You are on page 1of 13

BAB I

PENDAHULUAN
I. 1 Latar Belakang
Keratosis seboroik merupakan tumor jinak kulit yang paling banyak muncul
pada orang yang sudah tua, sekitar 20% dari populasi dan biasanya tidak
ada atau jarang pada orang dengan usia pertengahan. Keratosis seboroik
memiliki banyak manifestasi klinik yang bisa dilihat, dan keratosis seboroik ini
terbentuk dari proliferasi sel-sel epidermis kulit. Keratosis seboroik dapat
muncul dalam berbagai bentuk lesi, bisa satu lesi ataupun tipe lesi yang
banyak atau multipel.
Walaupun tidak ada faktor etiologi khusus yang dapat diketahui, keratosis
seboroik lebih sering muncul pada daerah yang terpapar sinar matahari,
terutama pada daerah leher dan wajah, juga daerah ekstremitas.
(1)

Secara global atau internasional, keratosis seboroik merupakan tumor jinak
pada kulit yang paling banyak diantara populasi di Amerika Serikat. Angka
frekuensi untuk munculnya keratosis seboroik terlihat meningkat seiring
dengan peningkatan usia seseorang.
(2)

I.2 Tujuan Penulisan
Tujuan penulisan referat ini adalah untuk mengetahui diagnosis dan terapi
keratosis seboroik.
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
II. 1 Definisi
Keratosis seboroik adalah tumor jinak yang sering dijumpai pada orang tua
berupa tumor kecil atau makula hitam yang menonjol diatas permukaan
kulit.
(3)

Keratosis seboroik adalah tumor jinak yang berasal dari proliferasi epidermal,
sering dijumpai pada orang tua dan biasanya asimtomatik.
(4)

Keratosis seboroik mempunyai sinonim nevus seboroik, kutil senilis, veruka
seboroik senilis, papiloma sel basal.
II.2 Etiologi
Penyebab pasti dari keratosis seboroik belum diketahui.
Ada pendapat yang mengatakan bahwa faktor keturunan memegang peranan
penting. Beberapa kasus menurun melalui autosomal dominan.
Ada pula yang mengatakan bahwa terpapar sinar matahari secara kronis
yang menjadi penyebabnya.
(2)

Ada pula yang mengatakan diduga infeksi virus berdasarkan gambaran klinis
kutilnya. DNA dari human papiloma virus didapat pada 40 kasus keratosis
seboroik genital dan 42 dari 55 kasus keratosis seboroik non genital (76%).
(5)

II.3 Epidemiologi
Pada tahun 1963, Tindall dan Smith meneliti populasi dari individu yang
sudah berusia lebih dari 64 tahun di Carolina Utara dan mendapatkan hasil
bahwa 88 % dari populasi tersebut setidaknya memiliki paling kurang satu
lesi keratosis seboroik. Dalam penelitian ini, keratosis seboroik ditemukan
pada 38 % wanita kulit putih dan 54 % pada pria kulit putih, dan sekitar 61 %
pada pria kulit hitam dan sekitar 10 % lebih pada wanita kulit hitam.
Pada tahun 1965 Young memeriksa 222 orang yang tinggal di anti jompo
Orthodox Jewish di New York dan menemukan bahwa 29,3 % pria dan 37,9
% pada wanita memiliki lesi keratosis seboroik.
(2)

Keratosis seboroik sering didapat pada usia pertengahan sampai tua dan
dapat muncul pertama kali di usia remaja.
(5)

