You are on page 1of 11

1

MAKALAH TREND DAN ISSUE TERKAIT KESEHATAN


REPRODUKSI

ASI PADA IBU BEKERJA

BAB I
PENDAHULUAN
1.1

Latar belakang
Air susu ibu (ASI) merupakan makanan utama bagi bayi dengan
rekomendasi pemberian ASI yaitu setelah bayi lahir hingga usia dua tahun,
tetapi tidak semua bayi dapat disusui selama periode tersebut. Kesmas
berpendapat bahwa bayi yang mendapatkan ASI eksklusif di Indonesia hanya
15,3% (seperti dikutip dalam Riskesdas, 2010). Ada berbagai faktor yang
menyebabkan ibu tidak memberikan ASI pada bayinya yaitu konflik dalam
keluarga, tekanan dalam keluarga, ekonomi, maupun pekerjaan. Dalam sebuah
penelitian di Nigeria oleh Ekanam, Asuquo, dan Eyo (2012), didapatkan hanya
16,67 % dari ibu yang bekerja sebagai pegawai yang masih memberikan ASI
pada bayinya. Dari beberapa data yang menunjukkan masih rendahnya angka
pemberian ASI pada ibu yang bekerja dan karena pemberian ASI merupakan
intervensi yang sangat penting untuk mengurangi angka mortalitas pada bayi dan
untuk mengoptimalkan pertumbuhan dan perkembangan bayi. Namun pada
kenyataannya pekerja perempuan tidak mempunyai waktu cuti yang cukup
untuk memberikan ASI pada bayinya sesuai dengan program ASI ekslusif oleh
pemerintah. Rata-rata perempuan hanya memiliki waktu cuti tiga bulan untuk
menyusui bayinya dan harus kembali bekerja setelahnya, sehingga untuk
memberikan ASI ekslusif pada bayinya selama enam bulan merupakan
tantangan berat bagi ibu menyusui sekaligus bekerja. Dari permasalahan yang
timbul tersebut, diperlukan solusi untuk mengatasinya, dimana ibu yang bekerja
tetap bisa memberikan ASI ekslusif pada bayinya.
Penyediaan fasilitas khusus ibu menyusui di tempat kerja menjadi
salah satu solusi dari permasalahan tersebut. Pemerintah juga telah menetapkan
dasar hukum mengenai tata cara penyediaan fasilitas khusus ibu menyusui
dan/atau memerah air susu ibu sehingga diharapkan program ASI ekslusif dapat
tercapai.

Dengan adanya latar belakang tersebut, kami bermaksud untuk


mengkaji efektifitas penyediaan ruang khusus ASI di tempat kerja dalam upaya
menyukseskan program ASI ekslusif pada ibu pekerja.
1.2

1.3

Tujuan
1.2.1

Untuk mengetahui pengertian dari Ruang ASI.

1.2.2

Untuk mengetahui tujuan pembuatan Ruang ASI.

1.2.3

Untuk mengetahui manfaat pembuatan Ruang ASI.

1.2.4

Untuk mengetahui syarat pembuatan Ruang ASI.

1.2.5

Untuk mengetahui efektifitas penyediaan Ruang ASI.

Manfaat
1.3.1

Bagi mahasiswa tulisan ini dapat menambah pengetahuan dan wawasan


mengenai Ruang ASI.

1.3.2

Bagi masyarakat tulisan ini dapat dijadikan media informasi mengenai


manfaat Ruang ASI.

1.3.3

Bagi Program Studi Ilmu Keperawatan, tulisan ini dapat memberikan


sumbangan pemikiran bagi pembacanya.

BAB II TINJAUAN
PUSTAKA
2.1

Pengertian Ruang ASI


Berdasarkan Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia nomor 15 tahun
2013 tentang Tata Cara Penyediaan Fasilitas Khusus Menyusui dan/atau
Memerah Air Susu Ibu, Fasilitas Khusus Menyusui dan/atau Memerah ASI yang
selanjutnya disebut dengan Ruang ASI adalah ruangan yang dilengkapi dengan
prasarana menyusui dan memerah ASI yang digunakan untuk menyusui bayi,
memerah ASI, menyimpan ASI perah, dan/ata konseling menyusui/ASI.

