Professional Documents
Culture Documents
Tabel 4.6.2
Sasaran dan Pencapaian
Pemberdayaan Koperasi dan
UMKM, Tahun 2005-2009
219
B
a
g
i
a
n
I
V
Evaluasi Lima Tahun Pelaksanaan RPJMN 2004-2009
Catatan:
*) Data publikasi resmi tahun 2009 belum tersedia.
2.2.2 Sasaran 2: Meningkatnya Produktivitas UMKM
dengan Laju Pertumbuhan yang Lebih Tinggi dari Laju
Pertumbuhan Produktivitas Nasional
Selama periode 2005-2008, produktivitas UMKM terus mengalami kenaikan.
Produktivitas UMKM per unit usaha pada tahun 2008 adalah sebesar 22,73 juta/
unit usaha, dan rata-rata laju pertumbuhan hampir 2,5 persen setiap tahunnya.
Nilai ini lebih baik apabila dibandingkan dengan rata-rata laju produktivitas
nasional yang mengalami penurunan 0,14 persen setiap tahunnya. Sama halnya
dengan produkivitas UMKM per unit usaha, produktivitas UMKM per tenaga kerja
pada tahun 2008 adalah sebesar 12,72 juta/tenaga kerja dengan laju pertumbuhan
rata-rata hampir sebesar tiga persen setiap tahunnya yang jauh lebih tinggi dari
produktivitas nasional yang laju pertumbuhannya tidak sampai dua persen.
Peningkatan produktivitas UMKM dapat digambarkan sebagai hal yang
sangat baik, yaitu produk-produk barang dan jasa yang dihasilkan oleh UMKM
meningkat, baik dalam nilai tambah maupun kuantitasnya. Hal ini sekaligus
menunjukkan perkembangan daya saing UMKM secara umum.
Catatan:
*) angka sangat sementara, diolah,
**) data 2009 belum tersedia.
2.2.3 Sasaran 3: Meningkatnya Proporsi Usaha Kecil Formal
Pencapaian UMKM menjadi usaha yang formal dan berbadan hukum dengan
minimal memiliki izin usaha, merupakan salah satu program yang perlu terus
No. Uraian 2004 2005 2006 2007 2008 2009*
1 Jumlah Koperasi 130.730 132.965 141.738 149.793 154.964
1a Jumlah Koperasi Akf 93.402 94.449 99.411 104.999 108.930
1b Tidak Akf 37.328 38.516 42.327 44.794 46.034
2 Anggota 27.523.053 27.377.498 28.047.890 28.888.067 27.318.619
3
Koperasi yang melakukan
RAT
46.310 44.756 46.384 48.262 47.150
4 Manajer 28.841 29.270 32.532 32.015 30.562
5 Karyawan 259.748 269.152 323.761 339.390 326.443
6 Modal Sendiri 11.989.541,50 13.078.964,34 16.781.463,59 20.231.699,45 22.560.380,03
7 Modal Luar 16.897.052,35 18.324.756,03 21.706.474,97 23.324.032,14 27.271.935,23
8 Volume Usaha 37.649.091,04 40.831.693,56 54.761.298,41 63.080.595,81 68.446.249,39
9 SHU 2.146.234,54 2.278.952,46 3.130.951,43 3.470.459,45 5.037.583,01
Tabel 4.6.3
Jumlah Koperasi, Tahun 2004-
2009
Sumber:
Kementerian Negara Koperasi
dan UKM, 2000-2009.
-3.00%
-2.00%
-1.00%
0.000%
1.00%
2.00%
3.00%
4.00%
5.00%
UMKM/unit usaha UMKM/unit kerja
2005 2006 2007 2008
Produktivitas nasional / unit usaha Produktivitas nasional / tenaga kerja
Gambar 4.6.1
Laju Produktivitas UMKM dan
Nasional, Tahun 2004-2009
Sumber:
BPS dan Kementerian Negara
Koperasi dan UKM, 2008.
220
B
a
g
i
a
n
I
V
MEMELIHARA MOMENTUM PERUBAHAN
dikembangkan secara maksimal oleh karena banyaknya hambatan. UMKM non
pertanian berbadan hukum yang sudah terdata menunjukkan hampir 57 persen
berbentuk BUMN/BUMD dan BHMN, sementara 43 persen berbentuk PT/NV.
Sebagian usaha mikro dan kecil lainnya memiliki variasi bentuk usaha seperti: CV,
firma, ijin khusus, koperasi, PMA dan yayasan, sedangkan UMKM yang berbadan
hukum tidak sampai satu persen.
Data-data UMKM yang bergerak di bidang pertanian, perikanan, peternakan,
dan kehutanan yang jumlahnya lebih dari 50 persen dari total UMKM di seluruh
sektor usaha belum terpenuhi dalam data ini. Bentuk usaha di sektor pertanian
sebagian besar masih bersifat informal, sehingga secara nasional UMKM yang
belum berbadan hukum jumlahnya masih sangat banyak dan lebih besar
daripada UMKM yang sudah memiliki badan hukum. Masih terbatasnya jumlah
ini dikarenakan banyaknya kendala bagi UMKM untuk memenuhi persyaratan
badan hukum, seperti masalah biaya dan kesulitan akses administratif.
2.2.4 Sasaran 4: Meningkatnya Nilai Ekspor Produk UMKM
dengan Laju Pertumbuhan Nilai Tambahnya
Peningkatan nilai ekspor UMKM memiliki dampak yang positif bagi negara dalam
pembentukan devisa. Dengan jumlah unit usaha yang didominasi oleh UMKM,
maka nilai ekspor UMKM memberikan kontribusi paling penting dalam struktur
pembentukan devisa. Pada tahun 2005, persentase nilai ekspor UMKM terhadap
total ekspor nasional adalah 20,28 persen. Sedangkan pada tahun 2008, nilai
ekspor UMKM menurun menjadi 20,13 persen dari ekspor nasional. Selama
periode 2005-2008 tersebut rata-rata penurunan adalah 0,17 persen.
Nilai ekspor UMKM yang baru mencapai sekitar 20 persen selama periode empat
tahun ini menunjukkan bahwa kontribusi ekspor UMKM masih jauh lebih kecil
dibandingkan dengan usaha besar, dimana produk barang dan jasa UMKM
sebagian besar masih dipasarkan di dalam negeri. Kecenderungan penurunan
nilai ekspor yang terjadi selama kurun waktu ini, juga menunjukkan turunnya
daya saing produk UMKM dalam pasar ekspor.
221
B
a
g
i
a
n
I
V
Evaluasi Lima Tahun Pelaksanaan RPJMN 2004-2009
Catatan:
*) Angka sementara dengan kurs USD1 = Rp8.637;
**) Angka sangat sementara dengan kurs USD1 = Rp9.141;
***) data publikasi resmi tahun 2009 belum tersedia.
2.2.5 Sasaran 5: Berfungsinya Sistem untuk Menumbuhkan
Wirausaha Baru Berbasis Ilmu Pengetahuan dan
Teknologi
Dalam upaya menumbuhkan wirausaha baru khususnya yang berbasis ilmu
pengetahuan didorong melalui program-program kewirausahaan yang
ditujukan bagi generasi muda, antara lain: gerakan Getuknas (Gerakan Tunas
Kewirausahaan Nasional) dan Program Sarjana Pencipta Kerja (Prospek) Mandiri.
Getuknas berhasil melibatkan 15.000 pelajar pada tahun 2008 yang dilakukan
melalui proses magang di berbagai industri yang dibantu oleh institusi terkait.
Prospek Mandiri adalah program serupa yang ditujukan bagi para sarjana dalam
wadah koperasi untuk membuat usaha-usaha baru sejak tahun 2006. Program
ini kemudian tersendat perkembangannya karena kendala permodalan oleh
masa transisi sehubungan dengan dikeluarkannya Peraturan Menteri Keuangan
221/PMK.05/2008 mengenai mekanisme pengelolaan dana bergulir.
Selain program-program usaha mandiri, sistem pendukung wirausaha baru
juga dilakukan melalui didirikannya Pusat Inovasi (PI) UMKM. Dengan adanya
PI UMKM, berbagai layanan informasi bagi UMKM untuk mengembangkan
bisnisnya yang meliputi intermediasi, skim pembiayaan, info pasar, Hak Kekayaan
Intelektual (HaKI) dan teknologi, dapat disediakan.
No Sektor
Pencapaian
2004 2005 2006 2007* 2008** 2009***
1
Pertanian, Peternakan, Kehutanan dan
Perikanan 8,715,367 11,535,426 12,295,583 14,003,929 18,871,755
1.1 a. Tanaman Bahan Makanan 537,733 717,939 734,555 876,161 1,044,087
1.2 b. Tanaman Perkebunan 5,429,577 7,533,383 8,381,946 9,257,761 13,532,307
1.3 c. Peternakan dan Hasil-hasilnya 234,613 285,639 256,731 307,451 588,277
1.4 d. Kehutanan 473,016 709,181 779,256 1,291,166 1,002,029
1.5 e. Perikanan 2,040,428 2,289,284 2,143,095 2,271,390 2,705,053
2 Pertambangan Dan Penggalian 638,675 1,139,938 1,641,364 1,716,876 1,723,199
2.1 a. Minyak dan Gas Bumi
2.2 b. Pertambangan Non Migas 139,908 219,775 405,734 473,622 584,459
2.3 c. Penggalian 498,767 920,164 1,235,631 1,243,254 1,138,740
3 Industri Pengolahan 86,194,197 97,662,700 108,013,851 127,291,526 163,164,122
3.1 a. Industri Migas
3.2 b. Industri Non Migas 86,194,197 97,662,700 108,013,851 127,291,526 163,164,122
3.3 1). Makanan, Minuman dan Tembakau 16,631,248 20,876,183 24,403,797 38,153,071 60,433,989
3.4 2). Tekl, Brg.Kulit & Alas kaki 14,435,507 13,332,479 13,571,455 14,311,985 15,350,996
3.5 3). Brg. Kayu & Hasil hutan lainnya 14,876,923 15,006,436 15,079,058 14,095,011 13,646,761
3.6 4). Kertas dan Barang cetakan 4,832,739 6,514,986 7,988,455 8,730,914 10,727,183
3.7 5). Pupuk, Kimia & Barang dari karet 10,660,539 13,854,365 18,045,116 20,881,223 25,297,977
3.8 6). Semen & Brg, Galian bukan logam 2,093,343 2,113,027 1,879,955 2,057,914 2,205,316
3.9 7). Logam Dasar Besi dan Baja 3,484,616 4,616,528 6,916,127 7,299,933 10,459,892
3.10 8). Alat angk., Mesin & Peralatannya 15,067,932 16,793,391 15,156,304 16,209,332 18,803,017
3.11 9). Barang lainnya 4,111,350 4,555,304 4,973,584 5,552,143 6,538,990
Total Ekspor 95,548,239 110,338,065 121,950,799 143,012,333 183,759,076
Ekspor Non-Migas 95,548,238 110,338,065 121,950,799 143,012,333 183,759,076
Tabel 4.6.4
Pencapaian Nilai Ekspor
UMKM, Tahun 2004-2009
Sumber:
BPS dan Kementerian Negara
Koperasi dan UKM, 2008.
222
B
a
g
i
a
n
I
V
MEMELIHARA MOMENTUM PERUBAHAN
III. Keberhasilan
3.1 Penyusunan Peraturan Perundang-undangan di
Bidang UMKM
Kementerian KUKM merintis upaya perubahan peraturan yang terkait dengan
pemberdayaan UMKM. Upaya ini dilakukan untuk memberikan adanya
keberpihakan dan penciptaan lingkungan kondusif untuk berkembangnya
UMKM. Dengan adanya ijin prakarsa dari Presiden (surat Sekretariat Negara
Nomor R-60 tanggal 28 September 2004), Tim Penyempurnaan RUU UMKM
terus melakukan koordinasi dan pembahasan substansi materi; melaksanakan
workshop Pemberdayaan UMKM untuk memperoleh rumusan yang melengkapi
penyempurnaan RUU UMKM; serta melakukan pembahasan dalam rangka
harmonisasi dan sinkronisasi di Kementerian Hukum dan HAM. Setelah melalui
proses yang cukup panjang pada akhirnya peraturan perundang-undangan
di bidang UMKM yaitu UU Nomor 20 Tahun 2008 tentang Usaha Mikro, Kecil
dan Menengah disahkan pada bulan Juli 2008. Undang-undang tersebut
bertujuan: (1) mewujudkan struktur perekonomian nasional yang seimbang
dan berkeadilan; (2) menumbuhkan dan mengembangkan kemampuan
UMKM menjadi usaha yang tangguh dan mandiri; dan (3) meningkatkan peran
UMKM dalam pembangunan daerah, penciptaan lapangan kerja, pemerataan
pendapatan pertumbuhan ekonomi dan pengentasan kemiskinan.
Untuk kelancaran implementasinya, saat ini tengah disusun draft awal
Rancangan Peraturan Pemerintah (RPP) yang meliputi: RPP Persyaratan dan
Tata Cara Permohonan Izin Usaha; RPP Tata Cara Pengembangan, Prioritas,
Intensitas, dan Jangka Waktu Pengembangan; RPP Pola Kemitraan; RPP
Koordinasi dan Pengendalian Pemberdayaan UMKM; dan Tata Cara Pemberian
Sanksi Administratif. Diseminasi UU Nomor 20 Tahun 2008 juga dilakukan kepada
para pemangku kepentingan baik pejabat pusat dan daerah tingkat provinsi dan
kabupaten/kota dengan harapan dapat mendorong tumbuh dan berkembangnya
UMKM secara sehat dan berdaya saing.
3.2 Pencapaian 70.000 Unit Koperasi Berkualitas melalui
Kegiatan Pemeringkatan Terhadap Koperasi
Pemeringkatan koperasi bertujuan untuk mengetahui kinerja koperasi dalam
satu periode tertentu dan menetapkan peringkat kualifikasi koperasi agar dapat
menerapkan prinsip-prinsip berkoperasi dalam kaidah bisnis yang sehat. Secara
internal koperasi diharapkan dapat mempertegas dirinya sebagai sokoguru per-
ekonomian rakyat sebagaimana yang diamanatkan dalam UU Nomor 25 Tahun
1992 tentang Perkoperasian, dan secara eksternal mampu menunjukkan kin-
erjanya sebagai pelaku bisnis yang bisa bersaing dengan pelaku bisnis lainnya.
Keberhasilan pencapaian sasaran ini diukur dengan indikator meningkatnya
kualitas kelembagaan dan usaha koperasi yang ditandai dengan terwujudnya
70.000 unit koperasi berklasifikasi A, B, dan C. Indikator penilaian mencakup
30 poin meliputi: badan usaha aktif, kinerja sehat, kohesivitas tinggi, partisipasi
ekonomi anggota, pelayanan dan kepedulian terhadap anggota.
223
B
a
g
i
a
n
I
V
Evaluasi Lima Tahun Pelaksanaan RPJMN 2004-2009
Catatan:
SB= Sangat berkualitas; B= Berkualitas;
C= Cukup Berkualitas.
** Untuk tahun 2009 data belum spesifik pada setiap kelas klasifikasi.
Hingga akhir tahun anggaran 2008, jumlah koperasi yang telah berhasil
diklasifikasi sebanyak 41.372 unit koperasi atau mencapai 60,38 persen dari
target 70.000 koperasi berkualitas. Jumlah tersebut masih menyisakan 39,62
persen atau 27.773 koperasi. Sisa tersebut sedianya akan direalisir pada tahun
2009, akan tetapi mengingat keterbatasan anggaran maka pemeringkatan
hanya bisa dilakukan untuk 12.000 unit koperasi. Namun sampai akhir tahun
2009 hanya sekitar 11.000 koperasi yang masuk pemeringkatan, sisa dari target
tersebut rencananya akan direalisir selama 100 hari pertama kerja Kementerian
Koperasi dan UMKM 2010. Total pencapaian pemeringkatan koperasi berkualitas
mencapai 77 persen dari target 70.000 yang dicanangkan pada awal RPJMN
2004-2009. Beberapa hal yang telah diidentifikasi menjadi hambatan dalam
pemeringkatan adalah: (1) keterbatasan angaran yang tersedia untuk melakukan
pemeringkatan; (2) hambatan operasional di lapangan, sesuai dengan Permen
Nomor 22/Per/M.KUKM/IV/2007 tanggal 16 April 2007 dicantumkan bahwa
pelaksanaan pemeringkatan koperasi dilakukan oleh pihak independen yang
memiliki kapasitas di area tersebut agar pelaksanaannya benar-benar selektif
dan obyektif. Sementara di beberapa daerah, ada yang belum memiliki lembaga
independen dengan kapasitas dan pengalaman melakukan pemeringkatan
koperasi; dan (3) keterbatasan aparat pembina KUMKM di daerah, khususnya
untuk mendukung pelaksanaan kegiatan tersebut.
Hasil pemeringkatan ini menjadi masukan yang sangat bermanfaat bagi pembinaan
koperasi terutama dalam merumuskan kebijakan pemberdayaan koperasi
selanjutnya. Pemeringkatan koperasi juga dapat menunjukkan gambaran sejauh
mana perkembangan koperasi di Indonesia terutama jika dilihat dari aspek-aspek
penilaian, yaitu: aspek badan usaha aktif, aspek kinerja usaha, aspek kohesivitas
dan partisipasi anggota, orientasi kepada pelayanan anggota, aspek pelayanan
kepada masyarakat dan aspek kontribusi terhadap pembangunan daerah.
Namun program ini belum memberikan manfaat yang optimal bagi koperasi
sendiri misalnya belum dapat dimanfaatkan untuk mendapatkan kemudahan
akses terhadap pembiayaan perbankan. Oleh karena itu sistem klasifikasi
koperasi ini perlu lebih dipertajam secara spesifik sehingga dapat menjadi alat
pengukur kinerja koperasi sebagai badan usaha/bisnis yang sehat dan hasilnya
dapat diakui oleh semua pihak terutama lembaga pembiayaan/perbankan.
Tahun Target RealisasiKlasifikasi Jumlah
2006 22.380 A:4.765 B:14.240 C:14.458 33.463
Pemeringkatan
2007 17.396 SB:4 B:2.592 CB:5.322 7.918
Pemeringkatan
2008 15.723 SB:0 B:22 CB:864 886
42.267
Pemeringkatan
2009 12.000 SB:** B** CB** 11.758**
Jumlah 54.025
Tabel 4.6.5
Klasifikasi/Pemeringkatan
Koperasi
224
B
a
g
i
a
n
I
V
MEMELIHARA MOMENTUM PERUBAHAN
Bab 4.7
Peningkatan Pengelolaan BUMN
I. Pengantar
K
eberadaan Badan Usaha Milik Negara (BUMN) yang merupakan salah satu wujud
nyata Pasal 33 UUD 1945 memiliki posisi strategis bagi peningkatan kesejahteraan
rakyat. Upaya peningkatan efisiensi BUMN sangat penting dalam mendorong
kinerja BUMN agar mampu berperan sebagai alat negara untuk meningkatkan
kesejahteraan rakyat dengan memberi pelayanan kepada masyarakat yang lebih baik
dan tidak membebani keuangan negara. Untuk itu, sasaran yang ditetapkan dalam
rangka peningkatan pengelolaan BUMN selama kurun waktu 2005-2009 adalah
meningkatnya kinerja dan daya saing BUMN dalam rangka memperbaiki pelayanannya
kepada masyarakat dan memberikan sumbangan terhadap keuangan Negara.
Peningkatan kinerja dan daya saing BUMN dan pencapaian sasarannya tersebut
diwujudkan oleh tiga kegiatan pokok yaitu: (1) pemetaan fungsi BUMN; (2) pemantapan
upaya revitalisasi BUMN; dan (3) pemantapan pelaksanaan restrukturisasi BUMN.
B
a
g
i
a
n
I
V
g
B
a
g
i
a
n
I
V
B
a
g
i
a
n
I
V
225
B
a
g
i
a
n
I
V
Evaluasi Lima Tahun Pelaksanaan RPJMN 2004-2009
II. Pencapaian Prioritas
2.1 Gambaran Pencapaian
Prioritas peningkatan pengelolaan BUMN dalam RPJMN 2004-2009 mempunyai
sasaran tunggal yaitu meningkatnya kinerja dan daya saing BUMN dalam rangka
memperbaiki pelayanannya kepada masyarakat dan memberikan sumbangan
terhadap keuangan negara. Pencapaian sasaran prioritas peningkatan
pengelolaan BUMN selama kurun waktu 2005-2009 dapat diikuti dalam tabel
berikut.
Catatan:
*) Prognosa;
**) Data publikasi resmi belum tersedia.
2.2 Evaluasi Pencapaian
Pencapaian-pencapaian prioritas peningkatan pengelolaan BUMN sebagaimana
ditampilkan dalam Tabel 4.7.1 memberikan penjelasan tentang pencapaian
sasaran meningkatnya kinerja dan daya saing BUMN dalam rangka memperbaiki
pelayanannya kepada masyarakat dan memberikan sumbangan terhadap
keuangan negara sebagai berikut.
Pemetaan fungsi BUMN yang ada ke dalam kelompok BUMN public service
obligation (PSO) dan kelompok BUMN komersial (business oriented), dilakukan
dengan maksud agar kinerja serta kontribusi BUMN tersebut dapat meningkat
dan pengalokasian anggaran Pemerintah akan semakin efisien dan efektif. Pada
tahun 2006, Kementerian BUMN telah menyelesaikan Rancangan Peraturan
Presiden mengenai SOP PSO. Sampai dengan akhir tahun 2009, rancangan
tersebut telah dikomunikasikan dengan kementerian-kementerian teknis dan
telah mencapai perkembangan sekitar 95 persen.
Meskipun pengesahan Rancangan Peraturan Presiden dimaksud masih dalam
perkembangan, namun sejak tahun 2005-2008, pengelolaan pelaksanaan PSO
terus disempurnakan antara lain melalui: (1) pemetaan kegiatan BUMN dalam
Tabel 4.7.1
Sasaran dan Pencapaian
Peningkatan Pengelolaan
BUMN, Tahun 2005-2009
226
B
a
g
i
a
n
I
V
MEMELIHARA MOMENTUM PERUBAHAN
rangka pemisahan administrasi pengelolaan yang bersifat PSO dan administrasi
pengelolaan yang bersifat komersial; dan (2) mulai diterapkannya ketentuan
Pasal 66 UU Nomor 19 Tahun 2003 tentang BUMN yang menegaskan bahwa
jika Pemerintah dalam hal ini kementerian/lembaga menugaskan BUMN untuk
melaksanakan sebagian dari tugasnya maka konsekuensi dari penugasan tersebut
berikut marjin yang diharapkan ditanggung oleh kementerian/lembaga pemberi
tugas. Pelaksanaan PSO didasarkan pada penugasan dari Pemerintah kepada
BUMN dengan tetap memperhatikan maksud dan tujuan kegiatan BUMN.
Pelaksanaan PSO dan penyaluran subsidi dilaksanakan melalui: PT Merpati
Nusantara Airlines, PT Kereta Api Indonesia, PT Pelayaran Nasional Indonesia
(Pelni), PT Angkutan Sungai, Danau dan Penyeberangan (ASDP), Perum Damri,
PT Askes, PT Pos Indonesia, PT Perusahaan Listrik Negara (PLN), PT Pertamina,
PT Pupuk Sriwijaya (Pusri) Holding, PT Sang Hyang Seri, PT Pertani, Perum Badan
Urusan Logistik (Bulog), Perum Jasa Tirta I, Perum Jasa Tirta II, dan Perum
Perumnas, yang sesuai dengan masing-masing jenis usahanya. Pelaksanaan
PSO oleh BUMN tersebut meliputi lima prinsip tepat yaitu: tepat sasaran, tepat
kualitas, tepat kuantitas, tepat waktu, dan tepat harga. Dengan semangat untuk
meningkatkan kualitas pelayanan kepada masyarakat, dilakukan pemantauan
terhadap pelaksanaan PSO oleh BUMN dalam tahun 2008 yang hasilnya secara
umum telah dilaksanakan dengan baik dan tepat, walaupun muncul berbagai
kendala di lapangan.
Terkait dengan upaya peningkatan revitalisasi BUMN, langkah pertama yang
dilakukan adalah memperkuat landasan hukum pembinaan dan pengelolaan
BUMN. Untuk itu, diperlukan perangkat peraturan pelaksana yang mengatur lebih
lanjut mengenai ketentuan-ketentuan teknis. Pada tahun 2005 telah disahkan
empat PP pelaksana UU Nomor 19 Tahun 2003 tentang BUMN. Selanjutnya
selama periode 2005-2009 telah diselesaikan lima Peraturan Menteri Negara
BUMN sebagai pelaksanaan UU Nomor 19 Tahun 2003 yaitu: (1) Keputusan
Menteri Negara BUMN Nomor KEP-09A/MBU/2005 tentang Penilaian Kelayakan
dan Kepatutan (Fit and Proper Test) Calon Anggota Direksi BUMN; (2) Peraturan
Menteri Negara BUMN Nomor PER-05/MBU/2006 tentang Komite Audit Bagi
227
B
a
g
i
a
n
I
V
Evaluasi Lima Tahun Pelaksanaan RPJMN 2004-2009
Badan Usaha Milik Negara; (3) Peraturan Menteri Negara BUMN Nomor PER-
05/MBU/2007 tentang Program Kemitraan Badan Usaha Milik Negara dengan
Usaha Kecil dan Program Bina Lingkungan; (4) Peraturan Menteri Negara BUMN
Nomor PER-05/MBU/2008 tentang Pedoman Umum Pelaksanaan Barang dan
Jasa BUMN; dan (5) Peraturan Menteri Negara BUMN Nomor PER-02/MBU/2009
tentang Pedoman Penetapan Penghasilan Direksi, Dewan Komisaris dan Dewan
Pengawas BUMN.
Dengan adanya Peraturan Menteri Negara BUMN tersebut, pembinaan dan
pengelolaan BUMN diharapkan akan dapat berjalan lebih baik. Selanjutnya pada
tahun 2008, dengan ditetapkannya UU Nomor 40 Tahun 2007 tentang Perseroan
Terbatas, maka telah dilakukan penyesuaian Anggaran Dasar bagi 129 BUMN
yang berbentuk perseroan.
Selain memperkuat landasan hukum, sejak tahun 2005 Kementerian BUMN
melanjutkan upaya pembinaan pelaksanan tata kelola perusahaan yang baik,
Good Corporate Governance (GCG). Pembinaan ini antara lain dalam bentuk
sosialisasi, pengkajian, dan review termasuk memberikan gambaran kepada
publik mengenai pelaksanaan dan penerapan GCG di BUMN. Untuk memantapkan
pelaksanaannya, telah dilaksanakan penanda-tanganan Statement of Corporate
Intent (SCI) oleh 16 perusahaan yang merupakan wujud dari transparansi
pengelolaan usaha oleh BUMN. Sebagai tindak lanjutnya, Ke men terian BUMN
terus memantau dan me nilai pelaksanaan GCG, antara lain me lalui assessment
yang sampai dengan tahun 2009 telah dila kukan terhadap 109 BUMN dan
review yang sampai dengan tahun 2009 telah dila kukan terhadap 47 BUMN.
Dalam rangka meningkatkan efektivitas penilaian terhadap praktik-praktik GCG
pada BUMN dilakukan penyederhanaaan indikator dan parameter dalam rangka
assessment dan review GCG yaitu: indikator yang semula sebanyak 86 item
menjadi 50 item, dan parameter yang semula 253 item menjadi 160 item.
Beberapa langkah kebijakan pembinaan BUMN tersebut di atas telah menun-
jukkan hasil positif. Selama periode 2005-2008, dari sebanyak 139 BUMN yang
dikuasai Pemerintah, jumlah BUMN yang merugi semakin sedikit yaitu 36 BUMN
pada tahun 2005, menjadi 39 BUMN pada tahun 2006, 34 BUMN pada tahun
2007, dan 23 BUMN pada tahun 2008. Sejalan dengan hal tersebut, besarnya
keuntungan yang diraih BUMN juga meningkat dari sebesar Rp42,33 triliun pada
akhir tahun 2005 menjadi Rp53,24 triliun pada tahun 2006, Rp70,77 triliun pada
tahun 2007, Rp78,47 triliun pada tahun 2008, dan turun sedikit menjadi Rp74,00
triliun pada tahun 2009. Dengan demikian, bagian laba BUMN yang diserahkan
ke kas negara juga meningkat, yaitu dari Rp12,84 triliun pada tahun 2005, men-
jadi Rp21,45 triliun pada tahun 2006, meningkat menjadi Rp23,78 triliun pada
tahun 2007, Rp29,09 triliun pada tahun 2008, dan turun sedikit menjadi Rp28,60
triliun pada tahun 2009.
Penurunan kinerja yang terjadi pada tahun 2009 merupakan konsekuensi dari
terjadinya perlambatan pertumbuhan ekonomi pada saat itu. Meskipun masih
ditopang dengan permintaan konsumsi yang cukup tinggi dari dalam negeri, tetapi
tidak mampu menghindarkan diri dari penurunan pencapaian laba perusahaan.
Sedangkan penurunan setoran bagian laba BUMN yang diserahkan kepada kas
negara pada tahun 2009 disebabkan oleh faktor kebutuhan pendanaan internal
perusahaan untuk melakukan reinvestasi.
228
B
a
g
i
a
n
I
V
MEMELIHARA MOMENTUM PERUBAHAN
Selanjutnya, sebagai wujud kepedulian BUMN kepada masyarakat, BUMN terus
melanjutkan pelaksanaan Program Kemitraan dan Bina Lingkungan (PKBL)
BUMN. Pada tahun 2009, penyaluran dana PKBL adalah sebesar Rp1,97 triliun.
Pelaksanaan PKBL mengacu Peraturan Menteri Negara BUMN Nomor Per-05/
MBU/2007 tentang Program Kemitraan Badan Usaha Milik Negara dengan Usaha
Kecil dan Program Bina Lingkungan.
Faktor penting dalam rangka restrukturisasi BUMN adalah restrukturisasi hutang
Rekening Dana Investasi (RDI) dan Subsidiary Loan Agreement (SLA). Berdasarkan
hasil inventarisasi pada tahun 2005, pinjaman RDI/SLA pada BUMN berjumlah
kurang lebih Rp40 triliun yang terdiri dari RDI yang lancar sebesar Rp23,5 triliun,
dan RDI yang tidak lancar sebesar Rp16,5 triliun. Pada tahun 2006 jumlah pinjaman
RDI/SLA pada BUMN meningkat menjadi Rp50,65 triliun. Pada tahun 2007, terdapat
85 BUMN penerima pinjaman RDI/ SLA dengan nilai Rp49,79 triliun. Sebanyak 44
BUMN mengalami kesulitan pengembalian dengan nilai pinjaman sebesar Rp15,47
triliun, sedangkan 41 BUMN dalam kategori lancar dengan nilai pinjaman sebesar
Rp34,32 triliun. Terkait dengan pinjaman tersebut, upaya yang telah dilakukan
adalah koordinasi dengan berbagai instansi dan penyiapan kerangka hukum bagi
penyelesaiannya. Hasilnya adalah telah diterbitkannya Peraturan Menteri Keuangan
Nomor 17/PMK.05/2007 yang membuka kesempatan penyelesaian hutang RDI/
SLA BUMN. Berdasarkan peraturan tersebut, pada tahun 2008, Kementerian BUMN
telah melakukan langkah-langkah dan koordinasi intensif dengan Kementerian
Keuangan, Dewan Perwakilan Rakyat (DPR), instansi terkait lainnya, serta berbagai
BUMN dengan hasil antara lain: (1) penyelesaian oleh Kementerian BUMN (dua
BUMN); (2) penyelesaian secara struktural (satu BUMN); (3) pembahasan di
Komite Kebijakan (tiga BUMN); (4) pembahasan di Komite Teknis (empat BUMN);
(5) proses analisis di Tim Kerja (tiga BUMN); (6) revisi RPKP, kelengkapan data
dan dokumen dari BUMN (17 BUMN); (7) tidak memenuhi persyaratan (satu
BUMN); (8) batal cut-off date (dua BUMN); dan (9) menunggu proses penyelesaian
kewajiban lain terlebih dahulu (1 BUMN). Koordinasi intensif dan langkah-langkah
lanjutan untuk penyelesaian kewajiban oleh BUMN di tahun 2009 terus dilakukan,
hal ini perlu dipertimbangkan mengingat diperlukan waktu untuk menyelesaikan
permasalahan RDI/SLA di berbagai BUMN. Diharapkan berbagai permasalahan
dapat diminimalisir dan kewajiban ataupun hutang BUMN pada RDI/SLA semakin
menurun. Selain itu, Pemerintah juga berupaya melakukan penyelesaian terhadap
bantuan Pemerintah yang belum ditetapkan statusnya (BPYBDS).
III. Keberhasilan
Peningkatan kinerja BUMN yang dicapai selama kurun waktu 2005-2009 secara
perlahan akan menghapus stigma bahwa BUMN merupakan badan usaha yang
rentan dengan pemborosan. Selama kurun waktu tersebut terdapat hambatan
yang menghalangi pencapaian tersebut antara lain: (1) ketidakharmonisan
peraturan perundang-undangan; (2) kondisi ekonomi makro; (3) penegakan
hukum khususnya yang terkait dengan aset BUMN; (4) persaingan usaha; dan (5)
pelaksanaan otonomi daerah.
Kunci keberhasilan dalam pencapaian kinerja adalah mengoptimalkan potensi
yang ada di Kementerian BUMN dan BUMN untuk menghadapi tantangan-
tantangan tersebut. Potensi Kementerian BUMN secara umum terdiri dari
229
B
a
g
i
a
n
I
V
Evaluasi Lima Tahun Pelaksanaan RPJMN 2004-2009
beberapa hal, yaitu: (1) sumber daya manusia; (2) sarana dan prasarana; (3) tata
laksana kerja; dan (4) anggaran. Sedangkan BUMN memiliki potensi yang sangat
besar untuk berkembang yang sampai dengan saat ini belum termanfaatkan
secara optimal. Potensi-potensi tersebut antara lain: (1) keberadaan BUMN di
hampir semua sektor usaha; (2) kepemilikan aset yang besar; (3) brand image
BUMN; (4) pengalaman usaha BUMN; dan (5) profesionalitas sumber daya
manusia.
Kementerian BUMN melalui Program Pengembangan BUMN telah melakukan
beberapa upaya untuk mengoptimalkan potensi di Kementerian BUMN maupun
di sejumlah BUMN yaitu sebagai berikut.
Pertama, meningkatkan kapasitas sumber daya manusia Kementerian BUMN
sehingga dapat menyederhanakan dan mempercepat proses perizinan.
Kedua, memperkuat sistem informasi Kementerian BUMN, dalam rangka
mendukung pelaksanaan operasional kegiatan di lingkup Kementerian BUMN.
Ketiga, melakukan koordinasi dengan kementerian terkait untuk penataan
kebijakan industrial dan pasar BUMN terkait dan dalam rangka harmonisasi
peraturan perundang-undangan. Hal tersebut dilakukan mengingat level of
playing field yang tidak sama antara BUMN dengan badan usaha swasta di
dalam industri yang sama. Beberapa hasil penting sebagai hasil dari koordinasi
dengan kementerian terkait yaitu: (1) penerapan ketentuan Pasal 66 UU Nomor
19 Tahun 2003 tentang BUMN yang menegaskan bahwa jika Pemerintah
dalam hal ini kementerian/lembaga menugaskan BUMN untuk melaksanakan
sebagian dari tugasnya maka konsekuensi dari penugasan tersebut berikut
marjin yang diharapkan ditanggung oleh kementerian/lembaga pemberi tugas;
(2) penyelesaian masalah RDI/SLA yang telah bertahun-tahun menggantung;
(3) penyelarasan kebijakan Sistem Jaminan Sosial Nasional (SJSN); dan (4)
penyelarasan kebijakan Single Presence Policy.
Keempat, memantapkan penerapan prinsip-prinsip penatakelolaan yang baik di
BUMN dan Kementerian BUMN.
Kelima, melakukan sinergi antar BUMN agar dapat meningkatkan daya saing dan
memberikan efek pengganda (multiplier effect) kepada perekonomian nasional.
Sinergi BUMN juga merupakan salah satu cara dalam pengoptimalan aset yang
tak dimanfaatkan (idle asset).
230
B
a
g
i
a
n
I
V
MEMELIHARA MOMENTUM PERUBAHAN
Bab 4.8
Peningkatan Kemampuan Ilmu
Pengetahuan dan Teknologi
I. Pengantar
P
eningkatan kemampuan ilmu pengetahuan dan teknologi (iptek) merupakan
syarat peningkatan daya saing bangsa. Sasaran prioritas peningkatan
kemampuan iptek dalam RPJMN 2004-2009 adalah: (1) tumbuhnya
penemuan iptek baru sebagai hasil penelitian dan pengembangan (litbang)
nasional yang dapat dimanfaatkan bagi peningkatan nilai tambah dalam sistem
produksi dan dalam pengelolaan sumber daya alam dan lingkungan secara lestari
dan bertanggung jawab; (2) meningkatnya ketersediaan, hasil guna dan daya guna
sumber daya (sumber daya manusia, sarana, prasarana dan kelembagaan) iptek;
(3) tertatanya mekanisme intermediasi untuk meningkatkan pemanfaatan hasil
litbang oleh dunia usaha dan industri, meningkatnya kandungan teknologi dalam
industri nasional, serta tumbuhnya jaringan kemitraan dalam kerangka sistem
B
a
g
B
a
g
i
a
n
I
V
231
B
a
g
i
a
n
I
V
Evaluasi Lima Tahun Pelaksanaan RPJMN 2004-2009
inovasi nasional; dan (4) terwujudnya iklim yang kondusif bagi berkembangnya
kreativitas, sistem pembinaan dan pengelolaan hak atas kekayaan intelektual,
pengetahuan lokal, serta sistem standarisasi nasional.
Sasaran tersebut dicapai dengan empat program yaitu: (1) Program Penelitian
dan Pengembangan Iptek; (2) Program Difusi dan Pemanfaatan Iptek; (3)
Program Penguatan Kelembagaan Iptek, dan (4) Program Peningkatan Kapasitas
Iptek Sistem Produksi. Peningkatan kemampuan iptek difokuskan pada enam
bidang prioritas yaitu: (1) pembangunan ketahanan pangan; (2) penciptaan dan
pemanfaatan sumber energi baru dan terbarukan; (3) pengembangan teknologi
dan manajemen transportasi; (4) pengembangan teknologi informasi dan
komunikasi; (5) pengembangan teknologi pertahanan; dan (6) pengembangan
teknologi kesehatan dan obat.
II. Pencapaian Prioritas
2.1 Gambaran Pencapaian
Secara makro, pencapaian sasaran dalam peningkatan kemampuan iptek
digambarkan dengan penca paian
indikator dalam Tabel 4.8.1 yang
menunjukkan bahwa dalam kurun
waktu 2005-2009 jumlah publikasi
ilmiah dan paten yang didaftarkan
di dalam negeri (Direkto rat Jen-
deral Hak Kekayaan Intelektual,
Kementerian Hukum dan Hak Asasi
Manusia) cenderung meningkat.
Hal ini menunjukkan adanya pening-
katan dalam pene muan iptek baru
yang diperoleh melalui Program
Pene litian dan Pengembangan
Iptek. Meskipun jumlah publikasi
dan paten terdaftar di dalam negeri
meningkat, paten yang didaftarkan di
United States Patent and Trademark
Office (USPTO) cenderung menurun.
Ini berarti bahwa kebutuhan per lin-
dungan bagi hak kekayaan intelek-
tual dari penemuan iptek baru lebih
berorientasi pada perlindungan
dalam negeri. Selain karena alasan
tersebut, menurunnya paten
yang terdaftar di USPTO juga disebabkan oleh tingginya biaya, lamanya waktu
pengurusan paten, dan lemahnya pemahaman peneliti dan inventor tentang
prosedur pendaftaran paten.
Meningkatnya publikasi ilmiah dan paten yang terdaftar di dalam negeri
menunjukkan bahwa upaya peningkatan kemampuan iptek telah dilakukan
dengan efisien, karena dalam kurun waktu tersebut sumber daya yang
tersedia sebagai input semakin terbatas. Hal ini ditunjukkan oleh cenderung
232
B
a
g
i
a
n
I
V
MEMELIHARA MOMENTUM PERUBAHAN
menurunnya jumlah tenaga fungsional bidang iptek yang bekerja di lembaga
litbang pemerintah, berkurangnya persentase anggaran iptek dari APBN, dan
menurunnya pengeluaran litbang sektor swasta. Selain itu, meningkatnya
publikasi ilmiah dan paten yang terdaftar juga menunjukkan peningkatan hasil
guna dan daya guna sumber daya iptek yang dimiliki. Hal ini juga diperkuat
dengan meningkatnya daya serap teknologi di tingkat perusahaan, transfer
pengetahuan, dan kolaborasi riset perguruan tinggi dengan perusahaan.
Pemerintah mengupayakan perwujudan
iklim yang kondusif agar kreativitas,
sistem pembinaan dan pengelolaan hak
atas kekayaan intelektual, pengetahuan
lokal, serta sistem standarisasi nasional
dapat berkembang. Selama periode
2005-2009 sasaran ini telah tercapai
dengan terbentuknya sentra hak atas
kekayaan intelektual (HaKI) dan standar.
Jumlah sentra HaKI menunjukkan angka
yang stabil, sementara jumlah standar yang dikeluarkan cenderung meningkat.
2.2 Evaluasi Pencapaian
Kontribusi peningkatan kemampuan iptek dalam mendukung pencapaian enam
bidang prioritas dapat dilihat dari besarnya penemuan teknologi baru yang
berkaitan dengan bidang-bidang tersebut. Paten yang terdaftar di dalam negeri
dalam kurun waktu 2005-2009 yang berkaitan dengan bidang pangan sebesar
17,5 persen, energi 7,4 persen, transportasi 7,4 persen, teknologi informasi dan
komunikasi 4,8 persen, teknologi pertahanan dan keamanan 0,6 persen, serta
kesehatan dan obat 7,8 persen. Pencapaian tersebut menggambarkan bahwa
sasaran peningkatan kemampuan ilmu pengetahuan dan teknologi (iptek) --yang
terdiri dari (1) sasaran 1: Tumbuhnya penemuan iptek baru sebagai hasil litbang
nasional yang dapat dimanfaatkan bagi peningkatan nilai tambah dalam sistem
produksi dan dalam pengelolaan sumber daya alam dan lingkungan secara lestari
dan bertanggung jawab; (2) sasaran 2: Meningkatnya ketersediaan, hasil guna,
dan daya guna sumber daya (SDM, sarana, prasarana dan kelembagaan) iptek; (3)
sasaran 3: Tertatanya mekanisme intermediasi untuk meningkatkan pemanfaatan
hasil litbang oleh dunia usaha dan industri, meningkatnya kandungan teknologi
dalam industri nasional, serta tumbuhnya jaringan kemitraan dalam kerangka
sistem inovasi nasional; dan (4) sasaran 4: Terwujudnya iklim yang kondusif
bagi berkembangnya kreativitas, sistem pembinaan dan pengelolaan hak atas
kekayaan intelektual, pengetahuan lokal, serta sistem standarisasi nasional--
secara umum telah tercapai dengan baik.
III. Keberhasilan
3.1 Program Penelitian dan Pengembangan Iptek
Ketahanan pangan. Dalam bidang ketahanan pangan, Lembaga Ilmu Pengetahuan
Indonesia (LIPI) telah berhasil mengumpulkan cadangan benih dan bibit unggul
tanaman seperti padi, jagung, kacang hijau, kacang tanah, kedelai, sorghum,
gandum, dan bawang merah, serta memperbaiki sifat genetika sapi melalui teknik
233
B
a
g
i
a
n
I
V
Evaluasi Lima Tahun Pelaksanaan RPJMN 2004-2009
reproduksi modern (sexing sperma, splitting embrio). Badan Tenaga Nuklir Nasional
(BATAN) telah menyumbang beberapa varietas unggul tanaman pangan melalui
teknik mutasi berupa 15 varietas padi (Atomita 1-4, Cilosari, Situ Gintung, Woyla,
Merauke, Winongo, Kahayan, Diah Suci, Mayang, Yuwono, Mira-1, serta Bestari),
lima varietas kedelai (Muria, Tengger, Meratus, Rajabasa, dan Mitani), satu varietas
kacang hijau (Camar), varietas kapas unggul (Karisma-1), serta formula suplemen
pakan ternak ruminansia berupa Urea Molases Multinutrien Block (UMMB) dan
Suplemen Pakan Multinutrien (SPM). Badan Pengkajian dan Penerapan Teknologi
(BPPT) mengembangkan dan mengaplikasikan teknologi budidaya ikan Kerapu
secara terpadu, inovasi teknologi perbaikan genetik yang menghasilkan ikan Nila
GESIT (Genetically Supermale Indonesian Tilapia), dan vaksin Polivalen Vibrio untuk
mencegah penyakit Vibriosis yang sering menyerang ikan laut.
Penciptaan dan pemanfaatan sumber energi baru dan terbarukan. LIPI berhasil
mengoleksi microalgae (chlorophyceae/ganggang hijau) yang sangat potensial
untuk pengembangan biofuel karena microalgae memiliki kandungan minyak
lebih dari 60 persen, mengem bangkan pembangkit listrik tenaga mikrohidro yang
dapat diaplikasikan di daerah pedalaman/terpencil, mengem bangkan biogas
dari ternak sapi dan sampah pasar tradisional skala rumah tangga, dan bersama
PT LEN Industri telah mengembangkan sel surya dan menghasilkan efisiensi
sekitar 11-12 persen. BPPT telah melakukan pengkajian, pengembangan dan
pengoperasian produksi bioetanol dari hulu sampai hilir. Lembaga Penerbangan
dan Antariksa Nasional (LAPAN) telah menghasilkan teknologi Sistem Konversi
Energi Angin (SKEA) untuk menunjang program listrik perdesaan, khususnya di
daerah perdesaan terpencil.
Pengembangan teknologi dan manajemen transportasi. BPPT telah
mengembangkan antara lain: teknologi persinyalan kereta api; monorel dan
sarana kereta rel (bekerjasama dengan PT INKA, PT Kereta Api Indonesia dan
Kementerian Perhubungan); kapal bersayap dengan efek permukaan (Wing in
Surface Effect Ship/WISE); dan kapal cepat antarpulau Trimaran. LIPI telah berhasil
mengembangkan mobil listrik yang diberi nama Marlip dengan beberapa tipe
yaitu: Marlip Mosen, Marlip Smart, City Car, Marlip Golfo, Marlip Linen, Marlip
Pick-up, dan Marlip Patroli.
234
B
a
g
i
a
n
I
V
MEMELIHARA MOMENTUM PERUBAHAN
Pengembangan teknologi informasi dan komunikasi. Dalam bidang
pengembangan teknologi informasi dan komunikasi, LIPI telah membuahkan hasil
antara lain: aplikasi IGOS (Indonesia Go Open Source) yang siap dimanfaatkan
untuk memenuhi kebutuhan administrasi; dan pengembangan Radar Frequency
Modulation Continous Wave (FM-CW) yang merupakan terobosan piranti keras
gelombang mikro dan komputer. BPPT telah mengembangkan antara lain: Sistem
e-government Badan Koordinasi Survei dan Pemetaan Nasional (Bakosurtanal);
Sistem Informasi Spasial Berbasis Web sebagai sarana untuk pengambilan
keputusan dalam pembuatan kebijakan dan arah pembangunan; dan
pemutakhiran Sistem Online Mapping. LAPAN telah mengembangkan rekayasa
teknologi sistem satelit bersama antara lain Universitas Teknik Berlin (Technische
Universitt Berlin/TU Berlin). LAPAN juga telah berhasil mengembangkan
dan mengoperasikan Lapan-Tubsat dan membangun TEWS lokal berbasis tide
gauge (instrumentasi pemantau pasang surut air laut). Kementerian Riset dan
Teknologi (KRT) telah berhasil memfasilitasi pengembangan teknologi WiMax
atau Worldwide Interoperability for Microwave Access sebagai generasi keempat
telekomunikasi (4G) yaitu teknologi nirkabel pita lebar berbasis protokol internet
berkecepatan tinggi yang memungkinkan transfer data hingga 80 megabite per
detik (Mbps), jauh lebih cepat dari layanan internet berbasis layanan seluler
generasi ketiga (3G) yang hanya sekitar 2,4 Mbps.
Pengembangan teknologi pertahanan dan keamanan. LAPAN telah berhasil
mengembangkan Roket Pengorbit Satelit (RPS) jenis RX-420 dan jenis RX-320
yang didisain untuk mencapai ketinggian 300 km untuk membawa muatan satelit
nano yang akan diluncurkan pada tahun 2014. Bakosurtanal telah melaksanakan
pemetaan wilayah perbatasan di darat yaitu antara Republik Indonesia dan
Papua Nugini sebanyak 12 nomor lembar peta (NLP), melakukan pemetaan dan
klarifikasi batas wilayah dan menghasilkan 80 NLP peta, serta melakukan verifikasi
ke 19 daerah di Kalimantan Timur, Yogyakarta, Sumatera Utara, Sumatera
Selatan, Sulawesi Selatan, Sulawesi Utara, Maluku, Maluku Utara, Kalimantan
Barat, Papua, Kalimantan Selatan,
Riau, Kepulauan Riau, Jawa Tengah
dan Bali serta Kabupaten/Kota
Bandung, Ciamis, dan Tebing Tinggi.
LIPI dengan fasilitasi KRT telah
berhasil mengembangkan mobile
incinerator untuk memusnahkan
narkoba yang tidak dapat
dilakukan oleh alat pemusnah
lainnya secara sempurna dan
robot penjinak bom Morolipi.
BPPT telah mengembangkan
antara lain: Panser Beroda Ban
6x6 sebagai salah satu kendaraan
operasional patroli/tempur
Tentara Nasional Indonesia
(TNI) baik untuk penggunaan
di wilayah konflik maupun di
daerah peperangan; Kapal Patroli
Cepat 14 M; kendaraan benam
nirawak Tiram yang menggunakan
235
B
a
g
i
a
n
I
V
Evaluasi Lima Tahun Pelaksanaan RPJMN 2004-2009
teknologi pengendalian wahana dan transformasi data informasi dua arah
melalui kabel secara remotely operated underwater vehicle (ROV); blast effect
bomb (BEB) yang berfungsi sebagai sarana psywar; bom latih yang menimbulkan
efek suara seperti bom tajam; wahana pesawat udara tanpa awak (PUNA); dan
bekerja sama dengan PT PINDAD, LIPI, dan Kepolisian Republik Indonesia (POLRI)
untuk menghasilkan senjata peluru karet kaliber khusus spesifik POLRI, amunisi
penindakan huru-hara kaliber 38 mm, dan granat tangan ledakan air mata.
Pengembangan teknologi kesehatan dan obat. BATAN telah mengembangkan
pemanfaatan radiasi gamma untuk pembentukan klon, isolat aktif dan
radiopasteurisasi tanaman mahkota dewa; dan radio labeling zat aktif benalu teh
sebagai anti kanker. Selain itu, BATAN telah menghasilkan produk radiofarmaka
99
mTc-etambutol dan
99
mTc-siprofloksasin. Radiofarmaka
99
mTc-etambutol
merupakan radiofarmaka yang memiliki keunggulan dalam mendeteksi dan
melokalisasi infeksi tuberkulosis (TB) pada tahap awal. LIPI secara aktif dan
berkesinambungan melakukan penelitian dan pengembangan antibiotika baru
dari actinomycetes dan fungi serta pengembangan senyawa pemandu inhibitor
glukosidase dari ekstrak etilasetat Koji Aspergillus. Selain itu, LIPI juga melakukan
penelitian dan pengembangan tanaman Artemisia Annua L. Asteraceae untuk
produksi artemisinin dan analognya; skrining mikroba potensial penghasil
senyawa aktif untuk bahan baku farmasi yaitu anti kanker, antioksidan dan
penanganan penyakit degeneratif seperti kardiovaskuler, diabetes dan hepatitis
dari flora indonesia; serta
pengembangan Monascus
Powde r sebagai bahan baku
penu runan kolesterol. BPPT
telah mengembangkan pera-
latan pencitraan medis
scanner ultrasonografi (USG)
yang berperan penting
dalam pelayanan kesehatan.
BATAN, BPPT dan LIPI telah
mengembangkan teknologi
instrumentasi medik dan suku
cadangnya untuk diagnostik
dan terapi kesehatan.
3.2 Program Difusi dan Pemanfaatan Iptek
Ketahanan pangan. BATAN telah berhasil melakukan difusi dan pemanfaatan
hasil litbang antara lain dengan: (1) menyebarluaskan dan memanfaatkan padi
varietas unggul untuk meningkatkan produksi padi di 23 provinsi; (2) meman-
faatkan kit-RIA (radioimmuno-assay) progesteron untuk menganalisis kandun-
gan hormon reproduksi dan mendeteksi birahi ternak, kegagalan inseminasi
buatan secara dini, dan kelainan reproduksi untuk mendukung program insemi-
nasi buatan ternak di Jawa Barat, Kalimantan Selatan, dan Sulawesi Selatan; (3)
memanfaatkan kit-RIA testosteron dan hormon methyl testosteron (MT) di ber-
bagai daerah (DKI Jakarta, Subang, Sukabumi, Cianjur, Cirata, Blitar, Purwokerto,
Yogyakarta, Sumatera Barat, dan Kalimantan Selatan); dan (4) memanfaatkan
teknologi pengawetan makanan siap saji untuk korban bencana alam dan gelom-
bang tsunami di Aceh dan korban gempa bumi di Yogyakarta dan Jawa Tengah.
236
B
a
g
i
a
n
I
V
MEMELIHARA MOMENTUM PERUBAHAN
KRT telah berhasil mengkoordinasi dan menjadi fasilitator beberapa kement-
erian/lembaga (LIPI, BPPT dan BATAN), perguruan tinggi (Universitas Sriwijaya,
Institut Pertanian Bogor, dan Universitas Brawijaya), dan swasta (PT Sanyo dan
PT Medco) untuk mengaplikasikan hasil penelitian yang terintegrasi (bio-cycling
farming) sebagai contoh bagi petani di Sumatera Selatan, Cianjur dan Jembrana.
KRT juga telah memfasilitasi proses difusi dan pemanfaatan teknologi hasil lit-
bang Lembaga Pemerintah Non Kementerian Riset dan Teknologi (LPNK-Ristek)
dalam mendukung ketahanan pangan di berbagai daerah, antara lain: teknologi
perbanyakan tanaman dengan kultur jaringan, teknologi pembuatan pupuk or-
ganik, bio-cycling farming untuk pertanian tanaman pangan, teknologi ekstraksi
minyak nilam, teknologi reproduksi peternakan melalui inseminasi buatan,
teknologi pembuatan alat pendingin ikan, teknologi pengolahan hasil pertanian,
dan lain-lain.
Penciptaan dan pemanfaatan sumber energi baru dan terbarukan. LIPI telah
mengembangkan pembangkit listrik tenaga mikrohidro di daerah yang belum
terjangkau listrik PLN seperti di daerah perbatasan Nusa Tenggara Timur den-
gan Timor Leste (Kabupaten Belu dan Kabupaten Enrekang). BPPT telah berha-
sil membuat rancangan detil pembangkit listrik tenaga uap (PLTU) skala kecil
2x7 MW berbahan bakar batubara yang berlokasi di Kabupaten Musi Rawas,
Sumatera Selatan. KRT telah berhasil memfasilitasi proses difusi dan peman-
faatan teknologi hasil litbang LPNK-Ristek dalam pengembangan pembangkit
listrik tenaga hibrid (PLTH) Surya-Bayu-Diesel di Wini, Kabupaten Timor Tengah,
pembangkit listrik tenaga surya (PLTS) di Kabupaten Palangkaraya (Kalimantan
Tengah), dan pembangkit listrik tenaga air (PLTA)/mikrohidro di Kabupaten Lima
Puluh Kota (Sumatera Barat) dan Kabupaten Garut (Jawa Barat).
Pengembangan teknologi dan manajemen transportasi. LIPI telah berhasil
mendifusikan mobil listrik di beberapa rumah sakit di Indonesia seperti RS
Fatmawati, RS Persahabatan, RSUD Karawang, RSUD Makassar, RS Haji Surabaya,
RS Margono Purwokerto, RS Semarang, dan lain-lain.
Pengembangan teknologi informasi dan komunikasi. BPPT telah berhasil
mensosialisasikan dan mengembangkan sistem technical assistance
pengembangan e-government dengan menggandeng Kementerian Komunikasi
237
B
a
g
i
a
n
I
V
Evaluasi Lima Tahun Pelaksanaan RPJMN 2004-2009
dan Informasi untuk menggalang delapan paket aplikasi Sistem Informasi
Keuangan Daerah (SIMDA) di Gianyar, Sumbawa, Kuningan, Garut, Kota
Malang, Jambi, dan lain-lain. BPPT juga telah membantu Kabupaten Jembrana
mewujudkan Jimbarwana Network (JNET) yang menghubungkan seluruh satuan
kerja pemerintah daerah (badan, dinas, dan kantor), empat kantor kecamatan,
52 kantor kelurahan dan desa, kamera pemantau di beberapa lokasi strategis,
Jardiknas Jembrana (SD, SMP, SMA, dan SMK), serta pemanfaatan untuk
masyarakat. KRT telah berhasil memfasilitasi pengembangan dan penerapan
Sistem Pendeteksi Dini Tsunami (Tsunami Early Warning System (TEWS) atau
sering disebut buoy.
Pengembangan teknologi kesehatan dan obat. BATAN berhasil melakukan difusi
hasil litbang untuk penunjang diagnostik secara in-vivo untuk menilai fungsi aliran
dan nodul kelenjar limfa menggunakan kamera gamma dengan radiofarmaka
99
mTc Sulfur maupun nano-kolloid yang telah dilakukan di RS Gatot Subroto dan
RS Pusat Pertamina. Selain itu, BATAN juga telah berhasil mendifusikan hasil
litbang yang berupa bank jaringan untuk dimanfaatkan sebagai bahan implan
di lebih dari 50 rumah sakit di Indonesia antara lain RS Cipto Mangunkusumo,
RS Fatmawati, RS Siaga Raya, RS Jamil, RS Gigi dan Mulut Fakultas Kedokteran
Gigi Universitas Indonesia, RS Mitra Keluarga, RS Aini, RS Cicendo Bandung,
dan RS Muhammad Husin Palembang. BATAN juga memberikan jasa konsultasi
dan pelatihan pemakaian dan perawatan alat kesehatan/kedokteran dengan
penguasaan dan pengembangan teknologi dekontaminasi dan dekomisioning.
LIPI berhasil melakukan difusi hasil litbang berupa teknologi penghancur jarum
suntik, fototerapi UV-A/B dan insinerator.
3.3 Program Penguatan Kelembagaan Iptek
Penguatan kelembagaan iptek di perguruan tinggi, lembaga litbang, badan
usaha, dan lembaga penunjang telah mengalami kemajuan. Kuantitas dan
kualitas perguruan tinggi telah meningkat. Jumlah perguruan tinggi meningkat
signifikan sejak tahun 2005, sehingga tahun 2009 Indonesia memiliki 2.600
perguruan tinggi. Dari segi kualitas, perguruan tinggi yang masuk ke dalam
peringkat internasional juga meningkat dari tahun ke tahun. Pada tahun 2008,
berdasarkan Times Higher Education Universitas Indonesia, Institut Teknologi
Bandung, dan Universitas Gadjah Mada masing-masing berada pada peringkat
287, 315, dan 316. Selain itu, beberapa perguruan tinggi lain juga masuk dalam
peringkat bergengsi di tingkat internasional seperti Universitas Diponegoro,
Institut Pertanian Bogor, Universitas Airlangga, dan Universitas Brawijaya.
Lembaga litbang juga mengalami peningkatan. Secara umum, kualitas lembaga
litbang mengalami perbaikan. Berdasarkan World Rank Research Center yang
mengeluarkan daftar 2.000 lembaga litbang terbaik dunia, LIPI menduduki
peringkat ke-201. Dalam daftar tersebut LIPI merupakan yang terbaik di
Indonesia, bahkan di Asia Tenggara. Selain itu, terdapat dua lembaga penelitian
di Indonesia yang masuk dalam peringkat terbaik yaitu Center for International
Forest Research (Cifor), yang berada di peringkat ke-425, dan Badan Penelitian
dan Pengembangan Kementerian Pertanian yang berada di peringkat ke-771.
Selain itu, Lembaga Biologi Molekuler Eijkman telah ditetapkan oleh World Health
Organization (WHO) sebagai institusi/laboratorium untuk mengkonfirmasi
diagnosis flu burung dan menjadi rujukan dunia mengenai virus H1N1, sehingga
238
B
a
g
i
a
n
I
V
MEMELIHARA MOMENTUM PERUBAHAN
lembaga ini telah menjadi lembaga
riset kelas dunia dalam bidang biologi
molekuler.
Untuk menjembatani lembaga penghasil
dan pengguna iptek, dalam kurun
waktu 2005-2009 Pemerintah telah
mengembangkan berbagai lembaga
intermediasi. Beberapa lembaga yang
berfungsi sebagai lembaga intermediasi
saat ini antara lain: Business Innovation
Center (BIC), Business Technology Center
(BTC), dan beberapa unit kerja yang ada
di lembaga litbang seperti: Pusat Inovasi
LIPI, Pusat Kemitraan Nuklir BATAN, BPPT
Enjinering, dan Balai Inkubator Teknologi
BPPT.
KRT telah melakukan pembenahan
organisasi dan kelembagaan untuk
meningkatkan kinerja kelembagaan. Hal ini ditandai dengan beberapa langkah
yang bersifat fundamental antara lain: memisahkan jabatan antara Menteri
Negara Riset dan Teknologi dengan Kepala BPPT; mengoptimalkan peran Dewan
Riset Nasional (DRN); mendorong terbentuknya Dewan Riset Daerah (DRD);
dan memfasilitasi peningkatan kompetensi lembaga litbang daerah. Selain itu,
untuk meningkatkan kompetensi LPNK-Ristek Pemerintah telah melakukan
upaya untuk melengkapi dan memodernisasi peralatan riset 35 laboratorium di
Kawasan Puspitek Serpong.
Selanjutnya, Pemerintah telah mengeluarkan empat PP yang merupakan
landasan operasional pembangunan iptek sebagai turunan dari UU Nomor
18 Tahun 2002 tentang Sistem Nasional Penelitian, Pengembangan, dan
Penerapan Ilmu Pengetahuan dan Teknologi. PP tersebut adalah: (1) PP
Nomor 20 Tahun 2005 tentang Alih Teknologi Kekayaan Intelektual serta Hasil
Penelitian dan Pengembangan oleh Perguruan Tinggi dan Lembaga Litbang;
(2) PP Nomor 41 Tahun 2006 tentang Perizinan Melakukan Kegiatan Penelitian
dan Pengembangan bagi Perguruan Tinggi Asing, Lembaga Penelitian dan
Pengembangan Asing, Badan Usaha Asing, dan Orang Asing; (3) PP Nomor 35
Tahun 2007 tentang Pengalokasian Sebagian Pendapatan Badan Usaha untuk
Peningkatan Kemampuan Perekayasaan, Inovasi, dan Difusi Teknologi; dan (4)
PP Nomor 48 Tahun 2009 tentang Perizinan Pelaksanaan Kegiatan Penelitian,
Pengembangan, dan Penerapan Ilmu Pengetahuan dan Teknologi yang Berisiko
Tinggi dan Berbahaya.
Terkait dengan bidang fokus pengembangan teknologi informasi dan komunikasi,
KRT telah berhasil mendorong gerakan menuju kemandirian perangkat lunak
atau membuat sendiri perangkat lunak berbasiskan open source, yang dinamakan
IGOS. Berbagai dokumen panduan telah disusun untuk memberikan informasi
yang dibutuhkan oleh masyarakat antara lain: Dokumen Pendayagunaan Open
Source Software, Panduan Penelitian Open Source Software, Direktori Open
Source Indonesia, Panduan Penggunaan Open Source Software di Instansi
239
B
a
g
i
a
n
I
V
Evaluasi Lima Tahun Pelaksanaan RPJMN 2004-2009
Pemerintah dan Panduan JENI (Java Education Network Indonesia). Selain itu,
KRT telah melaksanakan tsunami drill secara nasional di tujuh lokasi yaitu:
Padang (2005), Bali (2006), Banten (2007), Manado (2008), Gorontalo (2008),
Banda Aceh (2008), dan Bantul (2008) dalam upaya pengembangan budaya
dalam TEWS.
3.4 Program Peningkatan Kapasitas Iptek Sistem
Produksi
Penciptaan dan pemanfaatan sumber energi baru dan terbarukan. KRT
telah berhasil memfasilitasi pengembangan pabrik pemeras biji jarak pagar di
Kabupaten Ogan Komering Ulu Timur (OKUT) yang terintegrasi untuk mem-
bangun kawasan energi mandiri dengan memanfaatkan teknologi hasil litbang
LPND-Ristek. KRT telah berhasil memfasilitasi pengembangan pabrik bioeta-
nol di Lebak, Banten yang merupakan kegiatan lintas instansi antara KRT, BPPT,
PT Pasadena Engineering Indonesia, dan Pemerintah Kabupaten Lebak dalam
pengembangan dan pemanfaatan energi terbarukan untuk menunjang keterse-
diaan bahan bakar bio-premium.
Pengembangan teknologi dan manajemen transportasi. KRT melalui Program
RUSNAS menjadi fasilitator dalam penelitian, pengembangan dan rancang ban-
gun mesin dengan kapasitas 500 cc. Mesin yang dihasilkan telah diaplikasikan di
kapal nelayan, mesin las, mobil mini perkotaan, dan peralatan serbaguna untuk
kepentingan pertanian. Dua buah jenis prototipe yang dihasilkan menggunakan
sistem karburator dan electronic fuel injection (EFI).
Pengembangan teknologi informasi dan komunikasi. KRT telah berhasil
memfasilitasi peningkatan kemampuan industri nasional untuk menghasilkan
WiMAX yang merupakan sistem komunikasi generasi modern dengan frekuensi
2,3 GHz dan 3,3 GHz. KRT telah mampu mengembangkan rangkaian penerima
chip WiMAX dan rangkaian ini telah diluncurkan pada 2 Mei 2009 di Puspitek
Serpong dengan nama WiMAX Anak Bangsa.
Pengembangan teknologi pertahanan dan keamanan. Mobile shooting
range hasil rekayasa dan desain BPPT telah diproduksi oleh PT PINDAD untuk
mendukung kebutuhan operasional latihan menembak anggota POLRI. Struktur
dan material Kapal Patroli Cepat 14 M hasil rekayasa BPPT yang disainnya
sudah memperoleh HaKI Disain Industri telah diproduksi dan digunakan oleh
POLRI, Kementerian Kelautan dan Perikanan, Direktorat Jenderal Bea dan Cukai
Kementerian Keuangan, pemerintah daerah, dan swasta. Granat tangan ledakan
air mata yang dikembangkan bersama antara Divisi Litbang POLRI, BPPT dan LIPI
telah diproduksi oleh PT PINDAD.
Pengembangan teknologi kesehatan dan obat. BPPT telah menyusun kaidah good
agricultural practices (GAP) untuk peningkatan teknologi sistem produksi bahan
baku farmasi dan obat bahan alam antara lain pengembangan teknologi ekstraksi
untuk produksi obat alami dan penerapan teknologi budidaya tanaman obat.
240
B
a
g
i
a
n
I
V
MEMELIHARA MOMENTUM PERUBAHAN
T
a
b
e
l
4
.
8
.
1
S
a
s
a
r
a
n
d
a
n
P
e
n
c
a
p
a
i
a
n
P
e
n
i
n
g
k
a
t
a
n
K
e
m
a
m
p
u
a
n
I
p
t
e
k
,
T
a
h
u
n
2
0
0
4
-
2
0
0
9
241
B
a
g
i
a
n
I
V
Evaluasi Lima Tahun Pelaksanaan RPJMN 2004-2009
L
a
n
j
u
t
a
n
T
a
b
e
l
4
.
8
.
1
242
B
a
g
i
a
n
I
V
MEMELIHARA MOMENTUM PERUBAHAN
L
a
n
j
u
t
a
n
T
a
b
e
l
4
.
8
.
1
243
B
a
g
i
a
n
I
V
Evaluasi Lima Tahun Pelaksanaan RPJMN 2004-2009
-
T
e
r
w
u
j
u
d
n
y
a
p
e
n
i
n
g
k
a
t
a
n
k
u
a
l
i
t
a
s
/
r
e
p
u
t
a
s
i
s
a
t
u
a
n
k
e
r
j
a
L
I
P
I
s
e
c
a
r
a
l
i
n
t
a
s
3
.
3
T
e
r
s
e
d
i
a
n
y
a
m
o
d
e
l
-
m
o
d
e
l
p
e
n
g
e
l
o
l
a
a
n
d
a
n
p
e
n
d
a
y
a
g
u
n
a
a
n
s
u
m
b
e
r
d
a
y
a
s
e
c
a
r
a
b
e
r
k
e
l
a
n
j
u
t
a
n
9
-
T
e
r
a
d
o
p
s
i
n
y
a
m
o
d
e
l
p
e
n
g
e
l
o
l
a
a
n
S
D
A
-
M
e
n
i
n
g
k
a
t
n
y
a
k
e
m
a
m
p
u
a
n
m
e
n
y
i
m
p
a
n
d
a
n
m
e
m
e
l
i
h
a
r
a
S
D
A
s
e
r
t
a
p
e
m
a
n
f
a
a
t
a
n
n
y
a
-
M
e
n
i
n
g
k
a
t
n
y
a
k
e
s
a
d
a
r
a
n
m
a
s
y
a
r
a
k
a
t
d
a
l
a
m
p
e
n
g
e
l
o
l
a
a
n
t
e
r
u
m
b
u
k
a
r
a
n
g
d
i
d
a
e
r
a
h
p
e
s
i
s
i
r
-
T
e
r
w
u
j
u
d
n
y
a
k
o
n
s
e
p
p
e
n
g
e
l
o
l
a
a
n
l
i
n
g
k
u
n
g
a
n
b
e
r
b
a
s
i
s
i
p
t
e
k
k
e
b
u
m
i
a
n
P
e
r
s
e
n
2
7
,
5
3
3
,
3
4
6
7
7
9
9
,
3
3
.
4
M
e
n
i
n
g
k
a
t
n
y
a
k
e
t
e
r
s
e
d
i
a
a
n
d
a
n
d
a
y
a
g
u
n
a
s
u
m
b
e
r
d
a
y
a
i
p
t
e
k
d
i
L
A
P
A
N
J
u
m
l
a
h
a
r
s
i
p
d
a
t
a
p
e
n
g
i
n
d
e
r
a
a
n
j
a
u
h
w
i
l
a
y
a
h
I
n
d
o
n
e
s
i
a
u
n
t
u
k
m
e
n
d
u
k
u
n
g
p
e
m
b
a
n
g
u
n
a
n
e
k
o
n
o
m
i
d
a
n
p
e
r
l
i
n
d
u
n
g
a
n
l
i
n
g
k
u
n
g
a
n
1
1
S
c
e
n
e
/
p
a
k
e
t
d
a
t
a
6
6
4
8
0
0
9
1
3
1
.
4
8
0
1
3
6
4
0
I
n
f
o
r
m
a
s
i
s
p
a
s
i
a
l
d
i
n
a
m
i
s
l
i
n
g
k
u
n
g
a
n
d
a
n
c
u
a
c
a
u
n
t
u
k
m
i
g
a
s
i
b
e
n
c
a
n
a
d
a
n
p
e
n
g
e
l
o
l
a
a
n
s
u
m
b
e
r
d
a
y
a
l
a
h
a
n
1
1
I
n
f
o
r
m
a
s
i
3
6
5
3
6
5
3
7
7
3
6
6
3
6
5
L
a
n
j
u
t
a
n
T
a
b
e
l
4
.
8
.
1
244
B
a
g
i
a
n
I
V
MEMELIHARA MOMENTUM PERUBAHAN
P
N
B
P
(
P
e
n
e
r
i
m
a
a
n
N
e
g
a
r
a
B
u
k
a
n
P
a
j
a
k
)
1
1
R
p
m
i
l
i
a
r
1
,
1
2
1
,
1
3
1
,
5
4
1
,
6
5
8
,
5
8
I
n
s
t
a
n
s
i
p
e
n
g
g
u
n
a
d
a
t
a
/
i
n
f
o
r
m
a
s
i
1
1
I
n
s
t
a
n
s
i
/
P
e
m
d
a
6
6
7
2
7
8
6
P
e
l
a
y
a
n
a
n
i
n
f
o
r
m
a
s
i
a
t
m
o
s
f
e
r
I
n
d
o
n
e
s
i
a
,
a
k
t
a
s
m
a
t
a
h
a
r
i
,
c
u
a
c
a
a
n
t
a
r
i
k
s
a
,
f
e
n
o
m
e
n
a
a
n
t
a
r
i
k
s
a
,
d
a
n
d
a
m
p
a
k
t
e
r
h
a
d
a
p
b
u
m
i
1
1
I
n
f
o
r
m
a
s
i
/
m
a
k
a
l
a
h
1
8
8
4
4
5
0
4
4
7
P
e
n
g
g
u
n
a
i
n
f
o
r
m
a
s
i
l
i
n
g
k
u
n
g
a
n
a
t
m
o
s
f
e
r
I
n
d
o
n
e
s
i
a
d
a
n
s
i
r
k
u
l
a
s
i
a
t
m
o
s
f
e
r
g
l
o
b
a
l
,
a
k
v
i
t
a
s
m
a
t
a
h
a
r
i
,
d
a
n
d
a
m
p
a
k
n
y
a
I
n
s
t
a
n
s
i
/
p
e
m
d
a
3
4
4
1
3
1
4
P
e
n
g
g
u
n
a
I
n
s
t
r
u
m
e
n
t
a
s
i
/
s
p
i
n
-
o
t
e
k
n
o
l
o
g
i
d
i
r
g
a
n
t
a
r
a
(
a
n
t
a
r
a
l
a
i
n
S
K
E
A
,
a
l
a
t
u
k
u
r
p
o
t
e
n
s
i
a
n
g
i
n
,
a
l
a
t
p
e
m
a
n
t
a
u
p
a
s
a
n
g
s
u
r
u
t
,
A
W
S
)
b
u
a
t
a
n
L
A
P
A
N
I
n
s
t
a
n
s
i
/
p
e
m
d
a
3
6
7
2
9
1
7
3
.
5
P
e
n
g
a
w
a
s
a
n
t
e
r
h
a
d
a
p
i
n
t
r
o
d
u
k
s
i
P
L
T
N
d
i
I
n
d
o
n
e
s
i
a
T
e
r
s
e
d
i
a
n
y
a
p
e
r
a
t
u
r
a
n
,
k
e
t
e
n
t
u
a
n
d
a
n
p
e
d
o
m
a
n
u
n
t
u
k
p
e
m
b
a
n
g
u
n
a
n
d
a
n
p
e
n
g
o
p
e
r
a
s
i
a
n
P
L
T
N
1
2
P
e
r
k
a
2
1
4
-
1
P
e
d
o
m
a
n
3
5
1
2
-
T
e
r
s
e
d
i
a
n
y
a
k
a
j
i
a
n
s
i
s
t
e
m
p
e
n
g
a
w
a
s
a
n
P
L
T
N
u
n
t
u
k
p
e
m
b
a
n
g
u
n
a
n
d
a
n
p
e
n
g
o
p
e
r
a
s
i
a
n
P
L
T
N
1
2
H
a
s
i
l
k
a
j
i
a
n
2
4
1
5
2
T
e
r
s
e
d
i
a
n
y
a
s
i
s
t
e
m
p
e
r
i
z
i
n
a
n
u
n
t
u
k
p
e
m
b
a
n
g
u
n
a
n
d
a
n
p
e
n
g
o
p
e
r
a
s
i
a
n
P
L
T
N
1
2
D
o
k
u
m
e
n
-
1
1
2
3
T
e
r
s
e
d
i
a
n
y
a
s
i
s
t
e
m
i
n
s
p
e
k
s
i
u
n
t
u
k
p
e
m
b
a
n
g
u
n
a
n
d
a
n
p
e
n
g
o
p
e
r
a
s
i
a
n
P
L
T
N
1
2
D
o
k
u
m
e
n
-
1
1
2
1
3
.
6
P
e
n
i
n
g
k
a
t
a
n
s
i
s
t
e
m
p
e
n
g
a
w
a
s
a
n
t
e
r
h
a
d
a
p
k
e
s
e
l
a
m
a
t
a
n
r
a
d
i
o
l
o
g
i
k
d
a
n
k
e
a
m
a
n
a
n
s
u
m
b
e
r
r
a
d
i
o
a
k
f
T
e
r
s
e
d
i
a
n
y
a
p
e
r
a
t
u
r
a
n
,
k
e
t
e
n
t
u
a
n
,
d
a
n
p
e
d
o
m
a
n
k
e
s
e
l
a
m
a
t
a
n
r
a
d
i
o
l
o
g
i
k
d
a
n
k
e
a
m
a
n
a
n
s
u
m
b
e
r
r
a
d
i
o
a
k
f
p
a
d
a
f
a
s
i
l
i
t
a
s
k
e
s
e
h
a
t
a
n
,
i
n
d
u
s
t
r
i
,
d
a
n
p
e
n
e
l
i
a
n
1
2
P
e
r
k
a
9
3
9
4
1
R
P
P
3
2
-
-
3
T
e
r
s
e
d
i
a
n
y
a
s
i
s
t
e
m
p
e
r
i
z
i
n
a
n
u
n
t
u
k
k
e
s
e
l
a
m
a
t
a
n
r
a
d
i
o
l
o
g
i
k
d
a
n
k
e
a
m
a
n
a
n
s
u
m
b
e
r
r
a
d
i
o
a
k
f
p
a
d
a
f
a
s
i
l
i
t
a
s
k
e
s
e
h
a
t
a
n
,
i
n
d
u
s
t
r
i
,
d
a
n
p
e
n
e
l
i
a
n
1
2
J
u
m
l
a
h
i
z
i
n
4
.
1
0
9
4
.
8
5
6
5
.
7
6
9
5
.
5
8
7
6
.
5
3
0
L
a
n
j
u
t
a
n
T
a
b
e
l
4
.
8
.
1
245
B
a
g
i
a
n
I
V
Evaluasi Lima Tahun Pelaksanaan RPJMN 2004-2009
L
a
n
j
u
t
a
n
T
a
b
e
l
4
.
8
.
1
246
B
a
g
i
a
n
I
V
MEMELIHARA MOMENTUM PERUBAHAN
S
u
m
b
e
r
:
1
S
C
O
P
U
S
(
2
0
0
9
)
;
2
D
i
e
k
t
o
r
a
t
J
e
n
d
e
r
a
l
H
a
K
I
(
2
0
0
9
)
;
3
U
S
P
T
O
(
2
0
0
8
/
2
0
0
9
)
;
4
B
K
N
(
2
0
0
9
)
;
5
D
J
A
(
2
0
0
5
,
2
0
0
6
,
2
0
0
7
,
2
0
0
8
,
2
0
0
9
)
;
6
W
E
F
(
2
0
0
8
)
,
K
A
M
(
2
0
0
9
)
;
7
K
R
T
(
2
0
0
9
)
;
8
B
S
N
(
2
0
0
9
)
;
9
L
I
P
I
(
2
0
1
0
)
;
1
0
B
A
T
A
N
(
2
0
1
0
)
;
1
1
L
A
P
A
N
(
2
0
1
0
)
;
1
2
B
A
P
E
T
E
N
(
2
0
1
2
)
.
L
a
n
j
u
t
a
n
T
a
b
e
l
4
.
8
.
1
247
B
a
g
i
a
n
I
V
Evaluasi Lima Tahun Pelaksanaan RPJMN 2004-2009
Sumber:
1
SCOPUS (2009);
2
Diektorat Jenderal HaKI
(2009);
3
USPTO (2008/2009);
4
BKN (2009);
5
DJA (2005, 2006, 2007,
2008, 2009);
6
WEF (2008), KAM
(2009);
7
KRT (2009); 8 BSN
(2009);
9
LIPI (2010);
10
BATAN (2010);
11
LAPAN (2010);
12
BAPETEN (2012).
Bab 4.9
Perbaikan Iklim Ketenagakerjaan
I. Pengantar
H
akikat pembangunan nasional adalah mewujudkan manusia Indonesia
seutuhnya yang dirasakan secara merata dan dapat meningkatkan taraf
hidup masyarakat. Taraf kehidupan yang lebih baik dapat dicapai dengan
pemenuhan kebutuhan pangan, sandang, papan, terciptanya rasa aman dan
terjaminnya hak asasi manusia, termasuk hak untuk memperoleh pekerjaan.
Lapangan kerja yang diharapkan banyak tersedia adalah lapangan kerja layak
yang dapat mendorong peningkatan taraf kehidupan masyarakat. Peningkatan
iklim investasi, yang salah satu elemen penunjangnya adalah perbaikan iklim
ketenagakerjaan, merupakan salah satu upaya untuk mendorong terciptanya
kesempatan kerja dengan produktivitas tinggi.
B
a
g
i
a
n
I
V
B
a
g
i
a
n
I
V
B
a
g
i
a
n
I
V
248
B
a
g
i
a
n
I
V
MEMELIHARA MOMENTUM PERUBAHAN
II. Pencapaian Prioritas
2.1 Gambaran Pencapaian
Prioritas perbaikan iklim ketenagakerjaan menempatkan menurunnya tingkat
pengangguran terbuka menjadi 5,1 persen pada akhir tahun 2009 sebagai
sasaran prioritas RPJMN 2004-2009.
2.2 Evaluasi Pencapaian
Sasaran pembangunan ketenagakerjaan yang hendak dicapai pada akhir 2009
seperti dituangkan dalam RPJMN 2004-2009 adalah menurunnya tingkat
pengangguran terbuka (TPT) menjadi 5,1 persen. Untuk menurunkan TPT
menjadi 5,1 persen, perekonomian diharapkan dapat tumbuh rata-rata 6,6
persen. Sasaran ini dapat dikatakan tidak tercapai karena sampai Agustus
2009, TPT masih sebesar
7,87 persen dengan per-
tumbuhan ekonomi rata-
rata 5,3 persen. Namun,
pemerintah telah berupaya
mengeluarkan kebijakan
dan program-program
untuk dapat mendorong
penciptaan kesempatan
kerja. Upaya yang telah
dicapai dalam lima tahun
pelak sanaan RPJMN me-
nunjukkan kemajuan yang
berarti (Gambar 4.9.2).
No. Sasaran Indikator Satuan
Pencapaian
2005 2006 2007 2008 2009
1 Menurunnya ngkat
pengangguran terbuka
menjadi 5,1 persen pada
akhir 2009
Tingkat
pengangguran
terbuka
Persen 11,24 10,28 9,11 8,39 7,87
Tabel 4.9.1
Sasaran dan Pencapaian
Perbaikan Iklim
Ketenagakerjaan, Tahun
20052009
Sumber:
RPJMN 2004-2009 dan
Sakernas-BPS, 20052009.
10.25 10.93 10.01
9.39 8.96
113.83
111.95 109.94
106.39
105.86
103.97
93.72
93.96
95.46 99.93
102.55
104.87
11.90
7.87%
8.39%
9.11%
10.28%
11.24%
9.86%
Sasaran
TPT 5,1%
0
20
40
60
80
100
120
2004 2005 2006 2007 2008 2009
J
u
m
l
a
h
(
o
r
a
n
g
j
u
t
a
)
0%
2%
4%
6%
8%
10%
12%
T
P
T
(
%
)
Angkatan Kerja Bekerja
Pengangguran Terbuka TPT (%)
Sasaran RPJMN
Gambar 4.9.1
Angkatan Kerja, Bekerja dan
Pengangguran Terbuka,
Tahun 20042009
Sumber:
Sakernas-BPS, 2004-2009.