II.4 Patosifiologi
Epidermal Growth Faktor (EGF) atau reseptornya, telah terbukti terlibat dalam
pembentukan keratosis seboroik. Tidak ada perbedaan yang nyata dari
ekspresi reseptor immunoreactive growth hormone di keratinosit pada
epidermis normal dan keratosis seboroik.
Frekuensi yang tinggi dari mutasi gene dalan meng-encode reseptor tyrosine
kinase FGFR3 (fibroblast growth factor receptor 3) telah ditemukan pada
beberapa tipe keratosis seboroik. Hal ini menjadi alasan bahwa faktor gen
menjadi basis dalam patogenesis keratosis seboroik. FGFR3 terdapat dalam
reseptor transmembrane tyrosine kinase yang ikut serta dalam memberika
sinyal transduksi guna regulasi pertumbuhan, deferensiasi, migrasi dan
penyembuhan sel. Mutasi FGFR3 terdapat pada 40% keratosis seboroik
hiperkeratosis, 40% keratosis seboroik akantosis, dan 85% keratosis seboroik
adenoid.
Keratosis Seboroik memiliki banyak derajat pigmentasi. Pada pigmentasi
keratosis seboroik, proliferasi dari keratinosit memacu aktivasi dari melanosit
disekitarnya dengan mensekresi melanocyte-stimulating cytokines. Endotelin-
1 memiliki efek simulasi ganda pada sintesis DNA dan melanisasi pada
melanosit manusia dan telah terbukti terlibat sabagai salah satu peran
penting dalam pembentukan hiperpigmentasi pada keratosis seboroik.
(2)

II.5 Varian Klinikopatologi
Ada beberapa bentuk histologi dan terkadang berbeda secara klinis untuk
keratosis seboroik:
(2,5,6)

