Kejang Demam merupakan penyebab kejang yang paling sering dijumpai pada anak,biasanya terjadi antara usia 3 bulan sampai 5 tahun dengan perbandingan antara anak laki-laki dan perempuan hamper sama. Insiden kejang demam pada anak mencapai 15 %. Di Amerika Serikat 2-5 % anak akan mengalami kejang demam, sementara di Negara-negara lainnya seperti jepang angka kejadian lebih tinggi yaiyu 6- 9 %. Kejang Demam dapat dibagi menjadi dua jenis yang berbeda berdasarkan pada fenotipe dan durasi kejang yaitu kejang demam sederhana (65%) dan kejang demam komplek (35 %). Faktor resiko seperti usia,durasi kejang,suhu pada saat kejang dan riwayat keluarga dapat memberikan predictor akan berkembang menjadi masalah neurologis di masa depan. Definisi Kejang Demam Definisi Kejang Demam menurut National Institutes of Health Consensus Conference adalah kejadian kejang pada bayi dan anak yang biasanya terjadi antara umur 3 bulan sampai 5 tahun, berkaitan dengan demam tanpa adanya bukti-bukti infeksi atau sebab intracranial. Sedangkan menurut UKK Neurologi IDAI, kejang demam didefinisikan sebagai bangkitan kejang yang terjadi pada suhu tubuh 38 0 C (rectal), biasanya terjadi pada bayi terjadi pada bayi dan anak antara usia 6 bulan dan 5 tahun yang disebabkan oleh suatu proses ekstrakranium dan tidak terbukti adanya penyebab tertentu. Klasifikasi Kejang Demam Kejang Demam dikelompokkan menjadi dua,yaitu kejang demam sederhana dan kejang demam komplek. Yang termasuk kejang demam sederhana apabila: 1. Kejang bersifat umum 2. Lama bangkitan kejang berlangsung kurang dari 15 menit 3. Dalam waktu 24 jam atau selama periode demam tidak ada bangkitan kejang berulang Sedangkan yang termasuk kejang demam kompleks apabila: 1. Lama bangkitan kejang berlangsung lebih dari 15 menit 2. Manifestasi kejang bersifat local 3. Didapatkan bangkitan kejang berulang dalam kurun waktu 24 jam Sebagian besar kejang demam (65%) berupa kejang demam sederhana dan 35% berupa kejang demam kompleks. Faktor Resiko Kejang Demam Faktor resiko seperti usia,durasi kejang,suhu pada saat kejang dan riwayat keluarga dapat memberikan predictor akan berkembang menjadi masalah neurologis di masa depan. Faktor resiko berulangnya kejang demam yaitu adanya riwayat kejang demam dalam keluarga, usia kurang dari 15 bulan, temperature yang rendah saat kejang, cepatnya kejang setelah demam. Bila terdapat seluruh factor di atas,maka kemungkinan berulang 80 %, sedangkan bila tidak terdapat factor tersebut hanya 10-15 % kemungkinan berulang. Faktor resiko lain yang diketahui juga dapat menimbulkan bangkitan kejang berulang yaitu riwayat keluarga 1 atau 2 tingkatan dalam pedigree yang pernah kejang demam, perawatan neonatus di rumah sakit lebih dari 30 hari, adanya keterlambatan perkembangan atau kejang demam pertama kali. Kejang Demam kebanyakan disertai infeksi virus dibandingkan bakteri, umumnya terjadi pada 24 jam pertama sakit dan berhubungan dengan dengan infeksi saluran nafas akut, seperti faringitis dan otitis media, pneumonia, infeksi saluran kemih serta gangguan gastroenteritis. Kejang yang disebabkan oleh infeksi menurut Benner dan kawan-kawan pada penelitiannya didapatkan odd ratio 6,09 dengan tingkat kepercayaan 95 %. Adanya pertumbuhan janin terganggu selama kehamilan, akan meningkatkan resiko terjadinya kejang demam pada 2 tahun kehidupan pertamanya. Patofisiologi Kejang Demam Kejang merupakan manifestasi klinis akibat lepasnya muatan listrik yang berlebihan di sel neuron otak karena gangguan fungsi pada neuron tersebut baik berupa fisiologi, biokimia maupun anatomi. Sel syaraf seperti juga sel hidup pada umumnya, mempunyai potensial membran. Potensial membran yaitu selisih potensial antara intrasel dan ekstrasel. Potensial intrasel lebih negative dibandingkan dengan dengan ekstrasel. Mekanisme terjadinya kejang ada beberapa teori, antara lain: o Gangguan pembentukan ATP dengan akibat kegagalan pompa Na- K, misalnya pada hipoksemia, iskemia dan hipoglikemia. Sedangkan pada kejang sendiri dapat terjadi pengurangan ATP dan terjadi hipoksemia. o Perubahan permeabilitas membrane sel syaraf , misalnya hipokalsemia dan hipomagnesia. o Perubahan relatif neurotransmitter yang bersifat eksitasi dibandingkan denagn neurotransmitter inhibisi dapat menyebabkan depolarisasi yang berlebihan. Patofisiologi Kejang Demam terjadi karena peningkatan reaksi kimia tubuh, dengan demikian reaksi- reaksi oksidasi terjadi lebih cepat dan akibatnya oksigen akan lebih cepat habis sehingga terjadilah keadaan hipoksia. Transport aktif yang memerlukan ATP terganggu, sehingga Na intrasel dan K ekstrasel meningkat. Apabila neurotransmiter eksitator lebih dominan daripada inhibitor maka akan terjadi depolarisasi post