249
B
a
g
i
a
n
I
V
Evaluasi Lima Tahun Pelaksanaan RPJMN 2004-2009
Meskipun secara umum TPT telah berhasil diturunkan, sebagian besar lapangan
kerja yang tercipta masih didominasi oleh lapangan kerja informal. Dalam periode
2004-2009, lapangan kerja formal bertambah sebesar 3,71 juta sementara lapangan
kerja informal bertambah 7,43 juta orang. Hal ini menunjukkan bahwa sebagian
besar tenaga kerja masih berada di lapangan kerja dengan perlindungan sosial
yang kurang memadai. Jika dilihat dari sisi produktivitas, persentase pekerja yang
kurang produktif --yang ditunjukkan dengan jumlah setengah penganggur terutama
setengah penganggur terpaksa-- cenderung meningkat dari tahun ke tahun.
Dari sisi kerangka kebijakan, Pemerintah telah melakukan berbagai upaya untuk
menciptakan kesempatan kerja seluas-luasnya, terutama lapangan kerja yang
produktif dan dapat memberi perlindungan sosial. Pemerintah terus berupaya
untuk meningkatkan iklim investasi, mengingat peningkatan investasi penting
untuk mendorong pertumbuhan yang kemudian dapat menyerap tenaga kerja.
Kebijakan untuk meningkatkan iklim investasi antara lain tertuang dalam tiga
Inpres yaitu Inpres Nomor 3 Tahun 2006 tentang Paket Kebijakan Perbaikan
Iklim Investasi, Inpres Nomor 6 Tahun 2007 tentang Kebijakan Percepatan
0,00
2,00
4,00
6,00
8,00
1 0,00
1 2,00
1 4,00
1 6,00
1 8,00
P
e
r
t
a
n
ia
n
I
n
d
u
s
t
r
i p
e
n
g
o
la
h
a
n
B
a
n
g
u
n
a
n
P
e
r
d
a
g
a
n
g
a
n
b
e
s
a
r
A
n
g
k
u
t
a
n
K
e
u
a
n
g
a
n
J
a
s
a
n
L
a
in
n
y
a
Lapangan Pekerjaan Utama
P
e
r
s
e
n
0,00
0,50
1 ,00
1 ,50
2,00
2,50
E
l
a
s
t
i
s
i
t
a
s
Pertumbuhan E konomi 2005- 2009 Pertumbuhan Kesempatan Kerja 2005- 2009
E lastisitas Kesempatan Kerja 2005- 2009
k
e
m
a
s
y
a
r
a
k
a
ta
Gambar 4.9.2.
Pertumbuhan Ekonomi,
Kesempatan Kerja, dan
Elastisitas Kesempatan Kerja
Sumber:
BPS, 2005-2009 dan
Bappenas, 2005-2009.
0
5
10
15
20
25
30
35
Berusaha dibantu
dengan buruh tetap
Buruh/karyawan Berusaha sendiri Berusaha dibantu
buruh tidak tetap
Pekerja bebas Pekerja tak dibayar
l a m r o f n I l a m r o F
(
j
u
t
a
o
r
a
n
g
)
2,64
2,66
2,68
2,70
2,72
2,74
2,76
2,78
2,80
2,82
2,84
(
p
e
r
s
e
n
)
Pekerja Nop-05 Pekerja Agust-09 Pertumbuhan 2005-2009
Gambar 4.9.3
Penduduk Usia 15 Tahun ke
Atas yang Bekerja
Menurut Status Pekerjaan
Utama (juta orang)
Sumber:
Sakernas-BPS, November
2005 dan Agustus 2009.
250
B
a
g
i
a
n
I
V
MEMELIHARA MOMENTUM PERUBAHAN
Pengembangan Sektor Riil dan Pemberdayaan Usaha Mikro, Kecil dan
Menengah, dan Inpres Nomor 5 Tahun 2008 tentang Fokus Program Ekonomi
Tahun 2008-2009 yang merupakan kelanjutan dari Inpres Nomor 6 Tahun 2007.
Pemerintah juga telah mengeluarkan Peraturan Presiden Nomor 18 Tahun 2008
tentang Kebijakan Industri Nasional untuk mendukung terciptanya investasi di
industri manufaktur khususnya industri padat pekerja. Dengan adanya upaya
peningkatan iklim investasi yang telah berjalan baik ini maka lapangan kerja
yang tercipta melalui investasi, baik investasi asing maupun dalam negeri, antara
tahun 2005-September 2009 mencapai sekitar 1,37 juta orang atau 42,03 persen
dari jumlah penyerapan tenaga kerja formal.
Krisis keuangan dunia pada akhir tahun 2008 menimbulkan terjadinya penurunan
permintaan akan ekspor Indonesia. Hal ini mengakibatkan banyak perusahaan,
terutama perusahaan yang melakukan kegiatan ekspor, mengurangi biaya dengan
mengurangi tenaga kerjanya dan melakukan pemutusan hubungan kerja (PHK).
Untuk mengantisipasi PHK, pada bulan Oktober 2008 Pemerintah mengeluarkan
Peraturan Bersama Empat Menteri tentang Pemeliharaan Momentum
Pertumbuhan Ekonomi Nasional dalam Mengantisipasi Perkembangan
Perekonomian Global. Peraturan bersama ini bertujuan untuk menjaga supaya
tidak terjadi PHK massal dengan antara lain: mendorong penyelesaian masalah
ketenagakerjaan melalui mekanisme bipartit, mendorong efisiensi proses
produksi, optimalisasi kapasitas produksi dan daya saing produk industri, serta
meningkatkan pasar bagi produk Indonesia di dalam dan luar negeri. Pemerintah
telah berhasil mengantisipasi dengan baik dampak krisis keuangan dunia. Hal ini
antara lain ditandai dengan tidak adanya ledakan jumlah orang yang mengalami
PHK karena krisis. Selama periode akhir 2008-2009, PHK yang terjadi akibat krisis
keuangan dunia hanya sekitar 68.000 orang. PHK yang banyak terjadi antara lain
di industri tekstil/garmen, alas kaki, otomotif, pengolahan sawit, kayu, karet, dan
industri kertas.
Selain mencegah terjadinya PHK massal, Pemerintah juga melaksanakan Program
Stimulus Fiskal 2009 untuk menghadapi dampak krisis keuangan dunia. Program
Stimulus Fiskal bertujuan untuk meningkatkan daya serap tenaga kerja terutama
untuk tenaga kerja yang terkena PHK, meningkatkan daya beli masyarakat dan
mempertahankan daya saing dan daya tahan usaha. Dana stimulus fiskal ini
0
50.000
100.000
150.000
200.000
250.000
300.000
2005 2006 2007 2008 Sept 2009
J
u
m
l
a
h
O
r
a
n
g
0
5
10
15
20
25
30
N
i
l
a
i
R
e
a
l
i
s
a
s
i
Jumlah Penyerapan Tenaga Kerja PMA Jumlah Penyerapan Tenaga Kerja PMDN
Nilai Realisasi PMA Nilai Realisasi PMDN
Gambar 4.9.4
Nilai Realisasi dan
Penyerapan Tenaga Kerja
Investasi PMA dan PMDN,
Tahun 2005-2009
Sumber:
BKPM, 2005-2009.
251
B
a
g
i
a
n
I
V
Evaluasi Lima Tahun Pelaksanaan RPJMN 2004-2009
antara lain dialokasikan untuk pembangunan infrastruktur, penjaminan kredit
usaha rakyat (KUR), pelatihan, dan subsidi. Sampai akhir tahun 2009, Program
Stimulus Fiskal tersebut telah berhasil memberi peluang pekerjaan, pelatihan,
dan meningkatkan usaha untuk lebih dari 1 juta orang.
Angkatan kerja Indonesia masih didominasi oleh mereka yang berpendidikan
rendah, namun baik jumlah maupun persentasenya menunjukkan perbaikan.
Pada tahun 2009 persentase tenaga kerja yang berpendidikan SD ke bawah
mencapai 52,65 persen, menurun dari 56,52 persen pada tahun 2004. Penurunan
yang relatif kecil mengakibatkan masih banyaknya angkatan kerja yang
produktivitasnya rendah. Pembenahan sistem pelatihan kerja nasional secara
komprehensif yang di dalamnya termasuk pengembangan standar kompetensi,
sertifikasi kompetensi, dan pelaksanaan pelatihan berbasis kompetensi telah
menjadi prioritas Pemerintah untuk meningkatkan kualitas tenaga kerja.
III. Keberhasilan
RPJMN 2004-2009 menggariskan enam kebijakan untuk menciptakan lapangan
kerja formal dan meningkatkan produktivitas pekerja yaitu: (1) menciptakan
fleksibilitas pasar kerja; (2) menciptakan kesempatan kerja melalui investasi;
SD ke bawah
SMP SMU Umum
SMU Kejuruan
Diploma Universitas
-15%
-10%
0%
10%
T
P
T
(
%
)
15%
20%
25%
Nop 2005 Agust 2006 Agust 2007 Agust 2008 Agust 2009
SD ke bawah
SMP
SMU Umum
SMU Kejuruan
Diploma
Universitas
Perubahan
2005-2009
Gambar 4.9.5.
TPT Menurut Tingkat
Pendidikan dan
Perubahan TPT,
Tahun 2005-2009
Sumber:
Sakernas-BPS, 2005-2009.
252
B
a
g
i
a
n
I
V
MEMELIHARA MOMENTUM PERUBAHAN
(3) meningkatkan kualitas sumber daya manusia; (4) memperbarui program-
program perluasan kesempatan kerja yang dilakukan oleh Pemerintah; (5)
memperbaiki berbagai kebijakan yang berkaitan dengan migrasi tenaga kerja,
baik migrasi internal maupun eksternal; dan (6) menyempurnakan kebijakan
program pendukung pasar kerja. Pelaksanaan kebijakan-kebijakan tersebut
dijabarkan dalam tiga program ketenagakerjaan yaitu: Program Perluasan
dan Pengembangan Kesempatan Kerja, Program Peningkatan Kualitas dan
Produktivitas Tenaga Kerja, dan Program Perlindungan dan Pengembangan
Lembaga Tenaga Kerja. Dari ketiga program tersebut, Program Perluasan dan
Pengembangan Kesempatan Kerja dan Program Peningkatan Kualitas dan
Produktivitas Tenaga Kerja merupakan program yang paling banyak menentukan
pencapaian sasaran perbaikan iklim ketenagakerjaan.
3.1 Program Perluasan dan Pengembangan
Kesempatan Kerja
Program ini bertujuan untuk meningkatkan kesempatan kerja produktif serta
mendorong mobilitas tenaga kerja dalam rangka mengurangi penganggur dan
setengah penganggur baik di perdesaan maupun di perkotaan.
Terkait dengan kebijakan untuk menciptakan fleksibilitas pasar kerja, Pemerintah
telah berupaya untuk menyempurnakan berbagai peraturan ketenagakerjaan.
Pada tahun 2006 Pemerintah mulai mengupayakan penyempurnaan UU Nomor
13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan sebagai salah satu amanat dari pelak-
sanaan Inpres Nomor 3 Tahun 2006 tentang Paket Kebijakan Perbaikan Iklim
Investasi. Penyempurnaan UU tersebut terutama meliputi: ketentuan mengenai
pemutusan hubungan kerja, pesangon dan hak-hak pekerja/buruh lainnya; per-
janjian kerja bersama; ketentuan mengenai pengupahan; perjanjian kerja waktu
tertentu (PKWT); penyerahan sebagian pekerjaan kepada pihak lain (outsourc-
ing); ijin mempekerjakan tenaga kerja asing (TKA); dan ketentuan mengenai
istirahat panjang. Penyempurnaan ini mutlak diperlukan karena berdasarkan
berbagai studi yang telah dilakukan beberapa ketentuan dalam UU Nomor 13
Tahun 2003 tersebut telah menyebabkan timbulnya kekakuan di pasar kerja.
Namun dalam pelaksanaannya penyempurnaan UU Ketenagakerjaan ini masih
253
B
a
g
i
a
n
I
V
Evaluasi Lima Tahun Pelaksanaan RPJMN 2004-2009
terkendala akibat tingginya resistensi dari pihak serikat pekerja/buruh dan ma-
syarakat secara umum, sehingga sempat menimbulkan gejolak. Penolakan terse-
but terutama terhadap ketentuan yang terkait dengan pesangon, padahal keten-
tuan pesangon dalam UU tersebut sangat memberatkan dunia usaha. Sebagai
konsekuensinya, dunia usaha banyak yang memilih memperkerjakan pekerja
dengan sistem kontrak yang tidak memerlukan pemberian kompensasi dalam
pemberhentian pekerja. Ketentuan lain yang perlu penyempurnaan adalah men-
genai penentuan upah minimum. Upaya mengaitkan upah dengan produktivi-
tas untuk meningkatkan nilai tambah bagi perusahaan juga masih terkendala.
Ketentuan lain yang perlu diperbaiki dalam UU Ketenagakerjaan adalah keten-
tuan mengenai outsourcing. Rendahnya pemahaman mengenai outsourcing
menimbulkan resistensi karena outsourcing diartikan sebagai upaya yang tidak
pro-pekerja/buruh.
Untuk mengatasi gejolak ini maka Presiden menugaskan lima perguruan tinggi
untuk mempelajari kembali UU Ketenagakerjaan untuk menemukenali dampak
dari penerapannya serta merekomendasikan perlu tidaknya penyempurnaan UU
tersebut. Hasil kajian kelima perguruan tinggi merekomendasikan bahwa UU
Ketenagakerjaan memang perlu disempurnakan untuk menciptakan pasar kerja
yang lebih fleksibel sehingga kesempatan kerja dapat tercipta seluas-luasnya.
Namun, sampai saat ini UU Nomor 13 Tahun 2003 belum disempurnakan. Sebagai
alternatif, Pemerintah berupaya untuk menerbitkan peraturan pemerintah
pendukung UU Ketenagakerjaan yang lebih dapat memberikan fleksibilitas pada
pasar kerja terutama yang terkait dengan pengaturan upah dan pesangon. Pada
pelaksanaannya, hal ini juga mendapat tentangan dari pihak serikat pekerja
sehingga sampai saat ini peraturan pemerintah tersebut belum ditetapkan.
RPJMN 2004-2009 juga mengamanatkan penyusunan berbagai aturan
pelaksanaan UU Nomor 39 Tahun 2004 tentang Penempatan dan Perlindungan
Tenaga Kerja Indonesia di Luar Negeri. Enam PP perlu ditetapkan sebagai amanat
UU Nomor 39 Tahun 2004 tersebut. Seluruh PP amanat UU tersebut masih dalam
pembahasan, sehingga belum ada yang diterbitkan. Satu peraturan presiden
yang menjadi amanat UU telah diterbitkan yaitu Perpres Nomor 81 Tahun 2006
tentang Badan Nasional Penempatan dan Perlindungan Tenaga Kerja Indonesia
(BNP2TKI). UU Nomor 39 Tahun 2004 juga mengamanatkan perlunya penerbitan
24 peraturan menteri. Namun, penerbitan berbagai peraturan turunan UU
Nomor 39 Tahun 2004 masih banyak yang belum diselesaikan.
Selain UU 39 Tahun 2004, Pemerintah telah mengeluarkan Inpres Nomor 6
Tahun 2006 tentang Kebijakan Reformasi Sistem Penempatan dan Perlindungan
Tenaga Kerja Indonesia. Inpres ini membagi kewenangan penanganan TKI se-
cara menyeluruh, tidak hanya Kementerian Tenaga Kerja dan Transmigrasi
(Kemnakertrans) dan BNP2TKI tetapi juga melibatkan instansi terkait lainnya sep-
erti Kementerian Koordinator Bidang Perekonomian, Kementerian Luar Negeri
(Kemlu), Kementerian Dalam Negeri (Kemdagri), Kementerian Hukum dan Hak
Asasi Manusia (Kemkumham), Kementerian Kesehatan (Kemkes), Kepolisian
Republik Indonesia (POLRI), Kementerian Perhubungan (Kemhub), Kementerian
Komunikasi dan Informasi (Kemkominfo) dan lain-lain. Inpres ini juga mengupay-
akan reformasi sistem pembiayaan tenaga kerja Indonesia (TKI) dalam bentuk
fasilitasi pembiayaan prapenempatan TKI dengan memanfaatkan jasa perbankan
nasional. Selain itu, perbaikan pelayanan asuransi TKI juga telah mendapatkan
254
B
a
g
i
a
n
I
V
MEMELIHARA MOMENTUM PERUBAHAN
perhatian. Dengan adanya inpres ini maka pelayanan kepada TKI mengalami per-
baikan secara lebih menyeluruh. Sistem dan mekanisme penye lenggaraan TKI
telah diperbaiki, termasuk menyempurnakan kebijakan asuransi, pengi riman
uang (remitansi), dan skim kredit untuk pembiayaan TKI. Selain itu, aspek per-
lindungan TKI di luar negeri juga diperbaiki dengan dibangunnya citizen service
di delapan negara penempatan.
Selama lima tahun, TKI yang telah ditempatkan di luar negeri adalah sebanyak
2.455.895 orang. Sistem penempatan dan perlindungan TKI di luar negeri telah
mulai direformasi antara lain dengan melaksanakan: penyederhanaan birokrasi
pelayanan; pembenahan pintu embarkasi dan debarkasi (lounge TKI) sebagai
one roof service di Bandara Soekarno-Hatta, Bandara Juanda, Pelabuhan Laut
Tanjung Priok, dan Pelabuhan Laut Tanjung Perak; penandatanganan nota
kesepahaman antara Kemnakertrans dengan Kapolri dalam pemberantasan
tindak premanisme dan percaloan terhadap TKI di embarkasi dan debarkasi;
penegakan hukum secara tegas dan konsisten melalui pencabutan surat
izin pengerahan (SIP), tindakan hukum kepada pelaku tindak kriminalitas,
mafia percaloan, aparat Kemnakertrans yang melakukan pemungutan ilegal;
membangun kerjasama dengan perbankan/lembaga keuangan bukan bank
dalam pembiayaan penempatan TKI berupa fasilitasi kredit lunak bagi calon
TKI; dan menetapkan lima konsorsium penyelenggara asuransi TKI. Selain itu,
Pemerintah telah membentuk dan menempatkan sepuluh atase ketenagakerjaan
di sembilan negara penempatan, yaitu Malaysia, Hongkong, Saudi Arabia
(Riyadh dan Jeddah), Persatuan Emirat Arab, Kuwait, Qatar, Singapura, Brunei
Darussalam, dan Korea Selatan. Pemerintah juga telah menandatangani nota
kesepahaman dengan masing-masing negara penempatan TKI yaitu Malaysia,
Korea Selatan, Yordania, Kuwait, Uni Emirat Arab, Taiwan, Australia, Jepang, dan
Qatar. Selain berbagai upaya peningkatan pelayanan TKI yang telah dilaksanakan
oleh Kemnakertrans dan BNP2TKI, Kemkes telah mengatur agar seluruh
sarana kesehatan mempergunakan sistem sidik jari dan foto biometrik untuk
menghindari adanya pemalsuan dokumen hasil pemeriksaan kesehatan.
Peningkatan layanan dan perlindungan TKI yang terkoordinasi dengan melibatkan
seluruh K/L yang terkait seperti Kemlu yang bertugas melindungi WNI di luar
255
B
a
g
i
a
n
I
V
Evaluasi Lima Tahun Pelaksanaan RPJMN 2004-2009
negeri, Kemdagri yang bertugas memastikan setiap TKI yang berangkat memiliki
dokumen kependudukan yang sah, Kemkes yang memastikan kualitas dan akurasi
pemeriksaan kesehatan calon pekerja migran, Kemkumham yang memberikan
layanan paspor sesuai standar bagi calon pekerja migran, Kemkominfo yang
bertugas membangun sistem informasi pe kerja migran, dan lain-lain. Perbaikan
menye luruh, sinergis dan komprehensif atas pelayanan dan per lindungan TKI
baik di dalam negeri mau pun di luar negeri --sejak calon TKI ke luar rumah sampai
kem bali ke rumah-- menjadi tanggung jawab bersama.
RPJMN 2004-2009 mengamanatkan Pemerintah untuk melakukan penyempurnaan
berbagai program perluasan kesempatan kerja. Pemerintah telah melaksanakan
kegiatan konsolidasi program perluasan kesempatan kerja antara lain: (1) padat
karya pembangunan infrastruktur/produktif di beberapa kabupaten/kota, daerah
tertinggal, dan lokasi musibah bencana alam serta kantong-kantong kemiskinan
yang dapat menyerap 613.858 tenaga kerja; (2) penerapan teknologi tepat guna
yang menyerap 71.554 tenaga kerja; (3) pencetakan wirausaha baru (WUB)
sebanyak 17.325 orang; (4) pendayagunaan tenaga kerja sukarela (TKS) sebanyak
49.954 orang; (5) penciptaan tenaga kerja pemuda mandiri profesional (TKPMP)
sebanyak 2.752 orang dan tenaga kerja mandiri (TKM) sebanyak 1.950 orang.
Untuk melaksanakan program ini, kegiatan pokok yang dilakukan adalah
pengembangan infrastruktur pelayanan umum dalam rangka kegiatan
pendukung pasar kerja. Pemerintah telah berupaya mengembangkan beberapa
pusat informasi ketenagakerjaan yang berlokasi di dan dikelola oleh Dinas Tenaga
Kerja tingkat provinsi dan kabupaten/kota untuk mempertemukan para pencari
kerja dengan pemberi kerja. Proyek pilot peningkatan kualitas pengelolaan
pusat layanan informasi pasar kerja dengan mengadopsi model bisnis --agar
pusat layanan milik pemerintah dapat bersaing dengan milik swasta-- telah
dilaksanakan di Kabupaten Bekasi, Kota Semarang dan Kota Batam. Selain itu,
Kemnakertrans juga mengembangkan Kios 3 in 1 (Pelatihan, Sertifikasi dan
Penempatan) yang terdapat di 11 (Bandung, Serang, Semarang, Surakarta,
Sorong, Bekasi, Medan, Makassar, Samarinda, Banda Aceh dan Ternate) balai
256
B
a
g
i
a
n
I
V
MEMELIHARA MOMENTUM PERUBAHAN
latihan kerja (BLK) unit pelaksana teknis pusat (UPTP), dua perguruan tinggi
(Universitas Indonesia dan Universitas Brawijaya), dan sepuluh lokasi di BLK unit
pelaksana teknis daerah (UPTD). Selain itu, bursa kerja online telah dilaksanakan
di 253 lokasi. Selama lima tahun, kegiatan pengembangan informasi pasar kerja
telah berhasil melayani 1,6 juta pencari kerja dan menempatkan 754.000 orang
pencari kerja dari 1,1 juta lowongan kerja.
3.2 Program Peningkatan Kualitas dan Produktivitas
Tenaga Kerja
Program ini bertujuan untuk meningkatkan keterampilan, keahlian, dan
kompetensi tenaga kerja dan produktivitas. Selama pelaksanaan RPJMN 2004-
2009, berbagai upaya dilakukan melalui penyempurnaan penyelenggaraan
pelatihan tenaga kerja berbasis kompetensi, sehingga kualifikasi dan kompetensi
tenaga kerja yang dihasilkan sesuai dengan kebutuhan pemberi kerja (demand
driven). Peran dan fungsi lembaga pelatihan kerja, terutama lembaga pelatihan
kerja milik pemerintah, terus ditingkatkan sehingga lembaga tersebut mampu
berkembang menjadi lembaga pelatihan berbasis kompetensi. Untuk tujuan
tersebut maka Kemnakertrans telah membangun BLK di daerah-daerah
sebanyak 54 BLK UPTD, merehabilitasi/merenovasi BLK UPTD sebanyak 113 BLK,
meningkatkan peralatan pelatihan di 122 BLK UPTD, dan melatih 4.221 orang
instruktur. Selama lima tahun Kemnakertrans telah menyelenggarakan pelatihan
berbasis kompetensi (PBK) untuk 36.091 orang dan PBK Subsidi sejumlah 43.620
orang.
Untuk menunjang pelak sanaan pelatihan berbasis kompetensi, Pemerintah
telah mengupayakan pengembangan standar kompetensi kerja dan sistem
sertifikasi kompetensi kerja nasional. Pemerintah dalam hal ini Kemnakertrans
telah menetapkan 119 standar kompetensi kerja nasional Indonesia (SKKNI),
257
B
a
g
i
a
n
I
V
Evaluasi Lima Tahun Pelaksanaan RPJMN 2004-2009
mensertifikasi 37.773 orang tenaga kerja, menetapkan lisensi untuk 42 lembaga
sertifikasi profesi (LSP), dan memfasilitasi asessor sebanyak 5.535 orang.
Upaya peningkatan kompetensi tenaga kerja dan produktivitas bukan merupakan
kegiatan yang hanya diselenggarakan oleh Kemnakertrans, namun melibatkan
berbagai K/L --terutama K/L yang memiliki lembaga pelatihan-- dan lembaga swasta.
Banyak lembaga pelatihan pemerintah telah berupaya untuk menyelenggarakan
pelatihan berbasis kompetensi, bahkan dalam perkembangannya beberapa
lembaga pelatihan pemerintah ini telah menjadi badan tersendiri dalam struktur
K/L sektor terkait. Selain melatih pegawai internal, lembaga-lembaga tersebut
juga menyelenggarakan pelatihan untuk tenaga kerja umum di luar lingkungan
K/L masing-masing. Oleh karena itu, berbagai K/L ini juga sangat memiliki andil
untuk pencapaian tujuan menciptakan sumber daya manusia Indonesia yang
kompeten dan produktif.
4,221
5,535
10,035
10,469
11,397
19,943
36,091
37,773
43,620
154,280
Pelatihan Instruktur
Fasilitasi Asessor
Pemagangan Luar Negeri
Pemagangan Dalam Negeri
Pelatihan Kewirausahaan
Pelatiahan Berbasis Kompetensi
Pelatiahan Ketransmigrasian dan Penggerak Swadaya Masyarakat
Sertifkat Kompetensi
Pelatiahan Berbasis Kompetensi Subsidi
Pelatihan berbasis Masyarakat Gambar 4.9.6
Penyelenggaraan Pelatihan
di Lembaga Pelatihan
Pemerintah, Tahun 2005-2009
Sumber:
Kementerian Tenaga Kerja dan
Transmigrasi, 2009.
258
B
a
g
i
a
n
I
V
MEMELIHARA MOMENTUM PERUBAHAN
Bab 4.10
Pemantapan Stabilitas Ekonomi Makro
I. Pengantar
K
ondisi makroekonomi Indonesia selama kurun pelaksanaan RPJMN 2004-
2009 sangat dipengaruhi faktor eksternal seperti tingginya harga minyak
dunia dan krisis ekonomi global. Di tengah berbagai tekanan faktor eksternal
tersebut, Indonesia tetap mengupayakan pertumbuhan ekonomi yang tinggi
dan berkelanjutan dengan tetap menjaga stabilitas ekonomi. Kebijakan tersebut
merupakan kunci utama bagi peningkatan kesejahteraan rakyat. Pemerintah
terutama berupaya memantapkan kesinambungan fiskal dengan pengendalian
defisit anggaran dan penurunan stok utang pemerintah secara bertahap. Upaya
tersebut dilakukan guna mendorong pertumbuhan ekonomi yang tinggi. Selain
itu, Pemerintah juga melakukan reformasi kebijakan perpajakan dan kepabeanan
serta optimalisasi penerimaan negara bukan pajak (PNBP).
B
a
g
B
a
g
i
a
n
I
V
259
B
a
g
i
a
n
I
V
Evaluasi Lima Tahun Pelaksanaan RPJMN 2004-2009
Pada sisi pengeluaran negara, strategi yang ditempuh untuk meningkatkan
efektivitas dan efisiensi belanja negara adalah penajaman alokasi anggaran
melalui realokasi belanja negara yang lebih terarah dan tepat sasaran, serta
upaya pemisahan kewenangan yang jelas antara pemerintah pusat dan daerah.
Pada sisi pembiayaan, dengan mempertimbangkan masih tingginya beban
pembayaran pokok utang, kebijakan pemantapan adalah melalui optimalisasi
pembiayaan anggaran yang bersumber dari pembiayaan non utang. Pembiayaan
melalui utang sedapat mungkin dilakukan hanya jika sumber pembiayaan non
utang belum mencukupi. Besaran sumber pembiayaan tersebut ditentukan oleh
potensi masing-masing sumber dana dengan memperhitungkan risiko dan biaya
yang akan ditanggung oleh Pemerintah.
Dari sisi moneter, Pemerintah berupaya memantapkan stabilitas makro melalui
pengendalian laju inflasi. Inflasi yang tinggi dan berfluktuasi menimbulkan
dampak yang merugikan masyarakat, terutama penurunan daya beli penduduk
miskin. Inflasi yang berfluktuasi tinggi juga menyulitkan perkiraan pergerakan
harga yang akan dilakukan oleh produsen dan investor. Sementara itu, dari sisi
sektor keuangan, Pemerintah serius melakukan upaya peningkatan ketahanan
sektor keuangan diupayakan melalui penguatan dan pengaturan jasa keuangan,
perlindungan dana masyarakat, dan koordinasi berbagai otoritas keuangan, serta
penerapan jaring pengaman sistem keuangan. Upaya-upaya tersebut dilakukan
guna mendukung pencapaian stabilitas makro.
II. Pencapaian Prioritas
2.1 Gambaran Pencapaian
Sasaran prioritas pemantapan stabilitas ekonomi makro adalah terpeliharanya
stabilitas ekonomi makro yang dapat mendukung tercapainya pertumbuhan
ekonomi yang cukup tinggi dan berkualitas serta peningkatan kemampuan
pendanaan pembangunan, baik yang bersumber dari Pemerintah maupun swasta
dengan tetap menjaga stabilitas nasional. Pencapaian sasaran pemantapan
stabilitas ekonomi makro selama kurun waktu 2005-2009 dapat diikuti dalam
Tabel 4.10.1 berikut.
260
B
a
g
i
a
n
I
V
MEMELIHARA MOMENTUM PERUBAHAN
Tabel 4.10.1
Sasaran dan Pencapaian
Pemantapan Stabilitas
Ekonomi Makro,
Tahun 2004-2009
Catatan:
*) Data dari publikasi resmi
belum tersedia.
261
B
a
g
i
a
n
I
V
Evaluasi Lima Tahun Pelaksanaan RPJMN 2004-2009
2.2 Evaluasi Pencapaian
2.2.1 Pertumbuhan Ekonomi
Pertumbuhan ekonomi sampai keseluruhan tahun 2009 hanya mencapai 4,5
persen, melambat dibandingkan tahun sebelumnya yang mencapai 6,1 persen.
Kondisi ini merupakan dampak dari masih lesunya perekonomian global. Dalam
kurun waktu 2005-2009, perekonomian Indonesia tumbuh rata-rata 5,6 persen
per tahun, lebih lambat dibandingkan perkiraan dalam RPJMN 2004-2009 yaitu
6,4 persen.
2.2.2 Pendapatan Negara dan Hibah
Pendapatan negara dan hibah meningkat dari 17,8 persen PDB pada tahun
2005 menjadi 19,8 persen PDB pada tahun 2008. Secara nominal, pendapatan
negara dan hibah meningkat dari Rp495,2 triliun pada tahun 2005 menjadi
Rp981,6 triliun pada tahun 2008. Peningkatan tersebut terutama didorong oleh
peningkatan penerimaan perpajakan yang meningkat 89,8 persen dari tahun
2005 ke 2008.
Sementara itu, rasio pendapatan negara dan hibah pada tahun 2009 mencapai
sebesar 16,3 persen PDB atau lebih rendah 3,5 persen PDB dibanding realisasinya
pada tahun 2008. Penurunan pendapatan negara dan hibah tersebut disebabkan
antara lain oleh menurunnya pertumbuhan ekonomi dan lebih rendahnya
realisasi harga minyak mentah Indonesia di pasar dunia sebagai dampak dari
krisis ekonomi global. Namun, rata-rata kinerja pendapatan negara dan hibah
dalam kurun waktu 2005-2009 sebesar 18,1 persen PDB atau lebih tinggi 2,8
persen PDB dibandingkan target yang ditetapkan dalam RPJMN yang sebesar
15,2 persen PDB.
2.2.3 Penerimaan Negara dari Sektor Pajak
Untuk mendukung peningkatan penerimaan negara di sektor perpajakan,
Pemerintah menempuh kebijakan secara hati-hati dengan tetap memperhatikan
perkembangan dunia usaha sebagai basis pajak. Selain untuk meningkatkan
penerimaan negara, kebijakan perpajakan juga diarahkan untuk memberikan
fasilitas perpajakan secara terbatas pada sektor-sektor tertentu dan untuk
mendukung pertumbuhan ekonomi yang lebih berkualitas. Upaya tersebut
dilakukan dengan tetap
men jaga iklim usaha
yang kondusif serta tetap
berpegang pada prinsip-
prinsip dasar pengenaan
pajak yang sehat, kompetitif,
dan transparan. Dengan
berbagai perkembangan
yang ada, rasio penerimaan
perpajakan pada tahun
2005 sebesar 12,5 persen
PDB meningkat menjadi
13,3 persen PDB pada tahun
2008. Peningkatan yang
262
B
a
g
i
a
n
I
V
MEMELIHARA MOMENTUM PERUBAHAN
pesat pada penerimaan perpajakan tersebut, selain karena faktor pertumbuhan
ekonomi, juga karena keberhasilan kebijakan pemerintah dalam bidang
perpajakan. Kebijakan ini antara lain dilaksanakan dalam bentuk reformasi
administrasi perpajakan dan kebijakan penghapusan sanksi pajak (sunset policy)
yang berhasil meningkatkan jumlah wajib pajak dari 4.050.161 wajib pajak pada
tahun 2004 menjadi 14.083.624 wajib pajak pada bulan Mei tahun 2009.
Penurunan pertumbuhan ekonomi pada tahun 2009 mengakibatkan
tersendatnya kegiatan usaha sehingga pada akhirnya mendorong terjadinya PHK
di beberapa sektor industri. Kondisi ini memberikan dampak turunan terhadap
potensi penerimaan perpajakan. Rasio penerimaan perpajakan pada tahun 2009
lebih rendah sebesar 1,3 persen PDB dibandingkan realisasi tahun sebelumnya
yang sebesar 13,3 persen PDB. Walaupun rasio ini menurun, rata-rata rasio
penerimaan perpajakan dalam kurun waktu 2005-2009 mencapai sebesar 12,7
persen PDB. Rasio rata-rata tersebut masih lebih tinggi dibandingkan target yang
ditetapkan dalam RPJMN sebesar 12,3 persen PDB.
2.2.4 Belanja Negara
Realisasi belanja negara pada tahun 2009 mencapai 17,9 persen PDB atau sebesar
Rp954,0 triliun. Realisasi belanja negara tersebut lebih tinggi daripada realisasi
pada tahun 2005 yang mencapai 18,3 persen PDB atau sebesar Rp509,6 triliun.
Peningkatan tersebut didorong oleh belanja Pemerintah pusat yang meningkat
dari Rp361,2 triliun pada tahun 2005 menjadi Rp645,4 triliun pada tahun 2009
dan belanja ke daerah yang meningkat dari Rp150,5 triliun pada tahun 2005
menjadi Rp308,6 triliun pada tahun 2009. Rasio belanja pemerintah pusat pada
tahun 2009 mencapai 12,1 persen PDB, sedikit lebih rendah daripada rasio pada
tahun 2005 sebesar 13,0 persen PDB. Hal ini salah satunya disebabkan oleh upaya
penghematan dan efisiensi belanja yang dilakukan oleh kementerian/lembaga.
Sepanjang 2005-2009 rata-rata rasio belanja negara adalah sebesar 19,0 persen
PDB, lebih tinggi 3,5 persen PDB dibandingkan target yang ditetapkan dalam
RPJMN yaitu sebesar 15,5 persen PDB.
Pada tahun 2009, dalam rangka meredam gejolak krisis ekonomi global,
Pemerintah mengalokasikan dana sebesar Rp73,3 triliun untuk stimulus
263
B
a
g
i
a
n
I
V
Evaluasi Lima Tahun Pelaksanaan RPJMN 2004-2009
fiskal. Dana tersebut ditujukan terutama untuk: (1) memelihara dan/atau
meningkatkan daya beli masyarakat; (2) menjaga daya tahan perusahaan/sektor
usaha menghadapi krisis global; dan (3) meningkatkan daya serap tenaga kerja
dan mengatasi PHK melalui kebijakan pembangunan infrastruktur padat karya.
2.2.5 Dana Perimbangan dan Dana Otonomi Khusus
Transfer dana pusat ke daerah
melalui dana perimbangan setiap
tahunnya mengalami peningkatan
yang cukup signifikan. Hal ini men-
gisyaratkan keseriusan Pemerintah
dalam penyelenggaraan otonomi
daerah. Peningkatan tersebut
dapat dilihat dari rata-rata rasio
belanja ke daerah selama 2005-
2009 sebesar 5,9 persen PDB, me-
lebihi target dalam RPJMN yang
sebesar 5,6 persen PDB.
Pada tahun 2005, dana perimbangan yang dialokasikan adalah sebesar Rp143,2
triliun (5,4 persen PDB) yang terdiri dari alokasi Dana Bagi Hasil (DBH), Dana
Alokasi Umum (DAU), dan Dana Alokasi Khusus (DAK) masing-masing sebesar
Rp49,7 triliun, Rp88,8 triliun, dan Rp4,8 triliun. Transfer dana perimbangan
terus meningkat seiring dengan lebih banyaknya kewenangan yang dilimpahkan
kepada daerah. Besarnya dana perimbangan yang ditransfer tahun 2009 adalah
sebesar Rp287,2 triliun (5,8 persen PDB) terdiri atas alokasi DBH, DAU, dan DAK
masing-masing sebesar Rp76,1 triliun, Rp186,4 triliun, dan Rp24,7 triliun.
Selain transfer dana pusat ke daerah melalui dana perimbangan, Pemerintah
juga memberikan dana otonomi khusus serta dana penyesuaian. Pemberian
otonomi khusus dilakukan dengan terbitnya UU Nomor 18 Tahun 2001 tentang
Penetapan NAD sebagai Daerah Otonomi Khusus dan UU Nomor 21 Tahun 2001
tentang Penetapan Papua sebagai Daerah Otonomi Khusus. Besarnya dana
otonomi khusus pada 2005 adalah Rp7,2 triliun dengan prioritas penggunaan
untuk bidang pendidikan dan kesehatan. Untuk Provinsi Papua dialokasikan juga
dana tambahan untuk pembangunan infrastruktur yang besarnya ditetapkan
Pemerintah dengan DPR berdasarkan usulan Provinsi Papua. Adapun realisasi
Dana Otonomi Khusus tahun 2009 sebesar Rp21,3 triliun.
2.2.6 Defisit Anggaran
Berbagai langkah kebijakan telah dilakukan Pemerintah untuk menjaga ketahanan
fiskal yang berkesinambungan dan tetap menjaga pertumbuhan ekonomi yang
berkelanjutan. Realisasi defisit anggaran periode 2005-2008 berturut-turut
sebesar 0,5 persen PDB, 0,9 persen PDB, 1,3 persen PDB, dan 0,1 persen PDB.
RPJMN 2004-2009 menetapkan sasaran bahwa pada tahun 2009 defisit anggaran
diperkirakan telah mengalami surplus sebesar 0,3 persen PDB. Namun, sasaran
tersebut belum dapat dipenuhi karena Pemerintah harus mengeluarkan paket
kebijakan stimulus fiskal demi menjaga perekonomian domestik dari pengaruh
264
B
a
g
i
a
n
I
V
MEMELIHARA MOMENTUM PERUBAHAN
krisis ekonomi global. Dengan kondisi demikian, defisit anggaran pada tahun
2009 mencapai 1,6 persen PDB atau Rp87,2 triliun.
Defisit anggaran tersebut dibiayai melalui pembiayaan dalam negeri sebesar
Rp142,6 triliun (2,7 persen PDB), terutama melalui penerbitan surat berharga
negara dan pembiayaan luar negeri (netto) sebesar negatif Rp17,4 triliun (0,3
persen PDB), khususnya melalui pinjaman program.
2.2.7 Surat Utang Negara (SUN)
Dalam menyusun pembiayaan anggaran melalui utang, Peme rintah menetapkan
strategi penge lolaan utang jangka panjang yang bertujuan untuk memi nimalkan
biaya utang pada tingkat risiko yang ter ken dali. Strategi tersebut meliputi
pengurangan utang nega ra melalui pelunasan tunai secara bertahap, prioritas
penerbitan/pengadaan utang negara dalam mata uang rupiah untuk mengurangi
risiko mata uang, peningkatan porsi utang negara dengan bunga tetap (fixed
rate) untuk meningkatkan predictability, pengurangan risiko pembiayaan
kembali (refinancing risk) dengan mengutamakan utang jangka panjang, dan
penyederhanaan struktur portofolio utang negara untuk mempermudah
pengelolaan utang dan pengendalian risiko utang. Namun dalam pelaksanaannya,
strategi yang telah ditetapkan akan disesuaikan dengan perkembangan kondisi
pasar keuangan global dan domestik yang mempengaruhi pengelolaan utang.
Sepanjang periode 2004-2009 kebijakan pembiayaan melalui utang diarahkan
menuju market based financing melalui penerbitan Surat Berharga Negara
(SBN) yang sebagian besar berbentuk SUN. Pada tahun 2005, realisasi SUN
neto mencapai Rp22,6 triliun (0,8 persen PDB) dan meningkat menjadi Rp99,4
triliun pada tahun 2009 (1,9 persen PDB). Penerbitan SUN (gruto) dari tahun
2004 sampai dengan bulan Oktober 2009 mencapai sebesar Rp484,2 triliun,
yang dilaksanakan melalui lelang SUN di pasar perdana sebanyak 108 frekuensi,
penjualan Obligasi Negara Ritel (ORI) sebanyak enam frekuensi, dan penerbitan
SUN valas sebanyak delapan frekuensi, serta penjualan SUN secara private
placement sebanyak satu frekuensi. Selain itu, transaksi penukaran (debt switch)
Obligasi Negara (ON) telah dilakukan sebanyak 30 frekuensi dan pembelian
kembali (cash buyback) ON sebanyak sepuluh frekuensi.
2.2.8 Posisi Utang Pemerintah
Posisi utang pemerintah periode
2005-2009 menurun dari 47
persen PDB pada tahun 2005
men jadi sekitar 29 persen PDB
pada tahun 2009. Penurunan
ter sebut lebih cepat diban-
dingkan sasaran yang d itetap kan
dalam RPJMN yaitu sebesar 31,8
persen PDB pada tahun 2009.
Dari total stok utang pemerintah
tersebut, utang dalam negeri
mengalami penurunan dari 23,6
persen PDB pada tahun 2005
265
B
a
g
i
a
n
I
V
Evaluasi Lima Tahun Pelaksanaan RPJMN 2004-2009
menjadi sekitar 18,9 persen PDB pada tahun 2009. Demikian halnya dengan
utang luar negeri yang mengalami penurunan dari 22,1 persen PDB di tahun
2005 menjadi 13,8 persen PDB di tahun 2009.
2.2.9 Neraca Pembayaran dan Cadangan Devisa
Hingga akhir tahun 2009 surplus neraca transaksi berjalan mencapai USD10,6
miliar naik dibandingkan periode pada tahun sebelumnya yang mencapai
USD0,2 miliar. Peningkatan ini disebabkan oleh menurunnya kebutuhan impor
akibat melambatnya perekonomian domestik dan menurunnya harga komoditas
baik migas maupun nonmigas. Impor nonmigas mengalami penurunan sebesar
22,2 persen dibandingkan tahun sebelumnya, sedangkan impor migas menurun
sebesar 49,4 persen pada periode yang sama. Kinerja ekspor juga menurun
dalam besaran yang lebih rendah dibandingkan impor. Ekspor nonmigas dan
migas masing-masing menurun 8,2 persen dan 35,5 persen dibandingkan
periode yang sama tahun 2008.
Surplus neraca modal dan finansial mengalami peningkatan menjadi USD3,7
miliar pada tahun 2009 dari defisit USD1,9 miliar pada kurun waktu yang sama
tahun 2008. Kenaikan ini disebabkan oleh meningkatnya arus masuk investasi
portofolio bersih, sedangkan investasi langsung asing menurun akibat krisis
keuangan global.
Dengan gambaran tersebut di atas, surplus neraca pembayaran hingga akhir tahun
2009 mencapai USD10,6 miliar atau meningkat dibandingkan tahun sebelumnya
yang mencapai USD0,2 miliar. Pada akhir bulan desember 2009, cadangan
devisa berada pada tingkat USD66,1 miliar atau lebih tinggi dibandingkan tahun
sebelumnya yang mencapai USD51,6 miliar. Pencapaian cadangan devisa ini lebih
tinggi dibandingkan dengan proyeksi RPJMN yang mencapai USD38,7 miliar.
2.2.10 Sektor Moneter
Kebijakan moneter selama tahun 2005-2009 diarahkan untuk menjaga stabilitas
harga dalam negeri dan nilai tukar rupiah serta mendorong kegiatan ekonomi
secara seimbang. Dengan terjaganya stabilitas harga dan nilai tukar rupiah,
diharapkan suku bunga berada pada tingkat yang kompetitif jika dibandingkan
dengan negara-negara tetangga sehingga kegiatan dan pertumbuhan ekonomi
akan menjadi lebih kondusif dan berkualitas.
Variabel utama yang menjadi sasaran dan fokus dalam bidang moneter adalah
perkembangan kenaikan harga secara umum atau inflasi yang diukur dari
perubahan indeks harga konsumen (IHK). Inflasi selama tahun 2005-2009 secara
umum berfluktuasi namun terkendali. Lonjakan dan fluktuasi harga komoditas
dunia yang berimbas pada kenaikan BBM dalam negeri telah menyebabkan
inflasi meningkat cukup besar pada tahun 2005 dan 2008, yang masing-masing
mencapai 17,1 persen dan 11,1 persen. Lonjakan inflasi tahun 2005 terutama
dipicu oleh tingginya harga minyak di pasar dunia yang menyebabkan beban
subsidi BBM dalam negeri yang disediakan dalam APBN 2005 tidak mencukupi
sehingga dikhawatirkan akan mengganggu kesinambungan fiskal pemerintah.
Untuk mengatasi masalah tersebut, Pemerintah melakukan penyesuaian harga
BBM di dalam negeri pada tahun tersebut sebanyak dua kali yaitu pada bulan
266
B
a
g
i
a
n
I
V
MEMELIHARA MOMENTUM PERUBAHAN
Maret dengan kenaikan sebesar 29 persen dan Oktober dengan kenaikan sebesar
126 persen.
Meningkatnya inflasi pada tahun 2005 tersebut dikendalikan melalui langkah-
langkah kebijakan pengetatan moneter yang konsisten. Secara bertahap, suku
bunga referensi Bank Indonesia (BI rate) dinaikkan dari 8,50 persen pada bulan
Juni menjadi 12,75 persen pada bulan November dan bertahan sampai dengan
bulan April 2006. BI rate ini kemudian diturunkan bertahap sehingga mencapai
9,75 persen pada bulan Desember 2006. Selain melakukan peningkatan BI
rate melalui operasi pasar terbuka (OPT), Pemerintah juga melakukan upaya-
upaya untuk meningkatkan efektivitas pengelolaan likuiditas di pasar uang
dan penyempurnaan berbagai instrumen moneter seperti menaikkan giro
wajib minimum (GWM) dan menaikkan suku bunga fasilitas simpanan Bank
Indonesia (FASBI) tujuh hari. Langkah pengetatan moneter tersebut dibarengi
dengan upaya-upaya menjaga stabilitas nilai tukar dan mengarahkan ekspektasi
masyarakat.
Melonjaknya inflasi pada tahun 2005 mendorong Pemerintah (melalui keputusan
Menteri Keuangan) pada awal tahun 2006 menetapkan sasaran inflasi yang baru,
yaitu 8,0 +/- 1,0 persen, 6,0+/- 1,0 persen dan 5,0 +/- 1,0 persen masing-masing
untuk tahun 2006, 2007 dan 2008.
Pada tahun 2007, kebijakan moneter melonggar, dan penyaluran kredit dan
kegiatan ekonomi meningkat. BI rate pada bulan Desember 2006 sebesar 9,75
persen diturunkan secara bertahap sehingga menjadi 8,0 persen pada akhir tahun
2007. Inflasi pada bulan Desember 2006 sebesar 6,60 persen (berada di bawah
sasaran inflasi) menurun menjadi 5,77 persen pada bulan Juni 2007. Stabilitas
perkembangan harga tersebut ditopang oleh menurunnya inflasi komoditas
makanan yang bergejolak (volatile foods), rendahnya inflasi komoditas yang
harganya diatur Pemerintah (administered prices) yang antara lain didukung
oleh komitmen Pemerintah untuk tidak mengubah harga BBM dan tarif dasar
listrik (TDL), serta kredibilitas kebijakan yang semakin membaik. Akibatnya, hal
ini berpengaruh positif terhadap ekspektasi inflasi masyarakat. Pada akhir tahun
2007, tekanan inflasi agak meningkat terutama oleh kenaikan beberapa harga
komoditas pangan. Pada bulan Desember 2007, inflasi mencapai 6,59 persen,
berada sedikit di bawah sasaran inflasi.
Setelah melalui periode yang relatif cukup stabil pada tahun 2006 dan 2007, pada
awal tahun 2008 tekanan harga BBM dunia kembali menguat dan harga komoditas
pangan di pasar dunia mengalami peningkatan. Sebagai dampaknya, pada bulan
Mei 2008, setelah dilakukan penyesuaian harga BBM dalam negeri, laju inflasi
meningkat menjadi 11,03 persen pada bulan Juni 2008, dan mencapai puncaknya
sebesar 12,14 persen pada bulan September 2008. Namun, pada akhir tahun 2008
laju inflasi menurun menjadi 11,06 persen (di atas sasaran inflasi) seiring dengan
menurunnya tekanan terhadap inflasi yang utamanya disebabkan oleh semakin
menurunnya harga-harga komoditas di pasar dunia dan terjaganya pasokan
pangan/beras dalam negeri. Sementara itu, pada tahun yang sama, tekanan
kenaikan harga BBM dunia dan krisis keuangan yang terjadi di Amerika Serikat dan
Eropa dibarengi dengan praktik spekulasi valas menyebabkan kelangkaan mata
uang dolar Amerika Serikat di dalam negeri.
267
B
a
g
i
a
n
I
V
Evaluasi Lima Tahun Pelaksanaan RPJMN 2004-2009
Sebagai tanggapan atas kenaikan inflasi akibat tekanan lonjakan harga BBM dan
komoditas pangan di pasar dunia pada tahun 2008 tersebut, BI rate dinaikkan
secara bertahap dari 8,0 persen pada bulan Desember 2007 menjadi 9,50
persen pada bulan Oktober dan November 2008. BI rate kemudian diturunkan
menjadi 9,25 persen pada akhir tahun 2008. Tekanan kenaikan harga BBM dunia
dan krisis keuangan yang terjadi di Amerika Serikat dan Eropa pada tahun 2008
menyebabkan kelangkaan likuiditas dalam negeri. Kondisi ini diantisipasi oleh
BI antara lain dengan menerapkan kebijakan pelonggaran likuiditas perbankan.
Memasuki tahun 2009, pergerakan inflasi berbalik menurun, seiring dengan
berkurangnya tekanan inflasi sebagai dampak dari penurunan harga BBM
dalam negeri, tarif angkutan, dan cukup terjaganya pasokan bahan pangan
pokok domestik serta membaiknya ekspektasi inflasi dari para pelaku ekonomi.
Hal tersebut pada akhirnya mendorong ekspektasi inflasi yang terus menurun
sehingga pada bulan Agustus 2009 inflasi secara tahunan (y-o-y) tercatat
sebesar 2,75 persen. Meskipun pada bulan September 2009 inflasi sempat
menguat tipis menjadi 2,83 persen (y-o-y) akibat tekanan kenaikan harga karena
berlangsungnya puasa dan lebaran, inflasi kembali melemah sehingga di akhir
tahun 2009 menjadi 2,78 persen (y-o-y), lebih rendah dibandingkan sasaran
inflasi RPJMN.
Kebijakan moneter yang dikeluarkan sejak
tahun 2005 sampai dengan saat ini secara
umum konsisten dengan rezim kebijakan
moneter baru yang diterapkan sejak Juli 2005
yaitu kerangka kerja pencapaian sasaran
inflasi (Inflation Targeting Framework/ITF)
dengan menggunakan BI rate sebagai sinyal
kebijakan moneter. Adapun sasaran inflasi
yang ingin dicapai tersebut ditetapkan
oleh Pemerintah dengan melibatkan para
pemangku kepentingan (stakeholders).
Kebijakan-kebijakan pengendalian inflasi
dapat dikelompokkan ke dalam tiga bagian
besar yaitu kebijakan moneter, kebijakan
pengaturan dan pemantauan transaksi
devisa, serta koordinasi kebijakan antara
otoritas moneter dan fiskal serta pemangku kepentingan lainnya, baik di pusat
maupun di daerah (provinsi dan kabupaten/kota). Koordinasi kebijakan antara
Pemerintah dan Bank Indonesia sangat diperlukan terutama dalam menghadapi
berbagai guncangan eksternal, termasuk krisis keuangan global dan menjaga iklim
usaha yang kondusif untuk mendukung pertumbuhan ekonomi dan peningkatan
kesejahteraan rakyat. Semakin meningkatnya ketidakpastian dalam dinamika
ekonomi global seperti perkembangan pasokan/produksi dan harga komoditas
(termasuk BBM dan bahan pangan pokok) di pasar dunia, tindakan ekstrimisme/
terorisme dan nilai tukar mata uang penting di dunia yang sulit diprediksi
berpotensi menimbulkan kejutan (shock) dan gejolak (volatility) di pasar modal/
uang dan komoditas yang pada gilirannya dapat menekan pelemahan nilai tukar
rupiah dan mendorong inflasi.
268
B
a
g
i
a
n
I
V
MEMELIHARA MOMENTUM PERUBAHAN
Upaya pengendalian inflasi dalam tahun 2005-2009 diwarnai oleh keberhasilan
dalam mencapai sasaran inflasi yang ditetapkan dalam RPJMN dan keputusan
Menteri Keuangan (KMK), serta kondisi stabilitas ekonomi (inflasi) yang
berada di atas sasaran inflasi tersebut. Beberapa tantangan dan permasalahan
eksternal yang dihadapi adalah: (1) relatif tingginya inflasi dibandingkan negara-
negara sekawasan menyebabkan pelemahan nilai tukar rupiah, menghambat
penurunan suku bunga perbankan dan mengurangi daya saing produk barang
dan jasa di pasaran internasional; (2) berlangsungnya proses pemulihan dari
krisis keuangan global meningkatkan permintaan agregat dunia dan berpotensi
kembali mendorong kenaikan harga-harga komoditas di pasar dunia, termasuk
bahan bakar minyak (BBM) dan bahan pangan pokok seperti beras, kedelai,
gandum/terigu, gula, minyak sawit mentah (crude palm oil/CPO), dan jagung; (3)
dampak dari perubahan iklim global (global climate change) seperti kekeringan
dan banjir sebagai dampak dari fenomena cuaca El Nino dan La Nina yang
bisa menggangu produksi/pasokan bahan pangan pokok sehingga berpotensi
memicu inflasi; (4) fleksibilitas nilai tukar sebagai salah satu syarat penerapan
ITF terkadang mendorong gejolak nilai tukar rupiah dalam sistem devisa bebas,
memberikan tekanan kenaikan inflasi serta dapat mempengaruhi kestabilan
sektor keuangan.
Tantangan yang dihadapi di dalam negeri utamanya disebabkan oleh masalah
struktural antara lain: (1) formasi dan besarnya wilayah Indonesia secara geografis,
yaitu berupa negara kepulauan yang membentang luas sehingga mempengaruhi
kelancaran arus perdagangan barang/jasa dalam negeri, termasuk bahan pangan
pokok; (2) belum memadainya dukungan infrastruktur seperti jalan, jembatan,
listrik, pelabuhan/bandara, dan sarana perhubungan dapat mempengaruhi
pasokan dan distribusi barang/jasa sehingga berpotensi memicu kenaikan harga;
(3) kapasitas dan sebaran geografis pusat-pusat produksi/pasokan barang/jasa
beserta sistem jaringan distribusinya dapat menimbulkan ketidakmerataan dan
ketidaklancaran pasokan sehingga berpotensi mendorong kenaikan harga; (4)
faktor lingkungan/kelembagaan usaha yang menciptakan ekonomi biaya tinggi
269
B
a
g
i
a
n
I
V
Evaluasi Lima Tahun Pelaksanaan RPJMN 2004-2009
seperti belum optimalnya layanan birokrasi pemerintah, banyaknya pungutan/
retribusi baik di tingkat pusat maupun daerah (provinsi dan kabupaten/kota),
dan ketidakpastian hukum; serta (5) masih tingginya ekspektasi inflasi dari
dunia usaha dan masyarakat, sehingga jalur utama peningkatan pendapatan
dan keuntungan dilakukan melalui kenaikan harga. Peningkatan skala produksi,
tingkat efisiensi, produktivitas dan kualitas barang dan jasa merupakan sumber
utama peningkatan pendapatan dan keuntungan di negara yang lebih maju.
2.2.11 Sektor Keuangan
Karena luasnya cakupan lembaga jasa keuangan, evaluasi ini akan fokus pada
industri perbankan. Kondisi ketahanan perbankan dalam kurun waktu 2005-2008
dapat dijaga dengan relatif stabil. Hal ini ditunjukkan dengan kondisi CAR bank
umum yang berkisar antara 16,0-20,0 persen, yang berada jauh di atas ketentuan
sebesar 8,0 persen. Namun, terdapat potensi kenaikan risiko yang tercermin
dari kenaikan angka non performing loan (NPL) hingga mencapai 3,31 persen
pada bulan Desember 2009. Padahal, angka NPL ini memiliki kecenderungan
menurun sejak tahun 2005. Kenaikan tersebut antara lain disebabkan oleh
melambatnya aktivitas ekonomi. Kondisi ini perlu dicermati mengingat pada
periode sebelumnya angka tersebut cenderung menurun.
Fungsi intermediasi perbankan pada awalnya juga mengalami kenaikan, tercermin
dari peningkatan loan-to-deposit ratio (LDR), namun kemudian menurun pada
akhir tahun 2009. Pada awalnya rasio tersebut cenderung meningkat seiring
dengan optimisme akan prospek perekonomian, dari 59,66 persen pada akhir
tahun 2005 menjadi 66,32 persen pada akhir tahun 2007 dan mencapai 74,58
persen pada akhir 2008 yang didorong oleh laju pertumbuhan kredit yang cukup
tinggi. Namun, LDR ini kemudian menurun mencapai 72,88 persen pada akhir
tahun 2009. Dengan melihat adanya penurunan LDR tersebut, diperkirakan
dampak dari krisis ekonomi global belum sepenuhnya pulih meskipun tanda-
tanda akan adanya pemu lihan ekonomi tetap ada.
Pertumbuhan kredit hingga Desember 2009 sebesar 10,12 persen (y-o-y) dengan
nilai Rp1.446,8 triliun. Jika dilihat dari komponennya, pertumbuhan kredit ter-
tinggi terjadi pada kredit konsumsi yaitu sebesar 18,97 persen pada periode
yang sama. Sementara itu, penghimpunan dana, simpanan masyarakat pada
bank tumbuh sebesar 13,76 persen (y-o-y), yaitu dari Rp1.682,2 triliun pada
Desember 2008 menjadi Rp1.913,6 triliun pada Desember 2009, lebih rendah
jika dibandingkan dengan pertumbuhan akhir tahun 2008 sebesar 15,0 persen
(y-o-y).
Penyaluran kredit mikro,
kecil dan menengah (MKM)
oleh perbankan juga terus
menga lami peningkatan
yaitu dari sebesar Rp354,9
tri liun pada tahun 2005
tumbuh 107,8 persen men-
jadi Rp737,4 triliun pada
Desem ber 2009. Terjadinya
krisis keuangan global telah
270
B
a
g
i
a
n
I
V
MEMELIHARA MOMENTUM PERUBAHAN
menyebabkan makin selektifnya perbankan dalam menyalurkan kredit. Namun,
kredit mikro masih menunjukkan pertumbuhan yang positif. Hal tersebut terjadi
antara lain karena debitur mikro lebih banyak berusaha di bidang penyediaan
kebutuhan dasar untuk pasar domestik seperti perdagangan, industri
pengolahan makanan, produk pertanian dan sayur-sayuran, sehingga kredit
mikro tidak banyak dipengaruhi krisis keuangan global. Sementara itu, jika dilihat
dari kualitas kredit NPL, kualitas kredit MKM mengalami sedikit penurunan pada
tahun 2006 kemudian membaik kembali pada tahun 2007 dan 2008. Meskipun
krisis keuangan global menyebabkan peningkatan NPL kredit MKM pada triwulan
I/2009, peningkatan NPL tersebut diprediksi tidak akan berlanjut karena adanya
daya tahan usaha mikro, kecil dan menengah (UMKM) dalam menghadapi
gejolak ekonomi yang terjadi.
Perbankan syariah juga mengalami pertumbuhan yang cukup pesat. Pada
Desember 2009, pembiayaan yang didistribusikan dan dana masyarakat yang
terhimpun oleh perbankan syariah masing-masing mencapai Rp46,88 triliun dan
Rp52,29 triliun. Sebagian besar dana tersebut dialokasikan untuk UMKM dengan
porsi yang cukup signifikan yaitu sekitar 70 persen. Sementara itu, pada periode
lima tahun terakhir, perbankan syariah telah pula berhasil mempertahankan
kualitas aset yang cukup baik yang ditunjukkan dengan tingkat non performing
financing (NPF) yang masih terkendali sekitar empat sampai lima persen dan
tingkat financing-to-deposit ratio (FDR) yang cukup tinggi yaitu rata-rata di atas
90 persen.
Di sisi pasar modal, setelah
mengalami per kem bangan
yang berarti pada tahun
2006 dan 2007, pasar
modal domes tik terimbas
oleh krisis keuangan yang
mulai terasa sejak Sep -
tember 2008, tetapi kemu -
dian mulai bangkit pada
awal triwulan II/2009.
Perkembangan pasar
modal yang cukup pesat
pada tahun 2004 agak terhambat karena peningkatan harga BBM dunia dan dalam
negeri serta diterapkannya kebijakan moneter ketat pada tahun 2005. Indeks
harga saham gabungan (IHSG) sedikit meningkat dari 1.000,23 pada akhir tahun
2004 menjadi 1.162,63 pada akhir tahun 2005. Dengan menurunnya harga BBM
dunia, kebijakan stabilitas ekonomi makro yang berhati-hati dibarengi dengan
kebijakan moneter yang melonggar mendorong kembali kegiatan transaksi di
pasar modal pada tahun 2006 dan 2007. IHSG meningkat pesat menjadi 1.805,52
pada akhir tahun 2006 dan melonjak menjadi 2.745,83 pada akhir tahun 2007.
Namun, memburuknya prospek kondisi perkonomian global, yang dampaknya
mulai terasa pada triwulan III 2008, menyebabkan IHSG merosot mencapai level
terendah pada 28 Oktober 2008 sebesar 1.111,39 dan ditutup sebesar 1.355,41
pada akhir Desember 2008. Secara bertahap, pasar modal domestik mulai
bangkit pada awal triwulan II/2009. IHSG meningkat menjadi 1.722,77 pada
bulan April 2009 kemudian menjadi 2.026,78 pada bulan Juni 2009 dan 2.534,36
pada Desember 2009.
271
B
a
g
i
a
n
I
V
Evaluasi Lima Tahun Pelaksanaan RPJMN 2004-2009
Kapitalisasi pasar modal terhadap PDB juga meningkat dari sebesar 32,3 persen
terhadap PDB pada tahun 2004 menjadi sekitar 33,8 persen terhadap PDB pada
tahun 2008. Meskipun terjadi peningkatan dalam nilai nominal kapitalisasi pasar
modal, perlu diwaspadai nilai emisi pasar modal yang sejak tahun 2004 terus
menurun dari 14,8 persen per PDB menjadi 11,2 persen per PDB pada tahun
2008.
Terjaganya stabilitas ekonomi berdampak pada stabilnya kondisi sektor keuangan.
Meskipun ketahanan sektor keuangan relatif terjaga, namun jika dievaluasi lebih
jauh masih terdapat beberapa permasalahan yang dihadapi. Permasalahan
tersebut di antaranya adalah sebagai berikut.
Pertama, fungsi intermediasi perbankan masih terkendala. Meskipun LDR
memiliki kecenderungan meningkat dari tahun ke tahun, sebagian besar
merupakan kredit modal kerja dan kredit konsumsi. Rendahnya komposisi kredit
investasi tidak terlepas dari struktur simpanan pada perbankan yang merupakan
dana jangka pendek yang berjangka waktu satu sampai tiga bulan sehingga
berpotensi menimbulkan ketidaksesuaian dalam pendanaan yang bersifat jangka
panjang.
Selain itu, besarnya selisih (spread) antara suku bunga kredit dan simpanan
diperkirakan menjadi salah satu penyebab rendahnya penyaluran kredit
investasi oleh industri perbankan. Oleh karena itu, salah satu sasaran yang ingin
dicapai adalah meningkatnya efisiensi perbankan serta berkembangnya sumber
pembiayaan lain yang berasal dari lembaga keuangan bukan bank sehingga
diharapkan selisih antara tingkat suku bunga kredit dan simpanan dapat ditekan.
Kedua, terdapat potensi tekanan krisis sebagai dampak belum pulihnya
kondisi likuiditas serta semakin beragam dan canggihnya produk-produk sektor
keuangan. Maraknya produk derivatif dari sektor keuangan menuntut otoritas
pengawas sektor keuangan untuk dapat mengantisipasi terjadinya risiko sistemik
pada sistem keuangan agar tidak terjadi krisis atau dapat mengelola krisis apabila
krisis telah terjadi. Untuk itu, sinkronisasi kebijakan antarotoritas pengawas jasa
keuangan sangat diperlukan. Diharapkan ke depan Jaring Pengaman Sistem
Keuangan sudah mulai dapat diimplementasikan guna memperkuat ketahanan
sistem keuangan domestik.
Ketiga, perbankan ber basis
syariah meskipun ber kembang
pesat, perannya dalam
perbankan nasional relatif
masih terbatas. Tantangan ke
depan ada lah meningkatkan
peran ter sebut, dengan tetap
men jaga kesehatan perbankan
syariah. Dalam kaitan ini,
perlu dicermati pola masya-
rakat yang cenderung me-
milih bentuk keuntungan
yang telah disepakati terlebih
dahulu (revenue sharing) jika
272
B
a
g
i
a
n
I
V
MEMELIHARA MOMENTUM PERUBAHAN
dibandingkan dengan keuntungan yang berdasarkan laba rugi (profit loss sharing).
Hal ini berpotensi meningkatkan risiko di dalam pengelolaan bank syariah.
Diharapkan dalam jangka menengah produk-produk syariah dapat berkembang
dan memiliki variasi yang luas untuk memenuhi kebutuhan masyarakat dalam
setiap industri, termasuk skema bagi hasil dan pembiayaan ke UMKM.
Keempat, peran lembaga jasa keuangan bukan bank (LKBB) masih belum
signifikan untuk dapat menjadi sumber pendanaan jangka panjang. Total aset
yang terhimpun melalui asuransi, dana pensiun, perusahaan pembiayaan,
perusahaan modal ventura dan pegadaian baru sekitar 10,2 persen dari PDB jika
dibandingkan dengan perbankan yang telah mencapai sekitar 47,3 persen dari
PDB tahun 2008. Sementara itu, pasar modal sebagai penggerak dana jangka
panjang bagi sektor swasta masih perlu ditingkatkan. Untuk itu beberapa hal
yang perlu dikembangkan antara lain adalah peningkatan peran pasar modal
syariah, peningkatan efisiensi pelaku pasar melalui restrukturasi perusahaan
efek, serta transparansi informasi dan penerapan prinsip kehati-hatian untuk
meningkatkan keamanan berinvestasi di pasar modal dalam negeri.
Kelima, dalam rangka pembiayaan mikro, kinerja Bank Perkreditan Rakyat (BPR)
juga menunjukkan kinerja yang membaik. Keunggulan BPR dibandingkan dengan
Bank Umum adalah pelayanan kepada UMKM dan masyarakat berpenghasilan
rendah dengan mengedepankan kedekatan dengan nasabah melalui pelayanan
langsung (door-to-door) dan pendekatan secara personal memperhatikan
budaya setempat. Namun, mengingat minimnya informasi tentang usaha yang
dimiliki nasabah, terdapat kecenderungan bahwa BPR lebih fokus kepada
nasabah yang bankable. Lembaga pembiayaan mikro yang berbentuk bukan
bank bukan koperasi (B3K) masih terkendala terkait aspek legalitas, pengaturan,
pengawasan dan infrastruktur yang mendukung antara lain keberadaan Apex
Bank dan asuransi mikro.
Keenam, semakin terintegrasinya sistem keuangan Indonesia dengan sistem
keuangan dunia menjadikan Indonesia sebagai salah satu negara yang
berkedudukan sebagai target investasi ataupun aliran dana dari berbagai
belahan dunia. Hal ini mengakibatkan sistem keuangan Indonesia menjadi
rentan terhadap masuknya dana asing (capital inflow) yang terkait dengan
aktivitas melawan hukum ataupun keluarnya dana (capital outflow) dari dalam
negeri yang diperoleh secara melawan hukum. Selain itu, kejahatan keuangan di
Indonesia sebagai akibat penyalahgunaan kewenangan oleh para pemilik usaha
ataupun pelaku-pelaku ekonomi itu sendiri secara sistematis dan tersembunyi
sulit terdeteksi secara dini, sehingga pencegahan segera (preventive action) sulit
dilakukan. Akibatnya, dampak yang ditimbulkan dapat menjadi sangat besar dan
membahayakan sistem keuangan secara keseluruhan. Hal ini secara langsung
berdampak kepada semakin maraknya modus-modus tindak pidana pencucian
uang (TPPU) yang lebih canggih, sehingga dibutuhkan upaya pengungkapan
kejahatan keuangan dalam bentuk penelusuran aliran dana ataupun harta
kekayaan terkait dengan TPPU. Modus TPPU dan pendanaan teroris semakin
kompleks dan meningkat, sehingga perubahan atas UU TPPU menjadi sangat
mendesak. Rancangan UU TPPU telah disampaikan Pemerintah kepada DPR.
273
B
a
g
i
a
n
I
V
Evaluasi Lima Tahun Pelaksanaan RPJMN 2004-2009
III. Keberhasilan
Pemerintah mengupayakan untuk tetap menjaga ketahanan fiskal yang
berkesinambungan serta memberikan stimulus fiskal bagi pertumbuhan
ekonomi. Sebagai wujud upaya tersebut, defisit APBN dipertahankan di batas-
batas aman keuangan negara melalui peningkatan pendapatan negara serta
peningkatan efisiensi pengeluaran negara.
Dalam perkembangannya, penerimaan negara dan hibah menunjukkan
kinerja yang memuaskan, terutama pos penerimaan perpajakan. Peningkatan
penerimaan perpajakan ditempuh melalui perbaikan dan reformasi administrasi
perpajakan yang berkelanjutan, seperti moderninasi administrasi perpajakan.
Perubahan yang dilakukan telah mengubah struktur vertikal Direktorat Jenderal
Pajak menjadi sebagaimana terlihat pada tabel berikut.
Sementara itu, terkait Modernisasi Administrasi Kepabeanan dan Cukai, juga
telah dilakukan pengembangan struktur organisasi Direktorat Bea dan Cukai
dengan dibentuknya Kantor Pelayanan Utama (KPU), Kantor Pengawasan dan
Pelayanan Bea dan Cukai (KPPBC) Madya Pabean dan KPPBC Madya Cukai. Dalam
tahun 2009 telah diimplementasikan sembilan KPPBC tipe madya lainnya yaitu
KPPBC Tipe Madya Pabean Tanjung Emas, KPPBC Tipe Madya Pabean Merak,
KPPBC Tipe Madya Pabean Yogyakarta, KPPBC Tipe Madya Pabean Surakarta,
KPPBC Tipe Madya Pabean Bandung, KPPBC Tipe Madya Pabean Bogor, KPPBC
Tipe Madya Pabean Purwakarta, KPPBC Tipe Madya Pabean Bekasi dan KPPBC
Tipe Madya Pasuruan. Sampai bulan Oktober, enam KPPBC Madya Pabean telah
diresmikan.
Pada sisi pengeluaran, peningkatan efektivitas dan efisiensi pengeluaran negara
ditempuh melalui penajaman alokasi anggaran melalui realokasi belanja negara
yang lebih terarah dan tepat sasaran, serta perumusan kebijakan alokasi belanja
ke daerah sesuai kewenangannya. Kebijakan alokasi anggaran juga diarahkan
untuk memberikan stimulus fiskal bagi perekonomian serta peningkatan
efektivitas dan efisiensi alokasi belanja negara dengan mengacu pada penerapan
anggaran berbasis kinerja (performance based budgeting). Selain itu, pengelo-
laan kas negara dilaksanakan dengan akurat, efisien, dan dapat diandalkan untuk
mendukung pelaksanaan sistem penganggaran yang transparan dan akuntabel.
Dari sisi pembiayaan, stok utang pemerintah berhasil diturunkan dari 47 persen
PDB pada tahun 2005 menjadi 30 persen PDB pada tahun 2009. Seiring dengan
penurunan tersebut, ketergantungan terhadap utang luar negeri juga mengalami
penurunan.
Tabel 4.10.2
Kantor Vertikal DJP
Sumber:
Kementerian Keuangan, 2009.
274
B
a
g
i
a
n
I
V
MEMELIHARA MOMENTUM PERUBAHAN
Dari sisi moneter, dalam periode tahun 2005-2009 tekanan inflasi berfluktuasi
terutama disebabkan oleh kenaikan harga BBM internasional dan dalam negeri,
serta kenaikan harga komoditas pangan luar dan dalam negeri. Kenaikan harga
BBM dalam negeri dan inflasi yang cukup besar, yaitu 17,11 persen pada akhir
tahun 2005, mendorong Pemerintah meningkatkan sasaran inflasi 2006, 2007
dan 2008 menjadi 8,0+/-1,0 persen, 6,0+/-1,0 persen dan 5,0+/-1,0 persen. Upaya
pengendalian inflasi yang ketat pada tahun 2005 dan 2006 berhasil menurunkan
inflasi dengan berarti menjadi 6,60 persen pada akhir tahun 2006, di bawah
sasaran inflasi. Namun, inflasi yang telah menurun pada pertengahan 2007,
tertekan kenaikan harga komoditas pangan, sehingga agak meningkat menjadi
6,59 persen pada akhir tahun 2006, sedikit di bawah sasaran inflasi. Pada tahun
2008, kenaikan harga BBM dunia dan dalam negeri, kembali menaikkan harga
komoditas lainnya, dan inflasi kembali meningkat menjadi 11,06 persen, berada
di atas sasaran inflasi.
Upaya pengendalian inflasi bersama-sama dengan penurunan harga BBM dunia
dan dalam negeri, dan harga komoditas pertanian dan mineral, mendorong
penurunan inflasi yang relatif besar pada tahun 2009, menjadi hanya sebesar
2,78 persen, cukup jauh di bawah sasaran inflasi RPJMN tahun 2009 sebesar 3,0
persen.
Sementara itu, terjaganya stabilitas sektor keuangan didukung oleh berhasilnya
Program Stabilisasi Moneter dan Sektor Keuangan yang mencakup hal-
hal berikut. Pertama, telah diterapkan peraturan perbankan dan lembaga
keuangan bukan bank (LKBB) yang bersifat preventif terhadap pencegahan risiko
kegagalan penempatan investasi. Kedua, telah dibentuk Forum Stabilitas Sistem
Keuangan pada bulan Juni 2007 untuk meningkatkan kerja sama, koordinasi,
dan pertukaran informasi dalam rangka stabilitas sistem keuangan. Ketiga,
telah semakin membaiknya kesadaran para pelaku industri dalam menerapkan
aturan mengenai tatakelola kepemerintahan yang baik (good governance) dan
perlindungan masyarakat penggunanya/nasabah. Selain itu, dengan dilakukannya
penggabungan dua bursa (Bursa Efek Jakarta dan Bursa Efek Surabaya) menjadi
Bursa Efek Indonesia pada akhir tahun 2007 dimaksudkan pula agar dapat
meningkatkan efisiensi pasar modal yang pada akhirnya dapat meningkatkan
ketahanan sektor keuangan.
275
B
a
g
i
a
n
I
V
Evaluasi Lima Tahun Pelaksanaan RPJMN 2004-2009
Bab 4.11
Pembangunan Perdesaan
I. Pengantar
P
embangunan perdesaan di Indonesia ditujukan untuk meningkatkan taraf
hidup masyarakat di perdesaan, menumbuhkan partisipasi aktif setiap
anggota masyarakat dalam pembangunan, dan menciptakan hubungan
yang selaras antara masyarakat dan lingkungannya. Pembangunan perdesaan
yang berkelanjutan berpotensi besar untuk memberikan kontribusi dalam
pencapaian tujuan dan sasaran pembangunan, setidaknya dalam empat hal
yaitu: penanggulangan kemiskinan, pemerataan distribusi pertumbuhan,
ketahanan pangan, dan pengelolaan sumber daya alam berkelanjutan.
Dalam era desentralisasi dan otonomi daerah, pemerintah daerah mempunyai
ruang kewenangan yang jauh lebih besar dalam merencanakan dan mengelola
n
I
V
B
a
g
i
a
n
I
V
276
B
a
g
i
a
n
I
V
MEMELIHARA MOMENTUM PERUBAHAN
pembangunan di daerahnya masing-masing termasuk dalam membangun wilayah
perdesaannya. Oleh karena itu, pembangunan dapat lebih memperhatikan
karakteristik dan aspirasi lokal. Desentralisasi adalah upaya untuk meningkatkan
kualitas pelayanan kepada masyarakat dengan mendekatkan kewenangan
kepada masyarakat termasuk dalam pembangunan perdesaan.
II. Pencapaian Prioritas
2.1 Gambaran Pencapaian
Sasaran pembangunan perdesaan yang ditetapkan dalam RPJMN 2004-2009
adalah: (1) meningkatnya peran dan kontribusi kawasan perdesaan sebagai
basis pertumbuhan ekonomi nasional yang diukur dari meningkatnya peran
sektor pertanian dan non pertanian yang terkait dalam mata rantai pengolahan
produk-produk berbasis perdesaan; (2) terciptanya lapangan kerja berkualitas
di perdesaan, khususnya lapangan kerja non pertanian, yang ditandai dengan
berkurangnya angka pengangguran terbuka dan setengah pengangguran; (3)
meningkatnya kesejahteraan masyarakat perdesaan yang ditandai dengan
berkurangnya jumlah penduduk miskin serta meningkatnya taraf pendidikan
dan kesehatan, terutama perempuan dan anak; (4) meningkatnya kualitas dan
kuantitas infrastruktur di kawasan permukiman di perdesaan yang ditandai
dengan antara lain: (i) selesainya pembangunan fasilitas telekomunikasi
perdesaan sekurang-kurangnya 43 ribu sambungan baru di 43 ribu desa dan
community access point di 45 ribu desa; (ii) meningkatnya persentase desa
yang mendapat aliran listrik dari 94 persen pada tahun 2004 menjadi 97 persen
pada tahun 2009; (iii) meningkatnya persentase rumah tangga perdesaan yang
memiliki akses terhadap pelayanan air minum hingga 30 persen; dan (iv) seluruh
rumah tangga telah memiliki jamban sehingga tidak ada lagi yang melakukan
open defecation (pembuangan di tempat terbuka); dan (5) meningkatnya
akses, kontrol dan partisipasi seluruh elemen masyarakat dalam kegiatan
pembangunan perdesaan yang ditandai dengan terwakilinya aspirasi semua
kelompok masyarakat dan meningkatnya kesetaraan antara perempuan dan
laki-laki dalam perencanaan, pelaksanaan, pemantauan dan evaluasi kegiatan
pembangunan.
Secara garis besar, hasil pelaksanaan pembangunan perdesaan dapat dikatakan
semakin baik setiap tahunnya, walaupun dari beberapa sasaran yang tertuang
dalam RPJMN 2004-2009 belum tercapai. Namun, hal tersebut tidak mengurangi
esensi pelaksanaan program dan kegiatan dalam pembangunan perdesaan.
Gambaran mengenai pencapaian sasaran pembangunan perdesaan dalam
RPJMN dapat dilihat dalam Tabel 4.11.1 di bawah ini.
277
B
a
g
i
a
n
I
V
Evaluasi Lima Tahun Pelaksanaan RPJMN 2004-2009
Tabel 4.11.1
Sasaran dan Pencapaian
Pembangunan Perdesaan,
Tahun 20052009
4.1 Selesainya pembangunan
fasilitas telekomunikasi
perdesaan sekurang-
kurangnya 43.000
sambungan baru di
43.000 desa dan
community access point
di 45.000 desa
Jumlah desa yang
tersambung fasilitas
telepon (7)
Desa - - - - 24.051
4.2 Meningkatnya persentase
desa yang mendapat
aliran listrik dari 94
persen tahun 2004
menjadi 97 persen tahun
2009
Rumah tangga
pengguna listrik (6)
Persen 73,25 80,20 86,15 86,90
4.3 Meningkatnya persentase
rumah tangga perdesaan
yang memiliki akses
terhadap pelayanan air
minum hingga 30 persen
Rumah tangga
pengguna air bersih
(dengan sumber air
minum milik sendiri)
(6)
Persen 48,1 48,49 48,41 47,77
4.4 Seluruh rumah tangga
telah memiliki jamban
sehingga dak ada lagi
yang melakukan "open
defecaon"
(pembuangan di tempat
terbuka)
Rumah tangga yang
memiliki jamban (6)
Persen 51,8 51,65 50,6 52
5. Meningkatnya akses,
kontrol dan parsipasi
seluruh elemen
masyarakat dalam
kegiatan pembangunan
perdesaan yang ditandai
dengan terwakilinya
aspirasi semua kelompok
masyarakat dan
meningkatnya kesetaraan
antara perempuan dan
laki-laki dalam
perencanaan,
pelaksanaan,
pemantauan dan evaluasi
kegiatan pembangunan
Jumlah desa yang
melakukan
pembangunan
perdesaan secara
parsipaf melalui
pelaksanaan
kegiatan PPK II
Desa 27.244
desa di
1.592
kecamatan
245
kabupaten
di 30
provinsi
18.007
desa di
1.144
kecamatan
- -
Jumlah desa yang
melakukan
pembangunan
perdesaan secara
parsipaf melalui
pelaksanaan
kegiatan PNPM
Mandiri Perdesaan
(9)
Desa - - 26.724
desa dari
1.837
kecamatan
di 32
provinsi
34.031
desa dari
2.230
kecamatan
di 32
provinsi
50.201 desa dari
3.908 kecamatan
di 32 provinsi
Jumlah desa yang
melakukan
pembangunan
perdesaan secara
parsipaf melalui
pelaksanaan
kegiatan PNPM
PISEW (10)
Desa - - - - 2.293 desa, 237
kecamatan32
kabupaten di 9
provinsi
Jumlah kecamatan
dalam cakupan
pelaksanaan PNPM
LMP (11)
Keca-
matan
- - - 29 kecamatan di
10 kabupaten di 4
provinsi di
Sulawesi
Sumber:
(1) Susenas Kor 20052008,
BPS; (2)Statistik Usaha
Kecil Menengah Tahun
20052008, www.depkop.
go.id, Kementerian Koperasi
dan UKM; (3) Survei Angkatan
Kerja Nasional (Sakernas)
20052008, BPS; (4) Survei
Sosial Ekonomi Nasional
20052009, BPS; (5) Statistik
Indonesia 20052009,
BPS; (6) www.bps.go.id,
BPS; (7) Data Direktorat
Energi, Telekomunikasi dan
Informatika, Bappenas, 2009;
(8) Indikator Kesejahteraan
Rakyat 20052009, BPS; (9)
www.ppk.or.id, Kementerian
Dalam Negeri; (10) www.
pnpm-pisew.org, Kementerian
Dalam Negeri; (11) pnpm-lmp.
com, Kementerian Pertanian.
