You are on page 1of 19

LEKAS LELAH BILA BEKERJA

Disusun oleh:
KELOMPOK A-1
KETUA
: ABDUL RAHMAN
SEKRETARIS: ALIFIA AMANDA C
ANGGOTA

(1102013001)
(1102012017)

: ABI RAFDI ZHAFARI


ADITYA SURYA PRATAMA
ADRIA PUTRA FARHANDIKA
ANDREW ROZAAN F
INDAH PERMATA SARI
INTAN PRATAMA DY
JAJANG PERMANA SUBHAN
KAYLA AUDIVISI

(1102013002)
(1102013009)
(1102013010)
(1102013028)
(1102012124)
(1102012131)
(1102012136)
(1002012139)

UNIVERSITAS YARSI
FAKULTAS KEDOKTERAN 2014/2015

SKENARIO 1
LEKAS LELAH BILA BEKERJA
Yani, 19 tahun, memeriksakan diri ke dokter dengan keluhan sering merasa
lekas lelah setelah melakukan aktivitas. Keluhan ini sudah dialami 3 bulan terakhir.
Sebelumnya tidak pernah mengalami hal seperti ini.
Pada anamnesis tambahan didapatkan keterangan bahwa sejak usia kanakkanak pola makan Yani tidak teratur, jarang makan sayur, ikan, maupun daging, hanya
tahu/tempe dan kerupuk. Tidak dijumpai riwayat penyakit yang diderita sebelumnya
dan riwayat pengobatan tidak jelas.
Pada pemeriksaan fisik didapatkan:

Wajah terlihat lelah, TD 110/60 mmHg, frekuensi nadi 88x/menit, frekuensi


pernapasan 20x/menit, suhu tubuh 36,8 0C, TB=160 cm, BB=60 kg, konjungtiva
palpebra inferior pucat.
Pemeriksaan jantung, paru dan abdomen dalam batas normal.
Setelah dilakukan pemeriksaan laboratorium hematology rutin, hasilnya sebagai
berikut:
Pemeriksaan
Hemoglobin (Hb)
Hematokrit (Ht)
Eritrosit
MCV
MCH
MCHC
Leukosit
Trombosit

Kadar
10,5 g/dL
37%
4,75 x 106/L
70 fL
20 pg
22%
6500/L
300.000/L

Nilai normal
12-14 g/dL
37-42%
3,9-5,3 x 106/L
82-92 fL
27-31 pg
32-36%
5000-10.000/ L
150.000-400.000/L

KATA-KATA SULIT
1. Hemoglobin
: suatu protein terkonjugasi yang berfungsi untuk
transport oksigen dan karbondioksida
2. Hematrokit
: kadar eritrosit dalam darah
3. Eritrosit
: sel darah merah
4. Konjungtiva palpebral: kelopak mata bagian bawah
5. Leukosit
: sel darah putih
6. MCV
: volume rata-rata eritrosit
7. MCH
: nilai rata-rata hemoglobin dalan eritrosit
8. MCHC
: konsentrasi rata-rata hemoglobin dalam eritrosit
9. Trombosit
: salah satu pembeku darah
PERTANYAAN
1. Apa penyebab pasien lekas lelah saat beraktifitas?
2. Mengapa hemoglobin turun?
3. Mengapa konjungtiva palpebral inferior pucat?
4. Mengapa nilai eritrosit rata-rata turun?
5. Berapa kadar zat besi yang dibutuhkan tubuh dalam sehari?
6. Apa saja klasifikasi dari anemia?
7. Bagaimana tatalaksana dari anemia?
JAWABAN
1. Hemoglobin yang turun dapat menyebabkan kapasitas angkut oksigen
menurun, sehinggamenyebabkan kurangnya oksigen pada system
kardiovaskuler
2. Karena intake zat besi, protein, asam folat, vitamin b12, dan vitamin c kurang,
sehingga produksi hemoglobin menurun
3. Karena kekurangan eritrosit dan hemoglobin menyebabkan peredaran darah
tidak merata
4. Karena eritropoesis terganggu
5. Pria dewasa: 0,5-1 mg/hari ; wanita pasca menopause: 0,5-1 mg/hari ; wanita
yang bermenstruasi: 1-2 mg/hari ; wanita hamil: 1,5-3 mg/hari ; anak (ratarata): 1,1 mg/hari ; wanita (12-15): 1,6-2,6 mg/hari.
6. Berdasarkan morfologi : anemia mikrositik hipokrom, anemia normositik
normokrom, anemia makrositik, gagal ginjal, gangguan endokrin, anemia
myelodiplastik.
7. Diberikan vitamin b12, dicukupkan intake zat besi nya.
HIPOTESIS
Yani, wanita usia 19 tahun sejak kanak-kanak mendapat asupan gizi yang
kurang (kronik) sehingga mengalami defisiensi zat-zat gizi yang menyebabkan
eritropoesis dalam tubuhnya terganggu. Yani mengeluhkan tubuh yang lekas lelah
setelah melakukan aktivitas. Setelah dilakukan pemeriksaan fisik, didapatkan wajah
yang terlihat lelah, dan konjungtiva palpebral pucat. Pada pemeriksaan darah lengkap
hasilnya kadar hemoglobin turun, MCV, MCH, dan MCHC turun. Yani di diagnosa
mengalami anemia defisiensi besi.
SASARAN BELAJAR

LI 1.