sinapsis. Adanya peristiwa sumasi dan fasilitasi mengakibatkan keadaan depolarisasi diperbesar dan apabila mencapai nilai ambang letup akan terjadi potensial aksi pada neuron post sinapsis. Apabila potensial aksi meluas dan terjadi sinkronisasi akan menimbulkan bangkitan kejang demam. Diagnosis Kejang Demam Diagnosis Kejang Demam didasarkan dari pemeriksaan fisik, derajat kesadaran, adanya meningimus, ubun-ubun besar yang tegang atau menonjol, tanda kernig atau brudzinski, kekuatan dan tonus, harus diperiksa dengan teliti dan dinilai secara periodik. Kira-kira 6 % anak akan mengalami rekurensi dalam 24 jam pertama, namun belum diketahui kasus yang mana akan cepat mengalami kejang kembali. Penyebab lain dari kejang yang disertai demam harus disingkirkan, khususnya ensefasilitis atau meningitis. Pungsi lumbal terindikasi bila ada kecurigaanklinis meningitis. Adanya sumber infeksi seperti otitis media tidak menyingkirkan meningitis dan jika pasien telah mendapat antibiotic maka perlu pertimbangan lumbal pungsi. Tanda klinis meningitis yang tipikal biasanya sulit diperoleh pada bayi kurang dari 12-18 bulan,sehingga pungsi lumbal sangat dianjurkan pada bayi berumur kurang dari 12 dan 18 bulan. Jika dijumpai peninggian tekanan intracranial, mengingat resiko pungsi lumbal dan keterlambatan diagnosis meningitis. Penatalaksanaan Kejang Demam Pada penatalaksanaan kejang demam ada 3 hal yang perlu dikerjakan yaitu: 1. Pengobatan pada fase akut 2. Mencari dan mengobati penyebab 3. Pengobatan profilaksis terhadap berulangnya kejang demam. Penanganan pada saat kejang: 1. Menghentikan Kejang 2. Turunkan demam 3. Pengobatan penyebab 4. Penanganan suportif lainnya meliputi: Bebaskan jalan nafas Pemberian Oksigen Menjaga keseimbangan air dan elektrolit Pertahankan keseimbangan tekanan darah Hal-hal yang perlu diwaspadai pada Kejang Demam Beberapa hal yang harus diwaspadai dan dievaluasi pada anak dengan kejang demam adalah mortalitas, perkembangan mental dan neurologis, berulangnya kejang demam dan resiko terjadinya epilepsy di kemudian hari. Mortalitas pada Kejang Demam sangat rendah yaitu 0,64-0,74 %. Hal-hal yang perlu diwaspadai bisa dibagi menjadi konsekuensi jangka pendek dan jangka panjang. a. Konsekuensi Jangka Pendek Kejang Demam Berulang Sepertiga anak yang mengalami kejang demam akan mengalami kejang demam berulang. Faktor resiko terjadinya kejang demam berulang antara lain: riwayat kejang demam, epilepsi dalam keluarga, usia dan tipe kejang demam,interval waktu antara onset demam dan terjadinya kejang, adanya keterlambatan perkembangan (developmental delay) sebelum terjadinya kejang dan derajat demam saat kejang. Status epileptikus Status epileptikus adalah bangkitan kejang yang berlangsung selama 30 menit atau lebih, baik secara terus menerus atau berulang tanpa disertai pulihnya kesadaran di antara kejang. Sekitar 25 % anak dengan kejang demam bisa berkembang menjadi status epileptikus oleh karena demam yang sangat tinggi. b. Konsekuensi Jangka Panjang Gangguan mental dan neurologis Perkembanganmental dan neurologis umumnya tetap normal pada pasien yang sebelumnya normal. Kelainan neurologis yang terbanyak ialah hemiparesis, disusul diplegia,koreoatetosis atau rigiditas deserebrasi. Gangguan Tingkah Laku Kejang Demam multiple beresiko terjadi gangguan tingkah laku karena terjadinya sklerosis di daerah hipokampus. Timbulnya kejang demam pertama saat usia kurang dari 1 tahun juga merupakan factor resiko terjadinya gangguan tingkah laku. Gangguan Intelektual dan gangguan belajar Gangguan intelektual dan gangguan belajar jarang terjadi pada kejang demam sederhana. IQ lebih rendah ditemukan pada pasien kejang demam yang berlangsung lama dan mengalami komplikasi seperti adanya retardasi mental. Resiko terjadinya epilepsi di kemudian hari Angka kejadian epilepsy pada pasien kejang demam kira-kira 2-3 kali lebih banyak dibandingkan populasi umum. Faktor resiko terjadinya epilepsi adalah: Sebelum kejang demam yang pertama sudah ada kelainan neurologis atau perkembangan (development delay) Adanya riwayat kejang tanpa demam (epilepsi) pada orang tua atau saudara kandung. Kejang berlangsung lama lebih dari 15 menit atau kejang fokal. Kejang Demam plus Kejang Demam plus adalah kejang yang terjadi pada anak di atas usia 6 tahun, sekitar 2-10 % anak yang mengalami kejang demam dapat mengalami kejang demam berulang saat usia di atas 6 tahun. Faktor resikonya antara lain adanya riwayat epilepsi dalam keluarga dan terdapatnya gangguan neurologis sebelum timbulnya kejang demam. Epilepsi lobus temporalis Kejang demam saat anak-anak menyebabkan kerusakan lobus temporalis dan mencetuskanepilepsi di kemudian hari. (Dr.Sri Redjeki, SpA/RSUD Blambangan)