278
B
a
g
i
a
n
I
V
MEMELIHARA MOMENTUM PERUBAHAN
2.2 Evaluasi Pencapaian
Desentralisasi dan otonomi daerah menyebabkan pembentukan (pemekaran
maupun penyatuan) desa-desa baru menjadi kewenangan pemerintah daerah.
Berdasarkan data Badan Pusat Statistik (BPS) dalam Potensi Desa (Podes) 2005
dan 2008, jumlah desa yang pada tahun 2005 sebanyak 61.409 desa telah
bertambah menjadi 67.211 desa pada tahun 2008. Kawasan perdesaan pun
masih mendominasi wilayah Indonesia yaitu sekitar 92,51 persen dari wilayah
Indonesia (data analisis dari Podes 2008, BPS). Selain itu, lebih dari 56,86 persen
atau sekitar 131,8 juta jiwa penduduk Indonesia masih bertempat tinggal dan
menggantungkan hidupnya di perdesaan.
2.2.1 Sasaran 1: Meningkatnya Peran dan Kontribusi Kawasan
Perdesaan Sebagai Basis Pertumbuhan Ekonomi Nasional
yang Diukur dari Meningkatnya Peran Sektor Pertanian
dan Non Pertanian yang Terkait dalam Mata Rantai
Pengolahan Produk-produk Berbasis Perdesaan
Kawasan perdesaan memiliki kontribusi dan peran yang besar sebagai basis
pertumbuhan nasional. Sektor pertanian pun turut memberikan kontribusi
yang semakin besar dalam meningkatkan produk domestik bruto (PDB) dilihat
dari semakin meningkatnya rasio PDB sektor pertanian terhadap PDB nasional.
Kontribusi kawasan perdesaan terhadap pertumbuhan nasional dari sektor non
pertanian (terutama upaya pemberdayaan usaha mikro, kecil dan menengah)
cukup signifikan karena peningkatan produktivitas ekonomi. Hal ini terlihat
dari PDB sektor pertanian usaha kecil menengah (UKM) dari tahun 2005-2008
yang terus mengalami peningkatan. Pada tahun 2005 pencapaian PDB sektor
pertanian UKM sebesar Rp347,41 triliun dan 2008 menjadi Rp679,45 triliun.
2.2.2 Sasaran 2: Terciptanya Lapangan Kerja Berkualitas di
Perdesaan Khususnya Lapangan Kerja Non pertanian,
yang Ditandai dengan Berkurangnya Angka Pengangguran
Terbuka dan Setengah Pengangguran
Dilihat dari segi ketenagakerjaan, sektor pertanian memberikan lapangan
pekerjaan bagi 37,05 juta (60,1 persen) pekerja produktif di perdesaan (Sakernas-
BPS, Agustus 2009). Semakin meningkatnya jumlah tenaga kerja yang bekerja
di sektor non pertanian mengindikasikan meningkatnya diversifikasi usaha non
pertanian di perdesaan. Pada tahun 2005 pengangguran terbuka berjumlah 5,68
juta jiwa dan terus mengalami penurunan pada tahun 2006 sampai dengan 2009
secara berurutan yaitu 5,32 juta jiwa, 4,39 juta jiwa, 4,21 juta jiwa, serta 3,81 juta
jiwa. Dengan demikian pencapaian sasaran ini dapat dikatakan cukup berhasil
dengan melihat penurunan jumlah pengangguran terbuka.
Namun, jumlah setengah pengang guran di perdesaan mengalami kenaikan sejak
tahun 2005 sebesar 22,46 juta jiwa menjadi 23,61 juta jiwa pada tahun 2009.
Hal ini menunjukkan bahwa lapangan kerja di perdesaan masih didominasi oleh
lapangan kerja informal yang tidak memberikan jam kerja cukup. Untuk itu,
upaya pembinaan lapangan kerja informal dan penciptaan lapangan kerja formal
perlu dilakukan agar mampu mendorong perekonomian masyarakat perdesaan.
279
B
a
g
i
a
n
I
V
Evaluasi Lima Tahun Pelaksanaan RPJMN 2004-2009
Dilihat dari aspek lapangan kerja berkualitas di perdesaan, kegiatan ekonomi di
luar sektor pertanian, baik industri kecil yang mengolah hasil pertanian maupun
industri kerajinan serta jasa penunjang lainnya, sangat terbatas. Sebagian besar
kegiatan ekonomi di perdesaan masih mengandalkan produksi komoditas primer
sehingga nilai tambah yang dihasilkan kecil. Akibatnya lapangan kerja yang
berkualitas di perdesaan masih terbatas. Untuk meningkatkan jumlah lapangan
kerja berkualitas diperlukan upaya terus menerus berupa pendampingan atau
fasilitasi dan kemudahan mengakses berbagai informasi, inovasi, pasar dan
modal.
2.2.3 Sasaran 3: Meningkatnya Kesejahteraan Masyarakat
Perdesaan yang Ditandai dengan Berkurangnya Jumlah
Penduduk Miskin serta Meningkatnya Taraf Pendidikan
dan Kesehatan, Terutama Perempuan dan Anak
Penurunan jumlah pen duduk miskin di perdesaan selama kurun waktu 2005-
2009 menunjukkan pencapaian yang cukup baik. Pada tahun 2005 jumlah pen-
duduk miskin di perdesaan sebesar 22,7 juta jiwa. Jumlah ini berkurang pada
tahun 2009 menjadi sebesar 20,62 juta jiwa. Perluasan kesempatan kerja di
perdesaan, terutama lapangan kerja baru di bidang kegiatan agribisnis off-farm
dan industri serta jasa berskala kecil dan menengah, telah berdampak pada
berkurangnya angka pengangguran dan kemiskinan serta meningkatnya produk-
tivitas dan pendapatan masyarakat perdesaan.
Kualitas SDM di perdesaan dipengaruhi oleh taraf pendidikan masyarakatnya
yang relatif masih rendah. Persentase Angka Partisipasi Murni (APM) SD, APM
SLTP, dan APM SLTA menunjukkan bahwa mayoritas masyarakat perdesaan
masih berada pada tingkat SD. Besaran APM SLTP dan SLTA yang masih rendah
walaupun telah menunjukkan peningkatan setiap tahunnya menunjukkan
masih rendahnya taraf pendidikan rata-rata masyarakat perdesaan. Untuk
itu, perlu dilakukan upaya strategis peningkatan taraf pendidikan masyarakat
perdesaan melalui sekolah kejuruan. Pendidikan non formal maupun informal
juga perlu ditingkatkan sebagai salah satu upaya untuk mengejar ketertinggalan
pengetahuan maupun teknologi.
2.2.4 Sasaran 4: Meningkatkan Kualitas dan Kuantitas
Infrastruktur di Kawasan Permukiman di Perdesaan
Keterbatasan infrastruktur dan fasilitas publik masih menjadi masalah di ka-
wasan permukiman perdesaan. Penyelesaian pembangunan fasilitas telekomu-
nikasi perdesaan tidak dapat dipenuhi sesuai sasaran RPJMN 2004-2009 karena
dua hal yaitu: (1) target pembangunan fasilitas telekomunikasi perdesaan turun
karena ada beberapa desa yang sudah memiliki fasilitas telekomunikasi; dan
(2) adanya gugatan akibat pembatalan lelang universal service obligation (USO)
yang baru mempunyai hukum tetap pada tahun 2008.
Melalui program Peningkatan Prasarana dan Sarana Perdesaan, pada tahun 2005,
program pembangunan infrastruktur perdesaan (PPIP) telah dilaksanakan dan
diselenggarakan melalui PKPS-BBM IP pada 12.834 desa di 427 kabupaten/kota di
280
B
a
g
i
a
n
I
V
MEMELIHARA MOMENTUM PERUBAHAN
33 provinsi. Penyelenggaraan PPIP ini telah melaksanakan kegiatan pemberdayaan
dan pembangunan infrastruktur perdesaan sesuai dengan kebutuhan masyarakat
perdesaan yang menjadi sasaran. Dari penilaian keberhasilan PKPS-BBM IP ini,
pada tahun 2006 program ini dilanjutkan dengan pemanfaatan dana dari Asian
Development Bank (ADB) pada 1.840 desa di 45 kabupaten di empat provinsi, yang
keseluruhan penyelesaiannya dapat dituntaskan pada tahun 2007. Pada tahun ini
pula diluncurkan program sejenis dengan nama PPIP dengan pencapaian sebanyak
2.289 desa di 184 kabupaten/kota di 29 provinsi. Pada tahun 2008 dilaksanakan di
2.060 desa yang tersebar di 177 kabupaten di 29 provinsi. Pada tahun 2009 yang
sebagian pembiayaannya dari ADB, PPIP dilaksanakan di 3.624 desa yang tersebar
di 132 kabupaten di 25 provinsi.
Melalui Program Pengembangan Kinerja Pengelolaan Air Minum dan Air Limbah
dilakukan kegiatan dengan pola pendekatan pemberdayaan masyarakat yang
lebih dikenal sebagai program nasional Penyediaan Air Minum dan Sanitasi
Berbasis Masyarakat (PAMSIMAS). Program ini bertujuan untuk meningkatkan
akses layanan di bidang air minum dan sanitasi yang ditujukan bagi masyarakat
berpenghasilan rendah di perdesaan dan pinggiran perkotaan serta dilaksanakan
secara berbasis masyarakat.
Secara keseluruhan, sasaran program PAMSIMAS ditetapkan pada 5.000 desa di
110 kabupaten/kota di 15 provinsi dengan target waktu dari tahun 2008-2013.
Selain itu, terdapat sasaran program replika yang akan disponsori langsung
oleh pemerintah daerah dan masyarakat sebanyak 506 desa. Pada tahun
2008, PAMSIMAS telah dilaksanakan pada 900 desa/kelurahan sasaran di 107
kabupaten/kota di 15 provinsi. Pada tahun 2009 dilaksanakan pada 1.666 desa/
kelurahan di 110 kabupaten/kota.
Kuantitas dan kualitas infrastruktur permukiman semakin meningkat setiap
tahun, walaupun masih di bawah sasaran RPJMN. Hal ini terjadi karena adanya
penambahan jumlah desa, sehingga walaupun jumlah program dan kegiatan
meningkat, namun dengan jumlah desa yang semakin bertambah, maka
penambahan jumlah desa penerima menjadi kurang signifikan. Ditambah lagi
dalam kurun waktu lima tahun pelaksanaan RPJMN, Indonesia banyak dilanda
bencana alam. Bencana alam datang silih berganti dari yang terbesar seperti
Tsunami Aceh pada akhir tahun 2004 yang diikuti oleh gempa bumi antara lain di
Alor, Nabire, Yogyakarta, Padang sampai dengan banjir dan tanah longsor yang
terus menerus sepanjang tahun. Oleh karena itu, perhatian Pemerintah lebih
281
B
a
g
i
a
n
I
V
Evaluasi Lima Tahun Pelaksanaan RPJMN 2004-2009
ditujukan kepada pemulihan korban bencana dan rehabilitasi serta rekonstruksi
berbagai fasilitas yang rusak.
2.2.5 Sasaran 5: Meningkatnya Akses, Kontrol dan
Partisipasi Seluruh Elemen Masyarakat dalam Kegiatan
Pembangunan Perdesaan yang Ditandai dengan
Terwakilinya Aspirasi Semua Kelompok Masyarakat dan
Meningkatnya Kesetaraan Antara Perempuan dan Laki-
Laki dalam Perencanaan, Pelaksanaan, Pemantauan dan
Evaluasi Kegiatan Pembangunan
Pencapaian sasaran peningkatan akses, kontrol dan partisipasi seluruh elemen
masyarakat dalam kegiatan pembangunan perdesaan didukung oleh pelaksanaan
berbagai program keberdayaan masyarakat sejak tahun 2005-2008. Upaya
meningkatkan keberdayaan masyarakat perdesaan dilakukan melalui berbagai
kegiatan seperti penyuluhan dan pelatihan keterampilan, identifikasi best
practices program-program pemberdayaan masyarakat sebagai pembelajaran
bagi lembaga dan organisasi masyarakat, dan pengembangan kelembagaan
untuk difusi teknologi tepat guna serta ramah lingkungan di kawasan perdesaan.
Berbagai kegiatan tersebut diikuti oleh berbagai lembaga swadaya masyarakat
yang terdapat di wilayah penerima program di perdesaan. Ini mencerminkan
kemampuan lembaga dan organisasi dalam menyalurkan aspirasi masyarakat
untuk perencanaan kegiatan pembangunan, serta dalam memperkuat posisi
tawar masyarakat dalam aktivitas ekonomi.
Upaya intensif dalam meningkatkan pembangunan perdesaan secara partisipatif
telah dilakukan, terutama dengan memperkuat kapasitas masyarakat dan
pemerintah desa. Hal ini antara lain, dengan telah disusunnya Rancangan
Peraturan Presiden tentang Penataan Lembaga Ketahanan Masyarakat Desa
(LKMD) sebagai wadah partisipasi masyarakat dalam pembangunan dan
Rancangan Peraturan Pemerintah tentang Desa (pengganti PP Nomor 76 Tahun
2001).
Pemerintah telah melaksanakan berbagai upaya melalui berbagai program
pemberdayaan masyarakat yang kemudian dirangkum dalam Program Nasional
Pemberdayaan Masyarakat (PNPM) Mandiri untuk mendorong pemberdayaan
masyarakat khususnya masyarakat miskin perdesaan melalui pelaksanaan
kegiatan yang partisipatif sejak dari perencanaan, pelaksanaan, pemantauan
dan evaluasi dengan melibatkan kelompok masyarakat dengan memperhatikan
keterwakilan dan kesetaraan gender. Cakupan penerima PNPM Mandiri secara
keseluruhan adalah seluruh kecamatan di wilayah Indonesia yang meliputi
kawasan perdesaan. Pelaksanaan PNPM Mandiri merupakan stimulus yang
diberikan oleh Pemerintah guna mendorong pemerintah daerah meningkatkan
keberdayaan masyarakatnya sehingga mendukung pencapaian sasaran RPJMN
2004-2009.
282
B
a
g
i
a
n
I
V
MEMELIHARA MOMENTUM PERUBAHAN
III. Keberhasilan
3.1 Program Keberdayaan Masyarakat
Pencapaian program keber-
dayaan masyarakat dilaksanakan
melalui Program Pengembangan
Kecamatan (PPK) atau PNPM
Perdesaan. PPK dilaksanakan
di 32 provinsi, 346 kabupaten,
1.909 kecamatan. Pelaksanaan
program ini kemudian dilanjutkan
mulai tahun 2008 melalui PNPM
Mandiri Perdesaan dengan
sumber pendanaan berasal dari
pemerintah pusat dan daerah.
Dalam pelaksanaannya, proses pemberdayaan khususnya kepada masyarakat
miskin dilakukan melalui perencanaan partisipatif sejak dari pemilihan kegiatan
sampai dengan pelaksanaan yang didampingi oleh tenaga ahli yang berfungsi
sebagai fasilitator. Sebagai stimulan, diberikan dana bantuan langsung
masyarakat (BLM) untuk mendanai berbagai kegiatan yang sudah diputuskan
secara partisipatif di tingkat desa. Proses tersebut diharapkan merupakan praktek
dari pemberian pilihan (choice) kepada masyarakat dan juga meningkatkan
kemampuan masyarakat miskin untuk menyuarakan aspirasinya (voice).
Keberhasilan program keber dayaan masyarakat yang ter cermin dari manfaat
pelak sanaan Program PPK atau PNPM Mandiri Perdesaan adalah: (1) tersedianya
pendapatan tambahan bagi masyarakat sebesar 11 persen dari penda patan
tahunan sebagai instrumen jaring pengaman sosial (social safety net); (2)
meningkatnya pendapatan para pekerja tidak terampil/buruh kasar secara
signifikan. Hal ini terjadi karena ketersediaan lapangan kerja di kegiatan PNPM
Mandiri Perdesaan yang dapat mengurangi tingginya tingkat kompetisi untuk
masuk ke lapangan kerja di luar musim tanam/panen. Artinya tenaga kerja
perdesaan diserap oleh kegiatan PNPM Mandiri Perdesaan; (3) meningkatnya
lapangan pekerjaan dan pendapatan dengan adanya pekerjaan pembangunan/
perbaikan sarana dan prasarana; (4) berkembangnya aktivitas kegiatan ekonomi
seperti pasar, perdagangan, jual beli barang dan jasa dan transaksi ekonomi lain
dengan tumbuhnya daya beli perdesaan sebagai tindakan/input PNPM Mandiri
(dampak pertumbuhan meningkat sekitar 16,5 persen); dan (5) tumbuhnya
pendapatan perdesaan sebagai kombinasi dampak tidak langsung pelaksanaan
PNPM Mandiri melalui pembangunan dan kegiatan lainnya.
Selain pemberdayaan berbagai elemen masyarakat perdesaan, kemampuan
dan kapasitas aparat pemerintahan desa juga terus ditingkatkan melalui
berbagai pelatihan dan bimbingan teknis antara lain: (1) pelatihan manajemen
pemerintahan desa bagi kepala desa; (2) pelatihan pengelolaan keuangan
desa bagi aparatur desa; (3) bimbingan teknis penyusunan peraturan desa dan
keputusan desa; (4) bimbingan teknis penataan administrasi pemerintahan desa;
dan (5) bimbingan teknis tata cara penegasan dan penetapan batas desa.
283
B
a
g
i
a
n
I
V
Evaluasi Lima Tahun Pelaksanaan RPJMN 2004-2009
3.2 Program Pengembangan Ekonomi Lokal
Program ini bertujuan untuk: (1) meningkatkan produktivitas dan nilai tambah
usaha ekonomi di kawasan perdesaan; (2) mendorong penciptaan lapangan
kerja berkualitas di perdesaan terutama di sektor non pertanian; dan (3)
meningkatkan keterkaitan antara sektor pertanian dengan sektor industri dan
jasa berbasis sumber daya lokal. Ketiga tujuan tersebut dilakukan dalam kerangka
meningkatkan sinergi dan keterkaitan antara kawasan perdesaan dan perkotaan.
Dalam rangka pencapaian sasaran peningkatan peran dan kontribusi kawasan
perdesaan sebagai basis pertumbuhan ekonomi nasional, Pemerintah telah
menghasilkan berbagai dokumen terkait penguatan keterkaitan perdesaan dengan
perkotaan. Beberapa dokumen tersebut adalah: (1) Dokumentasi Data Peraturan
Perundang-undangan Lembaga Keuangan Mikro Perdesaan; (2) Pedoman Umum
Pengelolaan Usaha Ekonomi Desa Simpan Pinjam (UED-SP) sebagai Lembaga
Keuangan Mikro (LKM) Perdesaan; dan (3) Pedoman Umum Fasilitasi Penerapan
Teknologi Tepat Guna bagi Pengembangan Usaha Mikro dan Kecil.
Selain itu, pelaksanaan program pengembangan ekonomi lokal bertujuan untuk
mendorong penciptaan lapangan kerja berkualitas di perdesaan terutama
di sektor non pertanian. Dukungan keberhasilan pencapaian sasaran RPJMN
2004-2009 dilakukan melalui beberapa kegiatan antara lain: (1) pelatihan
kewirausahaan bagi masyarakat; (2) pembangunan prasarana perekonomian;
(3) pengembangan UED-SP sebagai lembaga keuangan mikro perdesaan yang
melayani keperluan modal usaha bagi masyarakat perdesaan; (4) pemfungsian
Pos Pelayanan Teknologi Perdesaan (Posyantekdes) dalam menyediakan layanan
informasi dan perangkat teknologi tepat guna untuk mendukung pengembangan
usaha ekonomi produktif masyarakat perdesaan; dan (5) peningkatan Lumbung
Pangan Masyarakat Desa (LPMD) melalui peran penguatan ketahanan pangan
masyarakat desa.
284
B
a
g
i
a
n
I
V
MEMELIHARA MOMENTUM PERUBAHAN
Program Pengembangan Ekonomi Lokal juga dilaksanakan untuk meningkatkan
keterkaitan perdesaan-perkotaan. Upaya ini dilaksanakan melalui pengembangan
sarana prasarana perdesaan yang meliputi Desa Pusat Pertumbuhan (KTP2D)
dan Pengembangan Kawasan Agropolitan. Sampai saat ini ada lima jenis sarana
dan prasarana dasar yang dilaksanakan pada kawasan agropolitan, yaitu: (1)
dukungan terhadap subsistem agribisnis hulu; (2) dukungan terhadap subsistem
usaha tani (on-farm agribisnis); (3) dukungan terhadap subsistem pengolahan
hasil; (4) dukungan terhadap subsistem pemasaran hasil; dan (5) dukungan
terhadap subsistem jasa penunjang yang dapat berupa sarana utilitas umum.
Selama periode 2005-2009, perkembangan penanganan kawasan Desa Pusat
Pertumbuhan dan Kawasan Terpilih Pusat Pengembangan Desa (DPP/KTP2D)
dan agropolitan yang dilakukan dapat digambarkan dalam tabel di bawah ini.
Contoh keberhasilan dari program tersebut dapat dilihat pada pengembangan
Kawasan Pacet (Kabupaten Cianjur) dan Kawasan Merapi-Merbabu (Kabupaten
Magelang). Di Kawasan Pacet, Kabupaten Cianjur, Jawa Barat, telah dibangun
dukungan fasilitasi intrastruktur berupa jalan usaha tani sepanjang 1.500 meter,
jalan poros desa sepanjang 2.000 meter, saluran air baku sepanjang 2.000
meter, packing house, houlding ground, green house, dan pengolahan limbah
pertanian. Semua fasilitas infrastruktur tersebut telah dirasakan manfaatnya
oleh masyarakat setempat, terutama dalam menekan biaya produksi yang
seharusnya ditanggung oleh petani. Pada Kawasan Merapi-Merbabu, Kabupaten
Magelang, Jawa Tengah, telah dibangun dukungan fasilitasi infrastruktur berupa
jalan usaha tani sepanjang 3.000 meter, jalan poros desa sepanjang 2.000 meter,
dan satu unit subterminal agropolitan (STA). Dukungan fasilitasi infrastruktur ini
telah meningkatkan kegiatan ekonomi masyarakat terutama yang terkait dengan
kegiatan pemasaran yang memberikan nilai tambah pada produk pertanian,
serta menumbuhkan trickle-down effect pada perekonomian masyarakat di
sekitar kawasan tersebut.
Tabel 4.11.2
Perkembangan Penanganan
Kawasan Desa Pertumbuhan
dan
Kawasan Terpilih Pusat
Pengembangan Desa (DPP/
KTP2D) dan Agropolitan
Sumber:
Kementerian Pekerjaan
Umum, Ditjen Cipta Karya,
2009
285
B
a
g
i
a
n
I
V
Evaluasi Lima Tahun Pelaksanaan RPJMN 2004-2009
Bab 4.12
Pengurangan Ketimpangan Pembangunan
Wilayah
I. Pengantar
P
embangunan nasional yang telah dilakukan selama ini secara umum mampu
meningkatkan kualitas hidup dan kesejahteraan masyarakat. Hal ini antara
lain ditunjukkan oleh laju pertumbuhan ekonomi nasional yang meningkat
cukup nyata, yaitu dari 5,6 persen pada tahun 2005 menjadi 6,36 persen pada
tahun 2008. Namun, hasil pembangunan tersebut belum dapat dinikmati secara
merata di seluruh wilayah Indonesia. Ketimpangan pembangunan terutama
terjadi antara Pulau Jawa dan Luar Jawa, antara Kawasan Barat Indonesia (KBI)
dan Kawasan Timur Indonesia (KTI), antarkota, serta antara perkotaan dan
perdesaan.
n
I
V
B
a
g
i
a
n
I
V
286
B
a
g
i
a
n
I
V
MEMELIHARA MOMENTUM PERUBAHAN
Ketimpangan pembangunan wilayah antara lain ditunjukkan oleh intensitas
kegiatan ekonomi yang masih terpusat di Pulau Jawa dan Bali. Provinsi-provinsi
di Pulau Jawa dan Bali memiliki kontribusi terbesar pada total perekonomian
nasional (termasuk minyak dan gas) yaitu sebesar 64,78 persen. Ketimpangan
pembangunan wilayah juga ditunjukkan oleh nilai Indeks Pembangunan
Manusia (IPM). Provinsi-provinsi di Pulau Jawa dan Bali rata-rata mempunyai
IPM lebih tinggi dibandingkan dengan provinsi-provinsi lainnya. Provinsi DKI
Jakarta meraih IPM tertinggi yaitu 76,3. IPM terendah disandang oleh Provinsi
Papua yaitu 62,8. Selain itu, masyarakat di wilayah KTI, terutama masyarakat
yang tinggal di wilayah perdesaan, perbatasan, tertinggal dan pulau terdepan,
masih menghadapi permasalahan, antara lain dalam pemenuhan hak-hak
dasar rakyat termasuk pangan dan gizi, pelayanan kesehatan dan pendidikan,
pengurangan pengangguran dan kemiskinan, pengelolaan sumber daya alam
dan lingkungan, percepatan pembangunan jaringan prasarana dan sarana, serta
partisipasi dalam pembangunan. Dalam RPJMN 2004-2009, upaya mengurangi
ketimpangan pembangunan wilayah dilakukan melalui: pengembangan wilayah
strategis, cepat tumbuh, tertinggal, dan perbatasan; pembangunan perkotaan
dan pengurangan kesenjangan antara kota dan desa; penataan ruang nasional;
serta pengelolaan pertanahan.
II. Pencapaian Prioritas
2.1 Gambaran Pencapaian
Sasaran dari pengurangan ketimpangan pembangunan antar wilayah adalah: (1)
terwujudnya percepatan pembangunan di wilayah-wilayah cepat tumbuh dan
strategis, wilayah tertinggal, termasuk wilayah perbatasan dalam suatu sistem
wilayah pengembangan ekonomi yang terintegrasi dan sinergis; (2) terwujudnya
keseimbangan pertumbuhan pembangunan antar kota-kota metropolitan,
besar, menengah, dan kecil secara hirarkis dalam suatu sistem pembangunan
perkotaan nasional; (3) terwujudnya percepatan pembangunan kota-kota
kecil dan menengah, terutama di luar Pulau Jawa, sehingga diharapkan dapat
menjalankan perannya sebagai motor penggerak pembangunan di wilayah-
wilayah pengaruhnya dalam suatu sistem wilayah pengembangan ekonomi, ter-
masuk dalam melayani kebu tuhan masyarakat warga kotanya; (4) terkendalinya
pertumbuhan kota-kota besar dan metropolitan dalam suatu sistem wilayah
pem bangu nan metropolitan yang compact, nyaman, efisien dalam pengelolaan,
serta mempertimbangkan pem bangunan yang berkelanjutan; (5) terwujudnya
keterkaitan kegiatan ekonomi antar wilayah perkotaan dan per desaan dalam
suatu sistem wilayah pengem bangan ekonomi yang saling menguntungkan;
(6) terwujudnya keserasian pemanfaatan dan pengendalian ruang dalam suatu
sistem wilayah pembangunan yang berkelanjutan; dan (7) terwujudnya sistem
pengelolaan tanah yang efisien, efektif, serta terlaksananya penegakan hukum
terhadap hak atas tanah masyarakat dengan menerapkan prinsip-prinsip
keadilan, transparansi, dan demokrasi.
Upaya pengurangan ketimpangan wilayah telah menunjukkan pencapaian yang
cukup baik. Sasaran-sasaran yang ditetapkan dalam RPJMN 2004-2009 pada
umumnya berkembang sesuai harapan, meskipun masih terdapat beberapa
sasaran yang belum optimum pencapaiannya. Uraian pencapaian sasaran dapat
dilihat dalam Tabel 4.12.1 berikut.
287
B
a
g
i
a
n
I
V
Evaluasi Lima Tahun Pelaksanaan RPJMN 2004-2009
Tabel 4.12.1
Sasaran dan Pencapaian
Pengurangan Ketimpangan
Pembangunan Wilayah, Tahun
2005-2009
288
B
a
g
i
a
n
I
V
MEMELIHARA MOMENTUM PERUBAHAN
2.2. Evaluasi Pencapaian
2.2.1 Sasaran 1: Terwujudnya Percepatan Pembangunan di
Wilayah-Wilayah Cepat Tumbuh dan Strategis, Wilayah
Tertinggal, Termasuk Wilayah Perbatasan dalam
Suatu Sistem Wilayah Pengembangan Ekonomi yang
Terintegrasi dan Sinergis
Kebijakan percepatan pembangunan wilayah strategis dan cepat tumbuh
dalam keterkaitannya dengan wilayah tertinggal sekitarnya dalam suatu sistem
wilayah pengembangan ekonomi yang sinergis, dari hasil kajian dan telaahan
belum optimal seperti yang diharapkan, walaupun secara umum pertumbuhan
ekonomi di wilayah-wilayah tersebut mengalami peningkatan. Peningkatan
pertumbuhan di daerah tertinggal, bukan semata-mata sebagai akibat dari
pengembangan wilayah strategis cepat tumbuh, namun juga disebabkan oleh
faktor komitmen pemerintah pusat dan daerah, serta pelaksanaan instrumen
percepatan pembangunan daerah tertinggal.
Percepatan pembangunan di wilayah cepat tumbuh dan stra tegis melalui
pengem bangan Kawasan Pengembangan Ekono mi Terpadu (KAPET) belum me-
nun jukkan peningkatan. Hal ini terlihat dari data produk domestik regional bruto
(PDRB) kabupaten/kota di wilayah KAPET yang menurun dari Rp8,257 juta (2005)
5. Terwujudnya
keterkaitan kegiatan
ekonomi antar wilayah
perkotaan dan
perdesaan dalam suatu
sistem wilayah
pengembangan
ekonomi yang saling
menguntungkan
Indeks Williamsons
0,49 0,47 0,46 (belum
ada data)
(belum
ada
data)
Jumlah DAK
4
) juta
rupiah
4.014.0
00
11.569.
800
17.094.
100
21.202.14
1
24.819.
588
6. Terwujudnya
keserasian
pemanfaatan dan
pengendalian ruang
dalam suatu sistem
wilayah pembangunan
yang berkelanjutan
Persentase pelaksanaan sosialisasi
RTRWN dan UU 26/2007
Persen 0 0 30 75 90
Jumlah UU penataan ruang dan
peraturan perundangan
turunannya
Peraturan 0 0 1 UU 1 PP dan
1 Perpres
1 UU
dan 1
Kepres
Jumlah NSPK yang tersusun NSPK 5 12
Jumlah provinsi/kab/kota yang
mendapatkan persetujuan
substansi revisi Perda sesuai
dengan amanat UU 26/2007
Provinsi/
kabupaten
/
kota
0 0 0 0 9
provinsi
dan 13
kab/kot
a
Jumlah provinsi yang melaksanakan
peningkatan manajemen
pengendalian pemanfaatan ruang
Provinsi 32 32 32 32 32
Jumlah forum koordinasi penataan
ruang di ngkat nasional maupun
daerah
Kegiatan 1 2
Jumlah BKPRD yang terbentuk BKPRD 22 (prov)
dan 75
(kab/kota
)
7. Terwujudnya sistem
pengelolaan tanah yang
esien, efekf, serta
terlaksananya
penegakan hukum
terhadap hak atas
tanah masyarakat
dengan menerapkan
prinsip-prinsip
keadilan, transparansi,
dan demokrasi
Jumlah bidang tanah diredistribusi Bidang 11.227 38.700 91.698 372.863 336.396
Jumlah bidang tanah hasil
konsolidasi
Bidang 8.905 29.130 30.498 36.788 34.218
Jumlah bidang tanah hasil
inventarisasi P4T
Bidang 43.948 16.943 424.280 594.139 750.000
Jumlah kab/kota yang telah
menyusun Neraca Penggunaan
Tanah
Kabupate
n/ kota
30 25 38 32 100
Jumlah bidang tanah yang
diserkasi melalui PRONA
Bidang 80.361 84.150 349.800 718.766 453.417
Jumlah bidang tanah yang
diserkasi melalui Reconstrucon
of Aceh Land Administraon
System (RALAS)
Bidang 21.000 118.000 110.597 120.000
Jumlah bidang tanah yang
diserkasi melalui Land
Management and Policy
Development Project (LMPDP)
Bidang 330.000 507.000 645.000 651.000 518.000
Jumlah bidang tanah aset: UKM,
Transmigrasi, Pertanian, Nelayan
yang dilegalisasi
Bidang 50.000 57.961 39.537 54.970 60.331
Jumlah bidang tanah aset
masyarakat yang dilegalisasi
melalui swadaya (PNBP)
Bidang 1.820.9
39
1.427.3
03
2.298.3
67
2.387.916 1.530.3
36
Cakupan Peta Pertanahan Hektar 145.000 172.000 500.000 500.000 500.000
Jumlah pengembangan Kantor
Pertanahan Bergerak (Layanan
Masyarakat untuk Serkasi
Tanah/ Larasita)
Kabupate
n/ kota
124 150
Sumber:
(1)
dan
(2)
Data PDRB Kabupaten/
Kota atas dasar harga konstan
tahun 2005-2007;
(3)
Data jumlah penduduk
kota tahun 2005-2007;
(4)
Direktorat Jenderal
Perimbangan Keuangan
(Kementerian Keuangan).
289
B
a
g
i
a
n
I
V
Evaluasi Lima Tahun Pelaksanaan RPJMN 2004-2009
menjadi Rp7,753 juta (2009). Sementara itu, terkait dengan pengembangan
Kawasan Perdagangan Bebas dan Pelabuhan Bebas (KPBPB), terlihat bahwa
KPBPB Batam sudah berkontribusi cukup baik terhadap perekonomian wilayah,
sedangkan KPBPB Sabang masih perlu terus ditingkatkan kontribusi sektor
industrinya sebagai penggerak pengembangan wilayah. Hal ini terlihat dari
persentase kontribusi PDRB Kota Batam pada PDRB provinsi yang mencapai
67,33 persen pada tahun 2008, sementara persentase kontribusi PDRB Kota
Sabang pada PDRB provinsi masih mencapai 0,63 persen pada tahun yang sama.
Permasalahan yang masih dihadapi antara lain adalah minimnya infrastruktur
di kawasan strategis, belum kondusifnya pepelayanan investasi di daerah,
serta lemahnya aspek kelembagaan dan koordinasi yang diperlukan dalam
pengembangan KAPET dan KPBPB yang semuanya bermuara sebagai penyebab
belum berperannya pusat-pusat pertumbuhan bagi hinterland-nya.
Pembangunan di wilayah perbatasan menunjukkan kemajuan yang cukup
berarti pada kurun waktu 2005-2009. Berkaitan dengan penetapan batas
wilayah, kemajuan yang dicapai adalah ratifikasi perjanjian Batas Laut Kontinen
(BLK) Indonesia-Vietnam pada tahun 2007 dan penandatanganan kesepakatan
dengan Singapura tentang Penetapan Garis Batas Laut Wilayah Kedua Negara
di Bagian Barat Selat Singapura pada tahun 2009, serta penetapan pilar batas
Indonesia-Malaysia, Indonesia-Papua Nugini dan Indonesia-Timor Leste. Dalam
aspek perekonomian, telah tercapai peningkatan rata-rata pertumbuhan PDRB
di 25 kabupaten perbatasan yaitu dari 5,84 persen pada tahun 2005 menjadi
6,63 persen pada tahun 2008. Selain itu, juga terdapat penurunan rata-rata
persentase penduduk miskin kabupaten perbatasan dari 24,16 persen pada tahun
2005 menjadi 21,56 persen pada tahun 2008. Dari aspek kualitas sumber daya
manusia, pada akhir tahun 2008 hanya terdapat enam kabupaten perbatasan
(24 persen) dengan IPM di atas rata-rata nasional atau hanya bertambah dua
kabupaten dibandingkan tahun 2005. Sementara itu, 76 persen sisanya masih
berada di bawah rata-rata nasional. Permasalahan mendasar dari lambatnya
perkembangan pembangunan kawasan perbatasan adalah masih minimnya
ketersediaan infrastruktur serta lemahnya koordinasi antar sektor dan antar
pusat-daerah.
Percepatan pembangunan 199 kabupaten daerah tertinggal telah menunjukkan
kemajuan. Hal ini terlihat dari peningkatan kondisi perekonomian daerah yang
diindikasikan oleh peningkatan rata-rata laju pertumbuhan PDRB kabupaten
tertinggal dari 5,06 persen pada tahun 2005 menjadi 5,85 persen pada tahun
2008, serta peningkatan PDRB perkapita dari Rp5,17 juta pada tahun 2005 men-
jadi Rp5,47 juta pada tahun 2008. Selain itu, kualitas sumber daya manusia juga
telah membaik yang diindikasikan oleh peningkatan IPM di kabupaten daerah
tertinggal. Pada tahun 2005 masih terdapat 170 kabupaten (85,4 persen) yang
memiliki IPM di bawah nilai IPM nasional. Pada tahun 2008 jumlah ini telah
berkurang menjadi 130 kabupaten (65,3 persen). Kondisi kemiskinan di daerah
tertinggal juga telah membaik, yang diindikasikan oleh berkurangnya rata-rata
persentase tingkat kemiskinan di kabupaten daerah tertinggal. Pada tahun 2005
rata-rata persentase tingkat kemiskinan di kabupaten daerah tertinggal sebesar
24,86 persen. Persentase ini berkurang menjadi 22 persen pada tahun 2008.
Permasalahan mendasar yang umum dihadapi oleh penduduk miskin yang be-
rada di daerah tertinggal adalah rendahnya daya beli masyarakat dan aksesibili-
tas untuk mendukung aktivitas perekonomian masyarakat dan pelayanan dasar.
290
B
a
g
i
a
n
I
V
MEMELIHARA MOMENTUM PERUBAHAN
2.2.2 Sasaran 2: Terwujudnya Keseimbangan Pertumbuhan
Pembangunan Antar Kota-Kota Metropolitan, Besar,
Menengah, dan Kecil Secara Hirarkis dalam Suatu Sistem
Pembangunan Perkotaan Nasional
Dari indikator kontribusi PDRB kota terhadap PDRB nasional, terlihat bahwa kontribusi
PDRB kota-kota besar dan metropolitan masih jauh lebih besar dibandingkan
PDRB kota-kota menengah dan kecil. Hal ini menunjukkan bahwa keseimbangan
pertumbuhan antara kota-kota besar, metropolitan, menengah dan kecil belum
sepenuhnya terwujud. Penyebabnya adalah daya tarik kota dan metropolitan yang
masih sangat kuat sehingga dapat menarik investasi yang lebih besar.
2.2.3 Sasaran 3: Terwujudnya Percepatan Pembangunan Kota-
Kota Kecil dan Menengah, Terutama di Luar Pulau Jawa,
sehingga Diharapkan Dapat Menjalankan Perannya
Sebagai Motor Penggerak Pembangunan di Wilayah-
Wilayah Pengaruhnya dalam Suatu Sistem Wilayah
Pengembangan Ekonomi Termasuk dalam Melayani
Kebutuhan Masyarakat Warga Kotanya
Dari indikator laju pertumbuhan PDRB rata-rata di kota kecil dan menengah
terlihat bahwa laju pertumbuhan PDRB meningkat setiap tahunnya. Hal ini
menunjukkan bahwa telah terdapat percepatan pembangunan kota-kota kecil
dan menengah walaupun belum secara optimal menjadi motor penggerak bagi
pembangunan di wilayah pengaruhnya. Upaya-upaya yang telah dilakukan pada
kurun waktu 2005-2009 antara lain: (1) memberikan fasilitas pengembangan
kota-kota menengah dan kecil; (2) melakukan pemberdayaan kemampuan
pemerintah kota dalam memobilisasi dana pembangunan dan mengembangkan
ekonomi perkotaan; serta (3) melaksanakan pendampingan penyusunan Rencana
Program Investasi Jangka Menengah (RPIJM) di kota-kota kecil dan menengah.
2.2.4 Sasaran 4: Terkendalinya Pertumbuhan Kota-Kota
Besar dan Metropolitan dalam Suatu Sistem Wilayah
Pembangunan Metropolitan yang Compact, Nyaman,
Efisien dalam Pengelolaan, serta Mempertimbangkan
Pembangunan yang Berkelanjutan
Dari indikator laju pertumbuhan penduduk rata-rata di kota-kota besar dan
metropolitan, terlihat penurunan laju pertumbuhan penduduk di kota-kota besar
dan metropolitan. Walaupun demikian data tersebut adalah laju pertumbuhan
penduduk rata-rata, sedangkan jika dilihat dari laju pertumbuhan per kota,
sebagian besar kota besar dan metropolitan masih mengalami peningkatan
jumlah penduduk. Pertumbuhan penduduk tersebut, bersama dengan fakta
yang telah dijelaskan sebelumnya yaitu bahwa kontribusi PDRB kota besar
dan metropolitan terhadap PDRB nasional sangat dominan, menunjukkan
pertumbuhan kota-kota besar dan menengah belum dapat dikendalikan. Selain
upaya untuk mendorong pengembangan kota-kota kecil menengah, kota-kota
besar dan metropolitan juga perlu menyelesaikan per ma salahan internalnya
sendiri, sehingga dapat menjadi sistem yang dapat hidup seba gai mana mestinya.
291
B
a
g
i
a
n
I
V
Evaluasi Lima Tahun Pelaksanaan RPJMN 2004-2009
Penge lolaan kota besar dan metropolitan ten tu nya perlu dilandasi oleh
perencanaan yang terintegrasi khususnya perencanaan yang mampu menjawab
kompleksitas permasalahan saat ini dan masa depan.
2.2.5 Sasaran 5: Terwujudnya Keterkaitan Kegiatan Ekonomi
Antar Wilayah Perkotaan dan Perdesaan dalam Suatu
Sistem Wilayah Pengembangan Ekonomi yang Saling
Menguntungkan
Salah satu pencapaian dalam terwujudnya keterkaitan kegiatan ekonomi antar
wilayah perkotaan dan perdesaan dalam suatu sistem wilayah pengembangan
ekonomi yang saling menguntungkan adalah adanya pengurangan kesenjangan
kota-desa yang terlihat dari penurunan Indeks Williamsons dan peningkatan
jumlah Dana Alokasi Khusus (DAK). Indeks Williamsons antara perkotaan dan
perdesaan mempunyai nilai yang mendekati nol dan mengalami penurunan se-
tiap tahunnya. Hal ini mengindikasikan bahwa besarnya pendapatan perkotaan
dan perdesaan telah mendekati
rata-rata dengan ketimpan-
gan pendapatan yang sema-
kin menurun setiap tahunnya.
Pengurangan ketimpangan
pendapatan perkotaan dan
perdesaan tersebut didorong
oleh adanya peningkatan jum-
lah DAK setiap tahun. DAK
merupakan dana yang dialoka-
sikan kepada daerah tertentu
untuk mendanai kegiatan khu-
sus yang sesuai dengan priori-
tas nasional dan menjadi urusan
daerah, yang diprioritaskan untuk membantu daerah dengan kemampuan fiskal
rendah atau sedang. Dengan demikian, dapat disimpulkan bahwa ketimpan-
gan pendapatan antara perkotaan dan perdesaan semakin berkurang, sehingga
keterkaitan kegiatan ekonomi antar wilayah perkotaan dan perdesaan dalam
suatu sistem wilayah pengembangan ekonomi yang menguntungkan menjadi
semakin tinggi.
2.2.6 Sasaran 6: Terwujudnya Keserasian Pemanfaatan dan
Pengendalian Ruang dalam Suatu Sistem Wilayah
Pembangunan yang Berkelanjutan
Pada tahun 2005-2009 telah terdapat berbagai pencapaian yang mendukung
terwujudnya keserasian pemanfaatan dan pengendalian ruang antara lain: (1)
lahirnya UU Nomor 26 Tahun 2007 tentang Penataan Ruang dan peraturan-
peraturan turunannya; (2) ditetapkannya berbagai peraturan terkait koordinasi
penataan ruang, dan persetujuan substansi evaluasi rencana tata ruang
daerah; (3) revisi rancangan peraturan presiden Rencana Tata Ruang Pulau;
(4) terselenggaranya forum koordinasi penataan ruang di tingkat nasional dan
regional; (5) tersusunnya berbagai Norma, Standar, Pedoman, dan Kriteria (NSPK),
salah satunya adalah NSPK penyusunan rencana tata ruang wilayah (RTRW)
provinsi/kabupaten/kota; (6) tersusunnya data dan peta dasar rupa bumi untuk
292
B
a
g
i
a
n
I
V
MEMELIHARA MOMENTUM PERUBAHAN
mendukung penyusunan rencana tata ruang; (7) revisi peraturan daerah RTRW
di tingkat provinsi/kabupaten/kota; (8) terlaksananya peningkatan manajemen
pengendalian pemanfaatan ruang di 32 provinsi; (9) dikembangkannya
pendekatan lingkungan untuk peningkatan kualitas penataan ruang; dan (10)
tersusunnya instrumen pengendalian, misalnya melalui zoning regulation dan
pembentukan PNS.
Meskipun telah terdapat banyak pencapaian, namun keserasian pemanfaatan
dan pengendalian ruang dalam suatu sistem wilayah pembangunan yang
berkelanjutan belum benar-benar terwujud karena adanya permasalahan utama
seperti: (1) belum lengkapnya peraturan perundangan dan NSPK di bidang
penataan ruang sebagai turunan dari UU Nomor 26 Tahun 2007; (2) masih
lemahnya koordinasi penyelenggaraan penataan ruang antar sektor dan antar
wilayah; (3) belum memadainya kualitas dan kuantitas data dalam penyusunan
RTRW; dan (4) belum mutakhirnya peta dasar dan peta tematik yang ada.
2.2.7 Sasaran 7: Terwujudnya Sistem Pengelolaan Tanah
yang Efisien, Efektif, serta Terlaksananya Penegakan
Hukum terhadap Hak Atas Tanah Masyarakat dengan
Menerapkan Prinsip-Prinsip Keadilan, Transparansi, dan
Demokrasi
Upaya untuk menjamin kepastian hukum hak atas tanah dilakukan dengan
percepatan pendaftaran dan sertifikasi tanah antara lain melalui Prona, Land
Management and Policy Development Project (LMPDP), Reconstruction of Aceh
Land Administration System (RALAS), legalisasi aset UKM, tanah petani, tanah
nelayan dan tanah transmigran. Dalam rangka sertifikasi tanah tersebut juga
telah dilakukan koordinasi antara Badan Pertanahan Nasional (BPN) dengan
kementerian/lembaga terkait agar dapat terjaga kesinambungan mulai dari
tahap sebelum sertifikasi sampai dengan setelah penerbitan sertifikat tanah.
Secara umum dapat diamati bahwa pencapaian pendaftaran tanah terus
meningkat. Pada tahun 2008 pendaftaran tanah mencapai 3.923.249 bidang.
Jumlah tersebut termasuk sertifikasi tanah yang dilakukan secara swadaya
masyarakat sejumlah 1.530.336 bidang. Pada tahun 2009 terjadi sedikit
penurunan pencapaian pendaftaran tanah, dikarenakan adanya pengurangan
target sertifikasi pada LMPDP, serta telah berakhirnya RALAS pada akhir bulan
Juni 2009.
Salah satu kendala yang dihadapi dalam pendaftaran tanah adalah terbatasnya
ketersediaan peta dasar untuk pendaftaran tanah, yang merupakan faktor utama
dalam memperlancar pendaftaran tanah maupun menjamin kepastian lokasi.
Oleh karena itu, mulai tahun 2007 penyediaan peta dasar untuk pendaftaran
tanah ditingkatkan secara bertahap. Pada akhir tahun 2009 peta dasar
pendaftaran tanah mencakup 5 persen dari total luas daratan Indonesia. Kendala
lain yang dihadapi adalah keterbatasan akses masyarakat terhadap pelayanan
pertanahan, terutama pada wilayah yang rendah aksesibilitasnya karena kondisi
geografis, keterbatasan sarana transportasi, dan minimnya informasi tentang
pelayanan pertanahan. Oleh karena itu, mulai tahun 2008 telah dikembangkan
Layanan Masyarakat untuk Sertifikasi Tanah (Larasita), yang merupakan kantor
293
B
a
g
i
a
n
I
V
Evaluasi Lima Tahun Pelaksanaan RPJMN 2004-2009
pertanahan yang bergerak (mobile) untuk mendekatkan pusat-pusat layanan
pertanahan kepada masyarakat. Sampai akhir 2009 Larasita telah tersedia pada
274 kabupaten/kota.
Sampai dengan tahun 2009 telah disertifikasi 39,68 juta bidang tanah atau 45,69
persen dari total sekitar 86,85 juta bidang tanah di Indonesia. Namun karena
masih dihadapi beberapa kendala, dapat disimpulkan bahwa sistem pengelolaan
tanah yang efisien, efektif, serta terlaksananya penegakan hukum hak atas tanah
masyarakat dengan menerapkan prinsip-prinsip keadilan, tansparansi, dan
demokrasi masih belum sepenuhnya terwujud.
III. Keberhasilan
Pelaksanaan program-program pengembangan wilayah secara sinergis telah
berhasil mengurangi ketimpangan pembangunan wilayah. Salah satu indikator
keberhasilan tersebut yaitu berkurangnya jumlah daerah tertinggal. Hasil evaluasi
pelaksanaan pembangunan daerah tertinggal selama lima tahun menunjukkan
bahwa sebanyak 50 dari 199 kabupaten yang pada awal pelaksanaan RPJMN
dikategorikan sebagai daerah tertinggal telah lepas dari status tertinggal
menjadi daerah yang relatif maju dalam skala nasional secara bertahap, yaitu 28
kabupaten di tahun 2007, 12 kabupaten di tahun 2008, dan sepupulh kabupaten
di tahun 2009. Keberhasilan pengentasan ketertinggalan ini tidak lepas dari
dukungan berbagai sektor baik di pusat ataupun di daerah serta peran aktif
Kementerian Pembangunan Daerah Tertinggal (Kementerian PDT) baik dalam
menyusun arah kebijakan percepatan pembangunan daerah tertinggal, serta
melakukan koordinasi lintas sektor baik di pusat ataupun daerah.
Dalam melaksanakan kebijakan percepatan pembangunan dae rah ter tinggal,
Kementerian PDT telah mengembangkan enam instrumen percepatan pem-
bangunan daerah ter tinggal yaitu: (1) Percepatan Pem bangunan Kawasan
Produksi Daerah Tertinggal (P2KPDT); (2) Per cepatan Pembangunan Pusat
Pertumbuhan Daerah Tertinggal (P4DT) yang bertujuan membangun pusat
pertumbuhan sumber daya lokal; (3) Percepatan Pembangunan Infrastruktur
Perdesaan Daerah Tertinggal (P2IPDT); (4) Percepatan Pembangunan Wilayah
Perbatasan (P2WP) yang bertujuan mempercepat pertumbuhan ekonomi dan
meningkatkan kapasitas masyarakat di wilayah perbatasan; (5) Percepatan
Pembangunan Sosial Ekonomi Daerah Tertinggal (P2SEDT) yang bertujuan
menguatkan kapasitas kelembagaan masyarakat dalam memanfaatkan sumber
daya pembangunan; dan (6) Percepatan Pembangunan Daerah Tertinggal
dan Khusus (P2DTK) yang bertujuan mempercepat proses pemulihan dan
pertumbuhan sosial ekonomi di daerah-daerah khusus. Selain keberhasilan-
keberhasilan tersebut, juga terdapat keberhasilan kegiatan transmigrasi dalam
usaha untuk mendorong dan meningkatkan kualitas hidup dan kesejahteraan
masyarakat di wilayah tertinggal yang tersebar di seluruh nusantara yang terlihat
dari dibangun dan dikembangkannya 67 Unit Permukiman Transmigrasi (UPT)
yang terdiri dari 14.146 kepala keluarga (KK) dan 23 kawasan Kota Terpadu
Mandiri (KTM).
294
B
a
g
i
a
n
I
V
MEMELIHARA MOMENTUM PERUBAHAN
Bab 4.13
Peningkatan Akses Masyarakat Terhadap
Pendidikan Yang Berkualitas
I. Pengantar
S
alah satu tujuan NKRI sebagaimana tertuang dalam Pembukaan UUD
1945 adalah mencerdaskan kehidupan bangsa. Oleh karena itu, upaya
penyelenggaraan pendidikan yang berkualitas mendapat posisi strategis
dalam pembangunan nasional guna mewujudkan tujuan tersebut. Untuk
memastikan ketersediaan salah satu hak dasar warga negara tersebut, UUD
1945 mengamanatkan dalam Pasal 28C Ayat (1) bahwa setiap orang berhak
mengembangkan diri melalui pemenuhan kebutuhan dasarnya, berhak
mendapatkan pendidikan dan mendapatkan manfaat dari ilmu pengetahuan
dan teknologi, seni dan budaya demi meningkatkan kualitas hidupnya demi
kesejahteraan umat manusia. Selanjutnya, Pasal 31 Ayat (1) menjamin hak setiap
B
a
g
B
a
g
i
a
n
I
V
295
B
a
g
i
a
n
I
V
Evaluasi Lima Tahun Pelaksanaan RPJMN 2004-2009
warga negara untuk mendapat pendidikan.
Pendidikan merupakan salah satu pilar terpenting dalam meningkatkan kualitas
manusia, bahkan kinerja pendidikan yaitu angka partisipasi pendidikan dan
angka melek aksara digunakan sebagai variabel dalam menghitung Indeks
Pembangunan Manusia (IPM) bersama-sama dengan variabel kesehatan dan
ekonomi. Oleh karena itu, pembangunan pendidikan nasional diarahkan untuk
peningkatan pemerataan kesempatan pendidikan, peningkatan mutu, serta
relevansi dan efisiensi manajemen pendidikan untuk menghadapi tantangan
sesuai dengan tuntutan perubahan kehidupan lokal, nasional, dan global.
Pembangunan pendidikan nasional yang dilakukan selama periode 2004-2009
telah mempertimbangkan kesepakatan-kesepakatan internasional seperti
Pendidikan Untuk Semua (Education For All), Konvensi Hak Anak (Convention on
the right of child) dan MDGs serta World Summit on Sustainable Development
yang secara jelas menekankan pentingnya pendidikan sebagai salah satu upaya
untuk penanggulangan kemiskinan, peningkatan keadilan dan kesetaraan
gender, peningkatan pemahaman nilai-nilai budaya dan multikulturalisme, serta
peningkatan keadilan sosial.
II. Pencapaian Prioritas
2.1 Gambaran Pencapaian
Secara umum, pembangunan pendidikan telah menunjukkan perkembangan
yang baik. RPJMN 2004-2009 menggariskan empat sasaran pembangunan
jangka menengah, yaitu meningkatnya taraf pendidikan penduduk Indonesia,
meningkatnya kualitas pendidikan, meningkatnya relevansi pendidikan
dengan kebutuhan pembangunan, dan meningkatnya efektivitas dan efisiensi
manajemen pelayanan pendidikan. Pencapaian sasaran-sasaran tersebut dapat
dilihat dalam Tabel 4.13.1 berikut ini.
Catatan:
*) Angka perkiraan akhir tahun 2009; **) Kisaran usia peserta didik PT disesuaikan dengan rata-
rata lama bersekolah dari semula 19-24 tahun menjadi 19-23 tahun; ***) APBN-P
2008, ta) tidak ada data/data belum tersedia.
Tabel 4.13.1
Sasaran dan Pencapaian
Peningkatan Akses Masyarakat
Terhadap Pendidikan yang
Berkualitas, Tahun 2005-2009
Sumber:
Kementerian Pendidikan
Nasional, 2005-2009.
296
B
a
g
i
a
n
I
V
MEMELIHARA MOMENTUM PERUBAHAN
2.2 Evaluasi Pencapaian
2.2.1 Sasaran 1: Meningkatnya Taraf Pendidikan Penduduk
Indonesia
Pembangunan pendidikan
nasio nal selama periode
RPJMN 2004-2009 telah
berhasil meningkatkan akses
dan kesempatan masyarakat
untuk memperoleh pendi-
dikan yang ditunjukkan
dengan meningkatnya rata-
rata lama sekolah penduduk
usia 15 tahun ke atas dari
7,27 tahun pada tahun 2005
menjadi 7,50 tahun dan
menurunnya persentase
ang ka buta aksara penduduk
usia 15 tahun ke atas dari 9,55 persen pada tahun 2005 menjadi 5,97 persen
pada tahun 2008 (Susenas, BPS). Pencapaian tersebut semakin diperkuat
dengan adanya peningkatan angka partisipasi pendidikan pada semua jenjang
pendidikan.
Peningkatan akses pendidikan juga diikuti dengan pemerataan kesempatan
memperoleh pendidikan yang ditandai dengan menurunnya disparitas
pendidikan antardaerah. Disparitas angka partisipasi kasar (APK) sekolah dasar
(SD)/madrasah ibtidaiyah (MI) atau sederajat mengalami penurunan dari 2,49
pada tahun 2005 menjadi 2,28 persen pada tahun 2008. Kecepatan penurunan
disparitas pendidikan pada jenjang SD/MI menjadi relatif kecil karena tingkat
disparitas pada kelompok ini adalah terkecil dibandingkan dengan jenjang
pendidikan yang lebih tinggi dan anak-anak yang tidak sekolah pada kelompok
usia SD/MI umumnya tinggal di daerah terpencil dan sulit dijangkau (hard-core).
Oleh karena itu, dibutuhkan upaya yang lebih keras lagi melalui pendekatan
inovatif yang sesuai dengan kebutuhan lokal. Hal ini berbeda dengan penurunan
disparitas APK sekolah menengah pertama (SMP)/madrasah tsanawiyah (MTs)
atau sederajat yang cukup besar, dari 25,14 pada tahun 2005 menjadi 20,18
pada tahun 2008. Demikian juga dengan penurunan APK jenjang pendidikan
menengah dari 33,13 persen pada tahun 2005 menjadi 29,97 persen pada tahun
2008. Sementara itu, perluasan akses pada jenjang pendidikan tinggi terus
mengalami peningkatan seperti terlihat pada meningkatnya APK pendidikan
tinggi sebesar 15 persen pada tahun 2005 menjadi 17,75 persen pada tahun
2008 dan diperkirakan terus meningkat lagi pada akhir tahun 2009.
Pencapaian penting lainnya adalah meningkatnya persentase angka kelulusan
dan angka melanjutkan pendidikan pada semua jenjang pendidikan. Selama
periode 2005-2007, angka kelulusan mengalami peningkatan dari 95,05 persen
menjadi 96,86 persen untuk jenjang SD, 93,79 persen menjadi 98,17 persen
untuk jenjang SMP, dan 94,78 persen menjadi 96,58 persen untuk jenjang
sekolah menengah.
297
B
a
g
i
a
n
I
V
Evaluasi Lima Tahun Pelaksanaan RPJMN 2004-2009
2.2.2 Sasaran 2: Meningkatnya Kualitas Pendidikan
Peningkatan kualitas pendidikan
pada pelaksanaan RPJMN
2004-2009 antara lain ditandai
dengan persentase guru yang
telah memenuhi kualifikasi dan
mendapatkan sertifikasi sesuai
yang diamanatkan UU Nomor
14 Tahun 2005 tentang Guru
dan Dosen. Untuk pendidikan
menengah atas dan kejuruan
(SMA/SMK), persentase guru
yang telah berkualifikasi
Strata-1 atau Diploma-4 (S1/
D4) sudah cukup tinggi, yaitu
91,20 persen (SMA) dan 85,80 persen (SMK). Untuk jenjang SMP, guru yang
telah berkualifikasi S1/D4 telah mencapai 73,40 persen. Namun pada jenjang
pendidikan SD dan pendidikan anak usia dini (PAUD), persentase guru yang
berkualifikasi S1/D4 masing-masing baru mencapai 24,60 persen dan 14,50
persen. Sementara itu, persentase guru yang telah bersertifikat profesi, yaitu
9,70 persen untuk guru pendidikan anak usia dini (PAUD) formal; 14,00 persen
untuk guru SD; 32,80 persen untuk SMP; 41,00 persen untuk guru SMA; dan
32,00 persen untuk guru SMK. Pada jenjang pendidikan tinggi, persentase dosen
yang telah memiliki kualifikasi Strata-2 atau Strata-3 (S2/S3) terus mengalami
peningkatan dari sebesar 50,00 persen pada tahun 2005 menjadi 57,8 persen
untuk S-2 dan 56,2 persen untuk S-3 pada tahun 2009.
Peningkatan kualitas pendidikan juga dapat dilihat dari akreditasi lembaga pen-
didikan yang mulai mengalami perbaikan. Hal ini ditunjukkan oleh semakin
banyaknya institusi pendidikan yang berakreditasi minimal B. Pada tahun 2009,
persentase penyelenggara pendidikan yang minimal berakreditasi B adalah 8,20
persen untuk jenjang SD, 19,00 persen untuk jenjang SMP, dan 19,20 persen
untuk jenjang SMA, serta 20 persen untuk jenjang SMK. Pada jenjang pendidi-
kan tinggi, persentase program studi yang berakreditasi minimal B sudah men-
capai sebesar 44,40 persen. Ditinjau dari kualitas dan daya saing institusinya,
beberapa perguruan tinggi telah masuk dalam peringkat 500 besar versi Times
Higher Education (THE), yaitu Universitas Indonesia, Institut Teknologi Bandung,
Universitas Gajah Mada, dan Universitas Airlangga. Terkait dengan kemampuan
kognitif siswa, pencapaian dapat ditunjukkan dengan peningkatan rata-rata nilai
Ujian Nasional (UN) siswa SMP/MTs/sederajat dari 6,28 pada tahun 2005 men-
jadi 6,87 pada tahun 2008 dengan tingkat kelulusan 92,76 persen. Sementara itu,
nilai UN siswa SMA/SMK/MA/sederajat meningkat dari 6,52 pada tahun 2005
menjadi 7,17 pada tahun 2008.
Pada tingkat SMP/sederajat dan SMA/sederajat, efektivitas dan efisiensi
pembelajaran juga dapat digambarkan oleh kemampuan kognitif siswa yang
antara lain diukur melalui prestasi siswa dalam UN. Meskipun mengalami
kenaikan secara konsisten, nilai rata-rata UN pada jenjang pendidikan menengah
sangat bervariasi terhadap lokasi dan jenis sekolah, dengan kisaran antara 5,81
di daerah tertinggal dan terpencil hingga 8,95 di daerah yang lebih maju pada
tahun 2007. Perbandingan kinerja antarsekolah, antarkabupaten, antarprovinsi
298
B
a
g
i
a
n
I
V
MEMELIHARA MOMENTUM PERUBAHAN
dan nasional yang dibuat berdasarkan rata-rata nilai ujian nasional menunjukkan
korelasi positif antara kondisi ekonomi dan nilai UN. Selain itu, tata kelola
penyelenggaraan UN mulai dari tahap perencanaan, pelaksanaan, dan monitoring
serta evaluasi juga masih belum optimal dan perlu terus ditingkatkan.
Dalam rangka penjaminan kualitas pendidikan vokasi, diselenggarakan kegiatan
sertifikasi kompetensi baik melalui jalur pendidikan formal di jenjang pendidikan
menengah dan pendidikan tinggi maupun melalui jalur pendidikan nonformal
yang berupa pendidikan kecakapan hidup. Pada jenjang pendidikan menengah
dan pendidikan tinggi, jumlah sertifikat kompetensi yang telah diterbitkan
sampai dengan akhir tahun 2008 masing-masing sekitar 1,3 juta dan 240.000
sertifikat. Sementara itu, jalur pendidikan nonformal telah menerbitkan sekitar
120.000 sertifikat pada periode 2006-2008.
2.2.3 Sasaran 3: Meningkatnya Relevansi Pendidikan dengan
Kebutuhan Pembangunan
Salah satu upaya Pemerintah dalam meningkatkan relevansi pendidikan dengan
kebutuhan pembangunan adalah dengan mengembangkan pendidikan kejuruan/
vokasi yang menitikberatkan pada peningkatan kemampuan lulusan untuk bekerja
atau menciptakan lapangan pekerjaan sendiri. Oleh karena itu, terus mendorong
minat masyarakat untuk melihat jalur pendidikan vokasi sebagai suatu pilihan.
Sampai saat ini, hasil yang patut dicatat adalah meningkatnya rasio jumlah
siswa SMA:SMK dari 32:68 pada tahun 2005 menjadi 46:54 pada tahun 2008.
Selain itu, peningkatan relevansi diupayakan melalui penyelenggaraan kurikulum
sekolah berbasis keunggulan lokal sehingga diharapkan keluaran pendidikan
sesuai dengan kebutuhan daerah setempat. Sampai dengan akhir tahun 2008,
SMA dan SMK yang telah
menyelenggarakan kurikulum
berbasis keunggulan lokal
masing-masing sebanyak 100
dan 341 sekolah. Pada jenjang
pendidikan tinggi, pendidikan
vokasi dikembangkan melalui
politeknik dan pendidikan
profesi. Perkembangan meng-
gem birakan terlihat dari me-
ning katnya APK pendidikan
ting gi vokasi dari 3,31 persen
pada tahun 2005 menjadi
3,8 persen pada tahun 2008
(Kementerian Pendidikan Nasional, 2009).
2.2.4 Sasaran 4: Meningkatnya Efektivitas dan Efisiensi
Manajemen Pelayanan Pendidikan
Berbagai perbaikan manajemen pendidikan telah dilakukan dalam rangka me-
mantapkan manajemen pelayanan pendidikan serta memberdayakan sekolah
melalui penerapan manajemen berbasis sekolah (MBS) untuk meningkatkan ke-
mandirian, kemitraan, keterbukaan, akuntabilitas, dan peran serta masyarakat.
Pada jenjang pendidikan tinggi, upaya pengembangan sistem yang transparan
299
B
a
g
i
a
n
I
V
Evaluasi Lima Tahun Pelaksanaan RPJMN 2004-2009
dan akuntabel telah dilak-
sanakan secara bertahap se-
jak tahun 1990-an melalui
pembiayaan berbasis kom-
petisi seperti hibah bersaing
di perguruan tinggi. Sebuah
kemajuan penting telah terjadi
terkait upaya pelembagaan
otonomi yang lebih luas dan
mendorong satuan pendidi-
kan untuk secara lebih profe-
sional melakukan pengelolaan
menuju efisiensi, efektivitas, dan akuntabilitas dengan ditetapkannya UU Nomor
9 Tahun 2009 tentang Badan Hukum Pendidikan (BHP). Perubahan status men-
jadi BHP untuk satuan pendidikan pada jenjang pendidikan dasar dan menengah
merupakan pilihan, sedangkan untuk perguruan tinggi merupakan keharusan.
Manajemen dan tata kelola pendi dikan juga sudah mengalami perbaikan
yang menggembirakan. Kemajuan ini ditandai dengan semakin meningkatnya
jumlah unit pelaksana teknis (UPT) yang telah bersertifikat ISO 9001:2000. Pada
tahun 2005, dari jumlah 47 UPT baru, 11 UPT telah bersertifikat ISO. Jumlah ini
mengalami peningkatan yang signifikan sehingga pada tahun 2008 semua UPT
atau sebanyak 47 UPT telah bersertifikat ISO 9001:2000. Berbagai pencapaian
dalam manajemen dan tata kelola tersebut masih menyisakan permasalahan
antara lain terkait mekanisme alokasi dan penyaluran dana pendidikan sangat
kompleks dan perlu penyederhanaan dalam rangka mendukung efisiensi
alokasi dan akuntabilitas yang lebih baik. Kebutuhan yang terus meningkat dan
keterbatasan sumber daya menuntut peningkatan efisiensi alokasi pada tahap
perencanaan dan penganggaran di samping efisiensi teknis dalam pelaksanaan
anggaran. Untuk itu, diperlukan upaya untuk terus menyelaraskan mekanisme
penyaluran sumber daya yang langsung dari pusat ke tingkat sekolah. Selain
itu, perlu dijaga agar kebijakan yang disertai pendanaan dari pusat tidak
mengakibatkan efek substitutif sebagaimana pengalaman implementasi Program
Bantuan Operasional Sekolah (BOS) yang memperlihatkan bahwa beberapa
Pemerintah Daerah menghentikan alokasi dana operasional ke sekolah setelah
menerima BOS.
Seiring dengan makin meningkatnya komitmen dari semua pihak, anggaran
pendidikan dari tahun ke tahun terus mengalami peningkatan yang berarti. Pada
tahun 2009, anggaran pendidikan sebesar 20 persen dari APBN dan APBD dapat
diwujudkan. Secara nasional anggaran pendidikan mencapai Rp207,4 triliun yang
dialokasikan melalui Belanja Pemerintah Pusat dan Transfer Daerah. Anggaran
tersebut meningkat secara signifikan dari anggaran tahun 2005 sebesar Rp81,25
triliun. Selain itu, kemitraan antara publik dan swasta dalam penyelenggaraan
pendidikan juga terus mengalami perkembangan.
III. Keberhasilan
Selama periode 2005-2009, beberapa program pembangunan pendidikan
yang patut dicatat keberhasilannya antara lain adalah pelaksanaan Program
300
B
a
g
i
a
n
I
V
MEMELIHARA MOMENTUM PERUBAHAN
Wajib Belajar Pendidikan Dasar Sembilan Tahun (Wajardikdas) dan Program
Peningkatan Mutu Pendidik dan Tenaga Kependidikan. Selain berhasil
menorehkan keberhasilan dalam penjaminan peningkatan kualitas pendidikan,
kedua program tersebut juga mempunyai porsi alokasi anggaran yang relatif
lebih besar dibandingkan dengan program-program lainnya.
3.1 Program Wajib Belajar Pendidikan Dasar Sembilan Tahun
Pada awal pelaksanaan RPJMN 2004-2009, diperkirakan masih terdapat 3,6
persen penduduk usia 7-12 tahun dan 19,0 persen penduduk usia 13-15
tahun yang tidak duduk di bangku sekolah, ditandai dengan angka partisipasi
sekolah (APS) sebesar 96,4 persen untuk penduduk usia 7-12 tahun dan 81,0
persen untuk penduduk usia 13-15 tahun. Susenas 2007 menyebutkan bahwa
mayoritas penduduk tidak lagi duduk di bangku sekolah karena alasan ekonomi.
Hal ini menyebabkan tingginya kesenjangan angka partisipasi pendidikan
antarkelompok status ekonomi pada waktu itu. Masyarakat miskin tidak
mampu menyediakan dana untuk membeli buku, seragam, alat tulis, dan biaya
transportasi untuk menuju ke sekolah.
Program Wajardikdas dipandang mampu meningkatkan akses penduduk kepada
jenjang pendidikan dasar, terutama melalui kegiatan penyediaan BOS dan
pemberian beasiswa kepada siswa yang berasal dari keluarga miskin. Kegiatan
ini dilaksanakan sejak tahun ajaran 2005/2006 menyediakan dana bantuan
operasional sekolah kepada SD/MI/Salafiyah Ula serta SMP/MTs/Salafiyah
Wustha. Sejalan dengan penerapan MBS, dana BOS disalurkan langsung melalui
rekening sekolah. Selain digunakan untuk membiayai kebutuhan operasional
sekolah, BOS juga dapat digunakan untuk membantu biaya pembelian buku teks
pembelajaran dan bantuan biaya transportasi siswa miskin yang mempunyai
kesulitan transportasi dari rumah ke sekolah dan sebaliknya.
Besaran BOS terus mengalami peningkatan dari tahun ke tahun baik dalam hal
cakupan maupun satuan biaya. Peningkatan cakupan BOS ini sejalan dengan
jumlah peserta didik di satuan pendidikan. Pada tahun 2005, dana BOS sebesar
Rp5,1 triliun diberikan kepada 39,6 juta siswa. Jumlah ini meningkat terus
menjadi sebesar Rp10,2 triliun bagi 39,8 juta siswa pada tahun 2006, sebesar
Rp11,6 triliun bagi 41,3 juta siswa pada tahun 2007, dan sebesar Rp11,9 triliun
bagi 41,9 juta siswa pada tahun 2008. Pada tahun 2009, dana BOS yang disalurkan
mencapai sebesar Rp19,2 triliun yang mencakup sebanyak 42,9 juta siswa.
Survei independen yang dilaksanakan oleh BPS pada tahun 2006 (Susenas, 2006)
menyebutkan bahwa terjadi peningkatan persentase siswa jenjang pendidikan
dasar yang dibebaskan dari biaya iuran sekolah dari 46,3 persen pada tahun
ajaran 2004/2005 menjadi sebesar 61,5 persen pada tahun ajaran 2005/2006.
Temuan ini diperkuat dengan data dari Badan Penelitian dan Pengembangan
Kementerian Pendidikan Nasional yang menyebutkan bahwa pada tahun 2006
terdapat sekitar 70,3 persen sekolah jenjang pendidikan dasar yang tidak
lagi memungut biaya sekolah. Meskipun pelaksanaannya masih perlu lebih
dimantapkan, penyediaan BOS turut mengurangi beban orang tua dalam
memenuhi kebutuhan biaya operasional sekolah. Dengan demikian, kualitas
pendidikan tetap dapat dipertahankan walaupun peran serta orang tua dalam
membiayai pendidikan semakin mengecil.
301
B
a
g
i
a
n
I
V
Evaluasi Lima Tahun Pelaksanaan RPJMN 2004-2009
Program wajardikdas berhasil meningkatkan angka partisipasi sekolah bagi
anak-anak usia 7-12 tahun dan 13-15 tahun. Gambar 4.13.1 menunjukkan
bahwa tingkat partisipasi sekolah secara umum meningkat dengan peningkatan
terbesar terjadi pada kelompok penduduk dengan tingkat kesejahteraan 20
persen terbawah (Kuintil 1). Selama kurun waktu 2005-2008, partisipasi sekolah
penduduk usia 7-12 tahun meningkat dari 95,4 persen menjadi 96,4 persen,
dan penduduk usia 13-15 tahun dari 73,8 persen menjadi 74,7 persen. Hal ini
menunjukkan bahwa partisipasi siswa yang berasal dari keluarga miskin untuk
masuk ke bangku sekolah semakin besar. Peningkatan juga terjadi pada kelompok
penduduk dengan tingkat kesejahteraan lebih baik (Penduduk kuintil 2-5), namun
peningkatannya tidak secepat dan sebesar yang terjadi pada penduduk di kuintil
1. Dari gambar tersebut juga dapat disimpulkan bahwa selama empat tahun
terakhir kesenjangan partisipasi sekolah antara penduduk termiskin dengan
terkaya semakin menyempit.
Gambar 4.13.1
Perkembangan Angka
Partisipasi Sekolah (APS) 2005-
2008 menurut Kelompok Usia
Sekolah dan Status Ekonomi
APS Penduduk Usia 7-12 Tahun
95,4 95,6 93,9 96,4 98,9 6 , 9 9 7 , 8 9 98,7
0
20
40
60
80
100
2005 2006 2007 2008
APS Penduduk Usia 13-15 Tahun
73,8 74,2
67,2
74,7
94,0 92,2 92,9 96,8
0
20
40
60
80
100
2005 2006 2007 2008
Quintile 1 (termiskin) Quintile 2
Quintile 3 Quintile 4
Quintile 5 (terkaya)
Sumber:
Susenas 2005-2008, BPS.
302
B
a
g
i
a
n
I
V
MEMELIHARA MOMENTUM PERUBAHAN
Meningkatnya jumlah siswa harus diikuti dengan meningkatnya ketersediaan dan
kualitas sarana dan prasarana yang memadai. Untuk itu, berusaha menyediakan
sarana dan prasarana pendidikan antara lain melalui pembangunan gedung unit
sekolah baru serta rehabilitasi gedung sekolah dan ruang kelas. Selain prasarana
pembelajaran, juga intensif memberikan bantuan bagi pembangunan prasarana
pendidikan lainnya seperti perpustakaan, laboratorium ilmu pengetahuan alam
(IPA), dan laboratorium bahasa. Khusus di daerah terpencil memperbanyak
pembangunan sekolah SD-SMP satu atap untuk meningkatkan akses penduduk
terhadap pelayanan pendidikan dasar di daerahnya.
3.2 Program Peningkatan Mutu Pendidik dan Tenaga
Kependidikan
Mutu pendidik dan tenaga kependidikan juga merupakan salah satu faktor penentu
kualitas pendidikan. Sebelumnya, kualifikasi akademik guru masih mengikuti standar
yang lama yaitu: minimal Diploma-2 (D2) untuk guru SD/MI, Diploma-3 (D3) untuk
guru SMP/MTs, dan S1 untuk guru SMA/SMK/MA. Pada tahun 2004 masih terdapat
sekitar 60,0 persen guru SD/MI yang hanya memiliki kualifikasi akademik D2.
Sementara itu, baru 75,0 persen guru SMP/MTs dan 82,0 persen guru SMA/SMK/
MA yang mampu memenuhi standar kualifikasi akademik tersebut.
UU Nomor 14 Tahun 2005 tentang Guru dan Dosen mengatur bahwa seluruh
guru harus memiliki kualifikasi akademik lebih tinggi lagi, yaitu minimal S1/D4.
Amanat UU ini diarahkan untuk menjamin kualitas pendidik dalam melaksanakan
kegiatan pembelajaran. Untuk itu, telah diberikan berbagai macam beasiswa
kepada guru yang belum memiliki kualifikasi akademik S1/D4 agar dapat mencapai
persyaratan minimum tersebut. Pada tahun 2008, proporsi guru yang memenuhi
kualifikasi akademik minimal S1/D4 mencapai sekitar 47,04 persen. Pada tahun
2009, tercatat 24,6 persen guru SD, 24 persen guru MI, 73,4 persen guru SMP, 58
persen guru MTs, 91,2 persen guru SMA, 85,8 persen guru SMK, dan 77 persen
guru MA yang memenuhi kualifikasi akademik. Selanjutnya, untuk meningkatkan
atau mempertahankan kualitas pembelajaran, juga diselenggarakan berbagai
pendidikan dan pelatihan dalam jabatan bagi guru serta peningkatan kompetensi
kepala sekolah dan pengawas agar menghasilkan tenaga kependidikan yang
mempunyai kapasitas lebih sebagai pengelola satuan pendidikan dan penjamin
mutu pelaksanaan pendidikan.
B
a
g
i
a
n
I
V
B
a
g
i
a
n
I
V
303
B
a
g
i
a
n
I
V
Evaluasi Lima Tahun Pelaksanaan RPJMN 2004-2009
Bab 4.14
Peningkatan Akses Masyarakat Terhadap
Layanan Kesehatan yang Lebih Berkualitas
I. Pengantar
K
esehatan seseorang menunjukkan kondisi seseorang yang mencakup
semua aspek yaitu fisik, mental, emosional, dan kehidupan sosial. Suatu
bangsa yang sehat akan memiliki sumber daya manusia yang unggul dan
mampu bersaing. Keunggulan sumber daya manusiayang disumbang oleh
kualitas kesehatan yang baik, bersama-sama dengan tingkat pendidikan dan
kesejahteraan yang tinggimerupakan modal dasar bagi peningkatan daya
saing bangsa. Hal tersebut diindikasikan oleh perbaikan Indeks Pembangunan
Manusia (IPM). Pembangunan kesehatan juga merupakan investasi untuk
mendukung pembangunan ekonomi dan memiliki peran penting dalam upaya
penanggulangan kemiskinan.
n
I
V
B
a
g
i
a
n
I
V
304
B
a
g
i
a
n
I
V
MEMELIHARA MOMENTUM PERUBAHAN
Pencapaian status kesehatan dan gizi masyarakat selama kurun waktu
pelaksanaan RPJMN 20042009 merupakan hasil kinerja seluruh komponen
sistem kesehatan yang dilaksanakan oleh pemerintah pusat dan daerah serta
berbagai komponen masyarakat. Sistem Kesehatan Nasional (SKN) menyebutkan
bahwa kinerja pembangunan kesehatan dicapai melalui peningkatan upaya
kesehatan, pembiayaan kesehatan, penguatan kualitas sumber daya manusia
kesehatan, penyediaan sediaan farmasi, alat kesehatan dan makanan, penguatan
manajemen dan informasi kesehatan, dan pemberdayaan masyarakat. Kinerja
pembangunan kesehatan juga didukung oleh pembangunan sektor lain seperti
ekonomi, pendidikan, dan budaya.
II. Pencapaian Prioritas
2.1 Gambaran Pencapaian
Sasaran pembangunan kesehatan dalam RPJMN 2004-2009 adalah meningkatnya
derajat kesehatan masyarakat melalui peningkatan akses masyarakat terhadap
pelayanan kesehatan yang tercermin dari indikator dampak: (1) meningkatnya
umur harapan hidup (UHH) dari 66,2 tahun menjadi 70,6 tahun; (2) menurunnya
angka kematian bayi (AKB) dari 35 menjadi 26 per 1.000 kelahiran hidup; (3)
menurunnya angka kematian ibu (AKI) melahirkan dari 307 menjadi 226 per
100.000 kelahiran hidup; dan (4) menurunnya prevalensi gizi kurang pada anak
balita dari 25,8 persen (Survei GAKY, 2002) menjadi 20,0 persen. Pencapaian
dari indikator status kesehatan dan gizi masyarakat tersebut terus menunjukkan
perbaikan, seperti tampak pada Tabel 4.14.1.
Catatan:
1
) Sasaran status kesehatan dalam bentuk impact (outcome) sehingga tidak tersedia data tahunan;
2)
Pencapaian bersumber dari hasil proyeksi BPS;
3)
Bersumber dari SDKI 2002-2003;
4)
Bersumber
dari Survei GAKY tahun 2002;
5)
Bersumber dari SDKI 2007;
6)
Bersumber dari Riskesdas 2007;
7)
Status terakhir AKI dan AKB akan didapatkan melalui survei penduduk (SP) tahun 2010;
8)
Status terakhir prevalensi kekurangan gizi akan didapatkan melalui Riskesdas tahun 2010.
2.2 Evaluasi Pencapaian
2.2.1 Sasaran 1: Meningkatnya Umur Harapan Hidup dari 66,2
Tahun Menjadi 70,6 Tahun
UHH penduduk Indonesia terus meningkat. Berdasarkan data Badan Pusat
Statistik (BPS) tahun 2008, UHH pada tahun 2009 adalah 70,7 tahun, dengan
demikian sasaran usia harapan hidup sebesar 70,6 tahun dalam RPJMN 2004
2009 telah tercapai. Secara umum UHH perempuan lebih tinggi daripada UHH
laki-laki. Dengan adanya kecenderungan makin meningkatnya rata-rata UHH
tersebut, terdapat beberapa konsekuensi logis yang perlu diantisipasi dalam
Tabel 4.14.1
Sasaran dan Pencapaian
Peningkatan Akses Masyarakat
terhadap Layanan Kesehatan
yang Lebih Berkualitas, Tahun
2005-20091)
305
B
a
g
i
a
n
I
V
Evaluasi Lima Tahun Pelaksanaan RPJMN 2004-2009
hal penyediaan pelayanan kesehatan, yaitu: (1) peningkatan tenaga kesehatan
dan infrastruktur yang sesuai dengan peningkatan jumlah penduduk (proporsi
tenaga kesehatan per penduduk); (2) peningkatan jumlah dan kualitas sarana
dan prasarana pelayanan kesehatan (rumah sakit, pusat kesehatan masyarakat
atau puskesmas, pondok bersalin desa atau polindes, dan lain-lain); dan (3)
peningkatan pelayanan kesehatan seperti cakupan imunisasi.
