You are on page 1of 61

1

BAB 1
PENDAHULUAN

1.1.

Latar Belakang Masalah

Masalah transportasi di Jakarta merupakan masalah yang sangat kompleks, terutama


yang terkait dengan kendaraan umum dan kemacetan. Terkait dengan masalah kendaraan
umum, banyak pengguna kendaraan umum yang mengeluh mengenai ketidaknyamanan dan
ketidakamanan dalam menggunakan kendaraan umum. Belum lagi masalah kemacetan yang
merajalela, terutama di Jakarta, yang dikarenakan adanya ketidakseimbangan antara jumlah
kendaraan dan ruas jalan, semakin membuat ketidaknyamanan bagi pengguna jalan.
Kemacetan merupakan situasi tersendatnya bahkan terhentinya lalu lintas yang disebabkan
oleh banyaknya jumlah kendaraan yang melebihi kapasitas jalan. Berdasarkan data dari
Direktorat Transportasi Bapenas tahun 2010 total kendaraan bermotor di DKI Jakarta tercatat
9,9 juta unit dengan luas jalan yang hanya enam persen atau 39 km2 dari luas wilayah DKI
Jakarta dan pertumbuhan jalan hanya 0,01 % per tahunnya (Bappenas, 2010) . Hal ini
membuktikan bahwa jumlah kendaraan pribadi tidak berbanding lurus dengan kapasitas dan
pertumbuhan jalan yang kemudian menyebabkan kemacetan yang merajalela di ruas-ruas
jalan di DKI Jakarta. Selain itu, pengendara mobil dan angkutan umum yang tidak
mempedulikan lalu lintas jalan juga semakin menambah kemacetan. Dampak yang timbul
akibat kemacetan tersebut yaitu kerugian waktu, pemborosan energi karena pada kecepatan
rendah konsumsi energi menjadi lebih tinggi, meningkatnya stress pengguna jalan,dan lainlain. Menurut Andrianof Chaniago, seorang pengamat politik Universitas Indonesia,
kemacetan lalu lintas di Jakarta menyebabkan kerugian Rp 43 Triliun per tahun yang diukur
dari belanja boros akibat kemacetan (Administrator, 2009).
Japan international for Cooperation Agency(JICA) dan Dishub DKI menyampaikan
kesimpulan bahwa lalu lintas Jakarta akan lumpuh total sebelum tahun 2014 dengan
memperhatikan beberapa kondisi sebagai berikut:

Tabel Kondisi Transportasi Jakarta

Akibat dari permasalahan transportasi tersebut menimbulkan ongkos tanggungan


publik yang dapat meningkatkan permasalahan ekoomi dan sosial di lingkungan masyarakat
DKI jakarta. Salah satu solusi yang ditawarkan oleh Pemerintah DKI jakarta yaitu
pengoperasioan Transjakarta.
Tabel Ongkos tanggungan publik

Kebijakan pengadaan Transjakarta ditempuh Pemprov DKI Jakarta yang diharapkan


dapat menjawab masalah kemacetan. Ide untuk melaksanakan proyek transportasi massal ini
didasarkan atas analisis SWOT tentang pengadaan proyek Transjakarta dalam mengatasai
kemacetan di DKI Jakarta, yakni:
1.

Kekuatan : Bahwa program Transjakarta diharapkan dapat menjawab

kebutuhan akan transportasi yang nyaman, namun tidak harus mahal. Hal ini dapat diketahui
dari harga tiket Transjakarta yang terjangkau. Selain itu, jangkauan pelayanan Transjakarta
lebih luas dan ramah lingkungan. Transjakarta juga merupakan bentuk transportasi yang anti
macet, di mana jalur Transjakarta yang dibangun khusus, bukan untuk kendaraan umum.
Dengan adanya jalur khusus tersebut maka waktu yang ditempuh oleh pengguna Transjakarta
lebih cepat dibanding kendaraan umum lainnya. Di samping kemacetan, dari aspek

lingkungan kebijakan Transjakarta dinilai mengurangi polusi udara yang disebabkan emisi
gas buang dikarenakan bahan bakar yang dipakai lebih ramah lingkungan yaitu berbahan
bakar gas.
2.

Kelemahan : Mengingat keterbatasan armada yang ada sementara ini

Transjakarta masih belum menjangkau seluruh daerah di Jakarta. Di samping itu, untuk
fasilitas lainnya, terutama di halte Transjakarta, belum terdapat toilet umum bagi pengguna
Transjakarta. Daya angkut Transjakarta juga masih relatif sedikit, meski saat ini telah ada
Transjakarta model gandeng.
3.
Peluang : Transjakarta merupakan alternatif solusi dari transportasi di Jakarta
yang menawarkan keamanan dan kenyamanan serta waktu tempuh yang relatif singkat. Di
samping itu menjadi solusi yang menjawab kemacetan yang ada selama ini sehingga
diharapkan dapat mengurangi kemacetan. Peluang lainnya adalah masih dimungkinkan dibuat
titik-titik pelayanan yang lebih banyak lagi sehingga masyarakat dapat lebih mudah
menggunakan fasilitas Transjakarta.
4.
Kendala : Dengan beroperasinya Transjakarta selama ini ternyata dijumpai
beberapa fasilitas yang rusak karena tidak terawat dan terjaga seperti halte.Di sisi lain adanya
kebijakan Transjakarta tersebut menimbulkan kemacetan di tempat lain atau memindahkan
kemacetan di tempat lainnya.
Dalam merancang suatu keputusan investasi proyek, seperti halnya pada proyek
pengadaan Transjakarta diperlukan anlisis yang mendalam mengingat karakteristik investasi
proyek sangat rentan terhadap resiko dari ketidakpastian masa yang akan datang.
Keberhasilan suatu proyek tergantung pada kualitas evaluasi yang dilakukan terhadap proyek
tersebut. Apalagi pengoperasian Trasnjakarta merupakan suatu kebijakan yang menyangkut
masalah publik maka diperlukan keputusan yang tepat terkait dengan proyek tersebut dilihat
dari berbagai aspek.
Evaluasi dilakukan dengan mempertimbangkan berbagai aspek yang terkait dengan
pelaksnaan suatu proyek, yaitu aspek pasar, aspek pemasaran, aspek teknis dan teknologi,
aspek legal dan institusional, aspek finansial, aspek lingkungan dan aspek manajemen, serta
tak kalah pentingnya anlisis aspek lingkungan di mana proyek tersebut akan dilaksanakan.
Hal ini diperlukan karena investasi proyek, terutama investasi untuk kepentingan publik
layaknya proyek pengadaan Transjakarta ini membutuhkan modal yang besar dengan masa
pengembalian yang panjang sehingga sangat dibutuhkan adanya studi kelayakan atas proyek

tersebut. Atas dasar pemikiran tersebut, penulis berkeinginan untuk membahas Evaluasi
Proyek Sarana Transportasi Transjakarta
1.2.

Pokok Permasalahan

Sebagaimana dijelaskan dalam latar belakang, masalah trasnportasi merupakan


sebuah masalah publik yang memerlukan jalan keluar yang efektif dan efisien. Kebijakan atas
suatu proyek yang tidak sesuai dengan masalah yang ada dapat menambah permasalahan
yang ada. Oleh karena itu diperlukan studi kelayakan atas proyek sarana transportasi
Transjakarta. Dengan demikian rumusan permasalahan dalam penulisan ini adalah
Bagaimana proyek sarana trasnportasi Transjakarta dilihat dari berbagai aspek evaluasi
proyek?
1.3.

Tujuan dan Signifikansi Penulisan

Sesuai dengan latar belakang masalah dan pokok permasalahan di atas, maka tujuan
dari penulisan makalah ini adalah untuk mengetahui kelayakan proyek sarana transportasi
Transjakarta yang diselenggarakan oleh Pemerintah Provinsi DKI Jakarta. Adanya kajian
terkait sarana transportasi Transjakarta ini bermanfaat dalam meninjau efektifitas dan
efisiensi proyek dalam jangka pendek dan jangka panjang sehingga dapat dilihat efektifitas
kebijakan proyek sarana transportasi Transjakarta.
1.4.
Sistematika Penulisan
Bab I Pendahuluan
Pada bab ini akan dijelaskan secara garis besar dari keseluruhan makalah ini yang
terdiri atas latar belakang, rumusan masalah, tujuan serta sistematika penulisan.
Bab II Kerangka Teori
Di dalam bab ini akan dijelaskan mengenai teori proyek dan evaluasi proyek.
Bab III Metode Penulisan
Bab ini berisi antara lain tentang pendekatan penelitian, metode pengumpulan data,
analisis data, sampel dan populasi, serta keterbatasan penelitian.
Bab IV Gambaran Umum
Bab ini antara lain berisi tentang penjelasan tentang proyek sarana transportasi
Transjakarta.
Bab V Analisis

Dalam bab ini berisi tentang analisis proyek sarana transportasi Transjakarta ditinjau
dari aspek finansial, aspek manfaat dan biaya sosial, aspek legal, aspek lingkungan, aspek
manajemen, aspek pasar, dan aspek pemasaran.
Bab VI Penutup
Pada bab ini akan dijelaskan mengenai kesimpulan dari penulisan ini terkait dengan
evaluasi proyek ditinjau dari berbagai aspek evaluasi proyek serta kesimpulan secara umum
dari segala aspek. Selain itu, penulisan di bab V akan menyajikan saran sebagai hasil reaktif
dari kesimpulan yang didapat dari analisis dan pembahasan penulisan ini.

BAB 2
LANDASAN TEORI

2.1. Proyek (Investasi Proyek)


2.1.1. Definisi Proyek (Investasi Proyek)
Proyek (investasi proyek) adalah suatu kegiatan yang menanamkan sebagian atau
seluruh faktor produksi yang langka, pada proyek tertentu, pada lokasi tertentu, dalam jangka
waktu menengah atau panjang, dengan tujuan memperoleh manfaat di masa mendatang
(Sakapurnama, 2010). Proyek juga bisa diartikan sebagai suatu koordinasi usaha/upaya yang
dikombinasikan dengan manusia, ilmu teknik, sumber administrasi keuangan yang ditujuakan
untuk mencapai suatu tujuan dalam periode waktu tertentu.
Secara umum proyek merupakan sebuah kegiatan pekerjaan yang dilaksanakan atas
dasar permintaan dari seorang owner atau pemilik pekerjaan yang ingin mencapai suatu
tujuan tertentu dan dilaksanakan oleh pelaksana pekerjaan sesuai dengan keinginan daripada
owner atau pemilik proyek dan spesifikasi yang ada. Dalam pelaksanaan proyek pemilik
proyek dan pelaksana proyek mempunyai hak yang diterima dan kewajiban yang harus
dilaksanakan sesuai dengan jangka waktu yang telah disetujui bersama antar pemilik proyek
dan pelaksana proyek.

2.1.2. Klasifikasi Proyek


Proyek digolongkan menjadi beberapa jenis berdasarkan kepemilikannya, fungsinya,
sifat menghasilkan produk, hubungan satu proyek dengan yang lain, serta berdasarkan
keberadaannya (Sakapurnama, 2010), yaitu:
1. Berdasarkan kepemilikannya

Proyek swasta, dilakukan oleh perorangan atau organisasi badan usaha yang

umumnya merupakan pasar kompetitif dimana banyak pembeli dan penjual.

Proyek publik, dilakukan oleh pemerintah pusat/daerah untuk memenuhi

kebutuhan umum. Umumnya proyek publik berskala besar dan penting bagi masyarakat,
negara maupun pemerintah.

Proyek campuran, yaitu proyek publik yang dengan alasan besarnya dan

alasan efisiensi dilakukan bersama antara pemerintah dan swasta.


2. Berdasarkan fungsinya

Proyek infrastruktur ekonomi: proyek yang biaya dan manfaatnya dapat

dengan mudah dihitung dalam denominasi mata uang.

Proyek infrastruktur sosial: proyek yang biaya dan manfaatnya sulit dihitung

dalam denominasi mata uang, karena mengandung aspek sosial.


3. Berdasarkan sifat menghasilkan produk

Proyek produksi: proyek yang langsung menghasilkan produk.

Proyek infrastruktur: proyek yang tidak secara langsung menghasilkan produk

4. Berdasarkan hubungan satu proyek dengan yang lain

Proyek independent: proyek yang tidak terkait dengan proyek lainnya.

Proyek kontingen: proyek dimana apabila satu proyek dilaksanakan maka

proyek yang lain harus dilaksanakan juga.

Proyek mutually exclusive: proyek yang satu diterima, maka proyek lainnya

harus ditolak.
5.

Berdasarkan keberadaannya
Proyek baru: proyek yang belum dilakukan atau dimiliki perusahaan sebelum

ditentukannya keputusan investasi proyek.

Proyek penggantian: proyek yang ditujukan menggantikan proyek lama yang

dinilai kurang efisien.

Proyek perluasan (ekspansi): menambah proyek yang ada sehingga

memperoleh kapasitas usaha yang lebih besar.


2.1.3. Tahapan-Tahapan Proyek
1. Tahap Pra Konstruksi atau Tahap Studi Kelayakan
Tahap pra konstruksi atau tahap studi kelayakan dimulai dari pemunculan gagasan
akan proyek sampai selesainya evaluasi proyek atau studi kelayakan proyek.
2.

Tahap Konstruksi

Tahap konstruksi yakni tahap setelah suatu proyek dinyatakan sebagai dapat
dilaksanakan (go project), maka proyek mulai dibangun (dikonstruksi) Tahapan ini
mencakup juga pelaksanaan pilot project sebagai pengujian dan operasi awal.
3.

Tahap Operasional

Tahap operasional dimulai setelah pilot project dinyatakan berhasil, lalu proyek
dioperasikan sesuai dengan rencana.
2.1.4. Ciri-ciri Khusus Investasi Proyek
Membangun proyek baru atau memperluas perusahaan yang telah berjalan,
mempunyai ciri-ciri khusus, yang sifatnya lebih substansial dibandingkan dengan keputusan
perusahaan untuk investasi dana yang lain (misalnya menambah jumlah kredit penjualan pada
pelanggan tertentu):

Investasi tersebut menyerap dan mengikat dana dalam jumlah besar, jangka

waktu cukup lama (lebih dari satu tahun), sehingga perlu perencanaan atau evaluasi
kelayakan atas rencana investasi.

Berkaitan dengan alasan pertama, tingkat risiko yang harus ditanggung

perusahaan lebih tinggi bila dibanding dengan investasi lainnya (mis: investasi pada current
asset).

Manfaat yang akan diperoleh perusahaan (misalnya, laba) baru dapat diperoleh

sepenuhnya setelah beberapa waktu tertentu (misalnya, setelah 1 tahun) setelah investasi
dilakukan, sehingga perlu metode khusus untuk hitung nilai nyata manfaat tersebut
(misalnya, metode discounted cash flow).

Keputusan investasi proyek yang keliru, tidak dapat direvisi begitu saja,

seperti halnya keputusan investasi pada current asset, tanpa harus menderita kerugian yang
cukup besar. Misalnya, proyek pembangunan pabrik yang berskala besar dapat menimbulkan
risiko kerugian cukup besar bila ternyata utilisasinya tidak memadai.
2.1.5. Investor dan Sasarannya
Investor suatu proyek bisa saja swasta, koperasi, BUMN, yayasan, maupun
pemerintah. Adapun sasaran yang ingin mereka peroleh bermacam-macam jenisnya :

Sasaran finansial memperoleh pendapatan, laba, likuiditas keuangan.


