You are on page 1of 14

Pedoman Pelayanan Anastesi

RSUD UMBU RARA MEHA WAINGAPU

PEMERINTAH KABUPATEN SUMBA TIMUR


RUMAH SAKIT UMUM DAERAH UMBU RARA MEHA
Jln. Adam Malik No. 54 Telp. (0387) 61302 Fax. 62551
WAINGAPU 87112

PEMERINTAH KABUPATEN SUMBA TIMUR


RUMAH SAKIT UMUM DAERAH UMBU RARA MEHA
Jln. Adam Malik No. 54 Telp. (0387) 61302 Fax. 62551
WAINGAPU 87112

PEDOMAN PENYELENGGARAAN PELAYANAN ANESTESIOLOGI DAN


TERAPI INTENSIF DI RSUD UMBU RARA MEHA WAINGAPU

Menimbang

: a. bahwa pelayanan anestesiologi dan terapi intensif di rumah sakit


merupakan salah satu bagian dari pelayanan kesehatan yang saat ini
peranannya berkembang dengan cepat;
b. bahwa Keputusan Menteri Kesehatan Nomor 779/Menkes/SK/VIII/2008
tentang Standar Pelayanan Anestesiologi dan Reanimasi di Rumah Sakit
tidak sesuai lagi dengan perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi
kedokteran;
c. bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana dimaksud pada huruf a
dan huruf b, perlu ditetapkan Pedoman Pelayanan Anestesiologi dan
Terapi Intensif di Rumah Sakit;

Mengingat

: 1. Undang-Undang Nomor 29 Tahun 2004 tentang Praktik Kedokteran


(Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2004 Nomor 116, Tambahan
Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4431);
2. Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2009 tentang Kesehatan (Lembaran
Negara Republik Indonesia Tahun 2009 Nomor 144, Tambahan Lembaran
Negara Republik Indonesia Nomor 5063);
3. Undang-Undang Nomor 44 Tahun 2009 tentang Rumah Sakit (Lembaran
Negara Republik Indonesia Tahun 2009 Nomor 153, Tambahan Lembaran
Negara Republik Indonesia Nomor 5072);
4. Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 512/Menkes/Per/IV/2007 tentang
Izin Praktik dan Pelaksanaan Praktik Kedokteran;
5. Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 269/Menkes/Per/III/2008 tentang
Rekam Medis;
6. Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 290/Menkes/Per/III/2008 tentang
Persetujuan Tindakan Kedokteran;
7. Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 1144/Menkes/Per/VIII/2010 tentang
Organisasi dan Tata Kerja Kementerian Kesehatan;
8. Peraturan
Menteri
Kesehatan
Republik
Indonesia
Nomor
519/Menkes/Per/III/2011 tentang pedoman penyelenggaraan pelayanan
anestesiologi dan terapi intensif;
9. Kebijakan direktur RSUD Umbu Rara Meha Waingapu tentang pelayanan
anestesi;

MEMUTUSKAN:
Menetapkan :

PEDOMAN PELAYANAN ANESTESIOLOGI DAN TERAPI INTENSIF DI RUMAH


SAKIT UMUM DAERAH UMBU RARA MEHA WAINGAPU
Pasal 1

Pengaturan Pedoman Penyelenggaraan Pelayanan Anestesiologi dan Terapi Intensif di Rumah


