You are on page 1of 3

Tahapan Perkembangan Bicara Bayi

January 19, 2007


By moms
Dari interaksi sehari-hari, Anda pasti tahu bayi punya bermacam cara untuk mengekspresikan diri. Salah satunya,
bicara lewat tangisan atau suara-suara yang bikin gemas. Untuk bisa ngobrol dengan bayi, Anda harus ingat
prinsip 2R (recognize dan responds).
Recognize atau kenali isyarat si bayi. Tanya pada diri sendiri, Kira-kira bayiku mau ngomong apa ya lewat matanya,
mimiknya, gerak tubuhnya, atau suaranya?
Responds atau tanggapi selalu isyarat komunikasi bayi. Jadi jangan pernah lupa, Si kecil ingin ngomong sesuatu,
tuh. (dikutip dari: Building Conversation, www.babyhearing.org)
Supaya Anda bisa memberikan respons yang tepat, paling tidak ketahui dulu tahapan-tahapan kemampuan bicara
bayi. Dengan begitu, Anda makin peka menangkap pesan-pesannya.
BARU LAHIR: MENANGIS
Menangis adalah percakapan sosial pertama sang bayi. Tangisan di bulan pertama terdengar monoton, baik ketika
ia lapar, sakit, ataupun merasa tak nyaman. Melalui tangisan, bayi berinteraksi dengan lingkungan. Ia tengah
berkomunikasi untuk menyampaikan kebutuhannya kepada orang lain.
Sebaliknya, dengan menangis si kecil belajar, setiap tangisan ternyata punya makna tersendiri. Penggunaannya
berbeda-beda dan bisa ditangkap maksudnya oleh orang lain.
1-4 BULAN: BAHASA TUBUH DAN SUARA VOKAL (smiling, cooing)
Sampai usia 4 bulan, bayi masih banyak berkomunikasi dengan cara menangis. Namun di usia 1,5 bulan si kecil
mulai memunculkan tangis yang berbeda-beda. Tangisannya tidak lagi monoton seperti ketika baru lahir. Contoh:

Bila sakit diungkapkan dengan tangisan melengking keras diselingi rengekan dan rintihan.
Bila merasa tak nyaman akibat kepanasan atau cari perhatian umumnya bayi mengeluarkan rengekan yang terputusputus.
Tangisan lapar terdengar keras dan panjang diselingi gerakan mengisap pada mulut mungilnya.
Di usia ini, selain menangis bayi berkomunikasi dengan menggumam bunyi vokal meski belum begitu jelas.
Umumnya terdengar seperti bunyi aaah atau oooh.
Ada juga yang bergumam uuuh dan eeeh. Gumaman ini biasanya keluar saat bayi mengutarakan perasaan,
seperti senang atau tak suka. Ketika gembira diajak bermain, gumaman yang keluar mungkin bernada panjang
aaah.
Gumaman ini sebetulnya merupakan hasil tekanan pada otot-otot bicaranya.
Di usia 4 bulan, bayi mulai tertawa nyaring dan mampu mengeluarkan suara dari tenggorokan. Jadi, tak lagi hanya
sebatas gumaman. Ia juga mulai mengekspresikan keterampilannya menunjukkan bahasa tubuh. Kendati bentuknya
masih amat sederhana, seperti tersenyum saat memandang wajah orang yang dikenalnya, mengerutkan dahi ketika
merasa tak nyaman, dan mulai memalingkan wajah ke arah sumber bunyi ketika dipanggil.
5-7 BULAN: KELUAR OCEHAN (babbling)
Di usia ini bayi mulai mengeluarkan suara ocehan pendek berupa suku kata (gabungan huruf mati dan huruf hidup),
seperti ba, da. Ocehannya masih terbatas pada bunyi-bunyi eksplosif awal yang muncul karena adanya
perubahan mekanisme suara.

