Professional Documents
Culture Documents
PENDAHULUAN
A. LATAR BELAKANG
Depresi merupakan suatu gangguan keadaan tonus perasaan yang secara
umum ditandai oleh rasa kesedihan, apatis, pesimisme, dan kesepian yang
mengganggu aktivitas sosial dalam sehari-hari. Depresi biasanya terjadi pada saat
stres yang dialami oleh seseorang tidak kunjung reda, sebagian besar di antara kita
pernah merasa sedih atau jengkel, kehidupan yang penuh masalah, kekecewaan,
kehilangan dan frustasi yang dengan mudah menimbulkan ketidakbahagiaan dan
keputusasaan. Namun secara umum perasaan demikian itu cukup normal dan
merupakan reaksi sehat yang berlangsung cukup singkat dan mudah dihalau
(Wilkinson et al, 1998).
Depresi dan lanjut usia sebagai tahap akhir siklus perkembangan manusia.
Masa di mana semua orang berharap akan menjalani hidup dengan tenang, damai,
serta menikmati masa pensiun bersama anak dan cucu tercinta dengan penuh kasih
sayang. Pada kenyataanya tidak semua lanjut usia mendapatkannya. Berbagai
persoalan hidup yang menimpa lanjut usia sepanjang hayatnya seperti : kemiskinan,
kegagalan yang beruntun, stres yang berkepanjangan, ataupun konflik dengan
keluarga atau anak, atau kondisi lain seperti tidak memiliki keturunan yang bisa
merawatnya dan lain sebagainya. Kondisi-kondisi hidup seperti ini dapat memicu
terjadinya depresi. Tidak adanya media bagi lanjut usia untuk mencurahkan segala
perasaan dan kegundahannya merupakan kondisi yang akan mempertahankan
depresinya, karena dia akan terus menekan segala bentuk perasaan negatifnya ke alam
bawah sadar (Rice, 1994).
Menurut Organisasi Kesehatan Dunia (WHO), depresi adalah gangguan
mental yang umum terjadi di antara populasi. Diperkirakan 121 juta manusia di muka
bumi ini menderita depresi. Dari jumlah itu 5,8 persen laki-laki dan 9,5 persen
perempuan, dan hanya sekitar 30 persen penderita depresi yang benar-benar
mendapatkan pengobatan yang cukup, sekalipun telah tersedia teknologi pengobatan
depresi yang efektif. Ironisnya, mereka yang menderita depresi berada dalam usia
produktif, yakni cenderung terjadi pada usia kurang dari 45 tahun. Tidaklah
mengherankan, bila diperkirakan 60 persen dari seluruh kejadian bunuh diri terkait
dengan depresi (Anonim, 2009).
Depresi dialami oleh 80 persen mereka yang berupaya atau melakukan bunuh
diri pada penduduk yang didiagnosis mengalami gangguan jiwa. Bunuh diri adalah
suatu pilihan untuk mengakhiri ketidakberdayaan, keputusasaan dan kemarahan diri
akibat gangguan mood. Angka bunuh diri meningkat tiga kali lipat pada populasi
remaja (usia 15 sampai 24) karena terdapat peningkatan insiden depresi pada populasi
ini. Pria yang berusia lebih dari 64 tahun memiliki angka bunuh diri 38/100.000
dibandingkan dengan angka 17/100.000 untuk semua pria di Amerika Serikat
(Anonim, 2009).
Menurut sebuah penelitian di Amerika, hampir 10 juta orang Amerika
menderita depresi dari semua kelompok usia, kelas sosial ekonomi, ras dan budaya.
Angka depresi meningkat secara drastis di antara lansia yang berada di institusi,
dengan sekitar 50 persen sampai 75 persen penghuni perawatan jangka panjang
memiliki gejala depresi ringan sampai sedang. Dari jumlah itu, angka yang signifikan
dari orang dewasa yang tidak terganggu secara kognitif (10 sampai 20 persen)
mengalami gejala-gejala yang cukup parah untuk memenuhi kriteria diagnostik
depresi klinis. Oleh karena itu, depresi merupakan masalah kesehatan masyarakat
yang signifikan merupakan gangguan psikiatri yang paling banyak terjadi pada lansia,
tetapi untungnya dapat diobati dan kembali sehat (Hermana, 2006).
Selain itu prevalensi depresi pada lansia di dunia berkisar 8-15 persen dan
hasil meta analisis dari laporan-laporan negara di dunia mendapatkan prevalensi ratarata depresi pada lansia adalah 13,5 persen dengan perbandingan wanita-pria 14,1 :
8,6. Adapun prevalensi depresi pada lansia yang menjalani perawatan di RS dan panti
perawatan sebesar 30-45 persen. Perempuan lebih banyak menderita depresi
(Anonim, 2009).
