You are on page 1of 19

1

BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Hepatoma merupakan tumor ganas primer di hati yang berasal dari
sel parenkim atau epitel saluran empedu. Yang pertama (dikenal sebagai
karsinoma hepato seluler ) merupakan 80-90% keganasan hati primer, yang
terakhir disebut sebagai kolangio karsinoma. Sekitar 75% penderita karsinoma
hepato selular mengalami sirosis hati, terutama tipe alkoholik dan pasca nekrotik.
Karsinoma hepato seluler atau hepatoma merupakan kanker hati primer
yang paling sering ditemukan daripada tumor hati lainnya seperti limfoma
maligna,fibrosarkoma dan hemangio endotelioma. Di Amerika Serikat sekitar 80%
- 90% dari tumor ganas hati primer adalah hepatoma. Angka kejadian tumor ini
di Amerika Serikat hanya sekitar 2% dari seluruh karsinoma yang ada. Sebaliknya
di Afrika dan Asia hepatoma adalah karsinoma yang paling sering ditemukan
dengan angka kejadian 100/100.000 populasi.
Pria lebih banyak daripada wanita. Lebih dari 80% pasien hepatoma
menderita sirosis hati Hepatoma biasa dan sering terjadi pada pasien dengan
sirosis hati yang merupakan komplikasi hepatitis virus kronik. Hepatitis virus
kronik adalah faktor risiko penting hepatoma, virus penyebabnya adalah virus
hepatitis B dan C. Bayi dan anak kecil yang terinfeksi virus ini lebih mempunyai
kecenderungan menderita hepatitis virus kronik daripada dewasa yang terinfeksi
virus ini untuk pertama kalinya.
Pasien hepatoma 88% terinfeksi virus hepatitis B atau C. Virus ini
mempunyai hubungan yang erat dengan timbulnya hepatoma. Hepatoma
seringkali tak terdiagnosis karena gejala karsinoma tertutup oleh penyakit yang
mendasari yaitu sirosis hati atau hepatitis kronik. Jika gejala tampak, biasanya
sudah stadium lanjut dan harapan hidup sekitar beberapa minggu sampai bulan.
Keluhan yang paling sering adalah berkurangnya selera makan, penurunan
berat badan, nyeri di perut kanan atas dan mata tampak kuning. Komplikasi yang
sering terjadi pada sirosis adalah asites, perdarahan saluran cerna bagian atas,
ensefalopati hepatika, dan sindrom hepatorenal. Sindrom hepatorenal adalah suatu
2

keadaan pada pasien dengan hepatitis kronik, kegagalan fungsi hati, hipertensi
portal, yang ditandai dengan gangguan fungsi ginjal dansirkulasi darah. Sindrom
ini mempunyai risiko kematian yang tinggi.

1.2 Rumusan Masalah
1.2.1 Bagaimana definisi dari Hepatoma?
1.2.2 Bagaimana etiologi dari Hepatoma?
1.2.3 Bagaimana Patofisiologi dari Hepatoma?
1.2.4 Bagaimana manifestasi klinis Hepatoma?
1.2.5 Bagaimana komplikasi Hepatoma?
1.2.6 Bagaimana pemeriksaan diagnostik Hepatoma ?
1.2.7 Bagaimana asuhan keperawatan dari Hepatoma?
1.3 Tujuan
1.3.1 Untuk mengeahui definisi dari Hepatoma
1.3.2 Untuk mengeahui etiologi dari Hepatoma
1.3.3 Untuk mengeahui Patofisiologi dari Hepatoma
1.3.4 Untuk mengeahui manifestasi klinis Hepatoma
1.3.5 Untuk mengeahui komplikasi Hepaoma
1.3.6 Untuk mengeahui pemeriksaan diagnostik Hepatoma
1.3.7 Untuk mengeahui definisi asuhan keperawatan dari Hepatoma












3

BAB II
PEMBAHASAN
2.1 DEFINISI
Karsinoma hepatoseluler atau hepatoma adalah tumor ganas hati primer
dan paling sering ditemukan daripada tumor ganas hati primer lainnya seperti
limfoma maligna, fibrosarkoma, dan hemangioendotelioma.
Sementara beberapa ahli mendefinisikan hepatoma sebagai berikut :
1. Hepatocellular Carcinoma (HCC) atau disebut juga hepatoma atau kanker hati
primer atau Karsinoma Hepato Selular (KHS) adalah satu dari jenis kanker
yang berasal dari sel hati (Misnadiarly, 2007).
2. Hepatoma adalah kanker hati primer dapat timbul dari hepatosit (sel hati),
jaringan penyambung, pembuluh darah, empedu. (Ester, 2002 : hlm 137).
3. Hepatoma atau Karsinoma hepatoseluler (hepatocellular carcinoma=HCC)
merupakan tumor ganas hati primer yang berasal dari hepatosit. (Sudoyo,
2007 : hlm 455).






