Professional Documents
Culture Documents
PENDAHULUAN
A. PENGERTIAN DESA
Pengertian Desa secara resmi dapat dibaca antara lain di dalam Surat
Edaran Menteri Dalam Negeri tanggal 29 April 1969 Nomor Desa 5/1/29 yang
bunyinya sebagai berikut :
Desa
dan
daerah
yang
setingkat
ialah
kesatuan
masyarakat
hukum
Dan dalam pasal 1 ayat a Instruksi Presiden (Inpres) nomor 5 tahun 1976 tentang
bantuan Pembangunan Desa, dimana disebut bahwa desa ialah :
Desa dan masyarakat hukum yang setingkat dengan nama asli lainnya dalam
pengertian teritorial administratif langsung dibawah kecamatan.
Dalam surat edaran keputusan Menteri Dalam Negeri Nomor 17 Tahun 1977
tentang penetapan Jumlah Desa diseluruh Indonesia dinyatakan bahwa :
Desa ialah kesatuan organisasi pemerintahan yang terendah, mempunyai batas
wilayah tertentu, langsung dibawah kecamatan, dan merupakan kesatuan
masyarakat hukum yang berhak menyelenggarakan rumah tangganya.
Istilah desa dalam UU No. 5 Tahun 1979 (desa dalam arti luas) meliputi
desa (dalam arti sempit) dan kelurahan. Menurut pasal 1 UU itu, yang dimaksud
dengan desa adalah suatu wilayah yang ditempati oleh sejumlah penduduk sebagai
kesatuan masyarakat, termasuk didalamnya kesatuan masyarakat hukum yang
mempunyai organisasi pemerintahan terendah langsung dibawah Camat dan
berhak menyelenggarakan rumah tangganya sendiri dalam Ikatan Negara
Republik Indonesia.
Selanjutnya yang dimaksud dengan kelurahan ialah suatu wilayah yang
ditempati oleh sejumlah penduduk yang mempunyai organisasi pemerintahan
Hukum ialah kompleks kaidah, aturan, norma, baik tertulis mapun tidak
tertulis, yang berfungsi menentukan dan mengatur hubungan antara anggota
masyarakat. Suatu sub sistem daripada hukum, yang berlaku di dan bersifat khas
Indonesia, ialah hukum adat.
Adapun adat yang berlaku beraneka ragam. Hal ini telah menarik perhatian
para ahli hukum, sosiolog, antropolog, dan lain-lain sejak zaman dahulu. Studi
tentang keanekaragaman tersebut menghasilkan kesimpulan antara lain bahwa
sistem hukum adat di Indonesia dapat dipandang sebagai terbagi atas 19 lingkaran
atau sub sistem hukum adat. Ke 19 sub sistem itu adalah :
1. Aceh
2. Tanah Gayo, Alas dan Batak beserta Nias
3. Daerah Minangkabau beserta Mentawai
4. Sumatra Selatan
5. Daerah Melayu
6. Bangka dan Belitung
7. Kalimantan (Tanah Dayak)
8. Minahasa
9. Gorontalo
10. Daerah Toraja
11. Sulawesi Selatan
12. Kepulauan Ternate
13. Maluku, Ambon
14. Irian
15. Kepulauan Timor
16. Bali dan Lombok
17. Jawa Tengah dan Timur
18. Daerah-daerah Swapraja Solo dan Yogyakarta
19. Jawa Barat
Di
lingkungan
perundang-undangan,
istilah
desa
NO.
1.
OTONOMI DESA
Sudah ada sejak zaman dahulu
OTONOMI DAERAH
Baru dikenal di Indonesia sejak
awal abad ke-20
2.
Berdasarkan
hukum
adat
Indonesia)
3.
Pusat
kepada
Daerah-daerah
5.
6.
Diperoleh
secara
7.
satu
persatu
diatur
mengatur
semakin
oleh mengikat
Bobotnya
di
wilayah
pedesaan
9.
Dalam perjalanan sejarah bisa terjadi, dan memang ada terjadi, perubahanperubahan bobot otonomi desa sedemikian rupa, sehingga pada suatu waktu bisa
kehidupan
masyarakat
yang
selama
ini
cukup
diselenggarakan oleh desa, oleh satu dan lain alasan berdasarkan ketentuan
yang lebih tinggi, diselenggarakan oleh pemerintah yang lebih atas.