Depresi pada lansia seringkali lambat terdeteksi karena gambaran klinisnya
tidak khas. Depresi pada lansia lebih banyak tampil dalam keluhan somatis, seperti:
kelelahan kronis, gangguan tidur, penurunan berat badan dan sebagainya. Depresi
pada lansia juga tampil dalam bentuk pikiran agitatif, ansietas, atau penurunan fungsi
kognitif. Sejumlah faktor pencetus depresi pada lansia, antara lain faktor biologik,
psikologik, stres kronis, penggunaan obat. Faktor biologik misalnya faktor genetik,
perubahan struktural otak, faktor resiko vaskuler, kelemahan fisik, sedangkan faktor
psikologik pencetus depresi pada lansia, yaitu tipe kepribadian, relasi, interpersonal
(Anonim, 2009).
B. TUJUAN DAN MANFAAT PENULISAN
1. TUJUAN
a. Umum : Untuk mengetahui masalah depresi pada lansia.
b. Khusus :
1) Mengetahui penyebab terjadinya depresi terutama pada lansia.
2) Mengetahui gejala-gejala depresi.
3) Mengetahui penatalaksanaan depresi.
2. MANFAAT
a. Membantu dokter muda untuk lebih memahami masalah depresi pada lansia.
b. Dokter muda memahami penatalaksanaan pasien depresi dengan pendekatan
bio-psiko-sosial.
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
A. DEFINISI
1. Lanjut Usia
Lanjut usia (lansia) adalah seseorang yang telah mencapai usia enam puluh
tahun ke atas (UU No. 13 Tahun 1998)
Lanjut usia (lansia) adalah suatu proses menghilangnya secara perlahan
kemampuan jaringan untuk memperbaiki diri/mengganti diri dan mempertahankan
struktur dan fungsi normalnya sehingga tidak dapat bertahan terhadap jejas
(termasuk infeksi) dan memperbaiki kerusakan yang diderita (Anonim, 2009).
Usia tua, berarti fase dari siklus kehidupan yang dimulai pada usia 65 tahun.
Ahli gerontologi membagi usia tua menjadi dua kelompok :
a. Usia tua yang muda (young-old) berusia 65 74 tahun.
b. Usia tua yang tua (old-old) berusia 75 tahun dan lebih.
Di samping itu, populasi termasuk lanjut usia yang sehat (well-old) yang sehat dan
tidak menderita salah satu penyakit, dan lanjut usia yang sakit (sick-old), yang
menderita suatu kelemahan yang mengganggu fungsi dan memerlukan perhatian
medik atau psikiatrik. (Kaplan dan Sadock, 2007).
Menurut WHO, lanjut usia dikelompokkan menjadi :
1. Usia pertengahan (Middle age) : kelompok usia 45-59 tahun
2. Lanjut Usia (Ederly) : antara 60 dan 74 tahun
3. Lanjut usia tua (Old) antara 75 dan 90 tahun
4. Usia sangat tua (Very old) : diatas 90 tahun
Depresi pada lansia adalah perubahan status sosial, bertambahnya penyakit
dan berkurangnya kemandirian sosial serta perubahan-perubahan akibat proses
menua (Rice, 1992).
2. Depresi
Depresi adalah gangguan mental umum yang ditandai dengan
mood
depresif, hilangnya minat atau kesenangan, perasaan bersalah atau merasa tidak
berharga, gangguan tidur atau nafsu makan, kelelahan atau hilangnya energi,
dibedakan dalam depresi ringan, sedang dan berat sesuai dengan banyak dan beratnya
gejala serta dampaknya terhadap fungsi kehidupan seseorang. Pedoman diagnostik
lainnya adalah DSM IV (Diagnostic and Statistical Manual of Mental Disorders IV).
(Depkes. 1999).
Klasifikasi Depresi Menurut ICD 10
1. Episode depresi berat, ringan, sedang dan lainnya.
2. Gangguan afektif bipolar.
Terdapat episode berulang, pada waktu tertentu terdapat peningkatan afek disertai
penambahan energi dan aktifitas (mania atau hipomania), dan pada waktu lain
berupa penurunan afek disertai pengurangan energi dan aktifitas (depresi).
3. Gangguan depresi berulang
Terdapat episode berulang dari episode depresi ringan, sedang, berat.
4. Keadaan mood/afektif menetap termasuk distimia.
Siklotimia
: ketidakstabilan menetap dari afek (suasana perasaan), meliputi
Distimia
C. ETIOLOGI
Faktor penyebab timbulnya gangguan depresif pada orang usia lanjut bisa berupa:
1. Faktor Biologis
a. Faktor Genetis
Diduga gen dominan yang berperan pada depresi ini terikat pada
kromosom 11 Gangguan ini diturunkan dalam keluarga. Jika salah seorang dari
orang tua mempunyai riwayat depresi maka 27 % anaknya akan menderita
gangguan tersebut. Sedangkan bila kedua orang tuanya menderita depresi maka
kemungkinanya meningkat menjadi 50 75% (Idrus, 2007).
