Professional Documents
Culture Documents
LAPORAN KASUS
A. IDENTITAS PASIEN
Nama
: Tn.A
Jenis kelamin
: Laki-laki
Umur
: 17 tahun
Alamat
Status
: Belum menikah
Agama
: Pelajar
Tanggal Pemeriksaan
: 14 Oktober 2014
B. ANAMNESIS
Autoanamnesis dilakukan di Poliklinik kulit dan kelamin RSIJ Cempaka Putih pada
tanggal 14 Oktober 2014 pukul 10.00 WIB.
Keluhan Utama :
Bercak kemerahan disertai sisik kasar yang terasa gatal pada daerah lengan kiri atas sejak
1 minggu yang lalu.
Keluhan Tambahan
Bercak bertambah banyak secara cepat
Riwayat Penyakit Sekarang :
Seorang laki-laki usia 17 tahun datang ke poliklinik dengan keluhan bercak kemerahan
disertai sisik kasar pada daerah lengan kiri bagian atas sejak 1 minggu yang lalu.. Awalnya
bercak kemerahan disertai sisik kasar sebesar biji jagung pada lengan kiri bagian atas saja
Kemudian bercak kemerahan ini bertambah banyak secara cepat hingga ke wajah, daerah
badan, punggung dan tungkai.Keluhan ini dirasakan sejak 1 minggu.Keluhan seperti ini
dirasakan timbul saat pasien sedang banyak pikiran. Gatal yang hilang timbul
dirasakan.Waktu timbulnya gatal tidak tentu.Rasa panas dan nyeri pada lokasi timbulnya
bercak kemerahan disertai sisik kasar tidak dirasakan oleh pasien. Tidak ada cairan yang
keluar dari bercak kemerahan.
Pasien mengaku pernah mengalami gigi berlubang sejak 1 tahun yang lalu dan belum
pernah diobati.
C. PEMERIKSAAN FISIK
Keadaan umum
Kesadaran
: Compos mentis
Tanda-tanda vital
o TD
: 120/80 mmHg
o Nadi
: 84x/menit
o Pernapasan
: 20 x/menit
o Suhu
: 36.5oC
Status Generalisata:
o Kepala
: Normochepal
o Mata
pupil(+/+)
o Hidung
o Mulut
o Leher
o Thorax
o Jantung
o Abdomen
organomegali (-)
o Ekstremitas
Status Dermatologikus:
Pada region bucalis dextra dan sinistra terdapat papul hingga plak eritema multiple, ukuran
lenticular ,berkelompok, simetris, sirkumskrip, ditutupi oleh skuama, berkelompok, berskuama
halus.
Regio brachium :
Pada region brachium bawah tampak papul eritema dan skuama halus yang berlapis-lapis
berwarna putih dengan ukuran dari lenticular sampai plakat, bentuk tidak teratur,
sirkumskrip.
Pada regio antebrachium tampak papul eritema dan skuama halus yang berlapis-lapis
berwarna putih dengan ukuran dari lenticular sampai plakat, bentuk tidak teratur,
sirkumskrip.
Pada regio truncus dan truncus dorsum punngung tampak papul eritema dan skuama
halus yang berlapis-lapis berwarna putih dengan ukuran dari lenticular sampai plakat,
bentuk tidak teratur, sirkumskrip.
Pada region ante brachium dan dorsum manus punngung bawah tampak papul eritema
dan skuama halus yang berlapis-lapis berwarna putih dengan ukuran dari lenticular
sampai plakat, bentuk tidak teratur, sirkumskrip.
Pada regio cruris anterior dan region doralis pedis tampak papul eritema dan skuama
halus yang berlapis-lapis berwarna putih dengan ukuran dari lenticular sampai plakat,
bentuk tidak teratur, sirkumskrip.
o Tes manipulasi
Auspitz
: (tidak dilakukan)
Kbner
: (tidak dilakukan)
D. RESUME
Seorang laki-laki usia 17 tahun datang ke poliklinik dengan keluhan bercak kemerahan
disertai sisik kasar yang terasa gatal pada daerah lengan kiri atas sejak 1 minggu yang
lalu.Bercak kemerahan disertai sisik kasar pada daerah lengan kiri bagian atas sejak 1
minggu yang lalu.. Awalnya bercak kemerahan disertai sisik kasar sebesar biji jagung pada
lengan kiri bagian atas saja Kemudian bercak kemerahan ini bertambah banyak secara cepat
hingga ke wajah, daerah badan, punggung dan tungkai.Keluhan ini dirasakan sejak 1
minggu.Keluhan seperti ini dirasakan timbul saat pasien sedang banyak pikiran. Gatal yang
hilang timbul dirasakan.Waktu timbulnya gatal tidak tentu. Pasien mengaku pernah
mengalami gigi berlubang sejak 1 tahun yang lalu dan belum pernah diobati.