2.2 ETIOLOGI
a. Virus Hepatitis B
Hubungan antara infeksi kronik HBV dengan timbulnya hepatoma
terbukti kuat, baik secara epidemiologis, klinis maupun eksperimental.
Sebagian besar wilayah yang hiperendemik HBV menunjukkan angka
4

kekerapan hepatoma yang tinggi. Umur saat terjadinya infeksi merupakan
faktor resiko penting karena infeksi HBV pada usia dini berakibat akan
terjadinya kronisitas. Karsinogenitas HBV terhadap hati mungkin terjadi
melalui proses inflamasi kronik, peningkatan proliferasi hepatosit, integrasi
HBV DNA ke dalam DNA sel penjamu, dan aktifitas protein spesifik-HBV
berinteraksi dengan gen hati. Pada dasarnya, perubahan hepatosit dari kondisi
inaktif menjadi sel yang aktif bereplikasi menentukan tingkat karsinogenesis
hati. Siklus sel dapat diaktifkan secara tidak langsung akibat dipicu oleh
ekspresi berlebihan suatu atau beberapa gen yang berubah akibat HBV. Infeksi
HBV dengan pajanan agen onkogenik seperti aflatoksin dapat menyebabkan
terjadinya hepatoma tanpa melalui sirosis hati.
b. Virus Hepatitis C
Di wilayah dengan tingkat infeksi HBV rendah, HCV merupakan faktor
resiko penting dari hepatoma. Infeksi HCV telah menjadi penyebab paling
umum karsinoma hepatoseluler di Jepang dan Eropa, dan juga bertanggung
jawab atas meningkatnya insiden karsinoma hepatoseluler di Amerika Serikat,
30% dari kasus karsinoma hepatoseluler dianggap terkait dengan infeksi HCV.
Sekitar 5-30% orang dengan infeksi HCV akan berkembang
menjadipenyakit hati kronis. Dalam kelompok ini, sekitar 30% berkembang
menjadi sirosis, dan sekitar 1-2% per tahun berkembang menjadi karsinoma
hepatoseluler. Resiko karsinoma hepatoseluler pada pasien dengan HCV sekitar
5% dan muncul 30 tahun setelah infeksi. Penggunaan alkohol oleh pasien
dengan HCV kronis lebih beresiko terkena karsinoma hepatoseluler
dibandingkan dengan infeksi HCV saja. Penelitian terbaru menunjukkan bahwa
penggunaan antivirus pada infeksi HCV kronis dapat mengurangi risiko
karsinoma hepatoseluler secara signifikan.


c. Sirosis Hati
Sirosis hati merupakan faktor resiko utama hepatoma di dunia dan
melatarbelakangi lebih dari 80% kasus hepatoma. Penyebab utama sirosis di
Amerika Serikat dikaitkan dengan alkohol, infeksi hepatitis C, dan infeksi
hepatitis B. Setiap tahun, 3-5% dari pasien dengan sirosis hati akan menderita
5

