Professional Documents
Culture Documents
Disusun Oleh :
1.
Hendra Zainuddin
2.
3.
Novi Andrianto
4.
Samsul Arif
JURUSAN KEPERAWATAN
POLITEKNIK KEMENTERIAN KESEHATAN SURAKARTA
2013
KATA PENGANTAR
Puji syukur senantiasa kami panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa atas segala
limpahan rahmat dan hidayah-Nya, sehingga penulis dapat menyusun dan menyelesaikan
makalah berjudul Asuhan Keperawatan Pada Lansia Terkait Keselamatan dan Keamanan
ini sebagai salah satu tugas matakuliah Keperawatan Gerontik semester 5 tahun ajaran
2013/2014.
Dengan tersusunnya makalah ini, penulis mengucapakan terima kasih kepada :
1.
2.
Ibu Sri Lestari DA, M.Kes selaku dosen pengampu Keperawatan Gerontik semester 5
Jurusan Keperawatan Politeknik Kesehatan Surakarta.
3.
kita tentang cara melakukan asuhan keperawatan pada lansia terkait keselamatan dan
keamanannya mengingatnya semakin mundurnya panca ndera dan fungsi organnya sehingga
beresiko jatuh dan cidera. Akhirnya penulis menyadari sepenuhnya bahwa tiada gading yang
retak begitupun dengan makalah ini yang masih jauh dari kesempurnaan. Oleh karena itu,
kritik serta masukan yang membangun selalu diharapkan guna menunjang langkah
selanjutnya.
Terima kasih.
Penulis
DAFTAR ISI
HALAMAN COVER............................................................................................. i
KATA PENGANTAR........................................................................................... ii
DAFTAR ISI......................................................................................................... iii
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang.........................................................................
BAB II
LANDASAN TEORI
BAB III
ASUHAN KEPERAWATAN
BAB IV
PENUTUP
A. Kesimpulan............................................................................
B. Saran......................................................................................
DAFTAR PUSTAKA
BAB I
PENDAHULUAN
A. LATAR BELAKANG
Keamanan merupakan keadaan bebas dari cedera fisik dan psikologis yang
merupakan salah satu kebutuhan dasar manusia yang harus dipenuhi. Lingkungan klien
mencakup semua faktor fisik dan psikososial yang mempengaruhi atau berakibat
terhadap kehidupan dan kelangsungan hidup klien. Keamanan yang ada didalam
lingkungan ini akan mengurangi insiden terjadinya penyakit dan cidera, memperpendek
lama tindakan dan hospitalisasi, meningkatkan kesejahteraan klien.
Jatuh merupakan salah satu bahaya yang mengancam keamanan dan keselamatan
terhadap manusia. Selain itu, 90% jenis kecelakaan yang dilaporkan dan seluruh
kecelakaan yang terjadi di RS adalah jatuh. Dalam makalah ini penyusun akan mencoba
membahas tentang asuhan keperawatan apa yang bisa dilaksanakan untuk mencegah
resiko jatuh terhadap lansia.
Jatuh sering terjadi atau dialami oleh usia lanjut. Banyak faktor berperan
didalamnya, baik faktor intrinsik dalam diri lansia tersebut seperti gangguan gaya
berjalan, kelemahan otot ekstremitas bawah, kekakuan sendi, sinkoppe dan dizzines,
serta faktor ekstrinsik seperti lantai yang licin dan tidak rata, tersandung benda-benda,
penglihatan kurang karena cahaya kurang terang, dan sebagainya. Jatuh adalah kejadian
yang mengakibatkan seseorang mendadak terbaring/terduduk di lantai/tempat yang lebih
rendah dengan atau tanpa kehilangan kesadaran atau luka. Berdasarkan survei di
masyarakat AS, Tinetti (1992) mendapatkan seitar 30% lansia lebih dari umur 65 tahun
jatuh setipa tahunnya, separuh dari angka tersebut mengalami jatuh berulang.
Reuben dkk (1996) mendapatkan insiden jatuh di masyarakat AS pada umum lebih
dari 65 tahun berkisar 1/3 populasi lansia setiap tahun, dengan rata-rata jatuh 0.6/orang.
Insiden di rumah-rumah perawatan 3 kali lebih banyak. Lima persen dari penderita jatuh
ini mengalami patah tulang atau memerlukan perawatan di rumah sakit. Kecelakaan
merupakan penyebab kematian no.6 di Amerika Serikat tahun 1992. kematian akibat
jatuh sangat sulit didefinisikan karena sering tidak disadari oleh keluarga atau dokter
pemeriksanya, sebaliknya jatuh juga merpakan akibat penyakit lain misalnya serangan
jantung mendadak.
