You are on page 1of 14

7

BAB II
TINJAUAN KEPUSTAKAAN

2.1 Anatomi Mata



Anatomi Konjungtiva
Konjungtiva adalah membran mukosa yang transparan dan tipis
yang membungkus permukaan posterior kelopak mata (konjungtiva
palpebralis) dan permukaan anterior sklera (konjungtiva bulbaris).
Konjungtiva bersambungan dengan kulit pada tepi kelopak (persambungan
mukokutan) dan dengan epitel kornea di limbus.
1
Konjungtiva palpebralis melapisi permukaan posterior kelopak
mata dan melekat erat ke tarsus. Di tepi superior dan posterior tarsus,
konjungtiva melipat ke posterior (pada fornices superior dan inferior) dan
membungkus jaringan episklera dan menjadi konjungtiva bulbaris.
1

8

Konjungtiva bulbaris melekat longgar ke septum orbitale dan
melipat berkali-kali. Pelipatan ini memungkinkan bola mata bergerak dan
memperbesar permukaan konjungtiva sekretorik. (duktus-duktus kelenjar
lakrimalis bermuara ke forniks temporal superior). Kecuali di limbus
(tempat kapsul Tenon dan konjungtiva menyatu sejauh 3 mm). Konjungtiva
bulbaris melekat longgar ke kapsul tenon dan sklera di bawahnya.
1
Lipatan konjungtiva bulbaris yang tebal, mudah bergerak dan lunak
(plika semilunaris) terletak di kanthus internus dan membentuk kelopak
mata ketiga pada beberapa binatang. Struktur epidermoid kecil semacam
daging (karunkula) menempel superfisial ke bagian dalam plika semilunaris
dan merupakan zona transisi yang mengandung elemen kulit dan membran
mukosa.
1


Anatomi Kornea
Kornea merupakan lapisan yang transparan dan tidak berpembuluh
darah. Permukaan anterior kornea berbentuk elips dengan diameter
horizontal 11,7 mm dan diameter vertikal 11 mm. Permukaan posterior
berbentuk sirkular dengan diameter rata-rata 11,5 mm.
1
Ketebalan kornea
pada bagian tengah 0,52 mm dan menebal pada bagian perifer, yakni 0,7
mm.
1,2
Bagian sentral kornea memiliki radius kelengkungan 7,8 mm dan 6,5
mm. Kekuatan refraksi kornea sekitar 45 dioptri.
1
Kornea terdiri dari 5 lapis, yakni:
1,2
1. Epitel
Tebalnya 50 m, terdiri atas 5 lapis selepitel tidak bertanduk yang
saling tumpang tindih; satu lapis sel basal, sel poligonal dan sel
gepeng.
Pada sel basal sering terlihat mitosis sel, dan sel muda ini terdorong
ke depan menjadi lapis sel sayap dan semakin maju ke depan
menjadi sel gepeng, sel basal berikatan erat berikatan erat dengan sel
basal di sampingnya dan sel poligonal di depannya melalui
9

desmosom dan makula okluden; ikatan ini menghambat pengaliran
air, eliktrolit, dan glukosa yang merupakan barrier.
Sel basal menghasilkan membran basal yang melekat erat
kepadanya. Bila terjadi gangguan akan mengakibatkan erosi rekuren.
Epitel berasal dari ektoderm permukaan.

2. Membran Bowman
Terletak di bawah membran basal epitel kornea yang merupakan
kolagen yang tersusun tidak teratur seperti stroma dan berasal dari
bagian depan stroma.
Lapisan ini tidak mempunyai daya regenerasi.

3. Stroma
Terdiri atas lamel yang merupakan susunan kolagen yang sejajar
satu dengan lainnya, pada permukaan terlihat anyaman yang teratur
sadangkan dibagian perifer serat kolagen ini bercabang;
terbentuknya kembali serat kolagen memakan waktu lama yang
kadang-kadang sampai 15 bulan. Keratosit merupakan sel stroma
kornea yang merupakan fibroblas terletak di antara serat kolagen
stroma. Diduga keratosit membentuk bahan dasar dan serat kolagen
dalam perkembangan embrio atau sesudah trauma.

