o
p
e
r
a
s
i
a
n

P
L
T
N
1
2

P
e
r
k
a
2
1
4

-

1
P
e
d
o
m
a
n
3
5
1

2

-
T
e
r
s
e
d
i
a
n
y
a

k
a
j
i
a
n

s
i
s
t
e
m

p
e
n
g
a
w
a
s
a
n

P
L
T
N

u
n
t
u
k

p
e
m
b
a
n
g
u
n
a
n

d
a
n

p
e
n
g
o
p
e
r
a
s
i
a
n

P
L
T
N
1
2

H
a
s
i
l

k
a
j
i
a
n
2
4
1

5

2
T
e
r
s
e
d
i
a
n
y
a

s
i
s
t
e
m

p
e
r
i
z
i
n
a
n

u
n
t
u
k

p
e
m
b
a
n
g
u
n
a
n

d
a
n

p
e
n
g
o
p
e
r
a
s
i
a
n

P
L
T
N
1
2

D
o
k
u
m
e
n
-
1
1

2

3
T
e
r
s
e
d
i
a
n
y
a

s
i
s
t
e
m

i
n
s
p
e
k
s
i

u
n
t
u
k

p
e
m
b
a
n
g
u
n
a
n

d
a
n

p
e
n
g
o
p
e
r
a
s
i
a
n

P
L
T
N
1
2

D
o
k
u
m
e
n
-
1
1

2

1
3
.
6

P
e
n
i
n
g
k
a
t
a
n

s
i
s
t
e
m

p
e
n
g
a
w
a
s
a
n

t
e
r
h
a
d
a
p

k
e
s
e
l
a
m
a
t
a
n

r
a
d
i
o
l
o
g
i
k

d
a
n

k
e
a
m
a
n
a
n

s
u
m
b
e
r

r
a
d
i
o
a
k

f

T
e
r
s
e
d
i
a
n
y
a

p
e
r
a
t
u
r
a
n
,

k
e
t
e
n
t
u
a
n
,

d
a
n

p
e
d
o
m
a
n

k
e
s
e
l
a
m
a
t
a
n

r
a
d
i
o
l
o
g
i
k

d
a
n

k
e
a
m
a
n
a
n

s
u
m
b
e
r

r
a
d
i
o
a
k

f

p
a
d
a

f
a
s
i
l
i
t
a
s

k
e
s
e
h
a
t
a
n
,

i
n
d
u
s
t
r
i
,

d
a
n

p
e
n
e
l
i

a
n
1
2

P
e
r
k
a
9
3
9

4

1
R
P
P
3
2
-

-

3
T
e
r
s
e
d
i
a
n
y
a

s
i
s
t
e
m

p
e
r
i
z
i
n
a
n

u
n
t
u
k

k
e
s
e
l
a
m
a
t
a
n

r
a
d
i
o
l
o
g
i
k

d
a
n

k
e
a
m
a
n
a
n

s
u
m
b
e
r

r
a
d
i
o
a
k

f

p
a
d
a

f
a
s
i
l
i
t
a
s

k
e
s
e
h
a
t
a
n
,

i
n
d
u
s
t
r
i
,

d
a
n

p
e
n
e
l
i

a
n
1
2

J
u
m
l
a
h

i
z
i
n
4
.
1
0
9
4
.
8
5
6
5
.
7
6
9

5
.
5
8
7
6
.
5
3
0
L
a
n
j
u
t
a
n

T
a
b
e
l

4
.
8
.
1
245
B
a
g
i
a
n

I
V
Evaluasi Lima Tahun Pelaksanaan RPJMN 2004-2009
L
a
n
j
u
t
a
n

T
a
b
e
l

4
.
8
.
1
246
B
a
g
i
a
n

I
V
MEMELIHARA MOMENTUM PERUBAHAN
S
u
m
b
e
r
:

1

S
C
O
P
U
S

(
2
0
0
9
)
;


2

D
i
e
k
t
o
r
a
t

J
e
n
d
e
r
a
l

H
a
K
I

(
2
0
0
9
)
;

3

U
S
P
T
O

(
2
0
0
8
/
2
0
0
9
)
;


4

B
K
N

(
2
0
0
9
)
;

5

D
J
A

(
2
0
0
5
,

2
0
0
6
,

2
0
0
7
,

2
0
0
8
,

2
0
0
9
)
;

6

W
E
F

(
2
0
0
8
)
,

K
A
M

(
2
0
0
9
)
;

7

K
R
T

(
2
0
0
9
)
;

8

B
S
N

(
2
0
0
9
)
;

9

L
I
P
I

(
2
0
1
0
)
;


1
0
B
A
T
A
N

(
2
0
1
0
)
;

1
1
L
A
P
A
N

(
2
0
1
0
)
;


1
2
B
A
P
E
T
E
N

(
2
0
1
2
)
.
L
a
n
j
u
t
a
n

T
a
b
e
l

4
.
8
.
1
247
B
a
g
i
a
n

I
V
Evaluasi Lima Tahun Pelaksanaan RPJMN 2004-2009
Sumber:

1
SCOPUS (2009);
2
Diektorat Jenderal HaKI
(2009);
3
USPTO (2008/2009);
4
BKN (2009);
5
DJA (2005, 2006, 2007,
2008, 2009);

6
WEF (2008), KAM
(2009);
7
KRT (2009); 8 BSN
(2009);
9
LIPI (2010);
10
BATAN (2010);
11
LAPAN (2010);
12
BAPETEN (2012).
Bab 4.9
Perbaikan Iklim Ketenagakerjaan
I. Pengantar
H
akikat pembangunan nasional adalah mewujudkan manusia Indonesia
seutuhnya yang dirasakan secara merata dan dapat meningkatkan taraf
hidup masyarakat. Taraf kehidupan yang lebih baik dapat dicapai dengan
pemenuhan kebutuhan pangan, sandang, papan, terciptanya rasa aman dan
terjaminnya hak asasi manusia, termasuk hak untuk memperoleh pekerjaan.
Lapangan kerja yang diharapkan banyak tersedia adalah lapangan kerja layak
yang dapat mendorong peningkatan taraf kehidupan masyarakat. Peningkatan
iklim investasi, yang salah satu elemen penunjangnya adalah perbaikan iklim
ketenagakerjaan, merupakan salah satu upaya untuk mendorong terciptanya
kesempatan kerja dengan produktivitas tinggi.
B
a
g
i
a
n

I
V
B
a
g
i
a
n

I
V
B
a
g
i
a
n

I
V
248
B
a
g
i
a
n

I
V
MEMELIHARA MOMENTUM PERUBAHAN
II. Pencapaian Prioritas
2.1 Gambaran Pencapaian
Prioritas perbaikan iklim ketenagakerjaan menempatkan menurunnya tingkat
pengangguran terbuka menjadi 5,1 persen pada akhir tahun 2009 sebagai
sasaran prioritas RPJMN 2004-2009.
2.2 Evaluasi Pencapaian
Sasaran pembangunan ketenagakerjaan yang hendak dicapai pada akhir 2009
seperti dituangkan dalam RPJMN 2004-2009 adalah menurunnya tingkat
pengangguran terbuka (TPT) menjadi 5,1 persen. Untuk menurunkan TPT
menjadi 5,1 persen, perekonomian diharapkan dapat tumbuh rata-rata 6,6
persen. Sasaran ini dapat dikatakan tidak tercapai karena sampai Agustus
2009, TPT masih sebesar
7,87 persen dengan per-
tumbuhan ekonomi rata-
rata 5,3 persen. Namun,
pemerintah telah berupaya
mengeluarkan kebijakan
dan program-program
untuk dapat mendorong
penciptaan kesempatan
kerja. Upaya yang telah
dicapai dalam lima tahun
pelak sanaan RPJMN me-
nunjukkan kemajuan yang
berarti (Gambar 4.9.2).
No. Sasaran Indikator Satuan
Pencapaian
2005 2006 2007 2008 2009
1 Menurunnya ngkat
pengangguran terbuka
menjadi 5,1 persen pada
akhir 2009
Tingkat
pengangguran
terbuka
Persen 11,24 10,28 9,11 8,39 7,87
Tabel 4.9.1
Sasaran dan Pencapaian
Perbaikan Iklim
Ketenagakerjaan, Tahun
20052009
Sumber:
RPJMN 2004-2009 dan
Sakernas-BPS, 20052009.
10.25 10.93 10.01
9.39 8.96
113.83
111.95 109.94
106.39
105.86
103.97
93.72
93.96
95.46 99.93
102.55
104.87
11.90
7.87%
8.39%
9.11%
10.28%
11.24%
9.86%
Sasaran
TPT 5,1%
0
20
40
60
80
100
120
2004 2005 2006 2007 2008 2009
J
u
m
l
a
h

(
o
r
a
n
g

j
u
t
a
)
0%
2%
4%
6%
8%
10%
12%
T
P
T

(
%
)
Angkatan Kerja Bekerja
Pengangguran Terbuka TPT (%)
Sasaran RPJMN
Gambar 4.9.1
Angkatan Kerja, Bekerja dan
Pengangguran Terbuka,
Tahun 20042009

Sumber:
Sakernas-BPS, 2004-2009.
249
B
a
g
i
a
n

I
V
Evaluasi Lima Tahun Pelaksanaan RPJMN 2004-2009
Meskipun secara umum TPT telah berhasil diturunkan, sebagian besar lapangan
kerja yang tercipta masih didominasi oleh lapangan kerja informal. Dalam periode
2004-2009, lapangan kerja formal bertambah sebesar 3,71 juta sementara lapangan
kerja informal bertambah 7,43 juta orang. Hal ini menunjukkan bahwa sebagian
besar tenaga kerja masih berada di lapangan kerja dengan perlindungan sosial
yang kurang memadai. Jika dilihat dari sisi produktivitas, persentase pekerja yang
kurang produktif --yang ditunjukkan dengan jumlah setengah penganggur terutama
setengah penganggur terpaksa-- cenderung meningkat dari tahun ke tahun.
Dari sisi kerangka kebijakan, Pemerintah telah melakukan berbagai upaya untuk
menciptakan kesempatan kerja seluas-luasnya, terutama lapangan kerja yang
produktif dan dapat memberi perlindungan sosial. Pemerintah terus berupaya
untuk meningkatkan iklim investasi, mengingat peningkatan investasi penting
untuk mendorong pertumbuhan yang kemudian dapat menyerap tenaga kerja.
Kebijakan untuk meningkatkan iklim investasi antara lain tertuang dalam tiga
Inpres yaitu Inpres Nomor 3 Tahun 2006 tentang Paket Kebijakan Perbaikan
Iklim Investasi, Inpres Nomor 6 Tahun 2007 tentang Kebijakan Percepatan


0,00
2,00
4,00
6,00
8,00
1 0,00
1 2,00
1 4,00
1 6,00
1 8,00
P
e
r
t
a
n
ia
n
I
n
d
u
s
t
r
i p
e
n
g
o
la
h
a
n
B
a
n
g
u
n
a
n
P
e
r
d
a
g
a
n
g
a
n

b
e
s
a
r
A
n
g
k
u
t
a
n
K
e
u
a
n
g
a
n
J
a
s
a

n
L
a
in
n
y
a
Lapangan Pekerjaan Utama
P
e
r
s
e
n
0,00
0,50
1 ,00
1 ,50
2,00
2,50
E
l
a
s
t
i
s
i
t
a
s
Pertumbuhan E konomi 2005- 2009 Pertumbuhan Kesempatan Kerja 2005- 2009
E lastisitas Kesempatan Kerja 2005- 2009
k
e
m
a
s
y
a
r
a
k
a
ta
Gambar 4.9.2.
Pertumbuhan Ekonomi,
Kesempatan Kerja, dan
Elastisitas Kesempatan Kerja
Sumber:
BPS, 2005-2009 dan
Bappenas, 2005-2009.

0
5
10
15
20
25
30
35
Berusaha dibantu
dengan buruh tetap
Buruh/karyawan Berusaha sendiri Berusaha dibantu
buruh tidak tetap
Pekerja bebas Pekerja tak dibayar
l a m r o f n I l a m r o F
(
j
u
t
a

o
r
a
n
g
)
2,64
2,66
2,68
2,70
2,72
2,74
2,76
2,78
2,80
2,82
2,84
(
p
e
r
s
e
n
)
Pekerja Nop-05 Pekerja Agust-09 Pertumbuhan 2005-2009
Gambar 4.9.3
Penduduk Usia 15 Tahun ke
Atas yang Bekerja
Menurut Status Pekerjaan
Utama (juta orang)
Sumber:
Sakernas-BPS, November
2005 dan Agustus 2009.
250
B
a
g
i
a
n

I
V
MEMELIHARA MOMENTUM PERUBAHAN
Pengembangan Sektor Riil dan Pemberdayaan Usaha Mikro, Kecil dan
Menengah, dan Inpres Nomor 5 Tahun 2008 tentang Fokus Program Ekonomi
Tahun 2008-2009 yang merupakan kelanjutan dari Inpres Nomor 6 Tahun 2007.
Pemerintah juga telah mengeluarkan Peraturan Presiden Nomor 18 Tahun 2008
tentang Kebijakan Industri Nasional untuk mendukung terciptanya investasi di
industri manufaktur khususnya industri padat pekerja. Dengan adanya upaya
peningkatan iklim investasi yang telah berjalan baik ini maka lapangan kerja
yang tercipta melalui investasi, baik investasi asing maupun dalam negeri, antara
tahun 2005-September 2009 mencapai sekitar 1,37 juta orang atau 42,03 persen
dari jumlah penyerapan tenaga kerja formal.
Krisis keuangan dunia pada akhir tahun 2008 menimbulkan terjadinya penurunan
permintaan akan ekspor Indonesia. Hal ini mengakibatkan banyak perusahaan,
terutama perusahaan yang melakukan kegiatan ekspor, mengurangi biaya dengan
mengurangi tenaga kerjanya dan melakukan pemutusan hubungan kerja (PHK).
Untuk mengantisipasi PHK, pada bulan Oktober 2008 Pemerintah mengeluarkan
Peraturan Bersama Empat Menteri tentang Pemeliharaan Momentum
Pertumbuhan Ekonomi Nasional dalam Mengantisipasi Perkembangan
Perekonomian Global. Peraturan bersama ini bertujuan untuk menjaga supaya
tidak terjadi PHK massal dengan antara lain: mendorong penyelesaian masalah
ketenagakerjaan melalui mekanisme bipartit, mendorong efisiensi proses
produksi, optimalisasi kapasitas produksi dan daya saing produk industri, serta
meningkatkan pasar bagi produk Indonesia di dalam dan luar negeri. Pemerintah
telah berhasil mengantisipasi dengan baik dampak krisis keuangan dunia. Hal ini
antara lain ditandai dengan tidak adanya ledakan jumlah orang yang mengalami
PHK karena krisis. Selama periode akhir 2008-2009, PHK yang terjadi akibat krisis
keuangan dunia hanya sekitar 68.000 orang. PHK yang banyak terjadi antara lain
di industri tekstil/garmen, alas kaki, otomotif, pengolahan sawit, kayu, karet, dan
industri kertas.
Selain mencegah terjadinya PHK massal, Pemerintah juga melaksanakan Program
Stimulus Fiskal 2009 untuk menghadapi dampak krisis keuangan dunia. Program
Stimulus Fiskal bertujuan untuk meningkatkan daya serap tenaga kerja terutama
untuk tenaga kerja yang terkena PHK, meningkatkan daya beli masyarakat dan
mempertahankan daya saing dan daya tahan usaha. Dana stimulus fiskal ini
0
50.000
100.000
150.000
200.000
250.000
300.000
2005 2006 2007 2008 Sept 2009
J
u
m
l
a
h

O
r
a
n
g
0
5
10
15
20
25
30
N
i
l
a
i

R
e
a
l
i
s
a
s
i
Jumlah Penyerapan Tenaga Kerja PMA Jumlah Penyerapan Tenaga Kerja PMDN
Nilai Realisasi PMA Nilai Realisasi PMDN
Gambar 4.9.4
Nilai Realisasi dan
Penyerapan Tenaga Kerja
Investasi PMA dan PMDN,
Tahun 2005-2009
Sumber:
BKPM, 2005-2009.
251
B
a
g
i
a
n

I
V
Evaluasi Lima Tahun Pelaksanaan RPJMN 2004-2009
antara lain dialokasikan untuk pembangunan infrastruktur, penjaminan kredit
usaha rakyat (KUR), pelatihan, dan subsidi. Sampai akhir tahun 2009, Program
Stimulus Fiskal tersebut telah berhasil memberi peluang pekerjaan, pelatihan,
dan meningkatkan usaha untuk lebih dari 1 juta orang.
Angkatan kerja Indonesia masih didominasi oleh mereka yang berpendidikan
rendah, namun baik jumlah maupun persentasenya menunjukkan perbaikan.
Pada tahun 2009 persentase tenaga kerja yang berpendidikan SD ke bawah
mencapai 52,65 persen, menurun dari 56,52 persen pada tahun 2004. Penurunan
yang relatif kecil mengakibatkan masih banyaknya angkatan kerja yang
produktivitasnya rendah. Pembenahan sistem pelatihan kerja nasional secara
komprehensif yang di dalamnya termasuk pengembangan standar kompetensi,
sertifikasi kompetensi, dan pelaksanaan pelatihan berbasis kompetensi telah
menjadi prioritas Pemerintah untuk meningkatkan kualitas tenaga kerja.
III. Keberhasilan
RPJMN 2004-2009 menggariskan enam kebijakan untuk menciptakan lapangan
kerja formal dan meningkatkan produktivitas pekerja yaitu: (1) menciptakan
fleksibilitas pasar kerja; (2) menciptakan kesempatan kerja melalui investasi;
SD ke bawah
SMP SMU Umum
SMU Kejuruan
Diploma Universitas
-15%
-10%
0%
10%
T
P
T

(
%
)
15%
20%
25%
Nop 2005 Agust 2006 Agust 2007 Agust 2008 Agust 2009
SD ke bawah
SMP
SMU Umum
SMU Kejuruan
Diploma
Universitas
Perubahan
2005-2009
Gambar 4.9.5.
TPT Menurut Tingkat
Pendidikan dan
Perubahan TPT,
Tahun 2005-2009
Sumber:
Sakernas-BPS, 2005-2009.
252
B
a
g
i
a
n

I
V
MEMELIHARA MOMENTUM PERUBAHAN
(3) meningkatkan kualitas sumber daya manusia; (4) memperbarui program-
program perluasan kesempatan kerja yang dilakukan oleh Pemerintah; (5)
memperbaiki berbagai kebijakan yang berkaitan dengan migrasi tenaga kerja,
baik migrasi internal maupun eksternal; dan (6) menyempurnakan kebijakan
program pendukung pasar kerja. Pelaksanaan kebijakan-kebijakan tersebut
dijabarkan dalam tiga program ketenagakerjaan yaitu: Program Perluasan
dan Pengembangan Kesempatan Kerja, Program Peningkatan Kualitas dan
Produktivitas Tenaga Kerja, dan Program Perlindungan dan Pengembangan
Lembaga Tenaga Kerja. Dari ketiga program tersebut, Program Perluasan dan
Pengembangan Kesempatan Kerja dan Program Peningkatan Kualitas dan
Produktivitas Tenaga Kerja merupakan program yang paling banyak menentukan
pencapaian sasaran perbaikan iklim ketenagakerjaan.
3.1 Program Perluasan dan Pengembangan
Kesempatan Kerja
Program ini bertujuan untuk meningkatkan kesempatan kerja produktif serta
mendorong mobilitas tenaga kerja dalam rangka mengurangi penganggur dan
setengah penganggur baik di perdesaan maupun di perkotaan.
Terkait dengan kebijakan untuk menciptakan fleksibilitas pasar kerja, Pemerintah
telah berupaya untuk menyempurnakan berbagai peraturan ketenagakerjaan.
Pada tahun 2006 Pemerintah mulai mengupayakan penyempurnaan UU Nomor
13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan sebagai salah satu amanat dari pelak-
sanaan Inpres Nomor 3 Tahun 2006 tentang Paket Kebijakan Perbaikan Iklim
Investasi. Penyempurnaan UU tersebut terutama meliputi: ketentuan mengenai
pemutusan hubungan kerja, pesangon dan hak-hak pekerja/buruh lainnya; per-
janjian kerja bersama; ketentuan mengenai pengupahan; perjanjian kerja waktu
tertentu (PKWT); penyerahan sebagian pekerjaan kepada pihak lain (outsourc-
ing); ijin mempekerjakan tenaga kerja asing (TKA); dan ketentuan mengenai
istirahat panjang. Penyempurnaan ini mutlak diperlukan karena berdasarkan
berbagai studi yang telah dilakukan beberapa ketentuan dalam UU Nomor 13
Tahun 2003 tersebut telah menyebabkan timbulnya kekakuan di pasar kerja.
Namun dalam pelaksanaannya penyempurnaan UU Ketenagakerjaan ini masih
253
B
a
g
i
a
n

I
V
Evaluasi Lima Tahun Pelaksanaan RPJMN 2004-2009
terkendala akibat tingginya resistensi dari pihak serikat pekerja/buruh dan ma-
syarakat secara umum, sehingga sempat menimbulkan gejolak. Penolakan terse-
but terutama terhadap ketentuan yang terkait dengan pesangon, padahal keten-
tuan pesangon dalam UU tersebut sangat memberatkan dunia usaha. Sebagai
konsekuensinya, dunia usaha banyak yang memilih memperkerjakan pekerja
dengan sistem kontrak yang tidak memerlukan pemberian kompensasi dalam
pemberhentian pekerja. Ketentuan lain yang perlu penyempurnaan adalah men-
genai penentuan upah minimum. Upaya mengaitkan upah dengan produktivi-
tas untuk meningkatkan nilai tambah bagi perusahaan juga masih terkendala.
Ketentuan lain yang perlu diperbaiki dalam UU Ketenagakerjaan adalah keten-
tuan mengenai outsourcing. Rendahnya pemahaman mengenai outsourcing
menimbulkan resistensi karena outsourcing diartikan sebagai upaya yang tidak
pro-pekerja/buruh.
Untuk mengatasi gejolak ini maka Presiden menugaskan lima perguruan tinggi
untuk mempelajari kembali UU Ketenagakerjaan untuk menemukenali dampak
dari penerapannya serta merekomendasikan perlu tidaknya penyempurnaan UU
tersebut. Hasil kajian kelima perguruan tinggi merekomendasikan bahwa UU
Ketenagakerjaan memang perlu disempurnakan untuk menciptakan pasar kerja
yang lebih fleksibel sehingga kesempatan kerja dapat tercipta seluas-luasnya.
Namun, sampai saat ini UU Nomor 13 Tahun 2003 belum disempurnakan. Sebagai
alternatif, Pemerintah berupaya untuk menerbitkan peraturan pemerintah
pendukung UU Ketenagakerjaan yang lebih dapat memberikan fleksibilitas pada
pasar kerja terutama yang terkait dengan pengaturan upah dan pesangon. Pada
pelaksanaannya, hal ini juga mendapat tentangan dari pihak serikat pekerja
sehingga sampai saat ini peraturan pemerintah tersebut belum ditetapkan.
RPJMN 2004-2009 juga mengamanatkan penyusunan berbagai aturan
pelaksanaan UU Nomor 39 Tahun 2004 tentang Penempatan dan Perlindungan
Tenaga Kerja Indonesia di Luar Negeri. Enam PP perlu ditetapkan sebagai amanat
UU Nomor 39 Tahun 2004 tersebut. Seluruh PP amanat UU tersebut masih dalam
pembahasan, sehingga belum ada yang diterbitkan. Satu peraturan presiden
yang menjadi amanat UU telah diterbitkan yaitu Perpres Nomor 81 Tahun 2006
tentang Badan Nasional Penempatan dan Perlindungan Tenaga Kerja Indonesia
(BNP2TKI). UU Nomor 39 Tahun 2004 juga mengamanatkan perlunya penerbitan
24 peraturan menteri. Namun, penerbitan berbagai peraturan turunan UU
Nomor 39 Tahun 2004 masih banyak yang belum diselesaikan.
Selain UU 39 Tahun 2004, Pemerintah telah mengeluarkan Inpres Nomor 6
Tahun 2006 tentang Kebijakan Reformasi Sistem Penempatan dan Perlindungan
Tenaga Kerja Indonesia. Inpres ini membagi kewenangan penanganan TKI se-
cara menyeluruh, tidak hanya Kementerian Tenaga Kerja dan Transmigrasi
(Kemnakertrans) dan BNP2TKI tetapi juga melibatkan instansi terkait lainnya sep-
erti Kementerian Koordinator Bidang Perekonomian, Kementerian Luar Negeri
(Kemlu), Kementerian Dalam Negeri (Kemdagri), Kementerian Hukum dan Hak
Asasi Manusia (Kemkumham), Kementerian Kesehatan (Kemkes), Kepolisian
Republik Indonesia (POLRI), Kementerian Perhubungan (Kemhub), Kementerian
Komunikasi dan Informasi (Kemkominfo) dan lain-lain. Inpres ini juga mengupay-
akan reformasi sistem pembiayaan tenaga kerja Indonesia (TKI) dalam bentuk
fasilitasi pembiayaan prapenempatan TKI dengan memanfaatkan jasa perbankan
nasional. Selain itu, perbaikan pelayanan asuransi TKI juga telah mendapatkan
254
B
a
g
i
a
n

I
V
MEMELIHARA MOMENTUM PERUBAHAN
perhatian. Dengan adanya inpres ini maka pelayanan kepada TKI mengalami per-
baikan secara lebih menyeluruh. Sistem dan mekanisme penye lenggaraan TKI
telah diperbaiki, termasuk menyempurnakan kebijakan asuransi, pengi riman
uang (remitansi), dan skim kredit untuk pembiayaan TKI. Selain itu, aspek per-
lindungan TKI di luar negeri juga diperbaiki dengan dibangunnya citizen service
di delapan negara penempatan.
Selama lima tahun, TKI yang telah ditempatkan di luar negeri adalah sebanyak
2.455.895 orang. Sistem penempatan dan perlindungan TKI di luar negeri telah
mulai direformasi antara lain dengan melaksanakan: penyederhanaan birokrasi
pelayanan; pembenahan pintu embarkasi dan debarkasi (lounge TKI) sebagai
one roof service di Bandara Soekarno-Hatta, Bandara Juanda, Pelabuhan Laut
Tanjung Priok, dan Pelabuhan Laut Tanjung Perak; penandatanganan nota
kesepahaman antara Kemnakertrans dengan Kapolri dalam pemberantasan
tindak premanisme dan percaloan terhadap TKI di embarkasi dan debarkasi;
penegakan hukum secara tegas dan konsisten melalui pencabutan surat
izin pengerahan (SIP), tindakan hukum kepada pelaku tindak kriminalitas,
mafia percaloan, aparat Kemnakertrans yang melakukan pemungutan ilegal;
membangun kerjasama dengan perbankan/lembaga keuangan bukan bank
dalam pembiayaan penempatan TKI berupa fasilitasi kredit lunak bagi calon
TKI; dan menetapkan lima konsorsium penyelenggara asuransi TKI. Selain itu,
Pemerintah telah membentuk dan menempatkan sepuluh atase ketenagakerjaan
di sembilan negara penempatan, yaitu Malaysia, Hongkong, Saudi Arabia
(Riyadh dan Jeddah), Persatuan Emirat Arab, Kuwait, Qatar, Singapura, Brunei
Darussalam, dan Korea Selatan. Pemerintah juga telah menandatangani nota
kesepahaman dengan masing-masing negara penempatan TKI yaitu Malaysia,
Korea Selatan, Yordania, Kuwait, Uni Emirat Arab, Taiwan, Australia, Jepang, dan
Qatar. Selain berbagai upaya peningkatan pelayanan TKI yang telah dilaksanakan
oleh Kemnakertrans dan BNP2TKI, Kemkes telah mengatur agar seluruh
sarana kesehatan mempergunakan sistem sidik jari dan foto biometrik untuk
menghindari adanya pemalsuan dokumen hasil pemeriksaan kesehatan.
Peningkatan layanan dan perlindungan TKI yang terkoordinasi dengan melibatkan
seluruh K/L yang terkait seperti Kemlu yang bertugas melindungi WNI di luar
255
B
a
g
i
a
n

I
V
Evaluasi Lima Tahun Pelaksanaan RPJMN 2004-2009
negeri, Kemdagri yang bertugas memastikan setiap TKI yang berangkat memiliki
dokumen kependudukan yang sah, Kemkes yang memastikan kualitas dan akurasi
pemeriksaan kesehatan calon pekerja migran, Kemkumham yang memberikan
layanan paspor sesuai standar bagi calon pekerja migran, Kemkominfo yang
bertugas membangun sistem informasi pe kerja migran, dan lain-lain. Perbaikan
menye luruh, sinergis dan komprehensif atas pelayanan dan per lindungan TKI
baik di dalam negeri mau pun di luar negeri --sejak calon TKI ke luar rumah sampai
kem bali ke rumah-- menjadi tanggung jawab bersama.
RPJMN 2004-2009 mengamanatkan Pemerintah untuk melakukan penyempurnaan
berbagai program perluasan kesempatan kerja. Pemerintah telah melaksanakan
kegiatan konsolidasi program perluasan kesempatan kerja antara lain: (1) padat
karya pembangunan infrastruktur/produktif di beberapa kabupaten/kota, daerah
tertinggal, dan lokasi musibah bencana alam serta kantong-kantong kemiskinan
yang dapat menyerap 613.858 tenaga kerja; (2) penerapan teknologi tepat guna
yang menyerap 71.554 tenaga kerja; (3) pencetakan wirausaha baru (WUB)
sebanyak 17.325 orang; (4) pendayagunaan tenaga kerja sukarela (TKS) sebanyak
49.954 orang; (5) penciptaan tenaga kerja pemuda mandiri profesional (TKPMP)
sebanyak 2.752 orang dan tenaga kerja mandiri (TKM) sebanyak 1.950 orang.
Untuk melaksanakan program ini, kegiatan pokok yang dilakukan adalah
pengembangan infrastruktur pelayanan umum dalam rangka kegiatan
pendukung pasar kerja. Pemerintah telah berupaya mengembangkan beberapa
pusat informasi ketenagakerjaan yang berlokasi di dan dikelola oleh Dinas Tenaga
Kerja tingkat provinsi dan kabupaten/kota untuk mempertemukan para pencari
kerja dengan pemberi kerja. Proyek pilot peningkatan kualitas pengelolaan
pusat layanan informasi pasar kerja dengan mengadopsi model bisnis --agar
pusat layanan milik pemerintah dapat bersaing dengan milik swasta-- telah
dilaksanakan di Kabupaten Bekasi, Kota Semarang dan Kota Batam. Selain itu,
Kemnakertrans juga mengembangkan Kios 3 in 1 (Pelatihan, Sertifikasi dan
Penempatan) yang terdapat di 11 (Bandung, Serang, Semarang, Surakarta,
Sorong, Bekasi, Medan, Makassar, Samarinda, Banda Aceh dan Ternate) balai
256
B
a
g
i
a
n

I
V
MEMELIHARA MOMENTUM PERUBAHAN
latihan kerja (BLK) unit pelaksana teknis pusat (UPTP), dua perguruan tinggi
(Universitas Indonesia dan Universitas Brawijaya), dan sepuluh lokasi di BLK unit
pelaksana teknis daerah (UPTD). Selain itu, bursa kerja online telah dilaksanakan
di 253 lokasi. Selama lima tahun, kegiatan pengembangan informasi pasar kerja
telah berhasil melayani 1,6 juta pencari kerja dan menempatkan 754.000 orang
pencari kerja dari 1,1 juta lowongan kerja.
3.2 Program Peningkatan Kualitas dan Produktivitas
Tenaga Kerja
Program ini bertujuan untuk meningkatkan keterampilan, keahlian, dan
kompetensi tenaga kerja dan produktivitas. Selama pelaksanaan RPJMN 2004-
2009, berbagai upaya dilakukan melalui penyempurnaan penyelenggaraan
pelatihan tenaga kerja berbasis kompetensi, sehingga kualifikasi dan kompetensi
tenaga kerja yang dihasilkan sesuai dengan kebutuhan pemberi kerja (demand
driven). Peran dan fungsi lembaga pelatihan kerja, terutama lembaga pelatihan
kerja milik pemerintah, terus ditingkatkan sehingga lembaga tersebut mampu
berkembang menjadi lembaga pelatihan berbasis kompetensi. Untuk tujuan
tersebut maka Kemnakertrans telah membangun BLK di daerah-daerah
sebanyak 54 BLK UPTD, merehabilitasi/merenovasi BLK UPTD sebanyak 113 BLK,
meningkatkan peralatan pelatihan di 122 BLK UPTD, dan melatih 4.221 orang
instruktur. Selama lima tahun Kemnakertrans telah menyelenggarakan pelatihan
berbasis kompetensi (PBK) untuk 36.091 orang dan PBK Subsidi sejumlah 43.620
orang.
Untuk menunjang pelak sanaan pelatihan berbasis kompetensi, Pemerintah
telah mengupayakan pengembangan standar kompetensi kerja dan sistem
sertifikasi kompetensi kerja nasional. Pemerintah dalam hal ini Kemnakertrans
telah menetapkan 119 standar kompetensi kerja nasional Indonesia (SKKNI),
257
B
a
g
i
a
n

I
V
Evaluasi Lima Tahun Pelaksanaan RPJMN 2004-2009
mensertifikasi 37.773 orang tenaga kerja, menetapkan lisensi untuk 42 lembaga
sertifikasi profesi (LSP), dan memfasilitasi asessor sebanyak 5.535 orang.
Upaya peningkatan kompetensi tenaga kerja dan produktivitas bukan merupakan
kegiatan yang hanya diselenggarakan oleh Kemnakertrans, namun melibatkan
berbagai K/L --terutama K/L yang memiliki lembaga pelatihan-- dan lembaga swasta.
Banyak lembaga pelatihan pemerintah telah berupaya untuk menyelenggarakan
pelatihan berbasis kompetensi, bahkan dalam perkembangannya beberapa
lembaga pelatihan pemerintah ini telah menjadi badan tersendiri dalam struktur
K/L sektor terkait. Selain melatih pegawai internal, lembaga-lembaga tersebut
juga menyelenggarakan pelatihan untuk tenaga kerja umum di luar lingkungan
K/L masing-masing. Oleh karena itu, berbagai K/L ini juga sangat memiliki andil
untuk pencapaian tujuan menciptakan sumber daya manusia Indonesia yang
kompeten dan produktif.

4,221
5,535
10,035
10,469
11,397
19,943
36,091
37,773
43,620
154,280
Pelatihan Instruktur
Fasilitasi Asessor
Pemagangan Luar Negeri
Pemagangan Dalam Negeri
Pelatihan Kewirausahaan
Pelatiahan Berbasis Kompetensi
Pelatiahan Ketransmigrasian dan Penggerak Swadaya Masyarakat
Sertifkat Kompetensi
Pelatiahan Berbasis Kompetensi Subsidi
Pelatihan berbasis Masyarakat Gambar 4.9.6
Penyelenggaraan Pelatihan
di Lembaga Pelatihan
Pemerintah, Tahun 2005-2009
Sumber:
Kementerian Tenaga Kerja dan
Transmigrasi, 2009.
258
B
a
g
i
a
n

I
V
MEMELIHARA MOMENTUM PERUBAHAN
Bab 4.10
Pemantapan Stabilitas Ekonomi Makro
I. Pengantar
K
ondisi makroekonomi Indonesia selama kurun pelaksanaan RPJMN 2004-
2009 sangat dipengaruhi faktor eksternal seperti tingginya harga minyak
dunia dan krisis ekonomi global. Di tengah berbagai tekanan faktor eksternal
tersebut, Indonesia tetap mengupayakan pertumbuhan ekonomi yang tinggi
dan berkelanjutan dengan tetap menjaga stabilitas ekonomi. Kebijakan tersebut
merupakan kunci utama bagi peningkatan kesejahteraan rakyat. Pemerintah
terutama berupaya memantapkan kesinambungan fiskal dengan pengendalian
defisit anggaran dan penurunan stok utang pemerintah secara bertahap. Upaya
tersebut dilakukan guna mendorong pertumbuhan ekonomi yang tinggi. Selain
itu, Pemerintah juga melakukan reformasi kebijakan perpajakan dan kepabeanan
serta optimalisasi penerimaan negara bukan pajak (PNBP).
B
a
g
B
a
g
i
a
n

I
V
259
B
a
g
i
a
n

I
V
Evaluasi Lima Tahun Pelaksanaan RPJMN 2004-2009
Pada sisi pengeluaran negara, strategi yang ditempuh untuk meningkatkan
efektivitas dan efisiensi belanja negara adalah penajaman alokasi anggaran
melalui realokasi belanja negara yang lebih terarah dan tepat sasaran, serta
upaya pemisahan kewenangan yang jelas antara pemerintah pusat dan daerah.
Pada sisi pembiayaan, dengan mempertimbangkan masih tingginya beban
pembayaran pokok utang, kebijakan pemantapan adalah melalui optimalisasi
pembiayaan anggaran yang bersumber dari pembiayaan non utang. Pembiayaan
melalui utang sedapat mungkin dilakukan hanya jika sumber pembiayaan non
utang belum mencukupi. Besaran sumber pembiayaan tersebut ditentukan oleh
potensi masing-masing sumber dana dengan memperhitungkan risiko dan biaya
yang akan ditanggung oleh Pemerintah.
Dari sisi moneter, Pemerintah berupaya memantapkan stabilitas makro melalui
pengendalian laju inflasi. Inflasi yang tinggi dan berfluktuasi menimbulkan
dampak yang merugikan masyarakat, terutama penurunan daya beli penduduk
miskin. Inflasi yang berfluktuasi tinggi juga menyulitkan perkiraan pergerakan
harga yang akan dilakukan oleh produsen dan investor. Sementara itu, dari sisi
sektor keuangan, Pemerintah serius melakukan upaya peningkatan ketahanan
sektor keuangan diupayakan melalui penguatan dan pengaturan jasa keuangan,
perlindungan dana masyarakat, dan koordinasi berbagai otoritas keuangan, serta
penerapan jaring pengaman sistem keuangan. Upaya-upaya tersebut dilakukan
guna mendukung pencapaian stabilitas makro.
II. Pencapaian Prioritas
2.1 Gambaran Pencapaian
Sasaran prioritas pemantapan stabilitas ekonomi makro adalah terpeliharanya
stabilitas ekonomi makro yang dapat mendukung tercapainya pertumbuhan
ekonomi yang cukup tinggi dan berkualitas serta peningkatan kemampuan
pendanaan pembangunan, baik yang bersumber dari Pemerintah maupun swasta
dengan tetap menjaga stabilitas nasional. Pencapaian sasaran pemantapan
stabilitas ekonomi makro selama kurun waktu 2005-2009 dapat diikuti dalam
Tabel 4.10.1 berikut.
260
B
a
g
i
a
n

I
V
MEMELIHARA MOMENTUM PERUBAHAN
Tabel 4.10.1
Sasaran dan Pencapaian
Pemantapan Stabilitas
Ekonomi Makro,
Tahun 2004-2009
Catatan:
*) Data dari publikasi resmi
belum tersedia.
261
B
a
g
i
a
n

I
V
Evaluasi Lima Tahun Pelaksanaan RPJMN 2004-2009
2.2 Evaluasi Pencapaian
2.2.1 Pertumbuhan Ekonomi
Pertumbuhan ekonomi sampai keseluruhan tahun 2009 hanya mencapai 4,5
persen, melambat dibandingkan tahun sebelumnya yang mencapai 6,1 persen.
Kondisi ini merupakan dampak dari masih lesunya perekonomian global. Dalam
kurun waktu 2005-2009, perekonomian Indonesia tumbuh rata-rata 5,6 persen
per tahun, lebih lambat dibandingkan perkiraan dalam RPJMN 2004-2009 yaitu
6,4 persen.
2.2.2 Pendapatan Negara dan Hibah
Pendapatan negara dan hibah meningkat dari 17,8 persen PDB pada tahun
2005 menjadi 19,8 persen PDB pada tahun 2008. Secara nominal, pendapatan
negara dan hibah meningkat dari Rp495,2 triliun pada tahun 2005 menjadi
Rp981,6 triliun pada tahun 2008. Peningkatan tersebut terutama didorong oleh
peningkatan penerimaan perpajakan yang meningkat 89,8 persen dari tahun
2005 ke 2008.
Sementara itu, rasio pendapatan negara dan hibah pada tahun 2009 mencapai
sebesar 16,3 persen PDB atau lebih rendah 3,5 persen PDB dibanding realisasinya
pada tahun 2008. Penurunan pendapatan negara dan hibah tersebut disebabkan
antara lain oleh menurunnya pertumbuhan ekonomi dan lebih rendahnya
realisasi harga minyak mentah Indonesia di pasar dunia sebagai dampak dari
krisis ekonomi global. Namun, rata-rata kinerja pendapatan negara dan hibah
dalam kurun waktu 2005-2009 sebesar 18,1 persen PDB atau lebih tinggi 2,8
persen PDB dibandingkan target yang ditetapkan dalam RPJMN yang sebesar
15,2 persen PDB.
2.2.3 Penerimaan Negara dari Sektor Pajak
Untuk mendukung peningkatan penerimaan negara di sektor perpajakan,
Pemerintah menempuh kebijakan secara hati-hati dengan tetap memperhatikan
perkembangan dunia usaha sebagai basis pajak. Selain untuk meningkatkan
penerimaan negara, kebijakan perpajakan juga diarahkan untuk memberikan
fasilitas perpajakan secara terbatas pada sektor-sektor tertentu dan untuk
mendukung pertumbuhan ekonomi yang lebih berkualitas. Upaya tersebut
dilakukan dengan tetap
men jaga iklim usaha
yang kondusif serta tetap
berpegang pada prinsip-
prinsip dasar pengenaan
pajak yang sehat, kompetitif,
dan transparan. Dengan
berbagai perkembangan
yang ada, rasio penerimaan
perpajakan pada tahun
2005 sebesar 12,5 persen
PDB meningkat menjadi
13,3 persen PDB pada tahun
2008. Peningkatan yang
262
B
a
g
i
a
n

I
V
MEMELIHARA MOMENTUM PERUBAHAN
pesat pada penerimaan perpajakan tersebut, selain karena faktor pertumbuhan
ekonomi, juga karena keberhasilan kebijakan pemerintah dalam bidang
perpajakan. Kebijakan ini antara lain dilaksanakan dalam bentuk reformasi
administrasi perpajakan dan kebijakan penghapusan sanksi pajak (sunset policy)
yang berhasil meningkatkan jumlah wajib pajak dari 4.050.161 wajib pajak pada
tahun 2004 menjadi 14.083.624 wajib pajak pada bulan Mei tahun 2009.
Penurunan pertumbuhan ekonomi pada tahun 2009 mengakibatkan
tersendatnya kegiatan usaha sehingga pada akhirnya mendorong terjadinya PHK
di beberapa sektor industri. Kondisi ini memberikan dampak turunan terhadap
potensi penerimaan perpajakan. Rasio penerimaan perpajakan pada tahun 2009
lebih rendah sebesar 1,3 persen PDB dibandingkan realisasi tahun sebelumnya
yang sebesar 13,3 persen PDB. Walaupun rasio ini menurun, rata-rata rasio
penerimaan perpajakan dalam kurun waktu 2005-2009 mencapai sebesar 12,7
persen PDB. Rasio rata-rata tersebut masih lebih tinggi dibandingkan target yang
ditetapkan dalam RPJMN sebesar 12,3 persen PDB.
2.2.4 Belanja Negara
Realisasi belanja negara pada tahun 2009 mencapai 17,9 persen PDB atau sebesar
Rp954,0 triliun. Realisasi belanja negara tersebut lebih tinggi daripada realisasi
pada tahun 2005 yang mencapai 18,3 persen PDB atau sebesar Rp509,6 triliun.
Peningkatan tersebut didorong oleh belanja Pemerintah pusat yang meningkat
dari Rp361,2 triliun pada tahun 2005 menjadi Rp645,4 triliun pada tahun 2009
dan belanja ke daerah yang meningkat dari Rp150,5 triliun pada tahun 2005
menjadi Rp308,6 triliun pada tahun 2009. Rasio belanja pemerintah pusat pada
tahun 2009 mencapai 12,1 persen PDB, sedikit lebih rendah daripada rasio pada
tahun 2005 sebesar 13,0 persen PDB. Hal ini salah satunya disebabkan oleh upaya
penghematan dan efisiensi belanja yang dilakukan oleh kementerian/lembaga.
Sepanjang 2005-2009 rata-rata rasio belanja negara adalah sebesar 19,0 persen
PDB, lebih tinggi 3,5 persen PDB dibandingkan target yang ditetapkan dalam
RPJMN yaitu sebesar 15,5 persen PDB.
Pada tahun 2009, dalam rangka meredam gejolak krisis ekonomi global,
Pemerintah mengalokasikan dana sebesar Rp73,3 triliun untuk stimulus
263
B
a
g
i
a
n

I
V
Evaluasi Lima Tahun Pelaksanaan RPJMN 2004-2009
fiskal. Dana tersebut ditujukan terutama untuk: (1) memelihara dan/atau
meningkatkan daya beli masyarakat; (2) menjaga daya tahan perusahaan/sektor
usaha menghadapi krisis global; dan (3) meningkatkan daya serap tenaga kerja
dan mengatasi PHK melalui kebijakan pembangunan infrastruktur padat karya.
2.2.5 Dana Perimbangan dan Dana Otonomi Khusus
Transfer dana pusat ke daerah
melalui dana perimbangan setiap
tahunnya mengalami peningkatan
yang cukup signifikan. Hal ini men-
gisyaratkan keseriusan Pemerintah
dalam penyelenggaraan otonomi
daerah. Peningkatan tersebut
dapat dilihat dari rata-rata rasio
belanja ke daerah selama 2005-
2009 sebesar 5,9 persen PDB, me-
lebihi target dalam RPJMN yang
sebesar 5,6 persen PDB.
Pada tahun 2005, dana perimbangan yang dialokasikan adalah sebesar Rp143,2
triliun (5,4 persen PDB) yang terdiri dari alokasi Dana Bagi Hasil (DBH), Dana
Alokasi Umum (DAU), dan Dana Alokasi Khusus (DAK) masing-masing sebesar
Rp49,7 triliun, Rp88,8 triliun, dan Rp4,8 triliun. Transfer dana perimbangan
terus meningkat seiring dengan lebih banyaknya kewenangan yang dilimpahkan
kepada daerah. Besarnya dana perimbangan yang ditransfer tahun 2009 adalah
sebesar Rp287,2 triliun (5,8 persen PDB) terdiri atas alokasi DBH, DAU, dan DAK
masing-masing sebesar Rp76,1 triliun, Rp186,4 triliun, dan Rp24,7 triliun.
Selain transfer dana pusat ke daerah melalui dana perimbangan, Pemerintah
juga memberikan dana otonomi khusus serta dana penyesuaian. Pemberian
otonomi khusus dilakukan dengan terbitnya UU Nomor 18 Tahun 2001 tentang
Penetapan NAD sebagai Daerah Otonomi Khusus dan UU Nomor 21 Tahun 2001
tentang Penetapan Papua sebagai Daerah Otonomi Khusus. Besarnya dana
otonomi khusus pada 2005 adalah Rp7,2 triliun dengan prioritas penggunaan
untuk bidang pendidikan dan kesehatan. Untuk Provinsi Papua dialokasikan juga
dana tambahan untuk pembangunan infrastruktur yang besarnya ditetapkan
Pemerintah dengan DPR berdasarkan usulan Provinsi Papua. Adapun realisasi
Dana Otonomi Khusus tahun 2009 sebesar Rp21,3 triliun.
2.2.6 Defisit Anggaran
Berbagai langkah kebijakan telah dilakukan Pemerintah untuk menjaga ketahanan
fiskal yang berkesinambungan dan tetap menjaga pertumbuhan ekonomi yang
berkelanjutan. Realisasi defisit anggaran periode 2005-2008 berturut-turut
sebesar 0,5 persen PDB, 0,9 persen PDB, 1,3 persen PDB, dan 0,1 persen PDB.
RPJMN 2004-2009 menetapkan sasaran bahwa pada tahun 2009 defisit anggaran
diperkirakan telah mengalami surplus sebesar 0,3 persen PDB. Namun, sasaran
tersebut belum dapat dipenuhi karena Pemerintah harus mengeluarkan paket
kebijakan stimulus fiskal demi menjaga perekonomian domestik dari pengaruh
264
B
a
g
i
a
n

I
V
MEMELIHARA MOMENTUM PERUBAHAN
krisis ekonomi global. Dengan kondisi demikian, defisit anggaran pada tahun
2009 mencapai 1,6 persen PDB atau Rp87,2 triliun.
Defisit anggaran tersebut dibiayai melalui pembiayaan dalam negeri sebesar
Rp142,6 triliun (2,7 persen PDB), terutama melalui penerbitan surat berharga
negara dan pembiayaan luar negeri (netto) sebesar negatif Rp17,4 triliun (0,3
persen PDB), khususnya melalui pinjaman program.
2.2.7 Surat Utang Negara (SUN)
Dalam menyusun pembiayaan anggaran melalui utang, Peme rintah menetapkan
strategi penge lolaan utang jangka panjang yang bertujuan untuk memi nimalkan
biaya utang pada tingkat risiko yang ter ken dali. Strategi tersebut meliputi
pengurangan utang nega ra melalui pelunasan tunai secara bertahap, prioritas
penerbitan/pengadaan utang negara dalam mata uang rupiah untuk mengurangi
risiko mata uang, peningkatan porsi utang negara dengan bunga tetap (fixed
rate) untuk meningkatkan predictability, pengurangan risiko pembiayaan
kembali (refinancing risk) dengan mengutamakan utang jangka panjang, dan
penyederhanaan struktur portofolio utang negara untuk mempermudah
pengelolaan utang dan pengendalian risiko utang. Namun dalam pelaksanaannya,
strategi yang telah ditetapkan akan disesuaikan dengan perkembangan kondisi
pasar keuangan global dan domestik yang mempengaruhi pengelolaan utang.
Sepanjang periode 2004-2009 kebijakan pembiayaan melalui utang diarahkan
menuju market based financing melalui penerbitan Surat Berharga Negara
(SBN) yang sebagian besar berbentuk SUN. Pada tahun 2005, realisasi SUN
neto mencapai Rp22,6 triliun (0,8 persen PDB) dan meningkat menjadi Rp99,4
triliun pada tahun 2009 (1,9 persen PDB). Penerbitan SUN (gruto) dari tahun
2004 sampai dengan bulan Oktober 2009 mencapai sebesar Rp484,2 triliun,
yang dilaksanakan melalui lelang SUN di pasar perdana sebanyak 108 frekuensi,
penjualan Obligasi Negara Ritel (ORI) sebanyak enam frekuensi, dan penerbitan
SUN valas sebanyak delapan frekuensi, serta penjualan SUN secara private
placement sebanyak satu frekuensi. Selain itu, transaksi penukaran (debt switch)
Obligasi Negara (ON) telah dilakukan sebanyak 30 frekuensi dan pembelian
kembali (cash buyback) ON sebanyak sepuluh frekuensi.
2.2.8 Posisi Utang Pemerintah
Posisi utang pemerintah periode
2005-2009 menurun dari 47
persen PDB pada tahun 2005
men jadi sekitar 29 persen PDB
pada tahun 2009. Penurunan
ter sebut lebih cepat diban-
dingkan sasaran yang d itetap kan
dalam RPJMN yaitu sebesar 31,8
persen PDB pada tahun 2009.
Dari total stok utang pemerintah
tersebut, utang dalam negeri
mengalami penurunan dari 23,6
persen PDB pada tahun 2005
265
B
a
g
i
a
n

I
V
Evaluasi Lima Tahun Pelaksanaan RPJMN 2004-2009
menjadi sekitar 18,9 persen PDB pada tahun 2009. Demikian halnya dengan
utang luar negeri yang mengalami penurunan dari 22,1 persen PDB di tahun
2005 menjadi 13,8 persen PDB di tahun 2009.
2.2.9 Neraca Pembayaran dan Cadangan Devisa
Hingga akhir tahun 2009 surplus neraca transaksi berjalan mencapai USD10,6
miliar naik dibandingkan periode pada tahun sebelumnya yang mencapai
USD0,2 miliar. Peningkatan ini disebabkan oleh menurunnya kebutuhan impor
akibat melambatnya perekonomian domestik dan menurunnya harga komoditas
baik migas maupun nonmigas. Impor nonmigas mengalami penurunan sebesar
22,2 persen dibandingkan tahun sebelumnya, sedangkan impor migas menurun
sebesar 49,4 persen pada periode yang sama. Kinerja ekspor juga menurun
dalam besaran yang lebih rendah dibandingkan impor. Ekspor nonmigas dan
migas masing-masing menurun 8,2 persen dan 35,5 persen dibandingkan
periode yang sama tahun 2008.
Surplus neraca modal dan finansial mengalami peningkatan menjadi USD3,7
miliar pada tahun 2009 dari defisit USD1,9 miliar pada kurun waktu yang sama
tahun 2008. Kenaikan ini disebabkan oleh meningkatnya arus masuk investasi
portofolio bersih, sedangkan investasi langsung asing menurun akibat krisis
keuangan global.
Dengan gambaran tersebut di atas, surplus neraca pembayaran hingga akhir tahun
2009 mencapai USD10,6 miliar atau meningkat dibandingkan tahun sebelumnya
yang mencapai USD0,2 miliar. Pada akhir bulan desember 2009, cadangan
devisa berada pada tingkat USD66,1 miliar atau lebih tinggi dibandingkan tahun
sebelumnya yang mencapai USD51,6 miliar. Pencapaian cadangan devisa ini lebih
tinggi dibandingkan dengan proyeksi RPJMN yang mencapai USD38,7 miliar.
2.2.10 Sektor Moneter
Kebijakan moneter selama tahun 2005-2009 diarahkan untuk menjaga stabilitas
harga dalam negeri dan nilai tukar rupiah serta mendorong kegiatan ekonomi
secara seimbang. Dengan terjaganya stabilitas harga dan nilai tukar rupiah,
diharapkan suku bunga berada pada tingkat yang kompetitif jika dibandingkan
dengan negara-negara tetangga sehingga kegiatan dan pertumbuhan ekonomi
akan menjadi lebih kondusif dan berkualitas.
Variabel utama yang menjadi sasaran dan fokus dalam bidang moneter adalah
perkembangan kenaikan harga secara umum atau inflasi yang diukur dari
perubahan indeks harga konsumen (IHK). Inflasi selama tahun 2005-2009 secara
umum berfluktuasi namun terkendali. Lonjakan dan fluktuasi harga komoditas
dunia yang berimbas pada kenaikan BBM dalam negeri telah menyebabkan
inflasi meningkat cukup besar pada tahun 2005 dan 2008, yang masing-masing
mencapai 17,1 persen dan 11,1 persen. Lonjakan inflasi tahun 2005 terutama
dipicu oleh tingginya harga minyak di pasar dunia yang menyebabkan beban
subsidi BBM dalam negeri yang disediakan dalam APBN 2005 tidak mencukupi
sehingga dikhawatirkan akan mengganggu kesinambungan fiskal pemerintah.
Untuk mengatasi masalah tersebut, Pemerintah melakukan penyesuaian harga
BBM di dalam negeri pada tahun tersebut sebanyak dua kali yaitu pada bulan
266
B
a
g
i
a
n

I
V
MEMELIHARA MOMENTUM PERUBAHAN
Maret dengan kenaikan sebesar 29 persen dan Oktober dengan kenaikan sebesar
126 persen.
Meningkatnya inflasi pada tahun 2005 tersebut dikendalikan melalui langkah-
langkah kebijakan pengetatan moneter yang konsisten. Secara bertahap, suku
bunga referensi Bank Indonesia (BI rate) dinaikkan dari 8,50 persen pada bulan
Juni menjadi 12,75 persen pada bulan November dan bertahan sampai dengan
bulan April 2006. BI rate ini kemudian diturunkan bertahap sehingga mencapai
9,75 persen pada bulan Desember 2006. Selain melakukan peningkatan BI
rate melalui operasi pasar terbuka (OPT), Pemerintah juga melakukan upaya-
upaya untuk meningkatkan efektivitas pengelolaan likuiditas di pasar uang
dan penyempurnaan berbagai instrumen moneter seperti menaikkan giro
wajib minimum (GWM) dan menaikkan suku bunga fasilitas simpanan Bank
Indonesia (FASBI) tujuh hari. Langkah pengetatan moneter tersebut dibarengi
dengan upaya-upaya menjaga stabilitas nilai tukar dan mengarahkan ekspektasi
masyarakat.
Melonjaknya inflasi pada tahun 2005 mendorong Pemerintah (melalui keputusan
Menteri Keuangan) pada awal tahun 2006 menetapkan sasaran inflasi yang baru,
yaitu 8,0 +/- 1,0 persen, 6,0+/- 1,0 persen dan 5,0 +/- 1,0 persen masing-masing
untuk tahun 2006, 2007 dan 2008.
Pada tahun 2007, kebijakan moneter melonggar, dan penyaluran kredit dan
kegiatan ekonomi meningkat. BI rate pada bulan Desember 2006 sebesar 9,75
persen diturunkan secara bertahap sehingga menjadi 8,0 persen pada akhir tahun
2007. Inflasi pada bulan Desember 2006 sebesar 6,60 persen (berada di bawah
sasaran inflasi) menurun menjadi 5,77 persen pada bulan Juni 2007. Stabilitas
perkembangan harga tersebut ditopang oleh menurunnya inflasi komoditas
makanan yang bergejolak (volatile foods), rendahnya inflasi komoditas yang
harganya diatur Pemerintah (administered prices) yang antara lain didukung
oleh komitmen Pemerintah untuk tidak mengubah harga BBM dan tarif dasar
listrik (TDL), serta kredibilitas kebijakan yang semakin membaik. Akibatnya, hal
ini berpengaruh positif terhadap ekspektasi inflasi masyarakat. Pada akhir tahun
2007, tekanan inflasi agak meningkat terutama oleh kenaikan beberapa harga
komoditas pangan. Pada bulan Desember 2007, inflasi mencapai 6,59 persen,
berada sedikit di bawah sasaran inflasi.
Setelah melalui periode yang relatif cukup stabil pada tahun 2006 dan 2007, pada
awal tahun 2008 tekanan harga BBM dunia kembali menguat dan harga komoditas
pangan di pasar dunia mengalami peningkatan. Sebagai dampaknya, pada bulan
Mei 2008, setelah dilakukan penyesuaian harga BBM dalam negeri, laju inflasi
meningkat menjadi 11,03 persen pada bulan Juni 2008, dan mencapai puncaknya
sebesar 12,14 persen pada bulan September 2008. Namun, pada akhir tahun 2008
laju inflasi menurun menjadi 11,06 persen (di atas sasaran inflasi) seiring dengan
menurunnya tekanan terhadap inflasi yang utamanya disebabkan oleh semakin
menurunnya harga-harga komoditas di pasar dunia dan terjaganya pasokan
pangan/beras dalam negeri. Sementara itu, pada tahun yang sama, tekanan
kenaikan harga BBM dunia dan krisis keuangan yang terjadi di Amerika Serikat dan
Eropa dibarengi dengan praktik spekulasi valas menyebabkan kelangkaan mata
uang dolar Amerika Serikat di dalam negeri.
267
B
a
g
i
a
n

I
V
Evaluasi Lima Tahun Pelaksanaan RPJMN 2004-2009
Sebagai tanggapan atas kenaikan inflasi akibat tekanan lonjakan harga BBM dan
komoditas pangan di pasar dunia pada tahun 2008 tersebut, BI rate dinaikkan
secara bertahap dari 8,0 persen pada bulan Desember 2007 menjadi 9,50
persen pada bulan Oktober dan November 2008. BI rate kemudian diturunkan
menjadi 9,25 persen pada akhir tahun 2008. Tekanan kenaikan harga BBM dunia
dan krisis keuangan yang terjadi di Amerika Serikat dan Eropa pada tahun 2008
menyebabkan kelangkaan likuiditas dalam negeri. Kondisi ini diantisipasi oleh
BI antara lain dengan menerapkan kebijakan pelonggaran likuiditas perbankan.
Memasuki tahun 2009, pergerakan inflasi berbalik menurun, seiring dengan
berkurangnya tekanan inflasi sebagai dampak dari penurunan harga BBM
dalam negeri, tarif angkutan, dan cukup terjaganya pasokan bahan pangan
pokok domestik serta membaiknya ekspektasi inflasi dari para pelaku ekonomi.
Hal tersebut pada akhirnya mendorong ekspektasi inflasi yang terus menurun
sehingga pada bulan Agustus 2009 inflasi secara tahunan (y-o-y) tercatat
sebesar 2,75 persen. Meskipun pada bulan September 2009 inflasi sempat
menguat tipis menjadi 2,83 persen (y-o-y) akibat tekanan kenaikan harga karena
berlangsungnya puasa dan lebaran, inflasi kembali melemah sehingga di akhir
tahun 2009 menjadi 2,78 persen (y-o-y), lebih rendah dibandingkan sasaran
inflasi RPJMN.
Kebijakan moneter yang dikeluarkan sejak
tahun 2005 sampai dengan saat ini secara
umum konsisten dengan rezim kebijakan
moneter baru yang diterapkan sejak Juli 2005
yaitu kerangka kerja pencapaian sasaran
inflasi (Inflation Targeting Framework/ITF)
dengan menggunakan BI rate sebagai sinyal
kebijakan moneter. Adapun sasaran inflasi
yang ingin dicapai tersebut ditetapkan
oleh Pemerintah dengan melibatkan para
pemangku kepentingan (stakeholders).
Kebijakan-kebijakan pengendalian inflasi
dapat dikelompokkan ke dalam tiga bagian
besar yaitu kebijakan moneter, kebijakan
pengaturan dan pemantauan transaksi
devisa, serta koordinasi kebijakan antara
otoritas moneter dan fiskal serta pemangku kepentingan lainnya, baik di pusat
maupun di daerah (provinsi dan kabupaten/kota). Koordinasi kebijakan antara
Pemerintah dan Bank Indonesia sangat diperlukan terutama dalam menghadapi
berbagai guncangan eksternal, termasuk krisis keuangan global dan menjaga iklim
usaha yang kondusif untuk mendukung pertumbuhan ekonomi dan peningkatan
kesejahteraan rakyat. Semakin meningkatnya ketidakpastian dalam dinamika
ekonomi global seperti perkembangan pasokan/produksi dan harga komoditas
(termasuk BBM dan bahan pangan pokok) di pasar dunia, tindakan ekstrimisme/
terorisme dan nilai tukar mata uang penting di dunia yang sulit diprediksi
berpotensi menimbulkan kejutan (shock) dan gejolak (volatility) di pasar modal/
uang dan komoditas yang pada gilirannya dapat menekan pelemahan nilai tukar
rupiah dan mendorong inflasi.
268
B
a
g
i
a
n

I
V
MEMELIHARA MOMENTUM PERUBAHAN
Upaya pengendalian inflasi dalam tahun 2005-2009 diwarnai oleh keberhasilan
dalam mencapai sasaran inflasi yang ditetapkan dalam RPJMN dan keputusan
Menteri Keuangan (KMK), serta kondisi stabilitas ekonomi (inflasi) yang
berada di atas sasaran inflasi tersebut. Beberapa tantangan dan permasalahan
eksternal yang dihadapi adalah: (1) relatif tingginya inflasi dibandingkan negara-
negara sekawasan menyebabkan pelemahan nilai tukar rupiah, menghambat
penurunan suku bunga perbankan dan mengurangi daya saing produk barang
dan jasa di pasaran internasional; (2) berlangsungnya proses pemulihan dari
krisis keuangan global meningkatkan permintaan agregat dunia dan berpotensi
kembali mendorong kenaikan harga-harga komoditas di pasar dunia, termasuk
bahan bakar minyak (BBM) dan bahan pangan pokok seperti beras, kedelai,
gandum/terigu, gula, minyak sawit mentah (crude palm oil/CPO), dan jagung; (3)
dampak dari perubahan iklim global (global climate change) seperti kekeringan
dan banjir sebagai dampak dari fenomena cuaca El Nino dan La Nina yang
bisa menggangu produksi/pasokan bahan pangan pokok sehingga berpotensi
memicu inflasi; (4) fleksibilitas nilai tukar sebagai salah satu syarat penerapan
ITF terkadang mendorong gejolak nilai tukar rupiah dalam sistem devisa bebas,
memberikan tekanan kenaikan inflasi serta dapat mempengaruhi kestabilan
sektor keuangan.
Tantangan yang dihadapi di dalam negeri utamanya disebabkan oleh masalah
struktural antara lain: (1) formasi dan besarnya wilayah Indonesia secara geografis,
yaitu berupa negara kepulauan yang membentang luas sehingga mempengaruhi
kelancaran arus perdagangan barang/jasa dalam negeri, termasuk bahan pangan
pokok; (2) belum memadainya dukungan infrastruktur seperti jalan, jembatan,
listrik, pelabuhan/bandara, dan sarana perhubungan dapat mempengaruhi
pasokan dan distribusi barang/jasa sehingga berpotensi memicu kenaikan harga;
(3) kapasitas dan sebaran geografis pusat-pusat produksi/pasokan barang/jasa
beserta sistem jaringan distribusinya dapat menimbulkan ketidakmerataan dan
ketidaklancaran pasokan sehingga berpotensi mendorong kenaikan harga; (4)
faktor lingkungan/kelembagaan usaha yang menciptakan ekonomi biaya tinggi
269
B
a
g
i
a
n

I
V
Evaluasi Lima Tahun Pelaksanaan RPJMN 2004-2009
seperti belum optimalnya layanan birokrasi pemerintah, banyaknya pungutan/
retribusi baik di tingkat pusat maupun daerah (provinsi dan kabupaten/kota),
dan ketidakpastian hukum; serta (5) masih tingginya ekspektasi inflasi dari
dunia usaha dan masyarakat, sehingga jalur utama peningkatan pendapatan
dan keuntungan dilakukan melalui kenaikan harga. Peningkatan skala produksi,
tingkat efisiensi, produktivitas dan kualitas barang dan jasa merupakan sumber
utama peningkatan pendapatan dan keuntungan di negara yang lebih maju.
2.2.11 Sektor Keuangan
Karena luasnya cakupan lembaga jasa keuangan, evaluasi ini akan fokus pada
industri perbankan. Kondisi ketahanan perbankan dalam kurun waktu 2005-2008
dapat dijaga dengan relatif stabil. Hal ini ditunjukkan dengan kondisi CAR bank
umum yang berkisar antara 16,0-20,0 persen, yang berada jauh di atas ketentuan
sebesar 8,0 persen. Namun, terdapat potensi kenaikan risiko yang tercermin
dari kenaikan angka non performing loan (NPL) hingga mencapai 3,31 persen
pada bulan Desember 2009. Padahal, angka NPL ini memiliki kecenderungan
menurun sejak tahun 2005. Kenaikan tersebut antara lain disebabkan oleh
melambatnya aktivitas ekonomi. Kondisi ini perlu dicermati mengingat pada
periode sebelumnya angka tersebut cenderung menurun.
Fungsi intermediasi perbankan pada awalnya juga mengalami kenaikan, tercermin
dari peningkatan loan-to-deposit ratio (LDR), namun kemudian menurun pada
akhir tahun 2009. Pada awalnya rasio tersebut cenderung meningkat seiring
dengan optimisme akan prospek perekonomian, dari 59,66 persen pada akhir
tahun 2005 menjadi 66,32 persen pada akhir tahun 2007 dan mencapai 74,58
persen pada akhir 2008 yang didorong oleh laju pertumbuhan kredit yang cukup
tinggi. Namun, LDR ini kemudian menurun mencapai 72,88 persen pada akhir
tahun 2009. Dengan melihat adanya penurunan LDR tersebut, diperkirakan
dampak dari krisis ekonomi global belum sepenuhnya pulih meskipun tanda-
tanda akan adanya pemu lihan ekonomi tetap ada.
Pertumbuhan kredit hingga Desember 2009 sebesar 10,12 persen (y-o-y) dengan
nilai Rp1.446,8 triliun. Jika dilihat dari komponennya, pertumbuhan kredit ter-
tinggi terjadi pada kredit konsumsi yaitu sebesar 18,97 persen pada periode
yang sama. Sementara itu, penghimpunan dana, simpanan masyarakat pada
bank tumbuh sebesar 13,76 persen (y-o-y), yaitu dari Rp1.682,2 triliun pada
Desember 2008 menjadi Rp1.913,6 triliun pada Desember 2009, lebih rendah
jika dibandingkan dengan pertumbuhan akhir tahun 2008 sebesar 15,0 persen
(y-o-y).
Penyaluran kredit mikro,
kecil dan menengah (MKM)
oleh perbankan juga terus
menga lami peningkatan
yaitu dari sebesar Rp354,9
tri liun pada tahun 2005
tumbuh 107,8 persen men-
jadi Rp737,4 triliun pada
Desem ber 2009. Terjadinya
krisis keuangan global telah
270
B
a
g
i
a
n

I
V
MEMELIHARA MOMENTUM PERUBAHAN
menyebabkan makin selektifnya perbankan dalam menyalurkan kredit. Namun,
kredit mikro masih menunjukkan pertumbuhan yang positif. Hal tersebut terjadi
antara lain karena debitur mikro lebih banyak berusaha di bidang penyediaan
kebutuhan dasar untuk pasar domestik seperti perdagangan, industri
pengolahan makanan, produk pertanian dan sayur-sayuran, sehingga kredit
mikro tidak banyak dipengaruhi krisis keuangan global. Sementara itu, jika dilihat
dari kualitas kredit NPL, kualitas kredit MKM mengalami sedikit penurunan pada
tahun 2006 kemudian membaik kembali pada tahun 2007 dan 2008. Meskipun
krisis keuangan global menyebabkan peningkatan NPL kredit MKM pada triwulan
I/2009, peningkatan NPL tersebut diprediksi tidak akan berlanjut karena adanya
daya tahan usaha mikro, kecil dan menengah (UMKM) dalam menghadapi
gejolak ekonomi yang terjadi.
Perbankan syariah juga mengalami pertumbuhan yang cukup pesat. Pada
Desember 2009, pembiayaan yang didistribusikan dan dana masyarakat yang
terhimpun oleh perbankan syariah masing-masing mencapai Rp46,88 triliun dan
Rp52,29 triliun. Sebagian besar dana tersebut dialokasikan untuk UMKM dengan
porsi yang cukup signifikan yaitu sekitar 70 persen. Sementara itu, pada periode
lima tahun terakhir, perbankan syariah telah pula berhasil mempertahankan
kualitas aset yang cukup baik yang ditunjukkan dengan tingkat non performing
financing (NPF) yang masih terkendali sekitar empat sampai lima persen dan
tingkat financing-to-deposit ratio (FDR) yang cukup tinggi yaitu rata-rata di atas
90 persen.
Di sisi pasar modal, setelah
mengalami per kem bangan
yang berarti pada tahun
2006 dan 2007, pasar
modal domes tik terimbas
oleh krisis keuangan yang
mulai terasa sejak Sep -
tember 2008, tetapi kemu -
dian mulai bangkit pada
awal triwulan II/2009.
Perkembangan pasar
modal yang cukup pesat
pada tahun 2004 agak terhambat karena peningkatan harga BBM dunia dan dalam
negeri serta diterapkannya kebijakan moneter ketat pada tahun 2005. Indeks
harga saham gabungan (IHSG) sedikit meningkat dari 1.000,23 pada akhir tahun
2004 menjadi 1.162,63 pada akhir tahun 2005. Dengan menurunnya harga BBM
dunia, kebijakan stabilitas ekonomi makro yang berhati-hati dibarengi dengan
kebijakan moneter yang melonggar mendorong kembali kegiatan transaksi di
pasar modal pada tahun 2006 dan 2007. IHSG meningkat pesat menjadi 1.805,52
pada akhir tahun 2006 dan melonjak menjadi 2.745,83 pada akhir tahun 2007.
Namun, memburuknya prospek kondisi perkonomian global, yang dampaknya
mulai terasa pada triwulan III 2008, menyebabkan IHSG merosot mencapai level
terendah pada 28 Oktober 2008 sebesar 1.111,39 dan ditutup sebesar 1.355,41
pada akhir Desember 2008. Secara bertahap, pasar modal domestik mulai
bangkit pada awal triwulan II/2009. IHSG meningkat menjadi 1.722,77 pada
bulan April 2009 kemudian menjadi 2.026,78 pada bulan Juni 2009 dan 2.534,36
pada Desember 2009.
271
B
a
g
i
a
n

I
V
Evaluasi Lima Tahun Pelaksanaan RPJMN 2004-2009
Kapitalisasi pasar modal terhadap PDB juga meningkat dari sebesar 32,3 persen
terhadap PDB pada tahun 2004 menjadi sekitar 33,8 persen terhadap PDB pada
tahun 2008. Meskipun terjadi peningkatan dalam nilai nominal kapitalisasi pasar
modal, perlu diwaspadai nilai emisi pasar modal yang sejak tahun 2004 terus
menurun dari 14,8 persen per PDB menjadi 11,2 persen per PDB pada tahun
2008.
Terjaganya stabilitas ekonomi berdampak pada stabilnya kondisi sektor keuangan.
Meskipun ketahanan sektor keuangan relatif terjaga, namun jika dievaluasi lebih
jauh masih terdapat beberapa permasalahan yang dihadapi. Permasalahan
tersebut di antaranya adalah sebagai berikut.
Pertama, fungsi intermediasi perbankan masih terkendala. Meskipun LDR
memiliki kecenderungan meningkat dari tahun ke tahun, sebagian besar
merupakan kredit modal kerja dan kredit konsumsi. Rendahnya komposisi kredit
investasi tidak terlepas dari struktur simpanan pada perbankan yang merupakan
dana jangka pendek yang berjangka waktu satu sampai tiga bulan sehingga
berpotensi menimbulkan ketidaksesuaian dalam pendanaan yang bersifat jangka
panjang.
Selain itu, besarnya selisih (spread) antara suku bunga kredit dan simpanan
diperkirakan menjadi salah satu penyebab rendahnya penyaluran kredit
investasi oleh industri perbankan. Oleh karena itu, salah satu sasaran yang ingin
dicapai adalah meningkatnya efisiensi perbankan serta berkembangnya sumber
pembiayaan lain yang berasal dari lembaga keuangan bukan bank sehingga
diharapkan selisih antara tingkat suku bunga kredit dan simpanan dapat ditekan.
Kedua, terdapat potensi tekanan krisis sebagai dampak belum pulihnya
kondisi likuiditas serta semakin beragam dan canggihnya produk-produk sektor
keuangan. Maraknya produk derivatif dari sektor keuangan menuntut otoritas
pengawas sektor keuangan untuk dapat mengantisipasi terjadinya risiko sistemik
pada sistem keuangan agar tidak terjadi krisis atau dapat mengelola krisis apabila
krisis telah terjadi. Untuk itu, sinkronisasi kebijakan antarotoritas pengawas jasa
keuangan sangat diperlukan. Diharapkan ke depan Jaring Pengaman Sistem
Keuangan sudah mulai dapat diimplementasikan guna memperkuat ketahanan
sistem keuangan domestik.
Ketiga, perbankan ber basis
syariah meskipun ber kembang
pesat, perannya dalam
perbankan nasional relatif
masih terbatas. Tantangan ke
depan ada lah meningkatkan
peran ter sebut, dengan tetap
men jaga kesehatan perbankan
syariah. Dalam kaitan ini,
perlu dicermati pola masya-
rakat yang cenderung me-
milih bentuk keuntungan
yang telah disepakati terlebih
dahulu (revenue sharing) jika
272
B
a
g
i
a
n