Memahami dan menjelaskan tentang eritropoesis


1.1.
Definisi
1.2.
Faktor-faktor
1.3.
Morfologi
1.4.
Proses eritropoesis

LI 2.

Memahami dan menjelaskan tentang hemoglobin


2.1.
Struktur dan fungsi
2.2.
Biosintesis

LI 3.

Memahami dan menjelaskan tentang anemia


3.1.
Definisi
3.2.
Klasifikasi
3.3.
Gejala klinis

LI 4.

Memahami dan menjelaskan anemia defisiensi besi


4.1.
Definisi
4.2.
Etiologi
4.3.
Patofisiologi
4.4.
Manifestasi
4.5.
Diagnosis dan diagnosis banding
4.6.
Komplikasi
4.7.
Penatalaksanaan dan pencegahan
4.8.
Prognosis

SASARAN BELAJAR

LI 1. Memahami dan menjelaskan tentang eritropoesis


1.1.
Definisi
Eritropoesis pembuatan eritrosis, pada janin dan bayi baru lahir proses
ini berlangsung dilimpa dan sumsum tulang, tetapi pada individu yang lebih
tua terbatas di sumsum tulang.
1.2.

Faktor-faktor
Dipengaruhi oleh hormon eritropoietin. Eritropoietin adalah suatu
glikoprotein yang mengandung 165 residu asam amino dan 4 rantai
oligosakarida yang penting untuk aktivitasnya secara in vivo.
Eritopoietin meningkatkan jumlaah sel induk yang peka eritropoietin di
sumsum tulang. Sel-sel induk ini kemudian berubah menjadi prekursor sel
darah merah dan akhirnya menjadi eritrosit matang.
Eritropoietin meningkat pada saat terjadi anemia, hipoksia, insufisiensi
paru dan perdarahan. Sebaliknya, eritropoietin akan menurun bila volume
darah merah meningkat di atas normal akibat transfusi dan juga akibat dari
insufisiensi ginjal. (Ganong 2008)
Zat yang diperlukan untuk Eritripoiesis :
1) Zat Besi (Fe)
Untuk sintesis Hb
Kebutuhan 2 4 mg/hari
Disimpan : 60% (Hb), 10% (mioglobin, enzim), 30%
(feritin,hemosiderin)
6-8% diserap di duodenum, dipengaruhi oleh: HCl, vit C
2) Vitamin B12 dan asam folat
Untuk sintesis DNA (protein)
Absorbsinya memerlukan faktor intrinsik (sel parietal lambung)
3) Vitamin E, B6, B1
4) Hormon tiroksin, androgen

1.3.

Morfologi Eritrosit

1. Rubriblast (proeritroblast):
Sel besar ( 15-30 m),jumlah normalnya < 1% dari seluruh sel
berinti.
Inti : besar, bulat, warna merah, kromatin halus
Nukleoli : 2-3 buah
Sitoplasma : biru tua, sedikit halo di sekitar inti
2. Prorubrisit (Basofilik eritroblast) :
Lebih kecil dari rubriblast, jumlahnya 1-4% dari seluruh sel
berinti.
Inti: bulat, kromatin mulai kasar
Nukleoli (-)
Sitoplasma: biru, lebih pucat
3. Rubrisit (polikromafilik eritroblast / polikromatik normoblast):
Lebih kecil dari prorubrisit
Inti: lebih kecil dari prorubrisit, bulat, kromatin kasar dan
menggumpal
Sitoplasma:lebih banyak,berwarna merah(pembentukan Hb)
biru (Rna)
4. Metarubrisit (ortokromatik eritroblast / ortokromatik normoblast) :
Lebih kecil dari rubrisit
Inti: bulat, kecil, kromatin padat, warna biru gelap
Sitoplasma: merah kebiruan (lebih banyak hemoglobin)
5. Eritrosit polikromatik (retikulosit) :
Masih ada sisa-sisa kromatin inti
Sitoplasma warna violet / kemerahan / sedikit biru
Fase ini disetarakan dengan retikulosit
6. Eritrosit :
Ukuran 6-8 m
Sitoplasma kemerahan
Bagian tengah pucat, karena bentuk bikonkaf
Bentuk bulat, tepi rata

1.4.

