You are on page 1of 36

ANALISIS FAKTOR FAKTOR YANG BERPENGARUH TERHADAP

KETERANDALAN DAN KETEPATWAKTUAN PELAPORAN KEUANGAN PADA


SKPD PEMERINTAH DAERAH KOTA KENDARI
Santiadji Mustafa
(Universitas Haluoleo, Kendari)
Sutrisno
(Universitas Brawijaya, Malang)
Rosidi
(Universitas Brawijaya, Malang)

ABSTRAK
Jenis penelitian adalah deskriptif verifikatif (causal) yang bertujuan untuk
memberi gambaran (deskripsi) dari variabel-variabel yang diteliti dan untuk mengetahui
hubungan kausalitas antar variabel melalui suatu pengujian hipotesis. Data penelitian
adalah data primer yang dikumpulkan dengan mailed survey method dan direct survey
method.
Penelitian ini bertujuan menganalisis pengaruh variabel exogenous (Kapasitas
Sumber Daya Manusia, Pengendalian Intern Akuntansi dan Pemanfaatan Teknologi
Informasi) terhadap variabel endogen (Keterandalan laporan keuangan dan
Ketepatwaktuan laporan keuangan) melalui sebuah pendekatan Partial Least Square
(PLS). Jenis data yang digunakan dalam penelitian ini adalah data primer.
Pengumpulan data akan dilakukan melalui survai kuesioner yang diantar dan diambil
sendiri oleh peneliti terhadap bagian akuntansi/penatausahaan keuangan pada Satuan
Kerja Perangkat Daerah (SKPD) di Kota Kendari. SKPD ini meliputi dinas, badan,
kantor, dan RSUD.
Hasil analisis menunjukkan bahwa kapasitas SDM tidak berpengaruh terhadap
keterandalan, namun pengendalian intern akuntansi dan pemanfaatan teknologi
informasi berpengaruh terhadap keterandalan pelaporan keuangan. Keterandalan
pelaporan keuangan tidak berpengaruh terhadap ketepatwaktuan pelaporan keuangan,
sementara kapasitas SDM dan pemanfaatan teknologi informasi berpengaruh terhadap
ketepatwaktuan pelaporan keuangan. Kapasitas SDM berpengaruh terhadap
keterandalan bisa disebabkan memang karateristik SDM di Kota Kendari masih
memiliki kapasitas yang rendah dan taraf pendidikan yang masih relatif rendah
khususnya dalam bidang akuntansi. Keterandalan pelaporan keuangan tidak
berpengaruh terhadap ketepatwaktuan bisa disebabkan oleh upaya untuk memenuhi
sebuah kriteria penyajian pelaporan keuangan yang andal, diperlukan berbagai upaya
baik yang bersifat material maupun non material, yang mengakibatkan waktu yang
diperlukan untuk mempersiapkan sebuah sistem pelaporan keuangan yang andal akan
semakin lama.

Kata Kunci:

Kapasitas SDM, Pengendalian Intern Akuntansi, Pemanfaatan IT,


Keterandalan dan Ketepatwaktuan.

Abstract
Type of this research is descriptive verificative (causality) that aims to give
descriptions from variables that researched and to know causality relation was between
variable pass by a hypothesis testing. Research data using primary data that collected
with mailed survey method and direct survey method.
This research aims analyze effect of exogenous variables (Human Resources
Capacity, Accountancy Internal Control, and Information Technology Usefulness) on
endogenous variables (reliable of financial reporting and timeliness financial reporting)
by PLS (partial least square) approach. Type of data uses in this research is primary
data. Data collecting by survey of questionaire instrument with mailed survey method
and direct survey method on Kendari local government especially on the SKPD (sub
department of local government).
Result of Hypothesis testing indicates that human resources capacity have not
an effect on reliability of financial reporting, meanwhile accountancy internal control
and information technology usefulness have an effect on reliability of financial
reporting. Reliability of financial reporting have not an effect on timeliness of financial
reporting. The next step of analysis indicates human resources capacity and
information technology usefulness timeliness of financial reporting.
Reliability of financial reporting have not an effect on timeliness of financial
reporting caused by effort to fulfill a criterion of financial reporting presentation that
reliable, needed various of efforts both for have the character of significant or nonsignificant, that result time required just for prepare a financial reporting system that
reliable will longer.
Keywords: Human resources capacity, internal control, information technology
usefulness, reliable and timeliness of financial reporting

I.

PENDAHULUAN
Fenomena yang terjadi dalam
perkembangan
sektor
publik
di
Indonesia
dewasa
ini
adalah
menguatnya tuntutan akuntabilitas atas
lembaga-lembaga publik, baik di pusat
maupun daerah. Akuntabilitas dapat
diartikan sebagai bentuk kewajiban
mempertanggungjawabkan
keberhasilan
atau
kegagalan
pelaksanaan misi organisasi dalam
mencapai tujuan dan sasaran yang
telah ditetapkan sebelumnya, melalui
suatu media pertanggungjawaban yang
dilaksanakan
secara
periodik
(Mardiasmo, 2006).
Akuntabilitas meliputi berbagai
dimensi antara lain akuntabilitas

hukum,
akuntabilitas
manajerial,
akuntabilitas program, akuntabilitas
kebijakan, dan akuntabilitas finansial
(keuangan). Terkait dengan tugas
untuk
menegakkan
akuntabilitas
finansial,
khususnya
di
daerah,
pemerintah daerah bertanggung jawab
untuk
mempublikasikan
laporan
keuangan
kepada
pemangku
kepentingannya
(stakeholder).
Governmental Accounting Standards
Board
(1999)
dalam
Concepts
Statement No. 1 tentang Objectives of
Financial Reporting menyatakan bahwa
akuntabilitas
merupakan
dasar
pelaporan keuangan di pemerintahan
yang didasari oleh adanya hak
masyarakat untuk mengetahui dan

menerima
penjelasan
atas
pengumpulan sumber daya dan
penggunaannya.
Telah
diketahui
bahwa ada banyak pihak yang akan
mengandalkan informasi dalam laporan
keuangan yang dipublikasikan oleh
pemerintah daerah sebagai dasar untuk
pengambilan keputusan. Oleh karena
itu, informasi tersebut harus bermanfaat
bagi para pemakai.
Kebermanfaatan
(usefulness)
merupakan suatu karakteristik yang
hanya dapat ditentukan secara kualitatif
dalam
hubungannya
dengan
keputusan, pemakai, dan keyakinan
pemakai terhadap informasi. Oleh
karena itu, kriteria ini secara umum
disebut
karakteristik
kualitatif
(qualitative
characteristics)
atau
kualitas (qualities) informasi. Adapun
kriteria dan unsur-unsur pembentuk
kualitas informasi yang menjadikan
informasi dalam laporan keuangan
pemerintah mempunyai nilai atau
manfaat
sebagaimana
disebutkan
dalam Rerangka Konseptual Akuntansi
Pemerintahan terdiri dari (PP No. 24
Tahun 2005): (a) relevan, (b) andal, (c)
dapat dibandingkan, dan (d) dapat
dipahami.
Berdasarkan
fakta
yang
diperoleh dari berbagai tulisan pada
artikel atau jurnal yang menulis tentang
akuntansi keuangan daerah, ternyata di
dalam laporan keuangan pemerintah
masih banyak disajikan data-data yang
tidak sesuai (BPK, 2006), berdasarkan
fenomena tersebut dapat dinyatakan
bahwa laporan keuangan pemerintah
masih belum seluruhnya memenuhi
kriteria
keterandalan
dan
ketepatwaktuan (timeliness). Mengingat
bahwa
keterandalan
dan
ketepatwaktuan merupakan dua unsur
nilai informasi yang penting terkait
dengan
pengambilan
keputusan
berbagai pihak, peneliti tertarik untuk
meneliti hal apa saja yang mungkin
mempengaruhi
keterandalan
dan
ketepatwaktuan dalam penyusunan
pelaporan keuangan pemerintah.

Dalam
Konsep
Standar
Pemeriksaan Keuangan Negara pada
bagian Standar Pekerjaan Lapangan
Pemeriksaan Keuangan mengenai
Pengendalian Intern disebutkan bahwa
sistem informasi yang relevan dengan
tujuan
laporan
keuangan,
salah
satunya adalah sistem akuntansi yang
terdiri dari metode dan catatan yang
digunakan untuk mencatat, mengolah,
mengikhtisarkan,
dan
melaporkan
transaksi
entitas
(baik
peristiwa
maupun kondisi) untuk memelihara
akuntabilitas bagi aktiva, utang, dan
ekuitas yang bersangkutan (BPK RI,
2006). Untuk dapat menghasilkan
laporan keuangan yang berkualitas,
maka kapasitas sumber daya manusia
yang melaksanakan sistem akuntansi
sangatlah penting, karena sistem
akuntansi
sebagai
suatu
sistem
informasi membutuhkan kemampuan
manusia untuk menjalankan sistem
yang ada.
Penelitian
mengenai
isu
ketepatwaktuan pelaporan keuangan
dilakukan
oleh
Heald
(2008)
pemerintah daerah di Inggris telah
menetapkan
tools
akuntansi
pemerintah (whole of government
accounts)
yang
menjadi
dasar
pelaporan keuangan dalam upaya
mencapai
ketepatan
pelaporan
keuangan pemerintah. Pemerintah
inggris telah melakukan perubahan
sistem dari cash basis menuju accrual
basis,
yang
harus
melaporkan
pelaporan entisas (sesuatu yang
berwujud), secara khusus pada regulasi
dari pelaporan keuangan pemerintah.
Kemudian
penelitian
tentang
peningkatan kapasitas sumber daya
manusia dalam rangka meningkatkan
kapasitas dalam pengelolaan keuangan
daerah dilakukan oleh Brignall dan
Modell (2000) dan Marschke (2003)
menganalisis sebuah evulusi dalam
meningkatkan system
pengukuran
kinerja dalam organisasi pemerintah
melalui program job-training. Dalam
program
ini,
dinas-dinas
pada

pemerintah
daerah
di
Amerika
menetapkan ukuran kinerja dan standar
untuk pemerintah daerah dalam
pengelolaan keuangan daerah.
Pengunaan Sistem Informasi
dalam organisasi telah meningkat
secara dramatis. Sejak tahun 1980-an,
sekitar 50 persen modal baru
digunakan
untuk
pengembangan
Sistem Informasi (Westland dan Clark,
2000) dalam Venkatesh et al., (2003).
Sistem informasi diadakan untuk
menunjang aktifitas usaha di semua
tingkatan organisasi. Penggunaan SI
mencakup
sampai
ke
tingkat
operasional
untuk
meningkatkan
kualitas produk serta produktivitas
operasi. Sistem informasi juga berperan
dalam bidang akuntansi. Statement of
Financial Accounting Concept No. 2,
Financial Accounting Standard Board
mendefinisikan
akuntansi
sebagai
sistem informasi. Standar akuntansi
keuangan tersebut juga menyebutkan
bahwa tujuan utama akuntansi adalah
untuk menyediakan informasi bagi
pengambil keputusan.
Penelitian mengenai sumber
daya manusia yang ada di instansi
pemerintah
pernah
dilakukan,
diantaranya penelitian Dinata (2004)
menemukan bukti empiris bahwa
secara garis besar sumber daya
manusia yang ada di instansi
pemerintahan Kota Palembang belum
sepenuhnya dinyatakan siap atas
berlakunya
Sistem
Akuntansi
Keuangan Daerah yang berdasarkan
Keputusan Menteri Dalam Negeri
Nomor 29 Tahun 2002. Penelitian
Alimbudiono
dan
Fidelis
(2004)
memberikan temuan empiris bahwa
pegawai berlatar pendidikan akuntansi
di subbagian akuntansi Pemerintah
XYZ masih minim, job description-nya
belum jelas, dan pelatihan-pelatihan
untuk menjamin fungsi akuntansi
berjalan
dengan
baik
belum
dilaksanakan.
Temuan-temuan
tersebut
menunjukkan bahwa kapasitas sumber

daya manusia yang ada di instansi


pemerintahan masih belum memadai.
Kapasitas sumber daya manusia yang
masih minim ini cenderung memiliki
pengaruh terhadap keterandalan dan
ketepatwaktuan pelaporan keuangan
pemerintah.
Hal kedua yang mungkin
memengaruhi
keterandalan
dan
ketepatwaktuan pelaporan keuangan
pemerintah
adalah
pemanfaatan
teknologi informasi. Seperti kita ketahui
bahwa
total
volume
Anggaran
Pendapatan
dan
Belanja
Negara/Daerah (APBN/D) dari tahun ke
tahun menunjukkan peningkatan yang
luar biasa. Dari sisi akuntansi hal
tersebut menunjukkan bahwa volume
transaksi keuangan pemerintah juga
menunjukkan kuantitas yang semakin
besar dan kualitas yang semakin rumit
dan kompleks. Peningkatan volume
transaksi yang semakin besar dan
semakin kompleks tentu harus diikuti
dengan
peningkatan
kemampuan
pengelolaan keuangan pemerintah
(Sugijanto, 2002). Untuk itu Pemerintah
Pusat
dan
Pemerintah
Daerah
berkewajiban untuk mengembangkan
dan memanfaatkan kemajuan teknologi
informasi
untuk
meningkatkan
kemampuan
mengelola
keuangan
daerah, dan menyalurkan Informasi
Keuangan Daerah kepada publik.
Kewajiban
pemanfaatan
teknologi
informasi
oleh
Pemerintah
dan
Pemerintah Daerah diatur dalam
Peraturan Pemerintah No. 56 Tahun
2005
tentang
Sistem
Informasi
Keuangan Daerah yang merupakan
pengganti dari PP No. 11 Tahun 2001
tentang Informasi Keuangan Daerah.
Suatu teknologi informasi terdiri
dari perangkat keras, perangkat lunak,
manajemen
data,
dan
jaringan
(Wilkinson et al. 2000). Walaupun
secara umum telah banyak diketahui
manfaat yang ditawarkan oleh suatu
teknologi
informasi
antara
lain
kecepatan pemrosesan transaksi dan
penyiapan
laporan,
keakuratan