3. Kegiatan ekonomi sekunder dan tersier semakin besar, sehingga
diperlukan penataan kembali terhadap tata ruang fisik dan tata masyarakat
desa yang bersangkutan menurut norma-norma yang lebih tinggi.
4. Sumber-sumber pendapatan desa diambil alih oleh pemerintah yang lebih
atas.
Dalam pada itu, menurut penelitian yang telah dilakukan, sebutan desa
administratif tidak hanya dijumpai didalam wilayah-wilayah perkotaan seperti
daerah khusus Ibukota Jakarta, Kotamadya-kotamadya di Jawa Barat, Jawa
Tengah, dan Jawa Timur, melainkan juga terdapat di wilayah-wilayah pedesaan
tertentu. Sebagai contoh ialah di Irian Jaya dan Bali.
Desa-desa di Irian Jaya dibentuk berdasarkan keputusan Gubernur Kepala
Daerah Tingkat I Irian Jaya tanggal 2 Februari 1974 Nomor 20/GIJ/1974.
Menurut keputusan itu, desa, gabungan dari beberapa kampung yang telah ada,
merupakan wilayah pemerintah terendah yang adalah bagian administratif
daripada wilayah kecamatan yang bersangkutan, dan disebut desa administratif.
Dengan keputusan tanggal yang sama, Nomor 21/GIJ/1974 tentang struktur
organisasi dan tatakerja pemerintahan desa administratif, ditetapkan antara lain
bahwa Kepala Desa diangkat dan diberhentikan oleh Bupati Kepala Daerah atas
usul Camat. Kendatipun statusnya bukan pegawai Pusat atau Daerah, honorium
tiap bulan sebesar Rp. 10.000, dibayar pemerintah.
Sebutan desa administratif untuk Irian Jaya tidak ada sangkut-pautnya
dengan peralihan bobot otonomi desa. Sebelumnya tidak ada yang berbentuk desa
di Irian Jaya dan juga tidak ada otonomi desa seperti yang dikenal di daerah
lainnya. Masyarakatnya amat terbelakang dan tingkat kehidupan amat rendah.
Masyarakat tidak mampu menyelenggarakan rumah tanggnya sendiri menurut
tuntutan zaman modern. Inilah latar belakang sebutan desa administratif di Irian
Jaya.
Desa yang merupakan masyarakat hukum adat dan hukum agama di Bali
telah ada semenjak zaman dahulu. Sejak tahun 1908 ketika penjajahan Belanda
tiba disana, dibentuklah satuan-satuan ketatanegaraan baru yang disebut desa
dinas, sementara desa lama disebut desa adat. Urusan agama dan adat dipegang
oleh desa adat, sedangkan urusan administratif pemerintahan dilakukan oleh desa
dinas.
Keterangan-keterangan lebih lanjut tentang desa dinas adalah sebagai
berikut :
1. Desa dinas mempunyai wilayah tertentu dan merupakan bagian dari
kecamatan yang ditetapkan oleh pemerintah.
2. Warga desa dinas adalah semua penduduk desa yang bersangkutan.
3. Pimpinan/kepala desa dinas disebut perbekel, dibantu oleh Juru Tulis dan
kelian-kelian dinas yang memegang wilayah bagian dari desa, yang
disebut banjar.
4. Masa jabatan kepala desa dan kelian dinas adalah 5 tahun.
5. Fungsi desa dinas adalah lapangan pemerintahan umum, kecuali adat dan
agama, sedangkan pengairan/pertanian dikelola subak.
6. Dalam melaksanakan tugasnya, kepala desa bertanggung jawab langsung
kepada Camat.
7. Rapat desa disebut sangkepan desa, semua persoalan dimusyawarahkan di
dalam rapat itu.
Desa dinas ini juga dianggap sebagai desa adminstratif dalam arti tertentu,
karena tugasnya sekedar melaksanakan urusan administratif pemerintahan.
