You are on page 1of 14

TANAMAN PADI SISTEM JAJAR LEGOWO

Sistem Tanam Jajar Legowo


Dalam upaya pencapaian target program Peningkatan Produksi Beras Nasional
(P2BN) pemerintah dalam hal ini Departemen Pertanian melalui Badan Pengembangan
dan Penelitian telah banyak mengeluarkan rekomendasi untuk diaplikasikan oleh petani.
Salah satu rekomendasi ini adalah penerapan sistem tanam yang benar dan baik melalui
pengaturan jarak tanam yang dikenal dengan sistem tanam jajar legowo.
Dalam melaksanakan usaha tanam padi ada bebarapa hal yang menjadi tantangan
salah satunya yaitu bagaimana upaya ataupun cara yang harus dilakukan untuk
mendapatkan hasil produksi padi yang tinggi. Namun untuk mewujudkan upaya tersebut
masih terkendala karena jika diperhatikan masih banyak petani yang belum mau
melaksanakan anjuran sepenuhnya. Sebagai contoh dalam hal sistem tanam masih
banyak petani yang bertanam tanpa jarak tanam yang beraturan. Padahal dengan
pengaturan jarak tanam yang tepat dan teknik yang benar dalam hal ini adalah sistem
tanam jajar legowo maka akan diperoleh efisiensi dan efektifitas pertanaman serta
memudahkan tindakan kelanjutannya.

Istilah jajar legowo diambil dari bahasa jawa yang secara harfiah tersusun dari kata
lego (lega) dan dowo (panjang) yang secara kebetulan sama dengan nama pejabat
yang memperkenalkan cara tanam ini. Sistem tanam jajar legowo diperkenalkan pertama
kali oleh seorang pejabat Kepala Dinas Pertanian Kabupaten Banjar Negara Provinsi Jawa
Tengah yang bernama Bapak Legowo yang kemudian ditindak lanjuti oleh Departemen
Pertanian melalui pengkajian dan penelitian sehingga menjadi suatu rekomendasi atau
anjuran untuk diterapkan oleh petani dalam rangka meningkatkan produktivitas tanaman
padi.

PENGERTIAN SISTEM TANAM JAJAR LEGOWO


Prinsip dari sistem tanam jajar legowo adalah meningkatkan populasi tanaman
dengan mengatur jarak tanam sehingga pertanaman akan memiliki barisan tanaman yang
diselingi oleh barisan kosong dimana jarak tanam pada barisan pinggir setengah kali jarak
tanam antar barisan. Sistem tanam jajar legowo merupakan salah satu rekomendasi yang
terdapat dalam paket anjuran Pengelolaan Tanaman Terpadu (PTT).
Sistem tanam jajar legowo juga merupakan suatu upaya memanipulasi lokasi pertanaman
sehingga pertanaman akan memiliki jumlah tanaman pingir yang lebih banyak dengan
adanya barisan kosong. Seperti diketahui bahwa tanaman padi yang berada dipinggir
memiliki pertumbuhan dan perkembangan yang lebih baik dibanding tanaman padi yang
berada di barisan tengah sehingga memberikan hasil produksi dan kualitas gabah yang
lebih tinggi. Hal ini disebabkan karena tanaman yang berada dipinggir akan memperoleh
intensitas sinar matahari yang lebih banyak (efek tanaman pinggir). Adapun manfaat dan
tujuan dari penerapan sistem tanam jajar legowo adalah sebagai berikut :

1. Menambah jumlah populasi tanaman padi sekitar 30 % yang diharapkan akan


meningkatkan produksi baik secara makro maupun mikro.
2. Dengan adanya baris kosong akan mempermudah pelaksanaan pemeliharaan,
pemupukan dan pengendalian hama penyakit tanaman yaitu dilakukan melalui barisan
kosong/lorong.
3. Mengurangi kemungkinan serangan hama dan penyakit terutama hama tikus. Pada
lahan yang relatif terbuka hama tikus kurang suka tinggal di dalamnya dan dengan lahan
yang relatif terbuka kelembaban juga akan menjadi lebih rendah sehingga perkembangan
penyakit dapat ditekan.
4. Menghemat pupuk karena yang dipupuk hanya bagian tanaman dalam barisan.
5. Dengan menerapkan sistem tanam jajar legowo akan menambah kemungkinan barisan
tanaman untuk mengalami efek tanaman pinggir dengan memanfaatkan sinar matahari
secara optimal bagi tanaman yang berada pada barisan pinggir. Semakin banyak
intensitas sinar matahari yang mengenai tanaman maka proses metabolisme terutama
fotosintesis tanaman yang terjadi di daun akan semakin tinggi sehingga akan didapatkan
kualitas tanaman yang baik ditinjau dari segi pertumbuhan dan hasil.