perhitungan, penyimpanan data dalam


jumlah besar, kos pemrosesan yang
lebih
rendah,
kemampuan
multiprocessing,
namun
pengimplementasian
teknologi
informasi tidaklah murah. Terlebih jika
teknologi informasi yang ada, tidak atau
belum mampu dimanfaatkan secara
maksimal maka implementasi teknologi
menjadi sia-sia dan semakin mahal.
Kendala penerapan teknologi informasi
antara lain berkaitan dengan kondisi
perangkat keras, perangkat lunak yang
digunakan, pemutakhiran data, kondisi
sumber daya manusia yang ada, dan
keterbatasan dana. Kendala ini yang
mungkin menjadi faktor pemanfaatan
teknologi
informasi
di
instansi
pemerintah belum optimal, faktor ini
mungkin juga memiliki pengaruh
terhadap
keterandalan
dan
ketepatwaktuan pelaporan keuangan
pemerintah.
Hal ketiga yang mungkin
mempengaruhi keterandalan pelaporan
keuangan
pemerintah
adalah
pengendalian intern akuntansi. Sistem
akuntansi sebagai sistem informasi
merupakan subjek terjadinya kesalahan
baik yang disengaja maupun yang tidak
disengaja (Riasetiawan, 2010). Oleh
karena
itu
sistem
akuntansi
memerlukan pengendalian intern atau
dengan kata lain sistem akuntansi
berkaitan erat dengan pengendalian
intern organisasi (Mahmudi, 2007).
Pengendalian intern menurut
Permendagri No. 60 Tahun 2008
tentang
Pedoman
Pengelolaan
Keuangan Daerah merupakan proses
yang dirancang untuk memberikan
keyakinan yang memadai mengenai
pencapaian tujuan dan efektivitas
pelaksanaan program dan kegiatan
serta dipatuhinya peraturan perundangundangan. Ada tiga fungsi yang terlihat
dari definisi tersebut yaitu: (a)
keterandalan pelaporan keuangan, (b)
efisiensi dan efektivitas operasi, dan
(c) kepatuhan terhadap ketentuan dan
peraturan perundang-undangan yang

berlaku. Fungsi pertama dilakukan


untuk mencegah terjadinya inefisiensi
dan dinamakan pengendalian intern
akuntansi, sedangkan fungsi kedua dan
ketiga dilakukan secara khusus untuk
meningkatkan efisiensi operasional dan
mendorong
dipatuhinya
kebijakan
manajemen
dan
dinamakan
pengendalian
intern
administratif
(Moscove et al., 1990 dalam Triyuwono
dan Roekhudin, 2000). Komponen
penting dari pengendalian intern
organisasi yang terkait dengan sistem
akuntansi antara lain (Mahmudi, 2007):
(a) sistem dan prosedur akuntansi, (b)
otorisasi, (c) formulir, dokumen, dan
catatan, dan (d) pemisahan tugas.
Berdasarkan
penelitian
sebelumnya,
yang
menganalisis
pengaruh kapasitas sumber daya
manusia, pengendalian intern akuntansi
dan pemanfaatan teknologi informasi
terhadap
keterandalan
dilakukan
dengan menggunakan pendekatan
regresi OLS (ordinary least square)
semua variabel tersebut merupakan
variabel terukur, begitu pula pengaruh
ketiga variabel bebas tersebut terhadap
ketepatwaktuan
dilakukan
dengan
pendekatan regresi dengan variabel
terukur.
Sementara
penelitian
ini
menggunakan persamaan struktur
dengan pendekatan PLS (partial least
square) dengan variabel tidak terukur
yang menggunakan indikator sebagai
pengukur variabel-variabel exogen
maupun endogen. Kemudian dalam
penelitian
sebelumnya
variabel
keterandalan
dan
ketepatwaktuan
dianalisis secara terpisah, sementara
dalam
penelitian
ini
variabel
keterandalan
dan
ketepatwaktuan
dianalisis secara simultan dalam
sebuah persamaan struktural keduanya
berfungsi sebagai variabel endogen.
Perbedanaan berikutnya, penelitian ini
dengan penelitian sebelumnya terletak
pada objek penelitian, penelitain
sebelumnya dilakukan pada SKPD di
kota Palembang, sementara penelitian

ini dilakukan pada SKPD di Kota


Kendari, yang memiliki perbedaan
karateristik wilayah dan budaya.
Berdasarkan dari latar belakang
di atas, dan rumusan masalah di atas
maka tujuan penelitian ini adalah:
1) Menguji pengaruh kapasitas
sumber daya manusia terhadap
keterandalan
pelaporan
keuangan.
2) Menguji pengaruh kapasitas
sumber daya manusia terhadap
ketepatwaktuan
pelaporan
keuangan.
3) Menguji pengaruh pemanfaatan
teknologi informasi terhadap
keterandalan
pelaporan
keuangan.
4) Menguji pengaruh pemanfaatan
teknologi informasi terhadap
ketepatwaktuan
pelaporan
keuangan.
5) Menguji pengaruh pengendalian
intern
akuntansi
terhadap
keterandalan
pelaporan
keuangan.
6) Menguji pengaruh keterandalan
pelaporan keuangan terhadap
ketepatwaktuan
pelaporan
keuangan.

BUMD),
yayasan,
universitas,
organisasi politik dan organisasi massa,
serta Lembaga Swadaya Masyarakat
(LSM).
Sektor publik tidak hanya
dipengaruhi oleh faktor ekonomi, tetapi
juga dipengaruhi oleh faktor-faktor lain
seperti politik, sosial, budaya, dan
historis, yang menimbulkan perbedaan
dalam pengertian, cara pandang, dan
definisi. Dari sudut pandang ilmu
ekonomi, sektor publik dapat dipahami
sebagai entitas yang aktivitasnya
menghasilkan barang dan layanan
publik dalam memenuhi kebutuhan dan
hak publik.
American
Accounting
Association (1970) dalam Glynn (1993)
menyatakan bahwa tujuan akuntansi
pada organisasi sektor publik adalah
memberikan informasi yang diperlukan
agar dapat mengelola suatu operasi
dan alokasi sumber daya yang
dipercayakan kepada organisasi secara
tepat, efisien, dan ekonomis, serta
memberikan
informasi
untuk
melaporkan
pertanggung-jawaban
pelaksanaan pengelolaan tersebut
serta melaporkan hasil operasi dan
penggunaan dana publik. Dengan
demikian, akuntansi sektor publik
terkait dengan penyediaan informasi
untuk pengendalian manajemen dan
akuntabilitas.
Konsep
transparansi
dan
akuntabilitas publik dibangun paling
tidak atas lima komponen, yaitu sistem
perencanaan
strategik,
sistem
pengukuran kinerja, sistem pelaporan
keuangan, saluran akuntabilitas publik
(channel of public accountability), dan
auditing sektor publik yang dapat
diintegrasikan ke dalam tiga bagian
akuntansi
sektor
publik,
yaitu:
Akuntansi Manajemen Sektor Publik,
Akuntansi Keuangan Sektor Publik, dan
Auditing Sektor Publik.
b. Laporan Keuangan Pemerintah
Akuntansi keuangan sektor
publik
terkait
dengan
tujuan
dihasilkannya
laporan
keuangan

II.
TINJAUAN PUSTAKA
a. Akuntansi Sektor Publik
Akuntansi sektor publik memiliki
kaitan erat dengan penerapan dan
perlakuan akuntansi pada domain
publik yang memiliki wilayah lebih luas
dan kompleks dibandingkan sektor
swasta atau bisnis. Keluasan wilayah
publik tidak hanya disebabkan keluasan
jenis dan bentuk organisasi yang
berada di dalamnya, tetapi juga
kompleksitas
lingkungan
yang
mempengaruhi
lembaga-lembaga
publik tersebut. Secara kelembagaan,
domain publik antara lain meliputi
badan-badan
pemerintahan
(Pemerintah Pusat dan Daerah serta
unit kerja pemerintah), perusahaan
milik negara dan daerah (BUMN dan

eksternal. Tujuan penyajian laporan


keuangan
adalah
memberikan
informasi yang digunakan dalam
pengambilan
keputusan,
bukti
pertanggungjawaban dan pengelolaan,
dan evaluasi kinerja manajerial dan
organisasional (IFAC, 2000; GASB,
1999).
Beberapa
teknik
akuntansi
keuangan yang dapat diadopsi oleh
sektor
publik
adalah
akuntansi
anggaran,
akuntansi
komitmen,
akuntansi dana, akuntansi kas, dan
akuntansi accrual. Pada dasarnya
kelima teknik tersebut tidak bersifat
mutually
exclusive.
Artinya,
penggunaan
salah
satu
teknik
akuntansi tersebut tidak menolak
penggunaan teknik yang lain. Dengan
demikian, suatu organisasi dapat
menggunakan teknik akuntansi yang
berbeda-beda, maupun menggunakan
kelima teknik tersebut secara bersamasama (Jones and Pendlebury, 2000).
Isu yang muncul dan menjadi
perdebatan dalam reformasi akuntansi
sektor publik di Indonesia adalah
perubahan single entry menjadi double
entry bookkeeping dan perubahan
teknik atau sistem akuntansi berbasis
kas menjadi berbasis accrual. Single
entry pada awalnya digunakan sebagai
dasar pembukuan dengan alasan
utama
demi
kemudahan
dan
kepraktisan. Seiring dengan semakin
tingginya tuntutan pewujudan good
public governance, perubahan tersebut
dipandang
sebagai
solusi
yang
mendesak untuk diterapkan karena
pengaplikasian double entry dapat
menghasilkan laporan keuangan yang
auditable.
Cash
basis
mempunyai
kelebihan antara lain mencerminkan
informasi yang riil dan obyektif,
sedangkan kelemahannya antara lain
kurang mencerminkan kinerja yang
sesungguhnya.
Teknik
akuntansi
berbasis
accrual
dinilai
dapat
menghasilkan laporan keuangan yang
lebih komprehensif dan relevan untuk

pengambilan
keputusan.
Pengaplikasian accrual basis lebih
ditujukan pada penentuan biaya
layanan dan harga yang dibebankan
kepada
publik,
sehingga
memungkinkan
pemerintah
menyediakan layanan publik yang
optimal dan sustainable.
Pengaplikasian accrual basis
memberikan
gambaran
kondisi
keuangan secara menyeluruh (full
picture), yang meliputi manajemen
sumber daya (resource management)
dan
manajemen
utang
(liability
management),
dan
menyediakan
indikasi kekuatan fiskal jangka panjang
dalam reformasi manajemen keuangan
dan reformasi manajemen lainnya
(Mellor, 1996).
Penekanan penggunaan accrual
basis juga disyaratkan dalam GASB
(1999) dan diterapkan bersama-sama
dengan asumsi dasar lainnya seperti
going
concern,
consistency
of
presentation,
materiality
and
aggregation
untuk
mewujudkan
comparative information (IFAC, 2000).
Namun demikian, accrual accounting
mempunyai
beberapa
kelemahan
antara lain penilaian dan revaluasi aset
yang didasarkan atas taksiran dan
penggunaan
estimasi
dalam
penghitungan depresiasi (Conn, 1996).
Beberapa
negara
telah
mereformasi akuntansi sektor publik
mereka, terutama perubahan dari cash
basis menjadi accrual basis. New
Zealand merupakan contoh sukses
dalam
menerapkannya.
Namun,
beberapa kasus menunjukkan bahwa
perubahan yang dilakukan tidak
seluruhnya menjamin keberhasilan.
Kasus di Italia menunjukkan bahwa
perubahan tersebut tidak memberikan
kontribusi
signifikan
terhadap
transparansi, efisiensi, dan efektivitas
organisasi. Oleh karena itu, dalam
mereformasi
suatu
sistem
perlu
dilakukan analisis mendalam terhadap
faktor lingkungan, salah satunya adalah

continuum dengan narrow scope pada


satu sisi dan broad scope di sisi lain.
Informasi narrow scope berhubungan
dengan sistem akuntansi tradisional
yang terbatas menyediakan informasi
secara internal, finansial, dan informasi
historis. Informasi broad scope ,
sebaliknya, adalah informasi yang
bersifat eksternal, non-finansial, and
berorientasi ke masa yang akan
datang.
Dimensi
aggregation
menyediakan informasi secara ringkas
sesuai area fungsional, periode waktu
atau
melalui
model
keputusan
(Chenhall dan Morris, 1986). Informasi
aggregation pada tingkat fungsional
memberikan pemakai informasi tentang
hasil keputusan yang dibuat pada
departemen, yang mana penggunaan
model
keputusan
memerlukan
informasi
yang
teragregasi.
Aggregation dengan periode waktu
memungkinkan manajer untuk menilai
hasil keputusan mereka sepanjang
waktu. Sebagai contoh, dari hasil suatu
keputusan untuk memperkenalkan
input baru dapat dievaluasi dari sisi
pengaruhnya terhadap efisiensi bisnis
unit dan kualitas produksi selama suatu
periode waktu.
Berdasarkan
beberapa
pendapat
di
atas,
ada
empat
karateristik sistem informasi akuntansi
yang familiar pada penggunaan di
organisasi profit maupun non profit.
Empat karateristik tersebut dijelaskan
lebih rinci sebagai berikut:
1) Informasi yang cakupannya luas
(broad scope) adalah informasi
yang memperhatikan dimensi
fokus,
time
horizon,
dan
kuantifikasi. Fokus merupakan
informasi yang berasal dari
dalam atau luar organisasi
(seperti faktor-faktor ekonomi,
teknologi dan pasar). Time
horizon
berkaitan
dengan
informasi yang menyangkut
estimasi kejadian di masa yang
akan datang. Sementara itu

faktor
sosiologi
masyarakat
(Yamamoto, 1997).
Menurut UU No. 17 Tahun 2003
tentang Keuangan Negara, pengakuan
dan pengukuran pendapatan dan
belanja berbasis akrual dilaksanakan
selambat-lambatnya
tahun
2008.
Selama pengakuan dan pengukuran
pendapatan dan belanja berbasis
akrual belum dilaksanakan, digunakan
pengakuan dan pengukuran berbasis
kas. Dipertegas dalam PP No. 24
Tahun 2005 tentang Standar Akuntansi
Pemerintahan yang menyatakan bahwa
laporan keuangan untuk tujuan umum
disusun dan disajikan dengan basis kas
untuk pengakuan pos-pos pendapatan,
belanja, transfer, dan pembiayaan,
serta basis akrual untuk pengakuan
pos-pos aset, kewajiban, dan ekuitas
dana.
c. Karakteristik Sistem Informasi
Akuntansi
Sistem
informasi
akuntansi
dikonseptualisasikan di sini sebagai
suatu sistem formal yang didesain
untuk menyediakan informasi kepada
pemakai laporan keuangan. Penelitian
ini meneliti empat dimensi SAM: broad
scope, dan aggregation. Galbraith
(1973) menyatakan salah satu pilihan
organisasi jika ada gap (kesenjangan)
informasi adalah dengan meningkatkan
kapabilitas proses pembuat keputusan
melalui pengenalan sistem informasi
yang lebih canggih.
Sistem
informasi
akuntansi
sebagian besar bisa mengisi gap ini
dengan menyediakan informasi yang
memungkinkan
pemakai
untuk
memahami hubungan input/output lebih
baik
dan
dengan
menurunkan
ketidakpastian mengenai kemungkinan
tercapainya tujuan yang optimal bagi
organisasi. Dimensi scope memiliki tiga
sub-dimensi: fokus, kuantifikasi, dan
horizon waktu (Chenhall dan Morris,
1986; Gordon dan Miller, 1976; Gordon
dan Narayanan, 1984; Gorry dan ScottMorton, 1971; dan Larcker, 1981).
Scope dipandang sebagai suatu