2.2

Tujuan Pembuatan Ruang ASI


Tujuan pembuatan Ruang ASI menurut Permenkes RI no. 15 tahun 2013 adalah:
2.1.1 Memberikan perlindungan kepada ibu dalam memberikan ASI Eksklusif
dan memenuhi hak anak untuk mendapatkan ASI Eksklusif; dan
2.1.2 Meningkatkan peran dan dukungan keluarga, masyarakat, Pemerintah
Daerah, dan Pemerintah terhadap pemberian ASI Eksklusif.

2.3

Manfaat Ruang ASI


Manfaat Ruang ASI menurut Permenkes RI no. 15 tahun 2013 adalah:
Peningkatan kesehatan ibu dan anak, peningkatan produktifitas kerja,
peningkatan rasa percaya diri ibu, keuntungan ekonomis dan higienis, dan
penundaan kehamilan.

2.4

Syarat Pembuatan Ruang ASI


Dalam Permenkes RI nomor 15 tahun 2013 tentang Tata Cara Penyediaan
Fasilitas Khusus Menyusui dan/atau Memerah Air Susu Ibu, disebutkan
persyaratan dari Ruang ASI, yaitu:
a. Ruang ASI dibuat pada bangunan yang permanen, dapat terpisah atau
merupakan bagian dari tempat pelayanan kesehatan yang ada di tempat kerja
atau sarana umum;

b. Tersedianya ruangan khusus dengan ukuran minimal 3x4 m2 dan/atau


disesuaikan dengan jumlah pekerja perempuan yang sedang menyusui;
c. Ada pintu yang dapat dikunci, yang mudah dibuka/ditutup;
d. Lantai keramik/semen/karpet;
e. Memiliki ventilasi dan sirkulasi udara yang cukup;
f. Bebas potensi bahaya di tempat kerja termasuk bebas polusi;
g. Lingkungan cukup tenang jauh dari kebisingan;
h. Penerangan dalam ruangan cukup dan tidak menyilaukan;
i. Kelembapan berkisar antara 30-50%, maksimum 60%; dan
j. Tersedia wastafel dengan air mengalir untuk cuci tangan dan mencuci
peralatan
k. Peralatan yang tersedia minimal terdiri dari peralatan menyimpan ASI
(lemari pendingin, gek pendingin, tas untuk membawa ASI perahan,
sterilizer botol ASI) dan peralatan pendukung (meja, kursi dengan sandaran,
konseling kit, media KIE tentang ASI, lemari penyimpan alat, dispenser
dingin dan panas, alat cuci botol, tempat sampah dan penutup, penyejuk
ruangan, nursing apron/ kain pembatas untuk memerah ASI, waslap untuk
mengompres payudara, tisu/lap tangan dan bantal untuk menopang saat
menyusui).

BAB III
PEMBAHASAN
3.1

Ringkasan jurnal
Dalam jurnal yang ditulis oleh Bono E. D. dan Pronzato C. D
mengenai ketersediaan fasilitas menyusui di tempat kerja dengan probabilitas
bagi ibu menyusui untuk kembali bekerja dan tetap menyusui. Dalam penelitian
ini, peneliti menganalisis peran fasilitas menyusui dan praktik kerja familyfriendly pada probabilitas gabungan antara bekerja dan menyusui. Tujuan utama
penelitian ini adalah untuk menyelidiki apakah pengusaha yang menyediakan
fasilitas menyusui di tempat kerja atau dengan kebijakan family-friendly yang
memperoleh manfaat lapangan kerja yang meningkat.
Hasil utama yang ditemukan dari penelitian ini adalah ketersediaan
fasilitas menyusui secara positif berkaitan dengan kemungkinan ibu untuk
bekerja pada 4-6 bulan setelah kelahiran anak, sehingga durasi untuk cuti hamil
lebih singkat. Hal ini berlaku pada wanita yang berpendidikan tinggi, sementara
kita tidak menemukan hubungan yang signifikan untuk kelompok ibu yang
berpendidikan rendah. Hasil penelitian mendukung klaim bahwa menyediakan
akses terhadap fasilitas menyusui akan menguntungkan pengusaha, karena hasil
secara signifikan akan mempersingkat cuti hamil pada ibu yang berpendidikan
tinggi.