Sakit Umum Daerah Umbu Rara Meha Waingapu bertujuan untuk memberi acuan bagi
pelaksanaan dan pengembangan serta meningkatkan mutu pelayanan anestesiologi dan terapi
intensif di rumah sakit.
Pasal 2
Assesmen pra anestesi dikerjakan pada setiap pasien yang akan menjalani operasi dengan
sedasi sedang atau dalam.
Pasal 3
Assesmen pra induksi dilaksanakan untuk reevaluasi pasien segera sebelum dilakukan induksi
anestesi dan sesaat sebelum diberikan induksi anestesi.
Pasal 4
Kedua assesmen diatas dikerjakan oleh petugas yang kompeten untuk melakukannya dalam hal
ini adalah dokter anestesi dan dibantu oleh penata/perawat anestesi.
Pasal 5
Kedua assesmen di atas harus didokumentasikan dalm rekam medis dalam bentuk status
anestesi.
Pasal 6
Teknik anestesi yang digunakan juga harus dituliskan dalam rekam medis status anestesi
pasien.
Pasal 7
Nama dokter spesialis anestesi dan atau penata/perawat harus dicatat di dalam status rekam
medic pasien.
Pasal 8
Selama pemberian anestesi status fisiologis pasien harus terus menerus imonitor dan ditulis
dalam rekam medis pasien.
Pasal 9
Setiap pasien selama operasi dengan sedasi sedang/dalam harus dimonitor secara seragam
untuk setiap pasien yang menerima tindakan anestesi yang sama. Meliputi tensi, nadi, saturasi
oksigen, ECG, minimal setiap 5 menit.
Pasal 10
Pasien juga harus dimonitor meliputi tensi, nadi, respirasi, dan saturasi oksigen selama masa
pemulihan pasca anestesi.

Pasal 11
Pedoman Penyelenggaraan Pelayanan Anestesiologi dan Terapi Intensif mulai diberlakukan di
RSUD Umbu Rara Meha Waingapu

Ditetapkan di :
Pada tanggal :
Direktur Rumah Sakit Umum Daerah
Umbu Rara Meha Waingapu,

Dr. Lely Harakai, M.Kes


NIP.1971 09 01 200112 2003

LAMPIRAN
PEDOMAN PELAYANAN ANESTESIOLOGI DAN TERAPI INTENSIF
BAB I
PENDAHULUAN
Pelayanan anestesiologi dan terapi intensif di rumah sakit merupakan salah satu bagian dari
pelayanan kesehatan yang berkembang dengan cepat seiring dengan peningkatan ilmu
pengetahuan dan teknologi di bidang anesthesia. Peningkatan kebutuhan pelayanan anestesiologi
dan terapi intensif ini tidak diimbangi dengan jumlah dan distribusi dokter spesialis anestesiologi
secara merata. Keadaan tersebut menyebabkan tindakan anestesi di rumah sakit dilakukan oleh
perawat anestesi sehingga tanggung jawab terhadap pelayanan ini menjadi tidak jelas khususnya
untuk rumah sakit yang tidak memiliki dokter spesialis anestesiologi.
Pelayanan anesthesia di RSUD Umbu Rara Meha Waingapu meliputi pelayanan anesthesia/
analgesia di kamar bedah dan di luar kamar bedah, pelayanan jantung paru dan otak, pelayanan
kegawatdaruratan dan terapi intensif .

BAB II
PENGERTIAN PELAYANAN ANESTESIOLOGI DAN TERAPI
INTENSIF

A. Pengertian
Anestesiologi adalah suatu ilmu kedokteran yang melibatkan:
evaluasi pasien preoperatif
rencana tindakan anestesi
perawatan intra- dan pasca-operatif
manajemen sistem dan petugas yang termasuk didalamnya
konsultasi perioperatif
pencegahan dan penanganan kondisi perioperatif yang tak diinginkan
tatalaksana nyeri akut dan kronis
perawatan pasien dengan sakit berat / kritis
Kesemua pelayanan ini diberikan atau diinstruksikan oleh anestesiologis.
American Society of Anesthesiologists (ASA) mendukung konsep pelayanan rawat jalan
untuk pembedahan dan anestesi. Anestesiologis diharapkan memegang peranan sebagai dokter
perioperatif di semua rumah sakit, fasilitas pembedahan rawat jalan, dan berpartisipasi dalam
akreditasi rumah sakit sebagai salah satu sarana untuk menstandarisasi dan meningkatkan
kualitas pelayanan kesehatan.
Pedoman ini diaplikasikan untuk semua layanan, termasuk petugas yang terlibat dalam tata
kelola rawat jalan anestesi. Ini adalah pedoman minimal yang dapat dikembangkan kapanpun
dengan berdasarkan pada pertimbangan / kebijakan petugas anestesi yang terlibat.