kuantifikasi
merupakan
informasi yang menyangkut
aspek-aspek keuangan dan non
keuangan.
2) Informasi yang tepat waktu
(timeliness) menunjukan pada
rentang waktu antara kebutuhan
informasi dengan tersedianya
informasi yang diinginkan serta
frekuensi pelaporan informasi.
Jadi informasi yang tepat waktu
dalam
penelitian
ini
dikonseptualkan menjadi dua
subdimensi yaitu kecepatan
membuat laporan dan frekuensi
pelaporan. Kecepatan diartikan
sebagai tenggang waktu antara
kebutuhan
akan
informasi
dengan tersedianya informasi,
sedangkan frekuensi diartikan
dengan
seberapa
sering
informasi disediakan untuk para
pemakai
laporan
informasi
akuntansi.
3) Informasi agregasi (agregation)
merupakan ringkasan informasi
menurut fungsi, periode waktu
dan model keputusan. Informasi
menurut fungsi dimaksudkan
untuk menyediakan informasi
yang berkenaan dengan hasil
dari suatu keputusan yang
dibuat oleh unit-unit lain.
Informasi
menurut
periode
waktu adalah informasi yang
memungkinkan pemakai untuk
menilai keputusan mereka dari
waktu ke waktu. Sedangkan
informasi menurut keputusan
adalah
informasi
yang
disediakan
untuk
membuat
keputusan
dengan
menggunakan model analisis
seperti analisis what-if, dan
analisis cost and benefit.
4) Informasi
yang
terintegrasi
(integration) ditunjukan dari
koordinasi antara segmen subunit yang satu dengan yang
lainnya.
Informasi
yang
terintegrasi mencakup aspek

seperti ketentuan target atau


aktivitas yang dihitung dari
proses interaksi antar sub-unit
dalam organisasi. Informasi ini
juga
menunjukan
sifat
transparansi
dari
masingmasing
manajer
mengenai
dampak
suatu
kebijakan
terhadap unit yang lain.
b. Kapasitas Sumber Daya Manusia
Kapasitas
sumber
daya
manusia
adalah
kemampuan
seseorang
atau
individu,
suatu
organisasi (kelembagaan), atau suatu
sistem untuk melaksanakan fungsifungsi atau kewenangannya untuk
mencapai tujuannya secara efektif dan
efisien. Kapasitas harus dilihat sebagai
kemampuan untuk mencapai kinerja,
untuk menghasilkan keluaran-keluaran
(outputs) dan hasil-hasil (outcomes).
Menurut Tjiptoherijanto (2001)
dalam Alimbudiono dan Fidelis (2004),
untuk menilai kapasitas dan kualitas
sumber
daya
manusia
dalam
melaksanakan suatu fungsi, termasuk
akuntansi, dapat dilihat dari level of
responsibility
dan
kompetensi
sumberdaya tersebut. Tanggung jawab
dapat dilihat dari atau tertuang dalam
deskripsi jabatan. Deskripsi jabatan
merupakan dasar untuk melaksanakan
tugas dengan baik. Tanpa adanya
deskripsi
jabatan
yang
jelas,
sumberdaya tersebut tidak dapat
melaksanakan tugasnya dengan baik.
Sedangkan kompetensi dapat dilihat
dari
latar
belakang
pendidikan,
pelatihan-pelatihan yang pernah diikuti,
dan dari keterampilan yang dinyatakan
dalam pelaksanaan tugas.
Kompetensi merupakan suatu
karakteristik dari seseorang yang
memiliki
keterampilan
(skill),
pengetahuan
(knowledge),
dan
kemampuan
(ability)
untuk
melaksanakan
suatu
pekerjaan
(Hevesi, 2005). Menurut beberapa
pakar, kompetensi adalah karakteristik
yang mendasari seseorang mencapai
kinerja yang tinggi dalam pekerjaannya.

Pegawai yang tidak mempunyai


pengetahuan yang cukup akan bekerja
tersendat-sendat
dan
juga
mengakibatkan pemborosan bahan,
waktu, dan tenaga. Menurut Dunnetts
dalam Indriasari dan Nahartyo, (2008),
skill adalah kapasitas yang dibutuhkan
untuk melaksanakan suatu rangkaian
tugas yang berkembang dari hasil
pelatihan dan pengalaman. Menurut
Blanchard dan Thacker (2004) dalam
Indriasari dan Nahartyo, (2008) skill
seseorang tercermin dari seberapa baik
seseorang dalam melaksanakan suatu
kegiatan
yang
spesifik
seperti
mengoperasikan
suatu
peralatan,
berkomunikasi
efektif,
atau
mengimplementasikan suatu strategi
bisnis.

namun pada perkembangannya akan


dapat mengurangi biaya pemrosesan
dengan
tetap
menjaga
volume.
Sedangkan pengolahan data dengan
menggunakan komputer, akan dapat
terus mengurangi biaya-biaya pada
posisi yang paling rendah dibandingkan
dengan metoda pengolahan yang lain.
Dalam hubungannya dengan
sistem informasi akuntansi, komputer
akan meningkatkan kapabilitas sistem.
Ketika komputer dan komponenkomponen yang berhubungan dengan
teknologi informasi diintegrasikan ke
dalam
suatu
sistem
informasi
akuntansi, tidak ada aktivitas umum
yang ditambah atau dikurangi. Sistem
informasi
akuntansi
masih
mengumpulkan,
memproses,
dan
menyimpan
data.
Sistem
masih
memasukkan
pengendalianpengendalian atas keakurasian data.
Sistem juga menghasilkan laporanlaporan dan informasi lainnya. Hanya
saja
pengkomputerisasian
sistem
informasi
akuntansi
seringkali
mengubah karakter aktivitas. Data
mungkin
dikumpulkan
dengan
peralatan khusus. Catatan akuntansi
menggunakan lebih sedikit kertas.
Kebanyakan, jika tidak semuanya,
tahapan-tahapan
pemrosesan
dilakukan secara otomatis. Output lebih
rapi, dalam bentuk yang lebih
bervariasi, dan lebih banyak. Terlebih
lagi, output dapat didistribusikan
kepada orang lain yang terhubung
lewat LAN, yang lebih penting dari
semua
perubahan
ini
adalah
peningkatan dalam hal (Wilkinson et al.,
2000):
1) Pemrosesan transaksi dan data
lainnya lebih cepat,
2) Keakurasian dalam perhitungan
dan pembandingan lebih besar,
3) Kos pemrosesan masing-masing
transaksi lebih rendah,
4) Penyiapan laporan dan output
lainnya lebih tepat waktu,

c. Pemanfaatan Teknologi Informasi


Teknologi informasi meliputi
komputer (mainframe, mini, micro),
perangkat lunak (software), database,
jaringan (internet, intranet), electronic
commerce, dan jenis lainnya yang
berhubungan
dengan
teknologi
(Wilkinson et al., 2000). Teknologi
informasi selain sebagai teknologi
komputer (hardware dan software)
untuk pemrosesan dan penyimpanan
informasi, juga berfungsi sebagai
teknologi komunikasi untuk penyebaran
informasi. Komputer sebagai salah satu
komponen dari teknologi informasi
merupakan
alat
yang
bisa
melipatgandakan kemampuan yang
dimiliki manusia dan komputer juga
bisa mengerjakan sesuatu yang
manusia
mungkin
tidak
mampu
melakukannya.
Tingginya biaya tenaga kerja
manusia yang diperlukan dalam
pemrosesan
data
membuat
pemrosesan secara manual kurang
efektif jika ditinjau dari sisi volume dan
biaya pemrosesan. Pemrosesan secara
manual memiliki biaya yang stabil pada
angka yang cukup tinggi. Sementara
dengan menggunakan mesin, meski
investasi awal lebih besar biayanya,

10

5) Tempat penyimpanan data lebih


ringkas dengan aksesibilitas
lebih tinggi ketika dibutuhkan,
6) Pilihan pemasukan data dan
penyediaan
output
lebih
luas/banyak.
7) Produktivitas lebih tinggi bagi
karyawan dan manager yang
belajar untuk menggunakan
komputer secara efektif dalam
tanggung jawab rutin dan
pembuatan keputusan.
Sedangkan
kelemahannya,
sistem komputer cenderung kurang
fleksibel dan tidak dapat cepat
beradaptasi jika ada perubahan sistem,
perencanaan dan pembuatan sistem
terkomputerisasi memakan waktu lebih
lama, biaya pemasangan instalasi
tinggi, butuh kontrol yang lebih baik,
jika ada bagian hardware yang tidak
bekerja dapat melumpuhkan sistem,
komputer tidak dapat mendeteksi
penyebab kesalahan, hilangnya jejak
audit,
komputer
peka
terhadap
pengaruh lingkungan, data yang
disimpan mudah rusak (Pujonggo,
2004).
d. Pengendalian Internal Akuntansi
Berdasarkan
peraturan
pemerintah (PP) nomor 60 tahun 2008
tentang sistem pengendalian intern
pemerintah
bahwa
sistem
Pengendalian Intern adalah proses
yang integral pada tindakan dan
kegiatan yang dilakukan secara terus
menerus oleh pimpinan dan seluruh
pegawai untuk memberikan keyakinan
memadai atas tercapainya tujuan
organisasi melalui kegiatan yang efektif
dan
efisien,
keandalan
pelaporankeuangan, pengamanan aset
negara,
dan
ketaatan
terhadap
peraturan perundang-undangan.
Sistem Pengendalian Intern
Pemerintah, yang selanjutnya disingkat
SPIP, adalah Sistem Pengendalian
Intern yang diselenggarakan secara
menyeluruh di lingkungan pemerintah
pusat
dan
pemerintah
daerah.
Pemerintah daerah yang dimaksudkan

dalam peraturan ini meliputi pemerintah


daerah kabupaten/kota dan pemerintah
provinsi.
Pengawasan Intern merupakan
seluruh proses kegiatan audit, reviu,
evaluasi, pemantauan, dan kegiatan
pengawasan
lain
terhadap
penyelenggaraan tugas dan fungsi
organisasi dalam rangka memberikan
keyakinan yang memadai bahwa
kegiatan telah dilaksanakan sesuai
dengan tolok ukur
yang telah
ditetapkan secara efektif dan efisien
untuk kepentingan pimpinan dalam
mewujudkan tata kepemerintahan yang
baik.
Dalam
upaya
mendukung
pengawasan intern pemerintah daerah
dilakukan oleh beberapa institusi antara
lain, BPKP (badan pengawas keuangan
dan pembangunan) yang merupakan
aparat pengawasan intern pemerintah
yang bertanggung jawab langsung
kepada
Presiden.
Selanjutnya
Inspektorat Jenderal atau nama lain
yang secara fungsional melaksanakan
pengawasan intern adalah aparat
pengawasan intern pemerintah yang
bertanggung jawab langsung kepada
menteri/pimpinan lembaga. Berikutnya
Inspektorat Provinsi adalah aparat
pengawasan intern pemerintah yang
bertanggung jawab langsung kepada
gubernur. Sementara itu institusi pada
tingkat
kabupaten/kota
adalah
inspektorat
Kabupaten/Kota
yang
merupakan aparat pengawasan intern
pemerintah yang bertanggung jawab
langsung kepada bupati/walikota.
Untuk mencapai pengelolaan
keuangan negara yang efektif, efisien,
transparan,
dan
akuntabel,
menteri/pimpinan lembaga, gubernur,
dan bupati/walikota wajib melakukan
pengendalian atas penyelenggaraan
kegiatan pemerintahan. Pengendalian
atas
penyelenggaraan
kegiatan
pemerintahan tersebut dilaksanakan
dengan berpedoman pada SPIP
sebagaimana diatur dalam Peraturan
Pemerintah ini.

11

Berdasarkan PP. 60 tahun 2008


SPIP bertujuan untuk memberikan
keyakinan
yang
memadai
bagi
tercapainya efektivitas dan efisiensi
pencapaian tujuan penyelenggaraan
pemerintahan
negara,
keandalan
pelaporan keuangan, pengamanan aset
negara,
dan
ketaatan
terhadap
peraturan perundang-undangan. Unsurunsur
pembentuk
SPIP
(sistem
pengendalian intern pemerintah) antara
lain:
a) Lingkungan pengendalian;
Indikator
Lingkungan
pengendalian ini memiliki makna bahwa
pimpinan dan staf instansi pemerintah
wajib menciptakan dan memelihara
lingkungan
pengendalian
yang
menimbulkan perilaku positif dan
kondusif untuk penerapan Sistem
Pengendalian Intern dalam lingkungan
kerjanya, melalui; penegakan integritas
dan nilai etika; komitmen terhadap
kompetensi; dan kepemimpinan yang
kondusif. Penegakan integritas dan nilai
etika dilakukan dengan cara: menyusun
dan menerapkan aturan perilaku;
memberikan
keteladanan;
dan
menegakkan tindakan disiplin.
b) Penilaian risiko;
Indikator Penilaian risiko ini
memiliki makna bahwa pimpinan
Instansi Pemerintah wajib melakukan
penilaian risiko, melalui identifikasi
risiko dan analisis risiko. Penilaian
risiko
oleh
pimpinan
Instansi
Pemerintah dengan cara menetapkan:
tujuan Instansi dan tujuan pada
tingkatan kegiatan
c) Kegiatan pengendalian;
Indikator kegiatan pengendalian
ini memiliki makna bahwa pimpinan
beserta staf Instansi Pemerintah wajib
menyelenggarakan
kegiatan
pengendalian sesuai dengan ukuran,
kompleksitas, dan sifat dari tugas dan
fungsi Instansi Pemerintah yang
bersangkutan. Kegiatan pengendalian
dievaluasi
secara
teratur
untuk
memastikan bahwa kegiatan tersebut

masih sesuai dan berfungsi seperti


yang diharapkan.
d) Informasi dan komunikasi;
Indikator
Informasi
dan
komunikasi ini memiliki makna bahwa
Pimpinan dan staf instansi Pemerintah
wajib mengidentifikasi, mencatat, dan
mengkomunikasikan informasi dalam
bentuk dan waktu yang tepat. Pimpinan
dan staf instansi Pemerintah wajib
menyediakan
dan
memanfaatkan
berbagai
bentuk
dan
sarana
komunikasi.
e) Pemantauan pengendalian
intern.
Indikator
pemantauan
pengendalian intern ini memiliki makna
bahwa Sistem Pengendalian Intern
dilaksanakan
melalui
pemantauanberkelanjutan,
evaluasi
terpisah, dan tindak lanjut rekomendasi
hasil audit dan review lainnya.
III.