Status Dermatologis :
Distribusi
: Generalis
Ad Regio
Efloresensi
Bentuk
: Berkelompok
: Tegas
Ukuran
E. DIAGNOSIS KERJA
Psoriasis Gutata
Pemeriksaan histopatologi
G. PENATALAKSANAAN
Non-Medikamentosa:
1. Menjelaskan kepada pasien dan keluarga tentang penyakitnya yang dialami,
penyebab, perjalanan penyakit dan prognosis penyakit.
2. Menghindari faktor yang mempengaruhi timbulnya penyakit dan faktor-faktor yang
dapat memperberat penyakit (stress psikis, infeksi lokal, gangguan metabolik, trauma
(fenomena Kbner)).
Medikamentosa:
Topikal
H. PROGNOSIS
a. Quo Ad Vitam
: Ad Bonam
b. Quo Ad Functionam
: Ad Bonam
c. Quo Ad Sanationam
: Dubia Ad Bonam
BAB III
TINJAUAN PUSTAKA
I.
DEFINISI
Psoriasis ialah penyakit yang penyebabnya autoimun, bersifat kronik
dan residif, ditandai dengan bercak-bercak eritema berbatas tegas dengan
skuama yang kasar, berlapis-lapis dan transparan; disertai fenomena tetesan
lilin, Auspitz, dan Kbner. (7)
Psoriasis vulgaris berarti psoriasis yang biasa, karena ada psoriasis
yang lain contohnya psoriasis pustulosa. Bagi para klinisi, psoriasis sangat
penting untuk diketahui karena cukup sering ditemukan dan mempunyai
penatalaksanaan yang merawat lesi di kulit.(7,11)
II. EPIDEMIOLOGI
Kasus psoriasis makin sering dijumpai. Meskipun penyakit ini tidak
menyebabkan kematian, tetapi menyebabkan gangguan kosmetik, terlebihlebih mengingat bahwa perjalanannya menahun dan residif. Insidens pada
kulit putih lebih tinggi daripada penduduk kulit berwarna. Di Eropa
dilaporkan sebanyak 3-7%, di Amerika Serikat 1-2%, sedangkan di Jepang
0,6%. Pada bangsa berkulit hitam, misalnya di Afrika, jarang dilaporkan,
demikian pula bangsa Indian di Afrika. Insidensi pada pria sedikit lebih
banyak daripada wanita, psoriasis terdapat pada semua usia, tetapi umumnya
pada orang dewasa.(7)
III. ETIOLOGI
Penyebab psoriasis tidak diketahui, tetapi faktor genetik berperan
dalam penyakit ini. Bila orang tuanya tidak menderita psoriasis risiko
mendapatkan psoriasis 12%, sedangkan jika salah satu orang tuanya menderita
psoriasis maka resikonya mencapai 34-39%. Faktor imunologik juga berperan,
defek genetik pada psoriasis dapat diekspresikan pada salah satu dari 3 sel,
yakni limfosit T, sel penyaji antigen(dermal), atau keratinosit. Berbagai faktor
pencetus juga terdapat pada psoriasis, diantaranya adalah faktor genetik,
obesitas, konsumsi alkohol, merokok, stress psikis, infeksi, trauma, endokrin,
gangguan metabolik, obat (glukokortikoid sistemik, lithium, obat anti malaria,
interferon, dan beta adrenergik blocker). Stres psikis juga merupakan faktor
pencetus
utama,
dan
faktor
endokrin
rupanya
memiliki
peranan
IV. PATOGENESIS
Psoriasis adalah penyakit kulit inflamasi kronik, dengan dasar genetik
yang kuat, terkarakterisasi oleh alterasi kompleks dalam pertumbuhan
epidermal dan diferensiasi dan berbagai biokimia, sistem imun, dan kelainan
vaskuler, dan hubungannya dengan fungsi sistem saraf yang sayangnya
kurang dimengerti. Asal penyebabnya masih belum diketahui. Berdasarkan
sejarah, psoriasis diakui secara luas merupakan gangguan primer dari
keratinosit. Semenjak adanya penemuan bahwa imunosupresan cyclosporine
A (CsA) sel T spesifik sangatlah aktif terhadap psoriasis, penelitian mulai
terfokus kepada sel T dan system imun. Tidak hanya itu, jumlah bukti
menunjukkan bahwa keratinosit adalah bagian integral dari respon imun
kutaneus di psoriasis.(1)
respon
TH1.
