You are on page 1of 26

BAB 1

PENDAHULUAN

A. PENGERTIAN DESA
Pengertian Desa secara resmi dapat dibaca antara lain di dalam Surat
Edaran Menteri Dalam Negeri tanggal 29 April 1969 Nomor Desa 5/1/29 yang
bunyinya sebagai berikut :
Desa

dan

daerah

yang

setingkat

ialah

kesatuan

masyarakat

hukum

(rechtsgemeenschap) baik genealogis maupun teritorial yang secara hirarkis


pemerintahannya berada langsung dibawah kecamatan.

Dan dalam pasal 1 ayat a Instruksi Presiden (Inpres) nomor 5 tahun 1976 tentang
bantuan Pembangunan Desa, dimana disebut bahwa desa ialah :
Desa dan masyarakat hukum yang setingkat dengan nama asli lainnya dalam
pengertian teritorial administratif langsung dibawah kecamatan.

Dalam surat edaran keputusan Menteri Dalam Negeri Nomor 17 Tahun 1977
tentang penetapan Jumlah Desa diseluruh Indonesia dinyatakan bahwa :
Desa ialah kesatuan organisasi pemerintahan yang terendah, mempunyai batas
wilayah tertentu, langsung dibawah kecamatan, dan merupakan kesatuan
masyarakat hukum yang berhak menyelenggarakan rumah tangganya.

Istilah desa dalam UU No. 5 Tahun 1979 (desa dalam arti luas) meliputi
desa (dalam arti sempit) dan kelurahan. Menurut pasal 1 UU itu, yang dimaksud
dengan desa adalah suatu wilayah yang ditempati oleh sejumlah penduduk sebagai
kesatuan masyarakat, termasuk didalamnya kesatuan masyarakat hukum yang
mempunyai organisasi pemerintahan terendah langsung dibawah Camat dan
berhak menyelenggarakan rumah tangganya sendiri dalam Ikatan Negara
Republik Indonesia.
Selanjutnya yang dimaksud dengan kelurahan ialah suatu wilayah yang
ditempati oleh sejumlah penduduk yang mempunyai organisasi pemerintahan

terendah langsung dibawah Camat, yang tidak berhak menyelenggarakan rumah


tangganya sendiri.

B. BEBERAPA CARA PENDEKATAN


Ada beberapa cara pendekatan untuk dapat menjawab pertanyaan, apakah
desa itu sesungguhnya. Cara-cara pendekatan yang lazim digunakan orang ialah
cara pendekatan sosio kultural, demografis, yuridis-formal, dan administratif
negara dan ketatanegaraan.
Sifat dasar manusia ialah hidup berkelompok dan berkomunikasi satu
dengan yang lain. Setiap kelompok terbentuk oleh adanya suatu faktor pengikat
yang diakui dan ditaati bersama, melebihi faktor-faktor lain yang bersifat
membeda-bedakan satu anggota kelompok dengan yang lainnya. Faktor pengikat
ada bermacam-macam. Salah satu diantaranya ialah adat. Istilah adat datang dari
bahasa Arab adah yang berarti kebiasaan. Arti ini kemudian berkembang
menjadi:
.....semua kesusilaan dan kebiasaan Indonesia di semua lapangan hidup,
jadi juga semua peraturan tentang tingkah laku macam apapun juga,
menurut mana orang Indonesia biasa bertingkah laku.

Hukum ialah kompleks kaidah, aturan, norma, baik tertulis mapun tidak
tertulis, yang berfungsi menentukan dan mengatur hubungan antara anggota
masyarakat. Suatu sub sistem daripada hukum, yang berlaku di dan bersifat khas
Indonesia, ialah hukum adat.
Adapun adat yang berlaku beraneka ragam. Hal ini telah menarik perhatian
para ahli hukum, sosiolog, antropolog, dan lain-lain sejak zaman dahulu. Studi
tentang keanekaragaman tersebut menghasilkan kesimpulan antara lain bahwa
sistem hukum adat di Indonesia dapat dipandang sebagai terbagi atas 19 lingkaran
atau sub sistem hukum adat. Ke 19 sub sistem itu adalah :
1. Aceh
2. Tanah Gayo, Alas dan Batak beserta Nias
3. Daerah Minangkabau beserta Mentawai
4. Sumatra Selatan

5. Daerah Melayu
6. Bangka dan Belitung
7. Kalimantan (Tanah Dayak)
8. Minahasa
9. Gorontalo
10. Daerah Toraja
11. Sulawesi Selatan
12. Kepulauan Ternate
13. Maluku, Ambon
14. Irian
15. Kepulauan Timor
16. Bali dan Lombok
17. Jawa Tengah dan Timur
18. Daerah-daerah Swapraja Solo dan Yogyakarta
19. Jawa Barat

Dipandang dari segi sosio-kultural ini, faktor pengikat dan sendi-sendi


kehidupan desa berbeda-beda di tiap sub sistem. Bahkan tiap sub tersebut masih
didapat lagi dibagi-bagi atas beberapa corak yang lebih kecil. Suatu masyarakat
yang tingkah laku dan kehidupannya diatur dan diurus menurut hukum adat
tertentu, disebut masyarakat hukum adat tertentu, atau disingkat masyarakat
hukum. Dalam hal adat yang bersangkutan mengikat masyarakat menurut
pertalian darah atau kekerabatan masyarakat itu disebut masyarakat genealogis.
Bila menurut daerah tertentu disebut masyarakat teritorial.
Dengan pendekatan itu, desa adalah istilah bahasa Jawa yang menunjukan
suatu bentuk satuan masyarakat hukum adat jawa. Bentuk satuan masyarakat
hukum adat lainnya disebut dengan istilah lain pula. Itulah sebabnya Inpress 5
Tahun 1976 menyebut istilah nama asli lainnya, untuk menunjukkan istilah lain
itu.
Kendatipun istilah desa adalah bahasa jawa, namun telah diterima dan
lazim digunakan dalam kehidupan sehari-hari, dunia ilmu pengetahuan, dan
perundang-undangan.

