You are on page 1of 29

3

BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Definisi
Thalassemia adalah penyakit genetik yang diturunkan secara autosomal resesif
menurut hukum Mendel dari orang tua kepada anak-anaknya. Thalassemia berasal dari kata
Yunani, yaitu talassa yang berarti laut, oleh karena penyakit ini pertama kali dikenal di
daerah sekitar Laut Tengah dan emia, yaitu yang berhubungan dengan darah.
2

2.2 Epidemiologi dan Faktor Risiko
Di seluruh dunia, 15 juta orang memiliki presentasi klinis dari thalassemia. Fakta ini
mendukung thalassemia sebagai salah satu penyakit turunan yang terbanyak, menyerang
hampir semua golongan etnik dan terdapat pada hampir seluruh negara di dunia.
3
Beberapa
tipe thalassemia lebih umum terdapat pada area tertentu di dunia. Talasemia
o
ditemukan
terutama di Asia Tenggara dan kepulauan Mediterania, talasemia + tersebar di Afrika,
Mediterania, Timor Tengah, India dan Asia Tenggara. Angka kariernya mencapai 40-80%.
Thalassemia memiliki distribusi sama dengan thalassemia Dengan kekecualian di
beberapa negara, frekuensinya rendah di Afrika, tinggi di mediterania dan bervariasi di Timor
Tengah, India dan Asia Tenggara. HbE yang merupakan varian thalassemia sangat banyak
dijumpai di India, Birma dan beberapa negara Asia Tenggara. Adanya interaksi HbE dan
thalassemia

menyebabkan thalassemia HbE sangat tinggi di wilayah ini.
3
Yayasan Thalassemia Indonesia menyebutkan bahwa setidaknya 100.000 anak lahir di
dunia dengan Thalassemia mayor. Di Indonesia sendiri, tidak kurang dari 1.000 anak kecil
menderita penyakit ini. Sedangkan mereka yang tergolong thalassemia trait jumlahnya
mencapai sekitar 200.000 orang. Di RSCM sampai dengan akhir tahun 2003 terdapat 1060
pasien thalassemia mayor yang berobat jalan di Pusat Thalassemia Departemen Anak FKUI-
RSCM yang terdiri dari 52,5 % pasien thalassemia homozigot, 46,2 % pasien thalassemia
HbE, serta thalassemia 1,3%. Sekitar 70-80 pasien baru, datang tiap tahunnya.
4

4


Gambar 2.1 Daerah Penyebaran Thalassemia/Sabuk Thalassemia. (Sumber:Hoffbrand, 2001)

2.3 Patofisiologi
Thalassemia merupakan salah satu bentuk kelainan genetik hemoglobin yang ditandai
dengan kurangnya atau tidak adanya sintesis satu rantai globin atau lebih, sehingga terjadi
ketidak seimbangan jumlah rantai globin yang terbentuk. Secara genetik, gangguan
pembentukan protein globin dapat disebabkan karena kerusakan gen yang terdapat pada
kromosom 11 atau 16 yang ditempati lokus gen globin.
3
Sebagian besar kelainan hemoglobin dan jenis thalassemia merupakan hasil kelainan
mutasi pada gamet yang terjadi pada replikasi DNA. Pada replikasi DNA dapat terjadi
pergantian urutan asam basa dalam DNA, dan perubahan kode genetik akan diteruskan pada
penurunan genetik berikutnya. Mutasi ini dapat memperpendek rantai asam amino maupun
memperpanjangnya. Kelainan mutasi dapat pula terjadi pada keselahan berpasangan
kromosom pada proses meiosis yang mengakibatkan perubahan susunan material genetik.
Bila terjadi crossing over pada kesalahan berpasangan itu, sebagai hasil akhir peristiwa tadi
akan terjadi apa yang disebut duplikasi,delesi, translokasi dan iversi. Kerusakan pada salah
satu kromosom homolog menimbulkan terjadinya keadaan heterozigot, sedangkan kerusakan
pada kedua kromosom homolog menimbulkan keadaan homozigot.
3
Pada thalassemia homozigot sintesis rantai menurun atau tidak ada sintesis sama
sekali. Ketidakseimbangan sintesis rantai alpha atau rantai non alpha, khususnya kekurangan
sintesis rantai akan menyebabkan kurangnya pembentukan Hb. Ketidakseimbangan dalam
rantai protein globin alfa dan beta, yang diperlukan dalam pembentukan hemoglobin,
disebabkan oleh sebuah gen cacat yang diturunkan. Untuk menderita penyakit ini, seseorang
harus memiliki 2 gen dari kedua orang tuanya. Jika hanya 1 gen yang diturunkan, maka orang
tersebut hanya menjadi pembawa tetapi tidak menunjukkan gejala-gejala dari penyakit ini.
3
5

Secara biokimia kelainan yang paling mendasar adalah menurunnya biosintesis dari
unit globin pada Hb A. pada thalasemia heterozigot, sintesis globin kurang lebih
separuh dari nilai normalnya. Pada thalasemia homozigot, sintesis globin dapat mencapai
nol. Karena adanya defisiensi yang berat pada rantai , sintesis Hb A total menurun dengan
sangat jelas atau bahkan tidak ada, sehingga pasien dengan thalasemia homozigot
mengalami anemia berat. Sebagai respon kompensasi, maka sintesis rantai menjadi
teraktifasi sehingga hemoglobin pasien mengandung proporsi Hb F yang meningkat. Namun
sintesis rantai ini tidak efektif dan secara kuantitas tidak mencukupi.
5