Tim Anestesi: spesialis anestesi mengawasi penata/perawat anestesi dalam melakukan


pelayanan anestesi di mana dokter dapat mendelegasikan tugas pemantauan sambil tetap
bertanggung jawab kepada pasien secara keseluruhan.

Personel anestesi yang kompeten dan memenuhi syarat: anestesiologis, penata anestesi,
perawat anestesi dan perawat recovery room atau ROI di IGD.

Penata/Perawat anestesi: adalah perawat terdaftar dengan SIP yang terlatih yang sesuai
dengan kebijakan, pedoman, dan standar institusi dan nasional dalam memberikan obat
anestesi dan analgesic, serta memantau pasien selama pemberian sedasi ringan (ansiolitik),
sedasi sedang, dan sedasi berat/anestesi umum. Perawat dan asisten anestesi harus bekerja
dengan supervisi langsung oleh dokter yang kompeten dan terlatih baik.

B. TUJUAN

Meningkatkan kualitas pelayanan pasien

Menerapkan budaya keselamatan pasien

Menstandarisasi layanan kesehatan di rumah sakit yang sesuai dengan akeditasi

C. PRINSIP-PRINSIP

Dokter yang berwenang harus dapat dihubungi 24 jam; baik pada kasus-kasus pelayanan
rawat inap, siap sedia menerima telepon / konsultasi dari paramedis lainnya, availabilitas
sepanjang waktu selama penanganan dan fase pemulihan pasien, hingga pasien diperbolehkan
pulang dari rumah sakit.

Fasilitas rumah sakit harus diorganisir, dilengkapi, dan dioperasikan sejalan dengan regulasi
dan kebijakan pemerintah setempat dan nasional. Seluruh struktur pelayanan, minimalnya,
harus memiliki sumber daya oksigen, suction, peralatan resusitasi, dan obat-obatan emergensi
yang dapat diandalkan.

Petugas harus memiliki kompetensi dalam perawatan pasien dan mampu melakukan
prosedur-prosedur yang diperlukan dalam suatu rumah sakit, yang terdiri atas:

Petugas profesional
Dokter dan sejawat lainnya yang mempunyai Surat Izin Praktik (SIP) /
sertifikat yang memenuhi syarat
Penata/perawat yang memiliki surat izin dan memenuhi syarat

Petugas administratif

Petugas Kebersihan dan Pemeliharaan Rumah Sakit

Dokter pelayanan medis bertanggungjawab dalam melakukan peninjauan ulang, penyesuaian


kewenangan, jaminan mutu, dan evaluasi rekan sejawat.

Petugas dan peralatan yang berkualitas dan tersedia setiap saat diperlukan untuk menangani
situasi emergensi. Harus dibuat suatu kebijakan dan prosedur untuk menangani situasi
emergensi dan transfer pasien yang tidak diantisipasi ke fasilitas pelayanan akut.

Layanan pasien minimal meliputi:

Instruksi dan persiapan preoperatif.

Evaluasi dan pemeriksaan pre-anestesi yang memadai oleh anestesiologis, sebelum


dilakukan tindakan anestesi dan pembedahan. Pada kondisi di mana tidak terdapat
petugas medis, anestesiologis harus memverifikasi informasi yang didapat dan
mengulangi serta mencatat elemen-elemen penting dalam evaluasi.

Studi dan konsultasi preoperatif, sesuai indikasi medis.

Rencana anestesi dibuat oleh anestesiologis, didiskusikan dengan pasien, kemudian


mendapat persetujuan pasien. Kesemuanya ini harus dicatat di rekam medis pasien.

Tindakan anestesi dilakukan oleh anestesiologis, dokter lain yang kompeten, atau
petugas anestesi non-dokter yang dipandu/dibimbing secara langsung oleh

anestesiologis. Dokter non-anestesi yang melakukan / mengawasi tindakan anestesi


harus kompeten dalam edukasi, pelatihan, memiliki surat izin praktik, dan dipercaya
oleh rumah sakit.

Pemulangan pasien merupakan tanggung jawab dokter

Pasien yang tidak hanya menjalani anestesi lokal harus didampingi oleh orang dewasa
saat pemulangan pasien.