Fraktur kolum femoris merupakan komplikasi utama akibat jatuh pada lansia.
Fraktur kolum femoris merupakan fraktur yang berhubungan dengan proses menua dan
osteoporosis. Wanita mempunyai resiko tinggi dibanding laki-laki untuk terjadinya
fraktur dan perlukaan akibat jatuh. Lansia yang sehat juga mempunyai resiko lebih tinggi
dibanding lansia yang lemah atau cacat untuk terjadinya fraktur dan perlukaan akibat
jatuh.resiko untuk terjadinya perlikaan akibat jatuh merupakan efek gabungan dari
penurunan respon perlindungan diri ketika jatuh dan besar kekuatan terbantingnya.
Sehingga dalam mencegah jatuh pada lansia perlu dianjurkan untuk melakukan aktivitas
fisik meliputi pola gerakan yang beragam seperti latihan kekuatan atau kelas aerobik
yang dapat meningkatkan massa tulang sehingga tulang lebih padat dan dapat
menurunkan risiko jatuh.
BAB II
LANDASAN TEORI
A. JATUH
1.
Pengertian
Pengertian Jatuh Menurut Reuben (1996), jatuh merupakan suatu masalah yang sering
terjadi pada lansia. Jatuh adalah suatu kejadian yang mengakibatkan seseorag mendadak
terbaring/terduduk di lantai atau tempat yang lebih rendah dengan atau tanpa kehilangan
kesadaran atau luka. Banyak faktor yang berperan didalamnya, kelemahan otot
ekstremitas bawah kekakuan sendi, sinkope dan dizziness, serta faktor ekstrinsik meliputi
lantai yang licin dan tidak rata, tersandung benda, penglihatan kurang terang dan
sebagainya. Jatuh merupakan factor risiko patah tulang pada orang dengan kepadatan
mineral tulang (Bone Mineral Density) rendah. Keadaan inilah penyebab terbesar untuk
patah tulang meliputi punggung, pinggang, pergelangan tangan, pinggul dan lengan
bagian atas (Watson, 2003).
2.
Sistem saraf pusat (SSP). SSP akan memberikan respon motorik untuk
mengantisipasi input sensorik. Penyakit SSP seperti stroke, parkinson, sering
diderita oleh lansia dan menyebabkan gangguan fungsi SSP sehingga berespon tidak
baik terhadap input sensorik (Tinetti, 1992 dalam Watson, 2003).
c.
d.
Secara umum faktor resiko jatuh pada lansia dibagi dalam dua golongan besar, yaitu :
1) Faktor Intrinsik, dibagi menjadi 3 faktor yaitu :
a) Faktor host (diri lansia). Diantaranya adanya disability, penyakit yang
sedang diderita, perubahan neuromuskuler, gangguan keseimbangan,
phenothiazine),
antidepresan
trisiklik,
barbiturat,
dan
kurang, peralatan rumah yang tidak stabil, tangga tanpa pagar, tempat tidur
atau toilet yang terlalu rendah, alat-alat atau perlengkapan rumah tangga
yang sudah tua atau tergeletak di bawah, tempat tidur tidak stabil, tempat
berpegangan yang tidak kuat atau tidak mudah dipegang, lantai tidak datar,
licin atau menurun, karpet yang tidak dilem dengan baik, keset yang
tebal/menekuk pinggirnya, dan benda-benda di lantai yang licin atau
mudah tergeser, lantai licin atau basah, penerangan yang tidak baik
(kurang atau menyilaukan), alat bantu jalan yang tidak tepat ukuran, berat,
maupun cara penggunaannya, obat-obat yang diminum (Kane, 1994 dalam
Nugroho, 2000).
3.
Pathway Jatuh
(Terlampir)
4.
lain :
a. Kecelakaan. Merupakan penyabab jatuh yang utama (30 - 50% kasus jatuh lansia)
misalnya terpelesat, tersandung. Gabungan antara lingkungan yang kurang baik
dengan kelainan-kelainan akibat proses menua misalnya karena penglihatan kabur.
b. Nyeri kepala atau vertigo, Penyakit vestibular, penyakit sistem sistem saraf pusat.
c. Sinkop, hilang kesadaran mendadak.
d. Drop attacks, Kelemahan tungkai bawah mendadak yang menybabkan jatuh tanpa
kehilangan kesadaran.
5.
Manifestasi Klinis
6.
Komplikasi
Jatuh pada lansia menimbulkan komplikasi-komplikasi sebagai berikut :
a. Perlukaan (injury) : rusaknya jaringan lunak yang terasa sngat sakit berupa robek atau
tertariknya jaringan otot, robeknya arteri atau vena, Patah tulang (fraktur), pelvis,
femur, humerus, lengan bawah, tungkai bawah, kista, Hematoma subdural.
b. Disabilitas
c. Kematian (Watson, 2003)
7.