Sasaran makro-ekonomi meningkatkan perdagangan ekspor, menciptakan

lapangan kerja baru, penghematan pengeluaran devisa.

Sasaran politis memenangkan pemilihan, citra politik

Sasaran sosial memberikan fasilitas bagi masyarakat

Sasaran budaya mengembangkan budaya masyarakat setempat


Sasaran lainnya :

melunasi pinjaman yang dipergunakan untuk membiayai pembangunan dan

pengoperasian proyek

memperluas proyek (ekspansi) dikemudian hari.

mengganti fasilitas produksi proyek yang sudah tidak produktif.

membagi dividen bagi investor proyek.

meningkatkan kesejahteraan para karyawan.

meningkatkan mutu produk dan layanan bagi konsumen.

Melakukan kegiatan yang berorientasi social responsibility bagi masyarakat di

sekitar proyek.
2.1.6. Hambatan terhadap Keberhasilan Proyek
Tidak semua proyek dapat berjalan lancar dan menghasilkan manfaat yang
dikehendaki oleh investor.
Kegagalan proyek dapat merugikan:

Pemilik proyek atau investor yang kehilangan modal maupun reputasi bisnis.

Pihak penyedia pembiayaan (bank kreditur, perusahaan leasing, lembaga

kredit ekspor barang modal, dan lembaga donor yang mungkin ikut membiayai proyek)
karena ketidakmampuan investor debitur membayar kembali pinjaman yang telah diberikan.

Pemerintah karena tidak dapat menerima pembayaran pajak penghasilan

maupun pajak-pajak lainnya yang terkait dengan proyek.

10

Karyawan yang kehilangan pekerjaan mereka.

a.

Faktor-faktor yang menghambat keberhasilan proyek dalam tahap

konstruksi:

Tidak matangnya Rencana Pembangunan Proyek, karena evaluasi yang tidak

benar, kesalahan pemilihan peralatan dan bahan, atau mismanajemen pembangunan proyek.

Timbulnya krisis ekonomi/moneter nasional, regional maupun internasional.

Timbulnya krisis politik ataupun sosial yang membawa dampak merugikan.

Terjadi bencana alam di lokasi proyek atau daerah sekitarnya.

Jumlah dana yang disediakan untuk membangun proyek tidak memadai.

b.

Faktor-faktor yang menghambat keberhasilan proyek dalam tahap

operasional:

Kesulitan memasarkan hasil produksi secara menguntungkan

Kesulitan pengadaan bahan baku dan bahan pembantu dalam jumlah, harga,

mutu, dan jadual pengadaan yang diperlukan.

Kesulitan pengadaan tenaga ahli dan tenaga kerja yang dibutuhkan untuk

mengoperasikan proyek.

Kapasitas produksi yang digunakan lebih besar daripada yang dibutuhkan,

sehingga terjadi excess capacity yang menjadi pemborosan operasional.

Secara finansial tidak menguntungkan atau tidak likuid.

Risiko akibat faktor-faktor penghambat keberhasilan proyek dapat diminimalkan


dengan antisipasi yang baik dalam perencanaan melalui Evaluasi Proyek.
2.2.

Evaluasi Proyek

2.2.1. Pengertian Evaluasi Proyek


Evaluasi Proyek, yang juga dikenal sebagai studi kelayakan proyek atau studi
kelayakan bisnis pada proyek bisnis, merupakan pengkajian suatu usulan proyek (atau

11

bisnis), apakah dapat dilaksanakan (go project) atau tidak (no go project), dengan
berdasarkan berbagai aspek kajian (Sakapurnama, 2010).
2.2.2. Tujuan Evaluasi Proyek
Evaluasi proyek dilakukan untuk mengetahui apakah suatu proyek dapat dilaksanakan
dengan berhasil, sehingga dapat menghindari keterlanjuran investasi modal yang terlalu besar
untuk kegiatan yang ternyata tidak menguntungkan
2.2.3. Jenis Evaluasi Proyek
Evaluasi proyek terdiri atas beberepa jenis, yaitu:

Evaluasi terhadap usulan proyek yang akan didirikan (pre-project evaluation);

Evaluasi terhadap proyek yang sedang dibangun (on-construction project


evaluation);

Evaluasi terhadap proyek yang telah dioperasionalisasikan (on-going project

evaluation).

Evaluasi terhadap proyek yang telah berakhir (post-project evalution study).

2.2.4. Hal-Hal yang Perlu Diketahui dalam Evaluasi Proyek


Sebelum dilakukan suatu evaluasi proyek, perlu diidentifikasikan hal-hal berikut:

Ruang Lingkup Kegiatan Proyek, yakni pada bidang-bidang apa saja proyek

akan beroperasi (mission statement of business).

Cara kegiatan proyek dilakukan, yakni apakah proyek akan ditangani sendiri,
atau ditangani juga oleh (beberapa) pihak lain?

Evaluasi terhadap aspek-aspek yang menentukan keberhasilan seluruh proyek,


yakni mengidentifikasi faktor-faktor kunci keberhasilan proyek.

Sarana yang diperlukan oleh proyek, menyangkut bukan hanya kebutuhan


seperti: material, tenaga kerja, dan sebagainya, tetapi juga fasilitas-fasilitas pendukung seperti
jalan raya, transportasi, dan sebagainya.

Hasil kegiatan proyek tersebut serta biaya-biaya yang harus ditanggung untuk
memperoleh hasil tersebut.

Akibat-akibat yang bermanfaat ataupun yang tidak dari adanya proyek


tersebut.

Langkah-langkah rencana untuk mendirikan proyek, beserta jadwal masing-

masing kegiatan tersebut.


2.2.5. Perbedaan Intensitas Evaluasi Proyek
Dalam mengevaluasi suatu proyek perlu diperhatikan bahwa tiap proyek memiliki
sejumlah perbedaan dalam hal intensitasnya sehingga proses evaluasinya pun akan

12

mengalami perbedaan. Beberapa proyek mungkin harus diteliti dengan sangat mendalam,
dengan mencakup berbagai aspek yang berpengaruh, sementara beberapa lainnya mungkin
cukup diteliti pada beberapa aspek saja. Bahkan ada yang diteliti secara sederhana dan tidak
formal.
Faktor menentukan intensitas studi evaluasi proyek:

Besarnya dana yang ditanamkan: semakin besar dana yang ditanamkan,

intensitas studi akan semakin mendalam.

Tingkat ketidakpastian proyek: semakin sulit memperkirakan penghasilan

penjualan, biaya, aliran kas, dan lain-lain, maka biasanya studi evaluasi proyek akan semakin
hati-hati.

Kompleksitas elemen-elemen yang mempengaruhi proyek: semakin kompleks

faktor-faktor yang mempengaruhi proyek, semakin hati-hati dan mendalam studi evaluasi
proyek tersebut.
2.2.6. Lembaga-Lembaga yang Membutuhkan Evaluasi Proyek

Pemilik proyek (investor) dan calon mitra usaha: akan memperhatikan prospek
usaha, yakni tingkat keuntungan yang diharapkan beserta tingkat risiko investasi. Biasanya,
semakin tinggi tingkat keuntungan diiringi dengan semakin tinggi risiko proyek.

Pihak penyedia pembiayaan (bank kreditur, perusahaan leasing, perusahaan


modal ventura, underwriter bila melalui bursa efek, lembaga kredit ekspor barang modal, dan
lembaga donor yang mungkin ikut membiayai proyek): memperhatikan segi keamanan dana
yang mereka pinjamkan, karena mereka mengharapkan agar bunga dan angsuran pokok
pinjaman dapat dibayarkan tepat pada waktunya. Oleh karena itu, mereka akan
memperhatikan pola aliran dana selama jangka waktu pinjaman tersebut.

Pemerintah: berkepentingan atas manfaat atau dampak dari proyek terhadap


perekonomian nasional maupun dampaknya bagi lingkungan dan masyarakat.
2.2.7. Tahap Evaluasi Kelayakan
Untuk meminimalkan biaya dan efektifitas kegiatan, evaluasi kelayakan proyek
dilakukan dalam dua tahap:
1.
Evaluasi Pendahuluan (Preliminary study atau Pre-evaluation study)
Tujuan Evaluasi Pendahuluan adalah untuk mengetahui faktor-faktor pengambat kritis
(critical factors) yang dapat menghambat jalannya operasi bisnis proyek yang akan dibangun.

13

Kemungkinan keputusan dari tahap ini adalah pembatalan rencana investasi, revisi rencana
investasi, atau meneruskan evaluasi rencana investasi proyek ke tahap berikutnya, yakni studi
kelayakan proyek.
2.
Evaluasi Kelayakan Proyek (Project Feasibility Study)
Fokus utama studi kelayakan proyek paling sedikit terpusat pada empat aspek: (1)
aspek pasar dan pemasaran terhadap barang atau jasa yang akan dihasilkan proyek; (2) aspek
produksi, teknis dan teknologis; (3) aspek manajemen dan sumberdaya manusia; dan (4)
aspek keuangan dan ekonomi.

Sedangkan dalam tahapan dalam evaluasi proyek antara lain sebagai berikut:
1.
Tahap Penemuan ide,
Tahap penemuan ide yakni penelitian terhadap kebutuhan pasar dan jenis produk dari
proyek. Jika terdapat lebih dari satu ide, maka biasanya pengambil keputusan akan
dipengaruhi oleh tiga faktor: (1) intuisi bisnis dari pengambil keputusan; (2) pengambil
keputusan memahami teknis dari proyek; (3) keyakinan bahwa proyek mampu menghasilkan
laba.
2.
Tahapan Penelitian
Tahap penelitian yakni meneliti beberapa alternatif proyek dengan berbagai metode
ilmiah. Dimulai dengan mengumpulkan data, mengolah data berdasarkan metode yang
relevan, menganalisis dan menginterpretasikan hasil pengolahan data dengan alat-alat analisis
yang sesuai; menyimpulkan hasil sampai pada pekerjaan membuat laporan hasil penelitian.
3.
Tahap Evaluasi (Evaluasi Pendahuluan dan Evaluasi Kelayakan Proyek).
Evaluasi berarti membandingkan sesuatu berdasarkan satu atau lebih standar atau kriteria,
dimana standar atau kriteria ini dapat bersifat kuantitatif maupun kualitatif. Pada tahap ini
dilakukan perbandingan antara satu kriteria dengan kriteria lain. Hal yang diperbandingkan
dalam evaluasi kelayakan proyek biasanya adalah manfaat (benefit) dengan seluruh biaya
yang akan timbul.
4.
Tahap Pengurutan Usulan yang Layak.
Tahap pengurutan usulan yang layak diperukan apabila terdapat lebih dari satu usulan
rencana proyek yang dianggap layak, dan bila manajemen memiliki keterbatasan dalam
menjalankan proyek-proyek tersebut, maka manajemen dapat menentukan prioritas usulan
yang layak berdasarkan kriteria-kriteria pengurutan (ranking) yang telah ditentukan.
5.

Tahap Rencana Pelaksanaan

14

Setelah ditentukan rencana proyek mana yang akan dijalankan, perlu dibuat rencana
kerja pelaksanaan pembangunan (konstruksi) proyek; mulai dari penentuan jenis pekerjaan,
waktu yang dibutuhkan untuk setiap pekerjaan; jumlah dan kualifikasi tenaga pelaksana;
ketersediaan dana dan sumberdaya lainnya; kesiapan manajemen, dll.
6.

Tahapan Pelaksanaan,

Tahap pelaksanaan yakni tahap merealisasikan konstruksi proyek tersebut. Jika


proyek selesai dikonstruksi, maka proyek dioperasionalisasikan. Dalam operasionalisasi ini,
diperlukan juga kajian-kajian untuk mengevaluasi operasionalisasi proyek. Hasil evaluasi ini
dapat dijadikan sebagai feedback bagi perusahaan untuk selalu mengkaji ualng proyek secara
terus-menerus.

2.2.8. Aspek-Aspek Evaluasi Proyek


Evaluasi Proyek mengkaji kelayakan proyek dari berbagai komponen proyek, yakni
komponen pasar, internal perusahaan, serta lingkungan.
N

Komponen

Aspek yang Dikaji

Pasar

Pasar

o
Konsumen

dan

Pasar

Produsen (Persaingan
2

Internal
Perusahaan

Lingkungan

Pemasaran, Teknik dan Teknologi,


Manajemen, SDM dan Keuangan
Politik,

Ekonomi,

Sosial,

Lingkungan Industrial, Yuridis (Legal),


Lingkungan Hidup

Suatu aspek mungkin terkait dengan aspek lainnya dalam evaluasi proyek. Misalnya:

15

Aspek pemasaran membutuhkan data-data dan asumsi dari aspek pasar dan

persaingan, serta aspek-aspek lingkungan;

Aspek manajemen akan membutuhkan data-data dan asumsi dari seluruh

internal perusahaan dan seluruh aspek lingkungan.

Aspek sumberdaya manusia membutuhkan data-data dan asumsi dari aspek

teknik dan teknologi, pasar dan pemasaran, dan manajemen untuk menentukan jumlah dan
spesifikasi tenaga kerja dan program pengembangannya.

Aspek keuangan akan membutuhkan data-data dan asumsi dari aspek pasar,

pemasaran, manajemen, teknik dan teknologi untuk menentukan besar pendapatan dan biaya
yang harus ditanggung badan usaha.

1.

Aspek Pasar

Aspek pasar bertujuan untuk mengetahui permintaan terhadap barang dan jasa yang
dihasilkan oleh proyek. Hal yang perlu diketahui dari aspek ini antara lain luas pasar,
pertumbuhan permintaan dan market share dari proyek terhadap seluruh industri. Selain itu,
perlu juga diketahui kondisi persaingan antar produsen dan siklus hidup produk, apakah
introduksi, bertumbuh, dewasa, atau menurun.
2.

Aspek Pemasaran

Aspek pemasaran adalah kegiatan untuk menjual produk dan menciptakan hubungan
jangka panjang (yang saling menguntungkan) dengan pelanggan. Analisis atas aspek ini ialah
dengan menentukan ciri-ciri pasar

yang akan dipilih (target market) serta menentukan

strategi untuk dapat meraih dan memuaskan pasar.


3.

Aspek Teknis dan Teknologi

Aspek teknis dan teknologi dianalisis dengan cara menentukan strategi dan teknologi
produksi/operasi yang akan dipilih, berkaitan dengan kapasitas produksi, jenis teknologi yang
dipakai, pemakaian peralatan dan mesin, lokasi, dan tata-letak pabrik yang paling
menguntungkan.
4.

Aspek Sumberdaya Manusia

16

Aspek sumber daya manusia sebagai penggerak utama dari suatu proyek juga harus
ditelaah. Aspek ini dianalisis dengan cara menentukan peran sumber daya manusia, baik
dalam konstruksi proyek, maupun saat operasional rutin proyek, yaitu terkait jenis pekerjaan,
spesifikasi pekerjaan, cara rekrutmen, renumerasi, lama bekerja, cara bekerja, dan
pengembangan sumber daya manusia.
5.

Aspek Manajemen

Aspek manajemen dianalisis dengan menentukan manajemen yang tepat, baik dalam
konstruksi proyek, maupun saat operasional rutin proyek, terkait dengan pihak perencana,
pelaksana manajerial, koordinasi dan pengawasan, bentuk badan usaha, struktur-organisasi.

6.