Diantara pengertian desa administratif, desa-desa administratif dalam
kotalah yang merupakan desa administratif dalam arti murni. Oleh karena itu
satuan-satuan inilah yang akan dibahas lebih lanjut.
Telah dilakukan penelitian di tiga kotamadya, yaitu Surabaya, Malang, dan
Cirebon. Dan hal-hal yang dapat diketemukan disimpulkan sebagai berikut :
1. Ada kecendrungan adanya perubahan kedudukan ketatanegaraan desa-desa
didalam kota, dari desa yang berotonomi desa menjadi desa administratif
yang disebut lingkungan atau kelurahan.
2. Desa-desa yang mengalami perubahan yang demikian pada umumnya
adalah desa-desa yang penduduknya
a. padat, yaitu lebih 100 jiwa perhektar.
b. Bermata pencaharian terbesar di lapangan sekunder dan tersier.
3. Desa administratif di dalam kota relatif lebih besar dibandingkan dengan
desa-desa berotonomi desa dipandang dari segi jumlah penduduk. Di
Malang sekitar 30-40 ribu, di Surabaya sekitar 20-30 ribu dan Cirebon
sekitar 10-20 Ribu Jiwa.
4. Pemerintah desa administratif adalah aparat daerah, dalam arti dibentuk
oleh atau berdasarkan peraturan daerah, dan pegawai-pegawainya dibiayai
dari APBD.
5. Sebutan bagi desa administratif di dalam kota belum seragam, ada yang
menyebutkan lingkungan dan ada kelurahan.
6. Pada umumnya desa administratif di dalam kota terdapat di wilayah kota
yang lama, wilayah pinggiran masih terdiri dari desa-desa berotonomi
desa, atau kendatipun namanya sudah berubah, masih juga berbau desa
asli.
7. Ada petunjuk bahwa pernyataan perubahan kedudukan ketatanegaraan
desa-desa berotonomi desa menjadi desa administratif di Jawa Barat
terendah
langsung
dibawah
Camat,
yang
tidak
berhak
pemerintah
wilayah
kecamatan,
yang dalam
sistem
C. HAKEKAT DESA
Pertama, desa bukanlah daerah otonom seperti yang dimaksud Undangundang No.5 Tahun 1974 tentang Pokok-Pokok Pemerintah Daerah. Pasal 3 Ayat
1 Undang-undang tersebut menyatakan hanya ada dua tingkat daerah, yaitu daerah
tingkat I dan Daerah tingkat II.
Kedua, desa bukanlah suatu satuan wilayah seperti yang dimaksud
Undang-undang No.5 Tahun 1974 pasal 72. Menurut pasal itu, wilayah Indonesia
terbagi atas :
1. Wilayah-wilayah propinsi (Ayat 1), masing-masing terbagi atas.
2. Wilayah kabupaten dan kotamadya (ayat 2), yang masing masing terbagi
lagi atas.
3. Wilayah-wilayah kecamatan (ayat 3)
10
alat desa. Agen itu disebut lurah, dan oleh karena itu wilayah kekuasaannya
disebut kelurahan.
Ketujuh, desa adalah subyek pembangunan.
D. UNSUR-UNSUR DESA
1. PENGERTIAN
Yang dimaksud dengan unsur-unsur desa ialah komponen-komponen
pembentuk desa sebagai satuan ketatanegaraan. Komponen-komponen tersebut
ialah : (1) wilayah desa, (2) penduduk atau masyarakat desa, dan (3) pemerintah
desa.
2. WILAYAH DESA
Yang dimaksud dengan wilayah dalam hubungan ini ialah dalam arti
sempit. Dalam arti luas, seperti dalam konteks pembinaan wilayah, didalamnya
sudah termasuk penduduk dan pemerintah. Wilayah desa itu sendiri terdiri atas
tiga unsur, yaitu :
1) Darat, daratan, atau tanah
2) Air, atau perairan (laut, sungai, danau dan sebagainya)
3) Angkasa (udara)
Diantara unsur-unsur itu, tanah adalah unsur yang terbatas, air kurang
terbatas, tetapi angkasa tidak terbatas. Semakin terbatas suatu unsur, semakin
diperlukan penataan unsur yang bersangkutan, untuk dapat membawa manfaat
seoptimal mungkin secara lestari, bagi masyarakat yang bersangkutan.