I
V
MEMELIHARA MOMENTUM PERUBAHAN
dibandingkan dengan keuntungan yang berdasarkan laba rugi (profit loss sharing).
Hal ini berpotensi meningkatkan risiko di dalam pengelolaan bank syariah.
Diharapkan dalam jangka menengah produk-produk syariah dapat berkembang
dan memiliki variasi yang luas untuk memenuhi kebutuhan masyarakat dalam
setiap industri, termasuk skema bagi hasil dan pembiayaan ke UMKM.
Keempat, peran lembaga jasa keuangan bukan bank (LKBB) masih belum
signifikan untuk dapat menjadi sumber pendanaan jangka panjang. Total aset
yang terhimpun melalui asuransi, dana pensiun, perusahaan pembiayaan,
perusahaan modal ventura dan pegadaian baru sekitar 10,2 persen dari PDB jika
dibandingkan dengan perbankan yang telah mencapai sekitar 47,3 persen dari
PDB tahun 2008. Sementara itu, pasar modal sebagai penggerak dana jangka
panjang bagi sektor swasta masih perlu ditingkatkan. Untuk itu beberapa hal
yang perlu dikembangkan antara lain adalah peningkatan peran pasar modal
syariah, peningkatan efisiensi pelaku pasar melalui restrukturasi perusahaan
efek, serta transparansi informasi dan penerapan prinsip kehati-hatian untuk
meningkatkan keamanan berinvestasi di pasar modal dalam negeri.
Kelima, dalam rangka pembiayaan mikro, kinerja Bank Perkreditan Rakyat (BPR)
juga menunjukkan kinerja yang membaik. Keunggulan BPR dibandingkan dengan
Bank Umum adalah pelayanan kepada UMKM dan masyarakat berpenghasilan
rendah dengan mengedepankan kedekatan dengan nasabah melalui pelayanan
langsung (door-to-door) dan pendekatan secara personal memperhatikan
budaya setempat. Namun, mengingat minimnya informasi tentang usaha yang
dimiliki nasabah, terdapat kecenderungan bahwa BPR lebih fokus kepada
nasabah yang bankable. Lembaga pembiayaan mikro yang berbentuk bukan
bank bukan koperasi (B3K) masih terkendala terkait aspek legalitas, pengaturan,
pengawasan dan infrastruktur yang mendukung antara lain keberadaan Apex
Bank dan asuransi mikro.
Keenam, semakin terintegrasinya sistem keuangan Indonesia dengan sistem
keuangan dunia menjadikan Indonesia sebagai salah satu negara yang
berkedudukan sebagai target investasi ataupun aliran dana dari berbagai
belahan dunia. Hal ini mengakibatkan sistem keuangan Indonesia menjadi
rentan terhadap masuknya dana asing (capital inflow) yang terkait dengan
aktivitas melawan hukum ataupun keluarnya dana (capital outflow) dari dalam
negeri yang diperoleh secara melawan hukum. Selain itu, kejahatan keuangan di
Indonesia sebagai akibat penyalahgunaan kewenangan oleh para pemilik usaha
ataupun pelaku-pelaku ekonomi itu sendiri secara sistematis dan tersembunyi
sulit terdeteksi secara dini, sehingga pencegahan segera (preventive action) sulit
dilakukan. Akibatnya, dampak yang ditimbulkan dapat menjadi sangat besar dan
membahayakan sistem keuangan secara keseluruhan. Hal ini secara langsung
berdampak kepada semakin maraknya modus-modus tindak pidana pencucian
uang (TPPU) yang lebih canggih, sehingga dibutuhkan upaya pengungkapan
kejahatan keuangan dalam bentuk penelusuran aliran dana ataupun harta
kekayaan terkait dengan TPPU. Modus TPPU dan pendanaan teroris semakin
kompleks dan meningkat, sehingga perubahan atas UU TPPU menjadi sangat
mendesak. Rancangan UU TPPU telah disampaikan Pemerintah kepada DPR.
273
B
a
g
i
a
n

I
V
Evaluasi Lima Tahun Pelaksanaan RPJMN 2004-2009
III. Keberhasilan
Pemerintah mengupayakan untuk tetap menjaga ketahanan fiskal yang
berkesinambungan serta memberikan stimulus fiskal bagi pertumbuhan
ekonomi. Sebagai wujud upaya tersebut, defisit APBN dipertahankan di batas-
batas aman keuangan negara melalui peningkatan pendapatan negara serta
peningkatan efisiensi pengeluaran negara.
Dalam perkembangannya, penerimaan negara dan hibah menunjukkan
kinerja yang memuaskan, terutama pos penerimaan perpajakan. Peningkatan
penerimaan perpajakan ditempuh melalui perbaikan dan reformasi administrasi
perpajakan yang berkelanjutan, seperti moderninasi administrasi perpajakan.
Perubahan yang dilakukan telah mengubah struktur vertikal Direktorat Jenderal
Pajak menjadi sebagaimana terlihat pada tabel berikut.
Sementara itu, terkait Modernisasi Administrasi Kepabeanan dan Cukai, juga
telah dilakukan pengembangan struktur organisasi Direktorat Bea dan Cukai
dengan dibentuknya Kantor Pelayanan Utama (KPU), Kantor Pengawasan dan
Pelayanan Bea dan Cukai (KPPBC) Madya Pabean dan KPPBC Madya Cukai. Dalam
tahun 2009 telah diimplementasikan sembilan KPPBC tipe madya lainnya yaitu
KPPBC Tipe Madya Pabean Tanjung Emas, KPPBC Tipe Madya Pabean Merak,
KPPBC Tipe Madya Pabean Yogyakarta, KPPBC Tipe Madya Pabean Surakarta,
KPPBC Tipe Madya Pabean Bandung, KPPBC Tipe Madya Pabean Bogor, KPPBC
Tipe Madya Pabean Purwakarta, KPPBC Tipe Madya Pabean Bekasi dan KPPBC
Tipe Madya Pasuruan. Sampai bulan Oktober, enam KPPBC Madya Pabean telah
diresmikan.
Pada sisi pengeluaran, peningkatan efektivitas dan efisiensi pengeluaran negara
ditempuh melalui penajaman alokasi anggaran melalui realokasi belanja negara
yang lebih terarah dan tepat sasaran, serta perumusan kebijakan alokasi belanja
ke daerah sesuai kewenangannya. Kebijakan alokasi anggaran juga diarahkan
untuk memberikan stimulus fiskal bagi perekonomian serta peningkatan
efektivitas dan efisiensi alokasi belanja negara dengan mengacu pada penerapan
anggaran berbasis kinerja (performance based budgeting). Selain itu, pengelo-
laan kas negara dilaksanakan dengan akurat, efisien, dan dapat diandalkan untuk
mendukung pelaksanaan sistem penganggaran yang transparan dan akuntabel.
Dari sisi pembiayaan, stok utang pemerintah berhasil diturunkan dari 47 persen
PDB pada tahun 2005 menjadi 30 persen PDB pada tahun 2009. Seiring dengan
penurunan tersebut, ketergantungan terhadap utang luar negeri juga mengalami
penurunan.
Tabel 4.10.2
Kantor Vertikal DJP
Sumber:
Kementerian Keuangan, 2009.
274
B
a
g
i
a
n

I
V
MEMELIHARA MOMENTUM PERUBAHAN
Dari sisi moneter, dalam periode tahun 2005-2009 tekanan inflasi berfluktuasi
terutama disebabkan oleh kenaikan harga BBM internasional dan dalam negeri,
serta kenaikan harga komoditas pangan luar dan dalam negeri. Kenaikan harga
BBM dalam negeri dan inflasi yang cukup besar, yaitu 17,11 persen pada akhir
tahun 2005, mendorong Pemerintah meningkatkan sasaran inflasi 2006, 2007
dan 2008 menjadi 8,0+/-1,0 persen, 6,0+/-1,0 persen dan 5,0+/-1,0 persen. Upaya
pengendalian inflasi yang ketat pada tahun 2005 dan 2006 berhasil menurunkan
inflasi dengan berarti menjadi 6,60 persen pada akhir tahun 2006, di bawah
sasaran inflasi. Namun, inflasi yang telah menurun pada pertengahan 2007,
tertekan kenaikan harga komoditas pangan, sehingga agak meningkat menjadi
6,59 persen pada akhir tahun 2006, sedikit di bawah sasaran inflasi. Pada tahun
2008, kenaikan harga BBM dunia dan dalam negeri, kembali menaikkan harga
komoditas lainnya, dan inflasi kembali meningkat menjadi 11,06 persen, berada
di atas sasaran inflasi.
Upaya pengendalian inflasi bersama-sama dengan penurunan harga BBM dunia
dan dalam negeri, dan harga komoditas pertanian dan mineral, mendorong
penurunan inflasi yang relatif besar pada tahun 2009, menjadi hanya sebesar
2,78 persen, cukup jauh di bawah sasaran inflasi RPJMN tahun 2009 sebesar 3,0
persen.
Sementara itu, terjaganya stabilitas sektor keuangan didukung oleh berhasilnya
Program Stabilisasi Moneter dan Sektor Keuangan yang mencakup hal-
hal berikut. Pertama, telah diterapkan peraturan perbankan dan lembaga
keuangan bukan bank (LKBB) yang bersifat preventif terhadap pencegahan risiko
kegagalan penempatan investasi. Kedua, telah dibentuk Forum Stabilitas Sistem
Keuangan pada bulan Juni 2007 untuk meningkatkan kerja sama, koordinasi,
dan pertukaran informasi dalam rangka stabilitas sistem keuangan. Ketiga,
telah semakin membaiknya kesadaran para pelaku industri dalam menerapkan
aturan mengenai tatakelola kepemerintahan yang baik (good governance) dan
perlindungan masyarakat penggunanya/nasabah. Selain itu, dengan dilakukannya
penggabungan dua bursa (Bursa Efek Jakarta dan Bursa Efek Surabaya) menjadi
Bursa Efek Indonesia pada akhir tahun 2007 dimaksudkan pula agar dapat
meningkatkan efisiensi pasar modal yang pada akhirnya dapat meningkatkan
ketahanan sektor keuangan.

275
B
a
g
i
a
n

I
V
Evaluasi Lima Tahun Pelaksanaan RPJMN 2004-2009
Bab 4.11
Pembangunan Perdesaan
I. Pengantar
P
embangunan perdesaan di Indonesia ditujukan untuk meningkatkan taraf
hidup masyarakat di perdesaan, menumbuhkan partisipasi aktif setiap
anggota masyarakat dalam pembangunan, dan menciptakan hubungan
yang selaras antara masyarakat dan lingkungannya. Pembangunan perdesaan
yang berkelanjutan berpotensi besar untuk memberikan kontribusi dalam
pencapaian tujuan dan sasaran pembangunan, setidaknya dalam empat hal
yaitu: penanggulangan kemiskinan, pemerataan distribusi pertumbuhan,
ketahanan pangan, dan pengelolaan sumber daya alam berkelanjutan.
Dalam era desentralisasi dan otonomi daerah, pemerintah daerah mempunyai
ruang kewenangan yang jauh lebih besar dalam merencanakan dan mengelola
n

I
V
B
a
g
i
a
n

I
V
276
B
a
g
i
a
n

I
V
MEMELIHARA MOMENTUM PERUBAHAN
pembangunan di daerahnya masing-masing termasuk dalam membangun wilayah
perdesaannya. Oleh karena itu, pembangunan dapat lebih memperhatikan
karakteristik dan aspirasi lokal. Desentralisasi adalah upaya untuk meningkatkan
kualitas pelayanan kepada masyarakat dengan mendekatkan kewenangan
kepada masyarakat termasuk dalam pembangunan perdesaan.
II. Pencapaian Prioritas
2.1 Gambaran Pencapaian
Sasaran pembangunan perdesaan yang ditetapkan dalam RPJMN 2004-2009
adalah: (1) meningkatnya peran dan kontribusi kawasan perdesaan sebagai
basis pertumbuhan ekonomi nasional yang diukur dari meningkatnya peran
sektor pertanian dan non pertanian yang terkait dalam mata rantai pengolahan
produk-produk berbasis perdesaan; (2) terciptanya lapangan kerja berkualitas
di perdesaan, khususnya lapangan kerja non pertanian, yang ditandai dengan
berkurangnya angka pengangguran terbuka dan setengah pengangguran; (3)
meningkatnya kesejahteraan masyarakat perdesaan yang ditandai dengan
berkurangnya jumlah penduduk miskin serta meningkatnya taraf pendidikan
dan kesehatan, terutama perempuan dan anak; (4) meningkatnya kualitas dan
kuantitas infrastruktur di kawasan permukiman di perdesaan yang ditandai
dengan antara lain: (i) selesainya pembangunan fasilitas telekomunikasi
perdesaan sekurang-kurangnya 43 ribu sambungan baru di 43 ribu desa dan
community access point di 45 ribu desa; (ii) meningkatnya persentase desa
yang mendapat aliran listrik dari 94 persen pada tahun 2004 menjadi 97 persen
pada tahun 2009; (iii) meningkatnya persentase rumah tangga perdesaan yang
memiliki akses terhadap pelayanan air minum hingga 30 persen; dan (iv) seluruh
rumah tangga telah memiliki jamban sehingga tidak ada lagi yang melakukan
open defecation (pembuangan di tempat terbuka); dan (5) meningkatnya
akses, kontrol dan partisipasi seluruh elemen masyarakat dalam kegiatan
pembangunan perdesaan yang ditandai dengan terwakilinya aspirasi semua
kelompok masyarakat dan meningkatnya kesetaraan antara perempuan dan
laki-laki dalam perencanaan, pelaksanaan, pemantauan dan evaluasi kegiatan
pembangunan.
Secara garis besar, hasil pelaksanaan pembangunan perdesaan dapat dikatakan
semakin baik setiap tahunnya, walaupun dari beberapa sasaran yang tertuang
dalam RPJMN 2004-2009 belum tercapai. Namun, hal tersebut tidak mengurangi
esensi pelaksanaan program dan kegiatan dalam pembangunan perdesaan.
Gambaran mengenai pencapaian sasaran pembangunan perdesaan dalam
RPJMN dapat dilihat dalam Tabel 4.11.1 di bawah ini.
277
B
a
g
i
a
n

I
V
Evaluasi Lima Tahun Pelaksanaan RPJMN 2004-2009
Tabel 4.11.1
Sasaran dan Pencapaian
Pembangunan Perdesaan,
Tahun 20052009
4.1 Selesainya pembangunan
fasilitas telekomunikasi
perdesaan sekurang-
kurangnya 43.000
sambungan baru di
43.000 desa dan
community access point
di 45.000 desa
Jumlah desa yang
tersambung fasilitas
telepon (7)
Desa - - - - 24.051
4.2 Meningkatnya persentase
desa yang mendapat
aliran listrik dari 94
persen tahun 2004
menjadi 97 persen tahun
2009
Rumah tangga
pengguna listrik (6)
Persen 73,25 80,20 86,15 86,90
4.3 Meningkatnya persentase
rumah tangga perdesaan
yang memiliki akses
terhadap pelayanan air
minum hingga 30 persen
Rumah tangga
pengguna air bersih
(dengan sumber air
minum milik sendiri)
(6)
Persen 48,1 48,49 48,41 47,77
4.4 Seluruh rumah tangga
telah memiliki jamban
sehingga dak ada lagi
yang melakukan "open
defecaon"
(pembuangan di tempat
terbuka)
Rumah tangga yang
memiliki jamban (6)
Persen 51,8 51,65 50,6 52
5. Meningkatnya akses,
kontrol dan parsipasi
seluruh elemen
masyarakat dalam
kegiatan pembangunan
perdesaan yang ditandai
dengan terwakilinya
aspirasi semua kelompok
masyarakat dan
meningkatnya kesetaraan
antara perempuan dan
laki-laki dalam
perencanaan,
pelaksanaan,
pemantauan dan evaluasi
kegiatan pembangunan
Jumlah desa yang
melakukan
pembangunan
perdesaan secara
parsipaf melalui
pelaksanaan
kegiatan PPK II
Desa 27.244
desa di
1.592
kecamatan
245
kabupaten
di 30
provinsi
18.007
desa di
1.144
kecamatan
- -
Jumlah desa yang
melakukan
pembangunan
perdesaan secara
parsipaf melalui
pelaksanaan
kegiatan PNPM
Mandiri Perdesaan
(9)
Desa - - 26.724
desa dari
1.837
kecamatan
di 32
provinsi
34.031
desa dari
2.230
kecamatan
di 32
provinsi
50.201 desa dari
3.908 kecamatan
di 32 provinsi
Jumlah desa yang
melakukan
pembangunan
perdesaan secara
parsipaf melalui
pelaksanaan
kegiatan PNPM
PISEW (10)
Desa - - - - 2.293 desa, 237
kecamatan32
kabupaten di 9
provinsi
Jumlah kecamatan
dalam cakupan
pelaksanaan PNPM
LMP (11)
Keca-
matan
- - - 29 kecamatan di
10 kabupaten di 4
provinsi di
Sulawesi
Sumber:
(1) Susenas Kor 20052008,
BPS; (2)Statistik Usaha
Kecil Menengah Tahun
20052008, www.depkop.
go.id, Kementerian Koperasi
dan UKM; (3) Survei Angkatan
Kerja Nasional (Sakernas)
20052008, BPS; (4) Survei
Sosial Ekonomi Nasional
20052009, BPS; (5) Statistik
Indonesia 20052009,
BPS; (6) www.bps.go.id,
BPS; (7) Data Direktorat
Energi, Telekomunikasi dan
Informatika, Bappenas, 2009;
(8) Indikator Kesejahteraan
Rakyat 20052009, BPS; (9)
www.ppk.or.id, Kementerian
Dalam Negeri; (10) www.
pnpm-pisew.org, Kementerian
Dalam Negeri; (11) pnpm-lmp.
com, Kementerian Pertanian.
278
B
a
g
i
a
n

I
V
MEMELIHARA MOMENTUM PERUBAHAN
2.2 Evaluasi Pencapaian
Desentralisasi dan otonomi daerah menyebabkan pembentukan (pemekaran
maupun penyatuan) desa-desa baru menjadi kewenangan pemerintah daerah.
Berdasarkan data Badan Pusat Statistik (BPS) dalam Potensi Desa (Podes) 2005
dan 2008, jumlah desa yang pada tahun 2005 sebanyak 61.409 desa telah
bertambah menjadi 67.211 desa pada tahun 2008. Kawasan perdesaan pun
masih mendominasi wilayah Indonesia yaitu sekitar 92,51 persen dari wilayah
Indonesia (data analisis dari Podes 2008, BPS). Selain itu, lebih dari 56,86 persen
atau sekitar 131,8 juta jiwa penduduk Indonesia masih bertempat tinggal dan
menggantungkan hidupnya di perdesaan.
2.2.1 Sasaran 1: Meningkatnya Peran dan Kontribusi Kawasan
Perdesaan Sebagai Basis Pertumbuhan Ekonomi Nasional
yang Diukur dari Meningkatnya Peran Sektor Pertanian
dan Non Pertanian yang Terkait dalam Mata Rantai
Pengolahan Produk-produk Berbasis Perdesaan
Kawasan perdesaan memiliki kontribusi dan peran yang besar sebagai basis
pertumbuhan nasional. Sektor pertanian pun turut memberikan kontribusi
yang semakin besar dalam meningkatkan produk domestik bruto (PDB) dilihat
dari semakin meningkatnya rasio PDB sektor pertanian terhadap PDB nasional.
Kontribusi kawasan perdesaan terhadap pertumbuhan nasional dari sektor non
pertanian (terutama upaya pemberdayaan usaha mikro, kecil dan menengah)
cukup signifikan karena peningkatan produktivitas ekonomi. Hal ini terlihat
dari PDB sektor pertanian usaha kecil menengah (UKM) dari tahun 2005-2008
yang terus mengalami peningkatan. Pada tahun 2005 pencapaian PDB sektor
pertanian UKM sebesar Rp347,41 triliun dan 2008 menjadi Rp679,45 triliun.
2.2.2 Sasaran 2: Terciptanya Lapangan Kerja Berkualitas di
Perdesaan Khususnya Lapangan Kerja Non pertanian,
yang Ditandai dengan Berkurangnya Angka Pengangguran
Terbuka dan Setengah Pengangguran
Dilihat dari segi ketenagakerjaan, sektor pertanian memberikan lapangan
pekerjaan bagi 37,05 juta (60,1 persen) pekerja produktif di perdesaan (Sakernas-
BPS, Agustus 2009). Semakin meningkatnya jumlah tenaga kerja yang bekerja
di sektor non pertanian mengindikasikan meningkatnya diversifikasi usaha non
pertanian di perdesaan. Pada tahun 2005 pengangguran terbuka berjumlah 5,68
juta jiwa dan terus mengalami penurunan pada tahun 2006 sampai dengan 2009
secara berurutan yaitu 5,32 juta jiwa, 4,39 juta jiwa, 4,21 juta jiwa, serta 3,81 juta
jiwa. Dengan demikian pencapaian sasaran ini dapat dikatakan cukup berhasil
dengan melihat penurunan jumlah pengangguran terbuka.
Namun, jumlah setengah pengang guran di perdesaan mengalami kenaikan sejak
tahun 2005 sebesar 22,46 juta jiwa menjadi 23,61 juta jiwa pada tahun 2009.
Hal ini menunjukkan bahwa lapangan kerja di perdesaan masih didominasi oleh
lapangan kerja informal yang tidak memberikan jam kerja cukup. Untuk itu,
upaya pembinaan lapangan kerja informal dan penciptaan lapangan kerja formal
perlu dilakukan agar mampu mendorong perekonomian masyarakat perdesaan.
279
B
a
g
i
a
n

I
V
Evaluasi Lima Tahun Pelaksanaan RPJMN 2004-2009
Dilihat dari aspek lapangan kerja berkualitas di perdesaan, kegiatan ekonomi di
luar sektor pertanian, baik industri kecil yang mengolah hasil pertanian maupun
industri kerajinan serta jasa penunjang lainnya, sangat terbatas. Sebagian besar
kegiatan ekonomi di perdesaan masih mengandalkan produksi komoditas primer
sehingga nilai tambah yang dihasilkan kecil. Akibatnya lapangan kerja yang
berkualitas di perdesaan masih terbatas. Untuk meningkatkan jumlah lapangan
kerja berkualitas diperlukan upaya terus menerus berupa pendampingan atau
fasilitasi dan kemudahan mengakses berbagai informasi, inovasi, pasar dan
modal.
2.2.3 Sasaran 3: Meningkatnya Kesejahteraan Masyarakat
Perdesaan yang Ditandai dengan Berkurangnya Jumlah
Penduduk Miskin serta Meningkatnya Taraf Pendidikan
dan Kesehatan, Terutama Perempuan dan Anak
Penurunan jumlah pen duduk miskin di perdesaan selama kurun waktu 2005-
2009 menunjukkan pencapaian yang cukup baik. Pada tahun 2005 jumlah pen-
duduk miskin di perdesaan sebesar 22,7 juta jiwa. Jumlah ini berkurang pada
tahun 2009 menjadi sebesar 20,62 juta jiwa. Perluasan kesempatan kerja di
perdesaan, terutama lapangan kerja baru di bidang kegiatan agribisnis off-farm
dan industri serta jasa berskala kecil dan menengah, telah berdampak pada
berkurangnya angka pengangguran dan kemiskinan serta meningkatnya produk-
tivitas dan pendapatan masyarakat perdesaan.
Kualitas SDM di perdesaan dipengaruhi oleh taraf pendidikan masyarakatnya
yang relatif masih rendah. Persentase Angka Partisipasi Murni (APM) SD, APM
SLTP, dan APM SLTA menunjukkan bahwa mayoritas masyarakat perdesaan
masih berada pada tingkat SD. Besaran APM SLTP dan SLTA yang masih rendah
walaupun telah menunjukkan peningkatan setiap tahunnya menunjukkan
masih rendahnya taraf pendidikan rata-rata masyarakat perdesaan. Untuk
itu, perlu dilakukan upaya strategis peningkatan taraf pendidikan masyarakat
perdesaan melalui sekolah kejuruan. Pendidikan non formal maupun informal
juga perlu ditingkatkan sebagai salah satu upaya untuk mengejar ketertinggalan
pengetahuan maupun teknologi.
2.2.4 Sasaran 4: Meningkatkan Kualitas dan Kuantitas
Infrastruktur di Kawasan Permukiman di Perdesaan
Keterbatasan infrastruktur dan fasilitas publik masih menjadi masalah di ka-
wasan permukiman perdesaan. Penyelesaian pembangunan fasilitas telekomu-
nikasi perdesaan tidak dapat dipenuhi sesuai sasaran RPJMN 2004-2009 karena
dua hal yaitu: (1) target pembangunan fasilitas telekomunikasi perdesaan turun
karena ada beberapa desa yang sudah memiliki fasilitas telekomunikasi; dan
(2) adanya gugatan akibat pembatalan lelang universal service obligation (USO)
yang baru mempunyai hukum tetap pada tahun 2008.
Melalui program Peningkatan Prasarana dan Sarana Perdesaan, pada tahun 2005,
program pembangunan infrastruktur perdesaan (PPIP) telah dilaksanakan dan
diselenggarakan melalui PKPS-BBM IP pada 12.834 desa di 427 kabupaten/kota di
280
B
a
g
i
a
n

I
V
MEMELIHARA MOMENTUM PERUBAHAN
33 provinsi. Penyelenggaraan PPIP ini telah melaksanakan kegiatan pemberdayaan
dan pembangunan infrastruktur perdesaan sesuai dengan kebutuhan masyarakat
perdesaan yang menjadi sasaran. Dari penilaian keberhasilan PKPS-BBM IP ini,
pada tahun 2006 program ini dilanjutkan dengan pemanfaatan dana dari Asian
Development Bank (ADB) pada 1.840 desa di 45 kabupaten di empat provinsi, yang
keseluruhan penyelesaiannya dapat dituntaskan pada tahun 2007. Pada tahun ini
pula diluncurkan program sejenis dengan nama PPIP dengan pencapaian sebanyak
2.289 desa di 184 kabupaten/kota di 29 provinsi. Pada tahun 2008 dilaksanakan di
2.060 desa yang tersebar di 177 kabupaten di 29 provinsi. Pada tahun 2009 yang
sebagian pembiayaannya dari ADB, PPIP dilaksanakan di 3.624 desa yang tersebar
di 132 kabupaten di 25 provinsi.
Melalui Program Pengembangan Kinerja Pengelolaan Air Minum dan Air Limbah
dilakukan kegiatan dengan pola pendekatan pemberdayaan masyarakat yang
lebih dikenal sebagai program nasional Penyediaan Air Minum dan Sanitasi
Berbasis Masyarakat (PAMSIMAS). Program ini bertujuan untuk meningkatkan
akses layanan di bidang air minum dan sanitasi yang ditujukan bagi masyarakat
berpenghasilan rendah di perdesaan dan pinggiran perkotaan serta dilaksanakan
secara berbasis masyarakat.
Secara keseluruhan, sasaran program PAMSIMAS ditetapkan pada 5.000 desa di
110 kabupaten/kota di 15 provinsi dengan target waktu dari tahun 2008-2013.
Selain itu, terdapat sasaran program replika yang akan disponsori langsung
oleh pemerintah daerah dan masyarakat sebanyak 506 desa. Pada tahun
2008, PAMSIMAS telah dilaksanakan pada 900 desa/kelurahan sasaran di 107
kabupaten/kota di 15 provinsi. Pada tahun 2009 dilaksanakan pada 1.666 desa/
kelurahan di 110 kabupaten/kota.
Kuantitas dan kualitas infrastruktur permukiman semakin meningkat setiap
tahun, walaupun masih di bawah sasaran RPJMN. Hal ini terjadi karena adanya
penambahan jumlah desa, sehingga walaupun jumlah program dan kegiatan
meningkat, namun dengan jumlah desa yang semakin bertambah, maka
penambahan jumlah desa penerima menjadi kurang signifikan. Ditambah lagi
dalam kurun waktu lima tahun pelaksanaan RPJMN, Indonesia banyak dilanda
bencana alam. Bencana alam datang silih berganti dari yang terbesar seperti
Tsunami Aceh pada akhir tahun 2004 yang diikuti oleh gempa bumi antara lain di
Alor, Nabire, Yogyakarta, Padang sampai dengan banjir dan tanah longsor yang
terus menerus sepanjang tahun. Oleh karena itu, perhatian Pemerintah lebih
281
B
a
g
i
a
n

I
V
Evaluasi Lima Tahun Pelaksanaan RPJMN 2004-2009
ditujukan kepada pemulihan korban bencana dan rehabilitasi serta rekonstruksi
berbagai fasilitas yang rusak.
2.2.5 Sasaran 5: Meningkatnya Akses, Kontrol dan
Partisipasi Seluruh Elemen Masyarakat dalam Kegiatan
Pembangunan Perdesaan yang Ditandai dengan
Terwakilinya Aspirasi Semua Kelompok Masyarakat dan
Meningkatnya Kesetaraan Antara Perempuan dan Laki-
Laki dalam Perencanaan, Pelaksanaan, Pemantauan dan
Evaluasi Kegiatan Pembangunan
Pencapaian sasaran peningkatan akses, kontrol dan partisipasi seluruh elemen
masyarakat dalam kegiatan pembangunan perdesaan didukung oleh pelaksanaan
berbagai program keberdayaan masyarakat sejak tahun 2005-2008. Upaya
meningkatkan keberdayaan masyarakat perdesaan dilakukan melalui berbagai
kegiatan seperti penyuluhan dan pelatihan keterampilan, identifikasi best
practices program-program pemberdayaan masyarakat sebagai pembelajaran
bagi lembaga dan organisasi masyarakat, dan pengembangan kelembagaan
untuk difusi teknologi tepat guna serta ramah lingkungan di kawasan perdesaan.
Berbagai kegiatan tersebut diikuti oleh berbagai lembaga swadaya masyarakat
yang terdapat di wilayah penerima program di perdesaan. Ini mencerminkan
kemampuan lembaga dan organisasi dalam menyalurkan aspirasi masyarakat
untuk perencanaan kegiatan pembangunan, serta dalam memperkuat posisi
tawar masyarakat dalam aktivitas ekonomi.
Upaya intensif dalam meningkatkan pembangunan perdesaan secara partisipatif
telah dilakukan, terutama dengan memperkuat kapasitas masyarakat dan
pemerintah desa. Hal ini antara lain, dengan telah disusunnya Rancangan
Peraturan Presiden tentang Penataan Lembaga Ketahanan Masyarakat Desa
(LKMD) sebagai wadah partisipasi masyarakat dalam pembangunan dan
Rancangan Peraturan Pemerintah tentang Desa (pengganti PP Nomor 76 Tahun
2001).
Pemerintah telah melaksanakan berbagai upaya melalui berbagai program
pemberdayaan masyarakat yang kemudian dirangkum dalam Program Nasional
Pemberdayaan Masyarakat (PNPM) Mandiri untuk mendorong pemberdayaan
masyarakat khususnya masyarakat miskin perdesaan melalui pelaksanaan
kegiatan yang partisipatif sejak dari perencanaan, pelaksanaan, pemantauan
dan evaluasi dengan melibatkan kelompok masyarakat dengan memperhatikan
keterwakilan dan kesetaraan gender. Cakupan penerima PNPM Mandiri secara
keseluruhan adalah seluruh kecamatan di wilayah Indonesia yang meliputi
kawasan perdesaan. Pelaksanaan PNPM Mandiri merupakan stimulus yang
diberikan oleh Pemerintah guna mendorong pemerintah daerah meningkatkan
keberdayaan masyarakatnya sehingga mendukung pencapaian sasaran RPJMN
2004-2009.
282
B
a
g
i
a
n

I
V
MEMELIHARA MOMENTUM PERUBAHAN
III. Keberhasilan
3.1 Program Keberdayaan Masyarakat
Pencapaian program keber-
dayaan masyarakat dilaksanakan
melalui Program Pengembangan
Kecamatan (PPK) atau PNPM
Perdesaan. PPK dilaksanakan
di 32 provinsi, 346 kabupaten,
1.909 kecamatan. Pelaksanaan
program ini kemudian dilanjutkan
mulai tahun 2008 melalui PNPM
Mandiri Perdesaan dengan
sumber pendanaan berasal dari
pemerintah pusat dan daerah.
Dalam pelaksanaannya, proses pemberdayaan khususnya kepada masyarakat
miskin dilakukan melalui perencanaan partisipatif sejak dari pemilihan kegiatan
sampai dengan pelaksanaan yang didampingi oleh tenaga ahli yang berfungsi
sebagai fasilitator. Sebagai stimulan, diberikan dana bantuan langsung
masyarakat (BLM) untuk mendanai berbagai kegiatan yang sudah diputuskan
secara partisipatif di tingkat desa. Proses tersebut diharapkan merupakan praktek
dari pemberian pilihan (choice) kepada masyarakat dan juga meningkatkan
kemampuan masyarakat miskin untuk menyuarakan aspirasinya (voice).
Keberhasilan program keber dayaan masyarakat yang ter cermin dari manfaat
pelak sanaan Program PPK atau PNPM Mandiri Perdesaan adalah: (1) tersedianya
pendapatan tambahan bagi masyarakat sebesar 11 persen dari penda patan
tahunan sebagai instrumen jaring pengaman sosial (social safety net); (2)
meningkatnya pendapatan para pekerja tidak terampil/buruh kasar secara
signifikan. Hal ini terjadi karena ketersediaan lapangan kerja di kegiatan PNPM
Mandiri Perdesaan yang dapat mengurangi tingginya tingkat kompetisi untuk
masuk ke lapangan kerja di luar musim tanam/panen. Artinya tenaga kerja
perdesaan diserap oleh kegiatan PNPM Mandiri Perdesaan; (3) meningkatnya
lapangan pekerjaan dan pendapatan dengan adanya pekerjaan pembangunan/
perbaikan sarana dan prasarana; (4) berkembangnya aktivitas kegiatan ekonomi
seperti pasar, perdagangan, jual beli barang dan jasa dan transaksi ekonomi lain
dengan tumbuhnya daya beli perdesaan sebagai tindakan/input PNPM Mandiri
(dampak pertumbuhan meningkat sekitar 16,5 persen); dan (5) tumbuhnya
pendapatan perdesaan sebagai kombinasi dampak tidak langsung pelaksanaan
PNPM Mandiri melalui pembangunan dan kegiatan lainnya.
Selain pemberdayaan berbagai elemen masyarakat perdesaan, kemampuan
dan kapasitas aparat pemerintahan desa juga terus ditingkatkan melalui
berbagai pelatihan dan bimbingan teknis antara lain: (1) pelatihan manajemen
pemerintahan desa bagi kepala desa; (2) pelatihan pengelolaan keuangan
desa bagi aparatur desa; (3) bimbingan teknis penyusunan peraturan desa dan
keputusan desa; (4) bimbingan teknis penataan administrasi pemerintahan desa;
dan (5) bimbingan teknis tata cara penegasan dan penetapan batas desa.
283
B
a
g
i
a
n

I
V
Evaluasi Lima Tahun Pelaksanaan RPJMN 2004-2009
3.2 Program Pengembangan Ekonomi Lokal
Program ini bertujuan untuk: (1) meningkatkan produktivitas dan nilai tambah
usaha ekonomi di kawasan perdesaan; (2) mendorong penciptaan lapangan
kerja berkualitas di perdesaan terutama di sektor non pertanian; dan (3)
meningkatkan keterkaitan antara sektor pertanian dengan sektor industri dan
jasa berbasis sumber daya lokal. Ketiga tujuan tersebut dilakukan dalam kerangka
meningkatkan sinergi dan keterkaitan antara kawasan perdesaan dan perkotaan.
Dalam rangka pencapaian sasaran peningkatan peran dan kontribusi kawasan
perdesaan sebagai basis pertumbuhan ekonomi nasional, Pemerintah telah
menghasilkan berbagai dokumen terkait penguatan keterkaitan perdesaan dengan
perkotaan. Beberapa dokumen tersebut adalah: (1) Dokumentasi Data Peraturan
Perundang-undangan Lembaga Keuangan Mikro Perdesaan; (2) Pedoman Umum
Pengelolaan Usaha Ekonomi Desa Simpan Pinjam (UED-SP) sebagai Lembaga
Keuangan Mikro (LKM) Perdesaan; dan (3) Pedoman Umum Fasilitasi Penerapan
Teknologi Tepat Guna bagi Pengembangan Usaha Mikro dan Kecil.
Selain itu, pelaksanaan program pengembangan ekonomi lokal bertujuan untuk
mendorong penciptaan lapangan kerja berkualitas di perdesaan terutama
di sektor non pertanian. Dukungan keberhasilan pencapaian sasaran RPJMN
2004-2009 dilakukan melalui beberapa kegiatan antara lain: (1) pelatihan
kewirausahaan bagi masyarakat; (2) pembangunan prasarana perekonomian;
(3) pengembangan UED-SP sebagai lembaga keuangan mikro perdesaan yang
melayani keperluan modal usaha bagi masyarakat perdesaan; (4) pemfungsian
Pos Pelayanan Teknologi Perdesaan (Posyantekdes) dalam menyediakan layanan
informasi dan perangkat teknologi tepat guna untuk mendukung pengembangan
usaha ekonomi produktif masyarakat perdesaan; dan (5) peningkatan Lumbung
Pangan Masyarakat Desa (LPMD) melalui peran penguatan ketahanan pangan
masyarakat desa.
284
B
a
g
i
a
n

I
V
MEMELIHARA MOMENTUM PERUBAHAN
Program Pengembangan Ekonomi Lokal juga dilaksanakan untuk meningkatkan
keterkaitan perdesaan-perkotaan. Upaya ini dilaksanakan melalui pengembangan
sarana prasarana perdesaan yang meliputi Desa Pusat Pertumbuhan (KTP2D)
dan Pengembangan Kawasan Agropolitan. Sampai saat ini ada lima jenis sarana
dan prasarana dasar yang dilaksanakan pada kawasan agropolitan, yaitu: (1)
dukungan terhadap subsistem agribisnis hulu; (2) dukungan terhadap subsistem
usaha tani (on-farm agribisnis); (3) dukungan terhadap subsistem pengolahan
hasil; (4) dukungan terhadap subsistem pemasaran hasil; dan (5) dukungan
terhadap subsistem jasa penunjang yang dapat berupa sarana utilitas umum.
Selama periode 2005-2009, perkembangan penanganan kawasan Desa Pusat
Pertumbuhan dan Kawasan Terpilih Pusat Pengembangan Desa (DPP/KTP2D)
dan agropolitan yang dilakukan dapat digambarkan dalam tabel di bawah ini.
Contoh keberhasilan dari program tersebut dapat dilihat pada pengembangan
Kawasan Pacet (Kabupaten Cianjur) dan Kawasan Merapi-Merbabu (Kabupaten
Magelang). Di Kawasan Pacet, Kabupaten Cianjur, Jawa Barat, telah dibangun
dukungan fasilitasi intrastruktur berupa jalan usaha tani sepanjang 1.500 meter,
jalan poros desa sepanjang 2.000 meter, saluran air baku sepanjang 2.000
meter, packing house, houlding ground, green house, dan pengolahan limbah
pertanian. Semua fasilitas infrastruktur tersebut telah dirasakan manfaatnya
oleh masyarakat setempat, terutama dalam menekan biaya produksi yang
seharusnya ditanggung oleh petani. Pada Kawasan Merapi-Merbabu, Kabupaten
Magelang, Jawa Tengah, telah dibangun dukungan fasilitasi infrastruktur berupa
jalan usaha tani sepanjang 3.000 meter, jalan poros desa sepanjang 2.000 meter,
dan satu unit subterminal agropolitan (STA). Dukungan fasilitasi infrastruktur ini
telah meningkatkan kegiatan ekonomi masyarakat terutama yang terkait dengan
kegiatan pemasaran yang memberikan nilai tambah pada produk pertanian,
serta menumbuhkan trickle-down effect pada perekonomian masyarakat di
sekitar kawasan tersebut.

Tabel 4.11.2
Perkembangan Penanganan
Kawasan Desa Pertumbuhan
dan
Kawasan Terpilih Pusat
Pengembangan Desa (DPP/
KTP2D) dan Agropolitan
Sumber:
Kementerian Pekerjaan
Umum, Ditjen Cipta Karya,
2009
285
B
a
g
i
a
n

I
V
Evaluasi Lima Tahun Pelaksanaan RPJMN 2004-2009
Bab 4.12
Pengurangan Ketimpangan Pembangunan
Wilayah
I. Pengantar
P
embangunan nasional yang telah dilakukan selama ini secara umum mampu
meningkatkan kualitas hidup dan kesejahteraan masyarakat. Hal ini antara
lain ditunjukkan oleh laju pertumbuhan ekonomi nasional yang meningkat
cukup nyata, yaitu dari 5,6 persen pada tahun 2005 menjadi 6,36 persen pada
tahun 2008. Namun, hasil pembangunan tersebut belum dapat dinikmati secara
merata di seluruh wilayah Indonesia. Ketimpangan pembangunan terutama
terjadi antara Pulau Jawa dan Luar Jawa, antara Kawasan Barat Indonesia (KBI)
dan Kawasan Timur Indonesia (KTI), antarkota, serta antara perkotaan dan
perdesaan.
n

I
V
B
a
g
i
a
n

I
V
286
B
a
g
i
a
n

I
V
MEMELIHARA MOMENTUM PERUBAHAN
Ketimpangan pembangunan wilayah antara lain ditunjukkan oleh intensitas
kegiatan ekonomi yang masih terpusat di Pulau Jawa dan Bali. Provinsi-provinsi
di Pulau Jawa dan Bali memiliki kontribusi terbesar pada total perekonomian
nasional (termasuk minyak dan gas) yaitu sebesar 64,78 persen. Ketimpangan
pembangunan wilayah juga ditunjukkan oleh nilai Indeks Pembangunan
Manusia (IPM). Provinsi-provinsi di Pulau Jawa dan Bali rata-rata mempunyai
IPM lebih tinggi dibandingkan dengan provinsi-provinsi lainnya. Provinsi DKI
Jakarta meraih IPM tertinggi yaitu 76,3. IPM terendah disandang oleh Provinsi
Papua yaitu 62,8. Selain itu, masyarakat di wilayah KTI, terutama masyarakat
yang tinggal di wilayah perdesaan, perbatasan, tertinggal dan pulau terdepan,
masih menghadapi permasalahan, antara lain dalam pemenuhan hak-hak
dasar rakyat termasuk pangan dan gizi, pelayanan kesehatan dan pendidikan,
pengurangan pengangguran dan kemiskinan, pengelolaan sumber daya alam
dan lingkungan, percepatan pembangunan jaringan prasarana dan sarana, serta
partisipasi dalam pembangunan. Dalam RPJMN 2004-2009, upaya mengurangi
ketimpangan pembangunan wilayah dilakukan melalui: pengembangan wilayah
strategis, cepat tumbuh, tertinggal, dan perbatasan; pembangunan perkotaan
dan pengurangan kesenjangan antara kota dan desa; penataan ruang nasional;
serta pengelolaan pertanahan.
II. Pencapaian Prioritas
2.1 Gambaran Pencapaian
Sasaran dari pengurangan ketimpangan pembangunan antar wilayah adalah: (1)
terwujudnya percepatan pembangunan di wilayah-wilayah cepat tumbuh dan
strategis, wilayah tertinggal, termasuk wilayah perbatasan dalam suatu sistem
wilayah pengembangan ekonomi yang terintegrasi dan sinergis; (2) terwujudnya
keseimbangan pertumbuhan pembangunan antar kota-kota metropolitan,
besar, menengah, dan kecil secara hirarkis dalam suatu sistem pembangunan
perkotaan nasional; (3) terwujudnya percepatan pembangunan kota-kota
kecil dan menengah, terutama di luar Pulau Jawa, sehingga diharapkan dapat
menjalankan perannya sebagai motor penggerak pembangunan di wilayah-
wilayah pengaruhnya dalam suatu sistem wilayah pengembangan ekonomi, ter-
masuk dalam melayani kebu tuhan masyarakat warga kotanya; (4) terkendalinya
pertumbuhan kota-kota besar dan metropolitan dalam suatu sistem wilayah
pem bangu nan metropolitan yang compact, nyaman, efisien dalam pengelolaan,
serta mempertimbangkan pem bangunan yang berkelanjutan; (5) terwujudnya
keterkaitan kegiatan ekonomi antar wilayah perkotaan dan per desaan dalam
suatu sistem wilayah pengem bangan ekonomi yang saling menguntungkan;
(6) terwujudnya keserasian pemanfaatan dan pengendalian ruang dalam suatu
sistem wilayah pembangunan yang berkelanjutan; dan (7) terwujudnya sistem
pengelolaan tanah yang efisien, efektif, serta terlaksananya penegakan hukum
terhadap hak atas tanah masyarakat dengan menerapkan prinsip-prinsip
keadilan, transparansi, dan demokrasi.
Upaya pengurangan ketimpangan wilayah telah menunjukkan pencapaian yang
cukup baik. Sasaran-sasaran yang ditetapkan dalam RPJMN 2004-2009 pada
umumnya berkembang sesuai harapan, meskipun masih terdapat beberapa
sasaran yang belum optimum pencapaiannya. Uraian pencapaian sasaran dapat
dilihat dalam Tabel 4.12.1 berikut.
287
B
a
g
i
a
n

I
V
Evaluasi Lima Tahun Pelaksanaan RPJMN 2004-2009
Tabel 4.12.1
Sasaran dan Pencapaian
Pengurangan Ketimpangan
Pembangunan Wilayah, Tahun
2005-2009
288
B
a
g
i
a
n

I
V
MEMELIHARA MOMENTUM PERUBAHAN
2.2. Evaluasi Pencapaian
2.2.1 Sasaran 1: Terwujudnya Percepatan Pembangunan di
Wilayah-Wilayah Cepat Tumbuh dan Strategis, Wilayah
Tertinggal, Termasuk Wilayah Perbatasan dalam
Suatu Sistem Wilayah Pengembangan Ekonomi yang
Terintegrasi dan Sinergis
Kebijakan percepatan pembangunan wilayah strategis dan cepat tumbuh
dalam keterkaitannya dengan wilayah tertinggal sekitarnya dalam suatu sistem
wilayah pengembangan ekonomi yang sinergis, dari hasil kajian dan telaahan
belum optimal seperti yang diharapkan, walaupun secara umum pertumbuhan
ekonomi di wilayah-wilayah tersebut mengalami peningkatan. Peningkatan
pertumbuhan di daerah tertinggal, bukan semata-mata sebagai akibat dari
pengembangan wilayah strategis cepat tumbuh, namun juga disebabkan oleh
faktor komitmen pemerintah pusat dan daerah, serta pelaksanaan instrumen
percepatan pembangunan daerah tertinggal.
Percepatan pembangunan di wilayah cepat tumbuh dan stra tegis melalui
pengem bangan Kawasan Pengembangan Ekono mi Terpadu (KAPET) belum me-
nun jukkan peningkatan. Hal ini terlihat dari data produk domestik regional bruto
(PDRB) kabupaten/kota di wilayah KAPET yang menurun dari Rp8,257 juta (2005)
5. Terwujudnya
keterkaitan kegiatan
ekonomi antar wilayah
perkotaan dan
perdesaan dalam suatu
sistem wilayah
pengembangan
ekonomi yang saling
menguntungkan
Indeks Williamsons

0,49 0,47 0,46 (belum
ada data)
(belum
ada
data)
Jumlah DAK
4
) juta
rupiah
4.014.0
00
11.569.
800
17.094.
100
21.202.14
1
24.819.
588
6. Terwujudnya
keserasian
pemanfaatan dan
pengendalian ruang
dalam suatu sistem
wilayah pembangunan
yang berkelanjutan
Persentase pelaksanaan sosialisasi
RTRWN dan UU 26/2007
Persen 0 0 30 75 90
Jumlah UU penataan ruang dan
peraturan perundangan
turunannya
Peraturan 0 0 1 UU 1 PP dan
1 Perpres
1 UU
dan 1
Kepres
Jumlah NSPK yang tersusun NSPK 5 12
Jumlah provinsi/kab/kota yang
mendapatkan persetujuan
substansi revisi Perda sesuai
dengan amanat UU 26/2007
Provinsi/
kabupaten
/
kota
0 0 0 0 9
provinsi
dan 13
kab/kot
a
Jumlah provinsi yang melaksanakan
peningkatan manajemen
pengendalian pemanfaatan ruang
Provinsi 32 32 32 32 32
Jumlah forum koordinasi penataan
ruang di ngkat nasional maupun
daerah
Kegiatan 1 2
Jumlah BKPRD yang terbentuk BKPRD 22 (prov)
dan 75
(kab/kota
)
7. Terwujudnya sistem
pengelolaan tanah yang
esien, efekf, serta
terlaksananya
penegakan hukum
terhadap hak atas
tanah masyarakat
dengan menerapkan
prinsip-prinsip
keadilan, transparansi,
dan demokrasi
Jumlah bidang tanah diredistribusi Bidang 11.227 38.700 91.698 372.863 336.396
Jumlah bidang tanah hasil
konsolidasi
Bidang 8.905 29.130 30.498 36.788 34.218
Jumlah bidang tanah hasil
inventarisasi P4T
Bidang 43.948 16.943 424.280 594.139 750.000
Jumlah kab/kota yang telah
menyusun Neraca Penggunaan
Tanah
Kabupate
n/ kota
30 25 38 32 100
Jumlah bidang tanah yang
diserkasi melalui PRONA
Bidang 80.361 84.150 349.800 718.766 453.417
Jumlah bidang tanah yang
diserkasi melalui Reconstrucon
of Aceh Land Administraon
System (RALAS)
Bidang 21.000 118.000 110.597 120.000
Jumlah bidang tanah yang
diserkasi melalui Land
Management and Policy
Development Project (LMPDP)
Bidang 330.000 507.000 645.000 651.000 518.000
Jumlah bidang tanah aset: UKM,
Transmigrasi, Pertanian, Nelayan
yang dilegalisasi
Bidang 50.000 57.961 39.537 54.970 60.331
Jumlah bidang tanah aset
masyarakat yang dilegalisasi
melalui swadaya (PNBP)
Bidang 1.820.9
39
1.427.3
03
2.298.3
67
2.387.916 1.530.3
36
Cakupan Peta Pertanahan Hektar 145.000 172.000 500.000 500.000 500.000
Jumlah pengembangan Kantor
Pertanahan Bergerak (Layanan
Masyarakat untuk Serkasi
Tanah/ Larasita)
Kabupate
n/ kota
124 150

Sumber:
(1)
dan
(2)
Data PDRB Kabupaten/
Kota atas dasar harga konstan
tahun 2005-2007;
(3)
Data jumlah penduduk
kota tahun 2005-2007;
(4)
Direktorat Jenderal
Perimbangan Keuangan
(Kementerian Keuangan).
289
B
a
g
i
a
n

I
V
Evaluasi Lima Tahun Pelaksanaan RPJMN 2004-2009
menjadi Rp7,753 juta (2009). Sementara itu, terkait dengan pengembangan
Kawasan Perdagangan Bebas dan Pelabuhan Bebas (KPBPB), terlihat bahwa
KPBPB Batam sudah berkontribusi cukup baik terhadap perekonomian wilayah,
sedangkan KPBPB Sabang masih perlu terus ditingkatkan kontribusi sektor
industrinya sebagai penggerak pengembangan wilayah. Hal ini terlihat dari
persentase kontribusi PDRB Kota Batam pada PDRB provinsi yang mencapai
67,33 persen pada tahun 2008, sementara persentase kontribusi PDRB Kota
Sabang pada PDRB provinsi masih mencapai 0,63 persen pada tahun yang sama.
Permasalahan yang masih dihadapi antara lain adalah minimnya infrastruktur
di kawasan strategis, belum kondusifnya pepelayanan investasi di daerah,
serta lemahnya aspek kelembagaan dan koordinasi yang diperlukan dalam
pengembangan KAPET dan KPBPB yang semuanya bermuara sebagai penyebab
belum berperannya pusat-pusat pertumbuhan bagi hinterland-nya.
Pembangunan di wilayah perbatasan menunjukkan kemajuan yang cukup
berarti pada kurun waktu 2005-2009. Berkaitan dengan penetapan batas
wilayah, kemajuan yang dicapai adalah ratifikasi perjanjian Batas Laut Kontinen
(BLK) Indonesia-Vietnam pada tahun 2007 dan penandatanganan kesepakatan
dengan Singapura tentang Penetapan Garis Batas Laut Wilayah Kedua Negara
di Bagian Barat Selat Singapura pada tahun 2009, serta penetapan pilar batas
Indonesia-Malaysia, Indonesia-Papua Nugini dan Indonesia-Timor Leste. Dalam
aspek perekonomian, telah tercapai peningkatan rata-rata pertumbuhan PDRB
di 25 kabupaten perbatasan yaitu dari 5,84 persen pada tahun 2005 menjadi
6,63 persen pada tahun 2008. Selain itu, juga terdapat penurunan rata-rata
persentase penduduk miskin kabupaten perbatasan dari 24,16 persen pada tahun
2005 menjadi 21,56 persen pada tahun 2008. Dari aspek kualitas sumber daya
manusia, pada akhir tahun 2008 hanya terdapat enam kabupaten perbatasan
(24 persen) dengan IPM di atas rata-rata nasional atau hanya bertambah dua
kabupaten dibandingkan tahun 2005. Sementara itu, 76 persen sisanya masih
berada di bawah rata-rata nasional. Permasalahan mendasar dari lambatnya
perkembangan pembangunan kawasan perbatasan adalah masih minimnya
ketersediaan infrastruktur serta lemahnya koordinasi antar sektor dan antar
pusat-daerah.
Percepatan pembangunan 199 kabupaten daerah tertinggal telah menunjukkan
kemajuan. Hal ini terlihat dari peningkatan kondisi perekonomian daerah yang
diindikasikan oleh peningkatan rata-rata laju pertumbuhan PDRB kabupaten
tertinggal dari 5,06 persen pada tahun 2005 menjadi 5,85 persen pada tahun
2008, serta peningkatan PDRB perkapita dari Rp5,17 juta pada tahun 2005 men-
jadi Rp5,47 juta pada tahun 2008. Selain itu, kualitas sumber daya manusia juga
telah membaik yang diindikasikan oleh peningkatan IPM di kabupaten daerah
tertinggal. Pada tahun 2005 masih terdapat 170 kabupaten (85,4 persen) yang
memiliki IPM di bawah nilai IPM nasional. Pada tahun 2008 jumlah ini telah
berkurang menjadi 130 kabupaten (65,3 persen). Kondisi kemiskinan di daerah
tertinggal juga telah membaik, yang diindikasikan oleh berkurangnya rata-rata
persentase tingkat kemiskinan di kabupaten daerah tertinggal. Pada tahun 2005
rata-rata persentase tingkat kemiskinan di kabupaten daerah tertinggal sebesar
24,86 persen. Persentase ini berkurang menjadi 22 persen pada tahun 2008.
Permasalahan mendasar yang umum dihadapi oleh penduduk miskin yang be-
rada di daerah tertinggal adalah rendahnya daya beli masyarakat dan aksesibili-
tas untuk mendukung aktivitas perekonomian masyarakat dan pelayanan dasar.
290
B
a
g
i
a
n

I
V
MEMELIHARA MOMENTUM PERUBAHAN
2.2.2 Sasaran 2: Terwujudnya Keseimbangan Pertumbuhan
Pembangunan Antar Kota-Kota Metropolitan, Besar,
Menengah, dan Kecil Secara Hirarkis dalam Suatu Sistem
Pembangunan Perkotaan Nasional
Dari indikator kontribusi PDRB kota terhadap PDRB nasional, terlihat bahwa kontribusi
PDRB kota-kota besar dan metropolitan masih jauh lebih besar dibandingkan
PDRB kota-kota menengah dan kecil. Hal ini menunjukkan bahwa keseimbangan
pertumbuhan antara kota-kota besar, metropolitan, menengah dan kecil belum
sepenuhnya terwujud. Penyebabnya adalah daya tarik kota dan metropolitan yang
masih sangat kuat sehingga dapat menarik investasi yang lebih besar.
2.2.3 Sasaran 3: Terwujudnya Percepatan Pembangunan Kota-
Kota Kecil dan Menengah, Terutama di Luar Pulau Jawa,
sehingga Diharapkan Dapat Menjalankan Perannya
Sebagai Motor Penggerak Pembangunan di Wilayah-
Wilayah Pengaruhnya dalam Suatu Sistem Wilayah
Pengembangan Ekonomi Termasuk dalam Melayani
Kebutuhan Masyarakat Warga Kotanya
Dari indikator laju pertumbuhan PDRB rata-rata di kota kecil dan menengah
terlihat bahwa laju pertumbuhan PDRB meningkat setiap tahunnya. Hal ini
menunjukkan bahwa telah terdapat percepatan pembangunan kota-kota kecil
dan menengah walaupun belum secara optimal menjadi motor penggerak bagi
pembangunan di wilayah pengaruhnya. Upaya-upaya yang telah dilakukan pada
kurun waktu 2005-2009 antara lain: (1) memberikan fasilitas pengembangan
kota-kota menengah dan kecil; (2) melakukan pemberdayaan kemampuan
pemerintah kota dalam memobilisasi dana pembangunan dan mengembangkan
ekonomi perkotaan; serta (3) melaksanakan pendampingan penyusunan Rencana
Program Investasi Jangka Menengah (RPIJM) di kota-kota kecil dan menengah.
2.2.4 Sasaran 4: Terkendalinya Pertumbuhan Kota-Kota
Besar dan Metropolitan dalam Suatu Sistem Wilayah
Pembangunan Metropolitan yang Compact, Nyaman,
Efisien dalam Pengelolaan, serta Mempertimbangkan
Pembangunan yang Berkelanjutan
Dari indikator laju pertumbuhan penduduk rata-rata di kota-kota besar dan
metropolitan, terlihat penurunan laju pertumbuhan penduduk di kota-kota besar
dan metropolitan. Walaupun demikian data tersebut adalah laju pertumbuhan
penduduk rata-rata, sedangkan jika dilihat dari laju pertumbuhan per kota,
sebagian besar kota besar dan metropolitan masih mengalami peningkatan
jumlah penduduk. Pertumbuhan penduduk tersebut, bersama dengan fakta
yang telah dijelaskan sebelumnya yaitu bahwa kontribusi PDRB kota besar
dan metropolitan terhadap PDRB nasional sangat dominan, menunjukkan
pertumbuhan kota-kota besar dan menengah belum dapat dikendalikan. Selain
upaya untuk mendorong pengembangan kota-kota kecil menengah, kota-kota
besar dan metropolitan juga perlu menyelesaikan per ma salahan internalnya
sendiri, sehingga dapat menjadi sistem yang dapat hidup seba gai mana mestinya.
291
B
a
g
i
a
n

I
V
Evaluasi Lima Tahun Pelaksanaan RPJMN 2004-2009
Penge lolaan kota besar dan metropolitan ten tu nya perlu dilandasi oleh
perencanaan yang terintegrasi khususnya perencanaan yang mampu menjawab
kompleksitas permasalahan saat ini dan masa depan.
2.2.5 Sasaran 5: Terwujudnya Keterkaitan Kegiatan Ekonomi
Antar Wilayah Perkotaan dan Perdesaan dalam Suatu
Sistem Wilayah Pengembangan Ekonomi yang Saling
Menguntungkan
Salah satu pencapaian dalam terwujudnya keterkaitan kegiatan ekonomi antar
wilayah perkotaan dan perdesaan dalam suatu sistem wilayah pengembangan
ekonomi yang saling menguntungkan adalah adanya pengurangan kesenjangan
kota-desa yang terlihat dari penurunan Indeks Williamsons dan peningkatan
jumlah Dana Alokasi Khusus (DAK). Indeks Williamsons antara perkotaan dan
perdesaan mempunyai nilai yang mendekati nol dan mengalami penurunan se-
tiap tahunnya. Hal ini mengindikasikan bahwa besarnya pendapatan perkotaan
dan perdesaan telah mendekati
rata-rata dengan ketimpan-
gan pendapatan yang sema-
kin menurun setiap tahunnya.
Pengurangan ketimpangan
pendapatan perkotaan dan
perdesaan tersebut didorong
oleh adanya peningkatan jum-
lah DAK setiap tahun. DAK
merupakan dana yang dialoka-
sikan kepada daerah tertentu
untuk mendanai kegiatan khu-
sus yang sesuai dengan priori-
tas nasional dan menjadi urusan
daerah, yang diprioritaskan untuk membantu daerah dengan kemampuan fiskal
rendah atau sedang. Dengan demikian, dapat disimpulkan bahwa ketimpan-
gan pendapatan antara perkotaan dan perdesaan semakin berkurang, sehingga
keterkaitan kegiatan ekonomi antar wilayah perkotaan dan perdesaan dalam
suatu sistem wilayah pengembangan ekonomi yang menguntungkan menjadi
semakin tinggi.
2.2.6 Sasaran 6: Terwujudnya Keserasian Pemanfaatan dan
Pengendalian Ruang dalam Suatu Sistem Wilayah
Pembangunan yang Berkelanjutan
Pada tahun 2005-2009 telah terdapat berbagai pencapaian yang mendukung
terwujudnya keserasian pemanfaatan dan pengendalian ruang antara lain: (1)
lahirnya UU Nomor 26 Tahun 2007 tentang Penataan Ruang dan peraturan-
peraturan turunannya; (2) ditetapkannya berbagai peraturan terkait koordinasi
penataan ruang, dan persetujuan substansi evaluasi rencana tata ruang
daerah; (3) revisi rancangan peraturan presiden Rencana Tata Ruang Pulau;
(4) terselenggaranya forum koordinasi penataan ruang di tingkat nasional dan
regional; (5) tersusunnya berbagai Norma, Standar, Pedoman, dan Kriteria (NSPK),
salah satunya adalah NSPK penyusunan rencana tata ruang wilayah (RTRW)
provinsi/kabupaten/kota; (6) tersusunnya data dan peta dasar rupa bumi untuk
292
B
a
g
i
a
n

I
V
MEMELIHARA MOMENTUM PERUBAHAN
mendukung penyusunan rencana tata ruang; (7) revisi peraturan daerah RTRW
di tingkat provinsi/kabupaten/kota; (8) terlaksananya peningkatan manajemen
pengendalian pemanfaatan ruang di 32 provinsi; (9) dikembangkannya
pendekatan lingkungan untuk peningkatan kualitas penataan ruang; dan (10)
tersusunnya instrumen pengendalian, misalnya melalui zoning regulation dan
pembentukan PNS.
Meskipun telah terdapat banyak pencapaian, namun keserasian pemanfaatan
dan pengendalian ruang dalam suatu sistem wilayah pembangunan yang
berkelanjutan belum benar-benar terwujud karena adanya permasalahan utama
seperti: (1) belum lengkapnya peraturan perundangan dan NSPK di bidang
penataan ruang sebagai turunan dari UU Nomor 26 Tahun 2007; (2) masih
lemahnya koordinasi penyelenggaraan penataan ruang antar sektor dan antar
wilayah; (3) belum memadainya kualitas dan kuantitas data dalam penyusunan
RTRW; dan (4) belum mutakhirnya peta dasar dan peta tematik yang ada.
2.2.7 Sasaran 7: Terwujudnya Sistem Pengelolaan Tanah
yang Efisien, Efektif, serta Terlaksananya Penegakan
Hukum terhadap Hak Atas Tanah Masyarakat dengan
Menerapkan Prinsip-Prinsip Keadilan, Transparansi, dan
Demokrasi
Upaya untuk menjamin kepastian hukum hak atas tanah dilakukan dengan
percepatan pendaftaran dan sertifikasi tanah antara lain melalui Prona, Land
Management and Policy Development Project (LMPDP), Reconstruction of Aceh
Land Administration System (RALAS), legalisasi aset UKM, tanah petani, tanah
nelayan dan tanah transmigran. Dalam rangka sertifikasi tanah tersebut juga
telah dilakukan koordinasi antara Badan Pertanahan Nasional (BPN) dengan
kementerian/lembaga terkait agar dapat terjaga kesinambungan mulai dari
tahap sebelum sertifikasi sampai dengan setelah penerbitan sertifikat tanah.
Secara umum dapat diamati bahwa pencapaian pendaftaran tanah terus
meningkat. Pada tahun 2008 pendaftaran tanah mencapai 3.923.249 bidang.
Jumlah tersebut termasuk sertifikasi tanah yang dilakukan secara swadaya
masyarakat sejumlah 1.530.336 bidang. Pada tahun 2009 terjadi sedikit
penurunan pencapaian pendaftaran tanah, dikarenakan adanya pengurangan
target sertifikasi pada LMPDP, serta telah berakhirnya RALAS pada akhir bulan
Juni 2009.
Salah satu kendala yang dihadapi dalam pendaftaran tanah adalah terbatasnya
ketersediaan peta dasar untuk pendaftaran tanah, yang merupakan faktor utama
dalam memperlancar pendaftaran tanah maupun menjamin kepastian lokasi.
Oleh karena itu, mulai tahun 2007 penyediaan peta dasar untuk pendaftaran
tanah ditingkatkan secara bertahap. Pada akhir tahun 2009 peta dasar
pendaftaran tanah mencakup 5 persen dari total luas daratan Indonesia. Kendala
lain yang dihadapi adalah keterbatasan akses masyarakat terhadap pelayanan
pertanahan, terutama pada wilayah yang rendah aksesibilitasnya karena kondisi
geografis, keterbatasan sarana transportasi, dan minimnya informasi tentang
pelayanan pertanahan. Oleh karena itu, mulai tahun 2008 telah dikembangkan
Layanan Masyarakat untuk Sertifikasi Tanah (Larasita), yang merupakan kantor
293
B
a
g
i
a
n

I
V
Evaluasi Lima Tahun Pelaksanaan RPJMN 2004-2009
pertanahan yang bergerak (mobile) untuk mendekatkan pusat-pusat layanan
pertanahan kepada masyarakat. Sampai akhir 2009 Larasita telah tersedia pada
274 kabupaten/kota.
Sampai dengan tahun 2009 telah disertifikasi 39,68 juta bidang tanah atau 45,69
persen dari total sekitar 86,85 juta bidang tanah di Indonesia. Namun karena
masih dihadapi beberapa kendala, dapat disimpulkan bahwa sistem pengelolaan
tanah yang efisien, efektif, serta terlaksananya penegakan hukum hak atas tanah
masyarakat dengan menerapkan prinsip-prinsip keadilan, tansparansi, dan
demokrasi masih belum sepenuhnya terwujud.
III. Keberhasilan
Pelaksanaan program-program pengembangan wilayah secara sinergis telah
berhasil mengurangi ketimpangan pembangunan wilayah. Salah satu indikator
keberhasilan tersebut yaitu berkurangnya jumlah daerah tertinggal. Hasil evaluasi
pelaksanaan pembangunan daerah tertinggal selama lima tahun menunjukkan
bahwa sebanyak 50 dari 199 kabupaten yang pada awal pelaksanaan RPJMN
dikategorikan sebagai daerah tertinggal telah lepas dari status tertinggal
menjadi daerah yang relatif maju dalam skala nasional secara bertahap, yaitu 28
kabupaten di tahun 2007, 12 kabupaten di tahun 2008, dan sepupulh kabupaten
di tahun 2009. Keberhasilan pengentasan ketertinggalan ini tidak lepas dari
dukungan berbagai sektor baik di pusat ataupun di daerah serta peran aktif
Kementerian Pembangunan Daerah Tertinggal (Kementerian PDT) baik dalam
menyusun arah kebijakan percepatan pembangunan daerah tertinggal, serta
melakukan koordinasi lintas sektor baik di pusat ataupun daerah.
Dalam melaksanakan kebijakan percepatan pembangunan dae rah ter tinggal,
Kementerian PDT telah mengembangkan enam instrumen percepatan pem-
bangunan daerah ter tinggal yaitu: (1) Percepatan Pem bangunan Kawasan
Produksi Daerah Tertinggal (P2KPDT); (2) Per cepatan Pembangunan Pusat
Pertumbuhan Daerah Tertinggal (P4DT) yang bertujuan membangun pusat
pertumbuhan sumber daya lokal; (3) Percepatan Pembangunan Infrastruktur
Perdesaan Daerah Tertinggal (P2IPDT); (4) Percepatan Pembangunan Wilayah
Perbatasan (P2WP) yang bertujuan mempercepat pertumbuhan ekonomi dan
meningkatkan kapasitas masyarakat di wilayah perbatasan; (5) Percepatan
Pembangunan Sosial Ekonomi Daerah Tertinggal (P2SEDT) yang bertujuan
menguatkan kapasitas kelembagaan masyarakat dalam memanfaatkan sumber
daya pembangunan; dan (6) Percepatan Pembangunan Daerah Tertinggal
dan Khusus (P2DTK) yang bertujuan mempercepat proses pemulihan dan
pertumbuhan sosial ekonomi di daerah-daerah khusus. Selain keberhasilan-
keberhasilan tersebut, juga terdapat keberhasilan kegiatan transmigrasi dalam
usaha untuk mendorong dan meningkatkan kualitas hidup dan kesejahteraan
masyarakat di wilayah tertinggal yang tersebar di seluruh nusantara yang terlihat
dari dibangun dan dikembangkannya 67 Unit Permukiman Transmigrasi (UPT)
yang terdiri dari 14.146 kepala keluarga (KK) dan 23 kawasan Kota Terpadu
Mandiri (KTM).
294
B
a
g
i
a
n

I
V
MEMELIHARA MOMENTUM PERUBAHAN
Bab 4.13
Peningkatan Akses Masyarakat Terhadap
Pendidikan Yang Berkualitas
I. Pengantar
S
alah satu tujuan NKRI sebagaimana tertuang dalam Pembukaan UUD
1945 adalah mencerdaskan kehidupan bangsa. Oleh karena itu, upaya
penyelenggaraan pendidikan yang berkualitas mendapat posisi strategis
dalam pembangunan nasional guna mewujudkan tujuan tersebut. Untuk
memastikan ketersediaan salah satu hak dasar warga negara tersebut, UUD
1945 mengamanatkan dalam Pasal 28C Ayat (1) bahwa setiap orang berhak
mengembangkan diri melalui pemenuhan kebutuhan dasarnya, berhak
mendapatkan pendidikan dan mendapatkan manfaat dari ilmu pengetahuan
dan teknologi, seni dan budaya demi meningkatkan kualitas hidupnya demi
kesejahteraan umat manusia. Selanjutnya, Pasal 31 Ayat (1) menjamin hak setiap
B
a
g
B
a
g
i
a
n

I
V
295
B
a
g
i
a
n

I
V
Evaluasi Lima Tahun Pelaksanaan RPJMN 2004-2009
warga negara untuk mendapat pendidikan.
Pendidikan merupakan salah satu pilar terpenting dalam meningkatkan kualitas
manusia, bahkan kinerja pendidikan yaitu angka partisipasi pendidikan dan
angka melek aksara digunakan sebagai variabel dalam menghitung Indeks
Pembangunan Manusia (IPM) bersama-sama dengan variabel kesehatan dan
ekonomi. Oleh karena itu, pembangunan pendidikan nasional diarahkan untuk
peningkatan pemerataan kesempatan pendidikan, peningkatan mutu, serta
relevansi dan efisiensi manajemen pendidikan untuk menghadapi tantangan
sesuai dengan tuntutan perubahan kehidupan lokal, nasional, dan global.
Pembangunan pendidikan nasional yang dilakukan selama periode 2004-2009
telah mempertimbangkan kesepakatan-kesepakatan internasional seperti
Pendidikan Untuk Semua (Education For All), Konvensi Hak Anak (Convention on
the right of child) dan MDGs serta World Summit on Sustainable Development
yang secara jelas menekankan pentingnya pendidikan sebagai salah satu upaya
untuk penanggulangan kemiskinan, peningkatan keadilan dan kesetaraan
gender, peningkatan pemahaman nilai-nilai budaya dan multikulturalisme, serta
peningkatan keadilan sosial.
II. Pencapaian Prioritas
2.1 Gambaran Pencapaian
Secara umum, pembangunan pendidikan telah menunjukkan perkembangan
yang baik. RPJMN 2004-2009 menggariskan empat sasaran pembangunan
jangka menengah, yaitu meningkatnya taraf pendidikan penduduk Indonesia,
meningkatnya kualitas pendidikan, meningkatnya relevansi pendidikan
dengan kebutuhan pembangunan, dan meningkatnya efektivitas dan efisiensi
manajemen pelayanan pendidikan. Pencapaian sasaran-sasaran tersebut dapat
dilihat dalam Tabel 4.13.1 berikut ini.
Catatan:
*) Angka perkiraan akhir tahun 2009; **) Kisaran usia peserta didik PT disesuaikan dengan rata-
rata lama bersekolah dari semula 19-24 tahun menjadi 19-23 tahun; ***) APBN-P
2008, ta) tidak ada data/data belum tersedia.
Tabel 4.13.1
Sasaran dan Pencapaian
Peningkatan Akses Masyarakat
Terhadap Pendidikan yang
Berkualitas, Tahun 2005-2009
Sumber:
Kementerian Pendidikan
Nasional, 2005-2009.
296
B
a
g
i
a
n