KERANGKA KONSEPTUAL
PENELITIAN
a. Kerangka Konseptual
Kerangka konspetual bertujuan
agar penelitian ini dapat terarah secara
sistimatais dalam suatu alur metode
penelitian yang baik, sesuai dengan
rumusan masalah dan tujuan penelitian
yang akan dicapai. Kerangka konsep
penelitian secara komprehensif perlu
dibangun dengan mendasarkan kepada
fakta masalah yang ada, keterkaitan
variabel
secara
teoritis,
kajian
penelitian-penelitian
sebelumnya,
metodologi, metode analisis dan
dengan keselarasan tujuan penelitian
yang ingin dicapai.
Kerangka
konseptual
yang
dibangun
dalam
penelitian
ini
diharapkan dapat menggambarkan
tentang penelitian yang akan dilakukan
penulis secara keseluruhan, yaitu
menganalisis
pengaruh
kapasitas
sumber daya manusia, pengendalian
intern akuntansi dan pemanfaatan
teknologi
infromasi
terhadap
keterandalan
dan
ketepatwaktuan

12

pelaporan keuangan daerah pada


SKPD di
Kota Kendari provinsi
Sulawesi Tenggara.
Kerangka
konsep
dalam
penelitian
ini
mengambarkan
paradigma metode penelitian secara
komprehensif, yang dapat digambarkan
dalam suatu skema kerangka proses
berpikir. Secara umum penelitian ini

menganalisis variabel kapasitas SDM,


Pemanfaatan Teknologi Informasi dan
Pengendalian
intern
Akuntansi
terhadap
Keterandalan
Laporan
Keuangan Pemerintah daerah dan
ketepatwaktuan pelaporan Keuangan
Pemerintah daerah. Untuk lebih
jelasnya dapat dilihat dari model
hipotesis
berikut:

Kapasitas
Sumber Daya
Manusia (X1)

Pengendalian
Intern
Akuntansi (X2)

Ketepatwaktuan (Y2)

Keterandalan
(Y1)

Pemanfaatan
Teknologi
Informasi (X3)

Gambar. Model Hipotesis

b.

Pengembangan Hipotesis
1) Pengaruh kapasitas sumber
daya manusia terhadap
keterandalan dan
ketepatwaktuan Pelaporan
Keuangan Pemerintah
Peraturan Pemerintah (PP)
Nomor
105
Tahun
2000
dan
Kepmendagri Nomor 13 Tahun 2006
telah membawa perubahan besar dan
memberikan pendekatan baru dalam
pengelolaan
keuangan
daerah.
Perubahan yang mendasar dalam PP
Nomor 105 Tahun 2000 adalah terkait

dengan perubahan dalam sistem


penganggaran,
baik
proses
penganggarannya maupun bentuk dan
struktur APBD. Perubahan tersebut
merupakan suatu perubahan yang
bersifat
paradigmatik,
sementara
perubahan
yang
lebih
bersifat
pragmatik dan teknis operasional diatur
dalam Kepmendagri Nomor 13 Tahun
2006,
yaitu
terkait
dengan
penatausahaan keuangan daerah.
Perubahan itu sudah sampai pada
teknik akuntansinya yang meliputi
perubahan dalam pendekatan sistem

13

akuntansi dan prosedur pencatatan,


dokumen dan formulir yang digunakan,
fungsi-fungsi otorisasi untuk tujuan
sistem pengendalian intern, laporan,
serta pengawasan (Forum Dosen
Akuntansi Sektor Publik, 2006).
Perubahan
tersebut
membutuhkan dukungan teknologi dan
sumber daya manusia yang memiliki
latar belakang pendidikan akuntansi
yang memadai. Penelitian mengenai
kesiapan sumber daya manusia
subbagian
akuntansi
pemerintah
daerah dalam kaitannya dengan
pertanggungjawaban keuangan daerah
pernah dilakukan oleh Alimbudiono dan
Fidelis (2004), Dinata (2004), Imelda
(2005)
Temuan empiris dari penelitian
mereka menunjukkan masih minimnya
pegawai berlatar pendidikan akuntansi,
belum jelasnya job description, dan
kurangnya dilaksanakannya pelatihanpelatihan untuk menjamin fungsi
akuntansi berjalan dengan baik pada
Pemerintah
kota.
Palembang.
Walaupun sistem akuntansi yang
dibangun sudah baik tetapi sumber
daya manusianya tidak memiliki
kapasitas untuk melaksanakannya,
maka akan menimbulkan hambatan
dalam pelaksanaan fungsi akuntansi
yang ada dan akhirnya
informasi
akuntansi sebagai produk dari sistem
akuntansi bisa jadi kualitasnya buruk.
Informasi yang dihasilkan menjadi
informasi yang kurang atau tidak
memiliki
nilai,
salah
satunya
keterandalan sebagaimana yang masih
banyak ditemui dalam pelaporan
keuangan pemerintah. Berdasarkan
uraian tersebut penulis menduga
terdapat hubungan positif antara
kapasitas sumber daya manusia
dengan
keterandalan
pelaporan
keuangan pemerintah daerah dan
hubungan tersebut dihipotesiskan:
Hipotesis 1: Kapasitas sumber daya
manusia
berpengaruh
positif
terhadap

keterandalan
keuangan.

pelaporan

Selain
itu,
rendahnya
pemahaman pegawai terhadap tugas
dan fungsinya serta hambatan di dalam
pengolahan data juga dapat berdampak
pada
keterlambatan
penyelesaian
tugas yang harus diselesaikan, salah
satunya adalah penyajian laporan
keuangan. Keterlambatan penyajian
laporan keuangan berarti bahwa
laporan
keuangan
belum/tidak
memenuhi
nilai
informasi
yang
disyaratkan, yaitu ketepatwaktuan.
Berdasarkan uraian tersebut penulis
penulis menduga terdapat hubungan
positif antara kapasitas sumber daya
manusia
dengan
ketepatwaktuan
pelaporan
keuangan
pemerintah
daerah
dan
hubungan
tersebut
dihipotesiskan sebagai berikut:
Hipotesis 2 : Kapasitas sumber daya
manusia berpengaruh
positif
terhadap
ketepatwaktuan
pelaporan keuangan.
2) Pengaruh pemanfaatan
teknologi informasi terhadap
keterandalan dan
ketepatwaktuan pelaporan
keuangan
Perkembangan
teknologi
informasi tidak hanya dimanfaatkan
pada organisasi bisnis tetapi juga pada
organisasi sektor publik, termasuk
pemerintahan.
Dalam
Penjelasan
Peraturan Pemerintah No. 56 Tahun
2005
tentang
Sistem
Informasi
Keuangan Daerah disebutkan bahwa
untuk menindaklanjuti terselenggaranya
proses pembangunan yang sejalan
dengan
prinsip
tata
kelola
pemerintahan
yang
baik
(Good
Governance),
Pemerintah
dan
Pemerintah Daerah berkewajiban untuk
mengembangkan dan memanfaatkan
kemajuan teknologi informasi untuk
meningkatkan kemampuan mengelola
keuangan daerah, dan menyalurkan

14

Informasi Keuangan Daerah kepada


pelayanan publik. Pemerintah perlu
mengoptimalisasi
pemanfaatan
kemajuan teknologi informasi untuk
membangun jaringan sistem informasi
manajemen dan proses kerja yang
memungkinkan pemerintahan bekerja
secara
terpadu
dengan
menyederhanakan akses antar unit
kerja.
Penelitian yang berhubungan
dengan pemanfaatan sistem informasi
dan teknologi informasi pada organisasi
sektor publik sudah pernah dilakukan
oleh Indriasari dan Nahartyo (2008).
Uraian dan temuan empiris mengenai
teknologi
informasi
menunjukkan
bahwa pengolahan data dengan
memanfaatkan teknologi informasi
(komputer
dan
jaringan)
akan
memberikan banyak keunggulan baik
dari sisi keakuratan/ketepatan hasil
operasi maupun predikatnya sebagai
mesin
multiguna,
multiprocessing.
Pemanfaatan teknologi informasi juga
akan mengurangi kesalahan yang
terjadi. Penelitian Donnelly et al. (1994)
menemukan bahwa sistem/teknologi
informasi yang dimiliki pemerintah
daerah di Skotlandia belum begitu baik.
Hal ini boleh jadi dialami juga oleh
pemerintah daerah di Indonesia
sebagaimana dikatakan oleh Wakil
Presiden RI, Jusuf Kalla, dalam gala
dinner
bersama
Guru
Besar
Pemasaran, Philip Kotler di Jakarta.
Beliau mengakui bahwa bangsa
Indonesia
masih
belum
mampu
menggunakan
secara
maksimal
Teknologi Informasi dan Komunikasi
(TIK), walaupun teknologi tersebut telah
tersedia (ANTARA News, 2007).
Berdasarkan uraian tersebut diduga
terdapat hubungan positif antara
pemanfaatan
teknologi
informasi
dengan
keterandalan
pelaporan
keuangan pemerintah daerah sehingga
penulis mengajukan hipotesis sebagai
berikut:
Hipotesis 3 : Pemanfaatan teknologi
informasi berpengaruh

positif
terhadap
keterandalan pelaporan
keuangan.
Selain
keterandalan
hasil
operasi
dan
kemampuan
untuk
mengurangi human error, pemanfaatan
teknologi informasi dalam pengolahan
data diketahui memiliki keunggulan dari
sisi kecepatan. Suatu entitas akuntansi
yang bernama pemerintah daerah,
sudah pasti akan memiliki transaksi
yang kompleks dan besar volumenya.
Pemanfaatan teknologi informasi mesti
akan sangat membantu mempercepat
proses pengolahan data transaksi dan
penyajian
laporan
keuangan
pemerintah sehingga laporan keuangan
tersebut tidak kehilangan nilai informasi
yaitu ketepatwaktuan. Berdasarkan
uraian
tersebut
diduga
terdapat
hubungan positif antara pemanfaatan
teknologi
informasi
dengan
ketepatwaktuan pelaporan keuangan
pemerintah daerah sehingga diajukan
hipotesis:
Hipotesis 4 : Pemanfaatan teknologi
informasi
berpengaruh
positif
terhadap
ketepatwaktuan
pelaporan keuangan.
3) Pengaruh pengendalian intern
akuntansi terhadap keterandalan
pelaporan keuangan
Aktivitas pengendalian yang
berhubungan
dengan
pelaporan
keuangan adalah (1) perancangan
yang memadai dan penggunaan
dokumen-dokumen dan catatan-catatan
bernomor; (2) pemisahan tugas; (3)
otorisasi yang memadai atas transaksitransaksi; (4) pemeriksaan independen
atas kinerja; dan (5) penilaian yang
sesuai/tepat atas jumlah yang dicatat.
Unsur-unsur
pokok
yang
diperlukan
dalam
menciptakan
pengendalian akuntansi yang efektif
antara lain: (a) adanya perlindungan
fisik terhadap harta; (b) pemisahan
fungsi organisasi yaitu pemisahan

15

fungsi organisasi yang saling berkaitan;


(c) adanya jejak audit yang baik; dan
(d) sumber daya manusia yang optimal.
Penyimpangan dan kebocoran
yang masih ditemukan di dalam laporan
keuangan menunjukkan bahwa laporan
keuangan tersebut belum memenuhi
karakteristik/nilai
informasi
yaitu
keterandalan. Bila dikaitkan dengan
penjelasan mengenai pengendalian
intern akuntansi, maka penyebab
ketidakandalan
laporan
keuangan
tersebut merupakan masalah yang
berhubungan dengan pengendalian
intern akuntansi. Berdasarkan uraian
dan temuan empiris tersebut, dapat
diajukan hipotesis sebagai berikut.
Hipotesis 5 : Pengendalian
intern
akuntansi berpengaruh
positif
terhadap
keterandalan pelaporan
keuangan.

Namun
sebaliknya
waktu
pelaporan akan terbengkalai jika proses
penyusunannya mengalami masalah,
masih ada ketidakwajaran dalam
penyajian, yang menyebabkan proses
pemeriksaan ulang harus dilakukan,
menyebabkan
keterlambatan
pelaporan,
kemudian
tidak
dilakukannya
pencatatan
secara
periodik, penyajian bersifat tertutup,
dan belum terujinya laporan keuangan,
ini
merupakan
hal-hal
yang
menghambat
penyajian
laporan
keuangan, sehingga jika keandalan
sudah tercapai maka ketepatwaktuan
pelaporan keuangan pun akan tercapai
secara maksimal.
Dalam hal tertentu, mengejar
keberpautan dan ketepatwaktuan untuk
mencapai
kebermanfaatan
harus
dibarengi
dengan
mengorbankan
kualitas lain yaitu keakuratan/presisi
(accuracy/precision) atau keterandalan.
Jadi terdapat saling korban (trade-off)
antara
ketepatwaktuan
dan
keterandalan/reliabilitas
untuk
mendapatkan kebermanfaatan. Namun,
walaupun berkurangnya reliabilitas
berakibat
berkurangnya
kebermanfaatan, dimungkinkan untuk
mempercepat ketersediaan data secara
aproksimasi
tanpa
mempengaruhi
reliabilitas secara material. Dengan
begitu
ketepatwaktuan
dengan
aproksimasi justru akan meningkatkan
kebermanfaatan secara keseluruhan
(Suwardjono, 2005). Dari uraian di atas
dapat disusun hipotesis sebagai
berikut:
Hipotesis 6 : Keterandalan
pelaporan keuangan
berpengaruh positif
terhadap
ketepatwaktuan
pelaporan keuangan.

4) Pengaruh keterandalan terhadap


ketepatwaktuan pelaporan
keuangan
Beberapa kriteria keandalan
dalam penelitian ini meliputi; (1)
Transaksi serta peristiwa lainnya yang
seharusnya disajikan atau yang secara
wajar dapat diharapkan untuk disajikan
tergambar dengan jujur dalam laporan
keuangan. (2) Andal dalam hal Neraca
disajikan. (3) kehandalan Laporan
realisasi anggaran atau laporan
perhitungan APBD yang disajikan. (3)
Catatan
atas
laporan
keuangan
disajikan. (4) Informasi yang disajikan
dalam laporan keuangan dapat diuji. (5)
Rekonsiliasi dilakukan secara periodik
antara catatan akuntansi dengan
catatan bank atau catatan pihak
eksternal
yang
membutuhkan
konfirmasi
atau
rekonsiliasi.
(6)
Informasi diarahkan pada kebutuhan
umum dan tidak berpihak pada
kebutuhan pihak tertentu. Ketika
bebera[pa kriteria ini terpenuhi maka,
ketepatan waktu pelaporan akan
semakin baik.