Aspek Keuangan

Dalam mengevaluasi suatu proyek perlu dilakukan penentuan pengaturan rencana


keuangan berupa penghitungan perkiraan jumlah dana yang dibutuhkan, struktur pembiayaan
yang paling menguntungkan, analisa keuangan kemampulabaan, aliran kas, dan sebagainya.
7.
Aspek Legalitas dan Institusional
Dalam mendirikan sebuah badan usaha, dibutuhkan juga analisis kelayakan badan
usaha dari sisi aspek hukum. Hal tersebut bertujuan supaya suatu badan usaha atau bisnis
yang dilakukan dapat dijalankan dengan baik tanpa ada suatu hambatan atau kendala
dikemudian hari yang kemungkinannya dapat menimbulkan resiko besar yang berakibat
diberhentikannya suatu kegiatan usaha oleh pihak yang berwajib atau mendapat protes yang
besar dari masyarakat. Setiap badan usaha harus mengikuti dan mematuhi peraturan yang
berlaku yang telah ditetapkan di dalam suatu negara. peraturan tersebut dapat berupa
Keputusan Menteri ataupun Perda. Dengan mengikuti aturan-aturan tersebut, suatu usaha
dapat dikatakan layak.
8.
Aspek Persaingan dan Lingkungan Eksternal
Aspek persaingan dan lingkungan eksternal berkaitan dengan:

Aspek Lingkungan Industrial persaingan dan lingkungan bersaing yang


diperluas (extended rivalry).

Aspek lingkungan politik, sistem birokrasi, yuridis-formal

Aspek situasi perekonomian.

17

Aspek sistem nilai pada masyarakat, lingkungan sosial.

Aspek lingkungan hidup konservasi lingkungan hidup untuk manusia,

hewan, tumbuh-tumbuhan, air, udara, tanah, dsb.


2.2.9. Desain

Studi

Kelayakan

dan

Memperoleh

Gagasan

Identifikasi

Kesempatan Berusaha
Identifikasi kesempatan usaha merupakan langkah pertama dalam studi kelayakan.
Cara-cara yang dapat digunakan untuk identifikasi kesempatan usaha dapat dilakukan dengan
modus-modus berikut:

Mempelajari impor. Impor menunjukkan bahwa masih terdapat (sebagian)

pasar yang masih belum bisa dipenuhi oleh pasar dalam negeri. Bila impor ini mempunyai
kecenderungan yang semakin meningkat, bisa diprediksi bahwa masih terdapat permintaan
dari dalam negeri untuk produk/jasa tersebut.

Menyelidiki keberadaan material lokal. Jumlah material yang melimpah,


dengan harga yang murah dan/atau mutu yang baik merupakan kesempatan yang dapat
dimanfaatkan.

Mempelajari keterampilan tenaga kerja. Beberapa industri, seperti misalnya


industri kerajinan atau industri berbasis pengetahuan, menempatkan tenaga kerja sebagai
faktor yang sangat penting. Tersedianya tenaga kerja yang berketerampilan mungkin dapat
digunakan untuk membuat produk yang sejenis, namun terdiferensiasi dibandingkan produk
yang telah ada di pasaran.

Eksploitasi Kemajuan Iptek. Perubahan teknologi memungkinkan investor


memanfaatkan kesempatan itu sebelum pihak lain memulainya. Langkah masuk mendahului
pesaing ke pasar yang baru mungkin dapat memberikan first mover advantage yang bila dimanage, akan menjadi competitive advantage yang menguntungkan.

Mempelajari hubungan antar industri. Pertumbuhan suatu industri hampir bisa


dipastikan akan menciptakan kesempatan bagi industri lainnya. Contoh, pertumbuhan industri
pembudidayaan kerang mutiara memberikan kesempatan bagi industri pembibitan dan pakan
kerang mutiara (industri hulu) maupun industri kerajinan berbasis mutiara dan perdagangan
mutiara (industri hilir). Identifikasi kesempatan ini dapat dilakukan dengan menganalisa
bagaimana input dan output industri tersebut saling terkait.

Menilai rencana/program pembangunan. Rencana atau Program Pembangunan


Nasional maupun Daerah atau masterplan pembagunan yang dilakukan pemerintah, atau

18

proyek-proyek besar oleh swasta akan menciptakan kebutuhan akan produk/jasa lain yang
belum ada.

Melakukan pengamatan di tempat lain. Pembangunan di daerah, wilayah,

maupun negara lain mungkin dapat diterapkan di daerah kita.


Desain Studi Kelayakan terdiri dari:
1.

Ikhtisar (Executive Summary)

2.

Aspek Pasar dan Pemasaran

3.

Aspek Teknik dan Teknologi

4.

Aspek Manajemen

5.

Aspek Sumber Daya Manusia

6.

Aspek Ekonomi, Sosial, dan Politik

7.

Aspek Finansial

Modifikasi disebabkan oleh batasan-batasan dalam penelitiannya, seperti:


1.

Apakah rencana bisnis hanya terbatas pada suatu produk baru atau pada

rencana pembentukan SBU atau yang lainnya.


2.

Apakah pasar yang dituju berskala internasional, nasional, atau lokal.

3.

Apakah produk yang akan dihasilkan berupa barang atau jasa atau gabungan

keduanya.
4.

Apakah analisis akan dilakukan secara kualitatif atau kuantitatif atau

gabungan keduanya.

19

BAB III
METODE PENULISAN

III.1 Pendekatan Penelitian


Pendekatan penelitian yang digunakan adalah kuantitatif yang bertujuan untuk
mengevaluasi proyek Transjakarta. Penelitian ini akan difokuskan pada bagaimana evaluasi
proyek dilihat dari beberapa aspek antara lain finansial, pasar, pemasaran, legal. Benefit cost
ratio, teknis dan teknologi serta manajemen dan organisasi. Penelitian ini menggunakan studi
pustaka dan wawancara mendalam serta kuesioner untuk mengevaluasi proyek sarana
trasnportasi Trasnjakarta.
III.2 Jenis Penelitian
Jenis penelitian dalam penulisan ini adalah penelitian deskriptif analitis yaitu salah
satu metode yang menggambarkan variabel demi variabel dengan tujuan untuk
mengumpulkan informasi aktual secara rinci yang melukiskan gejala yang ada dan
mengidentifikasikan masalah dan memeriksa kondisi dan praktik-praktik yang berlaku.
Dengan demikian, analisis ini dapat menggambarkan secara sistematika, fakta atau

20

karakteristik populasi tertentu. Selanjutnya dapat diprediksi dan didapatkan makna serta
implikasi dari suatu masalah yang ingin dipecahkan.
Terkait dengan penelitian ini berjenis evaluasi proyek yang merupakan pengkajian
suatu usulan proyek (atau bisnis), apakah dapat dilaksanakan (go project) atau tidak (no go
project), dengan berdasarkan berbagai aspek kajian (Sakapurnama, 2010). Maka dalam
penelitian ini, evaluasi proyek yang dilakukan bersifat apakah proyek yang berjalan daoat
dilanjutkan atau tidak berdasarkan kajian dari berbagai aspek.
Berdasarkan jenisnya evaluasi proyek terdiri dari beberapa jenis antara lain:

Evaluasi terhadap usulan proyek yang akan didirikan (pre-project evaluation);


Evaluasi terhadap proyek yang sedang dibangun (on-construction project

evaluation);

Evaluasi terhadap proyek yang telah dioperasionalisasikan (on-going project

evaluation).

Evaluasi terhadap proyek yang telah berakhir (post-project evalution study).

Berdasarkan jenis evaluasi proyek tersebut maka evaluasi proyek dalam penelitian ini
berjenis evaluasi terhadap proyek yang telah dioperasionalisasikan(on going project
evaluation).
III.3 Pengumpulan Data
Teknik pengumpulan data penelitian mempunyai tujuan untuk mendapatkan atau
mengumpukan data/informasi yang dapat menjelaskan dan atau menjawab permasalahan
penelitian secara objektif. Untuk mengumpulkan data serta informasi yang diperlukan oleh
penulis menggunakan metode sebagai berikut :
a. Daftar Pertanyaan: Teknik pengumpulan data dengan jalan melakukan pembagian
daftar pertanyaan langsung ke objek penelitian sehingga data yang penulis kumpulkan benarbenar sesuai dengan keadaan yang sebenarnya pada saat penelitian berlangsung. Pertanyaan
yang diberikan merupakan pertanyaan terbuka sehingga intepretasi yang dilakukan semaca
wawancara mendalam dengan beberapa responden.
b. Wawancara (interview) Pengumpulan data dengan cara mengadakan tanya jawab
langsung kepada orang-orang yang dianggap dapat memberikan penjelasan langsung ataupun
data sebagai pelengkap penulisan ini.

21

c. Studi Pustaka yaitu mengumpulkan data melalui data sekunder demi menunjang
pembahasan dari data primer yang diperoleh dari kuesioner dan wawancara mendalam.
III.4 Populasi dan Sampel
Populasi yang dimaksud dalam penelitian ini adalah berkaitan dengan kueisoner yang
digunakan sebagai instrumen penelitian. Berdasarkan penelitian maka populasi penelitian ini
adalah semua masyarakat yang telah mengendarai Transjakarta. Sehubungan dengan waktu
yang terbatas dalam penelitian ini maka tidak memungkinkan dilakukan penelitian terhadap
semua populasi. Oleh karena itu dalam penelitian ini mnegambil sampel sebagai objek
penelitian. Teknik pengambilan sampel yang dilakukan yaitu secara non probabilita yaitu
menggunakan accidenctal sampling

II.5 Teknik Analisis Data


Jenis data penelitian ini adalah data kuantitatif. Jenis data penelitian ini adalah data
kuantitatif. Sedangkan berdasarkan tingkat pengukurannya termasuk dalam kategori data
ordinal yaitu data yang tidak memiliki niai kuantitas dapat menunjukan perbedaan tingkatan
satu hal dengan hal lainnya. Jenis data yang terkumpul merupakan data dari pertanyaan
terbuka yang bertujuan untuk meningkatkan validitas data terhadap permasalahan yang
memang sangat kompleks. Data yang terkumpul dikategorisasikan lalu dinilai berdasarkan
urutan nilai sesuai dengan skala likert karena mengukur sikap dan penilaian masyarakat.
III.6. Keterbatasan Penelitian
Penelitian yang akan dilakukan oleh responden terhadap beberapa aspek dalam
evaluasi proyek. Terdapat beberapa keterbatasan dalam penelitian ini diantaranya yaitu waktu
dan kompleksitas masalah. Waktu yang relatif sedikit membuat penelitian ini tidak
memungkinkan dilakukan penelitian dengan sampel yang banyak. Akan tetapi demi
mengantisipasi keterbatasan tersebut maka pengumpulan data juga dilakukan melalui
wawancara mendalam dan studi pustaka. Kemudian keterbatasan kompleksitas masalah
diatasi dengan menganalisis dalam tataran mendasar dari setiap aspek evaluasi proyek. Selain

22

itu terkait aspek finansial, penulis tidak mendapat ijin akses data finansial sehingga proses
analisis menggunakan data sekunder.

BAB IV
GAMBARAN UMUM PROYEK TRASNJAKARTA

IV.1 Jenis Evaluasi Proyek Transjakarta


a. Berdasarkan kepemilikan
Berdasarkan kepemilikan terdapat tiga jenis proyek yaitu proyek privat, proyek
publik, dan proyek campuran. Berdasarkan kepemilikannya maka proyek sarana transportasi
Trasnjakarta ini berjenis yaitu proyek campuran karena dilakukan secara bersama antara
pemerintah dan swasta hal ini demi efisiensi dan efektifitas proyek terkait finansial dan skill.
b. Berdasarkan fungsi
Berdasarkan fungsinya, proyek dapat dibedakan menjadi proyek infrastruktur
ekonomi dan proyek infrastruktur sosial. Berdasarkan karakteristik tersebut, proyek
pengadaan sarana transportasi Transjakarta merupakan proyek infrastruktur sosial karena

23

manfaatnya sulit dihitung dalam denmoninasi mata uang misalnya dampak dalam
mengurangi kemacetan dan mengurangi waktu masyarakat dalam menggunakan sarana
transportasi. Walau demikian biaya pengadaan sarana Transjakarta ini dapat dinilai dalam
denominasi mata uang.
c. Berdasarkan sifat menghasilkan produk
Berdasarkan sifat menghasilkan produk terdapat dua jenis proyek yaitu proyek
produksi dan proyek infrastruktur. Proyek sarana transportasi Transjakarta merupakan jenis
proyek infrastruktur karena tidak langsung menghasilkan produk. Proyek sarana transportasi
Transjakarta memiliki dampak tidak langsung dan produk yang dihasilkan tidak langsung.
d. Berdasarkan hubungan satu proyek dengan proyek lain
Berdasarkan hubungan dengan proyek lain, proyek dapat dibedakan menjadi proyek
independet, proyek kontingen, atau proyek mutually exclusive. Berdasarkan karakteristik
tersebut proyek dapat dikategorikan sebagai proyek independent karena tidak harus
menunggu selesainya proyek tertentu atau mengakibatkan suatu proyek lainnya harus ditolak.
e. Berdasarkan keberadaannya
Berdasarkan keberdaannya, proyek dapat berjenis proyek baru, proyek penggantian,
dan proyek perluasan. Berdasarkan jenis tersebut, proyek saran trasnportasi Transjakarta
dapat dikategorikans sebagai proyek baru karena belum dilakukan atau dimiliki pemerintah
sebelum ditentukannya keputusan investasi proyek.
V.2 Investor dan Sasarannya
Berdasarkan manajemen Transjakarta, terdapat perbedaan manajemen terkait
beberapa urusan di Transjakarta. Terdapat tiga bagian yang mengurusi Transjakarta yaitu
Dishub sebagai organisasi tertinggi yang mengurusi terkait iklan dan promosi. Kemudian
BLU sebagai pihak yang mengurusi karcis dan manajemen operasional serta pihak ketiga
yaitu pihak yang menyediakan bus, tenaga pengemudi dan lain sebagainya terkait
operasional. Dengan demikian investor atau dengan definisi investor sebagai pihak yang
terkait dalam Transjakarta terdapat pihak Dishub, BLU, dan pihak ketiga.
Sasaran yang hendak dicapai dari inevstasi tersebut antara lain:

Sasaran finansial:

24

a. menutupi masalah finansial dalam pengadaan sarana transportasi Transjakarta


dengan melibatkan pihak ketiga melalui outsourcing.
b. adanya pihak BLU yang mengelola penjualan karcis dengan harapan dapat
meningkatkan pendapatan Transjakarta

Sasaran makro-ekonomi:
a. memperlancar arus transportasi dan distribusi barang sehingga memperlancar
kegiatan ekonomi masyarakat.
a. mengurangi biaya ekonomi makro terhadap kemacetan yang sering terjadi.

Sasaran politis
a. menumbuhkan citra politik yang baik dari Ibukota negara Republik Indonesia

Sasaran sosial
a. memberikan fasilitas transportasi yang aman, cepat, dan terjangkau.
b. mengurangi kemacetan lalu lintas

Sasaran budaya
a. mengembangkan budaya masyarakat yang lebih tertib.
b. mewujudkan budaya dalam sistem transportasi yang aman, cepat, dan terjangkau.

Sasaran administratif
a. meningkatkan pelayanan publik yang lebih efektif dan efisien.
b. meningkatkan efektifitas kebijakan melalui multistakaholder partnership.