Instruksi pasca-operasi dan pemantauan selanjutnya harus dicatat dalam rekam medis

Memiliki rekam medis yang akurat, terpercaya, dan terbaru.

BAB III
PELAYANAN ANESTESIOLOGI DAN TERAPI INTENSIF

Sedasi ringan / minimal (anxiolysis): kondisi di mana pasien masih dapat merespons dengan
normal terhadap stimulus verbal. Meskipun fungsi kognitif dan koordinasi dapat terganggu,
ventilasi dan fungsi kardiovaskular tidak terpengaruh.
Contoh sedasi minimal adalah:

Blok saraf perifer

Anestesi lokal atau topikal

Pemberian 1 jenis obat sedatif / analgesik oral dengan dosis yang sesuai untuk
penanganan insomnia, ansietas, atau nyeri

Sedasi sedang : suatu kondisi depresi tingkat kesadaran di mana pasien memberikan respons
terhadap stimulus berulang / nyeri. Fungsi ventilasi spontan dapat terganggu / tidak adekuat.
Pasien mungkin membutuhkan bantuan untuk mempertahankan patensi jalan napas. Fungsi
kardiovaskular biasanya terjaga dengan baik.

Sedasi berat: hilangnya kesadaran di mana pasien tidak sadar, bahkan dengan pemberian
stimulus nyeri. Pasien sering membutuhkan bantuan untuk mempertahankan patensi jalan
napas, dan mungkin membutuhkan ventilasi tekanan positif karena tidak adekuatnya ventilasi
spontan/ fungsi kardiovaskular dapat terganggu.

Sedasi adalah suatu proses yang berkelanjutan / kontinu, sehingga tidak selalu mungkin untuk
memprediksi bagaimana respons setiap pasien yang mendapat sedasi. Oleh karena itu, petugas
anestesi yang memberikan sedasi harus dapat melakukan penanganan segera terhadap pasien yang
efek sedasinya lebih dalam / berat daripada efek yang seharusnya terjadi (misalnya: petugas anestesi
yang memberikan anestesi sedang harus dapat melakukan penanganan terhadap pasien yang jatuh ke
dalam kondisi sedasi berat).4
Sedasi ringan /
minimal
(anxiolysis)

Sedasi sedang

Sedasi berat / dalam

Respons

Respons normal
terhadap stimulus
verbal

Merespons setelah diberikan


Tidak sadar, meskipun
stimulus berulang / stimulus nyeri dengan stimulus nyeri

Jalan napas

Tidak
terpengaruh

Mungkin perlu intervensi

Sering memerlukan
intervensi

Ventilasi spontan

Tidak
terpengaruh

Dapat tidak adekuat

Sering tidak adekuat

Fungsi
kardiovaskular

Tidak
terpengaruh

Biasanya dapat dipertahankan


dengan baik

Dapat terganggu

BAB IV
PENYELENGGARAAN PELAYANAN ANESTESIOLOGI DAN TERAPI INTENSIF
DI RSUD UMBU RARA MEHA WAINGAPU

A. ANGGOTA INTI TIM ANESTESI

Tim anestesi melibatkan dokter dan non-dokter.

Setiap anggota tim memiliki kewajiban untuk mengidentifikasi mereka sendiri dan anggota
tim lainnya secara akurat kepada pasien dan keluarganya.

Anestesiologis bertanggungjawab untuk mencegah agar tidak terjadi salah penafsiran /


anggapan terhadap petugas non-dokter sebagai dokter residen atau dokter umum.

Tindakan / layanan anestesi dilakukan oleh tim anestesi, termasuk pemantauan dan
pelaksanaan tindakan anestesi.

Instruksi diberikan oleh anestesiologis dan harus sejalan dengan kebijakan dan regulasi
pemerintah serta kebijakan rumah sakit.

Tanggung jawab keseluruhan terhadap kinerja tim anestesi dan keselamatan pasien terletak
pada anestesiologis.