Proses eritropoesis

Pembentukan eritrosit disebut juga eritropoiesis. Eritropoiesis terjadi di


sumsum tulang. Pembentukan diatur oleh suatu hormone glikoprotein yang
disebut eritropoietin.
Sel pertama yang diketahui sebagai rangkaian
pembentukan eritrosit disebut proeritorblas/rubriblast. Dengan rangsangan
yang sesuai maka dari sel-sel tubas (stem cell) ini dapat dibentuk banyak sekali
sel. Proeritorblas kemudian akan membelah beberapa kali. Sel-sel baru dari
generasi pertama ini disebut sebagai basofil eritroblas/prorubrisit sebab
dapat dicat dengan warna basa. Sel-sel ini mengandung sedikit sekali
hemoglobin. Pada tahap berikutnya akan mulai terbentuk cukup hemoglobin
yang disebut polikromatofil eritroblas/rubrisit Sesudah terjadi pembelahan
berikutnya, maka akan terbentuk lebih banyak lagi hemoglobin. Sel-sel ini
disebut ortokromatik erotroblas/metarubrisit dimana warnanya menjadi
merah. Akhirnya, bila sitoplasma dari sel-sel ini sudah dipenuhi oleh
hemoglobin sehingga mencapai kosentrasi lebih kurang 34%, maka nukleus
akan memadat sampai ukurannya menjadi kecil dan terdorong dari sel. Sel-sel
ini disebut retikulosit. Retikulosit berkembang menjadi eritrosit dalam satu
sampai dua hari setelah dilepaskan dari sumsum tulang.
LI 2. Memahami dan menjelaskan tentang hemoglobin
2.1.
Struktur dan fungsi
Struktur hemoglobin
Molekul hemoglobin terdiri dari globin, apoprotein, dan empat gugus
heme, suatu molekul organik dengan satu atom besi. Hemoglobin tersusun dari
empat molekul protein (globulin chain) yang terhubung satu sama lain.
Hemoglobin normal orang dewasa (HbA) terdiri dari 2 alpha-globulin chains
dan 2 beta-globulin chains, sedangkan pada bayi yang masih dalam kandungan
atau yang sudah lahir terdiri dari beberapa rantai beta dan molekul
hemoglobinnya terbentuk dari 2 rantai alfa dan 2 rantai gama yang dinamakan
sebagai HbF. Pada manusia dewasa, hemoglobin berupa tetramer
(mengandung 4 subunit protein), yang terdiri dari masing-masing dua subunit
alfa dan beta yang terikat secara nonkovalen. Subunit-subunitnya mirip secara
struktural dan berukuran hampir sama
Pada pusat molekul terdapat cincin heterosiklik yang dikenal dengan
porfirin yang menahan satu atom besi; atom besi ini merupakan situs/loka
ikatan oksigen. Porfirin yang mengandung besi disebut heme Tiap subunit
hemoglobin mengandung satu heme, sehingga secara keseluruhan hemoglobin
memiliki kapasitas empat molekul oksigen. Pada molekul heme inilah zat besi
melekat dan menghantarkan oksigen serta karbondioksida melalui darah, zat
ini pula yang menjadikan darah kita berwarna merah.

Fungsi hemoglobin

Sel darah merah dalam darah arteri sistemik mengangkut O2 dari paru
ke jaringan dan kembali dalam darah vena dengan membawa CO2 ke
paru.seiring molekul hemoglobin mengangkut dan melepas O2 setiap rantai
globin pada molekul hemoglobin tersebut bergerak mendekati satu sama lain.
Kontak antara 11 dan 22 menstabilkan molekul tersebut. Rantai
bergeser kontak 11 dan 22 selama oksigenasi dan deoksigenasi. Pada saat

O2 dilepaskan, rantai ditarik terpisah, memungkinkan masuknya metabolit


2,3 difosfogliserat (2,3 DPG) yang menyebabkan penurunan afinitas molekul
tersebut terhadap O2. Pergerakan ini bertanggu jawab atas bentuk sigmoid
kurva disosiasi O2. P50 (yaitu tekanan parsial O2 pada saat hemoglobin
tersaturasi setengah dengan O2 ) darah normal adalah 26,6 mmHg. Dengan
meningkatnya afinitas terhadap O2, kurva bergeser ke kiri (P50 turun)
sedangkan pada afinitas terhadap O2 yang menurun, kurva bergeser ke kanan
(P50 meningkat).
Pada keadaan normal, in vivo, pertukaran O2 terjadi antara saturasi
95% (darah arteri) dengan tekanan O2 arteri rata-rata 95 mmHg dan saturasi
70%(darah vena ) dengan tekanan O2 vena rata-rata 40 mmHg
Posisi normal kurva bergantung pada konsentrasi 2,3 DPG, ion H+ dan
CO2 dalam sel darah merah, dan pada struktur molekul hemoglobin.
Konsetrasi 2,3-DPG, H+, atau CO2 yang tinggi dan adanya hemoglobin
tertentu., misal hemoglobin sabit(HbS), menggeser kurva ke kanan ( oksigen
dilepas dengan lebih mudah) sedangkan hemoglobin fetus ( Hb F)yang tidak
mampu mengikat 2,3 DPGserta hemoglobin abnormal tertentu yang langka
yang disertai polisitemia menggeser kurva ke kiri karena sel darah merah lebih
sulit melepas O2 dari pada abnormal.
2.2.