hepatoma. Hepatoma merupakan penyebab utama kematian pada sirosis hati.
Pada otopsi pada pasien dengan sirosis hati , 20-80% di antaranya telah
menderita hepatoma.
d. Aflatoksin
Aflatoksin B1 (AFB1) merupakan mikotoksin yang diproduksi oleh
jamur Aspergillus. Dari percobaan pada hewan diketahui bahwa AFB1 bersifat
karsinogen. Aflatoksin B1 ditemukan di seluruh dunia dan terutama banyak
berhubungan dengan makanan berjamur.
1
Pertumbuhan jamur yang
menghasilkan aflatoksin berkembang subur pada suhu 13C, terutama pada
makanan yang menghasilkan protein. Di Indonesia terlihat berbagai makanan
yang tercemar dengan aflatoksin seperti kacang-kacangan, umbi-umbian (
kentang rusak, umbi rambat rusak, singkong, dan lain-lain), jamu, bihun, dan
beras berjamur.
Salah satu mekanisme hepatokarsinogenesisnya ialah kemampuan AFB1
menginduksi mutasi pada gen supresor tumor p53. Berbagai penelitian dengan
menggunakan biomarker menunjukkan ada korelasi kuat antara pajanan
aflatoksin dalam diet dengan morbiditas dan mortalitas hepatoma.
e. Obesitas
Suatu penelitian pada lebih dari 900.000 individu di Amerika Serikat
diketahui bahwa terjadinya peningkatan angka mortalitas sebesar 5x akibat
kanker pada kelompok individu dengan berat badan tertinggi (IMT 35-40
kg/m
2
) dibandingkan dengan kelompok individu yang IMT-nya normal.
Obesitas merupakan faktor resiko utama untuk non-alcoholic fatty liver
disesease (NAFLD), khususnya non-alcoholic steatohepatitis (NASH) yang
dapat berkembang menjadi sirosis hati dan kemudian berlanjut menjadi
hepatoma.
f. Diabetes Mellitus
Tidak lama ditengarai bahwa DM menjadi faktor resiko baik untuk
penyakit hati kronis maupun untuk hepatoma melalui terjadinya perlemakan
hati dan steatohepatitis non-alkoholik ( NASH ). Di samping itu, DM
dihubungkan dengan peningkatan kadar insulin dan insulin-like growth factors
6

( IGFs ) yang merupakan faktor promotif potensial untuk kanker. Indikasi
kuatnya asosiasi antara DM dan hepatoma terlihat dari banyak penelitian.
Penelitian oleh El Serag dkk. yang melibatkan173.643 pasien DM dan 650.620
pasien bukan DM menunjukkan bahwa insidensi hepatoma pada kelompok DM
lebih dari dua kali lipat dibandingkan dengan insidensi hepatoma kelompok
bukan DM.
g. Alkohol
Meskipun alkohol tidak memiliki kemampuan mutagenik, peminum berat
alkohol (>50-70 g/hari atau > 6-7 botol per hari) selama lebih dari 10 tahun
meningkatkan risiko karsinoma hepatoseluler 5 kali lipat. Hanya sedikit bukti
adanya efek karsinogenik langsung dari alkohol. Alkoholisme juga
meningkatkan resiko terjadinya sirosis hati dan hepatoma pada pengidap infeksi
HBV atau HVC. Sebaliknya, pada sirosis alkoholik terjadinya HCC juga
meningkat bermakna pada pasien dengan HBsAg positif atau anti-HCV positif.
Ini menunjukkan adanya peran sinergistik alkohol terhadap infeksi HBV
maupun infeksi HCV.

3.3 PATOFISIOLOGI
Hepatoma 75 % berasal dari sirosis hati yang lama / menahun. Khususnya
yang disebabkan oleh alkoholik dan post nekrotik. Pedoman diagnostik yang
paling penting adalah terjadinya kerusakan yang tidak dapat dijelaskan
sebabnya. Pada penderita sirosis hati yang disertai pembesaran hati mendadak.
Matastase ke hati dapat terdeteksi pada lebih dari 50 % kematian akibat kanker.
Diagnosa sulit ditentukan, sebab tumor biasanya tidak diketahui sampai
penyebaran tumor yang luas, sehingga tidak dapat dilakukan reseksi lokal lagi.
Stadium hepatoma :
- Stadium I : Satu fokal tumor berdiameter < 3 cm
- Stadium II : Satu fokal tumor berdiameter > 3 cm. Tumor terbatas pada
segment I atau multi-fokal tumor terbatas padlobus kanan atau lobus kiri
hati.
7

- Stadium III : Tumor pada segment I meluas ke lobus kiri (segment IV) atau
ke lobus kanan segment V dan VIII atau tumor dengan invasi peripheral ke
sistem pembuluh darah (vascular) atau pembuluh empedu (biliary duct)
tetapi hanya terbatas pada lobus kanan atau lobus kiri hati.
- Stadium IV :Multi-fokal atau diffuse tumor yang mengenai lobus kanan dan
lobus kiri hati. atau tumor dengan invasi ke dalam pembuluh darah hati (intra
hepaticvaskuler ) ataupun pembuluh empedu (biliary duct) atau tumor
dengan invasi ke pembuluh darah di luar hati (extra hepatic vessel) seperti
pembuluh darah vena limpa (vena lienalis) atau vena cava inferior-atau
adanya metastase keluar dari hati (extra hepatic metastase).