4. Membran Descement
Merupakan membran aselular dan merupakan batas belakang stroma
kornea dihasilkan sel endotel dan merupakan membran basalnya.
Bersifat sangat elastis dan berkembang terus seumur hidup,
mempunyai tebal 40 m.




10

5. Endotel
Berasal dari mesotelium, terdiri dari selapis sel yang merupakan
pompa aktif. Bentuk heksagonal, besar 20-40 m Kepadatan densitas
endotel sekitar 2500 sel/mm
2
.. Endotel melekat pada membran
descement melalui hemi desmosom dan zonula okluden.
Jumlah sel menurun sekitar 0,6 persen setiap tahunnya dan sel di
sekitarnya membesar untuk mengisi ruangan yang ditinggalkannya.
Ketika jumlah endotel menjadi tinggal 500 sel/mm
2
, terjadi edema
kornea dan transparansinya menjadi berkurang.

Kornea merupakan struktur avaskular yang dipersarafi oleh cabang
nervus trigerminus pars ophthalmica, terutama berasal dari saraf siliar
longus, saraf nasosiliar, saraf V. saraf siliar longus berjalan supra koroid,
masuk ke dalam stroma kornea, menembus membran Bowman
melepaskan selubung Schwannya. Seluruh lapis epitel dipersarafi samapai
kepada kedua lapis terdepan tanpa ada akhir saraf. Bulbus Krause untuk
sensasi dingin ditemukan di daerah limbus. Daya regenerasi saraf sesudah
dipotong di daerah limbus terjadi dalam waktu 3 bulan.
Trauma atau panyakkit yang merusak endotel akan mengakibatkan
sistem pompa endotel terganggu sehingga dekompresi endotel dan terjadi
edema kornea. Endotel tidak mempunya daya regenerasi.
Kornea merupakan bagian mata yang tembus cahaya dan menutup
bola mata di sebelah depan. Pembiasan sinar terkuat dilakukan oleh
kornea, dimana 40 dioptri dari 50 dioptri pembiasan sinar masuk kornea
dilakukan oleh kornea.



11















Gambar 1. Anatomi Kornea
2

Fisiologi Kornea
Secara umum, fungsi utama kornea merupakan sebagai medium
refraksi dan melindungi struktur yang terdapat di intraokular. Fungsi tersebut
dapat dijalankan melalui transparansi kornea dan penggantian jaringannya.

Transparansi kornea merupakan akibat susunan lamella kornea yang
unik avaskularitas, dan keadaan dehidrasi relatif. Glukosa dan zat terlarut
melalui transport aktif dan pasif melalui aqueous humour dan difusi kapiler
perilimbal. Oksigen didapatkan secara langsung dari udara melalui tear film.
1
Sebagian besar lesi kornea, baik superfisial maupun dalam dapat
menyebabkan nyeri dan fotofobia karena kornea memiliki banyak serat nyeri.
Selain itu, lesi kornea biasanya menyebabkan penglihatan yang blur, terutama
bila lokasinya di sentral. Photophobia terjadi akibat kontraksi pada iris yang
mengalami peradangan. Dilatasi pada pembuluh darah iris merupakan refleks
akibat iritasi ujung saraf kornea. Meskipun demikian, photophobia terjadi
secara minimal pada keratitis herpes karena hipestesi yang terjadi.
3
12

2.2 Pterigium
2.2.1 Definisi
Pterigium adalah pertumbuhan jaringan fibrovaskular berbentuk
segitiga yang tumbuh dari arah konjungtiva menuju kornea pada daerah
interpalpebra. Pterygium tumbuh berbentuk sayap pada konjungtiva
bulbi. Asal kata pterygium adalah dari bahasa Yunani, yaitu pteron yang
artinya sayap.
1,2,3,5,6,7,8,9

2.2.2 Epidemiologi
Pterigium tersebar di seluruh dunia, tetapi lebih banyak di daerah
iklim panas dan kering. Prevalensi juga tinggi di daerah berdebu dan
kering. Faktor yang sering mempengaruhi adalah daerah dekat ekuator,
yakni daerah yang terletak kurang 370 Lintang Utara dan Selatan dari
ekuator. Prevalensi tinggi sampai 22% di daerah dekat ekuator dan
kurang dari 2% pada daerah yang terletak di atas 400 Lintang. Insiden
pterygium cukup tinggi di Indonesia yang terletak di daerah ekuator,
yaitu 13,1%.
6