Biosintesis
Sintesis heme terutama terjadi di mitokondria melalui suatu rangakaian
reaksi biokimiawi yang dimulai dari kondensasi glisi dan suksinil koenzim A
dalam pengaruh kerja enzim kunci asama aminolevulinat (ALA) sintase yang
membatasi laju reaksi. Piridoksil fosfat (vit B6 ) adalah koenzim untuk reaksi
ini yang dirangsang oleh eritropietin. Pada akhirnya protoporfirin bergabung
dengan besi dalam bentuk ferro (Fe+2) untuk membentuk heme. Setiap
molekul heme bergabung dengan satu rantai globin yang dibuat pada
poliribosom. Suatu tetramer yang terdiri dari empat rantai globin masingmasing dengan gugus hemenya dalam suatu kantong kemudian dibentuk untuk
menjadikan suatu molekul hemoglobin.

LI 3. Memahami dan menjelaskan tentang anemia


3.1.
Definisi
Anemia adalah keadaan dimana massa eritrosit dan atau massa
hemoglobin yang beredar tidak dapat memenuhi fungsinya untuk
menyediakan oksigen bagi jaringan tubuh. Secara laboratorium dijabarkan
sebagai penurunan di bawah normal kadar Hb, hitung eritosit dan hematokrit.
Sel darah merah mengandung hemoglobin, yang memungkinkan
mereka mengangkut oksigen dari paru-paru dan mengantarkannya ke seluruh
bagian tubuh. Anemia menyebabkan berkurangnya jumlah sel darah merah
atau jumlah hemoglobin dalam sel darah merah, sehingga darah tidak dapat
mengangkut oksigen dalam jumlah sesuai yang diperlukan tubuh.
3.2.

Klasifikasi
A. Anemia hipokromik mikrositer (MCV<80 fl; MCH <27pg)
1. Anemia defisiensi besi
2. Thalassemia
3. Anemia akibat penyakit kronik
4. Anemia sideroblastik
B. Anemia Normokromik normositer
1. Anamia pascapendarahan akut
2. Anemia aplastic hipoplastik
3. Anemia hemolitik terutama bentuk yang didapat
4. Anemia akibat penyakit kronik
5. Anemia mieloptisik
6. Anemia pada gagal ginjal kronik
7. Anemia pada mielofibrosis
8. Anemia pada sindrom mielodiplastik
8

C. Anemiamakrositer
1. Megaloblastik
a. Anemia defisiensi folat
b. Anemia defisiensi vitamin B12
2 Nonmegaloblastik
a. Anemia pada penyakit hati kronik
b. Anemia pada hipotiroid
c. Anemia pada sindroma mielodiplastik
Klasifikasi anemia berdasarkan etiopatognesis
A. Produksi eritrosit menurun
1. Kekurangan bahan untuk eritrosit
a. Besi : anemia defisiensi besi
b. Vit. B12 dan asam folat : anemia megaloblastik
2. Gangguan utilisasi besi
a. Anemia akibat penyakit kronik
b. Anemia sideroblastik
3. Kerusakan jaringan sumsum tulang
a. Atrofi dengan penggantian oleh jaringan lemak :
aplastic/hipoplastik
b. Penggantian oleh jaringan fibrotic/tumor : leukoritroblastik/
mieloptisik
B. Kehilangan eritrosit dari tubuh
1. Anemia pasca pendarahan akut
2. Anemia pasca pendarahan kronik
C.

Peningkatan penghancuran eritrosit dalam tubuh (hemolysis)


1. Factor ekstrakapsuler
2. Factor intrakapsuler
a. Gangguan membrane anemia anemia
i. Hereditary spherocytosis
ii. Hereditary elliptocytosis
b. Gangguan ensim
i. Defisiensipyruvatekinase
ii. Defisiensi G6PD (Glocuse-6 phospate dehydrogenase)
c. Gangguan hemoglobin
i. Hemoglobinopatistructural
ii. thalassemia

3.3.

Gejala klinis
Gejala anemia sangat bervariasi, tetapi pada umumnya dapat dibagi
menjadi 3 golongan besar, yaitu:
Gejala umum anemia
Disebut juga sebagai sindrom anemia, atau anemic syndrome. Gejala
umum anemia adalah gejala yang timbul pada semua jenis anemia pada kadar
9

