Ilmu tentang bagaimana faktor penentu genetic mempengaruhi kerja obat
disebut farmakogenetik. Efek farmakologis yang berbeda-beda diakibatkan oleh
adanya kaitan faktor genetic. Farmako genetic perlu dibedakan dengan overdosis, reaksi alergi dan inborn error of metabolism. Inborn error of metabolis adalah kelainan genetic yang mengakibatkan kelainan pengolahan zat tertentu sehingga terjadi akumulasi dalam sel. Sementara itu, farmakogentik mempelajari tentang adanya perbedaan respons individu terhadap suatu obat. Pengaruh obat yang terjadi dari pemberian obat pada manusia akan keranekaragam (bervariasi) dari orang ke orang. Keanekaragaman ini dipengaruhi oleh berbagai penyebab, baik yang berasal dari obat maupun dari individu yang bersangkutan. Farmakogenetik merupakan salah satu bidang dalam farmakologi klinik yang mempelajari keanekaragaman (respons) obat yang dipengaruhi atau disebabkan oleh karena faktor genetik. Atau dengan kata lain merupakan studi pengaruh genetik terhadap respons obat. Kepentingan dari studi farmakogenetik ini yang paling penting adalah untuk mengetahui atau mengenali individu individu tertentu dalam populasi, yang dikarenakan adanya ciri-ciri genetik tertentu, akan bereaksi atau mendapatkan pengaruh obat yang tidak sewajarnya dibandingkan anggota populasi lain pada umumnya. Sehingga dengan dapat dilakukan upaya-upaya pencegahan agar pengaruh yang tidak dikehendaki tidak sampai terjadi, misalnya dengan menyesuaikan besar dosis atau dengan menghindari pemakaian obat tertentu pada individu tertentu. Anamnesis Biasanya wawancara dengan pasien dimulai dengan menanyakan nama, umur, pekerjaan, alamat. Kemudian ditanyakan keluhan utamanya, yaitu keluhan yang mendorong pasien datang berobat ke dokter. Pada tiap keluhan atau kelainan perlu ditelusuri : sejak kapan mulai ? sifat serta beratnya ? lokasi serta penjalarannya ? hubungannya dengan waktu (pagi, siang, malam, sedang tidur, waktu haid, sehabis makan dan lain sebagainya) berlangsung sementara atau lama ? keluhan lain yang ada hubungannya dengan keluhan tersebut ? pengobatan sebelumnya dan bagaimana hasilnya ? faktor yang membuat keluhan lebih berat atau lebih ringan ? perjalanan keluhan, apakah menetap, bertambah berat, bertambah ringan, datang dalam bentuk serangan, dan lain sebagainya. (S.M.Lumbantobing. Neurologik Klinik pemeriksaan Fisik dan Mental. Jakarta: FKUI, 2005:6-18.) Pasien datang dengan keluhan kesemutan. Kesemutan atau parestesia adalah sensasi sentuh abnormal seperti rasa terbakar, tertusuk, atau kesemutan, seringkali tanpa adanya rangsangan luar. Kesemutan / parestesia merupakan salah satu gejala neuropati. Neuropati dapat disebabkan oleh banyak penyebab. Pertanyaan yang harus diajukan pada pasien untuk mengetahui penyebab dari neuropati adalah : Apakah terdapat riwayat kontak dengan bahan toksik seperti thalium (alopesia), timah (mengenai ekstremitas atas, neuropati motorik dengan wrist drop dan adanya garis timah pada gusi), logam lain seperti tembaga, seng (Zn), dan air raksa ( Hg )? Pertimbangkan kemungkinan keracunan bahan organic dan kontak akibat pekerjaan. Tanyakan kemungkinan penggunaan obat- obat yang dapat menyebabkan neuropati. Nitrofurantoin dan INH sering menimbulkan neuropati. Apakah pernah menderita penyakit sistemik yang berkaitan dengan neuropati seperti hipotiroidisme, myeloma, lepra (bercak anestesi pada kulit), lupus