2.2.2 Sasaran 2: Menurunnya Angka Kematian Bayi dari 35
Menjadi 26 Per 1.000 Kelahiran Hidup
AKB, angka kematian anak di bawah lima tahun/balita (AKBA), dan angka
kematian neonatal (usia 0-28 hari) dalam empat tahun terakhir mengalami
perlambatan penurunan. Data SDKI tahun 2007 menunjukkan penurunan
AKB dari 35 per 1.000 kelahiran hidup pada tahun 2004 menjadi 34 per 1.000
kelahiran hidup pada tahun 2007, namun angka ini masih jauh lebih tinggi
dari target AKB dalam RPJMN 2004-2009 sebesar 26 per 1.000 kelahiran hidup
maupun target MDGs pada tahun 2015 sebesar 23 per 1.000 kelahiran hidup.
AKBA juga mengalami penurunan dari 46 menjadi 44 per 1.000 kelahiran hidup
pada tahun 2007. Sementara itu, angka kematian neonatal menurun dari 20
menjadi 19 per 1.000 kelahiran hidup pada tahun 2007. Kematian neonatal
memberikan kontribusi terhadap dua pertiga kematian bayi, sehingga perhatian
kepada upaya penurunan angka kematian neonatal menjadi penting.
Penyebab tingginya kematian bayi dan kematian neonatal terutama berkaitan
dengan cakupan dan kualitas imunisasi yang masih rendah. Cakupan imunisasi
lengkap anak balita baru mencapai 58,6 persen (SDKI, 2007) meningkat dari 51,5
persen (SDKI, 2002-2003), sedangkan cakupan imunisasi campak meningkat
menjadi 76,4 persen (SDKI, 2007) dari 71,6 persen (SDKI, 2002-2003). Kualitas
imunisasi masih perlu ditingkatkan mengingat tingkat drop out untuk diptheri
pertusis tetanus (DPT) 1 ke DPT3 masih 12 persen. Demikian pula pemberian
imunisasi tepat waktu masih rendah, yaitu DPT3 masih 54 persen dan campak 46
persen (Survei Cakupan Imunisasi Nasional, 2007).
Selain itu, tingginya kematian bayi dan neonatal disebabkan oleh: masih
rendahnya status gizi ibu hamil; masih rendahnya pemberian air susu ibu (ASI)
eksklusif; masih tingginya angka kesakitan terutama diare, asfiksia, dan infeksi
saluran pernapasan akut (ISPA) akibat buruknya kondisi kesehatan lingkungan,
Tabel 4.14.2
Cakupan Imunisasi Anak Usia
12-23 Bulan di Indonesia,
Tahun 2002/2003-2007
Sumber:
SDKI 2002/2003 dan SDKI
2007.
306
B
a
g
i
a
n
I
V
MEMELIHARA MOMENTUM PERUBAHAN
seperti rendahnya cakupan air bersih dan sanitasi, dan kondisi perumahan
yang tidak sehat; serta belum optimalnya pemanfaatan pos pelayanan terpadu
(Posyandu) selain determinan sosial budaya lainnya.
2.2.3 Sasaran 3: Menurunnya Angka Kematian Ibu Melahirkan
dari 307 Menjadi 226 Per 100.000 Kelahiran Hidup
AKI selama empat tahun terakhir telah menurun secara nyata. Berdasarkan hasil
SDKI tahun 2007, AKI menurun dari 307 per 100.000 kelahiran hidup menjadi 228
per 100.000 kelahiran hidup pada tahun 2007. Angka ini telah mendekati sasaran
dalam RPJMN 2004-2009 yaitu 226 per 100.000 kelahiran hidup. Namun, angka
ini masih cukup tinggi bila dibandingkan dengan sasaran MDGs, yaitu sebesar
102 per 100.000 kelahiran hidup pada tahun 2015.
Akses dan kualitas pelayanan kesehatan ibu yang masih rendah menjadi penyebab
utama masih tingginya kematian ibu. Kondisi ini ditandai dengan rendahnya
kepatuhan ibu dalam menjaga kesehatan dan rendahnya pertolongan persalinan
oleh tenaga kesehatan terlatih. Persentase persalinan yang ditolong oleh tenaga
kesehatan terlatih pada tahun 2008 hanya sebesar 74,87 persen. Selain itu,
tingginya kematian ibu melahirkan dipengaruhi juga oleh belum optimalnya
71.52
70.42
72.41
72.53
74.87
70
71
72
73
74
75
76
2004 2005 2006 2007 2008
Gambar 4.14.1
Persentase Persalinan yang
Ditolong
oleh Tenaga Kesehatan
Menurut Provinsi
Sumber:
Susenas 20042008, BPS.
307
B
a
g
i
a
n
I
V
Evaluasi Lima Tahun Pelaksanaan RPJMN 2004-2009
konsumsi kapsul vitamin A (71,5 persen) dan tablet besi (92,2 persen) pada ibu
hamil, terbatasnya sarana pelayanan kesehatan, seperti pelayanan obstetrik
neonatal emergensi dasar (PONED) di puskesmas, pelayanan obstetrik neonatal
emergensi komprehensif (PONEK) di rumah sakit, polindes dan unit transfusi
darah. Persentase ibu melahirkan yang difasilitasi pelayanan kesehatan baru
mencapai sekitar 46 persen. Kondisi ini terutama akibat kendala jarak dan biaya,
serta masalah budaya masyarakat.
2.2.4 Sasaran 4: Menurunnya Prevalensi Kurang Gizi pada Anak
dan Balita dari 25,8 Persen Menjadi 20,0 Persen dari
Jumlah Penduduk
Prevalensi kekurangan gizi pada anak balita adalah sebesar 18,4 persen terdiri
dari gizi kurang 13,0 persen dan gizi buruk 5,4 persen (Riskesdas, 2007). Angka
tersebut telah melampaui target RPJMN 2004-2009 sebesar 20,0 persen.
Meskipun secara prevalensi menurun dari tahun 2005, yaitu sebesar 25,8 persen
(Berdasarkan survei GAKY tahun 2002), sedangkan hasil survei Susenas tahun
2005 menunjukkan angka 28 persen, namun jika dilihat dari jumlah penduduk
dan proporsi balita pada tahun yang sama, beban masalah yang dihadapi masih
cukup besar. Berdasarkan data Riskesdas, pada tahun 2007 prevalensi terendah
masalah gizi buruk dan gizi kurang adalah Provinsi DI Yogyakarta (10,9 persen)
dan tertinggi adalah Provinsi Nusa Tenggara Timur (33,6 persen).
Beberapa faktor yang mempengaruhi penanganan masalah gizi antara lain: (1)
masih tingginya angka kemiskinan; (2) rendahnya kesehatan lingkungan; (3)
belum optimalnya kerjasama lintas sektor dan lintas program; (4) melemahnya
partisipasi masyarakat; (5) terbatasnya aksesibilitas pangan pada tingkat ke-
luarga terutama pada keluarga miskin; (6) tingginya penyakit infeksi; (7) belum
memadainya pola asuh ibu; (8) rendahnya akses keluarga terhadap pelayanan
kesehatan dasar. Beberapa upaya perbaikan gizi yang telah dilaksanakan antara
lain: (1) pemberian makanan pendamping air susu ibu (MPASI); (2) pemberian
ASI eksklusif; (3) pemberian kapsul vitamin A kepada balita; dan (4) pemberian
tablet besi (Fe) pada ibu hamil.
III. Keberhasilan
Berbagai keberhasilan pelaksanaan program telah dicapai dalam pelaksanaan
pembangunan kesehatan. Di antara sejumlah program yang dilaksanakan,
berikut disampaikan keberhasilan program upaya kesehatan masyarakat serta
program pengendalian dan pemberantasan penyakit.
3.1 Program Upaya Kesehatan Masyarakat
Program Upaya Kesehatan Masyarakat bertujuan untuk meningkatkan jumlah,
pemerataan, dan kualitas pelayanan kesehatan melalui puskesmas dan
jaringannya. Selama kurun waktu lima tahun tujuan pelaksanaan program ini
telah tercapai yang tercermin dari beberapa hal seperti peningkatan cakupan
jaminan kesehatan masyarakat (Jamkesmas), kunjungan rawat jalan, penyediaan
puskesmas dan posyandu, serta pelayanan kesehatan rujukan.
308
B
a
g
i
a
n
I
V
MEMELIHARA MOMENTUM PERUBAHAN
Dalam rangka meningkatkan akses penduduk miskin dan kurang mampu pada
pelayanan kesehatan, Pemerintah melalui Program Jamkesmas yang merupakan
bagian dari Program Upaya Kesehatan Masyarakat memberikan jaminan
pelayanan kesehatan kepada penduduk miskin. Melalui program ini seluruh
penduduk miskin dapat memperoleh pelayanan kesehatan di puskesmas dan
jaringannya serta ruang rawat inap kelas III rumah sakit secara gratis. Cakupan
jamkesmas terus meningkat dari 36,4 juta orang pada tahun 2005 menjadi 76,4
juta orang pada tahun 2009. Selain dari jumlah sasaran, pencapaian program
ini dapat dilihat melalui utilisasi pelayanan (visit rate), cakupan pemeriksaan
kehamilan, persalinan, nifas, dan perawatan bayi baru lahir.
Pada tahun 2008, jumlah kunjungan rawat jalan tingkat pertama di puskesmas
mencapai 25.347.353 kunjungan, kunjungan rawat jalan tingkat lanjut di rumah
sakit mencapai 866.582 kunjungan, dan pemanfaatan rawat inap tingkat lanjut
di ruang rawat inap kelas III rumah sakit mencapai 495.656 kunjungan. Selain
itu, pada tahun 2007, penduduk miskin yang telah mendapat pelayanan kasus
khusus seperti pertolongan persalinan sebanyak 585.711 orang, hemodialisa
sebanyak 9.893 orang, operasi jantung sebanyak 4.743 orang, dan operasi
caesar 5.637 orang. Sampai dengan tahun 2008, telah tersedia 1.319 rumah sakit
yang melayani jamkesmas, mencakup 49,4 persen rumah sakit swasta dan 50,6
persen rumah sakit pemerintah.
Sampai dengan akhir tahun 2009, telah tersedia 8.481 puskesmas yang terdiri
dari 6.110 puskesmas nonperawatan dan 2.438 puskesmas perawatan, 22.347
puskesmas pembantu, 6.957 puskesmas keliling roda empat, dan 838 puskesmas
keliling air (Pusat Data dan Informasi Kementerian Kesehatan, 2009). Jumlah ini
telah meningkat dari tahun 2005 yang banyaknya adalah 7.669 puskesmas (Profil
Kesehatan, 2005). Dalam rangka memperluas jaringan pelayanan kesehatan
dasar di tingkat desa, sampai dengan akhir tahun 2009 telah dibangun pos
kesehatan desa (Poskesdes) sebagai salah satu upaya perwujudan desa siaga.
Sampai dengan akhir tahun 2008 jumlah poskesdes adalah 11.287 poskesdes
(Podes 2008, BPS).
Kegiatan berbasis pember dayaan masyarakat juga terus dilaksanakan sebagai
upaya untuk mempercepat penurunan AKB, AKI, dan meningkatkan status gizi
balita. Upaya tersebut antara lain dengan pengembangan posyandu. Pada saat
ini, tercatat posyandu aktif sebanyak 269.202 posyandu. Angka ini meningkat
diban dingkan tahun 2004 yang sebanyak 238.699 posyandu. Jumlah balita
yang terlayani kegiatan posyandu juga mengalami peningkatan dari 43 persen
menjadi 60 persen selama kurun waktu 2004-2008. Sampai dengan tahun 2009,
juga telah dikembangkan 1.000 pos kesehatan pesantren (Poskestren) dan 229
mushola sehat.
Dalam rangka meningkatkan pelayanan kesehatan rujukan, berbagai rumah
sakit terus ditingkatkan kemampuannya, baik daya tampung untuk perawatan
maupun peningkatan fasilitas pelayanan medik, seperti ruang operasi, unit gawat
darurat (UGD), ruang isolasi, unit transfusi darah, dan laboratorium kesehatan
serta penambahan jumlah tempat tidur. Dari sisi kuantitas, jumlah rumah sakit
sebagai fasilitas pelayanan kesehatan rujukan terus meningkat walaupun dalam
jumlah yang relatif lambat dibandingkan dengan peningkatan jumlah penduduk.
Jumlah tempat tidur yang tersedia mencapai 139.000 buah. Rasio tempat tidur
309
B
a
g
i
a
n
I
V
Evaluasi Lima Tahun Pelaksanaan RPJMN 2004-2009
rumah sakit terhadap penduduk secara nasional pada 2008 adalah satu tempat
tidur per 1.528 penduduk (Profil Kesehatan, 2008). Penambahan fasilitas tempat
tidur di rumah sakit akan terus menjadi prioritas dalam upaya mengantisipasi
munculnya berbagai penyakit akibat transisi demografi dan epidemiologi.
3.2 Program Pengendalian dan Pemberantasan
Penyakit Menular
Penyakit dan infeksi menular masih tetap merupakan masalah kesehatan
masyarakat yang menonjol di Indonesia. Untuk itu, program ini dilaksanakan
dengan tujuan mengurangi dampak penyakit menular maupun tidak menular
yang terjadi di masyarakat. Pelaksanaan program ini telah menunjukkan
keberhasilan dengan menurunnya berbagai kasus penyakit seperti tuberculosis
(TB) dan malaria, serta peningkatan cakupan pelayanan imunisasi.
Penemuan kasus TB dapat ditingkatkan dari 54 persen menjadi 73 persen
pada tahun 2008. Demikian pula angka penyembuhannya telah mencapai
84 persen pada tahun 2008 dengan target internasional sebesar 85 persen.
Upaya peningkatan penanggulangan TB yang telah dilakukan mencakup: (1)
perluasan pelayanan TB di sektor pemerintah, non pemerintah, dan swasta;
(2) perluasan pelayanan deteksi dini TB; (3) peningkatan perawatan penderita
TB mela lui Directly Observed Treat ment Short Course (DOTS) di rumah sakit;
(4) implementasi International Standard for TB Care (ISTC) melalui kolaborasi
dengan organisasi profesi; (5) mengikutsertakan dokter umum praktik swasta
dalam upaya penanggulangan TB; (6) kampanye melalui media massa; dan (7)
pelayanan TB berbasis komunitas.
Angka annual malaria incidence (AMI) penyakit malaria menurun dari 21,29
kasus per 1.000 penduduk pada tahun 2004 menjadi 16,62 kasus per 1.000
penduduk pada tahun 2008. Sedangkan angka annual paracite incidence (API)
juga menurun dari 0,19 kasus per 1.000 penduduk pada tahun 2006 menjadi 0,16
kasus per 1.000 penduduk pada tahun 2008. Upaya penanggulangan malaria
yang dilakukan antara lain pengobatan massal, survei jentik, penyemprotan
rumah, penyelidikan vektor penyakit, dan tindakan lain seperti pengeringan
tempat perindukan.
Kasus human immunodeficiency virus (HIV) dan acquired immunodeficiency
syndrome (AIDS) terus meningkat jumlahnya dari tahun ke tahun. Sampai
dengan akhir tahun 2008, dilaporkan jumlah kumulatif kasus AIDS adalah
sebanyak 16.110 kasus (Kemenkes, 2008). Sementara itu, jumlah kumulatif
kasus HIV pada tahun 2008 sebesar 6.015 kasus. Secara nasional, prevalensi
HIV sebesar 0,2 persen. Angka prevalensi AIDS tertinggi terjadi di Papua yaitu
sebesar 0,13 persen. Upaya penanganan HIV dan AIDS terus diperbaiki untuk
mengurangi risiko penularan penyakit HIV dan AIDS. Upaya penanggulangan HIV
dan AIDS yang telah dilakukan mencakup: (1) pencegahan penularan HIV dan
AIDS (baik melalui alat suntik, transmisi seksual, penularan HIV dari ibu ke bayi);
(2) pengembangan dan penguatan pelayanan konseling dan testing sukarela;
dan (3) perawatan, dukungan, dan pengobatan pada orang dengan HIV dan AIDS
(ODHA), termasuk pemberian antiretroviral (ARV).
310
B
a
g
i
a
n
I
V
MEMELIHARA MOMENTUM PERUBAHAN
Angka kematian penderita demam berdarah dengue (DBD) menurun dari 1,01
persen per 100.000 penduduk pada tahun 2004 menjadi 0,86 persen per 100.000
penduduk pada tahun 2008. Penurunan angka kematian ini menunjukkan semakin
meningkatnya kualitas penatalaksanaan kasus DBD di puskesmas maupun rumah
sakit. Upaya penanggulangan DBD yang telah dilakukan adalah: (1) penyelidikan
epidemiologi dan penanggulangan kejadian luar biasa (KLB); (2) pemberantasan
vektor; (3) penatalaksanaan kasus; (4) penyuluhan; (5) kemitraan dalam wadah
kelompok kerja nasional (Pokjanal); dan (6) peningkatan peran serta masyarakat
seperti melalui program juru pemantau jentik nyamuk (Jumantik), desa siaga,
dan pemuda siaga. Kegiatan pencegahan dan penanggulangan ini dilakukan
karena kecenderungan kasus DBD di Indonesia semakin meningkat dari tahun
ke tahun. Angka tingkat kejadian (incidence rate) DBD juga menurun dari 71,78
kasus per 100.000 penduduk pada tahun 2007 menjadi 60,06 kasus per 100.000
penduduk pada tahun 2008.
Jumlah kasus diare meningkat pada dari 3.314 kasus pada tahun 2004 menjadi
10.980 kasus pada tahun 2006. Angka tersebut menurun menjadi 8.443 pada
tahun 2008. Angka kematian kasus diare meningkat dari 1,60 persen pada
tahun 2004 menjadi 2,52 pada tahun 2006 dan menurun menjadi 2,48 persen
pada tahun 2008. Upaya penanggulangan diare yang telah dilakukan adalah:
(1) penerapan perilaku hidup bersih dan sehat (PHBS); (2) meningkatkan
ketersediaan air bersih dan sanitasi dasar; dan (3) menyediakan upaya pelayanan
kesehatan yang responsif.
Selanjutnya, persentase balita yang mendapat imunisasi dasar terus meningkat.
Pada tahun 2006, persentase cakupan balita yang mendapat imunisasi campak
dan DPT masing-masing mencapai 85 persen dan 87 persen. Berdasarkan data
Riskesdas 2007, persentase nasional imunisasi Bacillus Calmette-Guerin (BCG)
pada anak usia 12-23 bulan adalah 86,9 persen, polio 3 sebesar 71 persen, DPT
3 sebesar 67,7 persen, dan HB3 sebesar 62,8 persen.
Sementara itu, hasil
survei yang dilaksanakan
Fakultas Kesehatan
Masyarakat Universitas
Indonesia yang didukung
World Health Organization
(WHO), United Nations
Childrens Fund (UNICEF),
dan United States
Agency for International
Development (USAID)
(MMC/IP) pada 2007
mengungkapkan bahwa
secara umum akses
terhadap pelayanan
imunisasi di Indonesia
cukup baik. Imunisasi BCG
mencapai cakupan 91
persen, DPT 1 87 persen,
dan BCG scar 80 persen,
311
B
a
g
i
a
n
I
V
Evaluasi Lima Tahun Pelaksanaan RPJMN 2004-2009
sedangkan anak yang tidak pernah mendapat imunisasi mencapai empat persen.
Drop-out rate untuk DPT 1 sampai DPT 3 masih cukup tinggi, yaitu 12 persen.
Alasan utama tidak imunisasi adalah akibat kurangnya pemahaman ibu tentang
pentingnya pemberian imunisasi pada anak. Selanjutnya, kualitas imunisasi juga
ditunjukkan melalui kepemilikan kartu menuju sehat (KMS). Pada tahun 2007,
jumlah kepemilikan KMS adalah sebesar 52 persen. Pelaksanaan pelayanan
imunisasi sebagian besar dilaksanakan melalui posyandu yaitu sebesar 70 persen,
sedangkan yang dilayani melalui pusat pelayanan kesehatan dasar (puskesmas)
sebesar sepuluh persen.
Tabel 4.14.3
Perkembangan Kasus dan
Prevalensi Penyakit, Tahun
2004-2008
Sumber:
1) Profil Kesehatan (berbagai
tahun); 2) Kementerian
Kesehatan (berbagai tahun);
3) Data Program PP & PL
Kemenkes, 2008.
312
B
a
g
i
a
n
I
V
MEMELIHARA MOMENTUM PERUBAHAN
Bab 4.15
Peningkatan Perlindungan dan
Kesejahteraan Sosial
I. Pengantar
P
embangunan kesejahteraan sosial selama kurun waktu pelaksanaan RPJMN
20042009 ditujukan untuk memenuhi hak-hak dasar manusia dan
memutus rantai kemiskinan. Namun, beberapa permasalahan pokok yang
masih dihadapi adalah belum terpenuhinya seluruh kebutuhan dasar, seperti
pangan, sandang, dan perumahan, serta minimnya aksesibilitas masyarakat yang
kurang mampu terhadap berbagai sumber pelayanan sosial dasar.
Tantangan ke depan akan semakin berat karena kompleksitas permasalahan
sosial yang semakin berkembang searah dengan perkembangan kondisi
sosial masyarakat. Permasalahan tersebut mencakup antara lain besarnya
B
a
g
B
a
g
i
a
n
I
V
313
B
a
g
i
a
n
I
V
Evaluasi Lima Tahun Pelaksanaan RPJMN 2004-2009
jumlah penyandang masalah kesejahteraan sosial (PMKS), luasnya cakupan
pelayanan yang masih harus diberikan, kurang efektifnya penyelenggaraan
bantuan dan jaminan sosial, serta kejadian bencana alam maupun sosial
atau perubahan kondisi ekonomi yang besaran maupun frekuensinya sulit
diprediksi.
Peningkatan perlindungan dan kesejahteraan sosial merupakan salah satu
prioritas pembangunan bidang sosial terutama perlindungan kepada mereka
yang termasuk ke dalam kelompok penduduk miskin dan rentan. Perlindungan
dan kesejahteraan sosial di Indonesia diwujudkan dalam bentuk bantuan sosial
dan jaminan sosial. Bantuan sosial merupakan bantuan yang diberikan secara
langsung tanpa adanya kewajiban berkontribusi dari masyarakat, sedangkan
jaminan sosial berbasis asuransi merupakan sistem yang mewajibkan kontribusi
dari setiap peserta.
Pemerintah secara bertahap terus menyempurnakan sistem jaminan sosial
berbasis asuransi terutama untuk kelompok masyarakat miskin dan rentan.
Pembangunan sistem jaminan sosial nasional dimulai saat disahkannya UU
Nomor 40 Tahun 2004 tentang Sistem Jaminan Sosial Nasional (SJSN). UU SJSN
merupakan suatu sistem jaminan sosial yang diharapkan mampu melayani
seluruh lapisan masyarakat dan memberdayakan mereka yang lemah dan tidak
mampu, untuk dapat mempertahankan kehidupan yang layak sesuai dengan
martabat kehidupan manusia.
II. Pencapaian Prioritas
2.1 Gambaran Pencapaian
Dalam upaya pemenuhan kebutuhan dasar dan perlindungan sosial bagi masyarakat
yang sangat miskin, kelompok masyarakat yang masih tertinggal (komunitas adat
terpencil), anak, lanjut usia, penyandang cacat telantar, korban bencana alam dan
sosial, serta kelompok rentan lainnya, termasuk upaya peningkatan aksesibilitas
PMKS terhadap pelayanan sosial dasar, Pemerintah telah menyediakan sarana
dan prasarana pelayanan dan rehabilitasi sosial, meningkatkan pemberdayaan
sosial ekonomi, melaksanakan pemberian jaminan sosial, serta meningkatkan
kemampuan dan keberdayaan mereka melalui pendidikan.
Gambaran pencapaian sasaran program-program perlindungan sosial dapat
dilihat secara ringkas melalui tabel berikut ini.
314
B
a
g
i
a
n
I
V
MEMELIHARA MOMENTUM PERUBAHAN
Tabel 4.15.1
Sasaran dan Pencapaian
Peningkatan Perlindungan dan
Kesejahteraan Sosial, Tahun
20052009
Sumber:
Kementerian Sosial,
20052009.
315
B
a
g
i
a
n
I
V
Evaluasi Lima Tahun Pelaksanaan RPJMN 2004-2009
2.2 Evaluasi Pencapaian
2.2.1 Sasaran 1, 2, 3 dan 4: Meningkatnya Aksesibilitas
Penyandang Masalah Kesejahteraan Sosial terhadap
Pelayanan Sosial Dasar; Meningkatnya Jangkauan
Pelayanan Terhadap PMKS dan Rehabilitasi Sosial
Terutama Penyandang Cacat, Penyandang Masalah
Keterlantaran, Ketunaan Sosial Dan Penyimpangan
Perilaku; Meningkatnya Kemampuan dan Kepedulian
Sosial Masyarakat dalam Pelayanan Kesejahteraan
Sosial Secara Melembaga dan Berkelanjutan; dan
Meningkatnya Ketahanan Sosial Individu, Keluarga dan
Komunitas Masyarakat dalam Mencegah dan Menangani
Permasalahan Kesejahteraan Sosial
Kegiatan yang dilaksanakan me-
la lui program-program ber da-
sar kan sasaran-sasaran di bi-
dang perlindungan sosial yang
dinyatakan dalam RPJMN tahun
20042009 ditujukan antara lain
untuk meningkatkan jangkauan
dan aksesibilitas penyandang ma-
sa lah kesejahteraan sosial kepa da
pelayanan sosial dasar.
Pelaksanaan kegiatan untuk per-
lindungan, pelayanan dan reha-
bilitasi kesejahteraan so sial anak
selama tahun 2005-2009 telah
menjangkau sekitar 384.737 anak
telantar, 250.210 anak jalanan,
42.928 anak nakal, dan 30.245
anak cacat. Namun, jumlah anak
yang telah memperoleh pelayanan dan rehabilitasi sosial tersebut masih jauh
dari yang diharapkan yaitu hanya mencapai 0,89 persen, apabila dibandingkan
dengan jumlah seluruh anak usia 0-18 tahun yang berjumlah 79.898.000 jiwa
(BPS, 2006). Jumlah anak telantar yang mendapatkan pelayanan sosial pada
tahun 2009 dibandingkan tahun 2008 mengalami peningkatan yaitu menjadi
84 persen karena adanya tambahan bantuan permakanan di panti-panti sosial.
Selain itu, pelaksanaan pelayanan sosial ini bergantung pada alokasi anggaran
dekonsentrasi. Jumlah anak jalanan yang mendapatkan pelayanan sosial pada
tahun 2009 mengalami peningkatan yang cukup tinggi yaitu 578 persen jika
dibandingkan tahun 2008, karena adanya kegiatan Pelayanan Kesejahteraan
Sosial Anak (PKSA) bagi anak jalanan yang berada di kota-kota besar.
Pelayanan sosial kepada lanjut usia selain dilakukan di dalam panti wredha juga
dilakukan di luar panti. Kegiatan yang dilakukan meliputi pemenuhan kebutuhan
dasar, pemberian modal Usaha Ekonomi Produktif (UEP), Jaminan Sosial Lanjut
Usia (JSLU) telantar dan pengembangan lembaga kesejahteraan lanjut usia
316
B
a
g
i
a
n
I
V
MEMELIHARA MOMENTUM PERUBAHAN
(home care, community care, day care). Jumlah lanjut usia yang mendapatkan
bantuan pemenuhan kebutuhan dasar dan UEP mengalami peningkatan yang
cukup tinggi yaitu 23.259 jiwa atau naik sekitar 147 persen selama tahun
20052009. Cakupan jumlah lanjut usia yang mendapatkan pelayanan sosial
pada tahun 2009 sebanyak 39.179 jiwa masih sangat kecil apabila dibandingkan
dengan jumlah seluruh lanjut usia yang besarnya 17.313.000 jiwa atau hanya
0,23 persennya. Kegiatan uji coba jaminan sosial bagi lanjut usia melalui JSLU
telantar dilaksanakan sejak tahun 2006, namun sampai tahun 2009 kegiatan
tersebut hanya menjangkau jumlah yang masih terbatas yaitu 10.000 jiwa.
Bantuan JSLU umumnya digunakan untuk pembelian makanan (beras, susu, dan
buah) dan biaya pengobatan bagi mereka yang tidak menerima Jamkesmas.
Pelayanan dan rehabilitasi sosial untuk penyandang cacat sampai dengan
tahun 2009 telah diberikan kepada 242.312 penyandang cacat. Selain itu,
telah dilaksanakan pula penyaluran jaminan sosial kepada 17.000 penyandang
cacat berat (JS-Paca) yang uji cobanya dimulai tahun 2006. Pada tahun 2008-
2009 terjadi penurunan jumlah sasaran penyandang cacat yang disebabkan
berkurangnya alokasi anggaran dekonsentrasi dan adanya pengalihan bantuan
kelompok usaha bersama penyandang cacat ke unit pemberdayaan sosial.
Namun, pengalihan bantuan ini belum sepenuhnya dilaksanakan, karena unit
pemberdayaan sosial masih memprioritaskan pemberian bantuan kepada
fakir miskin dan belum memasukkan penyandang cacat sebagai target sasaran
pemberdayaan.
Jumlah seluruh Komunitas Adat Terpencil (KAT), menurut data Kementerian
Sosial tahun 2009, adalah 213.070 kepala keluarga (KK) yang tersebar di 2.935
lokasi. Sampai tahun 2009, jumlah KAT yang telah diberdayakan masih sangat
kecil bila dibandingkan seluruh KAT, yaitu hanya menjangkau 75.621 KK atau
sekitar 32,95 persen. Cakupan kegiatan pemberdayaan KAT selama tahun 2005-
2009 mengalami peningkatan, yaitu dari 52.283 KK menjadi 75.621 KK atau naik
sekitar 44,65 persen. Salah satu komponen bantuan dan pelayanan sosial dasar
bagi KAT adalah pemberian perumahan sederhana atau bahan bangunan rumah.
Pelaksanaan kegiatan tahun 2005-2007 belum memperhitungkan indeks harga
rumah, namun hanya berdasarkan alokasi wilayah barat dan timur. Sementara
itu, pelaksanaan tahun 2008-2009 telah memperhitungkan indeks harga rumah.
Terkait dengan asuransi, jumlah PMKS yang mendapatkan bantuan asuransi
kesejahteraan sosial (askesos) selama 2005-2009 mencapai 166.400 orang.
Jumlah PMKS yang mendapat bantuan askesos meningkat dari tahun ke tahun.
Tahun 2005 PMKS yang mendapat bantuan askesos hanya sebanyak 13.400
orang, kemudian meningkat menjadi 20.200 orang pada tahun 2006, 39.000
orang pada tahun 2007, 42.600 orang tahun 2008, dan menjadi 51.200 orang
pada tahun 2009.
Sejak tahun 2005, Pemerintah menyalurkan Bantuan Langsung Tunai (BLT) untuk
19,01 juta Rumah Tangga Sasaran (RTS) dan tahun 2008-2009 kepada 18,5 juta
RTS berdasarkan Pendataan Program Perlindungan Sosial (PPLS) tahun 2008 yang
dilakukan BPS. Data RTS penerima BLT tahun 2008 merupakan data tahun 2005
yang telah diperbaiki, diperbarui, dan dilengkapi dengan mencantumkan nama
dan alamat penerima bantuan, yang melibatkan aparat daerah setempat seperti
kepala rukun tetangga (RT), rukun warga (RW), kepala dusun (Kadus), ataupun
317
B
a
g
i
a
n
I
V
Evaluasi Lima Tahun Pelaksanaan RPJMN 2004-2009
kepala desa (Kades). Umumnya RTS menggunakan dana BLT untuk memenuhi
kebutuhan yang paling mendesak dan membeli kebutuhan pokok, terutama
beras dan minyak tanah. Namun, ada beberapa kasus negatif yang terjadi,
misalnya penggunaan bantuan untuk pembelian barang-barang konsumtif,
namun hanya kasus per kasus saja. Berdasarkan ketepatan pelaksanaan program,
BLT merupakan program yang tepat sasaran yaitu mencapai 90,51 persen. Hal
ini berarti bahwa bantuan diterima oleh RTS yang berhak, tepat jumlah (97,14
persen), tanpa potongan dana dari jumlah yang seharusnya diterima, dan
diberikan tepat waktu (89,10 persen).
Bantuan sosial untuk rumah tangga sangat miskin (RTSM) dalam bentuk
bantuan tunai bersyarat melalui Program Keluarga Harapan (PKH) pada tahun
2007 menjangkau 387.947 KK di 48 kabupaten di tujuh provinsi. Sementara itu,
pada tahun 2009 cakupan PKH diperluas hingga menjangkau 726.376 KK di 70
Kabupaten, dengan tambahan enam provinsi. Terlihat ada peningkatan pada
cakupan jumlah RTSM yang mendapatkan bantuan sejak tahun 20072009.
Sampai dengan tahun 2008, masih ada beberapa permasalahan pada Sistem
Informasi Manajemen (MIS) yang digunakan untuk validasi data dan verifikasi
penerima bantuan dalam memenuhi kewajibannya, baik untuk komponen
kesehatan, pendidikan, maupun pendistribusian bantuan. Namun, sejak tahun
2009 permasalahan tersebut mulai diperbaiki dan diharapkan tahun 2010
pelaksanaan PKH menjadi lebih baik dengan rencana penambahan jumlah
cakupan bertambah sejumlah 90.000 RTSM.
2.2.2 Sasaran 5 dan 6: Tersusunnya Sistem Perlindungan
Sosial Nasional dan Meningkatnya Keserasian Kebijakan
Kesejahteraan Sosial
Pencapaian kedua sasaran ini ditunjukkan oleh indikator tersedianya dokumen
dan sistem perlindungan sosial nasional. Pelaksanaan kegiatan untuk mencapai
sasaran ini baru mulai dilaksanakan pada tahun 2009 dengan: (1) pelaksanaan
finalisasi draft peraturan pemerintah yang menjadi amanat UU Nomor 11 Tahun
2009 tentang Kesejahteraan Sosial; dan (2) pengembangan Sistem Jaringan
Dokumentasi dan Informasi Hukum (SJDI).
2.2.3 Sasaran 7: Terjaminnya Bantuan Sosial dan Meningkatnya
Penanganan Korban Bencana Alam dan Sosial
Pelaksanaan bantuan sosial dasar bagi korban bencana alam belum dapat
mencakup seluruh korban bencana. Penanganan korban bencana alam pun masih
kurang maksimal. Beberapa permasalahan yang terjadi adalah ketidakseimbangan
antara jumlah korban dan kerugian yang diakibatkan oleh bencana dengan jumlah
bantuan yang diberikan. Selain itu, belum seluruh kabupaten/kota menyediakan
peralatan penanggulangan bencana yang memadai. Selama tahun 20052009,
jumlah korban bencana alam yang menderita dan mengungsi mencapai lebih
dari 11,2 juta orang dan jumlah rumah yang rusak mencapai lebih dari 292.000
unit. Namun, bantuan sosial bagi korban bencana alam yang telah diberikan
selama ini masih terbatas yaitu hanya mencakup 5,5 juta jiwa atau sekitar 49,11
persen dan bantuan stimulan bahan bangunan rumah (BBR) untuk perbaikan
rumah korban pascabencana hanya 47.500 unit atau sekitar 16,27 persen.
318
B
a
g
i
a
n
I
V
MEMELIHARA MOMENTUM PERUBAHAN
2.2.4 Sasaran 8: Meningkatnya Kualitas Manajemen Pelayanan
Kesejahteraan Sosial
Pencapaian sasaran ini dipenuhi oleh indikator jumlah karang taruna dan
jumlah organisasi sosial/Lembaga Keuangan Mikro-Usaha Kesejahteraan Sosial
(LKM-UKS) yang diberdayakan. Antara 20052009 jumlah karang taruna yang
diberdayakan mencapai 15.232 organisasi, sementara jumlah organisasi sosial/
LKM-UKS mencapai 11.089 unit organisasi.
Pelaksanaan beberapa program dan kegiatan oleh Kementerian Sosial masih
menghadapi beberapa permasalahan yaitu penentuan dan kriteria penentuan
sasaran, inkonsistensi dan ketidakakuratan data PMKS di beberapa unit di
lingkungan Kementerian Sosial, masih terbatasnya kapasitas kelembagaan dan
sumber daya pelaksana kesejahteraan sosial, serta adanya duplikasi pelaksanaan
kegiatan baik di beberapa unit kerja Kementerian Sosial maupun antar K/L. Selain
itu, peranan dan kontribusi Pemerintah Daerah dalam mengalokasikan APBD
untuk bidang kesejahteraan sosial relatif masih terbatas.
Untuk pengembangan kegiatan bantuan sosial, terutama peningkatan jumlah
dan perluasan cakupan sasaran, diperlukan penyempurnaan kriteria, proses
penargetan, proses seleksi penerima bantuan sosial, dan pengembangan sistem
informasi manajemen yang berkualitas. Upaya tersebut perlu didukung pula
dengan kesesuaian pelaksanaan kegiatan dengan tugas pokok dan fungsi (tupoksi)
masing-masing K/L agar tidak terjadi duplikasi. Selain itu, penyediaan data
masyarakat miskin dan rentan yang seragam, konsisten, dan akurat perlu menjadi
sasaran program/kegiatan bantuan sosial lima tahun mendatang.
III. Keberhasilan
Keberhasilan pelaksanaan RPJMN 20042009 pembangunan bidang
perlindungan dan kesejahteraan sosial antara lain melalui pelayanan dan
rehabilitasi kesejahteraan sosial bagi anak, lanjut usia dan penyandang
cacat telantar, pemberian bantuan bagi fakir miskin dan PMKS lainnya, serta
319
B
a
g
i
a
n
I
V
Evaluasi Lima Tahun Pelaksanaan RPJMN 2004-2009
pemberdayaan masyarakat miskin agar mampu memenuhi kebutuhannya secara
mandiri. Berbagai upaya telah ditempuh Pemerintah melalui berbagai kebijakan,
program dan kegiatan untuk meningkatkan aksesibilitas PMKS terhadap
pelayanan sosial dasar, jangkauan pelayanan kepada PMKS, ketahanan sosial
individu, keluarga dan komunitas masyarakat. Kebijakan tersebut dijabarkan
ke dalam program-program perlindungan dan kesejahteraan sosial antara lain
sebagai berikut.
3.1 Program Pelayanan dan Rehabilitasi
Kesejahteraan Sosial
Program ini bertujuan untuk
memulihkan fungsi sosial,
mem berikan pelayanan dan
reha bilitasi sosial bagi para
PMKS, termasuk bagi lanjut
usia terlantar, penyandang
cacat, dan anak telantar
untuk kelangsungan hidup
dan tumbuh kembangnya.
Sela ma pelaksanaan RPJMN
2004-2009, beberapa kegiatan
pokok dalam program ini telah
berhasil mencapai sasaran yang
diharapkan.
Pertama, pelayanan dan rehabilitasi kesejahteraan sosial bagi anak ditujukan
untuk meningkatkan kelangsungan hidup, tumbuh kembang dan partisipasi anak,
serta menghindarkan anak dari tindak kekerasan, perlakuan salah, eksploitasi
dan diskriminasi. Selama tahun 2005-2009, Pemerintah telah melaksanakan
pelayanan dan rehabilitasi sosial kepada 250.210 anak jalanan, 384.737 anak
telantar, 42.928 anak nakal, dan 30.245 anak cacat. Kegiatan-kegiatan ini
dilaksanakan melalui sistem panti dan nonpanti. Selanjutnya, intervensi pada
anak yang memerlukan perlindungan khusus akan difokuskan pada pelayanan
berbasis keluarga dan komunitas.
Kedua, pelayanan dan perlindungan kesejahteraan sosial bagi para lanjut usia
terlantar bertujuan untuk pemenuhan kebutuhan dasar dan meningkatkan
kesejahteraan sosial bagi lanjut usia. Selama tahun 20052009, bantuan sosial
telah diberikan kepada 39.179 orang lanjut usia telantar yang memenuhi syarat-
syarat tertentu, antara lain berusia 60 tahun ke atas, tidak produktif dan tidak dapat
melakukan aktivitas sehari-hari lagi, menderita sakit-sakitan, dan tidak memiliki
sumber penghasilan. Bantuan sosial ini telah meringankan beban pengeluaran
lanjut usia untuk dapat menikmati taraf hidup sewajarnya. Pelayanan terhadap
lanjut usia untuk selanjutnya akan difokuskan pada pelayanan berbasis keluarga
dan komunitas, seperti perawatan lanjut usia di rumah.
Ketiga, pelayanan dan rehabilitasi sosial yang terkait dengan kecacatan selama
tahun 2005-2009 telah diberikan kepada 242.312 penyandang cacat. Kegiatan
rehabilitasi sosial secara rutin dilaksanakan di dalam dan luar panti, yaitu melalui
Loka Bina Karya dengan pemberian keterampilan dan praktek belajar kerja.
320
B
a
g
i
a
n
I
V
MEMELIHARA MOMENTUM PERUBAHAN
Keterampilan ini telah meningkatkan kemampuan dan rasa percaya diri mereka,
serta melibatkan mereka dalam aktivitas kemasyarakatan. Selain itu, bantuan
dana jaminan sosial yang diberikan kepada penyandang cacat berat membantu
meringankan beban keluarga penyandang cacat dalam memenuhi kebutuhan
dasar dan kesehatan penyandang cacat berat. Selanjutnya, pelayanan terhadap
penyandang cacat berat akan difokuskan pada pelayanan berbasis keluarga dan
komunitas, serta memperluas aksesibilitas mereka di masyarakat.
3.2 Program Bantuan dan Jaminan Kesejahteraan
Sosial
Program ini bertujuan membantu fakir miskin dan PMKS lainnya yang mengalami
masalah ketidakmampuan sosial ekonomi agar kebutuhan dasarnya terpenuhi
dan memberikan bantuan dasar kesejahteraan sosial bagi korban bencana alam
dan sosial. Selama pelaksanaan RPJMN 20042009, beberapa kegiatan pokok
dalam program ini telah berhasil mencapai sasaran yang diharapkan, antara lain
sebagai berikut.
Pertama, selama periode 2005-2009 Pemerintah telah memberikan bantuan
darurat bagi 5.491.500 jiwa korban bencana alam. Bantuan tersebut mencakup
bantuan peralatan darurat, seperti tenda, genset, perahu karet bermesin, velbed,
rompi pelampung, alat dapur, dan alat komunikasi. Bantuan sosial diberikan
bagi 384.191 KK akibat konflik sosial yaitu bantuan tanggap darurat untuk para
pengungsi dan pemulangan pengungsi/terminasi. Untuk meningkatkan kualitas
pemberian bantuan bencana, ke depan Pemerintah akan menyediakan peralatan
penanggulangan bencana yang memadai terutama di kabupaten/kota dan
memperkuat tenaga sosial masyarakat yang terlatih dalam penanganan korban
bencana.
Kedua, keberhasilan pelaksanaan BLT dapat terlihat dari perubahan komsumsi
per kapita per bulan untuk masyarakat penerima BLT yaitu sekitar 58,1 persen.
Persentase ini meningkat jika dibandingkan dengan mereka yang bukan penerima
BLT yang hanya sebesar 52 persen. Selain itu, terjadi pergeseran status dari miskin
menjadi tidak miskin pada RTS penerima BLT sebesar 35 persen. Pelaksanaan
BLT di masa depan diharapkan berorientasi kepada suatu program yang lebih
berkesinambungan dan bertujuan untuk pembangunan sumber daya manusia,
khususnya pada aspek kesehatan dan pendidikan seperti yang disyaratkan PKH.
Ketiga, PKH yang diluncurkan pertama kali pada tahun 2007 diberikan kepada
RTSM yang memenuhi persyaratan tertentu, yaitu memiliki ibu hamil, ibu
menyusui dan anak usia sekolah setingkat SD-SMP. Berdasarkan evaluasi dampak
PKH tahun 2007, dari aspek kesehatan PKH telah berhasil meningkatkan angka
kunjungan ke posyandu, pemantauan tumbuh kembang anak, dan imunisasi,
serta kelengkapan ketersediaan beberapa jenis obat di daerah pelaksanaan PKH.
Dari aspek pendidikan, PKH telah berhasil mendorong anak usia 6-15 tahun
untuk tetap hadir di sekolah. Selain itu, dana bantuan yang diberikan telah
berhasil menaikkan belanja per kapita rumah tangga per bulan untuk komponen
kesehatan dan pendidikan, masing-masing sebesar 10,7 persen dan 16,4 persen.
Sampai tahun 2009, cakupan PKH telah mencapai 726.376 RTSM. Di masa yang
akan datang akan ditingkatkan jumlah penerima dan wilayahnya, sedangkan
data dan MIS PKH akan diperkuat.
321
B
a
g
i
a
n
I
V
Evaluasi Lima Tahun Pelaksanaan RPJMN 2004-2009
Bab 4.16
Pembangunan Kependudukan dan
Keluarga Kecil Berkualitas serta Pemuda
dan Olahraga
I. Pengantar
P
enduduk merupakan modal dan sumber daya yang sangat potensial dalam
menentukan kemajuan bangsa. Namun, jumlah penduduk yang besar
apabila tidak diimbangi dengan kualitas yang baik akan mengakibatkan
proses pembangunan nasional berjalan kurang optimal. Oleh karena itu dalam
pelaksanaan RPJMN 20042009, peningkatan kualitas sumber daya manusia
melalui pembangunan kependudukan dan keluarga kecil berkualitas serta
pemuda dan olahraga merupakan langkah penting yang perlu dilakukan secara
berkesinambungan.
n
I
V
B
a
g
i
a
n
I
V
322
B
a
g
i
a
n
I
V
MEMELIHARA MOMENTUM PERUBAHAN
Pengendalian kualitas penduduk yang disertai dengan peningkatan keluarga kecil
berkualitas diharapkan akan mendukung pencapaian penduduk yang tumbuh
seimbang di masa mendatang dan sekaligus meningkatkan daya saing sumber
daya manusia Indonesia. Selain itu, dalam upaya meningkatkan pembangunan
kependudukan, penataan administrasi kependudukan juga merupakan hal yang
perlu diperhatikan. Administrasi kependudukan bertujuan untuk memberikan
perlindungan kepada hak-hak individu penduduk melalui pemberian identitas
berupa dokumen kependudukan. Pada akhirnya, data dasar kependudukan
nasional akan didayagunakan untuk berbagai kepentingan pemerintahan,
perumusan kebijakan dan perencanaan pembangunan.
Pemuda sebagai generasi penerus bangsa yang sekaligus pelaku masa depan
bangsa juga diharapkan memiliki kompetensi dan daya saing yang tinggi. Undang-
Undang (UU) Nomor 40 Tahun 2009 tentang Kepemudaan menyatakan bahwa
pemuda memiliki peran aktif sebagai kekuatan moral, kontrol sosial, dan agen
perubahan dalam segala aspek pembangunan nasional. Selain itu, kemajuan
bangsa juga didukung oleh tingginya budaya dan prestasi olahraga yang dimiliki
oleh penduduk. Budaya olahraga dapat memelihara dan meningkatkan kesehatan
dan kebugaran tubuh, menanamkan nilai moral, akhlak mulia, sportivitas, dan
disiplin, mempererat persatuan dan kesatuan bangsa, memperkokoh ketahanan
nasional, serta mengangkat harkat, martabat, dan kehormatan bangsa di mata
dunia.
II. Pencapaian Prioritas
2.1 Gambaran Pencapaian
Sasaran pembangunan kependudukan dan keluarga kecil berkualitas serta
pemuda dan olahraga dalam RPJMN 20042009 adalah: (1) meningkatnya
pembangunan kependudukan; (2) terkendalinya pertumbuhan penduduk dan
meningkatnya keluarga kecil berkualitas; dan (3) meningkatnya pembangunan
pemuda dan olahraga. Secara umum, sasaran pembangunan prioritas ini telah
mengalami perkembangan yang baik. Pencapaian sasaran dapat dilihat dalam
Tabel 4.16.1 berikut ini.
323
B
a
g
i
a
n
I
V
Evaluasi Lima Tahun Pelaksanaan RPJMN 2004-2009
Tabel 4.16.1
Sasaran dan Pencapaian
Pembangunan Kependudukan
dan Keluarga Kecil Berkualitas
Catatan:
PPKBD: Pembantu Pembina Keluarga Berencana Desa; PKB: Penyuluh Keluarga Berencana; PLKB:
Petugas Lapangan KB; PPLKB: Pengawas Petugas Lapangan KB; KKBS: Klinik KB Swasta; DPS: Dokter
Praktek Swasta; BPS: Bidan Praktek Swasta
Sumber:
1)
Supas 2005, BPS;
2)
Proyeksi penduduk
Indonesia 2005-2025, BPS;
3)
SDKI 2002/2003;
4)
SDKI 2007; 5) Statistik
Rutin BKKBN, Berbagai
Tahun (Status data terakhir
berdasarkan hasil konfirmasi
Direktorat Kependudukan,
Pemberdayaan Perempuan
dan Perlilndungan Anak,
Bappenas dengan BKKBN
tahun 2009)
324
B
a
g
i
a
n
I
V
MEMELIHARA MOMENTUM PERUBAHAN
2.2. Evaluasi Pencapaian
2.2.1 Sasaran 1: Meningkatnya Pembangunan Kependudukan
Pada akhir RPJMN 20042009, pembangunan kependudukan telah mencapai
beberapa kemajuan dalam pelaksanaan penyerasian kebijakan kependudukan
dan penataan sistem informasi administrasi kependudukan.
2.2.1.1 Kebijakan Kependudukan
Kemajuan peningkatan keserasian kebijakan kependudukan yang terkait dengan
penyusunan maupun penyempurnaan perundang-undangan terwujud dengan
disahkannya Peraturan Presiden (Perpres) Nomor 26 Tahun 2009 tentang
Penerapan Kartu Tanda Penduduk (KTP) Berbasis Nomor Induk Kependudukan
(NIK) Secara Nasional. Rancangan Peraturan Pemerintah (RPP) tentang Perubahan
PP Nomor 27 Tahun 1994 tentang Pengelolaan Perkembangan Kependudukan
sedang dalam proses persetujuan dan pengesahan Presiden. PP ini mengatur
mobilitas dan/atau persebaran penduduk.
2.2.1.2 Sistem Informasi Administrasi Kependudukan
Peningkatan cakupan jumlah pro-
vinsi dan kabupaten/kota dalam
pelaksanaan Sistem Informasi
Admi nistrasi Kependudukan (SIAK)
menunjukkan pencapaian yang
berarti dari pembangunan kepen-
dudukan. Pada tahun 2009, 33
provinsi dan 329 kabupaten/kota
telah tercakup dalam pelaksanaan
SIAK, dengan rincian 33 provinsi
ter cakup dalam SIAK off-line, 11
kabupaten/kota tercakup dalam SIAK
on-line, dan 318 kabupaten/kota
tercakup dalam SIAK off-line. Pada tahun 2008 jumlah provinsi dan kabupaten/
kota yang tercakup SIAK masih sejumlah 33 provinsi dan 265 kabupaten/kota.
Berkaitan dengan peningkatan pelaksanaan SIAK, beberapa kemajuan pada akhir
RPJMN 2004-2009 yang dicapai antara lain: (1) telah disempurnakannya Sistem
Koneksi (Inter-phase) NIK yang terintegrasi; (2) meningkatnya kualitas dan
kuantitas sumber daya manusia pusat dan daerah melalui pembekalan teknis
kepada administrator, operator dan troubleshooter SIAK daerah sebanyak 29
angkatan (941 orang); dan (3) implementasi SIAK untuk pelayanan pendaftaran
penduduk dan pencatatan sipil di 312 kabupaten/kota dari 465 daerah yang
telah menerima bantuan stimulan sarana dan prasarana SIAK.
2.2.2 Sasaran 2: Terkendalinya Pertumbuhan Penduduk dan
Meningkatnya Keluarga Kecil Berkualitas
Pencapaian sasaran kedua ini ditunjukkan oleh beberapa indikator yang
dijabarkan sebagai berikut.
325
B
a
g
i
a
n
I
V
Evaluasi Lima Tahun Pelaksanaan RPJMN 2004-2009
2.2.2.1 Laju Pertumbuhan Penduduk (LPP)
Berdasarkan hasil Sensus Penduduk (SP) dan Survei Penduduk Antar Sensus (Supas),
Laju Pertumbuhan Penduduk (LPP) Indonesia cenderung menurun. Situasi ini dapat
dilihat dalam Gambar 4.16.1. Pada periode tahun 1971-1980 LPP Indonesia sekitar
2,3 persen (SP 1980) dan turun menjadi 1,49 persen pada periode tahun 1990-
2000 (SP 2000). Selanjutnya, LPP menurun lagi menjadi 1,3 persen pada periode
tahun 2000-2005 (Supas 2005) dan diperkirakan menjadi 1,27 persen pada periode
tahun 2005-2010 (Proyeksi Penduduk Indonesia 2005-2025, BPS). Namun, jumlah
penduduk Indonesia secara absolut masih besar dan terus meningkat sekitar 3 juta
jiwa per tahun. Jumlah penduduk Indonesia pada tahun 2000 sekitar 205,8 juta
orang (SP, 2000), meningkat menjadi 218,9 juta orang pada tahun 2005 (Supas,
2005), dan diperkirakan akan terus meningkat menjadi 234,2 juta orang pada tahun
2010 (Proyeksi penduduk Indonesia 20052025, BPS). Jadi, target pencapaian LPP
sebesar 1,14 persen pada tahun 2009 tampaknya masih belum dapat diwujudkan,
namun angka pastinya baru akan diketahui dari hasil sensus penduduk berikutnya
yaitu SP 2010. Hal ini menunjukkan perlu upaya pengendalian pertambahan
penduduk yang lebih besar lagi, terutama melalui program keluarga berencana agar
dapat dilaksanakan secara konsisten mulai dari pusat sampai daerah.
Catatan:
Pencapaian sasaran pengendalian pertumbuhan penduduk yang ditandai dengan indikator LPP dan
jumlah penduduk baru dapat dilihat pada hasil sensus tahun 2010, sehingga pencapaian diukur
dengan menggunakan data proyeksi penduduk 2005-2025, BPS.
2.2.2.2 Angka Kelahiran Total (TFR)
Pembangunan kependudukan yang didukung oleh program keluarga berencana
telah berhasil menurunkan angka kelahiran total (Total fertility rate/TFR)
dari 2,4
1
kelahiran per wanita (Survei Demografi dan Kesehatan Indonesia/
SDKI 2002/2003) menjadi 2,3 kelahiran per wanita (SDKI 2007). Berdasarkan
penurunan angka TFR dari hasil dua periode survei SDKI tersebut, pemenuhan
target TFR RPJMN 20042009 sebanyak 2,2 kelahiran per wanita tampaknya
masih membutuhkan upaya yang lebih besar lagi. Selain itu, permasalahan
lainnya adalah masih tingginya disparitas TFR baik berdasarkan pencapaian
regional maupun kondisi sosial ekonomi. Ditinjau dari pencapaian regional,
nilai TFR sangat bervariasi antarprovinsi (Lihat Gambar 4.16.2). Hasil SDKI 2007
2
Gambar 4.16.1
Laju Pertumbuhan Penduduk
dan Jumlah Pertambahan
Penduduk
Sumber:
SP, 1980, 1990, 2000; Supas,
2005; dan Proyeksi Penduduk
Indonesia 2005-2025, BPS,
Bappenas, dan UNFPA.
1
Hasil SDKI 2002/2003 setelah direvisi
menggunakan parameter hasil Sensus
Penduduk 2000. Pelaksanaan SDKI
merupakan kerjasama Kementerian
Kesehatan, BPS dan USAID.
2
Hasil SDKI 2007 setelah direvisi
menggunakan parameter hasil
Supas 2005. Revisi tersebut
memperhitungkan semua perempuan
(married dan unmarried/single
women) sebagai faktor penyebut
(denominator).
326
B
a
g
i
a
n
I
V
MEMELIHARA MOMENTUM PERUBAHAN
menunjukkan bahwa TFR terendah berada pada tingkat 1,5 di DI Yogyakarta dan
tertinggi sebesar 3,7 di Nusa Tenggara Timur dan Maluku. Selanjutnya, terdapat
enam provinsi yang sudah mencapai sasaran RPJMN 20042009 yaitu Provinsi
DKI Jakarta, Jawa Tengah, DI Yogyakarta, Jawa Timur, Bali, dan Kalimantan Timur.
Sementara itu, 27 provinsi lainnya masih belum mencapai sasaran RPJMN 2004-
2009 dan 20 provinsi di antaranya masih berada di atas rata-rata nasional yang
sebesar 2,3. TFR juga bervariasi menurut kondisi sosial ekonomi. Data SDKI 2007
menunjukkan bahwa TFR di wilayah perdesaan lebih tinggi (2,8) dibandingkan
dengan perkotaan (2,3) dan rata-rata jumlah anak yang dilahirkan pada kelompok
yang tidak tamat pendidikan dasar (2,8) lebih tinggi dibandingkan kelompok yang
tamat pendidikan dasar (2,5). Selanjutnya, TFR pada kelompok miskin (3,0) lebih
banyak dibandingkan dengan kelompok yang lebih mampu (2,8). Kesenjangan
pencapaian tersebut menunjukkan masih rendahnya kesadaran masyarakat
akan KB dan belum meratanya layanan KB dan kesehatan reproduksi ke seluruh
daerah.
502
40;
40:
406
405
2.0
2.5
3.0
3.5
1991 1994 1997 2002-03 2007
Gambar 4.16.2
Perkembangan Pencapaian
TFR
Sumber:
SDKI (Berbagai tahun).
327
B
a
g
i
a
n
I
V
Evaluasi Lima Tahun Pelaksanaan RPJMN 2004-2009
2.2.2.3 Unmet Need
Target penurunan unmet need atau pasangan usia subur yang ingin menunda
untuk memiliki anak atau tidak ingin anak lagi tapi tidak ber-KB menjadi 6,0 persen
pada 2009 masih jauh untuk dicapai. Berdasarkan data SDKI 2007 unmet need
justru meningkat menjadi 9,1 persen dari sebelumnya 8,6 persen berdasarkan
SDKI 2002/2003. Situasi ini dicerminkan dalam Gambar 4.16.3. Peningkatan ini
disebabkan oleh kurangnya akses pelayanan KB baik secara kuantitas maupun
kualitas sesuai dengan kebutuhan masyarakat dan masih kurangnya kesadaran
dan pengetahuan masyarakat tentang KB dan kesehatan reproduksi, termasuk
ketakutan akan efek samping dan ketidaknyamanan pemakaian kontrasepsi.
2.2.2.4 Peserta KB Pria
Target peserta KB pria sebanyak 4,5 persen pada 2009 juga masih sulit tercapai
mengingat peserta KB pria berdasarkan hasil SDKI 2007 baru mencapai 1,5
persen terhadap total pasangan usia subur (PUS). Hal ini dapat dilihat dalam
Gambar 4.16.4. Hal ini disebabkan oleh beberapa hal antara lain: masih
terbatasnya ketersediaan kontrasepsi pria (Hanya kondom dan vasektomi),
masih terdapatnya budaya patriarki yang menganggap bahwa KB adalah urusan
perempuan, dan masih adanya keengganan pihak perempuan untuk menerima
kesertaan suaminya dalam ber-KB.
6,3
4,8
4,2 4
4,3
6,4
5,8
5
4,6 4,7
12,7
10,6
9,2
8,6
9,1
0
2
4
6
8
10
12
14
1991 1994 1997 2002/03 2007
P
e
r
s
e
n
t
a
s
e
(
%
)
Penjarangan Pembatasan Total
Sasaran RPJMN = 6,0
Gambar 4.16.3
Unmet Need Peserta KB
Berdasarkan SDKI
Sumber:
SDKI (Berbagai tahun).
0,8
0,9
0,7
0,9
1,3
0,6
0,7
0,4 0,4
0,2
1,4
1,6
1,1
1,3
1,5
0
0,4
0,8
1,2
1,6
2
1991 1994 1997 2002/03 2007
P
e
r
s
e
n
t
a
s
e
(
%
)
Kondom vasektomi Total
Gambar 4.16.4
Perkembangan Peserta KB Pria
Berdasarkan SDKI
Sumber:
SDKI (Berbagai tahun).
328
B
a
g
i
a
n
I
V
MEMELIHARA MOMENTUM PERUBAHAN
2.2.2.5 Penggunaan Kontrasepsi secara Efektif dan Efisien
Penggunaan kontrasepsi yang efektif dan efisien ditekankan pada penggunaan
kontrasepsi yang dapat mencegah kehamilan dan harganya relatif murah, meliputi
kontrasepsi hormonal dan kontrasepsi nonhormonal. Perkembangan pemakaian
kontrasepsi hormonal (Pil dan suntikan) cenderung meningkat dari 72,3 persen
(SDKI 2002/2003) menjadi 78,6 persen (SDKI 2007), sedangkan pemakaian
kontrasepsi yang nonhormonal (Metode operatif pria/MOP, metode operatif
wanita/MOW, Intra Uterine Device/IUD, dan implan) secara total cenderung
menurun yaitu dari 25,8 persen menurut SDKI 2002/2003 menjadi 19,1 persen
menurut SDKI 2007, yang ditunjukkan dalam Gambar 4.16.5. Hal ini antara lain
berkaitan dengan pergeseran pelayanan KB melalui sarana Pemerintah ke arah
pelayanan oleh swasta sebagai hasil kampanye Lingkaran Biru dan Lingkaran
Emas sejak tahun 1980-an sebagai salah satu strategi yang mendorong peran
swasta dalam pelayanan KB.
2.2.2.6 Rata-rata Usia Kawin Pertama Perempuan
Rata-rata usia kawin pertama perempuan menunjukkan peningkatan, yaitu dari
19,2 tahun (SDKI 2002/2003) menjadi 19,8 tahun (SDKI 2007), namun masih
belum mencapai target RPJMN sebesar 21 tahun. Sementara itu, menurut
pembagian desa kota, median usia kawin pertama perempuan di daerah
perdesaan jauh lebih rendah dibandingkan dengan perkotaan, masing-masing
sebesar 18,7 tahun dan 21,3 tahun. Angka ini meningkat dibandingkan hasil
SDKI tahun 2002/2003 yang masing-masing sebesar 18,3 tahun dan 20,3 tahun.
Masih rendahnya rata-rata usia kawin pertama perempuan terutama disebabkan
oleh masih rendahnya tingkat pendidikan perempuan maupun keluarga di
sekitarnya. Pendidikan yang rendah mengakibatkan pola pikir yang sempit
sehingga tidak mempertimbangkan akibat yang ditimbulkan dari perkawinan
yang terlalu muda. Oleh karena itu, upaya-upaya untuk meningkatkan usia
0
10
20
30
40
50
60
P
e
r
s
e
n
t
a
s
e
(
%
)
PIL
32.8 28.2 23.2 23.2
IUD
19.8 14.8 11 8.4
Suntikan
29.2 38.6 49.1 55.4
Kondom
1.7 1.3 1.6 2.3
Implant
9.4 11 7.6 4.9
MOW
6 5.5 6.5 5.4
MOP
1.3 0.7 0.7 0.4
MAL
0.2
1994 1997 2002-03 2007
Gambar 4.16.5
Perkembangan Pemakaian
Kontrasepsi Berdasarkan Jenis
Sumber:
SDKI (Berbagai tahun).
329
B
a
g
i
a
n
I
V
Evaluasi Lima Tahun Pelaksanaan RPJMN 2004-2009
kawin pertama perempuan harus terus dilanjutkan terutama melalui pendidikan
kepada perempuan agar dapat lebih lama berada di bangku sekolah dan dapat
melanjutkan sekolah pada jenjang yang lebih tinggi. Selain itu, hal ini juga
dilakukan dengan meningkatkan pengetahuan dan keterampilan remaja tentang
kesehatan dan hak-hak reproduksinya antara lain melalui pembentukan pusat
informasi dan konseling remaja (PIK KRR) yang tersebar di seluruh provinsi.
2.2.2.7 Partisipasi Keluarga dalam Pembinaan Tumbuh Kembang
Anak
Hasil statistik rutin Badan Kordinasi Keluarga Berencana Nasional (BKKBN)
menunjukkan bahwa dalam periode 20052009 terdapat peningkatan jumlah
keluarga yang memiliki anak balita dan aktif melakukan pembinaan tumbuh
kembang anak melalui kegiatan kelompok Bina Keluarga Balita (BKB), yaitu dari
970.296 keluarga pada tahun 2005 menjadi 2.320.747 keluarga pada tahun
2009. Peningkatan ini menunjukkan kemajuan upaya meningkatkan ke luarga
kecil berkualitas.
19,8
19,2
1 8 ,6
1 8 ,1
1 7 ,7
16
17
18
19
20
1991 1994 1997 2002/03 2007
P
e
r
s
e
n
t
a
s
e
(
%
)
Gambar 4.16.6
Perkembangan Median Usia
Kawin Pertama Perempuan
Sumber:
SDKI (Berbagai tahun).
20,3
18,3
19,2
21,3
18,7
19,8
16
17
18
19
20
21
22 SDKI 2002/03
SDKI 2007
Kota Desa Total
Gambar 4.16.7
Grafik Usia Kawin Pertama
Perempuan Menurut Desa
Kota
Sumber:
SDKI 2002-2003 dan
SDKI 2007.
330
B
a
g
i
a
n
I
V
MEMELIHARA MOMENTUM PERUBAHAN
2.2.2.8 Jumlah KPS dan KS I yang aktif dalam Usaha Ekonomi
Produktif
Peningkatan jumlah keluarga prasejahtera (KPS) dan keluarga sejahtera 1 (KS 1)
yang aktif dalam usaha ekonomi produktif dimaksudkan untuk mempertahankan
dan meningkatkan kesertaan KPS dan KS I dalam ber-KB, yaitu melalui upaya
pemberdayaan ekonomi keluarga dengan kelompok kegiatan Usaha Peningkatan
Pendapatan Keluarga Sejahtera (UPPKS).
Pada tahun 2005, terdapat sekitar 1,7 juta keluarga anggota kelompok UPPKS
dari KPS dan KS 1 yang aktif berusaha. Jumlah tersebut menurun pada tahun
2006 dan 2007 menjadi masing-masing sekitar 1,3 juta dan 1,0 juta keluarga,
kemudian meningkat kembali pada tahun 2009 menjadi sekitar 1,2 juta keluarga.
Peningkatan jumlah UPPKS ini menunjukkan tercapainya sasaran RPJMN 2004-
2009, yang diusahakan dapat terus dipertahankan melalui pembinaan secara
merata dan peningkatan kualitas kelompok melalui pendampingan yang lebih
intensif, yang digerakkan oleh Pembantu Pembina Keluarga Berencana Desa
(PPKBD).
2
.
3
2
2
,
5
9
2
2
.
3
5
4
,
8
4
2
2
.
5
7
9
,
1
9
1
2
.
8
5
5
,
3
9
0
2
.
7
9
0
,
4
5
3
9
7
0
,
2
9
6
1
.
3
1
4
,
7
1
6
1
.
6
6
0
,
7
0
2
1
.
8
6
7
,
3
5
5
2
.
3
2
0
,
7
4
7
41,8
55,8
64,4
65,4
83,2
-
500
1.000
1.500
2.000
2.500
3.000
2005 2006 2007 2008 2009
J
u
m
l
a
h
K
e
l
u
a
r
g
a
(
0
0
0
)
0,0
20,0
40,0
60,0
80,0
100,0
P
e
r
s
e
n
t
a
s
e
(
%
)
Jumlah Anggota Jumlah keluarga aktif
Gambar 4.16.8
Perkembangan Jumlah BKB
Sumber:
BKKBN (Berbagai tahun).
3 .2 06
2 .65 9
2.3 07
2 .0 91
2.169
1.77 7
1 .3 03
1.05 3 1 .0 37
1 .2 24
55 ,4
4 9,0
4 5,6
49 ,6
5 6,4
0
500
1.000
1.500
2.000
2.500
3.000
3.500
2005 2006 2007 2008 2009
J
u
m
l
a
h
K
e
l
u
a
r
g
a
(
0
0
0
)
0
10
20
30
40
50
60
P
e
r
s
e
n
t
a
s
e
(
%
)
Jumlah Klg Pra S dan KS1 y ang Menjadi A nggota Jumlah keluarga Pra KS/KS1 aktif berusaha
Gambar 4.16.9
Jumlah KPS dan KS 1 yang
Aktif Berusaha
Sumber:
BKKBN (Berbagai tahun).
331
B
a
g
i
a
n
I
V
Evaluasi Lima Tahun Pelaksanaan RPJMN 2004-2009
2.2.2.9 Jumlah Institusi Masyarakat dalam Penyelenggaraan
Pelayanan KB dan Kesehatan Reproduksi
Institusi masyarakat yang
berperan dalam penye-
lenggaraan pelayanan KB dan
kesehatan reproduksi ter-
diri dari PPKBD, Sub PPKBD,
Petugas Lapang an KB (PLKB)
dan Pengawas Petugas
Lapangan KB (PPLKB),
serta tempat pelayanan KB
nonpemerintah. Pada tahun
2005, jumlah PPKBD dan
SUBPPKBD masing-masing
sebanyak 81.766 dan 368.029
petugas. Jumlah tersebut meningkat menjadi masing-masing 85.562 dan 391.474
petugas pada tahun 2009. Demikian pula dengan jumlah PLKB dan PPLKB,
selama periode 2005-2008, jumlah PLKB dan PPLKB meningkat dari sebanyak
20.978 petugas pada tahun 2005 menjadi 30.670 petugas di tahun 2006. Jumlah
ini mengalami penurunan pada tahun 2007 dan 2008, menjadi masing-masing
sebanyak 26.599 petugas dan 24.080 petugas. Sementara itu, jumlah tempat
pelayanan KB nonpemerintah yang meliputi klinik KB swasta, dokter praktek
swasta, dan bidan praktek swasta mengalami peningkatan dari 48.182 tempat
pelayanan pada tahun 2005 menjadi 62.566 tempat pelayanan pada tahun 2007,
dan meningkat kembali menjadi 64.926 tempat pelayanan. Berbagai kemajuan
terkait institusi masyarakat dalam penyelenggaraan pelayanan KB dan kesehatan
reproduksi tersebut diharapkan dapat memberikan kontribusi dalam pencapaian
sasaran pengendalian pertumbuhan penduduk dan peningkatan keluarga kecil
berkualitas.
81 ,7 6 6 84 ,6 1 8 8 4 ,6 9 5 8 3 ,9 11 8 5,56 2
3 6 8,02 9
3 82 ,0 1 7
3 62 ,2 1 8
38 8 ,0 27
3 9 1 ,4 74
-
50
100
150
200
250
300
350
400
450
2005 2006 2007 2008 2009
J
u
m
l
a
h
P
P
K
B
D
/
S
U
B
P
P
K
B
D
(
0
0
0
)
PPKBD SUBPPKBD
Gambar 4.16.10
Perkembangan Jumlah PPKBD
dan SUBPPKBD
332
B
a
g
i
a
n
I
V
MEMELIHARA MOMENTUM PERUBAHAN
2.2.3 Sasaran 3: Meningkatnya Pembangunan Pemuda dan
Olahraga
Pembangunan pemuda dan olahraga selama periode tahun 20042009 telah
berhasil meningkatkan kualitas dan partisipasi pemuda, serta meningkatkan
budaya dan prestasi olahraga. Pencapaian ini antara lain ditunjukkan oleh
beberapa indikator pencapaian berikut.
Gambar 4.16.11
Perkembangan Jumlah PPLKB
dan PKB/PLKB
5.119
3.877
6.075
20.978
25.551
22.722
18.005
Dta
-
5.000
10.000
15.000
20.000
25.000
30.000
J
u
m
l
a
h
P
e
t
u
g
a
s
PPLKB PKB/PLKB
2005 2006 2007 2008
Gambar 4.16.12
Perkembangan Jumlah Tempat
Pelayanan KB Non-Pemerintah
Sumber:
Statistik rutin BKKBN
(Berbagai tahun)
2,890 2,743 2,697 2,763 2,998
10,290
12,979
15,726 15,738 15,738
35,002
39,429
44,065 44,065
46,190
0
5
10
15
20
25
30
35
40
45
50
2005 2006 2007 2008 2009
J
u
m
l
a
h
T
e
m
p
a
t
P
e
l
a
y
a
n
a
n
K
B
(
0
0
0
)
Klinik KB Swasta Dokter Praktek Swasta Bidan Praktek Swasta
333
B
a
g
i
a
n
I
V
Evaluasi Lima Tahun Pelaksanaan RPJMN 2004-2009
2.2.3.1 Keserasian Kebijakan Pemuda
Peningkatan keserasian kebijakan kepemudaan yang terkait dengan penyusunan
maupun penyempurnaan perundang-undangan terwujud dengan disahkannya
UU Nomor 40 Tahun 2009 tentang Kepemudaan sebagai pedoman dalam
pelaksanaan pembangunan kepemudaan. Sesuai dengan amanat UU tersebut,
pembangunan kepemudaan dilaksanakan dalam bentuk pelayanan kepemudaan.
Pelayanan ini berfungsi untuk melaksanakan penyadaran, pemberdayaan, dan
pengembangan potensi kepemimpinan, kewirausahaan, serta kepeloporan
pemuda dalam segala aspek kehidupan bermasyarakat, berbangsa, dan
bernegara.
2.2.3.2 Kualitas dan Partisipasi Pemuda
Kualitas dan partisipasi pemuda di berbagai bidang pembangunan mengalami
peningkatan. Peningkatan ini antara lain ditunjukkan oleh meningkatnya APS
pemuda, yaitu APS penduduk usia 16-18 tahun meningkat dari 53,86 persen pada
2005 menjadi 54,70 pada 2008. Sementara itu, APS penduduk usia 19-24 tahun
meningkat dari 12,23 persen pada 2005 menjadi 12,43 pada 2008 (Susenas,
2008). Selain itu, tingkat partisipasi angkatan kerja (TPAK) juga mengalami
peningkatan, yaitu dari 62,47 persen pada tahun 2006 menjadi 63,31 persen
pada tahun 2008. Tingkat penganguran terbuka (TPT) pemuda juga menunjukkan
penurunan, walaupun masih terbilang cukup tinggi, yaitu dari 17,65 persen pada
2006 menjadi 14,35 persen pada 2008 (Sakernas, 2008). Walaupun kualitas dan
partisipasi pemuda telah meningkat, namun terdapat beberapa permasalahan
yang perlu diperhatikan dalam pembangunan pemuda, antara lain terjadinya
masalah-masalah sosial di kalangan pemuda, seperti kriminalitas, premanisme,
penyalahgunaan narkotika, psikotropika, dan zat adiktif (NAPZA), serta penularan
HIV dan AIDS, dan belum sinerginya pelaksanaan pelayanan kepemudaan sebagai
implementasi dari UU Nomor 40 tahun 2009 tentang Kepemudaan.
2.2.3.3 Keserasian Kebijakan Olahraga
Pencapaian meningkatnya keserasian kebijakan olahraga ditandai dengan
disahkannya UU Nomor 3 Tahun 2005 tentang Sistem Keolahragaan Nasional
yang menjadi tonggak dimulainya era baru dalam pengelolaan keolahragaan
di tanah air. Sebagai peraturan pelaksanaannya telah diterbitkan PP Nomor 16
Tahun 2007 tentang Penyelenggaraan Keolahragaan, PP Nomor 17 Tahun 2007
tentang Penyelenggaraan Pekan dan Kejuaraan Olahraga, serta PP Nomor 18
Tahun 2007 tentang Pendanaan Keolahragaan.
334
B
a
g
i
a
n
I
V
MEMELIHARA MOMENTUM PERUBAHAN
2.2.3.4 Kesehatan dan Kebugaran Jasmani Masyarakat serta
Prestasi Olahraga
Kesehatan dan kebugaran jasmani masyarakat yang ditunjukkan oleh Sport
Development Index mengalami peningkatan yaitu 0,22 pada tahun 2005 menjadi
0,28 pada tahun 2006. Selain itu juga terdapat peningkatan budaya dan prestasi
olahraga yang ditandai oleh tumbuhnya kesadaran masyarakat dalam melakukan
kegiatan olahraga terutama di satuan pendidikan. Data Susenas 2003 dan 2006
menunjukkan bahwa persentase penduduk berumur 10 tahun ke atas yang
melakukan olahraga di sekolah meningkat dari 54,1 persen pada tahun 2003
menjadi 58,2 persen pada tahun 2006. Dalam hal prestasi olahraga, terdapat
peningkatan perolehan medali emas di beberapa cabang olahraga di tingkat
internasional seperti pada Asian Games 2006 di Doha, South East Asian (SEA)
Games 2007 di Thailand, Para Games 2007 di Thailand, Olimpiade ke-29 tahun
2008 di Beijing, dan juga kenaikan peringkat Indonesia di kejuaraan SEA Games
dari peringkat 4 pada tahun 2007 menjadi peringkat 3 pada tahun 2009. Namun,
kenaikan peringkat Indonesia pada kejuaraan SEA Games tahun 2009 di Laos
tersebut tidak diiringi dengan peningkatan jumlah perolehan medali kontingen
Indonesia. Jumlah perolehan medali mengalami penurunan, yaitu dari 203
medali pada SEA Games 2007 turun menjadi 170 medali pada SEA Games 2009.
Penurunan tersebut disebabkan oleh: (1) terbatasnya upaya pembibitan atlet
unggulan; (2) belum optimalnya penerapan teknologi olahraga dan kesehatan
olahraga dalam rangka peningkatan prestasi; (3) terbatasnya jumlah dan kualitas
tenaga dan pembina keolahragaan; (4) rendahnya apresiasi dan penghargaan
bagi olahragawan dan tenaga keolahragaan yang berprestasi; dan (5) belum
optimalnya sistem manajemen keolahragaan nasional.
2.2.3.5 Dukungan Sarana dan Prasarana Olahraga
Dukungan sarana dan prasarana olahraga bagi masyarakat menunjukkan
kemajuan yang cukup, antara lain dengan: (1) terbentuknya Sportmart dan Unit
Pelaksana Teknis (UPT) Pemuda dan Olahraga; (2) dilaksanakannya pembangunan
pusat olahraga persahabatan di Cibubur yang multiguna, bekerjasama dengan
pemerintah Korea Selatan; (3) dilaksanakannya pembangunan Pusat Pembinaan
Olahraga Nasional di Sentul dan Karawang serta asrama atlet untuk mendukung
Pusat Pembinaan dan Latihan Olahraga Pelajar (PPLP) di 12 provinsi; (4)
terselenggaranya bantuan sarana dan prasarana olahraga di provinsi/kabupaten/
kota; (5) pembangunan sentra pelayanan rehabilitasi cidera olahraga nasional;
dan (6) bantuan prasarana olahraga unggulan untuk pemerintah daerah dan
lembaga swadaya masyarakat.
Upaya dukungan sarana dan prasarana olahraga terus ditingkatkan, namun
ketersediaan prasarana dan sarana olahraga yang sesuai dengan cabang olahraga
unggulan dae rah seba gai mana diama natkan UU Nomor 3 Tahun 2005 tentang
Sistem Keolah ragaan Nasional masih terbatas. Data BPS 2008 menunjukkan,
lapangan olahraga yang paling banyak tersedia adalah lapangan bola voli di
58.800 desa, lapangan sepak bola di 42.300 desa, dan lapangan bulu tangkis di
37.200 desa, sedangkan lapangan olahraga yang paling sedikit ketersediaannya
adalah kolam renang di 1.900 desa, lapangan tennis di 3.800 desa, dan lapangan
bola basket di 5.300 desa (Potensi Desa, 2008).
335
B
a
g
i
a
n
I
V
Evaluasi Lima Tahun Pelaksanaan RPJMN 2004-2009
III. Keberhasilan
Dalam RPJMN 2004-2009, program yang berkontribusi signifikan dalam
mendukung sasaran pembangunan kependudukan dan keluarga kecil berkualitas
adalah Program Keluarga Berencana dan Program Kesehatan Reproduksi Remaja.
Sementara itu, yang berkontribusi dalam mendukung sasaran meningkatnya
kualitas dan partisipasi pemuda dalam berbagai bidang pembangunan, serta
meningkatnya budaya dan prestasi olahraga adalah Program Pembinaan dan
Peningkatan Partisipasi Pemuda dan Program Pembinaan dan Pemasyarakatan
Olahraga.
3.1 Program Keluarga Berencana
Program Keluarga Berencana telah berhasil meningkatkan Contraceptive
Prevalence Rate/CPR atau Prevalensi Pemakaian Kontrasepsi. CPR untuk semua
cara meningkat yaitu dari 60,3 persen menjadi 61,4 persen dan dari 56,7 persen
menjadi 57,4 persen untuk cara modern. Pencapaian CPR tersebut didukung oleh
pencapaian peserta KB baru (PB) dan pembinaan peserta KB aktif (PA), termasuk
Pasangan Usia Subur (PUS) dari keluarga prasejahtera (KPS) dan sejahtera 1 (KS
1). Dalam periode lima tahun RPJMN 2004-2009, sekitar 32,4 juta PUS dengan
13,1 juta di antaranya adalah PUS dari KPS dan KS 1 telah mendapat pembinaan
KB. Selain itu, sekitar 29,5 juta PUS, 13,5 juta di antaranya merupakan PUS dari
KPS dan KS 1, telah mendapat pelayanan KB berkualitas (Tabel 4.16.2).
Pencapaian pembinaan peserta KB aktif menunjukkan peningkatan dari tahun
ke tahun dan telah mencapai target sasaran yang ditetapkan pada tahun yang
bersangkutan. Statistik rutin BKKBN menunjukkan bahwa persentase pencapaian
PA sejak tahun 2005 sampai dengan tahun 2009 berturut-turut adalah 97,9
persen, 100,2 persen, 100,4 persen, 107,7 persen, dan 107,7 persen, termasuk
di dalamnya adalah peserta KB aktif yang miskin, dengan pencapaian berturut-
turut sebesar 100,0 persen, 101,6 persen, 100,9 persen, 102,0 persen, dan 101,6
persen. Keberhasilan pencapaian PA dari keluarga pra KS dan KS 1 diharapkan
berkontribusi dalam penurunan TFR mengingat rata-rata jumlah anak yang
dilahirkan pada kelompok miskin (Kuintil 5) lebih banyak dibandingkan dengan
kelompok yang lebih mampu (Kuintil 1).
Jumlah peserta KB baru juga menunjukkan keberhasilan dengan peningkatan
pencapaian secara konsisten sejak tahun 2005. Persentase pencapaian PB
terhadap sasaran Rencana Kerja Pemerintah (RKP) berturut-turut adalah 75,5
persen, 90,8 persen, 100,1 persen, 113,3 persen, dan 128,0 persen di akhir
periode RPJMN 20042009. Selanjutnya, persentase pencapaian PB miskin
sejak 2005 sampai dengan 2007 berturut-turut adalah 91,7 persen, 104,1 persen,
dan 100,0 persen. Meskipun pencapaian pada tahun 2008 sedikit mengalami
penurunan dari 2007, yaitu menjadi sebesar 96,6 persen, namun pencapaian PB
miskin pada tahun 2009 telah melampaui target RKP, yaitu sebesar 101,7 persen
(Statistik rutin BKKBN).