Di

lingkungan

perundang-undangan,

istilah

desa

dimaksudkan sebagai pengganti istilah Inlandsche Gemeente (IG) dalam


perundang-undangan Hindia Belanda dahulu, yang tidak hanya meliputi dea-desa
di Jawa melainkan juga mencakup satuan-satuan seperti itu di luar jawa, yang
nama aslinya disebut kampung, negeri, marga, dan lain-lain.
Desa-desa asli yang telah ada sejak zaman dahulu kala, memiliki hak dan
kewenangan untuk mengatur dan mengurus rumah tangganya sendiri. Hak dan
kewenangan untuk menyelenggarakan rumah tangganya sendiri lazim disebut hak
otonomi. Dalam hal desa, maka desa yang memiliki hak itu disebut desa otonom.
Tetapi otonomi desa tersebut berbeda dengan otonomi daerah yang diatur
di dalam Undang-undang Nomor 5 Tahun 1974. Perbedaan-perbedaannya antara
lain :

NO.
1.

OTONOMI DESA
Sudah ada sejak zaman dahulu

OTONOMI DAERAH
Baru dikenal di Indonesia sejak
awal abad ke-20

2.

Berdasarkan

hukum

adat

(asli Konsepnya berasal dari Barat

Indonesia)
3.

Pada hakekatnya bertumbuh di dalam Didistribusikan oleh pemerintah


masyarakat

Pusat

kepada

Daerah-daerah

berdasarkan prinsip desentralisasi


4.

Isinya seakan-akan tak terbatas

Isinya terbatas, diatur dengan


ketentuan perundang-undangan

5.

Isinya fleksibel, elastis, kenyal

6.

Diperoleh

secara

Isinya relatif tidak berubah

tradisional Diserahkan secara formil oleh

bersumber dari hukum adat

pemerintah Pusat kepada Daerah


berdasarkan atau dengan undangundang/peraturan pemerintah

7.

Aspek mengatur semakin merosot Aspek


karena

satu

persatu

diatur

mengatur

semakin

oleh mengikat

pemerintah yang lebih tinggi


8.

Bobotnya

di

wilayah

(urban) semakin ringan

perkotaan Sama berbobot, baik diwilayah


perkotaan maupun wilayah

pedesaan
9.

Lebih bersifat nyata dan materiil

Lebih bersifat formal

Desa-desa otonom adalah desa-desa yang merupakan subyek-subyek


hukum, artinya dapat melakukan tindakan-tindakan hukum. Tindakan-tindakan
hukum yang dapat dilakukan antara lain :
1. Mengambil keputusan atau membuat peraturan yang dapat mengikat
segenap warga desa atau pihak tertentu, sepanjang menyangkut
penyelenggaraan rumah tangganya.
2. Menjalankan pemerintah desa
3. Memilih kepala desanya
4. Memiliki harta benda dan kekayaan sendiri
5. Memiliki tanah sendiri
6. Menggali dan menetapkan sumber-sumber keuangan sendiri
7. Menyusun anggaran penerimaan dan pengeluaran keuangan desa
8. Menyelenggarakan gotong royong
9. Menyelenggarakan peradilan desa
10. Menyelenggarakan usaha lain demi kesejahteraan masyarakat desa.

Unsur-unsur otonomi desa yang penting antara lain adalah :


1. Adat tertentu yang mengikat dan ditaati oleh masyarakat di desa yang
bersangkutan
2. Tanah,pusaka, dan kekayaan desa
3. Sumber-sumber pendapatan desa
4. Urusan rumah tangga desa
5. Pemerintah desa yang dipilih oleh dan dari kalangan masyarakat desa yang
bersangkutan, yang sebagai alat desa memegang fungsi mengurus
6. Lembaga atau badan perwakilan atau musyawarah, yang sepanjang
penyelenggaraan urusan rumah tangga desa memegang fungsi mengatur

Dalam perjalanan sejarah bisa terjadi, dan memang ada terjadi, perubahanperubahan bobot otonomi desa sedemikian rupa, sehingga pada suatu waktu bisa

diketemukan satuan-satuan masyarakat yang tidak lagi memenuhi seluruh atau


sebagian unsur-unsur otonomi desa, atau dengan perkataan lain, seluruh atau
sebagian hak-hak dan kewenangannya sebagai masyarakat hukum adat tidak
berfungsi lagi.
Pada umumnya hal itu terjadi antara lain apa bila :
1. Penduduk suatu desa semakin heterogen sehingga sukar ditentukan,
hukum adat mana yang dapat berlaku di dalam masyarakat yang
bersangkutan.
2. Aspek-aspek

kehidupan

masyarakat

yang

selama

ini

cukup

diselenggarakan oleh desa, oleh satu dan lain alasan berdasarkan ketentuan
yang lebih tinggi, diselenggarakan oleh pemerintah yang lebih atas.
3. Kegiatan ekonomi sekunder dan tersier semakin besar, sehingga
diperlukan penataan kembali terhadap tata ruang fisik dan tata masyarakat
desa yang bersangkutan menurut norma-norma yang lebih tinggi.
4. Sumber-sumber pendapatan desa diambil alih oleh pemerintah yang lebih
atas.

Demikianlah yang terjadi. Dewasa ini sebagian desa-desa tidak lagi


memiliki otonomi desa. Status otonom menjadi administratif.

Dalam pada itu, menurut penelitian yang telah dilakukan, sebutan desa
administratif tidak hanya dijumpai didalam wilayah-wilayah perkotaan seperti
daerah khusus Ibukota Jakarta, Kotamadya-kotamadya di Jawa Barat, Jawa
Tengah, dan Jawa Timur, melainkan juga terdapat di wilayah-wilayah pedesaan
tertentu. Sebagai contoh ialah di Irian Jaya dan Bali.
Desa-desa di Irian Jaya dibentuk berdasarkan keputusan Gubernur Kepala
Daerah Tingkat I Irian Jaya tanggal 2 Februari 1974 Nomor 20/GIJ/1974.
Menurut keputusan itu, desa, gabungan dari beberapa kampung yang telah ada,
merupakan wilayah pemerintah terendah yang adalah bagian administratif
daripada wilayah kecamatan yang bersangkutan, dan disebut desa administratif.
Dengan keputusan tanggal yang sama, Nomor 21/GIJ/1974 tentang struktur
organisasi dan tatakerja pemerintahan desa administratif, ditetapkan antara lain