eritematosus, AIDS, sarkoidosis, poliarteritis, anemia pernisiosa, diabetes mellitus, dsb. Apakah gejala nya terjadi berulang ? Salah satu yang paling penting adalah CIDP ( chronic inflammatory demyelinating polyneuropathy ) dengan jenis polyneuritis yang memberi respon baik dengan pemberian steroid, neuropati berulangkali mungkin disebabkan alkohol, porfiria, atau keracunan timah. Gejala apa yang menyertai kesemutan seperti mual, muntah, mudah lelah,pusing,dsb ? Apakah pasien seorang peminum alcohol ? Alkohol diketahui dapat menyebabkan neuropati juga. (Neuropati Perifer. Dalam Gleadle, Jonathan. At a Glance Anamnesis dan Pemeriksaan Fisik. Jakarta: Erlangga; 2003.h.182) Pemeriksaan Fisik Pemeriksaan fisik dimulai dengan melakukan pemeriksaan umum, yang meliputi tekanan darah, frekuensi nadi, frekuensi nafas, suhu, dan tingkat kesadaran. Lakukan Inspeksi: adakah pengecilan otot, postur abnormal, perubahan kulit trofik, fasikulasi, atau parut? Sedangkan pemeriksaan khusus lain yang dapat dilakukan adalah pemeriksaan sistem sensorik yaitu sentuhan ringan, sensasi getaran, dan tes sensasi nyeri, suhu, dan raba. a. Sentuhan Ringan Dengan kapas yang dipilin sehingga terbentuk ujung yang lancip, sentuhlah kulit pasien secara ringan dengan menghindari penekanan. Minta pasien menjawab saat ia merasakan sentuhan dan kemudian membandingkan satu daerah dengan daerah lain. 3 (Pemeriksaan Neurologi Sistem Sensorik. Dalam : Bickley, Lynn. Bates Buku Ajar Pemeriksaan Fisik & Riwayat Kesehatan. Edisi 8. Jakarta: Penerbit Buku Kedokteran EGC ; 2009.h.593-5) b. Sensasi Getaran dan posisi Ketika melakukan tes sensasi getaran dan posisi, pertama lakukan tes tersebut pada jari tangan dan kaki. Jika hasilnya normal, dapat diasumsikan bahwa daerah yang lebih proksimal juga memberikan hasil yang normal. Tes sensasi getaran ini menggunakan garpu tala bernada rendah 128 Hz. Caranya : ketukkan garpu tala pada telapak tangan pemeriksa dan letakkan dengan erat pada artikulasio interfalangeal distal jari tangan pasien kemudian di artikulasio interphalangeal ibu jari kakinya. Tanyakan apa yang dirasakan pasien Untuk tes posisi caranya : pegang ibu jari kaki pasien pada kedua sisnya dengan menggunakan ibu jari dan telunjuk pemeriksa. Gerakkan ibu jari kaki nya menjauhi jari kaki yang lain untuk menghindari gesekan. Demonstrasikan gerakan naik turun setelah pasien menutup mata nya dan minta kepadanya untuk menyebutkan apakah gerakan tersebut naik atau turun. c. Tes sensasi nyeri, suhu, dan raba. Ketika melakukan pemeriksaan ini bandingkan daerah distal extremitas dengan daerah proksimal nya. Tes rasa nyeri : gunakan jarum atau peniti, minta pada pasien menyebutkan apakah benda yang disentuhkan ke bagian tubuhnya itu tajam atau tumpul. Tes suhu : dengan menggunakan tabung reaksi yang diisi air panas dan dingin. Pada neuropati diabetic akan terlihat penurunan atau hilangnya sensasi getaran dan nyeri. Pada perjalanan klinik secara progresif dapat terjadi paresis simetris yang mulai pada otot kedua kaki yang kemudian secara progresif menuju ke atas yaitu paresis otot tungkai, badan, tangan, lengan,dst. Pemeriksaan berikut yang perlu dianjurkan adalah reflex tendon dalam 3