16

IV. METODE PENELITIAN


a. Rancangan Penelitian
Dalam penelitian ini metode
yang
digunakan
adalah metode
penelitian survey yang merupakan
penelitian lapangan yang dilakukan
terhadap beberapa anggota sampel
dari suatu populasi tertentu yang
pengumpulan
datanya
dilakukan
dengan
menggunakan
kuesioner
(Sekaran, 2003). Jenis penelitian
adalah deskriptif verifikatif (causal)
yang
bertujuan
untuk
memberi
gambaran (deskripsi) dari variabelvariabel yang diteliti dan untuk
mengetahui hubungan kausalitas antar
variabel melalui suatu pengujian
hipotesis. Data penelitian adalah data
primer yang dikumpulkan dengan
mailed survey method dan direct survey
method.
b. Unit analisis, populasi dan
Sampel
Unit analisis dalam penelitian ini
adalah individu, yakni pegawai negeri
sipil pada SKPD di kota Kendari.
Populasi dalam penelitian ini adalah
bagian
akuntansi/penatausahaan
keuangan pada SKPD di Kota Kendari.
Penyampelan
atas
responden
dilakukan secara purposive sampling.
Purposive sampling digunakan karena
informasi yang akan diambil berasal
dari sumber yang sengaja dipilih
berdasarkan
kriteria
yang
telah
ditetapkan peneliti (Sekaran, 2003).
Kriteria responden dalam penelitian ini
adalah:
a) Para
pegawai
yang
melaksanakan
fungsi
akuntansi/tata usaha keuangan
pada SKPD.
b) Responden dalam penelitian ini
adalah
kepala
dan
staf
subbagian
akuntansi/penatausahaan

keuangan, sehingga tiap SKPD


ditetapkan
secara
cluster
sampling sebanyak 3 orang
yang menjadi responden.
c) Responden ditetapkan pada
kepala bagian, staf pencatatan
keuangan/akuntansi dan staf
pemegang kas SKPD.
Penentuan
kriteria
sampel
didasarkan pada alasan bahwa kepala
bagian
dan
staf
bagian
keuangan/akuntansi merupakan pihak
yang terlibat langsung secara teknis
dalam pencatatan transkasi keuangan
SKPD dan penyusunan pelaporan
keuangan
pemerintah
daerah.
Penentuan jumlah responden masingmasing SKPD ditetapkan 3 (tiga)
responden, hal ini dikarenakan:
a) Maksimal 3 (tiga) responden
pada tiap SKPD, supaya unit
analisis bersifat heterogen dan
persepsi
responden
dapat
menyebar secara merata di
semua SKPD.
b) Penentuan 3 (tiga) responden
pada tiap SKPD karena hanya
akan melihat persepsi kepala
bagian,
bagian
pencatatan/akuntansi
dan
pemegang kas.
c) Penentuan 3 (tiga) responden
pada tiap SKPD didasarkan
pada asumsi bahwa persepsi
kepala
bagian,
bagian
pencatatan/akuntansi
dan
pemegang
kas
yang
mengetahui
secara
pasti
mengenai pelaporan keuangan
pada tiap SKPD.
Berikut ini distribusi sampel
pada tiap SKPD meliputi Kantor
Sekrtariat Daerah, secretariat DPRD,
Badan, Dinas, Kantoe, Rumah Sakit
dan Kecamatan di Kota Kendari.

17

Distribusi Sampel tiap SKPD


No

Unit Kerja

Jumlah
Responden

Sekretariat Daerah

Sekretariat DPRD

Inspektorat Daerah

Bappeda dan Penenaman Modal

Badan Kesatuan Bangsa, Politik, dan Linmas

Badan Kepegawaian Daerah

Badan Pemberdayaan Masyarakat dan Keluarga Berencana

Badan Lingkunag Hidup

Badan Penyelenggaraan Pelayanan Perizinan

10

Badan Pengelolaan Keuangan Daerah

11

Badan Pelaksana Penyuluhan, Pertanian dan Kehutan

12

Dinas Kesehatan

13

Dinas Pekerjaan Umum

14

Dinas Tata Kota dan Perumahan

15

Dinas Perhubungan

16

Dinas Pendapatan dan Pengelolaan Asset Daerah

17

Dinas Pemuda Olahraga, Kebudayaan dan Pariwisata

18

Dinas Kebersihan Kota Kendari

19

Dinas Pendudukan dan Catatan Sipil

20

Dinas Sosial, Tenaga Kerja, dan Transmigrasi

21

Dinas Pertanian dan Kehutanan

22

Dinas Kelautan dan Perikanan

23

Dinas Perindagkop dan UKM

24

Dinas Pendidikan Nasional

25

Kantor Ketahanan Pangan

26

Kantor Pemadam Kebakaran

27

Kantor Arsip, Perpustakaan, dan Dokumentasi

28

Kantor Polisi Pamong Praja

29

Rumah Sakit Abunawas

30

Kecamatan Kambu

31

Kecamatan Poasia

32

Kecamatan Baruga

33

Kecamatan Wua-Wua

34

Kecamatan Kadia

35

Kecamatan Kendari Barat

36

Kecamatan Kendari

37

Kecamatan Mandonga

38

Kecamatan Abeli

3
114

Sumber : Kota Kendari (Data diolah 2010)

18

c.

Definisi Operasional dan


Pengukuran Variabel
Masing-masing variabel diukur
dengan model skala likert lima poin,
yaitu (1) Sangat Tidak Setuju, (2) Tidak
Setuju, (3) Netral, (4) Setuju, dan (5)
Sangat Setuju. Responden diminta
untuk
menyatakan
setuju
atau
ketidaksetujuannya
terhadap
pertanyaan yang diajukan sesuai
dengan
kondisi
mereka
yang
sesungguhnya.
Penelitian
ini
menggunakan 3 (tiga) variabel exsogen
(independent)
yang
terdiri
dari
kapasitas SDM (X1), pengendalian
dan
internal
akuntansi
(X2)
pemanfaatan teknologi informasi (X3)
dan 2 (dua) variabel endogen
(dependent) yaitu keterandalan (Y1)
yang
dan
ketepatwaktuan
(Y2)
dijelaskan secara operasional sebagai
berikut:
1) Kapasitas
Sumber
Daya
Manusia
(X1)
adalah
kemampuan
baik
dalam
tingkatan
individu,
organisasi/kelembagaan,
maupun
sistem
untuk
melaksanakan
fungsi-fungsi
atau kewenangannya untuk
mencapai tujuannya secara
efektif dan efisien. (Laporan
akhir
studi
GTZ
dan
USAID/CLEAN Urban (2001).
Konstruk Kapasitas Sumber
Daya Manusia diukur dengan
indikator:
a) Kapasitas Staf; merupakan
standarisasi kapasitas staf
bagian
keuangan,
baik
dalam hal kualitas maupun
kuantitas.
b) Tupoksi; merupakan uraian
peran dan fungsi yang jelas
bagi seorang staf bagian
keuangan/akuntansi
yang
ditunjang dengan sistem dan
prosedur yang jelas.
c) Pengembangan; merupakan
upaya penguasaan dan

pengembangan
keahlian
staf, baik formal maupun
non-formal.
2) Pengendalian Intern Akuntansi
(X2) adalah proses yang integral
pada tindakan dan kegiatan
yang dilakukan secara terus
menerus oleh pimpinan dan
seluruh
pegawai
untuk
memberikan
keyakinan
memadai
atas
tercapainya
tujuan
organisasi
melalui
kegiatan yang efektif dan
efisien, keandalan pelaporan
keuangan, pengamanan aset
negara, dan ketaatan terhadap
peraturan perundang-undangan
(PP. No. 60 tahun 2008).
Konstruk Pengendalian Intern
Akuntansi
diukur
dengan
indikator formatif:
a) Lingkungan pengendalian;
merupakan upaya untuk
meningkatkan
perilaku
positif dan kondusif untuk
penerapan
Sistem
Pengendalian Intern dalam
lingkungan kerjanya.
b) Penilaian risiko; merupakan
upaya
untuk
mengidentifikasi risiko dan
menganalisis risiko yang
akan terjadi pada organisasi
sektor publik.
c) Kegiatan
pengendalian;
merupakan upaya untuk
melakukan
review
atas
kinerja Instansi Pemerintah
yang
bersangkutan
termasuk
di
dalamnya
adalah pemisahan tugas.
d) Informasi dan komunikasi;
merupakan upaya untuk
mengidentifikasi, mencatat,
dan
mengkomunikasikan
informasi dalam bentuk dan
waktu yang tepat
a) Pemantauan pengendalian
intern; merupakan upaya
pemantauan berkelanjutan,

19

evaluasi terpisah, dan tindak


lanjut rekomendasi hasil
audit dan reviu lainnya.
3) Pemanfaatan
Teknologi
Informasi (X3) adalah Tingkat
integrasi teknologi informasi
pada pelaksanaan tugas-tugas
akuntansi. (Jurnali dan Supomo
(2002)). Konstruk Pemanfaatan
teknologi
Informasi
diukur
dengan indikator:
a) Perangkat;
merupakan
indikator
untuk
menggambarkan
kelengkapan
yang
mendukung terlaksananya
penggunaan
teknologi
informasi, meliputi perangkat
lunak, keras dan sistem
jaringan.
b) Pengelolaan
Data
Keuangan;
merupakan
indikator
untuk
menggambarkan
pemanfaatan
teknologi
informasi untuk pengelolaan
data
keuangan
secara
sistematis dan menyeluruh.
c) Perawatan;
merupakan
indikator
untuk
menggambarkan
adanya
jadwal
pemeliharaan
peralatan secara teratur
terhadap
perangkat
teknologi informasi guna
mendukung
kelancaran
pekerjaan.
4) Keterandalan laporan keuangan
adalah Kemampuan informasi
untuk memberikan keyakinan
bahwa informasi tersebut benar
atau valid. (PP No. 24 Tahun
2005). Konstruk Nilai Informasi
Keterandalan diukur dengan
indikator:
a) Kewajaran;
merupakan
indikator
untuk
menggambarkan
bahwa
transaksi serta peristiwa
lainnya
yang
disajikan

tergambar
dengan
jujur
dalam laporan keuangan.
b) Kelengkapan unsur Laporan
Keuangan;
merupakan
indikator
untuk
menggambarkan
bahwa
unsur-unsur
laporan
keuangan disajikan secara
lengkap
sesuai
dengan
peraturan menteri dalam
negeri.
c) Dapat
diuji;
merupakan
indikator
untuk
menggambarkan
bahwa
informasi yang disajikan
dalam laporan keuangan
dapat diuji kebenarannya,
baikmetodologi
maupun
bukti-bukti transaksi.
d) Generalisasi;
merupakan
indikator
untuk
menggambarkan
bahwa
informasi diarahkan pada
kebutuhan umum dan tidak
berpihak pada kebutuhan
pihak tertentu.
5) Ketepatwaktuan
laporan
keuangan adalah tersedianya
informasi
bagi
pembuat
keputusan pada saat dibutuhkan
sebelum
informasi
tersebut
kehilangan
kekuatan
untuk
mempengaruhi keputusan. (PP
No. 24 Tahun 2005). Konstruk
nilai informasi ketepatwaktuan
diukur dengan indikator:
a) Timelines;
merupakan
indikator
untuk
menggambarkan
bahwa
Informasi yang dibutuhkan
segera
tersedia
ketika
diminta.
b) Sistematis
waktu;
merupakan indikator untuk
menggambarkan
bahwa
laporan-laporan disediakan
secara
sistematis
dan
teratur,
misal:
laporan
harian, laporan mingguan,
laporan bulanan, laporan

20

semester,
dan
laporan
tahunan.
c) Sistematis
unsur;
merupakan indikator untuk
menggambarkan
bahwa
Laporan-laporan
berikut
disampaikan
secara
sistematis dan teratur antara
unsur-unsur
laporan

keuangan, yang meliputi


realisasi anggaran, neraca,
arus kas dan catatan atas
laporan keuangan.
Secara
ringkas
penjelasan
variabl-variabel di atas mengenai
indikator dan skala pengukurannya
dapat dilihat dalam tabel berikut ini.

Operasionalisasi Variabel Penelitian


Variabel
Kapasitas Sumber
Daya Manusia(X1)

Pengendalian Intern
akuntansi (X2)

Pemanfaatan
Teknologi Informasi
(X3)

Keterandalan (Y1)

Ketepatwaktuan (Y2)

Indikator
Indikator Reflektif terdiri dari:
Kapasitas staf (X1.1)
Tupoksi (X1.2)
Pengembangan(X1.3)
Indikator Formatif terdiri dari:
Lingkungan pengendalian (X2.1)
Penilaian risiko (X2.2)
Kegiatan pengendalian (X2.3)
Informasi dan komunikasi (X2.4)
Pemantauan pengendalian intern (X2.5)
Indikator Reflektif terdiri dari:
Perangkat (X3.1)
Pengelolaan Data Keuangan (X3.2)
Perawatan (X3.3)
Indikator Reflektif terdiri dari:
Kewajaran (Y1.1)
Unsur Laporan Keuangan (Y1.2)
Dapat Diuji (Y1.3)
Generalisasi (Y1.4)
Indikator Reflektif terdiri dari:
Timelines (Y2.1)
Sistematis waktu (Y2.2)
Sistematis unsur (Y2.3)

d.