Lesi
psoriasis
dianggap
sebagai
respon
imunautoreaktif berkelanjutan.(2)
Faktor imunologik juga berperan. Defek genetik pada psoriasis dapat
diekspresikan pada salah satu dari tiga jenis sel, yakni limfosit T, sel penyaji
antigen (dermal), atau keratinosit. Keratinosit psoriasis membutuhkan stimuli
untuk aktivasinya. Lesi psoriasis matang umumnya penuh dengan sebukan
limfosit T pada dermis yang terutama terdiri atas limfosit T CD4 dengan
sedikit sebukan limfositik dalam epidermis. Sedangkan pada lesi baru
umumnya lebih banyak didominasi oleh limfosit T CD8. Pada lesi psoriasis
terdapat sekitar 17 sitokin yang produksinya bertambah. Sel Langerhans juga
berperan pada imunopatogenesis psoriasis. Terjadinya proliferasi epidermis
diawali dengan adanya pergerakan antigen, baik eksogen maupun endogen
oleh sel Langerhans.(7)
IV. DIAGNOSIS
Terdapat 2 tipe, yang pertama yaitu; eruptif, tipe berinflamasi dengan
berbagai lesi kulit yang kecil (gutata atau nummular) dan tendensi yang lebih
besar terhadap resolusi spontan, secara relatif memang jarang ditemukan
(<2.0% dari semua psoriasis).Papul berwarna salmon pink ukuran 2,0mm
sampai 1.cm dengan atau tanpa sisik.Lesi pada kepala, wajah,telapak tangan
dan kaki.Sembuh sempurna setelah beberapa minggu.(2)
Gambar 2. Tampak plak eritematous psoriasis dengan skuama tebal berlapislapis berwarna putih seperti mika.(2)
Psoriasis Gutata
Diameter kelainan biasanya tidak melebihi 1 cm. Timbulnya
mendadak dan diseminata, umumya setelah infeksi Streptococcus di saluran
napas bagian atas sehabis influenza atau morbili terutama pada anak dan
dewasa muda. Selain itu juga dapat timbul setelah infeksi yang lain baik
bacterial maupun viral.
Pruritus dapat muncul dalam banyak kasus psoriasis, terutama pada
kulit kepala dan area kelamin. Lesi yang sering ditemukan pada psoriasis
yang klasik adalah papul eritema bebatas tegas dengan dinding perakkeputihan. Memiliki bentuk lamellar, kendur dan mudah diangkat dengan
menggaruknya.
Apabila
dindingnya
diangkat
maka
akan
terlihat
resiko pada artritis gout. Tingkat asam urat menurun bila terapi efektif. Pada
tes kultur tenggorokan dilakukan pada infeksi streptokokus grup A Bethahemolitik.(2)
Psoriasis memberi gambaran histopatologik yang khas, yakni
parakeratosis dan akantosis. Pada stratum spinosum terdapat kelompok
leukosit yang disebut abses Munro. Selain itu terdapat pula papilomatosis dan
vasodilatasi di subepidermis.(7)
V. DIAGNOSIS BANDING
Karakteristik
yang
sudah
ditentukan
biasanya
cukup
untuk
terjadi
hanya
di
pinggir
hingga
menyerupai
Dermatitis seboroik
Gambaran klinis yang khas pada dermatitis seboroik ialah skuama yang
berminyak dan kekuningan atau macula kering berwarna putih,
papula
VI. PENATALAKSANAAN
Topikal
Terapi-terapi topikal yang digunakan untuk penatalaksanaan psoriasis
meliputi preparat ter, kortikosteroid topikal, antralin, calcipotriol, derivat
vitamin D topikal dan analog vitamin A, imunomodulator topikal (takrolimus
dan pimekrolimus), dan keratolitik (seperti asam salisilat). Terapi-terapi
tersebut merupakan pilihan untuk penderita-penderita dengan psoriasis plak
yang terbatas atau menyerang kurang dari 20% luas permukaan tubuh.Terapi
topikal digunakan secara tunggal atau kombinasi dengan agen topikal lainnya
atau dengan fototerapi.(7)
a. Preparat ter
Obat topical yang biasa digunakan adalah preparat ter, memiliki efek
sebagai antiradang. Preparat ter dibagi menjadi 3 yaitui; fosil (misalnya
iktiol), kayu (misalnya oleum kadini dan oleum ruski), dan batubara
(misalnya liantral dan likuor karbonis detergens). Preparat fosil dinilai
kurang efektif dan yang dinilai efektif adalah preparat ter dari kayu dan
batubara. Ter dari batubara lebih efektif dibandingkan ter dari kayu dengan
kemungkinan memberikan iritasi yang lebih besar. Pada psoriasis yang