Pada thalasemia homozigot, sintesis rantai tidak mengalami perubahan. Ketidak-
seimbangan sintesis dari rantai polipeptida ini mengakibatkan kelebihan adanya rantai
bebas di dalam sel darah merah yang berinti dan retikulosit. Rantai bebas ini mudah
teroksidasi. Mereka dapat beragregasi menjadi suatu inklusi protein (haeinz bodys),
menyebabkan kerusakan membran pada sel darah merah dan destruksi dari sel darah merah
imatur dalam sumsum tulang sehingga jumlah sel darah merah matur yang diproduksi
menjadi berkurang. Sel darah merah yang beredar kecil, terdistorsi, dipenuhi oleh inklusi
globin, dan mengandung komplemen hemoglobin yang menurun. Hal yang telah disebutkan
diatas adalah gambaran dari Anemia Cooley: hipokromik, mikrosisitk dan poikilositik.
5,6
Sel darah merah yang sudah rusak tersebut akan dihancurkan oleh limpa, hepar, dan
sumsum tulang, menggambarkan komponen hemolitik dari penyakit ini. Sel darah merah
yang mengandung jumlah Hb F yang lebih tinggi mempunyai umur yang lebih panjang.
Eritropoetin meningkat sebagai respon adanya anemia, sehingga sumsum-sumsum tulang
dipacu untuk memproduksi eritroid prekusor yang lebih banyak. Namun mekanisme
kompensasi ini tidak efektif karena adanya kematian yang prematur dari eritroblas. Hasilnya
adalah suatu ekspansi sumsum tulang yang masif yang memproduksi sel darah merah baru.
5,6

Sumsum tulang mengalami ekspansi secara masif, menginvasi bagian kortikal dari
tulang, menghabiskan sumber kalori yang sangat besar pada umur-umur yang kritis pada
pertumbuhan dan perkembangan, mengalihkan sumber-sumber biokimia yang vital dari
tempat-tempat yang membutuhkannya dan menempatkan suatu stress yang sangat besar pada
jantung. Secara klinis terlihat sebagai kegalan dari pertumbuhan dan perkembangan,
kegagalan jantung high output, kerentanan terhadap infeksi, deformitas dari tulang, fraktur
patologis, dan kematian di usia muda tanpa adanya terapi transfusi.
6
Dengan pemberian
transfusi darah, eritropoesis yang inefektif dapat diperbaiki, dan terjadi peningkatan jumlah
6

hormon hepcidin; sehingga penyerapan besi akan berkurang dan makrofag akan
mempertahankan kadar besi.
5,6

2. 4 Klasifikasi
Thalassemia adalah grup kelainan sintesis hemoglobin yang heterogen akibat
pengurangan produksi satu atau lebih rantai globin. Hal ini menyebabkan
ketidakseimbangan produksi rantai globin. Sebagaimana telah disebutkan di atas, secara
garis besar terdapat dua tipe utama thalassemia yaitu thalassemia dan thalassemia.
Selain itu juga terdapat tipe thalassemia lain seperti thalassemia intermediate.
Tabel 2.1. Klasifikasi thalassemia
Abnormalitas genetic Sindroma klinik
Thalassemia
Penghapusan 4 gen- hydrops fetalis
Penghapusan 3 gen- penyakit Hb H
Penghapusan 2 gen ( trait thalasemia )
Penghapusan 1 gen ( trait thalasemia + )

Kematian in utero
Anemia hemolitik
Sediaan darah mikrositik hipokrom tetapi
biasanya tanpa anemia
Thalassemia
Homozigot thalassemia mayor
Heterzigot- trait thalassemia

Anemia berat perlu transfusi darah
Sediaan darah mikrositik hipokrom tetapi
biasanya dengan atau tanpa anemia
Thalassemia intermediate
Sindroma klinik yang disebabkan oleh
sejenis lesi genetik

Anemia hipokrom mikrositik, hepato-
splenomegali, kelebihan beban besi.

Talasemia diturunkan berdasarkan hukum Mendel, resesif atau ko-dominan.
Heterozigot biasanya tanpa gejala homozigot atau gabungan heterozigot gejalanya lebih berat
dari talasemia atau .
3

7


Gambar 2.2 Hukum Mendel pada Thalassemia (sumber: Ganie, 2005).

2.5 Manifestasi Klinis
Hampir semua anak dengan thalassemia beta homozigot dan heterozigot
memperlihatkan gejala klinis sejak lahir, gagal tumbuh, kesulitan makanan, infeksi berulang,
dan kelemahan umum. Bayi nampak pucat dan didapatkan splenomegali. Pada stadium ini
tidak ada tanda klinis lain, dan diagnosis dibuat berdasarkan kelainan hematologis.
Gambaran klinis thallasemia terbagi dua, yaitu penderita yang mendapat cukup transfusi dan
dengan anemia kronis sejak anak-anak.
4,5
Gejala sebagai anemia hemolitik kronis yang progresif selama 6 bulan kedua
kehidupan. Transfusi darah yang reguler diperlukan pada penderita ini untuk mencegah
kelemahan yang amat sangat dan gagal jantung yang disebabkan oleh anemia. Tanpa
transfusi, 80% penderita meninggal pada 5 tahun pertama kehidupan.Pada kasus yang tidak
diterapi atau pada penderita yang jarang menerima transfusi pada waktu anemia berat, terjadi
hipertrofi jaringan eritropoetik disumsum tulang maupun di luar sumsum tulang. Tulang-
tulang menjadi tipis dan fraktur patologis mungkin terjadi. Ekspansi masif sumsum tulang di
wajah dan tengkorak menghasilkan bentuk wajah yang khas.
4,5
8


Gambar 2.3 Deformitas tulang pada thalassemia beta mayor (Facies Cooley).
(sumber: Haut,2010)

Pucat, hemosiderosis, dan ikterus sama-sama memberi kesan coklat kekuningan.
Limpa dan hati membesar karena hematopoesis ekstrameduler dan hemosiderosis. Pada
penderita yang lebih tua, limpa mungkin sedemikian besarnya sehingga menimbulkan
ketidaknyamanan mekanis dan hipersplenisme sekunder.
4,5