Dari segi aspek faktor genetis, menurut suatu penelitian dinyatakan bahwa
gen-gen yang berhubungan dengan risiko yang meningkatkan untuk lesi
kardiovaskular dapat meningkatkan kerentanan untuk timbulnya gangguan
depresif. Penelitian lain melaporkan bahwa predisposisi genetis untuk gangguan
depresif mayor pada orang usia lanjut dapat dimediasi oleh adanya lesi vaskular
(Bongsoe, 2007).
b. Gangguan pada Otak
Antara lain yang termasuk dalam gangguan pada otak sebagai salah satu
penyebab timbulnya gangguan depresif pada orang usia lanjut adalah penyakit
cerebrovaskular, yang mana gangguan ini dapat sebagai faktor predisposisi,
presipitasi atau mempertahankan gejala-gejala gangguan depresif pada orang
usia lanjut (Bongsoe, 2007).
Infeksi virus
Gangguan endokrin tertentu (misal gangguan thyroid, Cushings syndrome,
3)
4)
5)
6)
7)
f. Pengobatan
Beberapa resep obat dapat memicu atau menyebabkan eksaserbasi depresi
(Baldwin, 2004).
Obat-obatan yang dapat menyebabkan depresi organik
1) Antihipertensi
a) Beta-blockers
b) Methyldopa
c) Calcium-channel blockers (misal nifedipine)
d) Digoxin
2) Kortikosteroid
Prednisolone
3) Analgesik
a) Codeine
b) Opioids
c) COX-2 inhibitors (misal celecoxib, rofecoxib)
4) Obat Anti-Parkinsonian
a) Levo-dopa
b) Amantadine
c) Tetrabenazine
5) Psikotropik (mungkin menyebabkan gambaran klinis seperti depresi )
a) Antipsikotik
b) Benzodiazepine
2. Faktor Psikologis:
Dapat berupa penyimpangan perilaku, psikodinamik, dan kognitif (Bongsoe,
2007).
a) Teori Perilaku
introjeksi
klinikus
percaya
bahwa
peristiwa
kehidupan
yang
dapat
10
1.
2.
3.
4.
5.
6.
7.
11
a. Episode depresi berat yang memenuhi kriteria menurut Epiode depresif berat
tanpa gejala psikotik
b. Disertai waham, halusinasi atau stupor depresif. Waham biasanya melibatkan
ide tentang dosa, kemiskinan atau malapetaka yang mengancam, dan pasien
merasa bertanggungjawab atas hal itu. Halusinasi auditorik atau olfaktorik
biasanya berupa suara yang menghina atau menuduh, atau bau kotoran atau
daging membusuk. Retardasi psikomotor yang berat dapat menuju pada stupor.
Jika diperlukan, waham atau halusinasi dapat ditentukan sebagai serasi atau
tidak serasi dengan afek (mood congruent).
5. Episode depresif lainnya
6. Episode depresif ytt
(Depkes. 1999).
Menurut DSM-IV kriteria diagnostik untuk depresi adalah sebagai berikut;
Episode Depresif Berat (Major) (Kaplan dan Sadock, 2007):
A. Lima atau lebih dari gejala berikut selama periode 2 minggu dan mengalami
perubahan dari fungsi sebelumnya, minimal satu dari berikut (1) mood depresi,
(2) kehilangan minat atau kesenangan.
1. mood depresi hampir sepanjang hari, hampir setiap hari, seperti yang
ditunjukkan baik laporan subjektif (misalnya, perasaan sedih atau kosong) atau
diamati oleh orang lain (misalnya.,menangis). Catatan: pada anak-anak dan
adolesen mood iritabel
2. kehilangan minat dan kesenangan pada semua atau hampir semua aktivitas
hampir sepanjang hari, hampir setiap hari (seperti yang ditunjukkan oleh secara
subjektif atau diamati oleh orang lain).
12
3. kehilangan berat badan atau kenaikan berat badan (perubahan berat badan lebih
dari 5% setiap bulan), peningkatan atau kehilangan nafsu makan hampir setiap
hari. Catatan: pada anak-anak, kegagalan untuk mencapai berat badan yang
diharapkan
4. Insomnia dan hipersomnia hampir setiap hari
5. agitasi psikomotor atau retardasi hampir setiap hari (dapat diamati orang lain,
tidak hanya perasaan subjektif adanya keresahan atau mengalami kemunduran)
6. fatique atau kehilangan energi hampir setiap hari
7. perasaan tidak berharga atau perasaan bersalah yang tidak sesuai atau
berlebihan (mungkin waham) hampir setiap hari (tidak hanya menyalahkan diri
atau bersalah tentang sakitnya)
8. kehilangan kemampuan berpikir atau konsentrasi atau ragu hampir setiap hari.
(yang ditunjukkan secara subjektif atau diamati oleh orang lain).
9. pikiran berulang tentang kematian (tidak hanya takut akan kematian), ide
bunuh diri tanpa tujuan khusus,atau percobaan bunuh diri atau suatu tujuan
khusus untuk melakukan bunuh diri.