336
B
a
g
i
a
n
I
V
MEMELIHARA MOMENTUM PERUBAHAN
3.2 Program Kesehatan Reproduksi Remaja
Program Kesehatan Reproduksi Remaja telah berhasil meningkatkan median
usia kawin pertama perempuan yang merupakan salah satu faktor penentu
TFR, karena semakin cepat seseorang menikah maka akan semakin panjang
pula jangka waktu melahirkannya. Hasil SDKI 20022003 menunjukkan bahwa
median usia kawin pertama perempuan meningkat dari sekitar 19,2 tahun
menjadi 19,8 tahun pada SDKI 2007. Selain itu, satu upaya yang dikembangkan
berkaitan dengan peningkatan usia kawin pertama perempuan adalah dengan
meningkatkan pengetahuan dan keterampilan remaja tentang kesehatan dan
hak-hak reproduksinya antara lain melalui pembentukan PIK KRR yang tersebar
di seluruh provinsi.
Selain itu, untuk mendukung peningkatan usia kawin pertama perempuan,
dikembangkan pula kelompok BKR pada program ketahanan dan pemberdayaan
keluarga. Kegiatan ini bertujuan untuk meningkatkan pengetahuan dan kesadaran
para orangtua yang memiliki anak remaja tentang kesehatan reproduksi remaja
dan perubahan perilaku remaja, sehingga meningkatkan intensitas komunikasi
interpersonal antara orangtua dan anak remaja mereka.
3.3 Program Pembinaan dan Peningkatan Partisipasi
Pemuda
Keberhasilan dari pelaksanaan program ini dalam meningkatkan kualitas dan
partisipasi pemuda tampak dari peningkatan partisipasi pemuda di bidang
pendidikan dan ketenagakerjaan, yang ditunjukkan oleh peningkatan APS dan
TPAK pemuda. Selain itu, Program Pembinaan dan Peningkatan Partisipasi
Tabel 4.16.2
Pencapaian Peserta KB Baru
dan KB Aktif (Juta PUS)
Sumber:
Statistik Rutin BKKBN
(Berbagai tahun).
Indikator
2005 2006 2007 2008 2009
Sasaran Pencapaian Sasaran Pencapaian Sasaran Pencapaian Sasaran Pencapaian Sasaran Pencapaian
Peserta
KBAktif
27,9 27,3 28,6 28,6 28,6 29,8 29,2 31,4 30,1 32,4
Peserta
KBAktif
yang
Miskin
11,8 11,8 12,0 12,2 12,2 12,3 12,6 12,8 12,9 13,1
Peserta
KBBaru
5,6 4,2 5,6 5,1 5,7 5,7 6,0 6,8 6,0 7,7
Peserta
KBBaru
yang
Miskin
2,5 2,3 2,6 2,7 2,7 2,7 2,9 2,8 2,9 3,0
337
B
a
g
i
a
n
I
V
Evaluasi Lima Tahun Pelaksanaan RPJMN 2004-2009
Pemuda telah mendorong peningkatan peran 1.500 orang sarjana penggerak
pembangunan di perdesaan, peran 1.260 pemuda dalam kewirausahaan dan
pemilihan pemuda berprestasi di bidang ilmu pengetahuan dan teknologi (Iptek),
kewirausahaan, dan kepeloporan.
3.4 Program Pembinaan dan Pemasyarakatan
Olahraga
Program pembinaan dan pemasyarakatan olahraga telah berhasil meningkatkan
pelaksanaan kegiatan olahraga termasuk olahraga masyarakat dan olahraga
tradisional. Hal ini terlihat dari pelaksanaan berbagai kejuaraan olahraga untuk
menggairahkan semangat dan budaya olahraga di masyarakat. Kejuaraan
olahraga ini antara lain adalah 1st Asian Beach Games 2008 di Bali, kejuaraan
atletik pelajar ASEAN, kejuaraan antar Pusat Pendidikan dan Latihan Mahasiswa
(PPLM) seluruh Indonesia, kejuaraan bola voli pantai antarkelompok olahraga
prestasi, kegiatan olahraga pariwisata bahari, kegiatan Asian XTreme Sport,
kegiatan Pentas Olahraga dan Informasi dan Festival Olahraga Tradisional tingkat
nasional ke-empat di Kutai Kalimantan Timur yang diikuti oleh 600 peserta dari
30 provinsi.
338
B
a
g
i
a
n
I
V
MEMELIHARA MOMENTUM PERUBAHAN
Bab 4.17
Peningkatan Kualitas Kehidupan Beragama
I. Pengantar
P
embangunan bidang agama adalah upaya untuk memenuhi salah satu hak
dasar rakyat yang dijamin oleh konstitusi NKRI. Pasal 29 UUD 1945 Ayat
2 menyatakan bahwa negara menjamin kemerdekaan tiap-tiap penduduk
untuk memeluk agamanya masing-masing dan untuk beribadat menurut
agamanya dan kepercayaannya itu. Jaminan beragama dipertegas oleh Pasal
28E Ayat 1 yang menyebutkan bahwa setiap orang bebas memeluk agama dan
beribadat menurut agamanya, memilih pendidikan dan pengajaran, memilih
pekerjaan, memilih kewarganegaraan, memilih tempat tinggal di wilayah negara
dan meninggalkannya, serta berhak kembali. Selanjutnya Pasal 28E Ayat 2
menyatakan bahwa setiap orang berhak atas kebebasan meyakini kepercayaan,
menyatakan pikiran dan sikap, sesuai dengan hati nuraninya.
B
a
g
B
a
g
i
a
n
I
V
339
B
a
g
i
a
n
I
V
Evaluasi Lima Tahun Pelaksanaan RPJMN 2004-2009
II. Pencapaian Prioritas
2.1 Gambaran Pencapaian
Berbagai perkembangan penting dalam upaya peningkatan kualitas kehidupan
beragama antara lain ditunjukkan oleh makin meningkatnya kualitas pelayanan
dan pemahaman agama serta kehidupan beragama, termasuk pelayanan ibadah
haji dan meningkatnya kerukunan intern dan antarumat beragama.
Sasaran pembangunan kehidupan beragama yang digariskan dalam RPJMN
20042009 adalah: (1) peningkatan kualitas pelayanan dan pemahaman agama
serta kehidupan beragama; dan (2) peningkatan kerukunan intern dan antarumat
beragama. Pencapaian sasaran tersebut dapat dilihat dalam Tabel 4.17.1 berikut ini.
Catatan:
1) Pelatihan bagi penyuluh agama;
2) Paket;
3) Pembangunan gedung baru;
4) Data belum tersedia.
Tabel 4.17.1
Sasaran dan Pencapaian
Peningkatan Kualitas
Kehidupan Beragama, Tahun
2005-2009
Sumber:
Kementerian Agama,
2005-2009.
340
B
a
g
i
a
n
I
V
MEMELIHARA MOMENTUM PERUBAHAN
2.2 Evaluasi Pencapaian
2.2.1 Peningkatan Kualitas Pelayanan dan Pemahaman Agama
serta Kehidupan Beragama
Upaya peningkatan kua-
litas pemahaman, pengha-
yatan, dan pengamalan
ajaran agama dalam kehi-
du pan bermasyarakat,
ber bangsa dan bernegara
ber tujuan agar kualitas
masya rakat dari sisi
rohani semakin baik.
Upa ya ini juga ditujukan
kepada anak peserta
didik di semua jalur, jenis
dan jenjang pendidikan,
sehingga pemahaman dan pengamalan ajaran agama dapat ditanamkan sejak
dini. Agama dengan sistem moral dan etika idealnya dapat menuntun masyarakat
kepada kehidupan yang bermoral dan berbudi luhur. Semangat kehidupan
keagamaan masyarakat menunjukkan perkembangan yang menggembirakan.
Namun, semangat keagamaan di masyarakat tersebut masih menunjukkan
adanya kesenjangan keberagamaan. Pertama, ada kesenjangan antara nilai-
nilai ajaran agama dan pemahaman para pemeluknya. Tingginya semangat
keberagamaan masyarakat di satu sisi belum diimbangi dengan pemahaman yang
memadai di sisi lain. Kedua, ada kesenjangan antara pengetahuan agama dan
pengamalannya yang tercermin dalam sikap dan perilaku. Ketiga, agama sebagai
daya tangkal terhadap kecenderungan manusia berperilaku menyimpang belum
cukup optimal. Berkembangnya aliran sempalan dan berkembangnya ideologi-
ideologi yang tidak sesuai dengan nilai-nilai luhur bangsa me nunjukkan bahwa
aga ma belum sepenuhnya mam pu membangun ke sa daran, meng gugah nu ra ni
dan spi ritual sikap indi vidu dalam peri laku keseharian. Ke empat, aga ma be lum
sepenuhnya men jadi motivasi da lam pem bangunan nasional.
Upaya peningkatan kepedulian dan kesadaran masyarakat dalam menunaikan
zakat, wakaf, infak, shadaqah, kolekte, dana punia, dan dana paramita telah
dilakukan. Keberhasilan upaya ini ditunjukkan oleh meningkatnya dana sosial
keagamaan yang terkumpul dari masyarakat, baik yang dikelola oleh Pemerintah
melalui Badan Amil Zakat maupun melalui Lembaga Amil Zakat yang dikelola
masyarakat. Namun, pengelolaan dana sosial keagamaan masih belum optimal
dalam menyerap potensi dan pendayagunaannya untuk kepentingan masyarakat.
Padahal, dana sosial keagamaan memiliki potensi yang sangat besar dalam usaha
meningkatkan kesejahteraan masyarakat, mengurangi angka kemiskinan, dan
membuka lapangan kerja baru bagi masyarakat usia produktif. Khusus berkaitan
dengan zakat, lembaga pengelola zakat hanya berhasil menyerap lebih kurang dua
persen dari potensi yang ada. Masih rendahnya zakat yang terkumpul disebabkan
antara lain oleh: (1) belum meratanya kesadaran dan kepercayaan publik dalam
hal ini para pembayar zakat untuk menunaikan zakat, infaq, dan sedekah melalui
lembaga pengelola zakat di lingkungannya; (2)masih terbatasnya infrastruktur
dan sumber daya yang dimiliki Badan Amil Zakat Daerah; (3) belum tersedianya
peta kemiskinan dan data dasar para dermawan; dan (4) masih belum efektifnya
341
B
a
g
i
a
n
I
V
Evaluasi Lima Tahun Pelaksanaan RPJMN 2004-2009
pola hubungan dan koordinasi antarlembaga pengelola zakat. Selain itu, sejauh
ini pembayaran zakat hanya diperhitungkan sebagai unsur biaya perhitungan
penghasilan kena pajak.
Pengumpulan dana sosial keagamaan berfluktuasi antara tahun 20052009.
Fluktuasi ini didorong oleh terjadinya bencana alam yang menimpa masyarakat
dan banyak menimbulkan korban jiwa, seperti tsunami di Aceh, gempa di
Yogyakarta dan Padang, dan lain sebagainya.
Upaya peningkatan pelayanan kehidupan keagamaan telah dilakukan melalui
peningkatan bantuan sarana peribadatan dan pelayanan perkawinan. Upaya
ini dilakukan untuk memperbaiki pelayanan kehidupan beragama yang terus
dilaksanakan dari waktu ke waktu. Namun, fasilitasi dan pelayanan kehidupan
beragama juga masih belum optimal dalam melindungi dan memudahkan
masyarakat untuk beribadah sesuai dengan agama dan kepercayaannya. Aspek
pelayanan yang perlu diperhatikan adalah masih kurangnya fasilitas keagamaan,
khususnya di daerah terpencil dan terkena bencana, sehingga masyarakat
mengalami kesulitan dalam menjalankan ibadah. Aspek lainnya adalah masih
ada suasana yang kurang kondusif bagi sebagian kalangan umat beragama dalam
melaksanakan ajaran dan ritual keagamaannya. Di sisi lain, pemanfaatan fasilitas
sarana dan prasarana beribadah di daerah dengan fasilitas sarana dan prasarana
beribadah yang memadai masih belum optimal. Oleh karena itu, Pemerintah
perlu mengarahkan dan mendukung optimalisasi peran dan fungsi tempat
peribadatan, bukan hanya sebagai tempat ibadah ritual namun juga menjadi
pusat kegiatan keagamaan dan sosial lainnya.
Selama periode 20042009, Pemerintah melakukan berbagai upaya untuk
mening katkan kualitas manajemen ibadah haji. Tujuan utama peningkatan
kualitas mana jemen ibadah haji adalah untuk menghemat, mencegah korupsi
dan meningkatkan pelayanan kepada jemaah haji. Meskipun secara umum
kualitas manajemen telah membaik, penyelenggaraan ibadah haji masih belum
memuaskan. Pelayanan ibadah haji masih menunjukkan berbagai kelemahan,
mulai dari pendaftaran, keberangkatan, pelaksanaan di Arab Saudi, dan
342
B
a
g
i
a
n
I
V
MEMELIHARA MOMENTUM PERUBAHAN
kepulangan ke tanah air. Kondisi ini sering menimbulkan kekecewaan masyarakat
dan menimbulkan reaksi dari berbagai pihak. Pembagian kuota antardaerah
dipandang belum adil, kepastian keberangkatan calon jamaah haji belum
terjamin, serta kondisi dan jarak pemondokan ke Masjidil Haram juga belum
memadai. Di samping itu, pelayanan transportasi dan sistem informasi haji
belum sepenuhnya terintegrasi.
Lembaga sosial keagamaan memiliki peran yang besar dalam pembangunan
bidang agama dan merupakan modal sosial bangsa. Selama ini, kerjasama
Pemerintah untuk membangun keharmonisan hidup beragama telah
dilaksanakan dengan cara menjalin hubungan yang komunikatif dengan berbagai
kelompok dan lembaga sosial keagamaan yang merupakan wadah atau forum
keagamaan. Namun, kapasitas dan kualitas lembaga sosial keagamaan dan
lembaga pendidikan keagamaan masih belum sepenuhnya menjawab tantangan
dan dinamika yang berkembang di tengah masyarakat.
2.2.2 Peningkatan Kerukunan Intern dan Antarumat Beragama
Untuk mewujudkan kehidupan harmoni sosial dalam masyarakat, Pemerintah
telah melaksanakan dialog dan musyawarah dengan pemuka berbagai agama
dan cendekiawan antaragama; melaksanakan pendidikan dan pelatihan tentang
pengembangan wawasan multikultural kepada guru-guru agama; melakukan
peningkatan kerjasama antarumat beragama; penanganan korban pascakonflik;
pem bentukan dan pendirian satuan tugas harmoni di daerah konflik; pemben-
tukan FKUB di tingkat provinsi; kabupaten/kota dan di beberapa kecamatan di
wilayah yang sedang mengalami konflik horisontal.
Sejak dibentuknya FKUB di tingkat provinsi, beberapa kabupaten/kota, dan
kecamatan tahun 2006, keharmonisan kehidupan umat beragama telah mulai
tampak dan dirasakan hasilnya. Hal ini tercermin dari meningkatnya intensitas
aktivitas keagamaan dan semangat kerjasama lintas agama. Fakta tersebut tidak
berarti telah menghapus seluruh persoalan yang muncul dalam hubungan umat
beragama. Kerukunan atau keharmonisan hubungan umat beragama bukan
sesuatu yang terjadi dengan sendirinya dan bukan pula sesuatu yang kebal.
Kondisi kerukunan dan keharmonisan umat beragama berjalan terus mengikuti
gerak dinamika sosial, politik, ekonomi, dan globalisasi yang juga turut mewarnai
pola kehidupan masyarakat. Terlebih lagi, walaupun FKUB telah dibentuk di
seluruh tingkat provinsi, belum semua FKUB mempunyai sarana dan prasarana
yang memadai. Selain itu, FKUB juga belum terbentuk di sebagian besar
kabupaten/kota dan kecamatan.
III. Keberhasilan
3.1 Program Peningkatan Kualitas Pelayanan
Selama periode 2004-2009, Pemerintah terus berupaya memberikan pelayanan
dan fasilitasi kepada umat beragama agar mereka bisa menjalankan ajaran
agamanya dengan mudah, aman dan leluasa. Jumlah tempat ibadah yang telah
dibangun mencapai 1.093 dan direhabilitasi sebanyak 5.151 tempat ibadah.
Dalam periode yang sama Pemerintah telah menyalurkan hampir 400.000
eksemplar kitab suci dan tafsir kitab suci. Untuk menguatkan status hukum dari
343
B
a
g
i
a
n
I
V
Evaluasi Lima Tahun Pelaksanaan RPJMN 2004-2009
tanah-tanah hibah keagamaan, baik itu tanah wakaf, tanah gereja dan sejenisnya,
Pemerintah telah mengupayakan bantuan sertifikasi bagi hampir 20.000 petak
tanah hibah.
Demikian juga dengan pembangunan Kantor Urusan Agama (KUA) dan Balai
Nikah dan Penasehatan Perkawinan (BNPP) sebagai upaya peningkatan kualitas
pelayanan perkawinan bagi masyarakat. Pemenuhan KUA dan BNPP di daerah
pemekaran terus dilaksanakan. Dalam periode 20052009, Pemerintah telah
membangun dan merehabilitasi sebanyak 607 gedung KUA dan 425 gedung
BNPP. Selain dilakukan oleh Pemerintah, masyarakat juga turut berperan dalam
pembangunan bidang agama.
Keberhasilan program peningkatan kualitas pelayanan juga tercermin dari
peningkatan kualitas manajemen penyelenggaraan ibadah haji. Dengan
didukung proses evaluasi secara berkesinambungan, kualitas pelayanan haji
terus mengalami perbaikan dari tahun ke tahun. Hal ini terlihat dari manajemen
pelayanan dan penyediaan fasilitas pendukung di Arab Saudi yang makin baik,
peningkatan pemahaman pelaksanaan ibadah haji kepada calon jemaah,
peningkatan profesionalisme petugas haji, perbaikan sistem daftar tunggu untuk
menjamin kepastian keberangkatan jemaah, jarak tempuh melalui penerbangan
langsung Jakarta-Madinah yang makin singkat, serta peningkatan kuota haji.
Beberapa aspek yang dapat
mere presentasikan adanya
indi kasi perbaikan pelayanan
ibadah haji pada tahun
2009 adalah biaya tidak
langsung yang dibebankan
kepada jemaah haji semakin
berkurang. Perhitungan biaya
penyelenggaraan ibadah haji
(BPIH) pada tahun 2009 tidak
memasukkan biaya opera-
sional petugas untuk penerbitan paspor bagi jemaah haji regular. Penempatan
pemondokan di Makkah untuk ring I meningkat menjadi 26,39 persen pada tahun
2009 dari 17,0 persen pada tahun sebelumnya. Selain itu, jarak pemondokan
terjauh pada tahun 2009 7.000 meter, sedangkan tahun sebelumnya jarak terjauh
mencapai 15.000 meter. Jumlah pemondokan yang disewa menurun dari 600
gedung tahun 2008 menjadi 424 gedung pada tahun 2009. Pelayanan katering
pun telah meningkat dari 16 kali menjadi 18 kali untuk memberikan keleluasaan
kepada jemaah dalam melakukan ibadah ritual. Terkait dengan SDM pendukung
ibadah haji, Pemerintah telah menambah jumlah tenaga paramedik dan obat-
obatan di setiap kloter dan melibatkan TNI dan POLRI untuk mengamankan
dan melindungi jemaah haji. Pendaftaran jemaah haji telah menggunakan
Sistem Komputerisasi Haji Terpadu (Siskohat) online di 161 Kantor Dinas Agama
kabupaten/kota dan peraturan perundangan telah disempurnakan dengan
terbitnya UU Nomor 13 Tahun 2008 tentang Penyelenggaraan Ibadah Haji.
UU Nomor 13 Tahun 2008 telah menyempurnakan UU Nomor 17 Tahun 1999. UU
yang baru tersebut telah me ma sukkan berbagai hal untuk me nun jang peningkatan
kua litas penyelenggaran iba dah haji seperti asas ke adilan, profesionalitas, dan
344
B
a
g
i
a
n
I
V
MEMELIHARA MOMENTUM PERUBAHAN
akuntabilitas dengan prin sip nirlaba. Selain itu, UU Nomor 13 Tahun 2008 juga
mengamanatkan pem ben tu kan Komisi Pengawas Haji Indonesia (KPHI). Dengan
adanya KPHI, penilaian dan pengawasan atas penyelenggaran haji di Indonesia
dapat menjadi lebih obyektif dan kredibel karena dilakukan oleh lembaga yang
mandiri dan independen.
3.2 Program Peningkatan Kualitas Kerukunan Umat
Beragama
Sejak tahun 2004 Pemerintah telah berupaya membangun harmonisasi sosial
di kalangan umat beragama melalui FKUB. Hubungan antarumat beragama,
majelis agama dengan Pemerintah melalui forum dialog dan temu ilmiah terus
meningkat. Hal ini ditunjukkan dengan peningkatan intensitas kegiatan forum.
Sejumlah kemajuan di bidang kerukunan umat beragama telah menampakkan
bentuknya. Hal ini ditunjukkan oleh intensitas dan semangat kerjasama lintas
agama dan terbentuknya FKUB di berbagai provinsi, kabupaten/kota bahkan
di kecamatan. Setiap tahun jumlah FKUB ini meningkat. Pembentukan FKUB
ini untuk merespon SKB Menteri Agama dan Menteri Dalam Negeri Nomor 8
dan 9 tahun 2006 tentang Pedoman Pelaksanaan Tugas Kepala Daerah/Wakil
Kepala Daerah dalam Memelihara Kerukunan Umat Beragama, Pemberdayaan
FKUB, dan Pendirian Rumah Ibadah. FKUB yang telah dibangun pada tahun
2006 mencapai 64 forum, 2007 meningkat menjadi 249 forum, 2008 menjadi
334 forum, dan pada 2009 menjadi 392 forum. Keberadaan FKUB ini mendorong
komunikasi dan sinergi antartokoh umat beragama, sehingga konflik dapat
ditekan sedini mungkin.
Secara umum, Pemerintah telah berhasil meredam dan mengatasi berbagai aksi
konflik, baik yang terjadi di daerah-daerah konflik baik yang terjadi di Poso dan
Maluku maupun daerah lainnya. Seiring dengan itu, Pemerintah telah berhasil
mengungkap jaringan terorisme dan menangkap pelaku teror yang sebagian
telah menjalani eksekusi mati. Hal ini berdampak pada menurunnya tingkat
aksi terorisme di Indonesia. Meskipun aksi terorisme telah berkurang, negara
harus tetap memberikan perhatian serius kepada kemungkinan munculnya aksi
terorisme atas nama agama dalam berbagai bentuk. Hal ini memperlihatkan
bahwa kampanye antiterorisme dengan mengatasnamakan agama terus
dilanjutkan sebagai bagian dari upaya mencegah terjadinya aksi-aksi serupa
pada masa mendatang.
345
B
a
g
i
a
n
I
V
Evaluasi Lima Tahun Pelaksanaan RPJMN 2004-2009
Bab 4.18
Perbaikan Pengelolaan Sumber Daya Alam
dan Pelestarian Fungsi Lingkungan Hidup
I. Pengantar
I
ndonesia telah menerapkan prinsip pembangunan berkelanjutan (sustainable
development) dengan tiga pilar utama yaitu ekonomi, sosial dan lingkungan
hidup sejak tahun 1980-an. Prinsip pembangunan berkelanjutan dalam
RPJMN 2004-2009 mendapatkan penekanan sebagai prinsip pembangunan yang
lebih peduli pada pertumbuhan ekonomi, penciptaan kesempatan kerja, dan
masyarakat miskin (pro growth, pro job, dan pro poor) dengan pengertian bahwa
hasil pembangunan nasional harus dapat menghasilkan pertumbuhan ekonomi
yang cukup dengan penciptaan lapangan kerja, khususnya bagi masyarakat
miskin. Penekanan pada masyarakat miskin mencerminkan bahwa keberlanjutan
n
I
V
B
a
g
i
a
n
I
V
346
B
a
g
i
a
n
I
V
MEMELIHARA MOMENTUM PERUBAHAN
lingkungan hidup harus diperhatikan karena selama ini masyarakat miskin selalu
menjadi penerima dampak lingkungan yang paling besar.
Selanjutnya, untuk memastikan apakah pembangunan yang dijalankan
dalam RPJMN 2004-2009 sudah sesuai dengan arah tujuan pembangunan,
evaluasi terhadap perbaikan pengelolaan sumber daya alam dan lingkungan
hidup merupakan salah satu tolok ukur yang sangat penting untuk dilakukan.
Pengelolaan sumber daya alam yang tidak berkelanjutan akan berdampak
pada kondisi lingkungan yang memburuk yang akan menambah beban kepada
masyarakat miskin. Sebaliknya, kondisi lingkungan yang membaik akan
meningkatkan kesejahteraan masyarakat.
II. Pencapaian Prioritas
Dalam periode 20042009 telah dilakukan perbaikan pengelolaan sumber daya
alam dan lingkungan hidup yang meliputi sumber daya hutan, sumber daya laut
dan perikanan, sumber daya energi, mineral dan pertambangan serta upaya
pelestarian fungsi lingkungan. Dalam evaluasi ini diberikan gambaran tentang
pencapaian beberapa program dan kegiatan prioritas yang mewakili kondisi
sumber daya alam dan lingkungan hidup secara menyeluruh.
2.1 Gambaran Pencapaian
Secara umum upaya perbaikan pengelolaan
sumber daya alam telah menghasilkan
beberapa indikator positif dalam penerapan dan
penegakan peraturan perundang-undangan,
perbaikan kapasitas dan sistem pengelolaan, dan
juga kualitas lingkungan hidup, namun semua itu
masih belum cukup dan harus terus diperbaiki
dalam periode pembangunan yang akan datang.
Gambaran lebih detil dari kinerja pengelolaan
masing-masing sumber daya alam dapat dilihat
dalam Tabel 4.18.1.
347
B
a
g
i
a
n
I
V
Evaluasi Lima Tahun Pelaksanaan RPJMN 2004-2009
T
a
b
e
l
4
.
1
8
.
1
S
a
s
a
r
a
n
d
a
n
P
e
n
c
a
p
a
i
a
n
P
e
r
b
a
i
k
a
n
P
e
n
g
e
l
o
l
a
a
n
S
u
m
b
e
r
d
a
y
a
A
l
a
m
d
a
n
P
e
l
e
s
t
a
r
i
a
n
F
u
n
g
s
i
L
i
n
g
k
u
n
g
a
n
H
i
d
u
p
,
T
a
h
u
n
2
0
0
5
-
2
0
0
9
N
o
S
a
s
a
r
a
n
I
n
d
i
k
a
t
o
r
S
a
t
u
a
n
P
e
n
c
a
p
a
i
a
n
2
0
0
5
2
0
0
6
2
0
0
7
2
0
0
8
2
0
0
9
S
u
m
b
e
r
D
a
y
a
H
u
t
a
n
1
.
1
T
e
g
a
k
n
y
a
h
u
k
u
m
,
k
h
u
s
u
s
n
y
a
d
a
l
a
m
p
e
m
b
e
r
a
n
t
a
s
a
n
p
e
m
b
a
l
a
k
a
n
l
i
a
r
(
i
l
l
e
g
a
l
l
o
g
g
i
n
g
)
d
a
n
p
e
n
y
e
l
u
n
d
u
p
a
n
k
a
y
u
x
B
e
r
k
u
r
a
n
g
n
y
a
k
a
s
u
s
i
l
l
e
g
a
l
l
o
g
g
i
n
g
x
P
e
n
a
m
b
a
h
a
n
j
u
m
l
a
h
t
e
n
a
g
a
p
e
n
g
a
m
a
n
a
n
h
u
t
a
n
x
B
e
r
k
u
r
a
n
g
n
y
a
l
a
j
u
d
e
f
o
r
e
s
t
a
s
i
x
J
u
m
l
a
h
k
a
s
u
s
x
O
r
a
n
g
x
R
i
b
u
H
e
k
t
a
r
/
T
a
h
u
n
7
2
0
9
.
7
3
6
9
6
2
,
5
1
.
7
1
4
8
.
8
4
7
4
7
8
9
.
3
3
1
1
6
1
9
.
4
4
9
4
5
1
.
2
P
e
n
e
t
a
p
a
n
k
a
w
a
s
a
n
h
u
t
a
n
d
a
l
a
m
t
a
t
a
r
u
a
n
g
s
e
l
u
r
u
h
p
r
o
v
i
n
s
i
d
i
I
n
d
o
n
e
s
i
a
,
s
e
t
i
d
a
k
n
y
a
3
0
p
e
r
s
e
n
d
a
r
i
l
u
a
s
h
u
t
a
n
y
a
n
g
t
e
l
a
h
d
i
t
a
t
a
b
a
t
a
s
;
x
L
u
a
s
l
a
h
a
n
y
a
n
g
s
u
d
a
h
d
i
t
a
t
a
b
a
t
a
s
k
a
n
x
K
i
l
o
m
e
t
e
r
4
0
2
,
0
7
4
4
3
,
8
1
4
1
6
,
1
9
1
8
1
,
1
1
8
1
4
1
.
3
P
e
n
y
e
l
e
s
a
i
a
n
p
e
n
e
t
a
p
a
n
k
e
s
a
t
u
a
n
p
e
n
g
e
l
o
l
a
a
n
h
u
t
a
n
x
J
u
m
l
a
h
p
e
n
g
e
l
o
l
a
a
n
h
u
t
a
n
p
r
o
d
u
k
s
i
x
J
u
t
a
H
e
k
t
a
r
2
0
,
6
2
2
0
,
6
2
2
0
,
6
2
2
2
,
0
8
3
7
,
1
2
1
.
4
O
p
t
i
m
a
l
i
s
a
s
i
n
i
l
a
i
t
a
m
b
a
h
d
a
n
m
a
n
f
a
a
t
h
a
s
i
l
h
u
t
a
n
k
a
y
u
x
J
u
m
l
a
h
K
e
b
a
k
a
r
a
n
H
u
t
a
n
x
J
u
m
l
a
h
P
e
n
e
r
i
m
a
a
n
K
e
m
e
n
t
e
r
i
a
n
K
e
h
u
t
a
n
a
n
x
H
e
k
t
a
r
x
R
p
M
i
l
i
a
r
5
.
5
0
2
3
.
2
4
8
5
.
7
0
4
2
4
2
9
6
.
9
7
4
2
.
1
1
5
6
.
7
9
3
2
.
3
4
5
2
.
3
8
0
1
.
5
M
e
n
i
n
g
k
a
t
n
y
a
h
a
s
i
l
h
u
t
a
n
n
o
n
k
a
y
u
s
e
b
e
s
a
r
3
0
p
e
r
s
e
n
d
a
r
i
p
r
o
d
u
k
s
i
t
a
h
u
n
2
0
0
4
x
N
i
l
a
i
D
e
v
i
s
a
E
k
s
p
o
r
H
a
s
i
l
H
u
t
a
n
N
o
n
K
a
y
u
x
U
S
D
7
8
.
5
7
1
.
3
9
1
8
4
.
3
2
5
.
6
8
5
1
.
6
B
e
r
t
a
m
b
a
h
n
y
a
h
u
t
a
n
t
a
n
a
m
a
n
i
n
d
u
s
t
r
i
(
H
T
I
)
,
m
i
n
i
m
a
l
s
e
l
u
a
s
j
u
t
a
h
e
k
t
a
r
,
s
e
b
a
g
a
i
b
a
s
i
s
p
e
n
g
e
m
b
a
n
g
a
n
e
k
o
n
o
m
i
h
u
t
a
n
x
P
e
n
a
n
a
m
a
n
k
u
m
u
l
a
t
i
f
H
T
I
u
n
t
u
k
u
p
a
y
a
r
e
h
a
b
i
l
i
t
a
s
i
h
u
t
a
n
d
a
n
l
a
h
a
n
x
R
i
b
u
H
e
k
t
a
r
2
9
5
,
0
4
4
5
8
,
8
9
7
9
3
,
7
3
1
.
0
8
5
,
6
6
1
.
1
2
2
,
3
.
0
1
.
7
K
o
n
s
e
r
v
a
s
i
h
u
t
a
n
d
a
n
r
e
h
a
b
i
l
i
t
a
s
i
l
a
h
a
n
d
i
2
8
2
D
A
S
p
r
i
o
r
i
t
a
s
u
n
t
u
k
m
e
n
j
a
m
i
n
p
a
s
o
k
a
n
a
i
r
d
a
n
s
i
s
t
e
m
p
e
n
o
p
a
n
g
k
e
h
i
d
u
p
a
n
l
a
i
n
n
y
a
x
G
E
R
H
A
N
x
R
e
h
a
b
i
l
i
t
a
s
i
L
a
h
a
n
D
a
l
a
m
H
u
t
a
n
x
R
e
h
a
b
i
l
i
t
a
s
i
L
a
h
a
n
L
u
a
r
H
u
t
a
n
x
R
i
b
u
H
e
k
t
a
r
x
H
e
k
t
a
r
x
H
e
k
t
a
r
1
.
2
5
3
,
5
4
3
0
.
2
1
7
,
0
0
7
0
.
4
1
0
1
.
3
2
2
,
1
5
2
5
0
.
8
1
3
,
0
0
3
0
1
.
0
2
0
,
0
0
1
.
6
6
1
,
5
9
7
8
.
4
6
8
,
0
0
2
3
9
.
2
3
6
,
0
0
2
.
0
0
6
,
8
8
2
6
7
.
1
2
1
,
0
0
3
0
5
.
6
8
6
,
0
0
2
.
0
1
4
,
4
0
1
.
8
B
e
r
k
e
m
b
a
n
g
n
y
a
k
e
m
i
t
r
a
a
n
a
n
t
a
r
a
p
e
m
e
r
i
n
t
a
h
,
p
e
n
g
u
s
a
h
a
,
d
a
n
m
a
s
y
a
r
a
k
a
t
d
a
l
a
m
p
e
n
g
e
l
o
l
a
a
n
h
u
t
a
n
l
e
s
t
a
r
i
x
P
e
n
a
n
a
m
a
n
H
u
t
a
n
K
e
m
a
s
y
a
r
a
k
a
t
a
n
x
H
e
k
t
a
r
3
.
2
5
4
3
.
1
7
1
1
.
7
5
0
2
0
0
2
7
5
1
.
9
P
e
n
e
r
a
p
a
n
i
p
t
e
k
y
a
n
g
i
n
o
v
a
t
i
f
p
a
d
a
s
e
k
t
o
r
k
e
h
u
t
a
n
a
n
x
J
u
m
l
a
h
k
e
g
i
a
t
a
n
P
e
n
e
l
i
t
i
a
n
y
a
n
g
d
i
l
a
k
u
k
a
n
o
l
e
h
K
e
m
e
n
t
e
r
i
a
n
K
e
h
u
t
a
n
a
n
x
K
a
l
i
4
6
4
3
7
0
6
5
6
3
1
5
3
2
7
S
u
m
b
e
r
D
a
y
a
K
e
l
a
u
t
a
n
d
a
n
P
e
r
i
k
a
n
a
n
2
.
1
B
e
r
k
u
r
a
n
g
n
y
a
p
e
l
a
n
g
g
a
r
a
n
d
a
n
p
e
r
u
s
a
k
a
n
s
u
m
b
e
r
d
a
y
a
k
e
l
a
u
t
a
n
x
B
e
r
k
u
r
a
n
g
n
y
a
p
e
l
a
n
g
g
a
r
a
n
x
P
e
n
a
m
b
a
h
a
n
j
u
m
l
a
h
P
o
k
m
a
s
w
a
s
x
K
e
r
j
a
s
a
m
a
o
p
e
r
a
s
i
p
e
n
g
a
w
a
s
a
n
x
P
e
n
y
e
l
a
m
a
t
a
n
u
a
n
g
n
e
g
a
r
a
a
k
i
b
a
t
i
l
l
e
g
a
l
f
i
s
h
i
n
g
x
T
i
n
d
a
k
p
i
d
a
n
a
x
P
o
k
m
a
s
w
a
s
x
J
u
m
l
a
h
o
p
e
r
a
s
i
x
R
p
m
i
l
i
a
r
1
6
5
5
7
3
1
2
3
3
1
3
9
7
5
9
3
1
5
,
3
7
1
1
6
9
0
1
4
3
9
,
6
1
7
7
1
3
6
9
1
6
7
5
5
6
,
4
5
1
1
9
1
4
5
7
1
0
9
4
8
4
2
.
2
M
e
m
b
a
i
k
n
y
a
p
e
n
g
e
l
o
l
a
a
n
e
k
o
s
i
s
t
e
m
p
e
s
i
s
i
r
,
l
a
u
t
,
d
a
n
p
u
l
a
u
p
u
l
a
u
k
e
c
i
l
y
a
n
g
d
i
l
a
k
u
k
a
n
s
e
c
a
r
a
l
e
s
t
a
r
i
,
t
e
r
p
a
d
u
,
d
a
n
b
e
r
b
a
s
i
s
m
a
s
y
a
r
a
k
a
t
x
M
e
m
b
a
i
k
n
y
a
P
e
n
g
e
l
o
l
a
a
n
E
k
o
s
i
s
t
e
m
P
e
s
i
s
i
r
x
K
o
n
d
i
s
i
t
e
r
u
m
b
u
k
a
r
a
n
g
x
K
a
b
u
p
a
t
e
n
/
k
o
t
a
x
S
a
n
g
a
t
b
a
i
k
(
p
e
r
s
e
n
)
x
B
a
i
k
(
p
e
r
s
e
n
)
x
S
e
d
a
n
g
(
p
e
r
s
e
n
)
x
R
u
s
a
k
(
p
e
r
s
e
n
)
5
,
8
3
2
5
,
6
6
3
6
,
5
9
3
1
,
9
2
4
2
5
,
2
3
2
4
,
2
6
3
7
,
3
4
3
3
,
1
7
4
2
5
,
5
1
2
5
,
1
1
3
7
,
3
3
2
,
0
5
4
2
5
,
4
8
2
5
,
4
8
3
7
,
0
6
3
1
,
9
8
4
2
5
,
5
6
2
5
,
8
9
3
7
,
1
0
3
1
,
4
5
348
B
a
g
i
a
n
I
V
MEMELIHARA MOMENTUM PERUBAHAN
2
.
3
D
i
s
e
p
a
k
a
t
i
n
y
a
b
a
t
a
s
l
a
u
t
d
e
n
g
a
n
n
e
g
a
r
a
t
e
t
a
n
g
g
a
,
t
e
r
u
t
a
m
a
S
i
n
g
a
p
u
r
a
,
M
a
l
a
y
s
i
a
,
T
i
m
o
r
L
e
s
t
e
,
P
a
p
u
a
N
u
g
i
n
i
,
d
a
n
F
i
l
i
p
i
n
a
J
u
m
a
h
p
u
l
a
u
y
a
n
g
d
i
d
e
p
o
s
i
t
k
e
P
B
B
J
u
m
l
a
h
p
u
l
a
u
t
e
r
l
u
a
r
y
a
n
g
m
e
n
i
n
g
k
a
t
s
a
r
a
n
a
d
a
n
p
r
a
s
a
r
a
n
a
x
P
u
l
a
u
x
P
u
l
a
u
4
.
8
9
1
2
.
4
M
e
n
i
n
g
k
a
t
n
y
a
l
u
a
s
k
a
w
a
s
a
n
k
o
n
s
e
r
v
a
s
i
l
a
u
t
d
a
n
m
e
n
i
n
g
k
a
t
n
y
a
j
e
n
i
s
/
g
e
n
e
t
i
k
b
i
o
t
a
l
a
u
t
l
a
n
g
k
a
d
a
n
t
e
r
a
n
c
a
m
p
u
n
a
h
M
e
n
i
n
g
k
a
t
n
y
a
p
e
n
g
e
l
o
l
a
a
n
d
a
n
l
u
a
s
a
n
k
a
w
a
s
a
n
k
o
n
s
e
r
v
a
s
i
l
a
u
t
d
a
n
t
e
r
l
a
k
s
a
n
a
n
y
a
r
e
h
a
b
i
l
i
t
a
s
i
e
k
o
s
i
s
t
e
m
t
e
r
u
m
b
u
k
a
r
a
n
g
,
m
a
n
g
r
o
v
e
,
p
a
d
a
n
g
l
a
m
u
n
,
d
a
n
e
s
t
u
a
r
i
a
,
s
e
r
t
a
C
I
T
E
S
.
x
J
u
t
a
H
e
k
t
a
r
x
J
e
n
i
s
/
s
p
e
s
i
e
s
i
k
a
n
y
a
n
g
d
i
l
i
n
d
u
n
g
i
5
,
6
5
6
,
9
7
8
,
6
4
9
,
3
0
1
3
,
5
2
.
5
S
e
r
a
s
i
n
y
a
p
e
r
a
t
u
r
a
n
p
e
r
u
n
d
a
n
g
a
n
y
a
n
g
t
e
r
k
a
i
t
d
e
n
g
a
n
p
e
n
g
e
l
o
l
a
a
n
d
a
n
p
e
m
a
n
f
a
a
t
a
n
s
u
m
b
e
r
d
a
y
a
p
e
s
i
s
i
r
d
a
n
l
a
u
t
T
e
r
s
u
s
u
n
n
y
a
k
e
b
i
j
a
k
a
n
k
e
l
a
u
t
a
n
y
a
n
g
t
e
r
i
n
t
e
g
r
a
s
i
(
o
c
e
a
n
p
o
l
i
c
y
)
d
a
n
p
e
r
a
t
u
r
a
n
p
e
r
u
n
d
a
n
g
a
n
b
i
d
a
n
g
k
e
l
a
u
t
a
n
(
U
U
P
e
n
g
e
l
o
l
a
a
n
w
i
l
a
y
a
h
P
e
s
i
s
i
r
)
.
x
P
e
r
p
r
e
s
N
o
m
o
r
7
8
/
2
0
0
5
P
e
n
g
e
l
o
l
a
a
n
P
u
l
a
u
p
u
l
a
u
K
e
c
i
l
T
e
r
l
u
a
r
x
U
U
N
o
m
o
r
2
7
/
2
0
0
7
P
e
n
g
e
l
o
l
a
a
n
W
i
l
a
y
a
h
P
e
s
i
s
i
r
d
a
n
P
u
l
a
u
P
u
l
a
u
K
e
c
i
l
x
P
P
N
o
m
o
r
6
0
/
2
0
0
7
K
o
n
s
e
r
v
a
s
i
K
a
w
a
s
a
n
S
u
m
b
e
r
d
a
y
a
I
k
a
n
P
e
r
p
r
e
s
N
o
m
o
r
1
9
/
2
0
0
7
P
a
n
i
t
i
a
N
a
s
i
o
n
a
l
P
e
n
g
a
n
g
k
a
t
a
n
d
a
n
P
e
m
a
n
f
a
a
t
a
n
B
e
n
d
a
B
e
r
h
a
r
g
a
A
s
a
l
M
u
a
t
a
n
K
a
p
a
l
y
a
n
g
T
e
n
g
g
e
l
a
m
2
.
6
T
e
r
w
u
j
u
d
n
y
a
e
k
o
s
i
s
t
e
m
p
e
s
i
s
i
r
d
a
n
l
a
u
t
y
a
n
g
t
e
r
j
a
g
a
k
e
b
e
r
s
i
h
a
n
,
k
e
s
e
h
a
t
a
n
,
d
a
n
p
r
o
d
u
k
t
i
v
i
t
a
s
n
y
a
T
e
r
k
e
l
o
l
a
d
a
n
t
e
r
e
h
a
b
i
l
i
t
a
s
i
n
y
a
t
e
r
u
m
b
u
k
a
r
a
n
g
,
m
a
n
g
r
o
v
e
,
p
a
d
a
n
g
l
a
m
u
n
,
e
s
t
u
a
r
i
a
,
d
a
n
t
e
l
u
k
x
K
a
b
u
p
a
t
e
n
/
K
o
t
a
x
P
r
o
v
i
n
s
i
1
58
1
58
1
58
1
6
2
.
7
M
e
n
i
n
g
k
a
t
n
y
a
u
p
a
y
a
m
i
t
i
g
a
s
i
b
e
n
c
a
n
a
a
l
a
m
l
a
u
t
,
d
a
n
k
e
s
e
l
a
m
a
t
a
n
m
a
s
y
a
r
a
k
a
t
y
a
n
g
b
e
k
e
r
j
a
d
i
l
a
u
t
d
a
n
y
a
n
g
t
i
n
g
g
a
l
d
i
p
e
s
i
s
i
r
d
a
n
p
u
l
a
u
p
u
l
a
u
k
e
c
i
l
x
T
e
r
b
a
n
g
u
n
n
y
a
r
u
m
a
h
c
o
n
t
o
h
r
a
m
a
h
b
e
n
c
a
n
a
.
x
T
e
r
l
a
k
s
a
n
a
n
n
y
a
m
i
t
i
g
a
s
i
b
e
n
c
a
n
a
m
e
l
a
l
u
i
r
e
h
a
b
i
l
i
t
a
s
i
m
a
n
g
r
o
v
e
x
R
u
m
a
h
x
K
a
b
u
p
a
t
e
n
/
K
o
t
a
1
1
4
1
5
7
1
0
2
2
.
2
3
6
S
u
m
b
e
r
D
a
y
a
E
n
e
r
g
i
,
M
i
n
e
r
a
l
d
a
n
P
e
r
t
a
m
b
a
n
g
a
n
3
.
1
O
p
t
i
m
a
l
i
s
a
s
i
p
e
r
a
n
m
i
g
a
s
d
a
l
a
m
p
e
n
e
r
i
m
a
a
n
n
e
g
a
r
a
g
u
n
a
m
e
n
u
n
j
a
n
g
p
e
r
t
u
m
b
u
h
a
n
e
k
o
n
o
m
i
1
.
P
e
n
e
r
i
m
a
a
n
n
e
g
a
r
a
s
e
k
t
o
r
E
S
D
M
x
J
u
m
l
a
h
p
e
n
e
r
i
m
a
a
n
m
i
g
a
s
x
J
u
m
l
a
h
p
e
n
e
r
i
m
a
n
p
e
r
t
a
m
b
a
n
g
a
n
u
m
u
m
R
p
T
r
i
l
l
i
u
n
R
p
T
r
i
l
l
i
u
n
1
3
7
,
7
1
7
,
6
1
9
1
,
7
2
9
,
8
1
8
6
,
6
3
7
,
3
3
0
3
,
1
4
2
,
7
1
8
2
,
7
*
)
5
1
,
6
*
)
2
.
P
r
o
p
o
r
s
i
p
e
n
e
r
i
m
a
a
n
m
i
g
a
s
t
e
r
h
a
d
a
p
P
D
B
P
e
r
s
e
n
N
/
A
N
/
A
N
/
A
N
/
A
N
/
A
3
.
2
M
e
n
i
n
g
k
a
t
n
y
a
c
a
d
a
n
g
a
n
,
p
r
o
d
u
k
s
i
,
d
a
n
e
k
s
p
o
r
m
i
g
a
s
1
.
J
u
m
l
a
h
c
a
d
a
n
g
a
n
m
i
n
y
a
k
b
u
m
i
M
M
S
T
B
8
.
6
2
6
,
9
6
8
.
9
2
8
,
4
5
8
.
4
0
3
,
3
1
8
.
2
1
9
,
2
2
N
/
A
2
.
J
u
m
l
a
h
c
a
d
a
n
g
a
n
g
a
s
b
u
m
i
T
S
C
F
1
8
5
,
8
0
1
8
7
,
0
9
1
6
4
,
9
9
1
7
0
,
0
7
N
/
A
3
.
J
u
m
l
a
h
p
r
o
d
u
k
s
i
m
i
n
y
a
k
b
u
m
i
B
a
r
e
l
3
8
5
.
7
0
8
.
7
7
9
3
5
9
.
2
8
9
.
3
3
7
3
4
8
.
3
1
4
.
9
4
5
3
5
6
.
4
3
6
.
7
8
6
3
4
5
.
4
8
9
.
7
2
5
4
.
J
u
m
l
a
h
p
r
o
d
u
k
s
i
g
a
s
b
u
m
i
M
S
C
F
2
.
9
8
4
.
1
5
0
.
2
1
5
2
.
9
4
7
.
0
4
8
.
6
3
2
2
.
8
0
5
.
9
9
9
.
4
6
4
2
.
8
9
1
.
9
2
9
.
3
7
5
2
.
5
0
6
.
8
0
3
.
4
8
1
5
.
J
u
m
l
a
h
e
k
s
p
o
r
m
i
n
y
a
k
b
u
m
i
B
a
r
e
l
1
5
6
.
7
6
6
.
0
0
6
1
1
4
.
1
4
7
.
7
6
4
1
2
7
.
1
3
4
.
7
9
2
1
2
8
.
0
5
8
.
1
4
9
1
0
3
.
2
3
5
.
8
7
7
1
)
6
.
E
k
s
p
o
r
E
n
e
r
g
i
F
i
n
a
l
:
x
G
a
s
p
i
p
a
x
L
N
G
M
M
S
C
F
M
M
B
T
U
1
6
8
.
3
1
9
1
.
2
1
7
.
8
2
9
.
1
8
8
1
6
1
.
5
5
4
1
.
1
7
6
.
4
6
7
.
5
7
0
2
9
5
.
6
6
9
1
.
0
8
2
.
4
6
4
.
8
4
0
2
3
4
.
9
6
4
1
.
0
6
7
.
7
9
5
.
9
3
0
2
9
1
.
5
2
8
5
)
4
1
9
.
1
7
3
.
6
7
0
6
)
3
.
3
T
e
r
j
a
m
i
n
n
y
a
p
a
s
o
k
a
n
m
i
g
a
s
d
a
n
p
r
o
d
u
k
p
r
o
d
u
k
n
y
a
u
n
t
u
k
m
e
m
e
n
i
h
i
k
e
b
u
t
u
h
a
n
d
a
l
a
m
n
e
g
e
r
i
1
.
J
u
m
l
a
h
k
o
n
s
u
m
s
i
m
i
n
y
a
k
b
u
m
i
B
a
r
e
l
3
5
7
,
4
9
3
,
9
9
7
3
4
9
,
8
4
5
,
4
3
5
3
2
1
,
3
0
2
,
8
1
4
2
7
3
,
5
0
5
,
5
4
9
1
8
7
,
1
5
2
,
1
2
5
2
)
2
.
J
u
m
l
a
h
k
o
n
s
u
m
s
i
g
a
s
b
u
m
i
M
S
C
F
2
,
7
6
6
,
0
6
2
,
6
7
3
2
,
8
2
5
,
7
6
0
,
9
8
7
2
,
7
0
8
,
9
8
2
,
5
5
6
2
,
7
9
0
,
9
8
8
,
0
9
1
2
,
3
4
5
,
9
9
5
,
7
8
6
3
)
3
.
J
u
m
l
a
h
i
m
p
o
r
m
i
n
y
a
k
b
u
m
i
B
a
r
e
l
1
2
0
,
1
5
9
,
3
2
4
1
1
3
,
5
4
5
,
9
3
4
1
1
1
,
0
6
7
,
2
4
5
9
2
,
1
7
5
,
3
5
8
7
5
,
0
9
9
,
0
5
7
4
)
4
.
I
m
p
o
r
B
B
M
B
a
r
e
l
1
5
4
,
7
0
6
,
5
7
8
1
0
4
,
8
4
7
,
6
8
8
1
3
0
,
7
5
6
,
6
6
3
8
8
,
6
1
6
,
6
6
2
9
8
,
0
8
8
,
2
3
0
5
.
P
r
o
d
u
k
s
i
B
a
h
a
n
B
a
k
a
r
N
a
b
a
t
i
:
x
B
i
o
F
u
e
l
x
B
i
o
D
i
e
s
e
l
x
B
i
o
E
t
a
n
o
l
x
B
i
o
O
i
l
R
i
b
u
K
L
R
i
b
u
K
L
R
i
b
u
K
L
R
i
b
u
K
L
3
,
3
0
.
8
2
,
5
1
2
2
,
5
1
2
0
,
0
2
,
5
4
7
1
,
5
4
5
6
,
6
1
2
,
5
2
,
4
1
.
7
2
2
,
2
1
.
5
5
0
1
3
5
3
7
,
2
2
.
5
5
8
,
7
2
.
3
2
9
,
1
1
9
2
,
4
3
7
.
,
2
3
.
4
M
e
n
i
n
g
k
a
t
n
y
a
i
n
v
e
s
t
a
s
i
p
e
r
t
a
m
b
a
n
g
a
n
d
a
n
s
u
m
b
e
r
d
a
y
a
m
i
n
e
r
a
l
d
e
n
g
a
n
p
e
r
l
u
a
s
a
n
l
a
p
a
n
g
a
n
k
e
r
j
a
d
a
n
k
e
s
e
m
p
a
t
a
n
b
e
r
u
s
a
h
a
1
.
T
o
t
a
l
i
n
v
e
s
t
a
s
i
m
i
g
a
s
U
S
D
J
u
t
a
8
.
2
6
8
,
6
7
9
.
6
6
2
,
5
6
1
1
.
1
7
9
,
6
6
1
2
.
2
1
2
,
9
6
1
2
.
1
8
4
,
8
0
2
.
T
o
t
a
l
i
n
v
e
s
t
a
s
i
m
i
n
e
r
b
a
p
a
b
u
m
U
S
D
J
u
t
a
9
4
4
,
3
1
1
.
4
5
6
,
1
2
1
.
2
5
2
,
8
1
1
,
6
5
4
,
5
1
1
.
8
1
2
,
3
3
.
J
u
m
l
a
h
p
e
n
y
e
r
a
p
a
n
t
e
n
a
g
a
k
e
r
j
a
d
i
s
e
k
t
o
r
p
e
r
t
a
m
b
a
n
g
a
n
u
m
u
m
O
r
a
n
g
4
7
.
6
6
2
1
2
1
.
1
2
1
1
1
2
.
9
2
8
1
2
0
.
6
3
9
1
1
9
.
6
2
3
4
.
J
u
m
l
a
h
p
e
n
y
e
r
a
p
a
n
t
e
n
a
g
a
k
e
r
j
a
d
i
s
e
k
t
o
r
m
i
g
a
s
O
r
a
n
g
3
4
5
.
0
2
6
3
3
7
.
0
6
2
3
3
5
.
0
3
9
3
3
2
.
3
1
7
2
7
8
.
9
9
6
3
.
5
M
e
n
i
n
g
k
a
t
n
y
a
p
r
o
d
u
k
s
i
d
a
n
n
i
l
a
i
t
a
m
b
a
h
p
r
o
d
u
k
p
e
r
t
a
m
b
a
n
g
a
n
1
.
J
u
m
l
a
h
p
r
o
d
u
k
s
i
b
a
t
u
b
a
r
a
T
o
n
1
5
1
.
8
4
0
.
2
9
4
1
7
9
.
5
3
5
.
7
2
2
1
7
8
.
7
9
0
.
7
5
5
1
8
8
.
6
6
3
.
0
6
8
1
4
3
.
1
0
1
.
6
3
0
7
)
2
.
J
u
m
l
a
h
p
e
n
j
u
a
l
a
n
b
a
t
u
b
a
r
a
(
d
o
m
e
s
t
i
k
)
T
o
n
4
2
,
4
7
7
,
2
7
7
3
9
,
2
6
7
,
7
8
9
4
6
,
1
9
0
,
2
4
7
4
9
,
0
2
6
,
0
7
2
3
4
,
7
6
9
,
8
7
7
8
)
3
.
J
u
m
l
a
h
e
s
k
p
o
r
b
a
t
u
b
a
r
a
T
o
n
1
0
5
,
8
1
8
,
4
3
9
1
2
9
,
1
2
3
,
6
7
6
1
4
0
,
0
4
8
,
7
0
6
1
4
0
,
5
1
8
,
5
4
9
1
0
7
,
5
1
3
,
2
0
7
9
)
J
u
m
l
a
h
P
r
o
d
u
k
s
i
K
o
m
o
d
i
t
a
s
M
i
n
e
r
a
l
:
K
g
1
4
2
,
8
9
3
8
5
,
4
1
1
1
1
7
,
8
5
4
6
4
,
3
9
0
1
2
5
,
2
7
0
N
o
S
a
s
a
r
a
n
I
n
d
i
k
a
t
o
r
S
a
t
u
a
n
P
e
n
c
a
p
a
i
a
n
2
0
0
5
2
0
0
6
2
0
0
7
2
0
0
8
2
0
0
9
L
a
n
j
u
t
a
n
T
a
b
e
l
4
.
1
8
.
1
349
B
a
g
i
a
n
I
V
Evaluasi Lima Tahun Pelaksanaan RPJMN 2004-2009
j
a
s
a
m
e
t
e
o
r
o
l
o
g
i
d
a
n
g
e
o
f
i
s
i
k
a
k
e
c
e
p
a
t
a
n
p
e
n
y
a
m
p
a
i
a
n
i
n
f
o
r
m
a
s
i
c
u
a
c
a
,
i
k
l
i
m
,
g
e
m
p
a
b
u
m
i
,
d
a
n
t
s
u
n
a
m
i
A
W
S
4
;
G
r
o
u
n
d
S
a
t
e
l
i
t
e
R
e
c
e
i
v
e
r
A
W
S
4
3
;
G
r
o
u
n
d
S
a
t
e
l
i
t
e
R
e
c
e
i
v
e
r
A
W
S
7
;
G
r
o
u
n
d
S
a
t
e
l
i
t
e
R
e
c
e
i
v
e
r
2
;
T
e
r
p
a
s
a
n
g
d
a
n
b
e
r
o
p
e
r
a
s
i
n
y
a
T
E
W
S
d
i
1
6
0
l
o
k
a
s
i
A
W
S
4
0
;
G
r
o
u
n
d
S
a
t
e
l
i
t
e
R
e
c
e
i
v
e
r
3
;
B
e
r
o
p
e
r
a
s
i
n
y
a
T
E
W
S
d
i
1
6
0
l
o
k
a
s
i
4
.
1
M
e
n
i
n
g
k
a
t
n
y
a
k
u
a
l
i
t
a
s
a
i
r
p
e
r
m
u
k
a
a
n
(
s
u
n
g
a
i
,
d
a
n
a
u
d
a
n
s
i
t
u
)
d
a
n
k
u
a
l
i
t
a
s
a
i
r
t
a
n
a
h
d
i
s
e
r
t
a
i
p
e
n
g
e
n
d
a
l
i
a
n
d
a
n
p
e
m
a
n
t
a
u
a
n
t
e
r
p
a
d
u
a
n
t
a
r
s
e
k
t
o
r
P
e
m
e
n
u
h
a
n
b
a
k
u
m
u
t
u
k
e
l
a
s
&
I
I
P
P
8
2
t
a
h
u
n
2
0
0
1
(
s
a
m
p
e
l
3
2
s
u
n
g
a
i
d
i
3
0
p
r
o
v
i
n
s
i
)
1
0
p
e
r
s
e
n
m
e
m
e
n
u
h
i
b
a
k
u
m
u
t
u
,
4
0
p
e
r
s
e
n
t
e
r
c
e
m
a
r
r
i
n
g
a
n
,
4
2
p
e
r
s
e
n
t
e
r
c
e
m
a
r
s
e
d
a
n
g
,
p
e
r
s
e
n
t
e
r
c
e
m
a
r
b
e
r
a
t
2
2
,
6
p
e
r
s
e
n
m
e
m
e
n
u
h
i
b
a
k
u
m
u
t
u
,
5
0
,
3
p
e
r
s
e
n
t
e
r
c
e
m
a
r
r
i
n
g
a
n
,
4
0
,
5
p
e
r
s
e
n
t
e
r
c
e
m
a
r
s
e
d
a
n
g
,
6
,
3
p
e
r
s
e
n
t
e
r
c
e
m
a
r
b
e
r
a
t
d
a
n
P
e
l
a
k
s
a
n
a
a
n
S
u
p
e
r
k
a
s
i
h
d
i
P
r
o
v
i
n
s
i
g
u
n
a
m
e
l
i
n
d
u
n
g
i
D
a
e
r
a
h
A
l
i
r
a
n
S
u
n
g
a
i
(
D
A
S
)
d
a
n
p
e
s
i
s
i
r
d
a
n
l
a
u
t
d
e
n
g
a
n
j
u
m
l
a
h
i
n
d
u
s
t
r
i
m
e
n
c
a
p
a
i
2
6
3
p
e
r
u
s
a
h
a
a
n
.
S
U
P
E
R
K
A
S
I
H
d
i
p
r
o
v
i
n
s
i
g
u
n
a
m
e
l
i
n
d
u
n
g
i
D
a
e
r
a
h
A
l
i
r
a
n
S
u
n
g
a
i
(
D
A
S
)
d
a
n
d
a
e
r
a
h
p
e
s
i
s
i
r
d
a
n
l
a
u
t
,
d
e
n
g
a
n
j
u
m
l
a
h
p
e
s
e
r
t
a
2
6
3
p
e
r
u
s
a
h
a
a
n
T
e
r
s
e
d
i
a
n
y
a
l
a
p
o
r
a
n
d
a
t
a
k
u
a
l
i
t
a
s
a
i
r
t
a
n
a
h
d
i
b
e
b
e
r
a
p
a
w
i
l
a
y
a
h
p
e
r
k
o
t
a
a
n
;
T
e
r
s
e
d
i
a
n
y
a
l
a
p
o
r
a
n
d
a
t
a
k
u
a
l
i
t
a
s
a
i
r
p
e
r
m
u
k
a
a
n
(
s
u
n
g
a
i
)
3
3
s
u
n
g
a
i
k
a
l
i
d
a
l
a
m
s
e
t
a
h
u
n
,
1
0
d
a
n
a
u
s
e
t
a
h
u
n
k
a
l
i
T
e
r
s
e
d
i
a
n
y
a
s
a
r
a
n
a
d
a
n
p
r
a
s
a
r
a
n
a
k
e
l
e
m
b
a
g
a
a
n
d
a
n
s
i
s
t
e
m
i
n
f
o
r
m
a
s
i
p
e
m
a
n
t
a
u
a
n
,
p
e
n
g
e
n
d
a
l
i
a
n
p
e
n
c
e
m
a
r
a
n
l
i
n
g
k
u
n
g
a
n
d
a
n
p
e
r
l
i
n
d
u
n
g
a
n
s
u
m
b
e
r
d
a
y
a
a
i
r
d
i
4
3
4
k
a
b
/
k
o
t
a
M
e
n
i
n
g
k
a
t
n
y
a
j
u
m
l
a
h
i
n
d
u
s
t
r
i
y
a
n
g
t
a
a
t
t
e
r
h
a
d
a
p
p
e
r
a
t
u
r
a
n
L
H
P
e
r
u
s
a
h
a
n
p
e
s
e
r
t
a
P
r
o
p
e
r
4
3
8
5
0
5
5
0
4
5
1
2
7
5
0
4
.
2
M
e
n
i
n
g
k
a
t
n
y
a
k
u
a
l
i
t
a
s
u
d
a
r
a
p
e
r
k
o
t
a
a
n
k
h
u
s
u
s
n
y
a
d
i
k
a
w
a
s
a
n
p
e
r
k
o
t
a
a
n
y
a
n
g
d
i
d
u
k
u
n
g
o
l
e
h
p
e
r
b
a
i
k
a
n
m
a
n
a
j
e
m
e
n
d
a
n
s
i
s
t
e
m
t
r
a
n
s
p
o
r
t
a
s
i
k
o
t
a
y
a
n
g
r
a
m
a
h
l
i
n
g
k
u
n
g
a
n
T
e
r
s
u
s
u
n
n
y
a
p
e
r
a
t
u
r
a
n
t
e
n
t
a
n
g
b
a
k
u
m
u
t
u
u
d
a
r
a
k
e
b
i
j
a
k
a
n
d
a
n
p
e
d
o
m
a
n
P
e
r
m
e
n
L
H
,
D
r
a
f
t
N
a
s
k
a
h
A
k
a
d
e
m
i
s
R
U
U
P
e
n
g
e
l
o
l
a
a
n
U
d
a
r
a
B
e
r
s
i
h
,
p
e
d
o
m
a
n
p
e
n
g
a
w
a
s
a
n
P
e
r
m
e
n
L
H
,
N
a
s
k
a
h
A
k
a
d
e
m
i
s
R
U
U
P
e
n
g
e
l
o
l
a
a
n
U
d
a
r
a
B
e
r
s
i
h
,
p
e
d
o
m
a
n
p
e
n
g
a
w
a
s
a
n
P
e
r
m
e
n
L
H
,
R
U
U
P
e
n
g
e
l
o
l
a
a
n
U
d
a
r
a
B
e
r
s
i
h
,
p
e
d
o
m
a
n
p
e
n
g
a
w
a
s
a
n
K
e
p
m
e
n
L
H
N
o
.
4
/
2
0
0
9
t
e
n
t
a
n
g
A
m
b
a
n
g
B
a
t
a
s
G
a
s
B
u
a
n
g
K
e
n
d
a
r
a
a
n
B
e
r
m
o
t
o
r
T
i
p
e
B
a
r
u
,
p
e
d
o
m
a
n
p
e
n
g
a
w
a
s
a
n
d
a
n
p
e
l
a
k
s
a
n
a
a
n
M
e
n
i
n
g
k
a
t
n
y
a
p
e
m
a
n
t
a
u
a
n
e
m
i
s
i
g
a
s
b
u
a
n
g
k
e
n
d
a
r
a
a
n
b
e
r
m
o
t
o
r
x
J
u
m
l
a
h
k
e
n
d
a
r
a
a
n
b
e
r
m
o
t
o
r
x
J
u
m
l
a
h
K
a
b
u
p
a
t
e
n
/
K
o
t
a
2
.
3
9
6
1
9
.
7
0
0
1
7
2
4
.
0
0
0
1
6
(
t
i
d
a
k
d
i
l
a
k
u
k
a
n
)
2
0
4
.
3
M
e
n
i
n
g
k
a
t
n
y
a
s
i
s
t
e
m
p
e
n
g
e
l
o
l
a
a
n
d
a
n
p
e
l
a
y
a
n
a
n
l
i
m
b
a
h
B
3
(
b
a
h
a
n
b
e
r
b
a
h
a
y
a
b
e
r
a
c
u
n
)
b
a
g
i
k
e
g
i
a
t
a
n
k
e
g
i
a
t
a
n
y
a
n
g
b
e
r
p
o
t
e
n
s
i
m
e
n
c
e
m
a
r
i
l
i
n
g
k
u
n
g
a
n
M
e
n
i
n
g
k
a
t
n
y
a
j
u
m
l
a
h
L
i
m
b
a
h
B
3
y
a
n
g
d
i
k
e
l
o
l
a
j
u
t
a
T
o
n
L
i
m
b
a
h
B
3
5
,
8
7
,
4
8
,
2
1
1
0
4
.
4
M
e
n
i
n
g
k
a
t
n
y
a
k
e
m
a
m
p
u
a
n
d
a
l
a
m
p
e
l
a
y
a
n
a
n
M
e
n
i
n
g
k
a
t
n
y
a
a
k
u
r
a
s
i
d
a
n
R
a
d
a
r
c
u
a
c
a
4
;
R
a
d
a
r
c
u
a
c
a
3
;
R
a
d
a
r
c
u
a
c
a
4
;
R
a
d
a
r
c
u
a
c
a
5
;
1
.
J
u
m
l
a
h
p
r
o
d
u
k
s
i
e
m
a
s
2
.
J
u
m
l
a
h
p
r
o
d
u
k
s
i
p
e
r
a
k
K
g
3
2
6
,
9
9
2
2
6
1
,
3
9
7
2
6
8
,
9
6
7
2
2
6
,
0
5
1
3
1
9
,
1
0
0
3
.
J
u
m
l
a
h
p
r
o
d
u
k
s
i
t
e
m
b
a
g
a
T
o
n
1
,
0
6
3
,
8
4
9
8
1
7
,
7
9
6
7
9
6
,
8
9
9
6
5
5
,
0
4
6
9
7
4
,
8
0
0
4
.
J
u
m
l
a
h
p
r
o
d
u
k
s
i
l
o
g
a
m
t
i
m
a
h
T
o
n
6
7
,
6
0
0
6
5
,
3
5
7
6
4
,
1
2
7
5
3
,
4
7
1
3
9
,
3
7
9
5
.
J
u
m
l
a
h
p
r
o
d
u
k
s
i
b
a
u
k
s
i
t
M
e
t
r
i
k
T
o
n
1
,
0
8
1
,
7
3
9
1
,
5
0
1
,
9
3
7
1
,
2
5
1
,
1
4
7
1
,
1
5
2
,
3
2
2
7
8
3
,
0
9
7
6
.
J
u
m
l
a
h
p
r
o
d
u
k
s
i
b
i
j
i
h
n
i
k
e
l
W
M
T
2
,
5
4
5
,
5
8
0
4
,
3
5
3
,
8
3
2
7
,
1
1
2
,
8
7
0
6
,
5
7
1
,
7
6
4
5
,
8
0
2
,
0
8
0
L
i
n
g
k
u
n
g
a
n
H
i
d
u
p
S
u
m
b
e
r
:
K
e
m
e
n
t
e
r
i
a
n
K
e
h
u
t
a
n
a
n
,
K
e
m
e
n
t
e
r
i
a
n
K
e
l
a
u
t
a
n
d
a
n
P
e
r
i
k
a
n
a
n
,
K
e
m
e
n
t
e
r
i
a
n
E
n
e
r
g
i
d
a
n
S
u
m
b
e
r
D
a
y
a
M
i
n
e
r
a
l
,
K
e
m
e
n
t
e
r
i
a
n
L
i
n
g
k
u
n
g
a
n
H
i
d
u
p
,
2
0
0
5
-
2
0
0
9
.
C
a
t
a
t
a
n
:
*
)
a
n
g
k
a
s
e
m
e
n
t
a
r
a
350
B
a
g
i
a
n
I
V
MEMELIHARA MOMENTUM PERUBAHAN
2.2 Evaluasi Pencapaian
2.2.1 Kehutanan
Pencapaian imple mentasi kebijakan prioritas pada periode tahun 2005-2009
telah menunjukkan hasil yang cukup menggembirakan. Untuk itu, maka upaya-
upaya yang telah dilaksanakan agar dapat terus dilanjutkan dan ditingkatkan lagi
pada masa pemerintahan berikutnya.
Secara umum, program pengembangan dan pengelolaan sumber daya kehutanan
selama periode 2004-2009 telah menghasilkan berbagai pencapaian, antara lain: (1)
menurunnya kasus kejahatan di bidang kehutanan dan terselamatkannya kekayaan
negara sekitar Rp25 triliun setiap tahun akibat upaya pencegahan dan pemberantasan
pembalakan liar; (2) menurunnya laju deforestasi dan degradasi hingga 0,9 juta hektar
per tahun akibat adanya upaya rehabilitasi; (3) investasi baru hutan tanaman sekitar
1,12 juta ha hutan tanaman industri (HTI) dengan nilai investasi sebesar Rp62,29 triliun;
(4) membaiknya harga hasil hutan di pasar internasional; (5) adanya kepastian hukum
dan bantuan permodalan dalam usaha kehutanan bagi masyarakat; (6) meningkatnya
usaha di bidang pariwisata alam. Jumlah pemegang Izin Pengusahaan Pariwisata Alam
(IPPA) dan jumlah pengunjung ke kawasan konservasi meningkat menjadi 3 juta orang,
serta jumlah pemegang izin penangkaran tumbuhan dan satwa liar (TSL) meningkat
dan menambah devisa pada tahun 2008 senilai Rp2 triliun; (7) diatasinya kebakaran
hutan secara nyata sehingga potensi kerugian negara dapat diselamatkan sekitar USD5
miliar, termasuk penyelamatan keanekaragaman hayati; dan (8) terserapnya tenaga
kerja dari pembangunan kehutanan sekitar 2,5 juta orang.
2.2.2 Kelautan
Sektor kelautan dalam melaksanakan fungsi lingkungan hidup berupaya untuk
menanggulangi pencurian ikan di wilayah perairan, penataan kawasan termasuk
di dalamnya penataan batas negara, serta pengelolaan wilayah pesisir dan
pulau-pulau kecil secara terpadu. Sebagai langkah awal dari pengelolaan terpadu
dikeluarkan UU Nomor 27 Tahun 2007 tentang Pengelolaan Wilayah Pesisir dan
Pulau-Pulau Kecil.
Selain itu, dalam rangka perlindungan
sumber daya kelautan dan perikanan
Pemerintah telah melakukan penga-
wa san terhadap pelanggaran hukum
di laut. Hal ini dilakukan melalui
pengadaan sarana prasarana kapal
dan pemasangan pemancar radio
(transmitter) di kapal, koordinasi
operasi pengawasan, pembentukan
kelompok masyarakat pengawas (pokmaswas) yang hingga tahun 2009 telah
terbentuk 1.457 pokmaswas, peningkatan hari operasi, dan pengembangan
pengadilan tindak pidana perikanan di lima lokasi (Jakarta, Bitung, Belawan,
Pontianak, dan Tual).
Program Pengembangan dan Pengelolaan Sumber Daya Kelautan telah
menghasilkan berbagai pencapaian antara lain sebagai berikut.
351
B
a
g
i
a
n
I
V
Evaluasi Lima Tahun Pelaksanaan RPJMN 2004-2009
Pertama, turunnya jumlah pelanggaran serta perusakan sumber daya pesisir
dan laut. Meskipun menurun, pelanggaran dan perusakan ini masih ditemukan
pada beberapa wilayah laut di sekitar pulau-pulau kecil yang terpencil dan tidak
berpenghuni. Selama tahun 20052009 hasil operasi kapal pengawas telah
berhasil ditingkatkan. Sejalan dengan peningkatan tersebut, kerugian negara
yang bisa diselamatkan selama tahun 20052009 mencapai Rp1,9 triliun.
Selama tahun 2005-2009 telah dilakukan penanganan pelanggaran terhadap
tindak pidana perikanan sebanyak 616 kasus yang ditangani oleh Penyidik
Pegawai Negeri Sipil (PPNS).
Kedua, terlaksananya uji coba pengelolaan ekosistem pesisir, laut, dan pulau-
pulau kecil secara lestari, terpadu, serta berbasis masyarakat di beberapa lokasi,
terutama di ekosistem terum bu karang, mang rove, dan padang la mun. Upaya
yang dila kukan adalah dengan me ne tapkan kawasan kon ser vasi perairan baik
perai ran laut, pesisir maupun perairan tawar dan payau. Sampai akhir tahun
2009 kawasan konservasi per airan yang telah dite tap kan mencapai 13,5 juta
hektar.
Ketiga, telah diterbitkan nya UU Nomor 27 Tahun 2007 tentang Penge-
lolaan Wilayah Pesisir dan Pulau-Pulau Kecil (PWP-PPK). UU ini mengatur: (1)
desentralisasi pengelolaan sumber daya pesisir dan laut secara berkelanjutan;
(2) kawasan konservasi laut, jenis/genetik biota laut langka dan terancam
punah; (3) integrasi pembangunan laut, pesisir, dan daratan dalam satu kesatuan
pengembangan wilayah; (4) pemanfaatan ruang laut, pesisir, dan pulau-pulau
kecil secara serasi sesuai dengan daya dukung lingkungan; (5) pemeliharaan
ekosistem pesisir dan laut; serta (6) mitigasi bencana alam laut dan keselamatan.
2.2.3 Pertambangan dan Energi
Sektor pertambangan dan energi, terutama minyak dan gas bumi, telah
menunjukkan peranan yang besar sebagai sumber penerimaan negara. Namun,
produksi minyak bumi cenderung menurun. Sesuai Rencana Pembangunan
Jangka Panjang Nasional (RPJPN) 20052025, Cetak Biru Pengelolaan Energi
Nasional (PEN) 2005-2025 telah diterbitkan pada awal RPJMN 20042009
dengan sasaran strategis menurunkan pemakaian minyak bumi dengan
meningkatkan pemakaian gas bumi, batubara dan energi terbarukan.
Dalam melakukan upaya
peningkatan cadangan per-
tambangan dan mi ne ral,
selama periode 2004-2009
telah berhasil diselesaikan
sejumlah peta dan infor-
ma si geologi mengenai
ke beradaan mine ral dan
energi di Indonesia. Pro-
duksi mi neral logam utama
hasil pertambangan selama
periode 20042009 yang
meliputi timah, nikel,
bauksit, tembaga, emas,
352
B
a
g
i
a
n
I
V
MEMELIHARA MOMENTUM PERUBAHAN
perak, serta pasir besi mengalami kenaikan dan penurunan yang tidak seragam.
Dalam periode ini upaya un tuk meningkatkan nilai tambah dengan mem bangun
industri peng olahan hasil tambang telah mening kat, mes kipun pening katan nya
masih sangat kecil.
Keberhasilan bidang energi
dalam RPJMN 20042009
dapat diukur tidak saja
dari pen capaian sasaran
makro nya, namun juga
dalam upaya pemecahan
per masalahan yang ber-
kembang, termasuk men-
jawab peningkatan aspi-
rasi masyarakat. Kendala
pening katan produksi mi-
nyak semakin berat, kare-
na sebagian besar lapangan
pro duksi telah tua, investasi
pengembangan lapangan
baru masih kurang, semen-
tara pemanfaatan tek-
no logi pengurasan lanjut
belum berkembang. Upaya
pengembangan berbagai energi alternatif, termasuk panas bumi dan batubara,
meskipun belum menunjukkan hasil dalam bentuk pasokan energi, tetapi dapat
memberikan landasan untuk pelaksanaan pada periode selanjutnya
Bila dari sisi kuantitatif sasaran pasokan energi yang ditargetkan dalam RPJMN
2004-2009 dapat dicapai, tidak berarti masyarakat telah cukup puas dengan
persoalan energi yang diha dapinya. Meskipun berhasil dalam program kon versi
liquefied petroleum gas (LPG), pasokan gas bumi untuk memenuhi kebutuhan
energi dalam negeri masih bermasalah, karena kurang disiapkannya prasarana
untuk menghubungkan lapangan produksi dengan pusat konsumsi yang sebagian
besar berada di Jawa.
2.2.4 Lingkungan Hidup
Pencapaian sasaran dalam Program Pengelolaan Lingkungan Hidup antara
lain adalah: (1) terlaksananya pengendalian pencemaran lingkungan, yang
ditandai dengan meningkatnya status ketaatan 650 industri, pengendalian
pencemaran emisi kendaraan bermotor di 16 kota, pengendalian pencemaran
air, dan reduksi timbulan sampah melalui pelaksanaan 3R (Reduce, Reuse dan
Recycle); (2) terlaksananya pengendalian kerusakan lingkungan, yang ditandai
dengan meningkatnya kapasitas dalam meningkatkan pengendalian dampak
perubahan iklim di pusat dan daerah, termasuk pengawasan dan sistem insentif
melalui Program Menuju Indonesia Hijau (MIH) dan terlaksananya penghapusan
30 metrik ton bahan perusak ozon (BPO) di sektor chiller dan metered dose
inhaler; (3) terlaksananya pemantauan kualitas lingkungan yang tercermin
dalam (a) laporan pemantauan air sungai di 33 provinsi, (b) data pemantauan
udara ambient automatic dengan melakukan pemantauan udara ambient
353
B
a
g
i
a
n
I
V
Evaluasi Lima Tahun Pelaksanaan RPJMN 2004-2009
kontinyu (AQMS) di delapan kota serta pemantauan udara dengan passive
sampler di 33 kota, (c) data pemantauan kualitas air laut di dua kota, persistent
organic pollutants (POPs) (Polychlorinated Biphenyls/PCBs) di 6 kota, (d) data
pemantauan pasca gempa dan bencana lahan di 5 kota, penambangan tanpa
izin (PETI) di lima kota, dan tempat pembuangan akhir (TPA) di tiga lokasi, dan
(e) data pemantauan timbal (Pb) di udara di tujuh kota, hujan asam di empat
kota, kebisingan lingkungan dan getaran di 17 kota, dan inventarisasi sumber
emisi Pb; (4) membaiknya pengelolaan bahan beracun dan berbahaya (B3) dan
limbah B3, yang ditandai dengan tercapainya penataan 650 industri proper
(Program Penilaian Peringkat Kinerja Perusahaan dalam Pengelolaan Lingkungan
Hidup), pembinaan pengelolaan B3 dan limbah B3 di 200 industri nonproper,
tersedianya fasilitas pengelolaan limbah B3 di lima pelabuhan, pengembangan
delapan peraturan dan 12 pedoman teknis pengelolaan B3 dan limbah B3;
serta (5) upaya penanganan bencana alam dalam bentuk pembangunan sarana
dan pengembangan informasi meteorologi, klimatologi, kualitas udara dan
geofisika secara komprehensif. Beberapa hasil yang dapat dilihat antara lain
adalah kecepatan waktu penyediaan informasi gempa bumi dan tsunami yang
telah meningkat secara signifikan, yaitu menjadi di bawah tujuh menit, dan
penayangan informasi cuaca dan kejadian gempa bumi di media massa dan
media elektronika menjadi empat kali per hari dalam kondisi khusus.
III. Keberhasilan
3.1 Kehutanan
Pencapaian sasaran di bidang kehutanan yang diwujudkan melalui pelaksanaan
Program Pengembangan dan Pengelolaan Sumber Daya Hutan mencatat beberapa
keberhasilan. Pencapaian yang utama adalah rehabilitasi hutan dan lahan (RHL)
yang berhasil menurunkan laju deforestasi dan degradasi hutan sampai dengan
0,9 juta hektar per tahun. Pemantapan kawasan hutan juga dinilai berhasil
dengan telah dilaksanakannya pembuatan tata batas sepanjang 5.079,432 km
pada 21 lokasi taman nasional (TN) model sampai dengan triwulan III tahun 2009.
Sementara itu, dengan adanya kebijakan deregulasi dan debirokratisasi yang
mendorong berkurangnya praktek pembalakan liar, berkurangnya konflik dengan
masyarakat, serta membaiknya harga pasar kayu internasional, iklim investasi
di bidang hutan tanaman meningkat secara signifikan. Sejak 2004 sampai 2009,
investasi baru yang ditanam mencapai sekitar 1,12 juta hektar HTI dengan nilai
sebesar Rp 62,29 triliun dengan total penyerapan tenaga kerja sekitar 1,2 juta
orang. Keberhasilan lainnya ditunjukkan dengan penetapan pencadangan areal
HTR seluas 251.018 hektar di 15 provinsi dan diterbitkan izin HTR sebanyak
delapan unit di lima kabupaten sampai dengan Juni 2009.
3.2 Kelautan
Pencapaian sasaran di bidang kelautan yang diwujudkan melalui Program
Pengembangan dan Pengelolaan Sumber daya Kelautan telah menghasilkan be-
berapa keberhasilan, terutama dalam upaya pengelolaan wilayah pesisir, laut
dan pulau-pulau kecil. Hal ini ditunjukkan oleh pelaksanaan inventarisasi dan
toponim pulau yang telah selesai dilaksanakan pada tahun 2008 dan selanjutnya
diverifikasi oleh Tim Nasional Pembakuan Nama Rupa Bumi yang ditetapkan me-
lalui PP Nomor 112 Tahun 2006. Hasil verifikasi oleh tim tersebut menyebutkan
354
B
a
g
i
a
n
I
V
MEMELIHARA MOMENTUM PERUBAHAN
bahwa Indonesia memiliki 13.427 pulau di 33 provinsi. Selain itu, UU Nomor 27
Tahun 2007 tentang Pengelolaan Wilayah Pesisir dan Pulau-pulau Kecil telah
menunjukkan upaya pengelolaan secara terpadu.