Patway
Virus Hepatitis B atau C dan Bahan-bahan Hepatokarsinogenik

Terjadinya peradangan sel hepar

Percabangan pembuluh hepatik dan aliran darah pada portal

Hipertensi portal (peningkatan tekanan aliran darah portal diatas 10-12 mmHg
yang menetap, dimana tekanan dalam keadaan normal berkisar 4-8 mmHg)

Meningkatnya resistensi portal dan aliran darah portal

Pemekaran pembuluh vena esofagus, vena rektum superior dan vena kolateral
dinding perut

Perdarahan (hematemesis melena)

Perubahan arsitektur vaskuler hati
8


Kongesti vena mesentrika
Penimbunan cairan abnormal dalam perut (acites)

Kelebihan volume cairan

Memacu proses regenerasi sel-sel hepar secara terus menerus (fibrogenesis)

Gangguan kemampuan fungsi hepar

Produksi albumin menurun

Tidak dapat mempertahankan tekanan osmotik koloid

Terjadinya acites dan oedema

Depot glikogen di hati menurun

Kanker hati (Hepatoma)

3.4 MANIFESTASI KLINIS
1. Gangguan nutrisi
Penurunan berat badan yang baru saja terjadi
Kehilangan kekuatan
Anoreksia ( kehilangan kesadaran )
Anemia
2. Nyeri abdomen dapat ditemukan, disertai dengan pembesaran hati yang
cepat serta permukaan yang teraba ireguler pada palpasi.gejala ikterus hanya
terjadi jika saluran empedu yang besar tersumbat oleh ekanan nodul
malignan dalm hilus hati. Asietes timbul setelah nodul tersebut menyumbat
vena forta atau bila jaringan tumor tertanam dalam rongga peritoneal.
9

3.5 KOMPLIKASI
Komplikasi yang sering terjadi pada sirosis adalah asites, perdarahan
saluran cerna bagian atas, ensefalopati hepatika, dan sindrom hepatorenal.
Sindrom hepatorenal adalah suatu keadaan pada pasien dengan hepatitis kronik,
kegagalan fungsi hati, hipertensi portal, yang ditandai dengan gangguan fungsi
ginjal dan sirkulasi darah Sindrom ini mempunyai risiko kematianyangtinggi.
Terjadinya gangguan ginjal pada pasien dengan sirosis hati ini baru dikenal pada
akhir abad 19 dan pertamakali dideskripsikan oleh Flint dan Frerichs.
3.6 PEMERIKSAAN DIAGNOSIK
Pemilihan terapi kanker hati ini sangat tergantung pada hasil pemeriksaan
radiologi dan biopsi. Sebelum ditentukan pilihan terapi hendaklah dipastikan
besarnya ukuran kanker,lokasi kanker di bagian hati yang mana, apakah lesinya
tunggal (soliter) atau banyak (multiple), atau merupakan satu kanker yang sangat
besar berkapsul, atau kanker sudah merata pada seluruh hati, serta ada tidaknya
metastasis ( penyebaran ) ke tempat lain di dalam tubuh penderita ataukah sudah
ada tumor thrombus di dalam vena porta dan apakah sudah ada sirrhosis hati.
Tahap penatalaksanaan dibagi menjadi dua yaitu tindakan non-bedah dan
tindakan bedah.
Penatalaksanaan Non-Bedah :
1. Terapi radiasi dan kemoterapi
Nyeri dan gangguan rasa nyaman dapat dikurangi secara efektif dengan terapi
radiasi. Metode pelaksanaan terapui mencakup: penyuntikan antibodi berlabel
isotop radioaktif secara spesifik dapat menyerang antigen yang berkaitan
dengan tumor. Kemoterapi sistemik dan infus regional merupakan dua metode
yang memberikan preparat antineoplastik kepada pasien tumor primer dan
metastasis hati.
2. Biopsi
Biopsi aspirasi dengan jarum halus (fine needle aspiration biopsy) terutama
ditujukan untuk menilai apakah suatu lesi yang ditemukan pada pemeriksaan
radiologi imaging dan laboratorium AFP itu benar pasti suatu hepatoma.
10