25

BAB V
ANALISIS DATA

IV.1 Analisis Aspek Finansial


IV.1.1 Analisa Lingkungan Usaha
a. Tingkat Suku Bunga SBI (BI Rate)
Salah satu indikator perekonomian yang perlu dianalisis adalah pergerakan BI rate. BI
rate adalah suku bunga kebijakan yang mencerminkan sikap moneter yang ditetapkan oleh
Bank Indonesia dan diumumkan kepada publik (Bank Indonesia, 2010).
Pada saat Indonesia dilanda krisis moneter, BI rate meningkat dengan tajam hingga
37,93% di tahun 1998. Tingginya BI rate saat itu menyebabkan tersendatnya pemberian
kredit perbankan kepada dunia usaha sehingga banyak usaha yang lumpuh karena tidak ada
pendanaan modal kerjanya dan untuk melakukan investasi. Adapun BI rate saat ini 6,50%
dengan cadangan devisa sebesar $92.759
b. Laju Inflasi
Krisis moneter yang melanda Indonesia sejak 2997 telah melemahkan daya beli
masyarakat. meningkatnya harga-harga barang kebutuhan pokok yang sangat tinggi
menyebabkan inflasi tertekan sangat jauh hingga 77,63% di tahun 1998 (Kurniawan, 2007).

26

Keterpurukan Indoensia akibat krisis moneter pulih secara bertahap. Laju inflasi
mulai dapat ditekan hingga tahun 2004 berada di kisaran 6,40%. Pada tahun 2006,
menurunnya tingkat suku bunga berpengaruh pada peningkatan tingkat inflasi hingga di
bawah 7% (Kurniawan, 2007). Berdasarkan data dari Bank Indonesia, target inflasi tahun
2010 yaitu sebesar 5% (1%). Kemudian, inflasi tahun 2010 sampai 23 Desember 2010 yaitu
sebesar 6,33% atau di atas target Bank Indonesia (Bank Indonesia, 2010).
c. Kurs Rupiah terhadap Dollar Amerika Serikat
Kurs rupiah terhadap dolar Amerika Serikat masih menjadi bahan pertimbangan atas
suatu proyek. Oleh karena itu diperlukan gambaran terkait kurs rupai terhadap dolar amerika
serika. Sebagai gambaran akan disajikan kurs rupiah terhadap beberapa mata uang asing yaitu
sebagai berikut:

Sumber: Bank Indonesia,2010

IV.1.1 Analisa Finansial Proyek Sarana Trasnportasi Transjakarta


Analisis finansial atas pengoperasian Trasnjakarta diperlukan untuk mengevaluasi
efektifitas dan efisiensi proyek pengoperasian Transjakarta. Adapun analisis finansial akan
dilihat melalui beberapa proyeksi finansial antara lain sebagai berikut:

27

a. Kinerja Perusahaan
Transjakarta merupakan salah satu proyek Pemerintah DKI Jakarta sehingga
mendapatkan alokasi anggaran dari Pemerintah DKI Jakarta. Tahun 2007 anggaran
operasional Transjakarta hanya Rp 407 miliar yang bersumber dari APBD sebesar Rp 200
miliar dan Rp 207 miliar dari penjualan tiket. Sedangkan tahun 2008 menjadi Rp 504 miliar
terdiri dari Rp 264 miliar dari kucuran APBD Pemerintah DKI Jakarta dan Rp 240 miliar dari
pendapatan penjualan tiket (Putro, 2008).
Grafik Pendapatan Tiker Transjakarta Periode 2004-2009

Sumber:RPJM Provinsi DKI Jakarta, 2009


Berdasarkan data di atas maka dapat diuraikan sebagai berikut:
Tabel Pendapatan sebagai anggaran operasional Transjakarta
2007

2008

Ur

Jumlah

Alo

Rp

aian
kasi

jualan tiket
Ju
mlah

Jumlah

Alo

Rp

aian
200.000.000.000

Pemerintah
DKI Jakarta
Pen

Ur

kasi

264.000.000.000

Pemerintah
Rp.
207.000.000.000
Rp.407.000
.000.000

DKI Jakarta
Pen
jualan tiket
Ju
mlah

Rp.
240.000.000.000
Rp.504.000
.000.000

28

Dalam berbagai sumber, Transjakarta mengaku tidak memiliki hutang. Akan tetapi
pada tahun 2009 muncul polemik akan adanya utang Transjakarta sebagai utang
Transjakarta(BLU) didasarkan pada pendapat mengikat mengikat (binding opinion) no
09.487/V/BANI/HU-WD tertanggal 11 Mei 2009 tentang penyesuaian fee rupiah per km
yang harus dikabulkan BLU. Yakni dari pembayaran Rp 8.250 per km sesuai perjanjian awal
harus dibayarkan menjadi Rp 10.435 per km setelah adanya kenaikan BBM. Surat BANI
ditandatangani ketua M. Husseyn Umar dan anggota Krisnawenda sehingga muncul hutang
sebesar Rp 23.000.000.000 pada tahun 2009 (Bataviase, 2010). Dengan mengabaikan asumsi
hutang pajak maka selama tahu berjalan utang operasionalisasi Transjakarta hingga tahun
2009 dianggap sebesar Rp 23.000.000.000 karena sampai saat ini akibat pendapat tersebut
DKI Jakarta masih diminta untuk membayar utang tersebut.
Selain utang dan pendapatan, setiap tahun Transjakarta terhitung rugi. Berasarakan
data dari Institur Studi transportasi(Instran), pemborosan yang dilakukan oleh Transjakarta
setiap tahun sebesar Rp 30.000.000.000 (Antaranews, 2010).
b. Perkiraan Biaya Investasi
Perkiraan biaya investasi yaitu memperkirakan kemungkinan jumlah biaya yang
diperlukan untuk pengoperasian Transjakarta didasarkan atas informasi yang tersedia pada
waktu tersebut. komponen biaya investasi trasnjakarta antara lain sebagai berikut:
1. Biaya Pertama
Uraian
Biaya studi kelayakan, perencanaan,
dan pembangunan
Biaya pembangunan shelter
Biaya pengadaan bis BBM
Biaya pengadaan bis BBG
Biaya pembangunan dan pembuatan

Jumlah
Rp. 1.000.000.000
Rp. 100.000.000.0000
Rp. 1.147.000.000
Rp. 1.446.522.000
Rp. 82.000.000.000

sekat jalan(busway)
Jumlah

Rp.
18.559.352.200.000.000.000

2. Biaya Modal Kerja


Uraian
Biaya pemeliharaan

Jumlah
Rp 100.000.000.000

29

bus
[Dengan sumsi Koridor I-III Rp 9500 per
kilometer, Koridor IV-VII Rp 12.256 per kilometer,
Biaya pemeliharaan

Koridor VIII-X Rp 9.500 per kilometer] (Eca, 2010)


Rp 50.000.000.000

Busway
[Berdasarkan
Biaya promosi dan
sosialisasi

rencana

anggaran

Dinas

Pekerjaan Umum DKI Jakarta] (Bataviase, 2010)


48.831x14 hari x Rp 3500: Rp
2.392.719.000

[Berdasarkan data jumlah penumpang dari


Februari

2004-Maret

2005,

yaitu

pada

saat

pengoperasian awal Transjakarta yaitu penumpang


sebanyak

20.508.898.

dengan

demikian

diperkirakan jumlah penumpang setiap hari di awal


pengoperasian Transjakarta yaitu sebanyak 48.831.
(wartaglobal, 2008). Kemudian promosi dilakukan
melalui dua minggu perjalanan gratis]
Biaya pemeliharaan

Rp 50.000.000.000

Jumlah

Rp 20.239.271.900.000.000.000

shelter

3. Biaya Operasional
Uraian
Jumlah
Biaya personil kantor
155.257.313
Biaya pengemudi
87.569.802
Biaya keperluan kantor
24.514.313
Asuransi armada
13.000.000
Pajak
11.318.648
Depresiasi(penyusutan bis)
162.733.725
Jumlah
454.393.801
Sumber: Data Olahan (Kurniawan, 2007) dan (Tempointeraktif, 2010)

30

Berdasarkan perhitungan di atas maka anggaran implementasi dari


Transjakarta adalah sebagai berikut:
Implementasi Anggaran Transjakarta
Jumlah
Sumber Dana

Penggunaan

Jumlah

Dana
Rp.

Model

APBD

18.559.352.200.000.000.000

pertama
Modal kerja

Rp

Pendapatan

20.239.271.900.000.000.000

Modal
operasional

Rp

Karcis

Rp 454.393.801

264.000.000.000
Rp
240.000.000.000

Dana

modal

Rp.
38798623540000000000000000000

awal
Utang

Rp

23.000.000.000
Berdasarkan perhitungan tersebut wajar jika memang terdapat kerugian sebesar Rp
30.000.000.000 setiap tahun karena memang dana operasional yang ada tidak sebanding
dengan penggunaan dana.
b. Proyeksi Arus Kas
Komponen arus kas dalam investasi bis Transjakarta terdiri dari arus kas masuk(cash
inflow) yang merupakan unsur pendapatan Km Tempuh Bis dan arus kas keluar (cash
outflow) yang merupakan unsur beban atau biaya yang terdiri dari biaya langsung dan tidak
langsung. Analisa dihitung atas dasar arus kas masuk dan arus kas keluar per bis sehingga
dapat diketahui pendapatan yang dihasilkan dan biaya yang terpakai per bis.
Akan tetapi terdapat kebijakan BLU yang mengatur bis yang beroperasi sepanjang
koridor yang disesuaikan dengan tingkat kepadatan penumpang. Oleh karena itu sulit untuk
menelusuri pendapatan per bis dan biaya yang terpakai per bis.

b.1 Arus Kas Masuk


Asumsi produksi

31

Asumsi produksi di atas dibuat dengan mengabaikan adanya batasan operasi bis yang
dibuat oleh BLU. Diasumsikan bahwa setiap bis akan beroperasi secara penuh sepanjang
tahun tanpa memperhatikan jam kepadatan penumpang. Jumlah hari dihitung berdasarkan
perhitungan kalender masehi sebanyak 365 hari hingga 366 hari. Tidak dibedakan adanya
hari kerja dan hari libur serta libur bersama. Bis diasumsikan beroperasi selama setahun
penuh. Jumlah Km tempuh akan dihitung berdasarkan jumlah putaran bis dari Blok M ke
kota dan kembali ke Blok M atau sebaliknya hingga rata-rata per bis mampu menempuh 8
kali putaran per hari.
Km tempuh diproyeksikan sama, baik untuk arus kas tanpa investasi maupun arus kas
dengan investasi. Berdasarkan data asumsi produksi maka proyeksi Km tempuh sebagai
berikut:
Proyeksi km tempuh tahun 2008-2015
Tahun
Km kosong
2008
26.352 km
2009
26.280 km
2010
26.280 km
2011
26.280 km
2012
26.352 km
2013
26.280 km
2014
26.280 km
2015
26.280 km
Total
210.384 km
Sumber: Olahan dari data (Kurniawan, 2007)
b.2 Arus Kas Keluar

Km produksi
72.967 km
72.768 km
72.768 km
72.768 km
72.967 km
72.768 km
72.768 km
72.768 km
582.541 km

Km tempuh
99.319 km
99.048 km
99.048 km
99.048 km
99.319 km
99.048 km
99.048 km
99.048 km
792.925 km

32

Komponen-komponen biaya sangat dipengaruhi oleh perkembangan kondisi


lingkungan usaha yang akan di masa datang. Dalam membuat proyeksi arus kas, kenaikan
biaya-biaya dapat diprediksi dengan menggunakan proyeksi beberapa indikator ekonomi.
Berdasarkan berbagai sumber diperoleh asumsi sebagai berikut:
N

Uraian

Nilai asumsi

Suku bunga sertifikat bank indonesia(risk free

8,5%

Tingkat inflasi

6,5%

Harga bahan bakar minyak industri

Rp.4796

Harga bahan gas industri

Rp.2562

Tarif pajak penghasilan badan

28%

o
.

rate)

.
.
.
.
Sumber: (Bank Indonesia, 2010)
Investasi yang dilakukan Transjakarta adalah investasi berupa jumlah bis BBM atau
bis BBG. Berdasarkan arahan dari BLU Transjakarta mengenai perjanjian KPAD bagi
operator bis yang berinvestasi dapat membuat asumsi perpanjangan kontrak selama 8 ahun.
Dengan demikian asumsi umur ekonomis bis disesuaikan dengan kontrak KPAD selama 8
tahun yaitu tahun 2008 sampai dengan 2015 dengan pengadaan bis dilakukan pada tahun
2007. Umur ekonomis ini sesuai dengan rekomendasi external auditor kepada manajemen
Transjakarta mengenai kendaraan operasional.
Berdasarkan asumsi-asumsi di atas maka besarnya nilai fee sesuai dengan jenis
investasi bis adalah sebagai berikut:

33

Dengan demikian proyeksi arus kas operasional Transjakarta adalah sebagai berikut:

Proyeksi Arus Kas Bus(BBM)


Transjakarta

34

35

c. WACC(Weighted Average Cost of Capital)


WACC yaitu teknik yang digunakan untuk menghitung struktur biaya modal.
Merupakan biaya modal rata-rata tertimbang dari masing-masing sumber permodalan.

Berdasarkan rumus perhitungan tersebut WACC dari Transjakarta dapat diperoleh


sebagai berikut:
WACC Transjakarta: 23.000.000.000(0,010) + Rp 504.000.000.000x0,065
: 32.990.000.000
d. Profitabiltas
Dalam menghitung profitabilitas proyek dapat dilakukan dengan menggunakan dua
macam metode yaitu metode konvensional dan metode discounted cash flow. Dalam metode
konvensional dipergunakan dua macam tolak ukur yaitu payback period(PP) dan average rate
of return(ARR). Sedaangkan metode discouted cash flow dipergunakan tiga macam tolak
ukur yaitu Net Presenst Value, zInternal rate of Return(IRR) dan Profitability Index(PI).
Perbedaan dalam kedua metode ini adalah dalam metode konvensional tidak memperhatikan
nilai mata uang layaknya di metode discounted cash flow. Dalam evaluasi ini akan digunakan
metode konvensional yang lebih sederhana karena keterbatasan data terkait finansial.
a. Average rate return

ARR:

: -2,6 (karena nilai keuntungan negatif/rugi)

36

b. Payback period
Karena cash flow yang diproyeksikan setiap tahun memiliki nilai yang berbeda maka
payback period adalah sebagai berikut:
PP:

1.147.000.000

: 439,4
IV.2 Analisis Aspek Teknis dan Teknologi
Sistem Bus Rapid Transit (BRT) adalah angkutan massal yang berbasis pada jalan
dimana memanfaatkan jalur - jalur khusus dan ekslusif. Sedangkan Bus Rapid Transit
berbasis bus way adalah sarana angkutan umum massal dengan moda bus dimana kendaraan
akan berjalan pada lintasan khusus berada di sisi jalur cepat. Selain itu sistem yang
dipergunakan adalah sistem tertutup dimana penumpang dapat naik dan turun hanya pada
halte - halte dan tentunya harus dilengkapi dengan sistem tiket baik berupa tiket untuk sekali
jalan ataupun berlangganan dengan mekanisme prabayar. Agar para penumpang nyaman pada
saat menuju dan meninggalkan halte maka disediakan fasilitas penyeberangan orang yang
landai, petugas keamanan pada setiap halte, jadwal waktu perjalanan dan juga tidak adanya
pedagang kaki lima baik di halte maupun jembatan penyebarangan kecuali pada tempat
tampat yang telah ditentukan. Selain itu agar mudah menuju dan meninggalkan lajur bus way
maka dari lokasi - lokasi tertentu akan disediakan trayek angkutan umum. Bus way (jalur bus)
merupakan jalur khusus untuk lintasan bus dengan maksud untuk meningkatkan efisiensi
sistem transportasi umum, yaitu mempersingkat waktu perjalanan dan biaya transportasi
(Transportation Research Board, 2003).
Dengan mengedepankan konsep efisiensi dan kesetaraan pada penerapan system
angkutan umum, Pemerintah Daerah Propinsi DKI Jakarta saat ini sedang melaksanakan
penerapan sistem Bus Rapid Transit (BRT) berbasis bus way yang menerapkan lajur khusus,
ekslusif, sebagai bagian dari kebijakan Pemda yang tertuang dalam Pola Transportasi Makro
2003 dan ditetapkan dalam SK. Gubernur Nomor 84 Tahun 2004. Secara umum, kebijakan
Pemda tersebut meliputu dua sistem yang menjadi tulang punggung (backbone sistem)
pengembangan wilayah perkotaan, yaitu:

37

1.