Seperti telah dikemukakan diatas, menurut pasal 72 undang-undang No. 5
tahun 1974 ada tiga tingkatan wilayah, yaitu :
1) Wilayah propinsi yang masing-masing terbagi atas
2) Wilayah kabupaten/kotamadya, yang masing-masing terbatas lagi atas
3) Wilayah kecamatan
11
Seolah-olah tidak ada suatu bagian wilayah pun yang tidak termasuk di
dalam wilayah suatu propinsi, kabupaten/kotamadya, dan kecamatan. Di dalam
kenyataannya, hal itu sukar dipahami. Semakin ke tingkat bawah semakin besar
kesukaran itu. Apa bila pembagian wilayah tersebut diartikan sebagai pembagian
habis, maka hasilnya ialah bisa terjadi suatu kecamatan pulau atau pantai meliputi
wilayah perairan atau lautan yang beratur mil persegi luasnya. Sulit dibayangkan
bagaimana seorang camat mengadministrasikan wilayah lautan yang sekian
luasnya.
Kalau perwilayahan di tingkat kecamatan menghadapi masalah seperti itu,
konon pula jika desa dianggap sebagai suatu tingkatan wilayah. Maka dari itu
desa tidak perlu dipandang sebagai suatu tingkatan wilayah, tetapi orang dapat
berbicara tentang wilayah desa, yaitu salah satu unsur pembentuk desa.
Bahwa setiap desa memerlukan unsur wilayah yang berwujud darat atau
tanah, itu sudah pasti. Tetapi dalam pada itu ada juga desa-desa yang wilayahnya
mencakup suatu garis pantai atau meliputi satu atau beberapa pulau. Desa-desa
seperti ini tidak saja memerlukan unsur daratan tetapi juga unsur lautan sejauh dan
seluas yang dibutuhkan dan dapat diadministrasikan (dikelola) sebagai sumber
nafkah. Wilayah perairan seperti itu samalah halnya seperti sawah ladang bagi
desa-desa lainnya. Hak penduduk untuk mencari nafkah di wilayah perairan atau
lautan perlu mendapat penataan resmi dan perlindungan hukum. Hak itu dapatlah
dibandingka dan dianalogikan dengan hak ulayat di darat. Jadi dewasa ini perlu
dipikirkan kemungkinan pengakuan akan adanya hak ulayat laut.
Wilayah desa haruslah memenuhi persyaratan tertentu agar dapat dikelola
secara efektif dan efisien, baik ke luar maupun dalam. Syarat-syarat itu antara lain
:
1) Sedapat-dapatnya dapat berfungsi sebagai satuan wilayah pelayanan
pemerintahan yang terkecil.
2) Harus utuh, tidak terpecah, bagian-bagiannya tidak terpisah satu sama
yang lain.
3) Potensial bagi kelangsungan hidup masyarakatnya.
12
Ada daerah yang menentukan batas waktu bertempat tinggal bagi setiap
orang untuk dapat disebut sebagai penduduk tetap desa yang bersangkutan.
Bahkan ayat 1 pasal 14 Undang-undang 1946 No. 3 (kemudian beberapa kali
undang-undang ini mendapat perubahan) penduduk Negara Indonesia ialah tiaptiap orang yang bertempat kedudukan di dalam daerah wilayah negara Indonesia
selama satu tahun berturut-turut.
13
Penduduk setiap desa, baik desa yang berotonomi desa, maupun desa
administratif, perlu dibentuk sebagai, atau merupakan suatu satuan masyarakat
yang utuh. Setiap satuan masyarakat perlu diberi atau memiliki tanggungjawab
tertentu secara langsung dalam soal-soal pemerintahan dan pembangunan. Agar
setiap satuan masyarakat merasa bertanggungjawab secara langsung atas
pembangunan dan pemerintahan desanya, masyarakat itu sendiri harus diberi
peranan atas suatu atau beberapa fungsi atau langkah-langkah pemerintahan dan
pembangunan.