3.3 Pertambangan dan Energi
Keberhasilan sektor pertambangan dan energi dalam RPJMN 20042009 antara
lain ditunjukkan dengan kontribusi yang signifikan sektor ini kepada penerimaan
APBN. Selain itu, pengelolaan sektor pertambangan telah memasuki era baru
dengan diterbitkannya UU Nomor 4 Tahun 2009 tentang Pertambangan Mineral
dan Batubara. Sementara itu, keberhasilan di bidang energi ditunjukkan
dengan terpenuhinya sasaran pemenuhan kebutuhan energi nasional serta
meningkatnya sumbangan minyak dan gas bumi kepada penerimaan negara.
Beberapa program yang keberhasilannya dapat ditonjolkan adalah substitusi
minyak tanah dengan LPG, pengembangan bahan bakar nabati (BBN), dan
tahap awal pengembangan PLTU 10.000 MW. Program-program pengembangan
alternatif energi seperti panas bumi, meskipun belum menunjukkan hasil
nyata dalam bentuk produksi energi, telah melaksanakan persiapan yang
cukup fundamental untuk pengembangan pada periode selanjutnya. Program
pemetaan geologi dilakukan untuk memenuhi sasaran yang direncanakan.
Dalam RPJMN 20042009 juga telah dilakukan kegiatan yang sangat produktif
dalam bidang perundang-undangan terkait sektor energi dan pertambangan.
3.4 Lingkungan Hidup
Pelaksanaan Program Pengendalian Pencemaran dan Perusakan Lingkungan
Hidup telah mendukung pencapaian prioritas pembangunan lingkungan hidup.
Pencapaian yang utama adalah terlaksananya pengendalian pencemaran
lingkungan, yang ditandai dengan meningkatnya status ketaatan 650 industri
terhadap pengendalian pencemaran lingkungan, pengendalian pencemaran
emisi kendaraan bermotor di 16 kota, pengendalian pencemaran air, dan reduksi
timbulan sampah melalui pelaksanaan 3R, serta terlaksananya penghapusan 30
metrik ton BPO di sektor chiller dan metered dose inhaler. Keberhasilan dalam
pelaksanaan program pengembangan dan pembinaan meteorologi dan geofisika
ditunjukkan oleh antara lain pembangunan dan beroperasinya Tsunami Early
Warning System (TEWS) di 160 lokasi di Indonesia serta waktu penyampaian
informasi gempa bumi dan tsunami kurang dari 7 menit.
355
B
a
g
i
a
n
I
V
Evaluasi Lima Tahun Pelaksanaan RPJMN 2004-2009
Bab 4.19
Percepatan Pembangunan Infrastruktur
I. Pengantar
P
embangunan infrastruktur adalah bagian integral dari pembangunan
nasional. Infrastruktur merupakan roda penggerak pertumbuhan ekonomi.
Kegiatan sektor transportasi merupakan tulang punggung pola distribusi
baik barang maupun penumpang. Infrastruktur lainnya seperti kelistrikan dan
telekomunikasi terkait dengan upaya modernisasi bangsa dan penyediaannya
merupakan salah satu aspek terpenting untuk meningkatkan produktivitas
sektor produksi. Ketersediaan sarana perumahan dan permukiman, antara lain
air minum dan sanitasi, secara luas dan merata, serta pengelolaan sumber daya
air yang berkelanjutan menentukan tingkat kesejahteraan masyarakat.
n
I
V
B
a
g
i
a
n
I
V
356
B
a
g
i
a
n
I
V
MEMELIHARA MOMENTUM PERUBAHAN
Selain itu, infrastruktur mempunyai peran yang tak kalah penting untuk
memperkokoh persatuan dan kesatuan bangsa. Jaringan transportasi dan
telekomunikasi dari Sabang sampai Merauke serta Sangir Talaud ke Rote
merupakan salah satu perekat utama Negara Kesatuan Republik Indonesia
(NKRI). Sejak lama infrastruktur diyakini merupakan pemicu pembangunan suatu
kawasan. Dapat dikatakan disparitas kesejahteraan antarkawasan juga dapat
diidentifikasi dari kesenjangan infrastruktur yang terjadi di antaranya. Dalam
konteks ini, ke depannya pendekatan pembangunan infrastruktur berbasis
wilayah semakin penting untuk diperhatikan. Pengalaman menunjukkan bahwa
infrastruktur transportasi berperan besar untuk membuka isolasi wilayah,
serta ketersediaan pengairan merupakan prasyarat kesuksesan pembangunan
pertanian dan sektor-sektor lainnya.
Di sisi lain, kondisi pelayanan dan penyediaan infrastruktur yang meliputi
transportasi, ketenagalistrikan, energi, pos, telekomunikasi dan informatika,
sumber daya air, serta perumahan, pelayanan air minum, dan penyehatan
lingkungan, mengalami penurunan baik kuantitas maupun kualitasnya.
Berkurangnya kualitas dan pelayanan serta tertundanya pembangunan
infrastruktur baru dapat menghambat laju pembangunan nasional. Rehabilitasi
dan pembangunan kembali berbagai infrastruktur yang rusak, serta peningkatan
kapasitas dan fasilitas baru akan menyerap biaya yang sangat besar sehingga
tidak dapat dipikul oleh Pemerintah sendiri. Untuk itu, mencari solusi inovatif
guna menanggulangi masalah perawatan dan perbaikan infrastruktur yang rusak
merupakan masalah yang mendesak untuk diselesaikan.
Program percepatan pembangunan infrastruktur pada RPJMN 2004-2009
difokuskan pada: (1) perbaikan pelayanan dan penyediaan infrastruktur di bidang
sumber daya air, transportasi, energi dan kelistrikan, pos dan telekomunikasi, serta
perumahan, air minum, limbah, persampahan, dan drainase guna mendorong
pertumbuhan ekonomi; dan (2) percepatan pembangunan infrastruktur yang
didorong melalui peningkatan peran swasta dengan meletakkan dasar-dasar
kebijakan dan regulasi serta reformasi dan restrukturisasi kelembagaan.
II. Pencapaian Prioritas
2.1 Gambaran Pencapaian
2.1.1 Sumber Daya Air
Upaya yang telah dilakukan sampai tahun 2009 dalam percepatan pembangunan
infras truktur sumber daya air secara umum ada lah sebagai berikut: (1) da lam
upaya menjaga keles tarian, meningkatkan fung si dan ketersediaan air, serta
meningkatkan daya tampung air, telah dila kukan pembangunan 11 waduk
yaitu: Waduk Keuliling di Nanggroe Aceh Darusalam, Telaga Tunjung dan Benel
di Bali, Ponre-ponre di Sulawesi Selatan, Panohan dan Lodan di Jawa Tengah,
Kedung Brubus, Nipah, dan Gonggang di Jawa Timur, serta Bilal dan Binalatung
di Kalimantan Timur, selain itu, juga telah dilakukan pembangunan 443 embung;
(2) untuk mendukung ketahanan pangan nasional, telah dilakukan peningkatan
luas layanan jaringan irigasi seluas 527,06 ribu hektar, rehabilitasi jaringan irigasi
seluas 1,93 juta hektar, dan operasi dan pemeliharaan jaringan irigasi yang
menjadi kewenangan Pemerintah Pusat seluas 2,1 juta hektar per tahun. Selain
357
B
a
g
i
a
n
I
V
Evaluasi Lima Tahun Pelaksanaan RPJMN 2004-2009
itu, juga telah dilakukan peningkatan/rehabilitasi jaringan rawa seluas 923,57
ribu hektar serta operasi dan pemeliharaan jaringan rawa seluas 451,29 ribu
hektar per tahun; (3) dalam upaya meningkatkan pemenuhan kebutuhan air baku
bagi rumah tangga, industri, dan perkotaan, telah dibangun saluran pembawa
air baku dengan kapasitas layanan lebih kurang 12,52 m3/det; (4) dalam rangka
mengendalikan dan mengurangi dampak bencana akibat banjir, telah dibangun
prasarana pengendali banjir sepanjang 1.013 km untuk mengamankan kawasan
seluas 12,8 ribu hektar dan telah dipasang serta dioperasikan flood forecasting
and warning system di sepuluh wilayah sungai sebagai langkah antisipasi
terhadap banjir; (5) sebagai landasan hukum dan operasional pelaksanaan
pengelolaan sumber daya air secara optimal, telah diterbitkan beberapa
Peraturan Pemerintah (PP) sebagai implementasi dan pengaturan lebih lanjut
atas UU Nomor 7 Tahun 2004 tentang Sumber Daya Air, yaitu: (a) PP Nomor 16
Tahun 2005 tentang Pengembangan Sistem Penyediaan Air Minum (SPAM); (b)
PP Nomor 20 Tahun 2006 tentang Irigasi; (c) PP Nomor 42 tentang Pengelolaan
Sumber Daya Air; dan (d) PP Nomor 43 Tahun 2008 tentang Air Tanah; dan (6)
upaya untuk meningkatkan kapasitas dan partisipasi masyarakat, telah dilakukan
berbagai upaya pembinaan, pelatihan dan kegiatan pengelolaan sumber daya
air partisipatif yang dilakukan melalui Perkumpulan Petani Pemakai Air (P3A),
Gerakan Nasional Kemitraan Penyelamatan Air (GNKPA), dan pemberdayaan
masyarakat di sekitar waduk. Sasaran dan pencapaian percepatan pembangunan
infrastruktur bidang sumber daya air dapat dilihat pada tabel 4.19.1.
2.1.2 Transportasi
Transportasi secara umum
memiliki peranan pen ting
dalam mendukung pem-
bangunan nasional, sebagai
penunjang, penggerak, pen-
dorong, dan berperan sebagai
urat nadi kehidupan ekonomi,
politik, sosial budaya, dan
pertahanan keamanan. In fra-
s truktur transportasi men -
cakup transportasi jalan, per-
keretaapian, ang kutan sungai,
danau dan penye berangan,
transportasi laut dan udara.
Peran transportasi da lam pembangunan per ekonomian adalah melayani mobilitas
ma nu sia maupun dis tribusi komoditi per dagangan dan industri dari satu tempat ke
tempat lainnya. Trans portasi juga berfungsi untuk mempercepat pengembangan
wila yah, mendorong pe me ra taan pem bangu nan dan mengurangi kesenjangan
pembangunan antarwilayah, antarperkotaan dan antarperdesaan, serta untuk
mempererat hubungan antarwilayah NKRI sehingga dapat mempererat keutuhan
bangsa dan negara dalam segala aspek sosial, budaya, ekonomi, politik, dan
keamanan untuk mewujudkan wawasan nusantara.
Untuk mendukung perwujudan kesejahteraan masyarakat, maka fungsi
pelayanan umum transportasi adalah melalui penyediaan jasa transportasi guna
358
B
a
g
i
a
n
I
V
MEMELIHARA MOMENTUM PERUBAHAN
N
o
S
a
s
a
r
a
n
/
K
e
g
i
a
t
a
n
I
n
d
i
k
a
t
o
r
S
a
t
u
a
n
P
e
n
c
a
p
a
i
a
n
2
0
0
5
2
0
0
6
2
0
0
7
2
0
0
8
2
0
0
9
P
e
n
i
n
g
k
a
t
a
n
J
a
r
i
n
g
a
n
I
r
i
g
a
s
i
L
u
a
s
l
a
y
a
n
a
n
j
a
r
i
n
g
a
n
i
r
i
g
a
s
i
y
a
n
g
d
i
t
i
n
g
k
a
t
k
a
n
H
e
k
t
a
r
1
6
0
,
6
0
1
.
0
0
5
8
,
7
8
6
.
0
0
1
1
6
,
0
7
2
.
0
0
1
1
8
,
5
2
0
.
3
2
7
3
,
0
8
5
.
0
0
R
e
h
a
b
i
l
i
t
a
s
i
J
a
r
i
n
g
a
n
I
r
i
g
a
s
i
L
u
a
s
l
a
y
a
n
a
n
j
a
r
i
n
g
a
n
i
r
i
g
a
s
i
y
a
n
g
d
i
r
e
h
a
b
i
l
i
t
a
s
i
H
e
k
t
a
r
3
2
2
,
2
7
8
.
0
0
4
9
5
,
3
5
6
.
0
0
2
6
5
,
6
5
8
.
0
0
2
3
8
,
6
0
9
.
0
0
6
1
1
,
4
9
5
.
0
0
&
J
a
r
i
n
g
a
n
I
r
i
g
a
s
i
L
u
a
s
l
a
y
a
n
a
n
j
a
r
i
n
g
a
n
i
r
i
g
a
s
i
y
a
n
g
d
i
o
p
e
r
a
s
i
k
a
n
d
a
n
d
i
p
e
l
i
h
a
r
a
H
e
k
t
a
r
4
2
5
,
2
1
6
.
0
0
1
,
9
0
2
,
9
3
6
.
0
0
1
,
9
5
6
,
3
0
2
.
0
0
2
,
0
3
9
,
3
3
6
.
0
0
2
,
0
9
1
,
5
2
8
.
0
0
P
e
n
i
n
g
k
a
t
a
n
R
e
h
a
b
i
l
i
t
a
s
i
J
a
r
i
n
g
a
n
R
a
w
a
L
u
a
s
l
a
y
a
n
a
n
j
a
r
i
n
g
a
n
r
a
w
a
y
a
n
g
d
i
t
i
n
g
k
a
t
k
a
n
/
d
i
r
e
h
a
b
i
l
i
t
a
s
i
H
e
k
t
a
r
6
3
,
9
7
6
.
0
0
1
1
0
,
0
0
0
.
0
0
1
8
7
,
3
8
8
.
0
0
4
5
9
,
2
3
4
.
0
0
1
0
2
,
9
7
1
.
0
0
&
J
a
r
i
n
g
a
n
R
a
w
a
L
u
a
s
l
a
y
a
n
a
n
j
a
r
i
n
g
a
n
r
a
w
a
y
a
n
g
d
i
o
p
e
r
a
s
i
k
a
n
d
a
n
d
i
p
e
l
i
h
a
r
a
H
e
k
t
a
r
2
0
7
,
4
7
0
.
0
0
2
5
7
,
8
5
6
.
0
0
4
5
1
,
2
9
1
.
0
0
3
6
5
,
5
0
4
.
5
6
3
7
6
,
3
1
9
.
0
0
P
e
n
g
e
b
o
r
a
n
s
u
m
u
r
a
i
r
t
a
n
a
h
J
u
m
l
a
h
p
e
n
g
e
b
o
r
a
n
s
u
m
u
r
a
i
r
t
a
n
a
h
T
i
t
i
k
9
6
1
0
0
1
2
4
1
8
5
9
4
P
e
m
b
a
n
g
u
n
a
n
J
a
r
i
n
g
a
n
I
r
i
g
a
s
i
A
i
r
T
a
n
a
h
(
J
I
A
T
)
L
u
a
s
j
a
r
i
n
g
a
n
i
r
i
g
a
s
i
a
i
r
t
a
n
a
h
y
a
n
g
d
i
b
a
n
g
u
n
H
e
k
t
a
r
1
,
4
3
5
.
0
0
1
,
4
9
0
.
0
0
1
,
3
8
8
.
0
0
1
,
0
6
0
.
0
0
2
,
5
4
8
.
0
0
R
e
h
a
b
i
l
i
t
a
s
i
J
I
A
T
L
u
a
s
j
a
r
i
n
g
a
n
i
r
i
g
a
s
i
a
i
r
t
a
n
a
h
y
a
n
g
d
i
r
e
h
a
b
i
l
i
t
a
s
i
H
e
k
t
a
r
2
,
0
6
2
.
0
0
5
9
9
.
0
0
2
,
5
8
0
.
0
0
6
7
5
.
0
0
3
,
0
3
3
.
0
0
&
J
I
A
T
L
u
a
s
j
a
r
i
n
g
a
n
i
r
i
g
a
s
i
a
i
r
t
a
n
a
h
y
a
n
g
d
i
o
p
e
r
a
s
i
k
a
n
d
a
n
d
i
p
e
l
i
h
a
r
a
H
e
k
t
a
r
2
,
7
8
0
.
0
0
1
,
9
8
7
.
0
0
9
0
0
.
0
0
7
5
1
.
0
0
3
,
0
0
0
.
0
0
1
0
P
e
m
b
a
n
g
u
n
a
n
w
a
d
u
k
d
a
n
e
m
b
u
n
g
J
u
m
l
a
h
w
a
d
u
k
y
a
n
g
d
i
b
a
n
g
u
n
B
u
a
h
J
u
m
l
a
h
e
m
b
u
n
g
y
a
n
g
d
i
b
a
n
g
u
n
B
u
a
h
6
9
1
3
0
1
2
1
1
1
1
1
2
1
1
P
e
n
y
e
d
i
a
a
n
S
a
r
a
n
a
P
e
n
g
a
m
a
n
a
n
B
a
n
g
u
n
a
n
v
i
t
a
l
d
i
1
5
l
o
k
a
s
i
w
a
d
u
k
T
e
r
s
e
d
i
a
n
y
a
s
a
r
a
n
a
p
e
n
g
a
m
a
n
a
n
b
a
n
g
u
n
a
n
v
i
t
a
l
d
i
w
a
d
u
k
L
o
k
a
s
i
1
2
&
w
a
d
u
k
J
u
m
l
a
h
w
a
d
u
k
y
a
n
g
d
i
o
p
e
r
a
s
i
k
a
n
d
a
n
d
i
p
e
l
i
h
a
r
a
B
u
a
h
1
6
4
7
1
1
9
5
4
1
3
P
e
m
a
s
a
n
g
a
n
d
a
n
P
e
n
g
o
p
e
r
a
s
i
a
n
F
l
o
o
d
F
o
r
e
c
a
s
t
i
n
g
&
W
a
r
n
i
n
g
S
y
s
t
e
m
d
i
1
0
W
S
T
e
r
p
a
s
a
n
g
d
a
n
b
e
r
o
p
e
r
a
s
i
n
y
a
F
l
o
o
d
F
o
r
e
c
a
s
t
i
n
g
&
W
a
r
n
i
n
g
S
y
s
t
e
m
W
S
1
4
P
e
m
b
a
n
g
u
n
a
n
p
r
a
s
a
r
a
n
a
p
e
n
g
e
n
d
a
l
i
b
a
n
j
i
r
1
0
t
a
h
u
n
a
n
u
n
t
u
k
m
e
n
g
a
m
a
n
k
a
n
k
a
w
a
s
a
n
s
e
l
u
a
s
1
0
.
0
0
0
h
a
(
1
.
2
5
0
k
m
)
P
a
n
j
a
n
g
s
a
r
a
n
a
/
p
r
a
s
a
r
a
n
a
p
e
n
g
e
n
d
a
l
i
b
a
n
j
i
r
y
a
n
g
d
i
b
a
n
g
u
n
u
n
t
u
k
m
e
n
g
a
m
a
n
k
a
n
l
u
a
s
a
n
t
e
r
t
e
n
t
u
H
e
k
t
a
r
9
,
3
0
6
.
0
0
3
,
5
0
0
.
0
0
K
m
2
2
8
.
0
0
5
5
5
.
0
0
9
8
.
6
6
5
8
.
5
4
7
2
.
4
7
1
5
&
s
u
n
g
a
i
P
a
n
j
a
n
g
s
a
r
a
n
a
/
p
r
a
s
a
r
a
n
a
p
e
n
g
e
n
d
a
l
i
b
a
n
j
i
r
d
i
s
u
n
g
a
i
y
a
n
g
d
i
o
p
e
r
a
s
i
k
a
n
d
a
n
d
i
p
e
l
i
h
a
r
a
K
m
1
2
3
.
0
0
2
2
5
.
0
0
1
3
9
.
2
8
4
8
.
2
4
3
1
.
1
5
1
6
P
e
m
b
a
n
g
u
n
a
n
P
e
n
g
a
m
a
n
a
n
P
a
n
t
a
i
P
a
n
j
a
n
g
s
a
r
a
n
a
/
p
r
a
s
a
r
a
n
a
p
e
n
g
a
m
a
n
p
a
n
t
a
i
y
a
n
g
d
i
b
a
n
g
u
n
K
m
3
0
.
6
2
2
9
.
7
9
3
6
.
3
7
2
0
.
6
9
3
1
.
2
0
1
7
P
e
m
b
a
n
g
u
n
a
n
S
a
l
u
r
a
n
A
i
r
B
a
k
u
K
a
p
a
s
i
t
a
s
p
r
a
s
a
r
a
n
a
s
a
l
u
r
a
n
a
i
r
b
a
k
u
y
a
n
g
d
i
b
a
n
g
u
n
M
3
/
d
e
t
2
.
8
9
0
.
6
9
0
.
9
9
3
.
9
5
4
.
0
0
1
8
P
e
m
b
a
n
g
u
n
a
n
E
m
b
u
n
g
/
B
e
n
d
u
n
g
J
u
m
l
a
h
e
m
b
u
n
g
/
b
e
n
d
u
n
g
y
a
n
g
d
i
b
a
n
g
u
n
B
u
a
h
1
9
2
3
1
5
3
4
1
9
R
e
h
a
b
i
l
i
t
a
s
i
E
m
b
u
n
g
/
B
e
n
d
u
n
g
J
u
m
l
a
h
e
m
b
u
n
g
/
b
e
n
d
u
n
g
y
a
n
g
d
i
r
e
h
a
b
i
l
i
t
a
s
i
B
u
a
h
4
9
1
0
2
0
R
e
h
a
b
i
l
i
t
a
s
i
P
r
a
s
a
r
a
n
a
A
i
r
B
a
k
u
J
u
m
l
a
h
p
r
a
s
a
r
a
n
a
a
i
r
b
a
k
u
y
a
n
g
d
i
r
e
h
a
b
i
l
i
t
a
s
i
B
u
a
h
4
0
1
8
1
1
8
4
1
0
2
1
&
A
i
r
B
a
k
u
P
e
r
d
e
s
a
a
n
J
u
m
l
a
h
j
a
r
i
n
g
a
n
a
i
r
b
a
k
u
p
e
r
d
e
s
a
a
n
y
a
n
g
d
i
o
p
e
r
a
s
i
k
a
n
d
a
n
d
i
p
e
l
i
h
a
r
a
T
i
t
i
k
5
6
7
0
4
1
1
5
5
4
0
T
a
b
e
l
4
.
1
9
.
1
S
a
s
a
r
a
n
d
a
n
P
e
n
c
a
p
a
i
a
n
P
e
r
c
e
p
a
t
a
n
P
e
m
b
a
n
g
u
n
a
n
I
n
f
r
a
s
t
r
u
k
t
u
r
,
B
i
d
a
n
g
P
e
m
b
a
n
g
u
n
a
n
S
u
m
b
e
r
D
a
y
a
A
i
r
,
T
a
h
u
n
2
0
0
5
-
2
0
0
9
S
u
m
b
e
r
:
K
e
m
e
n
t
e
r
i
a
n
P
e
k
e
r
j
a
a
n
U
m
u
m
,
D
i
t
j
e
n
S
D
A
,
2
0
0
9
359
B
a
g
i
a
n
I
V
Evaluasi Lima Tahun Pelaksanaan RPJMN 2004-2009
mendorong pemerataan pembangunan, melayani kebutuhan masyarakat luas
dengan harga terjangkau baik di per kotaan mau pun per desaan, men dukung
peningkatan kesejahteraan masya rakat di wilayah pedala man dan ter pencil,
serta untuk melancarkan mobilitas distribusi barang dan jasa dan mendorong
pertumbuhan sektor-sektor ekonomi nasio nal. Oleh sebab itu, pembangunan
trans portasi diarahkan untuk meningkatkan pelayanan jasa transportasi secara
efisien, handal, berkualitas, aman, dan memiliki harga terjangkau.
Transportasi perlu dipan dang sebagai suatu sistem yang menye luruh yang
di dalam nya meliputi sistem pelayanan ter padu antarmoda, kondisi struktur
kelem bagaan dan regu lasi Peme rintah yang efisien dan kondusif, kua litas SDM,
serta mana jemen yang menyeluruh. Dalam implementasinya, pelayanan jasa
transpor tasi harus efisien, han dal, berkualitas, aman, memiliki harga terjang-
kau, dan mewujudkan sistem transportasi nasional secara intermoda dan
terpadu dengan pembangunan wilayah dan menjadi bagian dari suatu sis tem
distribusi yang mam pu memberikan pela yanan dan manfaat bagi masyarakat
luas, termasuk mening kat kan jaringan desa-kota yang memadai.
Ada pun sasaran dan pen capaian perce patan pembangunan bidang sarana dan
prasarana transportasi pada RPJMN 2004-2009 dapat dilihat pada Tabel 4.19.2
berikut.
360
B
a
g
i
a
n
I
V
MEMELIHARA MOMENTUM PERUBAHAN
Tabel 4.19.2
Sasaran dan Pencapaian
Percepatan Pembangunan
Infrastruktur, Bidang Sarana
dan Prasarana Transportasi,
Tahun 2005-2009
No Sasaran/ Program Indikator Satuan KondisiAwal2005 2006 2007 2008 2009
1 PrasaranaJalan
1.1
Terpeliharanyadanmeningkatnyadaya
dukung,kapasitas, maupundankualitas
pelayananprasaranajalanuntukdaerah
daerahyangperekonomiannya
berkembangpesat
Kondisimantap
jalan*
Persen 86,6persen 80,8persen 82,22persen 83persen 89persen
Kecepatan rata
rata
Km/jam 43,3km/jam 43,75km/jam 44,9km/jam 46km/jam 46km/jam
Jalan
perbatasandan
jalandidaerah
terisolasidan
pulaupulau
kecil
Km Pembangunanjalan
220kmdiwilayah
perbatasandan176
kmdidaerah
terpencildanpulau
pulaukecil
Pembangunanjalan
65kmdiwilayah
perbatasandan46
kmdidaerah
terpencildanpulau
pulaukecil
Pembangunan59km
jalandidaerah
perbatasandan
daerahterisolasi
sertapulauterpencil
105km
Pembangunan109
kmjalandikawasan
perbatasan,serta
120kmjalanpulau
pulauterpencil
terluar
Pembangunan110
kmjalandikawasan
perbatasan,serta69
kmjalanpulaupulau
terpencilterluar
Penerbitan
Peraturan
Pemerintah
PenerbitanPP
Nomor34Tahun
2006tentangJalan
Penerbitan
PeraturanMenteri
Teknis
PenerbitanPP
Nomor44Tahun
2009tentang
Perubahan atasPP.
Nomor15tahun
2005tentangJalan
Tol
Rehabilitasi
jalandan
jembatan
Kmdan
meter
Rehabilitasi/
pemeliharaanjalan
33.359kmdan
33.544mjembatan.
Pemeliharaan35.072
kmjalandan35.251
mjembatan.
Pemeliharaan
33.085kmjalandan
39.394mjembatan.
Pemeliharaan33.986
kmjalandan39.237
mjembatan.
Pemeliharaan
31.169kmjalandan
63.781mjembatan.
1.2 Meningkatnyaaksesibilitaswilayahyang
sedangdanbelumberkembangmelalui
dukunganpelayananprasaranajalan
yangsesuaidenganperkembangan
kebutuhantransportasibaikdalamhal
kecepatanmaupunkenyamanan
khususnyapadakoridorkoridorutamadi
masingmasingpulau,wilayahKAPET,
perdesaan,wilayahperbatasan,terpencil,
maupunpulaupulaukecil
Peningkatandan
pembangunan
panjangjalan,
jembatan,dan
jalantol
Kmdan
meter
Peningkatan/pemba
ngunan4.543km
jalandan4.780m
jembatan,dan48km
jalantol.
Peningkatan/pemba
ngunan3.945,6km
jalandan10.359m
jembatan.
Peningkatan/pemba
ngunan3.312,49km
jalandan11.270m
jembatan,jalantol
115km.
Peningkatan/pemba
ngunan3.920km
jalandan17.034m
jembatan,serta
pembebasantanah
untukjalantol.
Peningkatan/pemba
ngunan3.298km
jalandan10.072m
jembatan.
1.3 TerwujudnyapartisipasiaktifPemerintah,
BUMN,maupunswastadalam
penyelenggaraanpelayananprasarana
jalandiantaranyamerampungkan
peraturanpelaksanaanUndangundang
Nomor38Tahun2004tentangjalan
Dukunganterha
dapperubahan
Perpres
Nomor67/2005;
PermenPU
tentangTatacara,
Persyaratandan
Penetapanlaik
fungsijalan
umum;
Penerapan
kontrakberbasis
kinerja(PBC);dan
Pembentukanunit
qualityassurance
sektorjalan.
2 TransportasiDarat
2.1 LaluLintasAngkutan Jalan
2.1.1 MeningkatnyakondisiprasaranaLLAJ
terutamamenurunnyajumlah
pelanggaran lalulintasdanmuatanlebih
dijalansehinggadapatmenurunkan
kerugianekonomiyangdiakibatkannya.
RambuLalu
Lintas
Buah 3.246 10.054 13.418 18.796 8.245
RPPJ Buah 30 338 144 593 741
MarkaJalan Meter 387.716 750.700 994.651 1.860.500 1.823.006
Pagar
Pengaman Jalan
Meter 26.721 27.982 35.598 70.902 80.886
Deliniator Buah 1.400 4.000 24.360 13.564
PakuMarka Buah 1.000 10.500 8.800
Lampu
Penerangan
Jalan
Unit 40 10 0 741
2.1.2 Meningkatnyakelaikandanjumlah
saranaLLAJ.
Busbesardan
Bussedang
(Buah)
85 148 175 193 213
2.1.3 Menurunnyatingkatkecelakaan/fatalitas
kecelakaanlalulintasdijalandan
meningkatnyakualitaspelayanan
angkutan(ketertiban,keamanandan
kenyamantransportasijalan),terutama
angkutanumumdiperkotaan,perdesaan
danantarkota.
AlatPenguji
Kendaraan
bermotor
(Paket)
2paket 12paket 32paket 12paket 7paket
2.1.4 Meningkatnyaketerpaduan antarmoda
danefisiensidalammendukungmobilitas
manusia,barangdanjasa,mendukung
perwujudansistemtransportasinasional
danwilayah(lokal),sertaterciptanyapola
distribusinasional.
Pembangunan
Terminal(Paket)
2paket 1paket 9paket 8paket 7paket
2.1.5 Meningkatnyaketerjangkauanpelayanan
transportasiumumbagimasyarakatluas
diperkotaandanperdesaanserta
dukunganpelayanantransportasijalan
perintisdiwilayahterpenciluntuk
mendukungpengembanganwilayah.
SubsidiOperasi
BusPerintis
Lintas 101 111 111 130 135
2.1.6 Meningkatnyaefektivitasregulasidan
kelembagaantransportasijalan
2.1.7 Meningkatnyakesadaran masyarakat
dalamberlalulintasyangbaik,dan
penanganandampakpolusiudaraserta
pengembangan teknologisaranayang
ramah lingkungan,terutamadiwilayah
perkotaan.
Sosialisasi/
kampanye
ketertibanlalu
lintasdan
angkutan
perkotaan
Paket 1 1
2.1.8 MeningkatnyaSDMprofesionaldalam
perencanaanpembinaandan
penyelenggaraanLLAJ.
Manajemen
rekayasalalu
lintasdijalan
nasional
perkotaan
Paket 2 2 27 19 2
2.1.9 Terwujudnyapenyelenggaraanangkutan
perkotaanyangefisiendenganberbasis
masyarakatdanwilayah,andaldan
ramah lingkungansertaterjangkaubagi
masyarakat.
2.2 Perkeretaapian
2.2.1 Meningkatkankinerjapelayanan
terutamakeselamatanangkutan,melalui
penurunantingkatkecelakaan dan
fatalitasakibatkecelakaan diperlintasan
sebidangdenganjalandanpenanganan
keamananoperasipadasepanjanglintas
utamayangpadat, sertakelancaran
mobilisasiangkutanbarangdanjasa
Jumlah
Lokomotif
Jumlahdermaga
penyeberangan
yangdibangun
Unit 47 48 60 66 13
Jumlahdermaga
danauyang
dibangun
Unit 8 11 17 5 3
3.2 Meningkatnyakalaikandanjumlah
saranaASDP.
Pengadaanbis
airdanspeed
boat
Unit 7 3
No Sasaran/ Program Indikator Satuan KondisiAwal2005 2006 2007 2008 2009
3.3 MeningkatnyakeselamatanASDP. Rambusungai
dandanau
900 401
3.4 Meningkatnyakelancarandanjumlah
penumpang,kendaraandanpenumpang
yangdiangkut,terutamameningkatnya
kelancaranperpindahanantarmodadi
dermagapenyeberangan;serta
meningkatkanpelayananangkutan
perintis.
Jumlah
penumpang
diangkut
Orang 26.501 27.829 29.527
Jumlah
kendaraan
diangkut
Ributon 25.187 25.422 25.659
3.5 Meningkatnyaperansertaswastadan
PemerintahDaerahdalampembangunan
danpengelolaanADSP,serta
meningkatnyakinerjaBUMNdibidang
ASDP
4 TransportasiLaut
4.1 Meningkatnyapangsapasararmada
pelayarannasionalbaikuntukangkutan
lautdalamnegerimaupuneksporimpor
Jumlahkargo
angkutanlaut
dalamnegeri
Jutaton 114,5(55,5persen) 135,3(61,3) 148,7(65,3) 192,8(79,4persen) 262,3(85,7persen)
Jumlahkargo
angkutanlaut
luarnegeri
Jutaton 24,6(5,0persen) 29,4(5,7persen) 31,4(5,9persen) 38,2(7,1persen) 546,4(9,0persen)
4.2 Meningkatnyakinerjadanefisiensi
pelabuhankhususnyayangditanganioleh
BadanUsahaMilikNegara(BUMN)
karenasebagianbesarmuatanekspor
impordanangkutan dalamnegeri
ditanganiolehpelabuhanyangadadi
bawahpengelolaanBUMN
Meningkatnya
pelabuhandan
Kapalyang
memenuhiISPS
Code
Unit
Fasilitas
Pelabuh
an
Unit
Kapal
212
480
220
521
231
630
243
720
PelaksananPilot
ProjectNSWdi
TanjungPriok,
Belawan,Semarang,
TanjungPerak
4.3 Selanjutnyaterlengkapinyaprasarana
SBNP(saranabantunavigasipelayaran)
danfasilitaspemeliharaannya,sehingga
SBNPyangadadapatberfungsi24jam
MenaraSuar
RambuSuar
Keandalan
Kecukupan
Unit
Unit
Persen
Persen
247Unit
1.192Unit
90
53
272Unit
1.200Unit
90
55
274Unit
1.216Unit
93
59
275Unit
1.244Unit
93
61
280Unit
1.247Unit
4.4 TerselesaikannyaujimateriilPPNomor
69tahun2001tentangKepelabuhanan
danrevisiUUNo21tahun1992tentang
Pelayarankhususnyayangberkaitan
dengankeharusanbekerjasamadengan
BUMNapabilapihakswastaingin
berinvestasipadaprasaranapelabuhan
harusdiselesaikangunamenarikpihak
swastaberinvestasipadaprasarana
pelabuhan
RevisiUU
Nomor21
tentang
Pelayaran
Paket Draft RUUPelayaran
(1paket)
Draft RUUPelayaran
(1paket)
Draft RUUPelayaran
(1paket)
TerbitnyaUUNomor
17Tahun2008
tentnagpelayaran
PP61Tahun2009
tentang
Kepelabuhanan,PP
Nomor5Tahun2010
tentang
Kenavigasian;PP
tentang
Perlindungan
LingkunganMaritim
(100%);PPtentang
Angkutan di
Perairan,
5 TransportasiUdara
5.1
Terjaminnyakeselamatan,kelancaran
dankesinambunganpelayanan
transportasiudara baikuntukangkutan
penerbangandomestikdaninternasional,
maupunperintis
Direhabilitasinya
fasilitas
landasan
M
2
Rehabilitasilandasan
648.341m
2
Rehabilitasi
landasan745.920m
2
Rehabilitasi
landasan330.752m
2
Rehabilitasi
landasan412.721m
2
Rehabilitasi
landasan182.927m
2
Direhabilitasinya
fasilitas
bangunan
M
2
Rehabilitasifasilitas
bangunan7.823m
2
Rehabilitasifasilitas
bangunan29.579m
2
Rehabilitasifasilitas
bangunan11.708m
2
Rehabilitasifasilitas
bangunan8.263m
2
Rehabilitasifasilitas
bangunan613m
2
Direhabilitasinya
fasilitasterminal
M
2
Rehabilitasifasilitas
terminal37.450m
2
Rehabilitasifasilitas
terminal58.062m
2
Rehabilitasifasilitas
terminal2.253m
2
Rehabilitasifasilitas
terminal58.724m
2
Rehabilitasifasilitas
bangunan16.179m
2
Dibangunnya
landasanpacu
M
2
431.179m
2
1.281.022m
2
2.583.926m
2
2.374.271m
2
78.397m
2
Dibangunnya
terminal
penumpang
M
2
1.811m
2
6.562m
2
2.253m
2
9.667m
2
6.933m
2
Dibangunnya
apron
M
2
32.741m
2
29.579m
2
419.775m
2
262m
2
Pengadaan
Sistemnavigasi
udara
Paket 1paket 149.144m2
Terselenggarany
apelayanan
angkutan
perintis
penerbangan
Provinsi 1paket 1paket 99rute/14Provinsi
5.2 Terciptanyapersaingan usahadidunia
industripenerbanganyangwajar
sehinggatidakadapelakubisnisdibidang
angkutanudarayangmemilikimonopoli
6 ProgramPembangunanPendukungTransportasi
6.1 TerselesaikannyarevisiUndangUndang
SektorTransportasi(UUNomor14tahun
1992tentangLLAJ,UUNomor13tahun
1992tentangPerkeretaapian,UUNomor
21tentangPelayaran,UUNomor15
tahun1992tentangPenerbangan)serta
peraturanpelaksanannya.
RevisiUU
Nomor14tahun
1992tentang
LLAJ
Paket DraftRUUtentang
LLAJ(1paket)
DraftRUUtentang
LLAJ(1paket)
DraftRUUtentang
LLAJ(1paket)
100persen
RevisiUU
Nomor13tahun
1992tentang
Perkeretaapian
Paket DraftRUUtentang
Perkeretaapian (1
paket)
DraftRUUtentang
Perkeretaapian(1
paket)
UUNomor23tahun
2007tentang
Perkeretaapian
(100persen)
DraftPeraturan
PelaksanaanUU
Nomor23Tahun
2007
100persen
RevisiUU
Nomor21
tentang
Pelayaran
Paket DraftRUUPelayaran
(1paket)
DraftRUUPelayaran
(1paket)
DraftRUUPelayaran
(1paket)
100persen PPtentangKepela
buhanan(100%),PP
tentangPerlin
dunganMaritim(100
%);PPtentang
AngkutandiPerairan
RevisiUU
Nomor15tahun
1992tentang
Penerbangan
Paket DraftRUUtentang
Penerbangan(1
paket)
DraftRUUtentang
Penerbangan (1
paket)
DraftRUUtentang
Penerbangan(1
paket)
100persen
Catatan:
Data tahun 2009 masih berupa perkiraan/target;
*) Data publikasi resmi belum tersedia;
**) Data tidak tersedia
362
B
a
g
i
a
n
I
V
MEMELIHARA MOMENTUM PERUBAHAN
2.1.3 Energi dan Ketenagalistrikan
Gambaran pencapaian pembangunan sub bidang energi ditunjukkan dengan
meningkatnya pasokan energi primer maupun konsumsi energi final (Tabel
4.19.3). Pasokan energi primer pada tahun 2008 sumbangan terbesar dari minyak
bumi sebesar 455.612 BOE, yang diikuti oleh batubara sebesar 322.933 BOE,
biomass sebesar 277.962 BOE, dan gas bumi sebesar 193.352 BOE. Sedangkan
konsumsi energi final pada tahun 2008 terbesar adalah sektor industri sebesar
360.688 ribu BOE, sektor rumah tangga sebesar 317.033 ribu BOE, dan sektor
transportasi 191.257 ribu BOE.
Catatan: *) Data sementara.
Dengan semakin terbatasnya sumber energi fosil, dilakukan upaya diversifi kasi
penyediaan dan pemanfaatan energi terutama pengembangan dan pemanfaatan
energi alternatif agar bauran energi (energy mix) menjadi lebih optimal. Hal
tersebut juga sejalan dengan upaya pengurangan dampak perubahan iklim
(climate change) sehingga harus segera memanfaatkan energi alternatif yaitu
energi baru terbarukan (EBT) secara bertahap dan berorientasi pasar.
Catatan: *) Data sementara.
Adapun gambaran pencapaian pembangunan sub bidang ketenagalistrikan
terlihat dari penambahan kapasitas pembangkit listrik, peningkatan rasio
elektrifikasi, dan rasio elektrifikasi desa sebagaimana Tabel 4.19.5 berikut.
Kapasitas pembangkit listrik diperkirakan meningkat dari sekitar 27.600 MW di
tahun 2005 menjadi sekitar 33.430 MW atau naik sebesar 5.830 MW pada tahun
2009. Dari sisi jangkauan pelayanan ketenagalistrikan, jumlah rumah tangga
berlistrik pada tahun 2005 sekitar 32.175 KK (54,8 persen) diperkirakan meningkat
menjadi 36.714 KK (64,9 persen) pada tahun 2009. Demikian juga dengan
desa berlistrik, pada tahun 2005 yang telah mencapai 55.213 desa (90 persen)
diperkirakan meningkat menjadi 66.520 desa pada tahun 2009 (96,8 persen).
Tabel 4.19.3
Sasaran dan Pencapaian
Percepatan Pembangunan
Infrastruktur, Bidang
Peningkatan Kapasitas,
Kualitas, dan Jangkauan
Pelayanan Energi, Tahun
2005-2009
Sumber:
Pusdatin Kementerian ESDM.
No Sasaran/Program Indikator Satuan
KondisiAwal
2004Tahun
2005
Pencapaian
2006 2007 2008 2009
PermintaanEnergiTotal Demand Persen 7,1 7,1 7,1 7,1 7,1
1 SupplyEnergiPrimer BOE Ribu 915.091 961.338 1.251.716 1.292.000 1.400.000*
2 KonsumsiEnergi(Final) BOE Ribu 839.567 853.804 946.849 1.033.000 1.100.000*
Uraian Satuan 2004 2005 2006 2007 2008 2009
PanasBumi KW 807.000 852.000 852.000 982.000 1.052.000 1.179.000
PLTS KW 1.162 3.242 5.373 7.477 11.349
PLTB KW 80 240 976 1.177 2.354
PLTMH&Pikohidro KW 314 1.028 1.297 3.206 4.544
PLTSHybrid&Angin KW 252
TOTAL KW 807.000 854.086 856.510 989.646 1.063.8660 1.197.499
Tabel 4.19.4
Perkembangan Kapasitas
Terpasang Pembangkit Listrik
Alternatif
Sumber:
Renstra Kementerian ESDM,
2009.
363
B
a
g
i
a
n
I
V
Evaluasi Lima Tahun Pelaksanaan RPJMN 2004-2009
Catatan: *) Data sementara.
2.1.4 Pos dan Telematika
Hasil evaluasi pelaksanaan pembangunan pos dan telematika menunjukkan
bahwa sebagian besar tingkat pencapaian sasaran RPJMN 2004-2009 masih
rendah (di bawah 100 persen), kecuali penyediaan fasilitas telekomunikasi
sambungan tetap dan bergerak yang jauh melebihi target. Tingkat pencapaian
akses internet dan peningkatan e-literasi adalah yang paling rendah.
Tabel 4.19.5
Sasaran dan Pencapaian
Percepatan Pembangunan
Infrastruktur, Bidang
Peningkatan Kapasitas,
Kualitas, dan Jangkauan
Pelayanan Ketenagalistrikan,
Tahun 2005-2009
Sumber:
Pusdatin Kementerian ESDM,
Renstra Kementerian ESDM.
No Sasaran/Program Indikator Satuan 2004/2005
Pencapaian
2006 2007 2008 2009
1 Penambahan
kapasitaspembangkit
TambahanKapasitas
(KapasitasKumulatif))
MW 27.600 111
(28.422)
1.121
(29.562)
2.698*
(30.298)
5.830*
(33.430)
2 RasioElektrifikasi Rasio(JumlahKK
berlistrik)
Persen
RibuKK
54,8
(32.175)
63
(33.118)
64,3
(34.437)
65,0
(35.630)
65,8*
(36.714)
3 RasioDesaBerlistrik Rasio
(JumlahDesa)
Persen 90,0
(55.213)
91
(65.323)
91,92
(65.776)
92,29
(66.039)
96,8*
(66.520)
93
114
321
56
35
67
97
80
0 50 100 150 200 250 300 350
Revitalisasi pelayanan pos
Teledensitas sambungan tetap
Teledensitas sambungan bergerak
Telekomunikasi perdesaan
Akses internet Community Access Point
Tingkat e-literasi
Jangkauan TVRI
Jangkauan RRI
Migrasi penyiaran analog ke digital
2009
Gambar 4.19.1
Pencapaian Sasaran RPJMN
2004-2009
Bidang Pos dan Telematika
364
B
a
g
i
a
n
I
V
MEMELIHARA MOMENTUM PERUBAHAN
2.1.5 Perumahan dan Permukiman
Selama periode RPJMN 20042009, pembangunan perumahan dan permukiman
dilaksanakan melalui enam program, yakni: Program Pengembangan Perumahan,
Program Pemberdayaan Komunitas Perumahan, Program Pengembangan
Kinerja Pengelolaan Air Minum dan Air Limbah, Program Peningkatan Kinerja
Pengelolaan Persampahan dan Drainase, Program Pemberdayaan Masyarakat
(untuk pembangunan air minum, air limbah, persampahan dan drainase), serta
Program Pengembangan Kelembagaan (untuk pembangunan air minum, air
limbah, persampahan dan drainase). Dari berbagai program dan kegiatan yang
dilakukan selama masa kerja periode tahun 20052009, terdapat beberapa
kegiatan yang dapat dicapai maupun yang belum dapat memenuhi kuantitas
sasarannya. Kinerja pencapaian program dan kegiatan pembangunan perumahan
dan permukiman dapat dilihat pada Tabel 4.19.7 berikut.
No Sasaran/Program Indikator Satuan
Pencapaian
2005 2006 2007 2008 2009
1 Teledensitas
sambungantetap
Teledensitas Persen 6,17 6,68 8,69 13,34 14,88
2 Teledensitas
sambungan
bergerak
Teledensitas Persen 21,44 28,73 41,52 61,72 64,12
3 DesaUSOyang
terjangkaufasilitas
telekomunikasi
Desayang
mempunyai
fasilitas
telekomunika
si
Desa 0 0 0 0 24.051
4 Jangkauansiaran
TVRIterhadap
populasi
Jangkauan
TVRI
Persen 30 33 34 36,4 59
5 Jangkauansiaran
RRIterhadap
populasi
Jangkauan
RRI
Persen 83 83 83 83 83
Tabel 4.19.6
Sasaran dan Pencapaian
Percepatan Pembangunan
Infrastruktur,
Bidang Infrastruktur
Pelayanan Pos dan Telematika,
Tahun 2005-2009
Sumber:
Renstra Kementerian Kominfo,
Tahun 2010.
365
B
a
g
i
a
n
I
V
Evaluasi Lima Tahun Pelaksanaan RPJMN 2004-2009
Tabel 4.19.7
Sasaran dan Pencapaian
Percepatan Pembangunan
Infrastruktur, Bidang
Pembangunan Perumahan
dan Permukiman, Tahun 2005-
2009
No
Program/Kegiatan
Prioritas
Satuan Target
Pencapaian
Persen
2005 2006 2007 2008 2009 Jumlah
1
Rumah Baru Layak
Huni
Unit 1.265.000 159.768 282.408 308.872 328.493 161.577 1.241.118 98,11
a. RsH Bersubsidi Unit 63.713 77.663 103.221 122.901 119.638 487.136
b.
RsH dan RS Non-
Subsidi
Unit 81.565 111.240 120.700 144.701 39.362 497.568
c. Rumah Khusus Unit - 539 518 480 2.577 4.114
d.
Rumah Pasca
Bencana
Unit 14.490 92.966 84.433 60.342 - 252.231
2
Rumah Susun
Sederhana
Unit 85.000 4.762 6.448 8.265 12.076 12.874 44.425 52,26
Tower - 50 67 86 105 104 412 -
a. Rusunawa Unit 60.000 4.762 6.448 8.265 9.443 8.791 37.709 62,85
Tower - 50 67 86 98 99 400 -
b.
Rusunami dengan
Peran Swasta
Unit 25.000 - - - 2.633 4.083 6.716 26,86
Tower - - - - 7 5 12 -
3 Perumahan Swadaya Unit 3.600.000 26.965 219.812 794.168 1.401.795
1.216.297
3.659.037 101,64
a.
Peningkatan
Kualitas
Unit 2.092.800 16.840 27.729 55.908 1.189.012 698.711 1.988.200 95,00
b.
Pembangunan
Baru
Unit 1.507.200 10.125 192.083 738.260 212.783 517.586 1.670.837 110,86
4 Penataan Kawasan Kawasan - 1 9 16 13 9 48 -
Hektar 10.700 650 2.327 2.723 1.669 813 8.182 76,47
5 Pembangunan Infrastruktur Permukiman Perdesaan
a.
Pengembangan
Kawasan
Agropolitan
Kawasan 347 89 56 48 78 60 331 95,39
b.
Pengembangan
Prasarana Sarana
Perdesaan
(DPP/KTP2D)
Kawasan 584 119 161 157 225 47 709 121,40
c.
Dukungan
Infrastruktur
Perdesaan
Desa 29.274 12.834 1.840 2.289 2.060 3.624 22.647 77,36
6 Peningkatan Kualitas Permukiman Kawasan Kumuh dan Nelayan
a.
Penanggulangan
Kemiskinan di
Perkotaan (P2KP-
PNPM)
Kelurahan 40.648 4.680 7.277 8.991 10.001 11.039 41.988 103,30
b.
Penataan dan
Perbaikan
Lingkungan
Permukiman
(NUSSP)
Kelurahan 841 94 335 410 311 164 802 95,36
Hektar 2.436 493,97 2.212,58 2.690,48 1.537,99 637,54 6.833,02 280,50
Jiwa 465.335 28.355 350.240 376.237 332.330 61.529 783.123 168,29
c.
Pembangunan
Rumah Susun
Sederhana Sewa
(Rusunawa)
Unit 30.000 2.084 2.200 4.592 4.433 5.539 18.848 62,83
d.
Penataan
Bangunan dan
Lingkungan (PBL)
Kelurahan 763 143 155 124 144 255 821 107,60
7 Pengembangan Kawasan Perumahan dan Permukiman bagi Masyarakat Berpenghasilan Rendah
a.
Dukungan
Kawasan
Perumahan
PNS/TNI-
Polri/Pekerja
Unit 567.569 71.095 108.123 156.400 124.610 140.050 600.278 105,76
b.
Penyediaan
Infrastruktur
Permukiman di
Kawasan
Kawasan - 41 62 53 47 1 204 -
Terpencil/Pulau
Kecil/Terluar
Provinsi 11 20 28 28 29 1 29 263,64
c.
Penyediaan
Infrastruktur
Permukiman di
Kawasan
Perbatasan
Kawasan 92 10 47 44 36 44 181 196,74
8 Fasilitasi Pengembangan Infrastruktur Permukiman Kota
a.
Prasarana dan
Sarana Air
Minum
liter per dek 39.879 5.518 5.597 10.202 6.071 6.320 33.707 84,52
Jiwa 26.800.000
3.228.071 3.336.160
2.309.920 1.702.130
4.324.690
14.900.972 55,60
b.
Pengelolaan Air
Limbah
Kab/Kota 388 46 84 81 92 106 409 105,41
KK 1.000.000 221.067 615.894 277.261 324.328 281.311 1.719.861 171,99
c.
Pengelolaan
Persampahan
Kab/Kota 480 100 109 82 94 133 518 107,92
Jiwa - 1.704.181
2.415.323
2.608.432 4.750.239
7.543.756
19.021.931 -
d. Drainase Hektar 7.282 1.240 2.611 832 75 2.678 7.436 102,12
e.
Penataan dan
Revitalisasi
Kawasan
Perkotaan
Kawasan 266 29 60 63 30 42 224 84,21
9 Penanggulangan Dampak Konik Sosial dan Bencana Alam
a.
Penanganan
Tsunami di Aceh
Unit 5.500 - 3.000 1.500 3.503 - 8.003 145,51
Jiwa 27.000 - 15.000 7.500 17.515 - 40.015 148,20
b.
Rehabilitasi dan
Rekonstruksi
Unit (APBN) 24.800 - 237.655 375.868 - - 613.523
2.473,88
Jiwa 124.500 - 950.620 1.503.472 - - 2.454.092
1.971,16
Unit
(non-APBN)
- - 6.480 5.243 9.910 - 21.633 -
Jiwa - - 25.920 20.972 39.640 - 86.532 -
10 Pembinaan Teknis Bangunan Gedung, Penataan Bangunan dan Lingkungan
a.
Pembinaan
Teknis Bangunan
Gedung,
Penataan
Bangunan
Pendampingan 304 31 33 102 66 128 360 118,42
dan Lingkungan Pedoman 176 71 27 55 4 52 209 118,75
Sumber:
Kementerian Perumahan
Rakyat, Tahun 2009
366
B
a
g
i
a
n
I
V
MEMELIHARA MOMENTUM PERUBAHAN
2.1.6 Kerjasama Pemerintah dan Swasta
Dalam periode RPJMN 20042009 beberapa peraturan perundang-undangan
berhasil diterbitkan Pemerintah. Berikut regulasi yang terkait dengan upaya
percepatan penyediaan infrastruktur melalui Kerjasama Pemerintah dan Swasta
(KPS).
Pertama, Proses Kerjasama Pemerintah dan Swasta. Peraturan Presiden
Republik Indonesia Nomor 67 Tahun 2005 tentang Kerjasama Pemerintah dengan
Badan Usaha dalam Penyediaan Infrastruktur; Peraturan Menteri Koordinator
Bidang Perekonomian selaku Ketua Komite Kebijakan Percepatan Penyediaan
Infrastruktur Nomor PER-03/M.Ekon/06 Tahun 2006 tentang Tata Cara dan
Kriteria Penyusunan Daftar Prioritas Proyek Infrastruktur Kerjasama Pemerintah
dan Badan Usaha; Peraturan Menteri Koordinator Bidang Perekonomian selaku
Ketua Komite Kebijakan Percepatan Penyediaan Infrastruktur Nomor PER-04/M.
Ekon/06 Tahun 2006 tentang Tata Cara Evaluasi Proyek Pemerintah dengan
Badan Usaha dalam Penyediaan Infrastruktur yang Membutuhkan Dukungan
Pemerintah; Peraturan Menteri Negara Perencanaan Pembangunan Nasional/
Kepala Badan Perencanaan Pembangunan Nasional Nomor 3 Tahun 2009
tentang Tata Cara Penyusunan Daftar Rencana Proyek Kerjasama Pemerintah
dengan Badan Usaha dalam Penyediaan Infrastruktur.
Kedua, Pengelolaan Resiko. Peraturan Menteri Keuangan Republik Indonesia
Nomor 38/PMK.01 Tahun 2006 tentang Petunjuk Pelaksanaan Pengendalian dan
Pengelolaan Resiko atas Penyediaan Infrastruktur.
Ketiga, Pengadaan Tanah. Peraturan Presiden Republik Indonesia Nomor 36
Tahun 2005 tentang Pengadaan Tanah bagi Pelaksanaan Pembangunan untuk
Kepentingan Umum; Peraturan Presiden Republik Indonesia Nomor 65 tahun
2006 tentang Perubahan atas Peraturan Presiden Nomor 36 Tahun 2005 tentang
Pengadaan Tanah bagi Pelaksanaan Pembangunan untuk Kepentingan Umum;
Peraturan Kepala Badan Pertanahan Nasional Republik Indonesia Nomor 3
Tahun 2007 tentang Ketentuan Pelaksanaan Peraturan Presiden Nomor 36
Tahun 2005 sebagaimana telah diubah dengan Peraturan Presiden Nomor 65
Tahun 2006 tentang Perubahan atas Peraturan Presiden Nomor 36 Tahun 2005
ten tang Pengadaan Tanah bagi
Pelaksanaan Pem bangunan
untuk Kepentingan Umum.
Keempat, Organisasi KKPPI.
Peraturan Presiden Republik
Indonesia Nomor 42 Tahun
2005 ten tang Komite Kebijakan
Percepatan Penyediaan Infra-
struktur; Peraturan Men teri
Koordinator Bidang Pereko-
nomian selaku Ketua Komite
Kebijakan Percepatan Penye-
diaan Infrastruktur Nomor
Per-01/M.Ekon/05 Tahun
2006 tentang Organisasi dan
367
B
a
g
i
a
n
I
V
Evaluasi Lima Tahun Pelaksanaan RPJMN 2004-2009
Tata Kerja Komite Kebijakan Per cepatan
Penyediaan Infrastruktur.
Kelima, Otonomi Daerah. Peraturan
Pemerintah Republik Indonesia Nomor
50 Tahun 2007 tentang Tata Cara
Pelaksanaan Kerjasama Daerah; Lampiran
Peraturan Pemerintah Republik Indonesia
Nomor 38 Tahun 2007 tentang Pembagian
Urusan Pemerintahan antara Pemerintah,
Pemerintahan Daerah Provinsi, dan
Pemerintahan Daerah Kabupaten/Kota;
Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor
22 Tahun 2009 tentang Petunjuk Teknis
Tata Cara Kerjasama Daerah; Peraturan
Pemerintah Nomor 6 Nomor 2006 tentang
Pengelolaan Barang Milik Negara/Daerah.
Keenam, Undang Undang (UU) Sektor.
UU Nomor 23 Tahun 2007 tentang Perkeretaapian; UU Nomor 17 Tahun 2008
tentang Pelayaran; UU Nomor 18 Tahun 2008 tentang Pengelolaan Sampah; UU
Nomor 1 Tahun 2009 tentang Penerbangan; UU Nomor 30 Tahun 2009 tentang
Ketenagalistrikan; PP Nomor 15 Tahun 2005 tentang Jalan Tol; PP Nomor 16
Tahun 2005 tentang Pengembangan Sistem Penyediaan Air Minum.
Ketujuh, Investasi Pemerintah. PP Nomor 1 Tahun 2008 tentang Investasi
Pemerintah. PP ini bermaksud memperluas investasi Pemerintah khususnya
dalam bentuk investasi langsung di bidang infrastruktur dan bidang lainnya,
serta memberikan peluang kerjasama dalam berinvestasi. Kehadiran PP ini juga
untuk menyempurnakan Peraturan Pemerintah Nomor 8 Tahun 2007 tentang
Investasi Pemerintah.
2.2 Evaluasi Pencapaian
2.2.1 Sumber Daya Air
Pembangunan sumber daya air sepanjang tahun 20052009 dilaksanakan
melalui lima program, yaitu: (a) Program Pengembangan, Pengelolaan dan
Konservasi Sungai, Danau, dan Sumber Air Lainnya; (b) Program Pengembangan
dan Pengelolaan Jaringan Irigasi, Rawa dan Jaringan Pengairan Lainnya; (c)
Program Pengelolaan dan Penyediaan Air Baku; (d) Program Pengendalian
Banjir dan Pengamanan Pantai; dan (e) Program Penataan Kelembagaan dan
Ketatalaksanaan. Secara umum, pencapaian pelaksanaan pembangunan
sumber daya air sepanjang tahun 2005-2009 pada masing-masing program
telah memenuhi hampir keseluruhan target yang ditetapkan. Pencapaian
beberapa kegiatan bahkan dapat sesuai/melebihi target yang direncanakan
sebelumnya seperti pencapaian pelaksanaan pembangunan waduk dan embung
pada Program Pengembangan, Pengelolaan dan Konservasi Sungai, Danau,
dan Sumber Air Lainnya, peningkatan/rehabilitasi jaringan rawa pada Program
Pengembangan dan Pengelolaan Jaringan Irigasi, Rawa dan Jaringan Pengairan
Lainnya dan pembangunan saluran air baku pada Program Pengelolaan dan
Penyediaan Air Baku. Meskipun demikian masih terdapat beberapa kegiatan yang
368
B
a
g
i
a
n
I
V
MEMELIHARA MOMENTUM PERUBAHAN
belum dapat diselesaikan sesuai target yang direncanakan. Beberapa kegiatan
tersebut antara lain operasi dan pemeliharaan jaringan irigasi air tanah pada
Program Pengembangan dan Pengelolaan Jaringan Irigasi, Rawa dan Jaringan
Pengairan Lainnya, pembangunan dan rehabilitasi embung/bendung pada
Program Pengelolaan dan Penyediaan Air Baku, dan operasi dan pemeliharaan
sungai pada Program Pengendalian Banjir dan Pengamanan Pantai.
Permasalahan yang dihadapi dalam pencapaian sasaran pembangunan sumber
daya air terutama disebabkan oleh adanya fenomena perubahan iklim global
yang mengakibatkan terjadinya bencana alam seperti banjir dalam intensitas
yang tinggi. Kejadian tersebut memberikan dampak pada bertambahnya beban
ekstra di luar target renstra akibat rusaknya sarana dan prasarana sumber daya
air sehingga memerlukan rehabilitasi secepatnya agar fungsinya dapat kembali
berjalan dengan baik. Dengan demikian tidak sepenuhnya sasaran-sasaran yang
telah ditetapkan dapat dicapai.
Selain itu beberapa permasalahan yang juga dihadapi antara lain: (1) belum
sepenuhnya tersedia peraturan perundang-undangan sebagai implementasi dari
Undang-Undang Nomor 7 tahun 2004 tentang Sumber Daya Air; (2) perkembangan
kelembagaan pengelolaan sumber daya air yang masih terus berlanjut; (3) belum
terpenuhinya syarat-syarat yang diperlukan dalam proses pembangunan seperti
FS, detail design, AMDAL, serta LARAP; (4) berlarut-larutnya proses pembebasan
lahan yang berakibat terhambatnya pelaksanaan konstruksi pada pembangunan
yang membutuhkan pembebasan lahan; dan (5) bertambahnya beban ekstra
untuk kegiatan rehabilitasi akibat bencana alam, dan (6) terkait dengan aspek
kelembagaan, dijumpai belum efektifnya koordinasi pengelolaan sumber daya air.
2.2.2 Transportasi
Pencapaian pembangunan infrastruktur transportasi sepanjang tahun 2005
2009, adalah sebagai berikut:
(1) Pembangunan Prasarana Jalan
Beberapa kemajuan telah berhasil dicapai pada tahun 2009 dalam pembangunan
transportasi jalan, yaitu: pemeliharaan jalan nasional sepanjang 136.127 km,
pemeliharaan jembatan sepanjang 161.054 m, peningkatan kapasitas dan
369
B
a
g
i
a
n
I
V
Evaluasi Lima Tahun Pelaksanaan RPJMN 2004-2009
struktur jalan nasional sepanjang 15.702 km dan jembatan sepanjang 45.231 m
terutama pada lintas Timur Sumatera, Pantura Jawa, lintas Selatan Kalimantan,
lintas Barat Sulawesi dan lintas-lintas lainnya, pembangunan jalan di kawasan
perbatasan hingga mencapai 670,2 km, pembangunan jalan di pulau terpencil/
terdepan hingga mencapai 571,8 km, pembangunan Jembatan Suramadu,
serta pengadaan lahan untuk pembangunan jalan tol. Upaya tersebut telah
meningkatkan kinerja transportasi jalan yang ditunjukkan dengan bertambahnya
kapasitas jaringan jalan nasional lajur km dari 73.620 pada tahun 2004 menjadi
82.189 lajur km pada akhir tahun 2008 dengan kondisi jalan mantap mencapai
83,23 persen, rusak ringan 4618 km (13,34 persen), dan rusak berat 1.190 km
(3,44 persen) dan kecepatan rata-rata 46 km/jam. Sedangkan, total panjang jalan
tol yang telah beroperasi 693,27 km yang terdiri dari 22 ruas.
(2) Pembangunan Lalu Lintas Angkutan Jalan
Pembangunan sarana lalu lintas angkutan jalan yang telah dicapai pada
tahun 2009, berupa: (a) pengadaan fasilitas keselamatan, seperti marka jalan
sepanjang 2.829.555 m dan pagar pengaman jalan 118.424 m; (b) pengadaan
bus ukuran sedang dan besar untuk Bus Rapid Transit (BRT) mencapai 40 unit,
pengadaan 78 unit bus perintis, 60 unit bus sedang non AC, 45 unit bus sedang
AC dan 30 unit bus besar untuk angkutan perintis, kota/pelajar/mahasiswa,
serta pelayanan subsidi bus perintis untuk 111 trayek/lintasan perintis pada 21
provinsi; dan (c) pembangunan baru dan lanjutan pembangunan terminal di
tujuh lokasi: terminal Batas Antar-Negara Sei. Ambawang-Pontianak (lanjutan),
Gambar 4.19.2
Pencapaian Kondisi Jalan
Tahun 2005-2008 dan Target
2009
Sumber:
Kementerian Pekerjaan
Umum, 2009.
Lajur-Km
2005 2006
74.9
65.0
70.0
75.0
80.0
R
i
b
u
85.0
76.6 78.8 82.2 85.0
2007 2008 2009
Gambar 4.19.3
Pencapaian Lajur Km Tahun
2005-2008 dan Target 2009
Sumber:
Kementerian Pekerjaan
Umum, 2009.
370
B
a
g
i
a
n
I
V
MEMELIHARA MOMENTUM PERUBAHAN
terminal Matoain (NTT), terminal Kuningan (Jawa Barat), terminal Wonosari
(DIY), terminal Palangkaraya (Kalteng), terminal Badung (Bali), terminal Aceh
Timur (NAD), serta lanjutan rehabilitasi terminal di Provinsi Maluku dalam
rangka pelaksanaan Inpres Nomor 6 tahun 2003 tentang Percepatan Pemulihan
Pembangunan Provinsi Maluku dan Provinsi Maluku Utara Pascakonflik.
(3) Pembangunan Angkutan Sungai, Danau, dan Penyeberangan
Pembangunan Angkutan Sungai, Danau, dan Penyeberangan (ASDP) diperlukan
sebagai sarana meningkatkan kese jahteraan masyarakat, memberikan
aksesibilitas yang lebih baik sehingga dapat mengakomodasi peningkatan
kebutuhan mobilitas penduduk me lalui jaringan transportasi darat yang terputus
di perairan antarpulau, se pan jang daerah aliran sungai dan danau, serta melayani
transportasi yang menjangkau daerah
terpencil dan daerah pedalaman.
ASDP mengemban misi mening-
katkan kesejahteraan masya rakat luas
secara adil melalui upaya angkutan
keperintisan, teru tama masyarakat di
daerah-daerah terbe la kang/terisolasi,
melalui penyediaan angkutan perintis.
Pencapaian pembangunan transportasi
sungai, danau, dan penyeberangan
tahun 2009, antara lain: (a) pengadaan
rambu penyeberangan sebanyak
29 buah, rambu sungai dan danau
mencapai 2.530 buah; (b) pengerukan
alur kolam pelabuhan 2.225.000
m3; (c) pembangunan dermaga
penyeberangan sebanyak 151 unit
(baru dan lanjutan), dan pembangunan
dermaga danau 36 unit (baru dan
lanjutan); (d) pembangunan kapal penyeberangan perintis 30 unit (baru dan
lanjutan), pembangunan bus air 28 unit, dan speed boat sepuluh unit; dan (e)
pengoperasian kapal penyeberangan perintis pada 76 lintas dalam provinsi dan
delapan lintas antarprovinsi.
Adapun sasaran pembangunan ASDP tahun 20102014 adalah: (a) meningkatnya
keselamatan ASDP dan kelaikan serta jumlah sarana ASDP; (b) meningkatnya
jumlah prasarana dermaga untuk menambah jumlah lintas penyeberangan
baru yang siap operasi maupun menambah kapasitas lintas penyeberangan
yang padat; (c) meningkatnya pelayanan angkutan perintis; (d) meningkatnya
kelancaran operasi angkutan penyeberangan; serta (e) meningkatnya peran serta
swasta dan Pemerintah Daerah dalam pembangunan dan pengelolaan ASDP.
(4) Pembangunan Perkeretaapian
Secara umum kendala perkeretaapian sebagai suatu industri jasa angkutan yang
mandiri sulit dapat berkembang secara komersial ataupun menguntungkan.
Perkeretaapian harus didukung oleh berbagai sistem dan fasilitas pendukung
371
B
a
g
i
a
n
I
V
Evaluasi Lima Tahun Pelaksanaan RPJMN 2004-2009
lainnya, seperti keterpaduan jaringan pelayanan transportasi antarmoda
dengan feeder service-nya, agar pelayanan secara door to door service dapat
ditingkatkan, bisnis properti dan fasilitas stasiun yang aman, nyaman, mudah dan
terjangkau, sistem pelayanan terpadu antarmoda, kondisi struktur kelembagaan
dan regulasi Pemerintah yang efisien dan kondusif, dukungan industri teknologi
perkeretaapian yang murah dan tepat guna, kualitas SDM serta manajemen
yang profesional dan berorientasi pada kepuasan pelanggan. Selain itu,
perkeretaapian pada umumnya masih memiliki fungsi untuk pelayanan umum,
serta berbagai penugasan dari pemerintah (public service obligation) dengan
kompensasi berupa subsidi yang disediakan oleh Pemerintah.
Keterpaduan pelayanan antarmoda secara door to door di bidang perkeretaapian
masih sangat terbatas. Sampai saat ini, belum ada program yang jelas dari
pelaku usaha perkeretaapian untuk memanfaatkan peluang bisnis angkutan
barang terutama angkutan peti kemas. Selain pada lintas angkutan batubara di
Sumatera Selatan yang telah melaksanakan sistem pelayanan antarmoda, hanya
Bandung dan Solo yang sudah memiliki fasilitas dry port yang dilengkapi dengan
track siding, itu pun masih dalam skala kecil dan terbatas. Di tempat lain, seperti
jalur utama lintas Jawa, tidak memiliki fasilitas terminal barang, apalagi jaringan
rel yang menuju pusat-pusat industri dan menuju ke pelabuhan sampai sekarang
belum dikembangkan atau tidak dimanfaatkan secara baik.
Peran Pemerintah masih sangat dominan dalam pengembangan kereta
api nasional, baik dalam aspek pendanaan dan investasi, regulasi, serta
pengembangannya. Dengan keterbatasan pendanaan, SDM dan kelembagaan
di bidang perkeretaapian, kondisi fisik sarana dan prasarana kereta api saat ini
masih banyak mengalami backlog pemeliharaan yang berlangsung secara terus
menerus, baik karena perencanaan, pengoperasian, dan dukungan pendanaan
yang masih terbatas. Di masa mendatang, diperlukan redefinisi tentang sistem
pelayanan publik, peran Pemerintah sebagai regulator, peran owner, dan
operator di bidang perkeretaapian.
Perkeretaapian nasional mengalami
kejenuhan di setiap aspek, seperti
manajemen, struktur kelembagaan,
kapasitas lintas, kondisi sarana
(lokomotif dan gerbong), kondisi rel
yang sudah tua dan aus, kekurangan
investasi dan dana pemeliharaan,
citra pelayanan kepada konsumen
dan masyarakat, kekakuan investasi
karena sifat natural monopoly,
masalah regulasi kelembagaan
dan struktur pasarnya. Prasarana
jalan rel KA di Jawa 4.184 km dan
Sumatera 1.640 km, sedangkan
kondisi rel yang masih menggunakan
rel tipe kecil (R-25 dan R-33/34) yang
berumur lebih dari 70 tahun adalah
sepanjang 465 km di Jawa dan 787
km di Sumatera.
372
B
a
g
i
a
n
I
V
MEMELIHARA MOMENTUM PERUBAHAN
Hasil yang dicapai dalam penyediaan transportasi perkeretaapian pada tahun
2009 adalah: (a) peningkatan jalan rel sepanjang 1.849,62 km dan pembangunan
jalur KA baru sepanjang 244,80 km, antara lain di NAD, lintas Simpang-Indralaya
(Kampus Unsri), partial double track lintas Tulungbuyut-Blambangan Umpu, jalur
ganda Tanah Abang-Serpong, jalur ganda lintas Cikampek-Cirebon, Yogyakarta-
Kutoarjo, Tegal-Pekalongan, dan lintas Cirebon-Kroya; (b) peningkatan jembatan
KA 161 unit; (c) modernisasi dan peningkatan persinyalan, telekomunikasi dan
listrik (sintelis) 96 paket; (d) pengadaan rel mencapai 142.311 ton; (e) pengadaan
wesel 100 unit; (f) rehabilitasi jalan KA lintas Bogor-Sukabumi sepanjang 57
km; (g) pembangunan Depo Depok; (h) engineering service MRT Jakarta; (i)
pembangunan double double track Manggarai-Cikarang; (j) pengadaan kereta
kelas ekonomi (K3) 168 unit, KRD/KRDI 46 unit, KRL 108 unit, kereta kedinasan
2 unit, railbus (tahap 1) tiga unit, serta public service obligation (PSO) untuk
angkutan kereta api kelas ekonomi.
(5) Pembangunan Transportasi Laut
Transportasi laut mempunyai peranan sangat penting pada perekonomian
Indonesia. Pada tahun 2005 lebih dari 98,5 persen volume kegiatan ekspor-
impor dengan transaksi senilai USD136,9 miliar diangkut dengan menggunakan
transportasi laut. Potensi pasar yang begitu besar bagi armada pelayaran
nasional di angkutan ekspor-impor, belum sepenuhnya dimanfaatkan oleh
armada pelayaran nasional. Untuk mengantisipasi hal tersebut, selama kurun
waktu 20042009, Pemerintah telah menerbitkan Inpres Nomor 5 Tahun 2005
tentang Pemberdayaan Industri Pelayaran Nasional dan Peraturan Presiden
Nomor 44 Tahun 2005 tentang Pengesahan Konvensi Internasional tentang
Piutang Maritim dan Mortgage (Mortgage Law and Maritime Liens 1993) serta
UU Nomor 17 Tahun 2008 tentang Pelayaran beserta peraturan pemerintah
sebagai turunannya harus dituntaskan pada tahun 2009.
Pada kurun waktu 20042009, pembangunan transportasi laut yang telah
dilaksanakan adalah: (a) pembangunan 15 pelabuhan peti kemas (antara lain
Pelabuhan Tanjung Priok, Tanjung Perak, Belawan, Tanjung Emas, Panjang,
Makasar, Banjarmasin, Pontianak, Bitung, Samarinda, dan Palembang), 17
pelabuhan yang memiliki terminal penumpang dan 142 pelabuhan untuk
pelayaran non-perintis/perintis/rakyat (antara lain Tanjung Buton dan Dumai di
Riau, Labuhan Amuk di Bali, Bitung di Sulawesi Utara, Arar Manokwari di Papua,
Tarempa, Malarko di Kepri, Teluk Tapang di Sumbar, Tanjung Batu (Manggar) di
Belitung); (b) pembangunan kapal perintis sebanyak 18 unit; (c) pembangunan
fasilitas sistem telekomunikasi pelayaran, antara lain persiapan Indonesia Ship
Reporting System (INDOSREP) di Selat Sunda dan Selat Lombok, pembangunan
Vessel Traffic Services (VTS) di wilayah Selat Malaka, pembangunan vessel traffic
information System (VTIS) di Teluk Bintuni, Papua Barat, serta pemasangan
automatic identification ship (AIS) di lima lokasi pelabuhan: Belawan, Jakarta,
Semarang, Surabaya, dan Makassar; (d) pembangunan sarana bantu navigasi
pelayaran (SBNP) meliputi 42 unit menara suar, 123 unit rambu suar, dan 100
unit pelampung suar; (e) pengerukan alur/kolam pelabuhan mencapai 17,17 juta
m3; dan (f) pengadaan empat unit kapal navigasi.
Paket kebijakan Inpres Nomor 5 Tahun 2005 tentang Pemberdayaan Industri
Pelayaran Nasional telah mampu mendorong peningkatan jumlah armada
373
B
a
g
i
a
n
I
V
Evaluasi Lima Tahun Pelaksanaan RPJMN 2004-2009
pelayaran nasional dari 6.041 unit tahun 2005 menjadi 9.064 unit tahun
2009 (kenaikan 50,4 persen). Pada periode yang sama, pangsa pasar armada
pelayaran nasional untuk angkutan barang ekspor-impor meningkat 3,5 persen
(dari total muatan 465,1 juta ton) menjadi 9,0 persen (dari total muatan 546,4
juta ton), sedangkan untuk angkutan laut dalam negeri, pangsa pasar armada
kapal nasional meningkat 54,0 persen (dari total muatan 187,6 juta ton)
menjadi 85,7 persen (dari total muatan 262,3 juta ton). Selain itu jumlah fasilitas
pelabuhan dan kapal yang telah memenuhi ISPS (International Ship and Port
Facility Security) Code juga mengalami peningkatan dari 183 pelabuhan dan 353
kapal pada tahun 2004 menjadi 243 pelabuhan dan 720 kapal pada tahun 2008.
Pembangunan fasilitas pelabuhan laut di 32 Lokasi, meliputi Atapupu, Sapudi,
Tanjung Tembaga, Waikelo, Reo, Baa, Bau-bau, Maccini Baji, Pamatata, Dumai,
Tanjung Batu Manggar, Pomako, Papela, Anggrek, Tanjung Buton-Riau, Malarko,
Palaihari dan Tanjung Batu-Kalimantan Selatan, Penajam Pasir, Teluk Tapang,
Kalbut, Boom Banyuwangi, Batang dan Rembang-Jawa Tengah, Manado, Bitung,
Tilamuta-Gorontalo, Gorontalo, Sei Nyamuk-Kaltim, dan Pantoloan, Ahmad Yani-
Ternate, Depapre.
Gambar 4.19.4
Pangsa Pasar Angkutan Laut
Dalam Negeri oleh Armada
Nasional dan Asing, Tahun
2005-2009
Sumber:
Direktorat Jenderal
Perhubungan Laut,
Kementerian Perhubungan,
2009
Gambar 4.19.5
Pangsa Pasar Angkutan Laut
Luar Negeri oleh Armada
Nasional dan Asing, Tahun
2005-2009
Sumber:
Direktorat Jenderal
Perhubungan Laut,
Kementerian Perhubungan,
2009.
374
B
a
g
i
a
n
I
V
MEMELIHARA MOMENTUM PERUBAHAN
Angkutan barang dan penumpang laut dalam negeri saat ini diselenggarakan oleh
Pemerintah dan swasta. Pada koridor-koridor yang strategis, pelayanan angkutan
laut diselenggarakan oleh operator swasta, sedangkan di luar koridor tersebut,
Pemerintah memberikan dukungan pelayanan dalam bentuk PSO dan pelayanan
angkutan perintis. Tabel 5.1 menjelaskan produksi angkutan penumpang dan
barang yang dilayani oleh angkutan perintis sejak tahun 2005-2008, sedangkan
penyediaan PSO melalui PT. PELNI bagi penumpang kelas ekonomi mencapai 23
unit kapal yang beroperasi di seluruh Nusantara.
(6) Pembangunan Transportasi Udara
Hasil yang telah dicapai dalam pembangunan transportasi udara tahun 2009,
antara lain: (a) pengembangan 14 bandar udara pada daerah rawan bencana
dan daerah perbatasan agar mampu melayani pesawat udara sejenis F-27 atau
Hercules C-130; (b) rehabilitasi dan pemeliharaan fasilitas landasan 2.881.925
m
2
, fasilitas terminal 17.842 m
2
, fasilitas bangunan 124.083 m
2
, dan fasilitas
keselamatan penerbangan 77 paket; (c) pembangunan 15 bandara yang
melayani penerbangan umum, diantaranya bandara Dobo, Saumlaki Baru,
Seram Bagian Timur, Namniwel, Sam Ratulangi-Manado, Pengganti Dumatubun-
Langgur, Waghete Baru dan Muara Bungo, Bandara Internasional Minangkabau,
Abdurahman Saleh-Malang, Blimbingsari-Banyuwangi, Seko, Rampi, dan
Hadinotonegoro Jember; (d) pembangunan bandara Medan Baru, Hasanuddin
Makassar, Lombok Baru, serta terminal tiga Bandara Soekarno Hatta; (e)
pembangunan dan peningkatan bandara di daerah perbatasan, terpencil, dan
rawan bencana sebanyak 12 lokasi di Rembele, Silangit, Sibolga, Enggano, Rote,
Ende, Naha, Manokwari, Sorong, Melongguane, Nunukan, dan Haliwen; serta (f)
pemberian subsidi operasi angkutan udara perintis untuk 96 rute di 15 provinsi.
Dalam kurun waktu 2005-2009, kinerja pelayanan transportasi udara terus
mengalami peningkatan. Jumlah armada angkutan udara niaga berjadwal
nasional yang beroperasi meningkat dari 214 unit menjadi 489 unit; jumlah
penumpang pesawat domestik meningkat dari 28,8 juta orang menjadi 37,4 juta
orang (29,8 persen); jumlah penumpang pesawat internasional meningkat dari
3,4 juta orang menjadi 3,9 juta orang (17,8 persen). Jumlah tersebut diperkirakan
akan terus mengalami peningkatan yang cukup nyata, sampai dengan April
2009 jumlah penumpang domestik mencapai 41,1 juta orang dan penumpang
internasional mencapai 4,5 juta orang, sedangkan angkutan barang sampai
dengan April 2009 mencapai 372,1 ribu ton dan angkutan barang internasional
mencapai 46,7 ribu ton. Peningkatan jumlah penumpang baik domestik maupun
internasional tersebut selaras dengan peningkatan jumlah wisatawan baik
domestik maupun internasional. Jumlah wisatawan mancanegara mencapai
6,42 juta orang dengan devisa mencapai USD7,37 miliar. Dari total wisatawan
Tahun
Jumlah
Trayek
Alokasi Dana Barang Penumpang
(Rp.Milyar) (Ton) (orang)
2004 47 99,8 120.400 565.000
2005 48 135,2 53.224 255.160
2006 52 193,4 151.809 391.069
2007 53 175,1 142.321 330.005
2008 56 206,7 136.309 268.340
2004-2008 810,2 604.063 1.809.574
Tabel 4.19.8
Perkembangan Angkutan Laut
Perintis 2005-2008
Sumber:
Kementerian Perhubungan,
2009.
375
B
a
g
i
a
n
I
V
Evaluasi Lima Tahun Pelaksanaan RPJMN 2004-2009
mancanegara tersebut, hampir 67,5 persen menggunakan transportasi udara.
Oleh karena itu, untuk menarik wisatawan mancanegara, selain promosi tempat
daerah tujuan wisata dan jaminan keamanan di daerah tersebut, diperlukan
adanya jaminan keselamatan penerbangan di wilayah udara Indonesia sesuai
dengan standar keselamatan penerbangan Internasional yang telah ditetapkan
oleh ICAO (International Civil Aviation Organization).
Gambar 4.19.7
Produksi Angkutan Barang
Udara 2005-2008 dan Target
2009
Sumber:
Kementerian Perhubungan,
2009.
Gambar 4.19.6
Produksi Angkutan
Penumpang Udara 2005-2008
dan Target 2009
Sumber:
Kementerian Perhubungan,
2009.