Cara melakukan biopsi dengan dituntun oleh USG ataupun CTscann mudah,
aman, dan dapat ditolerir oleh pasien dan tumor yang akan dibiopsi dapat
terlihat jelas pada layar televisi berikut dengan jarum biopsi yang berjalan
persis menuju tumor, sehingga jelaslah hasil yang diperoleh mempunyai nilai
diagnostik dan akurasi yang tinggi karena benar jaringan tumor ini yang
diambil oleh jarum biopsi itu dan bukanlah jaringan sehat di sekitar tumor.
3. Radiologi
untuk mendeteksi kanker hati stadium dini dan berperan sangat
menentukan dalam pengobatannya.
Kanker hepato selular ini bisa dijumpai di dalam hati berupa benjolan
berbentuk kebulatan ( nodule ) satu buah,dua buah atau lebih atau bisa sangat
banyak dan diffuse (merata) pada seluruh hati atau berkelompok di dalam hati
kanan atau kiri membentuk benjolan besar yang bisa berkapsul.
4. Ultrasonografi
Dengan USG hitam putih (grey scale) yang sederhana (conventional) hati
yang normal tampak warna ke-abuan dan texture merata (homogen).
USG conventional hanya dapat memperlihatkan benjolan kanker
hatidiameter 2 cm 3 cm saja. Tapi bila USG conventional ini dilengkapi
dengan perangkat lunak harmonik sistem bisa mendeteksi benjolan kanker
diameter 1 cm 2 cm13, namun nilai akurasi ketepatan diagnosanya hanya
60%.
5. CT scan
CT scann sebagai pelengkap yang dapat menilai seluruh segmen hati dalam
satu potongan gambar yang dengan USG gambar hati itu hanya bisa dibuat
sebagian-sebagian saja.
CTscann dapat membuat gambar kanker dalam tiga dimensi dan empat dimensi
dengan sangat jelas dan dapat pula memperlihatkan hubungan kanker ini dengan
jaringan tubuh sekitarnya.


6. Angiografi
11

Angiografi ini dapat dilihat berapa luas kanker yang sebenarnya. Kanker
yang kita lihat dengan USG yang diperkirakan kecil sesuai dengan ukuran
pada USG bisa saja ukuran sebenarnya dua atau tiga kali lebih besar.
Angigrafi bisa memperlihatkan ukuran kanker yang sebenarnya.
7. MRI (Magnetic Resonance Imaging)
MRI yang dilengkapi dengan perangkat lunak Magnetic Resonance
Angiography (MRA) sudah pula mampu menampilkan dan membuat peta
pembuluh darah kanker hati ini.
8. PET (Positron Emission Tomography)
Positron Emission Tomography (PET) yang merupakan alat pendiagnosis
kanker menggunakan glukosa radioaktif yang dikenal sebagai flourine18 atau
Fluorodeoxyglucose (FGD) yang mampu mendiagnosa kanker dengan cepat
dan dalam stadium dini.
Caranya, pasien disuntik dengan glukosa radioaktif untuk mendiagnosis
sel-sel kanker di dalam tubuh. Cairan glukosa ini akan bermetabolisme di
dalam tubuh dan memunculkan respons terhadap sel-sel yang terkena kanker.
PET dapat menetapkan tingkat atau stadium kanker hati sehingga
tindakan lanjut penanganan kanker ini serta pengobatannya menjadi lebih
mudah. Di samping itu juga dapat melihat metastase (penyebaran).












12


ASUHAN KEPERAWATAN HEPATOMA
1. Pengkajian
a. Identitas
Nama, umur, jenis kelamin, alamat, agama, suku, bangsa, no. registrasi
b. Riwayat kesehatan
- Keluhan utama: klien biasanya mengeluh mual, muntah, nyeri perut kanan
atas, pembesaran perut, berak hitam
- Riwayat penyakit sekarang: biasanya klien awalnya mengalami mual, nyeri
perut kanan atas, berak hitam, kemudian perut klien membesar dan sesak
nafas.
- Riwayat penyakit dahulu: biasanya klien pernah mengalami penyakit
hepatitis B atau C atau D. Dan mengalami sirosis hepatik
- Riwayat penyakit keluarga: biasanya salah satu atau lebih keluarga klien
menderita penyakit hepatitis B atau C atau D. Biasanya ibu klien menderita
hepatitis B atau C atau D yang diturunkan kepada anaknya pada waktu
hamil.
- Riwayat lingkungan: biasanya klien inggal di lingkungan yang kumuh dan
kotor
- Riwayat imunisasi: biasanya klien tidak diimunisasi untuk penyakit hepatitis
B
c. Pemeriksaan fisik
- Keadaan umum
- Biasanya klien terlihat lemah, letih, dengan perut membesar dan sesak nafas,
penurunan BB.
- TTV
TD: >120/80 mmHg, N: >100 x/mnt, RR: <16 x/mnt, S: >37,5
o
C
- Kepala dan leher
Biasanya terjadi pernafasan cuping hidung, ikterus, muntah
- Thoraks
13