Gambar 2.4 Splenomegali pada thalassemia. (Sumber: IDAI, 2005)
Pertumbuhan terganggu pada anak yang lebih tua; pubertas terlambat atau tidak
terjadi karena kelainan endokrin sekunder. Diabetes mellitus yang disebabkan oleh siderosis
pankreas mungkin terjadi. Komplikasi jantung, termasuk aritmia dan gagal jantung kongestif
kronis yang disebabkan oleh siderosis miokardium sering merupakan kejadian terminal.
Kelainan morfologi eritrosit pada penderita thalassemia- homozigot yang tidak ditransfusi
adalah ekstrem. Disamping hipokromia dan mikrositosis berat, banyak ditemukan poikilosit
9

yang terfragmentasi, aneh (sel bizarre) dan sel target. Sejumlah besar eritrosit yang berinti
ada di darah tepi, terutama setelah splenektomi. Inklusi intraeritrositik, yang merupakan
presipitasi kelebihan rantai , juga terlihat pasca splenektomi. Kadar Hb turun secara cepat
menjadi < 5 gr/dL kecuali mendapat transfusi. Kadar serum besi tinggi dengan saturasi
kapasitas pengikat besi (iron binding capacity). Gambaran biokimiawi yang nyata adalah
adanya kadar HbF yang sangat tinggi dalam eritrosit.
4,5,6
Pada anak yang cukup mendapat transfusi, pertumbuhan dan perkembangannya
biasanya normal, dan splenomegali biasanya tidak ada. Bila terapi kelasi efektif, anak ini bisa
mencapai pubertas dan terus mencapai usia dewasa secara normal. Bila terapi kelasi tidak
adekuat, secara bertahap akan terjadi penumpukan zat besi. Efeknya mulai nampak pada
akhir dekade pertama. Adolescent growth spurt tidak akan tercapai, komplikasi hati,
endokrin, dan jantung akibat kelebihan zat besi mulai nampak. Termasuk diabetes,
hipertiroid, hipoparatiroid dan kelebihan hati progresif. Tanda-tanda seks sekunder akan
terlambat atau tidak timbul.
4,5

2.6 Diagnosis
Gejala klinis pada thalassemia hampir semua sama, yang membedakan adalah tingkat
keparahannya, dari ringan (asimptomatik) sampai parahnya gejala.. Gejala klinis biasa berupa
tanda-tanda anemia seperti pucat, lemah,letih,lesu, tidak aktif beraktifitas atau jarang bermain
dengan teman seusianya, sesak nafas kurang konsentrasi, sering pula disertai dengan
kesulitan makan, gagal tumbuh, infeksi berulang dan perubahan tulang. Pada pemeriksaan
fisik didapatkan facies cooley, konjungtiva anemis, bentuk tulang yang abnormal,
pembesarah lien dan atau hepar.
7

2.7 Pemeriksaan Penunjang
Pemeriksaan laboratorium yang perlu untuk menegakkan diagnosis thalassemia ialah:
2.7.1. Pemeriksaan Laboratorium
a. Pemeriksaan darah
Darah rutin
Kadar hemoglobin menurun. Dapat ditemukan penurunan jumlah eritrosit,
peningkatan jumlah lekosit, ditemukan pula peningkatan dari sel PMN. Bila terjadi
hipersplenisme akan terjadi penurunan dari jumlah trombosit.
3
Hitung retikulosit
10

Hitung retikulosit meningkat antara 2-8 %.
3
Gambaran darah tepi
Anemia pada thalassemia mayor mempunyai sifat mikrositik hipokrom. Pada
gambaran sediaan darah tepi akan ditemukan retikulosit, poikilositosis, tear drops sel
dan target sel.
3









Gambar 2.5 Sapuan darah tepi pada thalassemia.(Sumber: Yaish, 2010).
Serum Iron & Total Iron Binding Capacity
Kedua pemeriksaan ini dilakukan untuk menyingkirkan kemungkinan anemia terjadi
karena defisiensi besi. Pada anemia defisiensi besi SI akan menurun, sedangkan TIBC
akan meningkat.
3
Tes Fungsi Hepar
Kadar bilirubin tak terkonjungasi akan meningkat sampai 2-4 mg%. bila angka
tersebut sudah terlampaui maka harus dipikir adanya kemungkinan hepatitis, obstruksi
batu empedu dan cholangitis. Serum SGOT dan SGPT akan meningkat dan
menandakan adanya kerusakan hepar. Akibat dari kerusakan ini akan berakibat juga
terjadi kelainan dalam faktor pembekuan darah.
3
b. Pemeriksaan elektroforesis Hb
Diagnosis definitif ditegakkan dengan pemeriksaan elektroforesis hemoglobin.
Pemeriksaan ini tidak hanya ditujukan pada penderita thalassemia saja, namun juga pada
orang tua, dan saudara sekandung jika ada. Pemeriksaan ini untuk melihat jenis hemoglobin
dan kadar HbA
2
. Petunjuk adanya thalassemia adalah ditemukannya Hb Barts dan Hb H.
Pada thalassemia kadar Hb F bervariasi antara 10-90%, sedangkan dalam keadaan normal
kadarnya tidak melebihi 1%.
3


11


c. Pemeriksaan sumsum tulang

Pada sumsum tulang akan tampak suatu proses eritropoesis yang sangat aktif sekali.
Ratio rata-rata antara myeloid dan eritroid adalah 0,8. pada keadaan normal biasanya nilai
perbandingannya 10 : 3.
3









Gambar 2.6 Sapuan sumsum tulang May-Giemsa stain, x1000.
(Sumber: Yaish, 2010)

2.7.2 Pemeriksaan Radiologi Thalasemia
Pemeriksaan radiologi dibutuhkan untuk konfirmasi diagnosis. Foto polos
radiologi umumnya dapat menentukan kelainan tulang pada thalassemia. CT dan MRI lebih
baik dalam menilai iron overload, hematopoiesis ekstramedular, dan perubahan pada sum
sum tulang. USG dapat digunakan terutama untuk melihat batu empedu.
1,8

1. Radiografi konvensional
Secara radiografi, respon tulang terhadap proliferasi sum sum tulang terdiri dari
perluasan pada medulla, penipisan korteks tulang, dan resorpsion tulang cancelous, yang
menyebabkan kehilangan densitas tulang secara umum. Seringkali terlihat area kecil
lusen akibat proliferasi sum sum tulang, dibatasi oleh coarsened dengan sedikit tabekula.
Disamping itu, hipertrofi dan hyperplasia sumsum tulang dapat menimbulkan perforasi
pada korteks, proliferasi subperiosteal, dan merangsang respon periosteal yang berbeda.
Gambaran radiografi ini akan memberikan gambaran yang berbeda, tergantung kepada
tulang.
1,8