PENERAPAN SISTEM TANAM JAJAR LEGOWO


Ada beberapa tipe cara tanam sistem jajar legowo yang secara umum dapat
dilakukan yaitu ;
tipe legowo (2 : 1), (3 : 1), (4 : 1), (5 : 1), (6 : 1) dan tipe lainnya yang sudah ada serta telah
diaplikasikan oleh sebagian masyarakat petani di Indonesia. Namun berdasarkan
penelitian yang dilakukan di Balai Pengkajian Teknologi Pertanian diketahui jika tipe sistem
tanam jajar legowo terbaik dalam memberikan hasil produksi gabah tinggi adalah tipe jajar
legowo (4:1) sedangkan dari tipe jajar legowo (2 : 1) dapat diterapkan untuk mendapatkan
bulir gabah berkualitas benih.
Jajar legowo (2 : 1) adalah cara tanam padi dimana setiap dua baris tanaman diselingi oleh
satu barisan kosong yang memiliki jarak dua kali dari jarak tanaman antar baris sedangkan
jarak tanaman dalam barisan adalah setengah kali jarak tanam antar barisan. Dengan
demikian jarak tanam pada sistem jajar legowo (2 : 1) adalah 20 cm (antar barisan) X 10
cm (barisan pinggir) X 40 cm (barisan kosong).
Dengan sistem jajar legowo (2 : 1) seluruh tanaman dikondisikan seolah-olah menjadi
tanaman pinggir. Penerapan sistem jajar legowo (2 : 1) dapat meningkatkan produksi padi
dengan gabah kualitas benih dimana sistem jajar legowo seperti ini sering dijumpai pada
pertanaman untuk tujuan penangkaran atau produksi benih. Untuk lebih jelasnya tentang
cara tanam jajar legowo (2 : 1) dapat dilihat melalui gambar di bawah ini.

sistem tanam jajar legowo (2 : 1)


Jajar legowo (3 : 1) adalah cara tanam padi dimana setiap tiga baris tanaman diselingi oleh
satu barisan kosong yang memiliki jarak dua kali dari jarak tanaman antar barisan.
Modifikasi tanaman pinggir dilakukan pada baris tanaman ke-1 dan ke-3 yang diharapkan
dapat diperoleh hasil tinggi dari adanya efek tanaman pinggir. Prinsip penambahan jumlah
populasi tanaman dilakukan dengan cara menanam pada setiap barisan pinggir (baris ke-1
dan ke-3) dengan jarak tanam setengah dari jarak tanam antar barisan.
Dengan demikian jarak tanam pada sistem jajar legowo (3 : 1) adalah 20 cm (antar barisan
dan pada barisan tengah) X 10 cm (barisan pinggir) X 40 cm (barisan kosong) yang lebih
jelasnya dapat dilihat melalui gambar di bawah ini.

sistem tanam jajar legowo (3 : 1)


Jajar legowo (4 : 1) adalah cara tanam padi dimana setiap empat baris tanaman diselingi
oleh satu barisan kosong yang memiliki jarak dua kali dari jarak tanaman antar barisan.
Dengan sistem legowo seperti ini maka setiap baris tanaman ke-1 dan ke-4 akan
termodifikasi menjadi tanaman pinggir yang diharapkan dapat diperoleh hasil tinggi dari
adanya efek tanaman pinggir. Prinsip penambahan jumlah populasi tanaman dilakukan
dengan cara menanam pada setiap barisan pinggir (baris ke-1 dan ke-4) dengan jarak
tanam setengah dari jarak tanam antar barisan.
Dengan demikian jarak tanam pada sistem jajar legowo (4 : 1) adalah 20 cm (antar barisan
dan pada barisan tengah) X 10 cm (barisan pinggir) X 40 cm (barisan kosong) yang lebih
jelasnya dapat dilihat melalui gambar di bawah ini.

sistem tanam jajar legowo (4 : 1)