B. Gejala tidak memenuhi episode campuran
C. Gejala menyebabkan gangguan bermakna dalam fungsi sosial, pekerjaan dan
bidang penting lainnya
D. Gejala tidak terkait langsung dengan efek psikologik penyalahgunaan zat
(misalnya., penyalahgunaan obat, atau suatu medikasi) atau karena kondisi medik
umum (misalnya., hipotiroidisme).
E. Gejala-gejala adalah tidak lebih baik diterangkan oleh duka cita, misalnya
kehilangan seseorang yang dicintai, gejala yang bertahan lebih dari 2 bulan atau
dicirikan dengan gangguan fungsional, preokupasi tentang perasaan tak berharga,
ide bunuh diri, gejala psikotik, atau retardasi psikomotor.
Kriteria diagnostik Gangguan Depresif Ringan/ Minor DSM-IV (Kaplan dan Sadock,
2007):
A. Suatu gangguan mood yang didefinisikan sebagai berikut:
1. Sedikitnya dua (tetapi kurang dari lima) dari gejala berikut selama periode 2
minggu dan mengalami perubahan dari fungsi sebelumnya, minimal satu dari
berikut (a) atau (b):
13
(a) mood depresi hampir sepanjang hari, hampir setiap hari, seperti yang
ditunjukkan baik laporan subjektif ( misalnya, perasaan sedih atau kosong)
atau diamati oleh orang lain (misalnya.,menangis). Catatan: pada anak-anak
dan adolesen mood iritabel
(b) kehilangan minat dan kesenangan pada semua atau hampir semua aktivitas
hampir sepanjang hari, hampir setiap hari (seperti yang ditunjukkan oleh
secara subjektif atau diamati oleh orang lain).
(c) kehilangan berat badan atau kenaikan berat badan (perubahan berat badan
lebih dari 5% setiap bulan), peningkatan atau kehilangan nafsu makan
hampir setiap hari. Catatan: pada anak-anak, kegagalan untuk mencapai
berat badan yang diharapkan
(d) Insomnia dan hipersomnia hampir setiap hari
(e) agitasi psikomotor atau retardasi hampir setiap hari (dapat diamati orang
lain, tidak hanya perasaan subjektif adanya keresahan atau mengalami
kemunduran)
(f) fatique atau kehilangan energi hampir setiap hari
(g) perasaan tidak berharga atau perasaan bersalah yang tidak sesuai atau
berlebihan (mungkin waham) hampir setiap hari (tidak hanya menyalahkan
diri atau bersalah tentang sakitnya)
(h) kehilangan kemampuan berpikir atau konsentrasi atau ragu hampir setiap
hari. (yang ditunjukkan secara subjektif atau diamati oleh orang lain).
(i) pikiran berulang tentang kematian (tidak hanya takut akan kematian), ide
bunuh diri tanpa tujuan khusus,atau percobaan bunuh diri atau suatu tujuan
khusus untuk melakukan bunuh diri.
2. Gejala menyebabkan gangguan bermakna dalam fungsi sosial, pekerjaan dan
bidang penting lainnya
3. Gejala tidak terkait langsung dengan efek psikologik penyalahgunaan zat
(misalnya., penyalahgunaan obat, atau suatu medikasi) atau karena kondisi
medik umum (misalnya., hipotiroidisme).
4. Gejala-gejala adalah tidak lebih baik diterangkan oleh duka cita (misalnya
reaksi normal setelah kehilangan orang yang dicintai).
14
B. Tidak pernah terdapat episode depresif berat, tidak memenuhi kriteria gangguan
distimia.
C.. Tidak pernah terdapat episode manik, episode campuran atau episode hipomanik, dan
tidak memenuhi kriteria gangguan siklotimia. Catatan: Eksklusi ini tidak dipakai bila
episode serupa-manik, campuran, atau hipomanik ini adalah diinduksi oleh zat atau
pengobatan.
D. Gangguan mood tidak terjadi secara ekskusif selama skizofrenia, gangguan
schizophreniform, gangguan skizoafektif, gangguan waham, atau gangguan psikotik
yang tidak ditentukan.
Mengenali depresi pada usia lanjut memerlukan suatu keterampilan dan
pengalaman, karena manifestasi gejala-gejala depresi klasik (perasaan sedih, kurang
semangat, hilangnya minat/hobi atau menurunnya aktivitas) sering tidak muncul.
Tidaklah mudah untuk membedakan sekuele gejala psikologik akibat penyakit fisik
dari gangguan depresi atau gejala somatik depresi dari efek sistemik penyakit fisik.
Keduanya bisa saja terjadi pada seorang individu usia lanjut pada saat yang sama.