Sistem Angkutan Umum dengan melakukan promosi terhadap penggunaan


angkutan umum, yang meliputi :

a.

Mengembangkan tingkat dan jenis pelayanan yang diberikan angkutan umum.

b.

Mengintegrasikan sistem transportasi multi-moda untuk memberikan


kemudahan dan kenyamanan.

c.

Memanfaatkan sistem angkutan umum yang ada

2.

Sistem Jaringan Jalan dengan melakukan pengurangan tingkat kemacetan lalu


lintas, yang meliputi :

a.

Mengembangkan sistem jalan arteri

b.

Meningkatkan efisiensi penggunaan kapasitas jalan

c.

Menekan demand lalu lintas yang berlebihan dengan penerapan manajemen


kebutuhan transportasi (transport deman management)

Berikut adalah mekanisme penumpang dalam menggunakan bus way:


1.

Para penumpang harus menggunakan fasilitas penyeberangan jalan untuk menuju/


meninggalkan halte.

2.

Membeli tiket pada tempat yang telah disediakan.

3.

Masukkan karcis didekat gerbang masuk pada alat kontrol karcis, jika karcis masih
berlaku maka alat putar pada pintu masuk akan terbuka.

4.

Selanjutnya memasuki ruang tunggu bus way yang aman dan nyaman dimana
kebersihannya senantiasa terjaga.

5.

Antri pada tempat yang disediakan sambil menunggu kedatangan bus.

6.

Bus akan berhenti pada halte yang disediakan dan secara otomatis pintu bus dan
halte terbuka.

7.

Waktu menaikkan penumpang memadai sehingga tidak perlu berebut.

8.

Didalam bus udara bersih dan segar diharapkan partisipasinya untuk menjaga
kebersihan bus tersebut.

38

9.

Bus akan berhenti pada halte yang disediakan dan secara otomatis pintu bus dan
halte terbuka.

10. Penumpang dapat meninggalkan bus melewati fasilitas penyeberangan dan trotoar
yang ada.
Fasilitas, sarana dan prasarana yang mendukung operasional busway Transjakarta
adalah:
1.

Lajur khusus: terletak di sisi jalur cepat dan dipisahkan oleh garis untuk tanda
pembuka jalan yang berwarna berbeda dari jalur lalu lintas lainnya dan disertai
dengan tulisan jalur bus dengan lambang lambang sebagai pelengkap antara
lain:

a.

Paku jalan

b.

Kerucut lalu lintas. Kerucut lalu lintas digunakan untuk memisahkan arus lalu
lintas bus way dari lalu lintas lainnya, agar masyarakat mematuhi disiplin
penggunaan jalur bus way.

c.

Pulau- pulau lalu lintas lintas. Bila jalur bus way digunakan sepanjang hari,
agar tidak menggunakan akses ke bangunan lain, maka dapat dibangun pulaupulau lalu lintas dengan interval tertentu.

d.

Pemisahan Fisik. Bila jalur bus way digunakan sepanjang hari dan akses ke
bangunan dan akses ke luar jalur bus way dilarang, maka digunakan pemisah
lajur berupa beton pemisah atau menggunakan ambang pengaman (guard rail).

e.

Rambu. Rambu yang digunakan untuk jalur bus way adalah Rambu
berakhirnya jalur bus way, Rambu arah yang dituju lajur bus way, Rambu
petunjuk awal berlakunya jalur bus way, Rambu petunjuk jenis kendaraan yang
dapat menggunakan jalur bus way, Papan tambahan batas waktu penggunaan
lajur.

2.

Halte: berada dipemisah jalur cepat berfungsi untuk pemberhentian dan


pemberangkatan (menaikan dan menurunkan) penumpang, serta digunakan
untuk penumpang antri membeli karcis dan menunggu kedatangan bus way
secara tertib, aman, dan nyaman. Didalamnya terdapat beberapa fasilitas yaitu

39

loket penjualan karcis, lampu penerangan dan pendingin ruangan, pintu keluar
masuk, ruang tunggu dan petugas tiket dan keamanan.
3.

Fasilitas penyeberangan orang: dibangun sedemikian rupa dengan kelandaian


yang nyaman dilengkapi dengan fasilitas untuk pengontrolan karcis/tiket,
lampu penerangan, jadwal dan rute perjalanan , telepon umum, serta fasilitas
pengaduan.

4.

Armada : berupa bus berukuran besar dengan kapasita 30 orang penumpang


duduk dan 55 orang penumpang berdiri (dengan alat pegang ayun), dilengkapi
dengan fasilitas pendingin, fasilitas komunikasi pada ruang kemudi yang
dihubungkan dengan pusat kontrol berguna untuk komunikasi pengemudi dan
operator serta memberikan informasi kepada penumpang, dan pintu otomatis
keluar masuk dari sisi kanan dan kiri.

5.

Pusat kendali : berfungsi umtuk memonitor posisi bus dan kondisi dari setiap
halte yang ada.

6.

Kebersihan: pada setiap elemen prasarana bus way antara lain jembatan
penyeberangan, halte bus, dan juga bus itu sendiri.

Implementasi bus way dilakukan untuk pertama kalinya pada koridor Blok M Kota
yang dipandang sebagai koridor tersibuk di Jakarta. Sepanjang koridor ini adalah kawasan
komersil, perkantoran, pemerintahan, jasa, dan pusat pusat aktivitas dan perekonomian
masyarakat. Pada tahap berikutnya, implementasi dilakukan pada dua koridor lainnya, yaitu
Pulo Gadung Harmoni dan Kalideres Harmoni. Gabungan dari ketiga koridor ini
membentuk suatu sistem tulang punggung (backbone sistem) yang menghubungkan
pergerakan arah barat timur (Pulo Gadung Kalideres) menuju utara selatan (Blok M
Kota) atau sebaliknya.
Dalam Pola Transportasi Makro, terdapat 15 (lima belas) koridor BRT yang
direncanakan secara bertahap sampai dengan tahun 2010, adapun koridor koridor tersebut
adalah :
1.

Kota Blok M

2.

Pulo Gadung Harmoni

40

3.

Kalideres Harmoni

4.

Warung Jati Imam Bonjol

5.

Kampung Melayu Ancol

6.

Kp. Rambutan Kp. Melayu

7.

Pulo Gadung HI

8.

Ps. Minggu Manggarai

9.

Kp. Melayu Roxy

10.

Tomang Harmoni Ps Baru

11.

Senayan Tanah Abang

12.

Pulo Gebang Kp. Melayu

13.

Lebak Bulus Kebayoran Lama

14.

Kali Malang Blok M

15.

Ciledug Blok M

Pengelolaan angkutan umum bus way ini adalah sebuah organisasi bernama Badan
Pengelola Trans Jakarta. BP. Trans Jakarta ini adalah lembaga non struktural Pemerintah
Daerah dibentuk berdasarkan SK Gubernur No. 110/2003 tanggal 31 Desember 2003. BP.
Trans Jakarta adalah badan transisi berdasarkan Perda No. 12/2003 (pasal 109), dan
berdasarkan Perda tersebut, semua otoritas transportasi akan dibentuk dengan berlandaskan
Perda. Berikut adalah struktur organisasi BP.
IV.3 Aspek Manfaat dan Biaya Sosial
Analisis manfaat dan biaya digunakan dalam mengevaluasi pemanfaatan sumbersumber ekonomi agar sumber yang langka tersebut dapat digunakan secara efisien.
Pemerintah mempunyai banyak program atau proyek yang harus dilaksanakan sedangkan
biaya yang tersedia sangat terbatas. Dengan analisis ini pemerintah menjamin penggunaan
sumber-sumber ekonomi yang efisien dengan memilih program-program yang memenuhi
kriteria efisiensi.

41

Sebagai ibu kota serta pusat pemerintahan di Indonesia, Kota Jakarta berkembang
cukup pesat menjadi kota yang cukup padat dan sibuk dengan aktifitas yang tinggi termasuk
tingkat mobilisasi penduduk(perjalanan). Apabila terdapat lebih dari 300 mobil baru setiap
hari didaftarkan di DKI Jakarta dengan rata-rata panjang mobil 3 meter, maka dalam sehari
saja barisan mobil di jalanan Jakarta bertambah hampir satu kilometer. Pertumbuhan jumlah
kendaraan bermotor di Jakarta dalam setahun mencapai 10 persen, sementara penambahan
panjang jalan di Jakarta kurang dari 1 persen tiap tahunnya (Hartadi,2010). Maka kemacetan
di Jakarta semakin parah dari waktu ke waktu, bahkan diprediksikan dengan tingkat
pertumbuhan kendaraan bermotor saat ini, Jakarta akan macet total pada tahun 2014
(Hartadi,2010).
Kondisi ini menyebabkan Pemerintah Propinsi DKI Jakarta semakin intensif
membangun sejumlah moda transportasi umum, diantaranya Bus Rapid Transit (BRT) atau
lebih dikenal dengan Transjakarta yang diluncurkan pertama kalinya pada tanggal 15 Januari
2004, dimana saat ini baru beroperasi untuk 3 koridor dari 15 koridor yang direncanakan
(Hartadi, 2010). Tujuan proyek Transjakarta ini selain untuk menekan penggunaan mobil
pribadi, Transjakarta juga diharapkan dapat memberikan kenyamanan dan keamanan bagi
para pengguna angkutan umum. Sebab sebelum ini angkutan umum yang nyaman, terjadwal,
cepat dan tepat waktu merupakan satu hal yang belum dimiliki oleh Jakarta. Sebagian
menyatakan bahwa ketidaktersediaan angkutan umum seperti Transjakarta inilah yang
menyebabkan masyarakat membeli kendaraan pribadi.
Sebagai salah satu proyek yang menjadi jawaban atas masalah publik maka
diperlukan evaluasi atas proyek sarana transportasi Transjakarta dari segi manfaat dan biaya.
Hal ini sangat penting untuk melihat apakah sumber-sumber ekonomi sudah digunakan
dengan efisien.
Dalam menentukan manfaat dan biaya sosial suatu program atau proyek harus dilihat
secara luas pada manfaat dan tidak hanya pada individu saja. Oleh karena menyangkut
kepentingan masyarakat luas maka manfaat dan biaya dapat dikelompokkan dengan berbagai
cara (Mangkoesoebroto, 1998; Musgrave and Musgrave, 1989 dalam Sugiyono, 2001). Salah
satunya yaitu mengelompokkan manfaat dan biaya suatu proyek secara riil (real) dan semu
(pecuniary). Manfaat riil adalah manfaat yang timbul bagi seseorang yang tidak diimbangi
oleh hilangnya manfaat bagi pihak lain. Manfaat semu adalah yang hanya diterima oleh
sekelompok tertentu, tetapi sekelompok lainnya menderita karena proyek tersebut.
IV.3.1 Aspek Manfaat

42

Berdasarkan uraian mengenai manfaat dan biaya tersebut maka analisis evaluasi
proyek sarana Transjakarta dari segi manfaat dan biaya dapat dianalisis sebagai berikut:
a. Manfaat Rill dari Bus Transjakarta
Manfaat riil dibedakan lagi menjadi manfaat langsung atau primer dan tidak langsung
atau sekunder (direct/primary dan indirect/secondary). Hal yang perlu diperhatikan dalam
menentukan manfaat adalah hanya kenaikan hasil atau kesejahteraan yang diperhitungkan
sedangkan kenaikan nilai suatu kekayaan karena adanya proyek tersebut tidak
diperhitungkan. Manfaat langsung berhubungan dengan tujuan utama dari proyek atau
program. Manfaat langsung timbul karena meningkatnya hasil atau produktivitas dengan
adanya proyek atau program tersebut. Pada proyek sarana transportasi Transjakarta ini,
manfaat langsungnya adalah dengan adanya pengadaan bus Transjakarta yaitu adanya sarana
transportasi baru yang berupaya mengurangi kemacetan dan dapat menjadi alternatif
transportasi di DKI Jakarta. Selain itu juga memberikan manfaat kepada para penumpang
berupa kenyamanan dan keamanan dalam bepergian. Namun demikian, manfaat langung dari
bus Transjakarta ini masih dirasakan belum dapat dirasakan dengan maksimal karena tujuan
awal untuk mengurangi penggunaan kendaraan pribadi belum tercapai. Hal ini terbukti dari
masih tingginya penggunaan mobil pribadi di jalan-jalan ibukota.
Menurut data yang ada, jumlah penduduk yang bekerja di Provinsi DKI Jakarta pada
Februari 2008 sebesar 4,06 juta orang, bertambah sekitar 0,52 juta orang jika dibandingkan
dengan keadaan Februari 2007 sebesar 3,54 juta orang. Penambahan jumlah pekerja
didominasi oleh kaum perempuan sebesar 379 ribu orang, sementara peningkatan pekerja
laki-laki sebesar 133 ribu orang. Dari 4,06 juta pekerja tersebut ternyata sebagian besar
mereka menggunakan kendaraan pribadi sebagai sarana transportasi menuju tempat kerjanya
daripada menggunakan angkutan umum.
Tabel Alat Transportasi yang digunakan ke tempat kerja

43

Tabel di atas merupakan hasil peelitian yang dilakukan oleg MARS Indonesia dalam
Indonesian Consumer Profile 2008. Berdasarkan hasil riset tersebut sejumlah 78,4%
pekerja di Jakarta lebih suka menggunakan kendaraan pribadi (mobil & motor pribadi). Hal
ini berbeda jauh dengan jumlah pekerja yang memilih menggunakan angkutan umum yaitu
sebanyak 18,1% (Zumar, 2009). Berdasarkan hasil riset tersebut maka dapat dipahami bahwa
budaya untuk menggunakan kendaraan umum belum menjadi budaya masyarakat khusunya
dalam riset ini yaitu pekerja.
Kecenderungan penduduk untuk menggunakan kendaraan pribadi dapat dilihat dari
jumlah kendaraan di DKI Jakarta. Dishub DKI Jakarta menyatakan bahwa pada 2007
kendaraan di DKI Jakarta mencapai 5,7 juta unit. Hal ini menunjukkan kenaikan sebesar 8%
dari dua tahun sebelumnya yang hanya terdapat 4,9 juta unit.