Anestesiologis harus mewujudkan keselamatan pasien yang optimal dan memberikan


pelayanan yang berkualitas kepada setiap pasien yang menjalani tindakan anestesi. Selain itu,
anestesiologis juga diharapkan memberikan pengajaran / edukasi kepada siswa dalam hal ini
dokter muda dan mahasiswa perawat.

Berikut adalah anggota tim anestesi:

Dokter
Anestesiologis (spesialis anestesi) Pimpinan Tim Anestesi
Merupakan seorang dokter yang memiliki SIP dan telah menyelesaikan
program studi spesialisasi di bidang anestesi yang terakreditasi.

Non-dokter
Penata/perawat anestesi
Merupakan perawat dengan SIP yang telah menyelesaikan program studi
Perawat Anestesi terakreditasi.

B. MANAJEMEN KESELAMATAN PASIEN OLEH TIM ANESTESI


Untuk mencapai terwujudnya keselamatan pasien yang optimal, anestesiologis bertanggungjawab
terhadap hal-hal berikut ini:

Manajemen Kepegawaian
Anestesiologis harus memastikan terlaksananya penugasan penata/perawat anestesi, perawat
RR/ROI IGD yang kompeten dan berkualitas dalam memberikan layanan / prosedur anestesi
kepada setiap pasien.

Evaluasi Pre-anestesi Pasien

Suatu evaluasi pre-anestesi memungkinkan terwujudnya perencanaan anestesi yang


baik, di mana perencanaan tersebut juga mempertimbangkan kondisi dan penyakit
pasien yang dapat mempengaruhi tindakan anestesi.

Meskipun petugas non-dokter dapat berkontribusi dalam pengumpulan dan


pencatatan data pre-operatif pasien, anestesiologislah yang memegang tanggung
jawab terhadap evaluasi keseluruhan pasien.

Perencanaan Tindakan Anestesi

Anestesiologis bertanggungjawab dalam menyusun rencana tindakan anestesi yang


bertujuan untuk mewujudkan kualitas pelayanan pasien yang terbaik dan tercapainya
keselamatan pasien dengan optimal.

Anestesiologis sebaiknya melakukan diskusi dengan pasien (jika kondisi pasien


memungkinkan) mengenai risiko tindakan anestesi, keuntungan dan alternatif yang
ada, dan memperoleh izin persetujuan tindakan (informed consent).

Ketika terdapat situasi di mana suatu bagian dari layanan anestesi akan dilakukan oleh
petugas anestesi kompeten lainnya, spesialis anestesi harus memberitahukan kepada
pasien bahwa pendelegasian tugas ini termasuk dalam pelayanan anestesi oleh Tim
Anestesi.

Manajemen Tindakan Anestesi

Manajemen tindakan anestesi bergantung pada banyak faktor, termasuk kondisi


medis setiap pasien dan prosedur yang akan dilakukan.

Anestesiologis harus menentukan tugas perioperatif mana yang dapat didelegasikan.

Anestesiologis dapat mendelegasikan tugas spesifik kepada petugas non-dokter yang


tergabung dalam Tim Anestesi, dengan syarat kualitas pelayanan pasien dan
keselamatan pasien tetap terjaga dengan baik, tetap berpartisipasi dalam bagianbagian penting tindakan anestesi, dan tetap siap sedia untuk menangani situasi
emergensi dengan cepat

Perawatan Pasca-anestesi

Perawatan pasca-anestesi rutin didelegasikan kepada perawat pasca-anestesi.

Evaluasi dan tatalaksana komplikasi pasca-anestesi merupakan tanggung jawab


anestesiologis.

Konsultasi Anestesi
Seperti jenis konsultasi medis lainnya, tidak dapat didelegasikan kepada non-dokter.

C. MANAJEMEN KESELAMATAN PASIEN DALAM PENGGUNAAN SEDASI RINGAN


DAN SEDANG OLEH PENATA/PERAWAT ANESTESI.

Dokter yang mengawasi bertanggungjawab akan semua aspek yang terlibat selama perawatan
pasien (pre-, intra-, dan pasca-prosedur).

Saat pasien disedasi, dokter yang bertanggungjawab harus hadir / mendampingi di ruang
tindakan.