12


Pemeriksaan pada seluruh tulang dibutuhkan. Daerah yang paling bermanfaat untuk
pemeriksaan foto polos adalah :
- Kedua tangan, posisi Anteroposterior (AP)
- Tengkorak, posisi lateral
- Vertebrea torakolumbal,posisi AP dan lateral
- Abdomen, posisi AP untuk melihat batu empedu
- Thorax, posisi AP untuk melihat kardiomegali, Congestive Heart Failure dan
hematopoiesis ekstramedular.

a. Korpus Vertebrea
Pada tulang-tulang penopang tubuh, proses resorpsi mempertahankan
trabekula primer dengan mengorbankan trabekula sekunder. Pada badan vertebre, ini
terlihat berupa striated appearance akibat penebalan trabekula vertical yang
berlawanan dengan trabekula horizontal (Gambar 2.7). Pada kondisi yang lebih berat,
akan terlihat gambaran bikonkaf pada margin superior dan inferior pada badan
vertebre atau fraktur kompresi (Gambar 2.8).
1,2

Gambar 2.7. Foto polos Lumbal posisi AP. Terlihat striated appearance pada badan
vertebrae akibat penebalan trabekula vertical. (Sumber: Tunaci, 1999).
13


Gambar 2.8. Foto polos Lumbal posisi lateral. Terlihat fraktur kompresi pada T12.
(Sumber: Cox, 2012)
b. Tulang tengkorak dan tulang wajah
Pada pasien dengan kondisi yang berat, terjadi pelebaran ruang diploid (medulla)
dengan penipisan korteks, sering disertai dengan obliterasi lengkap pada korteks bagian
luar. Bentuk tulang baru (spikula) sebagai respon terhadap proliferasi sum sum tulang
terdapat di bawah periosteum. Spikula tulang ini dapat terlihat secara radiografi dan
terlihat sebagai hair-on-end. Karena tidak memiliki sum sum tulang, tulang oksipital
biasanya tidak terlibat (Gambar 2.9).
1


Gambar 2.9. hair-on-end appearance pada daerah frontal. Perhatikan tulang oksipital yang
tidak terlibat. Terlihat pembuluh darah kalvaria membesar.
(Sumber: Lamson, 2011)
Proliferasi sum sum tulang di frontal dan tulang wajah menghambat
pneumatisasi sinus paranasal (gambar 2.10). Hal ini menyebabkan hipertrofi struktur
osseus dan penonjolan margin lateral pada malar eminens, bersama-sama dengan
pergeseran kearah anterior dan medial saat perkembangan gigi. Fitur ini dijelaskan oleh
14

Cooley dan menghasilkan tampilan rodent facies secara klinis (gambar 2.11). Secara
karakteristik, sinus ethmoid tidak terlibat karena tidak memiliki sum sum tulang merah
di dinding sinus.
1

Gambar 2.10. Foto polos tengkorak yang menunjukkan kehilangan aerasi sinus maksilaris.
(Sumber: Tumaci, 1999).


Gambar 2.11. A. tampilan klinis Rodent Facies B. Rodent Facies pada foto cranium lateral.

(Sumber: Tumaci, 1999).

c. Appendicular skeleton
Pada pasien dengan anemia yang lebih berat, perubahan terlihat pada tulang distal
dari ekstremitas. Pada pasien dengan kondisi yang lebih parah, phalang memperlihatkan
perubahan bagian atas berupa penipisan kortikal, osteopenia, dan pengikisan trabekula
serta kehilangan tubulasi normal, yang sering menghasilkan konfigurasi persegi atau
seperti sosis (Gambar 2.12).
1
15


Gambar 2.12. Foto polos tangan posisi AP. Terlihat adanya kehilangan densitas tulang. Korteks
tipis, trabekula tipis dan garis lusen lokal. (Sumber: Lamson, 2011)
Fraktur dapat terjadi, disebabkan karena osteoporosis (Gambar 2.13). Membatasi
pergerakan dalam hidup anak-anak mungkin bisa melindungi mereka dari cedera yang
sering. Pada pasien dengan kondisi yang lebih berat, dapat diidentifikasi erosi yang jelas
pada margin periosteal korteks metafisis dan diafisis.
1

Gambar 2.13. Foto polos lengan bawah posisi AP. Terlihat fraktur pada radius distal.
(Sumber: Lamson, 2011).

d. Tulang Iga
Sama hal nya dengan tulang panjang, gambaran foto polos tulang iga dapat
mengungkapkan respon yang bervariasi pada medulla, korteks, dan periosteum terhadap
proliferasi sum sum tulang. Bukti pelebaran, osteopenia atau lusen local akibat hipertrofi
dan hyperplasia sum sum tulang ke medulla dapat terlihat. Erosi pada korteks dapat
menonjol dan dipertimbangkan sebagai hasil dari proliferasi subperiosteal sum sum
tulang (Gambar 2.14).
1,8
16


Gambar 2.14. Foto polos iga. Terlihat erosi pada margin korteks superior pada iga ke tiga,
empat, dan lima. (Sumber: Lamson, 2011).
Gambaran yang tersering adalah sebagai rib-within-a-rib appearance, terutama
terlihat di anterior dan tengah tulang iga. Gambaran ini berupa kepadatan linear yang
panjang atau tumpang tindih didalam ruang medular tulang rusuk dan berjalan sejajar
dengan sumbu panjang (Gambar 2.15). Gambaran ini tidak terlihat pada tulang
rangka.
1,8

Gambar 2.15. rib-within-a-rib appearance. (Sumber: Tumaci, 1999).
e. Hematopoiesis ekstramedular
Pada pasien dengan kondisi yang buruk, dan terutama pada pasien dengan
talasemia intermedia, densitas soft tissue lobus yang nyata dapat terlihat pada
mediastinum posterior dan pada densitas yang lebih kurang pada mediastinum
anterior atau pelvis. Lesi opak ini berasal dari hematopoiesis ekstramedular (Gambar
2.16). CT scan dapat menilai system skeletal pada potongan aksial, dan menunjukkan
bahwa proliferasi sum sum tulang berasal dari medulla korpus vertebre yang
17

berdekatan, tulang rusuk atau pelvis.
1,2

Gambar 2.16. Hematopoiesis ekstramedular. Tampak Lesi opak pada soft tissue yang berbentuk
seperti lobulus yang melapisi iga anterior dan posterior. (Sumber: Lamson, 2011).