Sejumlah 98,5% dari

kendaraan tersebut adalah adalah kendaraan pribadi dan hanya 1,5% kendaraan
umum( Zumar, 2009).
Selain itu, kenyamanan dan keamanan bus Transjakarta masih belum terjamin
sepenuhnya. Para penumpang berdesak - desakan, berdiri, dan berhimpitan. Terutama bagi
wanita, pasti sangat tidak nyaman di saat ketika tidak mendapatkan tempat duduk, dan
berhimpitan dengan lawan jenis, sehingga terbuka kesempatan terjadinya pelecehan seksual.
Ditambah lagi, masih adanya aksi-aksi perampokan dan pencopetan (Khaiwirna, 2010).
Apabila hal ini terus terjadi maka manfaat langsung Transjakarta dapat berkurang dan
tergradasi.
Manfaat langsung dari Transjakarta sebagai sarana transportasi yang cepat sempat
mendapat kendala dengan adanya Transjakarta yang terlambat datang. Dijelaskan bahwa
keterlambatan sering terjadi karena adanya jalur-jalur Transjakarta yang dilalui oleh
kendaraan selain bus Transjakarta serta Stasiun Pengisian bahan Bakar Has(SPBG) hanya
terdapat tiga stasiun yang mengurusi armada Transjakarta di delapan koridor (Depdagri,
2010). Akan tetapi hal tersebut berkurang dengana dibuatnya Standar Pelayanan
Minimum(SPM).
Manfaat tidak langsung adalah manfaat yang tidak secara langsung disebabkan karena
adanya proyek yang akan dibangun atau merupakan hasil sampingan. Manfaat tidak langsung
ini dapat menjadi luas sekali, tergantung dari sejauh mana memasukkan manfaat tidak
langsung ke dalam analisis. Dalam hal proyek bus Transjakarta ini, manfaat tidak
langsungnya adalah adanya jembatan penyeberangan bagi para pejalan kaki. Pembuatan
shelter Transjakarta di beberapa ruas jalan di Jakarta juga diiringi dengan pembangunan
jembatan-jembatan penyeberangan untuk memudahkan para pengguna mencapai shelter

44

Transjakarta karena biasanya shelter ini berada di tengah-tengah ruas jalan. Pada awalnya,
masyarakat menyeberang di jalan yang dapat menyebabkan kemacetan. Setelah adanya
jembatan penyembrangan ini, para pejalan kaki akan memilih menggunakan jembatan
tersebut untuk menyebrang karena akan lebih aman. Selain itu, juga tidak akan mengganggu
para pengendara dan dapat mengurangi kemacetan di jalan raya. Jalur Transjakarta dibuat
terpisah dengan jalan angkutan umum dan kendaraan lainnya, sehingga Transjakarta
diharapkan terhindar dari kemacetan sehingga para pengguna bus Transjakarta tidak
membuang waktu mereka sia-sia. Namun sayangnya, jalur khusus Transjakarta atau separator
Transjakarta ini tetap saja digunakan para pengendara lain. Hal ini malah mengakibatkan
Transjakarta ikut terjebak macet.
Gambar Antrian di Shelter Transjakarta

Manfaat riil dapat dibedakan pula menjadi manfaat yang berwujud (tangible) dan
yang tidak berwujud (intangible). Istilah berwujud ditetapkan bagi yang dapat dinilai di
pasar, sedangkan yang tidak berwujud untuk segala sesuatu yang tidak dapat dipasarkan.
Manfaat dan biaya sosial tergolong dalam kategori manfaat yang tidak dapat dipasarkan
sehingga termasuk kategori manfaat dan biaya yang tidak berwujud (intangible benefits dan
intangible costs) (Sugiyono, 2010).
Manfaat sosial atau manfaat yang tidak berwujud dari adanya bus Transjakarta ini
adalah tata kota yang lebih terlihat modern. Pembangunan shelter bus Transjakarta telah
membawa aspek keindahan di kota Jakarta. Unsur kerapian menjadi terlihat. Namun
demikian, banyak dari shelter Transjakarta yang terlihat tidak terurus dan berantakan. Banyak
shelter yang seharusnya dapat digunakan tapi dibiarkan menggangur begitu saja. Bahkan,

45

besi-besi penopang shelter ada yang dicuri. Adapun manfaat yang berwujud dan yang terlihat
adalah terdapatnya bus Transjakarta. Bus Transjakarta bila dibandingakan dengan bis
angkutan lain memang jauh lebih besar, nyaman, dan bersih. Selain itu, bus Transjakarta ini
dilengkapi dengan alat pendingin dan juga memiliki pengendara yang mengenakan pakaian
yang rapi, seperti menggunakan jas dan dasi.
b. Manfaat Semu dari Bus Transjakarta
Manfaat semu adalah yang hanya diterima oleh sekelompok tertentu, tetapi
sekelompok lainnya menderita karena proyek tersebut. Pada hakekatnya, para pengguna jasa
transportasi (masyarakat Jakarta) tentu diuntungkan dengan adanya bus Transjakarta ini,
karena mereka memiliki lebih banyak pilihan angkutan umum. Namun demikian, tidak
tertutup kemungkinan, ada pula pihak yang dirugikan dan menderita akibat dari proyek ini.
Pihak yang dirugikan ini adalah para supir dari jenis angkutan lain. Dengan adanya bus
Transjakarta ini jelas pendapatan mereka akan semakin berkurang dengan semakin
berkurangnya penumpang.
Secara lebih ilmiah, pada dasarnya penentuan manfaat dari suatu proyek dapat
diperkirakan berdasarkan willingness to pay atau kesediaan orang untuk membayar. Beberapa
pendekatan dari konsep willingness to pay yang penting adalah (Sugiyono, 2001):
- Nilai Kesehatan
Berdasarkan nilai kesehatan, adanya penambahan armada angkutan umum baru yaitu
bus Transjakarta tentu akan semakin meningkatkan polusi udara. Pencemaran udara, misalnya
karena emisi SO2, dapat menyebabkan kondisi kesehatan orang yang terkena pencemaran
akan memburuk, dapat menyebabkan sakit kepala, sesak nafas, dan sebagainya. Kesediaan
orang untuk mengeluarkan biaya pengobatan atau untuk menghindari sakit akibat
pencemaran udara tersebut dapat dipakai sebagai ukuran manfaat dari program
penanggulangan pencemaran. Studi yang telah dilakukan pada tahun 1986 di Los Angeles
menunjukkan bahwa kesediaan orang untuk membayar dalam kaitannya dengan pencegahan
gejala sesak nafas berkisar antara 0,97-23,87 dolar Amerika (Field, 1994 dalam Sugiyono).
Hal ini membuktikan bahwa kesedian orang untuk membayar dalam kaitannya dengan
pencegahan gejala sesak nafas tergolong rendah.
Pengadaan bus Transjakarta ini harus dilihat sebesar apa pencemaran udara yang telah
dihasilkan. Dengan demikian, dapat terlihat apakah pengadaan bus Transjakarta ini malah
dapat membahayakan kesehatan masyarakat. Di tambah lagi, kemampuan masyarakat yang

46

tergolong rendah dalam hal ekonomi tentu akan menyulitkan mereka untuk melakukan
pengobatan.
-

Biaya Perjalanan

Pendekatan biaya perjalanan dipakai untuk menilai barang yang pada umumnya oleh
masyarakat dinilai terlalu rendah, misalnya barang rekreasi (keindahan dan kenyamanan).
Namun demikian, transportasi adalah hal yang sangat penting dalam kehidupan masyarakat
ibukota. Angkutan transportasi di Jakarta cukup beragam dan cukup banyak pilihan. Hal ini
pula lah yang menjadi penyebab tingginya angka kemacetan di Jakarta. Banyaknya jenis
angkutan umum lain yang dapat digunakan para pengguna jasa transportasi, maka diperlukan
perhitungan biaya perjalanan.
Untuk memperkirakan manfaat barang tersebut maka digunakan proksi biaya
perjalanan untuk dapat menikmati pelayanan jasa transportasi bus Transjakarta. Tarif
Transjakarta tergolong mahal bagi beberapa kalangan. Agar dapat menjadi pilihan utama dari
para pelanggan, tentu bus Transjakarta ini harus memiliki tarif yang bersaing dan lebih
terjangkau dibandingkan dengan jenis angkutan umum yang lain. Dengan mempergunakan
data biaya perjalanan maka dapat diperkirakan willingness to pay untuk menggunakan jasa
pelayanan angkutan.
IV.3.2 Aspek Biaya Sosial
Selain analisis terkait manfaat, juga diperlupkan anlasisi terkait biaya sosial bus
Transjakarta. Pentingnya mengukur biaya secara akurat sering diabaikan dalam analisis
manfaat dan biaya. Hasil dari suatu analisis menjadi kurang baik akibat memperkirakan biaya
yang terlalu besar atau memperkirakan manfaat yang terlalu rendah. Biaya sosial dapat
diperkirakan dengan menggunakan prinsip oportunity cost, untuk membedakan dengan biaya
untuk pembelian barang bagi individu. Oportunity cost dalam penggunaan sumber daya alam
merupakan nilai tertinggi bagi masyarakat dari berbagai alternatif penggunaan sumber daya
tersebut. Sehingga pendekatan oportunity cost merupakan pendekatan yang terbaik untuk
menentukan nilai dari biaya yang tidak berwujud (Sugiyono, 2001).
Biaya sosial dapat dilihat dari opportunity cost, dimana biaya yang harus dikorbankan
oleh masyarakat untuk dapat menggunakan jasa Transjakarta (bus Transjakarta). Artinya,
berapa biaya yang dikeluarkan para pengguna ketika menggunakan jenis angkutan lain pada
rute yang sama dan berapa biaya yang dkeluarkan para pengguna ketika mereka
menggunakan Transjakarta sebagai alat transportasinya. Selain itu, opportunity cost dapat

47

digunakan untuk melihat berapa besar pengorbanan yang harus dikeluarkan pengelola dan
para pengguna ketika memilih

alternatif pengadaan Transjakarta dan menggunakan

Transjakarta sebagai alat transportasi. Dengan demikian, dapat dilihat biaya-biaya apa saja
yang harus dikeluarkan dan yang harus dikorbankan dalam rangka pelaksanaan proyek bus
Transjakarta ini. Biaya-biaya yang dikorbankan tidak hanya biaya yang merupakan biaya
yang terkait dengan operasional saja, melainkan juga meliputi biaya yang tidak berwujud
secara nyata namun dapat dirasakan bahwa memang ada yang harus dikorbankan. Dengan
melihat dari setiap manfaat yang ada, maka dapat dilihat pula apa saja biaya-biaya yang harus
dikorbankan terkait pelaksanaan proyek bus Transjakarta ini.Berikut adalah tabel analisis
Aspek Manfaat dan Biaya Proyek Bus Transjakarta.
Tabel Analisis Aspek Manfaat dan Biaya Proyek Bus Transjakarta
Manfaat

Biaya

Proyek Bus Transjakarta


R
Rill

Langsung Berwujud

Menurunkan
tingkat kemacetan

Biaya pengadaan
bus Transjakarta, Gaji dan
upah supir bus, Biaya

Menurunkan

Tidak

perawatan bus
Hilangnya

penggunaan jumlah

menurunya

kendaraan pribadi

negara

Kenyamanan Para

Berwujud penumpang

atau

pendapatan
dari

pajak

kendaraan bermotor
Biaya pembelian
AC,

Biaya

perawatan

Bus, Biaya Service Bus,


Biaya Penataan Interior
Bus
Keamanan Para
Penumpang

Biaya

petugas keamanan, Biaya


Pengadaan

Tidak
Langsung

Berwujud

Ada halte bus


yang terpisah

sewa
Sensor

Pengaman
Biaya
pembangunan halte dan

48

Shelter Transjakarta
Ada jembatan

Biaya

penyebrangan di ruas

Pembangunan Jembatan,

jalan

Ada

lahan

yang

berkurang untuk taman


kota
Tidak

Keindahan Kota

Berwujud

Biaya
Pembangunan Shelter dan
Koridor Transjakarta yang
artistik

Tata

kota

yang

lebih modern

S Langsung
semu

Biaya sewa jasa


arsitek

Pendapatan supir
angkotan

umum

lain

semakin berkurang
Semakin
meningkatkan

polusi

emisi CO2
Masyarakat
memiliki

lebih

banyak

alternatif transportasi

Berdasarkan tabel analisis manfaat dan biaya diatas dapat terlihat bahwa terdapat
berbagai pengorbanan yang harus dilakukan dalam rangka pelaksanaan proyek bus
Transjakarta ini. Opportunity cost-nya meliputi biaya-biaya yang terkait pengadaan bus
Transjakarta itu sendiri, biaya perawatan bus, gaji dan upah supir bus, dan biaya service bus.
Selain itu, biaya yang dikeluarkan juga terkait dengan biaya pembangunan shelter, koridor
dan jembatan penyebrangan. Ditambah lagi, biaya sewa petugas keamanan dan jasa arsitek
yang merancang desainshelter dan koridor Transjakarta sehingga terlihat lebih artistik. Selain
biaya-biaya yang memang dikeluarkan langsung oleh pengelola, ada juga biaya-biaya atau
pengorbanan yang harus dilakukan namun tidak dikeluarkan secara langsung oleh pengelola,
seperti hilangnya atau berkurangnya pendapatan negara yang berasal dari pajak kendaraaan

49

bermotor karena semakin menurunnya penggunaan kendaraan dan mobil pribadi oleh
masyarakat.
IV.4 Analisis Aspek Legal
Setiap atau segala hal yang dilakukan oleh pemerintah tentu harus memiliki sebuah
peraturan yang mengaturnya dan yang menjadi payung hukum dari setiap tindakan yang
dilakukan. Hal ini bertujuan agar tindakan yang dilakukan bersifat legal dan sah.
Kebutuhan akan transportasi merupakan kebutuhan mendasar yang pasti dilakukan
oleh setiap orang yang ada di ibukota Jakarta dan daerah sekitarnya. Umumnya, transportasi
ini dibutuhkan untuk perjalanan dari rumah (home base) menuju tempat kerja atau sekolah.
Hal ini tergambar dengan jelas pada kondisi jalan-jalan utama di kawasan perkantoran di
ibukota yang mengalami kepadatan pada jam-jam masuk dan pulang kantor dibandingkan
dengan kondisi jalan pada hari Minggu atau hari libur. Oleh Karena itu, kebutuhan akan
transportasi merupakan kebutuhan mutlak yang tidak dapat diabaikan sehingga penataannya
memerlukan pendekatan yang komprehensif dan diberikan payung hukum sebagai
landasannya. Terkait dengan penataan transportasi ada beberapa undang-undang yang terkait
di dalamnya yaitu (Kristianto, (n.d)):
1. Undang-Undang No. 14 Tahun 1992 tentang Lalu Iintas dan Angkutan Jalan, yaitu
pengaturan tentang moda transportasi yang menyangkut pembina, pengaturan, dan
pengawasan moda transportasi.
2. Undang-Undang No. 24 Tahun 1992 jo Undang-Undang No. 26 Tahun 2007
tentang Penataan Ruang, yaitu peraturan yang mengatur tentang kewenangan, proses
dan prosedur, serta kelembagaan sebagai pedoman administrasi dalam kegiatan
penataan ruang, yang meliputi penyusunan, pemanfaatan, dan pengendalian
pemanfaatan ruang.
3. Undang-Undang No. 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah, yaitu
pengaturan kewenangan daerah dalam menata wilayahnya secara otonom.
4. Undang-Undang No. 38 Tahun 2004 tentang Jalan, yaitu peraturan yang mengatur
penyelenggaraan

jalan

sebagai

infrastruktur

penting

dalam

menjamin

terselenggaranya kegiatan sosial ekonomi masyarakat.