Praktisi yang melakukan sedasi harus terlatih dengan baik dalam mengevaluasi pasien
sebelum prosedur dilakukan untuk mengenali kapan terdapat peningkatan risiko anestesi.

Kebijakan dan prosedur yang terkait harus memperbolehkan praktisi untuk menolak
berpartisipasi dalam kasus-kasus tertentu jika mereka merasa tidak kompeten dalam
melakukan suatu tindakan anestesi dan terdapat kemungkinan dapat membahayakan pasien /
menurunkan kualitas pelayanan pasien.

Dokter yang mengawasi bertanggungjawab memimpin timnya dalam situasi emergensi di


mana diperlukan tindakan resusitasi, termasuk manajemen jalan napas.

Sertifikat ACLS merupakan standar persyaratan minimal yang harus dimiliki oleh praktisi
yang melakukan sedasi / anestesi.

Surat Persetujuan Tindakan

Dokter spesialis anestesi bertanggungjawab untuk memastikan bahwa setiap pasien


(atau keluarganya) memahami bahwa selama proses anestesi berlangsung di kamar
operasi / tindakan, terdapat kemungkinan hanya ada penata/perawat anastesi,
meskipun tetap di bawah pengarahan oleh anestesiologis yang bertanggungjawab
terhadap pasien.

Pasien/wali/keluarga harus membaca formulir tindakan anestesi secara lengkap dan


memahami semua resiko atau komplikasi dan menandatangani di form yang ada
disaksikan oleh petugas yang kompeten. Berikutnya petugas tersebut juga
menandatangani form yang ada.

Jika pasien atau keluarganya telah paham dan setuju akan hal ini, tahap selanjutnya
adalah menandatangani surat persetujuan tindakan anestesi. Formulir tersebut juga
ditandatangani oleh saksi lain dari pihak keluarga, saksi pihak rumah sakit dan dokter
penanggung jawab anestesi.

D. PELAYANAN ANESTESI SELAMA PROSEDUR INTERVENSI DENGAN


RASA NYERI

Sebagian besar pelaksanaan prosedur dengan nyeri minor tidak memerlukan pelayanan
anestesi selain anestesi lokal. Penanganan nyeri kronis dilaksanakan di pain clinic atau klinik
nyeri. Alat yang dibutuhkan diklinik nyeri adalah USG, C-Arm, Nerv stimulator, dan radio
ablation.

Contoh prosedur ini adalah:

injeksi steroid epidural

epidural blood patch

trigger point injection

injeksi sendi sakroiliaka

bursal injection

blok saraf oksipital (occipital nerve block)

facet injection

dll

Penggunaan anestesi umum untuk prosedur yang menimbulkan nyeri minor hanya
dibenarkan dalam kondisi-kondisi khusus, di mana diperlukan perawatan / layanan anestesi
yang terampil dan terlatih.

Berikut adalah kondisi-kondisi yang memerlukan layanan anestesi khusus:

Komorbiditas mayor

Gangguan mental / psikologis yang membuat pasien tidak kooperatif

Penggunaan sedasi dan obat anestesi lainnya harus seimbang dengan potensi risiko / bahaya
yang diakibatkan dari pelaksanaan prosedur dengan nyeri minor terhadap pasien dengan
anestesi umum, terutama pada pasien yang menjalani prosedur tulang belakang servikal.

Prosedur yang berkepanjangan (lama) dan atau nyeri sering memerlukan sedasi intravena dan
penggunaan monitor anestesi (Monitored Anesthesia Care-MAC). Prosedur ini meliputi:

Blok saraf simpatis (ganglion stelata, fleksus seliaka, paravertebral lumbal)

Ablasi radiofrequency (R/F)

Diskografi (discography)

Disektomi perkutan

Trial spinal cord stimulator lead placement

Blok fleksus / saraf utama lebih jarang dilakukan di klinik penanganan nyeri kronis, tetapi
diyakini bahwa prosedur blok ini mungkin memerlukan penggunaan anestesi intravena dan
MAC (misalnya: blok fleksus brakialis, blok saraf sciatica, teknik kateterisasi kontinu
tertentu).

You might also like