bahwa Kepala Desa diangkat dan diberhentikan oleh Bupati Kepala Daerah atas
usul Camat. Kendatipun statusnya bukan pegawai Pusat atau Daerah, honorium
tiap bulan sebesar Rp. 10.000, dibayar pemerintah.
Sebutan desa administratif untuk Irian Jaya tidak ada sangkut-pautnya
dengan peralihan bobot otonomi desa. Sebelumnya tidak ada yang berbentuk desa
di Irian Jaya dan juga tidak ada otonomi desa seperti yang dikenal di daerah
lainnya. Masyarakatnya amat terbelakang dan tingkat kehidupan amat rendah.
Masyarakat tidak mampu menyelenggarakan rumah tanggnya sendiri menurut
tuntutan zaman modern. Inilah latar belakang sebutan desa administratif di Irian
Jaya.
Desa yang merupakan masyarakat hukum adat dan hukum agama di Bali
telah ada semenjak zaman dahulu. Sejak tahun 1908 ketika penjajahan Belanda
tiba disana, dibentuklah satuan-satuan ketatanegaraan baru yang disebut desa
dinas, sementara desa lama disebut desa adat. Urusan agama dan adat dipegang
oleh desa adat, sedangkan urusan administratif pemerintahan dilakukan oleh desa
dinas.
Keterangan-keterangan lebih lanjut tentang desa dinas adalah sebagai
berikut :
1. Desa dinas mempunyai wilayah tertentu dan merupakan bagian dari
kecamatan yang ditetapkan oleh pemerintah.
2. Warga desa dinas adalah semua penduduk desa yang bersangkutan.
3. Pimpinan/kepala desa dinas disebut perbekel, dibantu oleh Juru Tulis dan
kelian-kelian dinas yang memegang wilayah bagian dari desa, yang
disebut banjar.
4. Masa jabatan kepala desa dan kelian dinas adalah 5 tahun.
5. Fungsi desa dinas adalah lapangan pemerintahan umum, kecuali adat dan
agama, sedangkan pengairan/pertanian dikelola subak.
6. Dalam melaksanakan tugasnya, kepala desa bertanggung jawab langsung
kepada Camat.
7. Rapat desa disebut sangkepan desa, semua persoalan dimusyawarahkan di
dalam rapat itu.

8. Nafkah pimpinan desa diatur oleh Gubernur Kepala Daerah dalam


honorium, dibiayi dari APBD tingkat I dan II.

Desa dinas ini juga dianggap sebagai desa adminstratif dalam arti tertentu,
karena tugasnya sekedar melaksanakan urusan administratif pemerintahan.
Diantara pengertian desa administratif, desa-desa administratif dalam
kotalah yang merupakan desa administratif dalam arti murni. Oleh karena itu
satuan-satuan inilah yang akan dibahas lebih lanjut.
Telah dilakukan penelitian di tiga kotamadya, yaitu Surabaya, Malang, dan
Cirebon. Dan hal-hal yang dapat diketemukan disimpulkan sebagai berikut :
1. Ada kecendrungan adanya perubahan kedudukan ketatanegaraan desa-desa
didalam kota, dari desa yang berotonomi desa menjadi desa administratif
yang disebut lingkungan atau kelurahan.
2. Desa-desa yang mengalami perubahan yang demikian pada umumnya
adalah desa-desa yang penduduknya
a. padat, yaitu lebih 100 jiwa perhektar.
b. Bermata pencaharian terbesar di lapangan sekunder dan tersier.
3. Desa administratif di dalam kota relatif lebih besar dibandingkan dengan
desa-desa berotonomi desa dipandang dari segi jumlah penduduk. Di
Malang sekitar 30-40 ribu, di Surabaya sekitar 20-30 ribu dan Cirebon
sekitar 10-20 Ribu Jiwa.
4. Pemerintah desa administratif adalah aparat daerah, dalam arti dibentuk
oleh atau berdasarkan peraturan daerah, dan pegawai-pegawainya dibiayai
dari APBD.
5. Sebutan bagi desa administratif di dalam kota belum seragam, ada yang
menyebutkan lingkungan dan ada kelurahan.
6. Pada umumnya desa administratif di dalam kota terdapat di wilayah kota
yang lama, wilayah pinggiran masih terdiri dari desa-desa berotonomi
desa, atau kendatipun namanya sudah berubah, masih juga berbau desa
asli.
7. Ada petunjuk bahwa pernyataan perubahan kedudukan ketatanegaraan
desa-desa berotonomi desa menjadi desa administratif di Jawa Barat

dilakukan serentak untuk seluruh wilayah kota, sedangkan untuk Jawa


Timur dilakukan secara bertahap.

Desa administratif didalam wilayah perkotaan oleh Undang-undang No. 5


tahun 1979 disebut kelurahan. menurut pasal 1 huruf b kelurahan adalah suatu
wilayah yang ditempati oleh sejumlah penduduk yang mempunyai organisasi
pemerintahan

terendah

langsung

dibawah

Camat,

yang

tidak

berhak

menyelenggarakan rumah tangganya sendiri.


Dengan demikian, sentuhan-sentuhan rasional dari pemerintah nasional
terhadap tubuh desa semakian intensif, dan sejalan dengan itu pandangan
mengenai pengertian desa pun mengarah ke sudut administratif negara atau
ketatanegaraan.
Baik diwilayah pedesaan maupun di wilayah perkotaan, penelitian yang
dilakukan memberi petunjuk bahwa pelayanan negara atau pemerintah terhadap
masyarakat dan penyelenggaraan pemerintahan terhadap penduduk dari tingkat
kecamatan masih dipandang relatif jauh, sehingga perlu didekatkan. Untuk itu
dibutuhkan agen atau perangkat pelayanan dan pemerintahan yang lebih rendah
dibanding dengan

pemerintah

wilayah

kecamatan,

yang dalam

sistem

pemerintahan negara merupakan perangkat terendah. Agen atau perangkat itu


haruslah merupakan bagian dari sistem pemerintahan Indonesia seluruhnya.
Dalam hubungan ini, perangkat itu adalah kesatuan organisasi pemerintah
terendah, langsung di bawah pemerintah wilayah kecamatan.
Dari teori-teori sosiologi pembangunan, diperoleh petunjuk, bahwa
komunikasi pembangunan efektif bilamana masyarakat yang bersangkutan merasa
bahwa pesan-pesan pembangunan datang dari pihak kita dan bukan dari pihak
mereka. Hal itu terjadi bilamana syarat pelayanan masyarakat yang dirasakan
sebagai atau merupakan bagian dari masyarakat itu sendiri.
Yang menjadi persoalan sekarang ialah, perangkat manakah itu dan
meliputi bagian dari wilayah dan masyarakat (penduduk) yang manakah
kekuasaanya.