Seperti telah diuraikan di atas bahwa prinsip dari sistem tanam jajar legowo adalah
meningkatkan jumlah populasi tanaman dengan pengaturan jarak tanam. Adapun jumlah
peningkatan populasi tanaman dengan penerapan sistem tanam jajar legowo ini dapat kita
ketahui dengan rumus : 100 % X 1 / (1 + jumlah legowo).
Dengan demikian untuk masing-masing tipe sistem tanam jajar legowo dapat kita hitung
penambahan/peningkatan populasinya sebagai berikut ;
Jajar legowo (2 : 1) peningkatan populasinya adalah 100 % X 1(1 + 2) = 30 %
Jajar legowo (3 : 1) peningkatan populasinya adalah 100 % X 1 (1 + 3) = 25 %
Jajar legowo (4 : 1) peningkatan populasinya adalah 100 % X 1 (1 + 4) = 20 %
Jajar legowo (5 : 1) peningkatan populasinya adalah 100 % X 1 (1 + 5) = 16,6 %
Jajar legowo (6 : 1) peningkatan populasinya adalah 100 % X 1 (1 + 6) = 14,29 %
Tipe sistem tanam jajar legowo (4 : 1) dipilih sebagai anjuran kepada petani untuk
diterapkan dalam rangka peningkatan produksi padi karena berdasarkan hasil penilitian
yang telah dilakukan dengan melihat serta mempertimbangkan tingkat efisiensi dan
efektifitas biaya produksi dalam penggunaan pupuk dan benih serta pengaruhnya terhadap
hasil produksi tanaman padi.

Teknik Budidaya Tanaman Padi dengan Metode SRI

SRI merupakan suatu teknologi budidaya padi yang menitik beratkan penghematan
sumber daya, terutama air. Metode ini bisa digabungkan dengan cara bercocok tanam
secara organik.

Prinsip budidaya padi organik SRI

>Tanaman bibit muda berusia kurang dari 12 hari setelah semai ketika bibit masih berdaun
2 helai
>Bibit ditanam satu pohon perlubang dengan jarak minimal 25 cm persegi
> Pindah tanam harus sesegera mungkin (kurang dari 30 menit) dan harus hati-hati agar
akar tidak putus
> Penanaman padi dengan perakaran yang dangkal

> Pengaturan air, pemberian air maksimal 2 cm dan tanah tidak diairi secara terusmenerus sampai terendam dan penuh, namun hanya lembab (irigasi berselang atau
terputus)
> Peningkatan aerasi tanah dengan penggemburan atau pembajakan
>Penyiangan sejak awal sekitar 10 hari dan diulang 2-3 kali dengan interval 10 hari
>Menjaga keseimbangan biota tanah dengan menggunakan pupuk organik

Keunggulan budidaya padi organik SRI


Hemat biaya, hanya butuh benih 5 kg per hektar. Tidak memerlukan biaya
pencabutan bibit, tidak memerlukan biaya pindah bibit, tenaga tanam kurang, dll. Hemat
waktu, ditanam bibit muda 5 12 hari setelah semai, dan waktu panen akan lebih awal
Produksi meningkat, di beberapa tempat mencapai 11 ton per hektar Ramah lingkungan,
tidak menggunaan bahan kimia dan digantikan dengan mempergunakan pupuk organik
(kompos, kandang dan mikro-oragisme lokal), begitu juga penggunaan pestisida.

Tahap pelaksanaan pola tanam SRI

a. Penyiapan lahan
Sebagai persiapan, lahan diolah seperti mengolah tanah sebelum tanam dalam
pertanian konvensional, dengan urutan sebagai berikut. Mula-mula tanah dibajak
menggunakan traktor atau tenaga sapi. Selanjutnya tanah digaru sambil disebari pupuk
organik. Terakhir, tanah diratakan. Kegiatan olah tanah ini dapat dilakukan sekali maupun
duakali olah tanah, hanya saja dalam pelaksanaan dua kali olah tanah dapat menambah
biaya produksi akan etapi dapat mengurangi gulma/tanaman pengganggu dan dapat
membuat struktur tanah lebih halus. Pada saat menggaru dan meratakan tanah,
diusahakan agar air tidak mengalir terus menerus di dalam sawah supaya unsur hara yang