Metode Pengumpulan Data


Jenis data yang digunakan
dalam penelitian ini adalah data primer.
Pengumpulan data akan dilakukan
melalui survai kuesioner yang diantar
dan diambil sendiri oleh peneliti
terhadap
bagian

Skala

Interval
Interval
Interval
Interval
Interval
Interval
Interval
Interval
Interval
Interval
Interval
Interval
Interval
Interval
Interval
Interval
Interval
Interval

akuntansi/penatausahaan
keuangan
pada Satuan Kerja Perangkat Daerah
(SKPD). SKPD ini meliputi dinas,
badan, kantor, dan RSUD.
Peneliti juga melakukan tanya
jawab (wawancara) kepada responden
yang bersedia diwawancarai mengenai

21

kondisi
sumber
daya
manusia,
teknologi informasi, dan pengendalian
intern yang ada di satuan kerja
responden.
Data yang dianalisis merupakan
data yang dikumpulkan melalui survey
kuesioner (data primer), dengan jenis
data adalah data interval, sementara
data yang diperoleh melalui wawancara
tidak dianalisis, tetapi hanya digunakan
sebagai
bahan
pendukung
bagi
kelengkapan pembahasan.
e. Analisis Data
Sesuai variabel-variabel bebas
dalam penelitian ini, maka model
analisa data yang digunakan untuk
membuktikan hipotesis yang diajukan
dalam penelitian ini adalah PLS.
Analisis dengan model ini merupakan
analisis yang bersifat kuantitatif yang
digunakan untuk mengetahui besarnya
pengaruh
kapasitas
SDM,
Pemanfaatan Teknologi Informasi dan
Pengendalian
intern
Akuntansi
terhadap
Keterandalan
Laporan
Keuangan Pemerintah daerah dan
ketepatwaktuan pelaporan Keuangan
Pemerintah daerah.
Adapun
model
persamaan
struktur yang digunakan berdasarkan
pola hubungan variabel bebas dengan
variabel tergantungnya yaitu sebagai
berikut :
Model Persamaan Pengaruh Langsung:
Y1 = 1X1 + 2X2 + 3X3 + e1
Y2 = 4X1 + 5X3 + 6Y1 + e2

a) Kapasitas SDM /SDM (X1)


X1.1 = 1 SDM (X1) + e1
X1.2 = 2 SDM (X1) + e2
X1.3 = 3 SDM (X1) + e3
Keterangan:
X1.1 X1.3 = Indikator
1,, 3 = Loading Factor
e1,, e3 = error term
b) Pengendalian Internal
Akuntansi /PIA (X2)
PIA (X2) = 4X2.1 + 4
PIA (X2) = 5X2.2 + 5
PIA (X2) = 6X2.3 + 6
PIA (X2) = 7X2.4 + 6
PIA (X2) = 8X2.5 + 6
Keterangan:
X2.1 X2.5 = Indikator Formatif
4,, 8 = Loading Factor
4,, 8 = error term
c) Pemanfaatan
Teknologi
Informasi /PTI (X3)
X3.1 = 9 PTI (X3) + e9
X3.2 = 10PTI (X3) + e10
X3.3 = 11PTI (X3) + e11
Keterangan:
X3.1 X3.3 = Indikator
9,, 11 = Loading Factor
e9,, e11 = error term
d) Keterandalan /AND (Y1)
Y1.1 = 12 AND (Y1) + e12
Y1.2 = 13 AND (Y1) + e13
Y1.3 = 14 AND (Y1) + e14
Y1.4 = 15 AND (Y1) + e15

Di mana :
Y1 adalah Keterandalan
Y2 adalah Ketepatwaktuan
X1 adalah Kapasitas SDM
X2 adalah Pengendalian Internal
Akuntansi
X3 adalah Pemanfaatan Teknologi
Informasi
1...6 adalahParameter
Persamaan spesifikasi model
pengukuran untuk menentukan variabel
konstruk dan rangkaian matriks yang
menunjukkan korelasi antar konstruk
atau variabel adalah sebagai berikut:

Keterangan:
Y1.1 Y1.4 = Indikator
12,..., 15 = Loading Factor
e12, e15 = error term
e) Ketapatwaktuan/KTP (Y2)
Y2.1 = 16 KTP (Y2) + e16
Y2.2 = 17 KTP (Y2) + e17
Y2.3 = 18 KTP (Y2) + e18

22

Keterangan:
Y2.1 Y2.4 = Indikator
16,, 18 = Loading Factor
e16,, e18 = error term
V.

a. Tingkat Pengembalian Kuesioner


Untuk mengetahui gambaran
mengenai pengiriman dan tingkat
pengembalian kuesioner (respon rate)
dari responden, dapat dilihat pada
Tabel
berikut
ini:

HASIL DAN PEMBAHASAN

Pengiriman dan Tingkat Pengembalian Kuesioner


No
Keterangan
Kuesioner
1.
Kuesioner yang didistribusikan
114
2.
Kuesioner yang tidak dikembalikan
28
3.
Kuesioner yang kembali
86
4.
Kuesioner yang rusak/tidak lengkap
9
5.
Kuesioner yang diolah
77
Response Rate
6.
67,54%
Sumber: Data Primer Diolah, Tahun 2010
beberapa kriteria untuk menilai outer
model yaitu: convergent validity,
discriminant validity dan composite
reliability. Kedua, menilai inner model
atau structural model, Pengujian inner
model atau model struktural dilakukan
untuk
melihat
hubungan
antara
konstruk, nilai signifikansi dan R-square
dari model penelitian.
Penelitian ini menguji pengaruh
kapasitas sumber daya manusia,
pengendalian intern akuntansi dan
pemanfaatan
teknologi
informasi
terhadap ketepatwaktuan pelaporan
keuangan dimediasi oleh keterandalan
pelaporan keuangan daerah pada
SKPD di Kota Kendari.
Hasil pengujian pertama dengan
PLS ini menghasilkan outer loading
sebagai
berikut:

Jumlah
kuesioner
yang
didistribusikan disesuaikan dengan
jumlah sampel yang ditentukan yaitu
sebanyak 114 orang, tetapi jumlah
sampel
yang
digunakan
dalam
penelitian ini sebanyak 77 sesuai
dengan perhitungan metode sampel
yang digunakan. Sebanyak 28 buah
kuesioner tidak dikembalikan karena
yang bersangkutan ada tugas di luar
daerah dan berbagai alasan lainnya,
sementara itu sebanyak 9 kuesioner
tidak dapat digunakan karena tidak
lengkap dan rusak.
b. Hasil Analisis
Dalam analisis dengan PLS ada 2
hal yang dilakukan, pertama, menilai
outer model atau measurement model
adalah penilaian terhadap reliabilitas
dan validitas variabel penelitian. Ada

23

Gambar. Hasil Outer Model tahap Pertama


Berdasarkan hasil outer loading
di atas beberapa indikator reflektif akan
dikeluarkan dari model karena memiliki
loading kurang dari 0,40 (OL<0,4).
Selanjutnya model akan di-reestimasi
kembali dengan membuang indikator
yang memiliki loading kurang dari 0,40

(Chenhall dan Morris, 1986). Namun


demikian tidak dengan indikator
formatif, walaupun nilai loading faktornya kurang dari 0,4 tidak akan
dihilangkan.
Berikut ini beberapa indikator
yang memiliki loading kurang dari 0,40:

Indikator yang yang memiliki loading kurang dari 0,40


Indikator
Outer
Keterangan
Loading
Pemanfaatan Teknologi Informasi
- X3.2
0,310
<0,4
Keterandalan
- Y1,4
-0,017
<0,4
Sumber: Ouput SmartPLS

24

Setelah dilakukan eliminasi


terhadap indikator yang yang memiliki
loading kurang dari 0,40 (OL<0,4),

maka langkah berikutnya adalah


melakukan reestimasi, terhadap data
yang
baru.

Gambar. Hasil Outer Model tahap kedua setelah eliminasi beberapa indikator
reliabilitas dan validitas variabel
penelitian. Ada beberapa kriteria untuk
menilai outer model yaitu: Discriminant
validity dan composite reliability. Tabel
berikut menunjukkan hasil pengujian
reliabilitas dan validitas untuk masingmasing variabel, Discriminant validity
dari
pengukuran
model
dengan
indikator refleksif dapat dilihat dari
korelasi antar skor indikator dengan
skor konstruknya.

Berdasarkan
hasil estimasi
terakhir yang digambarkan pada model
PLS di atas, maka dapat dibuat hasil
persamaan moderasi sebagai berikut:

Y1 = 0,031X1 + 0,215X2 + 0,266X3 + e1


Y2 = 0,268X1 + 0,169X3 + 0,126Y1 + e2
c. Pengujian Outer Model
(Measurement Model)
Outer Model atau Measurement
Model adalah penilaian terhadap

Hasil Pengujian Reliabilitas dan Validitas


AVE
Nilai Komposit
Reliabelitas
Ketepatwaktuan (Y1)
0,515
0,764
Keterandalan (Y2)
0,528
0,748
Kapasitas SDM (X1)
0,630
0,835
Pengendalian Intern (X2)
Pemanfaatan IT (X3)
0,541
0,671

Variabel

25

R Square
0,592
0,651

Variabel akan dianggap relaible


apabila nilai korelasinya di atas 0,60
(Ghozali, 2006), Hasil pengujian outer
loadings untuk composite reliability
pada
tabel
tersebut
di
atas
menunjukkan bahwa semua loading
factor di atas 0,60 dan dapat
dinyatakan bahwa semua variabel
penelitian reliabel dan memenuhi
kaidah validitas karena seluruh outer
loadings untuk AVE berada di atas 0,30
(Ghozali, 2006).

d. Pengujian Inner Model (Model


Struktural)
Pengujian inner model atau
model struktural dilakukan untuk
melihat hubungan antara konstruk, nilai
signifikansi dan R-square dari model
penelitian, Berikut ini digambarkan nilai
koefisien
jalur
hubungan
antara
konstruk, nilai signifikansi dan R-square
dari model penelitian.
.

Nilai R-square, regresion weight hubungan antara konstruk, dan nilai signifikansi
statistik (t_statsitic)
Koefisien
Deviasi
Statistik T
Hubungan
R Square
Jalur
Standar
Kauslitas Variabel
(R2)
X1 Y1
0,592
0,031
0,153
0,2026
X2 Y1
0,592
0,215*)
0,102
2,1078
X3 Y1
0,592
0,266*)
0,113
2,3540
X1 Y2
0,651
0,268*)
0,114
2,3509
X3 Y2
0,651
0,169*)
0,051
3,3137
Y1 Y2
0,651
0,126
0,172
0,7326
Sumber: Output SmartPLS
Ket: *) Singinifikan pada 5%
Berdasarkan hasil analisis di
atas diperoleh nilai R-square (R2) untuk
variabel endogen keterandalan sebesar
0,592. Berdasarkan nilai R-square
sebesar 0,592 dapat diinterpretasikan
bahwa kapasitas SDM, Pengendalian
Intern Akuntansi dan Pemanfaatan
Teknologi Informasi dapat menjelaskan
varian dari perubahan keterandalan
pelaporan keuangan sebesar 59,2
persen, sedangkan sisanya sebesar
(100%-59,2%) 40,8 persen dipengaruhi
oleh variabel lain yang tidak dimasukan
dalam model penelitian ini.
Nilai R-square (R2) untuk
variabel
endogen
ketepatwaktuan
sebesar 0,651. Berdasarkan nilai Rsquare
sebesar
0,651
dapat
diinterpretasikan
bahwa
kapasitas
SDM,
Pemanfaatan
Teknologi
Informasi dan keterandalan dapat
menjelaskan varian dari perubahan
keteapwaktuan pelaporan keuangan

sebesar 65,1 persen, sedangkan


sisanya sebesar (100% 65,1%) 34,9
persen dipengaruhi oleh variabel lain
yang tidak dimasukan dalam model
penelitian ini.
Sementara itu untuk menguji
kelayakan model digunakan Koefisien
Q-square
determinasi
total
(Q2),
mengukur seberapa baik nilai observasi
dihasilkan oleh model dan juga estimasi
parameternya (Ghozali, 2006:26). Nilai
, Q-square lebih besar dari pada nol (0)
menunjukkan bahwa model mempunyai
nilai memiliki predictive relevance,
sedangkan Q-square kurang dari nol (0)
menunjukkan bahwa model kurang
memiliki predictive relevance. Untuk
menentukan nilai Q-square digunakan
formula sebagai berikut:
2

Q 2 = 1 ( 1 R1 ) * ( 1 R2 )

26

Perhitungan Q-square dengan


mengunakan data R-square yang ada
pada dua model di atas dapat dilakukan
sebagai berikut:

variabel-variabel exogen (termasuk


keterandalan
sebagai
intervening)
terhadap
variabel
endogen
(ketepatwaktuan) sebesar 62,3 persen,
model yang telah dibangun mempunyai
nilai memiliki predictive relevance atau
tingkat prediksi yang cukup akurat.
e. Pengujian Hipotesis dan
Pembahasan
Pengujian hipotesis dalam PLS
didasarkan pada perbandingan antara
nilai t-statistik dengan nilai 1,960. Hasil
analisis PLS dengan dua variabel
endogen
keterandalan
dan
ketepatwaktuan dijeaslkan dalam tabel
berikut:

Q 2 = 1 ( 1 0,592 ) * ( 1 0,651)
Q 2 = 1 (0,638) * (0,591)
Q 2 = 0,623
Berdasarkan perhitungan Qsquare (Q2) diperoleh nilai Q-square
sebesar 0,623. Angka tersebut dapat
diinterpretasikan
bahwa
model
penelitian dapat menjelaskan 62,3
persen informasi yang terkandung
dalam data atau kontribusi pengaruh

Nilai koefisien jalur hubungan antara konstruk, nilai signifikansi statistik (t_statsitic) dan
Penjelasan hasil uji hipotesis
Hubungan
Koefisien
Statistik T
Keterangan
Kauslitas Variabel
Jalur
X1 Y1
Hipotesis tidak didukung
0,031
0,2026
X2 Y1
0,215*)
2,1078
Hipotesis didukung
X3 Y1
Hipotesis didukung
0,266*)
2,3540
X1 Y2
0,268*)
2,3509
Hipotesis didukung
X3 Y2
Hipotesis didukung
0,169*)
3,3137
Y1 Y2
0,126
0,7326
Hipotesis tidak didukung
Sumber: Output SmartPLS
Berdasarkan hasil analisis di
atas, dari enam hipotesis dua
diantaranya
tidak
berpengaruh,
sementara
sisanya
berpengaruh.
Berikut ini dijelaskan hasil pengujian
hipotesis semua hubungan kausalitas.
1) Pengaruh
Kapasitas
SDM
terhadap Keterandalan
Hipotesis pertama menyatakan
bahwa
Kapasitas
sumber
daya
manusia berpengaruh positif terhadap
keterandalan pelaporan keuangan.
Hasil analisis PLS menghasilkan
koefisien jalur sebesar 0,031 dengan
nilai t-statistik sebesar 0,202. Temuan
ini mengindikasikan tidak ada pengaruh
antara kapasitas sumber daya manusia
terhadap
keterandalan
pelaporan
keuangan, yang ditandai dengan nilai t-

statistik lebih kecil dari 1,960. Temuan


ini tidak mendukung hipotesis 1 (H1).
Temuan ini sejalan dengan
penelitian Alimbudiono dan Fidelis
(2004), Dinata (2004), Imelda (2005).
Temuan empiris dari penelitian mereka
menunjukkan masih minimnya pegawai
berlatar pendidikan akuntansi, belum
jelasnya job description, dan kurang
dilaksanakannya
pelatihan-pelatihan
untuk menjamin fungsi akuntansi
berjalan dengan baik pada Pemerintah
Kota Palembang. Walaupun sistem
akuntansi yang dibangun sudah baik
tetapi sumber daya manusianya tidak
memiliki
kapasitas
untuk
melaksanakannya,
maka
akan
menimbulkan
hambatan
dalam
pelaksanaan fungsi akuntansi yang ada
dan akhirnya
informasi akuntansi

27

sebagai produk dari sistem akuntansi


bisa jadi kualitasnya buruk. Informasi
yang dihasilkan menjadi informasi yang
kurang atau tidak memiliki nilai, salah
satunya keterandalan sebagaimana
yang masih banyak ditemui dalam
pelaporan keuangan pemerintah.
Ketidaksignifikanan ini mungkin
disebabkan kondisi kapasitas sumber
daya
manusia
di
subbagian
akuntansi/tata usaha keuangan yang
belum mendukung. Dari hasil observasi
pada saat pengambilan kuesioner
diperoleh informasi bahwa sumber
daya
manusia
di
subbagian
akuntansi/tata usaha keuangan yang
ada di Kota Kendari diakui masih
sangat kurang dari sisi jumlah maupun
kualifikasinya.
Dari
sisi
jumlah,
beberapa satuan kerja yang ada hanya
memiliki satu pegawai akuntansi, yaitu
the one and only kepala subbagian
akuntansi/tata usaha keuangan. Dari
sisi kualifikasi, sebagian besar pegawai
subbagian
akuntansi/tata
usaha
keuangan tidak memiliki latar belakang
pendidikan akuntansi dan hal ini terlihat
dari data demografi responden.
Uraian
tugas
dan
fungsi
subbagian
akuntansi/tata
usaha
keuangan yang ada juga masih terlalu
umum (belum terspesifikasi dengan
jelas). Padahal fungsi dan proses
akuntansi hanya dapat dilaksanakan
oleh
pegawai
yang
memiliki
pengetahuan di bidang ilmu akuntansi.
Namun secara praktik di lapangan
kondisinya berbeda. Karena masih
sangat sedikit jumlah akuntan atau
pegawai yang berpendidikan tinggi
akuntansi,
sementara
peraturan
perundang-undangan telah mewajibkan
setiap
satuan
kerja
untuk
menyelenggarakan
akuntansi
dan
menyusun laporan keuangan, maka
pegawai yang ada yang diberdayakan.
Kelemahan yang ada diimbangi dengan
mengikutsertakan
pegawai
dalam
pelatihan-pelatihan yang berhubungan
dengan akuntansi dan pengelolaan
keuangan daerah.