menahun digunakan ter dari batubara karena lebih kuat dan memberikan
iritasi sedikit. Ter dari kayu digunakan pada psoriasis akut dan tidak
diberikan ter dari batubara karena di khawatirkan akan menjadi iritasi dan
eritriderma.(7)
b. Kortikosteroid topical
Kortikosteroid topikal memberikan hasil yang baik. Potensi dan
vehikulum bergantung pada lokasinya. Pada scalp, muka dan daerah lipatan
digunakan krim, di tempat lain digunakan salep kortikosteroid potensi
kuat. Pada daerah muka, lipatan, dan genitalia eksterna dipilih potensi
sedang. Bila diberikan potensi kuat pada muka dapat member efek
samping di antaranya teleangiektasis, sedangkan dilipatan berupa striae
atrofikans. Pada batang tubuh dan ekstremitas digunakan salap dengan
potensi kuat atau sangat kuat bergantung lama penyakit. Jika telah terjadi
perbaikan potensinya dan frekuensinya dikurangi.(7)
Steroid topical sangat efektif sebagai pengobatan jangka pendek.
Steroid potensi ringgi di gunakan pada daerah yang terkena dua kali sehari
selama 2-4 minggu.(1)
c. Antralin
Obat ini dikatakan efektif. Kekurangannya ialah mewarnai kulit dan
pakaian. Konsentrasi yang digunakan biasanya 0,2-0,8% dalam pasta,
salap, atau krim. Lama pemakaian hanya - jam sehari sekali untuk
mencegah iritasi. Penyembuhan dalam 3 minggu.(7)
d. Kalsipotriol
Kalsipotriol merupakan sintetik dari vitamin D, berupa salap atau
krim 50mg/g yang mempengaruhi proses diffensiasi keratinosit pada saat
regulasi epidermal beresponsif terhadap kalsium. Preparatnya berupa salep
atau krim. Sangat efektif pada penanganan tipe plak dan skalp psosiaris.
Efek sampingnya pada 4-20% penderita berupa iritasi yakni rasa terbakar
dan tersangat, dapat terlihat eritema dan skuamasi, dan akan menghilang
setelah beberapa hari sesudah pengobatan dihentikan. Sedangkan
kombinasi terapi dengan steroid potensi tinggi dapat menghasilkan hasil
yang lebih baik dan lebih sedikit efek samping.(2,7)
e. Tazaroten
Tazaroten merupakan molekul retinoid asetelinik topical generasi
ketiga, efeknya menghambat proliferasi dan normalisasi dari differensiasi
keratinosit dan menghambat inflamasi. Indikasinya diberikan pada
psoriasis sedang sampai berat, dan terutama diberikan pada daerah badan.
Pemikiran yang diketahui adalah untuk mengikatkan asam retinoic ke
target molekul yang sebenarnya tidak diketahui. Tersedia gel 0,05% dan
0,1% juga krim. Bila digunakan secara monoterapi akan muncul iritasi
local. Pengobatan lebih baik bila menyertakan pengobatan dengan
glukokortikoid atau fototerapi UVB. (1,7)
Sistemik
a. Metotreksat
Metotreksat
adalah
antagonis
asam folat
yang
menghambat
Fototerapi
Seperti diketahui bahwa sinar ultraviolet mempunyai efek menghambat
mitosis, sehingga dapat digunakan untuk pengobatan psoriasis. Cara yang
terbaik untuk mengobati psoriasis ialah dengan penyinaran secara alamiah,
tetapi sayang tidak dapat diukur dan jika berlebihan malah akan memperparah
psoriasis. Karena itu digunakan sinar ultraviolet artifisial, diantaranya sinar A
yang disebut UVA. Sinar tersebut dapat digunakan secara tersendiri maupun
dikombinasikan dengan psoralen (8-metoksipsoralen, metoksalen) dan disebut
PUVA, atau bersamaan dengan preparat ter yang dikenal dengan pengobatan
cara Goeckerman. Karena psoralen bersifat fotoaktif, maka dengan UVA akan
terjadi efek yang sinergik. Mula-mula 10-20mg psoralen diberikan per os, 2
jam kemudian dilakukan penyinaran. Terdapat bermacam-macam bagan,
diantaranya 4x seminggu. Penyembuhan mencapai 93% setelah pengobatan 34 minggu, setelah itu dilakukan terapi pemeliharaan (maintenance) seminggu
sekali atau dijarangkan untuk mencegah rekuren. PUVA juga dapat digunakan
untuk eritroderma psoriatic dan psoriasis pustulosa. Beberapa penyelidik
mengatakan pada pemakaian yang lama kemungkinan terjadi kanker kulit.