Seorang usia lanjut yang mengalami depresi bisa saja mengeluhkan mood yang
menurun, namun kebanyakan menyangkal adanya mood depresi. Yang sering terlihat
adalah gejala hilangnya tenaga/energi, hilangnya rasa senang, tidak bisa tidur atau
keluhan rasa sakit dan nyeri. Menurut Brodaty (1991) gejala yang sering tampil adalah
anxietas atau kecemasan, preokupasi gejala fisik, perlambatan motorik, fatigue
(kelelahan), mencela diri sendiri, pikiran bunuh diri, dan insomnia. (Depkes, 1999)
Sedangkan gejala depersonalisasi, rasa bersalah, minat seksual menurun agak
jarang. Sebagai petunjuk ke arah depresi perlu diperhatikan tanda-tanda berikut : rasa
lelah yang terus-menerus bahkan juga sewaktu beristirahat, hilangnya kesenangan
yang biasanya dapat dinikmati (tidak merasa senang lagi jika dikunjungi oleh cucucucunya), dan mulai menarik diri dari kegiatan dan interaksi sosial. (Depkes, 1999)
Gambaran klinis depresi pada usia lanjut dibandingkan dengan pasien yang
lebih muda berbeda, usia lanjut cenderung meminimalkan atau menyangkal mood
depresinya dan lebih banyak menonjolkan gejala somatiknya, di samping mengeluh
tentang gangguan memori. Pasien usia lanjut umumnya kurang mau mencari bantuan
psikiater karena kurang dapat menerima penjelasan yang bersifat psikologis untuk
gangguan depresi yang mereka alami. (Depkes, 1999)
15
Perjalanan penyakit depresi terutama pada usia sangat lanjut (lebih dari 85
tahun) berkembang sangat perlahan-lahan, mirip dengan Gangguan Distimik. Gejala
gangguan tidur agak sulit untuk dievaluasi karena gangguan tidur sering terjadi pada
usia lanjut yang tidak depresi. Yang dapat menjadi petunjuk ke arah depresi adalah jika
terdapat gejala bangun lebih awal dari biasanya disertai isi pikiran depresif. Seorang
usia lanjut membutuhkan tidur lebih sedikit dan sering terbangun untuk buang air kecil
pada malam hari. Karena itu penting untuk mengamati perilaku orang usia lanjut
ketika terbangun malam hari. Sleep hygiene juga perlu diperhatikan sebelum
memberikan intervensi farmakologis. Munculnya gejala-gejala fisik perlu diperhatikan
dengan
seksama,
karena
komorbiditas
sering
dijumpai.
Penelaahan
dan
penatalaksanaan baik untuk depresi maupun penyakit fisik perlu dilakukan secara
bersamaan. Menurunnya perawatan diri, perubahan kebiasaan makan, turunnya berat
badan dapat merupakan tanda awal depresi tapi dapat juga merupakan tanda-tanda
demensia. Oleh karena itu perlu dilakukan juga pemeriksaan fungsi kognitif dengan
Mini Mental State Examination (MMSE) atau Abbreviated Mental Test (AMT)
(Bongsoe, 2007).
Gejala psikotik pada pasien usia lanjut dengan depresi berat dapat muncul
secara dramatis. Waham bersalah, waham kemiskinan, waham bahwa organ-organ
tubuhnya membusuk / rusak / hilang sering dijumpai pada pasien usia lanjut dengan
depresi berat. Halusinasi auditorik dan halusinasi somatik juga bisa terjadi, tetapi jika
ada halusinasi visual sebaiknya dipikirkan ke arah penyakit lainnya(Bongsoe, 2007)..
Secara klinis praktis umumnya depresi dibedakan sebagai depresi berat atau
ringan. Akan tetapi ada sindrom klinis tertentu yang dapat muncul pada usia lanjut
yaitu :
1. Depresi agitatif : ditandai dengan aktivitas yang meningkat, mondar-mandir,
mengejar-ngejar orang, terus-menerus meremasremas tangan dll.
2. Depresi dan anxietas : gangguan cemas menyeluruh atau fobia dapat terjadi
bersama-sama dengan depresi. Penelitian menunjukkan bahwa anxietas 15-20 kali
lebih sering dijumpai pada usia lanjut dengan depresi. Hubungan penyakit fisik
dengan anxietas pada depresi cukup kompleks. Anxietas dapat menyebabkan
gejala fisik yang sering dikira sebagai penyakit fisik semata. Anxietas hebat juga
dapat menyebabkan kelelahan dan dehidrasi. Sementara penyakit fisik yang
16
17
Skor 0
Ya
Anda ?
Apakah hidup Anda terasa kosong ?
Ya
Apakah Anda takut sesuatu yang buruk akan terjadi pada diri Ya
Tidak
Tidak
Anda ?
Apakah Anda merasa bahagia pada sebagian besar waktu Anda ?
Ya
Tidak
Pertanyaan tersebut dapat dilengkapi dengan mengekplorasi hal-hal berikut ini yang
merupakan faktor kerentenanan:
Pertanyaan
Skor 1
Skor 0
Ya
Tidak
Ya
Tidak
Ya
Tidak
Ya
Tidak
Jika skor lebih dari 1 pada 4 butir skala dan lebih dari 1 pada faktor
kerentanan harus segera dilaksanakan penilaian yang lebih rinci.