C. HAKEKAT DESA
Pertama, desa bukanlah daerah otonom seperti yang dimaksud Undangundang No.5 Tahun 1974 tentang Pokok-Pokok Pemerintah Daerah. Pasal 3 Ayat
1 Undang-undang tersebut menyatakan hanya ada dua tingkat daerah, yaitu daerah
tingkat I dan Daerah tingkat II.
Kedua, desa bukanlah suatu satuan wilayah seperti yang dimaksud
Undang-undang No.5 Tahun 1974 pasal 72. Menurut pasal itu, wilayah Indonesia
terbagi atas :
1. Wilayah-wilayah propinsi (Ayat 1), masing-masing terbagi atas.
2. Wilayah kabupaten dan kotamadya (ayat 2), yang masing masing terbagi
lagi atas.
3. Wilayah-wilayah kecamatan (ayat 3)

Ketiga, desa bukanlah hanya sekedar satuan organisasi pemerintahan


terendah seperti tercantum dalam konsep-konsep rancangan undang-undang
pemerintahan desa. Pemerintahan desa itulah yang merupakan satuan organisasi
pemerintahan yang terendah.
Keempat, desa adalah satuan ketatanegaraan yang berkedudukan langsung
dibawah kecamatan. Di dalam istilah satuan ketatanegaraan telah tercakup (1)
wilayah yang tertentu batas-batasnya, (2) sejumlah penduduk yang merupakan
masyarakat tertentu, dan (3) suatu satuan organisasi pemerintahan yang disebut
pemerintah desa. Desa dalam arti ini adalah desa dalam arti luas.
Kelima, desa yang berhak mengatur dan mengurus rumah tangganya
sendiri atau desa yang masyarakatnya merupakan kesatuan masyarakat hukum
adat tertentu disebut desa dalam arti sempit (pasal 1 a Undang-undang No. 5 tahun
1979.
Keenam, desa yang bukan desa otonom disebut kelurahan. istilah ini tepat.
Agen operasional pemerintah dibawah Bupati/Walikotamadnya disebut Camat.
Wilayah kekuasaan Camat disebut kecamatan. Kecamatan bukanlah daerah
otonom. Desa administratif tidak memiliki otonomi desa. Kepalanya adalah agen
pemerintah atasan sepenuhnya. Dan bukanlah alat desa administratif. Tidak
seperti kepala desa yang bersangkutan, dan oleh karena itu, sekaligus juga adalah

10

alat desa. Agen itu disebut lurah, dan oleh karena itu wilayah kekuasaannya
disebut kelurahan.
Ketujuh, desa adalah subyek pembangunan.

D. UNSUR-UNSUR DESA

1. PENGERTIAN
Yang dimaksud dengan unsur-unsur desa ialah komponen-komponen
pembentuk desa sebagai satuan ketatanegaraan. Komponen-komponen tersebut
ialah : (1) wilayah desa, (2) penduduk atau masyarakat desa, dan (3) pemerintah
desa.

2. WILAYAH DESA
Yang dimaksud dengan wilayah dalam hubungan ini ialah dalam arti
sempit. Dalam arti luas, seperti dalam konteks pembinaan wilayah, didalamnya
sudah termasuk penduduk dan pemerintah. Wilayah desa itu sendiri terdiri atas
tiga unsur, yaitu :
1) Darat, daratan, atau tanah
2) Air, atau perairan (laut, sungai, danau dan sebagainya)
3) Angkasa (udara)

Diantara unsur-unsur itu, tanah adalah unsur yang terbatas, air kurang
terbatas, tetapi angkasa tidak terbatas. Semakin terbatas suatu unsur, semakin
diperlukan penataan unsur yang bersangkutan, untuk dapat membawa manfaat
seoptimal mungkin secara lestari, bagi masyarakat yang bersangkutan.
Seperti telah dikemukakan diatas, menurut pasal 72 undang-undang No. 5
tahun 1974 ada tiga tingkatan wilayah, yaitu :
1) Wilayah propinsi yang masing-masing terbagi atas
2) Wilayah kabupaten/kotamadya, yang masing-masing terbatas lagi atas
3) Wilayah kecamatan

11

Seolah-olah tidak ada suatu bagian wilayah pun yang tidak termasuk di
dalam wilayah suatu propinsi, kabupaten/kotamadya, dan kecamatan. Di dalam
kenyataannya, hal itu sukar dipahami. Semakin ke tingkat bawah semakin besar
kesukaran itu. Apa bila pembagian wilayah tersebut diartikan sebagai pembagian
habis, maka hasilnya ialah bisa terjadi suatu kecamatan pulau atau pantai meliputi
wilayah perairan atau lautan yang beratur mil persegi luasnya. Sulit dibayangkan
bagaimana seorang camat mengadministrasikan wilayah lautan yang sekian
luasnya.
Kalau perwilayahan di tingkat kecamatan menghadapi masalah seperti itu,
konon pula jika desa dianggap sebagai suatu tingkatan wilayah. Maka dari itu
desa tidak perlu dipandang sebagai suatu tingkatan wilayah, tetapi orang dapat
berbicara tentang wilayah desa, yaitu salah satu unsur pembentuk desa.
Bahwa setiap desa memerlukan unsur wilayah yang berwujud darat atau
tanah, itu sudah pasti. Tetapi dalam pada itu ada juga desa-desa yang wilayahnya
mencakup suatu garis pantai atau meliputi satu atau beberapa pulau. Desa-desa
seperti ini tidak saja memerlukan unsur daratan tetapi juga unsur lautan sejauh dan
seluas yang dibutuhkan dan dapat diadministrasikan (dikelola) sebagai sumber
nafkah. Wilayah perairan seperti itu samalah halnya seperti sawah ladang bagi
desa-desa lainnya. Hak penduduk untuk mencari nafkah di wilayah perairan atau
lautan perlu mendapat penataan resmi dan perlindungan hukum. Hak itu dapatlah
dibandingka dan dianalogikan dengan hak ulayat di darat. Jadi dewasa ini perlu
dipikirkan kemungkinan pengakuan akan adanya hak ulayat laut.
Wilayah desa haruslah memenuhi persyaratan tertentu agar dapat dikelola
secara efektif dan efisien, baik ke luar maupun dalam. Syarat-syarat itu antara lain
:
1) Sedapat-dapatnya dapat berfungsi sebagai satuan wilayah pelayanan
pemerintahan yang terkecil.
2) Harus utuh, tidak terpecah, bagian-bagiannya tidak terpisah satu sama
yang lain.
3) Potensial bagi kelangsungan hidup masyarakatnya.