376
B
a
g
i
a
n
I
V
MEMELIHARA MOMENTUM PERUBAHAN
Pembangunan prasarana penunjang transportasi mencakup pembangunan
pencarian dan penyelamatan (search and rescue/SAR), pendidikan dan pelatihan
transportasi, serta penelitian dan pengembangan transportasi. Pembangunan
SAR yang dilakukan tahun 2005-2008 meliputi: pengadaan 16 unit rescue boat
ukuran 36 m, 25 unit rescue truck, 4 unit rescue hoist, 5 set hydraulic rescue tool,
57 unit rescue car dan prasarana penunjang operasional lainnya. Pembangunan
pendidikan dan pelatihan transportasi meliputi: (a) pembangunan balai diklat
kepelautan di NAD, Sorong, dan Ambon; (b) pembangunan Maritime Education
and Training Improvement (METI); (c) pengembangan STT Transportasi Darat di
Makassar dan NAD; (d) pengembangan STPI Curug menuju center of excelence
dan Program Pilot Commercial (PC-200); (e) pengadaan fasilitas penunjang diklat
dan pembangunan/peningkatan prasarana diklat; (f) perbaikan/perawatan
sarana dan prasarana diklat; serta (g) peningkatan kuantitas dan kualitas sum ber
daya manusia. Di samping itu, telah dilakukan kegiatan penelitian dan pengem-
bangan berupa penelitian/studi dan telaahan/kajian yang sifatnya lintas sek toral,
manajemen transportasi multimoda, transportasi darat, laut, dan udara.
2.2.3 Energi dan Ketenagalistrikan
Pasokan energi primer nasional dari tahun ke tahun mengalami kenaikan.
Pasokan energi tersebut selain bersumber dari produksi dalam negeri juga dari
impor. Dari neraca energi tahun 2008, Indonesia harus mengimpor energi primer
sebesar 242.662 BOE dimana impor minyak mentah dan BBM sekitar 238.649
BOE. Di sisi ekspor, tahun 2008 Indonesia telah mengekspor 1.057.757 BOE
dimana ekspor minyak mentah sekitar 134.872 BOE, gas bumi (dan LNG) sekitar
250.886 BOE, dan batubara sekitar 672.000 BOE.
Produksi energi nasional mengalami fluktuasi yang beragam tergantung jenis
energinya. Minyak dan gas bu mi mengalami penurunan yang disebabkan
lapangan-la pang an yang sudah tua sehingga produk sinya cenderung
menurun serta tidak adanya investasi untuk pengem bangan lapangan tua dan
pengembangan lapangan-lapangan baru. Namun untuk batubara mengalami
kenaikan mengingat permintaan minyak dunia dan harganya meningkat
yang mengakibatkan permintaan batubara juga naik. Selain itu peningkatan
pembangunan pembangkit listrik batubara menyebabkan kenaikan permintaan
pasokan batubara.
Pengembangan dan pemanfaatan energi alternatif yaitu energi baru terbarukan
(EBT) mengalami peningkatan. Pemanfaatan panas bumi (geothermal), surya,
biomasa, bayu dan mikrohidro
untuk pembangkit listrik mengalami
peningkatan walaupun belum
optimal. Pengembangan PLTP
mencapai 1.052 MW sedangkan
EBT lainnya adalah PLTS sebesar
5,5 MW. Adapun untuk jaringan
transmisi dan distribusi gas bumi
juga mengalami peningkatan yaitu
jaringan transmisi pipa gas bumi
sepanjang 2.152 km dan jaringan
377
B
a
g
i
a
n
I
V
Evaluasi Lima Tahun Pelaksanaan RPJMN 2004-2009
gas kota sebanyak 81.294 sambungan rumah. Pemerintah terus berupaya
mendorong pengembangan jaringan gas bumi ini terutama penyelesaian
jaringan transmisi Kalimantan-Jawa dan jaringan gas kota di beberapa kota di
Sumatera, Jawa, Kalimantan, dan Sulawesi sebagai upaya konversi pemakaian
energi konvensional/minyak tanah ke gas bumi.
Kapasitas pembangkit listrik mengalami tren peningkatan, dibandingkan tahun
2005 terjadi peningkatan sebesar 5.830 MW sampai dengan tahun 2009.
Demikian pula dalam jangkauan pelayanan ketenagalistrikan, jumlah rumah
tangga berlistrik meningkat sebesar 4.539 rumah tangga dan jumlah desa
berlistrik meningkat sebesar 11.307 desa pada periode 20052009.
Walaupun mengalami tren yang meningkat, pencapaian pembangunan
ketenagalistrikan masih di bawah target yang direncanakan dalam RPJMN
2004-2009. Hal tersebut diakibatkan oleh beberapa hal diantaranya adalah:
(a) keterbatasan sumber pendanaan dan sulitnya mencari sumber pendanaan
baik dalam negeri maupun luar negeri; (b) permasalahan sosial menyangkut
pembebasan tanah; (c) gejolak global yang mengakibatkan kenaikan harga bahan
baku; (d) berbagai kendala untuk memperoleh perijinan; dan (e) masih sulitnya
mencari sumber energi primer yang siap dipergunakan terutama gas dan energi
baru terbarukan (EBT).
Untuk itu, disusun upaya untuk mencapai target-target tersebut diantaranya
melalui program percepatan pembangunan pembangkit listrik berbahan
batubara 10.000 MW. Namun, akibat berbagai kendala yang ada terutama
mengenai pendanaan dan pembebasan tanah maka program tersebut mengalami
keterlambatan.
2.2.4 Pos dan Telematika
Permasalahan dalam pencapaian sasaran dapat dijelaskan sebagai berikut.
Pertama, tercapainya teledensitas sambungan tetap sebesar 13 persen dan
telepon bergerak 20 persen. Hasil evaluasi RPJMN 2004-2009 menunjukkan
bahwa pembangunan fasilitas telekomunikasi melewati target, yaitu teledensitas
sambungan tetap mencapai 14,88 persen dan teledensitas telepon bergerak
mencapai 64,12 persen. Keberhasilan ini menunjukkan kerjasama yang baik
antara Pemerintah dan swasta. Pengelolaan spektrum frekuensi radio yang lebih
efisien serta kerangka kebijakan dan regulasi yang kondusif bagi penyelenggaraan
berbasis kompetisi memungkinkan penyediaan layanan telekomunikasi yang
lebih luas dan terjangkau dengan fitur yang lebih beragam. Hal menarik yang
perlu diperhatikan adalah dalam lima tahun terakhir nirkabel menjadi moda
utama penyediaan akses telekomunikasi. Hampir 75 persen dari sambungan
bergerak merupakan nirkabel (fixed wireless access). Trend ini perlu diantisipasi
mengingat ketersediaan spektrum frekuensi radio sebagai sumber daya sangat
terbatas.
Kedua, terselesaikannya pembangunan fasilitas telekomunikasi perdesaan
sekurang-kurangnya 43 ribu sambungan baru di 43 ribu desa. Sejak awal tahun
2005 hingga pertengahan tahun 2007, pembangunan USO masih dalam tahap
pematangan yang difokuskan kepada penyelesaian rancangan ulang program
378
B
a
g
i
a
n
I
V
MEMELIHARA MOMENTUM PERUBAHAN
USO dan penyelesaian regulasi yang terkait. Rancang ulang program dilakukan
untuk menyempurnakan program USO yang sudah pernah dilakukan pada tahun
2003 dan 2004, namun dinilai gagal karena layanannya tidak berkelanjutan. Pada
disain baru, program USO berbentuk kontrak berbasis kinerja dengan pembiay-
aan tahun jamak. Selain itu, fasilitas telekomunikasi yang disediakan juga bersi-
fat data ready sehingga sewaktu-waktu dapat dikembangkan untuk penyediaan
jasa akses internet. Program USO direncanakan untuk dilakukan di 31.482 desa,
bukan di 43 ribu desa sebagaimana ditetapkan dalam RPJMN. Pengurangan tar-
get dilakukan sesuai dengan hasil pemetaan dan pendataan ulang desa sesuai
dengan nomor ID desa sebagaimana terdaftar di Kementerian Dalam Negeri.
Program USO yang tertunda pelaksanaannya terkait dengan proses gugatan pada
pelelangan baru dapat berjalan kembali pada akhir tahun 2008. Pembangunan
hingga tahun 2009 berhasil dilaksanakan pada 24.051 desa.
Ketiga, meningkatnya kualitas dan jangkauan layanan penyiaran televisi dan
radio yang masing-masing mencakup 88 persen dan 85 persen penduduk
Indonesia. Permasalahan utama adalah terbatasnya anggaran Pemerintah untuk
mempertahankan jangkauan dan kualitas siaran melalui rekondisi perangkat
yang sebagian besar sudah melebihi usia teknis. Sebagai gambaran, 67 persen
dari 758 pemancar LPP TVRI mempunyai kondisi di bawah 30 persen. Dengan
adanya keterbatasan anggaran, pengembangan jangkauan sulit dilakukan.
Berdasarkan peraturan yang berlaku (PP Nomor 11 Tahun 2005, PP Nomor 12
Tahun 2005, dan PP Nomor 13 Tahun 2005), sumber pendanaan LPP di luar APBN
adalah iuran penyiaran, sumbangan masyarakat, siaran iklan, dan usaha lain yang
sah yang terkait dengan penyelenggaraan penyiaran. Pada kenyataannya, siaran
iklan hanya mampu memberikan kontribusi yang sangat kecil, sedangkan sumber
pendanaan lain belum berjalan. Dengan demikian, APBN merupakan sumber
pendanaan utama. Permasalahan lainnya adalah restrukturisasi kelembagaan
yang belum selesai terutama terkait dengan stasiun televisi berjaringan dan
pengembangan LPP lokal.
2.2.5 Perumahan dan Permukiman
Evaluasi pencapaian program dan kegiatan pembangunan perumahan dan
permukiman yang telah dilaksanakan sepanjang periode tahun 2004-2009
dijelaskan sebagai berikut.
Pertama, realisasi pencapaian kinerja sasaran pembangunan rusunawa tahun
2004-2009 hanya mencapai 62,85 persen dari sasaran RPJMN 20042009. Hal
ini disebabkan oleh terbatasnya anggaran pemerintah pusat dan daerah (APBN
dan APBD) untuk alokasi pembangunan rusunawa. Selain itu, ketidaktersediaan
lahan yang sesuai dengan kriteria fisik dan administrasi juga menjadi kendala
dalam pembangunan rusunawa. Kriteria fisik lahan untuk rusunawa antara lain
mencakup luasan, kondisi geografis, jarak capai atau radius dari tempat bekerja
calon penghuni, serta kesesuaian tata guna tanah. Sedangkan kriteria administrasi
mencakup status tanah mutlak milik pemda atau hak guna bangunan dengan
waktu lebih dari 20 tahun sejak rusunawa mulai dibangun.
Kedua, realisasi pencapaian kinerja sasaran pembangunan rusunami tahun
2004-2009 hanya mencapai 26,86 persen dari sasaran RPJMN 2004-2009. Hal
ini disebabkan karena program pembangunan rusunami baru dijalankan setelah
terbitnya Keppres Nomor 22 Tahun 2006 (Desember 2006) dan dicanangkannya
379
B
a
g
i
a
n
I
V
Evaluasi Lima Tahun Pelaksanaan RPJMN 2004-2009
program percepatan pembangunan rumah susun di kawasan perkotaan
pada tanggal 5 April 2007 (1000 tower/menara rusuna). Selain itu, dalam
pelaksanaannya masih dihadapkan pada kendala regulasi bidang pertanahan,
perijinan, perpajakan, infrastruktur, dan pembiayaan.
Ketiga, pencapaian pembangunan perumahan swadaya tahun 20052009
telah mencapai 110,86 persen terhadap target pencapaian 3,6 juta unit. Data
tersebut di atas tidak termasuk rumah pascabencana NAD-Nias dan rumah rehab
pascabencana DIY-Jateng. Tingginya pencapaian target pembangunan rumah
swadaya disebabkan karena besarnya sumber pembiayaan dari masyarakat
secara swadaya. Berdasarkan perhitungan, kontribusi masyarakat terhadap
pembangunan perumahan swadaya mencapai lebih dari 56 persen, selebihnya
berasal dari pemerintah pusat dan daerah, dunia usaha, bank dan lembaga
keuangan non bank, serta LSM/donor.
Keempat, kegiatan Pengembangan Prasarana dan Sarana Perdesaan (DPP/
KTP2D) yang dilaksanakan telah melebihi target yang ditetapkan sebesar lebih
dari 20 persen. Kelebihan target ini disebabkan karena Kawasan Terpilih Pusat
Pengembangan Desa (KTP2D) yang semula diskenariokan terdiri atas Desa Pusat
Pertumbuhan (DPP) dan desa-desa hinterland yang juga termasuk desa-desa
tertinggal, mengalami perubahan dimana desa hinterland-nya hanya terdiri atas
desa-desa non tertinggal karena desa tertinggal telah ditangani oleh program lain
dengan pendekatan yang berbeda pula. Dalam kondisi seperti itu, maka target
kawasan bisa menjadi lebih banyak. Sementara itu, pembangunan infrastruktur
perdesaan justru mengalami kekurangan pencapaian target lebih dari 20 persen.
Ketidaktercapaian target pada kegiatan ini disebabkan banyaknya desa-desa
yang telah ditangani oleh program serupa seperti Program Pembangunan Daerah
Tertinggal (PDT) atau Program Pembangunan Kecamatan (PPK).
Kelima, sasaran jumlah kelurahan pada kegiatan penanganan permukiman kumuh
yang tidak tercapai disebabkan karena usulan daerah lebih mempertimbangkan
penanganan kumuh di lokasi lain yang berada di dalam kelurahan yang sama.
Oleh sebab itu, sebagian besar penanganan pada tahun anggaran 2008 dan 2009
berada pada kelurahan yang sama dengan tahun sebelumnya. Di samping itu
beberapa kota tidak dapat menyediakan dana pendamping yang disyaratkan,
380
B
a
g
i
a
n
I
V
MEMELIHARA MOMENTUM PERUBAHAN
sehingga kegiatan tidak dapat dilaksanakan. Meskipun realisasi jumlah total
kelurahan tidak mencapai sasaran yang telah ditetapkan, namun realisasi
luasan kawasan kumuh (ha) dan jumlah jiwa yang dapat ditangani tercapai jauh
melampaui target.
Keenam, target penyediaan sarana dan prasarana dasar di kawasan terpencil/
pulau kecil/terpencil/terluar adalah 11 provinsi. Namun pada akhir RPJMN
telah mencapai 29 provinsi atau 204 kawasan. Hal tersebut disebabkan karena
pelaksanaan kegiatan tersebut mencakup di 32 provinsi yang membutuhkan. Di
samping itu kegiatan ini bukan saja menangani pulau kecil/terpencil/terluar saja,
melainkan juga menangani kawasan tertinggal. Kegiatan penyediaan infrastruktur
di kawasan perbatasan juga telah melebihi target. Hal ini disebabkan karena
jumlah kawasan permukiman di kabupaten yang berbatasan langsung dengan
negara tetangga memiliki lebih dari satu kawasan.
Ketujuh, penyediaan sarana dan prasarana air minum sepanjang periode
20042009 tidak dapat memenuhi target. Kekurangan dalam pencapaian target
pembangunan prasarana air minum sebesar 15,48 persen (target 39.879 L/dt
dan realisasi 33.707 L/dt) disebabkan keterbatasan penyediaan anggaran untuk
pengembangan jaringan distribusi.
Kedelapan, dalam kurun waktu 2005-2009, telah dilaksanakan pengembangan
air limbah secara terpusat di tujuh kota utama, seperti: Denpasar, Bandung,
Surakarta, Yogyakarta, Banjarmasin, dan Surabaya. Di samping itu, telah
dilaksanakan pula pengembangan air limbah berbasis masyarakat di 409 lokasi.
Dari target sebanyak 388 kabupaten/kota, telah tercapai 409 kabupaten/kota
hingga tahun 2009.
Kesembilan, pelaksanaan kegiatan penataan dan revitalisasi kawasan perkotaan
hanya mencapai 85 persen dari target yang telah ditetapkan. Hal ini disebabkan
karena lokasi yang diusulkan tidak memenuhi kriteria dan Pemerintah Daerah
tidak siap menyediakan dana pendamping.
Kesepuluh, target penanganan tsunami Aceh telah tercapai sebanyak 5.500 unit,
namun dari informasi yang disampaikan Badan Rekonstruksi dan Rehabilitasi
(BRR) Aceh bahwa ada tambahan sasaran kegiatan yang dapat menambah target
yaitu total rumah baru yang dibangun melalui dana APBN sebanyak 55.744 unit
dan lembaga donor sebanyak 84.560 unit. Selain itu dilaksanakan pula tambahan
rehabilitasi rumah melalui dana APBN sebanyak 69.556 unit dan dari negara
donor sebanyak 1.145 unit.
Kesebelas, target rehabilitasi dan rekonstruksi pascagempa bumi DIY-
Jateng adalah 24.800 unit rumah. Namun demikian, dalam pelaksanaannya
telah mencapai 634.501 unit rumah. Hal ini disebabkan oleh pendekatan
pemberdayaan masyarakat yang berjalan dengan efektif dan efisien. Rehabilitasi
dan rekonstruksi rumah pascagempa DIY-Jateng sendiri mencapai 619.348
unit rumah yang tersebar di wilayah Jawa Tengah dan DI Yogyakarta. Sisanya
dilaksanakan melalui REKOMPAK JRF sebanyak 15.153 unit rumah.
Keduabelas, pencapaian target pendampingan Pembinaan Teknis Bangunan
381
B
a
g
i
a
n
I
V
Evaluasi Lima Tahun Pelaksanaan RPJMN 2004-2009
Gedung, Penataan Bangunan dan Lingkungan telah melebihi sasaran sebesar
16,47 persen (target 304 kegiatan dan realisasi 360 kegiatan). Pencapaian
target penyusunan pedoman juga telah melebihi sasaran 18,75 persen (target
176 kegiatan dan realisasi 209 kegiatan). Hal ini disebabkan karena adanya
permintaan atau usulan dari kabupaten/kota untuk mendapatkan fasilitasi
penguatan kelembagaan dan penyusunan Ranperda Bangunan Gedung.
2.2.6 Kerjasama Pemerintah dan Swasta
Skema pembangunan infrastruktur layanan publik KPS yang tertuang
dalam Peraturan Presiden Nomor 67 Tahun 2005 terus-menerus dilakukan
penyempurnaan. Untuk mendorong percepatan penyediaan infrastruktur
melalui KPS, Pemerintah meluncurkan Paket Kebijakan Ekonomi 20082009
yang tertuang dalam Inpres Nomor 5 tahun 2008 tentang Fokus Pembangunan
Ekonomi Tahun 2008-2009. Hal tersebut dilakukan untuk mengatasi
permasalahan yang menghambat investasi di sektor sarana dan prasarana,
termasuk persoalan yang terkait dengan partisipasi sektor swasta. Elemen
penting dari paket kebijakan tersebut adalah kerangka kerja bagi KPS, termasuk
di dalamnya mekanisme penyiapan proyek, proses tender yang transparan dan
akuntabel, alokasi risiko antara investor dan Pemerintah.
Dalam upaya meningkatkan pemanfaatan skema pendanaan melalui KPS,
dilakukan dua hal utama yaitu optimalisasi skema KPS dan peningkatan kualitas
pemanfaatan skema KPS. Upaya optimalisasi skema KPS dilakukan melalui hal-
hal berikut: (1) pengembangan, penyempurnaan dan harmonisasi berbagai
kebijakan dan peraturan sektoral maupun regional, untuk memfasilitasi dan
memperlancar pembentukan KPS terutama penyempurnaan Peraturan Presiden
Nomor 67 Tahun 2005 dan peraturan penyediaan lahan untuk pembangunan
prasarana publik; dan (2) pengembangan peraturan perundang-undangan untuk
memperluas bidang prioritas KPS selain di bidang infrastruktur.
Sementara untuk mendorong peningkatan kualitas pemanfaatan skema KPS,
Pemerintah menyusun Buku KPS (Public Private Partnership Book, PPP Book)
yang berisi tentang daftar proyek Pemerintah yang dapat dikerjasamakan dengan
swasta setiap awal tahun, sesuai dengan siklus rencana kerja Pemerintah. Sesuai
dengan amanat Inpres Nomor 5 Tahun 2008, PPP Book disusun dan diterbitkan
sebagai upaya menciptakan mekanisme penyiapan proyek yang lebih terintegrasi
dengan siklus anggaran Pemerintah, transparan dan akuntabel.
Sesuai arahan dalam Instruksi Presiden Nomor 5 Tahun 2008 tentang Fokus
Pembangunan Ekonomi Tahun 2008-2009, Bappenas telah menerbitkan PPP Book.
PPP Book edisi perdana ini diluncurkan pada tanggal 25 Maret 2009. PPP Book
bertujuan untuk menarik minat investor baik nasional maupun internasional dan
merupakan komitmen Pemerintah terhadap transparansi ketersediaan proyek.
Proyek pembangunan infrastruktur yang terdapat pada PPP Book terbagi atas tiga
kategori yaitu Proyek Potensial (Potential Project), Proyek Prioritas (Priority Project)
dan Proyek Siap untuk Ditawarkan (Project Ready for Offer). Total proyek dalam
PPP Book adalah 87 proyek dengan total nilai investasi sebesar USD34 milyar.
Dalam rangka memfasilitasi dan memonitor proyek-proyek KPS seperti yang
382
B
a
g
i
a
n
I
V
MEMELIHARA MOMENTUM PERUBAHAN
tertera pada PPP Book, maka harus dibentuk Pusat KPS/PPP Central Unit (P3CU).
Pada tahun 2009 ini telah dilakukan studi tentang Pembentukan Pusat KPS.
Hasil akhir dari studi ini adalah penetapan struktur organisasi dan fungsi yang
sesuai untuk Unit KPS di Indonesia. Di samping itu, pusat KPS, disarankan berada
di bawah Bappenas. Karena Bappenas mempunyai akses dalam melakukan
perencanaan pembangunan nasional yang terintegrasi dengan perencanaan
pembangunan sektoral maka Pusat KPS berada di bawah Bappenas. Maka pada
25 Maret 2009, Pusat KPS diumumkan fungsionalisasinya berada di bawah
Direktorat Pengembangan Kerjasama Pemerintah dan Swasta.
Proyek infrastruktur besar yang mendapat perhatian utama Pemerintah adalah
proyek Central Java Coal Fired Steam Power Plant (PLTU Jawa Tengah) dan
penyiapan proyek Jembatan Selat Sunda. Dalam pelaksanaannya, PLTU Jawa
Tengah masih menunggu hasil revisi Perpres Nomor 67 Tahun 2005. Sementara
terkait dengan perkembangan proyek KPS yang saat ini sedang dalam proses
penyiapan oleh Project Development Facility sebanyak 23 proyek meliputi
dua proyek pengolahan sampah padat, delapan proyek air bersih, 11 proyek
transportasi-perhubungan, satu proyek listrik, dan satu proyek pasar.
Saat ini revisi Perpres Nomor 67 Tahun 2005 menjadi salah satu program 100
hari Presiden. Pada bulan Agustus 2009, revisi Perpres Nomor 67 Tahun 2005
telah disampaikan kepada Presiden, namun karena adanya masukan pada
pertemuan National Summit dan perubahan UU Ketenagalistrikan, maka revisi
perpres tersebut harus diubah. Sekretariat KKPPI telah melakukan beberapa kali
pertemuan dengan kementerian teknis terkait serta beberapa stakeholder untuk
membahas perubahan Revisi Perpres Nomor 67 Tahun 2005. Hasil akhir dari
pembahasan perubahan Revisi Perpres Nomor 67 Tahun 2005 telah disampaikan
kepada Presiden pada 12 Januari 2010.
III. Keberhasilan
Secara umum pembangunan yang dilaksanakan pada bidang infras truktur masih
dalam koridor rencana pembangunan dalam RPJMN 20042009. Beberapa
kemajuan yang telah berhasil dicapai guna meningkatkan kesejahteraan rakyat
dalam pembangunan infrastruktur selama periode 2004-2009, diantaranya yaitu:
(1) pembangunan 11 waduk, 443 embung dan unit air baku kapasitas 12,52 m3/
det; (2) peningkatan jaringan irigasi dan rawa 1,45 juta ha; (3) pembangunan
Bandara Hasanuddin di Makassar; (4) pembangunan Jembatan Suramadu di Jawa
Timur; (5) pembangunan Terminal 3 Bandara Soekarno Hatta di Tangerang; (6)
pembangunan Pelabuhan Dumai di Riau; (7) pembangunan jalur ganda Kutoarjo
di Yogyakarta dan Depo Depok; (8) pelaksanaan pembangunan pembangkit
listrik 10.000 MW; (9) pembangunan jaringan transmisi gas bumi di Sumatera
Selatan, Jawa Barat (SSWJ); (10) pembangunan 37.709 unit rusunawa, 6.716 unit
rusunami dengan peran swasta, dan 487.136 RSH bersubsidi; (11) penyediaan
air minum sebanyak 33.707 liter/detik serta pembangunan sistem air limbah
terpusat skala kota di Kota Denpasar; (12) penyediaan jasa akses telekomunikasi
di 24.051 desa dan jasa akses internet di 69 desa.
Berikut beberapa kemajuan yang telah berhasil dicapai dalam pembangunan
infrastruktur pada periode 2004-2009 secara lebih spesifik.
383
B
a
g
i
a
n
I
V
Evaluasi Lima Tahun Pelaksanaan RPJMN 2004-2009
3.1 Sumber Daya Air
Pelaksanaan pembangunan sumber daya air sepanjang tahun 2005-2009
yang ditempuh melalui lima program, yaitu: (a) Program Pengembangan,
Pengelolaan dan Konservasi Sungai, Danau, dan Sumber Air Lainnya; (b) Program
Pengembangan dan Pengelolaan Jaringan Irigasi, Rawa dan Jaringan Pengairan
Lainnya; (c) Program Pengelolaan dan Penyediaan Air Baku; (d) Program
Pengendalian Banjir dan Pengamanan Pantai; dan (e) Program Penataan
Kelembagaan dan Ketatalaksanaan. Kelima program tersebut secara keseluruhan
telah memberikan pencapaian yang sebagian besar sesuai dengan target yang
direncanakan. Bahkan dua dari lima program tersebut dapat memberikan
pencapaian yang sesuai/melampaui target yang direncanakan. Program-
program yang dimaksud tersebut antara lain adalah Program Pengembangan,
Pengelolaan dan Konservasi Sungai, Danau, dan Sumber Air Lainnya dan
Program Pengembangan dan Pengelolaan Jaringan Irigasi, Rawa dan Jaringan
Pengairan Lainnya. Pelaksanaan Program Pengembangan, Pengelolaan dan
Konservasi Sungai, Danau, dan Sumber Air Lainnya sepanjang tahun 2005-2009
telah mencapai rata-rata 132,9 persen dari target yang ditetapkan sementara
untuk pelaksanaan Program Pengembangan dan Pengelolaan Jaringan Irigasi,
Rawa dan Jaringan Pengairan Lainnya telah mencapai rata-rata 102,4 persen dari
target yang ditetapkan.
Pada pelaksanaan Pro gram Pengem bangan, Pengelolaan dan Kon ser vasi
Sungai, Da nau, dan Sumber Air Lainnya telah ber hasil diselesaikan: (a) penye-
diaan sara na penga manan bangu nan vital di 31 lokasi dari 15 lokasi waduk
yang ditargetkan (ter capai 206,7 per sen dari target yang dite tapkan); (b) pem-
bangu nan 11 waduk se suai target (100 per sen tercapai); dan (c) pembangunan
443 embung dari 350 embung yang ditargetkan (tercapai 126,6 persen dari
target yang ditetapkan). Namun demikian terdapat satu kegiatan yang tidak
dapat diselesaikan sepenuhnya, yaitu operasi dan pemeliharaan waduk yang
hanya melakukan operasi dan pemeliharaan 119 waduk dari 121 waduk yang
direncanakan (tercapai 98,3 persen dari target yang ditetapkan).
Pada pelaksanaan Program Pengembangan dan Pengelolaan Jaringan Irigasi,
Rawa dan Jaringan Pengairan Lainnya telah berhasil diselesaikan: (a) peningkatan/
rehabilitasi jaringan rawa seluas satu juta hektar dari target 800 ribu hektar
yang direncanakan (tercapai 126,9 persen dari target yang ditetapkan); (b)
pengeboran sumur air tanah di 585 titik dari 540 titik yang direncanakan (tercapai
384
B
a
g
i
a
n
I
V
MEMELIHARA MOMENTUM PERUBAHAN
108,3 persen dari target yang ditetapkan); dan (c) rehabilitasi jaringan irigasi air
tanah seluas 8,9 ribu hektar dari target 5,3 ribu hektar (tercapai 167,3 persen
dari target yang ditetapkan). Namun demikian, terdapat beberapa kegiatan yang
tidak dapat diselesaikan sepenuhnya, yaitu: (a) peningkatan jaringan irigasi seluas
527,06 ribu hektar dari target seluas 560 ribu hektar (tercapai 94,12 persen dari
target yang ditetapkan); (b) rehabilitasi jaringan irigasi seluas 1,93 juta hektar
dari target seluas 1,51 juta hektar (tercapai 127,5 persen dari target yang
ditetapkan); (c) operasi dan pemeliharaan jaringan irigasi seluas 2,09 juta hektar
dari target 2,1 juta hektar (tercapai 99,6 persen dari target yang ditetapkan); (d)
operasi dan pemeliharaan jaringan rawa seluas 451,29 ribu hektar dari target 1,1
juta hektar (tercapai 41,0 persen dari target yang ditetapkan); dan (e) operasi
dan pemeliharaan jaringan irigasi air tanah seluas 3 ribu hektar dari target seluas
8 ribu hektar (tercapai 37,5 persen dari target yang ditetapkan).
Penyediaan sarana
pengamanan
Bangunan vital di 15
lokasi waduk
Target
Capaian
100%
0%
100%
17 lokasi
11 waduk
443 embung
119 waduk
200%
300%
100%
100%
100% 100%
98.4% 126.6% 113.3%
Pembangunan 11
waduk
Pembangunan 350
embung
OP 48 waduk
Gambar 4.19.8
Pencapaian dan Target
Program Pengembangan,
Pengelolaan, dan Konservasi
Sungai, Danau, dan Sumber
Air Lainnya, Tahun 2005-2009
Sumber:
Kementerian Pekerjaan
Umum, Ditjen SDA, 2009.
Target
Capaian
0%
50%
100%
527.60 ribu ha
1.933 juta ha
2.091 juta ha
923.57 ribu ha
7,92 ribu ha
8,92 ribu ha
3 ribu ha
451.29 ribu ha
599 titik
200%
Peningkatan
jaringan irigasi
560 ribu ha
Rehabilitasi
jaringan irigasi
1,51 juta ha
OP jaringan
irigasi
2,1 juta ha
Peningkatan/
rehabilitasi
jaringan rawa
800 ribu ha
OP jaringan
rawa 1.1 juta
ha
Pengeboran
sumur air
tanah 540 titik
Pembangunan
JIAT 6 ribu ha
Rehabilitas
JIAT 5,35 ribu
ha
OP JIAT 8
ribu ha
100%
94.1%
100%
127.5%
100%
99.6%
100%
115.5%
100%
41.0%
100%
110.9%
100%
132.0%
100%
166.7%
100%
37.5%
Gambar 4.19.9
Pencapaian dan Target
Program Pengembangan dan
Pengelolaan Jaringan Irigasi,
Jaringan Rawa Dan Jaringan
Pengairan Lainnya, Tahun
2005-2009
Sumber:
Kementerian Pekerjaan
Umum, Ditjen SDA, 2009.
385
B
a
g
i
a
n
I
V
Evaluasi Lima Tahun Pelaksanaan RPJMN 2004-2009
Gambar 4.19.10
Keberhasilan Pembangunan
Sumber Daya Air, Tahun 2004-
2009
Keterangan Foto 1.
Bendung Panti Rao di Provinsi
Sumatera Barat.
Sumber:
Kementerian Pekerjaan
Umum.
Keterangan Foto 3.
Pengamanan Pantai di provinsi
Bengkulu.
Sumber:
Kementerian Pekerjaan
Umum.
Keterangan Foto 2.
Pengerukan Banjir Kanal
Barat.
Sumber:
Kementerian Pekerjaan
Umum.
386
B
a
g
i
a
n
I
V
MEMELIHARA MOMENTUM PERUBAHAN
Keterangan Foto 4.
Saluran Irigasi Panti Rao di
Provinsi Sumatera Barat.
Sumber:
Kementerian Pekerjaan
Umum
Keterangan Foto 5.
Waduk Muara Nusa Dua Bali.
Sumber:
Kementerian Pekerjaan
Umum.
387
B
a
g
i
a
n
I
V
Evaluasi Lima Tahun Pelaksanaan RPJMN 2004-2009
3.2 Transportasi
Berikut beberapa keberhasilan yang dicapai pada bidang infrastruktur
transportasi periode 20042009.
Prasarana Jalan. Pemeliharaan jalan nasional sepanjang 166.671 km dan
pe meliharaan jembatan sepan jang 1.032.61 m; pem bangunan jalan tol
sepanjang 163 km (KPS); pembangunan Fly-over/underpass di 13 lokasi wilayah
Jabodetabek, satu lokasi di Balaraja, satu lokasi di Makassar, satu lokasi di
Medan; peningkatan jalan dan jembatan nasional lintas sepanjang 10.790,15 km
(lintas Timur dan lintas Tengah Sumatera, lintas Pantai Utara Jawa, lintas Selatan
Selatan Jawa, lintas Selatan Kalimantan, lintas Barat Sulawesi, trans Maluku, 11
Ruas Papua dan Papua Barat); pembangunan jembatan Suramadu sepanjang
5,4 km; pembangunan jalan di kawasan perbatasan sepanjang 661,97 km;
pembangunan jalan di pulau-pulau terpencil dan pulau terluar sepanjang 587,96
km; pembangunan jalan akses Bandara Kualanamu dan akses Tanjung Priok;
penambahan kapasitas (lajur-km) jalan sepanjang 11.365 lajur-km sehingga
menjadi 84.985 lajur-km pada tahun 2009 dari 73.620 km tahun 2004.
Lalu Lintas Angkutan Jalan. Pengadaan dan pemasangan fasilitas keselamatan
LLAJ di 32 Provinsi; pembangunan 16 terminal termasuk tiga terminal batas
negara di Kalbar, NTT, dan Papua; pembangunan Jembatan Timbang; pengadaan
bus besar AC 30 unit untuk Semarang, Surabaya, dan Bandung, pengadaan
bus ukuran sedang AC 40 unit untuk Yogyakarta dan Bogor, pengadaan BRT di
Yogyakarta dan Bogor, Bandung, Semarang, Batam dan Jakarta; Pembangunan
Area Traffic Control System (ATCS) di Tegal.
Angkutan Sungai, Danau, dan Penye berangan. Pembangunan sarana ASDP
(15 unit kapal perintis dan lima unit bus air); rehabilitasi 23 unit dermaga
penyeberangan; pembangunan der maga sungai, enam unit dermaga da-
nau dan penyeberangan; pelayanan ang kutan penyeberangan perintis untuk
67 lintas; pengadaan dan pema sangan SBNP dan rambu sungai transportasi
penyeberangan.
Perkeretaapian. Peningkatan jalan KA di lintas: Sumatera bagian utara, selatan;
lintas Jawa; pembangunan perkeretaapian di NAD; pengadaan Rel dan Wesel
UIC-54 164 unit; pembangunan jalur ganda dan elektrifikasi Padalarang-
Cicalengka (Engineering Services); pembangunan jalur ganda lintas Kroya-
Kutoarjo, Cikampek-Cirebon, Cirebon-Kroya 17 km, Tegal-Pekalongan 4,65
km, Serpong-Maja 20,97 km; lanjutan pembangunan Double-double Track
Manggarai-Cikarang; pembangunan jalan KA Sidoarjo-Tulangan-Tarik 15 km;
pembangunan jalur ganda Duri-Tangerang dengan elektrifikasi; pembangunan
jalur ganda KA Brebes-Losari 5,65 km; lanjutan pembangunan partial jalur
ganda di Blambanganumpu-Negeriagung; lanjutan pembangunan shortcut jalan
KA Cisomang-Cikadondong sepanjang 5,71 km; pembangunan MRT Jakarta
(Engineering Services).
Transportasi Laut. Lanjutan pembangunan kapal patroli, pengadaan peralatan
SAR Laut, pengadaan pemadam kebakaran dan pengadaan peralatan ISPS Code
untuk Pelabuhan Semarang dan Ambon; Pembangunan Vessel Traffic System di
Wilayah Selat Malaka; Pembangunan Vessel Traffic Information System di Selat
Malaka dan Lombok; pembangunan fasilitas sistem telekomunikasi pelayaran di
388
B
a
g
i
a
n
I
V
MEMELIHARA MOMENTUM PERUBAHAN
seluruh Indonesia; pengadaan sarana bantu navigasi pelayaran (SBNP) di seluruh
Indonesia; pembangunan kapal 2000 GT dua unit; pembangunan kapal perintis
enam unit; pembangunan kapal navigasi 11 unit; pelayanan angkutan laut
perintis; pembangunan fasilitas pelabuhan laut di 32 lokasi, meliputi Atapupu,
Sapudi, Tanjung Tembaga, Waikelo, Reo, Baa, Bau-Bau, Maccini Baji, Pamatata,
Dumai, Tanjung Batu Manggar, Pomako, Papela, Anggrek, Tanjung Buton-Riau,
Malarko, Palaihari dan Tanjung Batu-Kalimantan Selatan, Penajam Pasir, Teluk
Tapang, Kalbut, Boom Banyuwangi, Batang dan Rembang-Jawa Tengah, Manado,
Bitung, Tilamuta-orontalo, Gorontalo, Sei Nyamuk-Kaltim, Pantoloan, Ahmad
Yani-Ternate, Depapre; pembangunan pelabuhan Tanjung Priok; pengembangan
pelabuhan Belawan-Medan.
Transportasi Udara. Pela yanan angkutan udara perintis dan angkutan BBM pener-
bangan perintis; pengadaan dan pemasangan fasilitas keselamatan penerbangan;
pengadaan dan pemasangan Makassar Air Traffic System; pembangunan bandar
udara di enam Lokasi, meli puti Banyuwangi (Jatim), Samarinda Baru (Kaltim),
Muara Bungo (Jambi), Bandara Waghete Baru (Papua), Bandara Pengganti
Dumatubun (Maluku), Seram Bagian Timur (Maluku); pembangunan Bandar
Udara Kualanamu; pengembangan Bandar Udara Hasanuddin-Makassar;
pembangunan Bandar Udara Lombok Baru; pembangunan Terminal tiga
Soekarno-Hatta; pembangunan/peningkatan bandara di daerah perbatasan,
terpencil, dan rawan bencana.
3.3 Energi dan Ketenagalistrikan
Beberapa pencapaian Keberhasilan pembangunan bidang infrastruktur energi
dan ketenagalistrikan terutama dalam pelaksanaan program penyempurnaan
restrukturisasi dan reformasi sarana dan prasarana energi dan ketenagalistrikan
adalah penetapan berbagai peraturan perundang-undangan diantaranya:
Pertama, Undang-Undang: (a) UU Nomor 30 Tahun 2009 tentang
Ketenagalistrikan; (b) UU Nomor 4 Tahun 2009 tentang Pertambangan Mineral
dan Batubara; (c) UU Nomor 30 Tahun 2007 tentang Energi.
Kedua, Peraturan Pemerintah: (a) PP Nomor 70 Tahun 2009 tentang Konservasi
Energi; (b) PP Nomor 55 Tahun 2009 tentang Perubahan Kedua Atas PP 36 Tahun
2004 tentang Kegiatan Usaha Hilir Minyak dan Gas Bumi; (c) PP Nomor 30 Tahun
2009 tentang Perubahan Atas PP 36 Tahun 2004 tentang Kegiatan Usaha Hilir
Minyak dan Gas Bumi; (d) PP Nomor 59 Tahun 2007 tentang Kegiatan Usaha Panas
Bumi; (e) PP Nomor 26 Tahun 2006 tentang Perubahan Kedua Atas Peraturan
Pemerintah Nomor10 Tahun 1989 tentang Penyediaan Dan Pemanfaatan Tenaga
Listrik; (f) PP Nomor 1 Tahun 2006 tentang Besaran dan Penggunaan Iuran
Badan Usaha dalam Kegiatan Usaha Penyediaan dan Pendistribusian BBM dan
Pendistribusian Gas Bumi melalui Pipa; (g) PP 36 Tahun 2004 tentang Kegiatan
Usaha Hilir Minyak dan Gas Bumi; (h) PP Nomor 35 Tahun 2004 tentang Kegiatan
Usaha Hulu Minyak dan Gas Bumi; (i) PP 34 Tahun 2005 tentang Perubahan Atas
PP 35 Tahun 2004 tentang Kegiatan Usaha Hulu Minyak dan Gas Bumi; (j) PP
Nomor 3 Tahun 2005 Tentang Perubahan Atas Peraturan Pemerintah Nomor 10
Tahun 1989 tentang Penyediaan Dan Pemanfaatan Tenaga Listrik.
Ketiga, Peraturan Presiden: (a) Perpres Nomor 26 Tahun 2008 tentang
Pembentukan Dewan Energi Nasional dan Tata Cara Penyaringan Calon Anggota
389
B
a
g
i
a
n
I
V
Evaluasi Lima Tahun Pelaksanaan RPJMN 2004-2009
Dewan Energi Nasional; (b) Perpres Nomor 104 Tahun 2007 tentang Penyediaan
dan Pendistribusian LPG Tabung tiga Kilogram untuk Rumah Tangga dan Usaha
Kecil; (c) Perpres Nomor 6 Tahun 2010 tentang Perubahan atas Peraturan Presiden
Nomor 72 Tahun 2006 tentang Tim Koordinasi Percepatan Pembangunan
Pembangkit Tenaga Listrik; (d) Perpres Nomor 4 Tahun 2010 tentang Penugasan
Kepada PT Perusahaan Listrik Negara (Persero) untuk Melakukan Percepatan
Pembangunan Pembangkit Tenaga Listrik yang Menggunakan Energi Terbarukan,
Batubara dan Gas; (e) Perpres Nomor 59 Tahun 2009 tentang Perubahan atas
Peraturan Presiden Nomor 71 Tahun 2006 tentang Penugasan kepada PT
Perusahaan Listrik Negara (Persero) untuk Melakukan Percepatan Pembangunan
Pembangkit Tenaga Listrik yang Menggunakan Batubara; (f) Perpres Nomor 45
Tahun 2009 tentang Perubahan atas Peraturan Presiden Nomor 71 Tahun 2005
tentang Penyediaan dan Pendistribusian Jenis Bahan Bakar Minyak Tertentu;
(g) Perpres Nomor 91 Tahun 2007 tentang Perubahan atas Peraturan Presiden
Nomor 86 Tahun 2006 tentang Pemberian Jaminan Pemerintah untuk Percepatan
Pembangunan Pembangkit Tenaga Listrik yang Menggunakan Batubara; (h)
Perpres Nomor 86 Tahun 2006 tentang Pemberian Jaminan Pemerintah untuk
Percepatan Pembangunan Pembangkit Listrik yang Menggunakan Batubara; (i)
Perpres Nomor 72 Tahun 2006 tentang Tim Koordinasi Percepatan Pembangunan
Pembangkit Tenaga Listrik; (j) Perpres Nomor 71 Tahun 2006 tentang Penugasan
Kepada PT Perusahaan Listrik Negara (Persero) untuk Melakukan Percepatan
Pembangunan Pembangkit Tenaga Listrik yang Menggunakan Batubara; (k)
Perpres Nomor 5 Tahun 2006 tentang Kebijakan Energi Nasional; (l) Perpres
Nomor 71 Tahun 2005 tentang Penyediaan dan Pendistribusian Jenis Bahan
Bakar Minyak Tertentu.
3.4 Pos dan Telekomunikasi
Berikut keberhasilan pembangunan bidang infrastruktur pos dan telekomunikasi.
Pertama, Program Penye lesaian Res-
truktu risasi Pos dan Telematika, antara
lain: (a) pengesahan UU Nomor 38 Tahun
2009 tentang Pos dan penyusunan RUU
Multimedia (Konvergensi Telematika)
sebagai pem baharuan UU Nomor 36
Tahun 1999 tentang Teleko munikasi
dan UU Nomor 32 Tahun 2002 tentang
Penyiaran; (b) peng akhiran bentuk
duopoli pada penyelenggaraan tele ko-
munikasi Sambungan Langsung Internasional (SLI) dan Sambungan Langsung
Jarak Jauh (SLJJ), masing-masing pada tahun 2007 dan 2008; (c) implementasi
interkoneksi berbasis biaya yang menjamin kepastian dan transparansi
penyediaan dan pelayanan antarpenyelenggara telekomunikasi sehingga dapat
menghilangkan hambatan (barrier to entry) dan men dorong penu ru nan tarif
seluler hing ga 90 persen dari termahal di Asia (USD0,15/min pada 2005) me n -
jadi termurah (USD0,015/min pada 2008); (d) pe nataan ulang industri penyia ran
melalui pe nge lom pokan penyelenggara penyia ran menjadi Lem baga Penyiaran
Pu blik (LPP), Lem baga Penyia ran Swasta, Lem baga Penyiaran Ber langganan, dan
Lem baga Penyiaran Komunitas.
390
B
a
g
i
a
n
I
V
MEMELIHARA MOMENTUM PERUBAHAN
Kedua, Program Pengembangan, Pemerataan dan Peningkatan Kualitas Sarana
dan Prasarana Pos dan Telematika, antara lain: (a) penyediaan jasa pos di
2.350 kantor pos cabang luar kota setiap tahunnya melalui program PSO dan
penyediaan jasa telekomunikasi di 24.051 desa dan jasa akses internet di 70 desa
melalui program USO; (b) pemberian izin penyelenggaraan secara kompetitif
untuk penyelenggaraan telekomunikasi sambungan bergerak generasi ketiga
(3G), SLJJ, SLI, dan akses nirkabel pita lebar (broadband wireless access); (c)
fasilitasi pembangunan jaringan tulang punggung (backbone) telekomunikasi
nasional serat optik Palapa Ring di wilayah timur Indonesia yang akan dibangun
oleh konsorsium penyelenggara telekomunikasi; (d) penyelesaian proyek
pengembangan sarana dan prasarana penyiaran RRI di 138 kabupaten/kota
blank spot yang tersebar di 28 provinsi; (e) pembangunan pemancar TVRI di
27 lokasi terpencil, perbatasan, dan blank spot melalui proyek Improvement
of TV Transmitting Stations Phase-I; (f) dimulainya migrasi sistem penyiaran
terrestrial dari analog ke digital melalui penetapan Digital Video Broadcasting
(DVB) sebagai standar penyiaran TV digital dan Digital Audio Broadcasting (DAB)
sebagai standar penyiaran radio digital yang dilanjutkan dengan uji coba TV
digital free to air terrestrial dan mobile TV.
3.5 Perumahan dan Permukiman
Dalam pembangunan perumahan, Pemerintah telah berhasil mendorong dan
memfasilitasi operasionalisasi pasar sekunder perumahan. Hal itu ditandai
dengan terbitnya Perpres Nomor 19 Tahun 2005 dan revisinya berupa Perpres
Nomor 1 Tahun 2008 tentang Pembiayaan Sekunder Perumahan. Beberapa
tahun terakhir ini, pembiayaan perumahan oleh perbankan sebagai penerbit
utama KPR masih jauh dari jumlah kebutuhan riil masyarakat. Ketidakmampuan
perbankan untuk meningkatkan lending capacity tersebut menciptakan
ketidaksesuaian pembiayaan (mismatch funding). Oleh karena itu dengan
terbitnya perpres pembiayaan sekunder perumahan, diharapkan permasalahan
ketidaksesuaian dalam pembiayaan perumahan dapat tertangani, yang secara
spesifik diimplementasikan melalui pendirian PT Sarana Multigriya Finansial (PT
SMF) yang akan memfasilitasi ketersediaan dana bagi pembiayaan KPR.
Dalam pembangunan air minum, Pemerintah telah mengeluarkan Permenkeu
Nomor 120/PMK.05/ Tahun 2008 tentang Penyelesaian Piutang Negara yang
Bersumber dari Penerusan Pinjaman Luar Negeri, Rekening Dana Investasi,
dan Rekening Pembangunan Daerah pada PDAM. Tujuan dari penghapusan
piutang negara terhadap PDAM ini: (a) mengurangi beban keuangan PDAM; (b)
memperbaiki manajemen PDAM; dan (c) membantu PDAM untuk mendapatkan
sumber pembiayaan untuk keperluan investasi. Sehingga diharapkan mampu
meningkatkan kinerja PDAM sehingga pada akhirnya mempengaruhi peningkatan
cakupan layanan air minum.
Dalam pembangunan air limbah, salah satu keberhasilan yang telah dicapai
adalah meningkatnya awareness (kesadaran) Pemerintah terhadap pentingnya
pengelolaan sanitasi. Hal ini tercermin dari adanya peningkatan investasi
pada pembangunan sarana dan prasarana air limbah melalui pembangunan
pengelolaan air limbah terpusat skala kota (sewerage system) di Denpasar,
Bandung, Sura karta, Yogyakarta, Banjar masin, dan Surabaya. Sementara itu,
pengelolaan air limbah perkotaan sistem komunal juga telah dilaksanakan
391
B
a
g
i
a
n
I
V
Evaluasi Lima Tahun Pelaksanaan RPJMN 2004-2009
melalui pem bangunan sanitasi berbasis masyarakat (Sanimas), terutama di
lingkungan permukiman kumuh. Selama kurun waktu 2006-2008 pembangunan
sanimas telah dilaksanakan di 121 kabupaten/kota di 24 provinsi dengan cakupan
penduduk yang terlayani mencapai 124.078 jiwa.
Diterbitkannya Undang-Undang Nomor 18 Tahun 2008 tentang Pengelolaan
Sampah merupakan salah satu keberhasilan dalam pembangunan persampahan.
Tujuan dikeluarkannya UU ini adalah untuk meningkatkan kesehatan masyarakat
dan kualitas lingkungan, serta menjadikan sampah sebagai sumber daya.
Diharapkan dengan adanya UU ini, timbulan sampah dapat dikurangi sejak
dari sumbernya dan terjadi peningkatan kualitas kinerja tempat pengelolaan
akhir sampah dengan sistem pengelolaan sampah dengan penimbunan tanah
(sanitary landfill).
392
B
a
g
i
a
n
I
V
MEMELIHARA MOMENTUM PERUBAHAN
Bab 4.20
Penanggulangan dan Pengurangan Risiko
Bencana
I. Pengantar
B
erbagai bencana alam baik besar maupun kecil telah melanda Indonesia
selama kurun waktu 2004-2009. Bencana alam tersebut telah menimbulkan
kerusakan yang besar dan menghancurkan hasil-hasil pembangunan yang
telah dicapai. Beberapa kejadian bencana alam yang besar antara lain gempa
bumi dan tsunami di Provinsi Nanggroe Aceh Darussalam (NAD) dan Kepulauan
Nias Provinsi Sumatera Utara pada 26 Desember 2004, gempa bumi di Kepulauan
Nias pada 28 Maret 2005, gempa bumi di wilayah Provinsi Daerah Istimewa (DI)
Yogyakarta dan Provinsi Jawa Tengah bagian selatan pada 27 Mei 2006, dan
semburan lumpur panas di Kabupaten Sidoarjo Provinsi Jawa Timur pada 29 Mei
2006. Selain bencana-bencana tersebut, terjadi pula bencana alam lainnya seperti
B
a
g
B
a
g
i
a
n
I
V
393
B
a
g
i
a
n
I
V
Evaluasi Lima Tahun Pelaksanaan RPJMN 2004-2009
tanah longsor dan kebakaran hutan, serta bencana alam yang diakibatkan oleh
perubahan iklim global, seperti banjir, gelombang pasang, kekeringan dan angin
puting beliung yang hampir setiap tahun melanda berbagai wilayah di tanah air
yang mengancam dan mempengaruhi kehidupan sosial ekonomi masyarakat.
Seiring dengan tingginya intensitas bencana alam yang terjadi, paradigma
penanganan bencana telah bergeser dari upaya yang bersifat responsif
menjadi upaya pencegahan dan pengurangan risiko bencana. Perubahan
paradigma tersebut telah dimulai dengan diterbitkannya Rencana Aksi Nasional
Pengurangan Risiko Bencana (RAN-PRB) tahun 2006-2009, sebagai komitmen
Pemerintah pada Kerangka Aksi Hyogo bagi pengurangan risiko bencana (Hyogo
Framework for Action) 2005-2015. Pengarusutamaan pengurangan risiko
bencana juga dilaksanakan melalui pengintegrasian pengurangan risiko bencana
ke dalam kebijakan dan perencanaan pembangunan nasional, yang ditunjukkan
oleh penetapan prioritas pembangunan dalam Rencana Kerja Pemerintah (RKP)
2006-2009. Selain itu, upaya peningkatan kinerja penanggulangan bencana pada
periode 2004-2009 juga ditunjukkan dengan diterbitkannya Undang-Undang
(UU) Nomor 24 Tahun 2007 tentang Penanggulangan Bencana, serta diperkuatnya
kelembagaan penanggulangan bencana melalui terbitnya Peraturan Presiden
(Perpres) Nomor 8 Tahun 2008 tentang Badan Nasional Penanggulangan Bencana
(BNPB), sebagai kerangka hukum dan kelembagaan penanggulangan bencana.
II. Pencapaian Prioritas
2.1 Gambaran Pencapaian
Pencapaian upaya penanggulangan dan pengurangan risiko bencana dibagi
berdasarkan bencana alam besar yang telah terjadi yaitu penanggulangan
bencana Aceh-Nias, penanggulangan bencana DI Yogyakarta dan Jawa Tengah,
dan penanggulangan bencana lumpur panas Sidoarjo.
2.1.1 Penanggulangan Bencana di Provinsi NAD dan Kepulauan
Nias Provinsi Sumatera Utara
Penanggulangan bencana Aceh-Nias terbagi dalam lima bidang yaitu: bidang
perumahan dan pemukiman, infrastruktur, sosial dan kemasyarakatan,
perekonomian, serta kelembagaan dan hukum. Target pencapaian sasaran-sasaran
tersebut ditentukan dalam rencana induk yang digariskan dalam Perpres Nomor
B
a
g
i
a
n
I
V
B
a
g
i
a
n
I
V
394
B
a
g
i
a
n
I
V
MEMELIHARA MOMENTUM PERUBAHAN
47 Tahun 2008 tentang Perubahan atas Perpres Nomor 30 Tahun 2005 tentang
Rencana Induk Rehabilitasi dan Rekonstruksi Wilayah dan Kehidupan Masyarakat
Provinsi NAD dan Kepulauan Nias Provinsi Sumatera Utara. Pencapaian sasaran-
sasaran tersebut digambarkan dalam Tabel 4.20.1 di bawah ini.
Tabel 4.20.1
Pencapaian Sasaran
Penanggulangan Bencana
Aceh-Nias,
Tahun 2006-2009
10 PLTGUBandaAceh
MW
2x30 2x30 0
III.BIDANGSOSIALDANKEMASYARAKATAN
5 Terciptanya
pemulihan
kondisiSumber
DayaManusia
Kesehatan FasilitasKesehatandibangun:1.016
1 Pembangunan
RumahSakit
Unit Fasilitas
kesehatan
yg rusak: 6
RS, 6 klinik,
Lab
Kesehatan,
Balai
Pengawas
Obat &
Makanan
25 16 31 25 29
2 Pembangunan
Klinik
Unit 4 6 5 4 6
3 Pembangunan
Lab.Kesehatan
Unit 1 0 1 0 0
4 Pembangunan
BPOM
Unit 1 0 0 1 0
5 TersedianyaAlat
Kedokteran,
KesehatandanKB
Paket 15 24 43 24 0
6 Tersedianya
Ambulance
Unit 69 5 5 124 0
No Sasaran Indikator Satuan
Penilaian
Awal
Kerusakan
dan
Kerugian
TargetDalam
Rencana
Induk
(Perpres47/
2008)
Pencapaian
2006
2007
2008
2009
I.BIDANGPERUMAHANDANPERMUKIMAN
1 Terealisasinya
pembangunan
perumahan,
permukiman,
prasarana
lingkungan,air
bersih,drainase
dansanitasi
1 Jumlahperumahan
yangdibangun
Unit 120.000
rumah
rusak,
termasuk
sarana/
prasarana
air bersih &
sanitasi
lingkungan
139.195 72.842 102.063 127,402 140,304
2 Tersedianya
prasarana/sarana
dasarlingkungan
(airbersih,drainase
dansanitasi,dll)
Desa 900 647 214 277 647 647
2 Terselesaikannya
penyusunan
RevisiRencana
TataRuang
Wilayahyang
berbasismitigasi
bencana
1 TersedianyaRevisi
RTRWProvinsi
Prov 1 1 0 0 0
2 TersedianyaRevisi
RTRW
Kabupaten/Kota
Kab/
Kota
13 15 2 12
3 RencanaDetailTata
RuangKota
Kota 95 92 92 95 0
4 SosialisasiKebijakan
PenataanRuang
padamasyarakat
Lokasi 14 0 11 14 0
3 Terwujudnya
pemulihanhak
atastanah
1 Terlaksananya
penyiapan
lahan/Pembebasan
Lahan
Program
untuk
mendukung
upaya
pemulihan
perumahan
dan
permukiman
Meranca
ng Perpu
tentang
penanga
nan
permasal
ahan
hukum
bidang
pertanah
an
207
persil
553.7ha
2 Tersedianya
administrasi
Sertifikat
tanah
400.000
sertifikat
116.500 12.301
II.BIDANGINFRASTRUKTUR
4 Terwujudnya
kembalisistem
infrastruktur
regionaldan
lokal
1 Terbangunnya
fasilitasjalandan
jembatan
Km Kerusakan
jembatan
sepanjang
2.450dan
jalan
sepanjang
5.403
4.650 1.050 2.065 Jembatan:
266,dan
jalan3.055
3,736
2 PelabuhanLaut Unit 17 15 10 15 20 10
3 Pelabuhan
Penyeberangan
Unit
9 9 7 8 9 0
4 Bandara Unit 13 9 6 9 12 13
5 TerminalBus Unit 29 8 13 16 29
6 KantorPos Unit 23 11 16 23 23
7 Pembangunan
Fasilitastelpon
desadanRadio
Unit
143 80 120 143 0
8 Pengadaan
generator/PLTD
Unit
7 13 6 10 13 22
9 PengadaanPLTD
Apung
Unit
2 0 1 2 0
395
B
a
g
i
a
n
I
V
Evaluasi Lima Tahun Pelaksanaan RPJMN 2004-2009
7 KantorDinas
Kesehatan
Paket 19 2 15 19 21
8 Penanganan
LimbahMedis
Paket 1 1 0 1 2
9 TPAS Unit 8 3
10 RumahDokterdan
paramedis
puskesmas
Unit 94 64 117 94 8
11 Pulihnyakondisi
mentalSDM
melaluikegiatan
TraumaConseling
Kab/
Unit
Targetdalam
Rencana
Induk:2
Kabupaten
16Kab. 124.454
unit
0
6 Terciptanya
pemulihan
PelayananPublik
Pendidikan Gedungsekolahdibangun:1.485
1 Terlaksananya
Rehabilitasi&
RekonsGedung
Sekolah:
a TK/RA Unit 100 97 61 63 91 0
b SD/MI Unit 735 664 313 477 664 1101
c SMP/MTs Unit 201 530 145 146 293 536
d SMU/SMK/MA Unit 109 148 60 120 147 152
e PT/PTA Unit 18 23 20 38 48 pagar
2332m,
jalan 2105
m
2 Rumahguru 178 78 178 0 0
3 Asramasiswa 19 4 4 0 0
4 Pembangunan
Perpustakaan
100 0 0
5 Pembangunan
Lab.Komputer
100 0 0 0 143
7 Revitalisasi
sistemsosialdan
budaya
AgamadanBudaya
1 Fasilitas
peribadatan
Unit 4,176 1,476 1,722 3,189 3.220
2 Gedung
bersejarah/
Purbakala
Paket 26 2 19 26 0
3 Lingkungandan
fasilitasTaman
Budayadan
Museum
Paket 5 2 4 5 0
4 Bantuanalatalat
seni
Paket 5 5 0 0 0
5 Pengadaanbuku
kerohanian
Eks 0 0 1.500 0
IV.BIDANGPEREKONOMIAN
8 Terwujudnya
pembangunan
kembalisistem
ekonomi
Perikanan
1 Terlaksananya
rehabilitasitambak
Hektar 18.631 13,403 14,791 15,777 2,854
2 Terlaksananya
rehabilitasi
pelabuhan
PerikananLampulo
Unit 1 1 0 0 1
3 BantuanKapal
Motor
Unit 21,455 3,381 3.520 4,121 153
4 PemulihanKembali
KegiatanEkonomi
MasyarakatBidang
Perikanan
Paket 492 200 320 492 0
Industri
1 Terlaksananya
rekonstruksi
sarana/prasarana
Pelabuhan
Malahayati
Unit 1 1 0 0 0
2 Pulihnyakembali
industrigaram
rakyat
Lokasi 3 1 2 3 0
3 Terlaksananya
Pengembangan
desabatikAceh
Paket 3 0 2 3 0
4 BLMPenguatan
PerajinSentra&
NonSentraIndustri
Paket 29 15 25 27 29
Peternakan
1 Pelayanan
InseminasiBuatan
Dosis 53.270 33.000 33.000 48.900 53.270
2 Pembangunan
PoskeswandanGd.
Fas.IB
Unit 30 9 16 21 30
3 Pembangunan
PasarHewan
Unit 7 1 2 5 7
4 Pembangunan
tempat/rumah
potongternak
Unit 15 4 2 7 8
Perkebunan
1 Rehabilitasi
Perkebunan
Hektar 32,011 6,703 17,211 32,011 0
2 DiklatFasilitator
danPenyuluh
Pendamping
0rang 535 275 165 385 450
No Sasaran Indikator Satuan
Penilaian
Awal
Kerusakan
dan
Kerugian
TargetDalam
Rencana
Induk
(Perpres47/
2008)
Pencapaian
2006
2007
2008
2009
396
B
a
g
i
a
n
I
V
MEMELIHARA MOMENTUM PERUBAHAN
Sumber:
Laporan Monitoring dan
Evaluasi Rehabilitasi dan
Rekonstruksi NAD-Nias Tahun
2009.
No Sasaran Indikator Satuan
Penilaian
Awal
Kerusakan
dan
Kerugian
TargetDalam
Rencana
Induk
(Perpres47/
2008)
Pencapaian
2006
2007
2008
2009
3 KantorOperasional
pengembKawasan
Agrobisnis
PerkebunanSawit
(100m2)
Unit 4 2 3 4 0
4 RumahDinasKep.
Lab.danStaf
Unit 2 0 0 0 2
Kehutanan
1 Pengukuhan
kawasanhutan
Km 134 0 0 70 64
2 Peningkatanusaha
masyarakatdi
sekitarkawasan
hutan
Klpk 76 18 24 58 76
3 Rehabilitasihutan
pantai
Hektar 16,775 1,448 1,964 2,623 14,811
4 Peningkatan
kapasitas
kelembagaanlokal
Paket 23 8 8 15 0
Pertanian
1 PencetakanSawah
Baru
Hektar 2,921 907 1,776 2,014 2,921
2 Pembangunan
GudangdanMesin
RMU
Unit 92 82 84 75 92
3 Pengembangan
Terminal
Agrobisnis
Unit 3 1 1 1 3
4 Pengembangan
Kawasan
Tan.Pangandan
Hortitikultura
Kwsn 5 1 3 4 5
Perdagangan
1 Pembangunan/
RehabilitasiPasar
Unit 89 61 59 89 120
2 Penyelenggaraan
ProgramPelatihan
Orang 2,016 0 0 2,016 3,152
V.BIDANGKELEMBAGAANDANHUKUM
9 Terciptanya
Pemulihan
Kelembagaan
danHukum
Terlaksananya
rehabilitasigedung
pemerintahan
1 Kantor
KDH/DPRD/Dinas
Unit 11 5 10 16 0
2 KantorKecamatan Unit 26 14 20 26 0
3 Kantor
Desa/Kelurahan
Unit 450 283 316 450 0
4 PengadilanNegeri Unit
15 10 11 15 0
5 RumahDinas
(KejaksaanAgung)
Unit 38 20 22 27 38
2.1.2 Penanggulangan Bencana Provinsi DI Yogyakarta dan
Provinsi Jawa Tengah
Penanggulangan bencana gempa bumi di DI Yogyakarta dan Jawa Tengah memiliki
tiga sasaran yaitu: (1) pemulihan perumahan dan permukiman masyarakat serta
pemulihan sarana dan prasarana pendukungnya; (2) pemulihan sarana dan
prasarana publik; dan (3) revitalisasi perekonomian daerah dan masyarakat.
Pencapaian dari sasaran-sasaran tersebut dapat dilihat pada Tabel 4.20.2 di
bawah ini.
No
Indikator/
Sasaran
Satuan
Penilaian
Kerusakan
Target
Dalam
Rencana Aksi
Pencapaian
2006 2007 2008 2009
1
Pemulihan perumahan dan permukiman masyarakat serta pemulihan sarana dan prasarana pendukungnya
1 Jumlah rumah
yang terbangun
unit DIY: 186.591
unit
DIY: 362.363 DIY:
433.314
2 Tersedianya
prasarana/sara
na lingkungan
permukiman
unit Jateng: 90.529
unit
Jateng:
98.570
Jateng:
105..476
Total: 277.120
unit
Total:
460.933
Total:
538.790
2
Pemulihan sarana dan prasarana publik, dengan sasaran prioritas untuk pemulihan prasarana pendidikan dan
kesehatan, prasarana pelayanan sosial, dan prasarana pendukung perekonomian
Tabel 4.20.2
Pencapaian Sasaran
Penanggulangan Bencana
DIY dan
Jawa Tengah, Tahun
2006-2009
397
B
a
g
i
a
n
I
V
Evaluasi Lima Tahun Pelaksanaan RPJMN 2004-2009
Sumber:
Laporan Monitoring dan
Evaluasi Rehabilitasi dan
Rekonstruksi DIY dan Jawa
Tengah Tahun 2009.
Bidang Kesehatan
1
Terlaksananya
rehabilitasi
prasarana
kesehatan yang
rusak
unit
DIY: 294 unit DIY: 176 DIY dan
Jateng:
114
DIY: 220
Jateng: 76 unit Jateng: 76 Jateng: 84
Total: 370 unit Total: 252 Total: 304
Bidang Pendidikan
1 Terlaksananya
rehabilitasi
gedung sekolah
yang rusak
unit
DIY :1.836 unit DIY : 963 DIY :907 DIY : 963
Jateng: 650 unit Jateng: 209 Jateng:923
Total: 2.486 unit Total: 1.172 Total:
1.830
Prasarana Peribadatan
1
Terlaksananya
rehabilitasi
prasarana
peribadatan
yang rusak
unit
DIY : 2.201 unit DIY :1.176 DIY : 220 DIY :
1.176
Jateng: 2.367
unit
Jateng: 444 Jateng:760 Jateng:
760
Total: 4.568 unit Total: 1.620 Total: 980 Total
1.936
Bidang Infrastruktur
1 Terlaksananya
rehabilitasi
ruas jalan dan
jembatan yang
rusak
13 ruas jalan 13 ruas jalan 11 ruas
jalan
2 ruas
jalan
28 jembatan 28 jembatan 12
jembatan
16
jembatan
Prasarana Pemerintahan
1 Terlaksananya
rehabilitasi
prasarana
Pemerintahan
yang rusak
unit DIY : 330 unit DIY : 304 DIY : 150 DIY : 304
Jateng: 194 unit Jateng: 398 Jateng:220 Jateng:3
98
Total: 524 unit Total: 702 Total: 301 Total:
702
3
Revitalisasi perekonomian daerah dan masyarakat, dengan sasaran prioritas:
Pemulihan sektor produksi dan jasa yang memiliki potensi lapangan kerja besar;
Pemulihan akses pasar bagi usaha kecil & menengah;
Pemulihan pelayanan lembaga keuangan dan perbankan
Sektor
Perdagangan
1 Terlaksananya
rehabilitasi dan
pembangunan
prasarana
perdagangan
unit DIY: 75 unit DIY: 39 DIY: 44
2 Terlaksananya
rehabilitasi
pasar
Jateng: 12 unit
pasar
Jateng: 6
pasar
Jateng: 11
pasar
3 Terlaksananya
rehabilitasi
kios, Los, Loket
Jateng: 1.005
unit kios, los,
loket
Jateng: 1.005
kios, los,
loket
Jateng:
178 kios,
los, loket
Jateng:
1005
kios, los,
loket
Sektor Pariwisata
1
Terlaksananya
rehabilitasi
prasarana
pendukung
pariwisata
unit DIY: 4 unit DIY: 8 DIY: 6 DIY: 8
Jateng: 4 unit Jateng: 4 Jateng: 3 Jateng: 4
Total: 8 Total: 12 Total: 9 Total: 12
Sektor Keuangan
dan Perbankan
1 Terlaksananya
rehabilitasi
koperasi
unit DIY: 100 unit
koperasi
DIY: 174
koperasi
DIY: 25
koperasi
2 Terlaksananya
pemulihan
lembaga
perbankan
Jateng: 17 unit
koperasi
Jateng: 17
koperasi
Jateng: 17
koperasi
No
Indikator/
Sasaran
Satuan
Penilaian
Kerusakan
Target
Dalam
Rencana Aksi
Pencapaian
2006 2007 2008 2009
2.1.3 Penanggulangan Bencana Lumpur Sidoarjo
Penanganan semburan lumpur panas Sidoarjo dilakukan oleh Badan Pelaksana
Badan Penanggulangan Lumpur Sidoarjo (BPLS). Pencapaian sasaran yang menjadi
tanggung jawab Bidang Operasi BPLS antara lain: (1) terlaksananya pengukuran
deformasi geologi di 28 titik; (2) terpantaunya aktivitas semburan lumpur berupa
data pemboran sampai data pengukuran harian sampai akhir tahun 2009; (3)
tersedianya 17 tungku berbahan bakar gas rawa untuk kepentingan memasak
warga sekitar yang tersebar di Desa Siring Barat (tujuh tungku), Desa Mindi (lima
398
B
a
g
i
a
n
I
V
MEMELIHARA MOMENTUM PERUBAHAN
tungku), Desa Pamotan (tiga tungku), dan Desa Jatirejo (dua tungku). Ke 17
tungku tersebut berasal dari enam semburan gas di empat desa tersebut dengan
memanfaatkan sumber gas yang berasal dari sumur bor air tanah dalam.
Sasaran pencapaian penanganan lumpur panas Sidoarjo dibagi atas sasaran
bidang sosial dan infrastruktur. Pencapaian dalam bidang sosial meliputi: (1)
disalurkannya bantuan uang kontrak rumah sebesar Rp3,29 miliar kepada 1.319
kepala keluarga (KK) di tiga desa di luar peta area terdampak pada September
2009 sebagai perpanjangan bantuan kontrak rumah selama satu tahun yang
sudah diberikan pada tahun 2008; (2) sampai akhir Desember 2009, dari 1.788
berkas yang telah diajukan oleh warga tiga desa di luar peta area terdampak,
sebanyak 1.744 berkas telah dibayar sebesar 20 persen dengan nilai nominal
Rp102.271.923.464. Dari 1.744 berkas, sebanyak 1.738 berkas sudah melakukan
perjanjian ikatan jual beli (PIJB) untuk pembayaran 30 persen dengan nilai
nominal Rp153.028.862.856, sedangkan sisanya sebanyak enam berkas belum
dapat dilakukan PIJB karena masih adanya sengketa antarkeluarga dengan nilai
nominal Rp379.022.448; dan (3) sampai 30 September 2009, Badan Pelaksana
(Bapel) BPLS telah menyalurkan bantuan sosial kepada 515 KK yang berasal dari
sembilan rukun tetangga berupa uang kontrak rumah, uang jaminan hidup dan
uang evakuasi sebesar Rp2,42 miliar.
Pencapaian di bidang infrastruktur antara lain adalah: (1) penanganan luapan
lumpur sampai muara Kali Porong yang terdiri dari realisasi pembangunan
kolam seluas 510,68 hektar sampai dengan akhir tahun 2009 dan pembangunan
tanggul banjir Kali Porong Tahap I sepanjang 4.000 meter yang telah selesai 100
persen pada akhir April 2009; (2) penanganan infrastruktur sekitar semburan
yang meliputi revitaliasi saluran drainase sepanjang 12,81 km sampai dengan
akhir tahun 2009, peninggian jalan arteri dan saluran drainase setinggi 80 cm
sepanjang masing-masing 1,2 km dan 3,1 km dibandingkan dengan kondisi
semula, dan pembebasan tanah sampai dengan akhir tahun anggaran 2009
sebesar 99,46 hektar atau 80,37 persen dari target total; dan (3) mitigasi luapan
lumpur Sidoarjo meliputi dioperasikannya tiga unit pompa booster setiap hari
sampai bulan Agustus 2009 untuk mengalirkan luapan lumpur ke Kali Porong
dan menjaga ketinggian permukaan lumpur di kolam Renokenongo stabil
pada elevasi +4,50 meter, serta dioperasikannya satu unit dredger tipe/merk
Waterman dengan kapasitas 90 m
3
/jam dan tiga unit exca-ponton.
2.2 Evaluasi Pencapaian
2.2.1 Penanggulangan Bencana di Provinsi NAD dan Kepulauan
Nias Provinsi Sumatera Utara
Pelaksanaan rehabilitasi dan rekonstruksi pascabencana di wilayah Provinsi
NAD dan Kepulauan Nias Provinsi Sumatera Utara seharusnya sudah tuntas
sesuai dengan Revisi Rencana Induk yang tercantum dalam Perpres 47 Tahun
2008. Namun demikian, dalam pelaksanaannya terdapat banyak hambatan dan
tantangan sehingga sampai dengan akhir Desember 2009, program kegiatan
rehabilitasi dan rekonstruksi dalam Revisi Rencana Induk tersebut belum tuntas
sepenuhnya.
399
B
a
g
i
a
n
I
V
Evaluasi Lima Tahun Pelaksanaan RPJMN 2004-2009
2.2.1.1 Bidang Permukiman dan Perumahan
Pada tahun 2009 sudah terbangun rumah sebanyak 140.304, meskipun volume
pencapaiannya telah melebihi target Rencana Induk, namun kondisi kerusakan
perumahan di lapangan masih banyak. Sementara itu, prasarana/sarana dasar
pendukung lingkungan permukiman pada tahun 2009 sudah dibangun pada 647
desa sesuai dengan target Rencana Induk, namun ternyata jumlah desa yang
mengalami kerusakan prasarana/sarana pendukung lingkungan permukiman
tersebut lebih besar, yaitu sebanyak 900 desa. Kejadian gempa dan tsunami
menyebabkan kasus lahan kosong yang mengakibatkan 400.000 sertifikat lahan
hilang. Pada tahun 2007 sertifikat lahan yang diterbitkan baru sebanyak 116.500
sertifikat, dan bertambah 12.301 sertifikat hingga tahun 2009.
2.2.1.2 Bidang Infrastruktur
Dampak bencana alam di Provinsi NAD dan Kepulauan Nias mengakibatkan
banyaknya kerusakan pada sektor infrastruktur, yang meliputi berbagai subsektor,
yaitu: jalan dan jembatan, pelabuhan laut, pelabuhan penyeberangan, bandara
udara, terminal bus, kantor pos, dan fasilitas telepon desa dan radio. Khusus
pada subsektor jembatan terdapat kerusakan sepanjang 2.450 km dan subsektor
jalan sepanjang 5.403 km. Hingga tahun 2009 pelaksanaan rehabilitasi jalan dan
jembatan telah mencapai 3.736 km. Kondisi tersebut masih 80 persen dari target
Rencana Induk yang telah dibangun oleh Pemerintah yang berasal dari berbagai
sumber pendanaan.
2.2.1.3 Bidang Sosial dan Kemasyarakatan
Dampak bencana alam di bidang sosial dan kemasyarakatan menyebabkan
kerusakan pada berbagai sub-bidang, yaitu: kesehatan, pendidikan, agama, dan
budaya. Jenis fasilitas kesehatan yang rusak di antaranya adalah rumah sakit,
klinik, laboratorium kesehatan, Balai Pengawas Obat dan Makanan, serta mobil
ambulans. Pada tahun 2009, hasil pelaksanaan rehabilitasi dan rekonstruksi
fasilitas-fasilitas kesehatan yang rusak tersebut, volume pencapaiannya melebihi
target Rencana Induk, yaitu sebanyak 1.016 unit.
Selain itu juga banyak fasilitas pendidikan yang rusak, seperti gedung sekolah
TK/RA,SD/MI, SMP/Mts, SMU/SMK/MA dan Perguruan Tinggi. Di samping
itu, terdapat banyak kerusakan rumah guru, asrama siswa, perpustakaan, dan
laboratorium komputer. Hasil pelaksanaan rehabilitasi dan rekonstruksi gedung
sekolah pada tahun 2009 mencapai 1.485 unit yang melebihi target Rencana
Induk, kecuali gedung sekolah TK/RA yang pencapaiannya masih di bawah
target Rencana Induk. Demikian pula pencapaian rekonstruksi asrama siswa dan
perpustakaan hingga tahun 2009 belum terealisasi sama sekali.
Selanjutnya, fasilitas sosial budaya juga banyak mengalami kerusakan, di
antaranya: fasilitas peribadatan, gedung bersejarah/purbakala, taman budaya,
museum, dan alat-alat seni masyarakat. Dalam upaya pemulihan fasilitas sosial
budaya masyarakat, sejak tahun 2008, sejumlah pemulihan fasilitas sudah
terealisasi, kecuali fasilitas peribadatan baru. Pemulihan fasilitas peribadatan
baru sejak 2008 mencapai 3.189 unit, kemudian pada 2009 meningkat hingga
3.220 unit yang terdiri dari masjid, menasah, vihara dan gereja. Meskipun
pencapaian rehabilitasi fasilitas peribadatan tersebut masih di bawah target
400
B
a
g
i
a
n
I
V
MEMELIHARA MOMENTUM PERUBAHAN
Rencana Induk, namun terdapat penambahan dukungan Pemerintah berupa
pengadaan buku kerohanian yang telah dilaksanakan sejak 2008.
2.2.1.4 Bidang Perekonomian
Dalam rangka terwujudnya pemu lihan kembali sistem pereko nomian
masyarakat, ke bijakan Pemerintah fokus pada beberapa sektor yang mengalami
kerusakan, yaitu: perikanan, industri, per dagangan, peternakan, per tanian,
perkebunan, dan kehu tanan. Pada bidang perekonomian ini pelaksanaan sektor
industri, perdagangan, dan pertanian telah sesuai dengan target Rencana Induk,
sedangkan pada beberapa sektor lainnya masih terdapat kegiatan-kegiatan yang
pencapaiannya di bawah target Rencana Induk.
Pada sektor perikanan, pelak sanaan pemulihan kembali ke giatan ekonomi
masyarakat dan rehabilitasi pelabuhan perikanan Lampulo telah terlak-
sana sesuai target Rencana Induk sebelum tahun 2009. Namun pelaksanaan
rehabilitasi tambak dan bantuan kapal motor hingga tahun 2009 belum
terlaksana seluruhnya akibat perubahan arah prioritas dari Pemerintah di sektor
perikanan. Sementara di sektor peternakan, yang memiliki empat kegiatan,
pada tahun 2009 hampir keseluruhan target kegiatan sektor ini sudah tercapai
sesuai dengan Rencana Induk, kecuali pembangunan rumah petugas peternakan
sebanyak 15 unit yang ditargetkan dalam rencana induk masih belum tercapai.
Pada sektor kehutanan yang memiliki empat kegiatan, hingga tahun 2009 telah
tercapai kegiatan peningkatan usaha masyarakat di sekitar kawasan hutan sesuai
target Rencana Induk.
2.2.1.5 Kelembagaan dan Hukum
Dalam rangka terciptanya pemulihan kelembagaan dan hukum, kebijakan
Pemerintah dalam Rencana Induk adalah merehabilitasi gedung pemerintah
daerah di Aceh dan Nias yang mengalami kerusakan akibat bencana, yaitu
kantor KDH/DPRD/Dinas, kantor kecamatan, kantor desa/kelurahan, kantor
pengadilan negeri dan rumah dinas kejaksaan agung. Walaupun pada tahun
2009 telah menunjukkan pencapaian yang sesuai dengan target dalam rencana
induk, namun masih diperlukan upaya penguatan kapasitas aparatur Pemerintah
Daerah untuk memfungsikan lembaga Pemerintah yang telah dibangun, serta
upaya penyediaan sarana bagi masyarakat dalam memperoleh hak hukum
dan keadilan. Sarana dan prasarana yang dibangun tersebut diharapkan dapat
sekaligus dibarengi dengan peningkatan kapasitas kelembagaan yang memadai
untuk mewujudkan tata pemerintahan yang baik dan efisien, baik dalam
mengimplementasikan program maupun anggaran.
2.2.2 Penanggulangan Bencana Alam di Provinsi DI Yogyakarta
dan Provinsi Jawa Tengah
Pelaksanaan rehabilitasi dan rekonstruksi wilayah pascabencana di Provinsi DI
Yogyakarta dan Provinsi Jawa Tengah diatur dalam Keppres Nomor 9 Tahun 2006
tentang Tim Koordinasi Rehabilitasi dan Rekonstruksi Wilayah Pascabencana
Gempa Bumi di Provinsi DI Yogyakarta dan Provinsi Jawa Tengah. Selanjutnya
kegiatan rehabilitasi dan rekon struksi telah dilaksanakan dalam dua tahun
anggaran sampai dengan tahun 2008. Rehabilitasi dan rekonstruksi telah
401
B
a
g
i
a
n
I
V
Evaluasi Lima Tahun Pelaksanaan RPJMN 2004-2009
dilaksanakan langsung oleh Pemerintah Provinsi DI Yogyakarta dan Provinsi
Jawa Tengah melalui dukungan koordinasi dari Tim Teknis Nasional (TTN) yang
dibentuk secara khusus berdasarkan Keppres Nomor 9 Tahun 2006 di atas.
Berdasarkan kebijakan pemulihan wilayah pascabencana di Provinsi DI Yogyakarta
dan Provinsi Jawa Tengah, maka upaya yang dilaksanakan meliputi tiga sasaran,
yaitu: (1) pemulihan bidang perumahan dan permukiman; (2) pemulihan
bidang sarana dan prasarana publik; (3) pemulihan bidang ekonomi daerah dan
masyarakat. Pelaksanaan pada masing-masing sasaran tersebut didukung oleh
kegiatan beberapa sektor. Pencapaian sasaran telah melebihi target Rencana Aksi
namun sesungguhnya kondisi kerusakan akibat bencana lebih besar sehingga
data tentang Penilaian Awal Kerusakan dan Kerugian divalidasi berdasarkan
fakta di lapangan. Meskipun pencapaian sasaran telah melebihi Rencana Aksi,
namun belum sesuai dengan kondisi kerusakan di lapangan, kecuali pada sasaran
pemulihan perumahan dan permukiman.
2.2.2.1 Pemulihan Sarana dan Prasarana Publik
Kebijakan sasaran pemulihan sarana dan prasarana publik didukung dengan
sasaran prioritas untuk pemulihan beberapa sektor, yaitu kesehatan, pendidikan,
infrastruktur, prasarana peribadatan dan prasarana pemerintahan. Sejak tahun
2007-2008, pelaksanaan rehabilitasi di Provinsi DI Yogyakarta dan Provinsi
Jawa Tengah pada sektor kesehatan, pendidikan dan peribadatan, volume
pencapaiannya telah melebihi total Rencana Aksi di kedua provinsi tersebut.