I
V
MEMELIHARA MOMENTUM PERUBAHAN
2.2 Evaluasi Pencapaian
2.2.1 Sasaran 1: Meningkatnya Taraf Pendidikan Penduduk
Indonesia
Pembangunan pendidikan
nasio nal selama periode
RPJMN 2004-2009 telah
berhasil meningkatkan akses
dan kesempatan masyarakat
untuk memperoleh pendi-
dikan yang ditunjukkan
dengan meningkatnya rata-
rata lama sekolah penduduk
usia 15 tahun ke atas dari
7,27 tahun pada tahun 2005
menjadi 7,50 tahun dan
menurunnya persentase
ang ka buta aksara penduduk
usia 15 tahun ke atas dari 9,55 persen pada tahun 2005 menjadi 5,97 persen
pada tahun 2008 (Susenas, BPS). Pencapaian tersebut semakin diperkuat
dengan adanya peningkatan angka partisipasi pendidikan pada semua jenjang
pendidikan.
Peningkatan akses pendidikan juga diikuti dengan pemerataan kesempatan
memperoleh pendidikan yang ditandai dengan menurunnya disparitas
pendidikan antardaerah. Disparitas angka partisipasi kasar (APK) sekolah dasar
(SD)/madrasah ibtidaiyah (MI) atau sederajat mengalami penurunan dari 2,49
pada tahun 2005 menjadi 2,28 persen pada tahun 2008. Kecepatan penurunan
disparitas pendidikan pada jenjang SD/MI menjadi relatif kecil karena tingkat
disparitas pada kelompok ini adalah terkecil dibandingkan dengan jenjang
pendidikan yang lebih tinggi dan anak-anak yang tidak sekolah pada kelompok
usia SD/MI umumnya tinggal di daerah terpencil dan sulit dijangkau (hard-core).
Oleh karena itu, dibutuhkan upaya yang lebih keras lagi melalui pendekatan
inovatif yang sesuai dengan kebutuhan lokal. Hal ini berbeda dengan penurunan
disparitas APK sekolah menengah pertama (SMP)/madrasah tsanawiyah (MTs)
atau sederajat yang cukup besar, dari 25,14 pada tahun 2005 menjadi 20,18
pada tahun 2008. Demikian juga dengan penurunan APK jenjang pendidikan
menengah dari 33,13 persen pada tahun 2005 menjadi 29,97 persen pada tahun
2008. Sementara itu, perluasan akses pada jenjang pendidikan tinggi terus
mengalami peningkatan seperti terlihat pada meningkatnya APK pendidikan
tinggi sebesar 15 persen pada tahun 2005 menjadi 17,75 persen pada tahun
2008 dan diperkirakan terus meningkat lagi pada akhir tahun 2009.
Pencapaian penting lainnya adalah meningkatnya persentase angka kelulusan
dan angka melanjutkan pendidikan pada semua jenjang pendidikan. Selama
periode 2005-2007, angka kelulusan mengalami peningkatan dari 95,05 persen
menjadi 96,86 persen untuk jenjang SD, 93,79 persen menjadi 98,17 persen
untuk jenjang SMP, dan 94,78 persen menjadi 96,58 persen untuk jenjang
sekolah menengah.
297
B
a
g
i
a
n

I
V
Evaluasi Lima Tahun Pelaksanaan RPJMN 2004-2009
2.2.2 Sasaran 2: Meningkatnya Kualitas Pendidikan
Peningkatan kualitas pendidikan
pada pelaksanaan RPJMN
2004-2009 antara lain ditandai
dengan persentase guru yang
telah memenuhi kualifikasi dan
mendapatkan sertifikasi sesuai
yang diamanatkan UU Nomor
14 Tahun 2005 tentang Guru
dan Dosen. Untuk pendidikan
menengah atas dan kejuruan
(SMA/SMK), persentase guru
yang telah berkualifikasi
Strata-1 atau Diploma-4 (S1/
D4) sudah cukup tinggi, yaitu
91,20 persen (SMA) dan 85,80 persen (SMK). Untuk jenjang SMP, guru yang
telah berkualifikasi S1/D4 telah mencapai 73,40 persen. Namun pada jenjang
pendidikan SD dan pendidikan anak usia dini (PAUD), persentase guru yang
berkualifikasi S1/D4 masing-masing baru mencapai 24,60 persen dan 14,50
persen. Sementara itu, persentase guru yang telah bersertifikat profesi, yaitu
9,70 persen untuk guru pendidikan anak usia dini (PAUD) formal; 14,00 persen
untuk guru SD; 32,80 persen untuk SMP; 41,00 persen untuk guru SMA; dan
32,00 persen untuk guru SMK. Pada jenjang pendidikan tinggi, persentase dosen
yang telah memiliki kualifikasi Strata-2 atau Strata-3 (S2/S3) terus mengalami
peningkatan dari sebesar 50,00 persen pada tahun 2005 menjadi 57,8 persen
untuk S-2 dan 56,2 persen untuk S-3 pada tahun 2009.
Peningkatan kualitas pendidikan juga dapat dilihat dari akreditasi lembaga pen-
didikan yang mulai mengalami perbaikan. Hal ini ditunjukkan oleh semakin
banyaknya institusi pendidikan yang berakreditasi minimal B. Pada tahun 2009,
persentase penyelenggara pendidikan yang minimal berakreditasi B adalah 8,20
persen untuk jenjang SD, 19,00 persen untuk jenjang SMP, dan 19,20 persen
untuk jenjang SMA, serta 20 persen untuk jenjang SMK. Pada jenjang pendidi-
kan tinggi, persentase program studi yang berakreditasi minimal B sudah men-
capai sebesar 44,40 persen. Ditinjau dari kualitas dan daya saing institusinya,
beberapa perguruan tinggi telah masuk dalam peringkat 500 besar versi Times
Higher Education (THE), yaitu Universitas Indonesia, Institut Teknologi Bandung,
Universitas Gajah Mada, dan Universitas Airlangga. Terkait dengan kemampuan
kognitif siswa, pencapaian dapat ditunjukkan dengan peningkatan rata-rata nilai
Ujian Nasional (UN) siswa SMP/MTs/sederajat dari 6,28 pada tahun 2005 men-
jadi 6,87 pada tahun 2008 dengan tingkat kelulusan 92,76 persen. Sementara itu,
nilai UN siswa SMA/SMK/MA/sederajat meningkat dari 6,52 pada tahun 2005
menjadi 7,17 pada tahun 2008.
Pada tingkat SMP/sederajat dan SMA/sederajat, efektivitas dan efisiensi
pembelajaran juga dapat digambarkan oleh kemampuan kognitif siswa yang
antara lain diukur melalui prestasi siswa dalam UN. Meskipun mengalami
kenaikan secara konsisten, nilai rata-rata UN pada jenjang pendidikan menengah
sangat bervariasi terhadap lokasi dan jenis sekolah, dengan kisaran antara 5,81
di daerah tertinggal dan terpencil hingga 8,95 di daerah yang lebih maju pada
tahun 2007. Perbandingan kinerja antarsekolah, antarkabupaten, antarprovinsi
298
B
a
g
i
a
n

I
V
MEMELIHARA MOMENTUM PERUBAHAN
dan nasional yang dibuat berdasarkan rata-rata nilai ujian nasional menunjukkan
korelasi positif antara kondisi ekonomi dan nilai UN. Selain itu, tata kelola
penyelenggaraan UN mulai dari tahap perencanaan, pelaksanaan, dan monitoring
serta evaluasi juga masih belum optimal dan perlu terus ditingkatkan.
Dalam rangka penjaminan kualitas pendidikan vokasi, diselenggarakan kegiatan
sertifikasi kompetensi baik melalui jalur pendidikan formal di jenjang pendidikan
menengah dan pendidikan tinggi maupun melalui jalur pendidikan nonformal
yang berupa pendidikan kecakapan hidup. Pada jenjang pendidikan menengah
dan pendidikan tinggi, jumlah sertifikat kompetensi yang telah diterbitkan
sampai dengan akhir tahun 2008 masing-masing sekitar 1,3 juta dan 240.000
sertifikat. Sementara itu, jalur pendidikan nonformal telah menerbitkan sekitar
120.000 sertifikat pada periode 2006-2008.
2.2.3 Sasaran 3: Meningkatnya Relevansi Pendidikan dengan
Kebutuhan Pembangunan
Salah satu upaya Pemerintah dalam meningkatkan relevansi pendidikan dengan
kebutuhan pembangunan adalah dengan mengembangkan pendidikan kejuruan/
vokasi yang menitikberatkan pada peningkatan kemampuan lulusan untuk bekerja
atau menciptakan lapangan pekerjaan sendiri. Oleh karena itu, terus mendorong
minat masyarakat untuk melihat jalur pendidikan vokasi sebagai suatu pilihan.
Sampai saat ini, hasil yang patut dicatat adalah meningkatnya rasio jumlah
siswa SMA:SMK dari 32:68 pada tahun 2005 menjadi 46:54 pada tahun 2008.
Selain itu, peningkatan relevansi diupayakan melalui penyelenggaraan kurikulum
sekolah berbasis keunggulan lokal sehingga diharapkan keluaran pendidikan
sesuai dengan kebutuhan daerah setempat. Sampai dengan akhir tahun 2008,
SMA dan SMK yang telah
menyelenggarakan kurikulum
berbasis keunggulan lokal
masing-masing sebanyak 100
dan 341 sekolah. Pada jenjang
pendidikan tinggi, pendidikan
vokasi dikembangkan melalui
politeknik dan pendidikan
profesi. Perkembangan meng-
gem birakan terlihat dari me-
ning katnya APK pendidikan
ting gi vokasi dari 3,31 persen
pada tahun 2005 menjadi
3,8 persen pada tahun 2008
(Kementerian Pendidikan Nasional, 2009).
2.2.4 Sasaran 4: Meningkatnya Efektivitas dan Efisiensi
Manajemen Pelayanan Pendidikan
Berbagai perbaikan manajemen pendidikan telah dilakukan dalam rangka me-
mantapkan manajemen pelayanan pendidikan serta memberdayakan sekolah
melalui penerapan manajemen berbasis sekolah (MBS) untuk meningkatkan ke-
mandirian, kemitraan, keterbukaan, akuntabilitas, dan peran serta masyarakat.
Pada jenjang pendidikan tinggi, upaya pengembangan sistem yang transparan
299
B
a
g
i
a
n

I
V
Evaluasi Lima Tahun Pelaksanaan RPJMN 2004-2009
dan akuntabel telah dilak-
sanakan secara bertahap se-
jak tahun 1990-an melalui
pembiayaan berbasis kom-
petisi seperti hibah bersaing
di perguruan tinggi. Sebuah
kemajuan penting telah terjadi
terkait upaya pelembagaan
otonomi yang lebih luas dan
mendorong satuan pendidi-
kan untuk secara lebih profe-
sional melakukan pengelolaan
menuju efisiensi, efektivitas, dan akuntabilitas dengan ditetapkannya UU Nomor
9 Tahun 2009 tentang Badan Hukum Pendidikan (BHP). Perubahan status men-
jadi BHP untuk satuan pendidikan pada jenjang pendidikan dasar dan menengah
merupakan pilihan, sedangkan untuk perguruan tinggi merupakan keharusan.
Manajemen dan tata kelola pendi dikan juga sudah mengalami perbaikan
yang menggembirakan. Kemajuan ini ditandai dengan semakin meningkatnya
jumlah unit pelaksana teknis (UPT) yang telah bersertifikat ISO 9001:2000. Pada
tahun 2005, dari jumlah 47 UPT baru, 11 UPT telah bersertifikat ISO. Jumlah ini
mengalami peningkatan yang signifikan sehingga pada tahun 2008 semua UPT
atau sebanyak 47 UPT telah bersertifikat ISO 9001:2000. Berbagai pencapaian
dalam manajemen dan tata kelola tersebut masih menyisakan permasalahan
antara lain terkait mekanisme alokasi dan penyaluran dana pendidikan sangat
kompleks dan perlu penyederhanaan dalam rangka mendukung efisiensi
alokasi dan akuntabilitas yang lebih baik. Kebutuhan yang terus meningkat dan
keterbatasan sumber daya menuntut peningkatan efisiensi alokasi pada tahap
perencanaan dan penganggaran di samping efisiensi teknis dalam pelaksanaan
anggaran. Untuk itu, diperlukan upaya untuk terus menyelaraskan mekanisme
penyaluran sumber daya yang langsung dari pusat ke tingkat sekolah. Selain
itu, perlu dijaga agar kebijakan yang disertai pendanaan dari pusat tidak
mengakibatkan efek substitutif sebagaimana pengalaman implementasi Program
Bantuan Operasional Sekolah (BOS) yang memperlihatkan bahwa beberapa
Pemerintah Daerah menghentikan alokasi dana operasional ke sekolah setelah
menerima BOS.
Seiring dengan makin meningkatnya komitmen dari semua pihak, anggaran
pendidikan dari tahun ke tahun terus mengalami peningkatan yang berarti. Pada
tahun 2009, anggaran pendidikan sebesar 20 persen dari APBN dan APBD dapat
diwujudkan. Secara nasional anggaran pendidikan mencapai Rp207,4 triliun yang
dialokasikan melalui Belanja Pemerintah Pusat dan Transfer Daerah. Anggaran
tersebut meningkat secara signifikan dari anggaran tahun 2005 sebesar Rp81,25
triliun. Selain itu, kemitraan antara publik dan swasta dalam penyelenggaraan
pendidikan juga terus mengalami perkembangan.
III. Keberhasilan
Selama periode 2005-2009, beberapa program pembangunan pendidikan
yang patut dicatat keberhasilannya antara lain adalah pelaksanaan Program
300
B
a
g
i
a
n

I
V
MEMELIHARA MOMENTUM PERUBAHAN
Wajib Belajar Pendidikan Dasar Sembilan Tahun (Wajardikdas) dan Program
Peningkatan Mutu Pendidik dan Tenaga Kependidikan. Selain berhasil
menorehkan keberhasilan dalam penjaminan peningkatan kualitas pendidikan,
kedua program tersebut juga mempunyai porsi alokasi anggaran yang relatif
lebih besar dibandingkan dengan program-program lainnya.
3.1 Program Wajib Belajar Pendidikan Dasar Sembilan Tahun
Pada awal pelaksanaan RPJMN 2004-2009, diperkirakan masih terdapat 3,6
persen penduduk usia 7-12 tahun dan 19,0 persen penduduk usia 13-15
tahun yang tidak duduk di bangku sekolah, ditandai dengan angka partisipasi
sekolah (APS) sebesar 96,4 persen untuk penduduk usia 7-12 tahun dan 81,0
persen untuk penduduk usia 13-15 tahun. Susenas 2007 menyebutkan bahwa
mayoritas penduduk tidak lagi duduk di bangku sekolah karena alasan ekonomi.
Hal ini menyebabkan tingginya kesenjangan angka partisipasi pendidikan
antarkelompok status ekonomi pada waktu itu. Masyarakat miskin tidak
mampu menyediakan dana untuk membeli buku, seragam, alat tulis, dan biaya
transportasi untuk menuju ke sekolah.
Program Wajardikdas dipandang mampu meningkatkan akses penduduk kepada
jenjang pendidikan dasar, terutama melalui kegiatan penyediaan BOS dan
pemberian beasiswa kepada siswa yang berasal dari keluarga miskin. Kegiatan
ini dilaksanakan sejak tahun ajaran 2005/2006 menyediakan dana bantuan
operasional sekolah kepada SD/MI/Salafiyah Ula serta SMP/MTs/Salafiyah
Wustha. Sejalan dengan penerapan MBS, dana BOS disalurkan langsung melalui
rekening sekolah. Selain digunakan untuk membiayai kebutuhan operasional
sekolah, BOS juga dapat digunakan untuk membantu biaya pembelian buku teks
pembelajaran dan bantuan biaya transportasi siswa miskin yang mempunyai
kesulitan transportasi dari rumah ke sekolah dan sebaliknya.
Besaran BOS terus mengalami peningkatan dari tahun ke tahun baik dalam hal
cakupan maupun satuan biaya. Peningkatan cakupan BOS ini sejalan dengan
jumlah peserta didik di satuan pendidikan. Pada tahun 2005, dana BOS sebesar
Rp5,1 triliun diberikan kepada 39,6 juta siswa. Jumlah ini meningkat terus
menjadi sebesar Rp10,2 triliun bagi 39,8 juta siswa pada tahun 2006, sebesar
Rp11,6 triliun bagi 41,3 juta siswa pada tahun 2007, dan sebesar Rp11,9 triliun
bagi 41,9 juta siswa pada tahun 2008. Pada tahun 2009, dana BOS yang disalurkan
mencapai sebesar Rp19,2 triliun yang mencakup sebanyak 42,9 juta siswa.
Survei independen yang dilaksanakan oleh BPS pada tahun 2006 (Susenas, 2006)
menyebutkan bahwa terjadi peningkatan persentase siswa jenjang pendidikan
dasar yang dibebaskan dari biaya iuran sekolah dari 46,3 persen pada tahun
ajaran 2004/2005 menjadi sebesar 61,5 persen pada tahun ajaran 2005/2006.
Temuan ini diperkuat dengan data dari Badan Penelitian dan Pengembangan
Kementerian Pendidikan Nasional yang menyebutkan bahwa pada tahun 2006
terdapat sekitar 70,3 persen sekolah jenjang pendidikan dasar yang tidak
lagi memungut biaya sekolah. Meskipun pelaksanaannya masih perlu lebih
dimantapkan, penyediaan BOS turut mengurangi beban orang tua dalam
memenuhi kebutuhan biaya operasional sekolah. Dengan demikian, kualitas
pendidikan tetap dapat dipertahankan walaupun peran serta orang tua dalam
membiayai pendidikan semakin mengecil.
301
B
a
g
i
a
n

I
V
Evaluasi Lima Tahun Pelaksanaan RPJMN 2004-2009
Program wajardikdas berhasil meningkatkan angka partisipasi sekolah bagi
anak-anak usia 7-12 tahun dan 13-15 tahun. Gambar 4.13.1 menunjukkan
bahwa tingkat partisipasi sekolah secara umum meningkat dengan peningkatan
terbesar terjadi pada kelompok penduduk dengan tingkat kesejahteraan 20
persen terbawah (Kuintil 1). Selama kurun waktu 2005-2008, partisipasi sekolah
penduduk usia 7-12 tahun meningkat dari 95,4 persen menjadi 96,4 persen,
dan penduduk usia 13-15 tahun dari 73,8 persen menjadi 74,7 persen. Hal ini
menunjukkan bahwa partisipasi siswa yang berasal dari keluarga miskin untuk
masuk ke bangku sekolah semakin besar. Peningkatan juga terjadi pada kelompok
penduduk dengan tingkat kesejahteraan lebih baik (Penduduk kuintil 2-5), namun
peningkatannya tidak secepat dan sebesar yang terjadi pada penduduk di kuintil
1. Dari gambar tersebut juga dapat disimpulkan bahwa selama empat tahun
terakhir kesenjangan partisipasi sekolah antara penduduk termiskin dengan
terkaya semakin menyempit.
Gambar 4.13.1
Perkembangan Angka
Partisipasi Sekolah (APS) 2005-
2008 menurut Kelompok Usia
Sekolah dan Status Ekonomi
APS Penduduk Usia 7-12 Tahun
95,4 95,6 93,9 96,4 98,9 6 , 9 9 7 , 8 9 98,7
0
20
40
60
80
100
2005 2006 2007 2008

APS Penduduk Usia 13-15 Tahun
73,8 74,2
67,2
74,7
94,0 92,2 92,9 96,8
0
20
40
60
80
100
2005 2006 2007 2008
Quintile 1 (termiskin) Quintile 2
Quintile 3 Quintile 4
Quintile 5 (terkaya)
Sumber:
Susenas 2005-2008, BPS.
302
B
a
g
i
a
n

I
V
MEMELIHARA MOMENTUM PERUBAHAN
Meningkatnya jumlah siswa harus diikuti dengan meningkatnya ketersediaan dan
kualitas sarana dan prasarana yang memadai. Untuk itu, berusaha menyediakan
sarana dan prasarana pendidikan antara lain melalui pembangunan gedung unit
sekolah baru serta rehabilitasi gedung sekolah dan ruang kelas. Selain prasarana
pembelajaran, juga intensif memberikan bantuan bagi pembangunan prasarana
pendidikan lainnya seperti perpustakaan, laboratorium ilmu pengetahuan alam
(IPA), dan laboratorium bahasa. Khusus di daerah terpencil memperbanyak
pembangunan sekolah SD-SMP satu atap untuk meningkatkan akses penduduk
terhadap pelayanan pendidikan dasar di daerahnya.
3.2 Program Peningkatan Mutu Pendidik dan Tenaga
Kependidikan
Mutu pendidik dan tenaga kependidikan juga merupakan salah satu faktor penentu
kualitas pendidikan. Sebelumnya, kualifikasi akademik guru masih mengikuti standar
yang lama yaitu: minimal Diploma-2 (D2) untuk guru SD/MI, Diploma-3 (D3) untuk
guru SMP/MTs, dan S1 untuk guru SMA/SMK/MA. Pada tahun 2004 masih terdapat
sekitar 60,0 persen guru SD/MI yang hanya memiliki kualifikasi akademik D2.
Sementara itu, baru 75,0 persen guru SMP/MTs dan 82,0 persen guru SMA/SMK/
MA yang mampu memenuhi standar kualifikasi akademik tersebut.
UU Nomor 14 Tahun 2005 tentang Guru dan Dosen mengatur bahwa seluruh
guru harus memiliki kualifikasi akademik lebih tinggi lagi, yaitu minimal S1/D4.
Amanat UU ini diarahkan untuk menjamin kualitas pendidik dalam melaksanakan
kegiatan pembelajaran. Untuk itu, telah diberikan berbagai macam beasiswa
kepada guru yang belum memiliki kualifikasi akademik S1/D4 agar dapat mencapai
persyaratan minimum tersebut. Pada tahun 2008, proporsi guru yang memenuhi
kualifikasi akademik minimal S1/D4 mencapai sekitar 47,04 persen. Pada tahun
2009, tercatat 24,6 persen guru SD, 24 persen guru MI, 73,4 persen guru SMP, 58
persen guru MTs, 91,2 persen guru SMA, 85,8 persen guru SMK, dan 77 persen
guru MA yang memenuhi kualifikasi akademik. Selanjutnya, untuk meningkatkan
atau mempertahankan kualitas pembelajaran, juga diselenggarakan berbagai
pendidikan dan pelatihan dalam jabatan bagi guru serta peningkatan kompetensi
kepala sekolah dan pengawas agar menghasilkan tenaga kependidikan yang
mempunyai kapasitas lebih sebagai pengelola satuan pendidikan dan penjamin
mutu pelaksanaan pendidikan.
B
a
g
i
a
n

I
V
B
a
g
i
a
n

I
V
303
B
a
g
i
a
n

I
V
Evaluasi Lima Tahun Pelaksanaan RPJMN 2004-2009
Bab 4.14
Peningkatan Akses Masyarakat Terhadap
Layanan Kesehatan yang Lebih Berkualitas
I. Pengantar
K
esehatan seseorang menunjukkan kondisi seseorang yang mencakup
semua aspek yaitu fisik, mental, emosional, dan kehidupan sosial. Suatu
bangsa yang sehat akan memiliki sumber daya manusia yang unggul dan
mampu bersaing. Keunggulan sumber daya manusiayang disumbang oleh
kualitas kesehatan yang baik, bersama-sama dengan tingkat pendidikan dan
kesejahteraan yang tinggimerupakan modal dasar bagi peningkatan daya
saing bangsa. Hal tersebut diindikasikan oleh perbaikan Indeks Pembangunan
Manusia (IPM). Pembangunan kesehatan juga merupakan investasi untuk
mendukung pembangunan ekonomi dan memiliki peran penting dalam upaya
penanggulangan kemiskinan.
n

I
V
B
a
g
i
a
n

I
V
304
B
a
g
i
a
n

I
V
MEMELIHARA MOMENTUM PERUBAHAN
Pencapaian status kesehatan dan gizi masyarakat selama kurun waktu
pelaksanaan RPJMN 20042009 merupakan hasil kinerja seluruh komponen
sistem kesehatan yang dilaksanakan oleh pemerintah pusat dan daerah serta
berbagai komponen masyarakat. Sistem Kesehatan Nasional (SKN) menyebutkan
bahwa kinerja pembangunan kesehatan dicapai melalui peningkatan upaya
kesehatan, pembiayaan kesehatan, penguatan kualitas sumber daya manusia
kesehatan, penyediaan sediaan farmasi, alat kesehatan dan makanan, penguatan
manajemen dan informasi kesehatan, dan pemberdayaan masyarakat. Kinerja
pembangunan kesehatan juga didukung oleh pembangunan sektor lain seperti
ekonomi, pendidikan, dan budaya.
II. Pencapaian Prioritas
2.1 Gambaran Pencapaian
Sasaran pembangunan kesehatan dalam RPJMN 2004-2009 adalah meningkatnya
derajat kesehatan masyarakat melalui peningkatan akses masyarakat terhadap
pelayanan kesehatan yang tercermin dari indikator dampak: (1) meningkatnya
umur harapan hidup (UHH) dari 66,2 tahun menjadi 70,6 tahun; (2) menurunnya
angka kematian bayi (AKB) dari 35 menjadi 26 per 1.000 kelahiran hidup; (3)
menurunnya angka kematian ibu (AKI) melahirkan dari 307 menjadi 226 per
100.000 kelahiran hidup; dan (4) menurunnya prevalensi gizi kurang pada anak
balita dari 25,8 persen (Survei GAKY, 2002) menjadi 20,0 persen. Pencapaian
dari indikator status kesehatan dan gizi masyarakat tersebut terus menunjukkan
perbaikan, seperti tampak pada Tabel 4.14.1.
Catatan:
1
) Sasaran status kesehatan dalam bentuk impact (outcome) sehingga tidak tersedia data tahunan;
2)
Pencapaian bersumber dari hasil proyeksi BPS;
3)
Bersumber dari SDKI 2002-2003;
4)
Bersumber
dari Survei GAKY tahun 2002;
5)
Bersumber dari SDKI 2007;
6)
Bersumber dari Riskesdas 2007;
7)
Status terakhir AKI dan AKB akan didapatkan melalui survei penduduk (SP) tahun 2010;
8)
Status terakhir prevalensi kekurangan gizi akan didapatkan melalui Riskesdas tahun 2010.
2.2 Evaluasi Pencapaian
2.2.1 Sasaran 1: Meningkatnya Umur Harapan Hidup dari 66,2
Tahun Menjadi 70,6 Tahun
UHH penduduk Indonesia terus meningkat. Berdasarkan data Badan Pusat
Statistik (BPS) tahun 2008, UHH pada tahun 2009 adalah 70,7 tahun, dengan
demikian sasaran usia harapan hidup sebesar 70,6 tahun dalam RPJMN 2004
2009 telah tercapai. Secara umum UHH perempuan lebih tinggi daripada UHH
laki-laki. Dengan adanya kecenderungan makin meningkatnya rata-rata UHH
tersebut, terdapat beberapa konsekuensi logis yang perlu diantisipasi dalam
Tabel 4.14.1
Sasaran dan Pencapaian
Peningkatan Akses Masyarakat
terhadap Layanan Kesehatan
yang Lebih Berkualitas, Tahun
2005-20091)
305
B
a
g
i
a
n

I
V
Evaluasi Lima Tahun Pelaksanaan RPJMN 2004-2009
hal penyediaan pelayanan kesehatan, yaitu: (1) peningkatan tenaga kesehatan
dan infrastruktur yang sesuai dengan peningkatan jumlah penduduk (proporsi
tenaga kesehatan per penduduk); (2) peningkatan jumlah dan kualitas sarana
dan prasarana pelayanan kesehatan (rumah sakit, pusat kesehatan masyarakat
atau puskesmas, pondok bersalin desa atau polindes, dan lain-lain); dan (3)
peningkatan pelayanan kesehatan seperti cakupan imunisasi.
2.2.2 Sasaran 2: Menurunnya Angka Kematian Bayi dari 35
Menjadi 26 Per 1.000 Kelahiran Hidup
AKB, angka kematian anak di bawah lima tahun/balita (AKBA), dan angka
kematian neonatal (usia 0-28 hari) dalam empat tahun terakhir mengalami
perlambatan penurunan. Data SDKI tahun 2007 menunjukkan penurunan
AKB dari 35 per 1.000 kelahiran hidup pada tahun 2004 menjadi 34 per 1.000
kelahiran hidup pada tahun 2007, namun angka ini masih jauh lebih tinggi
dari target AKB dalam RPJMN 2004-2009 sebesar 26 per 1.000 kelahiran hidup
maupun target MDGs pada tahun 2015 sebesar 23 per 1.000 kelahiran hidup.
AKBA juga mengalami penurunan dari 46 menjadi 44 per 1.000 kelahiran hidup
pada tahun 2007. Sementara itu, angka kematian neonatal menurun dari 20
menjadi 19 per 1.000 kelahiran hidup pada tahun 2007. Kematian neonatal
memberikan kontribusi terhadap dua pertiga kematian bayi, sehingga perhatian
kepada upaya penurunan angka kematian neonatal menjadi penting.
Penyebab tingginya kematian bayi dan kematian neonatal terutama berkaitan
dengan cakupan dan kualitas imunisasi yang masih rendah. Cakupan imunisasi
lengkap anak balita baru mencapai 58,6 persen (SDKI, 2007) meningkat dari 51,5
persen (SDKI, 2002-2003), sedangkan cakupan imunisasi campak meningkat
menjadi 76,4 persen (SDKI, 2007) dari 71,6 persen (SDKI, 2002-2003). Kualitas
imunisasi masih perlu ditingkatkan mengingat tingkat drop out untuk diptheri
pertusis tetanus (DPT) 1 ke DPT3 masih 12 persen. Demikian pula pemberian
imunisasi tepat waktu masih rendah, yaitu DPT3 masih 54 persen dan campak 46
persen (Survei Cakupan Imunisasi Nasional, 2007).
Selain itu, tingginya kematian bayi dan neonatal disebabkan oleh: masih
rendahnya status gizi ibu hamil; masih rendahnya pemberian air susu ibu (ASI)
eksklusif; masih tingginya angka kesakitan terutama diare, asfiksia, dan infeksi
saluran pernapasan akut (ISPA) akibat buruknya kondisi kesehatan lingkungan,
Tabel 4.14.2
Cakupan Imunisasi Anak Usia
12-23 Bulan di Indonesia,
Tahun 2002/2003-2007
Sumber:
SDKI 2002/2003 dan SDKI
2007.
306
B
a
g
i
a
n

I
V
MEMELIHARA MOMENTUM PERUBAHAN
seperti rendahnya cakupan air bersih dan sanitasi, dan kondisi perumahan
yang tidak sehat; serta belum optimalnya pemanfaatan pos pelayanan terpadu
(Posyandu) selain determinan sosial budaya lainnya.
2.2.3 Sasaran 3: Menurunnya Angka Kematian Ibu Melahirkan
dari 307 Menjadi 226 Per 100.000 Kelahiran Hidup
AKI selama empat tahun terakhir telah menurun secara nyata. Berdasarkan hasil
SDKI tahun 2007, AKI menurun dari 307 per 100.000 kelahiran hidup menjadi 228
per 100.000 kelahiran hidup pada tahun 2007. Angka ini telah mendekati sasaran
dalam RPJMN 2004-2009 yaitu 226 per 100.000 kelahiran hidup. Namun, angka
ini masih cukup tinggi bila dibandingkan dengan sasaran MDGs, yaitu sebesar
102 per 100.000 kelahiran hidup pada tahun 2015.
Akses dan kualitas pelayanan kesehatan ibu yang masih rendah menjadi penyebab
utama masih tingginya kematian ibu. Kondisi ini ditandai dengan rendahnya
kepatuhan ibu dalam menjaga kesehatan dan rendahnya pertolongan persalinan
oleh tenaga kesehatan terlatih. Persentase persalinan yang ditolong oleh tenaga
kesehatan terlatih pada tahun 2008 hanya sebesar 74,87 persen. Selain itu,
tingginya kematian ibu melahirkan dipengaruhi juga oleh belum optimalnya
71.52
70.42
72.41
72.53
74.87
70
71
72
73
74
75
76
2004 2005 2006 2007 2008

Gambar 4.14.1
Persentase Persalinan yang
Ditolong
oleh Tenaga Kesehatan
Menurut Provinsi
Sumber:
Susenas 20042008, BPS.
307
B
a
g
i
a
n

I
V
Evaluasi Lima Tahun Pelaksanaan RPJMN 2004-2009
konsumsi kapsul vitamin A (71,5 persen) dan tablet besi (92,2 persen) pada ibu
hamil, terbatasnya sarana pelayanan kesehatan, seperti pelayanan obstetrik
neonatal emergensi dasar (PONED) di puskesmas, pelayanan obstetrik neonatal
emergensi komprehensif (PONEK) di rumah sakit, polindes dan unit transfusi
darah. Persentase ibu melahirkan yang difasilitasi pelayanan kesehatan baru
mencapai sekitar 46 persen. Kondisi ini terutama akibat kendala jarak dan biaya,
serta masalah budaya masyarakat.
2.2.4 Sasaran 4: Menurunnya Prevalensi Kurang Gizi pada Anak
dan Balita dari 25,8 Persen Menjadi 20,0 Persen dari
Jumlah Penduduk
Prevalensi kekurangan gizi pada anak balita adalah sebesar 18,4 persen terdiri
dari gizi kurang 13,0 persen dan gizi buruk 5,4 persen (Riskesdas, 2007). Angka
tersebut telah melampaui target RPJMN 2004-2009 sebesar 20,0 persen.
Meskipun secara prevalensi menurun dari tahun 2005, yaitu sebesar 25,8 persen
(Berdasarkan survei GAKY tahun 2002), sedangkan hasil survei Susenas tahun
2005 menunjukkan angka 28 persen, namun jika dilihat dari jumlah penduduk
dan proporsi balita pada tahun yang sama, beban masalah yang dihadapi masih
cukup besar. Berdasarkan data Riskesdas, pada tahun 2007 prevalensi terendah
masalah gizi buruk dan gizi kurang adalah Provinsi DI Yogyakarta (10,9 persen)
dan tertinggi adalah Provinsi Nusa Tenggara Timur (33,6 persen).
Beberapa faktor yang mempengaruhi penanganan masalah gizi antara lain: (1)
masih tingginya angka kemiskinan; (2) rendahnya kesehatan lingkungan; (3)
belum optimalnya kerjasama lintas sektor dan lintas program; (4) melemahnya
partisipasi masyarakat; (5) terbatasnya aksesibilitas pangan pada tingkat ke-
luarga terutama pada keluarga miskin; (6) tingginya penyakit infeksi; (7) belum
memadainya pola asuh ibu; (8) rendahnya akses keluarga terhadap pelayanan
kesehatan dasar. Beberapa upaya perbaikan gizi yang telah dilaksanakan antara
lain: (1) pemberian makanan pendamping air susu ibu (MPASI); (2) pemberian
ASI eksklusif; (3) pemberian kapsul vitamin A kepada balita; dan (4) pemberian
tablet besi (Fe) pada ibu hamil.
III. Keberhasilan
Berbagai keberhasilan pelaksanaan program telah dicapai dalam pelaksanaan
pembangunan kesehatan. Di antara sejumlah program yang dilaksanakan,
berikut disampaikan keberhasilan program upaya kesehatan masyarakat serta
program pengendalian dan pemberantasan penyakit.
3.1 Program Upaya Kesehatan Masyarakat
Program Upaya Kesehatan Masyarakat bertujuan untuk meningkatkan jumlah,
pemerataan, dan kualitas pelayanan kesehatan melalui puskesmas dan
jaringannya. Selama kurun waktu lima tahun tujuan pelaksanaan program ini
telah tercapai yang tercermin dari beberapa hal seperti peningkatan cakupan
jaminan kesehatan masyarakat (Jamkesmas), kunjungan rawat jalan, penyediaan
puskesmas dan posyandu, serta pelayanan kesehatan rujukan.
308
B
a
g
i
a
n

I
V
MEMELIHARA MOMENTUM PERUBAHAN
Dalam rangka meningkatkan akses penduduk miskin dan kurang mampu pada
pelayanan kesehatan, Pemerintah melalui Program Jamkesmas yang merupakan
bagian dari Program Upaya Kesehatan Masyarakat memberikan jaminan
pelayanan kesehatan kepada penduduk miskin. Melalui program ini seluruh
penduduk miskin dapat memperoleh pelayanan kesehatan di puskesmas dan
jaringannya serta ruang rawat inap kelas III rumah sakit secara gratis. Cakupan
jamkesmas terus meningkat dari 36,4 juta orang pada tahun 2005 menjadi 76,4
juta orang pada tahun 2009. Selain dari jumlah sasaran, pencapaian program
ini dapat dilihat melalui utilisasi pelayanan (visit rate), cakupan pemeriksaan
kehamilan, persalinan, nifas, dan perawatan bayi baru lahir.
Pada tahun 2008, jumlah kunjungan rawat jalan tingkat pertama di puskesmas
mencapai 25.347.353 kunjungan, kunjungan rawat jalan tingkat lanjut di rumah
sakit mencapai 866.582 kunjungan, dan pemanfaatan rawat inap tingkat lanjut
di ruang rawat inap kelas III rumah sakit mencapai 495.656 kunjungan. Selain
itu, pada tahun 2007, penduduk miskin yang telah mendapat pelayanan kasus
khusus seperti pertolongan persalinan sebanyak 585.711 orang, hemodialisa
sebanyak 9.893 orang, operasi jantung sebanyak 4.743 orang, dan operasi
caesar 5.637 orang. Sampai dengan tahun 2008, telah tersedia 1.319 rumah sakit
yang melayani jamkesmas, mencakup 49,4 persen rumah sakit swasta dan 50,6
persen rumah sakit pemerintah.
Sampai dengan akhir tahun 2009, telah tersedia 8.481 puskesmas yang terdiri
dari 6.110 puskesmas nonperawatan dan 2.438 puskesmas perawatan, 22.347
puskesmas pembantu, 6.957 puskesmas keliling roda empat, dan 838 puskesmas
keliling air (Pusat Data dan Informasi Kementerian Kesehatan, 2009). Jumlah ini
telah meningkat dari tahun 2005 yang banyaknya adalah 7.669 puskesmas (Profil
Kesehatan, 2005). Dalam rangka memperluas jaringan pelayanan kesehatan
dasar di tingkat desa, sampai dengan akhir tahun 2009 telah dibangun pos
kesehatan desa (Poskesdes) sebagai salah satu upaya perwujudan desa siaga.
Sampai dengan akhir tahun 2008 jumlah poskesdes adalah 11.287 poskesdes
(Podes 2008, BPS).
Kegiatan berbasis pember dayaan masyarakat juga terus dilaksanakan sebagai
upaya untuk mempercepat penurunan AKB, AKI, dan meningkatkan status gizi
balita. Upaya tersebut antara lain dengan pengembangan posyandu. Pada saat
ini, tercatat posyandu aktif sebanyak 269.202 posyandu. Angka ini meningkat
diban dingkan tahun 2004 yang sebanyak 238.699 posyandu. Jumlah balita
yang terlayani kegiatan posyandu juga mengalami peningkatan dari 43 persen
menjadi 60 persen selama kurun waktu 2004-2008. Sampai dengan tahun 2009,
juga telah dikembangkan 1.000 pos kesehatan pesantren (Poskestren) dan 229
mushola sehat.
Dalam rangka meningkatkan pelayanan kesehatan rujukan, berbagai rumah
sakit terus ditingkatkan kemampuannya, baik daya tampung untuk perawatan
maupun peningkatan fasilitas pelayanan medik, seperti ruang operasi, unit gawat
darurat (UGD), ruang isolasi, unit transfusi darah, dan laboratorium kesehatan
serta penambahan jumlah tempat tidur. Dari sisi kuantitas, jumlah rumah sakit
sebagai fasilitas pelayanan kesehatan rujukan terus meningkat walaupun dalam
jumlah yang relatif lambat dibandingkan dengan peningkatan jumlah penduduk.
Jumlah tempat tidur yang tersedia mencapai 139.000 buah. Rasio tempat tidur
309
B
a
g
i
a
n

I
V
Evaluasi Lima Tahun Pelaksanaan RPJMN 2004-2009
rumah sakit terhadap penduduk secara nasional pada 2008 adalah satu tempat
tidur per 1.528 penduduk (Profil Kesehatan, 2008). Penambahan fasilitas tempat
tidur di rumah sakit akan terus menjadi prioritas dalam upaya mengantisipasi
munculnya berbagai penyakit akibat transisi demografi dan epidemiologi.

3.2 Program Pengendalian dan Pemberantasan
Penyakit Menular
Penyakit dan infeksi menular masih tetap merupakan masalah kesehatan
masyarakat yang menonjol di Indonesia. Untuk itu, program ini dilaksanakan
dengan tujuan mengurangi dampak penyakit menular maupun tidak menular
yang terjadi di masyarakat. Pelaksanaan program ini telah menunjukkan
keberhasilan dengan menurunnya berbagai kasus penyakit seperti tuberculosis
(TB) dan malaria, serta peningkatan cakupan pelayanan imunisasi.
Penemuan kasus TB dapat ditingkatkan dari 54 persen menjadi 73 persen
pada tahun 2008. Demikian pula angka penyembuhannya telah mencapai
84 persen pada tahun 2008 dengan target internasional sebesar 85 persen.
Upaya peningkatan penanggulangan TB yang telah dilakukan mencakup: (1)
perluasan pelayanan TB di sektor pemerintah, non pemerintah, dan swasta;
(2) perluasan pelayanan deteksi dini TB; (3) peningkatan perawatan penderita
TB mela lui Directly Observed Treat ment Short Course (DOTS) di rumah sakit;
(4) implementasi International Standard for TB Care (ISTC) melalui kolaborasi
dengan organisasi profesi; (5) mengikutsertakan dokter umum praktik swasta
dalam upaya penanggulangan TB; (6) kampanye melalui media massa; dan (7)
pelayanan TB berbasis komunitas.
Angka annual malaria incidence (AMI) penyakit malaria menurun dari 21,29
kasus per 1.000 penduduk pada tahun 2004 menjadi 16,62 kasus per 1.000
penduduk pada tahun 2008. Sedangkan angka annual paracite incidence (API)
juga menurun dari 0,19 kasus per 1.000 penduduk pada tahun 2006 menjadi 0,16
kasus per 1.000 penduduk pada tahun 2008. Upaya penanggulangan malaria
yang dilakukan antara lain pengobatan massal, survei jentik, penyemprotan
rumah, penyelidikan vektor penyakit, dan tindakan lain seperti pengeringan
tempat perindukan.
Kasus human immunodeficiency virus (HIV) dan acquired immunodeficiency
syndrome (AIDS) terus meningkat jumlahnya dari tahun ke tahun. Sampai
dengan akhir tahun 2008, dilaporkan jumlah kumulatif kasus AIDS adalah
sebanyak 16.110 kasus (Kemenkes, 2008). Sementara itu, jumlah kumulatif
kasus HIV pada tahun 2008 sebesar 6.015 kasus. Secara nasional, prevalensi
HIV sebesar 0,2 persen. Angka prevalensi AIDS tertinggi terjadi di Papua yaitu
sebesar 0,13 persen. Upaya penanganan HIV dan AIDS terus diperbaiki untuk
mengurangi risiko penularan penyakit HIV dan AIDS. Upaya penanggulangan HIV
dan AIDS yang telah dilakukan mencakup: (1) pencegahan penularan HIV dan
AIDS (baik melalui alat suntik, transmisi seksual, penularan HIV dari ibu ke bayi);
(2) pengembangan dan penguatan pelayanan konseling dan testing sukarela;
dan (3) perawatan, dukungan, dan pengobatan pada orang dengan HIV dan AIDS
(ODHA), termasuk pemberian antiretroviral (ARV).
310
B
a
g
i
a
n

I
V
MEMELIHARA MOMENTUM PERUBAHAN
Angka kematian penderita demam berdarah dengue (DBD) menurun dari 1,01
persen per 100.000 penduduk pada tahun 2004 menjadi 0,86 persen per 100.000
penduduk pada tahun 2008. Penurunan angka kematian ini menunjukkan semakin
meningkatnya kualitas penatalaksanaan kasus DBD di puskesmas maupun rumah
sakit. Upaya penanggulangan DBD yang telah dilakukan adalah: (1) penyelidikan
epidemiologi dan penanggulangan kejadian luar biasa (KLB); (2) pemberantasan
vektor; (3) penatalaksanaan kasus; (4) penyuluhan; (5) kemitraan dalam wadah
kelompok kerja nasional (Pokjanal); dan (6) peningkatan peran serta masyarakat
seperti melalui program juru pemantau jentik nyamuk (Jumantik), desa siaga,
dan pemuda siaga. Kegiatan pencegahan dan penanggulangan ini dilakukan
karena kecenderungan kasus DBD di Indonesia semakin meningkat dari tahun
ke tahun. Angka tingkat kejadian (incidence rate) DBD juga menurun dari 71,78
kasus per 100.000 penduduk pada tahun 2007 menjadi 60,06 kasus per 100.000
penduduk pada tahun 2008.
Jumlah kasus diare meningkat pada dari 3.314 kasus pada tahun 2004 menjadi
10.980 kasus pada tahun 2006. Angka tersebut menurun menjadi 8.443 pada
tahun 2008. Angka kematian kasus diare meningkat dari 1,60 persen pada
tahun 2004 menjadi 2,52 pada tahun 2006 dan menurun menjadi 2,48 persen
pada tahun 2008. Upaya penanggulangan diare yang telah dilakukan adalah:
(1) penerapan perilaku hidup bersih dan sehat (PHBS); (2) meningkatkan
ketersediaan air bersih dan sanitasi dasar; dan (3) menyediakan upaya pelayanan
kesehatan yang responsif.
Selanjutnya, persentase balita yang mendapat imunisasi dasar terus meningkat.
Pada tahun 2006, persentase cakupan balita yang mendapat imunisasi campak
dan DPT masing-masing mencapai 85 persen dan 87 persen. Berdasarkan data
Riskesdas 2007, persentase nasional imunisasi Bacillus Calmette-Guerin (BCG)
pada anak usia 12-23 bulan adalah 86,9 persen, polio 3 sebesar 71 persen, DPT
3 sebesar 67,7 persen, dan HB3 sebesar 62,8 persen.
Sementara itu, hasil
survei yang dilaksanakan
Fakultas Kesehatan
Masyarakat Universitas
Indonesia yang didukung
World Health Organization
(WHO), United Nations
Childrens Fund (UNICEF),
dan United States
Agency for International
Development (USAID)
(MMC/IP) pada 2007
mengungkapkan bahwa
secara umum akses
terhadap pelayanan
imunisasi di Indonesia
cukup baik. Imunisasi BCG
mencapai cakupan 91
persen, DPT 1 87 persen,
dan BCG scar 80 persen,
311
B
a
g
i
a
n

I
V
Evaluasi Lima Tahun Pelaksanaan RPJMN 2004-2009
sedangkan anak yang tidak pernah mendapat imunisasi mencapai empat persen.
Drop-out rate untuk DPT 1 sampai DPT 3 masih cukup tinggi, yaitu 12 persen.
Alasan utama tidak imunisasi adalah akibat kurangnya pemahaman ibu tentang
pentingnya pemberian imunisasi pada anak. Selanjutnya, kualitas imunisasi juga
ditunjukkan melalui kepemilikan kartu menuju sehat (KMS). Pada tahun 2007,
jumlah kepemilikan KMS adalah sebesar 52 persen. Pelaksanaan pelayanan
imunisasi sebagian besar dilaksanakan melalui posyandu yaitu sebesar 70 persen,
sedangkan yang dilayani melalui pusat pelayanan kesehatan dasar (puskesmas)
sebesar sepuluh persen.
Tabel 4.14.3
Perkembangan Kasus dan
Prevalensi Penyakit, Tahun
2004-2008
Sumber:
1) Profil Kesehatan (berbagai
tahun); 2) Kementerian
Kesehatan (berbagai tahun);
3) Data Program PP & PL
Kemenkes, 2008.
312
B
a
g
i
a
n

I
V
MEMELIHARA MOMENTUM PERUBAHAN
Bab 4.15
Peningkatan Perlindungan dan
Kesejahteraan Sosial
I. Pengantar
P
embangunan kesejahteraan sosial selama kurun waktu pelaksanaan RPJMN
20042009 ditujukan untuk memenuhi hak-hak dasar manusia dan
memutus rantai kemiskinan. Namun, beberapa permasalahan pokok yang
masih dihadapi adalah belum terpenuhinya seluruh kebutuhan dasar, seperti
pangan, sandang, dan perumahan, serta minimnya aksesibilitas masyarakat yang
kurang mampu terhadap berbagai sumber pelayanan sosial dasar.
Tantangan ke depan akan semakin berat karena kompleksitas permasalahan
sosial yang semakin berkembang searah dengan perkembangan kondisi
sosial masyarakat. Permasalahan tersebut mencakup antara lain besarnya
B
a
g
B
a
g
i
a
n

I
V
313
B
a
g
i
a
n

I
V
Evaluasi Lima Tahun Pelaksanaan RPJMN 2004-2009
jumlah penyandang masalah kesejahteraan sosial (PMKS), luasnya cakupan
pelayanan yang masih harus diberikan, kurang efektifnya penyelenggaraan
bantuan dan jaminan sosial, serta kejadian bencana alam maupun sosial
atau perubahan kondisi ekonomi yang besaran maupun frekuensinya sulit
diprediksi.
Peningkatan perlindungan dan kesejahteraan sosial merupakan salah satu
prioritas pembangunan bidang sosial terutama perlindungan kepada mereka
yang termasuk ke dalam kelompok penduduk miskin dan rentan. Perlindungan
dan kesejahteraan sosial di Indonesia diwujudkan dalam bentuk bantuan sosial
dan jaminan sosial. Bantuan sosial merupakan bantuan yang diberikan secara
langsung tanpa adanya kewajiban berkontribusi dari masyarakat, sedangkan
jaminan sosial berbasis asuransi merupakan sistem yang mewajibkan kontribusi
dari setiap peserta.
Pemerintah secara bertahap terus menyempurnakan sistem jaminan sosial
berbasis asuransi terutama untuk kelompok masyarakat miskin dan rentan.
Pembangunan sistem jaminan sosial nasional dimulai saat disahkannya UU
Nomor 40 Tahun 2004 tentang Sistem Jaminan Sosial Nasional (SJSN). UU SJSN
merupakan suatu sistem jaminan sosial yang diharapkan mampu melayani
seluruh lapisan masyarakat dan memberdayakan mereka yang lemah dan tidak
mampu, untuk dapat mempertahankan kehidupan yang layak sesuai dengan
martabat kehidupan manusia.
II. Pencapaian Prioritas
2.1 Gambaran Pencapaian
Dalam upaya pemenuhan kebutuhan dasar dan perlindungan sosial bagi masyarakat
yang sangat miskin, kelompok masyarakat yang masih tertinggal (komunitas adat
terpencil), anak, lanjut usia, penyandang cacat telantar, korban bencana alam dan
sosial, serta kelompok rentan lainnya, termasuk upaya peningkatan aksesibilitas
PMKS terhadap pelayanan sosial dasar, Pemerintah telah menyediakan sarana
dan prasarana pelayanan dan rehabilitasi sosial, meningkatkan pemberdayaan
sosial ekonomi, melaksanakan pemberian jaminan sosial, serta meningkatkan
kemampuan dan keberdayaan mereka melalui pendidikan.
Gambaran pencapaian sasaran program-program perlindungan sosial dapat
dilihat secara ringkas melalui tabel berikut ini.
314
B
a
g
i
a
n

I
V
MEMELIHARA MOMENTUM PERUBAHAN
Tabel 4.15.1
Sasaran dan Pencapaian
Peningkatan Perlindungan dan
Kesejahteraan Sosial, Tahun
20052009
Sumber:
Kementerian Sosial,
20052009.
315
B
a
g
i
a
n

I
V
Evaluasi Lima Tahun Pelaksanaan RPJMN 2004-2009
2.2 Evaluasi Pencapaian
2.2.1 Sasaran 1, 2, 3 dan 4: Meningkatnya Aksesibilitas
Penyandang Masalah Kesejahteraan Sosial terhadap
Pelayanan Sosial Dasar; Meningkatnya Jangkauan
Pelayanan Terhadap PMKS dan Rehabilitasi Sosial
Terutama Penyandang Cacat, Penyandang Masalah
Keterlantaran, Ketunaan Sosial Dan Penyimpangan
Perilaku; Meningkatnya Kemampuan dan Kepedulian
Sosial Masyarakat dalam Pelayanan Kesejahteraan
Sosial Secara Melembaga dan Berkelanjutan; dan
Meningkatnya Ketahanan Sosial Individu, Keluarga dan
Komunitas Masyarakat dalam Mencegah dan Menangani
Permasalahan Kesejahteraan Sosial
Kegiatan yang dilaksanakan me-
la lui program-program ber da-
sar kan sasaran-sasaran di bi-
dang perlindungan sosial yang
dinyatakan dalam RPJMN tahun
20042009 ditujukan antara lain
untuk meningkatkan jangkauan
dan aksesibilitas penyandang ma-
sa lah kesejahteraan sosial kepa da
pelayanan sosial dasar.
Pelaksanaan kegiatan untuk per-
lindungan, pelayanan dan reha-
bilitasi kesejahteraan so sial anak
selama tahun 2005-2009 telah
menjangkau sekitar 384.737 anak
telantar, 250.210 anak jalanan,
42.928 anak nakal, dan 30.245
anak cacat. Namun, jumlah anak
yang telah memperoleh pelayanan dan rehabilitasi sosial tersebut masih jauh
dari yang diharapkan yaitu hanya mencapai 0,89 persen, apabila dibandingkan
dengan jumlah seluruh anak usia 0-18 tahun yang berjumlah 79.898.000 jiwa
(BPS, 2006). Jumlah anak telantar yang mendapatkan pelayanan sosial pada
tahun 2009 dibandingkan tahun 2008 mengalami peningkatan yaitu menjadi
84 persen karena adanya tambahan bantuan permakanan di panti-panti sosial.
Selain itu, pelaksanaan pelayanan sosial ini bergantung pada alokasi anggaran
dekonsentrasi. Jumlah anak jalanan yang mendapatkan pelayanan sosial pada
tahun 2009 mengalami peningkatan yang cukup tinggi yaitu 578 persen jika
dibandingkan tahun 2008, karena adanya kegiatan Pelayanan Kesejahteraan
Sosial Anak (PKSA) bagi anak jalanan yang berada di kota-kota besar.
Pelayanan sosial kepada lanjut usia selain dilakukan di dalam panti wredha juga
dilakukan di luar panti. Kegiatan yang dilakukan meliputi pemenuhan kebutuhan
dasar, pemberian modal Usaha Ekonomi Produktif (UEP), Jaminan Sosial Lanjut
Usia (JSLU) telantar dan pengembangan lembaga kesejahteraan lanjut usia
316
B
a
g
i
a
n

I
V
MEMELIHARA MOMENTUM PERUBAHAN
(home care, community care, day care). Jumlah lanjut usia yang mendapatkan
bantuan pemenuhan kebutuhan dasar dan UEP mengalami peningkatan yang
cukup tinggi yaitu 23.259 jiwa atau naik sekitar 147 persen selama tahun
20052009. Cakupan jumlah lanjut usia yang mendapatkan pelayanan sosial
pada tahun 2009 sebanyak 39.179 jiwa masih sangat kecil apabila dibandingkan
dengan jumlah seluruh lanjut usia yang besarnya 17.313.000 jiwa atau hanya
0,23 persennya. Kegiatan uji coba jaminan sosial bagi lanjut usia melalui JSLU
telantar dilaksanakan sejak tahun 2006, namun sampai tahun 2009 kegiatan
tersebut hanya menjangkau jumlah yang masih terbatas yaitu 10.000 jiwa.
Bantuan JSLU umumnya digunakan untuk pembelian makanan (beras, susu, dan
buah) dan biaya pengobatan bagi mereka yang tidak menerima Jamkesmas.
Pelayanan dan rehabilitasi sosial untuk penyandang cacat sampai dengan
tahun 2009 telah diberikan kepada 242.312 penyandang cacat. Selain itu,
telah dilaksanakan pula penyaluran jaminan sosial kepada 17.000 penyandang
cacat berat (JS-Paca) yang uji cobanya dimulai tahun 2006. Pada tahun 2008-
2009 terjadi penurunan jumlah sasaran penyandang cacat yang disebabkan
berkurangnya alokasi anggaran dekonsentrasi dan adanya pengalihan bantuan
kelompok usaha bersama penyandang cacat ke unit pemberdayaan sosial.
Namun, pengalihan bantuan ini belum sepenuhnya dilaksanakan, karena unit
pemberdayaan sosial masih memprioritaskan pemberian bantuan kepada
fakir miskin dan belum memasukkan penyandang cacat sebagai target sasaran
pemberdayaan.
Jumlah seluruh Komunitas Adat Terpencil (KAT), menurut data Kementerian
Sosial tahun 2009, adalah 213.070 kepala keluarga (KK) yang tersebar di 2.935
lokasi. Sampai tahun 2009, jumlah KAT yang telah diberdayakan masih sangat
kecil bila dibandingkan seluruh KAT, yaitu hanya menjangkau 75.621 KK atau
sekitar 32,95 persen. Cakupan kegiatan pemberdayaan KAT selama tahun 2005-
2009 mengalami peningkatan, yaitu dari 52.283 KK menjadi 75.621 KK atau naik
sekitar 44,65 persen. Salah satu komponen bantuan dan pelayanan sosial dasar
bagi KAT adalah pemberian perumahan sederhana atau bahan bangunan rumah.
Pelaksanaan kegiatan tahun 2005-2007 belum memperhitungkan indeks harga
rumah, namun hanya berdasarkan alokasi wilayah barat dan timur. Sementara
itu, pelaksanaan tahun 2008-2009 telah memperhitungkan indeks harga rumah.
Terkait dengan asuransi, jumlah PMKS yang mendapatkan bantuan asuransi
kesejahteraan sosial (askesos) selama 2005-2009 mencapai 166.400 orang.
Jumlah PMKS yang mendapat bantuan askesos meningkat dari tahun ke tahun.
Tahun 2005 PMKS yang mendapat bantuan askesos hanya sebanyak 13.400
orang, kemudian meningkat menjadi 20.200 orang pada tahun 2006, 39.000
orang pada tahun 2007, 42.600 orang tahun 2008, dan menjadi 51.200 orang
pada tahun 2009.
Sejak tahun 2005, Pemerintah menyalurkan Bantuan Langsung Tunai (BLT) untuk
19,01 juta Rumah Tangga Sasaran (RTS) dan tahun 2008-2009 kepada 18,5 juta
RTS berdasarkan Pendataan Program Perlindungan Sosial (PPLS) tahun 2008 yang
dilakukan BPS. Data RTS penerima BLT tahun 2008 merupakan data tahun 2005
yang telah diperbaiki, diperbarui, dan dilengkapi dengan mencantumkan nama
dan alamat penerima bantuan, yang melibatkan aparat daerah setempat seperti
kepala rukun tetangga (RT), rukun warga (RW), kepala dusun (Kadus), ataupun
317
B
a
g
i
a
n

I
V
Evaluasi Lima Tahun Pelaksanaan RPJMN 2004-2009
kepala desa (Kades). Umumnya RTS menggunakan dana BLT untuk memenuhi
kebutuhan yang paling mendesak dan membeli kebutuhan pokok, terutama
beras dan minyak tanah. Namun, ada beberapa kasus negatif yang terjadi,
misalnya penggunaan bantuan untuk pembelian barang-barang konsumtif,
namun hanya kasus per kasus saja. Berdasarkan ketepatan pelaksanaan program,
BLT merupakan program yang tepat sasaran yaitu mencapai 90,51 persen. Hal
ini berarti bahwa bantuan diterima oleh RTS yang berhak, tepat jumlah (97,14
persen), tanpa potongan dana dari jumlah yang seharusnya diterima, dan
diberikan tepat waktu (89,10 persen).
Bantuan sosial untuk rumah tangga sangat miskin (RTSM) dalam bentuk
bantuan tunai bersyarat melalui Program Keluarga Harapan (PKH) pada tahun
2007 menjangkau 387.947 KK di 48 kabupaten di tujuh provinsi. Sementara itu,
pada tahun 2009 cakupan PKH diperluas hingga menjangkau 726.376 KK di 70
Kabupaten, dengan tambahan enam provinsi. Terlihat ada peningkatan pada
cakupan jumlah RTSM yang mendapatkan bantuan sejak tahun 20072009.
Sampai dengan tahun 2008, masih ada beberapa permasalahan pada Sistem
Informasi Manajemen (MIS) yang digunakan untuk validasi data dan verifikasi
penerima bantuan dalam memenuhi kewajibannya, baik untuk komponen
kesehatan, pendidikan, maupun pendistribusian bantuan. Namun, sejak tahun
2009 permasalahan tersebut mulai diperbaiki dan diharapkan tahun 2010
pelaksanaan PKH menjadi lebih baik dengan rencana penambahan jumlah
cakupan bertambah sejumlah 90.000 RTSM.
2.2.2 Sasaran 5 dan 6: Tersusunnya Sistem Perlindungan
Sosial Nasional dan Meningkatnya Keserasian Kebijakan
Kesejahteraan Sosial
Pencapaian kedua sasaran ini ditunjukkan oleh indikator tersedianya dokumen
dan sistem perlindungan sosial nasional. Pelaksanaan kegiatan untuk mencapai
sasaran ini baru mulai dilaksanakan pada tahun 2009 dengan: (1) pelaksanaan
finalisasi draft peraturan pemerintah yang menjadi amanat UU Nomor 11 Tahun
2009 tentang Kesejahteraan Sosial; dan (2) pengembangan Sistem Jaringan
Dokumentasi dan Informasi Hukum (SJDI).
2.2.3 Sasaran 7: Terjaminnya Bantuan Sosial dan Meningkatnya
Penanganan Korban Bencana Alam dan Sosial
Pelaksanaan bantuan sosial dasar bagi korban bencana alam belum dapat
mencakup seluruh korban bencana. Penanganan korban bencana alam pun masih
kurang maksimal. Beberapa permasalahan yang terjadi adalah ketidakseimbangan
antara jumlah korban dan kerugian yang diakibatkan oleh bencana dengan jumlah
bantuan yang diberikan. Selain itu, belum seluruh kabupaten/kota menyediakan
peralatan penanggulangan bencana yang memadai. Selama tahun 20052009,
jumlah korban bencana alam yang menderita dan mengungsi mencapai lebih
dari 11,2 juta orang dan jumlah rumah yang rusak mencapai lebih dari 292.000
unit. Namun, bantuan sosial bagi korban bencana alam yang telah diberikan
selama ini masih terbatas yaitu hanya mencakup 5,5 juta jiwa atau sekitar 49,11
persen dan bantuan stimulan bahan bangunan rumah (BBR) untuk perbaikan
rumah korban pascabencana hanya 47.500 unit atau sekitar 16,27 persen.
318
B
a
g
i
a
n

I
V
MEMELIHARA MOMENTUM PERUBAHAN
2.2.4 Sasaran 8: Meningkatnya Kualitas Manajemen Pelayanan
Kesejahteraan Sosial
Pencapaian sasaran ini dipenuhi oleh indikator jumlah karang taruna dan
jumlah organisasi sosial/Lembaga Keuangan Mikro-Usaha Kesejahteraan Sosial
(LKM-UKS) yang diberdayakan. Antara 20052009 jumlah karang taruna yang
diberdayakan mencapai 15.232 organisasi, sementara jumlah organisasi sosial/
LKM-UKS mencapai 11.089 unit organisasi.
Pelaksanaan beberapa program dan kegiatan oleh Kementerian Sosial masih
menghadapi beberapa permasalahan yaitu penentuan dan kriteria penentuan
sasaran, inkonsistensi dan ketidakakuratan data PMKS di beberapa unit di
lingkungan Kementerian Sosial, masih terbatasnya kapasitas kelembagaan dan
sumber daya pelaksana kesejahteraan sosial, serta adanya duplikasi pelaksanaan
kegiatan baik di beberapa unit kerja Kementerian Sosial maupun antar K/L. Selain
itu, peranan dan kontribusi Pemerintah Daerah dalam mengalokasikan APBD
untuk bidang kesejahteraan sosial relatif masih terbatas.
Untuk pengembangan kegiatan bantuan sosial, terutama peningkatan jumlah
dan perluasan cakupan sasaran, diperlukan penyempurnaan kriteria, proses
penargetan, proses seleksi penerima bantuan sosial, dan pengembangan sistem
informasi manajemen yang berkualitas. Upaya tersebut perlu didukung pula
dengan kesesuaian pelaksanaan kegiatan dengan tugas pokok dan fungsi (tupoksi)
masing-masing K/L agar tidak terjadi duplikasi. Selain itu, penyediaan data
masyarakat miskin dan rentan yang seragam, konsisten, dan akurat perlu menjadi
sasaran program/kegiatan bantuan sosial lima tahun mendatang.
III. Keberhasilan
Keberhasilan pelaksanaan RPJMN 20042009 pembangunan bidang
perlindungan dan kesejahteraan sosial antara lain melalui pelayanan dan
rehabilitasi kesejahteraan sosial bagi anak, lanjut usia dan penyandang
cacat telantar, pemberian bantuan bagi fakir miskin dan PMKS lainnya, serta
319
B
a
g
i
a
n

I
V
Evaluasi Lima Tahun Pelaksanaan RPJMN 2004-2009
pemberdayaan masyarakat miskin agar mampu memenuhi kebutuhannya secara
mandiri. Berbagai upaya telah ditempuh Pemerintah melalui berbagai kebijakan,
program dan kegiatan untuk meningkatkan aksesibilitas PMKS terhadap
pelayanan sosial dasar, jangkauan pelayanan kepada PMKS, ketahanan sosial
individu, keluarga dan komunitas masyarakat. Kebijakan tersebut dijabarkan
ke dalam program-program perlindungan dan kesejahteraan sosial antara lain
sebagai berikut.
3.1 Program Pelayanan dan Rehabilitasi
Kesejahteraan Sosial
Program ini bertujuan untuk
memulihkan fungsi sosial,
mem berikan pelayanan dan
reha bilitasi sosial bagi para
PMKS, termasuk bagi lanjut
usia terlantar, penyandang
cacat, dan anak telantar
untuk kelangsungan hidup
dan tumbuh kembangnya.
Sela ma pelaksanaan RPJMN
2004-2009, beberapa kegiatan
pokok dalam program ini telah
berhasil mencapai sasaran yang
diharapkan.
Pertama, pelayanan dan rehabilitasi kesejahteraan sosial bagi anak ditujukan
untuk meningkatkan kelangsungan hidup, tumbuh kembang dan partisipasi anak,
serta menghindarkan anak dari tindak kekerasan, perlakuan salah, eksploitasi
dan diskriminasi. Selama tahun 2005-2009, Pemerintah telah melaksanakan
pelayanan dan rehabilitasi sosial kepada 250.210 anak jalanan, 384.737 anak
telantar, 42.928 anak nakal, dan 30.245 anak cacat. Kegiatan-kegiatan ini
dilaksanakan melalui sistem panti dan nonpanti. Selanjutnya, intervensi pada
anak yang memerlukan perlindungan khusus akan difokuskan pada pelayanan
berbasis keluarga dan komunitas.
Kedua, pelayanan dan perlindungan kesejahteraan sosial bagi para lanjut usia
terlantar bertujuan untuk pemenuhan kebutuhan dasar dan meningkatkan
kesejahteraan sosial bagi lanjut usia. Selama tahun 20052009, bantuan sosial
telah diberikan kepada 39.179 orang lanjut usia telantar yang memenuhi syarat-
syarat tertentu, antara lain berusia 60 tahun ke atas, tidak produktif dan tidak dapat
melakukan aktivitas sehari-hari lagi, menderita sakit-sakitan, dan tidak memiliki
sumber penghasilan. Bantuan sosial ini telah meringankan beban pengeluaran
lanjut usia untuk dapat menikmati taraf hidup sewajarnya. Pelayanan terhadap
lanjut usia untuk selanjutnya akan difokuskan pada pelayanan berbasis keluarga
dan komunitas, seperti perawatan lanjut usia di rumah.
Ketiga, pelayanan dan rehabilitasi sosial yang terkait dengan kecacatan selama
tahun 2005-2009 telah diberikan kepada 242.312 penyandang cacat. Kegiatan
rehabilitasi sosial secara rutin dilaksanakan di dalam dan luar panti, yaitu melalui
Loka Bina Karya dengan pemberian keterampilan dan praktek belajar kerja.
320
B
a
g
i
a
n

I
V
MEMELIHARA MOMENTUM PERUBAHAN
Keterampilan ini telah meningkatkan kemampuan dan rasa percaya diri mereka,
serta melibatkan mereka dalam aktivitas kemasyarakatan. Selain itu, bantuan
dana jaminan sosial yang diberikan kepada penyandang cacat berat membantu
meringankan beban keluarga penyandang cacat dalam memenuhi kebutuhan
dasar dan kesehatan penyandang cacat berat. Selanjutnya, pelayanan terhadap
penyandang cacat berat akan difokuskan pada pelayanan berbasis keluarga dan
komunitas, serta memperluas aksesibilitas mereka di masyarakat.
3.2 Program Bantuan dan Jaminan Kesejahteraan
Sosial
Program ini bertujuan membantu fakir miskin dan PMKS lainnya yang mengalami
masalah ketidakmampuan sosial ekonomi agar kebutuhan dasarnya terpenuhi
dan memberikan bantuan dasar kesejahteraan sosial bagi korban bencana alam
dan sosial. Selama pelaksanaan RPJMN 20042009, beberapa kegiatan pokok
dalam program ini telah berhasil mencapai sasaran yang diharapkan, antara lain
sebagai berikut.
Pertama, selama periode 2005-2009 Pemerintah telah memberikan bantuan
darurat bagi 5.491.500 jiwa korban bencana alam. Bantuan tersebut mencakup
bantuan peralatan darurat, seperti tenda, genset, perahu karet bermesin, velbed,
rompi pelampung, alat dapur, dan alat komunikasi. Bantuan sosial diberikan
bagi 384.191 KK akibat konflik sosial yaitu bantuan tanggap darurat untuk para
pengungsi dan pemulangan pengungsi/terminasi. Untuk meningkatkan kualitas
pemberian bantuan bencana, ke depan Pemerintah akan menyediakan peralatan
penanggulangan bencana yang memadai terutama di kabupaten/kota dan
memperkuat tenaga sosial masyarakat yang terlatih dalam penanganan korban
bencana.
Kedua, keberhasilan pelaksanaan BLT dapat terlihat dari perubahan komsumsi
per kapita per bulan untuk masyarakat penerima BLT yaitu sekitar 58,1 persen.
Persentase ini meningkat jika dibandingkan dengan mereka yang bukan penerima
BLT yang hanya sebesar 52 persen. Selain itu, terjadi pergeseran status dari miskin
menjadi tidak miskin pada RTS penerima BLT sebesar 35 persen. Pelaksanaan
BLT di masa depan diharapkan berorientasi kepada suatu program yang lebih
berkesinambungan dan bertujuan untuk pembangunan sumber daya manusia,
khususnya pada aspek kesehatan dan pendidikan seperti yang disyaratkan PKH.
Ketiga, PKH yang diluncurkan pertama kali pada tahun 2007 diberikan kepada
RTSM yang memenuhi persyaratan tertentu, yaitu memiliki ibu hamil, ibu
menyusui dan anak usia sekolah setingkat SD-SMP. Berdasarkan evaluasi dampak
PKH tahun 2007, dari aspek kesehatan PKH telah berhasil meningkatkan angka
kunjungan ke posyandu, pemantauan tumbuh kembang anak, dan imunisasi,
serta kelengkapan ketersediaan beberapa jenis obat di daerah pelaksanaan PKH.
Dari aspek pendidikan, PKH telah berhasil mendorong anak usia 6-15 tahun
untuk tetap hadir di sekolah. Selain itu, dana bantuan yang diberikan telah
berhasil menaikkan belanja per kapita rumah tangga per bulan untuk komponen
kesehatan dan pendidikan, masing-masing sebesar 10,7 persen dan 16,4 persen.
Sampai tahun 2009, cakupan PKH telah mencapai 726.376 RTSM. Di masa yang
akan datang akan ditingkatkan jumlah penerima dan wilayahnya, sedangkan
data dan MIS PKH akan diperkuat.
321
B
a
g
i
a
n

I
V
Evaluasi Lima Tahun Pelaksanaan RPJMN 2004-2009
Bab 4.16
Pembangunan Kependudukan dan
Keluarga Kecil Berkualitas serta Pemuda
dan Olahraga
I. Pengantar
P
enduduk merupakan modal dan sumber daya yang sangat potensial dalam
menentukan kemajuan bangsa. Namun, jumlah penduduk yang besar
apabila tidak diimbangi dengan kualitas yang baik akan mengakibatkan
proses pembangunan nasional berjalan kurang optimal. Oleh karena itu dalam
pelaksanaan RPJMN 20042009, peningkatan kualitas sumber daya manusia
melalui pembangunan kependudukan dan keluarga kecil berkualitas serta
pemuda dan olahraga merupakan langkah penting yang perlu dilakukan secara
berkesinambungan.
n

I
V
B
a
g
i
a
n

I
V
322
B
a
g
i
a
n

I
V
MEMELIHARA MOMENTUM PERUBAHAN
Pengendalian kualitas penduduk yang disertai dengan peningkatan keluarga kecil
berkualitas diharapkan akan mendukung pencapaian penduduk yang tumbuh
seimbang di masa mendatang dan sekaligus meningkatkan daya saing sumber
daya manusia Indonesia. Selain itu, dalam upaya meningkatkan pembangunan
kependudukan, penataan administrasi kependudukan juga merupakan hal yang
perlu diperhatikan. Administrasi kependudukan bertujuan untuk memberikan
perlindungan kepada hak-hak individu penduduk melalui pemberian identitas
berupa dokumen kependudukan. Pada akhirnya, data dasar kependudukan
nasional akan didayagunakan untuk berbagai kepentingan pemerintahan,
perumusan kebijakan dan perencanaan pembangunan.
Pemuda sebagai generasi penerus bangsa yang sekaligus pelaku masa depan
bangsa juga diharapkan memiliki kompetensi dan daya saing yang tinggi. Undang-
Undang (UU) Nomor 40 Tahun 2009 tentang Kepemudaan menyatakan bahwa
pemuda memiliki peran aktif sebagai kekuatan moral, kontrol sosial, dan agen
perubahan dalam segala aspek pembangunan nasional. Selain itu, kemajuan
bangsa juga didukung oleh tingginya budaya dan prestasi olahraga yang dimiliki
oleh penduduk. Budaya olahraga dapat memelihara dan meningkatkan kesehatan
dan kebugaran tubuh, menanamkan nilai moral, akhlak mulia, sportivitas, dan
disiplin, mempererat persatuan dan kesatuan bangsa, memperkokoh ketahanan
nasional, serta mengangkat harkat, martabat, dan kehormatan bangsa di mata
dunia.
II. Pencapaian Prioritas
2.1 Gambaran Pencapaian
Sasaran pembangunan kependudukan dan keluarga kecil berkualitas serta
pemuda dan olahraga dalam RPJMN 20042009 adalah: (1) meningkatnya
pembangunan kependudukan; (2) terkendalinya pertumbuhan penduduk dan
meningkatnya keluarga kecil berkualitas; dan (3) meningkatnya pembangunan
pemuda dan olahraga. Secara umum, sasaran pembangunan prioritas ini telah
mengalami perkembangan yang baik. Pencapaian sasaran dapat dilihat dalam
Tabel 4.16.1 berikut ini.
323
B
a
g
i
a
n

I
V
Evaluasi Lima Tahun Pelaksanaan RPJMN 2004-2009
Tabel 4.16.1
Sasaran dan Pencapaian
Pembangunan Kependudukan
dan Keluarga Kecil Berkualitas
Catatan:
PPKBD: Pembantu Pembina Keluarga Berencana Desa; PKB: Penyuluh Keluarga Berencana; PLKB:
Petugas Lapangan KB; PPLKB: Pengawas Petugas Lapangan KB; KKBS: Klinik KB Swasta; DPS: Dokter
Praktek Swasta; BPS: Bidan Praktek Swasta
Sumber:
1)
Supas 2005, BPS;
2)
Proyeksi penduduk
Indonesia 2005-2025, BPS;
3)
SDKI 2002/2003;
4)
SDKI 2007; 5) Statistik
Rutin BKKBN, Berbagai
Tahun (Status data terakhir
berdasarkan hasil konfirmasi
Direktorat Kependudukan,
Pemberdayaan Perempuan
dan Perlilndungan Anak,
Bappenas dengan BKKBN
tahun 2009)
324
B
a
g
i
a
n

I
V
MEMELIHARA MOMENTUM PERUBAHAN
2.2. Evaluasi Pencapaian
2.2.1 Sasaran 1: Meningkatnya Pembangunan Kependudukan
Pada akhir RPJMN 20042009, pembangunan kependudukan telah mencapai
beberapa kemajuan dalam pelaksanaan penyerasian kebijakan kependudukan
dan penataan sistem informasi administrasi kependudukan.
2.2.1.1 Kebijakan Kependudukan
Kemajuan peningkatan keserasian kebijakan kependudukan yang terkait dengan
penyusunan maupun penyempurnaan perundang-undangan terwujud dengan
disahkannya Peraturan Presiden (Perpres) Nomor 26 Tahun 2009 tentang
Penerapan Kartu Tanda Penduduk (KTP) Berbasis Nomor Induk Kependudukan
(NIK) Secara Nasional. Rancangan Peraturan Pemerintah (RPP) tentang Perubahan
PP Nomor 27 Tahun 1994 tentang Pengelolaan Perkembangan Kependudukan
sedang dalam proses persetujuan dan pengesahan Presiden. PP ini mengatur
mobilitas dan/atau persebaran penduduk.
2.2.1.2 Sistem Informasi Administrasi Kependudukan
Peningkatan cakupan jumlah pro-
vinsi dan kabupaten/kota dalam
pelaksanaan Sistem Informasi
Admi nistrasi Kependudukan (SIAK)
menunjukkan pencapaian yang
berarti dari pembangunan kepen-
dudukan. Pada tahun 2009, 33
provinsi dan 329 kabupaten/kota
telah tercakup dalam pelaksanaan
SIAK, dengan rincian 33 provinsi
ter cakup dalam SIAK off-line, 11
kabupaten/kota tercakup dalam SIAK
on-line, dan 318 kabupaten/kota
tercakup dalam SIAK off-line. Pada tahun 2008 jumlah provinsi dan kabupaten/
kota yang tercakup SIAK masih sejumlah 33 provinsi dan 265 kabupaten/kota.
Berkaitan dengan peningkatan pelaksanaan SIAK, beberapa kemajuan pada akhir
RPJMN 2004-2009 yang dicapai antara lain: (1) telah disempurnakannya Sistem
Koneksi (Inter-phase) NIK yang terintegrasi; (2) meningkatnya kualitas dan
kuantitas sumber daya manusia pusat dan daerah melalui pembekalan teknis
kepada administrator, operator dan troubleshooter SIAK daerah sebanyak 29
angkatan (941 orang); dan (3) implementasi SIAK untuk pelayanan pendaftaran
penduduk dan pencatatan sipil di 312 kabupaten/kota dari 465 daerah yang
telah menerima bantuan stimulan sarana dan prasarana SIAK.
2.2.2 Sasaran 2: Terkendalinya Pertumbuhan Penduduk dan
Meningkatnya Keluarga Kecil Berkualitas
Pencapaian sasaran kedua ini ditunjukkan oleh beberapa indikator yang
dijabarkan sebagai berikut.
325
B
a
g
i
a
n

I
V
Evaluasi Lima Tahun Pelaksanaan RPJMN 2004-2009
2.2.2.1 Laju Pertumbuhan Penduduk (LPP)
Berdasarkan hasil Sensus Penduduk (SP) dan Survei Penduduk Antar Sensus (Supas),
Laju Pertumbuhan Penduduk (LPP) Indonesia cenderung menurun. Situasi ini dapat
dilihat dalam Gambar 4.16.1. Pada periode tahun 1971-1980 LPP Indonesia sekitar
2,3 persen (SP 1980) dan turun menjadi 1,49 persen pada periode tahun 1990-
2000 (SP 2000). Selanjutnya, LPP menurun lagi menjadi 1,3 persen pada periode
tahun 2000-2005 (Supas 2005) dan diperkirakan menjadi 1,27 persen pada periode
tahun 2005-2010 (Proyeksi Penduduk Indonesia 2005-2025, BPS). Namun, jumlah
penduduk Indonesia secara absolut masih besar dan terus meningkat sekitar 3 juta
jiwa per tahun. Jumlah penduduk Indonesia pada tahun 2000 sekitar 205,8 juta
orang (SP, 2000), meningkat menjadi 218,9 juta orang pada tahun 2005 (Supas,
2005), dan diperkirakan akan terus meningkat menjadi 234,2 juta orang pada tahun
2010 (Proyeksi penduduk Indonesia 20052025, BPS). Jadi, target pencapaian LPP
sebesar 1,14 persen pada tahun 2009 tampaknya masih belum dapat diwujudkan,
namun angka pastinya baru akan diketahui dari hasil sensus penduduk berikutnya
yaitu SP 2010. Hal ini menunjukkan perlu upaya pengendalian pertambahan
penduduk yang lebih besar lagi, terutama melalui program keluarga berencana agar
dapat dilaksanakan secara konsisten mulai dari pusat sampai daerah.
Catatan:
Pencapaian sasaran pengendalian pertumbuhan penduduk yang ditandai dengan indikator LPP dan
jumlah penduduk baru dapat dilihat pada hasil sensus tahun 2010, sehingga pencapaian diukur
dengan menggunakan data proyeksi penduduk 2005-2025, BPS.
2.2.2.2 Angka Kelahiran Total (TFR)
Pembangunan kependudukan yang didukung oleh program keluarga berencana
telah berhasil menurunkan angka kelahiran total (Total fertility rate/TFR)
dari 2,4
1
kelahiran per wanita (Survei Demografi dan Kesehatan Indonesia/
SDKI 2002/2003) menjadi 2,3 kelahiran per wanita (SDKI 2007). Berdasarkan
penurunan angka TFR dari hasil dua periode survei SDKI tersebut, pemenuhan
target TFR RPJMN 20042009 sebanyak 2,2 kelahiran per wanita tampaknya
masih membutuhkan upaya yang lebih besar lagi. Selain itu, permasalahan
lainnya adalah masih tingginya disparitas TFR baik berdasarkan pencapaian
regional maupun kondisi sosial ekonomi. Ditinjau dari pencapaian regional,
nilai TFR sangat bervariasi antarprovinsi (Lihat Gambar 4.16.2). Hasil SDKI 2007
2
Gambar 4.16.1
Laju Pertumbuhan Penduduk
dan Jumlah Pertambahan
Penduduk

Sumber:
SP, 1980, 1990, 2000; Supas,
2005; dan Proyeksi Penduduk
Indonesia 2005-2025, BPS,
Bappenas, dan UNFPA.
1
Hasil SDKI 2002/2003 setelah direvisi
menggunakan parameter hasil Sensus
Penduduk 2000. Pelaksanaan SDKI
merupakan kerjasama Kementerian
Kesehatan, BPS dan USAID.
2
Hasil SDKI 2007 setelah direvisi
menggunakan parameter hasil
Supas 2005. Revisi tersebut
memperhitungkan semua perempuan
(married dan unmarried/single
women) sebagai faktor penyebut
(denominator).
326
B
a
g
i
a
n

I
V
MEMELIHARA MOMENTUM PERUBAHAN
menunjukkan bahwa TFR terendah berada pada tingkat 1,5 di DI Yogyakarta dan
tertinggi sebesar 3,7 di Nusa Tenggara Timur dan Maluku. Selanjutnya, terdapat
enam provinsi yang sudah mencapai sasaran RPJMN 20042009 yaitu Provinsi
DKI Jakarta, Jawa Tengah, DI Yogyakarta, Jawa Timur, Bali, dan Kalimantan Timur.
Sementara itu, 27 provinsi lainnya masih belum mencapai sasaran RPJMN 2004-
2009 dan 20 provinsi di antaranya masih berada di atas rata-rata nasional yang
sebesar 2,3. TFR juga bervariasi menurut kondisi sosial ekonomi. Data SDKI 2007
menunjukkan bahwa TFR di wilayah perdesaan lebih tinggi (2,8) dibandingkan
dengan perkotaan (2,3) dan rata-rata jumlah anak yang dilahirkan pada kelompok
yang tidak tamat pendidikan dasar (2,8) lebih tinggi dibandingkan kelompok yang
tamat pendidikan dasar (2,5). Selanjutnya, TFR pada kelompok miskin (3,0) lebih
banyak dibandingkan dengan kelompok yang lebih mampu (2,8). Kesenjangan
pencapaian tersebut menunjukkan masih rendahnya kesadaran masyarakat
akan KB dan belum meratanya layanan KB dan kesehatan reproduksi ke seluruh
daerah.