4. PEMERINTAH DESA
Pemerintah desa sebagai alat pemerintah adalah satuan organisasi terendah
pemerintah RI yang berdasarkan asa dekonsentrasi ditempatkan di bawah dan
bertanggungjawab langsung kepada pemerintah wilayah kecamatan yang
bersangkutan.
Personil satuan organisasi yang disebut pemerintah desa kecuali kelurahan
itu disebut perangkat negara bukan perangkat atau pegawai negeri, karena
beberapa pertimbangan, antara lain :
1) Konsisten dengan pengertian desa sebagai satuan ketatanegaraan.
2) Perangkat tersebut, kendatipun pada umumnya dipilih oleh dan kalangan
masyarakat desa setempat, namun yang mengangkatnya adalah pejabat
negara yang berwenang.
3) Tidak disebut sebagai perangkat atau pegawai negeri, karena kedudukan
kepegawaian negeri diatur dengan aturan perundang-undangan tertentu,
yang tidak berlaku bagi perangkat pemerintah desa otonom.
14
minimalnya. Struktur minimal itu haruslah mengandung atau terdiri atas tiga
unsur-unsur organisasi yaitu :
1) Unsur kepala yaitu kepala desa
2) Unsur pembantu yaitu kepala atau staf
3) Unsur pelaksana (teknis) fungsional dan teritorial
Kedudukan (dan oleh karena itu juga fungsi dan peranan) adalah jamak :
1) Alat pemerintahan yang lebih atas di desa yang bersangkutan
2) Alat desa dalam melakukan fungsinya sebagai subyek pembangunan
3) Khusus buat desa berotonomi desa, alat desa dalam menyelenggarakan
rumah tangganya.
5. PRADESA
Pada taraf tertentu, terdapat unsur-unsur yang belum mantap. Misalnya
batas-batas wilayah belum menentukan, masyarakat hidup berpindah-pindah,
pemerintahannya belum tersusun, atau jumlah penduduknya masih sedikit sekali.
Bilamana satuan masyarakat seperti ini tidak berada di dalam lingkungan suatu
desa, maka satuan itu disebut pradesa. Tentu saja, pradesa bukanlah desa, atau
belumlah dapat disebut desa.
E. STATUS DESA
1. PENGERTIAN
Dengan ditegaskannya definisi desa seperti yang telah dikemukakan dalam
Bab II, maka konsekuensi-konsekuensinya adalah sebagai berikut :
Bagaimana kedudukan desa menurut definisi desa
Bagaimana dengan desa-desa atau daeraha yang setingkat yang dahulu
berada diatas atau setingkat kecamatan
Bagaimana dengan desa-desa atau daerah setingkat, yang oleh satu dan
lain pertimbangan tidak lagi terdiri atas satu pemerintahan, melainkan
bagian-bagiannyalah yang masing-masing dijadikan satuan ketatanegaraan
(desa baru).
15
Bagaimana halnya desa yang otonomi desanya sudah tak berfungsi lagi.
3. DAERAH
YANG
DIANGGAP
SEBAGAI
DESA
TETAPI
YANG
16
Penghapusan marga dewasa ini diperkirakan sedang pada saat yang tepat.
Faktor-faktor yang memungkinkan ialah :
Ada pemerintah daerah yang masih memberi fungsi formal kepada marga
dibidang pembangunan, misalnya inpres bantuan desa disalurkan melalui
marga, atau inpres tersebut digunakan membangun kantor marga.
F. TERBENTUKNYA DESA
1. PENGERTIAN
Didalam bab ini dibahas hal-hal yang berkenan dengan pengakuan,
pembentukan, pemecahan, penyatuan, dan penghapusan desa, dengan syarat atau
standar dan prosedurnya.
17
2. PENGAKUAN DESA
Pengakuan terhadap desa-desa yang telah ada sebelum proklamasi 17
Agustus 1945 dinyatakan melalui atau dengan Pasal II Aturan Peralihan UUD
1945 yang berbunyi :
Segala Badan Negara dan Peraturan yang ada masih langsung berlaku,
selama belum diadakan yang baru menurut Undang-undang dasar ini.