ada pada tanah tidak hanyut. Setelah tanah rata, kemudian dibuat parit pada bagian
pinggir dan tengah tiap petakan untuk memudahkan pengaturan air. Dengan ketentuan
lebar parit berukuran 20 cm dengan kedalaman rata-rata cangkul seperti biasa,
sedangkan panjang dan lebar petakan kecil yang terbentuk antara 2 m2. Hal ini
dimungkinkan agar pada saat pindah tanam petani tidak merusak lahan, sehingga dapat
berjalan lewat parit-parit yang dibuat dan juga mempermudah dalam hal penyianggan
nantinya. (Gambar 1) Unuk menentukan jarak tanam petani dapat membuat alat yang
berfungsi sebagai penggaris/pengatur jarak tanam sepserti pada gambar 2. Gigi-gigi pada
alat tersebut berfungsi sebagai penanda, dimana cara penggunaannya adaah dengan
menggariskannya pada lahan tanam secara horizontal dan vertical sehingga terbentuk
tittik-titik pertemuan antar garis yang digunakan sebagai lubang/titik tanam. Untuk pupuk
dasar, petani dapat mencampurkannya langsung ketika olah tanah ini. Selain agar tidak
hanayut terbawa air, hal ini juga bertujuan untuk mencampur pupuk dasar agar rata. Pupuk
dasar yang digunakan yaitu pupuk yang sifatnya organik dan bukan kimia, seperti pupuk
kompos maupun pupuk hijau.

b. Penyiapan benih
Benih diseleksi dengan bantuan penggunaan air garam dan telur ayam/itik/bebek.
Telur yang bagus umumnya dalam air akan tenggelam, namun bila pada air ini diberi
garam yang cukup dan diaduk maka telur yang bagus itu akan mengapung. Bila telur
belum juga mengapung maka tambahkan lagi garamnya sampai telur ini mengapung
karena berat jenisnya (BJ) menjadi lebih rendah daripada air garam. Air garam yang sudah
mampu mengapungkan telur ini dapat digunakan untuk seleksi benih. Biasanya apabila
telur sudah mengapung, berarti kadar garam dalam air 5 %. Langkah-langkah
selanjutnya adalah sebagai berikut : Pertama, benih dimasukkan ke dalam air garam dan
dipilih hanya benih yang tenggelam, karena gabah yang mengapung belum terlalu masak
secara fisiologis/tidak mentes sehingga tidak baik jika digunakan sebagai benih Kedua,
benih yang baik kemudian dicuci dengan bersih sampai unsure garamnya hilang dari benih
tersebut, juga akan lebih baik jika dicuci menggunakan wadah yang berlubang dan pada

air yang mengalir untuk meyakinkan benih benar-benar akan terbebas dari garam; Ketiga,
benih yang sudah bebas dari garam direndam dalam air biasa selama sekitar 24 jam;
Keempat, setelah benih direndam, kemudian dipemeram selama sekitar 36 jam yaitu benih
di bungkus dengan karung goni atau kain yang basah.

c. Penyemian
Penyemaian dapat dilakukan di sawah, di ladang atau dalam wadah seperti kotak
plastik atau besek/pipiti yang diberi alas plastik/daun pisang dan berada di area terbuka
yang mendapatkan sinar matahari. Tanah untuk penyemaian tidak menggunakan tanah
sawah tetapi menggunakan tanah darat yang gembur dicampur dengan kompos dengan
perbandingan tanah:kompos sebaiknya minimal 2:1 dan akan lebih baik bila 1:1, dapat
juga ditambahkan pada campuran ini abu bakar agar medianya semakin gembur sehingga
nantinya benih semakin mudah diambil dari penyemaian untuk menghindari putusnya akar.
Luas area yang diperlukan untuk penyemaian minimal adalah sekitar 20 m2 untuk setiap 5
kg benih, sehingga bila penyemaian dilakukan pada wadah dapat dihitung jumlah wadah
yang diperlukan menyesuaikan dengan ukuran masing-masing wadah dan tentunya akan
lebih baik lagi bila tempat penyemaiannya lebih luas untuk pertumbuhan benih yang lebih
sehat. Untuk penyemaian yang dilakukan di sawah atau ladang, tempat penyemaian dibuat
menjadi berupa tegalan/guludan seperti untuk penanaman sayuran dengan ketinggian
tanahnya sekitar 15 cm, lebar sebaiknya sekitar 125 cm dan seluruh pinggirannya ditahan
dengan papan, triplek atau batang pisang untuk mencegah erosi. Benih yang sudah ditebar
sebaiknya kemudian ditutup lagi dengan lapisan tipis tanah atau kompos atau abu bakar
untuk mempertahankan kelembabannya kemudian ditutup lagi dengan jerami atau daun
kelapa untuk menghindari dimakan burung dan gangguan dari air hujan sampai tumbuh
tunas dengan tinggi sekitar 1 cm. Setelah dilakukan penyemaian benih-benih ini harus
dirawat dengan melakukan penyiraman setiap pagi dan sore bila tidak turun hujan. Untuk
pola tanam SRI benih siap di tanam ke sawah saat usianya belum mencapai 15 hari dan
sebaiknya antara umur 8-10 hari setelah tebar yaitu saat baru memiliki dua helai daun.