Geriatric Depression Scale:
1.
2.
3.
4.
5.
6.
7.
8.
yang baru?
9. Apakah anda merasa mempunyai banyak masalah daya ingat pada sebagian besar
waktu anda?
10. Apakah anda berfikir sangat indah kehidupan sekarang?
11. Apakah anda merasa bahwa yang menarik bagi anda tidak berguna lagi?
12. Apakah anda merasa senang dengan mengambil cara yang tidak berharga seperti
sekarang ini?
13. Apakah anda merasa penuh energI?
14. Apakah anda merasa situasi anda tidak ada harapan?
18
15. Apakah anda merasa kebanyakan orang-orang lebih baik daripada anda?
Penilaian : Dari 15 pertanyaan masing-masing memiliki skor 1, di mana
masing-masing jawaban terdiri dari ya dan tidak, Jika skor lebih besar daripada 5
menunjukkan kemungkinan gejala depresi(Bongsoe, 2007).
Bilamana ditemukan tanda-tanda yang mengarah pada depresi harus dilakukan
lagi pemeriksaan yang lebih rinci sebagai berikut :
1. Riwayat klinis/anamnesis
Riwayat keluarga Gangguan psikiatrik yang lampau Kepribadian Riwayat
sosial Ide/percobaan bunuh diri
Gangguan-gangguan somatik Perkembangan gejala-gejala depresi.
2. Pemeriksaan fsik
Pemeriksaan fisik pada pasien depresi sangat penting karena gejala-gejala
depresi sering disertai dengan penyakit fisik. Depresi dapat merupakan gejala dari
suatu penyakit fisik, contohnya penyakit Cushing, karsinoma paru, usus besar atau
pankreas. Di samping itu depresi dapat muncul sebagai reaksi sekunder terhadap
disabilitas dan discomfort (ketidaknyamanan). Penilaian terhadap status nutrisi dan
hidrasi sebaiknya dilakukan, karena kurangnya intake makan dan minum pasien
sebelumnya.
3. Pemeriksaan kognitif
Penilaian AMT atau MMSE pada usia lanjut yang menunjukkan gejala
depresi bermanfaat dalam follow-up penatalaksanaan pasien. Bilamana depresi
terjadi sekunder pada demensia maka fungsi kognitif pasien tidak akan membaik
ketika depresi menghilang, bahkan deteriorasi kognitif akan berlanjut terus.
Perbaikan pada skor AMT atau MMSE setelah dilakukan terapi terhadap depresi
menunjukkan bahwa pasien dengan depresi mengalami problem konsentrasi dan
memori yang mempengaruhi fungsi kognitifnya.
4. Pemeriksaan status mental
a.
b.
c.
d.
e.
f.
19
5. Pemeriksaan lainnya
Mengingat pasien usia lanjut rentan terhadap gangguan metabolisme
sekunder akibat penyakit depresi yang berat, seperti tidak adekuatnya intake
cairan, maka perlu dipertimbangkan pemeriksaan seperti ureum dan elektrolit
(Bongsoe, 2007)..
F. TERAPI
Semua pasien depresi harus mendapat psikoterapi, dan beberapa memerlukan
tambahan terapi fisik. Jenis terapi bergantung dari diagnosis, berat penyakit, umur
pasien, respon terhadap terapi sebelumnya (Nurmiati, 2005).
Terapi depresi pada lansia bertujuan untuk :
1. menurunkan / menghilangkan tanda, gejala
2. mengembalikan fungsi utama
3. meminimalkan resiko relaps / rekurens
Macam-macam terapi depresi :
1. Psikoterapi
Psikoterapi yaitu terapi yang digunakan untuk menghilangkan keluhankeluhan dan mencegah kambuhnya gangguan psikologik atau pola perilaku
maladaptive. Terapi ini dilakukan dengan jalan pembentukan hubungan yang
professional antara terapis dengan pasien.
a. Terapi Kognitif
Ada dugaan bahwa penderita depresi adalah orang yang belajar
menjadi tak berdaya, depresi diterapi dengan memberikan pasien latihan
keterampilan dan memberikan pengalaman-pengalaman tentang kesuksesan.
Terapi ini bertujuan untuk menghilangkan simptom depresi melalui
usaha yang sistematis yaitu merubah cara pikir maladaptif dan otomatik pada
pasien-pasien depresi. Dasar pendekatannya adalah suatu asumsi bahwa
kepercayaan-kepercayaan yang mengalami distorsi tentang diri sendiri, dunia,
dan masa depan dapat menyebabkan depresi. Pasien harus menyadari cara
berpikirna yang salah. Kemudian dia harus belajar cara merespon cara pikir
yang salah tersebut dengan cara yang lebih adaptif. Dari perspektif kognitif,
pasien dilatih untuk mengenal dan menghilangkan pikiran-pikiran negatif dan
20
harapan-harapan negatif. Cara ini dipraktikkan di luar sesi terapi dan ini
menjadi modal utama dalam merubah gejala.