hemoglobin yang sudah menurun di bawah titik tertentu. Gejala ini timbul
karena anoksia organ target dan mekanisme kompensasi tubuh terhadap
penurunan hemoglobin. Gejala-gejala tersebut jika diklasifikasikan menurut
organ yang terkena adalah sebagai berikut:
a.
System kardiovaskular : lesu, cepat lelah, palpitasi, takikardi,
sesak nafas, angina pectoris dan gagaljantung
b.
System saraf : sakit kepala, pusing, telinga mendenging, mata
berkunang-kunang, kelemahan otot, iritabel.
c.
Sistem urogenital : gangguan hadidan libido menurun
d.
Epitel : pucat pada kulit dan mukosa, elastisitas kulit menurun,
rambut tipis dan halus.
- Gejala khas masing-masing anemia
Gejala yang menjadi ciri khas dari masing-masing anemia, seperti :
a. Anemia defisiensi besi :desfagia,atrofi papil lidah,stomatitis
angularis.
b. Anemia defisiensi asam folat : lidah merah (buffy tongue)
c. Anemia hemolitik : ikterus dan hepatosplenomegali
d. Anemia aplastik : perdarahan kulit atau mukosa dan tandatanda infeksi.
- Gejala akibat penyakit dasar
Gejala ini timbul karena penyakit-penyakit yang mendasari anemia
tersebut.Misalnya,anemia defisiensi besi yang disebabkan oleh infeksi cacing
tambang berat akan menimbulkan gejala seperti: pembesaran parotis dan
telapal tangan berwarna kuning seperti jerami.
LI 4. Memahami dan menjelaskan anemia defisiensi besi
4.1.
Definisi
Anemia defisiensi besi adalah anemia yang timbul akibat berkurangnya
penyediaan besi untuk eritropoietik , karena cadangan besi kosong, sehingga
pembentukan hemoglobin berkurang. Berbeda dengan anemia akibat penyakit
kronik, berkurangnya penyediaan besi untuk eritropoietik terjadi akibat
pelepasan besi dari system retikuloendotelial yang berkurang, sementara
cadangan besi normal. Namun, kedua jenis anemia ini merupakan anemia
dengan gangguan metabolisme besi.
4.2.

Etiologi
Anemia defisiensi besi dapat disebabkan oleh rendahnya masukan besi,
gangguan absorbsi, serta kehilangan besi akibat perdarahan kronik :
1.
Faktor nutrisi
kurangnya jumlah besi atau bioavailabilitas ( kualitas ) besi dalam asupan
makanan misalnya ; makanan banyak serta, rendah daging, rendah vitamin C.
2.
Kebutuhan besi meningkat
prematuritas, anak dalam masa petumbuhan dan kehamilan
3.
Gangguan absorbsi besi
gastrektomi, colitis kronik
4.
Perdarahan kronik
saluran cerna ; tukak peptic, konsumsi NSAID, salisilat, kanker kolon,
kanker lambung, divertikulosis, infeksi cacing tambang, hemoroid

10

saluran genitalia wanita ; menoraghia, mtroraghia


saluran kemih ; hematuria
saluran nafas ; hemoptoe
4.3.

Patofisiologi
Patofisiologi umum anemia defisiensi besi karena:

1. Kegagalan sintesis Hb karena kekurangan besi sehingga heme tak bisa


dibentuk sehingga Hb yang berfungsi baik jjuga berkurang.
2. Berkurangnya masa hidup eritrosit
a. Defisiensi besi menyebabkan sintesis Hb turun, jumlahnya juga
menurun, selain itu menyebabkan penurunan formabilitas dan
fleksibilitas membran sehingga mudah didekstruksu oleh lien, dan
menghasilkan gambaran pada SADT sel pensil, ovalosit, sel target
b. Bentuk dan fleksibilitas membran eritrosit dipertahankan oleh
oksigen dan Karbondioksida
Pendarahan menahun dapat menyebabkan cadangan besi menurun.
Bila cadangan habis keadaan ini disebut iron depleted state. Kekurangan besi
sehingga eritropoiesis terganggu disebut iron deficient erythropoiesis.
Selanjutnya timbul anemia hipokromik mikrositer sehingga disebut iron
deficiency anemia. Anemia defisiensi besi terjadi setelah defisiensi besi yang
menahun. Terdapat tiga tahap defisiensi besi, yaitu :
1. Tahap pertama (iron depletion atau storage iron deficiency)
Ditandai dengan berkurangnya atau tidak adanya cadanagn besi,
hemoglobin dan fungsi protein besi normal. Terjadi peningkatan absorpsi
besi non heme. Feritin serum menurun sedangkan pemeriksaan terlihat
normal.
2. Tahap kedua (iron
erythropoiesis)

deficient

erythropoietin

atau

iron

limited

Supply besi yang tidak memadai untuk eritropoiesis, dari hasil


laboratorium diperoleh nilai serum dab saturasi transferin turun
sedangkan total iron binding capacity (TIBC) dan free erythrocyte
porphyrin (FEP) meningkat.
3. Tahap ketiga (iron deficiency anemia)
Terjadi bila besi yang menuju eritroid sumsum tulang tidak cukup
sehingga menyebabkan penurunan kadar Hb. Dari gambaran darah tepi
didapatkan mikrositosis dan hipokromik yang progresif. Pada tahap ini
terjadi perubahan epitel terutama pada ADB lanjut.
4.4.