d. Penanaman
pola tanam SRI benih diperlakukan dengan hati-hati. Bibit yang ditanam di
persemaian sawah atau ladang tidak boleh diambil dengan cara dicabut atau ditarik tetapi
dengan cara di ambil bagian bawah tanahnya (tanah ikut terbawa) sehingga akar tanaman
tidak rusak. Kemudian kumpulan bibi yang teah dicabut ditempatkan pada suatu wadah,
missal pelepah pisang, bambu atau lainnya untuk di bawa ke tempat penanaman.
Pemindahan harus dilakukan secepat mungkin dalam waktu sekitar 30 menit atau lebih
baik lagi dalam waktu 15 menit untuk menghindari trauma dan shok. Untuk bibit yang
ditanam menggunakan wadah akan lebih mudah membawanya ke tempat penanaman.
Bibit dipilih yang sehat diantara cirinya adalah lebih tinggi/ besar dan daunnya lebih tegak
ke atas atau daunnya tidak terlalu terkulai. Penanaman bibit dilakukan secara dangkal (
sedalam 1 cm ) dan hanya cukup satu sampai 3 bibit untuk satu titik/ lubang tanam. Bibit
ditanamkan dengan menggesernya di atas permukaan tanah, yang lebih mudah
menggunakan jari jempol dan telunjuk. Sisa dari bibit dapat ditanam tunggal dibagian
terluar diantara tanaman padi lainnya dari tiap petakan sebagai cadangan bila di kemudian
hari ada tanaman yang tidak baik tumbuhnya. Penyulaman dilakukan menggunakan
tanaman yang disiapkan sebagai cadangan di antara tanaman utama atau mengambil dari
rumpun yang sewaktu ditanam berasal dari 2 atau 3 bibit.

e. Perawatan
Tanaman padi yang terawat akan memberikan hasil panen yang jauh lebih baik
daripada padi di sawah yang biarkan begitu saja. Air diatur agar hanya macak-macak atau
mengalir di saluran air saja, perendaman lahan selama beberapa saat dilakukan bila lahan
sawah terlihat kering dan adanya retakan halus pada tanah. Penanganan gulma dilakukan
dengan penyiangan mekanis sampai gulma tersebut tercabut dari tanah untuk kemudian
dibenamkan menggunakan tangan atau kaki sedalam mungkin agar tidak mampu tumbuh
lagi bisa juga dengan menggunakan sosrok maupun alat lainnya yang tidak bertentangan
dengan prinsip budidaya padi dengan sisim SRI yang bersifat ramah ingkungan ini. Dari
setiap proses penyiangan mekanis ini dapat diharapkan nantinya ada penambahan hasil
panen satu atau bahkan dua ton per hektarnya sehingga nilai tambah dari penyiangan ini
sebenarnya cukup tinggi.

f. Pemanenan
Panen dilakukan saat padi mencapai umur panen sesuai deskripsi untuk masing-masing
varietas dihitung dari saat tebar/semai di penyemaian atau sekitar 30-35 hari setelah
berbunga atau ketika sekitar 90% padi sudah menguning. Hindari pemanenan pada saat
udara mendung atau gerimis

NAMA

: ANTONIUS SITORUS

NPM

: 12.061.111.003

M.KULIAH

: TBT SERELIA & LEGUM

JURUSAN AGROTEKNOLOGI
UNIVERSITAS DARMA AGUNG
MEDAN
SUMATERA UTARA

You might also like