Terapi ini berlangsung lebih kurang 12 sampai 16 sesi. Ada 3 fase yaitu:
1) Fase Awal (sesi 1-4) : Membentuk hubungan terapeutik dengan pasien.
Mengajarkan pasien tentang bentuk kognitif yang salah dan pengaruhnya
terhadap emosi dan fisik. Menentukan tujuan terapi. Mengajarkan pasien
untuk mengevaluasi pikiran-pikirannya yang otomatis.
2) Fase pertengahan (Sesi 5-12) : Mengubah secara berangsur-angsur
kepercayaan yang salah. Membantu pasien mengenal akar kepercayaan
diri. Pasien diminta mempraktikkan keterampilan berespon terhadap halhal yang depresogenik dan memodifikasinya.
3) Fase Akhir (sesi 13-16) : Menyiapkan pasien untuk terminasi dan
memprediksi situasi berisiko tinggi yang relevan untuk terjadinya
kekambuhan, dan mengkonsolidasikan pembelajaran melalui tugas-tugas
terapi sendiri.
b. Terapi Perilaku
Intervensi perilaku terutama efektif untuk pasien yang menarik diri dari
sosial dan anhedonia. Terapi ini sering digunakan bersama-sama dengan terapi
kognitif. Tujuan terapi peilaku adalah: meningkatkan aktivitas pasien,
mengikutkan pasien dalam tugas-tugas yang dapat meningkatkan perasaan
yang menyenangkan.
Fase awal: pasien diminta untuk memantau aktivitas mereka, menilai
derajat kesulitan aktivitasnya, serta kepuasan terhadap aktivitasnya. Pasien
diminta untuk melakukan sejumlah aktivitas yang menyenangkan. Latihan
keterampilan sosial, asertif, dapat meningkatkan hubungan interpersonal dan
menurunkan interaksi submissive.
Fase akhir: Fokus berpindah ke latihan mengontrol diri dan latihan
pemecahan masalah. Diharapkan ilmu yang didapat di dalam terapi dapat
digeneralisasi dan dipertahankan dalam lingkungan pasien sendiri.
c. Psikoterapi Suportif
Psikoterapi Suportif memberikan kehangatan, empati, pengertian dan
optimistik. Bantu pasien identifikasi dan mengekspresikan emosinya dan
bantu untuk ventilasi. Mengidentifikasi faktor-faktor presipitasi dan
membantu mengoreksi. Bantu memecahkan problem eksternal (misal masalah
pekerjaan, rumah tangga). Latih pasien untuk mengenal tanda-tanda
21
selamanya.
Kenalilah
bahwa
beberapa
pasien
depresi
dapat
22
2. Terapi Biologik
a. Farmakoterapi
Sebagian besar penderita membutuhkan antidepresan (70%-80% pasien
berespon terhadap anti depresan), walaupun yang mempresipitasi terjadinya
depresi jelas terlihat atau dapat diidentifikasi. Mulailah dengan SSRI atau salah
satu anti depresan terbaru. Bila tak berhasil, pertimbangkan anti depresan
trisiklik, atau MAOI (terutama pada depresi atipikal, atau kombinasi bebrapa
obat yang efektif bila obat pertama tak berhasil. Harus hati-hati dengan efek
samping dan harus sadar bahwa antidepresan dapat mempresipitasi episode
manik pada beberapa pasien bipolar (10% dengan TCA, dengan SSRI lebih
rendah, namun konsep tentang presipitasi manik masih diperdebatkan).
Setelah sembuh dari episode depresi pertama, obat dipertahankan untuk
beberapa bulan, kemudian diturunkan. Beberapa pasien membutuhkan obat
pemeliharaan untuk periode jangka panjang. Antidepresan tunggal tidak dapat
mengobati depresi. (Nurmiati, 2005)
Obat antidepresan mempunyai beberapa sinonim, antara lain timoleptik
atau psychic energizers. Dalam membicarakan obat antidepresi yang menjadi
obat acuan adalah Amitriptilin.
Efek samping yang dapat diakibatkan oleh obat antidepresan antara lain :
1) Sedasi (rasa mengantuk, kewaspadaan berkurang, kinerja psikomotor
menurun, kemampuan kognitif menurun, dll).
2) Efek antikolinergik (mulut kering, retensi urin, penglihatan kabur,
konstipasi, sinus takikardi, dll).
3) Efek anti adrenergik alfa (perubahan EKG, hipotensi).
4) Efek neurotoksis (tremor halus, gelisah, agitasi, insomnia).
5) Efek samping yang tidak berat biasanya berkurang setelah 2 3 minggu bila
tetap diberikan dengan dosis yang sama.
Pada keadaan overdosis / intoksikasi trisiklik dapat terjadi atropine toxic
syndrome dengan gejala eksitasi susunan saraf pusat, hipertensi, hiperpireksia,
konvulsi, toxic konfusional state (confusion, delirium, disorientation).