Manifestasi Klinis
Pada anemia defisiensi besi biasanya penurunan hemoglobinnya terjadi
perlahan-lahan dengan demikian memungkinkan terjadinya kompensasi dari
tubuh, sehingga gejala aneminya tidak terlalu tampak atau dirasa oleh
penderita.
Gejala klinis dari anemia defisiensi besi dapat dibagi menjadi tiga bagian:

11

1. Gejala umum dari anemia, yang sering disebut sebagai sindroma anemia
yaitu merupakan kumpulan dari gejala anemia, dimana hal ini akan tampak
jelas jika Hb di bawah 7-8 gr/dl dengan tanda-tanda kelemahan tubuh, lesu,
mudah lelah, pucat, pusing, palpitsai, penurunan daya konsentrasi, sulit
nafas saat latihan fisik, mata berkunang-kunang, telinga mendenging,
letargi, menurun daya tahan tubuh, dan keringat dingin.
2. Gejala anemia defisiensi besi:
a. Kolonychia/ kuku sendok: kuku berubah jadi rapuh, bergaris-garis
vertikal dan jadi cekung sehingga mirip sendok.
b. Angular cheilosis: permukaan lidah tampak licin dan mengkilap
disebabkan karena hilangnya papil lidah
c. Stomatitis angularis: inflamasi sekitar sudut mulut
d. Glositis
e. Pica: keinginan makan yang tidak biasa
f. Disfagia: nyeri telan yang disebabkan pharyngeal web
g. Atrofi mukosa gaster
h. Sindroma plummer vinson/paterson kelly: kumpulan gejala atrofi papil
lidah dan disfagia
3. Gejala yang ditimbulkan dari penyakit yang mendasari terjadinya anemia
defisiensi besi, misalnya infeksi cacing tambang maka akan dijumpai
dispepsia, tangan warna kuning. Jika karena pendarahan kronis karena
metastase karsinoma tergantung lokasi metastasenya.
4.5.

Diagnosis dan diagnosis banding

Tahap-tahap diagnosis:
-

Menemukan adanya anemia


Menentukan jenis anemia
Menentukan etiologi anemia
Menentukan ada atau tidaknya penyakit penyerta

Anamnesis : kebutuhan hemoglobin meningkat secara fisiologi:


masapertumbuhan yang cepat, menstruasi, infeksi kronis (kurangnya besi
yang diserap, asupan besi dari makanan tidak adekuat, malabsorpsi besi,
pendarahan)
Pemeriksaan fisik:
-

Anemis, tidak disertai ikterus, organomegali dan limfadenopati


Pucat, lemah, lesu
Stomatitis angularis, atrofi papil lidah
Takikardi, murmur sistolik dengan atau tanpa pembesaran jantung

Pemeriksaan laboratorium:
-

Kadar Hb
MCV&MCH
SADT
Besi serum
TIBC
sTfR
Ferritin serum

: < 12 gr/dl
: menurun sebanding dengan berat anemia
: mikrositik hipokrom, tergantung stadium
: menurun
: meningkat
: menurun
: menurun
12

Cadangan Fe SSTL
: tidak ada
Besi eritroblas : tidak ada
Elektroforesis Hb : normal

Stadium pada anemia defisiensi besi


Hb
(g/dl)

SI
(g/dl)

TIBC
(g/dl)

Saturasi
(%)

Ferritin serum
(g/dl)

Morf.erit.

N / naik

Turun

Normositik
normokrom

Turun

Naik

Turun

Turun

Normositik
normokrom

Turun

Turun

Naik

Turun

Turun

Normositik
normokrom

Turun

Turun

Naik

Turun

Turun

Mikrositik
normokrom

Pria N

13-16

Turun

260-400

20-45

30-400

Wanita N

12-14

260-445

20-45

13-150

St. 1
penurunan
besi
St. 2
eritropoiesis
kekurangan
besi
St. 3
anemia
defisiensi
besi
Stadium 3b
anemia
defisiensi
besi

Normositik
normokrom
Normositik
normokrom

Kriteria menurut WHO :


1.
2.
3.
4.

Kadar Hb < dr normal sesuai usia


Konsentrasi Hb eritrosit rata-rata (31 %)
Kadar Fe serum (50)
Saturasi transferi (15%)

Metoda menentukan kadar Hb


Menurut WHO, nilai batas hemoglobin (Hb) yang dikatakan anemia gizi besi
untuk wanita remaja adalah < 12 gr/dl dengan nilai besi serum < 50 mg/ml dan
nilai feritin < 12 mg/ml. Nilai feritin merupakan refleksi dari cadangan besi
tubuh sehingga dapat memberikan gambaran status besi seseorang.
Untuk menentukan anemia gizi besi yaitu :
a.
Serum Ferritin (SF) : Ferritin diukur untuk mengetahui status besi di
dalam hati. Bila kadar SF < 12 mg/dl maka orang tersebut menderita anemia
gizi besi.
b.
Transferin Saturation (ST) : Kadar besi dan Total Iron Binding
Capacity (TIBC) dalam serum merupakan salah satu menentukan status besi.
Pada saat kekurangan zat besi, kadar besi menurun dan TIBC meningkat,
rasionya yang disebut dengan TS. TS < dari 16 % maka orang tersebut
defisiensi zat besi.