d. Refleks Tendon Dalam Untuk menimbulkan reflex tendon dalam, minta pasien untuk rileks, kemudian tempatkan ekstremitasnya dalam posisi yang benar serta simetris, dan ketuk tendonnya dengan pergerakan pergelangan tangan yang cepat. Ketukan pemeriksa harus cepat dan langsung, bukan hanya mengambang. Dapat menggunakan ujung palu reflex yang lancip atau datar. Respon reflex sebagian bergantung pada kekuatan rangsangan yang pemeriksa berikan. Refleks dapat berkurang atau hilang sama sekali jika sensasi nya terganggu, atau segmen spinal yang terkait mengalami lesi atau jika saraf tepinya rusak. Untuk kasus ini berhubung pasien mengalami kesemutan di tangan maka pemeriksa perlu memeriksa reflex biseps, triseps, dan brakioradialis. Jika pasien mengalami keluhan di bagian kaki maka perlu diperiksa juga reflex pergelangan kaki (Achilles) dan reflex Patella. 4 (Pemeriksaan Refleks Tendon Dalam. Dalam : Bickley, Lynn. Bates Buku Ajar Pemeriksaan Fisik & Riwayat Kesehatan. Edisi 8. Jakarta: EGC ; 2009. h.596-600) Pada neuropati, akan terlihat hypoactive atau bahkan tidak ada. Lakukan pengujian kekuatan dan memeriksa apakah ada atrofi otot ekstremitas. Karena penyakit kesemutan (neuropati) berhubungan dengan pemakaian obat anti-TBC perlu dilakukan beberapa pemeriksaan yang berhubungan dengan defisiensi vitamin B6 yang hubungannya akan dijelaskan pada bagian patofisiologi. Inspeksi oral diperlukan untuk mengetahui apakah terdapat glositis atau cheilosis. Pemeriksaan penunjang Riwayat klinis yang merupakan kunci untuk mendiagnosis neuropati, tapi harus ditunjang dengan pemeriksaan laboratorium lainnya. Pemeriksaan laboratorium bertujuan membedakan neuropati et causa defisiensi vitamin B6 dan neuropati jenis lain : 1. Pemeriksaan CBC dan serum piridoksin Defisiensi Piridoksin (vitamin B 6) : CBC ( complete blood count ) menunjukkan anemia, hipokromik mikrositik dengan tingkat zat besi yang normal. Kadar piridoksin serum adalah <25 mg / mL. Alkoholik neuropati : low platelet count dan anemia megaloblastik. 5
2. Hemoglobin A1C Hemoglobin A1C dan glukosa plasma puasa adalah tes skrining penting laboratorium pada neuropati diabetik. Hemoglobin A1C pengukuran yang berguna untuk menilai kecukupan kontrol diabetes terakhir, tingkat kemungkinan akan meningkat pada pasien dengan neuropati diabetes. Hemoglobin A terdiri dari 91-95 % dari jumlah hemoglobin total. Molekul glukosa berikatan dengan Hb A1 yang merupakan bagian dari hemoglobin A. Hb A1C merupakan indicator yang baik untuk pengendalian Diabetes Mellitus. Peningkatan kadar HbA1C >8 % mengindikasikan diabetes mellitus yang tidak terkendali dan pasien berisiko tinggi mengalami komplikasi jangka panjang, seperti nefropati, neuropati, retinopati, dan / atau kardiomiopati. Nilai normal HbA1C : non diabetic : 2-5 %. 5 (Hemoglobin A1C. Dalam : Joyce LK. Pedoman Pemeriksaan Laboratorium dan Diagnostik. Edisi 6. Jakarta: Penerbit Buku Kedokteran EGC ; 2008.h.23) 3. Serum folat Pada neuropati et causa defisiensi folat, kadar serum folat akan menurun. Nilai rujukan : 3-16 ng / mL 4. Studi Konduksi Saraf (Nerve Conduction Study) Studi konduksi saraf (NCS) atau lebih dikenal dengan pemeriksaan kecepatan hantar saraf dan elektromiografi (EMG) dapat menampilkan karakteristik neuropati (misalnya, aksonal, demielinasi) dan lokalisasi (misalnya, mononeuropati dibandingkan radiculopathy atau neuropati distal) dan, mungkin, tingkat keparahan dan bahkan prognosis Studi konduksi saraf (Nerve Conduction Study) tergantung pada pola kerusakan serabut saraf. Pada neuropati perifer terjadi penurunan NCS.