Pasien di bawah umur 15 tahun jarang terjadi pterygium.
Prevalensi pterygium meningkat dengan umur, terutama dekade ke-2
dan ke-3 dari kehidupan. Insiden tinggi pada umur antara 20 dan 49.
Kejadian berulang (rekuren) lebih sering pada umur muda dari pada
umur tua. Laki-laki 4 kali lebih resiko dari perempuan dan berhubungan
dengan merokok, pendidikan rendah, riwayat terpapar lingkungan di
luar rumah.
2,6

2.2.3 Faktor Resiko
Faktor resiko yang mempengaruhi pterygium adalah lingkungan
yakni radiasi ultraviolet sinar matahari, iritasi kronik dari bahan tertentu
di udara dan faktor herediter.
6


13

1. Radiasi ultraviolet
Faktor resiko lingkungan yang utama sebagai penyebab
timbulnya pterygium adalah terpapar sinar matahari. Sinar
ultraviolet diabsorbsi kornea dan konjungtiva menghasilkan
kerusakan sel dan proliferasi sel. Letak lintang, waktu di luar rumah,
penggunaan kacamata dan topi juga merupakan faktor penting.
2. Faktor Genetik
Beberapa kasus dilaporkan sekelompok anggota keluarga
dengan pterygium dan berdasarkan penelitian case control
menunjukkan riwayat keluarga dengan pterygium, kemungkinan
diturunkan autosom dominan.
3. Faktor lain
Iritasi kronik atau inflamasi terjadi pada area limbus atau
perifer kornea merupakan pendukung terjadinya teori keratitis kronik
dan terjadinya limbal defisiensi, dan saat ini merupakan teori baru
patogenesis dari pterygium. Wong juga menunjukkan adanya
pterygium angiogenesis factor dan penggunaan pharmacotherapy
antiangiogenesis sebagai terapi. Debu, kelembaban yang rendah, dan
trauma kecil dari bahan partikel tertentu, dry eye dan virus papilloma
juga penyebab dari pterygium.
6


2.2.4 Patogenese
Etiologi pterygium tidak diketahui dengan jelas. Tetapi penyakit
ini lebih sering pada orang yang tinggal di daerah iklim panas. Oleh
karena itu gambaran yang paling diterima tentang hal tersebut adalah
respon terhadap faktor-faktor lingkungan seperti paparan terhadap
matahari (ultraviolet), daerah kering, inflamasi, daerah angin kencang
dan debu atau faktor iritan lainnya. Pengeringan lokal dari kornea dan
konjungtiva yang disebabkan kelainan tear film menimbulkan
pertumbuhan fibroplastik baru merupakan salah satu teori. Tingginya
14

insiden pterygium pada daerah dingin, iklim kering mendukung teori
ini.
1

Ultraviolet adalah mutagen untuk p53 tumor supresor gene pada
limbal basal stem cell. Tanpa apoptosis, transforming growth factor-
beta diproduksi dalam jumlah berlebihan dan menimbulkan proses
kolagenase meningkat. Sel-sel bermigrasi dan angiogenesis. Akibatnya
terjadi perubahan degenerasi kolagen dan terlihat jaringan subepitelial
fibrovaskular. Jaringan subkonjungtiva terjadi degenerasi elastoik
proliferasi jaringan vaskular bawah epithelium dan kemudian
menembus kornea. Kerusakan pada kornea terdapat pada lapisan
membran bowman oleh pertumbuhan jaringan fibrovaskular, sering
disertai dengan inflamasi ringan. Epitel dapat normal, tebal atau tipis
dan kadang terjadi displasia.
1,2,3