502
40;
40:
406
405
2.0
2.5
3.0
3.5
1991 1994 1997 2002-03 2007
Gambar 4.16.2
Perkembangan Pencapaian
TFR
Sumber:
SDKI (Berbagai tahun).
327
B
a
g
i
a
n

I
V
Evaluasi Lima Tahun Pelaksanaan RPJMN 2004-2009
2.2.2.3 Unmet Need
Target penurunan unmet need atau pasangan usia subur yang ingin menunda
untuk memiliki anak atau tidak ingin anak lagi tapi tidak ber-KB menjadi 6,0 persen
pada 2009 masih jauh untuk dicapai. Berdasarkan data SDKI 2007 unmet need
justru meningkat menjadi 9,1 persen dari sebelumnya 8,6 persen berdasarkan
SDKI 2002/2003. Situasi ini dicerminkan dalam Gambar 4.16.3. Peningkatan ini
disebabkan oleh kurangnya akses pelayanan KB baik secara kuantitas maupun
kualitas sesuai dengan kebutuhan masyarakat dan masih kurangnya kesadaran
dan pengetahuan masyarakat tentang KB dan kesehatan reproduksi, termasuk
ketakutan akan efek samping dan ketidaknyamanan pemakaian kontrasepsi.
2.2.2.4 Peserta KB Pria
Target peserta KB pria sebanyak 4,5 persen pada 2009 juga masih sulit tercapai
mengingat peserta KB pria berdasarkan hasil SDKI 2007 baru mencapai 1,5
persen terhadap total pasangan usia subur (PUS). Hal ini dapat dilihat dalam
Gambar 4.16.4. Hal ini disebabkan oleh beberapa hal antara lain: masih
terbatasnya ketersediaan kontrasepsi pria (Hanya kondom dan vasektomi),
masih terdapatnya budaya patriarki yang menganggap bahwa KB adalah urusan
perempuan, dan masih adanya keengganan pihak perempuan untuk menerima
kesertaan suaminya dalam ber-KB.

6,3
4,8
4,2 4
4,3
6,4
5,8
5
4,6 4,7
12,7
10,6
9,2
8,6
9,1
0
2
4
6
8
10
12
14
1991 1994 1997 2002/03 2007
P
e
r
s
e
n
t
a
s
e

(
%
)
Penjarangan Pembatasan Total
Sasaran RPJMN = 6,0
Gambar 4.16.3
Unmet Need Peserta KB
Berdasarkan SDKI
Sumber:
SDKI (Berbagai tahun).


0,8
0,9
0,7
0,9
1,3
0,6
0,7
0,4 0,4
0,2
1,4
1,6
1,1
1,3
1,5
0
0,4
0,8
1,2
1,6
2
1991 1994 1997 2002/03 2007
P
e
r
s
e
n
t
a
s
e

(
%
)
Kondom vasektomi Total
Gambar 4.16.4
Perkembangan Peserta KB Pria
Berdasarkan SDKI
Sumber:
SDKI (Berbagai tahun).
328
B
a
g
i
a
n

I
V
MEMELIHARA MOMENTUM PERUBAHAN
2.2.2.5 Penggunaan Kontrasepsi secara Efektif dan Efisien
Penggunaan kontrasepsi yang efektif dan efisien ditekankan pada penggunaan
kontrasepsi yang dapat mencegah kehamilan dan harganya relatif murah, meliputi
kontrasepsi hormonal dan kontrasepsi nonhormonal. Perkembangan pemakaian
kontrasepsi hormonal (Pil dan suntikan) cenderung meningkat dari 72,3 persen
(SDKI 2002/2003) menjadi 78,6 persen (SDKI 2007), sedangkan pemakaian
kontrasepsi yang nonhormonal (Metode operatif pria/MOP, metode operatif
wanita/MOW, Intra Uterine Device/IUD, dan implan) secara total cenderung
menurun yaitu dari 25,8 persen menurut SDKI 2002/2003 menjadi 19,1 persen
menurut SDKI 2007, yang ditunjukkan dalam Gambar 4.16.5. Hal ini antara lain
berkaitan dengan pergeseran pelayanan KB melalui sarana Pemerintah ke arah
pelayanan oleh swasta sebagai hasil kampanye Lingkaran Biru dan Lingkaran
Emas sejak tahun 1980-an sebagai salah satu strategi yang mendorong peran
swasta dalam pelayanan KB.
2.2.2.6 Rata-rata Usia Kawin Pertama Perempuan
Rata-rata usia kawin pertama perempuan menunjukkan peningkatan, yaitu dari
19,2 tahun (SDKI 2002/2003) menjadi 19,8 tahun (SDKI 2007), namun masih
belum mencapai target RPJMN sebesar 21 tahun. Sementara itu, menurut
pembagian desa kota, median usia kawin pertama perempuan di daerah
perdesaan jauh lebih rendah dibandingkan dengan perkotaan, masing-masing
sebesar 18,7 tahun dan 21,3 tahun. Angka ini meningkat dibandingkan hasil
SDKI tahun 2002/2003 yang masing-masing sebesar 18,3 tahun dan 20,3 tahun.
Masih rendahnya rata-rata usia kawin pertama perempuan terutama disebabkan
oleh masih rendahnya tingkat pendidikan perempuan maupun keluarga di
sekitarnya. Pendidikan yang rendah mengakibatkan pola pikir yang sempit
sehingga tidak mempertimbangkan akibat yang ditimbulkan dari perkawinan
yang terlalu muda. Oleh karena itu, upaya-upaya untuk meningkatkan usia
0
10
20
30
40
50
60
P
e
r
s
e
n
t
a
s
e

(
%
)
PIL
32.8 28.2 23.2 23.2
IUD
19.8 14.8 11 8.4
Suntikan
29.2 38.6 49.1 55.4
Kondom
1.7 1.3 1.6 2.3
Implant
9.4 11 7.6 4.9
MOW
6 5.5 6.5 5.4
MOP
1.3 0.7 0.7 0.4
MAL
0.2
1994 1997 2002-03 2007
Gambar 4.16.5
Perkembangan Pemakaian
Kontrasepsi Berdasarkan Jenis
Sumber:
SDKI (Berbagai tahun).
329
B
a
g
i
a
n

I
V
Evaluasi Lima Tahun Pelaksanaan RPJMN 2004-2009
kawin pertama perempuan harus terus dilanjutkan terutama melalui pendidikan
kepada perempuan agar dapat lebih lama berada di bangku sekolah dan dapat
melanjutkan sekolah pada jenjang yang lebih tinggi. Selain itu, hal ini juga
dilakukan dengan meningkatkan pengetahuan dan keterampilan remaja tentang
kesehatan dan hak-hak reproduksinya antara lain melalui pembentukan pusat
informasi dan konseling remaja (PIK KRR) yang tersebar di seluruh provinsi.
2.2.2.7 Partisipasi Keluarga dalam Pembinaan Tumbuh Kembang
Anak
Hasil statistik rutin Badan Kordinasi Keluarga Berencana Nasional (BKKBN)
menunjukkan bahwa dalam periode 20052009 terdapat peningkatan jumlah
keluarga yang memiliki anak balita dan aktif melakukan pembinaan tumbuh
kembang anak melalui kegiatan kelompok Bina Keluarga Balita (BKB), yaitu dari
970.296 keluarga pada tahun 2005 menjadi 2.320.747 keluarga pada tahun
2009. Peningkatan ini menunjukkan kemajuan upaya meningkatkan ke luarga
kecil berkualitas.
19,8
19,2
1 8 ,6
1 8 ,1
1 7 ,7
16
17
18
19
20
1991 1994 1997 2002/03 2007
P
e
r
s
e
n
t
a
s
e

(
%
)
Gambar 4.16.6
Perkembangan Median Usia
Kawin Pertama Perempuan
Sumber:
SDKI (Berbagai tahun).
20,3
18,3
19,2
21,3
18,7
19,8
16
17
18
19
20
21
22 SDKI 2002/03
SDKI 2007
Kota Desa Total
Gambar 4.16.7
Grafik Usia Kawin Pertama
Perempuan Menurut Desa
Kota
Sumber:
SDKI 2002-2003 dan
SDKI 2007.
330
B
a
g
i
a
n

I
V
MEMELIHARA MOMENTUM PERUBAHAN
2.2.2.8 Jumlah KPS dan KS I yang aktif dalam Usaha Ekonomi
Produktif
Peningkatan jumlah keluarga prasejahtera (KPS) dan keluarga sejahtera 1 (KS 1)
yang aktif dalam usaha ekonomi produktif dimaksudkan untuk mempertahankan
dan meningkatkan kesertaan KPS dan KS I dalam ber-KB, yaitu melalui upaya
pemberdayaan ekonomi keluarga dengan kelompok kegiatan Usaha Peningkatan
Pendapatan Keluarga Sejahtera (UPPKS).
Pada tahun 2005, terdapat sekitar 1,7 juta keluarga anggota kelompok UPPKS
dari KPS dan KS 1 yang aktif berusaha. Jumlah tersebut menurun pada tahun
2006 dan 2007 menjadi masing-masing sekitar 1,3 juta dan 1,0 juta keluarga,
kemudian meningkat kembali pada tahun 2009 menjadi sekitar 1,2 juta keluarga.
Peningkatan jumlah UPPKS ini menunjukkan tercapainya sasaran RPJMN 2004-
2009, yang diusahakan dapat terus dipertahankan melalui pembinaan secara
merata dan peningkatan kualitas kelompok melalui pendampingan yang lebih
intensif, yang digerakkan oleh Pembantu Pembina Keluarga Berencana Desa
(PPKBD).
2
.
3
2
2
,
5
9
2
2
.
3
5
4
,
8
4
2
2
.
5
7
9
,
1
9
1
2
.
8
5
5
,
3
9
0
2
.
7
9
0
,
4
5
3
9
7
0
,
2
9
6
1
.
3
1
4
,
7
1
6
1
.
6
6
0
,
7
0
2
1
.
8
6
7
,
3
5
5
2
.
3
2
0
,
7
4
7
41,8
55,8
64,4
65,4
83,2
-
500
1.000
1.500
2.000
2.500
3.000
2005 2006 2007 2008 2009
J
u
m
l
a
h

K
e
l
u
a
r
g
a
(
0
0
0
)
0,0
20,0
40,0
60,0
80,0
100,0
P
e
r
s
e
n
t
a
s
e

(
%
)
Jumlah Anggota Jumlah keluarga aktif
Gambar 4.16.8
Perkembangan Jumlah BKB
Sumber:
BKKBN (Berbagai tahun).


3 .2 06
2 .65 9
2.3 07
2 .0 91
2.169
1.77 7
1 .3 03
1.05 3 1 .0 37
1 .2 24
55 ,4
4 9,0
4 5,6
49 ,6
5 6,4
0
500
1.000
1.500
2.000
2.500
3.000
3.500
2005 2006 2007 2008 2009
J
u
m
l
a
h

K
e
l
u
a
r
g
a

(
0
0
0
)
0
10
20
30
40
50
60
P
e
r
s
e
n
t
a
s
e

(
%
)
Jumlah Klg Pra S dan KS1 y ang Menjadi A nggota Jumlah keluarga Pra KS/KS1 aktif berusaha
Gambar 4.16.9
Jumlah KPS dan KS 1 yang
Aktif Berusaha
Sumber:
BKKBN (Berbagai tahun).
331
B
a
g
i
a
n

I
V
Evaluasi Lima Tahun Pelaksanaan RPJMN 2004-2009
2.2.2.9 Jumlah Institusi Masyarakat dalam Penyelenggaraan
Pelayanan KB dan Kesehatan Reproduksi
Institusi masyarakat yang
berperan dalam penye-
lenggaraan pelayanan KB dan
kesehatan reproduksi ter-
diri dari PPKBD, Sub PPKBD,
Petugas Lapang an KB (PLKB)
dan Pengawas Petugas
Lapangan KB (PPLKB),
serta tempat pelayanan KB
nonpemerintah. Pada tahun
2005, jumlah PPKBD dan
SUBPPKBD masing-masing
sebanyak 81.766 dan 368.029
petugas. Jumlah tersebut meningkat menjadi masing-masing 85.562 dan 391.474
petugas pada tahun 2009. Demikian pula dengan jumlah PLKB dan PPLKB,
selama periode 2005-2008, jumlah PLKB dan PPLKB meningkat dari sebanyak
20.978 petugas pada tahun 2005 menjadi 30.670 petugas di tahun 2006. Jumlah
ini mengalami penurunan pada tahun 2007 dan 2008, menjadi masing-masing
sebanyak 26.599 petugas dan 24.080 petugas. Sementara itu, jumlah tempat
pelayanan KB nonpemerintah yang meliputi klinik KB swasta, dokter praktek
swasta, dan bidan praktek swasta mengalami peningkatan dari 48.182 tempat
pelayanan pada tahun 2005 menjadi 62.566 tempat pelayanan pada tahun 2007,
dan meningkat kembali menjadi 64.926 tempat pelayanan. Berbagai kemajuan
terkait institusi masyarakat dalam penyelenggaraan pelayanan KB dan kesehatan
reproduksi tersebut diharapkan dapat memberikan kontribusi dalam pencapaian
sasaran pengendalian pertumbuhan penduduk dan peningkatan keluarga kecil
berkualitas.
81 ,7 6 6 84 ,6 1 8 8 4 ,6 9 5 8 3 ,9 11 8 5,56 2
3 6 8,02 9
3 82 ,0 1 7
3 62 ,2 1 8
38 8 ,0 27
3 9 1 ,4 74
-
50
100
150
200
250
300
350
400
450
2005 2006 2007 2008 2009
J
u
m
l
a
h

P
P
K
B
D
/
S
U
B
P
P
K
B
D

(
0
0
0
)
PPKBD SUBPPKBD
Gambar 4.16.10
Perkembangan Jumlah PPKBD
dan SUBPPKBD
332
B
a
g
i
a
n

I
V
MEMELIHARA MOMENTUM PERUBAHAN
2.2.3 Sasaran 3: Meningkatnya Pembangunan Pemuda dan
Olahraga
Pembangunan pemuda dan olahraga selama periode tahun 20042009 telah
berhasil meningkatkan kualitas dan partisipasi pemuda, serta meningkatkan
budaya dan prestasi olahraga. Pencapaian ini antara lain ditunjukkan oleh
beberapa indikator pencapaian berikut.
Gambar 4.16.11
Perkembangan Jumlah PPLKB
dan PKB/PLKB
5.119
3.877
6.075
20.978
25.551
22.722
18.005
Dta
-
5.000
10.000
15.000
20.000
25.000
30.000
J
u
m
l
a
h

P
e
t
u
g
a
s
PPLKB PKB/PLKB
2005 2006 2007 2008
Gambar 4.16.12
Perkembangan Jumlah Tempat
Pelayanan KB Non-Pemerintah
Sumber:
Statistik rutin BKKBN
(Berbagai tahun)

2,890 2,743 2,697 2,763 2,998
10,290
12,979
15,726 15,738 15,738
35,002
39,429
44,065 44,065
46,190
0
5
10
15
20
25
30
35
40
45
50
2005 2006 2007 2008 2009
J
u
m
l
a
h

T
e
m
p
a
t

P
e
l
a
y
a
n
a
n

K
B

(
0
0
0
)
Klinik KB Swasta Dokter Praktek Swasta Bidan Praktek Swasta
333
B
a
g
i
a
n

I
V
Evaluasi Lima Tahun Pelaksanaan RPJMN 2004-2009
2.2.3.1 Keserasian Kebijakan Pemuda
Peningkatan keserasian kebijakan kepemudaan yang terkait dengan penyusunan
maupun penyempurnaan perundang-undangan terwujud dengan disahkannya
UU Nomor 40 Tahun 2009 tentang Kepemudaan sebagai pedoman dalam
pelaksanaan pembangunan kepemudaan. Sesuai dengan amanat UU tersebut,
pembangunan kepemudaan dilaksanakan dalam bentuk pelayanan kepemudaan.
Pelayanan ini berfungsi untuk melaksanakan penyadaran, pemberdayaan, dan
pengembangan potensi kepemimpinan, kewirausahaan, serta kepeloporan
pemuda dalam segala aspek kehidupan bermasyarakat, berbangsa, dan
bernegara.
2.2.3.2 Kualitas dan Partisipasi Pemuda
Kualitas dan partisipasi pemuda di berbagai bidang pembangunan mengalami
peningkatan. Peningkatan ini antara lain ditunjukkan oleh meningkatnya APS
pemuda, yaitu APS penduduk usia 16-18 tahun meningkat dari 53,86 persen pada
2005 menjadi 54,70 pada 2008. Sementara itu, APS penduduk usia 19-24 tahun
meningkat dari 12,23 persen pada 2005 menjadi 12,43 pada 2008 (Susenas,
2008). Selain itu, tingkat partisipasi angkatan kerja (TPAK) juga mengalami
peningkatan, yaitu dari 62,47 persen pada tahun 2006 menjadi 63,31 persen
pada tahun 2008. Tingkat penganguran terbuka (TPT) pemuda juga menunjukkan
penurunan, walaupun masih terbilang cukup tinggi, yaitu dari 17,65 persen pada
2006 menjadi 14,35 persen pada 2008 (Sakernas, 2008). Walaupun kualitas dan
partisipasi pemuda telah meningkat, namun terdapat beberapa permasalahan
yang perlu diperhatikan dalam pembangunan pemuda, antara lain terjadinya
masalah-masalah sosial di kalangan pemuda, seperti kriminalitas, premanisme,
penyalahgunaan narkotika, psikotropika, dan zat adiktif (NAPZA), serta penularan
HIV dan AIDS, dan belum sinerginya pelaksanaan pelayanan kepemudaan sebagai
implementasi dari UU Nomor 40 tahun 2009 tentang Kepemudaan.
2.2.3.3 Keserasian Kebijakan Olahraga
Pencapaian meningkatnya keserasian kebijakan olahraga ditandai dengan
disahkannya UU Nomor 3 Tahun 2005 tentang Sistem Keolahragaan Nasional
yang menjadi tonggak dimulainya era baru dalam pengelolaan keolahragaan
di tanah air. Sebagai peraturan pelaksanaannya telah diterbitkan PP Nomor 16
Tahun 2007 tentang Penyelenggaraan Keolahragaan, PP Nomor 17 Tahun 2007
tentang Penyelenggaraan Pekan dan Kejuaraan Olahraga, serta PP Nomor 18
Tahun 2007 tentang Pendanaan Keolahragaan.
334
B
a
g
i
a
n

I
V
MEMELIHARA MOMENTUM PERUBAHAN
2.2.3.4 Kesehatan dan Kebugaran Jasmani Masyarakat serta
Prestasi Olahraga
Kesehatan dan kebugaran jasmani masyarakat yang ditunjukkan oleh Sport
Development Index mengalami peningkatan yaitu 0,22 pada tahun 2005 menjadi
0,28 pada tahun 2006. Selain itu juga terdapat peningkatan budaya dan prestasi
olahraga yang ditandai oleh tumbuhnya kesadaran masyarakat dalam melakukan
kegiatan olahraga terutama di satuan pendidikan. Data Susenas 2003 dan 2006
menunjukkan bahwa persentase penduduk berumur 10 tahun ke atas yang
melakukan olahraga di sekolah meningkat dari 54,1 persen pada tahun 2003
menjadi 58,2 persen pada tahun 2006. Dalam hal prestasi olahraga, terdapat
peningkatan perolehan medali emas di beberapa cabang olahraga di tingkat
internasional seperti pada Asian Games 2006 di Doha, South East Asian (SEA)
Games 2007 di Thailand, Para Games 2007 di Thailand, Olimpiade ke-29 tahun
2008 di Beijing, dan juga kenaikan peringkat Indonesia di kejuaraan SEA Games
dari peringkat 4 pada tahun 2007 menjadi peringkat 3 pada tahun 2009. Namun,
kenaikan peringkat Indonesia pada kejuaraan SEA Games tahun 2009 di Laos
tersebut tidak diiringi dengan peningkatan jumlah perolehan medali kontingen
Indonesia. Jumlah perolehan medali mengalami penurunan, yaitu dari 203
medali pada SEA Games 2007 turun menjadi 170 medali pada SEA Games 2009.
Penurunan tersebut disebabkan oleh: (1) terbatasnya upaya pembibitan atlet
unggulan; (2) belum optimalnya penerapan teknologi olahraga dan kesehatan
olahraga dalam rangka peningkatan prestasi; (3) terbatasnya jumlah dan kualitas
tenaga dan pembina keolahragaan; (4) rendahnya apresiasi dan penghargaan
bagi olahragawan dan tenaga keolahragaan yang berprestasi; dan (5) belum
optimalnya sistem manajemen keolahragaan nasional.
2.2.3.5 Dukungan Sarana dan Prasarana Olahraga
Dukungan sarana dan prasarana olahraga bagi masyarakat menunjukkan
kemajuan yang cukup, antara lain dengan: (1) terbentuknya Sportmart dan Unit
Pelaksana Teknis (UPT) Pemuda dan Olahraga; (2) dilaksanakannya pembangunan
pusat olahraga persahabatan di Cibubur yang multiguna, bekerjasama dengan
pemerintah Korea Selatan; (3) dilaksanakannya pembangunan Pusat Pembinaan
Olahraga Nasional di Sentul dan Karawang serta asrama atlet untuk mendukung
Pusat Pembinaan dan Latihan Olahraga Pelajar (PPLP) di 12 provinsi; (4)
terselenggaranya bantuan sarana dan prasarana olahraga di provinsi/kabupaten/
kota; (5) pembangunan sentra pelayanan rehabilitasi cidera olahraga nasional;
dan (6) bantuan prasarana olahraga unggulan untuk pemerintah daerah dan
lembaga swadaya masyarakat.
Upaya dukungan sarana dan prasarana olahraga terus ditingkatkan, namun
ketersediaan prasarana dan sarana olahraga yang sesuai dengan cabang olahraga
unggulan dae rah seba gai mana diama natkan UU Nomor 3 Tahun 2005 tentang
Sistem Keolah ragaan Nasional masih terbatas. Data BPS 2008 menunjukkan,
lapangan olahraga yang paling banyak tersedia adalah lapangan bola voli di
58.800 desa, lapangan sepak bola di 42.300 desa, dan lapangan bulu tangkis di
37.200 desa, sedangkan lapangan olahraga yang paling sedikit ketersediaannya
adalah kolam renang di 1.900 desa, lapangan tennis di 3.800 desa, dan lapangan
bola basket di 5.300 desa (Potensi Desa, 2008).
335
B
a
g
i
a
n

I
V
Evaluasi Lima Tahun Pelaksanaan RPJMN 2004-2009
III. Keberhasilan
Dalam RPJMN 2004-2009, program yang berkontribusi signifikan dalam
mendukung sasaran pembangunan kependudukan dan keluarga kecil berkualitas
adalah Program Keluarga Berencana dan Program Kesehatan Reproduksi Remaja.
Sementara itu, yang berkontribusi dalam mendukung sasaran meningkatnya
kualitas dan partisipasi pemuda dalam berbagai bidang pembangunan, serta
meningkatnya budaya dan prestasi olahraga adalah Program Pembinaan dan
Peningkatan Partisipasi Pemuda dan Program Pembinaan dan Pemasyarakatan
Olahraga.
3.1 Program Keluarga Berencana
Program Keluarga Berencana telah berhasil meningkatkan Contraceptive
Prevalence Rate/CPR atau Prevalensi Pemakaian Kontrasepsi. CPR untuk semua
cara meningkat yaitu dari 60,3 persen menjadi 61,4 persen dan dari 56,7 persen
menjadi 57,4 persen untuk cara modern. Pencapaian CPR tersebut didukung oleh
pencapaian peserta KB baru (PB) dan pembinaan peserta KB aktif (PA), termasuk
Pasangan Usia Subur (PUS) dari keluarga prasejahtera (KPS) dan sejahtera 1 (KS
1). Dalam periode lima tahun RPJMN 2004-2009, sekitar 32,4 juta PUS dengan
13,1 juta di antaranya adalah PUS dari KPS dan KS 1 telah mendapat pembinaan
KB. Selain itu, sekitar 29,5 juta PUS, 13,5 juta di antaranya merupakan PUS dari
KPS dan KS 1, telah mendapat pelayanan KB berkualitas (Tabel 4.16.2).
Pencapaian pembinaan peserta KB aktif menunjukkan peningkatan dari tahun
ke tahun dan telah mencapai target sasaran yang ditetapkan pada tahun yang
bersangkutan. Statistik rutin BKKBN menunjukkan bahwa persentase pencapaian
PA sejak tahun 2005 sampai dengan tahun 2009 berturut-turut adalah 97,9
persen, 100,2 persen, 100,4 persen, 107,7 persen, dan 107,7 persen, termasuk
di dalamnya adalah peserta KB aktif yang miskin, dengan pencapaian berturut-
turut sebesar 100,0 persen, 101,6 persen, 100,9 persen, 102,0 persen, dan 101,6
persen. Keberhasilan pencapaian PA dari keluarga pra KS dan KS 1 diharapkan
berkontribusi dalam penurunan TFR mengingat rata-rata jumlah anak yang
dilahirkan pada kelompok miskin (Kuintil 5) lebih banyak dibandingkan dengan
kelompok yang lebih mampu (Kuintil 1).
Jumlah peserta KB baru juga menunjukkan keberhasilan dengan peningkatan
pencapaian secara konsisten sejak tahun 2005. Persentase pencapaian PB
terhadap sasaran Rencana Kerja Pemerintah (RKP) berturut-turut adalah 75,5
persen, 90,8 persen, 100,1 persen, 113,3 persen, dan 128,0 persen di akhir
periode RPJMN 20042009. Selanjutnya, persentase pencapaian PB miskin
sejak 2005 sampai dengan 2007 berturut-turut adalah 91,7 persen, 104,1 persen,
dan 100,0 persen. Meskipun pencapaian pada tahun 2008 sedikit mengalami
penurunan dari 2007, yaitu menjadi sebesar 96,6 persen, namun pencapaian PB
miskin pada tahun 2009 telah melampaui target RKP, yaitu sebesar 101,7 persen
(Statistik rutin BKKBN).
336
B
a
g
i
a
n

I
V
MEMELIHARA MOMENTUM PERUBAHAN
3.2 Program Kesehatan Reproduksi Remaja
Program Kesehatan Reproduksi Remaja telah berhasil meningkatkan median
usia kawin pertama perempuan yang merupakan salah satu faktor penentu
TFR, karena semakin cepat seseorang menikah maka akan semakin panjang
pula jangka waktu melahirkannya. Hasil SDKI 20022003 menunjukkan bahwa
median usia kawin pertama perempuan meningkat dari sekitar 19,2 tahun
menjadi 19,8 tahun pada SDKI 2007. Selain itu, satu upaya yang dikembangkan
berkaitan dengan peningkatan usia kawin pertama perempuan adalah dengan
meningkatkan pengetahuan dan keterampilan remaja tentang kesehatan dan
hak-hak reproduksinya antara lain melalui pembentukan PIK KRR yang tersebar
di seluruh provinsi.
Selain itu, untuk mendukung peningkatan usia kawin pertama perempuan,
dikembangkan pula kelompok BKR pada program ketahanan dan pemberdayaan
keluarga. Kegiatan ini bertujuan untuk meningkatkan pengetahuan dan kesadaran
para orangtua yang memiliki anak remaja tentang kesehatan reproduksi remaja
dan perubahan perilaku remaja, sehingga meningkatkan intensitas komunikasi
interpersonal antara orangtua dan anak remaja mereka.
3.3 Program Pembinaan dan Peningkatan Partisipasi
Pemuda
Keberhasilan dari pelaksanaan program ini dalam meningkatkan kualitas dan
partisipasi pemuda tampak dari peningkatan partisipasi pemuda di bidang
pendidikan dan ketenagakerjaan, yang ditunjukkan oleh peningkatan APS dan
TPAK pemuda. Selain itu, Program Pembinaan dan Peningkatan Partisipasi
Tabel 4.16.2
Pencapaian Peserta KB Baru
dan KB Aktif (Juta PUS)
Sumber:
Statistik Rutin BKKBN
(Berbagai tahun).
Indikator
2005 2006 2007 2008 2009
Sasaran Pencapaian Sasaran Pencapaian Sasaran Pencapaian Sasaran Pencapaian Sasaran Pencapaian
Peserta
KBAktif
27,9 27,3 28,6 28,6 28,6 29,8 29,2 31,4 30,1 32,4
Peserta
KBAktif
yang
Miskin
11,8 11,8 12,0 12,2 12,2 12,3 12,6 12,8 12,9 13,1
Peserta
KBBaru
5,6 4,2 5,6 5,1 5,7 5,7 6,0 6,8 6,0 7,7
Peserta
KBBaru
yang
Miskin
2,5 2,3 2,6 2,7 2,7 2,7 2,9 2,8 2,9 3,0
337
B
a
g
i
a
n

I
V
Evaluasi Lima Tahun Pelaksanaan RPJMN 2004-2009
Pemuda telah mendorong peningkatan peran 1.500 orang sarjana penggerak
pembangunan di perdesaan, peran 1.260 pemuda dalam kewirausahaan dan
pemilihan pemuda berprestasi di bidang ilmu pengetahuan dan teknologi (Iptek),
kewirausahaan, dan kepeloporan.
3.4 Program Pembinaan dan Pemasyarakatan
Olahraga
Program pembinaan dan pemasyarakatan olahraga telah berhasil meningkatkan
pelaksanaan kegiatan olahraga termasuk olahraga masyarakat dan olahraga
tradisional. Hal ini terlihat dari pelaksanaan berbagai kejuaraan olahraga untuk
menggairahkan semangat dan budaya olahraga di masyarakat. Kejuaraan
olahraga ini antara lain adalah 1st Asian Beach Games 2008 di Bali, kejuaraan
atletik pelajar ASEAN, kejuaraan antar Pusat Pendidikan dan Latihan Mahasiswa
(PPLM) seluruh Indonesia, kejuaraan bola voli pantai antarkelompok olahraga
prestasi, kegiatan olahraga pariwisata bahari, kegiatan Asian XTreme Sport,
kegiatan Pentas Olahraga dan Informasi dan Festival Olahraga Tradisional tingkat
nasional ke-empat di Kutai Kalimantan Timur yang diikuti oleh 600 peserta dari
30 provinsi.

338
B
a
g
i
a
n

I
V
MEMELIHARA MOMENTUM PERUBAHAN
Bab 4.17
Peningkatan Kualitas Kehidupan Beragama

I. Pengantar
P
embangunan bidang agama adalah upaya untuk memenuhi salah satu hak
dasar rakyat yang dijamin oleh konstitusi NKRI. Pasal 29 UUD 1945 Ayat
2 menyatakan bahwa negara menjamin kemerdekaan tiap-tiap penduduk
untuk memeluk agamanya masing-masing dan untuk beribadat menurut
agamanya dan kepercayaannya itu. Jaminan beragama dipertegas oleh Pasal
28E Ayat 1 yang menyebutkan bahwa setiap orang bebas memeluk agama dan
beribadat menurut agamanya, memilih pendidikan dan pengajaran, memilih
pekerjaan, memilih kewarganegaraan, memilih tempat tinggal di wilayah negara
dan meninggalkannya, serta berhak kembali. Selanjutnya Pasal 28E Ayat 2
menyatakan bahwa setiap orang berhak atas kebebasan meyakini kepercayaan,
menyatakan pikiran dan sikap, sesuai dengan hati nuraninya.
B
a
g
B
a
g
i
a
n

I
V
339
B
a
g
i
a
n

I
V
Evaluasi Lima Tahun Pelaksanaan RPJMN 2004-2009
II. Pencapaian Prioritas
2.1 Gambaran Pencapaian
Berbagai perkembangan penting dalam upaya peningkatan kualitas kehidupan
beragama antara lain ditunjukkan oleh makin meningkatnya kualitas pelayanan
dan pemahaman agama serta kehidupan beragama, termasuk pelayanan ibadah
haji dan meningkatnya kerukunan intern dan antarumat beragama.
Sasaran pembangunan kehidupan beragama yang digariskan dalam RPJMN
20042009 adalah: (1) peningkatan kualitas pelayanan dan pemahaman agama
serta kehidupan beragama; dan (2) peningkatan kerukunan intern dan antarumat
beragama. Pencapaian sasaran tersebut dapat dilihat dalam Tabel 4.17.1 berikut ini.

Catatan:
1) Pelatihan bagi penyuluh agama;
2) Paket;
3) Pembangunan gedung baru;
4) Data belum tersedia.
Tabel 4.17.1
Sasaran dan Pencapaian
Peningkatan Kualitas
Kehidupan Beragama, Tahun
2005-2009
Sumber:
Kementerian Agama,
2005-2009.
340
B
a
g
i
a
n

I
V
MEMELIHARA MOMENTUM PERUBAHAN
2.2 Evaluasi Pencapaian
2.2.1 Peningkatan Kualitas Pelayanan dan Pemahaman Agama
serta Kehidupan Beragama
Upaya peningkatan kua-
litas pemahaman, pengha-
yatan, dan pengamalan
ajaran agama dalam kehi-
du pan bermasyarakat,
ber bangsa dan bernegara
ber tujuan agar kualitas
masya rakat dari sisi
rohani semakin baik.
Upa ya ini juga ditujukan
kepada anak peserta
didik di semua jalur, jenis
dan jenjang pendidikan,
sehingga pemahaman dan pengamalan ajaran agama dapat ditanamkan sejak
dini. Agama dengan sistem moral dan etika idealnya dapat menuntun masyarakat
kepada kehidupan yang bermoral dan berbudi luhur. Semangat kehidupan
keagamaan masyarakat menunjukkan perkembangan yang menggembirakan.
Namun, semangat keagamaan di masyarakat tersebut masih menunjukkan
adanya kesenjangan keberagamaan. Pertama, ada kesenjangan antara nilai-
nilai ajaran agama dan pemahaman para pemeluknya. Tingginya semangat
keberagamaan masyarakat di satu sisi belum diimbangi dengan pemahaman yang
memadai di sisi lain. Kedua, ada kesenjangan antara pengetahuan agama dan
pengamalannya yang tercermin dalam sikap dan perilaku. Ketiga, agama sebagai
daya tangkal terhadap kecenderungan manusia berperilaku menyimpang belum
cukup optimal. Berkembangnya aliran sempalan dan berkembangnya ideologi-
ideologi yang tidak sesuai dengan nilai-nilai luhur bangsa me nunjukkan bahwa
aga ma belum sepenuhnya mam pu membangun ke sa daran, meng gugah nu ra ni
dan spi ritual sikap indi vidu dalam peri laku keseharian. Ke empat, aga ma be lum
sepenuhnya men jadi motivasi da lam pem bangunan nasional.
Upaya peningkatan kepedulian dan kesadaran masyarakat dalam menunaikan
zakat, wakaf, infak, shadaqah, kolekte, dana punia, dan dana paramita telah
dilakukan. Keberhasilan upaya ini ditunjukkan oleh meningkatnya dana sosial
keagamaan yang terkumpul dari masyarakat, baik yang dikelola oleh Pemerintah
melalui Badan Amil Zakat maupun melalui Lembaga Amil Zakat yang dikelola
masyarakat. Namun, pengelolaan dana sosial keagamaan masih belum optimal
dalam menyerap potensi dan pendayagunaannya untuk kepentingan masyarakat.
Padahal, dana sosial keagamaan memiliki potensi yang sangat besar dalam usaha
meningkatkan kesejahteraan masyarakat, mengurangi angka kemiskinan, dan
membuka lapangan kerja baru bagi masyarakat usia produktif. Khusus berkaitan
dengan zakat, lembaga pengelola zakat hanya berhasil menyerap lebih kurang dua
persen dari potensi yang ada. Masih rendahnya zakat yang terkumpul disebabkan
antara lain oleh: (1) belum meratanya kesadaran dan kepercayaan publik dalam
hal ini para pembayar zakat untuk menunaikan zakat, infaq, dan sedekah melalui
lembaga pengelola zakat di lingkungannya; (2)masih terbatasnya infrastruktur
dan sumber daya yang dimiliki Badan Amil Zakat Daerah; (3) belum tersedianya
peta kemiskinan dan data dasar para dermawan; dan (4) masih belum efektifnya
341
B
a
g
i
a
n

I
V
Evaluasi Lima Tahun Pelaksanaan RPJMN 2004-2009
pola hubungan dan koordinasi antarlembaga pengelola zakat. Selain itu, sejauh
ini pembayaran zakat hanya diperhitungkan sebagai unsur biaya perhitungan
penghasilan kena pajak.
Pengumpulan dana sosial keagamaan berfluktuasi antara tahun 20052009.
Fluktuasi ini didorong oleh terjadinya bencana alam yang menimpa masyarakat
dan banyak menimbulkan korban jiwa, seperti tsunami di Aceh, gempa di
Yogyakarta dan Padang, dan lain sebagainya.
Upaya peningkatan pelayanan kehidupan keagamaan telah dilakukan melalui
peningkatan bantuan sarana peribadatan dan pelayanan perkawinan. Upaya
ini dilakukan untuk memperbaiki pelayanan kehidupan beragama yang terus
dilaksanakan dari waktu ke waktu. Namun, fasilitasi dan pelayanan kehidupan
beragama juga masih belum optimal dalam melindungi dan memudahkan
masyarakat untuk beribadah sesuai dengan agama dan kepercayaannya. Aspek
pelayanan yang perlu diperhatikan adalah masih kurangnya fasilitas keagamaan,
khususnya di daerah terpencil dan terkena bencana, sehingga masyarakat
mengalami kesulitan dalam menjalankan ibadah. Aspek lainnya adalah masih
ada suasana yang kurang kondusif bagi sebagian kalangan umat beragama dalam
melaksanakan ajaran dan ritual keagamaannya. Di sisi lain, pemanfaatan fasilitas
sarana dan prasarana beribadah di daerah dengan fasilitas sarana dan prasarana
beribadah yang memadai masih belum optimal. Oleh karena itu, Pemerintah
perlu mengarahkan dan mendukung optimalisasi peran dan fungsi tempat
peribadatan, bukan hanya sebagai tempat ibadah ritual namun juga menjadi
pusat kegiatan keagamaan dan sosial lainnya.
Selama periode 20042009, Pemerintah melakukan berbagai upaya untuk
mening katkan kualitas manajemen ibadah haji. Tujuan utama peningkatan
kualitas mana jemen ibadah haji adalah untuk menghemat, mencegah korupsi
dan meningkatkan pelayanan kepada jemaah haji. Meskipun secara umum
kualitas manajemen telah membaik, penyelenggaraan ibadah haji masih belum
memuaskan. Pelayanan ibadah haji masih menunjukkan berbagai kelemahan,
mulai dari pendaftaran, keberangkatan, pelaksanaan di Arab Saudi, dan
342
B
a
g
i
a
n

I
V
MEMELIHARA MOMENTUM PERUBAHAN
kepulangan ke tanah air. Kondisi ini sering menimbulkan kekecewaan masyarakat
dan menimbulkan reaksi dari berbagai pihak. Pembagian kuota antardaerah
dipandang belum adil, kepastian keberangkatan calon jamaah haji belum
terjamin, serta kondisi dan jarak pemondokan ke Masjidil Haram juga belum
memadai. Di samping itu, pelayanan transportasi dan sistem informasi haji
belum sepenuhnya terintegrasi.
Lembaga sosial keagamaan memiliki peran yang besar dalam pembangunan
bidang agama dan merupakan modal sosial bangsa. Selama ini, kerjasama
Pemerintah untuk membangun keharmonisan hidup beragama telah
dilaksanakan dengan cara menjalin hubungan yang komunikatif dengan berbagai
kelompok dan lembaga sosial keagamaan yang merupakan wadah atau forum
keagamaan. Namun, kapasitas dan kualitas lembaga sosial keagamaan dan
lembaga pendidikan keagamaan masih belum sepenuhnya menjawab tantangan
dan dinamika yang berkembang di tengah masyarakat.
2.2.2 Peningkatan Kerukunan Intern dan Antarumat Beragama
Untuk mewujudkan kehidupan harmoni sosial dalam masyarakat, Pemerintah
telah melaksanakan dialog dan musyawarah dengan pemuka berbagai agama
dan cendekiawan antaragama; melaksanakan pendidikan dan pelatihan tentang
pengembangan wawasan multikultural kepada guru-guru agama; melakukan
peningkatan kerjasama antarumat beragama; penanganan korban pascakonflik;
pem bentukan dan pendirian satuan tugas harmoni di daerah konflik; pemben-
tukan FKUB di tingkat provinsi; kabupaten/kota dan di beberapa kecamatan di
wilayah yang sedang mengalami konflik horisontal.
Sejak dibentuknya FKUB di tingkat provinsi, beberapa kabupaten/kota, dan
kecamatan tahun 2006, keharmonisan kehidupan umat beragama telah mulai
tampak dan dirasakan hasilnya. Hal ini tercermin dari meningkatnya intensitas
aktivitas keagamaan dan semangat kerjasama lintas agama. Fakta tersebut tidak
berarti telah menghapus seluruh persoalan yang muncul dalam hubungan umat
beragama. Kerukunan atau keharmonisan hubungan umat beragama bukan
sesuatu yang terjadi dengan sendirinya dan bukan pula sesuatu yang kebal.
Kondisi kerukunan dan keharmonisan umat beragama berjalan terus mengikuti
gerak dinamika sosial, politik, ekonomi, dan globalisasi yang juga turut mewarnai
pola kehidupan masyarakat. Terlebih lagi, walaupun FKUB telah dibentuk di
seluruh tingkat provinsi, belum semua FKUB mempunyai sarana dan prasarana
yang memadai. Selain itu, FKUB juga belum terbentuk di sebagian besar
kabupaten/kota dan kecamatan.
III. Keberhasilan
3.1 Program Peningkatan Kualitas Pelayanan
Selama periode 2004-2009, Pemerintah terus berupaya memberikan pelayanan
dan fasilitasi kepada umat beragama agar mereka bisa menjalankan ajaran
agamanya dengan mudah, aman dan leluasa. Jumlah tempat ibadah yang telah
dibangun mencapai 1.093 dan direhabilitasi sebanyak 5.151 tempat ibadah.
Dalam periode yang sama Pemerintah telah menyalurkan hampir 400.000
eksemplar kitab suci dan tafsir kitab suci. Untuk menguatkan status hukum dari
343
B
a
g
i
a
n

I
V
Evaluasi Lima Tahun Pelaksanaan RPJMN 2004-2009
tanah-tanah hibah keagamaan, baik itu tanah wakaf, tanah gereja dan sejenisnya,
Pemerintah telah mengupayakan bantuan sertifikasi bagi hampir 20.000 petak
tanah hibah.
Demikian juga dengan pembangunan Kantor Urusan Agama (KUA) dan Balai
Nikah dan Penasehatan Perkawinan (BNPP) sebagai upaya peningkatan kualitas
pelayanan perkawinan bagi masyarakat. Pemenuhan KUA dan BNPP di daerah
pemekaran terus dilaksanakan. Dalam periode 20052009, Pemerintah telah
membangun dan merehabilitasi sebanyak 607 gedung KUA dan 425 gedung
BNPP. Selain dilakukan oleh Pemerintah, masyarakat juga turut berperan dalam
pembangunan bidang agama.
Keberhasilan program peningkatan kualitas pelayanan juga tercermin dari
peningkatan kualitas manajemen penyelenggaraan ibadah haji. Dengan
didukung proses evaluasi secara berkesinambungan, kualitas pelayanan haji
terus mengalami perbaikan dari tahun ke tahun. Hal ini terlihat dari manajemen
pelayanan dan penyediaan fasilitas pendukung di Arab Saudi yang makin baik,
peningkatan pemahaman pelaksanaan ibadah haji kepada calon jemaah,
peningkatan profesionalisme petugas haji, perbaikan sistem daftar tunggu untuk
menjamin kepastian keberangkatan jemaah, jarak tempuh melalui penerbangan
langsung Jakarta-Madinah yang makin singkat, serta peningkatan kuota haji.
Beberapa aspek yang dapat
mere presentasikan adanya
indi kasi perbaikan pelayanan
ibadah haji pada tahun
2009 adalah biaya tidak
langsung yang dibebankan
kepada jemaah haji semakin
berkurang. Perhitungan biaya
penyelenggaraan ibadah haji
(BPIH) pada tahun 2009 tidak
memasukkan biaya opera-
sional petugas untuk penerbitan paspor bagi jemaah haji regular. Penempatan
pemondokan di Makkah untuk ring I meningkat menjadi 26,39 persen pada tahun
2009 dari 17,0 persen pada tahun sebelumnya. Selain itu, jarak pemondokan
terjauh pada tahun 2009 7.000 meter, sedangkan tahun sebelumnya jarak terjauh
mencapai 15.000 meter. Jumlah pemondokan yang disewa menurun dari 600
gedung tahun 2008 menjadi 424 gedung pada tahun 2009. Pelayanan katering
pun telah meningkat dari 16 kali menjadi 18 kali untuk memberikan keleluasaan
kepada jemaah dalam melakukan ibadah ritual. Terkait dengan SDM pendukung
ibadah haji, Pemerintah telah menambah jumlah tenaga paramedik dan obat-
obatan di setiap kloter dan melibatkan TNI dan POLRI untuk mengamankan
dan melindungi jemaah haji. Pendaftaran jemaah haji telah menggunakan
Sistem Komputerisasi Haji Terpadu (Siskohat) online di 161 Kantor Dinas Agama
kabupaten/kota dan peraturan perundangan telah disempurnakan dengan
terbitnya UU Nomor 13 Tahun 2008 tentang Penyelenggaraan Ibadah Haji.
UU Nomor 13 Tahun 2008 telah menyempurnakan UU Nomor 17 Tahun 1999. UU
yang baru tersebut telah me ma sukkan berbagai hal untuk me nun jang peningkatan
kua litas penyelenggaran iba dah haji seperti asas ke adilan, profesionalitas, dan
344
B
a
g
i
a
n

I
V
MEMELIHARA MOMENTUM PERUBAHAN
akuntabilitas dengan prin sip nirlaba. Selain itu, UU Nomor 13 Tahun 2008 juga
mengamanatkan pem ben tu kan Komisi Pengawas Haji Indonesia (KPHI). Dengan
adanya KPHI, penilaian dan pengawasan atas penyelenggaran haji di Indonesia
dapat menjadi lebih obyektif dan kredibel karena dilakukan oleh lembaga yang
mandiri dan independen.
3.2 Program Peningkatan Kualitas Kerukunan Umat
Beragama
Sejak tahun 2004 Pemerintah telah berupaya membangun harmonisasi sosial
di kalangan umat beragama melalui FKUB. Hubungan antarumat beragama,
majelis agama dengan Pemerintah melalui forum dialog dan temu ilmiah terus
meningkat. Hal ini ditunjukkan dengan peningkatan intensitas kegiatan forum.
Sejumlah kemajuan di bidang kerukunan umat beragama telah menampakkan
bentuknya. Hal ini ditunjukkan oleh intensitas dan semangat kerjasama lintas
agama dan terbentuknya FKUB di berbagai provinsi, kabupaten/kota bahkan
di kecamatan. Setiap tahun jumlah FKUB ini meningkat. Pembentukan FKUB
ini untuk merespon SKB Menteri Agama dan Menteri Dalam Negeri Nomor 8
dan 9 tahun 2006 tentang Pedoman Pelaksanaan Tugas Kepala Daerah/Wakil
Kepala Daerah dalam Memelihara Kerukunan Umat Beragama, Pemberdayaan
FKUB, dan Pendirian Rumah Ibadah. FKUB yang telah dibangun pada tahun
2006 mencapai 64 forum, 2007 meningkat menjadi 249 forum, 2008 menjadi
334 forum, dan pada 2009 menjadi 392 forum. Keberadaan FKUB ini mendorong
komunikasi dan sinergi antartokoh umat beragama, sehingga konflik dapat
ditekan sedini mungkin.
Secara umum, Pemerintah telah berhasil meredam dan mengatasi berbagai aksi
konflik, baik yang terjadi di daerah-daerah konflik baik yang terjadi di Poso dan
Maluku maupun daerah lainnya. Seiring dengan itu, Pemerintah telah berhasil
mengungkap jaringan terorisme dan menangkap pelaku teror yang sebagian
telah menjalani eksekusi mati. Hal ini berdampak pada menurunnya tingkat
aksi terorisme di Indonesia. Meskipun aksi terorisme telah berkurang, negara
harus tetap memberikan perhatian serius kepada kemungkinan munculnya aksi
terorisme atas nama agama dalam berbagai bentuk. Hal ini memperlihatkan
bahwa kampanye antiterorisme dengan mengatasnamakan agama terus
dilanjutkan sebagai bagian dari upaya mencegah terjadinya aksi-aksi serupa
pada masa mendatang.

345
B
a
g
i
a
n

I
V
Evaluasi Lima Tahun Pelaksanaan RPJMN 2004-2009
Bab 4.18
Perbaikan Pengelolaan Sumber Daya Alam
dan Pelestarian Fungsi Lingkungan Hidup
I. Pengantar
I
ndonesia telah menerapkan prinsip pembangunan berkelanjutan (sustainable
development) dengan tiga pilar utama yaitu ekonomi, sosial dan lingkungan
hidup sejak tahun 1980-an. Prinsip pembangunan berkelanjutan dalam
RPJMN 2004-2009 mendapatkan penekanan sebagai prinsip pembangunan yang
lebih peduli pada pertumbuhan ekonomi, penciptaan kesempatan kerja, dan
masyarakat miskin (pro growth, pro job, dan pro poor) dengan pengertian bahwa
hasil pembangunan nasional harus dapat menghasilkan pertumbuhan ekonomi
yang cukup dengan penciptaan lapangan kerja, khususnya bagi masyarakat
miskin. Penekanan pada masyarakat miskin mencerminkan bahwa keberlanjutan
n

I
V
B
a
g
i
a
n

I
V
346
B
a
g
i
a
n

I
V
MEMELIHARA MOMENTUM PERUBAHAN
lingkungan hidup harus diperhatikan karena selama ini masyarakat miskin selalu
menjadi penerima dampak lingkungan yang paling besar.
Selanjutnya, untuk memastikan apakah pembangunan yang dijalankan
dalam RPJMN 2004-2009 sudah sesuai dengan arah tujuan pembangunan,
evaluasi terhadap perbaikan pengelolaan sumber daya alam dan lingkungan
hidup merupakan salah satu tolok ukur yang sangat penting untuk dilakukan.
Pengelolaan sumber daya alam yang tidak berkelanjutan akan berdampak
pada kondisi lingkungan yang memburuk yang akan menambah beban kepada
masyarakat miskin. Sebaliknya, kondisi lingkungan yang membaik akan
meningkatkan kesejahteraan masyarakat.
II. Pencapaian Prioritas
Dalam periode 20042009 telah dilakukan perbaikan pengelolaan sumber daya
alam dan lingkungan hidup yang meliputi sumber daya hutan, sumber daya laut
dan perikanan, sumber daya energi, mineral dan pertambangan serta upaya
pelestarian fungsi lingkungan. Dalam evaluasi ini diberikan gambaran tentang
pencapaian beberapa program dan kegiatan prioritas yang mewakili kondisi
sumber daya alam dan lingkungan hidup secara menyeluruh.
2.1 Gambaran Pencapaian
Secara umum upaya perbaikan pengelolaan
sumber daya alam telah menghasilkan
beberapa indikator positif dalam penerapan dan
penegakan peraturan perundang-undangan,
perbaikan kapasitas dan sistem pengelolaan, dan
juga kualitas lingkungan hidup, namun semua itu
masih belum cukup dan harus terus diperbaiki
dalam periode pembangunan yang akan datang.
Gambaran lebih detil dari kinerja pengelolaan
masing-masing sumber daya alam dapat dilihat
dalam Tabel 4.18.1.
347
B
a
g
i
a
n

I
V
Evaluasi Lima Tahun Pelaksanaan RPJMN 2004-2009
T
a
b
e
l

4
.
1
8
.
1

S
a
s
a
r
a
n

d
a
n

P
e
n
c
a
p
a
i
a
n

P
e
r
b
a
i
k
a
n

P
e
n
g
e
l
o
l
a
a
n

S
u
m
b
e
r

d
a
y
a

A
l
a
m

d
a
n

P
e
l
e
s
t
a
r
i
a
n

F
u
n
g
s
i

L
i
n
g
k
u
n
g
a
n

H
i
d
u
p
,

T
a
h
u
n

2
0
0
5
-
2
0
0
9
N
o

S
a
s
a
r
a
n

I
n
d
i
k
a
t
o
r

S
a
t
u
a
n

P
e
n
c
a
p
a
i
a
n
2
0
0
5

2
0
0
6

2
0
0
7

2
0
0
8

2
0
0
9

S
u
m
b
e
r

D
a
y
a

H
u
t
a
n

1
.
1

T
e
g
a
k
n
y
a

h
u
k
u
m
,

k
h
u
s
u
s
n
y
a

d
a
l
a
m

p
e
m
b
e
r
a
n
t
a
s
a
n

p
e
m
b
a
l
a
k
a
n

l
i
a
r

(
i
l
l
e
g
a
l

l
o
g
g
i
n
g
)

d
a
n

p
e
n
y
e
l
u
n
d
u
p
a
n

k
a
y
u

x
B
e
r
k
u
r
a
n
g
n
y
a

k
a
s
u
s

i
l
l
e
g
a
l

l
o
g
g
i
n
g

x
P
e
n
a
m
b
a
h
a
n

j
u
m
l
a
h

t
e
n
a
g
a

p
e
n
g
a
m
a
n
a
n

h
u
t
a
n

x
B
e
r
k
u
r
a
n
g
n
y
a

l
a
j
u

d
e
f
o
r
e
s
t
a
s
i

x

J
u
m
l
a
h

k
a
s
u
s

x

O
r
a
n
g

x

R
i
b
u

H
e
k
t
a
r
/
T
a
h
u
n

7
2
0
9
.
7
3
6

9
6
2
,
5

1
.
7
1
4
8
.
8
4
7

4
7
8
9
.
3
3
1

1
6
1
9
.
4
4
9

4
5

1
.
2

P
e
n
e
t
a
p
a
n

k
a
w
a
s
a
n

h
u
t
a
n

d
a
l
a
m

t
a
t
a

r
u
a
n
g

s
e
l
u
r
u
h

p
r
o
v
i
n
s
i

d
i

I
n
d
o
n
e
s
i
a
,

s
e
t
i
d
a
k
n
y
a

3
0

p
e
r
s
e
n

d
a
r
i

l
u
a
s

h
u
t
a
n

y
a
n
g

t
e
l
a
h

d
i
t
a
t
a

b
a
t
a
s
;

x
L
u
a
s

l
a
h
a
n

y
a
n
g

s
u
d
a
h

d
i

t
a
t
a
b
a
t
a
s
k
a
n

x

K
i
l
o
m
e
t
e
r

4
0
2
,
0
7

4
4
3
,
8
1
4
1
6
,
1
9
1
8
1
,
1
1
8
1
4

1
.
3

P
e
n
y
e
l
e
s
a
i
a
n

p
e
n
e
t
a
p
a
n

k
e
s
a
t
u
a
n

p
e
n
g
e
l
o
l
a
a
n

h
u
t
a
n

x
J
u
m
l
a
h

p
e
n
g
e
l
o
l
a
a
n

h
u
t
a
n

p
r
o
d
u
k
s
i

x

J
u
t
a

H
e
k
t
a
r

2
0
,
6
2
2
0
,
6
2
2
0
,
6
2
2
2
,
0
8
3
7
,
1
2

1
.
4

O
p
t
i
m
a
l
i
s
a
s
i

n
i
l
a
i

t
a
m
b
a
h

d
a
n

m
a
n
f
a
a
t

h
a
s
i
l

h
u
t
a
n

k
a
y
u

x
J
u
m
l
a
h

K
e
b
a
k
a
r
a
n

H
u
t
a
n

x
J
u
m
l
a
h

P
e
n
e
r
i
m
a
a
n

K
e
m
e
n
t
e
r
i
a
n

K
e
h
u
t
a
n
a
n

x

H
e
k
t
a
r

x

R
p

M
i
l
i
a
r

5
.
5
0
2
3
.
2
4
8

5
.
7
0
4
2
4
2
9

6
.
9
7
4
2
.
1
1
5

6
.
7
9
3
2
.
3
4
5

2
.
3
8
0

1
.
5

M
e
n
i
n
g
k
a
t
n
y
a

h
a
s
i
l

h
u
t
a
n

n
o
n

k
a
y
u

s
e
b
e
s
a
r

3
0

p
e
r
s
e
n

d
a
r
i

p
r
o
d
u
k
s
i

t
a
h
u
n

2
0
0
4

x
N
i
l
a
i

D
e
v
i
s
a

E
k
s
p
o
r

H
a
s
i
l

H
u
t
a
n

N
o
n

K
a
y
u

x

U
S
D

7
8
.
5
7
1
.
3
9
1
8
4
.
3
2
5
.
6
8
5

1
.
6

B
e
r
t
a
m
b
a
h
n
y
a

h
u
t
a
n

t
a
n
a
m
a
n

i
n
d
u
s
t
r
i

(
H
T
I
)
,

m
i
n
i
m
a
l

s
e
l
u
a
s

j
u
t
a

h
e
k
t
a
r
,

s
e
b
a
g
a
i

b
a
s
i
s

p
e
n
g
e
m
b
a
n
g
a
n

e
k
o
n
o
m
i

h
u
t
a
n

x
P
e
n
a
n
a
m
a
n

k
u
m
u
l
a
t
i
f

H
T
I

u
n
t
u
k

u
p
a
y
a

r
e
h
a
b
i
l
i
t
a
s
i

h
u
t
a
n

d
a
n

l
a
h
a
n

x

R
i
b
u

H
e
k
t
a
r

2
9
5
,
0
4
4
5
8
,
8
9
7
9
3
,
7
3
1
.
0
8
5
,
6
6
1
.
1
2
2
,
3
.
0

1
.
7

K
o
n
s
e
r
v
a
s
i

h
u
t
a
n

d
a
n

r
e
h
a
b
i
l
i
t
a
s
i

l
a
h
a
n

d
i

2
8
2

D
A
S

p
r
i
o
r
i
t
a
s

u
n
t
u
k

m
e
n
j
a
m
i
n

p
a
s
o
k
a
n

a
i
r

d
a
n

s
i
s
t
e
m

p
e
n
o
p
a
n
g

k
e
h
i
d
u
p
a
n

l
a
i
n
n
y
a

x
G
E
R
H
A
N

x
R
e
h
a
b
i
l
i
t
a
s
i

L
a
h
a
n

D
a
l
a
m

H
u
t
a
n

x
R
e
h
a
b
i
l
i
t
a
s
i

L
a
h
a
n

L
u
a
r

H
u
t
a
n

x

R
i
b
u

H
e
k
t
a
r

x

H
e
k
t
a
r

x

H
e
k
t
a
r

1
.
2
5
3
,
5
4
3
0
.
2
1
7
,
0
0

7
0
.
4
1
0

1
.
3
2
2
,
1
5
2
5
0
.
8
1
3
,
0
0

3
0
1
.
0
2
0
,
0
0

1
.
6
6
1
,
5
9
7
8
.
4
6
8
,
0
0

2
3
9
.
2
3
6
,
0
0

2
.
0
0
6
,
8
8
2
6
7
.
1
2
1
,
0
0

3
0
5
.
6
8
6
,
0
0

2
.
0
1
4
,
4
0

1
.
8

B
e
r
k
e
m
b
a
n
g
n
y
a

k
e
m
i
t
r
a
a
n

a
n
t
a
r
a

p
e
m
e
r
i
n
t
a
h
,

p
e
n
g
u
s
a
h
a
,

d
a
n

m
a
s
y
a
r
a
k
a
t

d
a
l
a
m

p
e
n
g
e
l
o
l
a
a
n

h
u
t
a
n

l
e
s
t
a
r
i

x
P
e
n
a
n
a
m
a
n

H
u
t
a
n

K
e
m
a
s
y
a
r
a
k
a
t
a
n

x

H
e
k
t
a
r

3
.
2
5
4
3
.
1
7
1
1
.
7
5
0
2
0
0
2
7
5

1
.
9

P
e
n
e
r
a
p
a
n

i
p
t
e
k

y
a
n
g

i
n
o
v
a
t
i
f

p
a
d
a

s
e
k
t
o
r

k
e
h
u
t
a
n
a
n

x
J
u
m
l
a
h

k
e
g
i
a
t
a
n

P
e
n
e
l
i
t
i
a
n

y
a
n
g

d
i
l
a
k
u
k
a
n

o
l
e
h

K
e
m
e
n
t
e
r
i
a
n

K
e
h
u
t
a
n
a
n

x

K
a
l
i

4
6
4
3
7
0
6
5
6
3
1
5
3
2
7

S
u
m
b
e
r

D
a
y
a

K
e
l
a
u
t
a
n

d
a
n

P
e
r
i
k
a
n
a
n

2
.
1

B
e
r
k
u
r
a
n
g
n
y
a

p
e
l
a
n
g
g
a
r
a
n

d
a
n

p
e
r
u
s
a
k
a
n

s
u
m
b
e
r

d
a
y
a

k
e
l
a
u
t
a
n

x
B
e
r
k
u
r
a
n
g
n
y
a

p
e
l
a
n
g
g
a
r
a
n

x
P
e
n
a
m
b
a
h
a
n

j
u
m
l
a
h

P
o
k
m
a
s
w
a
s

x
K
e
r
j
a

s
a
m
a

o
p
e
r
a
s
i

p
e
n
g
a
w
a
s
a
n

x
P
e
n
y
e
l
a
m
a
t
a
n

u
a
n
g

n
e
g
a
r
a

a
k
i
b
a
t

i
l
l
e
g
a
l

f
i
s
h
i
n
g

x

T
i
n
d
a
k

p
i
d
a
n
a

x

P
o
k
m
a
s
w
a
s

x

J
u
m
l
a
h

o
p
e
r
a
s
i

x

R
p

m
i
l
i
a
r

1
6
5
5
7
3

1
2

3
3

1
3
9
7
5
9

3
1
5
,
3
7

1
1
6
9
0
1

4
3
9
,
6
1

7
7
1
3
6
9

1
6
7

5
5
6
,
4
5

1
1
9

1
4
5
7

1
0
9

4
8
4

2
.
2

M
e
m
b
a
i
k
n
y
a

p
e
n
g
e
l
o
l
a
a
n

e
k
o
s
i
s
t
e
m

p
e
s
i
s
i
r
,

l
a
u
t
,

d
a
n

p
u
l
a
u

p
u
l
a
u

k
e
c
i
l

y
a
n
g

d
i
l
a
k
u
k
a
n

s
e
c
a
r
a

l
e
s
t
a
r
i
,

t
e
r
p
a
d
u
,

d
a
n

b
e
r
b
a
s
i
s

m
a
s
y
a
r
a
k
a
t

x
M
e
m
b
a
i
k
n
y
a

P
e
n
g
e
l
o
l
a
a
n

E
k
o
s
i
s
t
e
m

P
e
s
i
s
i
r

x
K
o
n
d
i
s
i

t
e
r
u
m
b
u

k
a
r
a
n
g

x

K
a
b
u
p
a
t
e
n
/
k
o
t
a

x

S
a
n
g
a
t

b
a
i
k

(
p
e
r
s
e
n
)

x

B
a
i
k

(
p
e
r
s
e
n
)

x

S
e
d
a
n
g

(
p
e
r
s
e
n
)

x

R
u
s
a
k

(
p
e
r
s
e
n
)

5
,
8
3

2
5
,
6
6

3
6
,
5
9

3
1
,
9
2

4
2
5
,
2
3

2
4
,
2
6

3
7
,
3
4

3
3
,
1
7

4
2
5
,
5
1

2
5
,
1
1

3
7
,
3

3
2
,
0
5

4
2
5
,
4
8

2
5
,
4
8

3
7
,
0
6

3
1
,
9
8

4
2

5
,
5
6

2
5
,
8
9

3
7
,
1
0

3
1
,
4
5

348
B
a
g
i
a
n

I
V
MEMELIHARA MOMENTUM PERUBAHAN
2
.
3

D
i
s
e
p
a
k
a
t
i
n
y
a

b
a
t
a
s

l
a
u
t

d
e
n
g
a
n

n
e
g
a
r
a

t
e
t
a
n
g
g
a
,

t
e
r
u
t
a
m
a

S
i
n
g
a
p
u
r
a
,

M
a
l
a
y
s
i
a
,

T
i
m
o
r

L
e
s
t
e
,

P
a
p
u
a

N
u
g
i
n
i
,

d
a
n

F
i
l
i
p
i
n
a

J
u
m
a
h

p
u
l
a
u

y
a
n
g

d
i
d
e
p
o
s
i
t

k
e

P
B
B
J
u
m
l
a
h

p
u
l
a
u

t
e
r
l
u
a
r

y
a
n
g

m
e
n
i
n
g
k
a
t

s
a
r
a
n
a

d
a
n

p
r
a
s
a
r
a
n
a

x

P
u
l
a
u

x

P
u
l
a
u

4
.
8
9
1

2
.
4

M
e
n
i
n
g
k
a
t
n
y
a

l
u
a
s

k
a
w
a
s
a
n

k
o
n
s
e
r
v
a
s
i

l
a
u
t

d
a
n

m
e
n
i
n
g
k
a
t
n
y
a

j
e
n
i
s
/
g
e
n
e
t
i
k

b
i
o
t
a

l
a
u
t

l
a
n
g
k
a

d
a
n

t
e
r
a
n
c
a
m

p
u
n
a
h

M
e
n
i
n
g
k
a
t
n
y
a

p
e
n
g
e
l
o
l
a
a
n

d
a
n

l
u
a
s
a
n

k
a
w
a
s
a
n

k
o
n
s
e
r
v
a
s
i

l
a
u
t

d
a
n

t
e
r
l
a
k
s
a
n
a
n
y
a

r
e
h
a
b
i
l
i
t
a
s
i

e
k
o
s
i
s
t
e
m

t
e
r
u
m
b
u

k
a
r
a
n
g
,

m
a
n
g
r
o
v
e
,

p
a
d
a
n
g

l
a
m
u
n
,

d
a
n

e
s
t
u
a
r
i
a
,

s
e
r
t
a

C
I
T
E
S
.

x

J
u
t
a

H
e
k
t
a
r

x

J
e
n
i
s
/
s
p
e
s
i
e
s

i
k
a
n

y
a
n
g

d
i
l
i
n
d
u
n
g
i

5
,
6
5

6
,
9
7

8
,
6
4

9
,
3
0

1
3
,
5

2
.
5

S
e
r
a
s
i
n
y
a

p
e
r
a
t
u
r
a
n

p
e
r
u
n
d
a
n
g
a
n

y
a
n
g

t
e
r
k
a
i
t

d
e
n
g
a
n

p
e
n
g
e
l
o
l
a
a
n

d
a
n

p
e
m
a
n
f
a
a
t
a
n

s
u
m
b
e
r

d
a
y
a

p
e
s
i
s
i
r

d
a
n

l
a
u
t

T
e
r
s
u
s
u
n
n
y
a

k
e
b
i
j
a
k
a
n

k
e
l
a
u
t
a
n
y
a
n
g

t
e
r
i
n
t
e
g
r
a
s
i

(
o
c
e
a
n

p
o
l
i
c
y
)

d
a
n

p
e
r
a
t
u
r
a
n

p
e
r
u
n
d
a
n
g
a
n

b
i
d
a
n
g

k
e
l
a
u
t
a
n

(
U
U

P
e
n
g
e
l
o
l
a
a
n

w
i
l
a
y
a
h

P
e
s
i
s
i
r
)
.

x

P
e
r
p
r
e
s

N
o
m
o
r

7
8
/
2
0
0
5

P
e
n
g
e
l
o
l
a
a
n

P
u
l
a
u

p
u
l
a
u

K
e
c
i
l

T
e
r
l
u
a
r

x

U
U

N
o
m
o
r

2
7
/
2
0
0
7

P
e
n
g
e
l
o
l
a
a
n

W
i
l
a
y
a
h

P
e
s
i
s
i
r

d
a
n

P
u
l
a
u

P
u
l
a
u

K
e
c
i
l

x

P
P

N
o
m
o
r

6
0
/
2
0
0
7

K
o
n
s
e
r
v
a
s
i

K
a
w
a
s
a
n

S
u
m
b
e
r

d
a
y
a

I
k
a
n

P
e
r
p
r
e
s

N
o
m
o
r

1
9
/
2
0
0
7

P
a
n
i
t
i
a

N
a
s
i
o
n
a
l

P
e
n
g
a
n
g
k
a
t
a
n

d
a
n

P
e
m
a
n
f
a
a
t
a
n

B
e
n
d
a

B
e
r
h
a
r
g
a

A
s
a
l

M
u
a
t
a
n

K
a
p
a
l

y
a
n
g

T
e
n
g
g
e
l
a
m

2
.
6

T
e
r
w
u
j
u
d
n
y
a

e
k
o
s
i
s
t
e
m

p
e
s
i
s
i
r

d
a
n

l
a
u
t

y
a
n
g

t
e
r
j
a
g
a

k
e
b
e
r
s
i
h
a
n
,

k
e
s
e
h
a
t
a
n
,

d
a
n

p
r
o
d
u
k
t
i
v
i
t
a
s
n
y
a

T
e
r
k
e
l
o
l
a

d
a
n

t
e
r
e
h
a
b
i
l
i
t
a
s
i
n
y
a

t
e
r
u
m
b
u

k
a
r
a
n
g
,

m
a
n
g
r
o
v
e
,

p
a
d
a
n
g

l
a
m
u
n
,

e
s
t
u
a
r
i
a
,

d
a
n

t
e
l
u
k

x

K
a
b
u
p
a
t
e
n
/
K
o
t
a

x

P
r
o
v
i
n
s
i

1
58

1
58

1
58

1
6

2
.
7

M
e
n
i
n
g
k
a
t
n
y
a

u
p
a
y
a

m
i
t
i
g
a
s
i

b
e
n
c
a
n
a

a
l
a
m

l
a
u
t
,

d
a
n

k
e
s
e
l
a
m
a
t
a
n

m
a
s
y
a
r
a
k
a
t

y
a
n
g

b
e
k
e
r
j
a

d
i

l
a
u
t

d
a
n

y
a
n
g

t
i
n
g
g
a
l

d
i

p
e
s
i
s
i
r

d
a
n

p
u
l
a
u

p
u
l
a
u

k
e
c
i
l

x
T
e
r
b
a
n
g
u
n
n
y
a

r
u
m
a
h

c
o
n
t
o
h

r
a
m
a
h

b
e
n
c
a
n
a
.

x
T
e
r
l
a
k
s
a
n
a
n
n
y
a

m
i
t
i
g
a
s
i

b
e
n
c
a
n
a

m
e
l
a
l
u
i

r
e
h
a
b
i
l
i
t
a
s
i

m
a
n
g
r
o
v
e

x

R
u
m
a
h

x

K
a
b
u
p
a
t
e
n
/
K
o
t
a

1
1
4

1
5
7

1
0
2

2
.
2
3
6

S
u
m
b
e
r

D
a
y
a

E
n
e
r
g
i
,

M
i
n
e
r
a
l

d
a
n

P
e
r
t
a
m
b
a
n
g
a
n

3
.
1

O
p
t
i
m
a
l
i
s
a
s
i

p
e
r
a
n

m
i
g
a
s

d
a
l
a
m

p
e
n
e
r
i
m
a
a
n

n
e
g
a
r
a

g
u
n
a

m
e
n
u
n
j
a
n
g

p
e
r
t
u
m
b
u
h
a
n

e
k
o
n
o
m
i

1
.