3. PEMBENTUKAN DESA
Yang dimaksud dengan pembentukan desa ialah tindakan mengadakan
desa dan kelurahan baru diluar wilayah desa-desa yang telah ada. Hal itu dapat
dimaklumi, sebab kendatipun desa adalah satuan ketatanegaraan, namun seluruh
wilayah Indonesia yang terdiri dari darat, laut dan angkasa itu tidak mungkin
dapat terbagi habis begitu saja. masih ada lautan, pulau-pulau, daerah-daerah, dan
lain-lain, yang belum atau tidak termasuk wilayah suatu desa tertentu. Ungkapan
mengadakan desa baru tidak berarti bahwa desa yang bersangkutan tiba-tiba
muncul, melainkan melalui fase persiapan jauh sebelumnya, seperti halnya desa
yang lahir di lokasi-lokasi transmigrasi, resettlement, dan pradesa. Pada tahun
1973, satuan-satuan pradesa berjumlah 1.721 buah.
Pembentukan desa pada umumnya melaui fase persiapan. Misalnya ada
sebidang tanah kosong tiada berpenduduk dan tidak merupakan tanah kosong
tiada berpenduduk dan tidak merupakan tanah atau wilayah desa tertentu. Pada
suatu hari tanah itu digarap dan didiami oleh beberapa keluarga yang berasal dari
tempat adal yang berjauhan letaknya. Setelah jumlah penduduk daerah itu
menginjak angka raturan, tentu mulai dipikirkan soal tata pemerintahannya,
terlebih pula mengingat hubungannya dengan desa asal masing-masing. Selama
belu
18
pengembangan
(penduduk,
sikap
hidup,
pendidikan,
4. PENYATUAN DESA
Penyatuan desa lazim atau dapat juga disebut penggabungan desa.
Penyatuan desa adalah tindakan menggabungkan dua atau lebih desa yang telah
ada menjadi satu desa baru. Motif-motif penyatuan desa antara lain sebagai
berikut :
a. Menggabungkan dua atau lebih desa-desa yang kecil-kecil yang memenuhi
syarat penggabungan menjadi satu desa yang besar, tanpa merubah
kedudukan ketatanegaraan.
b. Merubah kedudukan ketatanegaraan dua desa atau lebih, dari kedudukan
berotonomi desa menjadi, dan menggabungkan desa-desa itu, dalam
bentuk desa administratif, seperti yang terjadi di kota Surabaya dan
Malang.
c. Menggabungkan dua desa atau lebih, yang mula-mula berjauhan letaknya,
tetapi lama-kelamaan masing-masing saling mendekati sehingga jarak
antara desa-desa itu semakin dekat sehingga secara fisik desa-desa itu
merupakan suatu kesatuan.
5. PENGHAPUSAN DESA
19
Penghapusan desa ialah tindakan meniadakan desa yang telah ada. Motifmotif tindakan antara lain :
a. Status desa dari pada desa yang ada dihapuskan dan unsur-unsurnya
dimasukkan kedalam desa lain yang meliputi desa lama.
b. Status desa daripada desa yang ada dihapuskan dan unsur-unsurnya
dimasukkan ke dalam desa lain di luar bekas desa.
c. Status desa daripada desa desa yang dihapuskan, karena unsur-unsurnya
seluruh atau sebagian sudah lenyap.
G. ORGANISASI DESA
1. PENGERTIAN
Salah satu teori tentang masyarkat adalah teori organis. Sumber teori
adalah berasal dari biologi dan kemudian ekologi. Istilah ekologi diciptakan oleh
seorang biologist bernama Haeckel, dari kata Gerika oikos. Ekologi adalah ilmu
pengetahuan yang mempelajari makhluk hidup sebagai anggota jaringan
organisme yang bersifat kompleks.
Teori organis di bidang biologis dan ekologi itu digunakan untuk
menerangkan pertumbuhan dan perkembangan masyarakat, antara lain oleh Milla
Alihan dan C.M. Child. Chlid menarik kesimpulan bahwa organisme adalah suatu
susunan dinamis, pola atau hubungan integral antara sistem atau satuan-satuan
kehidupan. Masyarakat desa juga adalah organisme hidup.