Hematopoiesis ekstramedular juga dapat berasal dari sel induk
pluripoten yang didistribusikan pada seluruh tubuh dan keterlibatan abdomen
visceral seperti hati, limpa, ginjal, kelenjer adrenal dan payudara dapat terjadi
(gambar 2.17).
1,8

Gambar 2.17. Foto polos lumbal posisi AP. Tampak adanya hepatosplenomegali pada
pasien thalassemia. (Sumber: Cox, 2012).

f. Gambaran vaskuler.
Hematopoietic sum sum tulang berhubungan dengan pembuluh darah.
Hipertrofi dan hyperplasia sum sum tulang dikaitkan dengan peningkatan aliran
darah. Pada foto polos akan terlihat pelebaran foramen nutrient pada tubular tulang,
terutama phalang.
1,8
Pelebaran yang sama juga dihubungkan dengan peningkatanan suplai darah ke
18

medulla, seperti pada variasi penyakit bulan sabit, Penyakit Gaucher, penyakit
infeksi (lepra), penyakit non infeksi seperti hemophilia. Pelebaran kalvaria akibat
hipertrofi sum sum tulang dihubungkan dengan pelebaran yang nyata gambaran
vascular yang berliku-liku pada kalvaria. Rupture pada pelebaran vena dapat
menimbulkan gejala sisa pada trauma kepala sedang. (gambar 2.18).
1,8

Gambar 2.18. Terlihat pembuluh darah kalvaria membesar. (Sumber: Tumaci, 1999).
g.
.
Kelainan metafise
Penyatuan plate pertumbuhan premature pada tulang tubular ekstremitas
merupakan temuan yang umum pada anak dengan thalassemia mayor. Penemuan ini
terlihat pada 10-15% pasien, umumnya terjadi pada usia lebih dari 10 tahun dan paling
sering pada humerus proksimal dan femur distal. Fusi ini menyebabkan tingkat
pemendekan yang bervariasi. Ini paling sering terjadi pada pasien yang tidak
mendapatkan transfusi sampai akhir masa kanak-kanak dan remaja. Secara morfologi
juga terjadi perubahan pada metafise tulang panjang sebagai akibat dari terapi
deferoxamine.
1,8

Gambar 2.19. Foto polos bahu kanan dan kiri. Terlihat Fusi pada left proximal physis
medially yang berhubungan dengan deformitas humeral. Physis kanan normal. (Sumber:
Lamson, 2011).
Terapi hipertransfusi dapat mempengaruhi gambaran radiologi. Ini disebabkan
19

karena terapi hipertransfusi dan terapi Khelasi telah dapat meningkatkan keadaan
umum dan tampilan radiologis pasien. Pada studi ini, kebanyakan anak dengan
hipertransfusi pada usia muda menunjukkan gambaran iga normal. Ini berbeda pada
anak yang tidak mendapat hipertransfusi sampai usia lebih besar atau anak yang tidak
pernah mendapatkan hipertransfusi, yang sering menunjukkan abnormalitas pada
tulang iga. Tingkat keparahan meningkat seiring dengan keterlambatan terapi
transfuse.
8
2. CT scan dan MRI
CT scan dan MRI jarang digunakan, namun dapat memastikan diagnosis
hematopoiesi ekstramedular dengan baik. CT scan dan MRI dapat memastikan iron overload
di hati dan organ yang lainnya, serta menghubungkannya dengan kerusakan organ, tingkat
feritin serum, dan riwayat transfusi yang tidak memuaskan.
a. Korpus Vertebrea
Osteoporosis yang nyata dan penipisan korteks dapat menjadi predispose terjadinya
fraktur kompresi pada vertebra (gambar 2.20).
Tampilan MRI sum sum tulang pada pasien thalassemia adalah resleksi dari terapi
transfusi dan Khelasi . iron overload dapat terjadi pada area sum sum tulang merah yang aktif
walaupun dalam terapi Khelasi (gambar 2.21). Pada thalassemia, terdapat masa posterior
paravertebralis, mediastinum, dan presacral pada Hematopoiesis Ekstramedular akibat
ekstensi ekstraosseus jaringan medula. (gambar 2.22). Perluasan medular akibat ExmH juga
terlihat pada pasien thalassemia dan dapat menyebabkan cord compression (gambar 2.23).
Platyspondily salah satu manifestasi tulang belakang yang lainnya yang terlihat pada pasien
thalassemia dengan hipertransfusi.
1,8

20


Gambar 2.20. T1 weighted turbo-spin-echo [TSE;TR/TE = 880/15 ms, echo trainlength (ETL) = 6]
pada foto sagital memperlihatkan lumbal vertebre dengan sinyal intensitas menengah pada sum sum
dan fraktur kompresi pada korpus vertebre L3. (Sumber: Tumaci, 1999).



Gambar 2.21. T2-weighted TSE (TR/TE = 5000/119 ms, ETL= 6) Foto sagital menunjukkan
intensitas yang rendah vertebre lumbal akibat iron overload transfusional. (Sumber: Tumaci, 1999).

21


Gambar 2.22. T1-weighted TSE (TR/TE = 786/17 ms, ETL= 6) Foto coronal memperlihatkan masa
multiple paravertebra yang disebabkan Hematopoiesis Ekstramedular. (Sumber: Tumaci, 1999).


Gambar 2.23. T1-weighted TSE (TR/TE = 786/17 ms,ETL= 6) Foto sagital memperlihatkan anterior
epidural (panah yang diatas) dan masa soft tissue presakrum yang disebabkan oleh Hematopoiesis
Ekstramedular. Terlihat destruksi korteks disepanjang perbatasan posterior sacrum vertebre (panah
dibawah). (Sumber: Tumaci, 1999).

b. Tulang tengkorak dan tulang wajah
Perubahan tengkorak meliputi pelebaran ruang diploik serta perubahan dan penipisan korteks
bagian luar. (gambar 2.24).
8
22


Gambar 2.24. Proton-density-weighted TSE axial MR image (TR/TE = 3700/17 ms, ETL= 6).
Terlihat perluasan ruang diploik yang nyata pada tulang frontal. (Sumber: Tumaci, 1999).