2) Pengaruh
Kapasitas
SDM
terhadap Ketepatwaktuan
Hipotesis kedua menyatakan
bahwa
Kapasitas
sumber
daya
manusia berpengaruh positif terhadap
ketepatwaktuan pelaporan keuangan.
Hasil analisis PLS menghasilkan
koefisien jalur sebesar 0,268 dengan
nilai t-statistik sebesar 2,351. Temuan
ini mengindikasikan ada pengaruh
antara kapasitas sumber daya manusia
dengan ketepatwaktuan pelaporan
keuangan yang ditandai dengan nilai tstatistik lebih besar dari 1,960.
Penelitian ini mendukung hipotesis 2
(H2).
Temuan ini sejalan dengan
penelitian Marschke (2003) yang
menyatakan
bahwa
rendahnya
pemahaman pegawai terhadap tugas
dan fungsinya serta hambatan di dalam
pengolahan data juga dapat berdampak
pada keterlambatan penyelesaian,
pada sisi lain tinggi pemahaman dan
keahlian SDM berdampak terhadap
ketepatwaktuan penyelesaian tugas.
Logika dari temuan ini adalah
ketika seseorang memiliki kapasitas
yang dibutuhkan untuk melaksanakan
suatu pekerjaan atau tugas yang
menjadi tanggung jawabnya maka ia
akan
menyelesaikan
pekerjaan/tugasnya dengan baik dan
lebih cepat. Namun satu hal yang perlu
dipertanyakan dari temuan ini adalah
mengenai
perbedaan
signifikansi
antara pengaruh variabel kapasitas
sumber daya manusia terhadap
keterandalan dan ketepatwaktuan.
Boleh jadi temuan ini memberikan
dukungan mengenai saling korban
(trade-off) antara ketepatwaktuan dan
keterandalan
untuk
mendapatkan
kebermanfaatan
sebagaimana
dijelaskan dalam bab II. Dengan kata
lain,
ketepatwaktuan
dengan
aproksimasi/taksiran
justru
akan
meningkatkan kebermanfaatan secara
keseluruhan (Suwardjono, 2005).
3) Pengaruh pemanfaatan Teknologi
Informasi terhadap Keterandalan

28

Hipotesis ketiga menyatakan


bahwa pemanfaatan teknologi informasi
berpengaruh
positif
terhadap
keterandalan pelaporan keuangan.
Hasil analisis PLS menghasilkan
koefisien jalur sebesar 0,266 dengan
nilai t-statistik sebesar 2,354. Temuan
ini mengindikasikan ada pengaruh
antara pemanfaatan teknologi informasi
dengan
keterandalan
pelaporan
keuangan yang ditandai dengan nilai tstatistik lebih besar dari 1,960. Temuan
ini mendukung hipotesis 3 (H3).
Temuan ini sejalan dengan
penelitian Donnelly et al. (1994) yang
menyatakan bahwa pemanfaatkan
teknologi informasi (komputer dan
jaringan) akan memberikan banyak
keunggulan
baik
dari
sisi
keakuratan/ketepatan hasil operasi.
Pemanfaatan teknologi informasi juga
akan mengurangi kesalahan yang
terjadi. Penelitian Donnelly et al. (1994)
menemukan bahwa sistem/teknologi
informasi yang dimiliki pemerintah
daerah di Skotlandia belum begitu baik,
yang berakibat terhadap kurang
baiknya kualitas hasil pekerjaan.
Temuan ini mendukung literaturliteratur yang berkaitan dengan manfaat
dari suatu teknologi informasi dalam
suatu organisasi, termasuk pemerintah
daerah yang harus mengelola APBD
dimana volume transaksinya dari tahun
ke tahun menunjukkan peningkatan
dan semakin kompleks. Pemanfaatan
teknologi informasi yang meliputi
teknologi komputer dan teknologi
komunikasi
dalam
pengelolaan
keuangan daerah akan meningkatkan
pemrosesan transaksi dan data lainnya,
keakurasian dalam perhitungan, serta
penyiapan laporan dan output lainnya
lebih tepat waktu.
4) Pengaruh pemanfaatan teknologi
informasi
terhadap
ketepatwaktuan
Hipotesis keempat menyatakan
bahwa pemanfaatan teknologi informasi
berpengaruh
positif
terhadap
ketepatwaktuan pelaporan keuangan.

Hasil analisis PLS menghasilkan


koefisien jalur sebesar 0,169 dengan
nilai t-statistik sebesar 3,317. Temuan
ini mengindikasikan ada pengaruh
antara pemanfaatan teknologi informasi
dengan ketepatwaktuan pelaporan
keuangan yang ditandai dengan nilai tstatistik lebih besar dari 1,960. Temuan
ini mendukung hipotesis 4 (H4).
Temuan ini sejalan dengan
Jones dan Pendlebury (1996) yang
memberikan
rekomendasi
agar
pengelolaan pencatatan dan pelaporan
keuangan
pemerintah
sudah
seharusnya
menggunakan
sistem
komputer yang terintegrasi, agar
terpenuhinya
ketepatwaktuan
penyampaian pelaporan keuangan. Hal
ini menggambarkan betapa sangat
membantunya tekhnologi informasi
dalam kecepatan pencapaian tujuan.
Pemanfaatan
teknologi
informasi dalam pengolahan data
diketahui memiliki keunggulan dari sisi
kecepatan. Suatu entitas akuntansi
yang bernama pemerintah daerah,
sudah pasti akan memiliki transaksi
yang kompleks dan besar volumenya.
Pemanfaatan teknologi informasi mesti
akan sangat membantu mempercepat
proses pengolahan data transaksi dan
penyajian
laporan
keuangan
pemerintah sehingga laporan keuangan
tersebut tidak kehilangan nilai informasi
yaitu ketepatwaktuan.
5) Pengaruh pengendalian intern
akuntansi terhadap keterandalan
Hipotesis kelima menyatakan
bahwa pengendalian intern akuntansi
berpengaruh
positif
terhadap
keterandalan pelaporan keuangan.
Hasil analisis PLS menghasilkan
koefisien jalur sebesar 0,215 dengan
nilai t-statistik sebesar 2,1078. Temuan
ini mengindikasikan ada pengaruh
antara pengendalian intern akuntansi
dengan
keterandalan
pelaporan
keuangan yang ditandai dengan nilai tstatistik lebih besar dari 1,960. Temuan
ini mendukung hipotesis 5 (H5).

29

Temuan ini sejalan dengan


penelitian Indriasari dan Nahartyo
(2008) yang menyatakan bahwa
pengendalian
intern
akuntansi
berpengaruh positif signifikan terhadap
keterandalan
pelaporan
keuangan
pemerintah daerah di Kota Palembang
dan Kabupaten Ogan Ilir.
Temuan ini juga mendukung
berbagai literatur yang menjelaskan
tentang tujuan dari pengendalian intern
akuntansi yaitu memberikan keyakinan
yang memadai mengenai pencapaian
tujuan
pemerintah
daerah
yang
tercermin dari keterandalan laporan
keuangan.
Peraturan pemerintah
(PP)
nomor 60 tahun 2008 tentang sistem
pengendalian intern pemerintah bahwa
sistem Pengendalian Intern merupakan
proses yang integral pada tindakan dan
kegiatan yang dilakukan secara terus
menerus oleh pimpinan dan seluruh
pegawai untuk memberikan keyakinan
memadai atas tercapainya tujuan
organisasi melalui kegiatan yang efektif
dan efisien, keandalan pelaporan
keuangan, pengamanan aset negara,
dan ketaatan terhadap peraturan
perundang-undangan.
Kegiatan
pengendalian
ini
tentunya menjamin semua pencatatan
akuntansi dan keuangan pemerintah
telah sesuai dengan prosedur dan
peraturan yang berlaku, sehingga
tujuan keterandalan suatu laporan
keuangan
akan
tercapai.
Penyimpangan dan kebocoran yang
masih ditemukan di dalam laporan
keuangan menunjukkan bahwa laporan
keuangan tersebut belum memenuhi
karakteristik/nilai
informasi
yaitu
keterandalan. Bila dikaitkan dengan
penjelasan mengenai pengendalian
intern akuntansi, maka penyebab
ketidakandalan
laporan
keuangan
tersebut merupakan masalah yang
berhubungan dengan pengendalian
intern akuntansi (Suwarjono, 2005)
6) Pengaruh Keterandalan terhadap
ketepatwaktuan

Hipotesis keenam menyatakan


bahwa
keterandalan
pelaporan
keuangan berpengaruh positif terhadap
ketepatwaktuan pelaporan keuangan.
Hasil analisis PLS menghasilkan
koefisien jalur sebesar 0,126 dengan
nilai t-statistik sebesar 0,7326. Temuan
ini mengindikasikan tidak ada pengaruh
antara
keterandalan
pelaporan
keuangan ketepatwaktuan pelaporan
keuangan, yang ditandai dengan nilai tstatistik lebih kecil dari 1,960. Temuan
ini tidak mendukung hipotesis 6 (H6).
Secara statistik hasil ini tidak
berpengaruh. Hal ini berarti bahwa
ketika beberapa kriteria keterandalan
terpenuhi maka, ketepatan waktu
pelaporan akan semakin baik. Namun
sebaliknya waktu pelaporan akan
terbengkalai
jika
proses
penyusunannya mengalami masalah,
masih ada ketidakwajaran dalam
penyajian, yang menyebabkan proses
pemeriksaan ulang harus dilakukan,
menyebabkan
keterlambatan
pelaporan,
kemudian
tidak
dilakukannya
pencatatan
secara
periodik, penyajian bersifat tertutup,
dan belum terujinya laporan keuangan,
ini
merupakan
hal-hal
yang
menghambat
penyajian
laporan
keuangan, sehingga jika keandalan
sudah tercapai maka ketepatwaktuan
pelaporan keuangan pun akan tercapai
secara maksimal.
Hasil tidak signifikan tersebut
dapat disebabkan beberapa hal antara
lain sebagai berikut:
a) Dalam hal tertentu, mengejar
keberpautan
dan
ketepatwaktuan untuk mencapai
kebermanfaatan harus dibarengi
dengan mengorbankan kualitas
lain yaitu keakuratan/presisi
(accuracy/precision)
atau
keterandalan. Jadi terdapat
saling korban (trade-off) antara
ketepatwaktuan
dan
keterandalan/reliabilitas untuk
mendapatkan kebermanfaatan.

30

b) Untuk memenuhi sebuah kriteria


penyajian pelaporan keuangan
yang andal, diperlukan berbagai
upaya baik yang bersifat
material maupun non material,
yang mengakibatkan waktu
yang
diperlukan
untuk
mempersiapkan sebuah sistem
pelaporan
keuangan
akan
semakin lama, sehingga upaya
untuk mencapai keterandalan
malah akan memperlama waktu
pelaporan keuangan.
c) Berkurangnya
reliabilitas
berakibat
berkurangnya

Hipotesis
H1
H2
H3
H4
H5
H6

kebermanfaatan, dimungkinkan
untuk mempersulit ketersediaan
data secara aproksimasi yang
mempengaruhi waktu pelaporan
keuangan.
Dengan
begitu
ketepatwaktuan
dengan
aproksimasi justru semakin
lama.
Berikut ini ringkasan hasil
pengujian hipotesis dari hipotesis 1
sampai
hipotesis
6,
termasuk
didalamnya
koefisien
jalur,
nilai
statistik, arah hasil temuan dan
keterangan pendukungan atau tidak
terhadap hasil penelitian.

Ikhtisar Hasil Pengujian Hipotesis


Hubungan
Koefisien Statistik T
Arah
X1  Y1
0,031
0,203
Positif
X1  Y2
0,268
2,351
Positif
X3  Y1
0,266
2,354
Positif
X3  Y2
0,169
3,318
Positif
X2  Y1
0,215
2,108
Positif
Y1  Y2
0,126
0,733
Positif

VI. PENUTUP
a. Simpulan
Dari hasil analisis dan pengujian
hipotesis dengan menggunakan partial
least square disimpulkan bahwa:
1) Hasil analisis menunjukkan
bahwa kapasitas SDM tidak
berpengaruh
terhadap
keterandalan,
namun
pengendalian intern akuntansi
dan pemanfaatan teknologi
informasi
berpengaruh
terhadap
keterandalan
pelaporan keuangan.
2) Keterandalan
pelaporan
keuangan tidak berpengaruh
terhadap
ketepatwaktuan
pelaporan
keuangan,
sementara kapasitas SDM
dan pemanfaatan teknologi
informasi
berpengaruh
terhadap
ketepatwaktuan
pelaporan keuangan.