12

Ruang angkasa yang tidak terbatas seakan-akan tidak perlu mendapat


perhatian. Namun angkasa, sinar matahari, udara segar, pemandangan yang indah,
dan proses ekologis, adalah kekayaan angkasa yang merupakan kebutuhan mutlak
manusia. Bila hal itu dihubungkan dengan masalah pengelolaan sumber-sumber
alam dan lingkungan hidup, terlebih-lebih bagi desa-desa yang termasuk di dalam
jangkauan pengaruh perkotaan, industri, dan pertambangan, dalam batas-batas
tertentu unsur angkasa perlu mendapat penataan yang sungguh-sungguh.
Jadi, wilayah desa adalah suatu wilayah yang tertentu batas-batasnya, yang
secara fisik terdiri atas unsur daratan, angkasa, dan bagi desa pantai, desa pulau
atau desa kepulauan, suatu perairan, sebagai lokasi permukiman dan sumber
nafkah, yang memenuhi persyaratan tertentu.

3. PENDUDUK ATAU MASYARAKAT DESA


Dipandang dari segi demografis, penduduk suatu desa ialah setiap orang
yang terdaftar sebagai penduduk atau bertempat kedudukan didalam wilayah desa
yang bersangkutan, tidak soal di mana ia mencari nafkahnya.
Menurut pasal 1 keputusan Presiden RI No. 52 Tahun 1977 tentang
pendaftaran penduduk, penduduk negara Republik Indonesia ialah warga Negara
Indonesia dan Warga Asing. Pasal 1 Peraturan Menteri Dalam Negeri No. 8
Tahun 1977 tentang pelaksanaan Pendaftaran Penduduk menetapkan bahwa :
1) Penduduk ialah setiap orang, baik warga negara Indonesia maupun Warga
Negara Asing yang bertempat tinggal tetap di dalam wilayah RI (ayat a).
2) Penduduk sementara ialah warga negara asing yang berdiam sementara di
dalam wilayah RI (ayat c).

Ada daerah yang menentukan batas waktu bertempat tinggal bagi setiap
orang untuk dapat disebut sebagai penduduk tetap desa yang bersangkutan.
Bahkan ayat 1 pasal 14 Undang-undang 1946 No. 3 (kemudian beberapa kali
undang-undang ini mendapat perubahan) penduduk Negara Indonesia ialah tiaptiap orang yang bertempat kedudukan di dalam daerah wilayah negara Indonesia
selama satu tahun berturut-turut.

13

Penduduk setiap desa, baik desa yang berotonomi desa, maupun desa
administratif, perlu dibentuk sebagai, atau merupakan suatu satuan masyarakat
yang utuh. Setiap satuan masyarakat perlu diberi atau memiliki tanggungjawab
tertentu secara langsung dalam soal-soal pemerintahan dan pembangunan. Agar
setiap satuan masyarakat merasa bertanggungjawab secara langsung atas
pembangunan dan pemerintahan desanya, masyarakat itu sendiri harus diberi
peranan atas suatu atau beberapa fungsi atau langkah-langkah pemerintahan dan
pembangunan.

4. PEMERINTAH DESA
Pemerintah desa sebagai alat pemerintah adalah satuan organisasi terendah
pemerintah RI yang berdasarkan asa dekonsentrasi ditempatkan di bawah dan
bertanggungjawab langsung kepada pemerintah wilayah kecamatan yang
bersangkutan.
Personil satuan organisasi yang disebut pemerintah desa kecuali kelurahan
itu disebut perangkat negara bukan perangkat atau pegawai negeri, karena
beberapa pertimbangan, antara lain :
1) Konsisten dengan pengertian desa sebagai satuan ketatanegaraan.
2) Perangkat tersebut, kendatipun pada umumnya dipilih oleh dan kalangan
masyarakat desa setempat, namun yang mengangkatnya adalah pejabat
negara yang berwenang.
3) Tidak disebut sebagai perangkat atau pegawai negeri, karena kedudukan
kepegawaian negeri diatur dengan aturan perundang-undangan tertentu,
yang tidak berlaku bagi perangkat pemerintah desa otonom.

Pemerintah desa tersusun di dalam suatu organisasi. Organisasi itu


haruslah sederhana dan efektif. Hal itu perlu di perhatikan, mengingat kenyataan
bahwa di desa tidak ada lagi instansi sektoral atau instansi vertikal. Jumlah
pemuka masyarakat juga amat terbatas jumlahnya. Untuk apa diciptakan banyak
jabatan kalau orangnya itu-itu juga.
Sederhana antara lain berarti mudah disesuaikan dengan kebutuhan dan
kondisi-kondisi setempat. Dalam hubungan ini yang diseragamkan ialah struktur

14

minimalnya. Struktur minimal itu haruslah mengandung atau terdiri atas tiga
unsur-unsur organisasi yaitu :
1) Unsur kepala yaitu kepala desa
2) Unsur pembantu yaitu kepala atau staf
3) Unsur pelaksana (teknis) fungsional dan teritorial

Kedudukan (dan oleh karena itu juga fungsi dan peranan) adalah jamak :
1) Alat pemerintahan yang lebih atas di desa yang bersangkutan
2) Alat desa dalam melakukan fungsinya sebagai subyek pembangunan
3) Khusus buat desa berotonomi desa, alat desa dalam menyelenggarakan
rumah tangganya.

5. PRADESA
Pada taraf tertentu, terdapat unsur-unsur yang belum mantap. Misalnya
batas-batas wilayah belum menentukan, masyarakat hidup berpindah-pindah,
pemerintahannya belum tersusun, atau jumlah penduduknya masih sedikit sekali.
Bilamana satuan masyarakat seperti ini tidak berada di dalam lingkungan suatu
desa, maka satuan itu disebut pradesa. Tentu saja, pradesa bukanlah desa, atau
belumlah dapat disebut desa.