5. Undang-Undang No. 25 Tahun 2005 tentang Sistem Perencanaan Pembangunan
Nasional, yaitu pengaturan tentang tata cara perencanaan pembangunan untuk
menghasilkan rencana-rencana pembangunan di tingkat pusat dan daerah.

50

Dalam peraturan-peraturan sebagaimana tersebut di atas, pengaturan manajemen


transportasi merupakan bagian kewenangan dari Pemerintah Daerah yang harus menjadi
bagian terintegrasi dengan konsep penataan ruang yang terpadu di daerah yang bersangkutan.
Tugas pemerintah terkait manajemen transportasi menurut ketentuan perundang-undangan
Indonesia meliputi aspek perencanaan, pemanfaatan, pengawasan, dan pembinaan.
Berdasarkan berbagai peraturan diatas, pemerintah daerah yang diberi kewenangan
dalam rangka menyelesaikan masalah-masalah terkait transportasi. Masalah yang
menyangkut transportasi memang terjadi di mana saja, begitu juga di daerah ibukota Jakarta.
Kemacetan, kecelakaan, kerkurangteraturan dan sebagainya kerap terdengar di jalan-jalan
ibukota, bahkan di jalan tol sekalipun sering pula terjadi kemacetan. Oleh karena itu,
Pemerintah daerah Provinsi DKI Jakarta saat ini sedang melaksanakan penerapan sistem Bus
Rapid Transit (BRT) berbasis subway yang menerapkan lajur khusus eksklusif, sebagai
bagian dari kebijakan Pemda yang tertuang dalam Pola Transportasi Makro 2003 dan
ditetapkan dalam SK. Gubernur Nomor 84 Tahun 2004. Secara umum, kebijakan Pemda
tersebut meliputi dua sistem yang menjadi tulang punggung pengembangan wilayah
perkotaan, yaitu (Kristianto, 2010):
1.

Sistem Angkutan Umum dengan melakukan promosi terhadap penggunaan

angkutan umum, yang meliputi:


a.

Mengembangkan tingkat dan jenis pelayanan yang diberikan angkutan

umum.
b.

Mengintegrasikan

sistem

transportasi

multi-moda

untuk

memberikan

kemudahan dan kenyamanan


c.

Memanfaatkan sistem angkutan umum yang ada.

2.

Sistem Jaringan Jalan dengan melakukan pengurangan tingkat kemacetan lalu

lintas, yang meliputi:


a.

Mengembangkan sistem jalan arteri

b.

Meningkatkan efisiensi penggunaan kapasitas jalan

c.

Menekan demand lalu lintas yang berlebihan dengan penerapan manajemen

kebutuhan transportasi.
Jadi, landasan hukum yang dimiliki bus Transjakarta adalah berupa Surat Keputusan
Gubernur. Hal ini disebabkan oleh ruang lingkup bus Transjakarta ini yang hanya meliputi
daerah ibukota Jakarta saja. Oleh karena itu, berdasarkan hukum dan aspek legal, adanya bus
Transjakarta telah memenuhi syarat legalitas dan syah secara hukum.

51

Selain dari segi adanya landasan hukum, aspek legal juga meliputi masalah penegakan
hukum di bidang transportasi. Penegakan hukum di bidang transportasi masih dilakukan
dengan setengah hati, khususnya pada kasus Transjakarta. Dalam peraturan yang mengatur
mengenai Transjakarta ini dijelaskan bahwa separator Transjakarta dibuat hanya khusus untuk
Transjakarta saja, sedangkan kendaraan lain dilarang untuk masuk jalur tersebut. Namun,
pada kenyataannya, masih sering

ditemukan bahwa banyak kendaraan lain baik mobil

pribadi maupun angkutan umum yang masuk ke jalur Transjakarta. Kendaraan yang melintasi
jalur Transjakarta ini sama sekali tidak ditindaklanjuti oleh para petugas, sehingga terkesan
dibiarkan oleh para petugas. Hal ini membuktikan bahwa penegakan peraturan yang ada
belum dilakukan secara sungguh-sungguh sehingga mengakibatkan banyak para pengendara
berani melanggar peraturan tersebut. Tanpa ada tindak yang tegas dari petugas kepada
pengendara yang memasuki jalur, akan mustahil hal ini dapat berkurang dan akan terus
mengganggu jalannya Transjakarta. Selama ini, para pengguna sering mengeluhkan bahwa
Transjakarta sering tidak sesuai jadwal, sehingga mereka harus menunggu dalam waktu yang
lama. Hal ini tentu saja terjadi karena jalur Transjakarta yang seharusnya hanya dilewati
Transjakarta saja, tetapi dilewati pula oleh kendaraan lain sehingga Transjakarta ikut terjebak
macet dan terlambat.
Pada intinya, dapat terlihat dengan jelas bahwa ketidakefektifan peranan hukum
dalam penataan manajemen trasnportasi merupakan persoalan penegakan hukum. Persoalan
ini muncul dari empat aspek, yaitu:
1. Lemahnya pengaturan hukum/kebijakan hukum,
2. Kualitas aparatur negara yaang belum memadai,
3. Anggaran penegakan hukum yang terbatas, dan
4. Rendahnya kesadaran hukum masyarakat.
Dari keempat aspek itu, tiga di antaranya merupakan aspek manusia atau operator
yang seharusnya berperan dalam menjalankan hukum secara efektif. Dalam hal ini hukum
sesungguhnya juga tetap dapat diberdayakan sebagai sarana pembaharuan masyarakat.
Hukum pada hakikatnya merupakan suatu alat untuk mencapai tujuan tertentu. Dalam hal
pemerintah ingin mencapai tujuan penataan manajemen transportasi, hukum dapat berperan
menggiring tujuan tersebut agar dapat tercapai (Kristianto, (n.d)).
IV.5 Analisis Aspek Pemasaran
Pemasaran (Marketing) adalah suatu aktivitas untuk memenuhi kebutuhan dan
keinginan yang ada melalui penciptaan proses pertukaran yang saling menguntungkan.

52

Aktivitas pemasaran tersebut antara lain perencanaan produk, kebijakan harga, melakukan
promosi, distribusi, penjualan, pelayanan, membuat strategi pemasaran, riset pemasaran,
sistem informasi pemasaran dan lain-lain yang terkait dengan pemasaran. Pemasaran dimulai
dengan adanya kebutuhan dan keinginan, kemudian adanya permintaan, munculnya usahausaha untuk memenuhi kebutuhan dan keinginan, terjadi transaksi dan pertukaran, semuanya
harus berakhir dengan saling menguntungkan kepuasan semua pihak (Helmi, 2006).
Pemasaran sebuah produk dari proyek terkait erat dengan aspek pasar karena kedua
aspek ini sama-sama berhubungan dengan konsumen. Dalam menganalisis aspek pemasaran,
pertama-tama kita harus mengetahui target konsumen dari proyek tersebut. Sebagaimana
yang telah dijelaskan sebelumnya, target pemasaran dari Transjakarta awalnya adalah
masyarakat menengah keatas yang sreing membawa kendaraan pribadi. Meskipun pada
akhirnya pasar dari Transjakarta telah berkembang ke seluruh lapisan masyarakat.Saat ini
dapat dikatakan bahwa target pasar yang dibidik oleh Transjakarta adalah seluruh masyarakat,
khususnya masyarakat Jakarta yang meninginkan adanya alat transportasi yang cepat, aman
dan nyaman. Target pasar ini nantinya akan dibagi kembali ke dalam segmentasi pasar, yaitu
identifikasi kelompok pembeli yang memerlukan produk dan bauran pemasaran tertentu.
Segmentasi pasar sendiri berguna untuk:

Mengidentifikasi pengembangan produk baru


Analisis tentang berbagai segmen pelanggan potensial menunjukkan satu atau lebih
kelompok yang memiliki kebutuhan dan minat-minat spesifik tidak dipuaskan dengan baik
oleh tawaran-tawaran pesaing.

Membantu dalam mendesain program-program pemasaran yang paling efektif.


Untuk mencapai kelompok-kelompok pelanggan yang homogen dengan memusatkan
perhatian pada suatu golongan tertentu, maka akan mempermudah dalam menetapkan harga
yang sesuai dengan kondisi ekonomi mereka.

Memperbaiki alokasi strategi sumber daya pemasaran.


Segmentasi-segmentasi yang didefinisikan dengan baik, ketika berpadu dengan
produk-produk spesifik bertindak sebagai pusat investasi potensial untuk bisnis.
Segmentasi dari produk Transjakarta ini dilakukan berdasarkan behavioral
segmentation. Segmentasi pasar ini dapat dilihat dari adanya pemberlakuan harga tiket yang
berbeda dalam waktu-waktu tertentu. Tarif tiket Transjakarta adalah Rp. 3.500 (Desember
2006) per perjalanan. Penumpang yang pindah jalur dan/atau transit antar koridor tidak perlu
membayar tarif tambahan asalkan tidak keluar dari halte. Bagi penumpang yang membeli
tiket pukul 5-7 pagi, mereka dapat memperoleh tiket dengan harga yang lebih ekonomis yaitu
Rp. 2.000 (Administrator, 2010).

53

Segmentasi ini dilakukan berdasarkan asumsi bahwa pada pagi hari akan banyak
orang yang mulai melakukan aktivitasnya misalnya berangkat ke kantor ataupun berangkat ke
sekolah. Untuk mencapai tempat aktivitasnya tersebut maka seseorang memerlukan alat
transportasi yang dapat membawa mereke ke tempat tersebut. Transjakarta memanfaatkan hal
tersebut. Untuk menarik lebih banyak pengguna terutama dalam jam-jam sibuk seperti ini
maka Transjakarta menawarkan harga tiket yang lebih murah daripada biasanya. Hal ini juga
dilakukan agar masyarakat lebih mengurangi penggunaan kendaraan pribadi yang
penggunaannya, apabila dihitung secara ekonomis, akan jauh lebih mahal daripada
penggunaan Transjakarta. Selain itu kecepatan tempuh Transjakarta juga merupakan salah
satu faktor yang menarik pelanggan untuk menggunakan alat transportasi yang satu ini.
Hal lain yang harus diperhatikan dalam aspek pemasaran adalah mengenai targeting
pasar. Targeting pasar adalah evaluasi daya tarik berbagai segmen (potensi pasar,
pertumbuhan, intensitas persaingan, dan lain-lain.) dan kemampuan perusahaan dalam
memenuhi keinginan masing-masing segmen dalam rangka menetapkan segmen mana yang
akan dilayani. Transjakarta dapat dikatakan menargetkan untuk menjalankan transportasi di
dalam kota, khususnya di Jakarta. Sejak awal TransJakrta memang bertujuan untuk
mengurangi tingkat kemacetan di Jakarta, oleh sebab itu mereka memfokuskan dirinya pada
transportasi di dalam kota. Di Jakarta sendiri, Transjakarta tidak melayani semua jalur
transportasi melainkan difokuskan pada jalur-jalur sibuk tertentu yang sering mengalami
kemacetan. Meski begitu, Transjakarta masih melakukan pengembangan rute pelayanannya
sehingga tidak tertutup kemungkinan apabila nantinya Transjakarta akan melayani semua rute
di Jakarta.
Hal terakhir yang harus diperhatikan dalam aspek pemasaran adalah positioning.
Positioning adalah aktivitas rancangan penawaran dan citra perusahaan untuk ditempatkan
dalam benak konsumen atau suatu target pasar. Transjakarta sendiri mencoba menempatkan
dirinya sebagai sebuah alat transportasi massa yang murah, cepat dan nyaman
digunakan.Citra itulah yang ingin dibangun oleh Transjakarta. Sayangnya sampai saat ini
Transjakarta belum berhasil memperoleh citra tersebut. Masih banyak kekurangan yang
dimiliki oleh Transjakarta. Misalnya saja dari segi keamanan, Transjakarta belum sepenuhnya
berhasil menjadi sebuah alat transportasi yang benar-benar aman. Masih sering kita dengar
terjadi pelecehan seksual di dalam pengoperasiannya. Meskipun begitu dari pihak pengelola
sendiri telah berusaha untuk memperbaiki citra dari Transjakarta tersebut misalnya dengan
berusaha memisahkan penumpang pria dan wanita ketika akan masuk ke dalam bus
Transjakarta tersebut.

54

Memang masih banyak kekurangan yang dihadapi oleh Transjakarta dalam rangka
pengembangan citranya, namun yang pasti citra sebagai angkutan massa telah berhasil diraih
oleh Transjakarta. Citra ini merupakan suatu hal yang cukup dapat dibanggakan karena tidak
semua angkutan umum dapat disegmentasikan untuk semua kalangan. Terkadang beberapa
angkutan umum hanya tersegmentasi untuk kalangan menengah hingga kalangan bawah saja,
namun Transjakarta sebagaimana yang telah dijelaskan sebelumnya telah berhasil mengambil
tempat untuk semua kalangan masyarakat.
IV.6 Analisis Aspek Pasar
Aspek pasar merupakan aspek yang penting untuk dikaji dalam evaluasi proyek.
Dalam pembangunan sebuah proyek diperlukan pengkajian terlebih dahulu terhadap aspek
pasar agar proyek tersebut tidak gagal karena bagaimanapun sebuah proyek membutuhkan
pasar yang cukup untuk menyerap produk tersebut. Begitu pula dengan proyek Transjakarta.
Transjakarta atau umum disebut Busway adalah sebuah sistem transportasi bus cepat atau
Bus Rapid Transit di Jakarta, Indonesia. Sistem ini dimodelkan berdasarkan sistem
TransMilenio yang sukses di Bogota, Kolombia. Perencanaan Transjakarta telah dimulai
sejak tahun 1997 oleh konsultan dari Inggris (Putro, 2008).
Keberadaan bus Transjakarta ini merupakan jawaban dari tuntuan masyarakat akan
penyediaan sarana transportasi yang aman, cepat serta nyaman. Masyarakat sudah lelah
dengan alat transportasi yang tidak manusiawi dimana mereka harus berdesak-desakan
dengan banyak orang serta harus mengkhawatirkan keamanan di dalam alat transportasi
tersebut. Keberadaan dari Transjakarta ini sudah dinantikan oleh banyak pengguna alat
trasnportasi. Meskipun begitu, banyak masalah yang menghambat dari perencanaan maupun
pelaksanaan dari proyek ini. Banyak pihak yang menentang keberadaan proyek, namun pada
akhirnya proyek ini dapat tetap berjalan dan dimanfaatkan oleh banyak orang.
Berbicara mengenai proyek, maka kita tidak dapat melepaskan diri dari permintaan
maupun konsumen karena pihak-pihak inilah yang nantinya akan memanfaatkan produk dari
proyek yang telah dibuat. Pada awal pembentukannya Transjakarta ini ditujukan bagi pangsa
pasar menengah keatas. Hal ini sesuai dengan tujuan awal dari pengadaan bus Transjakarta
itu sendiri yaitu untuk mengurangi jumlah kemacetan yang ada (Arry Anggadha, 2009).
Dengan adanya bus Transjakarta sebagai angkutan yang aman, cepat dan nyaman, diharapkan
masyarakat yang tadinya menggunakan mobil pribadi ataupun motor dapat beralih
menggunakan bus Transjakarta ini sehingga dapat mengurangi volume kendaraan. Apabila
volume kendaraan berkurang maka diharapkan kemacetan di Jakarta dapat berkurang.
Sayangnya pada awal pengoperasiannya, Transjakarta tidak dapat memenuhi harapan ini.