Biasanya terjadi retraksi dada dikarenakan kesulitas bernafas, penggunaan
otot-otot bantu pernafasan
- Abdomen
Biasanya terjadi pembesaran hati (hepatomegali), permukaan hati terasa
kasar, asites, nyeri perut bagian kanan atas dengan skala 7-10, splenomegali
- Ekstremitas
Biasanya terjadi gatal-gatal, kelenahan otot
- Breath
Biasanya klien mengalami sesak nafas
- Blood
Biasanya klien anemi dikarenakan adanya perdarahan
- Brain
Jika sudah metastase akan terjadi enselofaty hepatik
- Bowel
Biasanya klien mengalami anoreksia, mual, muntah, melena, bahkan
mungkin terjadi hematomesis. Terjadi penurunan BB, turgor kulit lebih dari
2 detik, rambut kering, mukosa oral kering, penurunan serum albumn.
- Blader
Biasanya klien mengeluarkan urin berwarna seperti teh pekat
- Bone
Jika terjadi metastase ke tulang akan terjadi nyeri tulang
d. Pola fungsi kesehatan
- Pola aktivitas
Biasanya klien mengalami gangguan dalam beraktivitas dikarenakan nyeri,
kelemahan otot, mual, dan muntah
- Pola nutrisi
Biasanya klien mengalami anoreksia, mual dan muntah
- Pola eliminasi
Biasanya klien mengeluarkan urin berwarna seperti teh dan pekat. Feses
klien berwarna hitam (melena)
- Pola istirahat
14

Biasanya klien mengalami insomnia
- Pola seksual
Biasanya klien mengalami penurunan libido
- Pola spiritual
Biasanya klien terganggu dalam menjalani ibadah
H. DIAGNOSA KEPERAWATAN
1. Ketidak seimbangan nutrisi berhubungan dengan anoreksia, mual, gangguan
absorbsi, metabolisme vitamin di hati.
TUJUAN:
Mendemontrasikan BB stabil, penembahan BB progresif kearah tujuan dengan
normalisasi nilai laboratorium dan batas tanda-tanda malnutrisi
INTERVENSI
1. Pantau masukan makanan setiap hari, beri pasein buku harian tentang
makanan sesuai indikasi
2. Dorong pasien utk makan deit tinggi kalori kaya protein dg masukan cairan
adekuat. Dorong penggunaan suplemen dan makanan sering / lebih sedikit
yg dibagi bagi selama sehari.
3. Berikan antiemetik pada jadwal reguler sebelum / selama dan setelah
pemberian agent antineoplastik yang sesuai .
RASIONAL :
1. Keefektifan penilaian diet individual dalam penghilangan mual pascaterapi.
Pasien harus mencoba untuk menemukan solusi/kombinasi terbaik.
2. Kebutuhan jaringan metabolek ditingkatkan begitu juga cairan ( untuk
menghilangkan produksi sisa ). Suplemen dapat memainkan peranan
penting dalam mempertahankan masukan kalori dan protein adekuat.
3. Mual/muntah paling menurunkan kemampuan dan efek samping
psikologis kemoterapi yang menimbulkan stess.
2. Nyeri berhubungan dengan tegangnya dinding perut ( asites )
TUJUAN
1. Mendemontrasikan penggunaan keterampilan relaksasi dan aktivitas
hiburan sesuai indikasi nyeri.
2. Melaporkan penghilangan nyeri maksimal / kontrol dengan pengaruh
minimal pada AKS
15

INTERVENSI
1. Tentukan riwayat nyeri misalnya lokasi , frekwensi, durasi dan intensitas (
0-10 ) dan tindakan penghilang rasa nyeri misalkan berikan posisi yang
duduk tengkurap dengan dialas bantal pada daerah antara perut dan dada.
2. Berikan tindakan kenyamanan dasar misalnya reposisi, gosok punggung.
3. kaji tingkat nyeri / kontrol nilai
RASIONAL
1. memberikan data dasar untuk mengevaluasi kebutuhan / keefektifan
intervensi misalnya: nyeri adalahindividual yang digabungkan baik respons
fisik dan emesional
2. meningkatkan relaksasi dan membantu memfokuskan kembali perhatian
3. kontrol nyeri maksimum dengan pengaruh minimum pada AKS.
3. Intoleransi aktivitas b.d ketidak seimbangan antara suplai O2 dengan
kebutuhan
TUJUAN :
1. dapat melakukan aktivitas sesuai kemampuan tubuh.