E. STATUS DESA

1. PENGERTIAN
Dengan ditegaskannya definisi desa seperti yang telah dikemukakan dalam
Bab II, maka konsekuensi-konsekuensinya adalah sebagai berikut :
Bagaimana kedudukan desa menurut definisi desa
Bagaimana dengan desa-desa atau daeraha yang setingkat yang dahulu
berada diatas atau setingkat kecamatan
Bagaimana dengan desa-desa atau daerah setingkat, yang oleh satu dan
lain pertimbangan tidak lagi terdiri atas satu pemerintahan, melainkan
bagian-bagiannyalah yang masing-masing dijadikan satuan ketatanegaraan
(desa baru).

15

Bagaimana halnya desa yang otonomi desanya sudah tak berfungsi lagi.

Hal-hal tersebut yang menjadi dan ,engandung masalah-masalah tentang status


desa.

2. DESA BERKEDUDUKAN LANGSUNG DIBAWAH KECAMATAN


Konsekuensi definisi atau pengertian desa seperti telah dijelaskan pada
Bab II ialah bahwa desa berkedudukan langsung dibawah kecamatan. Langsung
dibawah kecamatan berarti :
Tidak ada suatu satuan pemerintahan atau ketatanegaraan pun yang ada
diantara kecamatan dan desa
Pemerintah desa langsung berada dibawah dan bertanggungjawab kepada
pemerintah wilayah kecamatan
Pemerintah desa ialah satuan pemerintahan terendah, artinya ada satuan
pemerintahan lainnya yang ada diantara pemerintah desa dan rakyat,
karena pembentukan desa satuan ketatanegaraan dimaksudkan sebagai
front terdepan pemerintahan.

3. DAERAH

YANG

DIANGGAP

SEBAGAI

DESA

TETAPI

YANG

WILAYAHNYA LEBIH LUAS ATAU SAMA DENGAN KECAMATAN,


SELAKU SATUAN KETATANEGARAAN, HAPUS
Ketentuan ini adalah konsekuensi logis dari pada definisi desa. Misalnya
saja marga-marga di Sumatera bagian Selatan dan negeri-negeri di Bangka
Belitung. Sebagai satuan ketatanegaraan, hapus, dan yang menggantikannya
adalah dusun atau kampung yang berada di bawah (dalam)nya. Marga-marga
sebagai satuan masyarakat dapat tetap berfungsi sebagai lembaga sosial, sama
halnya dengan suku atau clan. Konsekuensi lebih lanjut dari pada ketentuan ini
antara lain :
Likuiditas marga (personil, bangunan, kekayaan, dan sebagainya)
Peningkatan dusuk atau kampung menjadi desa yang berfungsi penuh
(personil, bangunan, sarana, biaya, dan sebagainya)
Petunjuk pelaksanaan

16

Perlu persamaan sikap atau kebijaksanaan keempat propinsi (Lampung,


Bengkulu, Sumatera Selatan, dan Jambi) dalam menghadapi soal marga
dan negeri.

Penghapusan marga dewasa ini diperkirakan sedang pada saat yang tepat.
Faktor-faktor yang memungkinkan ialah :

Sejak lama memang telah ada ibibit perpecahan di kalangan dusun-dusun


dalam suatu marga. Sebabnya ialah, kepala marga biasanya memberi
perhatian lebih kepada dusun-dusun yang memilihnya dibanding dusun
lain.

Sejak dikeluarkan larangan mengadakan pungutan maka sumber


penghasilan perangkat marga menjadi amat berkurang. Jabatan kepala
marga menjadi kurang diminati orang.

Sudah sejak lama pemerintah wilayah kecamatan menghadapi masalah


dengan adanya pemerintahan marga yang wilayah kerjanya lebih luas atau
sama dari kecamatan.

Selain faktor yang menguntungkan diatas, ada beberapa faktor penghambat :

Pemerintah daerah mengalami kesulitan dalam meningkatkan dusun atau


kampung menjadi desa, karena kekurangan biaya.

Ada pemerintah daerah yang masih memberi fungsi formal kepada marga
dibidang pembangunan, misalnya inpres bantuan desa disalurkan melalui
marga, atau inpres tersebut digunakan membangun kantor marga.

Masih ada penajbat pemerintah daerah yang berpendapat bahwa marga


itulah yang sesungguhnya yang dianggap sebagai desa

F. TERBENTUKNYA DESA

1. PENGERTIAN
Didalam bab ini dibahas hal-hal yang berkenan dengan pengakuan,
pembentukan, pemecahan, penyatuan, dan penghapusan desa, dengan syarat atau
standar dan prosedurnya.

17

2. PENGAKUAN DESA
Pengakuan terhadap desa-desa yang telah ada sebelum proklamasi 17
Agustus 1945 dinyatakan melalui atau dengan Pasal II Aturan Peralihan UUD
1945 yang berbunyi :
Segala Badan Negara dan Peraturan yang ada masih langsung berlaku,
selama belum diadakan yang baru menurut Undang-undang dasar ini.

3. PEMBENTUKAN DESA
Yang dimaksud dengan pembentukan desa ialah tindakan mengadakan
desa dan kelurahan baru diluar wilayah desa-desa yang telah ada. Hal itu dapat
dimaklumi, sebab kendatipun desa adalah satuan ketatanegaraan, namun seluruh
wilayah Indonesia yang terdiri dari darat, laut dan angkasa itu tidak mungkin
dapat terbagi habis begitu saja. masih ada lautan, pulau-pulau, daerah-daerah, dan
lain-lain, yang belum atau tidak termasuk wilayah suatu desa tertentu. Ungkapan
mengadakan desa baru tidak berarti bahwa desa yang bersangkutan tiba-tiba
muncul, melainkan melalui fase persiapan jauh sebelumnya, seperti halnya desa
yang lahir di lokasi-lokasi transmigrasi, resettlement, dan pradesa. Pada tahun
1973, satuan-satuan pradesa berjumlah 1.721 buah.
Pembentukan desa pada umumnya melaui fase persiapan. Misalnya ada
sebidang tanah kosong tiada berpenduduk dan tidak merupakan tanah kosong
tiada berpenduduk dan tidak merupakan tanah atau wilayah desa tertentu. Pada
suatu hari tanah itu digarap dan didiami oleh beberapa keluarga yang berasal dari
tempat adal yang berjauhan letaknya. Setelah jumlah penduduk daerah itu
menginjak angka raturan, tentu mulai dipikirkan soal tata pemerintahannya,
terlebih pula mengingat hubungannya dengan desa asal masing-masing. Selama
belu

dapat disahkan sebagai desa asal masing-masing. Selama belum dapat

disahkan sebagai desa yang berdiri sendiri, penduduk tersebut memerlukan


pembinaan melalui fase persiapan. Pembinaan itu dapat dilakukan.
a. Langsung oleh Camat yang bersangkutan
b. Melalui desa lain yang berdekatan. Artinya untuk sementara penduduk
baru itu dimasukkan di dalam wilayah desa yang berdekatan. Kemudian

18

setelah memenuhi persyaratan dilepaskan menjadi desa yang berdiri


sendiri.