55

Pemanfaatan Transjakarta pada awalnya dilakukan oleh kelompok mengenah bawah ataupun
mereka yang sehari-harinya mengandalkan transportasi umum sebagai "kendaraannya"
(Susetyo, 2010). Ketidaktepatan pangsa pasar ini membuat tujuan pembentukan proyek
Transjakarta initidak dapat memenuhi tujuan awal pembentukannya. Bukannya mengurangi
kemacetan, tapi malah menambah parah kemacetan di Jakarta karena adanya bagian jalan
yang digunakan sebagai lajur khusus bus Transjakarta. Bus Transjakarta ini memang
diberikan lajur khusus di jalan-jalan yang menjadi bagian dari rutenya dan lajur tersebut tidak
boleh dilewati kendaraan lainnya (termasuk bus umum selain Transjakarta) sehingga
kapasitas jalan yang seharusnya dapat dilewati kendaraan menjadi berkurang. Hal ini
menyebabkan timbulnya banyak kontra atas keberadaan Transjakarta.
Seiring berjalannya waktu, maka masyarakat sudah dapat menerima keberadaan dari
Transjakarta itu sendiri bahkan tingkat permintaan akan Transjakarta terus meningkat seiring
dengan berjalannya waktu. Hal ini dibuktikan dengan adanya pembukaan koridor-koridor
baru TrasJakarta. Pada tahun 2004, Transjakarta hanya memiliki sebuah koridor namun mulai
tahun 2006 dilakukan pembangunan koridor-koridor baru. Tahun 2006 dibangun 2 koridor
baru, sedangkan pada tahun 2008 dan 2009 masing-masing dibangun 3 koridor baru. Berarti
saat ini terdapat sekitar 9 koridor Transjakarta yang melayani transportasi ke berbagai tempat
di Jakarta (meskipun ada 1 koridor lagi yang berlum beroperasi) (Baren, 2010).
Selain adanya pembangunan berbagai koridor baru, peningkatan permintaan akan
Transjakarta ini juga dibuktikan dengan data stastistik yang menyatakan bahwa semenjak 1
Februari 2004 hingga akhir Maret 2005, Transjakarta dilaporkan telah mengangkut sebanyak
20.508.898 penumpang (Administrator, 2010). Kenaikan penumpang ini masih terus terjadi
karena pascakenaikan harga bahan bakar minyak (BBM), pengendara mobil pribadi juga
mulai beralih ke angkutan umum massal seperti Transjakarta. Ini dapat dilihat dari jumlah
pengguna yang melonjak dari 210.000 orang menjadi 229.173 orang per hari (data tanggal 20
Desember 2010). Sepertinya moda transportasi massal Transjakarta makin diminati
masyarakat di tengah buruknya pelayanan angkutan umum dan kemacetan lalu lintas (Putro,
2008). Hal ini salah satunya disebabkan karena harga tiket Transjakarta yang terbilang cukup
murah yaitu sekitar Rp 2000-Rp 3500. Murahnya tiket ini dikarenakan adanya subsidi dari
pemerintah, namun terdapat rencana dari BLU Transjakarta untuk menaikkan harga tiket
menjadi Rp 5500 (Kompas, 2010).
Untuk memenuhi tingginya permintaan terhadap Transjakarta ini maka pihak
pengelola Transjakarta (Badan Layanan Umum (BLU) Transjakarta) menyediakan 248 unit
armada Transjakarta di delapam koridor, yaitu Transjakarta single sebanyak 238 unit dan bus
gandeng sebanyak 10 unit. Sedangkan jumlah pengemudi Transjakarta saat ini telah mencapai

56

855 pramudi, terdiri dari 696 pengemudi pria dan 159 pengemudi wanita (Putro, 2008).
Penyediaan armada ini merupakan penawaran yang diberikan oleh Transjakarta sebagai alat
transportasi massa yang banyak digunakan oleh masyarakat. Meskipun BLU Transjakarta
telah menyediakan banyak armada, sayangnya jumlah armada ini masih dirasa kurang untuk
memenuhi permintaan masyarakat.Masih sering terlihat penumpukan penumpang di haltehalte Transjakarta yang mengindikasikan masih belum seimbangnya aspek permintaan dan
penawaran untuk Transjakarta.
Meskipun begitu, hal yang dapat dibanggakan adalah kini Transjakarta bukan lagi
angkutan untuk masyarakat menengah ke bawah lagi. Pangsa pasar dari Transjakarta telah
berkembang dan dapat memenuhi tujuan awalnya yaitu menjadi alat transportasi untuk
kalangan menengah ke atas sehingga dapat mengurangi tingkat kemacetan di Jakarta bahkan
kini Transjakarta telah menjadi alat transportasi bagi semua kalangan. Namun walaupun
Transjakarta telah menjadi alat transportasi yang populer, bukan berarti ia tidak memiliki
pesaing lagi. Pesaing Transjakarta dapat dikatakan adalah alat transportasi darat lainnya, tidak
terbatas pada alat transportasi darat massa tapi semua alat transportasi darat. Mengapa
begitu? Hal ini dikarenakan tujuan dari proyek Transjakarta ini adalah untuk mengurangi
volume kendaraan bermotor yang ada di Jakarta sehingga tingkat kemacetan Jakarta dapat
berkurang. Dari tujuan tersebut dapat diketahui bahwa kompetitor utama dari Transjakarta
adalah kendaraan pribadi yang digunakan oleh masyarakat itu sendiri.
Kompetitor lain dari Transjakarta yang harus diperhitungkan adalah alat transportasi
darat massa misalnya angkutan umum lainnya maupun kereta api. Angkutan umum lainnya
dapat menjadi kompetitor yang cukup diperhitungkan karena terkadang Transjakarta tidak
dapat mengantar penumpang ke tempat-tempat tertentu. Hal ini disebabkan karena
Transjakarta memiliki halte tersendiri sehingga ia harus berhenti tepat di halte tersebut
padahal letak halte tersebut terkadang cukup jauh dari tempat tujuan si penumpang itu.
Berbeda dengan angkutan umum lainnya yang tidak memiliki halte pemberhentian yang
tetap, ia dapat mengantarkan penumpang langsung ke tempat tujuannya. Alasan inilah yang
salah satunya mendasari mengapa masih banyak orang yang lebih menyukai angkutan umum
selain Transjakarta.
IV.7 Analisis Aspek Manajemen dan Organisasi
Berdasarkan aspek manajemen dan organisasi, evaluasi suatu proyek dapat dilihat
dari empat hal, yaitu perencanaan, pengorganisasian, penggerakkan, dan pengawasan. Oleh

57

karena itu, penulis mencoba untuk memaparkan analisis manajemen dan organisasi proyek
Trans Jakarta berdasarkan keempat hal tersebut.
Pertama, perencaaan. Pendekatan perencanaan yang dilakukan dalam proyek ini
adalah pendekatan bawah-atas (bottom-up). Dalam pendekatan ini, perencanaan yang
dilakukan dalam proyek ini bukan dilakukan secara tunggal oleh pimpinan puncak saja,
melainkan juga dibantu oleh manajemen tingkat bawah. Pemimpin puncak, yakni Gubernur
DKI Jakarta memberikan gambaran situasi dan kondisi yang dihadapi organisasi termasuk
mengenai misi, tujuan, sasaran, dan sumber daya yang dimiliki. Kemudian untuk kegiatan
keseharian proyek,Gubernur melalui Kepala Dishub Provinsi DKI Jakarta, kemudian
wewenang tersebut diberikan kepada Kepala Badan Layanan Umum Transjakarta
Transjakarta, perencanaan dilakukan oleh manajemen di tingkat bawahnya. Perencanaan
dengan pendekatan seperti ini pada dasarnya merupakan penrencanaan yang ideal untuk
proyek seperti Transjakarta. Hal ini disebabkan, dengan melibatkan manajemen tingkat
bawah yang memiliki kapasitas pengetahuan lebih besar di bidangnya masing-masing,
perencanaan proyek menjadi lebih komperhensif dan mampu untuk diimplementasikan secara
kontekstual.
Kedua, pengorganisasian. Secara pengorgnaisasian, penulis mencoba untuk melihat
dari sisi struktur organisasi yang ada dalam BLU Transjakarta Transjakarta. Secara teoritis,
struktur organisasi ini dapat digolongkan dalam jenis struktur fungsional, yakni desain
organisasi yang dibuat berdasarkan fungsi umum perusahaan. Hal ini terlihat dengan adanya
pembagian manajemen sarana dan prasarana, operasionall, pemngendalian, serta tata usaha
dan keuangan. Kelebihan dari struktur ini, proyek Transjakarta memiliki standar kompetensi
di setiap manajemen divisi, dengan demikian, jika terdapat konflik antar divisi, maka akan
sangat mudah diidentifikasi. Konsekuensi logisnya, solusi yang diperlukan pun akan lebih
mudah ditemukan.
Ketiga, penggerakkan, Secara sederhana, tahap penggerakkan ini dilihat dari dua hal,
yakni kepemimpinan dan proses pemilihan staf. Dalam proyek Transjakarta Transjakarta,
penggerakkan terlihat sudah sangat baik. Hal ini terlihat dari struktur yang digunakan, yakni
memiliki divisi yang berbeda satu sama lain. Dengan demikian, peletakkan staf pun mengacu
pada prinsip a riaht man in a right job.
Terakhir, pengawasan. Pengawasan dalam proyek ini belum terilhat jelas dengan
adanya struktur yang sedemikian sedrhana. Pada kenyataannya, seringkali terdapat berepa
penyelewengan, baik secara kinerja divisi, maupun secara keuangan, Belum adanya
pengawasan yang jelas juga menjadi factor utama yang menyebabkan proyek ini beberapa
kali terlihat tidak optimal.

58

Gambar Struktur Organisasi Transjakarta

Pemaparan di atas merupakan pemaparan analisis berdasarkan struktur organisasi.


Namun demikian, pada faktanya, proyek ini tidak berjalan semulus yang diperkirakan. Hal ini
terlihat dalam beberapa aspek. Salah satunya, keberhasilan koridor 1 mengangkut penumpang
dalam jumlah besar, dengan tingkat pelayanan yang cukup memuaskan, mendorong Gubernur
Sutiyoso untuk melakukan percepatan pembangunan koridor-koridor Transjakarta lainnya.
Koridor 2 dan 3 mulai dioperasikan pada tahun 2005, yang disusul dengan pengoperasian
koridor4-7 pada bulan Januari 2007 (Lembar Kajian Pelangi). Namun, sayangnya percepatan
pembangunan infrastruktur sistem Transjakarta ini tidak diimbangi dengan percepatan
penyempurnaan organisasi pengelola system Transjakarta dan penyempurnaan integrasi
sistem Transjakarta dengan bagian sistem transportasi lainnya di Jakarta.
Dengan demikian, secara manajemen dan organisasi, proyek BLU Transjakarta
Transjakarta pada dasarnya sudah baik. Namun, aspek lain seperti aspek teknis nyatanya
cukup mengganggu kinerja manajemen proyek. Oleh karena itulah, penulis menyimpulkan
bahwa proyek ini secara manajemen mengalami bebrepa gangguan.

IV.7 Analisis Aspek Lingkungan

59

Sebagai perwujudan solusi atas masalah kemacetan di Jakarta, proyek Transjakarta


Transjakarta tentu tak dapat lepas dari aspek lingkungan. Adapun analisis ini, akan dilihat
dari aspek lingkungan industrial: persaingan dan lingkungan bersaing yang diperluas
(extended rivalry); aspek lingkungan politik, sistem birokrasi, yuridis-formal; aspek sistem
nilai pada masyarakat, lingkungan sosial; serta aspek lingkungan hidup: konservasi
lingkungan hidup untuk manusia, hewan, tumbuh-tumbuhan, air, udara, tanah, dan
sebagainya.
Pertama, dari aspek lingkungan industrial, proyek ini merupakan sebuah proyek yang
memiliki tingkat persaingan rendah. Selain karena harganya yang sangat terjangkau,
pelayanan yang coba ditawarkan pun merupakan pelayanan public yang memberi
kenyamanan bagi penggunanya. Namun, sayangya, infrastuktur yang belum maksimal juga
menjadi penghambat bagi proyek ini untuk dapat memperluas lingkungan bersaingnya
(extended rivalry).
Kedua, aspek lingkungan politik, system birokrasi, dan yuridis-formal. Mengingat
proyek ii merupakan proyek yang berada di bawah PemProv DKI Jakarta, maka sudah dapat
dipastikan implementasinya akan seringkali behubungan dengan system birokrasi
pemerintahan. Sebagaimana kita ketahui bersama, proyek ini cenderung berjalan lambat. Hal
inis edikit banyak disebabkan oleh system birokrasi yang berbelit-belit yang ada di organisasi
tersebut.
Ketiga, aspek sistem nilai pada masyarakat, lingkungan sosial. Pembangunan koridorkoridor pada proyek ini sedikit banyak tentu saja mengganggu kenyamanan pengguna jalan.
Hal ini dikarenakan adanya penyempitan jalan. Oleh karenya, dapat disimpulkna bahwa
pembangunan proyek ini juga memiliki opportuny cost yang berdampak pada masyarakat.

BAB V
PENUTUP
V.1 Kesimpulan
Berdasarkan analisis berbagai aspek dapat dimabil kesimpulan bahwa proyek sarana
transportasi tetap dapat dilanjutkan akan tetapi diperlukan perbaikan secara cepat mengingat
beberapa masalah dalam aspek finansial, legal, manfaat, biaya sosial, teknis teknologi, aspek
pasar, aspek pemasaran, manajemen dan organisasi, dan aspek lingkungan.
V.2 Saran

60

Berdasarkan hasil analisis yang telah dibuat terlihat bahwa, sesungguhnya bus
transjakarta masih sangat potensial dan sangat baik untuk tetap dilanjutkan. Hanya saja,
pelaksanaan dan pengadaan bus transjakarta ini masih memerlukan berbagai peningkatan dan
penyelesaian dari masalah-masalah yang ada. Oleh karena itu, penulis menyarankan beberapa
hal terkait pelaksanaan proyek bus transjakarta ini. Sebaiknya, bus transjakarta lebih
meningkatkan aspek kenyamanan dan keamanan busway. Hal ini diharapkan dapat
meningkatkan jumlah penumpang. Selain itu, dari segi aspek finansial, sebaiknya dilakukan
penghematan biaya produksi agar ongkos busway dapat ditekan lagi, agar semua masyarakat
dapat menikmati transportasi ini. Namun demikian, busway sendiri dapat melakukan
segmentasi pasar, dimana bisa dibuat bis yang khusus untuk kalangan menengah keatas dan
juga disediakan bus untuk kalangan menengah ke bawah. Dengan demikian, diharapakan
para pengguna mobil pribadi dapat beralih ke busway sehingga kemacetan di jalan bisa
semakin dikurangi. Selain itu, juga sangat penting penegakan hukum terhadap para pengguna
jalan yang masih sering melanggar separator busway, yang menyebabkan jalur busway juga
ikut terkena macet. Sebaiknya jalur busway benar-benar tertutup dan dijaga ketat agar hanya
bisa dilalui busway, sehingga busway tidak perlu terkena macet lagi.

61

You might also like