Keterangan
Tidak didukung
Didukung
Didukung
Didukung
Didukung
Tidak didukung

3) Kapasitas SDM berpengaruh


terhadap keterandalan bisa
disebabkan
memang
karateristik SDM di Kota
Kendari
masih
memiliki
kapasitas yang rendah dan
taraf pendidikan yang masih
relatif
rendah
khususnya
dalam bidang akuntansi.
4) Keterandalan
pelaporan
keuangan tidak berpengaruh
terhadap ketepatwaktuan bisa
disebabkan oleh upaya untuk
memenuhi sebuah kriteria
penyajian
pelaporan
keuangan
yang
andal,
diperlukan berbagai upaya
baik yang bersifat material
maupun non material, yang
mengakibatkan waktu yang
diperlukan
untuk
mempersiapkan
sebuah
sistem pelaporan keuangan

31

yang andal akan semakin


lama.
b. Implikasi Penelitian
Kontribusi
praktis,
hasil
penelitian ini memberikan bukti baru
bahwa
keterandalan
pelaporan
keuangan
pemerintah
daerah
dipengaruhi
oleh
pemanfaatan
teknologi informasi dan pengendalian
intern
akuntansi.
Sedangkan
ketepatwaktuan pelaporan keuangan
pemerintah daerah dipengaruhi oleh
kapasitas sumber daya manusia dan
pemanfaatan teknologi informasi. Hasil
ini diharapkan bisa dijadikan dasar atau
acuan bagi pihak-pihak yang terkait
dengan pengelolaan keuangan daerah.
Dengan
memperhatikan
dan
meningkatkan kapasitas sumber daya
manusia yang dimiliki baik pada
tingkatan
sistem,
kelembagaan,
maupun individu, didukung dengan
pemanfaatan
teknologi
informasi
seoptimal mungkin, dan adanya
rancangan
pengendalian
intern
akuntansi yang memadai diharapkan
pihak pengelola keuangan daerah
khususnya bagian akuntansi mampu
melaksanakan tugas dan fungsi
akuntansi dengan baik yang akhirnya
bermuara pada dihasilkannya laporan
keuangan pemerintah daerah yang
andal dan tepat waktu.
Kontribusi teoritis adalah bahwa
temuan dalam penelitian ini dapat
dijadikan acuan untuk penelitian
selanjutnya,
misalnya
dua
nilai
informasi lain yang belum diteliti yaitu
dapat
dibandingkan
dan
dapat
dipahami. Kemudian kemungkinan
untuk
bias
menambah
variabel
predictor maupun variabel intervening.
c. Keterbatasan
Berdasarkan verifikasi sampel
dan hasil pengujian terhadap hipotesis,
maka beberapa keterbatasan atau
faktor-faktor
yang
tidak
dapat
diantisipasi dalam penelitian ini adalah
sebagai berikut:
1) Penelitian ini dilakukan hanya di
wilayah
Propinsi
Sulawesi

Tenggara, yaitu Kota Kendari


sehingga hasil penelitian belum
dapat digeneralisir ke semua
objek. Dengan kata lain validitas
eksternal dari hasil penelitian ini
masih rendah.
2) Instrumen
dan
daftar
pertanyaan yang digunakan
dalam penelitian ini sebagian
besar dikembangkan sendiri
oleh
peneliti,
selebihnya
mengadopsi dari
peraturan
pemerintah dan undang-undang
yang
mengatur
tentang
keterandalan, ketepatwaktuan
dan
pengendalian
intern
akunatnsi. Peneliti berusaha
menyesuaikan dengan kondisi
yang ada dan telah melakukan
beberapa kali perbaikan.
3) Kurangnya pemahaman dari
responden
terhadap
pertanyaan-pertanyaan dalam
kuisioner serta sikap kepedulian
dan
keseriusan
dalam
menjawab semua pertanyaanpertanyaan yang ada. Masalah
subjektivitas dari responden
dapat
mengakibatkan
hasil
penelitian ini rentan terhadap
biasnya jawaban responden.
d. Saran
Berdasarkan hasil penelitian
dan keterbatasan penelitian yang telah
diuarikan di atas, maka dapat
disampaikan beberapa saran sebagai
berikut:
1) Kapasitas SDM merupakan
salah satu unsur yang lemah
pada pengelola keuangan di
SKPD pemerintah Kota Kendari,
disarankan kepada pemerintah
daerah untuk meningkatkan
jumlah
pegawai
pengelola
keuangan yang memiliki latar
belakang akuntansi maupun
pendidikan teknologi informasi.
2) Keterandalan
tidak
berpengaruh, artinya walaupun
suatu
pelaporan
keuangan
andal, namun belum mampu

32

mencapai
ketepatwaktuan
pelaporan, untuk itu disarankan
kepada pemerintah
dearah
untuk
membangun
sistem
pencatatan pelaporan keuangan
yang
terintegrasi
dengan
teknologi informasi, sehingga
proses penyusunan pelaporan
keuangan tidak lagi mamakan
waktu yang lama.
3) Kepada peneliti berikutnya agar
memperbaiki terlebih dahulu
kuesioner
yang
digunakan
dalam
penelitian ini atau
menggunakan kuesioner yang
tingkat
validitas
dan
reliabilitasnya lebih tinggi.

Chenhall, RH. dan Morris, D. 1986. The


Impact
of
Structure,
Environment,
and
Interdependence on Perceived
Usefulness of Management
Accounting
Systems.
The
Accounting Review, Vol.61,
pp.16-35.
Cooper, Donald R. dan Pamela S.
Schindler.
2003.
Business
Research Method. Eight Edition.
Mc Graw Hill
Dinata, Anton Mulhar. 2004. Tinjauan
Atas Kesiapan SDM pada
Instansi
Pemerintah
Kota
Palembang dalam Penerapan
Akuntansi
Daerah
Menuju
Terciptanya Good Governance
di Era Otonomi Daerah. Skripsi,
Universitas Sriwijaya, Indralaya.
Donnelly, Mike, John F. Dalrymple, dan
Ivan P. Hollingsworth. 1994.
The Use and Development of
Information
Systems
and
Technology in Scottish Local
Government.
International
Journal
of
Public
Sector
Management. Vol. 7 No. 3.
Hal.4-15.
Forum Dosen Akuntansi Sektor Publik.
2006.
Standar
Akuntansi
Pemerintahan: Telaah Kritis PP
Nomor 24 Tahun 2004. BPFE,
Yogyakarta.
Ghozali, Imam. 2005. Aplikasi Analisis
Multivariate dengan Program
SPSS. Edisi 3. Badan Penerbit
Universitas
Diponegoro,
Semarang.
Governmental Accounting Standards
Boards
(GASB).
1999.
Concepts Statement No. 1:
Objectives
of
Financial
Reporting
in
Governmental
Accounting Standards Boards
Series Statement No. 34: Basic
Financial
Statement
and
Management Discussion and
Analysis for State and Local
Government. Norwalk.

DAFTAR PUSTAKA
Algifari, 2000, Analisis Regresi Teori,
Kasus dan Solusi, BPFE,
Yogyakarta.
Alimbudiono, Ria Sandra dan Fidelis
Arastyo
Andono.
2004.
Kesiapan
Sumber
Daya
Manusia Sub Bagian Akuntansi
Pemerintah Daerah XYZ dan
Kaitannya
Dengan
Pertanggungjawaban Keuangan
Daerah Kepada Masyarakat:
Renungan
Bagi
Akuntan
Pendidik. Jurnal Akuntansi dan
Keuangan Sektor Publik. Vol. 05
No. 02. Hal. 18-30.
Auditor-Controller County of Yoo
Department. Februari, 2005.
Internal Control Questionnaire.
Badan Pemeriksa Keuangan RI. 2006.
Konsep Standar Pemeriksaan
Keuangan Negara. Publikasi
BPK, Jakarta
Brignall, Stan dan Sven Modell. 2000.
An institutional perspective on
performance measurement and
management in the new public
sector,
Management
Accounting Research, 2000, 11,
281306.

33

Gujarati, Damodar N. 2003. Basic


Econometrics. McGraw-Hill, Inc.
New York.
Hair, J.F., Black, William C. Babin,
Barry J. Anderson, Rolph E.
Tatham, dan Ronald L. 2006.
Multivariate Data Analysis. Sixth
Edition. Upper Saddle River,
Prentice Hall International, Inc.
Hartono, J dan Abdillah, W. 2009.
Konsep dan Aplikasi PLS untuk
penelitian
Empiris,
BPFE,
Yogyakarta.
Heald, David, 2008. Whole of
Government
Accounts
Developments in the United
Kingdom: Conceptual, Technical
and Timetable Issues, Working
Paper, presented at the Siena
Whole
of
Government
Accounting
conference,
31
August to 2 September 2008.
Henley, D., A. Likierman, J. Perrin, M.
Evans, I. Lapsley, dan J.
Whiteoak. 1992. Public Sector
Accounting
and
Financial
Control.
Fourth
Edition.
Chapman dan Hall.
Hevesi, G. Alan. 2005. Standards for
Internal Control in New York
State
Government.
www.osc.state.ny.us.
Akses
tanggal 26 Desember 2009.
Imelda. 2005. Pengaruh Penerapan
Sistem Informasi Akuntansi
Keuangan Daerah (SIAKD)
Terhadap
Pengelolaan
Keuangan
Daerah
pada
Pemerintah Provinsi Sumatera
Selatan. Skripsi, Universitas
Sriwijaya, Indralaya.
Indriasari,
Desi
dan
Ertambang
Nahartyo,
2008,
Pengaruh
Kapasitas
Sumberdaya
Manusia,
Pemanfaatan
Teknologi
Informasi,
Dan
Pengendalian Intern Akuntansi
Terhadap
Nilai
Informasi
Pelaporan
Keuangan
Pemerintah Daerah (Studi Pada
Pemerintah Kota Palembang

dan Kabupaten Ogan Ilir),


Disampaikan
pada
SNA
Pontianak, tahun 2008
Indosiar. 2007. Temuan BPK: Laporan
Keuangan Pemda Tidak Layak.
www.indosiar.com
Akses
tanggal 26 Desember 2009
Inspektorat
Jenderal
Departemen
Keuangan RI. 2005. Kelemahan
Desain
dan
Pelaksanaan
Sistem Pengendalian Internal.
www.itjen.depkeu.go.id Akses
tanggal 23 November 2009
-------------------, 2006. Peran Inspektorat
Jenderal
Departemen
Keuangan
terkait
dengan
Laporan Keuangan Pemerintah
Pusat
(LKPP).
www.itjen.depkeu.go.id. Akses
tanggal 17 November 2009
Jones,
Rowan
dan
Maurice
Pendlebury. 1996. Public Sector
Accounting.
Fifth
Edition.
London: Pitman.
Jurnali, Teddy dan Bambang Supomo.
2002.
Pengaruh
Faktor
Kesesuaian
Tugas-Teknologi
dan Pemanfaatan TI terhadap
Kinerja Akuntan Publik. Jurnal
Riset Akuntansi Indonesia. Vol.
5 No. 2 Hal. 214-228.
Koran SINDO. Kamis, 25 Januari 2007.
Pusat Tahan DAU Daerah.
Mahmudi. 2007. Analisis Laporan
Keuangan Daerah: Panduan
Bagi Eksekutif, DPRD, dan
Masyarakat dalam Pengambilan
Keputusan Ekonomi, Sosial,
dan Politik. UPP STIM YKPN.
Mardiasmo.
2006.
Perwujudan
Transparansi dan Akuntabilitas
Publik Melalui Akuntansi Sektor
Publik: Suatu Sarana Good
Governance. Jurnal Akuntansi
Pemerintah, Vol. 2 No. 1, Hal. 117.
Marschke, Gerald, 2003 Making
Government
Accountable:
Lessons from a Federal Job
Training
Program,
working
paper, Pascal Courty University

34

Suwardjono. 2005. Teori Akuntansi:


Perekayasaan
Pelaporan
Keuangan. Edisi Ketiga. BPFE,
Yogyakarta.
Tim
GTZ-USAID/CLEAN
Urban.
Januari 2001. Pengembangan
Kapasitas bagi Pemerintahan
Daerah-Suatu Kerangka Kerja
bagi Pemerintah dan Dukungan
Donor. Laporan Akhir: Studi
Pengkajian
Kebutuhan
Pengembangan Kapasitas bagi
Pemerintah Daerah dan DPRD.
www.gtzsfdm.or.id. Akses pada
tanggal 17 Oktober 2009.
Tim GTZ-Support for Decentralization
Measures/P4D.
Mei,
2005.
Pengembangan
Kapasitas
Pemerintahan
Daerah
Kabupaten Kutai Kartanegara.
Jilid II: Sumber Daya Manusia
Aparatur dan Kelembagaan
Pemerintah.
Triyuwono, Iwan dan Roekhudin. 2000.
Konsistensi
Praktik
Sistem
Pengendalian
Intern
dan
Akuntabilitas pada Lazis (Studi
Kasus di Lazis X Jakarta).
Jurnal
Riset
Akuntansi
Indonesia. Vol. 3 No. 2 Hal.
151-167.
Venkatesh, V., and Davis, F.D., 2000, A
Theoretical Extension of the
Technology Acceptance Model:
Four Longitudinal Field Studies,
Management Science, Vol.46,
No.2, Pebruari, pp.186-204.
__________, Moris, M.G., Davis, G.B.,
and Davis F.D., 2003, User
Acceptance
of
Information
Technology: Toward a Unified
View, MIS Querterly, Vol.27,
No.3, September, pp.425-475.
Wahana Komputer. 2003. Panduan
Aplikatif
Sistem
Akuntansi
Online
Berbasis
Komputer.
Penerbit ANDI, Yogyakarta.
Wilkinson, W. Joseph, Michael J.
Cerullo, Vasant Raval, dan
Bernard Wong-On-Wing. 2000.
Accounting
Information

at Albany, State University of


New York.
Media Indonesia. 9 Desember 2006.
Sistem Akuntansi Pemerintah
Lemah.
Nunnally, J.C. 1978. Psychometric
Theory. New York, Mc GrawHill.
Pikiran Rakyat. Selasa, 27 April 2007.
DPRD Kemungkinan Panggil
Gubernur:
Dipertanyakan
Ketidaksesuaian LPJ.
Republik Indonesia, Undang-Undang
Nomor 17 Tahun 2003 tentang
Keuangan Negara.
-------------------, Peraturan Pemerintah
Nomor 24 Tahun 2005 tentang
Standar
Akuntansi
Pemerintahan.
-------------------, Peraturan Pemerintah
Nomor 56 Tahun 2005 tentang
Sistem Informasi Keuangan
Daerah.
-------------------,
Peraturan
Menteri
Dalam Negeri Nomor 13 Tahun
2006
tentang
Pedoman
Pengelolaan Keuangan Daerah.
-------------------, Peraturan Pemerintah
Nomor 60 Tahun 2008 tentang
Sistem Pengendalian Intern
Pemerintah.
Riasetiawan, Mardhani. 2010 Tinjauan
Teoritis
Sistem
Informasi
Akuntansi.
www.google.com.
Akses 12 Januari 2010
Sekaran,
Uma.
2003. Research
Methods For Business: A SkillBuilding Approach. John Wiley
and Sons Inc, New York.
Suara Karya. Sabtu, 17 Desember
2005. BPK Baru Audit 80
Persen APBD.
Sugijanto. 2002. Peranan Sistem
Akuntansi Pemerintah Pusat
Dalam
Meningkatkan
Akuntabilitas Keuangan dan
Implikasi UU No. 22/25 Tahun
1999.
Lintasan
Ekonomi.
Volume XIX Nomor 1.Hal. 5066.

35

Systems: Essential Concepts


and Applications. Fourth Edition.
John Wiley and Sons. Inc.

World Bank. Maret, 2007. Pengelolaan


Keuangan Publik di Aceh:
Mengukur Kinerja Pemerintah
Daerah
di
Aceh.

36

You might also like