Limbal stem cell adalah sumber regenerasi epitel kornea. Pada
keadaan defisiensi limbal stem cell, terjadi pembentukan jaringan
konjungtiva pada permukaan kornea. Gejala dari defisiensi limbal
adalah pertumbuhan konjungtiva ke kornea, vaskularisasi, inflamasi
kronis, kerusakan membran basement dan pertumbuhan jaringan
fibrotik. Tanda ini juga ditemukan pada pterygium dan karena itu
banyak penelitian menunjukkan bahwa pterygium merupakan
manifestasi dari defisiensi atau disfungsi limbal stem cell.
Kemungkinan akibat sinar ultraviolet terjadi kerusakan limbal stem cell
di daerah interpalpebra.
6

Pemisahan fibroblast dari jaringan pterygium menunjukkan
perubahan phenotype, pertumbuhan banyak lebih baik pada media
mengandung serum dengan konsentrasi rendah dibanding dengan
fibroblast konjungtiva normal. Lapisan fibroblast pada bagian pterygiun
menunjukkan proliferasi sel yang berlebihan. Pada fibroblast pterygium
menunjukkan matrix metalloproteinase, dimana matriks ekstraselluler
berfungsi untuk jaringan yang rusak, penyembuhan luka, mengubah
15

bentuk. Hal ini menjelaskan kenapa pterygium cenderung terus tumbuh,
invasi ke stroma kornea dan terjadi reaksi fibrovaskular dan inflamasi.
6


2.2.5 Gambaran Klinis Dan Klasifikasi Pterygium
Pterygium lebih sering dijumpai pada laki-laki yang bekerja di
luar rumah. Bisa unilateral atau bilateral. Kira-kira 90% terletak di
daerah nasal. Pterygium yang terletak di nasal dan temporal dapat
terjadi secara bersamaan walaupun pterygium di daerah temporal jarang
ditemukan. Kedua mata sering terlibat, tetapi jarang simetris. Perluasan
pterygium dapat sampai ke medial dan lateral limbus sehingga
menutupi sumbu penglihatan, menyebabkan penglihatan kabur.
2,6,9

Secara klinis pterygium muncul sebagai lipatan berbentuk segitiga
pada konjungtiva yang meluas ke kornea pada daerah fissura
interpalpebra. Biasanya pada bagian nasal tetapi dapat juga terjadi pada
bagian temporal. Deposit besi dapat dijumpai pada bagian epitel kornea
anterior dari kepala pterygium (stoker's line).
2,7

Pterygium dibagi menjadi tiga bagian yaitu : body, apex (head)
dan cap. Bagian segitiga yang meninggi pada pterygium dengan
dasarnya kearah kantus disebut body, sedangkan bagian atasnya disebut
apex dan ke belakang disebut cap. A subepithelial cap atau halo timbul
pada tengah apex dan membentuk batas pinggir pterygium.
2,7,8

Pembagian pterygium berdasarkan perjalanan penyakit dibagi atas 2
tipe, yaitu :
- Progresif pterygium : tebal dan vaskular dengan beberapa infiltrat
di depan kepala pterygium (disebut cap pterygium).
- Regresif pterygium : tipis, atrofi, sedikit vaskular. Akhirnya
menjadi membentuk membran tetapi tidak pernah hilang.
4

Pada fase awal pterygium tanpa gejala, hanya keluhan kosmetik.
Gangguan terjadi ketika pterygium mencapai daerah pupil atau
menyebabkan astigatisme karena pertumbuhan fibrosis pada tahap
16

regresi. Kadang terjadi diplopia sehingga menyebabkan terbatasnya
pergerakan mata.
1,2,4,6,7


Pembagian lain pterygium yaitu :
- Tipe I : meluas kurang 2 mm dari kornea. Stoker's line atau
deposit besi dapat dijumpai pada epitel kornea dan kepala
pterygium. Lesi sering asimptomatis meskipun sering mengalami
inflamasi ringan. Pasien dengan pemakaian lensa kontak dapat
mengalami keluhan lebih cepat.
- Type II : menutupi kornea sampai 4 mm, bisa primer atau rekuren
setelah operasi, berpengaruh dengan tear film dan menimbulkan
astigmatisma.
- Type III : mengenai kornea lebih 4 mm dan mengganggu aksis
visual. Lesi yang luas terutama yang rekuren dapat berhubungan
dengan fibrosis subkonjungtiva yang meluas ke fornik dan biasanya
menyebabkan gangguan pergerakan bola mata.