13

c.
Free Erythocyte Protophorph : Bila kadat zat besi dalam darah kurang
maka sirkulasi FEB dalam darah meningkat. Kadar normal FEB 35-50 mg/dl
RBC. Secara ringkas untuk menentukan keadaan anemia seseorang
Evaluasi SADT:
Eritrosit: mikrositik hipokrom (mikrositik ringan: Ht<34%/ Hb<10g/dl,
mikrositik hipokrom:Ht<27%/ Hb<9g/dl)dan anisopoikilositosis: sel pensil, sel
target, ovalosit
Leukosit jumlahnya normal
Trombosit: normal atau meningkat (karena pendarahan)

http://library.med.utah.edu/WebPath/jpeg5/HEME084.jpg
Diagnosis banding

Pemeriksaan lab

ADB

Thalasemia minor

Anemia penyakit
kronik

MCV

N/

Fe serum

TIBC

Saturasi transferin

FEP

N/

Feritin serum

14

4.6.

Komplikasi
Biasanya anemia defisiensi besi tidak menyebabkan komplikasi.
Tetapi, apabila tidak diobati ADB dapat menjadi lebih parah dan mengalami
masalah kesehatan termasuk:
Masalah jantung: ADB dapat menyebabkan detak jantung lebih
cepat atau ireegular karena kurangnya O2 ketika anemia dapat menyebabkan
pembesaran jantung atau gagal jantung.
Masalah ketika masa kehamilan: pada ibu hamil yang
mengalami ADB banyak dikaitkan dengan kelahiran premature dan berat
badan yang kurang pada bayi. Hal ini bisa dicegah apabila ibu hamil tersebut
menerima suplemen besi pada masa prenatal.
Masalah pertumbuhan: meningkatkan angka susceptibilitas
kepada infeksi.
4.7.
Penatalaksanaan dan pencegahan
A. PENATALAKSANAAN
1.

Terapi kausal: tergantung penyebab penyakitnya, misalnya: pengobatan


cacing tambang, pengobatan hematoid. Terapi ini harus dilakukan,
apabila tidak dilakukan maka anemia akan kambuh kembali.

2.

Pemberian preparat besi untuk pengganti kekurangan besi dalam tubuh:

a)

Besi peroral

ferrous sulphat dosis 3 x 200 mg (murah)

ferrous gluconate, ferrous fumarat, ferrous lactate, dan ferros succinate


(lebih mahal)

15

Sebaiknya diberikan pada saat lambung kosong, tetapi efek samping


lebih banyak dibanding setelah makan. Efek sampingnya yaitu mual,
muntah, serta konstipasi. Pengobatan diberikan selama 6 bulan setelah
kadar hemoglobin normal untuk mengisi cadangan besi tubuh. Kalau tidak,
maka akan kembali kambuh.
b)

Besi parenteral

Efek sampingnya lebih berbahaya, dan harganya lebih mahal, indikasi:

Intoleransi oral berat

Kepatuhan berobat kurang

Kolitis ulserativa

Perlu peningkatan Hb secara cepat

Preparat yang tersedia: iron dextran complex, iron sorbital citric acid
complex diberikan secara intramuskuler atau intravena pelan.
Efek samping: reaksi anafilaksis, flebitis, sakit kepala, flushing, mual,
muntah, nyeri perut, dan sinkop.
c)

Pengobatan lain

Diet: makanan bergizi dengan tinggi protein (protein hewani)

Vitamin c: diberikan 3 x 100 mg perhari untuk meningkatan absorpsi


besi

Transfusi darah: jarang dilakukan

B. PENCEGAHAN
Beberapa tindakan penting yang dapat dilakukan untuk mencegah
kekurangan besi pada awal kehidupan adalah sebagai berikut :

Meningkatkan pemberian ASI eksklusif.

Menunda pemakaian susu sapi sampai usia 1 tahun.

Memberi bayi makanan yang mengandung besi serta makanan yang


kaya dengan asam askorbat (jus buah).

Memberi suplemen Fe pada bayi kurang bulan.

Pemakaian PASI yang mengandung besi.

Diprioritaskan pada kelompok rawan yaitu, balita, anak sekolah, ibu hamil,
wanita menyusui, wanita usia subur, remaja putri dan wanita pekerja.
Diet :
Makanan yang mengandung Fe sebanyak 8 10 mg Fe perhari dan hanya
sebesar 5 10% yang diabsrobsi.

