You are on page 1of 4

Dasar Prinsip : Bilangan peroksida sebagai jumlah asam lemak teroksidasi ditentukan berdasarkan jumlah iodine (I2) yang

terbentuk dari reaksi peroksida dalam minyak dengan ion iodine (I-) yang sebanding dengan kadar peroksida sampel.
Tujuan Penetapan : Untuk menguji ketengikan atau menentukan bilangan peroksida suatu sampel minyak /
lemak.
Reaksi :


Landasan Teori :
BILANGAN PEROKSIDA


Bilangan peroksida adalah indeks jumlah lemak atau minyak yang telah mengalami oksidasi Angka
peroksida sangat penting untuk identifikasi tingkat oksidasi minyak. Minyak yang mengandung asam- asam lemak
tidak jenuh dapat teroksidasi oleh oksigen yang menghasilkan suatu senyawa peroksida. Cara yang sering
digunakan untuk menentukan angka peroksida adalah dengan metoda titrasi iodometri. Penentuan besarnya angka
peroksida dilakukan dengan titrasi iodometri
Salah satu parameter penurunan mutu minyak goreng adalah bilangan peroksida
Pengukuran angka peroksida pada dasarnya adalah mengukur kadar peroksida dan hidroperoksida yang
terbentuk pada tahap awal reaksi oksidasi lemak. Bilangan peroksida yang tinggi mengindikasikan lemak atau
minyak sudah mengalami oksidasi, namun pada angka yang lebih rendah bukan selalu berarti menunjukkan kondisi
oksidasi yang masih dini. Angka peroksida rendah bisa disebabkan laju pembentukan peroksida baru lebih kecil
dibandingkan dengan laju degradasinya menjadi senyawa lain, mengingat kadar peroksida cepat mengalami
degradasi dan bereaksi dengan zat lain Oksidasi lemak oleh oksigen terjadi secara spontan jika bahan berlemak
dibiarkan kontak dengan udara, sedangkan kecepatan proses oksidasinya tergantung pada tipe lemak dan kondisi
penyimpanan. Minyak curah terdistribusi tanpa kemasan, paparan oksigen dan cahaya pada minyak curah lebih
besar dibanding dengan minyak kemasan. Paparan oksigen, cahaya, dan suhu tinggi merupakan beberapa faktor
yang mempengaruhi oksidasi. Penggunaan suhu tinggi selama penggorengan memacu terjadinya oksidasi minyak.
Kecepatan oksidasi lemak akan bertambah dengan kenaikan suhu dan berkurang pada suhu rendah.
Peroksida terbentuk pada tahap inisiasi oksidasi, pada tahap ini hidrogen diambil dari senyawa oleofin
menghasikan radikal bebas. Keberadaan cahaya dan logam berperan dalam proses pengambilan hidrogen tersebut.
Radikal bebas yang terbentuk bereaksi dengan oksigen membentuk radikal peroksi, selanjutnya dapat mengambil
hidrogen dari molekul tak jenuh lain menghasilkan peroksida dan radikal bebas yang baru
Peroksida dapat mempercepat proses timbulnya bau tengik dan flavor yang tidak dikehendaki dalam bahan
pangan. Jika jumlah peroksida lebih dari 100 meq peroksid/kg minyak akan bersifat sangat beracun dan mempunyai
bau yang tidak enak. Kenaikan bilangan peroksida merupakan indikator bahwa minyak akan berbau tengik.
Bilangan peroksida adalah nilai terpenting untuk menentukan derajat kerusakan pada minyak atau lemak.
Asam lemak tidak jenuh dapat meningkatkan oksigen pada ikatan rangkapnya sehingga membentuk peroksida.
Peroksida terbentuk akibat pemanasan yang mengakibatkan kerusakan pada minyak atau lemak. Pada minyak
goreng, angka peroksida menunjukkan ketengikan minyak goreng akibat proses oksidasi serta hidrolisis.
Kerusakan lemak atau minyak akibat pemanasan pada suhu tinggi (200-250 C) akan mengakibatkan
keracunan dalam tubuh dan berbagai macam penyakit misalnya diarhea, pengendapan lemak dalam pembuluh
darah (artero sclerosis), kanker dan menurunkan nilai cerna lemak.
Selain itu, peroksida dapat menyebabkan destruksi beberapa macam vitamin dalam bahan pangan
berlemak (misalnya vitamin A, C, D, E, K dan sejumlah kecil vitamin B). Bergabungnya peroksida dalam sistem
peredaran darah, mengakibatkan kebutuhan vitamin E meningkat lebih besar. Padahal vitamin E dibutuhkan untuk
menangkal radikal bebas yang ada dalam tubuh.
Minyak goreng yang memiliki kadar peroksida tinggi memiliki ciri-ciri yang khas, diantaranya. Jika dilihat
secara kasat mata minyak goreng tersebut cenderung berwarna coklat tua sampai kehitaman, jika dibandingkan
dengan minyak goreng yang kadar peroksidanya sesuai standar masih berwarna kuning sampai coklat muda. Warna
gelap pada minyak goreng disebabkan oleh proses oksidasi terhadap tekoferol (vitamin E).
Minyak goreng dengan kadar peroksida yang sudah melebihi standar memiliki endapan yang relatif tebal,
keruh, berbuih sehingga membuat minyak goreng lebih kental dari pada minyak goreng yang kadar peroksidanya
masih sesuai standar. Standar mutu menurut SNI menyebutkan kriteria minyak goreng yang baik digunakan adalah
yang berwarna muda dan jernih, serta baunya normal dan tidak tengik. Bau minyak goreng yang memiliki kadar
peroksida melebihi standar, baunya terasa tengik, jika dicium, tingkat ketengikan minyak goreng berbanding lurus
dengan jumlah kadar peroksida.