P
e
n
e
r
i
m
a
a
n

n
e
g
a
r
a

s
e
k
t
o
r

E
S
D
M
x

J
u
m
l
a
h

p
e
n
e
r
i
m
a
a
n

m
i
g
a
s

x

J
u
m
l
a
h

p
e
n
e
r
i
m
a
n

p
e
r
t
a
m
b
a
n
g
a
n

u
m
u
m

R
p

T
r
i
l
l
i
u
n

R
p

T
r
i
l
l
i
u
n

1
3
7
,
7

1
7
,
6

1
9
1
,
7

2
9
,
8

1
8
6
,
6

3
7
,
3

3
0
3
,
1

4
2
,
7

1
8
2
,
7

*
)

5
1
,
6

*
)

2
.

P
r
o
p
o
r
s
i

p
e
n
e
r
i
m
a
a
n

m
i
g
a
s

t
e
r
h
a
d
a
p

P
D
B

P
e
r
s
e
n
N
/
A
N
/
A
N
/
A
N
/
A
N
/
A

3
.
2

M
e
n
i
n
g
k
a
t
n
y
a

c
a
d
a
n
g
a
n
,

p
r
o
d
u
k
s
i
,

d
a
n

e
k
s
p
o
r

m
i
g
a
s

1
.

J
u
m
l
a
h

c
a
d
a
n
g
a
n

m
i
n
y
a
k

b
u
m
i
M
M
S
T
B
8
.
6
2
6
,
9
6
8
.
9
2
8
,
4
5
8
.
4
0
3
,
3
1
8
.
2
1
9
,
2
2
N
/
A

2
.

J
u
m
l
a
h

c
a
d
a
n
g
a
n

g
a
s

b
u
m
i
T
S
C
F
1
8
5
,
8
0
1
8
7
,
0
9
1
6
4
,
9
9
1
7
0
,
0
7
N
/
A

3
.

J
u
m
l
a
h

p
r
o
d
u
k
s
i

m
i
n
y
a
k

b
u
m
i
B
a
r
e
l
3
8
5
.
7
0
8
.
7
7
9
3
5
9
.
2
8
9
.
3
3
7
3
4
8
.
3
1
4
.
9
4
5
3
5
6
.
4
3
6
.
7
8
6
3
4
5
.
4
8
9
.
7
2
5

4
.

J
u
m
l
a
h

p
r
o
d
u
k
s
i

g
a
s

b
u
m
i
M
S
C
F
2
.
9
8
4
.
1
5
0
.
2
1
5
2
.
9
4
7
.
0
4
8
.
6
3
2
2
.
8
0
5
.
9
9
9
.
4
6
4
2
.
8
9
1
.
9
2
9
.
3
7
5
2
.
5
0
6
.
8
0
3
.
4
8
1

5
.

J
u
m
l
a
h

e
k
s
p
o
r

m
i
n
y
a
k

b
u
m
i
B
a
r
e
l
1
5
6
.
7
6
6
.
0
0
6
1
1
4
.
1
4
7
.
7
6
4
1
2
7
.
1
3
4
.
7
9
2
1
2
8
.
0
5
8
.
1
4
9
1
0
3
.
2
3
5
.
8
7
7
1
)

6
.

E
k
s
p
o
r

E
n
e
r
g
i

F
i
n
a
l
:
x

G
a
s

p
i
p
a

x

L
N
G

M
M
S
C
F

M
M
B
T
U

1
6
8
.
3
1
9

1
.
2
1
7
.
8
2
9
.
1
8
8

1
6
1
.
5
5
4

1
.
1
7
6
.
4
6
7
.
5
7
0

2
9
5
.
6
6
9

1
.
0
8
2
.
4
6
4
.
8
4
0

2
3
4
.
9
6
4

1
.
0
6
7
.
7
9
5
.
9
3
0

2
9
1
.
5
2
8
5
)

4
1
9
.
1
7
3
.
6
7
0
6
)

3
.
3

T
e
r
j
a
m
i
n
n
y
a

p
a
s
o
k
a
n

m
i
g
a
s

d
a
n

p
r
o
d
u
k

p
r
o
d
u
k

n
y
a

u
n
t
u
k

m
e
m
e
n
i
h
i

k
e
b
u
t
u
h
a
n

d
a
l
a
m

n
e
g
e
r
i

1
.

J
u
m
l
a
h

k
o
n
s
u
m
s
i

m
i
n
y
a
k

b
u
m
i
B
a
r
e
l
3
5
7
,
4
9
3
,
9
9
7
3
4
9
,
8
4
5
,
4
3
5
3
2
1
,
3
0
2
,
8
1
4
2
7
3
,
5
0
5
,
5
4
9
1
8
7
,
1
5
2
,
1
2
5
2
)

2
.

J
u
m
l
a
h

k
o
n
s
u
m
s
i

g
a
s

b
u
m
i
M
S
C
F
2
,
7
6
6
,
0
6
2
,
6
7
3
2
,
8
2
5
,
7
6
0
,
9
8
7
2
,
7
0
8
,
9
8
2
,
5
5
6
2
,
7
9
0
,
9
8
8
,
0
9
1
2
,
3
4
5
,
9
9
5
,
7
8
6
3
)

3
.

J
u
m
l
a
h

i
m
p
o
r

m
i
n
y
a
k

b
u
m
i
B
a
r
e
l
1
2
0
,
1
5
9
,
3
2
4
1
1
3
,
5
4
5
,
9
3
4
1
1
1
,
0
6
7
,
2
4
5
9
2
,
1
7
5
,
3
5
8
7
5
,
0
9
9
,
0
5
7
4
)

4
.

I
m
p
o
r

B
B
M
B
a
r
e
l
1
5
4
,
7
0
6
,
5
7
8
1
0
4
,
8
4
7
,
6
8
8
1
3
0
,
7
5
6
,
6
6
3
8
8
,
6
1
6
,
6
6
2
9
8
,
0
8
8
,
2
3
0

5
.

P
r
o
d
u
k
s
i

B
a
h
a
n

B
a
k
a
r

N
a
b
a
t
i
:
x

B
i
o

F
u
e
l

x

B
i
o

D
i
e
s
e
l

x

B
i
o

E
t
a
n
o
l

x

B
i
o

O
i
l

R
i
b
u

K
L

R
i
b
u

K
L

R
i
b
u

K
L

R
i
b
u

K
L

3
,
3

0
.
8

2
,
5

1
2
2
,
5

1
2
0
,
0

2
,
5

4
7
1
,
5

4
5
6
,
6

1
2
,
5

2
,
4

1
.
7
2
2
,
2

1
.
5
5
0

1
3
5

3
7
,
2

2
.
5
5
8
,
7

2
.
3
2
9
,
1

1
9
2
,
4

3
7
.
,
2

3
.
4

M
e
n
i
n
g
k
a
t
n
y
a

i
n
v
e
s
t
a
s
i

p
e
r
t
a
m
b
a
n
g
a
n

d
a
n

s
u
m
b
e
r

d
a
y
a

m
i
n
e
r
a
l

d
e
n
g
a
n

p
e
r
l
u
a
s
a
n

l
a
p
a
n
g
a
n

k
e
r
j
a

d
a
n

k
e
s
e
m
p
a
t
a
n

b
e
r
u
s
a
h
a

1
.

T
o
t
a
l

i
n
v
e
s
t
a
s
i

m
i
g
a
s
U
S
D

J
u
t
a
8
.
2
6
8
,
6
7
9
.
6
6
2
,
5
6
1
1
.
1
7
9
,
6
6
1
2
.
2
1
2
,
9
6
1
2
.
1
8
4
,
8
0

2
.

T
o
t
a
l

i
n
v
e
s
t
a
s
i

m
i
n
e
r
b
a
p
a
b
u
m
U
S
D

J
u
t
a
9
4
4
,
3
1
1
.
4
5
6
,
1
2
1
.
2
5
2
,
8
1
1
,
6
5
4
,
5
1
1
.
8
1
2
,
3

3
.

J
u
m
l
a
h

p
e
n
y
e
r
a
p
a
n

t
e
n
a
g
a

k
e
r
j
a

d
i

s
e
k
t
o
r

p
e
r
t
a
m
b
a
n
g
a
n

u
m
u
m

O
r
a
n
g
4
7
.
6
6
2

1
2
1
.
1
2
1

1
1
2
.
9
2
8

1
2
0
.
6
3
9

1
1
9
.
6
2
3

4
.

J
u
m
l
a
h

p
e
n
y
e
r
a
p
a
n

t
e
n
a
g
a

k
e
r
j
a

d
i

s
e
k
t
o
r

m
i
g
a
s

O
r
a
n
g
3
4
5
.
0
2
6

3
3
7
.
0
6
2

3
3
5
.
0
3
9

3
3
2
.
3
1
7

2
7
8
.
9
9
6

3
.
5

M
e
n
i
n
g
k
a
t
n
y
a

p
r
o
d
u
k
s
i

d
a
n

n
i
l
a
i

t
a
m
b
a
h

p
r
o
d
u
k

p
e
r
t
a
m
b
a
n
g
a
n

1
.

J
u
m
l
a
h

p
r
o
d
u
k
s
i

b
a
t
u
b
a
r
a
T
o
n
1
5
1
.
8
4
0
.
2
9
4
1
7
9
.
5
3
5
.
7
2
2
1
7
8
.
7
9
0
.
7
5
5
1
8
8
.
6
6
3
.
0
6
8
1
4
3
.
1
0
1
.
6
3
0
7
)

2
.

J
u
m
l
a
h

p
e
n
j
u
a
l
a
n

b
a
t
u
b
a
r
a

(
d
o
m
e
s
t
i
k
)

T
o
n
4
2
,
4
7
7
,
2
7
7
3
9
,
2
6
7
,
7
8
9
4
6
,
1
9
0
,
2
4
7
4
9
,
0
2
6
,
0
7
2
3
4
,
7
6
9
,
8
7
7
8
)

3
.

J
u
m
l
a
h

e
s
k
p
o
r

b
a
t
u
b
a
r
a
T
o
n
1
0
5
,
8
1
8
,
4
3
9
1
2
9
,
1
2
3
,
6
7
6
1
4
0
,
0
4
8
,
7
0
6
1
4
0
,
5
1
8
,
5
4
9
1
0
7
,
5
1
3
,
2
0
7
9
)

J
u
m
l
a
h

P
r
o
d
u
k
s
i

K
o
m
o
d
i
t
a
s

M
i
n
e
r
a
l
:

K
g

1
4
2
,
8
9
3

8
5
,
4
1
1

1
1
7
,
8
5
4

6
4
,
3
9
0

1
2
5
,
2
7
0

N
o

S
a
s
a
r
a
n

I
n
d
i
k
a
t
o
r

S
a
t
u
a
n

P
e
n
c
a
p
a
i
a
n
2
0
0
5

2
0
0
6

2
0
0
7

2
0
0
8

2
0
0
9

L
a
n
j
u
t
a
n

T
a
b
e
l

4
.
1
8
.
1
349
B
a
g
i
a
n

I
V
Evaluasi Lima Tahun Pelaksanaan RPJMN 2004-2009
j
a
s
a

m
e
t
e
o
r
o
l
o
g
i

d
a
n

g
e
o
f
i
s
i
k
a

k
e
c
e
p
a
t
a
n

p
e
n
y
a
m
p
a
i
a
n

i
n
f
o
r
m
a
s
i

c
u
a
c
a
,

i
k
l
i
m
,

g
e
m
p
a

b
u
m
i
,

d
a
n

t
s
u
n
a
m
i

A
W
S

4
;

G
r
o
u
n
d

S
a
t
e
l
i
t
e

R
e
c
e
i
v
e
r

A
W
S

4
3
;

G
r
o
u
n
d

S
a
t
e
l
i
t
e

R
e
c
e
i
v
e
r

A
W
S

7
;

G
r
o
u
n
d

S
a
t
e
l
i
t
e

R
e
c
e
i
v
e
r

2
;

T
e
r
p
a
s
a
n
g

d
a
n

b
e
r
o
p
e
r
a
s
i
n
y
a

T
E
W
S

d
i

1
6
0

l
o
k
a
s
i

A
W
S

4
0
;

G
r
o
u
n
d

S
a
t
e
l
i
t
e

R
e
c
e
i
v
e
r

3
;

B
e
r
o
p
e
r
a
s
i
n
y
a

T
E
W
S

d
i

1
6
0

l
o
k
a
s
i

4
.
1

M
e
n
i
n
g
k
a
t
n
y
a

k
u
a
l
i
t
a
s

a
i
r

p
e
r
m
u
k
a
a
n

(
s
u
n
g
a
i
,

d
a
n
a
u

d
a
n

s
i
t
u
)

d
a
n

k
u
a
l
i
t
a
s

a
i
r

t
a
n
a
h

d
i
s
e
r
t
a
i

p
e
n
g
e
n
d
a
l
i
a
n

d
a
n

p
e
m
a
n
t
a
u
a
n

t
e
r
p
a
d
u

a
n
t
a
r
s
e
k
t
o
r

P
e
m
e
n
u
h
a
n

b
a
k
u

m
u
t
u

k
e
l
a
s

&

I
I

P
P

8
2

t
a
h
u
n

2
0
0
1

(
s
a
m
p
e
l

3
2

s
u
n
g
a
i

d
i

3
0

p
r
o
v
i
n
s
i
)

1
0

p
e
r
s
e
n

m
e
m
e
n
u
h
i

b
a
k
u

m
u
t
u
,

4
0

p
e
r
s
e
n

t
e
r
c
e
m
a
r

r
i
n
g
a
n
,

4
2

p
e
r
s
e
n

t
e
r
c
e
m
a
r

s
e
d
a
n
g
,

p
e
r
s
e
n

t
e
r
c
e
m
a
r

b
e
r
a
t

2
2
,
6

p
e
r
s
e
n

m
e
m
e
n
u
h
i

b
a
k
u

m
u
t
u
,

5
0
,
3

p
e
r
s
e
n

t
e
r
c
e
m
a
r

r
i
n
g
a
n
,

4
0
,
5

p
e
r
s
e
n

t
e
r
c
e
m
a
r

s
e
d
a
n
g
,

6
,
3

p
e
r
s
e
n

t
e
r
c
e
m
a
r

b
e
r
a
t

d
a
n

P
e
l
a
k
s
a
n
a
a
n

S
u
p
e
r
k
a
s
i
h

d
i

P
r
o
v
i
n
s
i

g
u
n
a

m
e
l
i
n
d
u
n
g
i

D
a
e
r
a
h

A
l
i
r
a
n

S
u
n
g
a
i

(
D
A
S
)

d
a
n

p
e
s
i
s
i
r

d
a
n

l
a
u
t

d
e
n
g
a
n

j
u
m
l
a
h

i
n
d
u
s
t
r
i

m
e
n
c
a
p
a
i

2
6
3

p
e
r
u
s
a
h
a
a
n
.

S
U
P
E
R
K
A
S
I
H

d
i

p
r
o
v
i
n
s
i

g
u
n
a

m
e
l
i
n
d
u
n
g
i

D
a
e
r
a
h

A
l
i
r
a
n

S
u
n
g
a
i

(
D
A
S
)

d
a
n

d
a
e
r
a
h

p
e
s
i
s
i
r

d
a
n

l
a
u
t
,

d
e
n
g
a
n

j
u
m
l
a
h

p
e
s
e
r
t
a

2
6
3

p
e
r
u
s
a
h
a
a
n

T
e
r
s
e
d
i
a
n
y
a

l
a
p
o
r
a
n

d
a
t
a

k
u
a
l
i
t
a
s

a
i
r

t
a
n
a
h

d
i

b
e
b
e
r
a
p
a

w
i
l
a
y
a
h

p
e
r
k
o
t
a
a
n
;

T
e
r
s
e
d
i
a
n
y
a

l
a
p
o
r
a
n

d
a
t
a

k
u
a
l
i
t
a
s

a
i
r

p
e
r
m
u
k
a
a
n

(
s
u
n
g
a
i
)

3
3

s
u
n
g
a
i

k
a
l
i

d
a
l
a
m

s
e
t
a
h
u
n
,

1
0

d
a
n
a
u

s
e
t
a
h
u
n

k
a
l
i

T
e
r
s
e
d
i
a
n
y
a

s
a
r
a
n
a

d
a
n

p
r
a
s
a
r
a
n
a

k
e
l
e
m
b
a
g
a
a
n

d
a
n

s
i
s
t
e
m

i
n
f
o
r
m
a
s
i

p
e
m
a
n
t
a
u
a
n
,

p
e
n
g
e
n
d
a
l
i
a
n

p
e
n
c
e
m
a
r
a
n

l
i
n
g
k
u
n
g
a
n

d
a
n

p
e
r
l
i
n
d
u
n
g
a
n

s
u
m
b
e
r

d
a
y
a

a
i
r

d
i

4
3
4

k
a
b
/
k
o
t
a

M
e
n
i
n
g
k
a
t
n
y
a

j
u
m
l
a
h

i
n
d
u
s
t
r
i

y
a
n
g

t
a
a
t

t
e
r
h
a
d
a
p

p
e
r
a
t
u
r
a
n

L
H

P
e
r
u
s
a
h
a
n

p
e
s
e
r
t
a

P
r
o
p
e
r

4
3
8
5
0
5
5
0
4
5
1
2
7
5
0

4
.
2

M
e
n
i
n
g
k
a
t
n
y
a

k
u
a
l
i
t
a
s

u
d
a
r
a

p
e
r
k
o
t
a
a
n

k
h
u
s
u
s
n
y
a

d
i

k
a
w
a
s
a
n

p
e
r
k
o
t
a
a
n

y
a
n
g

d
i
d
u
k
u
n
g

o
l
e
h

p
e
r
b
a
i
k
a
n

m
a
n
a
j
e
m
e
n

d
a
n

s
i
s
t
e
m

t
r
a
n
s
p
o
r
t
a
s
i

k
o
t
a

y
a
n
g

r
a
m
a
h

l
i
n
g
k
u
n
g
a
n

T
e
r
s
u
s
u
n
n
y
a

p
e
r
a
t
u
r
a
n

t
e
n
t
a
n
g

b
a
k
u

m
u
t
u

u
d
a
r
a

k
e
b
i
j
a
k
a
n

d
a
n

p
e
d
o
m
a
n

P
e
r
m
e
n

L
H
,

D
r
a
f
t

N
a
s
k
a
h

A
k
a
d
e
m
i
s

R
U
U

P
e
n
g
e
l
o
l
a
a
n

U
d
a
r
a

B
e
r
s
i
h
,

p
e
d
o
m
a
n

p
e
n
g
a
w
a
s
a
n

P
e
r
m
e
n

L
H
,

N
a
s
k
a
h

A
k
a
d
e
m
i
s

R
U
U

P
e
n
g
e
l
o
l
a
a
n

U
d
a
r
a

B
e
r
s
i
h
,

p
e
d
o
m
a
n

p
e
n
g
a
w
a
s
a
n

P
e
r
m
e
n

L
H
,

R
U
U

P
e
n
g
e
l
o
l
a
a
n

U
d
a
r
a

B
e
r
s
i
h
,

p
e
d
o
m
a
n

p
e
n
g
a
w
a
s
a
n

K
e
p
m
e
n

L
H

N
o
.

4
/
2
0
0
9

t
e
n
t
a
n
g

A
m
b
a
n
g

B
a
t
a
s

G
a
s

B
u
a
n
g

K
e
n
d
a
r
a
a
n

B
e
r
m
o
t
o
r

T
i
p
e

B
a
r
u
,

p
e
d
o
m
a
n

p
e
n
g
a
w
a
s
a
n

d
a
n

p
e
l
a
k
s
a
n
a
a
n

M
e
n
i
n
g
k
a
t
n
y
a

p
e
m
a
n
t
a
u
a
n

e
m
i
s
i

g
a
s

b
u
a
n
g

k
e
n
d
a
r
a
a
n

b
e
r
m
o
t
o
r

x

J
u
m
l
a
h

k
e
n
d
a
r
a
a
n

b
e
r
m
o
t
o
r

x

J
u
m
l
a
h

K
a
b
u
p
a
t
e
n
/
K
o
t
a

2
.
3
9
6

1
9
.
7
0
0

1
7

2
4
.
0
0
0

1
6

(
t
i
d
a
k

d
i
l
a
k
u
k
a
n
)

2
0

4
.
3

M
e
n
i
n
g
k
a
t
n
y
a

s
i
s
t
e
m

p
e
n
g
e
l
o
l
a
a
n

d
a
n

p
e
l
a
y
a
n
a
n

l
i
m
b
a
h

B
3

(
b
a
h
a
n

b
e
r
b
a
h
a
y
a

b
e
r
a
c
u
n
)

b
a
g
i

k
e
g
i
a
t
a
n

k
e
g
i
a
t
a
n

y
a
n
g

b
e
r
p
o
t
e
n
s
i

m
e
n
c
e
m
a
r
i

l
i
n
g
k
u
n
g
a
n

M
e
n
i
n
g
k
a
t
n
y
a

j
u
m
l
a
h

L
i
m
b
a
h

B
3

y
a
n
g

d
i
k
e
l
o
l
a

j
u
t
a

T
o
n

L
i
m
b
a
h

B
3

5
,
8
7
,
4
8
,
2
1
1
0

4
.
4

M
e
n
i
n
g
k
a
t
n
y
a

k
e
m
a
m
p
u
a
n

d
a
l
a
m

p
e
l
a
y
a
n
a
n

M
e
n
i
n
g
k
a
t
n
y
a

a
k
u
r
a
s
i

d
a
n

R
a
d
a
r

c
u
a
c
a

4
;

R
a
d
a
r

c
u
a
c
a

3
;

R
a
d
a
r

c
u
a
c
a

4
;

R
a
d
a
r

c
u
a
c
a

5
;

1
.

J
u
m
l
a
h

p
r
o
d
u
k
s
i

e
m
a
s

2
.

J
u
m
l
a
h

p
r
o
d
u
k
s
i

p
e
r
a
k
K
g
3
2
6
,
9
9
2
2
6
1
,
3
9
7
2
6
8
,
9
6
7
2
2
6
,
0
5
1
3
1
9
,
1
0
0

3
.

J
u
m
l
a
h

p
r
o
d
u
k
s
i

t
e
m
b
a
g
a
T
o
n
1
,
0
6
3
,
8
4
9
8
1
7
,
7
9
6
7
9
6
,
8
9
9
6
5
5
,
0
4
6
9
7
4
,
8
0
0

4
.

J
u
m
l
a
h

p
r
o
d
u
k
s
i

l
o
g
a
m

t
i
m
a
h
T
o
n
6
7
,
6
0
0
6
5
,
3
5
7
6
4
,
1
2
7
5
3
,
4
7
1
3
9
,
3
7
9

5
.

J
u
m
l
a
h

p
r
o
d
u
k
s
i

b
a
u
k
s
i
t
M
e
t
r
i
k

T
o
n
1
,
0
8
1
,
7
3
9
1
,
5
0
1
,
9
3
7
1
,
2
5
1
,
1
4
7
1
,
1
5
2
,
3
2
2
7
8
3
,
0
9
7

6
.

J
u
m
l
a
h

p
r
o
d
u
k
s
i

b
i
j
i
h

n
i
k
e
l
W
M
T
2
,
5
4
5
,
5
8
0
4
,
3
5
3
,
8
3
2
7
,
1
1
2
,
8
7
0
6
,
5
7
1
,
7
6
4
5
,
8
0
2
,
0
8
0

L
i
n
g
k
u
n
g
a
n

H
i
d
u
p

S
u
m
b
e
r
:
K
e
m
e
n
t
e
r
i
a
n

K
e
h
u
t
a
n
a
n
,

K
e
m
e
n
t
e
r
i
a
n

K
e
l
a
u
t
a
n

d
a
n

P
e
r
i
k
a
n
a
n
,

K
e
m
e
n
t
e
r
i
a
n

E
n
e
r
g
i

d
a
n

S
u
m
b
e
r

D
a
y
a

M
i
n
e
r
a
l
,

K
e
m
e
n
t
e
r
i
a
n

L
i
n
g
k
u
n
g
a
n

H
i
d
u
p
,

2
0
0
5
-
2
0
0
9
.
C
a
t
a
t
a
n
:

*
)

a
n
g
k
a

s
e
m
e
n
t
a
r
a
350
B
a
g
i
a
n

I
V
MEMELIHARA MOMENTUM PERUBAHAN
2.2 Evaluasi Pencapaian
2.2.1 Kehutanan
Pencapaian imple mentasi kebijakan prioritas pada periode tahun 2005-2009
telah menunjukkan hasil yang cukup menggembirakan. Untuk itu, maka upaya-
upaya yang telah dilaksanakan agar dapat terus dilanjutkan dan ditingkatkan lagi
pada masa pemerintahan berikutnya.
Secara umum, program pengembangan dan pengelolaan sumber daya kehutanan
selama periode 2004-2009 telah menghasilkan berbagai pencapaian, antara lain: (1)
menurunnya kasus kejahatan di bidang kehutanan dan terselamatkannya kekayaan
negara sekitar Rp25 triliun setiap tahun akibat upaya pencegahan dan pemberantasan
pembalakan liar; (2) menurunnya laju deforestasi dan degradasi hingga 0,9 juta hektar
per tahun akibat adanya upaya rehabilitasi; (3) investasi baru hutan tanaman sekitar
1,12 juta ha hutan tanaman industri (HTI) dengan nilai investasi sebesar Rp62,29 triliun;
(4) membaiknya harga hasil hutan di pasar internasional; (5) adanya kepastian hukum
dan bantuan permodalan dalam usaha kehutanan bagi masyarakat; (6) meningkatnya
usaha di bidang pariwisata alam. Jumlah pemegang Izin Pengusahaan Pariwisata Alam
(IPPA) dan jumlah pengunjung ke kawasan konservasi meningkat menjadi 3 juta orang,
serta jumlah pemegang izin penangkaran tumbuhan dan satwa liar (TSL) meningkat
dan menambah devisa pada tahun 2008 senilai Rp2 triliun; (7) diatasinya kebakaran
hutan secara nyata sehingga potensi kerugian negara dapat diselamatkan sekitar USD5
miliar, termasuk penyelamatan keanekaragaman hayati; dan (8) terserapnya tenaga
kerja dari pembangunan kehutanan sekitar 2,5 juta orang.
2.2.2 Kelautan
Sektor kelautan dalam melaksanakan fungsi lingkungan hidup berupaya untuk
menanggulangi pencurian ikan di wilayah perairan, penataan kawasan termasuk
di dalamnya penataan batas negara, serta pengelolaan wilayah pesisir dan
pulau-pulau kecil secara terpadu. Sebagai langkah awal dari pengelolaan terpadu
dikeluarkan UU Nomor 27 Tahun 2007 tentang Pengelolaan Wilayah Pesisir dan
Pulau-Pulau Kecil.
Selain itu, dalam rangka perlindungan
sumber daya kelautan dan perikanan
Pemerintah telah melakukan penga-
wa san terhadap pelanggaran hukum
di laut. Hal ini dilakukan melalui
pengadaan sarana prasarana kapal
dan pemasangan pemancar radio
(transmitter) di kapal, koordinasi
operasi pengawasan, pembentukan
kelompok masyarakat pengawas (pokmaswas) yang hingga tahun 2009 telah
terbentuk 1.457 pokmaswas, peningkatan hari operasi, dan pengembangan
pengadilan tindak pidana perikanan di lima lokasi (Jakarta, Bitung, Belawan,
Pontianak, dan Tual).
Program Pengembangan dan Pengelolaan Sumber Daya Kelautan telah
menghasilkan berbagai pencapaian antara lain sebagai berikut.
351
B
a
g
i
a
n

I
V
Evaluasi Lima Tahun Pelaksanaan RPJMN 2004-2009
Pertama, turunnya jumlah pelanggaran serta perusakan sumber daya pesisir
dan laut. Meskipun menurun, pelanggaran dan perusakan ini masih ditemukan
pada beberapa wilayah laut di sekitar pulau-pulau kecil yang terpencil dan tidak
berpenghuni. Selama tahun 20052009 hasil operasi kapal pengawas telah
berhasil ditingkatkan. Sejalan dengan peningkatan tersebut, kerugian negara
yang bisa diselamatkan selama tahun 20052009 mencapai Rp1,9 triliun.
Selama tahun 2005-2009 telah dilakukan penanganan pelanggaran terhadap
tindak pidana perikanan sebanyak 616 kasus yang ditangani oleh Penyidik
Pegawai Negeri Sipil (PPNS).
Kedua, terlaksananya uji coba pengelolaan ekosistem pesisir, laut, dan pulau-
pulau kecil secara lestari, terpadu, serta berbasis masyarakat di beberapa lokasi,
terutama di ekosistem terum bu karang, mang rove, dan padang la mun. Upaya
yang dila kukan adalah dengan me ne tapkan kawasan kon ser vasi perairan baik
perai ran laut, pesisir maupun perairan tawar dan payau. Sampai akhir tahun
2009 kawasan konservasi per airan yang telah dite tap kan mencapai 13,5 juta
hektar.
Ketiga, telah diterbitkan nya UU Nomor 27 Tahun 2007 tentang Penge-
lolaan Wilayah Pesisir dan Pulau-Pulau Kecil (PWP-PPK). UU ini mengatur: (1)
desentralisasi pengelolaan sumber daya pesisir dan laut secara berkelanjutan;
(2) kawasan konservasi laut, jenis/genetik biota laut langka dan terancam
punah; (3) integrasi pembangunan laut, pesisir, dan daratan dalam satu kesatuan
pengembangan wilayah; (4) pemanfaatan ruang laut, pesisir, dan pulau-pulau
kecil secara serasi sesuai dengan daya dukung lingkungan; (5) pemeliharaan
ekosistem pesisir dan laut; serta (6) mitigasi bencana alam laut dan keselamatan.
2.2.3 Pertambangan dan Energi
Sektor pertambangan dan energi, terutama minyak dan gas bumi, telah
menunjukkan peranan yang besar sebagai sumber penerimaan negara. Namun,
produksi minyak bumi cenderung menurun. Sesuai Rencana Pembangunan
Jangka Panjang Nasional (RPJPN) 20052025, Cetak Biru Pengelolaan Energi
Nasional (PEN) 2005-2025 telah diterbitkan pada awal RPJMN 20042009
dengan sasaran strategis menurunkan pemakaian minyak bumi dengan
meningkatkan pemakaian gas bumi, batubara dan energi terbarukan.
Dalam melakukan upaya
peningkatan cadangan per-
tambangan dan mi ne ral,
selama periode 2004-2009
telah berhasil diselesaikan
sejumlah peta dan infor-
ma si geologi mengenai
ke beradaan mine ral dan
energi di Indonesia. Pro-
duksi mi neral logam utama
hasil pertambangan selama
periode 20042009 yang
meliputi timah, nikel,
bauksit, tembaga, emas,
352
B
a
g
i
a
n

I
V
MEMELIHARA MOMENTUM PERUBAHAN
perak, serta pasir besi mengalami kenaikan dan penurunan yang tidak seragam.
Dalam periode ini upaya un tuk meningkatkan nilai tambah dengan mem bangun
industri peng olahan hasil tambang telah mening kat, mes kipun pening katan nya
masih sangat kecil.
Keberhasilan bidang energi
dalam RPJMN 20042009
dapat diukur tidak saja
dari pen capaian sasaran
makro nya, namun juga
dalam upaya pemecahan
per masalahan yang ber-
kembang, termasuk men-
jawab peningkatan aspi-
rasi masyarakat. Kendala
pening katan produksi mi-
nyak semakin berat, kare-
na sebagian besar lapangan
pro duksi telah tua, investasi
pengembangan lapangan
baru masih kurang, semen-
tara pemanfaatan tek-
no logi pengurasan lanjut
belum berkembang. Upaya
pengembangan berbagai energi alternatif, termasuk panas bumi dan batubara,
meskipun belum menunjukkan hasil dalam bentuk pasokan energi, tetapi dapat
memberikan landasan untuk pelaksanaan pada periode selanjutnya
Bila dari sisi kuantitatif sasaran pasokan energi yang ditargetkan dalam RPJMN
2004-2009 dapat dicapai, tidak berarti masyarakat telah cukup puas dengan
persoalan energi yang diha dapinya. Meskipun berhasil dalam program kon versi
liquefied petroleum gas (LPG), pasokan gas bumi untuk memenuhi kebutuhan
energi dalam negeri masih bermasalah, karena kurang disiapkannya prasarana
untuk menghubungkan lapangan produksi dengan pusat konsumsi yang sebagian
besar berada di Jawa.
2.2.4 Lingkungan Hidup
Pencapaian sasaran dalam Program Pengelolaan Lingkungan Hidup antara
lain adalah: (1) terlaksananya pengendalian pencemaran lingkungan, yang
ditandai dengan meningkatnya status ketaatan 650 industri, pengendalian
pencemaran emisi kendaraan bermotor di 16 kota, pengendalian pencemaran
air, dan reduksi timbulan sampah melalui pelaksanaan 3R (Reduce, Reuse dan
Recycle); (2) terlaksananya pengendalian kerusakan lingkungan, yang ditandai
dengan meningkatnya kapasitas dalam meningkatkan pengendalian dampak
perubahan iklim di pusat dan daerah, termasuk pengawasan dan sistem insentif
melalui Program Menuju Indonesia Hijau (MIH) dan terlaksananya penghapusan
30 metrik ton bahan perusak ozon (BPO) di sektor chiller dan metered dose
inhaler; (3) terlaksananya pemantauan kualitas lingkungan yang tercermin
dalam (a) laporan pemantauan air sungai di 33 provinsi, (b) data pemantauan
udara ambient automatic dengan melakukan pemantauan udara ambient
353
B
a
g
i
a
n

I
V
Evaluasi Lima Tahun Pelaksanaan RPJMN 2004-2009
kontinyu (AQMS) di delapan kota serta pemantauan udara dengan passive
sampler di 33 kota, (c) data pemantauan kualitas air laut di dua kota, persistent
organic pollutants (POPs) (Polychlorinated Biphenyls/PCBs) di 6 kota, (d) data
pemantauan pasca gempa dan bencana lahan di 5 kota, penambangan tanpa
izin (PETI) di lima kota, dan tempat pembuangan akhir (TPA) di tiga lokasi, dan
(e) data pemantauan timbal (Pb) di udara di tujuh kota, hujan asam di empat
kota, kebisingan lingkungan dan getaran di 17 kota, dan inventarisasi sumber
emisi Pb; (4) membaiknya pengelolaan bahan beracun dan berbahaya (B3) dan
limbah B3, yang ditandai dengan tercapainya penataan 650 industri proper
(Program Penilaian Peringkat Kinerja Perusahaan dalam Pengelolaan Lingkungan
Hidup), pembinaan pengelolaan B3 dan limbah B3 di 200 industri nonproper,
tersedianya fasilitas pengelolaan limbah B3 di lima pelabuhan, pengembangan
delapan peraturan dan 12 pedoman teknis pengelolaan B3 dan limbah B3;
serta (5) upaya penanganan bencana alam dalam bentuk pembangunan sarana
dan pengembangan informasi meteorologi, klimatologi, kualitas udara dan
geofisika secara komprehensif. Beberapa hasil yang dapat dilihat antara lain
adalah kecepatan waktu penyediaan informasi gempa bumi dan tsunami yang
telah meningkat secara signifikan, yaitu menjadi di bawah tujuh menit, dan
penayangan informasi cuaca dan kejadian gempa bumi di media massa dan
media elektronika menjadi empat kali per hari dalam kondisi khusus.
III. Keberhasilan
3.1 Kehutanan
Pencapaian sasaran di bidang kehutanan yang diwujudkan melalui pelaksanaan
Program Pengembangan dan Pengelolaan Sumber Daya Hutan mencatat beberapa
keberhasilan. Pencapaian yang utama adalah rehabilitasi hutan dan lahan (RHL)
yang berhasil menurunkan laju deforestasi dan degradasi hutan sampai dengan
0,9 juta hektar per tahun. Pemantapan kawasan hutan juga dinilai berhasil
dengan telah dilaksanakannya pembuatan tata batas sepanjang 5.079,432 km
pada 21 lokasi taman nasional (TN) model sampai dengan triwulan III tahun 2009.
Sementara itu, dengan adanya kebijakan deregulasi dan debirokratisasi yang
mendorong berkurangnya praktek pembalakan liar, berkurangnya konflik dengan
masyarakat, serta membaiknya harga pasar kayu internasional, iklim investasi
di bidang hutan tanaman meningkat secara signifikan. Sejak 2004 sampai 2009,
investasi baru yang ditanam mencapai sekitar 1,12 juta hektar HTI dengan nilai
sebesar Rp 62,29 triliun dengan total penyerapan tenaga kerja sekitar 1,2 juta
orang. Keberhasilan lainnya ditunjukkan dengan penetapan pencadangan areal
HTR seluas 251.018 hektar di 15 provinsi dan diterbitkan izin HTR sebanyak
delapan unit di lima kabupaten sampai dengan Juni 2009.
3.2 Kelautan
Pencapaian sasaran di bidang kelautan yang diwujudkan melalui Program
Pengembangan dan Pengelolaan Sumber daya Kelautan telah menghasilkan be-
berapa keberhasilan, terutama dalam upaya pengelolaan wilayah pesisir, laut
dan pulau-pulau kecil. Hal ini ditunjukkan oleh pelaksanaan inventarisasi dan
toponim pulau yang telah selesai dilaksanakan pada tahun 2008 dan selanjutnya
diverifikasi oleh Tim Nasional Pembakuan Nama Rupa Bumi yang ditetapkan me-
lalui PP Nomor 112 Tahun 2006. Hasil verifikasi oleh tim tersebut menyebutkan
354
B
a
g
i
a
n

I
V
MEMELIHARA MOMENTUM PERUBAHAN
bahwa Indonesia memiliki 13.427 pulau di 33 provinsi. Selain itu, UU Nomor 27
Tahun 2007 tentang Pengelolaan Wilayah Pesisir dan Pulau-pulau Kecil telah
menunjukkan upaya pengelolaan secara terpadu.
3.3 Pertambangan dan Energi
Keberhasilan sektor pertambangan dan energi dalam RPJMN 20042009 antara
lain ditunjukkan dengan kontribusi yang signifikan sektor ini kepada penerimaan
APBN. Selain itu, pengelolaan sektor pertambangan telah memasuki era baru
dengan diterbitkannya UU Nomor 4 Tahun 2009 tentang Pertambangan Mineral
dan Batubara. Sementara itu, keberhasilan di bidang energi ditunjukkan
dengan terpenuhinya sasaran pemenuhan kebutuhan energi nasional serta
meningkatnya sumbangan minyak dan gas bumi kepada penerimaan negara.
Beberapa program yang keberhasilannya dapat ditonjolkan adalah substitusi
minyak tanah dengan LPG, pengembangan bahan bakar nabati (BBN), dan
tahap awal pengembangan PLTU 10.000 MW. Program-program pengembangan
alternatif energi seperti panas bumi, meskipun belum menunjukkan hasil
nyata dalam bentuk produksi energi, telah melaksanakan persiapan yang
cukup fundamental untuk pengembangan pada periode selanjutnya. Program
pemetaan geologi dilakukan untuk memenuhi sasaran yang direncanakan.
Dalam RPJMN 20042009 juga telah dilakukan kegiatan yang sangat produktif
dalam bidang perundang-undangan terkait sektor energi dan pertambangan.
3.4 Lingkungan Hidup
Pelaksanaan Program Pengendalian Pencemaran dan Perusakan Lingkungan
Hidup telah mendukung pencapaian prioritas pembangunan lingkungan hidup.
Pencapaian yang utama adalah terlaksananya pengendalian pencemaran
lingkungan, yang ditandai dengan meningkatnya status ketaatan 650 industri
terhadap pengendalian pencemaran lingkungan, pengendalian pencemaran
emisi kendaraan bermotor di 16 kota, pengendalian pencemaran air, dan reduksi
timbulan sampah melalui pelaksanaan 3R, serta terlaksananya penghapusan 30
metrik ton BPO di sektor chiller dan metered dose inhaler. Keberhasilan dalam
pelaksanaan program pengembangan dan pembinaan meteorologi dan geofisika
ditunjukkan oleh antara lain pembangunan dan beroperasinya Tsunami Early
Warning System (TEWS) di 160 lokasi di Indonesia serta waktu penyampaian
informasi gempa bumi dan tsunami kurang dari 7 menit.
355
B
a
g
i
a
n

I
V
Evaluasi Lima Tahun Pelaksanaan RPJMN 2004-2009
Bab 4.19
Percepatan Pembangunan Infrastruktur
I. Pengantar
P
embangunan infrastruktur adalah bagian integral dari pembangunan
nasional. Infrastruktur merupakan roda penggerak pertumbuhan ekonomi.
Kegiatan sektor transportasi merupakan tulang punggung pola distribusi
baik barang maupun penumpang. Infrastruktur lainnya seperti kelistrikan dan
telekomunikasi terkait dengan upaya modernisasi bangsa dan penyediaannya
merupakan salah satu aspek terpenting untuk meningkatkan produktivitas
sektor produksi. Ketersediaan sarana perumahan dan permukiman, antara lain
air minum dan sanitasi, secara luas dan merata, serta pengelolaan sumber daya
air yang berkelanjutan menentukan tingkat kesejahteraan masyarakat.
n

I
V
B
a
g
i
a
n

I
V
356
B
a
g
i
a
n

I
V
MEMELIHARA MOMENTUM PERUBAHAN
Selain itu, infrastruktur mempunyai peran yang tak kalah penting untuk
memperkokoh persatuan dan kesatuan bangsa. Jaringan transportasi dan
telekomunikasi dari Sabang sampai Merauke serta Sangir Talaud ke Rote
merupakan salah satu perekat utama Negara Kesatuan Republik Indonesia
(NKRI). Sejak lama infrastruktur diyakini merupakan pemicu pembangunan suatu
kawasan. Dapat dikatakan disparitas kesejahteraan antarkawasan juga dapat
diidentifikasi dari kesenjangan infrastruktur yang terjadi di antaranya. Dalam
konteks ini, ke depannya pendekatan pembangunan infrastruktur berbasis
wilayah semakin penting untuk diperhatikan. Pengalaman menunjukkan bahwa
infrastruktur transportasi berperan besar untuk membuka isolasi wilayah,
serta ketersediaan pengairan merupakan prasyarat kesuksesan pembangunan
pertanian dan sektor-sektor lainnya.
Di sisi lain, kondisi pelayanan dan penyediaan infrastruktur yang meliputi
transportasi, ketenagalistrikan, energi, pos, telekomunikasi dan informatika,
sumber daya air, serta perumahan, pelayanan air minum, dan penyehatan
lingkungan, mengalami penurunan baik kuantitas maupun kualitasnya.
Berkurangnya kualitas dan pelayanan serta tertundanya pembangunan
infrastruktur baru dapat menghambat laju pembangunan nasional. Rehabilitasi
dan pembangunan kembali berbagai infrastruktur yang rusak, serta peningkatan
kapasitas dan fasilitas baru akan menyerap biaya yang sangat besar sehingga
tidak dapat dipikul oleh Pemerintah sendiri. Untuk itu, mencari solusi inovatif
guna menanggulangi masalah perawatan dan perbaikan infrastruktur yang rusak
merupakan masalah yang mendesak untuk diselesaikan.
Program percepatan pembangunan infrastruktur pada RPJMN 2004-2009
difokuskan pada: (1) perbaikan pelayanan dan penyediaan infrastruktur di bidang
sumber daya air, transportasi, energi dan kelistrikan, pos dan telekomunikasi, serta
perumahan, air minum, limbah, persampahan, dan drainase guna mendorong
pertumbuhan ekonomi; dan (2) percepatan pembangunan infrastruktur yang
didorong melalui peningkatan peran swasta dengan meletakkan dasar-dasar
kebijakan dan regulasi serta reformasi dan restrukturisasi kelembagaan.

II. Pencapaian Prioritas
2.1 Gambaran Pencapaian
2.1.1 Sumber Daya Air
Upaya yang telah dilakukan sampai tahun 2009 dalam percepatan pembangunan
infras truktur sumber daya air secara umum ada lah sebagai berikut: (1) da lam
upaya menjaga keles tarian, meningkatkan fung si dan ketersediaan air, serta
meningkatkan daya tampung air, telah dila kukan pembangunan 11 waduk
yaitu: Waduk Keuliling di Nanggroe Aceh Darusalam, Telaga Tunjung dan Benel
di Bali, Ponre-ponre di Sulawesi Selatan, Panohan dan Lodan di Jawa Tengah,
Kedung Brubus, Nipah, dan Gonggang di Jawa Timur, serta Bilal dan Binalatung
di Kalimantan Timur, selain itu, juga telah dilakukan pembangunan 443 embung;
(2) untuk mendukung ketahanan pangan nasional, telah dilakukan peningkatan
luas layanan jaringan irigasi seluas 527,06 ribu hektar, rehabilitasi jaringan irigasi
seluas 1,93 juta hektar, dan operasi dan pemeliharaan jaringan irigasi yang
menjadi kewenangan Pemerintah Pusat seluas 2,1 juta hektar per tahun. Selain
357
B
a
g
i
a
n

I
V
Evaluasi Lima Tahun Pelaksanaan RPJMN 2004-2009
itu, juga telah dilakukan peningkatan/rehabilitasi jaringan rawa seluas 923,57
ribu hektar serta operasi dan pemeliharaan jaringan rawa seluas 451,29 ribu
hektar per tahun; (3) dalam upaya meningkatkan pemenuhan kebutuhan air baku
bagi rumah tangga, industri, dan perkotaan, telah dibangun saluran pembawa
air baku dengan kapasitas layanan lebih kurang 12,52 m3/det; (4) dalam rangka
mengendalikan dan mengurangi dampak bencana akibat banjir, telah dibangun
prasarana pengendali banjir sepanjang 1.013 km untuk mengamankan kawasan
seluas 12,8 ribu hektar dan telah dipasang serta dioperasikan flood forecasting
and warning system di sepuluh wilayah sungai sebagai langkah antisipasi
terhadap banjir; (5) sebagai landasan hukum dan operasional pelaksanaan
pengelolaan sumber daya air secara optimal, telah diterbitkan beberapa
Peraturan Pemerintah (PP) sebagai implementasi dan pengaturan lebih lanjut
atas UU Nomor 7 Tahun 2004 tentang Sumber Daya Air, yaitu: (a) PP Nomor 16
Tahun 2005 tentang Pengembangan Sistem Penyediaan Air Minum (SPAM); (b)
PP Nomor 20 Tahun 2006 tentang Irigasi; (c) PP Nomor 42 tentang Pengelolaan
Sumber Daya Air; dan (d) PP Nomor 43 Tahun 2008 tentang Air Tanah; dan (6)
upaya untuk meningkatkan kapasitas dan partisipasi masyarakat, telah dilakukan
berbagai upaya pembinaan, pelatihan dan kegiatan pengelolaan sumber daya
air partisipatif yang dilakukan melalui Perkumpulan Petani Pemakai Air (P3A),
Gerakan Nasional Kemitraan Penyelamatan Air (GNKPA), dan pemberdayaan
masyarakat di sekitar waduk. Sasaran dan pencapaian percepatan pembangunan
infrastruktur bidang sumber daya air dapat dilihat pada tabel 4.19.1.
2.1.2 Transportasi
Transportasi secara umum
memiliki peranan pen ting
dalam mendukung pem-
bangunan nasional, sebagai
penunjang, penggerak, pen-
dorong, dan berperan sebagai
urat nadi kehidupan ekonomi,
politik, sosial budaya, dan
pertahanan keamanan. In fra-
s truktur transportasi men -
cakup transportasi jalan, per-
keretaapian, ang kutan sungai,
danau dan penye berangan,
transportasi laut dan udara.
Peran transportasi da lam pembangunan per ekonomian adalah melayani mobilitas
ma nu sia maupun dis tribusi komoditi per dagangan dan industri dari satu tempat ke
tempat lainnya. Trans portasi juga berfungsi untuk mempercepat pengembangan
wila yah, mendorong pe me ra taan pem bangu nan dan mengurangi kesenjangan
pembangunan antarwilayah, antarperkotaan dan antarperdesaan, serta untuk
mempererat hubungan antarwilayah NKRI sehingga dapat mempererat keutuhan
bangsa dan negara dalam segala aspek sosial, budaya, ekonomi, politik, dan
keamanan untuk mewujudkan wawasan nusantara.
Untuk mendukung perwujudan kesejahteraan masyarakat, maka fungsi
pelayanan umum transportasi adalah melalui penyediaan jasa transportasi guna
358
B
a
g
i
a
n

I
V
MEMELIHARA MOMENTUM PERUBAHAN
N
o

S
a
s
a
r
a
n
/
K
e
g
i
a
t
a
n

I
n
d
i
k
a
t
o
r

S
a
t
u
a
n

P
e
n
c
a
p
a
i
a
n

2
0
0
5

2
0
0
6

2
0
0
7

2
0
0
8

2
0
0
9

P
e
n
i
n
g
k
a
t
a
n

J
a
r
i
n
g
a
n

I
r
i
g
a
s
i

L
u
a
s

l
a
y
a
n
a
n

j
a
r
i
n
g
a
n

i
r
i
g
a
s
i

y
a
n
g

d
i
t
i
n
g
k
a
t
k
a
n

H
e
k
t
a
r

1
6
0
,
6
0
1
.
0
0

5
8
,
7
8
6
.
0
0

1
1
6
,
0
7
2
.
0
0

1
1
8
,
5
2
0
.
3
2

7
3
,
0
8
5
.
0
0

R
e
h
a
b
i
l
i
t
a
s
i

J
a
r
i
n
g
a
n

I
r
i
g
a
s
i

L
u
a
s

l
a
y
a
n
a
n

j
a
r
i
n
g
a
n

i
r
i
g
a
s
i

y
a
n
g

d
i
r
e
h
a
b
i
l
i
t
a
s
i

H
e
k
t
a
r

3
2
2
,
2
7
8
.
0
0

4
9
5
,
3
5
6
.
0
0

2
6
5
,
6
5
8
.
0
0

2
3
8
,
6
0
9
.
0
0

6
1
1
,
4
9
5
.
0
0

&

J
a
r
i
n
g
a
n

I
r
i
g
a
s
i

L
u
a
s

l
a
y
a
n
a
n

j
a
r
i
n
g
a
n

i
r
i
g
a
s
i

y
a
n
g

d
i
o
p
e
r
a
s
i
k
a
n

d
a
n

d
i
p
e
l
i
h
a
r
a

H
e
k
t
a
r

4
2
5
,
2
1
6
.
0
0

1
,
9
0
2
,
9
3
6
.
0
0

1
,
9
5
6
,
3
0
2
.
0
0

2
,
0
3
9
,
3
3
6
.
0
0

2
,
0
9
1
,
5
2
8
.
0
0

P
e
n
i
n
g
k
a
t
a
n

R
e
h
a
b
i
l
i
t
a
s
i

J
a
r
i
n
g
a
n

R
a
w
a

L
u
a
s

l
a
y
a
n
a
n

j
a
r
i
n
g
a
n

r
a
w
a

y
a
n
g

d
i
t
i
n
g
k
a
t
k
a
n
/
d
i
r
e
h
a
b
i
l
i
t
a
s
i

H
e
k
t
a
r

6
3
,
9
7
6
.
0
0

1
1
0
,
0
0
0
.
0
0

1
8
7
,
3
8
8
.
0
0

4
5
9
,
2
3
4
.
0
0

1
0
2
,
9
7
1
.
0
0

&

J
a
r
i
n
g
a
n

R
a
w
a

L
u
a
s

l
a
y
a
n
a
n

j
a
r
i
n
g
a
n

r
a
w
a

y
a
n
g

d
i
o
p
e
r
a
s
i
k
a
n

d
a
n

d
i
p
e
l
i
h
a
r
a

H
e
k
t
a
r

2
0
7
,
4
7
0
.
0
0

2
5
7
,
8
5
6
.
0
0

4
5
1
,
2
9
1
.
0
0

3
6
5
,
5
0
4
.
5
6

3
7
6
,
3
1
9
.
0
0

P
e
n
g
e
b
o
r
a
n

s
u
m
u
r

a
i
r

t
a
n
a
h

J
u
m
l
a
h

p
e
n
g
e
b
o
r
a
n

s
u
m
u
r

a
i
r

t
a
n
a
h

T
i
t
i
k

9
6

1
0
0

1
2
4

1
8
5

9
4

P
e
m
b
a
n
g
u
n
a
n

J
a
r
i
n
g
a
n

I
r
i
g
a
s
i

A
i
r

T
a
n
a
h

(
J
I
A
T
)

L
u
a
s

j
a
r
i
n
g
a
n

i
r
i
g
a
s
i

a
i
r

t
a
n
a
h

y
a
n
g

d
i
b
a
n
g
u
n

H
e
k
t
a
r

1
,
4
3
5
.
0
0

1
,
4
9
0
.
0
0

1
,
3
8
8
.
0
0

1
,
0
6
0
.
0
0

2
,
5
4
8
.
0
0

R
e
h
a
b
i
l
i
t
a
s
i

J
I
A
T

L
u
a
s

j
a
r
i
n
g
a
n

i
r
i
g
a
s
i

a
i
r

t
a
n
a
h

y
a
n
g

d
i
r
e
h
a
b
i
l
i
t
a
s
i

H
e
k
t
a
r

2
,
0
6
2
.
0
0

5
9
9
.
0
0

2
,
5
8
0
.
0
0

6
7
5
.
0
0

3
,
0
3
3
.
0
0

&

J
I
A
T

L
u
a
s

j
a
r
i
n
g
a
n

i
r
i
g
a
s
i

a
i
r

t
a
n
a
h

y
a
n
g

d
i
o
p
e
r
a
s
i
k
a
n

d
a
n

d
i
p
e
l
i
h
a
r
a

H
e
k
t
a
r

2
,
7
8
0
.
0
0

1
,
9
8
7
.
0
0

9
0
0
.
0
0

7
5
1
.
0
0

3
,
0
0
0
.
0
0

1
0

P
e
m
b
a
n
g
u
n
a
n

w
a
d
u
k

d
a
n

e
m
b
u
n
g

J
u
m
l
a
h

w
a
d
u
k

y
a
n
g

d
i
b
a
n
g
u
n

B
u
a
h

J
u
m
l
a
h

e
m
b
u
n
g

y
a
n
g

d
i
b
a
n
g
u
n

B
u
a
h

6
9

1
3
0

1
2
1

1
1
1

1
2

1
1

P
e
n
y
e
d
i
a
a
n

S
a
r
a
n
a

P
e
n
g
a
m
a
n
a
n

B
a
n
g
u
n
a
n

v
i
t
a
l

d
i

1
5

l
o
k
a
s
i

w
a
d
u
k

T
e
r
s
e
d
i
a
n
y
a

s
a
r
a
n
a

p
e
n
g
a
m
a
n
a
n

b
a
n
g
u
n
a
n

v
i
t
a
l

d
i

w
a
d
u
k

L
o
k
a
s
i

1
2

&

w
a
d
u
k

J
u
m
l
a
h

w
a
d
u
k

y
a
n
g

d
i
o
p
e
r
a
s
i
k
a
n

d
a
n

d
i
p
e
l
i
h
a
r
a

B
u
a
h

1
6

4
7

1
1
9

5
4

1
3

P
e
m
a
s
a
n
g
a
n

d
a
n

P
e
n
g
o
p
e
r
a
s
i
a
n

F
l
o
o
d

F
o
r
e
c
a
s
t
i
n
g

&

W
a
r
n
i
n
g

S
y
s
t
e
m

d
i

1
0

W
S

T
e
r
p
a
s
a
n
g

d
a
n

b
e
r
o
p
e
r
a
s
i
n
y
a

F
l
o
o
d

F
o
r
e
c
a
s
t
i
n
g

&

W
a
r
n
i
n
g

S
y
s
t
e
m

W
S

1
4

P
e
m
b
a
n
g
u
n
a
n

p
r
a
s
a
r
a
n
a

p
e
n
g
e
n
d
a
l
i

b
a
n
j
i
r

1
0

t
a
h
u
n
a
n

u
n
t
u
k

m
e
n
g
a
m
a
n
k
a
n

k
a
w
a
s
a
n
s
e
l
u
a
s
1
0
.
0
0
0
h
a
(
1
.
2
5
0
k
m
)
P
a
n
j
a
n
g

s
a
r
a
n
a
/
p
r
a
s
a
r
a
n
a

p
e
n
g
e
n
d
a
l
i

b
a
n
j
i
r

y
a
n
g

d
i
b
a
n
g
u
n

u
n
t
u
k

m
e
n
g
a
m
a
n
k
a
n

l
u
a
s
a
n

t
e
r
t
e
n
t
u

H
e
k
t
a
r

9
,
3
0
6
.
0
0

3
,
5
0
0
.
0
0

K
m

2
2
8
.
0
0

5
5
5
.
0
0

9
8
.
6
6

5
8
.
5
4

7
2
.
4
7

1
5

&

s
u
n
g
a
i

P
a
n
j
a
n
g

s
a
r
a
n
a
/
p
r
a
s
a
r
a
n
a

p
e
n
g
e
n
d
a
l
i

b
a
n
j
i
r

d
i

s
u
n
g
a
i

y
a
n
g

d
i
o
p
e
r
a
s
i
k
a
n

d
a
n

d
i
p
e
l
i
h
a
r
a

K
m

1
2
3
.
0
0

2
2
5
.
0
0

1
3
9
.
2
8

4
8
.
2
4

3
1
.
1
5

1
6

P
e
m
b
a
n
g
u
n
a
n

P
e
n
g
a
m
a
n
a
n

P
a
n
t
a
i

P
a
n
j
a
n
g

s
a
r
a
n
a
/
p
r
a
s
a
r
a
n
a

p
e
n
g
a
m
a
n

p
a
n
t
a
i

y
a
n
g

d
i
b
a
n
g
u
n

K
m

3
0
.
6
2

2
9
.
7
9

3
6
.
3
7

2
0
.
6
9

3
1
.
2
0

1
7

P
e
m
b
a
n
g
u
n
a
n

S
a
l
u
r
a
n

A
i
r

B
a
k
u

K
a
p
a
s
i
t
a
s

p
r
a
s
a
r
a
n
a

s
a
l
u
r
a
n

a
i
r

b
a
k
u

y
a
n
g

d
i
b
a
n
g
u
n

M
3
/
d
e
t

2
.
8
9

0
.
6
9

0
.
9
9

3
.
9
5

4
.
0
0

1
8

P
e
m
b
a
n
g
u
n
a
n

E
m
b
u
n
g
/
B
e
n
d
u
n
g

J
u
m
l
a
h

e
m
b
u
n
g
/
b
e
n
d
u
n
g

y
a
n
g

d
i
b
a
n
g
u
n

B
u
a
h

1
9

2
3

1
5

3
4

1
9

R
e
h
a
b
i
l
i
t
a
s
i

E
m
b
u
n
g
/
B
e
n
d
u
n
g

J
u
m
l
a
h

e
m
b
u
n
g
/
b
e
n
d
u
n
g

y
a
n
g

d
i
r
e
h
a
b
i
l
i
t
a
s
i

B
u
a
h

4
9

1
0

2
0

R
e
h
a
b
i
l
i
t
a
s
i

P
r
a
s
a
r
a
n
a

A
i
r

B
a
k
u

J
u
m
l
a
h

p
r
a
s
a
r
a
n
a

a
i
r

b
a
k
u

y
a
n
g

d
i
r
e
h
a
b
i
l
i
t
a
s
i

B
u
a
h

4
0

1
8

1
1

8
4

1
0

2
1

&

A
i
r

B
a
k
u

P
e
r
d
e
s
a
a
n

J
u
m
l
a
h

j
a
r
i
n
g
a
n

a
i
r

b
a
k
u

p
e
r
d
e
s
a
a
n

y
a
n
g

d
i
o
p
e
r
a
s
i
k
a
n

d
a
n

d
i
p
e
l
i
h
a
r
a

T
i
t
i
k

5
6

7
0

4
1

1
5
5

4
0

T
a
b
e
l

4
.
1
9
.
1

S
a
s
a
r
a
n

d
a
n

P
e
n
c
a
p
a
i
a
n

P
e
r
c
e
p
a
t
a
n

P
e
m
b
a
n
g
u
n
a
n

I
n
f
r
a
s
t
r
u
k
t
u
r
,

B
i
d
a
n
g

P
e
m
b
a
n
g
u
n
a
n

S
u
m
b
e
r

D
a
y
a

A
i
r
,

T
a
h
u
n

2
0
0
5
-
2
0
0
9
S
u
m
b
e
r

:

K
e
m
e
n
t
e
r
i
a
n

P
e
k
e
r
j
a
a
n

U
m
u
m
,

D
i
t
j
e
n

S
D
A
,

2
0
0
9
359
B
a
g
i
a
n

I
V
Evaluasi Lima Tahun Pelaksanaan RPJMN 2004-2009
mendorong pemerataan pembangunan, melayani kebutuhan masyarakat luas
dengan harga terjangkau baik di per kotaan mau pun per desaan, men dukung
peningkatan kesejahteraan masya rakat di wilayah pedala man dan ter pencil,
serta untuk melancarkan mobilitas distribusi barang dan jasa dan mendorong
pertumbuhan sektor-sektor ekonomi nasio nal. Oleh sebab itu, pembangunan
trans portasi diarahkan untuk meningkatkan pelayanan jasa transportasi secara
efisien, handal, berkualitas, aman, dan memiliki harga terjangkau.
Transportasi perlu dipan dang sebagai suatu sistem yang menye luruh yang
di dalam nya meliputi sistem pelayanan ter padu antarmoda, kondisi struktur
kelem bagaan dan regu lasi Peme rintah yang efisien dan kondusif, kua litas SDM,
serta mana jemen yang menyeluruh. Dalam implementasinya, pelayanan jasa
transpor tasi harus efisien, han dal, berkualitas, aman, memiliki harga terjang-
kau, dan mewujudkan sistem transportasi nasional secara intermoda dan
terpadu dengan pembangunan wilayah dan menjadi bagian dari suatu sis tem
distribusi yang mam pu memberikan pela yanan dan manfaat bagi masyarakat
luas, termasuk mening kat kan jaringan desa-kota yang memadai.
Ada pun sasaran dan pen capaian perce patan pembangunan bidang sarana dan
prasarana transportasi pada RPJMN 2004-2009 dapat dilihat pada Tabel 4.19.2
berikut.
360
B
a
g
i
a
n

I
V
MEMELIHARA MOMENTUM PERUBAHAN
Tabel 4.19.2
Sasaran dan Pencapaian
Percepatan Pembangunan
Infrastruktur, Bidang Sarana
dan Prasarana Transportasi,
Tahun 2005-2009
No Sasaran/ Program Indikator Satuan KondisiAwal2005 2006 2007 2008 2009
1 PrasaranaJalan
1.1

Terpeliharanyadanmeningkatnyadaya
dukung,kapasitas, maupundankualitas
pelayananprasaranajalanuntukdaerah
daerahyangperekonomiannya
berkembangpesat

Kondisimantap
jalan*
Persen 86,6persen 80,8persen 82,22persen 83persen 89persen

Kecepatan rata
rata
Km/jam 43,3km/jam 43,75km/jam 44,9km/jam 46km/jam 46km/jam
Jalan
perbatasandan
jalandidaerah
terisolasidan
pulaupulau
kecil
Km Pembangunanjalan
220kmdiwilayah
perbatasandan176
kmdidaerah
terpencildanpulau
pulaukecil
Pembangunanjalan
65kmdiwilayah
perbatasandan46
kmdidaerah
terpencildanpulau
pulaukecil
Pembangunan59km
jalandidaerah
perbatasandan
daerahterisolasi
sertapulauterpencil
105km
Pembangunan109
kmjalandikawasan
perbatasan,serta
120kmjalanpulau
pulauterpencil
terluar
Pembangunan110
kmjalandikawasan
perbatasan,serta69
kmjalanpulaupulau
terpencilterluar
Penerbitan
Peraturan
Pemerintah
PenerbitanPP
Nomor34Tahun
2006tentangJalan
Penerbitan
PeraturanMenteri
Teknis

PenerbitanPP
Nomor44Tahun
2009tentang
Perubahan atasPP.
Nomor15tahun
2005tentangJalan
Tol
Rehabilitasi
jalandan
jembatan
Kmdan
meter
Rehabilitasi/
pemeliharaanjalan
33.359kmdan
33.544mjembatan.
Pemeliharaan35.072
kmjalandan35.251
mjembatan.
Pemeliharaan
33.085kmjalandan
39.394mjembatan.
Pemeliharaan33.986
kmjalandan39.237
mjembatan.
Pemeliharaan
31.169kmjalandan
63.781mjembatan.
1.2 Meningkatnyaaksesibilitaswilayahyang
sedangdanbelumberkembangmelalui
dukunganpelayananprasaranajalan
yangsesuaidenganperkembangan
kebutuhantransportasibaikdalamhal
kecepatanmaupunkenyamanan
khususnyapadakoridorkoridorutamadi
masingmasingpulau,wilayahKAPET,
perdesaan,wilayahperbatasan,terpencil,
maupunpulaupulaukecil
Peningkatandan
pembangunan
panjangjalan,
jembatan,dan
jalantol
Kmdan
meter
Peningkatan/pemba
ngunan4.543km
jalandan4.780m
jembatan,dan48km
jalantol.
Peningkatan/pemba
ngunan3.945,6km
jalandan10.359m
jembatan.
Peningkatan/pemba
ngunan3.312,49km
jalandan11.270m
jembatan,jalantol
115km.
Peningkatan/pemba
ngunan3.920km
jalandan17.034m
jembatan,serta
pembebasantanah
untukjalantol.
Peningkatan/pemba
ngunan3.298km
jalandan10.072m
jembatan.
1.3 TerwujudnyapartisipasiaktifPemerintah,
BUMN,maupunswastadalam
penyelenggaraanpelayananprasarana
jalandiantaranyamerampungkan
peraturanpelaksanaanUndangundang
Nomor38Tahun2004tentangjalan
Dukunganterha
dapperubahan
Perpres
Nomor67/2005;
PermenPU
tentangTatacara,
Persyaratandan
Penetapanlaik
fungsijalan
umum;
Penerapan
kontrakberbasis
kinerja(PBC);dan
Pembentukanunit
qualityassurance
sektorjalan.
2 TransportasiDarat
2.1 LaluLintasAngkutan Jalan
2.1.1 MeningkatnyakondisiprasaranaLLAJ
terutamamenurunnyajumlah
pelanggaran lalulintasdanmuatanlebih
dijalansehinggadapatmenurunkan
kerugianekonomiyangdiakibatkannya.