Pterygium juga dapat dibagi ke dalam 4 derajat yaitu :
- Derajat 1 : jika pterygium hanya terbatas pada limbus kornea.
- Derajat 2 : jika sudah melewati limbus kornea tetapi tidak lebih
dari 2 mm melewati kornea.
- Derajat 3 : sudah melebihi derajat 2 tetapi tidak melebihi pinggiran
pupil mata dalam keadaan cahaya normal (pupil dalam keadaan
normal sekitar 3 4 mm)
- Derajat 4 : pertumbuhan pterygium melewati pupil sehingga
mengganggu penglihatan.
6


2.2.6 Diagnosa Banding
Secara klinis pterygium dapat dibedakan dengan dua keadaan yang
sama yaitu pinguekula dan pseudopterygium. Bentuknya kecil, meninggi,
masa kekuningan berbatasan dengan limbus pada konjungtiva bulbi di
17

fissura interpalpebra dan kadang-kadang mengalami inflamasi. Tindakan
eksisi tidak diindikasikan. Prevalensi dan insiden meningkat dengan
meningkatnya umur. Pinguekula sering pada iklim sedang dan iklim tropis
dan angka kejadian sama pada laki-laki dan perempuan. Paparan sinar
ultraviolet bukan faktor resiko penyebab pinguekula.
2,4,8

Pertumbuhan yang mirip dengan pterygium, pertumbuhannya
membentuk sudut miring seperti pseudopterygium atau Terrien's marginal
degeneration. Pseudopterygium mirip dengan pterygium, dimana adanya
jaringan parut fibrovaskular yang timbul pada konjungtiva bulbi menuju
kornea. Berbeda dengan pterygium, pseudopterygium adalah akibat
inflamasi permukaan okular sebelumnya seperti trauma, trauma kimia,
konjungtivitis sikatrikal, trauma bedah atau ulkus perifer kornea. Untuk
mengidentifikasi pseudopterygium, cirinya tidak melekat pada limbus
kornea. Probing dengan muscle hook dapat dengan mudah melewati
bagian bawah pseudopterygium pada limbus, dimana hal ini tidak dapat
dilakukan pada pterygium. Pada pseudopterygium tidak dapat dibedakan
antara head, cap dan body dan pseudopterygium cenderung keluar dari
ruang fissura interpalpebra yang berbeda dengan true pterygium.
2,4,7,8


2.2.7 Penatalaksanaan
Keluhan fotofobia dan mata merah dari pterygium ringan sering
ditangani dengan menghindari asap dan debu. Beberapa obat topikal
seperti lubrikans, vasokonstriktor dan kortikosteroid digunakan untuk
menghilangkan gejala terutama pada derajat 1 dan derajat 2. Untuk
mencegah progresifitas, beberapa peneliti menganjurkan penggunaan
kacamata pelindung ultraviolet.
2,5,9

Indikasi eksisi pterygium sangat bervariasi. Eksisi dilakukan pada
kondisi adanya ketidaknyamanan yang menetap, gangguan penglihatan
bila ukuran 3-4 mm dan pertumbuhan yang progresif ke tengah kornea
atau aksis visual, adanya gangguan pergerakan bola mata.
18