Bilangan peroksida didefinisikan sebagai miliequivalen (mEq) peroksida per kg sampel. Bilangan peroksida
ditentukan dengan titrasi redoks. Diasumsikan bahwa senyawa yang bereaksi di bawah kondisi uji adalah peroksida
atau produk sejenis dari oksidasi lipid. Kerusakan lemak atau minyak yang utama adalah karena peristiwa oksidasi
dan hidrolitik, baik ensimatik maupun non-ensimatik. Di antara kerusakan minyak yang mungkin terjadi ternyata
kerusakan karena autooksidasi yang paling besar pengaruhnya terhadap cita rasa. Hasil yang diakibatkan oksidasi
lemak antara lain peroksida, asam lemak, aldehid dan keton. Bau tengik atau ransid terutama disebabkan oleh
aldehid dan keton. Untuk mengetahui tingkat kerusakan minyak dapat dinyatakan sebagai angka peroksida atau
angka asam thiobarbiturat (TBA) (Sudarmadji et. al., 1989).


Bilangan peroksida didefiniskan sebagai jumlah meq peroksida dalam setiap 1000 g (1 kg) minyak atau
lemak. Bilangan peroksida ini menunjukan tingkat kerusakan lemak atau minyak (Rohman, 2007).

Penentuan peroksida kurang baik dengan cara iodometri biasa meskipun peroksida bereaksi sempurna
dengan alkali iod. Hal ini disebabkan karena peroksida jenis lainnya hanya bereaksi sebagian. Di samping itu dapat
terjadi kesalahan yang disebabkan oleh reaksi antara alkali iodida dengan oksigen dari udara (Ketaren, 1986).

Proses oksidasi yang distimulir oleh logam jika berlangsung dengan intensif akan mengakibatkan
ketengikan dan perubahan warna (menjadi semakin gelap). Keadaan ini jelas sangat merugikan sebab mutu minyak
sawit menjadi menurun.

Bila suatu lemak dipanaskan, pada suhu tertentu timbul asap tipis kebiruan. Titik ini disebut titik asap
(smoke point). Bila pemanasan diteruskan akan tercapai flash point, yaitu minyak mulai terbakar (terlihat nyala). Jika
minyak sudah terbakar secara tetap disebut fire point. Suhu terjadinya smoke point ini bervariasi dan dipengaruhi
oleh jumlah asam lemak bebas. Jika asam lemak bebas banyak, ketiga suhu tersebut akan turun. Demikian juga bila
berat molekul rendah, ketiga suhu itu lebih rendah. Ketiga sifat ini penting dalam penentuan mutu lemak yang
digunakan sebagai minyak goreng (Winarno, 2002).