Gambar 2.25. T2-weighted TSE (TR/TE = 5000/119,ETL= 6) foto koronal pada pasien thalassemia
menunjukkan obliterasi sinus maksila oleh soft tissue. (Sumber: Tumaci, 1999).
c. Tulang Iga
Beberapa gangguan terlihat pada tulang iga. Perluasan nyata pada daerah kepala dan
leher iga pada sisi yang menempel pada colum vertebre biasanya ditemukan pada pasien
thalassemia (gambar 2.26).
1,8
perluasan jaringan hematopooetik pada ruang sumsum tulang mengarahkan kepada
erosi korteks bagian dalam( gambar 2.27). Melalui erosi ini jaringan hematopoiesis menonjol
keluar mengarahkan kepada Hematopoiesis Ekstramedular yang paling sering terjadi pada
segmen posterior iga dan menghasilkan masa jaringan lunak mediastinal posterior (gambar
2.28). Hematopoiesis Ekstramedular memiliki bentuk yang bervariasi mulai dri massa
23

jaringan lunak yang minimal di bagian anterior dan posterior Iga sampai masa yang luas di
posterior mediastinal.
1,8


Gambar 2.26. T1-weighted SE (TR/TE = 770/15 ms). Foto MRI thoraks aksial memperlihatkan
perluasan daerah kepala dan leher tulang iga. (Sumber: Tumaci, 1999).

a. b.
c.
Gambar 2.27 a-c. Foto MRI menunjukkan perubahan pada iga dan Hematopoiesis Ekstramedular A.
T2-weighted TSE (TR/TE = 6915/90 ms, ETL= 6) Foto aksial menunjukkan lesi Hematopoiesis
Ekstramedular tahap awal yang terletak lebih anterior iga (panah atas). B. T2-weighted TSE (TR/TE =
4300/119 ms, ETL= 6) Foto menunjukkan masa jaringan lunak bilateral terletak anterior iga yang
mencerminkan Hematopoiesis Ekstramedular. Juga terlihat masa paravertebral bilateral. C. T1-
weighted SE (TR/TE = 770/15 ms) Foto menunjukkan Hematopoiesis Ekstramedular tahap lanjut
dengan masa mediastinal posterior yang besar. (Sumber: Tumaci, 1999).

d. Hematopoiesis Ekstramedular
Hematopoiesis ekstra medular merupakan usaha tubuh untuk mempertahankan
eritrogenesis ketika tidak ada perubahan penting pada populasi sel darah. Pada thalassemia,
24

masa paravertebral mediastinum posterior atau masa presacral yang terdapat pada
Hematopoiesis Ekstramedular sebagai akibat dari perluasan ekstraosseus jaringan medular.
Hematopoiesis Ekstramedular juga dapat berasal dari sel induk pluripoten yang
didistribusikan pada seluruh tubuh dan keterlibatan abdomen visceral seperti hati, limpa,
ginjal, kelenjer adrenal dan payudara dapat terjadi (gambar 2.28).
1,8

a. b.
Gambar 2.28.a. T1-weighted gradient-echo (TR/TE = 140/6 ms) Foto aksial menunjukkan lesi
hiperintensi berbatas tegas dengan lingkaran hypointense pada lobus kiri hepar (panah). Terlihat
hypointense difus pada parenkim hepar akibat iron overload. B. foto CT scan menunjukkan lesi
hipodens, dengan tepi rata pada lobus kiri hepar (panah). (Sumber: Tumaci, 1999).

e. Hemosiderosis
Hemosiderosis adalah akumulasi kelebihan zat besi dalam system retikuloendhotelial
sebagai konsekuensi transfusi yang berulang pada thalassemia. Hati, lien, pancreas dan
kelenjer pituitaries adalah salah satu jaringan yang paling berdampak. (gambar 2.29). MRI
sangat membantu dalam menentukan distribusi peningkatan status besi pada tubuh. Seiring
dengan peningkatan keparahan, intensitas sinyal dari sumsum berkurang, disertai dengan
hipointensitas parenkim hepar dan lien yang mencerminkan pengendapan besi yang difus
dalam Sistem Retikulo Endhotelial (gambar 2.30). Oleh karena itu, MRI merupakan
modalitas yang akurat dalam mengevaluasi iron overload dan diyakini berperan dalam
peningkatan tatalaksana thalassemia mayor. Zat besi terutama terakumulasi pada pancreas
pasien dengan splenektomi. (gambar 2.31).
8

25


Gambar 2.29. T2-weighted TSE (TR/TE = 5000/119 ms, ETL= 6) . Foto kepala potongan koronal
menunjukkan hipointensi difus kelenjer pituitary yang dihubungkan dengan iron overload (panah).
(Sumber: Tumaci, 1999).


Gambar 2.30. T1-weighted foto abdomen potongan koronal menunjukkan pembesaran yang nyata,
dengan hypointense pada hepar dan lien. (Sumber: Cox, 2012).


Gambar 2.31. T2-weighted TSE (5000/119 ms) Foto abdomen aksial menunjukkan kehilangan sinyal
yang nyata pada parenkim hepar dan pancreas yang mencerminkan iron everload. (Sumber: Tumaci,
1999).


26

3. Ultrasonografi (USG)
Peningkatan hemolisis mengakibatkan terjadinya akumulasi produk pemecahan
komponen heme pada hemoglobin, terutama bilirubin dan dan besi. Penyakit pada kantong
empedu dan duktus empedu, terutama batu bilirubin sering terdapat pada thalassemia dengan
peningkatan hemolisis. Kolelitiasis biasanya terdapat pada thalassemia yang tidak diobati.
USG adalah pilihan utama ketika dicurigai adanya batu empedu.
1,8

2.7.3. EKG dan echocardiography
EKG dan echocardiography untuk mengetahui dan memonitor keadaan jantungnya.
Kadang ditemukan jantung yang kardiomegali akibat anemianya.