Pencegahan
Ada tiga usaha pokok untuk pencegahan ini, antara lain :
a. Identifikasi faktor resiko. Pada setiap lansia perlu dilakukan pemeriksaan untuk
mencari adanya faktor intrinsik resiko jatuh, perlu dilakukan assesmen keadaan
sensorik, neurologik, muskuloskeletal, dan penyakit sistemik yang sering mendasari
atau menyebabkan jatuh. Keadaan lingkungan rumah yang berbahaya dan dapat
menyebabkan jatuh harus dihilangkan. Penerangan rumah harus cukup tapi jangan
menyilaukan. Lantai rumah datar, tidak licin, dan bersih dari benda-benda kecil yang
susah dilihat. Peralatan rumah tangga yang sudah tidak aman (lapuk, dapt bergeser
sendiri). Peralatan rumah tangga sebaiknya diletakkan sedemikian rupa sehingga tidak
mengganggu jalan atau tempat aktivitas lansia. Kamar mandi dibuat tidak licin,
sebaiknya diberi pegangan pada dindingnya, pintu yang mudah dibuka. WC sebaiknya
dengan kloset duduk dan diberi pegangan di dinding. Obat-obatan yang menyebabkan
hipotensi postural, hipoglikemik atau penurunan kewaspadaan harus diberikan sangat
selektif. Alat bantu berjalan yang dipakai lansia baik berupa tongkat, tripod, kruk atau
walker harus dibuat dari bahan yang kuat tetapi ringan aman tidak mudah bergeser
serta sesuai dengan ukuran tinggi badan lansia.
b. Penilaian keseimbangan dan gaya berjalan. Lansia harus dievaluasi bagaimana
keseimbangan
badannyadalam
melakukan
gerakan
pindah
tempat,
pidah
dilakukan dengan cermat, apakah penderita menapakkan kakinya dengan baik, tidak
mudah goyah, apakah penderita mengangkat kaki dengan benar pada saat berjalan,
apakah kekuatan otot ekstermitas bawah penderita cukup untuk berjalan tanpa batuan.
c. Mangatur / mengatasi faktor situasional. Faktor situasional yang bersifat serangan
akut yang diderita lansia dapat dicegah dengan pemeriksaan rutin kesehatan lansia
secara periodik. Faktor situasional bahaya lingkungan dapat dicegah dengan
mengusahakan perbaikan lingkungan seperti tersebut diatas. Faktor situasional yang
berupa aktifitas fisik dapat dibatasi sesuai dengan kondisi kesehatan penderita. Perlu
diberitahukan pada penderita aktifitas fisik seberapa jauh yang aman bagi penderita,
aktifitas tersebut tidak boleh melampaui batasan yang diperbolehkan baginya sesuai
hasil pemeriksaan kondisi fisik. Bila lansia sehat dan tidak ada batasan aktifitas fisik,
maka dianjurkan lansia tidak melakuakn aktifitas fisik yang sangat melemahkan atau
beresiko tinggi untuk terjadinya jatuh (Watson, 2003).
Menurut Watson (2003) Beberapa metode pencegahan jatuh pada lansia diantaranya :
a. Latihan fisik. Latihan fisik diharapkan mengurangi resiko jatuh dengan meningkatkan
kekuatan tungkai dan tangan, memperbaiki keseimbangan, koordinasi, dan
meningkatkan reaksi terhadap bahaya lingkungan, latihan fisik juga bisa mengurangi
kebutuhan obat-obatan sedatif. Latihan fisik yang dianjurkan yang melatih kekuatan
tungkai, tidak terlalu berat dan semampunya, salah satunya adalah berjalan kaki.
b. Managemen obat-obatan. Gunakan dosis terkecil yang efektif dan spesifik dengan
memperhatikan terhadap efek samping dan interaksi obat, gunakan alat bantu berjalan
jika memang diperlukan selama pengobatan, kurangi pemberian obat-obatan yang
sifatnya untuk waktu lama terutama sedatif dan tranquilisers, hindari pemberian obat
multiple (lebih dari empat macam) kecuali atas indikasi klinis kuat, hentikan obat
yang tidak terlalu diperlukan.
c. Modifikasi lingkungan. Atur suhu ruangan supaya tidak terlalu panas atau dingin
untuk menghindari pusing akibat suhu di antara :
1) Taruhlah barang-barang yang memang seringkali diperlukan berada dalam
jangkauan tanpa harus berjalan dulu
2) Gunakan karpet antislip di kamar mandi.
3) Perhatikan kualitas penerangan di rumah.