Bayi amat senang dengan bentuk komunikasi berupa ocehan ini. Jika gembira bermain, bayi akan mengeluarkan
ocehan yang lebih lama dan panjang. Ocehan ini kelak akan berkembang menjadi celoteh (memadukan berbagai
suku kata) dan selanjutnya menjadi kata demi kata.
Di usia ini, bayi juga mulai belajar mengomunikasikan perasaannya tidak melulu lewat tangisan. Kalau ia tak suka,
misalnya, ia mengeluarkan suara seperti melenguh. Sebaliknya, jika sedang merasa senang, ocehannya bertambah
keras. Bahkan akan menjerit kesenangan meski belum dengan nada tinggi.
7-8 BULAN: OCEHAN MENINGKAT (babbling)
Ocehan bayi makin panjang, semisal bababa atau dadada. Kuantitasnya juga meningkat dengan cepat di antara
bulan ke-6 sampai ke-8. Di tenggang waktu ini, orangtua diharapkan memberi stimulasi yang tepat dengan lebih
sering mengajak bayi bercakap-cakap dalam intonasi naik turun dan ekspresif agar mudah ditangkap.
8-12 BULAN: KELUAR CELOTEHAN PANJANG (lalling)
Ocehan konsonan-vokal seperti dadada, uh-uh-uh dan mamama akan meningkat jadi celoteh yang maknanya
dalam. Pertama, berceloteh adalah dasar bagi perkembangan berbicara. Kedua, celoteh adalah bagian dari
komunikasi bayi dengan orang lain. Ini terlihat ketika ia mendapat respons terhadap celotehnya, bayi akan lebih giat
berceloteh dibandingkan bila ia berceloteh sendirian. Ketiga, dengan berceloteh bayi merasa menjadi bagian dari
kelompok sosial karena celotehnya ditanggapi. Ini akan membuat bayi mengembangkan rasa percaya dirinya yang
kelak akan sangat menentukan kemandiriannya.
11-14 BULAN: KATA-KATA PERTAMANYA NYARIS LENGKAP (speaking)
Secara spesifik, bayi mampu mengucapkan satu patah kata yang berarti meskipun belum sempurna/lengkap,
misalnya ma untuk mama, pa untuk papa, num untuk minum, dan nen untuk menetek. Di usia ini bayi juga
sudah mampu melakukan tugas yang diminta seperti lempar bolanya! atau ayo minum sambil orangtua menunjuk
benda yang dimaksud.
MEMBANTU BAYI BELAJAR BICARA
Kemampuan berbahasa yang baik akan muncul jika bayi rajin diajak bicara atau dilibatkan dalam aktivitas bersama.
Di usia 1 tahun, anak diharapkan sudah mampu mengucapkan 1-3 kata yang bermakna. Orangtua harus mulai
waspada bila sampai usia 12 bulan, si kecil baru bisa mengoceh (babbling) atau malah baru mengeluarkan suara
vokal aaa dan uuu yang tidak jelas artikulasinya. Jika hal ini terjadi, sangat dianjurkan meminta saran dokter atau
psikolog. Biasanya mereka akan menunjuk seorang speech therapist (terapis wicara) untuk membantu orangtua
memberikan stimulasi yang tepat.
Membantu bayi belajar bicara bisa dilakukan dengan cara seperti yang dijelaskan Lise Eliot, Ph.D. Beliau adalah
penulis buku Whats Going on in There? How the Brain and Mind Develop in the First Five Years of Life (Bantam,
1999).

Sering mengajak bayi bicara


Jangan dulu membayangkan padatnya jadwal mendongeng, mengulang-ulang alfabet, atau membalik-balik flash
card di hadapan si bayi, sebab ayah dan ibu hanya perlu mengajaknya ngobrol. Kapan ngobrol-nya? Sejak bayi
lahir, sampaikan apa yang sedang Anda lihat, dengar, atau lakukan dengan kata-kata. Begitu pula, tanggapi selalu
ajakan berkomunikasinya entah itu berupa tangisan, gumaman, ocehan, atau celotehan. Tujuan keduanya agar ia
merasa dilibatkan.
Lewat percakapan yang bodoh sekalipun, kepekaan awal bayi untuk mendengar kata-kata akan meningkat.
Misalnya, Halo Sayang, tunggu sebentar ya, Ibu siapkan ASI untukmu. Atau, Lihat nih, Ayah baru pulang dari
kantor. Wah, tas Ayah berat. Kamu mau bantu angkat, Sayang? Mendengar percakapan akan membantu

meningkatkan sensitivitas awal bayi pada kemampuan berbicara. Ia juga mulai belajar mengenali suara ayah-ibu
berikut intonasi yang beragam.

Bermain bersama
Bermain merupakan aktivitas yang menyenangkan. Bermain sekaligus juga mengajari bayi pentingnya membina
hubungan sosial. Bukankah bermain mengajarinya mengenal aturan dan kebersamaan? Setiap kali Anda bermain
dengannya, kenalkan aturan permainan dan jangan ragu untuk menyampaikannya. Ketika bermain cilukba, misalnya,
terangkan, Ibu akan menutup matamu ya. Kalau Ibu bilang cilukba, buka matamu ya. Dengan mengulang-ulang
secara rutin, bayi akan memahami aturan permainan. Pada akhirnya dia juga akan mengerti bahwa aturan bersama
(social agreement) sering kali dijabarkan lewat kata-kata.

Tunjukkan rasa cinta


Dalam situasi penuh cinta, bayi akan mampu belajar banyak. Kenapa? Karena ekspresi cinta mendorong orangtua
untuk bicara dan bertindak dengan cara yang menyenangkan juga membangkitkan antusiasme si kecil.
Penelitian yang dilakukan Eliot mengungkapkan, anak-anak yang cerdas bertutur dan memiliki banyak
perbendaharaan kata umumnya punya orangtua yang sering mengajak mereka berdiskusi, bahkan sejak bayi.

You might also like