1. Common Seborrheic Keratosis
Sinonim: basal cell papilloma, solid seborrheic keratosis.
Jenis ini dianggap sebagai lesi klasik. Bentuknya seperti jamur, dengan
epidermis hiperplastik dan berbatas tegas yang menggantung di sekitar kulit.
Tumor ini terdiri dari sel-sel basaloid yang seragam. Kista-kista keratin
kadang lebih banyak, dan bisa tampak didalam folikel dan diluar folikel.
Melanosit terkadang muncul dalam jumlah banyak, dan produksi pigmennya
menghasilkan warna luka hitam. Perpindahan pigmen ke keratinosit kelihatan
cukup normal.
2. Reticulated Seborrheic Keratosis
Sinonim: adenoid seborrheic keratosis. Kumpulan sel-sel basaloid turun dari
dasar epidermis. Kista-kista keratin dikelilingi oleh sel-sel ini. Stroma kolagen
eosinopilik yang halus membungkus di sekeliling kumpulan sel basaloid dan
dapat membentuk lesi yang banyak.
3. Stucco Keratosis
Sinonim: hyperkeratotic seborrheic keratosis, digitate seborrheic keratosis,
serrated seborrheic keratosis, verrucous seborrheic keratosis.
Stucco keratosis muncul berukuran 3-4 mm, berwarna seperti warna kulit
atau benjolan berwarna putih abu-abu yang muncul di tungkai bagian bawah.
Penampakan sel epidermal seperti puncak menara gereja mengelilingi inti
kolagen membentuk hiperkeratosis seperti jalinan keranjang. Keratinosit yang
bervakuola yang ada pada veruka vulgaris tidak ditemukan pada lesi ini,
meskipun secara klinis lesi ini bisa menyerupai kutil virus yang kecil.
4. Clonal Seborrheic Keratosis.
Jenis keratosis seboroik ini berbentuk sarang-sarang sel basaloid yang tidak
selamanya berbatas tegas berbentuk bulat dan terbungkus longgar di dalam
jaringan epidermis. Walaupun sel yang paling banyak adalah keratinosit,
sarang-sarang tersebut mengandung melanosit dalam jumlah besar.
Keratinosit ini ukurannya bisa bermacam-macam.
5. Irritated Seborrheic Keratosis
Sinonim: inflamed seborrheic keratosis, basosquamous cell acanthoma.
Kelainan kulit eksematous berubah menjadi keratosis seboroik yang khas.
Penyebab dari reaksi eksematous ini tidak diketahui. Bisa jadi disebabkan
trauma, tapi belum dapat dibuktikan. Secara histologi, suatu keratosis
seboroik memperlihatkan bagian-bagian dari perubahan inflamasi, banyak
lingkaran atau pusaran dari sel-sel eosinofilik skuamous yang merata dan
tertata seperti bawang. Ini menyerupai mutiara keratin dalam sel karsinoma
bersisik, tapi bisa dibedakan oleh besarnya jumlah mereka, kecilnya ukuran,
dan bentuknya yang terbatas. Keratinosit dalam suatu keratosis seboroik
yang iritasi menunjukan tingginya tingkat keratinisasi atau keratosis seboroik
yang sudah dewasa dibandingkan dengan common seborrheic keratosis.
6. Seborrheic Keratosis with Squamous Atypia
Sel atipik dan diskeratosis bisa terlihat pada beberapa keratosis seborrheic.
Lesi tersebut bisa sangat mirip dengan penyakit Bowens atau karsinoma sel
squamous yang invasive. Tidak diketahui sebab-sebab perubahan tersebut,
baik itu akibat dari iritasi atau aktivasi, atau tanda karsinoma sel squamous.
Sebaiknya untuk menghilangkan lesi ini seluruhnya.
7. Melanoacanthoma.
Sinonim: pigmented seborrheic keratosis. Melanoacanthoma lebih gelap dari
pigmented seborrheic keratosis. Di dalam lesi ini, ada proliferasi melanosit
dendritik yang jelas. Melanosit tersebut kaya dengan melanin, sebaliknya di
sekitar keratinosit sangat sedikit mengandung melanin. Melanosit dapat
berkembang menjadi sarang, yang melebar dari lapisan basal ke lapisan
superfisial epidermis. Lesi ini tidak berpotensi menjadi ganas.
8. Dermatosis Papulosa Nigra.
Dermatosis papulosa nigra merupakan papul kecil pada wajah yang tampak
pada orang Afrika Amerika, namun terlihat pada orang yang berkulit lebih
gelap dari ras lain, nampak merupakan varian dari keratosis seboroik. Lesi ini
merupakan erupsi papul yang berpigmen pada wajah dan leher. Mereka
menyerupai melanoacanthoma kecil-kecil. Gambaran histologis seperti
common seborrheic keratosis tapi berukuran lebih kecil.
9. The Sign of Leser-Trelat
Erupsi multipel keratosis seboroik, juga dikenal sebagai the sign of Leser-
Trelat, disebutkan berkaitan dengan multipel internal malignancies yang
tersembunyi dan sering diikuti dengan rasa gatal . Keganasan yang paling
sering dihubungkan adalah adenokarsinoma lambung, colon, dan payudara.
Tanda ini juga telah dilaporkan dengan berbagai macam tumor, termasuk
limfoma, leukemia, dan melanoma. Tanda ini juga disebutkan bahwa
berhubungan dengan hiperkeratosis telapak tangan dan telapak kaki terkait
dengan penyakit keganasan dan dengan acanthosis nigricans.
Fenomena keratosis seboroik yang bisa pecah, mungkin menunjukkan
peradangan dermatosis yang berpusat di sekitar papiloma kulit dan keratosis
seboroik membuat fenomena itu lebih kelihatan. Tentu saja, dibutuhkan
keahlian klinis melihat peninggian lesi keratosis seboroik pada pasien dengan
dermatitis generalisata yang disebabkan banyak hal. Kemoterapi, khususnya
citarabine, bisa menyebabkan peradangan keratosis seboroik, khususnya
ketika dikaitkan dengan tanda Leser-Trelat. Maligna acanthosis nigricans
muncul sebanyak 35% pasien dengan tanda Leser-Trelat, yang menunjukkan
kesamaan mekanisme. Namun, hubungan sebenarnya antara erupsi
keratosis seboroik multipel dengan keganasan organ dalam masih harus
dijelaskan.
II.7 Diagnosis
Diagnosis didapat melalui anamnesis dan pemeriksaan fisik serta
pemeriksaan penunjang berupa histologi. Tidak diperlukan pemeriksaan
laboratorium dan pemeriksaan radiologis.
1. 1. Anamensis
Biasanya asimptomatik, pasien hanya mengeluh terdapat bejolan hitam terasa
tidak nyaman.
Lesi kadang dapat terasa gatal, ingin digaruk atau di jepit.
Pasien kadang terasa benjolan semakin membesar secara lambat.
Lesi tidak dapat sembuh sendiri secara tiba-tiba.
Sebagian kasus terdapat riwayat keluarga yang diturunkan.
Lesi dapat timbul diseluruh tubuh kecuali telapak tangan dan kaki serta
membran mukosa.
(2)