RambuLalu
Lintas
Buah 3.246 10.054 13.418 18.796 8.245
RPPJ Buah 30 338 144 593 741
MarkaJalan Meter 387.716 750.700 994.651 1.860.500 1.823.006
Pagar
Pengaman Jalan
Meter 26.721 27.982 35.598 70.902 80.886
Deliniator Buah 1.400 4.000 24.360 13.564
PakuMarka Buah 1.000 10.500 8.800
Lampu
Penerangan
Jalan
Unit 40 10 0 741
2.1.2 Meningkatnyakelaikandanjumlah
saranaLLAJ.
Busbesardan
Bussedang
(Buah)
85 148 175 193 213
2.1.3 Menurunnyatingkatkecelakaan/fatalitas
kecelakaanlalulintasdijalandan
meningkatnyakualitaspelayanan
angkutan(ketertiban,keamanandan
kenyamantransportasijalan),terutama
angkutanumumdiperkotaan,perdesaan
danantarkota.
AlatPenguji
Kendaraan
bermotor
(Paket)
2paket 12paket 32paket 12paket 7paket
2.1.4 Meningkatnyaketerpaduan antarmoda
danefisiensidalammendukungmobilitas
manusia,barangdanjasa,mendukung
perwujudansistemtransportasinasional
danwilayah(lokal),sertaterciptanyapola
distribusinasional.
Pembangunan
Terminal(Paket)
2paket 1paket 9paket 8paket 7paket
2.1.5 Meningkatnyaketerjangkauanpelayanan
transportasiumumbagimasyarakatluas
diperkotaandanperdesaanserta
dukunganpelayanantransportasijalan
perintisdiwilayahterpenciluntuk
mendukungpengembanganwilayah.
SubsidiOperasi
BusPerintis
Lintas 101 111 111 130 135
2.1.6 Meningkatnyaefektivitasregulasidan
kelembagaantransportasijalan
2.1.7 Meningkatnyakesadaran masyarakat
dalamberlalulintasyangbaik,dan
penanganandampakpolusiudaraserta
pengembangan teknologisaranayang
ramah lingkungan,terutamadiwilayah
perkotaan.
Sosialisasi/
kampanye
ketertibanlalu
lintasdan
angkutan
perkotaan
Paket 1 1
2.1.8 MeningkatnyaSDMprofesionaldalam
perencanaanpembinaandan
penyelenggaraanLLAJ.
Manajemen
rekayasalalu
lintasdijalan
nasional
perkotaan
Paket 2 2 27 19 2
2.1.9 Terwujudnyapenyelenggaraanangkutan
perkotaanyangefisiendenganberbasis
masyarakatdanwilayah,andaldan
ramah lingkungansertaterjangkaubagi
masyarakat.
2.2 Perkeretaapian
2.2.1 Meningkatkankinerjapelayanan
terutamakeselamatanangkutan,melalui
penurunantingkatkecelakaan dan
fatalitasakibatkecelakaan diperlintasan
sebidangdenganjalandanpenanganan
keamananoperasipadasepanjanglintas
utamayangpadat, sertakelancaran
mobilisasiangkutanbarangdanjasa

Jumlah
Lokomotif

Unit 358 353 333


JumlahKereta
Listrik

Unit 310 322 409


JumlahKereta
Penumpang

Unit 1.171 1.226 1.190


JumlahGerbong
Barang
Unit 3.516 3.498 3.289
Jumlah
Penumpang
Juta
orang
151,49 161,29 168,21 197,77 201,84
JumlahBarang

Jutaton 17,328 17,483 16,82 19,55 18,95


361
B
a
g
i
a
n

I
V
Evaluasi Lima Tahun Pelaksanaan RPJMN 2004-2009
3 ASDP
3.1 Meningkatnyajumlahprasaranadermaga
untukmeningkatkanjumlahlintas
penyeberanganbaruyangsiapoperasi
maupunmeningkatkankapasitaslintas
penyeberanganyangpadat

Jumlahdermaga
penyeberangan
yangdibangun
Unit 47 48 60 66 13
Jumlahdermaga
danauyang
dibangun
Unit 8 11 17 5 3
3.2 Meningkatnyakalaikandanjumlah
saranaASDP.
Pengadaanbis
airdanspeed
boat
Unit 7 3
No Sasaran/ Program Indikator Satuan KondisiAwal2005 2006 2007 2008 2009
3.3 MeningkatnyakeselamatanASDP. Rambusungai
dandanau
900 401
3.4 Meningkatnyakelancarandanjumlah
penumpang,kendaraandanpenumpang
yangdiangkut,terutamameningkatnya
kelancaranperpindahanantarmodadi
dermagapenyeberangan;serta
meningkatkanpelayananangkutan
perintis.
Jumlah
penumpang
diangkut
Orang 26.501 27.829 29.527
Jumlah
kendaraan
diangkut
Ributon 25.187 25.422 25.659
3.5 Meningkatnyaperansertaswastadan
PemerintahDaerahdalampembangunan
danpengelolaanADSP,serta
meningkatnyakinerjaBUMNdibidang
ASDP
4 TransportasiLaut
4.1 Meningkatnyapangsapasararmada
pelayarannasionalbaikuntukangkutan
lautdalamnegerimaupuneksporimpor

Jumlahkargo
angkutanlaut
dalamnegeri
Jutaton 114,5(55,5persen) 135,3(61,3) 148,7(65,3) 192,8(79,4persen) 262,3(85,7persen)
Jumlahkargo
angkutanlaut
luarnegeri
Jutaton 24,6(5,0persen) 29,4(5,7persen) 31,4(5,9persen) 38,2(7,1persen) 546,4(9,0persen)
4.2 Meningkatnyakinerjadanefisiensi
pelabuhankhususnyayangditanganioleh
BadanUsahaMilikNegara(BUMN)
karenasebagianbesarmuatanekspor
impordanangkutan dalamnegeri
ditanganiolehpelabuhanyangadadi
bawahpengelolaanBUMN
Meningkatnya
pelabuhandan
Kapalyang
memenuhiISPS
Code
Unit
Fasilitas
Pelabuh
an

Unit
Kapal
212

480
220

521
231

630
243

720
PelaksananPilot
ProjectNSWdi
TanjungPriok,
Belawan,Semarang,
TanjungPerak
4.3 Selanjutnyaterlengkapinyaprasarana
SBNP(saranabantunavigasipelayaran)
danfasilitaspemeliharaannya,sehingga
SBNPyangadadapatberfungsi24jam
MenaraSuar
RambuSuar
Keandalan
Kecukupan
Unit
Unit
Persen
Persen
247Unit
1.192Unit
90
53
272Unit
1.200Unit
90
55
274Unit
1.216Unit
93
59
275Unit
1.244Unit
93
61
280Unit
1.247Unit

4.4 TerselesaikannyaujimateriilPPNomor
69tahun2001tentangKepelabuhanan
danrevisiUUNo21tahun1992tentang
Pelayarankhususnyayangberkaitan
dengankeharusanbekerjasamadengan
BUMNapabilapihakswastaingin
berinvestasipadaprasaranapelabuhan
harusdiselesaikangunamenarikpihak
swastaberinvestasipadaprasarana
pelabuhan
RevisiUU
Nomor21
tentang
Pelayaran
Paket Draft RUUPelayaran
(1paket)
Draft RUUPelayaran
(1paket)
Draft RUUPelayaran
(1paket)
TerbitnyaUUNomor
17Tahun2008
tentnagpelayaran
PP61Tahun2009
tentang
Kepelabuhanan,PP
Nomor5Tahun2010
tentang
Kenavigasian;PP
tentang
Perlindungan
LingkunganMaritim
(100%);PPtentang
Angkutan di
Perairan,
5 TransportasiUdara
5.1

Terjaminnyakeselamatan,kelancaran
dankesinambunganpelayanan
transportasiudara baikuntukangkutan
penerbangandomestikdaninternasional,
maupunperintis

Direhabilitasinya
fasilitas
landasan
M
2
Rehabilitasilandasan
648.341m
2

Rehabilitasi
landasan745.920m
2

Rehabilitasi
landasan330.752m
2

Rehabilitasi
landasan412.721m
2

Rehabilitasi
landasan182.927m
2

Direhabilitasinya
fasilitas
bangunan
M
2
Rehabilitasifasilitas
bangunan7.823m
2

Rehabilitasifasilitas
bangunan29.579m
2

Rehabilitasifasilitas
bangunan11.708m
2

Rehabilitasifasilitas
bangunan8.263m
2

Rehabilitasifasilitas
bangunan613m
2

Direhabilitasinya
fasilitasterminal
M
2
Rehabilitasifasilitas
terminal37.450m
2

Rehabilitasifasilitas
terminal58.062m
2

Rehabilitasifasilitas
terminal2.253m
2

Rehabilitasifasilitas
terminal58.724m
2

Rehabilitasifasilitas
bangunan16.179m
2

Dibangunnya
landasanpacu
M
2
431.179m
2
1.281.022m
2
2.583.926m
2
2.374.271m
2
78.397m
2
Dibangunnya
terminal
penumpang
M
2
1.811m
2
6.562m
2
2.253m
2
9.667m
2
6.933m
2
Dibangunnya
apron
M
2
32.741m
2
29.579m
2
419.775m
2
262m
2
Pengadaan
Sistemnavigasi
udara
Paket 1paket 149.144m2
Terselenggarany
apelayanan
angkutan
perintis
penerbangan
Provinsi 1paket 1paket 99rute/14Provinsi
5.2 Terciptanyapersaingan usahadidunia
industripenerbanganyangwajar
sehinggatidakadapelakubisnisdibidang
angkutanudarayangmemilikimonopoli

6 ProgramPembangunanPendukungTransportasi
6.1 TerselesaikannyarevisiUndangUndang
SektorTransportasi(UUNomor14tahun
1992tentangLLAJ,UUNomor13tahun
1992tentangPerkeretaapian,UUNomor
21tentangPelayaran,UUNomor15
tahun1992tentangPenerbangan)serta
peraturanpelaksanannya.

RevisiUU
Nomor14tahun
1992tentang
LLAJ
Paket DraftRUUtentang
LLAJ(1paket)
DraftRUUtentang
LLAJ(1paket)
DraftRUUtentang
LLAJ(1paket)
100persen
RevisiUU
Nomor13tahun
1992tentang
Perkeretaapian
Paket DraftRUUtentang
Perkeretaapian (1
paket)
DraftRUUtentang
Perkeretaapian(1
paket)
UUNomor23tahun
2007tentang
Perkeretaapian
(100persen)
DraftPeraturan
PelaksanaanUU
Nomor23Tahun
2007
100persen

RevisiUU
Nomor21
tentang
Pelayaran
Paket DraftRUUPelayaran
(1paket)
DraftRUUPelayaran
(1paket)
DraftRUUPelayaran
(1paket)
100persen PPtentangKepela
buhanan(100%),PP
tentangPerlin
dunganMaritim(100
%);PPtentang
AngkutandiPerairan
RevisiUU
Nomor15tahun
1992tentang
Penerbangan
Paket DraftRUUtentang
Penerbangan(1
paket)
DraftRUUtentang
Penerbangan (1
paket)
DraftRUUtentang
Penerbangan(1
paket)
100persen
Catatan:
Data tahun 2009 masih berupa perkiraan/target;
*) Data publikasi resmi belum tersedia;
**) Data tidak tersedia
362
B
a
g
i
a
n

I
V
MEMELIHARA MOMENTUM PERUBAHAN
2.1.3 Energi dan Ketenagalistrikan
Gambaran pencapaian pembangunan sub bidang energi ditunjukkan dengan
meningkatnya pasokan energi primer maupun konsumsi energi final (Tabel
4.19.3). Pasokan energi primer pada tahun 2008 sumbangan terbesar dari minyak
bumi sebesar 455.612 BOE, yang diikuti oleh batubara sebesar 322.933 BOE,
biomass sebesar 277.962 BOE, dan gas bumi sebesar 193.352 BOE. Sedangkan
konsumsi energi final pada tahun 2008 terbesar adalah sektor industri sebesar
360.688 ribu BOE, sektor rumah tangga sebesar 317.033 ribu BOE, dan sektor
transportasi 191.257 ribu BOE.
Catatan: *) Data sementara.
Dengan semakin terbatasnya sumber energi fosil, dilakukan upaya diversifi kasi
penyediaan dan pemanfaatan energi terutama pengembangan dan pemanfaatan
energi alternatif agar bauran energi (energy mix) menjadi lebih optimal. Hal
tersebut juga sejalan dengan upaya pengurangan dampak perubahan iklim
(climate change) sehingga harus segera memanfaatkan energi alternatif yaitu
energi baru terbarukan (EBT) secara bertahap dan berorientasi pasar.
Catatan: *) Data sementara.
Adapun gambaran pencapaian pembangunan sub bidang ketenagalistrikan
terlihat dari penambahan kapasitas pembangkit listrik, peningkatan rasio
elektrifikasi, dan rasio elektrifikasi desa sebagaimana Tabel 4.19.5 berikut.
Kapasitas pembangkit listrik diperkirakan meningkat dari sekitar 27.600 MW di
tahun 2005 menjadi sekitar 33.430 MW atau naik sebesar 5.830 MW pada tahun
2009. Dari sisi jangkauan pelayanan ketenagalistrikan, jumlah rumah tangga
berlistrik pada tahun 2005 sekitar 32.175 KK (54,8 persen) diperkirakan meningkat
menjadi 36.714 KK (64,9 persen) pada tahun 2009. Demikian juga dengan
desa berlistrik, pada tahun 2005 yang telah mencapai 55.213 desa (90 persen)
diperkirakan meningkat menjadi 66.520 desa pada tahun 2009 (96,8 persen).
Tabel 4.19.3
Sasaran dan Pencapaian
Percepatan Pembangunan
Infrastruktur, Bidang
Peningkatan Kapasitas,
Kualitas, dan Jangkauan
Pelayanan Energi, Tahun
2005-2009
Sumber:
Pusdatin Kementerian ESDM.
No Sasaran/Program Indikator Satuan
KondisiAwal
2004Tahun
2005
Pencapaian
2006 2007 2008 2009
PermintaanEnergiTotal Demand Persen 7,1 7,1 7,1 7,1 7,1
1 SupplyEnergiPrimer BOE Ribu 915.091 961.338 1.251.716 1.292.000 1.400.000*
2 KonsumsiEnergi(Final) BOE Ribu 839.567 853.804 946.849 1.033.000 1.100.000*

Uraian Satuan 2004 2005 2006 2007 2008 2009
PanasBumi KW 807.000 852.000 852.000 982.000 1.052.000 1.179.000
PLTS KW 1.162 3.242 5.373 7.477 11.349
PLTB KW 80 240 976 1.177 2.354
PLTMH&Pikohidro KW 314 1.028 1.297 3.206 4.544
PLTSHybrid&Angin KW 252
TOTAL KW 807.000 854.086 856.510 989.646 1.063.8660 1.197.499
Tabel 4.19.4
Perkembangan Kapasitas
Terpasang Pembangkit Listrik
Alternatif
Sumber:
Renstra Kementerian ESDM,
2009.
363
B
a
g
i
a
n

I
V
Evaluasi Lima Tahun Pelaksanaan RPJMN 2004-2009
Catatan: *) Data sementara.
2.1.4 Pos dan Telematika
Hasil evaluasi pelaksanaan pembangunan pos dan telematika menunjukkan
bahwa sebagian besar tingkat pencapaian sasaran RPJMN 2004-2009 masih
rendah (di bawah 100 persen), kecuali penyediaan fasilitas telekomunikasi
sambungan tetap dan bergerak yang jauh melebihi target. Tingkat pencapaian
akses internet dan peningkatan e-literasi adalah yang paling rendah.

Tabel 4.19.5
Sasaran dan Pencapaian
Percepatan Pembangunan
Infrastruktur, Bidang
Peningkatan Kapasitas,
Kualitas, dan Jangkauan
Pelayanan Ketenagalistrikan,
Tahun 2005-2009
Sumber:
Pusdatin Kementerian ESDM,
Renstra Kementerian ESDM.

No Sasaran/Program Indikator Satuan 2004/2005
Pencapaian
2006 2007 2008 2009
1 Penambahan
kapasitaspembangkit
TambahanKapasitas
(KapasitasKumulatif))
MW 27.600 111
(28.422)
1.121
(29.562)
2.698*
(30.298)
5.830*
(33.430)
2 RasioElektrifikasi Rasio(JumlahKK
berlistrik)
Persen
RibuKK
54,8
(32.175)
63
(33.118)
64,3
(34.437)
65,0
(35.630)
65,8*
(36.714)
3 RasioDesaBerlistrik Rasio
(JumlahDesa)
Persen 90,0
(55.213)
91
(65.323)
91,92
(65.776)
92,29
(66.039)
96,8*
(66.520)
93
114
321
56
35
67
97
80
0 50 100 150 200 250 300 350
Revitalisasi pelayanan pos
Teledensitas sambungan tetap
Teledensitas sambungan bergerak
Telekomunikasi perdesaan
Akses internet Community Access Point
Tingkat e-literasi
Jangkauan TVRI
Jangkauan RRI
Migrasi penyiaran analog ke digital
2009
Gambar 4.19.1
Pencapaian Sasaran RPJMN
2004-2009
Bidang Pos dan Telematika
364
B
a
g
i
a
n

I
V
MEMELIHARA MOMENTUM PERUBAHAN
2.1.5 Perumahan dan Permukiman
Selama periode RPJMN 20042009, pembangunan perumahan dan permukiman
dilaksanakan melalui enam program, yakni: Program Pengembangan Perumahan,
Program Pemberdayaan Komunitas Perumahan, Program Pengembangan
Kinerja Pengelolaan Air Minum dan Air Limbah, Program Peningkatan Kinerja
Pengelolaan Persampahan dan Drainase, Program Pemberdayaan Masyarakat
(untuk pembangunan air minum, air limbah, persampahan dan drainase), serta
Program Pengembangan Kelembagaan (untuk pembangunan air minum, air
limbah, persampahan dan drainase). Dari berbagai program dan kegiatan yang
dilakukan selama masa kerja periode tahun 20052009, terdapat beberapa
kegiatan yang dapat dicapai maupun yang belum dapat memenuhi kuantitas
sasarannya. Kinerja pencapaian program dan kegiatan pembangunan perumahan
dan permukiman dapat dilihat pada Tabel 4.19.7 berikut.

No Sasaran/Program Indikator Satuan
Pencapaian
2005 2006 2007 2008 2009
1 Teledensitas
sambungantetap
Teledensitas Persen 6,17 6,68 8,69 13,34 14,88
2 Teledensitas
sambungan
bergerak
Teledensitas Persen 21,44 28,73 41,52 61,72 64,12
3 DesaUSOyang
terjangkaufasilitas
telekomunikasi
Desayang
mempunyai
fasilitas
telekomunika
si
Desa 0 0 0 0 24.051
4 Jangkauansiaran
TVRIterhadap
populasi
Jangkauan
TVRI
Persen 30 33 34 36,4 59
5 Jangkauansiaran
RRIterhadap
populasi
Jangkauan
RRI
Persen 83 83 83 83 83
Tabel 4.19.6
Sasaran dan Pencapaian
Percepatan Pembangunan
Infrastruktur,
Bidang Infrastruktur
Pelayanan Pos dan Telematika,
Tahun 2005-2009
Sumber:
Renstra Kementerian Kominfo,
Tahun 2010.
365
B
a
g
i
a
n

I
V
Evaluasi Lima Tahun Pelaksanaan RPJMN 2004-2009
Tabel 4.19.7
Sasaran dan Pencapaian
Percepatan Pembangunan
Infrastruktur, Bidang
Pembangunan Perumahan
dan Permukiman, Tahun 2005-
2009

No
Program/Kegiatan
Prioritas
Satuan Target
Pencapaian
Persen
2005 2006 2007 2008 2009 Jumlah
1
Rumah Baru Layak
Huni
Unit 1.265.000 159.768 282.408 308.872 328.493 161.577 1.241.118 98,11
a. RsH Bersubsidi Unit 63.713 77.663 103.221 122.901 119.638 487.136
b.
RsH dan RS Non-
Subsidi
Unit 81.565 111.240 120.700 144.701 39.362 497.568
c. Rumah Khusus Unit - 539 518 480 2.577 4.114
d.
Rumah Pasca
Bencana
Unit 14.490 92.966 84.433 60.342 - 252.231
2
Rumah Susun
Sederhana
Unit 85.000 4.762 6.448 8.265 12.076 12.874 44.425 52,26
Tower - 50 67 86 105 104 412 -
a. Rusunawa Unit 60.000 4.762 6.448 8.265 9.443 8.791 37.709 62,85
Tower - 50 67 86 98 99 400 -
b.
Rusunami dengan
Peran Swasta
Unit 25.000 - - - 2.633 4.083 6.716 26,86
Tower - - - - 7 5 12 -
3 Perumahan Swadaya Unit 3.600.000 26.965 219.812 794.168 1.401.795
1.216.297
3.659.037 101,64
a.
Peningkatan
Kualitas
Unit 2.092.800 16.840 27.729 55.908 1.189.012 698.711 1.988.200 95,00
b.
Pembangunan
Baru
Unit 1.507.200 10.125 192.083 738.260 212.783 517.586 1.670.837 110,86
4 Penataan Kawasan Kawasan - 1 9 16 13 9 48 -
Hektar 10.700 650 2.327 2.723 1.669 813 8.182 76,47
5 Pembangunan Infrastruktur Permukiman Perdesaan
a.
Pengembangan
Kawasan
Agropolitan
Kawasan 347 89 56 48 78 60 331 95,39
b.
Pengembangan
Prasarana Sarana
Perdesaan
(DPP/KTP2D)
Kawasan 584 119 161 157 225 47 709 121,40
c.
Dukungan
Infrastruktur
Perdesaan
Desa 29.274 12.834 1.840 2.289 2.060 3.624 22.647 77,36
6 Peningkatan Kualitas Permukiman Kawasan Kumuh dan Nelayan
a.
Penanggulangan
Kemiskinan di
Perkotaan (P2KP-
PNPM)
Kelurahan 40.648 4.680 7.277 8.991 10.001 11.039 41.988 103,30
b.
Penataan dan
Perbaikan
Lingkungan
Permukiman
(NUSSP)
Kelurahan 841 94 335 410 311 164 802 95,36
Hektar 2.436 493,97 2.212,58 2.690,48 1.537,99 637,54 6.833,02 280,50
Jiwa 465.335 28.355 350.240 376.237 332.330 61.529 783.123 168,29
c.
Pembangunan
Rumah Susun
Sederhana Sewa
(Rusunawa)
Unit 30.000 2.084 2.200 4.592 4.433 5.539 18.848 62,83
d.
Penataan
Bangunan dan
Lingkungan (PBL)
Kelurahan 763 143 155 124 144 255 821 107,60
7 Pengembangan Kawasan Perumahan dan Permukiman bagi Masyarakat Berpenghasilan Rendah
a.
Dukungan
Kawasan
Perumahan
PNS/TNI-
Polri/Pekerja
Unit 567.569 71.095 108.123 156.400 124.610 140.050 600.278 105,76
b.
Penyediaan
Infrastruktur
Permukiman di
Kawasan
Kawasan - 41 62 53 47 1 204 -

Terpencil/Pulau
Kecil/Terluar
Provinsi 11 20 28 28 29 1 29 263,64
c.
Penyediaan
Infrastruktur
Permukiman di
Kawasan
Perbatasan
Kawasan 92 10 47 44 36 44 181 196,74
8 Fasilitasi Pengembangan Infrastruktur Permukiman Kota
a.
Prasarana dan
Sarana Air
Minum
liter per dek 39.879 5.518 5.597 10.202 6.071 6.320 33.707 84,52
Jiwa 26.800.000
3.228.071 3.336.160
2.309.920 1.702.130
4.324.690
14.900.972 55,60
b.
Pengelolaan Air
Limbah
Kab/Kota 388 46 84 81 92 106 409 105,41
KK 1.000.000 221.067 615.894 277.261 324.328 281.311 1.719.861 171,99
c.
Pengelolaan
Persampahan
Kab/Kota 480 100 109 82 94 133 518 107,92
Jiwa - 1.704.181
2.415.323
2.608.432 4.750.239
7.543.756
19.021.931 -
d. Drainase Hektar 7.282 1.240 2.611 832 75 2.678 7.436 102,12
e.
Penataan dan
Revitalisasi
Kawasan
Perkotaan
Kawasan 266 29 60 63 30 42 224 84,21
9 Penanggulangan Dampak Konik Sosial dan Bencana Alam
a.
Penanganan
Tsunami di Aceh
Unit 5.500 - 3.000 1.500 3.503 - 8.003 145,51
Jiwa 27.000 - 15.000 7.500 17.515 - 40.015 148,20
b.
Rehabilitasi dan
Rekonstruksi
Unit (APBN) 24.800 - 237.655 375.868 - - 613.523
2.473,88
Jiwa 124.500 - 950.620 1.503.472 - - 2.454.092
1.971,16

Unit
(non-APBN)
- - 6.480 5.243 9.910 - 21.633 -
Jiwa - - 25.920 20.972 39.640 - 86.532 -
10 Pembinaan Teknis Bangunan Gedung, Penataan Bangunan dan Lingkungan
a.
Pembinaan
Teknis Bangunan
Gedung,
Penataan
Bangunan
Pendampingan 304 31 33 102 66 128 360 118,42
dan Lingkungan Pedoman 176 71 27 55 4 52 209 118,75
Sumber:
Kementerian Perumahan
Rakyat, Tahun 2009
366
B
a
g
i
a
n

I
V
MEMELIHARA MOMENTUM PERUBAHAN
2.1.6 Kerjasama Pemerintah dan Swasta
Dalam periode RPJMN 20042009 beberapa peraturan perundang-undangan
berhasil diterbitkan Pemerintah. Berikut regulasi yang terkait dengan upaya
percepatan penyediaan infrastruktur melalui Kerjasama Pemerintah dan Swasta
(KPS).
Pertama, Proses Kerjasama Pemerintah dan Swasta. Peraturan Presiden
Republik Indonesia Nomor 67 Tahun 2005 tentang Kerjasama Pemerintah dengan
Badan Usaha dalam Penyediaan Infrastruktur; Peraturan Menteri Koordinator
Bidang Perekonomian selaku Ketua Komite Kebijakan Percepatan Penyediaan
Infrastruktur Nomor PER-03/M.Ekon/06 Tahun 2006 tentang Tata Cara dan
Kriteria Penyusunan Daftar Prioritas Proyek Infrastruktur Kerjasama Pemerintah
dan Badan Usaha; Peraturan Menteri Koordinator Bidang Perekonomian selaku
Ketua Komite Kebijakan Percepatan Penyediaan Infrastruktur Nomor PER-04/M.
Ekon/06 Tahun 2006 tentang Tata Cara Evaluasi Proyek Pemerintah dengan
Badan Usaha dalam Penyediaan Infrastruktur yang Membutuhkan Dukungan
Pemerintah; Peraturan Menteri Negara Perencanaan Pembangunan Nasional/
Kepala Badan Perencanaan Pembangunan Nasional Nomor 3 Tahun 2009
tentang Tata Cara Penyusunan Daftar Rencana Proyek Kerjasama Pemerintah
dengan Badan Usaha dalam Penyediaan Infrastruktur.
Kedua, Pengelolaan Resiko. Peraturan Menteri Keuangan Republik Indonesia
Nomor 38/PMK.01 Tahun 2006 tentang Petunjuk Pelaksanaan Pengendalian dan
Pengelolaan Resiko atas Penyediaan Infrastruktur.
Ketiga, Pengadaan Tanah. Peraturan Presiden Republik Indonesia Nomor 36
Tahun 2005 tentang Pengadaan Tanah bagi Pelaksanaan Pembangunan untuk
Kepentingan Umum; Peraturan Presiden Republik Indonesia Nomor 65 tahun
2006 tentang Perubahan atas Peraturan Presiden Nomor 36 Tahun 2005 tentang
Pengadaan Tanah bagi Pelaksanaan Pembangunan untuk Kepentingan Umum;
Peraturan Kepala Badan Pertanahan Nasional Republik Indonesia Nomor 3
Tahun 2007 tentang Ketentuan Pelaksanaan Peraturan Presiden Nomor 36
Tahun 2005 sebagaimana telah diubah dengan Peraturan Presiden Nomor 65
Tahun 2006 tentang Perubahan atas Peraturan Presiden Nomor 36 Tahun 2005
ten tang Pengadaan Tanah bagi
Pelaksanaan Pem bangunan
untuk Kepentingan Umum.
Keempat, Organisasi KKPPI.
Peraturan Presiden Republik
Indonesia Nomor 42 Tahun
2005 ten tang Komite Kebijakan
Percepatan Penyediaan Infra-
struktur; Peraturan Men teri
Koordinator Bidang Pereko-
nomian selaku Ketua Komite
Kebijakan Percepatan Penye-
diaan Infrastruktur Nomor
Per-01/M.Ekon/05 Tahun
2006 tentang Organisasi dan
367
B
a
g
i
a
n

I
V
Evaluasi Lima Tahun Pelaksanaan RPJMN 2004-2009
Tata Kerja Komite Kebijakan Per cepatan
Penyediaan Infrastruktur.
Kelima, Otonomi Daerah. Peraturan
Pemerintah Republik Indonesia Nomor
50 Tahun 2007 tentang Tata Cara
Pelaksanaan Kerjasama Daerah; Lampiran
Peraturan Pemerintah Republik Indonesia
Nomor 38 Tahun 2007 tentang Pembagian
Urusan Pemerintahan antara Pemerintah,
Pemerintahan Daerah Provinsi, dan
Pemerintahan Daerah Kabupaten/Kota;
Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor
22 Tahun 2009 tentang Petunjuk Teknis
Tata Cara Kerjasama Daerah; Peraturan
Pemerintah Nomor 6 Nomor 2006 tentang
Pengelolaan Barang Milik Negara/Daerah.
Keenam, Undang Undang (UU) Sektor.
UU Nomor 23 Tahun 2007 tentang Perkeretaapian; UU Nomor 17 Tahun 2008
tentang Pelayaran; UU Nomor 18 Tahun 2008 tentang Pengelolaan Sampah; UU
Nomor 1 Tahun 2009 tentang Penerbangan; UU Nomor 30 Tahun 2009 tentang
Ketenagalistrikan; PP Nomor 15 Tahun 2005 tentang Jalan Tol; PP Nomor 16
Tahun 2005 tentang Pengembangan Sistem Penyediaan Air Minum.
Ketujuh, Investasi Pemerintah. PP Nomor 1 Tahun 2008 tentang Investasi
Pemerintah. PP ini bermaksud memperluas investasi Pemerintah khususnya
dalam bentuk investasi langsung di bidang infrastruktur dan bidang lainnya,
serta memberikan peluang kerjasama dalam berinvestasi. Kehadiran PP ini juga
untuk menyempurnakan Peraturan Pemerintah Nomor 8 Tahun 2007 tentang
Investasi Pemerintah.
2.2 Evaluasi Pencapaian
2.2.1 Sumber Daya Air
Pembangunan sumber daya air sepanjang tahun 20052009 dilaksanakan
melalui lima program, yaitu: (a) Program Pengembangan, Pengelolaan dan
Konservasi Sungai, Danau, dan Sumber Air Lainnya; (b) Program Pengembangan
dan Pengelolaan Jaringan Irigasi, Rawa dan Jaringan Pengairan Lainnya; (c)
Program Pengelolaan dan Penyediaan Air Baku; (d) Program Pengendalian
Banjir dan Pengamanan Pantai; dan (e) Program Penataan Kelembagaan dan
Ketatalaksanaan. Secara umum, pencapaian pelaksanaan pembangunan
sumber daya air sepanjang tahun 2005-2009 pada masing-masing program
telah memenuhi hampir keseluruhan target yang ditetapkan. Pencapaian
beberapa kegiatan bahkan dapat sesuai/melebihi target yang direncanakan
sebelumnya seperti pencapaian pelaksanaan pembangunan waduk dan embung
pada Program Pengembangan, Pengelolaan dan Konservasi Sungai, Danau,
dan Sumber Air Lainnya, peningkatan/rehabilitasi jaringan rawa pada Program
Pengembangan dan Pengelolaan Jaringan Irigasi, Rawa dan Jaringan Pengairan
Lainnya dan pembangunan saluran air baku pada Program Pengelolaan dan
Penyediaan Air Baku. Meskipun demikian masih terdapat beberapa kegiatan yang
368
B
a
g
i
a
n

I
V
MEMELIHARA MOMENTUM PERUBAHAN
belum dapat diselesaikan sesuai target yang direncanakan. Beberapa kegiatan
tersebut antara lain operasi dan pemeliharaan jaringan irigasi air tanah pada
Program Pengembangan dan Pengelolaan Jaringan Irigasi, Rawa dan Jaringan
Pengairan Lainnya, pembangunan dan rehabilitasi embung/bendung pada
Program Pengelolaan dan Penyediaan Air Baku, dan operasi dan pemeliharaan
sungai pada Program Pengendalian Banjir dan Pengamanan Pantai.
Permasalahan yang dihadapi dalam pencapaian sasaran pembangunan sumber
daya air terutama disebabkan oleh adanya fenomena perubahan iklim global
yang mengakibatkan terjadinya bencana alam seperti banjir dalam intensitas
yang tinggi. Kejadian tersebut memberikan dampak pada bertambahnya beban
ekstra di luar target renstra akibat rusaknya sarana dan prasarana sumber daya
air sehingga memerlukan rehabilitasi secepatnya agar fungsinya dapat kembali
berjalan dengan baik. Dengan demikian tidak sepenuhnya sasaran-sasaran yang
telah ditetapkan dapat dicapai.
Selain itu beberapa permasalahan yang juga dihadapi antara lain: (1) belum
sepenuhnya tersedia peraturan perundang-undangan sebagai implementasi dari
Undang-Undang Nomor 7 tahun 2004 tentang Sumber Daya Air; (2) perkembangan
kelembagaan pengelolaan sumber daya air yang masih terus berlanjut; (3) belum
terpenuhinya syarat-syarat yang diperlukan dalam proses pembangunan seperti
FS, detail design, AMDAL, serta LARAP; (4) berlarut-larutnya proses pembebasan
lahan yang berakibat terhambatnya pelaksanaan konstruksi pada pembangunan
yang membutuhkan pembebasan lahan; dan (5) bertambahnya beban ekstra
untuk kegiatan rehabilitasi akibat bencana alam, dan (6) terkait dengan aspek
kelembagaan, dijumpai belum efektifnya koordinasi pengelolaan sumber daya air.
2.2.2 Transportasi
Pencapaian pembangunan infrastruktur transportasi sepanjang tahun 2005
2009, adalah sebagai berikut:
(1) Pembangunan Prasarana Jalan
Beberapa kemajuan telah berhasil dicapai pada tahun 2009 dalam pembangunan
transportasi jalan, yaitu: pemeliharaan jalan nasional sepanjang 136.127 km,
pemeliharaan jembatan sepanjang 161.054 m, peningkatan kapasitas dan
369
B
a
g
i
a
n

I
V
Evaluasi Lima Tahun Pelaksanaan RPJMN 2004-2009
struktur jalan nasional sepanjang 15.702 km dan jembatan sepanjang 45.231 m
terutama pada lintas Timur Sumatera, Pantura Jawa, lintas Selatan Kalimantan,
lintas Barat Sulawesi dan lintas-lintas lainnya, pembangunan jalan di kawasan
perbatasan hingga mencapai 670,2 km, pembangunan jalan di pulau terpencil/
terdepan hingga mencapai 571,8 km, pembangunan Jembatan Suramadu,
serta pengadaan lahan untuk pembangunan jalan tol. Upaya tersebut telah
meningkatkan kinerja transportasi jalan yang ditunjukkan dengan bertambahnya
kapasitas jaringan jalan nasional lajur km dari 73.620 pada tahun 2004 menjadi
82.189 lajur km pada akhir tahun 2008 dengan kondisi jalan mantap mencapai
83,23 persen, rusak ringan 4618 km (13,34 persen), dan rusak berat 1.190 km
(3,44 persen) dan kecepatan rata-rata 46 km/jam. Sedangkan, total panjang jalan
tol yang telah beroperasi 693,27 km yang terdiri dari 22 ruas.
(2) Pembangunan Lalu Lintas Angkutan Jalan
Pembangunan sarana lalu lintas angkutan jalan yang telah dicapai pada
tahun 2009, berupa: (a) pengadaan fasilitas keselamatan, seperti marka jalan
sepanjang 2.829.555 m dan pagar pengaman jalan 118.424 m; (b) pengadaan
bus ukuran sedang dan besar untuk Bus Rapid Transit (BRT) mencapai 40 unit,
pengadaan 78 unit bus perintis, 60 unit bus sedang non AC, 45 unit bus sedang
AC dan 30 unit bus besar untuk angkutan perintis, kota/pelajar/mahasiswa,
serta pelayanan subsidi bus perintis untuk 111 trayek/lintasan perintis pada 21
provinsi; dan (c) pembangunan baru dan lanjutan pembangunan terminal di
tujuh lokasi: terminal Batas Antar-Negara Sei. Ambawang-Pontianak (lanjutan),
Gambar 4.19.2
Pencapaian Kondisi Jalan
Tahun 2005-2008 dan Target
2009
Sumber:
Kementerian Pekerjaan
Umum, 2009.
Lajur-Km
2005 2006
74.9
65.0
70.0
75.0
80.0
R
i
b
u
85.0
76.6 78.8 82.2 85.0
2007 2008 2009
Gambar 4.19.3
Pencapaian Lajur Km Tahun
2005-2008 dan Target 2009
Sumber:
Kementerian Pekerjaan
Umum, 2009.
370
B
a
g
i
a
n

I
V
MEMELIHARA MOMENTUM PERUBAHAN
terminal Matoain (NTT), terminal Kuningan (Jawa Barat), terminal Wonosari
(DIY), terminal Palangkaraya (Kalteng), terminal Badung (Bali), terminal Aceh
Timur (NAD), serta lanjutan rehabilitasi terminal di Provinsi Maluku dalam
rangka pelaksanaan Inpres Nomor 6 tahun 2003 tentang Percepatan Pemulihan
Pembangunan Provinsi Maluku dan Provinsi Maluku Utara Pascakonflik.
(3) Pembangunan Angkutan Sungai, Danau, dan Penyeberangan
Pembangunan Angkutan Sungai, Danau, dan Penyeberangan (ASDP) diperlukan
sebagai sarana meningkatkan kese jahteraan masyarakat, memberikan
aksesibilitas yang lebih baik sehingga dapat mengakomodasi peningkatan
kebutuhan mobilitas penduduk me lalui jaringan transportasi darat yang terputus
di perairan antarpulau, se pan jang daerah aliran sungai dan danau, serta melayani
transportasi yang menjangkau daerah
terpencil dan daerah pedalaman.
ASDP mengemban misi mening-
katkan kesejahteraan masya rakat luas
secara adil melalui upaya angkutan
keperintisan, teru tama masyarakat di
daerah-daerah terbe la kang/terisolasi,
melalui penyediaan angkutan perintis.
Pencapaian pembangunan transportasi
sungai, danau, dan penyeberangan
tahun 2009, antara lain: (a) pengadaan
rambu penyeberangan sebanyak
29 buah, rambu sungai dan danau
mencapai 2.530 buah; (b) pengerukan
alur kolam pelabuhan 2.225.000
m3; (c) pembangunan dermaga
penyeberangan sebanyak 151 unit
(baru dan lanjutan), dan pembangunan
dermaga danau 36 unit (baru dan
lanjutan); (d) pembangunan kapal penyeberangan perintis 30 unit (baru dan
lanjutan), pembangunan bus air 28 unit, dan speed boat sepuluh unit; dan (e)
pengoperasian kapal penyeberangan perintis pada 76 lintas dalam provinsi dan
delapan lintas antarprovinsi.
Adapun sasaran pembangunan ASDP tahun 20102014 adalah: (a) meningkatnya
keselamatan ASDP dan kelaikan serta jumlah sarana ASDP; (b) meningkatnya
jumlah prasarana dermaga untuk menambah jumlah lintas penyeberangan
baru yang siap operasi maupun menambah kapasitas lintas penyeberangan
yang padat; (c) meningkatnya pelayanan angkutan perintis; (d) meningkatnya
kelancaran operasi angkutan penyeberangan; serta (e) meningkatnya peran serta
swasta dan Pemerintah Daerah dalam pembangunan dan pengelolaan ASDP.
(4) Pembangunan Perkeretaapian
Secara umum kendala perkeretaapian sebagai suatu industri jasa angkutan yang
mandiri sulit dapat berkembang secara komersial ataupun menguntungkan.
Perkeretaapian harus didukung oleh berbagai sistem dan fasilitas pendukung
371
B
a
g
i
a
n

I
V
Evaluasi Lima Tahun Pelaksanaan RPJMN 2004-2009
lainnya, seperti keterpaduan jaringan pelayanan transportasi antarmoda
dengan feeder service-nya, agar pelayanan secara door to door service dapat
ditingkatkan, bisnis properti dan fasilitas stasiun yang aman, nyaman, mudah dan
terjangkau, sistem pelayanan terpadu antarmoda, kondisi struktur kelembagaan
dan regulasi Pemerintah yang efisien dan kondusif, dukungan industri teknologi
perkeretaapian yang murah dan tepat guna, kualitas SDM serta manajemen
yang profesional dan berorientasi pada kepuasan pelanggan. Selain itu,
perkeretaapian pada umumnya masih memiliki fungsi untuk pelayanan umum,
serta berbagai penugasan dari pemerintah (public service obligation) dengan
kompensasi berupa subsidi yang disediakan oleh Pemerintah.
Keterpaduan pelayanan antarmoda secara door to door di bidang perkeretaapian
masih sangat terbatas. Sampai saat ini, belum ada program yang jelas dari
pelaku usaha perkeretaapian untuk memanfaatkan peluang bisnis angkutan
barang terutama angkutan peti kemas. Selain pada lintas angkutan batubara di
Sumatera Selatan yang telah melaksanakan sistem pelayanan antarmoda, hanya
Bandung dan Solo yang sudah memiliki fasilitas dry port yang dilengkapi dengan
track siding, itu pun masih dalam skala kecil dan terbatas. Di tempat lain, seperti
jalur utama lintas Jawa, tidak memiliki fasilitas terminal barang, apalagi jaringan
rel yang menuju pusat-pusat industri dan menuju ke pelabuhan sampai sekarang
belum dikembangkan atau tidak dimanfaatkan secara baik.
Peran Pemerintah masih sangat dominan dalam pengembangan kereta
api nasional, baik dalam aspek pendanaan dan investasi, regulasi, serta
pengembangannya. Dengan keterbatasan pendanaan, SDM dan kelembagaan
di bidang perkeretaapian, kondisi fisik sarana dan prasarana kereta api saat ini
masih banyak mengalami backlog pemeliharaan yang berlangsung secara terus
menerus, baik karena perencanaan, pengoperasian, dan dukungan pendanaan
yang masih terbatas. Di masa mendatang, diperlukan redefinisi tentang sistem
pelayanan publik, peran Pemerintah sebagai regulator, peran owner, dan
operator di bidang perkeretaapian.
Perkeretaapian nasional mengalami
kejenuhan di setiap aspek, seperti
manajemen, struktur kelembagaan,
kapasitas lintas, kondisi sarana
(lokomotif dan gerbong), kondisi rel
yang sudah tua dan aus, kekurangan
investasi dan dana pemeliharaan,
citra pelayanan kepada konsumen
dan masyarakat, kekakuan investasi
karena sifat natural monopoly,
masalah regulasi kelembagaan
dan struktur pasarnya. Prasarana
jalan rel KA di Jawa 4.184 km dan
Sumatera 1.640 km, sedangkan
kondisi rel yang masih menggunakan
rel tipe kecil (R-25 dan R-33/34) yang
berumur lebih dari 70 tahun adalah
sepanjang 465 km di Jawa dan 787
km di Sumatera.
372
B
a
g
i
a
n

I
V
MEMELIHARA MOMENTUM PERUBAHAN
Hasil yang dicapai dalam penyediaan transportasi perkeretaapian pada tahun
2009 adalah: (a) peningkatan jalan rel sepanjang 1.849,62 km dan pembangunan
jalur KA baru sepanjang 244,80 km, antara lain di NAD, lintas Simpang-Indralaya
(Kampus Unsri), partial double track lintas Tulungbuyut-Blambangan Umpu, jalur
ganda Tanah Abang-Serpong, jalur ganda lintas Cikampek-Cirebon, Yogyakarta-
Kutoarjo, Tegal-Pekalongan, dan lintas Cirebon-Kroya; (b) peningkatan jembatan
KA 161 unit; (c) modernisasi dan peningkatan persinyalan, telekomunikasi dan
listrik (sintelis) 96 paket; (d) pengadaan rel mencapai 142.311 ton; (e) pengadaan
wesel 100 unit; (f) rehabilitasi jalan KA lintas Bogor-Sukabumi sepanjang 57
km; (g) pembangunan Depo Depok; (h) engineering service MRT Jakarta; (i)
pembangunan double double track Manggarai-Cikarang; (j) pengadaan kereta
kelas ekonomi (K3) 168 unit, KRD/KRDI 46 unit, KRL 108 unit, kereta kedinasan
2 unit, railbus (tahap 1) tiga unit, serta public service obligation (PSO) untuk
angkutan kereta api kelas ekonomi.
(5) Pembangunan Transportasi Laut
Transportasi laut mempunyai peranan sangat penting pada perekonomian
Indonesia. Pada tahun 2005 lebih dari 98,5 persen volume kegiatan ekspor-
impor dengan transaksi senilai USD136,9 miliar diangkut dengan menggunakan
transportasi laut. Potensi pasar yang begitu besar bagi armada pelayaran
nasional di angkutan ekspor-impor, belum sepenuhnya dimanfaatkan oleh
armada pelayaran nasional. Untuk mengantisipasi hal tersebut, selama kurun
waktu 20042009, Pemerintah telah menerbitkan Inpres Nomor 5 Tahun 2005
tentang Pemberdayaan Industri Pelayaran Nasional dan Peraturan Presiden
Nomor 44 Tahun 2005 tentang Pengesahan Konvensi Internasional tentang
Piutang Maritim dan Mortgage (Mortgage Law and Maritime Liens 1993) serta
UU Nomor 17 Tahun 2008 tentang Pelayaran beserta peraturan pemerintah
sebagai turunannya harus dituntaskan pada tahun 2009.
Pada kurun waktu 20042009, pembangunan transportasi laut yang telah
dilaksanakan adalah: (a) pembangunan 15 pelabuhan peti kemas (antara lain
Pelabuhan Tanjung Priok, Tanjung Perak, Belawan, Tanjung Emas, Panjang,
Makasar, Banjarmasin, Pontianak, Bitung, Samarinda, dan Palembang), 17
pelabuhan yang memiliki terminal penumpang dan 142 pelabuhan untuk
pelayaran non-perintis/perintis/rakyat (antara lain Tanjung Buton dan Dumai di
Riau, Labuhan Amuk di Bali, Bitung di Sulawesi Utara, Arar Manokwari di Papua,
Tarempa, Malarko di Kepri, Teluk Tapang di Sumbar, Tanjung Batu (Manggar) di
Belitung); (b) pembangunan kapal perintis sebanyak 18 unit; (c) pembangunan
fasilitas sistem telekomunikasi pelayaran, antara lain persiapan Indonesia Ship
Reporting System (INDOSREP) di Selat Sunda dan Selat Lombok, pembangunan
Vessel Traffic Services (VTS) di wilayah Selat Malaka, pembangunan vessel traffic
information System (VTIS) di Teluk Bintuni, Papua Barat, serta pemasangan
automatic identification ship (AIS) di lima lokasi pelabuhan: Belawan, Jakarta,
Semarang, Surabaya, dan Makassar; (d) pembangunan sarana bantu navigasi
pelayaran (SBNP) meliputi 42 unit menara suar, 123 unit rambu suar, dan 100
unit pelampung suar; (e) pengerukan alur/kolam pelabuhan mencapai 17,17 juta
m3; dan (f) pengadaan empat unit kapal navigasi.
Paket kebijakan Inpres Nomor 5 Tahun 2005 tentang Pemberdayaan Industri
Pelayaran Nasional telah mampu mendorong peningkatan jumlah armada
373
B
a
g
i
a
n

I
V
Evaluasi Lima Tahun Pelaksanaan RPJMN 2004-2009
pelayaran nasional dari 6.041 unit tahun 2005 menjadi 9.064 unit tahun
2009 (kenaikan 50,4 persen). Pada periode yang sama, pangsa pasar armada
pelayaran nasional untuk angkutan barang ekspor-impor meningkat 3,5 persen
(dari total muatan 465,1 juta ton) menjadi 9,0 persen (dari total muatan 546,4
juta ton), sedangkan untuk angkutan laut dalam negeri, pangsa pasar armada
kapal nasional meningkat 54,0 persen (dari total muatan 187,6 juta ton)
menjadi 85,7 persen (dari total muatan 262,3 juta ton). Selain itu jumlah fasilitas
pelabuhan dan kapal yang telah memenuhi ISPS (International Ship and Port
Facility Security) Code juga mengalami peningkatan dari 183 pelabuhan dan 353
kapal pada tahun 2004 menjadi 243 pelabuhan dan 720 kapal pada tahun 2008.
Pembangunan fasilitas pelabuhan laut di 32 Lokasi, meliputi Atapupu, Sapudi,
Tanjung Tembaga, Waikelo, Reo, Baa, Bau-bau, Maccini Baji, Pamatata, Dumai,
Tanjung Batu Manggar, Pomako, Papela, Anggrek, Tanjung Buton-Riau, Malarko,
Palaihari dan Tanjung Batu-Kalimantan Selatan, Penajam Pasir, Teluk Tapang,
Kalbut, Boom Banyuwangi, Batang dan Rembang-Jawa Tengah, Manado, Bitung,
Tilamuta-Gorontalo, Gorontalo, Sei Nyamuk-Kaltim, dan Pantoloan, Ahmad Yani-
Ternate, Depapre.
Gambar 4.19.4
Pangsa Pasar Angkutan Laut
Dalam Negeri oleh Armada
Nasional dan Asing, Tahun
2005-2009
Sumber:
Direktorat Jenderal
Perhubungan Laut,
Kementerian Perhubungan,
2009
Gambar 4.19.5
Pangsa Pasar Angkutan Laut
Luar Negeri oleh Armada
Nasional dan Asing, Tahun
2005-2009
Sumber:
Direktorat Jenderal
Perhubungan Laut,
Kementerian Perhubungan,
2009.
374
B
a
g
i
a
n

I
V
MEMELIHARA MOMENTUM PERUBAHAN
Angkutan barang dan penumpang laut dalam negeri saat ini diselenggarakan oleh
Pemerintah dan swasta. Pada koridor-koridor yang strategis, pelayanan angkutan
laut diselenggarakan oleh operator swasta, sedangkan di luar koridor tersebut,
Pemerintah memberikan dukungan pelayanan dalam bentuk PSO dan pelayanan
angkutan perintis. Tabel 5.1 menjelaskan produksi angkutan penumpang dan
barang yang dilayani oleh angkutan perintis sejak tahun 2005-2008, sedangkan
penyediaan PSO melalui PT. PELNI bagi penumpang kelas ekonomi mencapai 23
unit kapal yang beroperasi di seluruh Nusantara.
(6) Pembangunan Transportasi Udara
Hasil yang telah dicapai dalam pembangunan transportasi udara tahun 2009,
antara lain: (a) pengembangan 14 bandar udara pada daerah rawan bencana
dan daerah perbatasan agar mampu melayani pesawat udara sejenis F-27 atau
Hercules C-130; (b) rehabilitasi dan pemeliharaan fasilitas landasan 2.881.925
m
2
, fasilitas terminal 17.842 m
2
, fasilitas bangunan 124.083 m
2
, dan fasilitas
keselamatan penerbangan 77 paket; (c) pembangunan 15 bandara yang
melayani penerbangan umum, diantaranya bandara Dobo, Saumlaki Baru,
Seram Bagian Timur, Namniwel, Sam Ratulangi-Manado, Pengganti Dumatubun-
Langgur, Waghete Baru dan Muara Bungo, Bandara Internasional Minangkabau,
Abdurahman Saleh-Malang, Blimbingsari-Banyuwangi, Seko, Rampi, dan
Hadinotonegoro Jember; (d) pembangunan bandara Medan Baru, Hasanuddin
Makassar, Lombok Baru, serta terminal tiga Bandara Soekarno Hatta; (e)
pembangunan dan peningkatan bandara di daerah perbatasan, terpencil, dan
rawan bencana sebanyak 12 lokasi di Rembele, Silangit, Sibolga, Enggano, Rote,
Ende, Naha, Manokwari, Sorong, Melongguane, Nunukan, dan Haliwen; serta (f)
pemberian subsidi operasi angkutan udara perintis untuk 96 rute di 15 provinsi.
Dalam kurun waktu 2005-2009, kinerja pelayanan transportasi udara terus
mengalami peningkatan. Jumlah armada angkutan udara niaga berjadwal
nasional yang beroperasi meningkat dari 214 unit menjadi 489 unit; jumlah
penumpang pesawat domestik meningkat dari 28,8 juta orang menjadi 37,4 juta
orang (29,8 persen); jumlah penumpang pesawat internasional meningkat dari
3,4 juta orang menjadi 3,9 juta orang (17,8 persen). Jumlah tersebut diperkirakan
akan terus mengalami peningkatan yang cukup nyata, sampai dengan April
2009 jumlah penumpang domestik mencapai 41,1 juta orang dan penumpang
internasional mencapai 4,5 juta orang, sedangkan angkutan barang sampai
dengan April 2009 mencapai 372,1 ribu ton dan angkutan barang internasional
mencapai 46,7 ribu ton. Peningkatan jumlah penumpang baik domestik maupun
internasional tersebut selaras dengan peningkatan jumlah wisatawan baik
domestik maupun internasional. Jumlah wisatawan mancanegara mencapai
6,42 juta orang dengan devisa mencapai USD7,37 miliar. Dari total wisatawan

Tahun
Jumlah
Trayek
Alokasi Dana Barang Penumpang
(Rp.Milyar) (Ton) (orang)
2004 47 99,8 120.400 565.000
2005 48 135,2 53.224 255.160
2006 52 193,4 151.809 391.069
2007 53 175,1 142.321 330.005
2008 56 206,7 136.309 268.340
2004-2008 810,2 604.063 1.809.574
Tabel 4.19.8
Perkembangan Angkutan Laut
Perintis 2005-2008
Sumber:
Kementerian Perhubungan,
2009.
375
B
a
g
i
a
n

I
V
Evaluasi Lima Tahun Pelaksanaan RPJMN 2004-2009
mancanegara tersebut, hampir 67,5 persen menggunakan transportasi udara.
Oleh karena itu, untuk menarik wisatawan mancanegara, selain promosi tempat
daerah tujuan wisata dan jaminan keamanan di daerah tersebut, diperlukan
adanya jaminan keselamatan penerbangan di wilayah udara Indonesia sesuai
dengan standar keselamatan penerbangan Internasional yang telah ditetapkan
oleh ICAO (International Civil Aviation Organization).
Gambar 4.19.7
Produksi Angkutan Barang
Udara 2005-2008 dan Target
2009
Sumber:
Kementerian Perhubungan,
2009.
Gambar 4.19.6
Produksi Angkutan
Penumpang Udara 2005-2008
dan Target 2009
Sumber:
Kementerian Perhubungan,
2009.
376
B
a
g
i
a
n

I
V
MEMELIHARA MOMENTUM PERUBAHAN
Pembangunan prasarana penunjang transportasi mencakup pembangunan
pencarian dan penyelamatan (search and rescue/SAR), pendidikan dan pelatihan
transportasi, serta penelitian dan pengembangan transportasi. Pembangunan
SAR yang dilakukan tahun 2005-2008 meliputi: pengadaan 16 unit rescue boat
ukuran 36 m, 25 unit rescue truck, 4 unit rescue hoist, 5 set hydraulic rescue tool,
57 unit rescue car dan prasarana penunjang operasional lainnya. Pembangunan
pendidikan dan pelatihan transportasi meliputi: (a) pembangunan balai diklat
kepelautan di NAD, Sorong, dan Ambon; (b) pembangunan Maritime Education
and Training Improvement (METI); (c) pengembangan STT Transportasi Darat di
Makassar dan NAD; (d) pengembangan STPI Curug menuju center of excelence
dan Program Pilot Commercial (PC-200); (e) pengadaan fasilitas penunjang diklat
dan pembangunan/peningkatan prasarana diklat; (f) perbaikan/perawatan
sarana dan prasarana diklat; serta (g) peningkatan kuantitas dan kualitas sum ber
daya manusia. Di samping itu, telah dilakukan kegiatan penelitian dan pengem-
bangan berupa penelitian/studi dan telaahan/kajian yang sifatnya lintas sek toral,
manajemen transportasi multimoda, transportasi darat, laut, dan udara.
2.2.3 Energi dan Ketenagalistrikan
Pasokan energi primer nasional dari tahun ke tahun mengalami kenaikan.
Pasokan energi tersebut selain bersumber dari produksi dalam negeri juga dari
impor. Dari neraca energi tahun 2008, Indonesia harus mengimpor energi primer
sebesar 242.662 BOE dimana impor minyak mentah dan BBM sekitar 238.649
BOE. Di sisi ekspor, tahun 2008 Indonesia telah mengekspor 1.057.757 BOE
dimana ekspor minyak mentah sekitar 134.872 BOE, gas bumi (dan LNG) sekitar
250.886 BOE, dan batubara sekitar 672.000 BOE.
Produksi energi nasional mengalami fluktuasi yang beragam tergantung jenis
energinya. Minyak dan gas bu mi mengalami penurunan yang disebabkan
lapangan-la pang an yang sudah tua sehingga produk sinya cenderung
menurun serta tidak adanya investasi untuk pengem bangan lapangan tua dan
pengembangan lapangan-lapangan baru. Namun untuk batubara mengalami
kenaikan mengingat permintaan minyak dunia dan harganya meningkat
yang mengakibatkan permintaan batubara juga naik. Selain itu peningkatan
pembangunan pembangkit listrik batubara menyebabkan kenaikan permintaan
pasokan batubara.
Pengembangan dan pemanfaatan energi alternatif yaitu energi baru terbarukan
(EBT) mengalami peningkatan. Pemanfaatan panas bumi (geothermal), surya,
biomasa, bayu dan mikrohidro
untuk pembangkit listrik mengalami
peningkatan walaupun belum
optimal. Pengembangan PLTP
mencapai 1.052 MW sedangkan
EBT lainnya adalah PLTS sebesar
5,5 MW. Adapun untuk jaringan
transmisi dan distribusi gas bumi
juga mengalami peningkatan yaitu
jaringan transmisi pipa gas bumi
sepanjang 2.152 km dan jaringan
377
B
a
g
i
a
n

I
V
Evaluasi Lima Tahun Pelaksanaan RPJMN 2004-2009
gas kota sebanyak 81.294 sambungan rumah. Pemerintah terus berupaya
mendorong pengembangan jaringan gas bumi ini terutama penyelesaian
jaringan transmisi Kalimantan-Jawa dan jaringan gas kota di beberapa kota di
Sumatera, Jawa, Kalimantan, dan Sulawesi sebagai upaya konversi pemakaian
energi konvensional/minyak tanah ke gas bumi.
Kapasitas pembangkit listrik mengalami tren peningkatan, dibandingkan tahun
2005 terjadi peningkatan sebesar 5.830 MW sampai dengan tahun 2009.
Demikian pula dalam jangkauan pelayanan ketenagalistrikan, jumlah rumah
tangga berlistrik meningkat sebesar 4.539 rumah tangga dan jumlah desa
berlistrik meningkat sebesar 11.307 desa pada periode 20052009.
Walaupun mengalami tren yang meningkat, pencapaian pembangunan
ketenagalistrikan masih di bawah target yang direncanakan dalam RPJMN
2004-2009. Hal tersebut diakibatkan oleh beberapa hal diantaranya adalah:
(a) keterbatasan sumber pendanaan dan sulitnya mencari sumber pendanaan
baik dalam negeri maupun luar negeri; (b) permasalahan sosial menyangkut
pembebasan tanah; (c) gejolak global yang mengakibatkan kenaikan harga bahan
baku; (d) berbagai kendala untuk memperoleh perijinan; dan (e) masih sulitnya
mencari sumber energi primer yang siap dipergunakan terutama gas dan energi
baru terbarukan (EBT).
Untuk itu, disusun upaya untuk mencapai target-target tersebut diantaranya
melalui program percepatan pembangunan pembangkit listrik berbahan
batubara 10.000 MW. Namun, akibat berbagai kendala yang ada terutama
mengenai pendanaan dan pembebasan tanah maka program tersebut mengalami
keterlambatan.
2.2.4 Pos dan Telematika
Permasalahan dalam pencapaian sasaran dapat dijelaskan sebagai berikut.
Pertama, tercapainya teledensitas sambungan tetap sebesar 13 persen dan
telepon bergerak 20 persen. Hasil evaluasi RPJMN 2004-2009 menunjukkan
bahwa pembangunan fasilitas telekomunikasi melewati target, yaitu teledensitas
sambungan tetap mencapai 14,88 persen dan teledensitas telepon bergerak
mencapai 64,12 persen. Keberhasilan ini menunjukkan kerjasama yang baik
antara Pemerintah dan swasta. Pengelolaan spektrum frekuensi radio yang lebih
efisien serta kerangka kebijakan dan regulasi yang kondusif bagi penyelenggaraan
berbasis kompetisi memungkinkan penyediaan layanan telekomunikasi yang
lebih luas dan terjangkau dengan fitur yang lebih beragam. Hal menarik yang
perlu diperhatikan adalah dalam lima tahun terakhir nirkabel menjadi moda
utama penyediaan akses telekomunikasi. Hampir 75 persen dari sambungan
bergerak merupakan nirkabel (fixed wireless access). Trend ini perlu diantisipasi
mengingat ketersediaan spektrum frekuensi radio sebagai sumber daya sangat
terbatas.
Kedua, terselesaikannya pembangunan fasilitas telekomunikasi perdesaan
sekurang-kurangnya 43 ribu sambungan baru di 43 ribu desa. Sejak awal tahun
2005 hingga pertengahan tahun 2007, pembangunan USO masih dalam tahap
pematangan yang difokuskan kepada penyelesaian rancangan ulang program
378
B
a
g
i
a
n

I
V
MEMELIHARA MOMENTUM PERUBAHAN
USO dan penyelesaian regulasi yang terkait. Rancang ulang program dilakukan
untuk menyempurnakan program USO yang sudah pernah dilakukan pada tahun
2003 dan 2004, namun dinilai gagal karena layanannya tidak berkelanjutan. Pada
disain baru, program USO berbentuk kontrak berbasis kinerja dengan pembiay-
aan tahun jamak. Selain itu, fasilitas telekomunikasi yang disediakan juga bersi-
fat data ready sehingga sewaktu-waktu dapat dikembangkan untuk penyediaan
jasa akses internet. Program USO direncanakan untuk dilakukan di 31.482 desa,
bukan di 43 ribu desa sebagaimana ditetapkan dalam RPJMN. Pengurangan tar-
get dilakukan sesuai dengan hasil pemetaan dan pendataan ulang desa sesuai
dengan nomor ID desa sebagaimana terdaftar di Kementerian Dalam Negeri.
Program USO yang tertunda pelaksanaannya terkait dengan proses gugatan pada
pelelangan baru dapat berjalan kembali pada akhir tahun 2008. Pembangunan
hingga tahun 2009 berhasil dilaksanakan pada 24.051 desa.
Ketiga, meningkatnya kualitas dan jangkauan layanan penyiaran televisi dan
radio yang masing-masing mencakup 88 persen dan 85 persen penduduk
Indonesia. Permasalahan utama adalah terbatasnya anggaran Pemerintah untuk
mempertahankan jangkauan dan kualitas siaran melalui rekondisi perangkat
yang sebagian besar sudah melebihi usia teknis. Sebagai gambaran, 67 persen
dari 758 pemancar LPP TVRI mempunyai kondisi di bawah 30 persen. Dengan
adanya keterbatasan anggaran, pengembangan jangkauan sulit dilakukan.
Berdasarkan peraturan yang berlaku (PP Nomor 11 Tahun 2005, PP Nomor 12
Tahun 2005, dan PP Nomor 13 Tahun 2005), sumber pendanaan LPP di luar APBN
adalah iuran penyiaran, sumbangan masyarakat, siaran iklan, dan usaha lain yang
sah yang terkait dengan penyelenggaraan penyiaran. Pada kenyataannya, siaran
iklan hanya mampu memberikan kontribusi yang sangat kecil, sedangkan sumber
pendanaan lain belum berjalan. Dengan demikian, APBN merupakan sumber
pendanaan utama. Permasalahan lainnya adalah restrukturisasi kelembagaan
yang belum selesai terutama terkait dengan stasiun televisi berjaringan dan
pengembangan LPP lokal.