Titik asap adalah temperatur pada saat minyak atau lemak menghasilkan asap tipis yang kebiru-biruan pada
pemanasan tersebut. Titik asap, titik nyala dan titik api adalah kriteria mutu yang terutama penting dalam
hubungannya dengan minyak yang digunakan untuk menggoreng (Ketaren, 1986).

Titik asap minyak jagung, minyak biji kapas dan minyak kacang berkisar pada suhu 232C jika kandungan
asam lemak bebasnya 0,01% dan 93C jika kandungan asam lemak bebasnya 100%. Tingkat ketidak-jenuhan
hampir tidak mempengaruhi titik asap lemak (Fardiaz et. al., 1992).

Menurut dr. Saridian Satrix, ahli gizi dari RSU Bekasi menyatakan jika pada saat menggoreng terlihat
minyaknya berasap maka itu menandakan titik lemak Jenuhnya sudah sangat tinggi dan menimbulkan akroleln.
Minyak goreng yang baik memiliki titik asap yang cukup tinggi, yaitu di atas 250 derajat celcius. Namun bila minyak
tersebut digunakan secara berulang-ulang, titik asapnya akan menurun sehingga akrolein semakin cepat terbentuk
(Satrik, 2010).

Minyak yang telah terhirolisis, smoke point-nya menurun, bahan-bahan menjadi coklat, dan lebih banyak
menyerap minyak. Selama penyimpanan dan pengolahan minyak atau lemak, asam lemak bebas bertambah dan
harus dihilangkan dengan proses pemurnian dan deodorisasi untuk menghasilkan minyak yang lebih baik mutunya
(Winarno, 2002).
Aplikasi :Bilangan peroksida mengukur produk transisi dari oksidasi (setelah terbentuk, peroksida dan
hidroperoksida berubah jadi produk lain). Nilai yang rendah menunjukkan awal maupunoksidasi lanjut, yang bisa
dibedakan dengan mengukur bilangan peroksida dari waktu kewaktu atau dengan mengukur produk oksidasi
sekunder. Untuk penentuan dalam sampel makanan, kerugian dari metode ini adalah sampel yang digunakan sekitar
5 g, sehingga sulit mendapat jumlah yang cukup bila sampel akann rendahlemak.Makanan berkualitas baik, lemak
dan minyak yang berbau segar akan mempunyai bilanganperoksida nol atau mendekati nol. Bilangan peroksida >20
menunjukkan kualitas minyak ataulemak yang sangat buruk, biasanya teridentifikasi dari bau yang tidak enak. Untuk
minyakkedelai, bilangan peroksida 1-5, 5-10 dan >10 menunjukkan berturut-turut tingkat oksidasirendah, sedang dan
tinggi.

Alat : - Neraca Digital
- Erlenmeyer asah 250 ml
- Sendok zat
- Labu semprot
- Pipet volum 25 ml
- Gelas piala
- Gelas ukur
- Buret
- Pipet tetes
Bahan : - Contoh ( minyak goreng )
- KI (s)
- Larutan bilangan peroksida
- Aquadest
- Larutan tio 0,02 N
- Indikator amilum

Cara Kerja :
1. Ditimbang secara teliti 5 gram contoh ke dalam erlenmeyer asah 250 ml
2. Ditimbang KI 1 gram
3. Ditambahkan 25 ml larutan bilangan peroksida ( campuran CH3COOH : CH5OH : CHCl3 = 100 : 125
:275 )
4. Dihomogenkan dan didamkan di tempat gelap +/- 30 menit
5. Ditambahkan 50 ml air bebas oksigen
6. Dititar dengan tio 0,02 N ( indikator amilum )
7. Dibandingkan terhadap larutan blanko.

Pengamatan :
Volume titrasi sampel : 15,10 ml
Volume titrasi blanko : 0,00 ml
Bobot sampel : 10,1246 g
Normalitas : 0,02 N

Perhitungan :

Kesimpulan :
Berdasarkan hasil pengamatan dan perhitungan tersebut dapat disimpulkan bahwa bilangan peroksida yang
didapatkan dalam sampel (minyak goreng) ialah 0,2386 meq/g.

You might also like