Faktor-faktor yang perlu mendapat pertimbangan dalam hal pembentukan


desa antara lain :
a. Jarak antara perkampungan yang akan disahkan dengan desa lain yang
terdekat.
b. Kondisi komunikasi
c. Adat istiadat penduduk baru dibanding penduduk desa sekitarnya
d. Potensi daerah
e. Faktor

pengembangan

(penduduk,

sikap

hidup,

pendidikan,

kegotongroyongan, dan sebagainya)

4. PENYATUAN DESA
Penyatuan desa lazim atau dapat juga disebut penggabungan desa.
Penyatuan desa adalah tindakan menggabungkan dua atau lebih desa yang telah
ada menjadi satu desa baru. Motif-motif penyatuan desa antara lain sebagai
berikut :
a. Menggabungkan dua atau lebih desa-desa yang kecil-kecil yang memenuhi
syarat penggabungan menjadi satu desa yang besar, tanpa merubah
kedudukan ketatanegaraan.
b. Merubah kedudukan ketatanegaraan dua desa atau lebih, dari kedudukan
berotonomi desa menjadi, dan menggabungkan desa-desa itu, dalam
bentuk desa administratif, seperti yang terjadi di kota Surabaya dan
Malang.
c. Menggabungkan dua desa atau lebih, yang mula-mula berjauhan letaknya,
tetapi lama-kelamaan masing-masing saling mendekati sehingga jarak
antara desa-desa itu semakin dekat sehingga secara fisik desa-desa itu
merupakan suatu kesatuan.

5. PENGHAPUSAN DESA

19

Penghapusan desa ialah tindakan meniadakan desa yang telah ada. Motifmotif tindakan antara lain :
a. Status desa dari pada desa yang ada dihapuskan dan unsur-unsurnya
dimasukkan kedalam desa lain yang meliputi desa lama.
b. Status desa daripada desa yang ada dihapuskan dan unsur-unsurnya
dimasukkan ke dalam desa lain di luar bekas desa.
c. Status desa daripada desa desa yang dihapuskan, karena unsur-unsurnya
seluruh atau sebagian sudah lenyap.

G. ORGANISASI DESA

1. PENGERTIAN
Salah satu teori tentang masyarkat adalah teori organis. Sumber teori
adalah berasal dari biologi dan kemudian ekologi. Istilah ekologi diciptakan oleh
seorang biologist bernama Haeckel, dari kata Gerika oikos. Ekologi adalah ilmu
pengetahuan yang mempelajari makhluk hidup sebagai anggota jaringan
organisme yang bersifat kompleks.
Teori organis di bidang biologis dan ekologi itu digunakan untuk
menerangkan pertumbuhan dan perkembangan masyarakat, antara lain oleh Milla
Alihan dan C.M. Child. Chlid menarik kesimpulan bahwa organisme adalah suatu
susunan dinamis, pola atau hubungan integral antara sistem atau satuan-satuan
kehidupan. Masyarakat desa juga adalah organisme hidup.
Organisme unsur-unsur desa tercermin atau dilukiskan antara lain oleh
bentuk, susunan, corak, dan teknik pemukimannya. Dari hal ini diperoleh polapola organisasi desa :
a. Desa dengan pemukiman tunggal, yaitu suatu desa hanya terdiri dari suatu
perkampungan/pemukiman.
b. Desa dengan beberapa perkampungan/pemukiman.
c. Desa dengan pemukiman tersebar, tidak terbentuk perkampungan yang
teratur.

20

2. DESA DENGAN PERKAMPUNGAN TUNGGAL


Desa dengan perkampungan tunggal adalah organisasi desa yang
sederhana, dan oleh karena itu, struktur pemerintahan desanya juga dapat
disederhanakan. Kepala desanya bisa merangkap sebagai kepala dusun/kampung,
dan staf sekretaris desa bisa merangkap sebagai tenaga teknis. Untuk desa seperti
ini dapat berlaku sturktur minimal dengan efektif.

3. DESA DENGAN PERKAMPUNGAN BANYAK


Desa dengan perkampungan banyak merupakan desa dengan organisasi
yang berseluk-seluk. Desa seperti ini perlu dibagi-bagi atas beberapa bagian
wilayah yang disebut dusun. Ditiap-tiap dusun kepala desa diwakili oleh kepala
dusun. Bagian wilayah ini untuk kelurahan disebut lingkungan, dan mewakili
kepala desa di sana disebut kepala lingkungan.

4. DESA DENGAN PEMUKIMAN TERSEBAR


Desa dengan pemukiman tersebar sebaiknya ditata kembali secara
bertahap, sehingga dapat berpola sepeti pola 1 atau 2 diatas. Tentu saja penataan
ini didahului oleh penataan hal-hal yang menyangkut hak-hak atas tanah,
pemindahan pemukiman dan sebagainya.

H. URUSAN PEMERINTAH DESA

1. PENGERTIAN
yang dimaksud dengan urusan pemerintah desa ialah urusan-urusan yang
menjadi tanggung jawab atau tugas pemerintah desa. Secara umum ada dua jenis
urusan, yaitu :
a. Urusan dekonsentratif
b. Urusan partisipatif

Khusus bagi desa-desa yang berotonomi desa, ada urusan jenis ketiga
yaitu urusan rumah tangga desa. Di tingkat desa, jenis-jenis itu sukar dibedakan

21

satu sama yang lain, karena desa, semua urusan yang ditingkat atasnya dipegang
oleh banyak instansi, menjadi satu dan berada di tangan kepala desa.