Terdapat juga penggunaan UVB untuk pengobatan psoriasis tipe plak, gutata,
pustular, dan eritroderma. Pada tipe plak dan gutata dikombinasi dengan salep
likuor karbonis detergens 5-7% yang dioleskan sehari dua kali. Sebelum
disinar dicuci dahulu. Dosis UVB pertama 12-23m J menurut tipe kulit,
kemudian dinaikkan berangsur-angsur. Setiap kali dinaikkan sebagai 15% dari
dosis sebelumnya. Diberikan seminggu tiga kali. Target pengobatan adalah
pengurangan 75% skor PASI (psoriasis area and severity index). Hasil baik
yang dicapai pada 73,3% kasus, terutama tipe plak.(1)
Pengobatan cara Goeckerman awalnya pada tahun 1925 menggunakan
kombinasi ter berasal dari batu bara dan sinar ultraviolet. Kemudian terdapat
banyak modifikasi mengenai ter dan sinar tersebut. Yang pertama digunakan
adalah crude coal tar yang bersifat fotosensitif. Lama pengobatan 4-6 minggu,
penyembuhan terjadi setelah 3 minggu. Ternyata ditemukan bahwa UVB lebih
efektif daripada UVA.(1,7)
VII. PROGNOSIS
Prognosis baik jika mendapat terapi yang efektif namun angka
kekambuhan dan perbaikan spontan tidak dapat diduga sebelumnya. Jarang
dilaporkan kematian pada kasus ini. Meskipun tidak menyebabkan kematian,
psoriasis bersifat kronis dan residif. Merokok (lebih dari 20 batang sehari)
juga dihubungkan dapat meningkatkan lebih dari 2 kali lipat risiko terjadinya
psoriasis yang berat. (1,7)
DAFTAR PUSTAKA
1. Gudjonsson JE, Elder JT. Psoriasis. In: Goldsmith LA, Katz SI, Gilchrest
BA, Paller AS, Leffel DJ, Wolff K editors. Fitzpatricks Dermatology in
General Medicine. 8th ed. New York. McGrawHill;2012.p.197-231
2. Wolff K and Johnson RA. Psoriasis. In: Fitzpatrick's Color Atlas and
Synopsis of Clinical Dermatology.6th ed. New York. McGrawHill: 2009. p.
53-71.
3. Djuanda A. Dermatosis Eritoskuamosa. In: Djuanda A, Hamzah M, Aisah S
editors. Ilmu Penyakit Kulit dan Kelamin. 6th ed. Jakarta. Fakultas
Kedokteran Universitas Indonesia: 2012.p.189-95.
4. Budimulja U. Mikosis. In: Djuanda A, Hamzah M, Aisah S editors. Ilmu
Penyakit Kulit dan Kelamin. 8th ed. Jakarta. Fakultas Kedokteran Universitas
Indonesia: 2012.p.94-5.
5. Natahusada EC. Pitiriasis Rubra Pilaris. In: Djuanda A, Hamzah M, Aisah S
editors. Ilmu Penyakit Kulit dan Kelamin. 8th ed. Jakarta. Fakultas
Kedokteran Universitas Indonesia: 2012.p.281.
6. Sularsito SA, Djuanda S. Dermatitis. In: Djuanda A, Hamzah M, Aisah S
editors. Ilmu Penyakit Kulit dan Kelamin. 8th ed. Jakarta. Fakultas
Kedokteran Universitas Indonesia: 2012.p.148-50.
7. Wardhana M. Stres Psikologis pada Pasien Psoriasis:Suatu Kajian
Psikoneuroimunologi. Bali. SMF Penyakit Kulit dan Kelamin Fakultas
Kedokteran Universitas Udayana: 2012; Vol.39:10-4