1. 2. Pemeriksaan Fisik
Keratosis seboroik tampak sebagai lesi berupa papul atau plak yang agak
menonjol, namun dapat juga terlihat menempel pada permukaan kulit. Lesi
biasanya memiliki pigmen warna yang sama yaitu coklat, namun kadang
kadang juga dapat ditemukan yang bewarna hitam atau hitam kebiruan,
bentuk bulat sampai oval, ukuran dari miliar sampai lentikular bahkan sampai
35x15cm. pada lesi multiple distribusi seiring dengan lipatan kulit.
Permukaan lesi biasanya berbenjol benjol. Pada lesi yang memiliki
permukaan halus biasanya terkandung jaringan keratotik yang menyerupai
butiran gandum. Pada perabaan terasa lunak dan berminyak.
Lesi biasanya timbul pada usia lebih dari 40 tahun dan terus bertambah
seiring dengan bertambahnya usia. Pada beberapa individu lesi dapat
bertambah besar dan tebal, namun jarang lepas dengan sendirinya.
Trauma atau penggosokan dengan keras dapat menyebabkan bagian puncak
lesi lepas, namun akan tumbuh kembali dengan sendirinya. Tidak ada
tendensi untuk berubah ke arah keganasan. Akan tetapi melanoma,
karsinoma sel basal, dan terkadang tumbuh di lesi keratosis seboroik.
(2,5)

1. 3. Pemeriksaan Penunjang
Pemeriksaan penunjang yang dapat dilakukan antara lain pemeriksaan
histopatologi. Komposisi keratosis seboroik adalah sel basaloid dengan
campuran sel skuamosa. Invaginasi keratin dan horn cyst merupakan
karakteristiknya. Sarang-sarang sel skuamosa kadang dijumpai, terutama
pada tipe irritated. Satu dari tiga keratosis seboroik terlihat hiperpigmentasi
pada pewarnaan hematoksilin-eosin.
Setidaknya ada 5 gambaran histologi yang dikenal : acanthotic (solid),
reticulated (adenoid), hyperkeratotic (papilomatous), clonal dan irritated.
Gambaran yang bertumpang tindih biasa dijumpai.
(2,4,5)

1. Tipe acanthotic dibentuk oleh kolumna-kolumna sel basal dengan campuran
horn cyst.
2. Tipe reticulated mempunyai gambaran jalinan untaian tipis dari sel basal,
seringkali berpigmen, dan disertai horn cyst yang kecil.
3. Tipe hiperkeratotik terlihat eksofilik dengan berbagai tingkat hiperkeratotis,
papilomatosis dan akantosis. Terdapat sel basaloid dan sel skuamosa.
4. Tipe clonal mempunyai sarang sel basaloid intraepidermal.
5. Pada tipe irritated, terdapat infiltrat sel yang mengalami inflamasi berat,
dengan gambaran likenoid pada dermis bagian atas. Sel apoptotik terdapat
pada dasar lesi yang menggambarkan adanya regresi imunologi pada
keratosis seboroik. Kadangkala terdapat infiltrat sel yang mengalami
inflamasi berat tanpa likenoid, jarang terdapat netrofil yang berlebihan dalam
infiltrat.
Pada pemeriksaan dengan menggunakan mikroskop elektron menunjukkan
bahwa sel basaloid yang kecil berhubungan dengan sel pada lapisan sel
basal epidermis. Kelompok- kelompok melanososm yang sering membatasi
membran dapat ditemukan di antara sel.
II.7 Diagnosis Banding
Berikut beberapa diagnosis banding keratosis seboroik:
(2,4)