2.2.5 Perumahan dan Permukiman
Evaluasi pencapaian program dan kegiatan pembangunan perumahan dan
permukiman yang telah dilaksanakan sepanjang periode tahun 2004-2009
dijelaskan sebagai berikut.
Pertama, realisasi pencapaian kinerja sasaran pembangunan rusunawa tahun
2004-2009 hanya mencapai 62,85 persen dari sasaran RPJMN 20042009. Hal
ini disebabkan oleh terbatasnya anggaran pemerintah pusat dan daerah (APBN
dan APBD) untuk alokasi pembangunan rusunawa. Selain itu, ketidaktersediaan
lahan yang sesuai dengan kriteria fisik dan administrasi juga menjadi kendala
dalam pembangunan rusunawa. Kriteria fisik lahan untuk rusunawa antara lain
mencakup luasan, kondisi geografis, jarak capai atau radius dari tempat bekerja
calon penghuni, serta kesesuaian tata guna tanah. Sedangkan kriteria administrasi
mencakup status tanah mutlak milik pemda atau hak guna bangunan dengan
waktu lebih dari 20 tahun sejak rusunawa mulai dibangun.
Kedua, realisasi pencapaian kinerja sasaran pembangunan rusunami tahun
2004-2009 hanya mencapai 26,86 persen dari sasaran RPJMN 2004-2009. Hal
ini disebabkan karena program pembangunan rusunami baru dijalankan setelah
terbitnya Keppres Nomor 22 Tahun 2006 (Desember 2006) dan dicanangkannya
379
B
a
g
i
a
n

I
V
Evaluasi Lima Tahun Pelaksanaan RPJMN 2004-2009
program percepatan pembangunan rumah susun di kawasan perkotaan
pada tanggal 5 April 2007 (1000 tower/menara rusuna). Selain itu, dalam
pelaksanaannya masih dihadapkan pada kendala regulasi bidang pertanahan,
perijinan, perpajakan, infrastruktur, dan pembiayaan.
Ketiga, pencapaian pembangunan perumahan swadaya tahun 20052009
telah mencapai 110,86 persen terhadap target pencapaian 3,6 juta unit. Data
tersebut di atas tidak termasuk rumah pascabencana NAD-Nias dan rumah rehab
pascabencana DIY-Jateng. Tingginya pencapaian target pembangunan rumah
swadaya disebabkan karena besarnya sumber pembiayaan dari masyarakat
secara swadaya. Berdasarkan perhitungan, kontribusi masyarakat terhadap
pembangunan perumahan swadaya mencapai lebih dari 56 persen, selebihnya
berasal dari pemerintah pusat dan daerah, dunia usaha, bank dan lembaga
keuangan non bank, serta LSM/donor.
Keempat, kegiatan Pengembangan Prasarana dan Sarana Perdesaan (DPP/
KTP2D) yang dilaksanakan telah melebihi target yang ditetapkan sebesar lebih
dari 20 persen. Kelebihan target ini disebabkan karena Kawasan Terpilih Pusat
Pengembangan Desa (KTP2D) yang semula diskenariokan terdiri atas Desa Pusat
Pertumbuhan (DPP) dan desa-desa hinterland yang juga termasuk desa-desa
tertinggal, mengalami perubahan dimana desa hinterland-nya hanya terdiri atas
desa-desa non tertinggal karena desa tertinggal telah ditangani oleh program lain
dengan pendekatan yang berbeda pula. Dalam kondisi seperti itu, maka target
kawasan bisa menjadi lebih banyak. Sementara itu, pembangunan infrastruktur
perdesaan justru mengalami kekurangan pencapaian target lebih dari 20 persen.
Ketidaktercapaian target pada kegiatan ini disebabkan banyaknya desa-desa
yang telah ditangani oleh program serupa seperti Program Pembangunan Daerah
Tertinggal (PDT) atau Program Pembangunan Kecamatan (PPK).
Kelima, sasaran jumlah kelurahan pada kegiatan penanganan permukiman kumuh
yang tidak tercapai disebabkan karena usulan daerah lebih mempertimbangkan
penanganan kumuh di lokasi lain yang berada di dalam kelurahan yang sama.
Oleh sebab itu, sebagian besar penanganan pada tahun anggaran 2008 dan 2009
berada pada kelurahan yang sama dengan tahun sebelumnya. Di samping itu
beberapa kota tidak dapat menyediakan dana pendamping yang disyaratkan,
380
B
a
g
i
a
n

I
V
MEMELIHARA MOMENTUM PERUBAHAN
sehingga kegiatan tidak dapat dilaksanakan. Meskipun realisasi jumlah total
kelurahan tidak mencapai sasaran yang telah ditetapkan, namun realisasi
luasan kawasan kumuh (ha) dan jumlah jiwa yang dapat ditangani tercapai jauh
melampaui target.
Keenam, target penyediaan sarana dan prasarana dasar di kawasan terpencil/
pulau kecil/terpencil/terluar adalah 11 provinsi. Namun pada akhir RPJMN
telah mencapai 29 provinsi atau 204 kawasan. Hal tersebut disebabkan karena
pelaksanaan kegiatan tersebut mencakup di 32 provinsi yang membutuhkan. Di
samping itu kegiatan ini bukan saja menangani pulau kecil/terpencil/terluar saja,
melainkan juga menangani kawasan tertinggal. Kegiatan penyediaan infrastruktur
di kawasan perbatasan juga telah melebihi target. Hal ini disebabkan karena
jumlah kawasan permukiman di kabupaten yang berbatasan langsung dengan
negara tetangga memiliki lebih dari satu kawasan.
Ketujuh, penyediaan sarana dan prasarana air minum sepanjang periode
20042009 tidak dapat memenuhi target. Kekurangan dalam pencapaian target
pembangunan prasarana air minum sebesar 15,48 persen (target 39.879 L/dt
dan realisasi 33.707 L/dt) disebabkan keterbatasan penyediaan anggaran untuk
pengembangan jaringan distribusi.
Kedelapan, dalam kurun waktu 2005-2009, telah dilaksanakan pengembangan
air limbah secara terpusat di tujuh kota utama, seperti: Denpasar, Bandung,
Surakarta, Yogyakarta, Banjarmasin, dan Surabaya. Di samping itu, telah
dilaksanakan pula pengembangan air limbah berbasis masyarakat di 409 lokasi.
Dari target sebanyak 388 kabupaten/kota, telah tercapai 409 kabupaten/kota
hingga tahun 2009.
Kesembilan, pelaksanaan kegiatan penataan dan revitalisasi kawasan perkotaan
hanya mencapai 85 persen dari target yang telah ditetapkan. Hal ini disebabkan
karena lokasi yang diusulkan tidak memenuhi kriteria dan Pemerintah Daerah
tidak siap menyediakan dana pendamping.
Kesepuluh, target penanganan tsunami Aceh telah tercapai sebanyak 5.500 unit,
namun dari informasi yang disampaikan Badan Rekonstruksi dan Rehabilitasi
(BRR) Aceh bahwa ada tambahan sasaran kegiatan yang dapat menambah target
yaitu total rumah baru yang dibangun melalui dana APBN sebanyak 55.744 unit
dan lembaga donor sebanyak 84.560 unit. Selain itu dilaksanakan pula tambahan
rehabilitasi rumah melalui dana APBN sebanyak 69.556 unit dan dari negara
donor sebanyak 1.145 unit.
Kesebelas, target rehabilitasi dan rekonstruksi pascagempa bumi DIY-
Jateng adalah 24.800 unit rumah. Namun demikian, dalam pelaksanaannya
telah mencapai 634.501 unit rumah. Hal ini disebabkan oleh pendekatan
pemberdayaan masyarakat yang berjalan dengan efektif dan efisien. Rehabilitasi
dan rekonstruksi rumah pascagempa DIY-Jateng sendiri mencapai 619.348
unit rumah yang tersebar di wilayah Jawa Tengah dan DI Yogyakarta. Sisanya
dilaksanakan melalui REKOMPAK JRF sebanyak 15.153 unit rumah.
Keduabelas, pencapaian target pendampingan Pembinaan Teknis Bangunan
381
B
a
g
i
a
n

I
V
Evaluasi Lima Tahun Pelaksanaan RPJMN 2004-2009
Gedung, Penataan Bangunan dan Lingkungan telah melebihi sasaran sebesar
16,47 persen (target 304 kegiatan dan realisasi 360 kegiatan). Pencapaian
target penyusunan pedoman juga telah melebihi sasaran 18,75 persen (target
176 kegiatan dan realisasi 209 kegiatan). Hal ini disebabkan karena adanya
permintaan atau usulan dari kabupaten/kota untuk mendapatkan fasilitasi
penguatan kelembagaan dan penyusunan Ranperda Bangunan Gedung.
2.2.6 Kerjasama Pemerintah dan Swasta
Skema pembangunan infrastruktur layanan publik KPS yang tertuang
dalam Peraturan Presiden Nomor 67 Tahun 2005 terus-menerus dilakukan
penyempurnaan. Untuk mendorong percepatan penyediaan infrastruktur
melalui KPS, Pemerintah meluncurkan Paket Kebijakan Ekonomi 20082009
yang tertuang dalam Inpres Nomor 5 tahun 2008 tentang Fokus Pembangunan
Ekonomi Tahun 2008-2009. Hal tersebut dilakukan untuk mengatasi
permasalahan yang menghambat investasi di sektor sarana dan prasarana,
termasuk persoalan yang terkait dengan partisipasi sektor swasta. Elemen
penting dari paket kebijakan tersebut adalah kerangka kerja bagi KPS, termasuk
di dalamnya mekanisme penyiapan proyek, proses tender yang transparan dan
akuntabel, alokasi risiko antara investor dan Pemerintah.
Dalam upaya meningkatkan pemanfaatan skema pendanaan melalui KPS,
dilakukan dua hal utama yaitu optimalisasi skema KPS dan peningkatan kualitas
pemanfaatan skema KPS. Upaya optimalisasi skema KPS dilakukan melalui hal-
hal berikut: (1) pengembangan, penyempurnaan dan harmonisasi berbagai
kebijakan dan peraturan sektoral maupun regional, untuk memfasilitasi dan
memperlancar pembentukan KPS terutama penyempurnaan Peraturan Presiden
Nomor 67 Tahun 2005 dan peraturan penyediaan lahan untuk pembangunan
prasarana publik; dan (2) pengembangan peraturan perundang-undangan untuk
memperluas bidang prioritas KPS selain di bidang infrastruktur.
Sementara untuk mendorong peningkatan kualitas pemanfaatan skema KPS,
Pemerintah menyusun Buku KPS (Public Private Partnership Book, PPP Book)
yang berisi tentang daftar proyek Pemerintah yang dapat dikerjasamakan dengan
swasta setiap awal tahun, sesuai dengan siklus rencana kerja Pemerintah. Sesuai
dengan amanat Inpres Nomor 5 Tahun 2008, PPP Book disusun dan diterbitkan
sebagai upaya menciptakan mekanisme penyiapan proyek yang lebih terintegrasi
dengan siklus anggaran Pemerintah, transparan dan akuntabel.
Sesuai arahan dalam Instruksi Presiden Nomor 5 Tahun 2008 tentang Fokus
Pembangunan Ekonomi Tahun 2008-2009, Bappenas telah menerbitkan PPP Book.
PPP Book edisi perdana ini diluncurkan pada tanggal 25 Maret 2009. PPP Book
bertujuan untuk menarik minat investor baik nasional maupun internasional dan
merupakan komitmen Pemerintah terhadap transparansi ketersediaan proyek.
Proyek pembangunan infrastruktur yang terdapat pada PPP Book terbagi atas tiga
kategori yaitu Proyek Potensial (Potential Project), Proyek Prioritas (Priority Project)
dan Proyek Siap untuk Ditawarkan (Project Ready for Offer). Total proyek dalam
PPP Book adalah 87 proyek dengan total nilai investasi sebesar USD34 milyar.
Dalam rangka memfasilitasi dan memonitor proyek-proyek KPS seperti yang
382
B
a
g
i
a
n

I
V
MEMELIHARA MOMENTUM PERUBAHAN
tertera pada PPP Book, maka harus dibentuk Pusat KPS/PPP Central Unit (P3CU).
Pada tahun 2009 ini telah dilakukan studi tentang Pembentukan Pusat KPS.
Hasil akhir dari studi ini adalah penetapan struktur organisasi dan fungsi yang
sesuai untuk Unit KPS di Indonesia. Di samping itu, pusat KPS, disarankan berada
di bawah Bappenas. Karena Bappenas mempunyai akses dalam melakukan
perencanaan pembangunan nasional yang terintegrasi dengan perencanaan
pembangunan sektoral maka Pusat KPS berada di bawah Bappenas. Maka pada
25 Maret 2009, Pusat KPS diumumkan fungsionalisasinya berada di bawah
Direktorat Pengembangan Kerjasama Pemerintah dan Swasta.
Proyek infrastruktur besar yang mendapat perhatian utama Pemerintah adalah
proyek Central Java Coal Fired Steam Power Plant (PLTU Jawa Tengah) dan
penyiapan proyek Jembatan Selat Sunda. Dalam pelaksanaannya, PLTU Jawa
Tengah masih menunggu hasil revisi Perpres Nomor 67 Tahun 2005. Sementara
terkait dengan perkembangan proyek KPS yang saat ini sedang dalam proses
penyiapan oleh Project Development Facility sebanyak 23 proyek meliputi
dua proyek pengolahan sampah padat, delapan proyek air bersih, 11 proyek
transportasi-perhubungan, satu proyek listrik, dan satu proyek pasar.
Saat ini revisi Perpres Nomor 67 Tahun 2005 menjadi salah satu program 100
hari Presiden. Pada bulan Agustus 2009, revisi Perpres Nomor 67 Tahun 2005
telah disampaikan kepada Presiden, namun karena adanya masukan pada
pertemuan National Summit dan perubahan UU Ketenagalistrikan, maka revisi
perpres tersebut harus diubah. Sekretariat KKPPI telah melakukan beberapa kali
pertemuan dengan kementerian teknis terkait serta beberapa stakeholder untuk
membahas perubahan Revisi Perpres Nomor 67 Tahun 2005. Hasil akhir dari
pembahasan perubahan Revisi Perpres Nomor 67 Tahun 2005 telah disampaikan
kepada Presiden pada 12 Januari 2010.
III. Keberhasilan
Secara umum pembangunan yang dilaksanakan pada bidang infras truktur masih
dalam koridor rencana pembangunan dalam RPJMN 20042009. Beberapa
kemajuan yang telah berhasil dicapai guna meningkatkan kesejahteraan rakyat
dalam pembangunan infrastruktur selama periode 2004-2009, diantaranya yaitu:
(1) pembangunan 11 waduk, 443 embung dan unit air baku kapasitas 12,52 m3/
det; (2) peningkatan jaringan irigasi dan rawa 1,45 juta ha; (3) pembangunan
Bandara Hasanuddin di Makassar; (4) pembangunan Jembatan Suramadu di Jawa
Timur; (5) pembangunan Terminal 3 Bandara Soekarno Hatta di Tangerang; (6)
pembangunan Pelabuhan Dumai di Riau; (7) pembangunan jalur ganda Kutoarjo
di Yogyakarta dan Depo Depok; (8) pelaksanaan pembangunan pembangkit
listrik 10.000 MW; (9) pembangunan jaringan transmisi gas bumi di Sumatera
Selatan, Jawa Barat (SSWJ); (10) pembangunan 37.709 unit rusunawa, 6.716 unit
rusunami dengan peran swasta, dan 487.136 RSH bersubsidi; (11) penyediaan
air minum sebanyak 33.707 liter/detik serta pembangunan sistem air limbah
terpusat skala kota di Kota Denpasar; (12) penyediaan jasa akses telekomunikasi
di 24.051 desa dan jasa akses internet di 69 desa.
Berikut beberapa kemajuan yang telah berhasil dicapai dalam pembangunan
infrastruktur pada periode 2004-2009 secara lebih spesifik.
383
B
a
g
i
a
n

I
V
Evaluasi Lima Tahun Pelaksanaan RPJMN 2004-2009
3.1 Sumber Daya Air
Pelaksanaan pembangunan sumber daya air sepanjang tahun 2005-2009
yang ditempuh melalui lima program, yaitu: (a) Program Pengembangan,
Pengelolaan dan Konservasi Sungai, Danau, dan Sumber Air Lainnya; (b) Program
Pengembangan dan Pengelolaan Jaringan Irigasi, Rawa dan Jaringan Pengairan
Lainnya; (c) Program Pengelolaan dan Penyediaan Air Baku; (d) Program
Pengendalian Banjir dan Pengamanan Pantai; dan (e) Program Penataan
Kelembagaan dan Ketatalaksanaan. Kelima program tersebut secara keseluruhan
telah memberikan pencapaian yang sebagian besar sesuai dengan target yang
direncanakan. Bahkan dua dari lima program tersebut dapat memberikan
pencapaian yang sesuai/melampaui target yang direncanakan. Program-
program yang dimaksud tersebut antara lain adalah Program Pengembangan,
Pengelolaan dan Konservasi Sungai, Danau, dan Sumber Air Lainnya dan
Program Pengembangan dan Pengelolaan Jaringan Irigasi, Rawa dan Jaringan
Pengairan Lainnya. Pelaksanaan Program Pengembangan, Pengelolaan dan
Konservasi Sungai, Danau, dan Sumber Air Lainnya sepanjang tahun 2005-2009
telah mencapai rata-rata 132,9 persen dari target yang ditetapkan sementara
untuk pelaksanaan Program Pengembangan dan Pengelolaan Jaringan Irigasi,
Rawa dan Jaringan Pengairan Lainnya telah mencapai rata-rata 102,4 persen dari
target yang ditetapkan.
Pada pelaksanaan Pro gram Pengem bangan, Pengelolaan dan Kon ser vasi
Sungai, Da nau, dan Sumber Air Lainnya telah ber hasil diselesaikan: (a) penye-
diaan sara na penga manan bangu nan vital di 31 lokasi dari 15 lokasi waduk
yang ditargetkan (ter capai 206,7 per sen dari target yang dite tapkan); (b) pem-
bangu nan 11 waduk se suai target (100 per sen tercapai); dan (c) pembangunan
443 embung dari 350 embung yang ditargetkan (tercapai 126,6 persen dari
target yang ditetapkan). Namun demikian terdapat satu kegiatan yang tidak
dapat diselesaikan sepenuhnya, yaitu operasi dan pemeliharaan waduk yang
hanya melakukan operasi dan pemeliharaan 119 waduk dari 121 waduk yang
direncanakan (tercapai 98,3 persen dari target yang ditetapkan).
Pada pelaksanaan Program Pengembangan dan Pengelolaan Jaringan Irigasi,
Rawa dan Jaringan Pengairan Lainnya telah berhasil diselesaikan: (a) peningkatan/
rehabilitasi jaringan rawa seluas satu juta hektar dari target 800 ribu hektar
yang direncanakan (tercapai 126,9 persen dari target yang ditetapkan); (b)
pengeboran sumur air tanah di 585 titik dari 540 titik yang direncanakan (tercapai
384
B
a
g
i
a
n

I
V
MEMELIHARA MOMENTUM PERUBAHAN
108,3 persen dari target yang ditetapkan); dan (c) rehabilitasi jaringan irigasi air
tanah seluas 8,9 ribu hektar dari target 5,3 ribu hektar (tercapai 167,3 persen
dari target yang ditetapkan). Namun demikian, terdapat beberapa kegiatan yang
tidak dapat diselesaikan sepenuhnya, yaitu: (a) peningkatan jaringan irigasi seluas
527,06 ribu hektar dari target seluas 560 ribu hektar (tercapai 94,12 persen dari
target yang ditetapkan); (b) rehabilitasi jaringan irigasi seluas 1,93 juta hektar
dari target seluas 1,51 juta hektar (tercapai 127,5 persen dari target yang
ditetapkan); (c) operasi dan pemeliharaan jaringan irigasi seluas 2,09 juta hektar
dari target 2,1 juta hektar (tercapai 99,6 persen dari target yang ditetapkan); (d)
operasi dan pemeliharaan jaringan rawa seluas 451,29 ribu hektar dari target 1,1
juta hektar (tercapai 41,0 persen dari target yang ditetapkan); dan (e) operasi
dan pemeliharaan jaringan irigasi air tanah seluas 3 ribu hektar dari target seluas
8 ribu hektar (tercapai 37,5 persen dari target yang ditetapkan).
Penyediaan sarana
pengamanan
Bangunan vital di 15
lokasi waduk
Target
Capaian
100%
0%
100%
17 lokasi
11 waduk
443 embung
119 waduk
200%
300%
100%
100%
100% 100%
98.4% 126.6% 113.3%
Pembangunan 11
waduk
Pembangunan 350
embung
OP 48 waduk
Gambar 4.19.8
Pencapaian dan Target
Program Pengembangan,
Pengelolaan, dan Konservasi
Sungai, Danau, dan Sumber
Air Lainnya, Tahun 2005-2009
Sumber:
Kementerian Pekerjaan
Umum, Ditjen SDA, 2009.
Target
Capaian
0%
50%
100%
527.60 ribu ha
1.933 juta ha
2.091 juta ha
923.57 ribu ha
7,92 ribu ha
8,92 ribu ha
3 ribu ha
451.29 ribu ha
599 titik
200%
Peningkatan
jaringan irigasi
560 ribu ha
Rehabilitasi
jaringan irigasi
1,51 juta ha
OP jaringan
irigasi
2,1 juta ha
Peningkatan/
rehabilitasi
jaringan rawa
800 ribu ha
OP jaringan
rawa 1.1 juta
ha
Pengeboran
sumur air
tanah 540 titik
Pembangunan
JIAT 6 ribu ha
Rehabilitas
JIAT 5,35 ribu
ha
OP JIAT 8
ribu ha
100%
94.1%
100%
127.5%
100%
99.6%
100%
115.5%
100%
41.0%
100%
110.9%
100%
132.0%
100%
166.7%
100%
37.5%

Gambar 4.19.9
Pencapaian dan Target
Program Pengembangan dan
Pengelolaan Jaringan Irigasi,
Jaringan Rawa Dan Jaringan
Pengairan Lainnya, Tahun
2005-2009
Sumber:
Kementerian Pekerjaan
Umum, Ditjen SDA, 2009.
385
B
a
g
i
a
n

I
V
Evaluasi Lima Tahun Pelaksanaan RPJMN 2004-2009
Gambar 4.19.10
Keberhasilan Pembangunan
Sumber Daya Air, Tahun 2004-
2009
Keterangan Foto 1.
Bendung Panti Rao di Provinsi
Sumatera Barat.
Sumber:
Kementerian Pekerjaan
Umum.
Keterangan Foto 3.
Pengamanan Pantai di provinsi
Bengkulu.
Sumber:
Kementerian Pekerjaan
Umum.
Keterangan Foto 2.
Pengerukan Banjir Kanal
Barat.
Sumber:
Kementerian Pekerjaan
Umum.
386
B
a
g
i
a
n

I
V
MEMELIHARA MOMENTUM PERUBAHAN
Keterangan Foto 4.
Saluran Irigasi Panti Rao di
Provinsi Sumatera Barat.
Sumber:
Kementerian Pekerjaan
Umum
Keterangan Foto 5.
Waduk Muara Nusa Dua Bali.
Sumber:
Kementerian Pekerjaan
Umum.
387
B
a
g
i
a
n

I
V
Evaluasi Lima Tahun Pelaksanaan RPJMN 2004-2009
3.2 Transportasi
Berikut beberapa keberhasilan yang dicapai pada bidang infrastruktur
transportasi periode 20042009.
Prasarana Jalan. Pemeliharaan jalan nasional sepanjang 166.671 km dan
pe meliharaan jembatan sepan jang 1.032.61 m; pem bangunan jalan tol
sepanjang 163 km (KPS); pembangunan Fly-over/underpass di 13 lokasi wilayah
Jabodetabek, satu lokasi di Balaraja, satu lokasi di Makassar, satu lokasi di
Medan; peningkatan jalan dan jembatan nasional lintas sepanjang 10.790,15 km
(lintas Timur dan lintas Tengah Sumatera, lintas Pantai Utara Jawa, lintas Selatan
Selatan Jawa, lintas Selatan Kalimantan, lintas Barat Sulawesi, trans Maluku, 11
Ruas Papua dan Papua Barat); pembangunan jembatan Suramadu sepanjang
5,4 km; pembangunan jalan di kawasan perbatasan sepanjang 661,97 km;
pembangunan jalan di pulau-pulau terpencil dan pulau terluar sepanjang 587,96
km; pembangunan jalan akses Bandara Kualanamu dan akses Tanjung Priok;
penambahan kapasitas (lajur-km) jalan sepanjang 11.365 lajur-km sehingga
menjadi 84.985 lajur-km pada tahun 2009 dari 73.620 km tahun 2004.
Lalu Lintas Angkutan Jalan. Pengadaan dan pemasangan fasilitas keselamatan
LLAJ di 32 Provinsi; pembangunan 16 terminal termasuk tiga terminal batas
negara di Kalbar, NTT, dan Papua; pembangunan Jembatan Timbang; pengadaan
bus besar AC 30 unit untuk Semarang, Surabaya, dan Bandung, pengadaan
bus ukuran sedang AC 40 unit untuk Yogyakarta dan Bogor, pengadaan BRT di
Yogyakarta dan Bogor, Bandung, Semarang, Batam dan Jakarta; Pembangunan
Area Traffic Control System (ATCS) di Tegal.
Angkutan Sungai, Danau, dan Penye berangan. Pembangunan sarana ASDP
(15 unit kapal perintis dan lima unit bus air); rehabilitasi 23 unit dermaga
penyeberangan; pembangunan der maga sungai, enam unit dermaga da-
nau dan penyeberangan; pelayanan ang kutan penyeberangan perintis untuk
67 lintas; pengadaan dan pema sangan SBNP dan rambu sungai transportasi
penyeberangan.
Perkeretaapian. Peningkatan jalan KA di lintas: Sumatera bagian utara, selatan;
lintas Jawa; pembangunan perkeretaapian di NAD; pengadaan Rel dan Wesel
UIC-54 164 unit; pembangunan jalur ganda dan elektrifikasi Padalarang-
Cicalengka (Engineering Services); pembangunan jalur ganda lintas Kroya-
Kutoarjo, Cikampek-Cirebon, Cirebon-Kroya 17 km, Tegal-Pekalongan 4,65
km, Serpong-Maja 20,97 km; lanjutan pembangunan Double-double Track
Manggarai-Cikarang; pembangunan jalan KA Sidoarjo-Tulangan-Tarik 15 km;
pembangunan jalur ganda Duri-Tangerang dengan elektrifikasi; pembangunan
jalur ganda KA Brebes-Losari 5,65 km; lanjutan pembangunan partial jalur
ganda di Blambanganumpu-Negeriagung; lanjutan pembangunan shortcut jalan
KA Cisomang-Cikadondong sepanjang 5,71 km; pembangunan MRT Jakarta
(Engineering Services).
Transportasi Laut. Lanjutan pembangunan kapal patroli, pengadaan peralatan
SAR Laut, pengadaan pemadam kebakaran dan pengadaan peralatan ISPS Code
untuk Pelabuhan Semarang dan Ambon; Pembangunan Vessel Traffic System di
Wilayah Selat Malaka; Pembangunan Vessel Traffic Information System di Selat
Malaka dan Lombok; pembangunan fasilitas sistem telekomunikasi pelayaran di
388
B
a
g
i
a
n

I
V
MEMELIHARA MOMENTUM PERUBAHAN
seluruh Indonesia; pengadaan sarana bantu navigasi pelayaran (SBNP) di seluruh
Indonesia; pembangunan kapal 2000 GT dua unit; pembangunan kapal perintis
enam unit; pembangunan kapal navigasi 11 unit; pelayanan angkutan laut
perintis; pembangunan fasilitas pelabuhan laut di 32 lokasi, meliputi Atapupu,
Sapudi, Tanjung Tembaga, Waikelo, Reo, Baa, Bau-Bau, Maccini Baji, Pamatata,
Dumai, Tanjung Batu Manggar, Pomako, Papela, Anggrek, Tanjung Buton-Riau,
Malarko, Palaihari dan Tanjung Batu-Kalimantan Selatan, Penajam Pasir, Teluk
Tapang, Kalbut, Boom Banyuwangi, Batang dan Rembang-Jawa Tengah, Manado,
Bitung, Tilamuta-orontalo, Gorontalo, Sei Nyamuk-Kaltim, Pantoloan, Ahmad
Yani-Ternate, Depapre; pembangunan pelabuhan Tanjung Priok; pengembangan
pelabuhan Belawan-Medan.
Transportasi Udara. Pela yanan angkutan udara perintis dan angkutan BBM pener-
bangan perintis; pengadaan dan pemasangan fasilitas keselamatan penerbangan;
pengadaan dan pemasangan Makassar Air Traffic System; pembangunan bandar
udara di enam Lokasi, meli puti Banyuwangi (Jatim), Samarinda Baru (Kaltim),
Muara Bungo (Jambi), Bandara Waghete Baru (Papua), Bandara Pengganti
Dumatubun (Maluku), Seram Bagian Timur (Maluku); pembangunan Bandar
Udara Kualanamu; pengembangan Bandar Udara Hasanuddin-Makassar;
pembangunan Bandar Udara Lombok Baru; pembangunan Terminal tiga
Soekarno-Hatta; pembangunan/peningkatan bandara di daerah perbatasan,
terpencil, dan rawan bencana.
3.3 Energi dan Ketenagalistrikan
Beberapa pencapaian Keberhasilan pembangunan bidang infrastruktur energi
dan ketenagalistrikan terutama dalam pelaksanaan program penyempurnaan
restrukturisasi dan reformasi sarana dan prasarana energi dan ketenagalistrikan
adalah penetapan berbagai peraturan perundang-undangan diantaranya:
Pertama, Undang-Undang: (a) UU Nomor 30 Tahun 2009 tentang
Ketenagalistrikan; (b) UU Nomor 4 Tahun 2009 tentang Pertambangan Mineral
dan Batubara; (c) UU Nomor 30 Tahun 2007 tentang Energi.
Kedua, Peraturan Pemerintah: (a) PP Nomor 70 Tahun 2009 tentang Konservasi
Energi; (b) PP Nomor 55 Tahun 2009 tentang Perubahan Kedua Atas PP 36 Tahun
2004 tentang Kegiatan Usaha Hilir Minyak dan Gas Bumi; (c) PP Nomor 30 Tahun
2009 tentang Perubahan Atas PP 36 Tahun 2004 tentang Kegiatan Usaha Hilir
Minyak dan Gas Bumi; (d) PP Nomor 59 Tahun 2007 tentang Kegiatan Usaha Panas
Bumi; (e) PP Nomor 26 Tahun 2006 tentang Perubahan Kedua Atas Peraturan
Pemerintah Nomor10 Tahun 1989 tentang Penyediaan Dan Pemanfaatan Tenaga
Listrik; (f) PP Nomor 1 Tahun 2006 tentang Besaran dan Penggunaan Iuran
Badan Usaha dalam Kegiatan Usaha Penyediaan dan Pendistribusian BBM dan
Pendistribusian Gas Bumi melalui Pipa; (g) PP 36 Tahun 2004 tentang Kegiatan
Usaha Hilir Minyak dan Gas Bumi; (h) PP Nomor 35 Tahun 2004 tentang Kegiatan
Usaha Hulu Minyak dan Gas Bumi; (i) PP 34 Tahun 2005 tentang Perubahan Atas
PP 35 Tahun 2004 tentang Kegiatan Usaha Hulu Minyak dan Gas Bumi; (j) PP
Nomor 3 Tahun 2005 Tentang Perubahan Atas Peraturan Pemerintah Nomor 10
Tahun 1989 tentang Penyediaan Dan Pemanfaatan Tenaga Listrik.
Ketiga, Peraturan Presiden: (a) Perpres Nomor 26 Tahun 2008 tentang
Pembentukan Dewan Energi Nasional dan Tata Cara Penyaringan Calon Anggota
389
B
a
g
i
a
n

I
V
Evaluasi Lima Tahun Pelaksanaan RPJMN 2004-2009
Dewan Energi Nasional; (b) Perpres Nomor 104 Tahun 2007 tentang Penyediaan
dan Pendistribusian LPG Tabung tiga Kilogram untuk Rumah Tangga dan Usaha
Kecil; (c) Perpres Nomor 6 Tahun 2010 tentang Perubahan atas Peraturan Presiden
Nomor 72 Tahun 2006 tentang Tim Koordinasi Percepatan Pembangunan
Pembangkit Tenaga Listrik; (d) Perpres Nomor 4 Tahun 2010 tentang Penugasan
Kepada PT Perusahaan Listrik Negara (Persero) untuk Melakukan Percepatan
Pembangunan Pembangkit Tenaga Listrik yang Menggunakan Energi Terbarukan,
Batubara dan Gas; (e) Perpres Nomor 59 Tahun 2009 tentang Perubahan atas
Peraturan Presiden Nomor 71 Tahun 2006 tentang Penugasan kepada PT
Perusahaan Listrik Negara (Persero) untuk Melakukan Percepatan Pembangunan
Pembangkit Tenaga Listrik yang Menggunakan Batubara; (f) Perpres Nomor 45
Tahun 2009 tentang Perubahan atas Peraturan Presiden Nomor 71 Tahun 2005
tentang Penyediaan dan Pendistribusian Jenis Bahan Bakar Minyak Tertentu;
(g) Perpres Nomor 91 Tahun 2007 tentang Perubahan atas Peraturan Presiden
Nomor 86 Tahun 2006 tentang Pemberian Jaminan Pemerintah untuk Percepatan
Pembangunan Pembangkit Tenaga Listrik yang Menggunakan Batubara; (h)
Perpres Nomor 86 Tahun 2006 tentang Pemberian Jaminan Pemerintah untuk
Percepatan Pembangunan Pembangkit Listrik yang Menggunakan Batubara; (i)
Perpres Nomor 72 Tahun 2006 tentang Tim Koordinasi Percepatan Pembangunan
Pembangkit Tenaga Listrik; (j) Perpres Nomor 71 Tahun 2006 tentang Penugasan
Kepada PT Perusahaan Listrik Negara (Persero) untuk Melakukan Percepatan
Pembangunan Pembangkit Tenaga Listrik yang Menggunakan Batubara; (k)
Perpres Nomor 5 Tahun 2006 tentang Kebijakan Energi Nasional; (l) Perpres
Nomor 71 Tahun 2005 tentang Penyediaan dan Pendistribusian Jenis Bahan
Bakar Minyak Tertentu.
3.4 Pos dan Telekomunikasi
Berikut keberhasilan pembangunan bidang infrastruktur pos dan telekomunikasi.
Pertama, Program Penye lesaian Res-
truktu risasi Pos dan Telematika, antara
lain: (a) pengesahan UU Nomor 38 Tahun
2009 tentang Pos dan penyusunan RUU
Multimedia (Konvergensi Telematika)
sebagai pem baharuan UU Nomor 36
Tahun 1999 tentang Teleko munikasi
dan UU Nomor 32 Tahun 2002 tentang
Penyiaran; (b) peng akhiran bentuk
duopoli pada penyelenggaraan tele ko-
munikasi Sambungan Langsung Internasional (SLI) dan Sambungan Langsung
Jarak Jauh (SLJJ), masing-masing pada tahun 2007 dan 2008; (c) implementasi
interkoneksi berbasis biaya yang menjamin kepastian dan transparansi
penyediaan dan pelayanan antarpenyelenggara telekomunikasi sehingga dapat
menghilangkan hambatan (barrier to entry) dan men dorong penu ru nan tarif
seluler hing ga 90 persen dari termahal di Asia (USD0,15/min pada 2005) me n -
jadi termurah (USD0,015/min pada 2008); (d) pe nataan ulang industri penyia ran
melalui pe nge lom pokan penyelenggara penyia ran menjadi Lem baga Penyiaran
Pu blik (LPP), Lem baga Penyia ran Swasta, Lem baga Penyiaran Ber langganan, dan
Lem baga Penyiaran Komunitas.
390
B
a
g
i
a
n

I
V
MEMELIHARA MOMENTUM PERUBAHAN
Kedua, Program Pengembangan, Pemerataan dan Peningkatan Kualitas Sarana
dan Prasarana Pos dan Telematika, antara lain: (a) penyediaan jasa pos di
2.350 kantor pos cabang luar kota setiap tahunnya melalui program PSO dan
penyediaan jasa telekomunikasi di 24.051 desa dan jasa akses internet di 70 desa
melalui program USO; (b) pemberian izin penyelenggaraan secara kompetitif
untuk penyelenggaraan telekomunikasi sambungan bergerak generasi ketiga
(3G), SLJJ, SLI, dan akses nirkabel pita lebar (broadband wireless access); (c)
fasilitasi pembangunan jaringan tulang punggung (backbone) telekomunikasi
nasional serat optik Palapa Ring di wilayah timur Indonesia yang akan dibangun
oleh konsorsium penyelenggara telekomunikasi; (d) penyelesaian proyek
pengembangan sarana dan prasarana penyiaran RRI di 138 kabupaten/kota
blank spot yang tersebar di 28 provinsi; (e) pembangunan pemancar TVRI di
27 lokasi terpencil, perbatasan, dan blank spot melalui proyek Improvement
of TV Transmitting Stations Phase-I; (f) dimulainya migrasi sistem penyiaran
terrestrial dari analog ke digital melalui penetapan Digital Video Broadcasting
(DVB) sebagai standar penyiaran TV digital dan Digital Audio Broadcasting (DAB)
sebagai standar penyiaran radio digital yang dilanjutkan dengan uji coba TV
digital free to air terrestrial dan mobile TV.
3.5 Perumahan dan Permukiman
Dalam pembangunan perumahan, Pemerintah telah berhasil mendorong dan
memfasilitasi operasionalisasi pasar sekunder perumahan. Hal itu ditandai
dengan terbitnya Perpres Nomor 19 Tahun 2005 dan revisinya berupa Perpres
Nomor 1 Tahun 2008 tentang Pembiayaan Sekunder Perumahan. Beberapa
tahun terakhir ini, pembiayaan perumahan oleh perbankan sebagai penerbit
utama KPR masih jauh dari jumlah kebutuhan riil masyarakat. Ketidakmampuan
perbankan untuk meningkatkan lending capacity tersebut menciptakan
ketidaksesuaian pembiayaan (mismatch funding). Oleh karena itu dengan
terbitnya perpres pembiayaan sekunder perumahan, diharapkan permasalahan
ketidaksesuaian dalam pembiayaan perumahan dapat tertangani, yang secara
spesifik diimplementasikan melalui pendirian PT Sarana Multigriya Finansial (PT
SMF) yang akan memfasilitasi ketersediaan dana bagi pembiayaan KPR.
Dalam pembangunan air minum, Pemerintah telah mengeluarkan Permenkeu
Nomor 120/PMK.05/ Tahun 2008 tentang Penyelesaian Piutang Negara yang
Bersumber dari Penerusan Pinjaman Luar Negeri, Rekening Dana Investasi,
dan Rekening Pembangunan Daerah pada PDAM. Tujuan dari penghapusan
piutang negara terhadap PDAM ini: (a) mengurangi beban keuangan PDAM; (b)
memperbaiki manajemen PDAM; dan (c) membantu PDAM untuk mendapatkan
sumber pembiayaan untuk keperluan investasi. Sehingga diharapkan mampu
meningkatkan kinerja PDAM sehingga pada akhirnya mempengaruhi peningkatan
cakupan layanan air minum.
Dalam pembangunan air limbah, salah satu keberhasilan yang telah dicapai
adalah meningkatnya awareness (kesadaran) Pemerintah terhadap pentingnya
pengelolaan sanitasi. Hal ini tercermin dari adanya peningkatan investasi
pada pembangunan sarana dan prasarana air limbah melalui pembangunan
pengelolaan air limbah terpusat skala kota (sewerage system) di Denpasar,
Bandung, Sura karta, Yogyakarta, Banjar masin, dan Surabaya. Sementara itu,
pengelolaan air limbah perkotaan sistem komunal juga telah dilaksanakan
391
B
a
g
i
a
n

I
V
Evaluasi Lima Tahun Pelaksanaan RPJMN 2004-2009
melalui pem bangunan sanitasi berbasis masyarakat (Sanimas), terutama di
lingkungan permukiman kumuh. Selama kurun waktu 2006-2008 pembangunan
sanimas telah dilaksanakan di 121 kabupaten/kota di 24 provinsi dengan cakupan
penduduk yang terlayani mencapai 124.078 jiwa.
Diterbitkannya Undang-Undang Nomor 18 Tahun 2008 tentang Pengelolaan
Sampah merupakan salah satu keberhasilan dalam pembangunan persampahan.
Tujuan dikeluarkannya UU ini adalah untuk meningkatkan kesehatan masyarakat
dan kualitas lingkungan, serta menjadikan sampah sebagai sumber daya.
Diharapkan dengan adanya UU ini, timbulan sampah dapat dikurangi sejak
dari sumbernya dan terjadi peningkatan kualitas kinerja tempat pengelolaan
akhir sampah dengan sistem pengelolaan sampah dengan penimbunan tanah
(sanitary landfill).
392
B
a
g
i
a
n

I
V
MEMELIHARA MOMENTUM PERUBAHAN
Bab 4.20
Penanggulangan dan Pengurangan Risiko
Bencana
I. Pengantar
B
erbagai bencana alam baik besar maupun kecil telah melanda Indonesia
selama kurun waktu 2004-2009. Bencana alam tersebut telah menimbulkan
kerusakan yang besar dan menghancurkan hasil-hasil pembangunan yang
telah dicapai. Beberapa kejadian bencana alam yang besar antara lain gempa
bumi dan tsunami di Provinsi Nanggroe Aceh Darussalam (NAD) dan Kepulauan
Nias Provinsi Sumatera Utara pada 26 Desember 2004, gempa bumi di Kepulauan
Nias pada 28 Maret 2005, gempa bumi di wilayah Provinsi Daerah Istimewa (DI)
Yogyakarta dan Provinsi Jawa Tengah bagian selatan pada 27 Mei 2006, dan
semburan lumpur panas di Kabupaten Sidoarjo Provinsi Jawa Timur pada 29 Mei
2006. Selain bencana-bencana tersebut, terjadi pula bencana alam lainnya seperti
B
a
g
B
a
g
i
a
n

I
V
393
B
a
g
i
a
n

I
V
Evaluasi Lima Tahun Pelaksanaan RPJMN 2004-2009
tanah longsor dan kebakaran hutan, serta bencana alam yang diakibatkan oleh
perubahan iklim global, seperti banjir, gelombang pasang, kekeringan dan angin
puting beliung yang hampir setiap tahun melanda berbagai wilayah di tanah air
yang mengancam dan mempengaruhi kehidupan sosial ekonomi masyarakat.
Seiring dengan tingginya intensitas bencana alam yang terjadi, paradigma
penanganan bencana telah bergeser dari upaya yang bersifat responsif
menjadi upaya pencegahan dan pengurangan risiko bencana. Perubahan
paradigma tersebut telah dimulai dengan diterbitkannya Rencana Aksi Nasional
Pengurangan Risiko Bencana (RAN-PRB) tahun 2006-2009, sebagai komitmen
Pemerintah pada Kerangka Aksi Hyogo bagi pengurangan risiko bencana (Hyogo
Framework for Action) 2005-2015. Pengarusutamaan pengurangan risiko
bencana juga dilaksanakan melalui pengintegrasian pengurangan risiko bencana
ke dalam kebijakan dan perencanaan pembangunan nasional, yang ditunjukkan
oleh penetapan prioritas pembangunan dalam Rencana Kerja Pemerintah (RKP)
2006-2009. Selain itu, upaya peningkatan kinerja penanggulangan bencana pada
periode 2004-2009 juga ditunjukkan dengan diterbitkannya Undang-Undang
(UU) Nomor 24 Tahun 2007 tentang Penanggulangan Bencana, serta diperkuatnya
kelembagaan penanggulangan bencana melalui terbitnya Peraturan Presiden
(Perpres) Nomor 8 Tahun 2008 tentang Badan Nasional Penanggulangan Bencana
(BNPB), sebagai kerangka hukum dan kelembagaan penanggulangan bencana.
II. Pencapaian Prioritas
2.1 Gambaran Pencapaian
Pencapaian upaya penanggulangan dan pengurangan risiko bencana dibagi
berdasarkan bencana alam besar yang telah terjadi yaitu penanggulangan
bencana Aceh-Nias, penanggulangan bencana DI Yogyakarta dan Jawa Tengah,
dan penanggulangan bencana lumpur panas Sidoarjo.
2.1.1 Penanggulangan Bencana di Provinsi NAD dan Kepulauan
Nias Provinsi Sumatera Utara
Penanggulangan bencana Aceh-Nias terbagi dalam lima bidang yaitu: bidang
perumahan dan pemukiman, infrastruktur, sosial dan kemasyarakatan,
perekonomian, serta kelembagaan dan hukum. Target pencapaian sasaran-sasaran
tersebut ditentukan dalam rencana induk yang digariskan dalam Perpres Nomor
B
a
g
i
a
n

I
V
B
a
g
i
a
n

I
V
394
B
a
g
i
a
n

I
V
MEMELIHARA MOMENTUM PERUBAHAN
47 Tahun 2008 tentang Perubahan atas Perpres Nomor 30 Tahun 2005 tentang
Rencana Induk Rehabilitasi dan Rekonstruksi Wilayah dan Kehidupan Masyarakat
Provinsi NAD dan Kepulauan Nias Provinsi Sumatera Utara. Pencapaian sasaran-
sasaran tersebut digambarkan dalam Tabel 4.20.1 di bawah ini.
Tabel 4.20.1
Pencapaian Sasaran
Penanggulangan Bencana
Aceh-Nias,
Tahun 2006-2009
10 PLTGUBandaAceh
MW
2x30 2x30 0
III.BIDANGSOSIALDANKEMASYARAKATAN
5 Terciptanya
pemulihan
kondisiSumber
DayaManusia

Kesehatan FasilitasKesehatandibangun:1.016
1 Pembangunan
RumahSakit
Unit Fasilitas
kesehatan
yg rusak: 6
RS, 6 klinik,
Lab
Kesehatan,
Balai
Pengawas
Obat &
Makanan
25 16 31 25 29
2 Pembangunan
Klinik
Unit 4 6 5 4 6
3 Pembangunan
Lab.Kesehatan
Unit 1 0 1 0 0
4 Pembangunan
BPOM
Unit 1 0 0 1 0
5 TersedianyaAlat
Kedokteran,
KesehatandanKB
Paket 15 24 43 24 0
6 Tersedianya
Ambulance
Unit 69 5 5 124 0
No Sasaran Indikator Satuan
Penilaian
Awal
Kerusakan
dan
Kerugian
TargetDalam
Rencana
Induk
(Perpres47/
2008)
Pencapaian

2006

2007

2008

2009
I.BIDANGPERUMAHANDANPERMUKIMAN
1 Terealisasinya
pembangunan
perumahan,
permukiman,
prasarana
lingkungan,air
bersih,drainase
dansanitasi
1 Jumlahperumahan
yangdibangun
Unit 120.000
rumah
rusak,
termasuk
sarana/
prasarana
air bersih &
sanitasi
lingkungan
139.195 72.842 102.063 127,402 140,304
2 Tersedianya
prasarana/sarana
dasarlingkungan
(airbersih,drainase
dansanitasi,dll)
Desa 900 647 214 277 647 647
2 Terselesaikannya
penyusunan
RevisiRencana
TataRuang
Wilayahyang
berbasismitigasi
bencana
1 TersedianyaRevisi
RTRWProvinsi
Prov 1 1 0 0 0
2 TersedianyaRevisi
RTRW
Kabupaten/Kota
Kab/
Kota
13 15 2 12
3 RencanaDetailTata
RuangKota
Kota 95 92 92 95 0
4 SosialisasiKebijakan
PenataanRuang
padamasyarakat
Lokasi 14 0 11 14 0
3 Terwujudnya
pemulihanhak
atastanah

1 Terlaksananya
penyiapan
lahan/Pembebasan
Lahan
Program
untuk
mendukung
upaya
pemulihan
perumahan
dan
permukiman
Meranca
ng Perpu
tentang
penanga
nan
permasal
ahan
hukum
bidang
pertanah
an
207
persil
553.7ha
2 Tersedianya
administrasi
Sertifikat
tanah
400.000
sertifikat
116.500 12.301
II.BIDANGINFRASTRUKTUR
4 Terwujudnya
kembalisistem
infrastruktur
regionaldan
lokal
1 Terbangunnya
fasilitasjalandan
jembatan
Km Kerusakan
jembatan
sepanjang
2.450dan
jalan
sepanjang
5.403
4.650 1.050 2.065 Jembatan:
266,dan
jalan3.055
3,736
2 PelabuhanLaut Unit 17 15 10 15 20 10
3 Pelabuhan
Penyeberangan
Unit
9 9 7 8 9 0
4 Bandara Unit 13 9 6 9 12 13
5 TerminalBus Unit 29 8 13 16 29
6 KantorPos Unit 23 11 16 23 23
7 Pembangunan
Fasilitastelpon
desadanRadio
Unit
143 80 120 143 0
8 Pengadaan
generator/PLTD
Unit
7 13 6 10 13 22
9 PengadaanPLTD
Apung
Unit
2 0 1 2 0
395
B
a
g
i
a
n

I
V
Evaluasi Lima Tahun Pelaksanaan RPJMN 2004-2009
7 KantorDinas
Kesehatan
Paket 19 2 15 19 21
8 Penanganan
LimbahMedis
Paket 1 1 0 1 2
9 TPAS Unit 8 3
10 RumahDokterdan
paramedis
puskesmas
Unit 94 64 117 94 8
11 Pulihnyakondisi
mentalSDM
melaluikegiatan
TraumaConseling
Kab/
Unit
Targetdalam
Rencana
Induk:2
Kabupaten
16Kab. 124.454
unit
0
6 Terciptanya
pemulihan
PelayananPublik

Pendidikan Gedungsekolahdibangun:1.485
1 Terlaksananya
Rehabilitasi&
RekonsGedung
Sekolah:

a TK/RA Unit 100 97 61 63 91 0
b SD/MI Unit 735 664 313 477 664 1101
c SMP/MTs Unit 201 530 145 146 293 536
d SMU/SMK/MA Unit 109 148 60 120 147 152
e PT/PTA Unit 18 23 20 38 48 pagar
2332m,
jalan 2105
m
2 Rumahguru 178 78 178 0 0
3 Asramasiswa 19 4 4 0 0
4 Pembangunan
Perpustakaan
100 0 0
5 Pembangunan
Lab.Komputer
100 0 0 0 143
7 Revitalisasi
sistemsosialdan
budaya
AgamadanBudaya
1 Fasilitas
peribadatan
Unit 4,176 1,476 1,722 3,189 3.220

2 Gedung
bersejarah/
Purbakala
Paket 26 2 19 26 0
3 Lingkungandan
fasilitasTaman
Budayadan
Museum
Paket 5 2 4 5 0
4 Bantuanalatalat
seni
Paket 5 5 0 0 0
5 Pengadaanbuku
kerohanian
Eks 0 0 1.500 0
IV.BIDANGPEREKONOMIAN

8 Terwujudnya
pembangunan
kembalisistem
ekonomi

Perikanan
1 Terlaksananya
rehabilitasitambak
Hektar 18.631 13,403 14,791 15,777 2,854
2 Terlaksananya
rehabilitasi
pelabuhan
PerikananLampulo
Unit 1 1 0 0 1
3 BantuanKapal
Motor
Unit 21,455 3,381 3.520 4,121 153
4 PemulihanKembali
KegiatanEkonomi
MasyarakatBidang
Perikanan
Paket 492 200 320 492 0
Industri
1 Terlaksananya
rekonstruksi
sarana/prasarana
Pelabuhan
Malahayati
Unit 1 1 0 0 0
2 Pulihnyakembali
industrigaram
rakyat
Lokasi 3 1 2 3 0
3 Terlaksananya
Pengembangan
desabatikAceh
Paket 3 0 2 3 0
4 BLMPenguatan
PerajinSentra&
NonSentraIndustri
Paket 29 15 25 27 29
Peternakan
1 Pelayanan
InseminasiBuatan
Dosis 53.270 33.000 33.000 48.900 53.270
2 Pembangunan
PoskeswandanGd.
Fas.IB
Unit 30 9 16 21 30
3 Pembangunan
PasarHewan
Unit 7 1 2 5 7
4 Pembangunan
tempat/rumah
potongternak
Unit 15 4 2 7 8
Perkebunan
1 Rehabilitasi
Perkebunan
Hektar 32,011 6,703 17,211 32,011 0
2 DiklatFasilitator
danPenyuluh
Pendamping
0rang 535 275 165 385 450
No Sasaran Indikator Satuan
Penilaian
Awal
Kerusakan
dan
Kerugian
TargetDalam
Rencana
Induk
(Perpres47/
2008)
Pencapaian

2006

2007

2008

2009
396
B
a
g
i
a
n

I
V
MEMELIHARA MOMENTUM PERUBAHAN
Sumber:
Laporan Monitoring dan
Evaluasi Rehabilitasi dan
Rekonstruksi NAD-Nias Tahun
2009.
No Sasaran Indikator Satuan
Penilaian
Awal
Kerusakan
dan
Kerugian
TargetDalam
Rencana
Induk
(Perpres47/
2008)
Pencapaian

2006

2007

2008

2009
3 KantorOperasional
pengembKawasan
Agrobisnis
PerkebunanSawit
(100m2)
Unit 4 2 3 4 0
4 RumahDinasKep.
Lab.danStaf
Unit 2 0 0 0 2
Kehutanan
1 Pengukuhan
kawasanhutan
Km 134 0 0 70 64
2 Peningkatanusaha
masyarakatdi
sekitarkawasan
hutan
Klpk 76 18 24 58 76
3 Rehabilitasihutan
pantai
Hektar 16,775 1,448 1,964 2,623 14,811
4 Peningkatan
kapasitas
kelembagaanlokal
Paket 23 8 8 15 0
Pertanian
1 PencetakanSawah
Baru
Hektar 2,921 907 1,776 2,014 2,921
2 Pembangunan
GudangdanMesin
RMU
Unit 92 82 84 75 92
3 Pengembangan
Terminal
Agrobisnis
Unit 3 1 1 1 3
4 Pengembangan
Kawasan
Tan.Pangandan
Hortitikultura
Kwsn 5 1 3 4 5
Perdagangan
1 Pembangunan/
RehabilitasiPasar
Unit 89 61 59 89 120
2 Penyelenggaraan
ProgramPelatihan
Orang 2,016 0 0 2,016 3,152
V.BIDANGKELEMBAGAANDANHUKUM
9 Terciptanya
Pemulihan
Kelembagaan
danHukum

Terlaksananya
rehabilitasigedung
pemerintahan

1 Kantor
KDH/DPRD/Dinas
Unit 11 5 10 16 0
2 KantorKecamatan Unit 26 14 20 26 0
3 Kantor
Desa/Kelurahan
Unit 450 283 316 450 0
4 PengadilanNegeri Unit

15 10 11 15 0
5 RumahDinas
(KejaksaanAgung)
Unit 38 20 22 27 38
2.1.2 Penanggulangan Bencana Provinsi DI Yogyakarta dan
Provinsi Jawa Tengah
Penanggulangan bencana gempa bumi di DI Yogyakarta dan Jawa Tengah memiliki
tiga sasaran yaitu: (1) pemulihan perumahan dan permukiman masyarakat serta
pemulihan sarana dan prasarana pendukungnya; (2) pemulihan sarana dan
prasarana publik; dan (3) revitalisasi perekonomian daerah dan masyarakat.
Pencapaian dari sasaran-sasaran tersebut dapat dilihat pada Tabel 4.20.2 di
bawah ini.
No
Indikator/
Sasaran
Satuan
Penilaian
Kerusakan
Target
Dalam
Rencana Aksi
Pencapaian
2006 2007 2008 2009
1

Pemulihan perumahan dan permukiman masyarakat serta pemulihan sarana dan prasarana pendukungnya
1 Jumlah rumah
yang terbangun
unit DIY: 186.591
unit
DIY: 362.363 DIY:
433.314

2 Tersedianya
prasarana/sara
na lingkungan
permukiman
unit Jateng: 90.529
unit
Jateng:
98.570
Jateng:
105..476

Total: 277.120
unit
Total:
460.933

Total:
538.790

2

Pemulihan sarana dan prasarana publik, dengan sasaran prioritas untuk pemulihan prasarana pendidikan dan
kesehatan, prasarana pelayanan sosial, dan prasarana pendukung perekonomian
Tabel 4.20.2
Pencapaian Sasaran
Penanggulangan Bencana
DIY dan
Jawa Tengah, Tahun
2006-2009
397
B
a
g
i
a
n

I
V
Evaluasi Lima Tahun Pelaksanaan RPJMN 2004-2009
Sumber:
Laporan Monitoring dan
Evaluasi Rehabilitasi dan
Rekonstruksi DIY dan Jawa
Tengah Tahun 2009.
















Bidang Kesehatan

1

Terlaksananya
rehabilitasi
prasarana
kesehatan yang
rusak
unit


DIY: 294 unit DIY: 176 DIY dan
Jateng:
114
DIY: 220
Jateng: 76 unit Jateng: 76 Jateng: 84
Total: 370 unit Total: 252 Total: 304
Bidang Pendidikan
1 Terlaksananya
rehabilitasi
gedung sekolah
yang rusak

unit


DIY :1.836 unit DIY : 963 DIY :907 DIY : 963
Jateng: 650 unit Jateng: 209 Jateng:923
Total: 2.486 unit Total: 1.172 Total:
1.830

Prasarana Peribadatan
1

Terlaksananya
rehabilitasi
prasarana
peribadatan
yang rusak
unit


DIY : 2.201 unit DIY :1.176 DIY : 220 DIY :
1.176

Jateng: 2.367
unit
Jateng: 444 Jateng:760 Jateng:
760

Total: 4.568 unit Total: 1.620 Total: 980 Total
1.936

Bidang Infrastruktur
1 Terlaksananya
rehabilitasi
ruas jalan dan
jembatan yang
rusak
13 ruas jalan 13 ruas jalan 11 ruas
jalan
2 ruas
jalan

28 jembatan 28 jembatan 12
jembatan
16
jembatan

Prasarana Pemerintahan
1 Terlaksananya
rehabilitasi
prasarana
Pemerintahan
yang rusak
unit DIY : 330 unit DIY : 304 DIY : 150 DIY : 304
Jateng: 194 unit Jateng: 398 Jateng:220 Jateng:3
98


Total: 524 unit Total: 702 Total: 301 Total:
702

3










Revitalisasi perekonomian daerah dan masyarakat, dengan sasaran prioritas:
Pemulihan sektor produksi dan jasa yang memiliki potensi lapangan kerja besar;
Pemulihan akses pasar bagi usaha kecil & menengah;
Pemulihan pelayanan lembaga keuangan dan perbankan
Sektor
Perdagangan



1 Terlaksananya
rehabilitasi dan
pembangunan
prasarana
perdagangan
unit DIY: 75 unit DIY: 39 DIY: 44
2 Terlaksananya
rehabilitasi
pasar
Jateng: 12 unit
pasar
Jateng: 6
pasar
Jateng: 11
pasar

3 Terlaksananya
rehabilitasi
kios, Los, Loket
Jateng: 1.005
unit kios, los,
loket
Jateng: 1.005
kios, los,
loket
Jateng:
178 kios,
los, loket
Jateng:
1005
kios, los,
loket

Sektor Pariwisata

1
Terlaksananya
rehabilitasi
prasarana
pendukung
pariwisata
unit DIY: 4 unit DIY: 8 DIY: 6 DIY: 8
Jateng: 4 unit Jateng: 4 Jateng: 3 Jateng: 4
Total: 8 Total: 12 Total: 9 Total: 12
Sektor Keuangan
dan Perbankan

1 Terlaksananya
rehabilitasi
koperasi
unit DIY: 100 unit
koperasi
DIY: 174
koperasi
DIY: 25
koperasi

2 Terlaksananya
pemulihan
lembaga
perbankan
Jateng: 17 unit
koperasi
Jateng: 17
koperasi
Jateng: 17
koperasi

No
Indikator/
Sasaran
Satuan
Penilaian
Kerusakan
Target
Dalam
Rencana Aksi
Pencapaian
2006 2007 2008 2009
2.1.3 Penanggulangan Bencana Lumpur Sidoarjo
Penanganan semburan lumpur panas Sidoarjo dilakukan oleh Badan Pelaksana
Badan Penanggulangan Lumpur Sidoarjo (BPLS). Pencapaian sasaran yang menjadi
tanggung jawab Bidang Operasi BPLS antara lain: (1) terlaksananya pengukuran
deformasi geologi di 28 titik; (2) terpantaunya aktivitas semburan lumpur berupa
data pemboran sampai data pengukuran harian sampai akhir tahun 2009; (3)
tersedianya 17 tungku berbahan bakar gas rawa untuk kepentingan memasak
warga sekitar yang tersebar di Desa Siring Barat (tujuh tungku), Desa Mindi (lima
398
B
a
g
i
a
n

I
V
MEMELIHARA MOMENTUM PERUBAHAN
tungku), Desa Pamotan (tiga tungku), dan Desa Jatirejo (dua tungku). Ke 17
tungku tersebut berasal dari enam semburan gas di empat desa tersebut dengan
memanfaatkan sumber gas yang berasal dari sumur bor air tanah dalam.
Sasaran pencapaian penanganan lumpur panas Sidoarjo dibagi atas sasaran
bidang sosial dan infrastruktur. Pencapaian dalam bidang sosial meliputi: (1)
disalurkannya bantuan uang kontrak rumah sebesar Rp3,29 miliar kepada 1.319
kepala keluarga (KK) di tiga desa di luar peta area terdampak pada September
2009 sebagai perpanjangan bantuan kontrak rumah selama satu tahun yang
sudah diberikan pada tahun 2008; (2) sampai akhir Desember 2009, dari 1.788
berkas yang telah diajukan oleh warga tiga desa di luar peta area terdampak,
sebanyak 1.744 berkas telah dibayar sebesar 20 persen dengan nilai nominal
Rp102.271.923.464. Dari 1.744 berkas, sebanyak 1.738 berkas sudah melakukan
perjanjian ikatan jual beli (PIJB) untuk pembayaran 30 persen dengan nilai
nominal Rp153.028.862.856, sedangkan sisanya sebanyak enam berkas belum
dapat dilakukan PIJB karena masih adanya sengketa antarkeluarga dengan nilai
nominal Rp379.022.448; dan (3) sampai 30 September 2009, Badan Pelaksana
(Bapel) BPLS telah menyalurkan bantuan sosial kepada 515 KK yang berasal dari
sembilan rukun tetangga berupa uang kontrak rumah, uang jaminan hidup dan
uang evakuasi sebesar Rp2,42 miliar.
Pencapaian di bidang infrastruktur antara lain adalah: (1) penanganan luapan
lumpur sampai muara Kali Porong yang terdiri dari realisasi pembangunan
kolam seluas 510,68 hektar sampai dengan akhir tahun 2009 dan pembangunan
tanggul banjir Kali Porong Tahap I sepanjang 4.000 meter yang telah selesai 100
persen pada akhir April 2009; (2) penanganan infrastruktur sekitar semburan
yang meliputi revitaliasi saluran drainase sepanjang 12,81 km sampai dengan
akhir tahun 2009, peninggian jalan arteri dan saluran drainase setinggi 80 cm
sepanjang masing-masing 1,2 km dan 3,1 km dibandingkan dengan kondisi
semula, dan pembebasan tanah sampai dengan akhir tahun anggaran 2009
sebesar 99,46 hektar atau 80,37 persen dari target total; dan (3) mitigasi luapan
lumpur Sidoarjo meliputi dioperasikannya tiga unit pompa booster setiap hari
sampai bulan Agustus 2009 untuk mengalirkan luapan lumpur ke Kali Porong
dan menjaga ketinggian permukaan lumpur di kolam Renokenongo stabil
pada elevasi +4,50 meter, serta dioperasikannya satu unit dredger tipe/merk
Waterman dengan kapasitas 90 m
3
/jam dan tiga unit exca-ponton.
2.2 Evaluasi Pencapaian
2.2.1 Penanggulangan Bencana di Provinsi NAD dan Kepulauan
Nias Provinsi Sumatera Utara
Pelaksanaan rehabilitasi dan rekonstruksi pascabencana di wilayah Provinsi
NAD dan Kepulauan Nias Provinsi Sumatera Utara seharusnya sudah tuntas
sesuai dengan Revisi Rencana Induk yang tercantum dalam Perpres 47 Tahun
2008. Namun demikian, dalam pelaksanaannya terdapat banyak hambatan dan
tantangan sehingga sampai dengan akhir Desember 2009, program kegiatan
rehabilitasi dan rekonstruksi dalam Revisi Rencana Induk tersebut belum tuntas
sepenuhnya.
399
B
a
g
i
a
n

I
V
Evaluasi Lima Tahun Pelaksanaan RPJMN 2004-2009
2.2.1.1 Bidang Permukiman dan Perumahan
Pada tahun 2009 sudah terbangun rumah sebanyak 140.304, meskipun volume
pencapaiannya telah melebihi target Rencana Induk, namun kondisi kerusakan
perumahan di lapangan masih banyak. Sementara itu, prasarana/sarana dasar
pendukung lingkungan permukiman pada tahun 2009 sudah dibangun pada 647
desa sesuai dengan target Rencana Induk, namun ternyata jumlah desa yang
mengalami kerusakan prasarana/sarana pendukung lingkungan permukiman
tersebut lebih besar, yaitu sebanyak 900 desa. Kejadian gempa dan tsunami
menyebabkan kasus lahan kosong yang mengakibatkan 400.000 sertifikat lahan
hilang. Pada tahun 2007 sertifikat lahan yang diterbitkan baru sebanyak 116.500
sertifikat, dan bertambah 12.301 sertifikat hingga tahun 2009.
2.2.1.2 Bidang Infrastruktur
Dampak bencana alam di Provinsi NAD dan Kepulauan Nias mengakibatkan
banyaknya kerusakan pada sektor infrastruktur, yang meliputi berbagai subsektor,
yaitu: jalan dan jembatan, pelabuhan laut, pelabuhan penyeberangan, bandara
udara, terminal bus, kantor pos, dan fasilitas telepon desa dan radio. Khusus
pada subsektor jembatan terdapat kerusakan sepanjang 2.450 km dan subsektor
jalan sepanjang 5.403 km. Hingga tahun 2009 pelaksanaan rehabilitasi jalan dan
jembatan telah mencapai 3.736 km. Kondisi tersebut masih 80 persen dari target
Rencana Induk yang telah dibangun oleh Pemerintah yang berasal dari berbagai
sumber pendanaan.
2.2.1.3 Bidang Sosial dan Kemasyarakatan
Dampak bencana alam di bidang sosial dan kemasyarakatan menyebabkan
kerusakan pada berbagai sub-bidang, yaitu: kesehatan, pendidikan, agama, dan
budaya. Jenis fasilitas kesehatan yang rusak di antaranya adalah rumah sakit,
klinik, laboratorium kesehatan, Balai Pengawas Obat dan Makanan, serta mobil
ambulans. Pada tahun 2009, hasil pelaksanaan rehabilitasi dan rekonstruksi
fasilitas-fasilitas kesehatan yang rusak tersebut, volume pencapaiannya melebihi
target Rencana Induk, yaitu sebanyak 1.016 unit.
Selain itu juga banyak fasilitas pendidikan yang rusak, seperti gedung sekolah
TK/RA,SD/MI, SMP/Mts, SMU/SMK/MA dan Perguruan Tinggi. Di samping
itu, terdapat banyak kerusakan rumah guru, asrama siswa, perpustakaan, dan
laboratorium komputer. Hasil pelaksanaan rehabilitasi dan rekonstruksi gedung
sekolah pada tahun 2009 mencapai 1.485 unit yang melebihi target Rencana
Induk, kecuali gedung sekolah TK/RA yang pencapaiannya masih di bawah
target Rencana Induk. Demikian pula pencapaian rekonstruksi asrama siswa dan
perpustakaan hingga tahun 2009 belum terealisasi sama sekali.
Selanjutnya, fasilitas sosial budaya juga banyak mengalami kerusakan, di
antaranya: fasilitas peribadatan, gedung bersejarah/purbakala, taman budaya,
museum, dan alat-alat seni masyarakat. Dalam upaya pemulihan fasilitas sosial
budaya masyarakat, sejak tahun 2008, sejumlah pemulihan fasilitas sudah
terealisasi, kecuali fasilitas peribadatan baru. Pemulihan fasilitas peribadatan
baru sejak 2008 mencapai 3.189 unit, kemudian pada 2009 meningkat hingga
3.220 unit yang terdiri dari masjid, menasah, vihara dan gereja. Meskipun
pencapaian rehabilitasi fasilitas peribadatan tersebut masih di bawah target
400
B
a
g
i
a
n

I
V
MEMELIHARA MOMENTUM PERUBAHAN
Rencana Induk, namun terdapat penambahan dukungan Pemerintah berupa
pengadaan buku kerohanian yang telah dilaksanakan sejak 2008.
2.2.1.4 Bidang Perekonomian
Dalam rangka terwujudnya pemu lihan kembali sistem pereko nomian
masyarakat, ke bijakan Pemerintah fokus pada beberapa sektor yang mengalami
kerusakan, yaitu: perikanan, industri, per dagangan, peternakan, per tanian,
perkebunan, dan kehu tanan. Pada bidang perekonomian ini pelaksanaan sektor
industri, perdagangan, dan pertanian telah sesuai dengan target Rencana Induk,
sedangkan pada beberapa sektor lainnya masih terdapat kegiatan-kegiatan yang
pencapaiannya di bawah target Rencana Induk.
Pada sektor perikanan, pelak sanaan pemulihan kembali ke giatan ekonomi
masyarakat dan rehabilitasi pelabuhan perikanan Lampulo telah terlak-
sana sesuai target Rencana Induk sebelum tahun 2009. Namun pelaksanaan
rehabilitasi tambak dan bantuan kapal motor hingga tahun 2009 belum
terlaksana seluruhnya akibat perubahan arah prioritas dari Pemerintah di sektor
perikanan. Sementara di sektor peternakan, yang memiliki empat kegiatan,
pada tahun 2009 hampir keseluruhan target kegiatan sektor ini sudah tercapai
sesuai dengan Rencana Induk, kecuali pembangunan rumah petugas peternakan
sebanyak 15 unit yang ditargetkan dalam rencana induk masih belum tercapai.
Pada sektor kehutanan yang memiliki empat kegiatan, hingga tahun 2009 telah
tercapai kegiatan peningkatan usaha masyarakat di sekitar kawasan hutan sesuai
target Rencana Induk.
2.2.1.5 Kelembagaan dan Hukum
Dalam rangka terciptanya pemulihan kelembagaan dan hukum, kebijakan
Pemerintah dalam Rencana Induk adalah merehabilitasi gedung pemerintah
daerah di Aceh dan Nias yang mengalami kerusakan akibat bencana, yaitu
kantor KDH/DPRD/Dinas, kantor kecamatan, kantor desa/kelurahan, kantor
pengadilan negeri dan rumah dinas kejaksaan agung. Walaupun pada tahun
2009 telah menunjukkan pencapaian yang sesuai dengan target dalam rencana
induk, namun masih diperlukan upaya penguatan kapasitas aparatur Pemerintah
Daerah untuk memfungsikan lembaga Pemerintah yang telah dibangun, serta
upaya penyediaan sarana bagi masyarakat dalam memperoleh hak hukum
dan keadilan. Sarana dan prasarana yang dibangun tersebut diharapkan dapat
sekaligus dibarengi dengan peningkatan kapasitas kelembagaan yang memadai
untuk mewujudkan tata pemerintahan yang baik dan efisien, baik dalam
mengimplementasikan program maupun anggaran.
2.2.2 Penanggulangan Bencana Alam di Provinsi DI Yogyakarta
dan Provinsi Jawa Tengah
Pelaksanaan rehabilitasi dan rekonstruksi wilayah pascabencana di Provinsi DI
Yogyakarta dan Provinsi Jawa Tengah diatur dalam Keppres Nomor 9 Tahun 2006
tentang Tim Koordinasi Rehabilitasi dan Rekonstruksi Wilayah Pascabencana
Gempa Bumi di Provinsi DI Yogyakarta dan Provinsi Jawa Tengah. Selanjutnya
kegiatan rehabilitasi dan rekon struksi telah dilaksanakan dalam dua tahun
anggaran sampai dengan tahun 2008. Rehabilitasi dan rekonstruksi telah
401
B
a
g
i
a
n

I
V
Evaluasi Lima Tahun Pelaksanaan RPJMN 2004-2009
dilaksanakan langsung oleh Pemerintah Provinsi DI Yogyakarta dan Provinsi
Jawa Tengah melalui dukungan koordinasi dari Tim Teknis Nasional (TTN) yang
dibentuk secara khusus berdasarkan Keppres Nomor 9 Tahun 2006 di atas.
Berdasarkan kebijakan pemulihan wilayah pascabencana di Provinsi DI Yogyakarta
dan Provinsi Jawa Tengah, maka upaya yang dilaksanakan meliputi tiga sasaran,
yaitu: (1) pemulihan bidang perumahan dan permukiman; (2) pemulihan
bidang sarana dan prasarana publik; (3) pemulihan bidang ekonomi daerah dan
masyarakat. Pelaksanaan pada masing-masing sasaran tersebut didukung oleh
kegiatan beberapa sektor. Pencapaian sasaran telah melebihi target Rencana Aksi
namun sesungguhnya kondisi kerusakan akibat bencana lebih besar sehingga
data tentang Penilaian Awal Kerusakan dan Kerugian divalidasi berdasarkan
fakta di lapangan. Meskipun pencapaian sasaran telah melebihi Rencana Aksi,
namun belum sesuai dengan kondisi kerusakan di lapangan, kecuali pada sasaran
pemulihan perumahan dan permukiman.
2.2.2.1 Pemulihan Sarana dan Prasarana Publik
Kebijakan sasaran pemulihan sarana dan prasarana publik didukung dengan
sasaran prioritas untuk pemulihan beberapa sektor, yaitu kesehatan, pendidikan,
infrastruktur, prasarana peribadatan dan prasarana pemerintahan. Sejak tahun
2007-2008, pelaksanaan rehabilitasi di Provinsi DI Yogyakarta dan Provinsi
Jawa Tengah pada sektor kesehatan, pendidikan dan peribadatan, volume
pencapaiannya telah melebihi total Rencana Aksi di kedua provinsi tersebut.
Namun demikian, ternyata kondisi di lapangan masih terdapat kerusakan sarana
dan prasarana pada sektor-sektor tersebut sehingga diharapkan pada tahun
selanjutnya dapat diselesaikan melalui kegiatan reguler Pemerintah Pusat
maupun Pemerintah Daerah.
2.2.2.2 Revitalisasi Perekonomian Daerah dan Masyarakat
Kebijakan revitalisasi perekonomian daerah dan masyarakat didukung dengan
sasaran prioritas berupa pemulihan sektor produksi dan jasa yang memiliki
potensi lapangan kerja yang besar di Provinsi DI Yogyakarta dan Provinsi Jawa
Tengah, yaitu sektor pariwisata dan perdagangan. Selain itu, juga terdapat
kebijakan pemulihan pelayanan lembaga keuangan dan perbankan. Sejak tahun
2007 pencapaian pelaksanaan rehabilitasi prasarana perdagangan di Provinsi
DI Yogyakarta dan pasar di Provinsi Jawa Tengah sudah melebihi Rencana Aksi,
namun kondisi kerusakan belum pulih seutuhnya. Pada tahun 2008 usaha
perekonomian kecil masyarakat di provinsi Jawa Tengah berupa kios, los dan
loket yang mengalami kerusakan 1.005 unit, telah terehabilitasi seluruhnya.
2.2.3 Penanggulangan Lumpur Panas Sidoarjo
Beberapa target yang ditetapkan Badan Pelaksana BPLS tidak sepenuhnya dapat
dicapai akibat beberapa permasalahan sebagai berikut: (1) masih terdapat warga
yang menghambat pekerjaan pembuatan tanggul luar bagian utara dan menuntut
pembayaran ganti rugi diselesaikan terlebih dahulu; (2) luapan lumpur semakin
sulit dialirkan ke Kali Porong akibat deformasi geologi di wilayah pusat semburan
dengan perkiraan 5-10 cm/minggu yang menyebabkan elevasi kolam lumpur di
sebelah utara menjadi semakin rendah sehingga menyulitkan pengaliran luapan
402
B
a
g
i
a
n

I
V
MEMELIHARA MOMENTUM PERUBAHAN
lumpur ke selatan (Kali Porong); (3) kemajuan proses pembebasan tanah terkait
relokasi infrastruktur berjalan lambat karena masih terdapat beberapa pemilik
yang belum dapat menerima besarnya nilai ganti rugi.
2.2.4 Pengurangan Risiko Bencana
Upaya pengurangan risiko bencana secara eksplisit belum tercantum dalam
dokumen RPJMN 2004-2009. Namun demikian sebagai komitmen Pemerintah,
upaya pengurangan risiko bencana diimplementasikan melalui penerbitan
Rencana Aksi Nasional Pengurangan Risiko Bencana (RAN-PRB) 2006-2009.
Sebagai kerangka hukum penanganan bencana dan pengurangan risiko
bencana, telah diatur lebih lanjut dalam UU Nomor 24 Tahun 2007 tentang
Penanggulangan Bencana, serta peraturan turunannya, yaitu: (1) PP Nomor 21
Tahun 2008 tentang Penyelenggaraan Penanggulangan Bencana; (2) PP Nomor
22 Tahun 2008 tentang Pendanaan dan Pengelolaan Bantuan Bencana; dan
(3) PP Nomor 23 Tahun 2008 tentang Peran Serta Lembaga Internasional dan
Lembaga Asing Nonpemerintah dalam Penanggulangan Bencana.
Selain UU Nomor 24 Tahun 2007 tentang Penanggulangan Bencana, upaya
mitigasi dan pengurangan risiko bencana juga telah disesuaikan ke dalam
kebijakan penataan ruang dalam UU Nomor 26 Tahun 2007 tentang Penataan
Ruang, dan UU Nomor 27 Tahun 2007 tentang Pengelolaan Wilayah Pesisir dan
Pulau-Pulau Kecil.
Selanjutnya untuk mengatur kelembagaan penanggulangan bencana di tingkat
pusat dan daerah, telah ditetapkan Perpres Nomor 8 Tahun 2008 tentang
Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB), serta Permendagri Nomor 46
Tahun 2008 tentang Pedoman Organisasi dan Tata Kerja Badan Penanggulangan
Bencana Daerah (BPBD) dan Peraturan Kepala BNPB Nomor 3 Tahun 2008 tentang
Pedoman Pembentukan Badan Penanggulangan Bencana Daerah (BPBD). Saat
ini telah terbentuk kelembagaan penanggulangan bencana daerah di 23 provinsi
dan 64 kabupaten/kota.
III. Keberhasilan
3.1 Keberhasilan Penanggulangan Pascabencana
di Provinsi NAD dan Kepulauan Nias Provinsi
Sumatera Utara
Pelaksanaan rehabilitasi dan rekonstruksi pascabencana di wilayah Provinsi
NAD dan Kepulauan Nias Provinsi Sumatera Utara selama periode 2005-2008
dilaksanakan oleh BRR NAD-Nias, Pemerintah Daerah dan lembaga donor/
NGO dengan merujuk pada kebijakan Perpres Nomor 47 Tahun 2008 tentang
Perubahan Perpres Nomor 30 Tahun 2005 tentang Rencana Induk Rehabilitasi
dan Rekonstruksi NAD-Nias. Pascaberakhirnya BRR NAD-Nias pada 16 April
2009, pelaksanaan kegiatan kesinambungan rekonstruksi sesuai dengan Perpres
38 Tahun 2008 tentang RKP 2009 akan dilanjutkan oleh Kementerian/Lembaga
terkait (Kementerian Pekerjaan Umum, Kementerian Perhubungan, Kementerian
Dalam Negeri, Kementerian Agama, Kementerian Negara Pembangunan Daerah
Tertinggal, dan Badan Pertanahan Nasional), Pemerintah Daerah Provinsi NAD
403
B
a
g
i
a
n

I
V
Evaluasi Lima Tahun Pelaksanaan RPJMN 2004-2009
dan Pemerintah Daerah Kepulauan Nias. Selain itu, tidak sedikit pula berbagai
lembaga donor/NGO yang masih melanjutkan dan meneruskan kegiatan
kesinambungan rekonstruksi. Berikut keberhasilan pelaksanaan rehabilitasi dan
rekonstruksi wilayah pascabencana.
3.1.1 Bidang Sosial dan Kemasyarakatan
Keberhasilan pelaksanaan rehabilitasi dan rekonstruksi pascabencana pada
bidang sosial dan kemasyarakatan terlihat pada sektor kesehatan. Hal ini terkait
dengan instruksi presiden agar fokus pada menyelamatkan jiwa para korban yang
terluka akibat bencana. Pelaksanaan sasaran agar terciptanya pemulihan kondisi
SDM, khususnya kesehatan masyarakat pada tahun 2009 telah melebihi target
dalam Rencana Induk. Selain itu dalam rangka memulihkan kondisi mental para
korban yang trauma akibat bencana, maka telah dilaksanakan kegiatan Trauma
Conseling yang tersebar di 16 kabupaten di Provinsi NAD dan Kepulauan Nias.
Selanjutnya pada sektor pendidikan, dikarenakan kebutuhan masyarakat untuk
memperoleh pendidikan yang semakin meningkat dan adanya penambahan
jumlah tenaga pengajar, jumlah sekolah yang dibangun telah sesuai dengan
target dari Rencana Induk, bahkan melebihi.
3.1.2 Bidang Perekonomian
Upaya pemulihan bidang per ekonomian, keberhasilan pen capaian terdapat
pada sektor industri, perdagangan, dan per tanian. Pada tahun 2009, pen capaian
pelaksanaan kegiatan pada sektor industri telah sesuai dengan target Rencana
Induk. Demikian pula pelaksanaan em pat kegiatan pada sektor per tanian, telah
terealisasi seba gaimana diamanatkan pada Rencana Induk. Sementara itu,
pada sektor perdagangan ter dapat kegiatan pembangunan/rehabilitasi pasar
dan penyelenggaraan program pelatihan yang pencapaian pelaksanaannya
telah sesuai target Rencana Induk pada tahun 2008. Meskipun telah tercapai,
pada tahun 2009 kedua kegiatan tersebut masih tetap dilaksanakan untuk
meningkatkan perekonomian masyarakat.
3.2 Keberhasilan Penanggulangan Pascabencana di
Provinsi DI Yogyakarta dan Jawa Tengah
Proses rehabilitasi dan rekonstruksi pascabencana di wilayah Provinsi DI
Yogyakarta dan Provinsi Jawa Tengah merupakan pengalaman pertama kali yang
melibatkan secara penuh Pemerintah Daerah, Provinsi dan Kabupaten/Kota
dalam siklus penanggulangan bencana. Pengalaman ini menunjukkan bahwa
kebersamaan sekaligus pemberdayaan Pemerintah Daerah dalam perencanaan
dan pelaksanaan rehabilitasi dan rekonstruksi memberikan dampak positif
terhadap percepatan rehabilitasi dan rekonstruksi dan peningkatan wawasan
pengurangan risiko bencana.
Berdasarkan kebijakan pemulihan wilayah pascabencana di Provinsi DI Yogyakarta
dan Provinsi Jawa Tengah, upaya pemulihan telah berhasil dilaksanakan sejak
tahun 2007 dan 2008. Upaya ini meliputi sasaran pemulihan pada perumahan
dan permukiman, sarana dan prasarana publik, serta revitalisasi perekonomian
daerah dan masyarakat. Secara keseluruhan berikut gambaran keberhasilan
pelaksanaan rehabilitasi di kedua wilayah tersebut.
404
B
a
g
i
a
n