3.2

Efektifitas Ruang ASI


Menurut Indarini N. (2012) dalam Detik Health, minimnya
ketersediaan ruang ASI membuat ibu pekerja harus mencari tempat memompa
ASI yang jauh dari kesan nyaman seperti gudang, ruang rapat dan toilet. Hasil
penelitian yang dilakukan Dr. Ray Basrowi dalam media Kompas Health, tidak
tersedianya fasilitas memerah ASI diyakini berkolerasi dengan rendahnya
pemberian ASI ekslusif. Sebanyak 72.3% responden menganggap tempat
bekerja tidak menyediakan tempat representatif untuk memerah ASI.
Ketidaknyamanan membuat para ibu ragu memerah ASI di lokasi tempatnya
bekerja (Widiyani, R., 2013).

Menurut Pramudiarja, U. & Indarini, N. (2012) dalam Detik Health,


salah satu ruang ASI atau Nursing Room yang disediakan di Kantor Pertamina
Pusat dirasa sangat nyaman oleh para ibu yang menggunakan ruangan tersebut.
Fasilitas yang disediakan lengkap dan penataan ruangan yang dilengkapi dengan
berbagai poster tentang menyusui. Pada artikel Pramudiarja, U. (2012) dalam
Detik Health juga disebutkan beberapa nursing room yang tersedia di mall,
dimana menurut penggunanya nursing room dirasa nyaman untuk menyusui
ataupun memerah ASI dan pada beberapa tempat juga dilengkapi dengan tempat
mengganti popok. Banyak ibu-ibu menyusui yang mengapresiasi mulai
disediakannya nursing room di sejumlah tempat umum dan tempat kerja.
Menurut Lianawaty Suwono dalam media Detik Health, dengan
menyediakan ruang menyusui tentu akan membantu ibu tersebut secara
emosional dan juga fisik sebab dapat mengurangi kecemasan terhadap anak dan
membuat mereka lebih produktif. Penyediaan ruang menyusui dan pemberian
edukasi pada karyawan mengenai pentingnya ASI ekslusif akan memberikan
dampak yang baik bagi perusahaan.
Selain penyediaan fasilitas ruang ASI, ada juga metode penyimpanan
ASI di lemari pendingin dan jasa kurir ASI. Kedua metode tersebut saling
berhubungan dengan ketersediaan fasilitas ruang ASI. Banyak ibu yang telah
menyiapkan ASI bagi bayinya sebelum berangkat kerja dan kemudian disimpan
di lemari pendingin. Namun ASI yang disimpan itu masih belum mencukupi
kebutuhan bayi selama ditinggal bekerja. Karena itu, ibu pekerja perlu
menambah persediaan ASI bagi bayinya dengan cara memerah ASI di tempat
kerja yang kemudian diantarkan pada bayinya. Untuk mengantarkan ASI
tersebut terdapat juga jasa kurir ASI yang telah memiliki standar untuk
mengantarkan ASI pada bayi klien dan memastikan kualitas ASI tetap terjamin.
ASI yang diperah oleh ibu bisa langsung diantarkan oleh kurir ASI ke bayi atau
dapat disimpan terlebih dahulu di lemari pendingin yang disediakan di ruang
ASI. Adanya metode penyimpanan ASI di lemari pendingin, jasa kurir ASI dan
fasilitas ruang ASI tersebut mempermudah ibu pekerja untuk tetap memberikan
ASI ekslusif pada bayinya.