Namun demikian, ternyata kondisi di lapangan masih terdapat kerusakan sarana
dan prasarana pada sektor-sektor tersebut sehingga diharapkan pada tahun
selanjutnya dapat diselesaikan melalui kegiatan reguler Pemerintah Pusat
maupun Pemerintah Daerah.
2.2.2.2 Revitalisasi Perekonomian Daerah dan Masyarakat
Kebijakan revitalisasi perekonomian daerah dan masyarakat didukung dengan
sasaran prioritas berupa pemulihan sektor produksi dan jasa yang memiliki
potensi lapangan kerja yang besar di Provinsi DI Yogyakarta dan Provinsi Jawa
Tengah, yaitu sektor pariwisata dan perdagangan. Selain itu, juga terdapat
kebijakan pemulihan pelayanan lembaga keuangan dan perbankan. Sejak tahun
2007 pencapaian pelaksanaan rehabilitasi prasarana perdagangan di Provinsi
DI Yogyakarta dan pasar di Provinsi Jawa Tengah sudah melebihi Rencana Aksi,
namun kondisi kerusakan belum pulih seutuhnya. Pada tahun 2008 usaha
perekonomian kecil masyarakat di provinsi Jawa Tengah berupa kios, los dan
loket yang mengalami kerusakan 1.005 unit, telah terehabilitasi seluruhnya.
2.2.3 Penanggulangan Lumpur Panas Sidoarjo
Beberapa target yang ditetapkan Badan Pelaksana BPLS tidak sepenuhnya dapat
dicapai akibat beberapa permasalahan sebagai berikut: (1) masih terdapat warga
yang menghambat pekerjaan pembuatan tanggul luar bagian utara dan menuntut
pembayaran ganti rugi diselesaikan terlebih dahulu; (2) luapan lumpur semakin
sulit dialirkan ke Kali Porong akibat deformasi geologi di wilayah pusat semburan
dengan perkiraan 5-10 cm/minggu yang menyebabkan elevasi kolam lumpur di
sebelah utara menjadi semakin rendah sehingga menyulitkan pengaliran luapan
402
B
a
g
i
a
n
I
V
MEMELIHARA MOMENTUM PERUBAHAN
lumpur ke selatan (Kali Porong); (3) kemajuan proses pembebasan tanah terkait
relokasi infrastruktur berjalan lambat karena masih terdapat beberapa pemilik
yang belum dapat menerima besarnya nilai ganti rugi.
2.2.4 Pengurangan Risiko Bencana
Upaya pengurangan risiko bencana secara eksplisit belum tercantum dalam
dokumen RPJMN 2004-2009. Namun demikian sebagai komitmen Pemerintah,
upaya pengurangan risiko bencana diimplementasikan melalui penerbitan
Rencana Aksi Nasional Pengurangan Risiko Bencana (RAN-PRB) 2006-2009.
Sebagai kerangka hukum penanganan bencana dan pengurangan risiko
bencana, telah diatur lebih lanjut dalam UU Nomor 24 Tahun 2007 tentang
Penanggulangan Bencana, serta peraturan turunannya, yaitu: (1) PP Nomor 21
Tahun 2008 tentang Penyelenggaraan Penanggulangan Bencana; (2) PP Nomor
22 Tahun 2008 tentang Pendanaan dan Pengelolaan Bantuan Bencana; dan
(3) PP Nomor 23 Tahun 2008 tentang Peran Serta Lembaga Internasional dan
Lembaga Asing Nonpemerintah dalam Penanggulangan Bencana.
Selain UU Nomor 24 Tahun 2007 tentang Penanggulangan Bencana, upaya
mitigasi dan pengurangan risiko bencana juga telah disesuaikan ke dalam
kebijakan penataan ruang dalam UU Nomor 26 Tahun 2007 tentang Penataan
Ruang, dan UU Nomor 27 Tahun 2007 tentang Pengelolaan Wilayah Pesisir dan
Pulau-Pulau Kecil.
Selanjutnya untuk mengatur kelembagaan penanggulangan bencana di tingkat
pusat dan daerah, telah ditetapkan Perpres Nomor 8 Tahun 2008 tentang
Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB), serta Permendagri Nomor 46
Tahun 2008 tentang Pedoman Organisasi dan Tata Kerja Badan Penanggulangan
Bencana Daerah (BPBD) dan Peraturan Kepala BNPB Nomor 3 Tahun 2008 tentang
Pedoman Pembentukan Badan Penanggulangan Bencana Daerah (BPBD). Saat
ini telah terbentuk kelembagaan penanggulangan bencana daerah di 23 provinsi
dan 64 kabupaten/kota.
III. Keberhasilan
3.1 Keberhasilan Penanggulangan Pascabencana
di Provinsi NAD dan Kepulauan Nias Provinsi
Sumatera Utara
Pelaksanaan rehabilitasi dan rekonstruksi pascabencana di wilayah Provinsi
NAD dan Kepulauan Nias Provinsi Sumatera Utara selama periode 2005-2008
dilaksanakan oleh BRR NAD-Nias, Pemerintah Daerah dan lembaga donor/
NGO dengan merujuk pada kebijakan Perpres Nomor 47 Tahun 2008 tentang
Perubahan Perpres Nomor 30 Tahun 2005 tentang Rencana Induk Rehabilitasi
dan Rekonstruksi NAD-Nias. Pascaberakhirnya BRR NAD-Nias pada 16 April
2009, pelaksanaan kegiatan kesinambungan rekonstruksi sesuai dengan Perpres
38 Tahun 2008 tentang RKP 2009 akan dilanjutkan oleh Kementerian/Lembaga
terkait (Kementerian Pekerjaan Umum, Kementerian Perhubungan, Kementerian
Dalam Negeri, Kementerian Agama, Kementerian Negara Pembangunan Daerah
Tertinggal, dan Badan Pertanahan Nasional), Pemerintah Daerah Provinsi NAD
403
B
a
g
i
a
n
I
V
Evaluasi Lima Tahun Pelaksanaan RPJMN 2004-2009
dan Pemerintah Daerah Kepulauan Nias. Selain itu, tidak sedikit pula berbagai
lembaga donor/NGO yang masih melanjutkan dan meneruskan kegiatan
kesinambungan rekonstruksi. Berikut keberhasilan pelaksanaan rehabilitasi dan
rekonstruksi wilayah pascabencana.
3.1.1 Bidang Sosial dan Kemasyarakatan
Keberhasilan pelaksanaan rehabilitasi dan rekonstruksi pascabencana pada
bidang sosial dan kemasyarakatan terlihat pada sektor kesehatan. Hal ini terkait
dengan instruksi presiden agar fokus pada menyelamatkan jiwa para korban yang
terluka akibat bencana. Pelaksanaan sasaran agar terciptanya pemulihan kondisi
SDM, khususnya kesehatan masyarakat pada tahun 2009 telah melebihi target
dalam Rencana Induk. Selain itu dalam rangka memulihkan kondisi mental para
korban yang trauma akibat bencana, maka telah dilaksanakan kegiatan Trauma
Conseling yang tersebar di 16 kabupaten di Provinsi NAD dan Kepulauan Nias.
Selanjutnya pada sektor pendidikan, dikarenakan kebutuhan masyarakat untuk
memperoleh pendidikan yang semakin meningkat dan adanya penambahan
jumlah tenaga pengajar, jumlah sekolah yang dibangun telah sesuai dengan
target dari Rencana Induk, bahkan melebihi.
3.1.2 Bidang Perekonomian
Upaya pemulihan bidang per ekonomian, keberhasilan pen capaian terdapat
pada sektor industri, perdagangan, dan per tanian. Pada tahun 2009, pen capaian
pelaksanaan kegiatan pada sektor industri telah sesuai dengan target Rencana
Induk. Demikian pula pelaksanaan em pat kegiatan pada sektor per tanian, telah
terealisasi seba gaimana diamanatkan pada Rencana Induk. Sementara itu,
pada sektor perdagangan ter dapat kegiatan pembangunan/rehabilitasi pasar
dan penyelenggaraan program pelatihan yang pencapaian pelaksanaannya
telah sesuai target Rencana Induk pada tahun 2008. Meskipun telah tercapai,
pada tahun 2009 kedua kegiatan tersebut masih tetap dilaksanakan untuk
meningkatkan perekonomian masyarakat.
3.2 Keberhasilan Penanggulangan Pascabencana di
Provinsi DI Yogyakarta dan Jawa Tengah
Proses rehabilitasi dan rekonstruksi pascabencana di wilayah Provinsi DI
Yogyakarta dan Provinsi Jawa Tengah merupakan pengalaman pertama kali yang
melibatkan secara penuh Pemerintah Daerah, Provinsi dan Kabupaten/Kota
dalam siklus penanggulangan bencana. Pengalaman ini menunjukkan bahwa
kebersamaan sekaligus pemberdayaan Pemerintah Daerah dalam perencanaan
dan pelaksanaan rehabilitasi dan rekonstruksi memberikan dampak positif
terhadap percepatan rehabilitasi dan rekonstruksi dan peningkatan wawasan
pengurangan risiko bencana.
Berdasarkan kebijakan pemulihan wilayah pascabencana di Provinsi DI Yogyakarta
dan Provinsi Jawa Tengah, upaya pemulihan telah berhasil dilaksanakan sejak
tahun 2007 dan 2008. Upaya ini meliputi sasaran pemulihan pada perumahan
dan permukiman, sarana dan prasarana publik, serta revitalisasi perekonomian
daerah dan masyarakat. Secara keseluruhan berikut gambaran keberhasilan
pelaksanaan rehabilitasi di kedua wilayah tersebut.
404
B
a
g
i
a
n
I
V
MEMELIHARA MOMENTUM PERUBAHAN
3.2.1 Pemulihan Perumahan dan Permukiman
Pemulihan perumahan dan permukiman bagi korban bencana bertujuan untuk
menye diakan perumahan dan prasarana pendukung permukiman yang tahan gempa.
Re habilitasi tersebut dilaksanakan dengan anggaran APBN melalui mekanisme penya-
luran Bantuan Langsung Masyarakat Perumahan (BLM-P) dengan melibatkan kelom-
pok swadaya masyarakat.
Sejak tahun 2007 pelaksanaan rehabilitasi perumahan di wilayah Provinsi DI Yog-
ya karta dan Provinsi Jawa Tengah, baik yang rusak berat, sedang dan ringan telah
mencapai lebih dari target Rencana Aksi, bahkan melebihi total kerusakan di
lapangan. Demikian pula rehabilitasi prasarana pendukung lingkungan per mu-
kiman telah dilaksanakan melalui swadaya masyarakat. Hal ini menunjukkan ka pa -
si tas Pemerintah Daerah dalam mengelola pelaksanaan BLM-P yang baik, serta ke-
mampuan untuk melibatkan partisipasi masyarakat yang memiliki budaya gotong
ro yong, sehingga dapat mendorong percepatan pemulihan di bidang perumahan ini.
3.2.2 Pemulihan Sarana dan Prasarana Publik
Rehabilitasi sarana dan prasarana publik pascabencana di Provinsi DI Yogyakarta
dan Provinsi Jawa Tengah bertujuan untuk memperbaiki kualitas dan akses
pelayanan bagi masyarakat yang meliputi bidang kesehatan, pendidikan, prasarana
infrastruktur, pra sarana peribadatan, dan prasarana pemerintahan. Posisi ke-
berhasilan pencapaian pe mulihan sarana prasarana publik hanya terdapat pada
prasarana infrastruktur dan pra sarana pemerintahan. Pada tahun 2008 telah
terehabilitasi 13 ruas jalan dan 28 jembatan yang telah sesuai dengan kerusakan
pascabencana di kedua wilayah tersebut serta sesuai deng an amanat Rencana Aksi.
Demikian pula rehabilitasi prasarana pemerintahan, baik di Provinsi DI Yogyakarta
maupun Provinsi Jawa Tengah secara total telah mencapai target Ren cana Aksi.
3.2.3 Revitalisasi Perekonomian Daerah dan Masyarakat
Tujuan revitalisasi perekonomian adalah untuk memulihkan kembali lapangan kerja
dan kesejahteraan masyarakat. Bagi Provinsi DI Yogyakarta dan Provinsi Jawa Tengah,
sektor perdagangan dan pariwisata memiliki potensi lapangan kerja yang besar. Pada
tahun 2008, pelaksanaan rehabilitasi prasarana pendukung pariwisata di kedua wilayah
tersebut telah mencapai 12 unit, sebagaimana diamanatkan dalam Rencana Aksi yang
lebih besar daripada kerusakan di lapangan. Selanjutnya pada sektor perdagangan
di Provinsi Jawa Tengah pada tahun 2008 seluruh kerusakan kios, los dan loket telah
berhasil direhabilitasi sebagaimana diamanatkan dalam Rencana Aksi. Oleh karena itu
keberhasilan rehabilitasi pada sektor pariwisata dan perdagangan ini diharapkan dapat
memulihkan lapangan kerja dan kesejahteraan masyarakat.
3.3 Keberhasilan Penanganan Semburan Lumpur
Panas Sidoarjo
Meskipun mengalami beberapa kendala dalam pelaksanaan penanggulangan
lumpur Sidoarjo sepanjang tahun 2007 hingga 2009, terdapat beberapa catatan
penting yang telah dihasilkan Bapel BPLS.
Pertama, walaupun menghadapi berbagai keterbatasan pascaperalihan
tanggung jawab penanggulangan semburan dan pengaliran lumpur Sidoarjo
405
B
a
g
i
a
n
I
V
Evaluasi Lima Tahun Pelaksanaan RPJMN 2004-2009
ke Kali Porong oleh PT Lapindo kepada Bapel BPLS, sampai awal Januari 2010
BPLS telah berhasil mempertahankan tidak meluasnya Peta Area Terdampak
(PAT). Salah satu catatan penting di sini adalah walaupun berada pada musim
kemarau antara Juni hingga Desember 2009, telah berkembang suatu kondisi
darurat yang dipicu oleh naiknya ketinggian permukaan lumpur terhadap puncak
Tanggul Lingkar Luar yang berada di bawah ketinggian 1-2 meter, sehingga tetap
memerlukan monitoring dan penanganan yang bersifat antisipatif.
Kedua, penanganan masalah sosial kemasyarakatan di luar PAT yang dilakukan
BPLS melalui pembayaran tahap 30 persen, sesuai Perpres nomor 40 tahun 2009,
telah dapat dituntaskan sesuai jadual. Sementara penanganan masalah sosial
kemasyarakatan bagi masyarakat di sembilan RT dari tiga desa yang dinyatakan
tidak layak huni, walaupun menghadapi tantangan dan kendala di lapangan
yang cukup berarti, pelaksanaannya terus dipertahankan dengan penuh kehati-
hatian, untuk mencegah terjadinya gejolak sosial baru.
Ketiga, sampai dengan akhir Desember 2009, sebanyak 1.788 berkas telah
diajukan oleh warga dari tiga desa di luar PAT. Dari jumlah tersebut, sebanyak
1.744 berkas telah dibayar sebesar 20 persen dengan nilai nominal Rp102,27
miliar. Dari keseluruhan 1.744 berkas, sebanyak 1.738 berkas sudah dilakukan
perjanjian untuk pembayaran 30 persen, dengan nilai nominal Rp153,03 miliar,
sedangkan sisanya sebanyak enam berkas belum dapat dilakukan karena
masih memerlukan penyelesaian sengketa antarkeluarga, dengan nilai nominal
Rp379,02 juta.
3.4 Keberhasilan Upaya Pengurangan Risiko Bencana
Keberhasilan upaya pengurangan risiko bencana yang paling nyata selama
periode 2004-2009 adalah diterbitkannya UU Nomor 24 Tahun 2007 tentang
Penanggulangan Bencana sebagai landasan hukum dalam pelaksanaan
penanggulangan bencana, serta Perpres Nomor 8 Tahun 2008 tentang
pembentukan Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB). Selain itu,
beberapa keberhasilan lainnya antara lain meliputi:
406
B
a
g
i
a
n
I
V
MEMELIHARA MOMENTUM PERUBAHAN
Pertama, upaya pengurangan risiko bencana oleh kementerian/lembaga
melalui berbagai program/kegiatan sektoral dengan sasaran: (1) terlaksananya
pengurangan risiko bencana sebagai prioritas nasional dan daerah serta
penguatan kelembagaan; (2) terlaksananya pengidentifikasian, pengkajian,
dan pemantauan risiko bencana serta penerapan sistem peringatan dini;
(3) terlaksananya pemanfaatan pengetahuan, inovasi dan pendidikan untuk
membangun budaya keselamatan dan ketahanan; (4) pengurangan faktor-faktor
penyebab risiko bencana; dan (5) terlaksananya penguatan kesiapan menghadapi
bencana pada semua tingkatan masyarakat.
Kedua, upaya pengurangan risiko bencana di daerah yang dapat dilihat dengan
terbentuknya kelembagaan penanggulangan bencana dalam dua tahun terakhir
ini, yaitu pembentukan BPBD di 23 provinsi dan 64 kabupaten/kota, serta
pengarusutamaan pengurangan risiko bencana dalam dokumen perencanaan
pembangunan daerah.
407
B
a
g
i
a
n
V
Evaluasi Lima Tahun Pelaksanaan RPJMN 2004-2009
Bagian V
Penutup
408
B
a
g
i
a
n
V
MEMELIHARA MOMENTUM PERUBAHAN 408 MEMELIHARA MOMENTUM PERUBAHAN
B
a
g
i
a
n
V
409
B
a
g
i
a
n
V
Evaluasi Lima Tahun Pelaksanaan RPJMN 2004-2009
Bagian 5
Penutup
5.1 Agenda I Mewujudkan Indonesia yang Aman dan
Damai
S
asaran pertama dari Agenda Mewujudkan Indonesia yang Aman dan Damai
adalah meningkatnya rasa aman dan damai. Dalam kurun waktu 2004-
2009, pencapaian sasaran ini menunjukkan hasil yang cukup baik. Situasi
yang aman dan damai dapat terwujud melalui berbagai kemajuan yang dicapai
dari penyelesaian berbagai konflik di daerah, seperti Nanggroe Aceh Darussalam
(NAD), Papua dan Maluku maupun konflik antarkelompok warga masyarakat;
serta penanggulangan berbagai bentuk kriminalitas, termasuk kejahatan
konvensional, transnasional dan peredaran gelap narkoba.
Prioritas Peningkatan Rasa Saling Percaya dan Harmonisasi Antarkelompok
Masyarakat. Pencapaian situasi harmonis dikalangan masyarakat merupakan
410
B
a
g
i
a
n
V
MEMELIHARA MOMENTUM PERUBAHAN
kontribusi signifikan dari peran masyarakat bersama pemerintah. Ini terlihat dari
hasil pemulihan wilayah pasca konflik dan peningkatan komitmen persatuan dan
kesatuan nasional, khususnya di Papua, Maluku, Maluku Utara, Poso Sulawesi
Tengah, Nusa Tenggara Barat, Jatim, Aceh dan Kalimantan Barat, memperlihatkan
hasil yang cukup baik. Khusus di NAD, stabilitas sosial politik yang terjadi tidak
terlepas dari keberhasilan program reintegrasi yang dilaksanakan melalui kerja
sama Pemerintah Pusat dan pemerintah daerah Provinsi NAD, serta peran
forum komunikasi dan koordinasi yang menjadi wadah bagi penyelesaian
masalah yang berkaitan dengan agenda perdamaian yang telah disepakati.
Di Papua, situasi yang relatif kondusif merupakan sumbangan dari penguatan
implementasi Otonomi Khusus bagi Provinsi Papua sesuai dengan UU Nomor
21 Tahun 2001 dan penerapan Inpres Nomor 5 Tahun 2007 tentang Percepatan
Pembangunan Provinsi Papua dan Papua Barat yang sering disebut sebagai New
Deal Policy for Papua. Situasi sosial politik di Maluku dan Maluku Utara semakin
kondusif sebagai hasil dari fasilitasi pelaksanaan Inpres Nomor 6 Tahun 2003
yang memberikan dukungan dan dorongan untuk meningkatkan kapasitas dan
kapabilitas pemerintahan daerah, pelaksanaan rehabilitasi, upaya dialog dan
komunikasi efektif, serta pendampingan bagi masyarakat. Berbagai pencapaian
khususnya dalam menjaga stabilitas sosial dan politik merupakan kontribusi dari
pelaksanaan program-program yang dilaksanakan selama lima tahun, terutama
dukungan pelaksanaan Program Pemulihan Wilayah Pasca Konflik dan Program
Peningkatan Komitmen Persatuan dan Kesatuan.
Prioritas Pengembangan Kebudayaan yang Berlandaskan Pada Nilai-nilai
Luhur. Pengembangan kebudayaan yang diarahkan untuk memperkuat jati diri
dan karakter bangsa dalam periode RPJMN 20042009 telah memberikan
kemajuan yang cukup berarti. Kemajuan yang cukup menonjol ditunjukkan oleh
semakin berkembangnya pemahaman terhadap pentingnya kesadaran akan
keragaman budaya yang ditandai oleh menurunnya eskalasi konflik/perkelahian
antarkelompok warga di tingkat desa, yaitu dari 2.583 desa pada tahun 2003
menjadi 1.235 desa pada tahun 2008 (BPS, 2008; Podes). Program Pengelolaan
Keragaman Budaya telah mendorong terciptanya situasi yang lebih kondusif di
kalangan masyarakat yang tercermin dari terlaksananya dialog antarbudaya yang
terbuka dan demokratis untuk mengatasi berbagai persoalan bangsa khususnya
dalam rangka kebersamaan dan integrasi serta terlaksananya kampanye hidup
rukun dalam keragaman budaya/multikultur. Dengan situasi yang lebih kondusif
411
B
a
g
i
a
n
V
Evaluasi Lima Tahun Pelaksanaan RPJMN 2004-2009
ini, diharapkan konflik antarkelompok masyarakat akan semakin berkurang dan
pada akhirnya akan memperkokoh NKRI.
Prioritas Peningkatan Keamanan, Ketertiban, dan Penanggulangan Kriminalitas.
Pelaksanaan RPJMN 20042009 untuk prioritas peningkatan keamanan, keter-
tiban, dan penanggulangan
kriminalitas, secara umum
menunjukkan kemajuan.
Namun tidak dapat dipung-
kiri bahwa berbagai tindak
kriminal seperti kejahatan
konvensional maupun trans-
nasional, konflik horizontal
dan vertikal, penyalahgunaan
dan peredaran gelap nar-
koba, serta berbagai bentuk
kriminalitas yang lainnya,
baik secara kuantitas maupun
kualitas, masih menunjukkan
angka yang cukup tinggi. Kecenderungan meningkatnya indeks kriminalitas mau-
pun jumlah kejahatan konvensional dan kejahatan transnasional diduga bukan
disebabkan oleh kurangnya jumlah dan pelayanan polisi, tetapi lebih disebabkan
oleh meningkatnya faktor korelatif kriminogen, seperti meningkatnya jumlah
pengangguran dan kemiskinan, serta tingginya peluang dan kesempatan untuk
melakukan tindakan kriminalitas. Dalam memelihara keamanan dan ketertiban
masyarakat, kontribusi Program Pemeliharaan Kamtibmas cukup menonjol yang
dicirikan dengan tidak adanya konflik horizontal maupun vertikal yang beraki-
bat terganggunya keamanan dalam negeri, aktivitas masyarakat, maupun dunia
usaha.
Sasaran kedua adalah semakin kokohnya NKRI berdasarkan Pancasila, UUD 1945,
dan Bhinneka Tunggal Ika. Penurunan konflik dan pulihnya kondisi keamanan
dan ketertiban masyarakat di daerah pascakonflik separatisme, seperti NAD
dan Papua, menunjukkan keberhasilan pemerintah bersama masyarakat
dalam menjaga kekokohan NKRI. Selain itu upaya pencegahan dan penindakan
aksi terorisme yang dapat dilaksanakan dalam waktu relatif singkat terbukti
telah menimbulkan rasa aman di masyarakat. Sasaran ini diwujudkan melalui
penetapan prioritas pencegahan dan penanggulangan separatisme; pencegahan
dan penanggulangan gerakan terorisme; serta peningkatan kemampuan
pertahanan negara.
Prioritas Pencegahan dan Penanggulangan Separatisme. Dalam upaya
pencegahan dan penanggulangan separatisme, pemerintah berhasil
menuntaskan konflik separatisme di Nanggroe Aceh Darussalam (NAD) dan
mengurangi intensitas konflik separatisme di Papua. Berbagai peristiwa yang
mengganggu keamanan dan ketertiban masyarakat yang membawa faham
separatisme dapat diselesaikan melalui pendekatan yang sesuai dengan kondisi
dan situasi konflik. Dampak positif dari semakin kondusifnya perkembangan
politik adalah terciptanya kondisi yang aman bagi kehidupan masyarakat umum
yang diikuti oleh terselenggaranya proses pembangunan di segala bidang.
Kebijakan otonomi khusus untuk provinsi tertentu dan otonomi daerah untuk
412
B
a
g
i
a
n
V
MEMELIHARA MOMENTUM PERUBAHAN
daerah lainnya dapat dilaksanakan sesuai dengan pentahapannya. Keberhasilan
Pemerintah dalam pencegahan dan penanggulangan separatisme dalam kurun
waktu lima tahun tercermin dari terlaksananya berbagai kegiatan Program
Pemantapan Keamanan Dalam Negeri. Program ini ditetapkan sebagai bagian
dari strategi dalam meningkatkan kondisi keamanan dalam negeri, terutama di
daerah rawan konflik dan rawan tindak separatisme.
Prioritas Pencegahan dan Penanggulangan Gerakan Terorisme. Upaya
pencegahan dan penanggulangan terorisme yang dilakukan sampai dengan
tahun 2008 telah menunjukkan keberhasilan. Namun, terjadinya peristiwa
peledakan bom di Hotel JW Marriot dan Ritz Carlton pada pertengahan tahun
2009 menunjukkan bahwa aksi terorisme harus terus diwaspadai. Sejumlah
keberhasilan aparat bersama masyarakat dalam mencegah dan menindak aksi-
aksi terorisme membuktikan bahwa daya cegah dan tangkal negara terhadap
ancaman terorisme secara keseluruhan telah meningkat. Aparat keamanan
mampu mengurai dan menghubungkan kasus-kasus terorisme dengan jaringan-
jaringan terorisme yang ada di Indonesia dan keterkaitannya dengan jaringan
terorisme internasional. Kemampuan dalam mencegah dan menindak aksi-
aksi terorisme tersebut terlaksana berkat dukungan sarana dan prasarana
pencegahan dan penanggulangan terorisme yang semakin memadai. Secara
simultan, seluruh kegiatan Program Pemantapan Keamanan Dalam Negeri telah
berhasil dengan baik dalam pelaksanaan penanggulangan aksi terorisme. Hal itu
terlihat dari perubahan Desk Terorisme, yang meningkat peranannya menjadi
Badan Penanggulangan Terorisme. Dokumen perubahan tersebut dalam waktu
dekat akan ditandatangani oleh Presiden RI sebagai tindak lanjut Program 100
Hari Pemerintahan SBY-Boediono.
Prioritas Peningkatan Kemampuan Pertahanan Negara. Kemajuan
pembangunan pertahanan negara dalam kurun waktu RPJMN 20042009
antara lain ditunjukan oleh peningkatan kesiapan personel dan alutsista,
serta terselenggaranya latihan matra dan gabungan TNI sesuai rencana secara
413
B
a
g
i
a
n
V
Evaluasi Lima Tahun Pelaksanaan RPJMN 2004-2009
berkelanjutan. Profesionalisme TNI terus ditingkatkan melalui pengembangan
kekuatan terpusat, kewilayahan, satuan tempur, satuan bantuan tempur dan
satuan pendukung, serta pelaksanaan latihan perorangan hingga latihan gabungan
TNI. Jumlah personel TNI dalam kurun waktu lima tahun meningkat dari 382.326
personel menjadi 402.595 personel atau bertambah sebanyak 20.359 personel.
Keberhasilan pencapaian sasaran peningkatan kemampuan pertahanan negara
terwujud melalui pelaksanaan Program Pengembangan Pertahanan (lintasmatra
darat, laut, dan udara). Keberhasilan yang cukup menonjol pada akhir tahun
2009 adalah meningkatnya tingkat kesiapan alutsista yang mencapai rata-rata
sekitar 60 persen, yang disumbangkan oleh matra darat sekitar 81 persen, matra
laut sekitar 46 persen, dan matra udara 59 persen.
Sasaran ketiga adalah semakin berperannya Indonesia dalam menciptakan
perdamaian dunia. Sasaran ini dinilai berhasil dari berbagai pencapaian yang
diraih oleh Pemerintah Indonesia dalam memperjuangkan kepentingan nasional
di berbagai forum internasional.
Prioritas Pemantapan Politik Luar Negeri dan Peningkatan Kerjasama
Internasional. Kiprah diplomasi Indonesia selama periode 20042009 terus
menguat sejalan dengan peran aktif yang dimainkan oleh Indonesia dalam
percaturan diplomasi internasional, baik dalam kerangka bilateral, regional
maupun multilateral. Dunia internasional mengapresiasi peran penting Indonesia
dalam menjawab berbagai tantangan global yang dihadapi, seperti menjadi tuan
rumah dalam perhelatan internasional untuk mengatasi masalah perubahan
iklim atau dikenal dengan UNFCC (United Nation Framework on Climate Changes)
dan menghasilkan Bali Roadmap. Porsi pencapaian terbesar pada lingkup ASEAN
adalah diadopsinya prakarsa Indonesia terkait dengan pembentukan Komunitas
ASEAN. Berkaitan dengan pemulihan citra Indonesia, Indonesia yang moderat
dan demokratis merupakan citra baru yang dibangun dan disebarluaskan ke
seluruh dunia. Penyebarluasan ide dan gagasan melalui pembangunan citra
414
B
a
g
i
a
n
V
MEMELIHARA MOMENTUM PERUBAHAN
telah memantapkan posisi Indonesia sebagai pemain aktif dalam pergaulan
internasional yang pada gilirannya akan membantu mempercepat tercapainya
tujuan pembangunan nasional. Pelaksanaan Program Penegasan Komitmen
Perdamaian Dunia dinilai paling memberikan dampak bagi pencapaian sasaran
RPJMN 2004-2009, terutama pencapaian yang diraih terkait dengan peran
Indonesia di PBB, penyelesaian masalah Palestina, dan peningkatan upaya
penanggulangan kejahatan lintasnegara seperti terorisme, money laundering,
penyalahgunaan narkoba, trafficking, dan lain-lain.
5.2 Agenda II Mewujudkan Indonesia Yang Adil dan
Demokratis
Sasaran pertama dari Agenda Mewujudkan Indonesia yang Adil dan Demokratis
adalah meningkatnya keadilan dan penegakan hukum. Perwujudan peningkatan
keadilan terlihat dari berbagai penyusunan perundang-undangan yang tidak
diskriminatif. Namun, dalam hal penegakan hukum masih ditemukan berbagai
pelanggaran terhadap hak asasi manusia, sehingga masih diperlukan upaya
dan komitmen yang lebih intensif. Sasaran ini diwujudkan melalui prioritas
Pembenahan Sistem dan Politik Hukum; serta Penghormatan, Pengakuan, dan
Penegakan atas Hukum dan Pengakuan atas Hak Asasi Manusia (HAM).
Prioritas Pembenahan Sistem dan Politik Hukum. Pencapaian sasaran penataan
hukum dilaksanakan melalui peninjauan dan penataan kembali peraturan
perundang-undangan. Selama lima tahun pelaksanaan RPJMN 2004-2009
Pemerintah telah menetapkan sebanyak 284 Rancangan Undang-Undang (RUU)
yang tercantum dalam Program Legislasi Nasional (Prolegnas). Dari jumlah
tersebut sebanyak 87 buah UU merupakan RUU yang tercantum dalam Prolegnas.
Salah satu faktor penghambat dalam proses perencanaan dan pembentukan
hukum adalah masih belum dipatuhinya Program Legislasi Nasional (Prolegnas)
secara konsisten. Program yang mendukung pencapaian sasaran pembangunan
sistem dan politik hukum adalah Program Pembentukan Hukum. Keberhasilan
pelaksanaan program ini ditentukan oleh peraturan perundang-undangan yang
dihasilkan, salah satunya adalah pada bidang pemberantasan korupsi, dengan
disahkannya UU Nomor 7 Tahun 2006 tentang Pengesahan United Nation
Convention Against Corruption 2003 (Konvensi Perserikatan Bangsa Bangsa
Anti Korupsi) dan UU Nomor 46 Tahun 2009 tentang Pengadilan Tindak Pidana
Korupsi.
Prioritas Penghapusan Diskriminasi dalam Berbagai Bentuk. Pencapaian
penghapusan diskriminasi dalam berbagai bentuk dilaksanakan antara lain
melalui peraturan perundang-undangan yang tidak mengandung unsur
diskriminatif; perbaikan pelayanan, khususnya di bidang hukum termasuk HaKI,
keimigrasian, dan administrasi hukum umum; serta pelaksanaan bantuan hukum
bagi masyarakat miskin dan terpinggirkan. Kesadaran dan peran aktif masyarakat
dalam menciptakan kondisi yang kondusif dalam penyelenggaraan Pemilu
dengan aman dan tertib terlihat dari pelaksanaan Pemilu Legislatif dan Pemilu
Presiden pada tahun 2009. Program Pelayanan dan Bantuan Hukum merupakan
satu-satunya program yang menjadi andalan dalam mewujudkan pencapaian
prioritas pembangunan ini. Pada kurun waktu 20042009, program tersebut
dilaksanakan oleh beberapa kementerian/lembaga dan tidak hanya dilaksanakan
oleh kementerian/lembaga yang terkait di bidang hukum saja.
415
B
a
g
i
a
n
V
Evaluasi Lima Tahun Pelaksanaan RPJMN 2004-2009
Prioritas Penghormatan, Pengakuan dan Penegakan atas Hukum dan Hak Asasi
Manusia. Pencapaian penanganan korupsi di Indonesia telah memperlihatkan
hasil yang cukup baik, dengan meningkatnya Indeks Persepsi Korupsi (IPK)
Indonesia dari 1,9 pada tahun 2004 menjadi 2,8 pada tahun 2009. Pencapaian
tersebut tidak terlepas dari kerja keras Pemerintah un tuk terus meningkatkan
upa ya pemberantasan ko rup si di berbagai bidang. Na mun, pelaksanaan pe ne-
ga kan hukum atas hak asasi manusia di Indonesia secara keseluruhan belum
menunjukkan hasil yang menggembirakan. Berbagai pelanggaran terhadap hak
asasi manusia masih terjadi seperti pada kasus-kasus penggusuran, kelaparan,
dan pemutusan hubungan kerja secara massal. Terkait dengan penegakan dan
perlindungan HAM, sampai saat ini juga terus dilakukan berbagai Rencana Aksi
Nasional HAM (RAN-HAM). Rencana aksi ini tertuang dalam Keppres Nomor
40 Tahun 2004 tentang
RANHAM 2004-2009 diser-
tai dengan kegiatan mo-
ni to ring dan evaluasi pe-
lak sanaannya. Upa ya
pen capaian sasaran peng-
hor ma tan, pengakuan, dan
pene gakan atas Hukum dan
HAM ini terutama didukung
me lalui pelak sanaan Pro-
gram Penega kan Hukum
dan Hak Asasi Manusia.
Sasaran kedua adalah terjaminnya keadilan gender untuk meningkatkan
peran perempuan dalam berbagai bidang pembangunan. Pencapaian indeks
pembangunan gender (IPG)/Gender-related Development Index (GDI) dan indeks
pemberdayaan gender (IDG)/(Gender Empowerment Measure GEM) menunjuk-
kan peningkatan, artinya telah terjadi kemajuan dalam upaya peningkatan
keadilan gender. Sasaran ini diwujudkan melalui prioritas Peningkatan Kualitas
Kehidupan dan Peran Perempuan Serta Kesejahteraan dan Perlindungan Anak
Prioritas Peningkatan Kualitas Kehidupan dan Peran Perempuan Serta
Kesejahteraan dan Perlindungan Anak. Kesenjangan pencapaian pembangunan
bagi perempuan dan laki-laki mengalami penurunan, walaupun masih perlu
diturunkan lebih lanjut. Hal ini terlihat dari peningkatan angka IPG, yaitu dari
0,721 pada tahun 2005 menjadi 0,726 pada tahun 2007 (Human Development
Report/HDR). Selain itu IDG Indonesia, juga menunjukkan peningkatan, yaitu
dari 0,613 pada tahun 2005 menjadi 0,621 pada tahun 2007 (BPS-KNPP).
Namun demikian, kecilnya peningkatan nilai IDG tersebut mengindikasikan
bahwa peningkatan kesetaraan gender di bidang ketenagakerjaan, ekonomi, dan
politik, masih belum memadai. Kemajuan terlihat pula pada kesejahteraan dan
perlindungan anak, terutama di bidang pendidikan, kesehatan, dan perlindungan
anak. Di bidang pendidikan ditunjukkan dengan meningkatnya angka partisipasi
kasar (APK) pendidikan anak usia dini dan angka partisipasi sekolah (APS) usia
7-12, 13-15, dan 16-18 tahun. Di bidang kesehatan, ditandai dengan menurunnya
angka kematian bayi, balita, dan neonatal. Sedangkan di bidang ketenagakerjaan
ditunjukkan dengan menurunnya persentase pekerja anak usia 10-14 tahun.
416
B
a
g
i
a
n
V
MEMELIHARA MOMENTUM PERUBAHAN
Sasaran ketiga adalah meningkatnya pelayanan kepada masyarakat dengan
menyelenggarakan otonomi daerah dan kepemerintahan daerah yang baik,
menjamin konsistensi seluruh peraturan pusat dan daerah, serta tidak
bertentangan dengan peraturan dan perundangan yang lebih tinggi. Perwujudan
dari peningkatan pelayanan kepada masyarakat dengan menyelenggarakan
otonomi daerah dan kepemerintahan yang baik terlihat dari perkembangan
daerah otonomi baru yang tertata cukup baik dan peningkatan dan perkembangan
kapasitas keuangan Pemerintah Daerah dengan adanya peningkatan transfer
keuangan dari Pemerintah Pusat kepada Pemerintah daerah lebih dari 100
persen. Sasaran ini diwujudkan melalui prioritas Revitalisasi Proses Desentralisasi
dan Otonomi Daerah.
Prioritas Revitalisasi Proses Desentralisasi dan Otonomi Daerah. Pada kurun
waktu 20042009 perkembangan daerah otonomi baru tertata cukup baik.
Hal ini tercermin dari terkendalinya pembentukan daerah otonomi baru,
yaitu berupa penurunan jumlah daerah otonom baru (DOB) yang terbentuk
dari sebanyak 104 daerah pada kurun waktu 20002004 menjadi 57 daerah
pada kurun waktu 20042009. Berdasarkan peningkatan dan perkembangan
kapasitas keuangan Pemerintah Daerah dalam rangka peningkatan pelayanan
masyarakat, penyelenggaraan otonomi daerah, dan penciptaan pemerintahan
daerah yang baik, telah terjadi peningkatan transfer keuangan dari Pemerintah
kepada Pemerintah Daerah dari Rp150,46 Triliun pada tahun 2005 menjadi
Rp309,57 Triliun pada tahun 2009. Selain itu, proporsi Pendapatan Asli Daerah
(PAD) terhadap total pendapatan daerah terutama pada daerah kabupaten/kota
juga meningkat dari tahun 2007 sebesar 6,1 persen menjadi sebesar 7,1 persen
di tahun 2009
Sasaran keempat adalah meningkatnya pelayanan birokrasi kepada masyarakat.
Hal ini akan dicerminkan dengan berkurangnya secara nyata praktik korupsi di
birokrasi, yang dimulai dari tataran (jajaran) pejabat yang paling atas, terciptanya
sistem pemerintahan dan birokrasi yang bersih, akuntabel, transparan, efisien,
dan berwibawa. Perwujudan peningkatan pelayanan birokrasi masyarakat dapat
terlihat dari penurunan praktik korupsi sesuai dengan meningkatnya indeks
persepsi korupsi Indonesia, meningkatnya opini wajar tanpa pengecualian
(WTP) hasil audit BPK atas Laporan Keuangan Kementerian/Lembaga (LKKL)
dan Laporan Keuangan Pemerintah Daerah (LKPD), serta meningkatnya jumlah
instansi pemerintah (pusat, daerah) yang melaksanakan dan melaporkan
pelaksanaan Inpres Nomor 5 Tahun 2004 tentang Percepatan Pemberantasan
Korupsi. Sasaran ini diwujudkan melalui penetapan prioritas yang diletakkan
pada penciptaan tata pemerintahan yang bersih dan berwibawa.
Prioritas Penciptaan Tata Pemerintahan yang Bersih dan Berwibawa. Pada RPJMN
20042009, pembangunan aparatur negara diarahkan untuk menciptakan tata
pemerintahan yang bersih dan berwibawa dengan sasaran berkurangnya secara
nyata praktik korupsi di birokrasi, meningkatnya kualitas pelayanan publik; dan
terciptanya sistem kelembagaan dan ketatalaksanaan pemerintahan yang efisien,
efektif, transparan, profesional, dan akuntabel. Praktik korupsi telah menurun
secara nyata sesuai dengan meningkatnya IPK Indonesia, meningkatnya opini
WTP hasil audit BPK atas LKKL dan LKPD, serta meningkatnya jumlah instansi
pemerintah (pusat, daerah) yang melaksanakan dan melaporkan pelaksanaan
Inpres Nomor 5 Tahun 2004 tentang Percepatan Pemberantasan Korupsi.
417
B
a
g
i
a
n
V
Evaluasi Lima Tahun Pelaksanaan RPJMN 2004-2009
Berbagai program bidang aparatur negara yang dilaksanakan sampai dengan
tahun 2009 telah memberikan kontribusi yang berarti dalam upaya menciptakan
tata pemerintahan yang bersih dan berwibawa. Keberhasilan pembangunan
aparatur negara antara lain ditunjukkan oleh pencapaian Program Peningkatan
Pengawasan dan Akuntabilitas Aparatur Negara, Program Peningkatan Kualitas
Pelayanan Publik, dan Program Penataan Kelembagaan dan Ketatalaksanaan.
Sasaran kelima adalah terlaksananya Pemilihan Umum (Pemilu) 2009 secara
demokratis, jujur, dan adil dengan menjaga momentum konsolidasi demokrasi
yang sudah terbentuk berdasarkan hasil Pemilu secara langsung tahun 2004.
Perwujudan sasaran ini ditunjukkan dengan dukungan yang positif dan
keterlibatan Pemerintah dalam penyusunan perubahan/revisi terhadap peratu-
ran perundangan bidang politik bagi berkembangnya proses demokratisasi
Indonesia. Sasaran ini diwujudkan melalui prioritas Perwujudan Lembaga
Demokrasi yang Makin Kokoh.
Prioritas Perwujudan Lembaga Demokrasi yang Makin Kokoh. Penguatan
kelembagaan demokrasi difokuskan pada penguatan yang bersifat prosedural dan
substansial. Hal ini ditunjukkan dengan dijaminnya proses checks and balances
atau prinsip-prinsip pengawasan antarkekuasaan secara timbal balik dan
berimbang, serta adanya pengakuan hak asasi manusia. Dalam masa 20042009,
proses konsolidasi demokrasi dititikberatkan pada: (1) upaya untuk meningkatkan
peran dan fungsi lembaga penyelenggara negara dan lembaga kemasyarakatan
sesuai konstitusi dan peraturan perundangan yang berlaku; (2) peningkatan
partisipasi masyarakat dalam proses pengambilan keputusan kebijakan
publik; serta (3) upaya untuk dapat menyelenggarakan pemilihan umum yang
demokratis, jujur, dan adil. Tuntutan masyarakat
sekaligus kepemimpinan lembaga Mahkamah
Konstitusi (MK) dan Komisi Pemberantasan
Korupsi (KPK) yang memberikan perhatian agar
demokrasi dapat berjalan dengan baik telah
mendorong lembaga-lembaga pemerintah untuk
menunjukkan upaya perbaikan kinerja dan
menghasilkan keluaran yang diharapkan oleh
rakyat. Dampak dari kinerja parpol yang belum
optimal adalah lemahnya kepercayaan publik
terhadap partai politik. Prioritas pembangunan
perwujudan lembaga demokrasi yang makin
kokoh dicapai melalui beberapa program dan
kegiatan pokok, yang salah satunya adalah Program Penyempurnaan dan
Penguatan Kelembagaan Demokrasi. Keberhasilan pelaksanaan program ini
terlihat dengan adanya dukungan yang positif dan keterlibatan Pemerintah
dalam penyusunan perubahan/revisi terhadap peraturan perundangan bidang
politik bagi berkembangnya proses demokratisasi Indonesia, seperti UU Nomor
22 Tahun 2007 tentang Penyelenggara Pemilu, UU Nomor 2 Tahun 2008 tentang
Partai Politik dan UU No.10 Tahun 2008 tentang Pemilihan Umum Anggota DPR,
DPD, dan DPRD serta UU Nomor 42 Tahun 2008 tentang Pemilu Presiden dan
Wakil Presiden.
418
B
a
g
i
a
n
V
MEMELIHARA MOMENTUM PERUBAHAN
5.3 Agenda III Meningkatkan Kesejahteraan Rakyat
Sasaran pertama Agenda Meningkatkan Kesejahteraan Rakyat adalah
menurunnya jumlah penduduk miskin menjadi 8,2 persen tahun 2009 serta
terciptanya lapangan kerja yang mampu mengurangi pengangguran terbuka
menjadi 5,1 persen tahun 2009 dengan didukung oleh stabilitas ekonomi yang
tetap terjaga. Pencapaian sasaran ini menunjukkan hasil yang cukup baik.
Selama kurun waktu 20042009, tingkat kemiskinan secara umum semakin
menurun yaitu menjadi 14,15 persen. Tingkat pengangguran terbuka telah
berhasil diturunkan sampai dengan 7,87
persen pada Agustus 2009, namun
sebagian besar lapangan kerja yang
tercipta masih didominasi oleh lapangan
kerja informal. Perwujudan pencapaian
sasaran ini dilaksanakan melalui prioritas:
(1) penanggulangan kemiskinan; (2)
peningkatan investasi dan ekspor non-
migas; (3) peningkatan daya saing
industri manufaktur; (4) revitalisasi
pertanian; pemberdayaan koperasi
dan usaha mikro, kecil, dan menengah
(UMKM); (5) peningkatan pengelolaan Badan Usaha Milik Negara (BUMN); (6)
peningkatan kemampuan ilmu pengetahuan dan teknologi (Iptek); (7) perbaikan
iklim ketenagakerjaan; dan (8) pemantapan stabilitas ekonomi makro.
Prioritas Penanggulangan Kemiskinan. Pemerintah pada periode tahun
20042009 menetapkan penanggulangan kemiskinan sebagai prioritas utama
pembangunan. Selama kurun waktu 20042009, tingkat kemiskinan secara
umum semakin menurun. Pada tahun 2004, persentase penduduk dibawah garis
kemiskinan sebesar 16,66 persen, angka ini menurun menjadi 14,15 persen pada
tahun 2009. Penurunan ini merupakan hasil kerja keras di tengah goncangan
ekonomi global yang menuntut naiknya harga BBM secara tajam dan berdampak
pada perekonomian domestik. Selain itu, bencana alam yang melanda sejumlah
daerah selama periode tersebut turut menahan perbaikan kondisi perekonomian
domestik. Pemerintah telah melakukan upaya-upaya untuk menurunkan jumlah
penduduk miskin diantaranya melalui Program Keluarga Harapan (PKH) dan
Program Nasional Pemberdayaan Masyarakat (PNPM) Mandiri.
Prioritas Peningkatan Investasi dan Ekspor Non Migas. Kegiatan investasi dan
ekspor dapat mendorong pertumbuhan ekonomi yang lebih berkesinambungan.
Pada periode tahun 20042009, Pemerintah telah menerbitkan berbagai
peraturan dan deregulasi peraturan Pemerintah di pusat dan daerah untuk
mewujudkan iklim investasi yang sehat. Dari sisi ekspor, pertumbuhan ekspor
non-migas yang cukup tinggi terjadi selama periode 20052008 dengan rata-
rata sebesar 17,9 persen. Namun sepanjang tahun 2009 ekspor non-migas
terkena dampak negatif dari krisis ekonomi global sehingga nilainya terkontraksi
dengan pertumbuhan sebesar -9,7 persen. Penurunan ekspor non-migas ini
disebabkan oleh penurunan permintaan dunia dan penurunan harga komoditas/
produk ekspor. Indonesia telah berhasil menurunkan ketergantungan terhadap
ekspor tradisional. Pada tahun 2005 pangsa pasar ekspor tradisional sebesar 54,7
persen dan kemudian menjadi sebesar 45,1 persen pada tahun 2009. Selain itu,
419
B
a
g
i
a
n
V
Evaluasi Lima Tahun Pelaksanaan RPJMN 2004-2009
Indonesia telah mampu diversifikasi pasar tujuan ekspor. Adapun, upaya yang
telah dilakukan oleh Pemerintah diantaranya melalui Program Peningkatan dan
Pengembangan Ekspor.
Prioritas Peningkatan Daya Saing Industri Manufaktur. Rencana Pembangunan
Jangka Menengah Nasional 20042009 menekankan pentingnya peningkatan
daya saing industri manufaktur, karena hal tersebut merupakan strategi untuk
menjawab tantangan globalisasi dan liberalisasi ekonomi dunia. Industri
manufaktur dalam kurun waktu 20052009 menunjukkan peningkatan rata-
rata sebesar 3,9 persen per tahun. Pencapaian ini masih di bawah laju rata-rata
sasaran RPJMN 20042009 sebesar 8,56 persen per tahun. Industri manufaktur
Indonesia masih dapat dikatakan baik ditengah gejolak ekonomi global. Industri
manufaktur pada negara-negara berkembang lainnya mengalami perlambatan,
namun industri manufaktur Indonesia tetap mengalami pertumbuhan.
Pemerintah terus berupaya meningkatkan daya saing industri manufaktur.
Kebijakan diarahkan pada perkuatan struktur dan daya saing manufaktur yang
meliputi tiga program yaitu: (1) Program Penguatan Struktur Industri, (2) Program
Pengembangan Industri Kecil dan Menengah, dan (3) Program Peningkatan
Kemampuan Teknologi Industri.
Prioritas Revitalisasi Pertanian. Dalam kurun waktu 20042009, revitalisasi
pertanian telah mencapai bebe rapa perkembangan yang baik, yang dicerminkan
dengan me ning katnya pencapaian ma sing-masing sasaran dalam RPJMN 2004
2009. Dalam pen ca paian sasaran utama revita lisasi pertanian didapatkan pertum-
buhan PDB sektor pertanian yang mencapai rata-rata 3,6 persen per tahun
dengan pertumbuhan PDB subsektor tanaman bahan makanan mencapai 3,7
persen, tanaman perkebunan 3,6
persen, peternakan dan hasilnya
2,9 persen, dan perikanan 5,6
persen. Penyerapan tenaga
kerja sektor pertanian juga
meningkat rata-rata sebesar
1,2 persen per tahun yang
diimbangi dengan peningkatan
kesejahteraan petani dan
nelayan yang ditunjukkan dengan
perkembangan Nilai Tukar Petani
(NTP). NTP pada tahun 2009
telah mencapai 110,2 atau naik
dari 102,9 pada tahun 2004.
Dalam pencapaian sasaran antara peningkatan ketahanan pangan, kemampuan
untuk meningkatkan produksi beras dalam negeri telah menunjukkan hasil yang
baik dimana dalam kurun waktu 20042009, produksi padi/beras meningkat
rata-rata sebesar 3,4 persen per tahun. Pencapaian-pencapaian penting berhasil
diwujudkan terutama melalui pelaksanaan Program Peningkatan Ketahanan
Pangan dan Program Pengembangan Sumber daya Perikanan.
Prioritas Pemberdayaan Koperasi dan Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah.
Pemberdayaan koperasi dan usaha mikro, kecil dan menengah telah berhasil
dalam meningkatkan produktivitas UMKM dengan laju pertumbuhan yang
lebih tinggi dari laju pertumbuhan produktivitas nasional. Pada tahun 2008
420
B
a
g
i
a
n
V
MEMELIHARA MOMENTUM PERUBAHAN
produktivitas UMKM per unit usaha mencapai 22,73 juta/unit usaha dengan
rata-rata laju pertumbuhan hampir 2,5 persen setiap tahunnya. Sedangkan
produktivitas UMKM per tenaga kerja pada tahun 2008 adalah sebesar 12,72
juta/tenaga kerja dengan laju pertumbuhan rata-rata hampir sebesar 3 persen
setiap tahunnya yang jauh lebih tinggi dari produktivitas nasional yang laju
pertumbuhannya tidak sampai dengan 2 persen. Namun, terdapat beberapa
hal yang perlu mendapat perhatian yaitu penurunan kualitas koperasi yang
ditunjukkan oleh penurunan jumlah koperasi aktif yang melakukan Rapat Anggota
Tahunan (RAT) dan kepemilikan manajer dalam koperasi; serta penurunan daya
saing produk UMKM dalam pasar ekspor rata-rata sebesar 0,17 persen selama
periode 20052008.
Prioritas Peningkatan Pengelolaan BUMN. Peningkatan kinerja dan daya
saing BUMN dalam rangka memperbaiki pelayanan kepada masyarakat dan
memberikan sumbangan terhadap keuangan negara merupakan pencapaian
penting yang terus diupayakan peningkatannya. Selama periode tahun 2005
hingga 2008, dari sebanyak 139 BUMN yang dikuasai Pemerintah, jumlah BUMN
yang merugi semakin sedikit yaitu 36 BUMN pada tahun 2005, menjadi 39
BUMN pada tahun 2006, 34 BUMN pada tahun 2007, dan 23 BUMN pada tahun
2008. Sejalan dengan hal tersebut, besarnya keuntungan yang diraih BUMN juga
meningkat dari sebesar Rp42,33 triliun pada akhir tahun 2005 menjadi Rp53,24
triliun pada tahun 2006, Rp70,77 triliun pada tahun 2007, Rp78,47 triliun pada
tahun 2008, dan turun sedikit menjadi Rp74,00 triliun pada tahun 2009. Dengan
demikian, bagian laba BUMN yang diserahkan ke kas negara juga meningkat, yaitu
dari Rp12,84 triliun pada tahun 2005, menjadi Rp21,45 triliun pada tahun 2006,
meningkat menjadi Rp23,78 triliun pada tahun 2007, Rp29,09 triliun pada tahun
2008, dan turun sedikit menjadi Rp28,60 triliun pada tahun 2009. Penurunan ini
sebagai konsekuensi dari perlambatan pertumbuhan ekonomi yang terjadi
Prioritas Peningkatan Kemampuan Ilmu Pengetahuan dan Teknologi.
Peningkatan kemampuan iptek merupakan syarat peningkatan daya saing
bangsa. Dalam kurun waktu 20052009, pencapaian paling penting yang
berhasil diwujudkan adalah meningkatnya jumlah publikasi ilmiah dan paten
yang didaftarkan di dalam negeri (Direktorat Jenderal Hak Kekayaan Intelektual,
Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia). Paten yang terdaftar di dalam
negeri yang berkaitan dengan bidang pangan sebesar 17,5 persen, energi 7,4
persen, transportasi 7,4 persen, teknologi informasi dan komunikasi 4,8 persen,
teknologi pertahanan dan keamanan 0,6 persen, serta kesehatan dan obat
7,8 persen. Pencapaian tersebut menggambarkan bahwa sasaran peningkatan
kemampuan iptek yang terdiri dari empat sasaran, secara umum telah tercapai
dengan baik. Adapun program yang paling mendukung terwujudnya pencapaian-
pencapaian sasaran dalam peningkatan kemampuan Iptek ini adalah Program
Penelitian dan Pengembangan Iptek, Program Difusi dan Pemanfaatan Iptek dan
Program Penguatan Kelembagaan Iptek.
Prioritas Perbaikan Iklim Ketenagakerjaan. Taraf kehidupan yang lebih baik
dapat dicapai dengan pemenuhan hak untuk memperoleh pekerjaan. Sasaran
pembangunan ketenagakerjaan pada akhir 2009 seperti dituangkan dalam RPJMN
20042009 berupa tingkat pengangguran terbuka (TPT) sebesar 5,1 persen.
Sasaran ini dapat tercapai apabila pertumbuhan ekonomi 6,6 persen. Secara
umum, TPT telah berhasil diturunkan namun sebagian besar lapangan kerja
421
B
a
g
i
a
n
V
Evaluasi Lima Tahun Pelaksanaan RPJMN 2004-2009
yang tercipta masih didominasi oleh lapangan kerja informal. Sampai Agustus
2009, TPT masih sebesar 7,87 persen, dengan rata-rata pertumbuhan ekonomi
hanya sebesar 5,3 persen. Pemerintah melakukan upaya-upaya perbaikan iklim
ketenagakerjaan diantaranya melalui Program Perluasan dan Pengembangan
Kesempatan Kerja. Program ini bertujuan meningkatkan kesempatan kerja
produktif serta mendorong mobilitas tenaga kerja dalam rangka mengurangi
penganggur dan setengah penganggur baik di perdesaan maupun di perkotaan.
Prioritas Pemantapan Stabilitas Ekonomi Makro. Indonesia tetap mengupayakan
pertumbuhan ekonomi yang tinggi dan berkelanjutan dengan tetap menjaga
stabilitas ekonomi selama periode
RPJMN 20042009 ditengah
faktor-faktor eksternal yang
tidak dapat diprediksi seperti
krisis global dan tingginya harga
minyak dunia. Pertumbuhan
ekonomi Indonesia tahun 2009
secara keseluruhan sebesar 4,5
persen, lebih rendah dibandingkan
pertumbuhan ekonomi pada
tahun 2008 dan target RPJM
20042009 masing-masing
sebesar 6,1 persen dan 6,4 persen.
Kondisi ini merupakan dampak dari ma sih lesunya perekonomian global yang
berimbas pada perekonomian domestik. Na mun demikian, Pemerintah terus
mengupayakan untuk tetap menjaga ketahanan fiskal yang berkesinambungan
serta memberikan stimulus fiskal untuk pertumbuhan eko nomi. Peningkatan pe-
ne ri maan perpajakan menun jukkan kinerja yang baik, hal ini ditempuh melalui
perbaikan dan reformasi administrasi perpajakan yang berkelanjutan, seperti
moderninasi administrasi perpajakan.
Sasaran kedua adalah berkurangnya kesenjangan antarwilayah melalui penetapan
prioritas pembangunan yang mengarah pada pembangunan perdesaan dan
pengurangan ketimpangan pembangunan wilayah. Pencapaian pembangunan
perdesaan dapat dilihat dari meningkatnya kontribusi kawasan perdesaan sektor
pertanian maupun non pertanian terhadap pertumbuhan nasional, meningkatnya
kesejahteraan masyarakat desa yang ditandai dengan berkurangnya jumlah
penduduk miskin, dan perluasan kesempatan kerja yang berdampak pada
menurunnya pengangguran dan kemiskinan, serta meningkatnya produktivitas
dan pendapatan masyarakat desa. Perwujudan pengurangan ketimpangan
pembangunan wilayah dapat dilihat dari berkurangnya jumlah daerah tertinggal.
Sasaran ini diwujudkan melalui prioritas pembangunan perdesaan, dan prioritas
pengurangan ketimpangan wilayah.
Prioritas Pembangunan Perdesaan. Kawasan perdesaan memiliki kontribusi
dan peran yang besar sebagai basis pertumbuhan nasional. Sektor pertanian
turut memberikan kontribusi yang semakin besar dalam meningkatkan produk
domestik bruto dilihat dari semakin meningkatnya rasio PDB sektor pertanian
terhadap PDB nasional, yaitu dari 13,13 persen pada tahun 2005 menjadi 15,85
persen pada tahun 2009. Kontribusi kawasan perdesaan terhadap pertumbuhan
nasional dari sektor nonpertanian (terutama upaya pemberdayaan UMKM) juga
422
B
a
g
i
a
n
V
MEMELIHARA MOMENTUM PERUBAHAN
cukup memadai karena peningkatan produktifitas ekonomi. Hal ini terlihat dari
PDB sektor pertanian UKM dari tahun 2005 hingga 2008 yang terus mengalami
peningkatan. Pada tahun 2005 pencapaian PDB sektor pertanian UKM sebesar
Rp347,41 triliun dan pada 2008 menjadi Rp679,45 triliun. Kesejahteraan
masyarakat perdesaan semakin meningkat ditandai dengan berkurangnya jumlah
penduduk miskin, yaitu 22,7 juta jiwa pada tahun 2005 berkurang menjadi 20,62
juta jiwa pada tahun 2009. Perluasan kesempatan kerja di perdesaan, terutama
lapangan kerja baru di bidang kegiatan agribisnis off-farm dan industri serta
jasa berskala kecil dan menengah, telah berdampak pada berkurangnya angka
pengangguran dan kemiskinan serta meningkatnya produktivitas dan pendapatan
masyarakat perdesaan.
Prioritas Pengurangan Ketimpangan Pembangunan Wilayah. Pelaksanaan
program-program pengembangan wilayah secara sinergis telah berhasil
mengurangi ketimpangan pembangunan wilayah. Salah satu indikator keber-
hasilan tersebut adalah berkurangnya jumlah daerah tertinggal. Evaluasi atas
pelaksanaan pembangunan daerah tertinggal selama lima tahun menunjukkan
bahwa sebanyak 50 kabupaten dari 199 kabupaten yang pada awal pelaksanaan
RPJMN 20042009 dikategorikan sebagai daerah tertinggal telah lepas dari
status tertinggal menjadi daerah yang relatif maju dalam skala nasional secara
bertahap, yaitu 28 kabupaten di tahun 2007, 12 kabupaten di tahun 2008, dan
sepuluh kabupaten di tahun 2009.
Sasaran ketiga adalah meningkatnya kualitas manusia. Selama kurun waktu
20042009 peningkatan kualitas manusia yang dicapai antara lain: (1)
meningkatnya akses dan kesempatan masyarakat untuk memperoleh pendidikan;
(2) meningkatnya angka harapan hidup penduduk Indonesia menjadi 70.7
tahun pada tahun 2009; (3) menurunnya angka kelahiran total (TFR) menjadi
2.3 kelahiran per wanita; dan (4) meningkatnya kualitas dan partisipasi pemuda
di berbagai bidang pembangunan. Sasaran ini diwujudkan melalui penetapan
prioritas: (1) Peningkatan Akses Masyarakat terhadap Pendidikan yang
Berkualitas; (2) Peningkatan Akses Masyarakat terhadap Layanan Kesehatan
yang Lebih Berkualitas; (3) Peningkatan Perlindungan dan Kesejahteraan Sosial;
(4) Pembangunan Kependudukan, dan Keluarga Kecil Berkualitas serta Pemuda
dan Olahraga; serta (5) Peningkatan Kualitas Kehidupan Beragama.
423
B
a
g
i
a
n
V
Evaluasi Lima Tahun Pelaksanaan RPJMN 2004-2009
Prioritas Peningkatan Akses Masyarakat terhadap Pendidikan yang Berkualitas.
Pembangunan pendidikan nasional selama periode RPJMN 20042009 telah
berhasil meningkatkan akses dan kesempatan masyarakat untuk memperoleh
pendidikan yang ditunjukkan dengan meningkatnya rata-rata lama sekolah
penduduk usia 15 tahun ke atas dari 7,27 tahun pada tahun 2005 menjadi
7,50 tahun pada tahun 2008 dan menurunnya persentase angka buta aksara
penduduk usia 15 tahun ke atas dari 9,55 persen pada tahun 2005 menjadi
5,97 pada tahun 2008 (BPS, 2008, hasil Susenas). Pencapaian tersebut semakin
diperkuat dengan adanya peningkatan angka partisipasi pendidikan pada semua
jenjang pendidikan.
Prioritas Peningkatan Akses Masyarakat terhadap Kesehatan yang Berkualitas.
Pembangunan kesehatan telah berhasil meningkatkan umur harapan hidup
(UHH) penduduk Indonesia. Berdasarkan data BPS (2008), usia harapan hidup
pada tahun 2009 adalah 70,7 tahun, dengan demikian sasaran usia harapan hidup
sebesar 70,6 tahun dalam RPJMN 2004-2009 telah tercapai. Angka kematian ibu
(AKI) selama empat tahun terakhir telah menurun secara signifikan. Berdasarkan
hasil Survei Demografi Kesehatan Indonesia (SDKI) tahun 2007, AKI menurun dari
307 per 100.000 kelahiran hidup menjadi 228 per 100.000 kelahiran hidup pada
tahun 2007. Angka ini telah mendekati sasaran dalam RPJMN 20042009 yakni
226 per 100.000 kelahiran hidup. Prevalensi kekurangan gizi pada anak balita
adalah sebesar 18,4 persen terdiri dari gizi-kurang 13,0 persen dan gizi-buruk
5,4 persen (Depkes, 2007, Riset Kesehatan Dasar/Riskesdas). Angka tersebut
telah melampaui target RPJMN 20042009 sebesar 20,0 persen. Meskipun
secara prevalensi menurun dari tahun 2005 (25,8 persen), namun jika dilihat dari
jumlah penduduk dan proporsi balita pada tahun yang sama, beban masalah
yang dihadapi masih cukup besar.
Prioritas Peningkatan Perlindungan dan Kesejahteraan Sosial. Keberhasilan
pelaksanaan RPJMN 20042009 pembangunan bidang perlindungan dan
kesejahteraan sosial antara lain melalui pelayanan dan rehabilitasi kesejahteraan
sosial bagi anak, lanjut usia dan penyandang cacat telantar, pemberian bantuan
bagi fakir miskin dan PMKS lainnya, serta pemberdayaan masyarakat miskin agar
mampu memenuhi kebutuhannya secara mandiri. Berkaitan dengan Bantuan
Langsung Tunai (BLT) didapatkan bahwa program BLT merupakan program yang
90,51 persen tepat sasaran, 97,14 persen tepat jumlah dan 89,10 persen tepat
waktu. Sementara untuk bantuan sosial untuk rumah tangga sangat miskin
(RTSM) dalam bentuk bantuan tunai bersyarat melalui PKH, pada tahun 2007
menjangkau 387.947 KK di 48 kabupaten di tujuh provinsi. Sedangkan pada tahun
2009, cakupan PKH diperluas hingga menjangkau 726.376 KK di 70 Kabupaten,
dengan tambahan enam provinsi.
Prioritas Pembangunan Kependudukan dan Keluarga Kecil Berkualitas serta
Pemuda dan Olahraga. Pembangunan kependudukan yang didukung oleh
program keluarga berencana telah berhasil menurunkan angka kelahiran total
(total fertility rate/TFR) dari 2,4 kelahiran per wanita (SDKI 2002/2003) menjadi
2,3 kelahiran per wanita (SDKI 2007). Namun berdasarkan penu runan TFR dari
hasil dua periode survei SDKI tersebut, pemenuhan target TFR RPJMN 2004
2009 sebanyak 2,2 kelahiran per wanita tampaknya masih membutuhkan
upaya yang lebih besar lagi. Kualitas dan partisipasi pemuda di berbagai bidang
pembangunan mengalami peningkatan. Peningkatan ini antara lain ditunjukkan
424
B
a
g
i
a
n
V
MEMELIHARA MOMENTUM PERUBAHAN
oleh meningkatnya APS pemuda
dam tingkat partisipasi angkatan
kerja (TPAK) pemuda. APS
penduduk usia 16-18 tahun
meningkat dari 53,86 persen
pada 2005 menjadi 54,70 pada
2008; APS penduduk usia 19-
24 tahun, meningkat dari 12,23
persen pada 2005 menjadi 12,43
pada 2008 (Susenas, 2008).
Sementara itu TPAK pemuda
juga mengalami peningkatan yaitu dari 62,47 persen pada tahun 2006 menjadi
63,31 pada tahun 2008.
Prioritas Peningkatan Kualitas Kehidupan Beragama. Sejumlah kemajuan
di bidang kerukunan umat beragama telah menampakkan bentuknya yang
diperlihatkan dengan intensitas dan semangat kerjasama lintasagama dan
terbentuknya Forum Kerukunan Umat Beragama (FKUB) di berbagai provinsi,
kabupaten/kota bahkan di tingkat kecamatan. Selama periode 20042009,
pemerintah juga terus berupaya memberikan pelayanan dan fasilitasi kepada umat
beragama agar bisa menjalankan ajaran agamanya dengan mudah, aman, bebas
dan leluasa. Pada sarana peribadatan, sebanyak 1.093 gedung tempat ibadah
telah dibangun dan sebanyak 5.151 gedung tempat ibadah telah direhabilitasi.
Bantuan untuk kitab suci dan tafsir kitab suci juga terus dilaksanakan, dalam
periode yang sama telah disalurkan sebanyak hampir 400 ribu eksemplar.
Bahkan, untuk menguatkan status hukum dari tanah-tanah hibah keagamaan,
baik itu tanah wakaf, tanah gereja dan sejenisnya, agar lebih bermanfaat untuk
kepentingan umat telah diupayakan bantuan sertifikasi hampir untuk 20 ribu
petak tanah hibah.
Sasaran keempat adalah membaiknya mutu lingkungan hidup dan pengelolaan
sumberdaya alam yang mengarah pada pengarusutamaan (mainstreaming)
prinsip pembangunan berkelanjutan di seluruh sektor dan bidang pembangunan.
Perbaikan pengelolaan sumber daya alam telah menghasilkan beberapa indikator
positif dalam penerapan dan penegakan peraturan perundang-undangan,
perbaikan kapasitas dan sistem pengelolaan dan juga kualitas lingkungan hidup.
Sasaran ini diwujudkan melalui prioritas Perbaikan Pengelolaan Sumber Daya
Alam dan Pelestarian Fungsi Lingkungan Hidup.
Prioritas Perbaikan Pengelolaan Sumber Daya Alam dan Pelestarian Fungsi
Lingkungan Hidup. Secara umum upaya perbaikan pengelolaan sumber daya alam
telah menghasilkan beberapa indikator positif dalam penerapan dan penegakan
peraturan perundang-undangan, perbaikan kapasitas dan sistem pengelolaan,
dan juga kualitas lingkungan hidup. Pada sektor kehutanan, berbagai pencapaian
yang berhasil diwujudkan, antara lain: (1) menurunnya kasus kejahatan di bidang
kehutanan dan terselamatkannya kekayaan negara sekitar Rp25 triliun setiap
tahun sebagai hasil upaya pencegahan dan pemberantasan pembalakan liar (illegal
logging): (2) menurunnya laju deforestasi dan degradasi hingga 0,9 juta hektar per
tahun akibat adanya upaya rehabilitasi; (3) investasi baru hutan tanaman sekitar
1,12 juta hektar hutan tanaman industri (HTI) dengan nilai investasi sebesar Rp62,29
triliun; membaiknya harga hasil hutan di pasar internasional; (4) adanya kepastian
425
B
a
g
i
a
n
V
Evaluasi Lima Tahun Pelaksanaan RPJMN 2004-2009
hukum dan bantuan permodalan dalam usaha kehutanan bagi masyarakat; (5)
meningkatnya usaha di bidang pariwisata alam; diatasinya kebakaran hutan secara
signifikan; serta (6) total tenaga kerja yang terserap dari pembangunan kehutanan
sekitar 2,5 juta orang. Pada sektor kelautan, berbagai pencapaian yang berhasil
diwujudkan antara lain: (1) menurunnya jumlah pelanggaran serta perusakan
sumber daya pesisir dan laut; (2) terlaksananya uji coba pengelolaan ekosistem
pesisir, laut, dan pulau-pulau kecil secara lestari, terpadu, serta berbasis masyarakat
di beberapa lokasi, terutama di ekosistem terumbu karang, mangrove, dan padang
lamun; serta (3) diterbitkannya UU Nomor 27 Tahun 2007 tentang Pengelolaan
Wilayah Pesisir dan Pulau-Pulau Kecil (PWP-PPK). Pada sektor Pertambangan dan
Energi, dalam periode 20042009 upaya untuk meningkatkan nilai tambah dengan
membangun industri pengolahan hasil tambang telah meningkat meskipun masih
sangat kecil. Pada sektor lingkungan hidup, berbagai pencapaian yang berhasil
diwujudkan antara lain: (1) terlaksananya pengendalian pencemaran lingkungan; (2)
terlaksananya pengendalian kerusakan lingkungan; (3) terlaksananya pemantauan
kualitas lingkungan; (4) meningkatnya pengelolaan bahan beracun dan berbahaya
(B3) dan limbah B3; serta (5) upaya penanganan bencana alam dalam bentuk
pembangunan sarana dan pengembangan informasi meteorologi, klimatologi,
kualitas udara dan geofisika secara komprehensif. Pencapaian-pencapaian penting
berhasil diwujudkan terutama melalui pelaksanaan Program Pengembangan
dan Pengelolaan Sumber Daya Hutan, Program Pengembangan dan Pengelolaan
Sumber Daya Kelautan serta Program Pengendalian Pencemaran dan Perusakan
Lingkungan Hidup.
Sasaran kelima adalah membaiknya infrastruktur yang ditunjukkan oleh
meningkatnya kuantitas dan kualitas berbagai sarana penunjang pembangunan.
Perwujudan peningkatan kuantitas dan kualitas berbagai sarana penunjang
pembangunan ditunjukkan dengan pencapaian beberapa kegiatan yang sesuai/
bahkan melebihi target yang direncanakan sebelumnya di bidang sumberdaya air,
transportasi, energi dan kelistrikan, pos dan telekomunikasi, serta perumahan,
air minum, limbah, persampahan, dan drainase. Sasaran ini diwujudkan dengan
prioritas Percepatan Pembangunan Infrastruktur.
Prioritas Percepatan Pembangunan Infrastruktur. Program percepatan
pembangunan infrastruktur pada RPJMN 2004-2009 difokuskan pada perbaikan
pelayanan dan penyediaan infrastruktur di bidang sumberdaya air, transportasi,
energi dan kelistrikan, pos dan telekomunikasi, serta perumahan, air minum,
limbah, persampahan, dan drainase guna mendorong pertumbuhan ekonomi;
dan percepatan pembangunan infrastruktur yang didorong melalui peningkatan
peran swasta dengan meletakkan dasar-dasar kebijakan dan regulasi serta
reformasi dan restrukturisasi kelembagaan.
Bidang Sumberdaya Air, terdapat pencapaian beberapa kegiatan yang sesuai/
bahkan melebihi target yang direncanakan sebelumnya seperti: (1) pencapaian
pelaksanaan pembangunan waduk dan embung; pengelolaan dan konservasi
sungai, danau, dan sumber air lainnya; (2) peningkatan/rehabilitasi jaringan
rawa dan jaringan pengairan lainnya; dan (3) pembangunan saluran air baku.
Namun, masih terdapat beberapa kegiatan yang tidak dapat diselesaikan sesuai
target yang direncanakan antara lain operasi dan pemeliharaan jaringan irigasi
air tanah, rawa dan jaringan pengairan lainnya; pembangunan dan rehabilitasi
embung/bendung; dan penyediaan air baku dan operasi dan pemeliharaan
426
B
a
g
i
a
n
V
MEMELIHARA MOMENTUM PERUBAHAN
sungai. Permasalahan yang dihadapi dalam pencapaian sasaran pembangunan
sumberdaya air terutama disebabkan oleh adanya fenomena perubahan iklim
global yang mengakibatkan terjadinya bencana alam seperti banjir dalam
intensitas yang tinggi.
Bidang Transportasi, beberapa pencapaian yang berhasil diwujudkan dalam
pembangunan transportasi jalan yaitu pemeliharaan jalan nasional sepanjang
136.127 km, pemeliharaan jembatan sepanjang 161.054 meter, peningkatan
kapasitas dan struktur jalan nasional sepanjang 15.702 km dan jembatan
sepanjang 45.231 meter terutama pada lintas Timur Sumatera, Pantura Jawa, lintas
Selatan Kalimantan, lintas Barat Sulawesi dan lintas-lintas lainnya; pembangunan
jalan di kawasan perbatasan hingga mencapai 670,2 km; pembangunan jalan di
pulau terpencil/terdepan hingga mencapai 571,8 km; pembangunan jembatan
Suramadu; serta pengadaan lahan untuk pembangunan jalan tol.
Bidang Energi dan Ketenagalistrikan, pasokan energi primer nasional
dari tahun ke tahun mengalami kenaikan. Walaupun mengalami tren yang
meningkat, pencapaian pem bangunan ketenagalistrikan masih di bawah target
yang direncanakan dalam RPJMN 20042009.
Penyebabnya diantaranya adalah ke ter batasan
sumber pendanaan dan sulitnya mencari sumber
pendanaan baik dalam negeri maupun luar negeri,
per masalahan sosial menyangkut pembebasan
tanah, gejolak global yang mengakibatkan kenaikan
harga bahan baku, berbagai kendala untuk
memperoleh perijinan dan masih sulitnya mencari
sumber energi primer yang siap dipergunakan
terutama gas dan energi baru terbarukan (EBT).
Bidang Pos dan Telematika, beberapa pencapaian
yang berhasil diwujudkan adalah tercapainya
teledensitas sambungan tetap sebesar 13 persen
dan telepon bergerak 20 persen, terselesaikannya
pembangunan fasilitas telekomunikasi perdesaan
sekurang-kurangnya 43 ribu sambungan baru di 43 ribu desa dan meningkatnya
kualitas dan jangkauan layanan penyiaran televisi dan radio yang masing-masing
mencakup 88 persen dan 85 persen penduduk Indonesia.
Bidang Perumahan dan Permukiman, realisasi pencapaian kinerja sasaran
pembangunan rusunawa tahun 20042009 hanya mencapai 62,85 persen
dari sasaran RPJMN 20042009 yang disebabkan oleh terbatasnya anggaran
pemerintah pusat dan daerah (APBN dan APBD), sedangkan realisasi pencapaian
kinerja sasaran pembangunan rusunami tahun 20042009 hanya mencapai
26,86 persen dari sasaran RPJMN 20042009 karena program pembangunan
rusunami baru dijalankan setelah terbitnya Keppres 22 Tahun 2006 dan
dicanangkannya program percepatan pembangunan rumah susun di kawasan
perkotaan pada tanggal 5 April 2007 (1000 tower/menara rusuna).
Selain kelima sasaran tersebut di atas, terdapat prioritas tambahan yaitu
penanggulangan dan pengurangan resiko bencana. Prioritas ini tidak terdapat
pada RPJMN 20042009, tetapi karena didasari oleh perkembangan situasi
Indonesia yang mengalami beberapa bencana alam besar maka dianggap
427
B
a
g
i
a
n
V
Evaluasi Lima Tahun Pelaksanaan RPJMN 2004-2009
penting untuk membahas prioritas tersebut. Adapun keberhasilan upaya
pengurangan risiko bencana yang paling nyata selama periode 20042009
adalah diterbitkannya UU Nomor 24 Tahun 2007 tentang Penanggulangan
Bencana sebagai landasan hukum dalam pelaksanaan penanggulangan
bencana, serta Perpres Nomor 8 Tahun 2008 tentang Pembentukan Badan
Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB). Selain itu ditunjukkan pula dengan
terbentuknya kelembagaan penanggulangan bencana dalam dua tahun terakhir
ini, yaitu Badan Penanggulangan Bencana Daerah (BPBD) di 23 provinsi dan 64
kabupaten/kota, serta pengarusutamaan pengurangan risiko bencana dalam
dokumen perencanaan pembangunan daerah.
5.4. Kesimpulan
Pencapaian sasaran-sasaran dari Agenda Mewujudkan Indonesia yang Aman
dan Damai menunjukkan hasil yang cukup baik. Situasi aman dan damai dapat
terwujud berkat kemajuan dalam penyelesaian berbagai konflik di daerah maupun
konflik antarkelompok warga masyarakat serta penanggulangan berbagai bentuk
kriminalitas. Semakin kokohnya NKRI didukung oleh keberhasilan pemerintah
dengan dukungan masyarakat dalam pencegahan dan penanggulangan
separatisme dan terorisme serta peningkatan kemampuan pertahanan negara
yang tercermin dari pengembangan tingkat kesiapan alutsista. Peran Indonesia
dalam menciptakan perdamaian dunia semakin meningkat antara lain peran
Indonesia di PBB, penyelesaian masalah Palestina, dan diadopsinya prakarsa
Indonesia dalam pembentukan Komunitas ASEAN.
Berkaitan dengan pencapaian sasaran-sasaran pada Agenda Mewujudkan
Indonesia yang Adil dan Demokratis, kemajuan pencapaian yang cukup baik
telah terlihat, diantaranya ditunjukkan oleh meningkatnya pelayanan birokrasi
masyarakat yang tercermin dari penurunan praktik korupsi, menurunnya
kesenjangan pencapaian pembangunan antara perempuan dan laki-laki yang
tercermin dari peningkatan angka IPG dan IDG, terkendalinya pembentukan
daerah otonom baru sebagai hasil pelaksanaan revitalisasi proses desentralisasi
dan otonomi daerah, dan meningkatnya penataan perundang-undangan
termasuk dukungan yang positif dan keterlibatan pemerintah dalam penyusunan
perubahan terhadap peraturan perundangan bidang politik bagi berkembangnya
proses demokratisasi Indonesia. Selain berbagai kemajuan di atas, terdapat
beberapa pencapaian yang masih membutuhkan upaya dan komitmen yang
lebih besar, salah satunya adalah pelaksanaan penegakan hukum atas hak asasi
manusia.
Pada Agenda Meningkatkan Kesejahteraan Rakyat, hasil pencapaian sasaran-
sasarannya belum sepenuhnya dapat terwujud dengan baik. Pencapaian sasaran
penurunan jumlah penduduk miskin menjadi 8,2 persen tahun 2009 serta
penciptaan lapangan kerja yang mampu mengurangi pengangguran terbuka
menjadi 5,1 persen tahun 2009 dengan didukung oleh stabilitas ekonomi yang
tetap terjaga masih menemui kendala. Kendala yang dihadapi adalah goncangan
ekonomi global dan bencana alam yang berdampak pada perekonomian
domestik. Namun, terdapat juga berbagai kemajuan yang cukup berarti, antara
lain meningkatnya kontribusi kawasan perdesaan terhadap pertumbuhan
nasional, berkurangnya jumlah kabupaten dengan status daerah tertinggal;
meningkatnya umur harapan hidup, menurunnya AKI dan AKB; menurunnya
428
B
a
g
i
a
n
V
MEMELIHARA MOMENTUM PERUBAHAN
TFR; dan meningkatnya perbaikan mutu lingkungan hidup dan pengelolaan
sumberdaya alam; serta perbaikan infrastruktur yang ditunjukkan dengan
peningkatan kuantitas dan kualitas berbagai sarana penunjang pembangunan.
Dengan demikian, secara umum dapat disimpulkan bahwa pelaksanaan RPJMN
20042009 telah terlaksana dengan baik dan berhasil mencapai kemajuan
yang dan berarti bagi pembangunan Indonesia. Namun, terdapat beberapa
hal yang masih perlu mendapat perhatian, yaitu berbagai kemajuan yang
belum sepenuhnya mencapai target yang telah ditetapkan. Hal ini cukup nyata
terlihat pada beberapa pencapaian seperti penurunan jumlah penduduk miskin,
penurunan jumlah pengangguran terbuka, dan beberapa pencapaian lainnya.
Upaya yang lebih besar dan mencakup komitmen dan kerjasama seluruh pihak
terkait sangat dibutuhkan dalam pencapaian pembangunan sesuai target yang
ditetapkan.
429
B
a
g
i
a
n
V
Evaluasi Lima Tahun Pelaksanaan RPJMN 2004-2009
430
B
a
g
i
a
n
V
MEMELIHARA MOMENTUM PERUBAHAN