2. URUSAN DEKONSENTRATIF
Urusan-urusan dekonsentratif ialah urusan-urussan yang menjadi tanggung
jawab pemerintah yang lebih atas. Pemerintah itulah yang merencanakan,
membiayai, mengawasi, dan bertanggung jawab secara keseluruhan. Pelaksanaan
operasionalnya ditugaskan kepada Pemerintah Desa yang bersangkutan. Untuk itu
urusan ini, pemerintah desa mendapat, atau perlu mendapat, biaya, sarana,
peralatan, bahan dan pedoman, dan fasilitas operasional dari pemerintah yang
lebih atas itu. Tentu saja jalur urusan dekonsentratif ialah pusat, propinsi,
kabupaten, kecamatan, dan desa. Dalam hal urusan dekonsentratif, masyarakat
desa relatif tidak memiliki peranan disisif, kendatipun relatif responsibel atas
tugas-tugas yang dibebankan kepadanya.

3. URUSAN PARTISIPATIF
Urusan partisipatif, ialah urusan-urusan yang ditetapkan oleh pemerintah,
tetapi pelaksanaannya diserahkan kepada masyarakat desa yang bersangkutan
sebagai sarana pendidikan pembangunan. Di dalam melaksanakan urusan-urusan
itu, masyarakat desa memegang peranan desisif dan responsibel. Tanpa perana itu,
urusan yang berkenaan tidak dapat berfungsi sebagai sarana pendidikan
pembangunan.

4. URUSAN RUMAH TANGGA DESA


Telah dikemukakan jauh sebelum ini bahwa urusan rumah tangga desa
diperoleh tidak berdasarkan asas desentralisasi, melainkan berdasarkan tradisi atau
adat yang berlaku. Sampai sekarang belum ada kententuan yang jelas mengenai isi
dari pada rumah tangga desa itu.
Dari catatan pekerja lapangan dapat ditarik kesimpulan bahwa yang
dimaksud dengan urusan rumah tangga desa ialah urusan-urusan yang :
a. Secara tradisional berdasarkan adat setempat menjadi urusan rumah tangga
desa

22

b. Dalam menyelenggarakan desa mempunyai kedudukan dan peranan


desisif dan responsibel
c. Tidak atau belum diambil alih atau dijadikan urusan instansi pemerintah
yang lebih tinggi
d. Tidak ter atau dilarang oleh ketentuan resmi yang berlaku dan lebih tinggi
e. Berada dalam batas-batas kemampuan desa
f. Perlu dilakukan guna menunjang, melanjutkan, atau dalam rangka
penggunaan pembangunan yang dilakukaan oleh pemerintah yang lebih
luas
g. Bersifat mendesak, darurat, dan seperti itu, kendatipun secara hukum atau
administrasi urusan itu adalah urusan instansi yang lebih atas, guna
keselamatan,

keamanan,

dan

ketertiban

masyarakat

desa

yang

bersangkutan.

Dalam masyarakat demokratis dalam arti pemerintahan tidak bersifat


totaliter, setiap satuan masyarakat memiliki sedikit banyak urusan-urusan seperti
itu. Kendatipun masyarakat yang bersangkutan bersifat heterogen, modern, atau
perkotaan.

I. ORGANISASI PEMERINTAH DESA

1. PENGERTIAN
Agar pengertian tentang pemerintah desa itu lebih dapat terhayati dibawah
ini dilakukan pembandingan dengan pengertian-pengertian lainnya.
a. Dalam pasal 4 ayat 1 dan pasal 5 ayat 1 disebut berturut-turut bahwa
Presiden RI memegang kekuasaaan Pemerintahan menurut Undangundang Dasar, dan bahwa juga Presiden memegang kekuasaan membentuk
Undang-undang dengan persetujuan DPR. Hal itu berarti, bahwa
pemerintah Negara RI adalah Presdien dibantu oleh Menteri Negara.
b. Pasal 1 IGO menyatakan bahwa pengelolaan haminate Indonesia (desa)
dilakukan oleh kepala Desa dibantu oleh beberapa orang yang ditunjuk
untuk itu, semuanya dengan kepala tersebut merupakan pemerintah desa.

23

c. Pasal 1 dan pasal 4 ayat 1 Keputusan Menteri dalam negeri Nomor 69


tahun 1973 tentang pedoman susunan organisasi dan tata kerja pemerintah
wilayah kecamatan menyatakan berturut-turut bahwa :
o Pemerintah wilayah kecamatan adalah perangkat pemerintah yang
langsung berada dibawah dan bertanggung jawab kepada
Bupati/Walikotamadya kepala daerah.
o Pemerintah wilayah kecamatan dipimpin langsung oleh kepala
wilayah kecamatan dan dibantu oleh...

Menurut UU Nomor 5 tahun 1974 tentang pokok-pokok pemerintahan di


daerah, Pemerintah Daerah adlaah kepala daerah dan DPRD.

2. UNSUR-UNSUR ORGANISASI INSTITUSIONAL


Dalam pasal 3 dan 23 UU Nomor 5 tahun 1979 tentang Pemerintah Desa
berturut-turut ditetapkan bahwa pemerintah desa adalah kepala desa dan lembaga
musyawarah desa (LMD). Sedangkan pemerintah kelurahan adalah kepala
kelurahan (Lurah) dan perangkat lurah.
Selanjutnya ditetapkan bahwa pemerintah desa dalam melakukan tugasnya
dibantu oleh perangkat desa yang terdiri atas sekretariat desa dan kepala-kepala
dusun. Sekretariat desa meliputi sekretaris desa dan kepala-kepala urusan.
Perangkat kelurahan terdiri atas sekretariat kelurahan dan kepala-kepala
lingkungan. Sekretariat keelurahan terdiri dari sekretaris kelurahan dan kepala
urusan. Secara institusional hal itu dapat digambarkan sebagai berikut (gambar 1,
gambar 2, gambar 3 ) :

24

Organisasi
Institusional

Pemerintah Desa

Perangkat Desa

LMD

Kepala Desa

Sekretariat

Kepala

Desa

Dusun

Sekretaris

Kepala

Desa

Dusun

Rakyat Desa

Gambar. 1

25

LMD

Pemerintah Desa
Pasal 3 (1) Unsur
kepala

Kepala Desa

Kepala
Urusan
Perangkat
Desa Pasal 3
(2) Pembantu
Pemerintah
Desa

Sekretaris
Desa

Kepala
Urusan

Unsur
Pelaksana
pasal 16
Kepala
Urusan

Kepala
Dusun

Kepala
Dusun

Kepala
Dusun

Gambar. 2 Organisasi Institusional Pemerintah Desa Menurut UnsurUnsurnya

26

You might also like