I
V
MEMELIHARA MOMENTUM PERUBAHAN
3.2.1 Pemulihan Perumahan dan Permukiman
Pemulihan perumahan dan permukiman bagi korban bencana bertujuan untuk
menye diakan perumahan dan prasarana pendukung permukiman yang tahan gempa.
Re habilitasi tersebut dilaksanakan dengan anggaran APBN melalui mekanisme penya-
luran Bantuan Langsung Masyarakat Perumahan (BLM-P) dengan melibatkan kelom-
pok swadaya masyarakat.
Sejak tahun 2007 pelaksanaan rehabilitasi perumahan di wilayah Provinsi DI Yog-
ya karta dan Provinsi Jawa Tengah, baik yang rusak berat, sedang dan ringan telah
mencapai lebih dari target Rencana Aksi, bahkan melebihi total kerusakan di
lapangan. Demikian pula rehabilitasi prasarana pendukung lingkungan per mu-
kiman telah dilaksanakan melalui swadaya masyarakat. Hal ini menunjukkan ka pa -
si tas Pemerintah Daerah dalam mengelola pelaksanaan BLM-P yang baik, serta ke-
mampuan untuk melibatkan partisipasi masyarakat yang memiliki budaya gotong
ro yong, sehingga dapat mendorong percepatan pemulihan di bidang perumahan ini.
3.2.2 Pemulihan Sarana dan Prasarana Publik
Rehabilitasi sarana dan prasarana publik pascabencana di Provinsi DI Yogyakarta
dan Provinsi Jawa Tengah bertujuan untuk memperbaiki kualitas dan akses
pelayanan bagi masyarakat yang meliputi bidang kesehatan, pendidikan, prasarana
infrastruktur, pra sarana peribadatan, dan prasarana pemerintahan. Posisi ke-
berhasilan pencapaian pe mulihan sarana prasarana publik hanya terdapat pada
prasarana infrastruktur dan pra sarana pemerintahan. Pada tahun 2008 telah
terehabilitasi 13 ruas jalan dan 28 jembatan yang telah sesuai dengan kerusakan
pascabencana di kedua wilayah tersebut serta sesuai deng an amanat Rencana Aksi.
Demikian pula rehabilitasi prasarana pemerintahan, baik di Provinsi DI Yogyakarta
maupun Provinsi Jawa Tengah secara total telah mencapai target Ren cana Aksi.
3.2.3 Revitalisasi Perekonomian Daerah dan Masyarakat
Tujuan revitalisasi perekonomian adalah untuk memulihkan kembali lapangan kerja
dan kesejahteraan masyarakat. Bagi Provinsi DI Yogyakarta dan Provinsi Jawa Tengah,
sektor perdagangan dan pariwisata memiliki potensi lapangan kerja yang besar. Pada
tahun 2008, pelaksanaan rehabilitasi prasarana pendukung pariwisata di kedua wilayah
tersebut telah mencapai 12 unit, sebagaimana diamanatkan dalam Rencana Aksi yang
lebih besar daripada kerusakan di lapangan. Selanjutnya pada sektor perdagangan
di Provinsi Jawa Tengah pada tahun 2008 seluruh kerusakan kios, los dan loket telah
berhasil direhabilitasi sebagaimana diamanatkan dalam Rencana Aksi. Oleh karena itu
keberhasilan rehabilitasi pada sektor pariwisata dan perdagangan ini diharapkan dapat
memulihkan lapangan kerja dan kesejahteraan masyarakat.
3.3 Keberhasilan Penanganan Semburan Lumpur
Panas Sidoarjo
Meskipun mengalami beberapa kendala dalam pelaksanaan penanggulangan
lumpur Sidoarjo sepanjang tahun 2007 hingga 2009, terdapat beberapa catatan
penting yang telah dihasilkan Bapel BPLS.
Pertama, walaupun menghadapi berbagai keterbatasan pascaperalihan
tanggung jawab penanggulangan semburan dan pengaliran lumpur Sidoarjo
405
B
a
g
i
a
n

I
V
Evaluasi Lima Tahun Pelaksanaan RPJMN 2004-2009
ke Kali Porong oleh PT Lapindo kepada Bapel BPLS, sampai awal Januari 2010
BPLS telah berhasil mempertahankan tidak meluasnya Peta Area Terdampak
(PAT). Salah satu catatan penting di sini adalah walaupun berada pada musim
kemarau antara Juni hingga Desember 2009, telah berkembang suatu kondisi
darurat yang dipicu oleh naiknya ketinggian permukaan lumpur terhadap puncak
Tanggul Lingkar Luar yang berada di bawah ketinggian 1-2 meter, sehingga tetap
memerlukan monitoring dan penanganan yang bersifat antisipatif.
Kedua, penanganan masalah sosial kemasyarakatan di luar PAT yang dilakukan
BPLS melalui pembayaran tahap 30 persen, sesuai Perpres nomor 40 tahun 2009,
telah dapat dituntaskan sesuai jadual. Sementara penanganan masalah sosial
kemasyarakatan bagi masyarakat di sembilan RT dari tiga desa yang dinyatakan
tidak layak huni, walaupun menghadapi tantangan dan kendala di lapangan
yang cukup berarti, pelaksanaannya terus dipertahankan dengan penuh kehati-
hatian, untuk mencegah terjadinya gejolak sosial baru.
Ketiga, sampai dengan akhir Desember 2009, sebanyak 1.788 berkas telah
diajukan oleh warga dari tiga desa di luar PAT. Dari jumlah tersebut, sebanyak
1.744 berkas telah dibayar sebesar 20 persen dengan nilai nominal Rp102,27
miliar. Dari keseluruhan 1.744 berkas, sebanyak 1.738 berkas sudah dilakukan
perjanjian untuk pembayaran 30 persen, dengan nilai nominal Rp153,03 miliar,
sedangkan sisanya sebanyak enam berkas belum dapat dilakukan karena
masih memerlukan penyelesaian sengketa antarkeluarga, dengan nilai nominal
Rp379,02 juta.
3.4 Keberhasilan Upaya Pengurangan Risiko Bencana
Keberhasilan upaya pengurangan risiko bencana yang paling nyata selama
periode 2004-2009 adalah diterbitkannya UU Nomor 24 Tahun 2007 tentang
Penanggulangan Bencana sebagai landasan hukum dalam pelaksanaan
penanggulangan bencana, serta Perpres Nomor 8 Tahun 2008 tentang
pembentukan Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB). Selain itu,
beberapa keberhasilan lainnya antara lain meliputi:
406
B
a
g
i
a
n

I
V
MEMELIHARA MOMENTUM PERUBAHAN
Pertama, upaya pengurangan risiko bencana oleh kementerian/lembaga
melalui berbagai program/kegiatan sektoral dengan sasaran: (1) terlaksananya
pengurangan risiko bencana sebagai prioritas nasional dan daerah serta
penguatan kelembagaan; (2) terlaksananya pengidentifikasian, pengkajian,
dan pemantauan risiko bencana serta penerapan sistem peringatan dini;
(3) terlaksananya pemanfaatan pengetahuan, inovasi dan pendidikan untuk
membangun budaya keselamatan dan ketahanan; (4) pengurangan faktor-faktor
penyebab risiko bencana; dan (5) terlaksananya penguatan kesiapan menghadapi
bencana pada semua tingkatan masyarakat.
Kedua, upaya pengurangan risiko bencana di daerah yang dapat dilihat dengan
terbentuknya kelembagaan penanggulangan bencana dalam dua tahun terakhir
ini, yaitu pembentukan BPBD di 23 provinsi dan 64 kabupaten/kota, serta
pengarusutamaan pengurangan risiko bencana dalam dokumen perencanaan
pembangunan daerah.
407
B
a
g
i
a
n

V
Evaluasi Lima Tahun Pelaksanaan RPJMN 2004-2009
Bagian V
Penutup
408
B
a
g
i
a
n

V
MEMELIHARA MOMENTUM PERUBAHAN 408 MEMELIHARA MOMENTUM PERUBAHAN
B
a
g
i
a
n

V
409
B
a
g
i
a
n

V
Evaluasi Lima Tahun Pelaksanaan RPJMN 2004-2009
Bagian 5
Penutup
5.1 Agenda I Mewujudkan Indonesia yang Aman dan
Damai
S
asaran pertama dari Agenda Mewujudkan Indonesia yang Aman dan Damai
adalah meningkatnya rasa aman dan damai. Dalam kurun waktu 2004-
2009, pencapaian sasaran ini menunjukkan hasil yang cukup baik. Situasi
yang aman dan damai dapat terwujud melalui berbagai kemajuan yang dicapai
dari penyelesaian berbagai konflik di daerah, seperti Nanggroe Aceh Darussalam
(NAD), Papua dan Maluku maupun konflik antarkelompok warga masyarakat;
serta penanggulangan berbagai bentuk kriminalitas, termasuk kejahatan
konvensional, transnasional dan peredaran gelap narkoba.
Prioritas Peningkatan Rasa Saling Percaya dan Harmonisasi Antarkelompok
Masyarakat. Pencapaian situasi harmonis dikalangan masyarakat merupakan
410
B
a
g
i
a
n

V
MEMELIHARA MOMENTUM PERUBAHAN
kontribusi signifikan dari peran masyarakat bersama pemerintah. Ini terlihat dari
hasil pemulihan wilayah pasca konflik dan peningkatan komitmen persatuan dan
kesatuan nasional, khususnya di Papua, Maluku, Maluku Utara, Poso Sulawesi
Tengah, Nusa Tenggara Barat, Jatim, Aceh dan Kalimantan Barat, memperlihatkan
hasil yang cukup baik. Khusus di NAD, stabilitas sosial politik yang terjadi tidak
terlepas dari keberhasilan program reintegrasi yang dilaksanakan melalui kerja
sama Pemerintah Pusat dan pemerintah daerah Provinsi NAD, serta peran
forum komunikasi dan koordinasi yang menjadi wadah bagi penyelesaian
masalah yang berkaitan dengan agenda perdamaian yang telah disepakati.
Di Papua, situasi yang relatif kondusif merupakan sumbangan dari penguatan
implementasi Otonomi Khusus bagi Provinsi Papua sesuai dengan UU Nomor
21 Tahun 2001 dan penerapan Inpres Nomor 5 Tahun 2007 tentang Percepatan
Pembangunan Provinsi Papua dan Papua Barat yang sering disebut sebagai New
Deal Policy for Papua. Situasi sosial politik di Maluku dan Maluku Utara semakin
kondusif sebagai hasil dari fasilitasi pelaksanaan Inpres Nomor 6 Tahun 2003
yang memberikan dukungan dan dorongan untuk meningkatkan kapasitas dan
kapabilitas pemerintahan daerah, pelaksanaan rehabilitasi, upaya dialog dan
komunikasi efektif, serta pendampingan bagi masyarakat. Berbagai pencapaian
khususnya dalam menjaga stabilitas sosial dan politik merupakan kontribusi dari
pelaksanaan program-program yang dilaksanakan selama lima tahun, terutama
dukungan pelaksanaan Program Pemulihan Wilayah Pasca Konflik dan Program
Peningkatan Komitmen Persatuan dan Kesatuan.
Prioritas Pengembangan Kebudayaan yang Berlandaskan Pada Nilai-nilai
Luhur. Pengembangan kebudayaan yang diarahkan untuk memperkuat jati diri
dan karakter bangsa dalam periode RPJMN 20042009 telah memberikan
kemajuan yang cukup berarti. Kemajuan yang cukup menonjol ditunjukkan oleh
semakin berkembangnya pemahaman terhadap pentingnya kesadaran akan
keragaman budaya yang ditandai oleh menurunnya eskalasi konflik/perkelahian
antarkelompok warga di tingkat desa, yaitu dari 2.583 desa pada tahun 2003
menjadi 1.235 desa pada tahun 2008 (BPS, 2008; Podes). Program Pengelolaan
Keragaman Budaya telah mendorong terciptanya situasi yang lebih kondusif di
kalangan masyarakat yang tercermin dari terlaksananya dialog antarbudaya yang
terbuka dan demokratis untuk mengatasi berbagai persoalan bangsa khususnya
dalam rangka kebersamaan dan integrasi serta terlaksananya kampanye hidup
rukun dalam keragaman budaya/multikultur. Dengan situasi yang lebih kondusif
411
B
a
g
i
a
n

V
Evaluasi Lima Tahun Pelaksanaan RPJMN 2004-2009
ini, diharapkan konflik antarkelompok masyarakat akan semakin berkurang dan
pada akhirnya akan memperkokoh NKRI.
Prioritas Peningkatan Keamanan, Ketertiban, dan Penanggulangan Kriminalitas.
Pelaksanaan RPJMN 20042009 untuk prioritas peningkatan keamanan, keter-
tiban, dan penanggulangan
kriminalitas, secara umum
menunjukkan kemajuan.
Namun tidak dapat dipung-
kiri bahwa berbagai tindak
kriminal seperti kejahatan
konvensional maupun trans-
nasional, konflik horizontal
dan vertikal, penyalahgunaan
dan peredaran gelap nar-
koba, serta berbagai bentuk
kriminalitas yang lainnya,
baik secara kuantitas maupun
kualitas, masih menunjukkan
angka yang cukup tinggi. Kecenderungan meningkatnya indeks kriminalitas mau-
pun jumlah kejahatan konvensional dan kejahatan transnasional diduga bukan
disebabkan oleh kurangnya jumlah dan pelayanan polisi, tetapi lebih disebabkan
oleh meningkatnya faktor korelatif kriminogen, seperti meningkatnya jumlah
pengangguran dan kemiskinan, serta tingginya peluang dan kesempatan untuk
melakukan tindakan kriminalitas. Dalam memelihara keamanan dan ketertiban
masyarakat, kontribusi Program Pemeliharaan Kamtibmas cukup menonjol yang
dicirikan dengan tidak adanya konflik horizontal maupun vertikal yang beraki-
bat terganggunya keamanan dalam negeri, aktivitas masyarakat, maupun dunia
usaha.
Sasaran kedua adalah semakin kokohnya NKRI berdasarkan Pancasila, UUD 1945,
dan Bhinneka Tunggal Ika. Penurunan konflik dan pulihnya kondisi keamanan
dan ketertiban masyarakat di daerah pascakonflik separatisme, seperti NAD
dan Papua, menunjukkan keberhasilan pemerintah bersama masyarakat
dalam menjaga kekokohan NKRI. Selain itu upaya pencegahan dan penindakan
aksi terorisme yang dapat dilaksanakan dalam waktu relatif singkat terbukti
telah menimbulkan rasa aman di masyarakat. Sasaran ini diwujudkan melalui
penetapan prioritas pencegahan dan penanggulangan separatisme; pencegahan
dan penanggulangan gerakan terorisme; serta peningkatan kemampuan
pertahanan negara.
Prioritas Pencegahan dan Penanggulangan Separatisme. Dalam upaya
pencegahan dan penanggulangan separatisme, pemerintah berhasil
menuntaskan konflik separatisme di Nanggroe Aceh Darussalam (NAD) dan
mengurangi intensitas konflik separatisme di Papua. Berbagai peristiwa yang
mengganggu keamanan dan ketertiban masyarakat yang membawa faham
separatisme dapat diselesaikan melalui pendekatan yang sesuai dengan kondisi
dan situasi konflik. Dampak positif dari semakin kondusifnya perkembangan
politik adalah terciptanya kondisi yang aman bagi kehidupan masyarakat umum
yang diikuti oleh terselenggaranya proses pembangunan di segala bidang.
Kebijakan otonomi khusus untuk provinsi tertentu dan otonomi daerah untuk
412
B
a
g
i
a
n

V
MEMELIHARA MOMENTUM PERUBAHAN
daerah lainnya dapat dilaksanakan sesuai dengan pentahapannya. Keberhasilan
Pemerintah dalam pencegahan dan penanggulangan separatisme dalam kurun
waktu lima tahun tercermin dari terlaksananya berbagai kegiatan Program
Pemantapan Keamanan Dalam Negeri. Program ini ditetapkan sebagai bagian
dari strategi dalam meningkatkan kondisi keamanan dalam negeri, terutama di
daerah rawan konflik dan rawan tindak separatisme.
Prioritas Pencegahan dan Penanggulangan Gerakan Terorisme. Upaya
pencegahan dan penanggulangan terorisme yang dilakukan sampai dengan
tahun 2008 telah menunjukkan keberhasilan. Namun, terjadinya peristiwa
peledakan bom di Hotel JW Marriot dan Ritz Carlton pada pertengahan tahun
2009 menunjukkan bahwa aksi terorisme harus terus diwaspadai. Sejumlah
keberhasilan aparat bersama masyarakat dalam mencegah dan menindak aksi-
aksi terorisme membuktikan bahwa daya cegah dan tangkal negara terhadap
ancaman terorisme secara keseluruhan telah meningkat. Aparat keamanan
mampu mengurai dan menghubungkan kasus-kasus terorisme dengan jaringan-
jaringan terorisme yang ada di Indonesia dan keterkaitannya dengan jaringan
terorisme internasional. Kemampuan dalam mencegah dan menindak aksi-
aksi terorisme tersebut terlaksana berkat dukungan sarana dan prasarana
pencegahan dan penanggulangan terorisme yang semakin memadai. Secara
simultan, seluruh kegiatan Program Pemantapan Keamanan Dalam Negeri telah
berhasil dengan baik dalam pelaksanaan penanggulangan aksi terorisme. Hal itu
terlihat dari perubahan Desk Terorisme, yang meningkat peranannya menjadi
Badan Penanggulangan Terorisme. Dokumen perubahan tersebut dalam waktu
dekat akan ditandatangani oleh Presiden RI sebagai tindak lanjut Program 100
Hari Pemerintahan SBY-Boediono.
Prioritas Peningkatan Kemampuan Pertahanan Negara. Kemajuan
pembangunan pertahanan negara dalam kurun waktu RPJMN 20042009
antara lain ditunjukan oleh peningkatan kesiapan personel dan alutsista,
serta terselenggaranya latihan matra dan gabungan TNI sesuai rencana secara
413
B
a
g
i
a
n

V
Evaluasi Lima Tahun Pelaksanaan RPJMN 2004-2009
berkelanjutan. Profesionalisme TNI terus ditingkatkan melalui pengembangan
kekuatan terpusat, kewilayahan, satuan tempur, satuan bantuan tempur dan
satuan pendukung, serta pelaksanaan latihan perorangan hingga latihan gabungan
TNI. Jumlah personel TNI dalam kurun waktu lima tahun meningkat dari 382.326
personel menjadi 402.595 personel atau bertambah sebanyak 20.359 personel.
Keberhasilan pencapaian sasaran peningkatan kemampuan pertahanan negara
terwujud melalui pelaksanaan Program Pengembangan Pertahanan (lintasmatra
darat, laut, dan udara). Keberhasilan yang cukup menonjol pada akhir tahun
2009 adalah meningkatnya tingkat kesiapan alutsista yang mencapai rata-rata
sekitar 60 persen, yang disumbangkan oleh matra darat sekitar 81 persen, matra
laut sekitar 46 persen, dan matra udara 59 persen.
Sasaran ketiga adalah semakin berperannya Indonesia dalam menciptakan
perdamaian dunia. Sasaran ini dinilai berhasil dari berbagai pencapaian yang
diraih oleh Pemerintah Indonesia dalam memperjuangkan kepentingan nasional
di berbagai forum internasional.
Prioritas Pemantapan Politik Luar Negeri dan Peningkatan Kerjasama
Internasional. Kiprah diplomasi Indonesia selama periode 20042009 terus
menguat sejalan dengan peran aktif yang dimainkan oleh Indonesia dalam
percaturan diplomasi internasional, baik dalam kerangka bilateral, regional
maupun multilateral. Dunia internasional mengapresiasi peran penting Indonesia
dalam menjawab berbagai tantangan global yang dihadapi, seperti menjadi tuan
rumah dalam perhelatan internasional untuk mengatasi masalah perubahan
iklim atau dikenal dengan UNFCC (United Nation Framework on Climate Changes)
dan menghasilkan Bali Roadmap. Porsi pencapaian terbesar pada lingkup ASEAN
adalah diadopsinya prakarsa Indonesia terkait dengan pembentukan Komunitas
ASEAN. Berkaitan dengan pemulihan citra Indonesia, Indonesia yang moderat
dan demokratis merupakan citra baru yang dibangun dan disebarluaskan ke
seluruh dunia. Penyebarluasan ide dan gagasan melalui pembangunan citra
414
B
a
g
i
a
n

V
MEMELIHARA MOMENTUM PERUBAHAN
telah memantapkan posisi Indonesia sebagai pemain aktif dalam pergaulan
internasional yang pada gilirannya akan membantu mempercepat tercapainya
tujuan pembangunan nasional. Pelaksanaan Program Penegasan Komitmen
Perdamaian Dunia dinilai paling memberikan dampak bagi pencapaian sasaran
RPJMN 2004-2009, terutama pencapaian yang diraih terkait dengan peran
Indonesia di PBB, penyelesaian masalah Palestina, dan peningkatan upaya
penanggulangan kejahatan lintasnegara seperti terorisme, money laundering,
penyalahgunaan narkoba, trafficking, dan lain-lain.
5.2 Agenda II Mewujudkan Indonesia Yang Adil dan
Demokratis
Sasaran pertama dari Agenda Mewujudkan Indonesia yang Adil dan Demokratis
adalah meningkatnya keadilan dan penegakan hukum. Perwujudan peningkatan
keadilan terlihat dari berbagai penyusunan perundang-undangan yang tidak
diskriminatif. Namun, dalam hal penegakan hukum masih ditemukan berbagai
pelanggaran terhadap hak asasi manusia, sehingga masih diperlukan upaya
dan komitmen yang lebih intensif. Sasaran ini diwujudkan melalui prioritas
Pembenahan Sistem dan Politik Hukum; serta Penghormatan, Pengakuan, dan
Penegakan atas Hukum dan Pengakuan atas Hak Asasi Manusia (HAM).
Prioritas Pembenahan Sistem dan Politik Hukum. Pencapaian sasaran penataan
hukum dilaksanakan melalui peninjauan dan penataan kembali peraturan
perundang-undangan. Selama lima tahun pelaksanaan RPJMN 2004-2009
Pemerintah telah menetapkan sebanyak 284 Rancangan Undang-Undang (RUU)
yang tercantum dalam Program Legislasi Nasional (Prolegnas). Dari jumlah
tersebut sebanyak 87 buah UU merupakan RUU yang tercantum dalam Prolegnas.
Salah satu faktor penghambat dalam proses perencanaan dan pembentukan
hukum adalah masih belum dipatuhinya Program Legislasi Nasional (Prolegnas)
secara konsisten. Program yang mendukung pencapaian sasaran pembangunan
sistem dan politik hukum adalah Program Pembentukan Hukum. Keberhasilan
pelaksanaan program ini ditentukan oleh peraturan perundang-undangan yang
dihasilkan, salah satunya adalah pada bidang pemberantasan korupsi, dengan
disahkannya UU Nomor 7 Tahun 2006 tentang Pengesahan United Nation
Convention Against Corruption 2003 (Konvensi Perserikatan Bangsa Bangsa
Anti Korupsi) dan UU Nomor 46 Tahun 2009 tentang Pengadilan Tindak Pidana
Korupsi.
Prioritas Penghapusan Diskriminasi dalam Berbagai Bentuk. Pencapaian
penghapusan diskriminasi dalam berbagai bentuk dilaksanakan antara lain
melalui peraturan perundang-undangan yang tidak mengandung unsur
diskriminatif; perbaikan pelayanan, khususnya di bidang hukum termasuk HaKI,
keimigrasian, dan administrasi hukum umum; serta pelaksanaan bantuan hukum
bagi masyarakat miskin dan terpinggirkan. Kesadaran dan peran aktif masyarakat
dalam menciptakan kondisi yang kondusif dalam penyelenggaraan Pemilu
dengan aman dan tertib terlihat dari pelaksanaan Pemilu Legislatif dan Pemilu
Presiden pada tahun 2009. Program Pelayanan dan Bantuan Hukum merupakan
satu-satunya program yang menjadi andalan dalam mewujudkan pencapaian
prioritas pembangunan ini. Pada kurun waktu 20042009, program tersebut
dilaksanakan oleh beberapa kementerian/lembaga dan tidak hanya dilaksanakan
oleh kementerian/lembaga yang terkait di bidang hukum saja.
415
B
a
g
i
a
n

V
Evaluasi Lima Tahun Pelaksanaan RPJMN 2004-2009
Prioritas Penghormatan, Pengakuan dan Penegakan atas Hukum dan Hak Asasi
Manusia. Pencapaian penanganan korupsi di Indonesia telah memperlihatkan
hasil yang cukup baik, dengan meningkatnya Indeks Persepsi Korupsi (IPK)
Indonesia dari 1,9 pada tahun 2004 menjadi 2,8 pada tahun 2009. Pencapaian
tersebut tidak terlepas dari kerja keras Pemerintah un tuk terus meningkatkan
upa ya pemberantasan ko rup si di berbagai bidang. Na mun, pelaksanaan pe ne-
ga kan hukum atas hak asasi manusia di Indonesia secara keseluruhan belum
menunjukkan hasil yang menggembirakan. Berbagai pelanggaran terhadap hak
asasi manusia masih terjadi seperti pada kasus-kasus penggusuran, kelaparan,
dan pemutusan hubungan kerja secara massal. Terkait dengan penegakan dan
perlindungan HAM, sampai saat ini juga terus dilakukan berbagai Rencana Aksi
Nasional HAM (RAN-HAM). Rencana aksi ini tertuang dalam Keppres Nomor
40 Tahun 2004 tentang
RANHAM 2004-2009 diser-
tai dengan kegiatan mo-
ni to ring dan evaluasi pe-
lak sanaannya. Upa ya
pen capaian sasaran peng-
hor ma tan, pengakuan, dan
pene gakan atas Hukum dan
HAM ini terutama didukung
me lalui pelak sanaan Pro-
gram Penega kan Hukum
dan Hak Asasi Manusia.
Sasaran kedua adalah terjaminnya keadilan gender untuk meningkatkan
peran perempuan dalam berbagai bidang pembangunan. Pencapaian indeks
pembangunan gender (IPG)/Gender-related Development Index (GDI) dan indeks
pemberdayaan gender (IDG)/(Gender Empowerment Measure GEM) menunjuk-
kan peningkatan, artinya telah terjadi kemajuan dalam upaya peningkatan
keadilan gender. Sasaran ini diwujudkan melalui prioritas Peningkatan Kualitas
Kehidupan dan Peran Perempuan Serta Kesejahteraan dan Perlindungan Anak
Prioritas Peningkatan Kualitas Kehidupan dan Peran Perempuan Serta
Kesejahteraan dan Perlindungan Anak. Kesenjangan pencapaian pembangunan
bagi perempuan dan laki-laki mengalami penurunan, walaupun masih perlu
diturunkan lebih lanjut. Hal ini terlihat dari peningkatan angka IPG, yaitu dari
0,721 pada tahun 2005 menjadi 0,726 pada tahun 2007 (Human Development
Report/HDR). Selain itu IDG Indonesia, juga menunjukkan peningkatan, yaitu
dari 0,613 pada tahun 2005 menjadi 0,621 pada tahun 2007 (BPS-KNPP).
Namun demikian, kecilnya peningkatan nilai IDG tersebut mengindikasikan
bahwa peningkatan kesetaraan gender di bidang ketenagakerjaan, ekonomi, dan
politik, masih belum memadai. Kemajuan terlihat pula pada kesejahteraan dan
perlindungan anak, terutama di bidang pendidikan, kesehatan, dan perlindungan
anak. Di bidang pendidikan ditunjukkan dengan meningkatnya angka partisipasi
kasar (APK) pendidikan anak usia dini dan angka partisipasi sekolah (APS) usia
7-12, 13-15, dan 16-18 tahun. Di bidang kesehatan, ditandai dengan menurunnya
angka kematian bayi, balita, dan neonatal. Sedangkan di bidang ketenagakerjaan
ditunjukkan dengan menurunnya persentase pekerja anak usia 10-14 tahun.
416
B
a
g
i
a
n

V
MEMELIHARA MOMENTUM PERUBAHAN
Sasaran ketiga adalah meningkatnya pelayanan kepada masyarakat dengan
menyelenggarakan otonomi daerah dan kepemerintahan daerah yang baik,
menjamin konsistensi seluruh peraturan pusat dan daerah, serta tidak
bertentangan dengan peraturan dan perundangan yang lebih tinggi. Perwujudan
dari peningkatan pelayanan kepada masyarakat dengan menyelenggarakan
otonomi daerah dan kepemerintahan yang baik terlihat dari perkembangan
daerah otonomi baru yang tertata cukup baik dan peningkatan dan perkembangan
kapasitas keuangan Pemerintah Daerah dengan adanya peningkatan transfer
keuangan dari Pemerintah Pusat kepada Pemerintah daerah lebih dari 100
persen. Sasaran ini diwujudkan melalui prioritas Revitalisasi Proses Desentralisasi
dan Otonomi Daerah.
Prioritas Revitalisasi Proses Desentralisasi dan Otonomi Daerah. Pada kurun
waktu 20042009 perkembangan daerah otonomi baru tertata cukup baik.
Hal ini tercermin dari terkendalinya pembentukan daerah otonomi baru,
yaitu berupa penurunan jumlah daerah otonom baru (DOB) yang terbentuk
dari sebanyak 104 daerah pada kurun waktu 20002004 menjadi 57 daerah
pada kurun waktu 20042009. Berdasarkan peningkatan dan perkembangan
kapasitas keuangan Pemerintah Daerah dalam rangka peningkatan pelayanan
masyarakat, penyelenggaraan otonomi daerah, dan penciptaan pemerintahan
daerah yang baik, telah terjadi peningkatan transfer keuangan dari Pemerintah
kepada Pemerintah Daerah dari Rp150,46 Triliun pada tahun 2005 menjadi
Rp309,57 Triliun pada tahun 2009. Selain itu, proporsi Pendapatan Asli Daerah
(PAD) terhadap total pendapatan daerah terutama pada daerah kabupaten/kota
juga meningkat dari tahun 2007 sebesar 6,1 persen menjadi sebesar 7,1 persen
di tahun 2009
Sasaran keempat adalah meningkatnya pelayanan birokrasi kepada masyarakat.
Hal ini akan dicerminkan dengan berkurangnya secara nyata praktik korupsi di
birokrasi, yang dimulai dari tataran (jajaran) pejabat yang paling atas, terciptanya
sistem pemerintahan dan birokrasi yang bersih, akuntabel, transparan, efisien,
dan berwibawa. Perwujudan peningkatan pelayanan birokrasi masyarakat dapat
terlihat dari penurunan praktik korupsi sesuai dengan meningkatnya indeks
persepsi korupsi Indonesia, meningkatnya opini wajar tanpa pengecualian
(WTP) hasil audit BPK atas Laporan Keuangan Kementerian/Lembaga (LKKL)
dan Laporan Keuangan Pemerintah Daerah (LKPD), serta meningkatnya jumlah
instansi pemerintah (pusat, daerah) yang melaksanakan dan melaporkan
pelaksanaan Inpres Nomor 5 Tahun 2004 tentang Percepatan Pemberantasan
Korupsi. Sasaran ini diwujudkan melalui penetapan prioritas yang diletakkan
pada penciptaan tata pemerintahan yang bersih dan berwibawa.
Prioritas Penciptaan Tata Pemerintahan yang Bersih dan Berwibawa. Pada RPJMN
20042009, pembangunan aparatur negara diarahkan untuk menciptakan tata
pemerintahan yang bersih dan berwibawa dengan sasaran berkurangnya secara
nyata praktik korupsi di birokrasi, meningkatnya kualitas pelayanan publik; dan
terciptanya sistem kelembagaan dan ketatalaksanaan pemerintahan yang efisien,
efektif, transparan, profesional, dan akuntabel. Praktik korupsi telah menurun
secara nyata sesuai dengan meningkatnya IPK Indonesia, meningkatnya opini
WTP hasil audit BPK atas LKKL dan LKPD, serta meningkatnya jumlah instansi
pemerintah (pusat, daerah) yang melaksanakan dan melaporkan pelaksanaan
Inpres Nomor 5 Tahun 2004 tentang Percepatan Pemberantasan Korupsi.
417
B
a
g
i
a
n

V
Evaluasi Lima Tahun Pelaksanaan RPJMN 2004-2009
Berbagai program bidang aparatur negara yang dilaksanakan sampai dengan
tahun 2009 telah memberikan kontribusi yang berarti dalam upaya menciptakan
tata pemerintahan yang bersih dan berwibawa. Keberhasilan pembangunan
aparatur negara antara lain ditunjukkan oleh pencapaian Program Peningkatan
Pengawasan dan Akuntabilitas Aparatur Negara, Program Peningkatan Kualitas
Pelayanan Publik, dan Program Penataan Kelembagaan dan Ketatalaksanaan.
Sasaran kelima adalah terlaksananya Pemilihan Umum (Pemilu) 2009 secara
demokratis, jujur, dan adil dengan menjaga momentum konsolidasi demokrasi
yang sudah terbentuk berdasarkan hasil Pemilu secara langsung tahun 2004.
Perwujudan sasaran ini ditunjukkan dengan dukungan yang positif dan
keterlibatan Pemerintah dalam penyusunan perubahan/revisi terhadap peratu-
ran perundangan bidang politik bagi berkembangnya proses demokratisasi
Indonesia. Sasaran ini diwujudkan melalui prioritas Perwujudan Lembaga
Demokrasi yang Makin Kokoh.
Prioritas Perwujudan Lembaga Demokrasi yang Makin Kokoh. Penguatan
kelembagaan demokrasi difokuskan pada penguatan yang bersifat prosedural dan
substansial. Hal ini ditunjukkan dengan dijaminnya proses checks and balances
atau prinsip-prinsip pengawasan antarkekuasaan secara timbal balik dan
berimbang, serta adanya pengakuan hak asasi manusia. Dalam masa 20042009,
proses konsolidasi demokrasi dititikberatkan pada: (1) upaya untuk meningkatkan
peran dan fungsi lembaga penyelenggara negara dan lembaga kemasyarakatan
sesuai konstitusi dan peraturan perundangan yang berlaku; (2) peningkatan
partisipasi masyarakat dalam proses pengambilan keputusan kebijakan
publik; serta (3) upaya untuk dapat menyelenggarakan pemilihan umum yang
demokratis, jujur, dan adil. Tuntutan masyarakat
sekaligus kepemimpinan lembaga Mahkamah
Konstitusi (MK) dan Komisi Pemberantasan
Korupsi (KPK) yang memberikan perhatian agar
demokrasi dapat berjalan dengan baik telah
mendorong lembaga-lembaga pemerintah untuk
menunjukkan upaya perbaikan kinerja dan
menghasilkan keluaran yang diharapkan oleh
rakyat. Dampak dari kinerja parpol yang belum
optimal adalah lemahnya kepercayaan publik
terhadap partai politik. Prioritas pembangunan
perwujudan lembaga demokrasi yang makin
kokoh dicapai melalui beberapa program dan
kegiatan pokok, yang salah satunya adalah Program Penyempurnaan dan
Penguatan Kelembagaan Demokrasi. Keberhasilan pelaksanaan program ini
terlihat dengan adanya dukungan yang positif dan keterlibatan Pemerintah
dalam penyusunan perubahan/revisi terhadap peraturan perundangan bidang
politik bagi berkembangnya proses demokratisasi Indonesia, seperti UU Nomor
22 Tahun 2007 tentang Penyelenggara Pemilu, UU Nomor 2 Tahun 2008 tentang
Partai Politik dan UU No.10 Tahun 2008 tentang Pemilihan Umum Anggota DPR,
DPD, dan DPRD serta UU Nomor 42 Tahun 2008 tentang Pemilu Presiden dan
Wakil Presiden.
418
B
a
g
i
a
n

V
MEMELIHARA MOMENTUM PERUBAHAN
5.3 Agenda III Meningkatkan Kesejahteraan Rakyat
Sasaran pertama Agenda Meningkatkan Kesejahteraan Rakyat adalah
menurunnya jumlah penduduk miskin menjadi 8,2 persen tahun 2009 serta
terciptanya lapangan kerja yang mampu mengurangi pengangguran terbuka
menjadi 5,1 persen tahun 2009 dengan didukung oleh stabilitas ekonomi yang
tetap terjaga. Pencapaian sasaran ini menunjukkan hasil yang cukup baik.
Selama kurun waktu 20042009, tingkat kemiskinan secara umum semakin
menurun yaitu menjadi 14,15 persen. Tingkat pengangguran terbuka telah
berhasil diturunkan sampai dengan 7,87
persen pada Agustus 2009, namun
sebagian besar lapangan kerja yang
tercipta masih didominasi oleh lapangan
kerja informal. Perwujudan pencapaian
sasaran ini dilaksanakan melalui prioritas:
(1) penanggulangan kemiskinan; (2)
peningkatan investasi dan ekspor non-
migas; (3) peningkatan daya saing
industri manufaktur; (4) revitalisasi
pertanian; pemberdayaan koperasi
dan usaha mikro, kecil, dan menengah
(UMKM); (5) peningkatan pengelolaan Badan Usaha Milik Negara (BUMN); (6)
peningkatan kemampuan ilmu pengetahuan dan teknologi (Iptek); (7) perbaikan
iklim ketenagakerjaan; dan (8) pemantapan stabilitas ekonomi makro.
Prioritas Penanggulangan Kemiskinan. Pemerintah pada periode tahun
20042009 menetapkan penanggulangan kemiskinan sebagai prioritas utama
pembangunan. Selama kurun waktu 20042009, tingkat kemiskinan secara
umum semakin menurun. Pada tahun 2004, persentase penduduk dibawah garis
kemiskinan sebesar 16,66 persen, angka ini menurun menjadi 14,15 persen pada
tahun 2009. Penurunan ini merupakan hasil kerja keras di tengah goncangan
ekonomi global yang menuntut naiknya harga BBM secara tajam dan berdampak
pada perekonomian domestik. Selain itu, bencana alam yang melanda sejumlah
daerah selama periode tersebut turut menahan perbaikan kondisi perekonomian
domestik. Pemerintah telah melakukan upaya-upaya untuk menurunkan jumlah
penduduk miskin diantaranya melalui Program Keluarga Harapan (PKH) dan
Program Nasional Pemberdayaan Masyarakat (PNPM) Mandiri.
Prioritas Peningkatan Investasi dan Ekspor Non Migas. Kegiatan investasi dan
ekspor dapat mendorong pertumbuhan ekonomi yang lebih berkesinambungan.
Pada periode tahun 20042009, Pemerintah telah menerbitkan berbagai
peraturan dan deregulasi peraturan Pemerintah di pusat dan daerah untuk
mewujudkan iklim investasi yang sehat. Dari sisi ekspor, pertumbuhan ekspor
non-migas yang cukup tinggi terjadi selama periode 20052008 dengan rata-
rata sebesar 17,9 persen. Namun sepanjang tahun 2009 ekspor non-migas
terkena dampak negatif dari krisis ekonomi global sehingga nilainya terkontraksi
dengan pertumbuhan sebesar -9,7 persen. Penurunan ekspor non-migas ini
disebabkan oleh penurunan permintaan dunia dan penurunan harga komoditas/
produk ekspor. Indonesia telah berhasil menurunkan ketergantungan terhadap
ekspor tradisional. Pada tahun 2005 pangsa pasar ekspor tradisional sebesar 54,7
persen dan kemudian menjadi sebesar 45,1 persen pada tahun 2009. Selain itu,
419
B
a
g
i
a
n

V
Evaluasi Lima Tahun Pelaksanaan RPJMN 2004-2009
Indonesia telah mampu diversifikasi pasar tujuan ekspor. Adapun, upaya yang
telah dilakukan oleh Pemerintah diantaranya melalui Program Peningkatan dan
Pengembangan Ekspor.
Prioritas Peningkatan Daya Saing Industri Manufaktur. Rencana Pembangunan
Jangka Menengah Nasional 20042009 menekankan pentingnya peningkatan
daya saing industri manufaktur, karena hal tersebut merupakan strategi untuk
menjawab tantangan globalisasi dan liberalisasi ekonomi dunia. Industri
manufaktur dalam kurun waktu 20052009 menunjukkan peningkatan rata-
rata sebesar 3,9 persen per tahun. Pencapaian ini masih di bawah laju rata-rata
sasaran RPJMN 20042009 sebesar 8,56 persen per tahun. Industri manufaktur
Indonesia masih dapat dikatakan baik ditengah gejolak ekonomi global. Industri
manufaktur pada negara-negara berkembang lainnya mengalami perlambatan,
namun industri manufaktur Indonesia tetap mengalami pertumbuhan.
Pemerintah terus berupaya meningkatkan daya saing industri manufaktur.
Kebijakan diarahkan pada perkuatan struktur dan daya saing manufaktur yang
meliputi tiga program yaitu: (1) Program Penguatan Struktur Industri, (2) Program
Pengembangan Industri Kecil dan Menengah, dan (3) Program Peningkatan
Kemampuan Teknologi Industri.
Prioritas Revitalisasi Pertanian. Dalam kurun waktu 20042009, revitalisasi
pertanian telah mencapai bebe rapa perkembangan yang baik, yang dicerminkan
dengan me ning katnya pencapaian ma sing-masing sasaran dalam RPJMN 2004
2009. Dalam pen ca paian sasaran utama revita lisasi pertanian didapatkan pertum-
buhan PDB sektor pertanian yang mencapai rata-rata 3,6 persen per tahun
dengan pertumbuhan PDB subsektor tanaman bahan makanan mencapai 3,7
persen, tanaman perkebunan 3,6
persen, peternakan dan hasilnya
2,9 persen, dan perikanan 5,6
persen. Penyerapan tenaga
kerja sektor pertanian juga
meningkat rata-rata sebesar
1,2 persen per tahun yang
diimbangi dengan peningkatan
kesejahteraan petani dan
nelayan yang ditunjukkan dengan
perkembangan Nilai Tukar Petani
(NTP). NTP pada tahun 2009
telah mencapai 110,2 atau naik
dari 102,9 pada tahun 2004.
Dalam pencapaian sasaran antara peningkatan ketahanan pangan, kemampuan
untuk meningkatkan produksi beras dalam negeri telah menunjukkan hasil yang
baik dimana dalam kurun waktu 20042009, produksi padi/beras meningkat
rata-rata sebesar 3,4 persen per tahun. Pencapaian-pencapaian penting berhasil
diwujudkan terutama melalui pelaksanaan Program Peningkatan Ketahanan
Pangan dan Program Pengembangan Sumber daya Perikanan.
Prioritas Pemberdayaan Koperasi dan Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah.
Pemberdayaan koperasi dan usaha mikro, kecil dan menengah telah berhasil
dalam meningkatkan produktivitas UMKM dengan laju pertumbuhan yang
lebih tinggi dari laju pertumbuhan produktivitas nasional. Pada tahun 2008
420
B
a
g
i
a
n

V
MEMELIHARA MOMENTUM PERUBAHAN
produktivitas UMKM per unit usaha mencapai 22,73 juta/unit usaha dengan
rata-rata laju pertumbuhan hampir 2,5 persen setiap tahunnya. Sedangkan
produktivitas UMKM per tenaga kerja pada tahun 2008 adalah sebesar 12,72
juta/tenaga kerja dengan laju pertumbuhan rata-rata hampir sebesar 3 persen
setiap tahunnya yang jauh lebih tinggi dari produktivitas nasional yang laju
pertumbuhannya tidak sampai dengan 2 persen. Namun, terdapat beberapa
hal yang perlu mendapat perhatian yaitu penurunan kualitas koperasi yang
ditunjukkan oleh penurunan jumlah koperasi aktif yang melakukan Rapat Anggota
Tahunan (RAT) dan kepemilikan manajer dalam koperasi; serta penurunan daya
saing produk UMKM dalam pasar ekspor rata-rata sebesar 0,17 persen selama
periode 20052008.
Prioritas Peningkatan Pengelolaan BUMN. Peningkatan kinerja dan daya
saing BUMN dalam rangka memperbaiki pelayanan kepada masyarakat dan
memberikan sumbangan terhadap keuangan negara merupakan pencapaian
penting yang terus diupayakan peningkatannya. Selama periode tahun 2005
hingga 2008, dari sebanyak 139 BUMN yang dikuasai Pemerintah, jumlah BUMN
yang merugi semakin sedikit yaitu 36 BUMN pada tahun 2005, menjadi 39
BUMN pada tahun 2006, 34 BUMN pada tahun 2007, dan 23 BUMN pada tahun
2008. Sejalan dengan hal tersebut, besarnya keuntungan yang diraih BUMN juga
meningkat dari sebesar Rp42,33 triliun pada akhir tahun 2005 menjadi Rp53,24
triliun pada tahun 2006, Rp70,77 triliun pada tahun 2007, Rp78,47 triliun pada
tahun 2008, dan turun sedikit menjadi Rp74,00 triliun pada tahun 2009. Dengan
demikian, bagian laba BUMN yang diserahkan ke kas negara juga meningkat, yaitu
dari Rp12,84 triliun pada tahun 2005, menjadi Rp21,45 triliun pada tahun 2006,
meningkat menjadi Rp23,78 triliun pada tahun 2007, Rp29,09 triliun pada tahun
2008, dan turun sedikit menjadi Rp28,60 triliun pada tahun 2009. Penurunan ini
sebagai konsekuensi dari perlambatan pertumbuhan ekonomi yang terjadi
Prioritas Peningkatan Kemampuan Ilmu Pengetahuan dan Teknologi.
Peningkatan kemampuan iptek merupakan syarat peningkatan daya saing
bangsa. Dalam kurun waktu 20052009, pencapaian paling penting yang
berhasil diwujudkan adalah meningkatnya jumlah publikasi ilmiah dan paten
yang didaftarkan di dalam negeri (Direktorat Jenderal Hak Kekayaan Intelektual,
Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia). Paten yang terdaftar di dalam
negeri yang berkaitan dengan bidang pangan sebesar 17,5 persen, energi 7,4
persen, transportasi 7,4 persen, teknologi informasi dan komunikasi 4,8 persen,
teknologi pertahanan dan keamanan 0,6 persen, serta kesehatan dan obat
7,8 persen. Pencapaian tersebut menggambarkan bahwa sasaran peningkatan
kemampuan iptek yang terdiri dari empat sasaran, secara umum telah tercapai
dengan baik. Adapun program yang paling mendukung terwujudnya pencapaian-
pencapaian sasaran dalam peningkatan kemampuan Iptek ini adalah Program
Penelitian dan Pengembangan Iptek, Program Difusi dan Pemanfaatan Iptek dan
Program Penguatan Kelembagaan Iptek.
Prioritas Perbaikan Iklim Ketenagakerjaan. Taraf kehidupan yang lebih baik
dapat dicapai dengan pemenuhan hak untuk memperoleh pekerjaan. Sasaran
pembangunan ketenagakerjaan pada akhir 2009 seperti dituangkan dalam RPJMN
20042009 berupa tingkat pengangguran terbuka (TPT) sebesar 5,1 persen.
Sasaran ini dapat tercapai apabila pertumbuhan ekonomi 6,6 persen. Secara
umum, TPT telah berhasil diturunkan namun sebagian besar lapangan kerja
421
B
a
g
i
a
n

V
Evaluasi Lima Tahun Pelaksanaan RPJMN 2004-2009
yang tercipta masih didominasi oleh lapangan kerja informal. Sampai Agustus
2009, TPT masih sebesar 7,87 persen, dengan rata-rata pertumbuhan ekonomi
hanya sebesar 5,3 persen. Pemerintah melakukan upaya-upaya perbaikan iklim
ketenagakerjaan diantaranya melalui Program Perluasan dan Pengembangan
Kesempatan Kerja. Program ini bertujuan meningkatkan kesempatan kerja
produktif serta mendorong mobilitas tenaga kerja dalam rangka mengurangi
penganggur dan setengah penganggur baik di perdesaan maupun di perkotaan.
Prioritas Pemantapan Stabilitas Ekonomi Makro. Indonesia tetap mengupayakan
pertumbuhan ekonomi yang tinggi dan berkelanjutan dengan tetap menjaga
stabilitas ekonomi selama periode
RPJMN 20042009 ditengah
faktor-faktor eksternal yang
tidak dapat diprediksi seperti
krisis global dan tingginya harga
minyak dunia. Pertumbuhan
ekonomi Indonesia tahun 2009
secara keseluruhan sebesar 4,5
persen, lebih rendah dibandingkan
pertumbuhan ekonomi pada
tahun 2008 dan target RPJM
20042009 masing-masing
sebesar 6,1 persen dan 6,4 persen.
Kondisi ini merupakan dampak dari ma sih lesunya perekonomian global yang
berimbas pada perekonomian domestik. Na mun demikian, Pemerintah terus
mengupayakan untuk tetap menjaga ketahanan fiskal yang berkesinambungan
serta memberikan stimulus fiskal untuk pertumbuhan eko nomi. Peningkatan pe-
ne ri maan perpajakan menun jukkan kinerja yang baik, hal ini ditempuh melalui
perbaikan dan reformasi administrasi perpajakan yang berkelanjutan, seperti
moderninasi administrasi perpajakan.
Sasaran kedua adalah berkurangnya kesenjangan antarwilayah melalui penetapan
prioritas pembangunan yang mengarah pada pembangunan perdesaan dan
pengurangan ketimpangan pembangunan wilayah. Pencapaian pembangunan
perdesaan dapat dilihat dari meningkatnya kontribusi kawasan perdesaan sektor
pertanian maupun non pertanian terhadap pertumbuhan nasional, meningkatnya
kesejahteraan masyarakat desa yang ditandai dengan berkurangnya jumlah
penduduk miskin, dan perluasan kesempatan kerja yang berdampak pada
menurunnya pengangguran dan kemiskinan, serta meningkatnya produktivitas
dan pendapatan masyarakat desa. Perwujudan pengurangan ketimpangan
pembangunan wilayah dapat dilihat dari berkurangnya jumlah daerah tertinggal.
Sasaran ini diwujudkan melalui prioritas pembangunan perdesaan, dan prioritas
pengurangan ketimpangan wilayah.
Prioritas Pembangunan Perdesaan. Kawasan perdesaan memiliki kontribusi
dan peran yang besar sebagai basis pertumbuhan nasional. Sektor pertanian
turut memberikan kontribusi yang semakin besar dalam meningkatkan produk
domestik bruto dilihat dari semakin meningkatnya rasio PDB sektor pertanian
terhadap PDB nasional, yaitu dari 13,13 persen pada tahun 2005 menjadi 15,85
persen pada tahun 2009. Kontribusi kawasan perdesaan terhadap pertumbuhan
nasional dari sektor nonpertanian (terutama upaya pemberdayaan UMKM) juga
422
B
a
g
i
a
n

V
MEMELIHARA MOMENTUM PERUBAHAN
cukup memadai karena peningkatan produktifitas ekonomi. Hal ini terlihat dari
PDB sektor pertanian UKM dari tahun 2005 hingga 2008 yang terus mengalami
peningkatan. Pada tahun 2005 pencapaian PDB sektor pertanian UKM sebesar
Rp347,41 triliun dan pada 2008 menjadi Rp679,45 triliun. Kesejahteraan
masyarakat perdesaan semakin meningkat ditandai dengan berkurangnya jumlah
penduduk miskin, yaitu 22,7 juta jiwa pada tahun 2005 berkurang menjadi 20,62
juta jiwa pada tahun 2009. Perluasan kesempatan kerja di perdesaan, terutama
lapangan kerja baru di bidang kegiatan agribisnis off-farm dan industri serta
jasa berskala kecil dan menengah, telah berdampak pada berkurangnya angka
pengangguran dan kemiskinan serta meningkatnya produktivitas dan pendapatan
masyarakat perdesaan.
Prioritas Pengurangan Ketimpangan Pembangunan Wilayah. Pelaksanaan
program-program pengembangan wilayah secara sinergis telah berhasil
mengurangi ketimpangan pembangunan wilayah. Salah satu indikator keber-
hasilan tersebut adalah berkurangnya jumlah daerah tertinggal. Evaluasi atas
pelaksanaan pembangunan daerah tertinggal selama lima tahun menunjukkan
bahwa sebanyak 50 kabupaten dari 199 kabupaten yang pada awal pelaksanaan
RPJMN 20042009 dikategorikan sebagai daerah tertinggal telah lepas dari
status tertinggal menjadi daerah yang relatif maju dalam skala nasional secara
bertahap, yaitu 28 kabupaten di tahun 2007, 12 kabupaten di tahun 2008, dan
sepuluh kabupaten di tahun 2009.
Sasaran ketiga adalah meningkatnya kualitas manusia. Selama kurun waktu
20042009 peningkatan kualitas manusia yang dicapai antara lain: (1)
meningkatnya akses dan kesempatan masyarakat untuk memperoleh pendidikan;
(2) meningkatnya angka harapan hidup penduduk Indonesia menjadi 70.7
tahun pada tahun 2009; (3) menurunnya angka kelahiran total (TFR) menjadi
2.3 kelahiran per wanita; dan (4) meningkatnya kualitas dan partisipasi pemuda
di berbagai bidang pembangunan. Sasaran ini diwujudkan melalui penetapan
prioritas: (1) Peningkatan Akses Masyarakat terhadap Pendidikan yang
Berkualitas; (2) Peningkatan Akses Masyarakat terhadap Layanan Kesehatan
yang Lebih Berkualitas; (3) Peningkatan Perlindungan dan Kesejahteraan Sosial;
(4) Pembangunan Kependudukan, dan Keluarga Kecil Berkualitas serta Pemuda
dan Olahraga; serta (5) Peningkatan Kualitas Kehidupan Beragama.
423
B
a
g
i
a
n

V
Evaluasi Lima Tahun Pelaksanaan RPJMN 2004-2009
Prioritas Peningkatan Akses Masyarakat terhadap Pendidikan yang Berkualitas.
Pembangunan pendidikan nasional selama periode RPJMN 20042009 telah
berhasil meningkatkan akses dan kesempatan masyarakat untuk memperoleh
pendidikan yang ditunjukkan dengan meningkatnya rata-rata lama sekolah
penduduk usia 15 tahun ke atas dari 7,27 tahun pada tahun 2005 menjadi
7,50 tahun pada tahun 2008 dan menurunnya persentase angka buta aksara
penduduk usia 15 tahun ke atas dari 9,55 persen pada tahun 2005 menjadi
5,97 pada tahun 2008 (BPS, 2008, hasil Susenas). Pencapaian tersebut semakin
diperkuat dengan adanya peningkatan angka partisipasi pendidikan pada semua
jenjang pendidikan.
Prioritas Peningkatan Akses Masyarakat terhadap Kesehatan yang Berkualitas.
Pembangunan kesehatan telah berhasil meningkatkan umur harapan hidup
(UHH) penduduk Indonesia. Berdasarkan data BPS (2008), usia harapan hidup
pada tahun 2009 adalah 70,7 tahun, dengan demikian sasaran usia harapan hidup
sebesar 70,6 tahun dalam RPJMN 2004-2009 telah tercapai. Angka kematian ibu
(AKI) selama empat tahun terakhir telah menurun secara signifikan. Berdasarkan
hasil Survei Demografi Kesehatan Indonesia (SDKI) tahun 2007, AKI menurun dari
307 per 100.000 kelahiran hidup menjadi 228 per 100.000 kelahiran hidup pada
tahun 2007. Angka ini telah mendekati sasaran dalam RPJMN 20042009 yakni
226 per 100.000 kelahiran hidup. Prevalensi kekurangan gizi pada anak balita
adalah sebesar 18,4 persen terdiri dari gizi-kurang 13,0 persen dan gizi-buruk
5,4 persen (Depkes, 2007, Riset Kesehatan Dasar/Riskesdas). Angka tersebut
telah melampaui target RPJMN 20042009 sebesar 20,0 persen. Meskipun
secara prevalensi menurun dari tahun 2005 (25,8 persen), namun jika dilihat dari
jumlah penduduk dan proporsi balita pada tahun yang sama, beban masalah
yang dihadapi masih cukup besar.
Prioritas Peningkatan Perlindungan dan Kesejahteraan Sosial. Keberhasilan
pelaksanaan RPJMN 20042009 pembangunan bidang perlindungan dan
kesejahteraan sosial antara lain melalui pelayanan dan rehabilitasi kesejahteraan
sosial bagi anak, lanjut usia dan penyandang cacat telantar, pemberian bantuan
bagi fakir miskin dan PMKS lainnya, serta pemberdayaan masyarakat miskin agar
mampu memenuhi kebutuhannya secara mandiri. Berkaitan dengan Bantuan
Langsung Tunai (BLT) didapatkan bahwa program BLT merupakan program yang
90,51 persen tepat sasaran, 97,14 persen tepat jumlah dan 89,10 persen tepat
waktu. Sementara untuk bantuan sosial untuk rumah tangga sangat miskin
(RTSM) dalam bentuk bantuan tunai bersyarat melalui PKH, pada tahun 2007
menjangkau 387.947 KK di 48 kabupaten di tujuh provinsi. Sedangkan pada tahun
2009, cakupan PKH diperluas hingga menjangkau 726.376 KK di 70 Kabupaten,
dengan tambahan enam provinsi.
Prioritas Pembangunan Kependudukan dan Keluarga Kecil Berkualitas serta
Pemuda dan Olahraga. Pembangunan kependudukan yang didukung oleh
program keluarga berencana telah berhasil menurunkan angka kelahiran total
(total fertility rate/TFR) dari 2,4 kelahiran per wanita (SDKI 2002/2003) menjadi
2,3 kelahiran per wanita (SDKI 2007). Namun berdasarkan penu runan TFR dari
hasil dua periode survei SDKI tersebut, pemenuhan target TFR RPJMN 2004
2009 sebanyak 2,2 kelahiran per wanita tampaknya masih membutuhkan
upaya yang lebih besar lagi. Kualitas dan partisipasi pemuda di berbagai bidang
pembangunan mengalami peningkatan. Peningkatan ini antara lain ditunjukkan
424
B
a
g
i
a
n

V
MEMELIHARA MOMENTUM PERUBAHAN
oleh meningkatnya APS pemuda
dam tingkat partisipasi angkatan
kerja (TPAK) pemuda. APS
penduduk usia 16-18 tahun
meningkat dari 53,86 persen
pada 2005 menjadi 54,70 pada
2008; APS penduduk usia 19-
24 tahun, meningkat dari 12,23
persen pada 2005 menjadi 12,43
pada 2008 (Susenas, 2008).
Sementara itu TPAK pemuda
juga mengalami peningkatan yaitu dari 62,47 persen pada tahun 2006 menjadi
63,31 pada tahun 2008.
Prioritas Peningkatan Kualitas Kehidupan Beragama. Sejumlah kemajuan
di bidang kerukunan umat beragama telah menampakkan bentuknya yang
diperlihatkan dengan intensitas dan semangat kerjasama lintasagama dan
terbentuknya Forum Kerukunan Umat Beragama (FKUB) di berbagai provinsi,
kabupaten/kota bahkan di tingkat kecamatan. Selama periode 20042009,
pemerintah juga terus berupaya memberikan pelayanan dan fasilitasi kepada umat
beragama agar bisa menjalankan ajaran agamanya dengan mudah, aman, bebas
dan leluasa. Pada sarana peribadatan, sebanyak 1.093 gedung tempat ibadah
telah dibangun dan sebanyak 5.151 gedung tempat ibadah telah direhabilitasi.
Bantuan untuk kitab suci dan tafsir kitab suci juga terus dilaksanakan, dalam
periode yang sama telah disalurkan sebanyak hampir 400 ribu eksemplar.
Bahkan, untuk menguatkan status hukum dari tanah-tanah hibah keagamaan,
baik itu tanah wakaf, tanah gereja dan sejenisnya, agar lebih bermanfaat untuk
kepentingan umat telah diupayakan bantuan sertifikasi hampir untuk 20 ribu
petak tanah hibah.
Sasaran keempat adalah membaiknya mutu lingkungan hidup dan pengelolaan
sumberdaya alam yang mengarah pada pengarusutamaan (mainstreaming)
prinsip pembangunan berkelanjutan di seluruh sektor dan bidang pembangunan.
Perbaikan pengelolaan sumber daya alam telah menghasilkan beberapa indikator
positif dalam penerapan dan penegakan peraturan perundang-undangan,
perbaikan kapasitas dan sistem pengelolaan dan juga kualitas lingkungan hidup.
Sasaran ini diwujudkan melalui prioritas Perbaikan Pengelolaan Sumber Daya
Alam dan Pelestarian Fungsi Lingkungan Hidup.
Prioritas Perbaikan Pengelolaan Sumber Daya Alam dan Pelestarian Fungsi
Lingkungan Hidup. Secara umum upaya perbaikan pengelolaan sumber daya alam
telah menghasilkan beberapa indikator positif dalam penerapan dan penegakan
peraturan perundang-undangan, perbaikan kapasitas dan sistem pengelolaan,
dan juga kualitas lingkungan hidup. Pada sektor kehutanan, berbagai pencapaian
yang berhasil diwujudkan, antara lain: (1) menurunnya kasus kejahatan di bidang
kehutanan dan terselamatkannya kekayaan negara sekitar Rp25 triliun setiap
tahun sebagai hasil upaya pencegahan dan pemberantasan pembalakan liar (illegal
logging): (2) menurunnya laju deforestasi dan degradasi hingga 0,9 juta hektar per
tahun akibat adanya upaya rehabilitasi; (3) investasi baru hutan tanaman sekitar
1,12 juta hektar hutan tanaman industri (HTI) dengan nilai investasi sebesar Rp62,29
triliun; membaiknya harga hasil hutan di pasar internasional; (4) adanya kepastian
425
B
a
g
i
a
n

V
Evaluasi Lima Tahun Pelaksanaan RPJMN 2004-2009
hukum dan bantuan permodalan dalam usaha kehutanan bagi masyarakat; (5)
meningkatnya usaha di bidang pariwisata alam; diatasinya kebakaran hutan secara
signifikan; serta (6) total tenaga kerja yang terserap dari pembangunan kehutanan
sekitar 2,5 juta orang. Pada sektor kelautan, berbagai pencapaian yang berhasil
diwujudkan antara lain: (1) menurunnya jumlah pelanggaran serta perusakan
sumber daya pesisir dan laut; (2) terlaksananya uji coba pengelolaan ekosistem
pesisir, laut, dan pulau-pulau kecil secara lestari, terpadu, serta berbasis masyarakat
di beberapa lokasi, terutama di ekosistem terumbu karang, mangrove, dan padang
lamun; serta (3) diterbitkannya UU Nomor 27 Tahun 2007 tentang Pengelolaan
Wilayah Pesisir dan Pulau-Pulau Kecil (PWP-PPK). Pada sektor Pertambangan dan
Energi, dalam periode 20042009 upaya untuk meningkatkan nilai tambah dengan
membangun industri pengolahan hasil tambang telah meningkat meskipun masih
sangat kecil. Pada sektor lingkungan hidup, berbagai pencapaian yang berhasil
diwujudkan antara lain: (1) terlaksananya pengendalian pencemaran lingkungan; (2)
terlaksananya pengendalian kerusakan lingkungan; (3) terlaksananya pemantauan
kualitas lingkungan; (4) meningkatnya pengelolaan bahan beracun dan berbahaya
(B3) dan limbah B3; serta (5) upaya penanganan bencana alam dalam bentuk
pembangunan sarana dan pengembangan informasi meteorologi, klimatologi,
kualitas udara dan geofisika secara komprehensif. Pencapaian-pencapaian penting
berhasil diwujudkan terutama melalui pelaksanaan Program Pengembangan
dan Pengelolaan Sumber Daya Hutan, Program Pengembangan dan Pengelolaan
Sumber Daya Kelautan serta Program Pengendalian Pencemaran dan Perusakan
Lingkungan Hidup.
Sasaran kelima adalah membaiknya infrastruktur yang ditunjukkan oleh
meningkatnya kuantitas dan kualitas berbagai sarana penunjang pembangunan.
Perwujudan peningkatan kuantitas dan kualitas berbagai sarana penunjang
pembangunan ditunjukkan dengan pencapaian beberapa kegiatan yang sesuai/
bahkan melebihi target yang direncanakan sebelumnya di bidang sumberdaya air,
transportasi, energi dan kelistrikan, pos dan telekomunikasi, serta perumahan,
air minum, limbah, persampahan, dan drainase. Sasaran ini diwujudkan dengan
prioritas Percepatan Pembangunan Infrastruktur.
Prioritas Percepatan Pembangunan Infrastruktur. Program percepatan
pembangunan infrastruktur pada RPJMN 2004-2009 difokuskan pada perbaikan
pelayanan dan penyediaan infrastruktur di bidang sumberdaya air, transportasi,
energi dan kelistrikan, pos dan telekomunikasi, serta perumahan, air minum,
limbah, persampahan, dan drainase guna mendorong pertumbuhan ekonomi;
dan percepatan pembangunan infrastruktur yang didorong melalui peningkatan
peran swasta dengan meletakkan dasar-dasar kebijakan dan regulasi serta
reformasi dan restrukturisasi kelembagaan.
Bidang Sumberdaya Air, terdapat pencapaian beberapa kegiatan yang sesuai/
bahkan melebihi target yang direncanakan sebelumnya seperti: (1) pencapaian
pelaksanaan pembangunan waduk dan embung; pengelolaan dan konservasi
sungai, danau, dan sumber air lainnya; (2) peningkatan/rehabilitasi jaringan
rawa dan jaringan pengairan lainnya; dan (3) pembangunan saluran air baku.
Namun, masih terdapat beberapa kegiatan yang tidak dapat diselesaikan sesuai
target yang direncanakan antara lain operasi dan pemeliharaan jaringan irigasi
air tanah, rawa dan jaringan pengairan lainnya; pembangunan dan rehabilitasi
embung/bendung; dan penyediaan air baku dan operasi dan pemeliharaan
426
B
a
g
i
a
n

V
MEMELIHARA MOMENTUM PERUBAHAN
sungai. Permasalahan yang dihadapi dalam pencapaian sasaran pembangunan
sumberdaya air terutama disebabkan oleh adanya fenomena perubahan iklim
global yang mengakibatkan terjadinya bencana alam seperti banjir dalam
intensitas yang tinggi.
Bidang Transportasi, beberapa pencapaian yang berhasil diwujudkan dalam
pembangunan transportasi jalan yaitu pemeliharaan jalan nasional sepanjang
136.127 km, pemeliharaan jembatan sepanjang 161.054 meter, peningkatan
kapasitas dan struktur jalan nasional sepanjang 15.702 km dan jembatan
sepanjang 45.231 meter terutama pada lintas Timur Sumatera, Pantura Jawa, lintas
Selatan Kalimantan, lintas Barat Sulawesi dan lintas-lintas lainnya; pembangunan
jalan di kawasan perbatasan hingga mencapai 670,2 km; pembangunan jalan di
pulau terpencil/terdepan hingga mencapai 571,8 km; pembangunan jembatan
Suramadu; serta pengadaan lahan untuk pembangunan jalan tol.
Bidang Energi dan Ketenagalistrikan, pasokan energi primer nasional
dari tahun ke tahun mengalami kenaikan. Walaupun mengalami tren yang
meningkat, pencapaian pem bangunan ketenagalistrikan masih di bawah target
yang direncanakan dalam RPJMN 20042009.
Penyebabnya diantaranya adalah ke ter batasan
sumber pendanaan dan sulitnya mencari sumber
pendanaan baik dalam negeri maupun luar negeri,
per masalahan sosial menyangkut pembebasan
tanah, gejolak global yang mengakibatkan kenaikan
harga bahan baku, berbagai kendala untuk
memperoleh perijinan dan masih sulitnya mencari
sumber energi primer yang siap dipergunakan
terutama gas dan energi baru terbarukan (EBT).
Bidang Pos dan Telematika, beberapa pencapaian
yang berhasil diwujudkan adalah tercapainya
teledensitas sambungan tetap sebesar 13 persen
dan telepon bergerak 20 persen, terselesaikannya
pembangunan fasilitas telekomunikasi perdesaan
sekurang-kurangnya 43 ribu sambungan baru di 43 ribu desa dan meningkatnya
kualitas dan jangkauan layanan penyiaran televisi dan radio yang masing-masing
mencakup 88 persen dan 85 persen penduduk Indonesia.
Bidang Perumahan dan Permukiman, realisasi pencapaian kinerja sasaran
pembangunan rusunawa tahun 20042009 hanya mencapai 62,85 persen
dari sasaran RPJMN 20042009 yang disebabkan oleh terbatasnya anggaran
pemerintah pusat dan daerah (APBN dan APBD), sedangkan realisasi pencapaian
kinerja sasaran pembangunan rusunami tahun 20042009 hanya mencapai
26,86 persen dari sasaran RPJMN 20042009 karena program pembangunan
rusunami baru dijalankan setelah terbitnya Keppres 22 Tahun 2006 dan
dicanangkannya program percepatan pembangunan rumah susun di kawasan
perkotaan pada tanggal 5 April 2007 (1000 tower/menara rusuna).
Selain kelima sasaran tersebut di atas, terdapat prioritas tambahan yaitu
penanggulangan dan pengurangan resiko bencana. Prioritas ini tidak terdapat
pada RPJMN 20042009, tetapi karena didasari oleh perkembangan situasi
Indonesia yang mengalami beberapa bencana alam besar maka dianggap
427
B
a
g
i
a
n

V
Evaluasi Lima Tahun Pelaksanaan RPJMN 2004-2009
penting untuk membahas prioritas tersebut. Adapun keberhasilan upaya
pengurangan risiko bencana yang paling nyata selama periode 20042009
adalah diterbitkannya UU Nomor 24 Tahun 2007 tentang Penanggulangan
Bencana sebagai landasan hukum dalam pelaksanaan penanggulangan
bencana, serta Perpres Nomor 8 Tahun 2008 tentang Pembentukan Badan
Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB). Selain itu ditunjukkan pula dengan
terbentuknya kelembagaan penanggulangan bencana dalam dua tahun terakhir
ini, yaitu Badan Penanggulangan Bencana Daerah (BPBD) di 23 provinsi dan 64
kabupaten/kota, serta pengarusutamaan pengurangan risiko bencana dalam
dokumen perencanaan pembangunan daerah.
5.4. Kesimpulan
Pencapaian sasaran-sasaran dari Agenda Mewujudkan Indonesia yang Aman
dan Damai menunjukkan hasil yang cukup baik. Situasi aman dan damai dapat
terwujud berkat kemajuan dalam penyelesaian berbagai konflik di daerah maupun
konflik antarkelompok warga masyarakat serta penanggulangan berbagai bentuk
kriminalitas. Semakin kokohnya NKRI didukung oleh keberhasilan pemerintah
dengan dukungan masyarakat dalam pencegahan dan penanggulangan
separatisme dan terorisme serta peningkatan kemampuan pertahanan negara
yang tercermin dari pengembangan tingkat kesiapan alutsista. Peran Indonesia
dalam menciptakan perdamaian dunia semakin meningkat antara lain peran
Indonesia di PBB, penyelesaian masalah Palestina, dan diadopsinya prakarsa
Indonesia dalam pembentukan Komunitas ASEAN.
Berkaitan dengan pencapaian sasaran-sasaran pada Agenda Mewujudkan
Indonesia yang Adil dan Demokratis, kemajuan pencapaian yang cukup baik
telah terlihat, diantaranya ditunjukkan oleh meningkatnya pelayanan birokrasi
masyarakat yang tercermin dari penurunan praktik korupsi, menurunnya
kesenjangan pencapaian pembangunan antara perempuan dan laki-laki yang
tercermin dari peningkatan angka IPG dan IDG, terkendalinya pembentukan
daerah otonom baru sebagai hasil pelaksanaan revitalisasi proses desentralisasi
dan otonomi daerah, dan meningkatnya penataan perundang-undangan
termasuk dukungan yang positif dan keterlibatan pemerintah dalam penyusunan
perubahan terhadap peraturan perundangan bidang politik bagi berkembangnya
proses demokratisasi Indonesia. Selain berbagai kemajuan di atas, terdapat
beberapa pencapaian yang masih membutuhkan upaya dan komitmen yang
lebih besar, salah satunya adalah pelaksanaan penegakan hukum atas hak asasi
manusia.
Pada Agenda Meningkatkan Kesejahteraan Rakyat, hasil pencapaian sasaran-
sasarannya belum sepenuhnya dapat terwujud dengan baik. Pencapaian sasaran
penurunan jumlah penduduk miskin menjadi 8,2 persen tahun 2009 serta
penciptaan lapangan kerja yang mampu mengurangi pengangguran terbuka
menjadi 5,1 persen tahun 2009 dengan didukung oleh stabilitas ekonomi yang
tetap terjaga masih menemui kendala. Kendala yang dihadapi adalah goncangan
ekonomi global dan bencana alam yang berdampak pada perekonomian
domestik. Namun, terdapat juga berbagai kemajuan yang cukup berarti, antara
lain meningkatnya kontribusi kawasan perdesaan terhadap pertumbuhan
nasional, berkurangnya jumlah kabupaten dengan status daerah tertinggal;
meningkatnya umur harapan hidup, menurunnya AKI dan AKB; menurunnya
428
B
a
g
i
a
n

V
MEMELIHARA MOMENTUM PERUBAHAN
TFR; dan meningkatnya perbaikan mutu lingkungan hidup dan pengelolaan
sumberdaya alam; serta perbaikan infrastruktur yang ditunjukkan dengan
peningkatan kuantitas dan kualitas berbagai sarana penunjang pembangunan.
Dengan demikian, secara umum dapat disimpulkan bahwa pelaksanaan RPJMN
20042009 telah terlaksana dengan baik dan berhasil mencapai kemajuan
yang dan berarti bagi pembangunan Indonesia. Namun, terdapat beberapa
hal yang masih perlu mendapat perhatian, yaitu berbagai kemajuan yang
belum sepenuhnya mencapai target yang telah ditetapkan. Hal ini cukup nyata
terlihat pada beberapa pencapaian seperti penurunan jumlah penduduk miskin,
penurunan jumlah pengangguran terbuka, dan beberapa pencapaian lainnya.
Upaya yang lebih besar dan mencakup komitmen dan kerjasama seluruh pihak
terkait sangat dibutuhkan dalam pencapaian pembangunan sesuai target yang
ditetapkan.
429
B
a
g
i
a
n

V
Evaluasi Lima Tahun Pelaksanaan RPJMN 2004-2009
430
B
a
g
i
a
n

V
MEMELIHARA MOMENTUM PERUBAHAN

You might also like