16

Pada anak Fe berasal dari ASI dan penyerapannya lebih efisien


daripada Fe yang berasal dari susu sapi (ditunda hingga umur 1 tahun
dikarenakan perdarahan saluran cerna yang tersamarkan)
Pemberian makanan kaya vitamin C dan memperkenalkan makanan
padat mulai pada usia 4-6 bulan
Pemberiam suplemen Fe pada bayi prematur
Pemakaian susu formula yang mengandung besi (PASI)
Makanan yang dapat mempengaruhi penyerapan zat besi, yaitu :

Meningkatkan penyerapan

Asam askorbat, daging, ikan, dan unggas, dan HCl

Menurunkan penyerapan

Asam tanat (teh dan kopi), kalsium, fitat, beras, kunung telur, polifenol,
oksalat, dan obat-obatan (antasid, tetrasiklin, dan kolestiramin)
Penyuluhan kesehatan

Kesehatan lingkungan (penggunaan jamban, pemakaian alas kaki)


Gizi (mengkonsumsi makanan bergizi)

Konsneling pada ibu atau orang sekitar untuk memilih bahan makanan
dengan kadar besi cukup sejak bayi sampai remaja

Pemberantasan infeksi cacing tambang


Suplementasi besi pada populasi rentan (ibu hamil dan anak balita)
Fortifikasi bahan makanan dengan besi
Skirining anemia

pemeriaksaan hb, ht pada bayi baru lahir dan pada bayi kurang bulan
( prematur )
Sebaiknya dilakukan pada usia 12 bulan dengan pemeriksaan
hemoglobin (Hb) dan penilaian risiko defisiensi besi atau anemia defisiensi
besi.
4.8.

Prognosis
Prognosis baik bila penyebab anemianya hanya karena kekurangan
besi saja dan diketahui penyebabnya serta kemudian dilakukan penanganan
yang adekuat. Gejala anemia dan manifestasi klinis lainnya akan membaik
dengan pemberian preparat besi.
Jika terjadi kegagalan dalam pengobatan, perlu dipertimbangkan
beberapa kemungkinan sebagai berikut:

Diagnosis salah
Dosis obat tidak adekuat
Preparat Fe yang tidak tepat dan kadaluarsa
Perdarahan yang tidak teratasi atau perdarahan yang tidak tampak
berlangsung menetap

17

Disertai penyakit yang mempengaruhi absorpsi dan pemakaian besi


(seperti: infeksi, keganasan, penyakit hati, penyakit ginjal, penyakit tiroid,
penyakit karena defisiensi vitamin B12, asam folat)
Gangguan absorpsi saluran cerna (seperti pemberian antasid yang
berlebihan pada ulkuspeptikum dapat menyebabkan pengikatan terhadap
besi.

DAFTAR PUSTAKA :
Almatsier Sunita, 2004. Penuntun Diet Edisi Baru, Institusi Gizi Perjan RS
Dr.Ciptomangunkusumo dan Asosiasi Dietisien Indonesia, PT. Gramedia
Pustaka Utama, Jakarta.
Anthony Tan, 2002. Wowen and Nutrition, Copy Righat Health Media, of
Amerika.
Bakta, I.M ., 2007. Hematologi Klinik Ringkas. Jakarta : EGC.
Hoffbrand, A.V., Pettit, J.E., Moss, P.A.H., 2005. Kapita Selekta Hematologi.
Jakarta : EGC.
Weiss, G.,Goodnough, L.T., 2005. Anemia of Chronic Disease.Nejm, 352 :
1011-1023.
Dunn, A., Carter, J., Carter, H., 2003. Anemia at the end of life: prevalence,
significance, and causes in patients receiving palliative care. Medlineplus.
26:1132-1139.
Ganong. 2001. BukuAjarFisiologiKedokteran. EGC. Jakarta
Guyton.2007. FisiologiManusiadanMekanismePenyakit.EGC. Jakarta
Handayani, Wiwik.2008.Buku Ajar Asuhan Keperawatan pada Klien
dengan Gangguan Sistem Hematologi.SalembaMedika: Jakarta.
Bakta, I Made.,Suega,Ketut.,Dharmayuda, Tjokro Gde., 2009. Anemia
Defisiensi Besi. in Sudoyo AW,Setiyohadi B, Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam
Jilid 2. Edisi ke-4. internal publising FK UI. hal.,: internal publising FK UI.
hal. 1127-1135 (Jakarta 2009).
Manampiring, Aaltjie.E., 2008. Prevalensi Anemia dan Tingkat Kecukupan
Zat Besi Pada Anak Sekolah Dasar Di Desa Minaesa Kecamantan Wori
Kabupaten Minahasa Utara.Tesis.Manado. Departemen Pendidikan Nasional
RI Fakultas Kedokteran Universitas Sam Ratulangi.
Muhammad,Adang.,Sianipar, Osman., 2005. Penentuan Defisiensi Besi
Anemia Penyakit Kronis Menggunakan Peran Indeks sTfR-F. Indonesian
Journal of Clinical Pathology and Medical Laboratory,Vol.12,No.1,Nov
2005:9-15.

18

You might also like