2. 7.3. HLA typing
HLA typing untuk pasien yang akan di transplantasi sumsum tulang.

2.7.4. Pemeriksaan lainnya
Pemeriksaan mata, pendengaran, fungsi ginjal dan test darah rutin untuk memonitor efek
terapi deferoxamine (DFO) dan chelating agent.
7

2.8 Diagnosis Banding

Thalassemia sering kali didiagnosis salah sebagai anemia defisiensi Fe, hal ini disebabkan
oleh karena kemiripan gejala yang ditimbulkan, dan gambaran eritrosit mikrositik
hipokrom. Namun kedua penyakit ini dapat dibedakan, karena pada anemia defisiensi Fe
didapatkan :


- Pucat tanpa organomegali
- SI rendah
- IBC meningkat
- Tidak tedapat besi dalam sumsum tulang
- Bereaksi baik dengan pengobatan dengan preparat besi

Anemia sideroblastik dimana didapatkan pula gambaran apusan darah tepi mikrositik
hipokrom dan gejala-gejala anemia, yang membedakan dengan thalassemia adalah kadar besi
dalam darah tinggi, kadar TIBC (Total Iron Binding Capacity) normal atau meningkat
sedangkan pada thalassemia kadar besi dan TIBC normal.
4,9
27

Dapat juga dibandingkan dengan anemia defisiensi G6PD, dimana enzim ini bekerja
untuk mencegah kerusakan eritrosit akibat oksidasi. Merupakan salah satu anemia hemolitik
juga. Dapat dibedakan dengan thalassemia dengan gambaran apusan darah tepi dimana pada
defisiensi G6PD nomositik-normokrom dan pemeriksaan enzim G6PD.
4,9
Thalassemia juga didiagnosis banding dengan jenis thalassemia lainnya, yang
memberi gambaran klinis yang sama. Namun pada pemeriksaan elektroforesis hemoglobin
dapat diketahui jenis thalassemia atau thalassemia . Pada thalassemia dengan HbH
ditemukan jaundice dan splenomegali.
4,9

2.9 Penatalaksanaan
Penderita trait thalassemia tidak memerlukan terapi ataupun perawatan lanjut setelah
diagnosis awal dibuat. Terapi preparat besi sebaiknya tidak diberikan kecuali memang
dipastikan terdapat defisiensi besi dan harus segera dihentikan apabila nilai Hb yang potensial
pada penderita tersebut telah tercapai. Diperlukan konseling pada semua penderita dengan
kelainan genetik, khususnya mereka yang memiliki anggota keluarga yang berisiko untuk
terkena penyakit thalassemia berat.
Penderita thalassemia berat membutuhkan terapi medis, dan regimen transfusi darah
merupakan terapi awal untuk memperpanjang masa hidup. Transfusi darah harus dimulai
pada usia dini ketika anak mulai mengalami gejala dan setelah periode pengamatan awal
untuk menilai apakah anak dapat mempertahankan nilai Hb dalam batas normal tanpa
transfusi.
4
a. Transfusi Darah
- Transfusi darah bertujuan untuk mempertahankan nilai Hb tetap pada level 9-9.5 gr/dL
sepanjang waktu.
- Pada pasien yang membutuhkan transfusi darah reguler, maka dibutuhkan suatu studi
lengkap untuk keperluan pretransfusi. Pemeriksaan tersebut meliputi fenotip sel darah
merah, vaksinasi hepatitis B (bila perlu), dan pemeriksaan hepatitis.
- Darah yang akan ditransfusikan harus rendah leukosit; 10-15 mL/kg PRC dengan
kecepatan 5 mL/kg/jam setiap 3-5 minggu biasanya merupakan regimen yang adekuat
untuk mempertahankan nilai Hb yang diinginkan.
- Pertimbangkan pemberikan asetaminofen dan difenhidramin sebelum transfusi untuk
mencegah demam dan reaksi alergi.
Komplikasi Transfusi Darah
28

Komplikasi utama dari transfusi adalah yang berkaitan dengan transmisi bahan
infeksius ataupun terjadinya iron overload. Penderita thalassemia mayor biasanya lebih
mudah untuk terkena infeksi dibanding anak normal, bahkan tanpa diberikan transfusi.
Beberapa tahun lalu, 25% pasien yang menerima transfusi terekspose virus hepatitis B. Saat
ini, dengan adanya imunisasi, insidens tersebut sudah jauh berkurang. Virus Hepatitis C
(HCV) merupakan penyebab utama hepatitis pada remaja usia di atas 15 tahun dengan
thalassemia. Infeksi oleh organisme opurtunistik dapat menyebabkan demam dan enteriris
pada penderita dengan iron overload, khususnya mereka yang mendapat terapi khelasi
dengan Deferoksamin (DFO). Demam yang tidak jelas penyebabnya, sebaiknya diterapi
dengan Gentamisin dan Trimetoprim-Sulfametoksazol.
4
b.Terapi Khelasi (Pengikat Besi)
- Apabila diberikan sebagai kombinasi dengan transfusi, terapi khelasi dapat menunda
onset dari kelainan jantung dan, pada beberapa pasien, bahkan dapat mencegah kelainan
jantung tersebut.
4

- Chelating agent yang biasa dipakai adalah DFO yang merupakan kompleks
hidroksilamin dengan afinitas tinggi terhadap besi. Rute pemberiannya sangat penting
untuk mencapai tujuan terapi, yaitu untuk mencapai keseimbangan besi negatif (lebih
banyak diekskresi dibanding yang diserap). Karena DFO tidak diserap di usus, maka rute
pemberiannya harus melalui parenteral (intravena, intramuskular, atau subkutan).
4

- Dosis total yang diberikan adalah 30-40mg/kg/hari diinfuskan selama 8-12 jam saat
pasien tidur selama 5 hari/minggu.
4

c. Transplantasi Sel Stem Hematopoetik (TSSH)