Eksisi pterygium bertujuan untuk mencapai gambaran permukaan
mata yang licin. Suatu tehnik yang sering digunakan untuk mengangkat
pterygium dengan menggunakan pisau yang datar untuk mendiseksi
pterygium kearah limbus. Memisahkan pterygium kearah bawah pada
limbus lebih disukai, kadang-kadang dapat timbul perdarahan oleh karena
trauma jaringan sekitar otot. Setelah eksisi, kauter sering digunakan untuk
mengontrol perdarahan. Beberapa tehnik operasi yang dapat menjadi
pilihan yaitu :
1. Bare sclera : tidak ada jahitan, atau jahitan benang absorbable
digunakan untuk melekatkan konjungtiva ke sklera di depan insersi
tendon rektus. Meninggalkan suatu daerah sklera yang terbuka.
Teknik bare sclera :
- Operasi dengan menggunakan mikroskop dilakukan dibawah
anastesi lokal.
- Setelah pemberian anastesi topikal, desinfeksi, dipasang eye
spekulum.
- Lidokain 0,5 ml disuntikkan dibawah badan pterygium dengan
spuit 1cc.
- Dilakukan eksisi badan pterygium mulai dari puncaknya di kornea
sampai pinggir limbus. Kemudian pterygium diekstirpasi bersama
dengan jaringan tenon dibawah badannya dengan menggunakan
gunting 1-6.
2. Simple closure : tepi konjungtiva yang bebas dijahit bersama (efektif
jika hanya defek konjungtiva sangat kecil).
3. Sliding flaps : suatu insisi bentuk L dibuat sekitar luka kemudian flap
konjungtiva digeser untuk menutupi defek.
4. Rotational flap : insisi bentuk U dibuat sekitar luka untuk membentuk
lidah konjungtiva yang dirotasi pada tempatnya.
5. Conjunctival graft : suatu free graft biasanya dari konjungtiva
superior, dieksisi sesuai dengan besar luka dan kemudian dipindahkan
dan dijahit.
19

Teknik conjunctival autograft
- Setelah pterygium diekstirpasi, ukuran dari bare sclera yang
tinggal diukur.
- Diambil konjungtiva dari bagian superior dari mata yang sama,
diperkirakan lebih besar 1mm dari bare sclera yang diukur,
kemudian diberi tanda.
- Area yang sudah ditandai diinjeksikan dengan lidokain, agar
mudah mendiseksi konjungtiva dari tenon selama pengambilan
autograft.
- Bagian limbal dari autograft ditempatkan pada area limbal dari
area yang akan digraft.
- Autograft kemudian dijahit ke konjungtiva disekitarnya dengan
menggunakan vicryl 8.0 1-6.
6. Amnion membrane transplantation : mengurangi frekuensi rekuren
pterygium, mengurangi fibrosis atau skar pada permukaan bola mata
dan penelitian baru mengungkapkan menekan TGF- pada
konjungtiva dan fibroblast pterygium. Pemberian mytomicin C dan
beta irradiation dapat diberikan untuk mengurangi rekuren tetapi
jarang digunakan.
7. Lamellar keratoplasty, excimer laser phototherapeutic keratectomy
dan terapi baru dengan menggunakan gabungan angiostatik dan
steroid.
1


2.2.8 Komplikasi
Komplikasi pterygium termasuk ; merah, iritasi, skar kronis pada
konjungtiva dan kornea, pada pasien yang belum eksisi, distorsi dan
penglihatan sentral berkurang, skar pada otot rektus medial yang dapat
menyebabkan diplopia. Komplikasi yang jarang adalah malignan
degenerasi pada jaringan epitel di atas pterygium yang ada.
11

Komplikasi sewaktu operasi antara lain perforasi korneosklera,
graft oedem, graft hemorrhage, graft retraksi, jahitan longgar,
20

korneoskleral dellen, granuloma konjungtiva, epithelial inclusion cysts,
skar konjungtiva, skar kornea dan astigmatisma, disinsersi otot rektus.
Komplikasi yang terbanyak adalah rekuren pterygium post operasi.
4


2.2.9 Prognosis
Penglihatan dan kosmetik pasien setelah dieksisi adalah baik, rasa
tidak nyaman pada hari pertama postoperasi dapat ditoleransi,
kebanyakan pasien setelah 48 jam post operasi dapat beraktivitas
kembali.
6

Rekurensi pterygium setelah operasi masih merupakan suatu
masalah sehingga untuk mengatasinya berbagai metode dilakukan
termasuk pengobatan dengan antimetabolit atau antineoplasia ataupun
transplantasi dengan konjungtiva. Pasien dengan rekuren pterygium
dapat dilakukan eksisi ulang dan graft dengan konjungtiva autograft atau
transplantasi membran amnion. Umumnya rekurensi terjadi pada 3 6
bulan pertama setelah operasi.
6

Pasien dengan resiko tinggi timbulnya pterygium seperti riwayat
keluarga atau karena terpapar sinar matahari yang lama dianjurkan
memakai kacamata sunblock dan mengurangi terpapar sinar matahari.

You might also like