1. Melanoma maligna
Awalnya berupa tahi lalat yang berubah dalam warna, ukuran, mulai timbul
gejala (terbakar, gatal, sakit), terjadi peninggian lesi, berkembangnya lesi
satelit.
Akademi dermatologi Amerika menekankan pentingnya evaluasi lesi
berpigmen, yaitu:
A = asimetri
B = border irregularity
C = color variegation
D = Diameter leib dari 0,6 mm.
2. Epitelioma sel basal berpigmen
Predileksi terutama pada wajah, jarang pada lengan, tangan, badang, tungkai
dan kaki.
Lesi dapat berupa papul atau nodul kecil dengan diameter kurang 2cm
dengan tepi meninggi dan berwarna hitam atau coklat. Permukaan tampak
mengkilat, sering dijumpai teleangiektasia dan kadang ada skuama halus
atau krusta tipis.
3. Nevus pigmentosus
Nevus pigmentosus dapat terjadi disemua tempat termasuk membrana
mukosa dekat permukaan tubuh.
Lesi dapat datar, papuler, atau papulomatosa biasanya berukuran 2-4mm.
papul berbatas tegas dan mengkilat dengan permukaan agak licin, umumnya
berambut.
4. Keratosis senilis
Lesi awalnya berupa makula atau plak kecoklatan berbentuk bulat atau
irreguler, dapat soliter atau multiple, berbatas tegas, teleangiektasi dengan
permukaan kasar, kering dan skuama yang melekat.
II.8 Prognosis
Keratosis seboroik merupakan tumor jinak dan tidak menjadi ancaman bagi
kesehatan individu. Lesi keratosis seboroik umumya tidak mengecil namun
akan bertambah besar dan tebal seiring dengan waktu, dan tidak berubah
menjadi ganas.
(1,4)

II.9 Terapi
1. Terapi Obat
(2)

Keratolytic agent
Dapat menyebabkan epitelium yang menanduk menjadi mengembang, lunak,
maserasi kemudian deskuamasi.
1. Amonium lactat lotion
Mengandung asam laktat dan asam alfa hidroxi yang mempunyai daya
keratolitik dan memfasilitasi pelepasan sel-sel keratin. Sedian 15% dan 5%
strenght; 12% strenght dapat menyebabkan iritasi muka karena menjadikan
sel-sel keratin tidak beradesi.
2. Trichloroacetic acid
Membakar kulit, keratin dan jaringan lainya. Dapat menyebabkan iritasi lokal.
Pengobatan keratosis seboroik dengan 100% trichloroacetic acid dapat
menghilangkan lesi, tepi penggunaanya harus ditangan profesional yang ahli.
Terapi topikal dapat digunakan tazarotene krim 0,1% dioles 2 kali sehari
dalam 16 minggu menunjukkan perbaikan keratosis seborik pada 7 dari 15
pasien.
2. Terapi Bedah
1. Krioterapi
Merupakan bedah beku dengan menggunakan cryogen bisa berupa nitrogen
cair atau karbondioksid padat. Mekanismenya adalah dengan membekukan
sel-sel kanker, pembuluh darah dan respon inflamasi lokal. Pada keratosis
seboroik bila pembekuan terlalu dingin maka dapat menimbulkan skar atau
hiperpigmentasi, tetapi apabila pembekuan dilakukan secara minal diteruskan
dengan kuretase akan memberikan hasil yang baik secara kosmetik.
(5)

2. Bedah listrik
Bedah listrik (electrosurgery) adalah suatu cara pembedahan atau tindakan
dengan perantaraan panas yang ditimbulkan arus listrik boiak-balik
berfrekwensi tinggi yang terkontrol untuk menghasilkan destruksi jaringan
secara selektif agar jaringan parut yang terbentuk cukup estetis den aman
baik bagi dokter maupun penderita. Tehnik yang dapat dilakukan dalam
bedah listrik adalah : elektrofulgurasi, elektrodesikasi, elektrokoagulasi,
elektroseksi atau elektrotomi, elektrolisis den elektrokauter.(
Elektrodesikasi
Merupakan salah satu teknik bedah listrik. Elektrodesikasi dan kuret
dilakukan di bawah prosedur anestesia lokal, awalnya tumor dikuret,
kemudian tepi dan dasar lesi dibersihkan dengan elektrodesikasi, diulang-
ulang selama dua kali. Prosedur ini relatif ringkas, praktis, dan cepat serta
berbuah kesembuhan. Namun kerugiannya, prosedur ini sangat tergantung
pada operator dan sering meninggalkan bekas berupa jaringan parut.
(8)