TSSH merupakan satu-satunya yang terapi kuratif untuk thalassemia yang saat ini
diketahui. Prognosis yang buruk pasca TSSH berhubungan dengan adanya hepatomegali,
fibrosis portal, dan terapi khelasi yang inefektif sebelum transplantasi dilakukan. Prognosis
bagi penderita yang memiliki ketiga karakteristik ini adalah 59%, sedangkan pada penderita
yang tidak memiliki ketiganya adalah 90%. Meskipun transfusi darah tidak diperlukan setelah
transplantasi sukses dilakukan, individu tertentu perlu terus mendapat terapi khelasi untuk
menghilangkan zat besi yang berlebihan. Waktu yang optimal untuk memulai pengobatan
tersebut adalah setahun setelah TSSH. Prognosis jangka panjang pasca transplantasi ,
termasuk fertilitas, tidak diketahui. Biaya jangka panjang terapi standar diketahui lebih tinggi
daripada biaya transplantasi. Kemungkinan kanker setelah TSSH juga harus
dipertimbangkan.
4
d.Terapi Bedah
29

Splenektomi merupakan prosedur pembedahan utama yang digunakan pada pasien
dengan thalassemia. Limpa diketahui mengandung sejumlah besar besi nontoksik (yaitu,
fungsi penyimpanan). Limpa juga meningkatkan perusakan sel darah merah dan distribusi
besi. Fakta-fakta ini harus selalu dipertimbangkan sebelum memutuskan melakukan
splenektomi.. Limpa berfungsi sebagai penyimpanan untuk besi nontoksik, sehingga
melindungi seluruh tubuh dari besi tersebut. Pengangkatan limpa yang terlalu dini dapat
membahayakan.
4
Sebaliknya, splenektomi dibenarkan apabila limpa menjadi hiperaktif, menyebabkan
penghancuran sel darah merah yang berlebihan dan dengan demikian meningkatkan
kebutuhan transfusi darah, menghasilkan lebih banyak akumulasi besi. Splenektomi dapat
bermanfaat pada pasien yang membutuhkan lebih dari 200-250 mL / kg PRC per tahun untuk
mempertahankan tingkat Hb 10 gr / dL karena dapat menurunkan kebutuhan sel darah merah
sampai 30%.
4
Risiko yang terkait dengan splenektomi minimal, dan banyak prosedur sekarang
dilakukan dengan laparoskopi. Biasanya, prosedur ditunda bila memungkinkan sampai anak
berusia 4-5 tahun atau lebih. Pengobatan agresif dengan antibiotik harus selalu diberikan
untuk setiap keluhan demam sambil menunggu hasil kultur. Dosis rendah Aspirin setiap
hari juga bermanfaat jika platelet meningkat menjadi lebih dari 600.000 / L pasca
splenektomi.
4
e.Transplantasi sumsum tulang
Transplantasi sumsum tulang untuk talasemia pertama kali dilakukan tahun 1982.
Transplantasi sumsum tulang merupakan satu-satunya terapi definitive untuk talasemia.
Jarang dilakukan karena mahal dan sulit.
4
f.Diet thalassemia
Pasien dianjurkan menjalani diet normal, dengan suplemen sebagai berikut :
9
Vitamin C 100-250 mg/hari selama pemberian kelasi besi.
Asam Folat 2-5 mg/hari untuk memenuhi kebutuhan yang meningkat.
Vitamin E 200-400 IU setiap hari.
Sebaiknya zat besi tidak diberikan, dan makanan yang kaya akan zat besi juga dihindari.
Kopi dan teh diketahui dapat membantu mengurangi penyerapan zat besi di usus.
9




30

2.10 Komplikasi
-
Splenomegali karena penimbunan besi dan eritrosit abnormal, leukosit dan trombosit.
10
-
Anak dengan thalassemia mayor dengan transfusi yang tidak adekuat dapat
menyebabkan pertumbuhan kurang dan mudah terinfeksi, hepatosplenomegali, penipisan
cortex tulang dan mudah fraktur.
10
-
Hemodierosis akibat pemberian transfusi, sehingga kadar serum besi yang berlebihan.
10
-
Kerusakan hepar yang disebabkan oleh besi yang berhubungan dengan komplikasi
sekunder dari transfuse dan infeksi hepatitis C merupakan penyebab tersering hepatitis
pada anak dengan thalassemia.
10
-
Congestive heart failure dan cardiac aritmia pada transfusi tanpa chelating agent.

-
Thrombosis dan septikemia pada splenektomi.
10
-
Wanita dengan fetus - thalassemia meningkatkan komplikasi pada kehamilan karena
toksikemia dan peradarahan post partum.
10

2.11 Skrinning
Ada 2 pendekatan untuk menghindari thalassemia:
4
1. Karena karier thalassemia bias diketahui dengan mudah, skrinning populasi dan
koseling tentang pasangan bisa dilakukan. Bila heterozigot menikah, 1 dari 4 anak
mereka bisa menjadi homozigot atau gabungan heterozigot.
2. Bila ibu heterozigot sudah diketahui sebelum lahir, pasangannya bisa diperiksa dan
bila termasuk karier, pasangan tersebut ditawari diagnosis prenatal dan terminasi
kehamilan pada fetus dengan thalassemia berat.

Bila populasi tersebut menghendaki pemilihan pasangan, dilakukan skrinning
premarital yang bisa dilakukan di sekolah anak. Penting menyediakan program konseling
verbal maupun tertulis mengenai skrinning.Alternatif lain bisa juga dilakukan pemeriksaan
terhadap setiap wanita hamil berdasar ras, melalui ukuran eritrosit, kadar Hb A2 (meningkat
pada thalassemia-). Bila kadarnya normal, pasien dikirim ke pusat yang bisa menganalisis
rantai .
4


2.12 Prognosis
Prognosis bergantung pada tipe dan tingkat keparahan dari thalassemia. Seperti
dijelaskan sebelumnya, kondisi klinis penderita thalassemia sangat bervariasi dari ringan
bahkan asimtomatik hingga berat dan mengancam jiwa, tergantung pula pada terapi dan
31

komplikasi yang terjadi. Bayi dengan thalassemia mayor kebanyakn lahir mati atau lahir
hidup dan meninggal dalam beberapa jam. Anak dengan thalassemia dengan transfuse darah
biasanya hanya bertahan sampai usia 20 tahun, biasanya meninggal karena penimbunan besi.

7

You might also like