Organisme unsur-unsur desa tercermin atau dilukiskan antara lain oleh
bentuk, susunan, corak, dan teknik pemukimannya. Dari hal ini diperoleh polapola organisasi desa :
a. Desa dengan pemukiman tunggal, yaitu suatu desa hanya terdiri dari suatu
perkampungan/pemukiman.
b. Desa dengan beberapa perkampungan/pemukiman.
c. Desa dengan pemukiman tersebar, tidak terbentuk perkampungan yang
teratur.
20
1. PENGERTIAN
yang dimaksud dengan urusan pemerintah desa ialah urusan-urusan yang
menjadi tanggung jawab atau tugas pemerintah desa. Secara umum ada dua jenis
urusan, yaitu :
a. Urusan dekonsentratif
b. Urusan partisipatif
Khusus bagi desa-desa yang berotonomi desa, ada urusan jenis ketiga
yaitu urusan rumah tangga desa. Di tingkat desa, jenis-jenis itu sukar dibedakan
21
satu sama yang lain, karena desa, semua urusan yang ditingkat atasnya dipegang
oleh banyak instansi, menjadi satu dan berada di tangan kepala desa.
2. URUSAN DEKONSENTRATIF
Urusan-urusan dekonsentratif ialah urusan-urussan yang menjadi tanggung
jawab pemerintah yang lebih atas. Pemerintah itulah yang merencanakan,
membiayai, mengawasi, dan bertanggung jawab secara keseluruhan. Pelaksanaan
operasionalnya ditugaskan kepada Pemerintah Desa yang bersangkutan. Untuk itu
urusan ini, pemerintah desa mendapat, atau perlu mendapat, biaya, sarana,
peralatan, bahan dan pedoman, dan fasilitas operasional dari pemerintah yang
lebih atas itu. Tentu saja jalur urusan dekonsentratif ialah pusat, propinsi,
kabupaten, kecamatan, dan desa. Dalam hal urusan dekonsentratif, masyarakat
desa relatif tidak memiliki peranan disisif, kendatipun relatif responsibel atas
tugas-tugas yang dibebankan kepadanya.
3. URUSAN PARTISIPATIF
Urusan partisipatif, ialah urusan-urusan yang ditetapkan oleh pemerintah,
tetapi pelaksanaannya diserahkan kepada masyarakat desa yang bersangkutan
sebagai sarana pendidikan pembangunan. Di dalam melaksanakan urusan-urusan
itu, masyarakat desa memegang peranan desisif dan responsibel. Tanpa perana itu,
urusan yang berkenaan tidak dapat berfungsi sebagai sarana pendidikan
pembangunan.
22
keamanan,
dan
ketertiban
masyarakat
desa
yang
bersangkutan.
1. PENGERTIAN
Agar pengertian tentang pemerintah desa itu lebih dapat terhayati dibawah
ini dilakukan pembandingan dengan pengertian-pengertian lainnya.
a. Dalam pasal 4 ayat 1 dan pasal 5 ayat 1 disebut berturut-turut bahwa
Presiden RI memegang kekuasaaan Pemerintahan menurut Undangundang Dasar, dan bahwa juga Presiden memegang kekuasaan membentuk
Undang-undang dengan persetujuan DPR. Hal itu berarti, bahwa
pemerintah Negara RI adalah Presdien dibantu oleh Menteri Negara.
b. Pasal 1 IGO menyatakan bahwa pengelolaan haminate Indonesia (desa)
dilakukan oleh kepala Desa dibantu oleh beberapa orang yang ditunjuk
untuk itu, semuanya dengan kepala tersebut merupakan pemerintah desa.
23
24
Organisasi
Institusional
Pemerintah Desa
Perangkat Desa
LMD
Kepala Desa
Sekretariat
Kepala
Desa
Dusun
Sekretaris
Kepala
Desa
Dusun
Rakyat Desa
Gambar. 1
25
LMD
Pemerintah Desa
Pasal 3 (1) Unsur
kepala
Kepala Desa
Kepala
Urusan
Perangkat
Desa Pasal 3
(2) Pembantu
Pemerintah
Desa
Sekretaris
Desa
Kepala
Urusan
Unsur
Pelaksana
pasal 16
Kepala
Urusan
Kepala
Dusun
Kepala
Dusun
Kepala
Dusun
26