Tindakan untuk keadaan ini :
1) Bilas lambung
2) Diazepam 10 mg, IM untuk mengatasi konvulsi
23
Untuk sindrom depresi ringan dan sedang yang datang untuk berobat jalan,
pemilihan sebaiknya mengikuti urutan :
1) Langkah 1 : Golongan SSRI
2) Langkah 2 : Golongan Trisiklik
3) Langkah 3 : Golongan Tetrasiklik, Atipikal, MAOI Reversibel
Mood stabilizer : Lithium carbonas, carbamazepine, valproic acids,
indikasi terbatas khususnya episode depresi dari gangguan bipolar. Lithium
bermanfaat dalam pengobatan depresi bipolar akut dan beberapa depresi
unipolar. Ia cukup efektif pada bipolar serta untuk mempertahankan remisi dan
begitu pula pada beberapa pasien unipolar. Untuk mencegah kekambuhan
digunakan Litium 0,4-0,8 meq / l (profilaksis).
Kontraindikasi :
1) Penyakit jantung koroner
2) Glaukoma, retensi urin, hipertensi prostat, gangguan fungsi hati, epilepsi
24
3) Pada penggunaan Litium, kelainan fungsi jantung, ginjal, dan fungsi Tiroid.
Antikonvulsan sama baiknya dengan lithium untuk mengobati kondisi
akut, meskipun kurang efektif untuk pemeliharaan. Antidpresan dan lithium
dapat dimulai secara bersama-sama dan lithium diteruskan setelah remisi.
Psikotik, paranoid atau pasien sangat agitasi membutuhkan antipsikotik, tunggal
atau bersama-sama dengan antidepresan, litium, antipsikotik atipik juga terlihat
efektif.
Indikasi farmakologi :
1) depresi sedang / berat
2) gambaran melankolik / psikotik
3) episode berulang
4) respon positif terhadap medikasi anti depresan pada masa lalu
5) kegagalan pendekatan terapi psikologik
Pengobatan dengan antidepresan dibedakan dalam tiga tahapan, yaitu :
1) Fase akut : 6 sampai 12 minggu
2) Fase lanjutan : 4 sampai 9 bulan
3) Fase rumatan : 1tahun atau lebih
Untuk depresi episode berulang dianjurkan lama pemberian obat 1 tahun atau
lebih.
b. ECT (Terapi Kejang Listrik). Merupakan terapi pilihan bila :
1)
2)
3)
4)
25
26
DAFTAR PUSTAKA
Bongsoe, Syamsir, 2007. Pengenalan Gangguan Depresi pada Orang Usia Lanjut. Dalam
Pidato Pengukuhan Jabatan Guru BesarTetap Universitas Sumatra Utara.
http://www.usu.ac.id /id/files/pidato/ppgb/2007/ppgb_2007_syamsir_bs.pdf. (9
September 2009).
Departemen
Kesehatan
RI,
1999.
Masalah
Depresi
pada
Lansia.
http://www.depkes.go.id/downloads/keswa_lansia.pdf. (13 September 2009).
Hermana, 2006. Depresi Pada Lansia.
http://www.depsos.go.id/modules.php?
name=News&file=article&sid=208 (9 September 2009).
Idrus, M. Faisal, 2007. Depresi pada Penyakit Parkinson. Cermin Dunia Kedokteran Vol.
34
No.3/156
pp
:
130-135.
Kalbe
Farma
:
Jakarta.
http://www.kalbe.co.id/files/cdk/ files/cdk_156_Depresi.pdf (9 September 2009).
Kaplan HI, Saddock BJ and Grebb, 1997. Sinopsis Psokiatri Edisi Ketujuh. Alih bahasa :
Wijaya K. Bina Rupa Aksara : Jakarta.
Maslim R, 2002. Diagnosis Gangguan Jiwa Rujukan Ringkas dari PPDGJ III. Jakarta.
Media Aesculapius, 2001. Kapita Selekta Kedokteran. Media Aesculapius FKUI :
Jakarta.
Nurmiati A, 2005. Depresi Aspek Neurobiologi Diagnosis dan Tatalaksana. Balai
Penerbit FKUI : Jakarta.
Rice
FP,
1994.
Human
development:
a
life-span
approach.
http://books.google.co.id/books?id=ogjYAAAAMAAJ&q=rice+philip+
+1994+depression&dq=rice+philip++1994+depression (9 September 2009)
Segal, Jaffe J, Pat Davies P, and Smith M, 2007. Depression in Older Adults and the
Elderly. http://www.helpguide.org/mental/depression_elderly.htm. (11 September
2009).
27
Tan HT, Kirana R, 2007. Obat-obat Penting Khasiat, Penggunaan dan Efek-efek
Sampingnya. Elex Media Komputindo : Jakarta.
Wilkinson G, Stein G, Ramsay R, 1998. Seminars in General Adult Psychiatry.
http://books.google.co.id/books?
id=6PGzHFuS1xkC&dq=greg+wilkinson+1995&source=gbs_navlinks_s
(9
September 2009).
28