3. Laser CO2
Sinar Laser adalah suatu gelombang elektromagnetik yang memiliki panjang
tertentu, tidak memiliki efek radiasi dan memiliki afinitas tertentu terhadap
suatu bahan/target. Oleh karena memiliki sel target dan tidak memiliki efek
radiasi sebagaimana sinar lainnya, ia dapat digunakan untuk tujuan
memotong jaringan, membakar jaringan pada kedalaman tertentu, tanpa
menimbulkan kerusakan pada jaringan sekitarnya. Sebagai pengganti pisau
bedah konvensional, memotong jaringan sekaligus membakar pembuluh
darah sehingga luka praktis tidak berdarah saat memotong.
(9)

4. Bedah scalpel
Satu cara konservatif namun tetap dipakai sampai sekarang ialah bedah
skalpel. Umumnya karena invasi tumor sering tidak terlihat sama dengan tepi
lesi dari permukaan, sebaiknya bedah ini dilebihkan 3-4 mm dari tepi lesi agar
yakin bahwa seluruh isi tumor bisa terbuang. Keuntungan prosedur ini ialah
tingkat kesembuhan yang tinggi serta perbaikan kosmetis yang sangat baik.
5. Dermabrasi
Prosedur dermabrasi dikerjakan menggunakan instrumen yang digerakkan
motor 24,000 rpm dengan silinder sandpaper / wire brush. Menggunakan
anestesi lokal atau narkose. Perbaikan terjadi karena dermis yang ditipiskan
dengan tehnik ini tidak akan menebal kembali. Setelah luka sembuh ditutupi
epitel baru yang terbentuk diatas raw surface. Keberhasilan dan cepatnya
penyembuhan tergantung pertumbuhan sel-sel epitel, foilikel rambut, kelenjar
keringat yang ada. Proses ini menyerupai penyembuhan pada donor-site skin
graft.
(9)

BAB IV
KESIMPULAN
1. Keratosis seboroik adalah tumor jinak yang berasal dari proliferasi epidermal
berupa makula hitam yang menonjol di permukaan kulit.
2. Penyebab keratosis seboroik belum diketahui, tetapi beberapa asumsi
mengatakan akibat beberapa faktof, yaitu: autosomal dominan, paparan sinar
matahari dan human papilloma virus.
3. Keratosis seboroik sering dijumpai pada orang tua dan tidak ada perbedaan
antara laki-laki dan perempuan.
4. Diagnosis keratosis seboroik dapat ditegakkan berdasarkan anamnesis,
pemeriksaan fisik dan pemeriksaan penunjang berupa histopatologi.
5. Diagnosis banding keratosis seboroik adalah melanoma maligna, epitelioma
sel basal berpigmen, nevus pigmentosus dan keratosis senilis.
6. Terapi keratosis seboroik dapat berupa terapi obat-obatan dan terapi bedah.
DAFTAR PUSTAKA
1. Halfian, 2006. Keratosis Seboroik. Diakses
darihttp://halfian.multiply.com/journal/item/20/KERATOSIS_SEBOROIK
2. Balin, K.A., 2009. Seborrheic Keratosis. Diakses
darihttp://emedicine.medscape.com/article/1059477-overview
3. Siregar, R.A., 2005. Saripati Penyakit Kulit. Jakarta. EGC.
4. Harahap, M. 2000. Ilmu Penyakit Kulit. Penerbit Hipokrates. Jakarta
5. Wolff,K. et al. 2008. Fitzpatricks Dermatology in General Medicine.
Seventh edition. McGraw Hill.
6. Wikipedia, 2009. Seborrheic Keratosis. Diakses
darihttp://en.wikipedia.org/wiki/Seborrheic_keratosis
7. Handoko, S., 2002. Terapi bedah listrik (electrosurgery) operasi tumor kulit
ditinjau dari kedokteran dan Islam. Universitas YARSI.
8. Farid, 2006. Basalioma, karsinoma sejuta umat. Diakses
dari http://www.majalah-farmacia.com

You might also like