3.3

Keuntungan dan kerugian


3.3.1 Keuntungan
a. Adanya fasilitas ruang atau tempat menyusui di tempat kerja membuat
ibu-ibu pekerja tetap bisa memberikan ASI ekslusif pada bayinya baik
dengan menyusui secara langsung ataupun memerah ASI yang
kemudian dapat disimpan ataupun diantarkan pada bayinya dengan
menggunakan jasa kurir ASI.
b. Tempat menyusui tersebut lebih efektif dan efisien, sehingga ibu
pekerja tidak harus memerah ASI di tempat-tempat yang dirasa tidak
nyaman seperti gudang, ruang rapat ataupun toilet.
c. Dapat meningkatkan peran keluarga, pemerintah dan masyarakat
dalam program pemberian ASI ekslusif 6 bulan.
3.3.2

Kelemahan
a. Pengetahuan ibu yang kurang mengenai pentingnya pemberian ASI
eksklusif sehingga lebih memilih memberikan susu formula pada
bayinya saat ditinggal bekerja dibandingkan harus tetap memberi ASI
dengan alasan lebih praktis.
b. Tidak semua negara memiliki dasar hukum yang mengatur mengenai
penyediaan ruang ASI di tempat kerja dan tempat umum.
c. Tidak semua perusahaan mampu menyediakan ruangan khusus untuk
menyusui sesuai dengan standar yang ditentukan.

3.4

Legal etik
Banyak solusi yang muncul ketika seorang ibu bisa tetap memberikan
ASI meski saat bekerja. Salah satu solusi tersebut adalah penyediaan fasilitas di
tempat kerja untuk ibu memberikan ASI kepada bayinya dan/atau memerah ASI
yang kemudiaan diantarkan pada bayinya menggunakan jasa kurir ASI.
Tentunya ada pihak yang mendukung isu ini dan ada juga yang kurang setuju,
terutama bagi perusahaan yang akan dibebankan untuk menyediakan ruang ASI
sesuai dengan standar yang berlaku. Oleh sebab itu, perlu dilakukan pengkajian/

tinjauan pada penyediaan ruang ASI dari segi legal dan etiknya, apakah
bertentangan dengan prinsip-prinsip legal etik atau malah menguntungkan.
a. Otonomi
Dilihat dari sudut pandang ibu pekerja yang yang sedang menyusui, seorang
ibu berhak memilih untuk memberikan ASI ekslusif selama enam bulan,
memberikan susu formula atau memberikan keduanya secara bergiliran.
b. Benefisiensi
Penyediaan fasilitas pemberian ASI dapat membantu ibu pekerja tetap
menyusui bayinya secara ekslusif mengingat banyaknya manfaat ASI,
menjalankan program pemerintah dalam upaya peningkatan kualitas hidup
anak, dan tetap memberikan keuntungan bagi perusahaan agar kariawannya
tetap produktif.
c. Keadilan
Tentunya dengan adanya fasilitas ruang ASI semua pihak akan diuntungkan,
dimana ibu pekerja tetap bisa memberikan ASI kepda anaknya, tetap bekerja
dan memperoleh penghasilan, perusahaan tidak kehilangan pekerja yang
berkualitas dan tidak mengganggu produksi.
d. Nonmalefience
Adanya fasilitas ruang ASI ini akan sangat membantu para ibu untuk
memenuhi kebutuhan ASI eklusif bayinya.
e. Nilai dan norma masyarakat
Keberadaan fasilitas ini memberikan privasi bagi ibu untuk menyusui yang
hanya diperuntukan bagi ibu dan bayinya dan mengurangi kekhawatiran
akan ada orang lain yang masuk saat menyusui dan/atau memerah ASI.