INTERVENSI
1. dorong pasein untuk melakukan apa saja bila mungkin, misalnya mandi,
bangun dari kursi/ tempat tidur, berjalan. Tingkatkan aktivitas sesuai
kemampuan.
2. pantau respon fisiologi terhadap aktivitas misalnya; perubahan pada TD/
frekuensi jantung / pernapasan.
3. beri oksigen sesuai indikasi
RASIONAL
1. meningkatkan kekuatan / stamina dan memampukan pasein menjadi lebih
aktif tanpa kelelahan yang berarti.
2. teloransi sangat tergantung pada tahap proses penyakit, status nutrisi,
keseimbnagan cairan dan reaksi terhadap aturan terapeutik.
3. adanya hifoksia menurunkan kesediaan O2 untuk ambilan seluler dan
memperberat keletihan.
4. Resiko terjadinya gangguan integritas kulit berhubungan dengan pruritus,
edema dan asites
16

TUJUAN :
1. Mengedentifikasi fiksi intervensi yang tepat untuk kondisi kusus.
2. Berpartisipasi dalam tehnik untuk mencegah komplikasi / meningkatkan
penyembuhan
INTERVENSI
1. Kaji kulit terhadap efek samping terapi kanker. Perhatikan kerusakan atau
perlambatan penyembuhan .
2. Mandikan dengan air hangat dan sabun
3. Dorong pasien untuk menghindari menggaruk dan menepuk kulit yang
kering dari pada menggaruk.
4. Balikkan / ubah posisi dengan sering
5. Anjurkan pasein untuk menghindari krim kulit apapun ,salep dan bedak
kecuali seijin dokter


RASIONAL
1. Efek kemerahan atau reaksi radiasi dapat terjadi dalam area radiasi dapat
terjadi dalam area radiasi. Deskuamasi kering dan deskuamasi
kering,ulserasi.
2. Mempertahankan kebersihan tanpa mengiritasi kulit.
3. Membantu mencegah friksi atau trauma fisik.
4. Untuk meningkatkan sirkulasi dan mencegah tekanan pada kulit/ jaringan
yang tidak perlu.
5. Dapat meningkatkan iritasi atau reaksi secara nyata










17

BAB III
PENUTUP
3.1 Kesimpulan
Ca Hepar adalah Tumor ganas primer pada hati yang berasal dari sel
parenkim atau epitel saluran empedu atau metastase dari tumor jaringan lainnya
dan kanker hati terjadi apabila sel kanker berkembang pada jaringan hati..
Merupakan tumor ganas nomor 2 diseluruh dunia, diasia pasifik terutama Taiwan
,hepatoma menduduki tempat tertinggi dari tomur-tomur ganas lainnya.
Ca Hepar disebabkan karena adanya infeksi hepatitis B kronis apabila
terjadi dalam jangka waktu lama. Hepatitis B adalah penyakit yang disebabkan
virus hepatitis B (VHB) yang menyerang hati. Penyakit ini adalah penyakit yang
tidak mengenal umur. Selain itu, masalah penyakit kanker hati ini sangat erat
kaitannya dengan penyakit hepatitis B dan hepatitis C. Meningkatnya penderita
kanker hati setiap tahunnya ini disebabkan tingginya kasus hepatitis B dan C
kronis di Indonesia. Dua penyakit ini penyebab terjadinya kanker hati. Selain itu
penyakit ini sulit terdeteksi.
Kanker hati terutama apa yang disebut Hepatoma merupakan penyebab
kematian ketiga dari seluruh macam kanker di dunia, dan lebih dari setengah juta
orang menderita penyakit tersebut1. Di Inggris terdapat sekitar 3000 (tiga ribu)
penderita tiap tahunnya,terutama pada orang dengan usia di atas 65 tahun. Anak-
anak dengan kelainan atresia saluran empedu, kholestasis khronik dan kelainan
genetik penimbunan glikogen mempunyai resiko menderita hepatoma.
Kanker hati jarang dijumpai di Eropah Barat dan Amerika Utara, namun
kejadiannya ada kecendrungan meningkat. Kanker hati banyak dijumpai di
Afrika dan di Asia Tenggara, yang mana terjadi 20 hingga 30 kali lebih banyak
dari di Eropah Barat dan Amerika Utara. Tingginya kejadian kanker hati di
Afrika dan Asia sering dihubungkan dengan adanya endemik hepatitis B dan
Hepatitis C di daerah tersebut. Lagi pula keadaan udara yang tinggi uap air
menyebabkan kacang tanah sering berjamur. Ini dapat menyebabkan kacang
tanah tersebut mengandung aflatoksin, yang juga ikut andil sebagai penyebab
kanker hati.
18


3.2 Saran
Disarankan untuk ssemua masyarakat, bahwa penyakit kanker hati ini
tidak mengenal umur, yang bias terjadi pada ank anak, remaja, dewasa maupun
lansia. Jadi kita sebagai masyarakat jangan pernah mendekati factor resiko,
misalnya tidur terlalu malam dan bagung terlalu siang, lalu makan tidak teratur.
Mulai sekarang tanamkan dalam diri kita bahwa bahwa sehat itu penting
Mengetahui gejala kanker hati sama halnya dengan melakukan trial error.
Gejala yang sering ditunjukkan kadang tidak menunjukkan seseorang menderita
kanker hati. Untuk memastikan bahwa seseorang menderita kanker hati,
diperlukan perawatan oleh dokter. Beberapa tes yang bisa dilakukan adalah:
Tes darah untuk memeriksa kandungan enzim pada liver
Abdominal ultrasound untuk mengetahui ukuran liver dan apakah ada
tumor di dalamnya
Magnetic resonance imaging (MRI) pada abdomen
Computed tomography (CT) scan pada abdomen
Laparoscopy
Biopsy
Angiography
Sinar X pada dada untuk mengetahui persebaran sel kanker










19

DAFTAR PUSTAKA
Gale, Danielle, Charette, Jane. 2000. Rencana Asuhan Keperawatan Onkologi, Jakarta: EGC.

Joyce, M. 1993. Luckmann and Sorensens Medical Surgical Nursing: A Psychophysiologic
Approach. Fourth Edition. Philadelphia: W.B Saunders Company.

Corwin, J. Elizabeth. 2009. buku saku patofisiologi edisi 3. Jakarta ; EGC

Carpenito, Lynda Juall, Buku Saku Diagnosa Keperawatan edisi 6 alih bahasa YasminAsih,
Jakarta : EGC, 1997.

Smeltzer, Suzanne C, Brenda G bare, Buku Ajar Keperawatan Medikal
Bedah Brunner & Suddarth Edisi 8 Vol 2 alih bahasa H. Y. Kuncara, Andry
Hartono, Monica Ester, Yasmin asih, Jakarta : EGC, 2002.

Sylvia Anderson Price, Ph D. R.N. dan L.Mc.Carty Wilson, Ph D. R.N, Pathofisiologi
proses-proses penyakit, edisi I, Buku ke empat.

Soeparman, Ilmu Penyakit Dalam, UI Pres Buku I, Edisi Ke 2

Timby, Barbara, Jeanne C Scherer, Nancy E Smith. 1999. Introductory Medical-Surgical
Nursing. Seventh Edition. Lippincott Williams & Wilkins: Philadelphia.

Doengus.RN,NSN.MA. Cs dan M.F. Moorhouse R. N. CCP.R.N. A.C. Geissler R.N. R.N.
BsN.CERN. Nursing Care Plans. Guideliner for Planing and documenting Patien
Care.\

Barbidero, Mary. 2008. Asuhan Keperawatan Endokrin.EGC. Jakarta

Black, Joyce. M. 1993. Medica Surgical Nursing H. WB. Saundea Company : Phyladelpia.

Dongoes, Marlyn E. 2000. Rencana Asuhan Keperawatan, edisi 3, EGC Jakarta.

Japaries, Willie. 1991. Hepatitis, Arcan : Jakarta.

http://www.penyakithepatiitis.com//

http://teguhsubianto.blogspot.com/2009/06/asuhan-keperawatan-hepatitis.html

Price, Sylviana Anderson. 1985. Patofisiologi Konsep Klinik Proses Penyakit EGC : Jakarta.

You might also like