BAB IV
PENUTUP
4.1

Kesimpulan
Air Susu Ibu (ASI) merupakan makanan utama bagi bayi dengan
rekomendasi usia setelah lahir hingga usia dua tahun, namun ada beberapa faktor
yang menyebabkan Ibu tidak bisa memberikan ASI kepada bayinya dalam
rentang usia tersebut. Hal ini disebabkan karena sebagian besar Ibu yang tidak
bisa menyusui bayinya karena faktor pekerjaan. Dengan permasalah tersebut,
adapun solusi yang menjadi tren saat ini adalah pengadaan fasilitas ruangan
yang dikhususkan untuk Ibu menyusui atau memerah ASI bagi bayi mereka.
Pemerintah juga telah menetapkan dasar hukum mengenai tata cara penyediaan
fasilitas khusus ibu menyusui dan atau memerah air susu ibu sehingga
diharapkan program ASI ekslusif dapat tercapai. Dalam pengkajian Jurnal yang
ditulis oleh Bono E. D. dan Pronzato C. D mengenai ketersediaan fasilitas
menyusui di tempat kerja dengan probabilitas bagi ibu menyusui untuk kembali
bekerja dan tetap menyusui. Dari hasil penelitian pada jurnal menunjukkan
pengadaan fasilitas tersebut meningkatkan kinerja Ibu dengan memperpendek
durasi cuti hamil pada wanita yang berpendidikan tinggi.
Adapun keuntungan dari fasilitas tersebut diantaranya terpenuhinya
pemberian ASI ekslusif pada bayi, dengan pemberian ASI langsung pada bayi
atau memerah ASI, memebrikan rasa nyaman pada Ibu- ibu sehingga tidak
memberikan ASI atau memerah ASI pada daerah yang kurang nyaman, dan
meningkatkan peran keluaraga, pemerintah dan masyarakat dalam program
pemberian ASI ekslusif 6 bulan. Sedangkan pemberian fasilitas ini juga
memiliki kelemahan diantaranya kurangnya pengetahuan ibu mengenai
pentingnya ASI, sehingga susu formula diangap lebih efektif dari pada
memberika ASI, tidak semua negara memiliki dasar hukum yang mengatur
penyediaan ruang ASI di tempat umum, dan tidak semua perusahaan
mampunmenyediakan ruangan khusus untuk menyusui sesuai dengan standar
yang di tentukan.

Dari segi legal dan etik, penyediaan fasilitas ruangan ini juga masih
menjadi pro dan kontra dari pihak-pihak tertentu. Pengkajian dan peninjauan
terhadap prinsip prinsip legal etik kepada Ibu pekerja yang memberikan ASI
ekslusif kepada anaknya meliputi prisip Otonomi, benefisiensi, keadilan,
nomalefisience, nilai dan norma masyarakat. Jika fasilitas pengadaan ruangan
khusus untuk menyusui dan memerah ASIdapat terealisasi, maka kualitas gizi
dan kesehatan bayi, balita, dan anak-anak yang memiliki Ibu pekerja dapat
meningkat.
4.2

Saran
4.2.1 Bagi perusahaan
Diharapkan bagi perusahan untuk memiliki Ruang ASI karena peraturan
untuk memiliki ruang ASI bagi perusahaan sudah tertuang dalam
undang-undang.
4.2.2

Bagi ibu
Diharapkan dengan adanya ruang ASI ini, dapat memudahkan ibu untuk
memberikan ASI eksklusif kepada bayinya serta dapat meningkatkan
pengetahuan ibu tentang pentingnya ASI ekslusif pada bayi.

11

DAFTAR PUSTAKA
Ekanem, I.A. Ekanam, A.P. Asuquo, A. Eyo, V.O. (2012). Attitude of working mother
to exclusive breastfeeding in calabar, municipality, cross river state, Nigeria.
Journal of Food Research, 2,1-71
Indarini, N. (2012, November 28). Ruang ASI untuk karyawati, tak harus mewah yang
penting

nyaman.

Detik

Health.

Retrieved

March

9,

2014,

from

http://www.health.detik.com
Indonesia. Menteri Kesehatan Republik Indonesia. (n.d.). Peraturan Menteri Kesehatan
Republik Indonesia nomor 15 tahun 2013. Retrieved March 7, 2014, from
http://www.gizikia.depkes.go.id
Kesmas. (28 Oktober 2012). Eksklusif-nya air susu ibu. Indonesian-Publichealth
Pramudiarja, A. (2012, November 28). Melongok tempat menyusui di jakarta. Detik
Health. Retrieved March 9, 2014, from http://www.health.detik.com
Pramudiarja, A & Indarini, N. (2012, November 28). Wuih! Nyamannya memerah ASI
di kantor

pertamina. Detik Health.

Retrieved March

9, 2014, from

http://www.health.detik.com
Sinulingga, E. (2013, July 4). Ruang laktasi di tempat kerja bisa bikin karyawati makin
produktif.

Detik

Health.

Retrieved

March

9,

2014,

from

http://www.health.detik.com
Widiyani, R. (2013, May 14). Ruang laktasi tak layak persulit program ASI ekslusif.
Harian Kompas. Retrieved March 9, 2014, from http://www.health.kompas.com

You might also like