4) Jangan sampai ada kabel listrik pada lantai yang biasa untuk melintas.
5) Pasang pegangan tangan pada tangga, bila perlu pasang lampu tambahan untuk
daerah tangga.
6) Singkirkan barang-barang yang bisa membuat terpeleset dari jalan yang biasa
untuk melintas.
7) Gunakan lantai yang tidak licin.
8) Atur letak furnitur supaya jalan untuk melintas mudah, menghindari tersandung.
9) Pasang pegangan tangan ditempat yang di perlukan seperti misalnya di kamar
mandi.
d. Memperbaiki kebiasaan pasien lansia misalnya :
1) Berdiri dari posisi duduk atau jangkok jangan terlalu cepat.
2) Jangan mengangkat barang yang berat sekaligus.
3) Mengambil barang dengan cara yang benar dari lantai.
4) Hindari olahraga berlebihan.
e. Alas kaki. Perhatikan pada saat orang tua memakai alas kaki:
1) Hindari sepatu berhak tinggi, pakai sepatu berhak lebar
2) Jangan berjalan hanya dengan kaus kaki karena sulit untuk menjaga keseimbangan
3) Pakai sepatu yang antislip
f. Alat bantu jalan. Terapi untuk pasien dengan gangguan berjalan dan keseimbangan
difokuskan untuk mengatasi atau mengeliminasi penyebabnya atau faktor yang
mendasarinya.
1) Penggunaannya alat bantu jalan memang membantu meningkatkan keseimbangan,
namun di sisi lain menyebabkan langkah yang terputus dan kecenderungan tubuh
untuk membungkuk, terlebih jika alat bantu tidak menggunakan roda., karena itu
penggunaan alat bantu ini haruslah direkomendasikan secara individual.
2) Apabila pada lansia yang kasus gangguan berjalannya tidak dapat ditangani dengan
obat-obatan maupun pembedahan. Oleh karena itu, penanganannya adalah dengan
alat bantu jalan seperti cane (tongkat), crutch (tongkat ketiak) dan walker. (Jika
hanya 1 ekstremitas atas yang digunakan, pasien dianjurkan pakai cane. Pemilihan
cane type apa yang digunakan, ditentukan oleh kebutuhan dan frekuensi
menunjang
berat
badan.
Jika
ke-2
ekstremitas
atas
diperlukan
untuk
mempertahankan keseimbangan dan tidak perlu menunjang berat badan, alat yang
paling cocok adalah four-wheeled walker. Jika kedua ekstremitas atas diperlukan
untuk mempertahankan keseimbangan dan menunjang berat badan, maka
pemilihan alat ditentukan oleh frekuensi yang diperlukan dalam menunjang berat
badan.
g. Periksa fungsi penglihatan dan pendengaran.
h. Hip protektor : terbukti mengurangi resiko fraktur pelvis.
i. Memelihara kekuatan tulang
1) Suplemen nutrisi terutama kalsium dan vitamin D terbukti meningkatkan densitas
tulang dan mengurangi resiko fraktur akibat terjatuh pada orang tua
2) Berhenti merokok
3) Hindari konsumsi alkohol
4) Latihan fisik
5) Anti-resorbsi seperti biophosphonates dan modulator reseptor estrogen
6) Suplementasi hormon estrogen / terapi hormon pengganti.
8.
Pendekatan Diagnostik
Setiap penderita lansia jatuh, harus dilakukan assesment seperti dibawah ini : (Kane,
9.
Pemeriksaan Penunjang
Beberapa pemeriksaan seperti the timed up-and-go test (TUG), uji mengapai
fungsional (functional reach test), dan uji keseimbangan Berg (the Berg balance subscale of the mobility index) dapat untuk mengevaluasi fungsi mobilitas sehingga dapat
mendeteksi perubahan klinis bermakna yang menyebabkan seseorang beresiko untuk
jatuh atau timbul disabilitas dalam mobilitas. Pemeriksaan penunjang diperlukan untuk
membantu mengidentifikasi faktor risiko dan menemukan penyebab/pencetus :
a. Lakukan pemeriksaan neurologis untuk medeteksi defisit neurologis fokal, adakah
cerebro vascular disease atau transient ischemic attack; lakukan brain CT scan jika
ada indikasi
b. Darah perifer lengkap
c. Elektrolit (terutama natrium dan kalium), ureum, kreatinin, dan glukosa darah
10. Penatalaksanaan
Tujuan penatalaksanaan ini untuk mencegah terjadinya jatuh berulang dan mengatasi
komplikasi yang terjadi, mengembalikan fungsi AKS terbaik, mengembalikan
kepercayaan diri penderita. Penatalaksanaan penderita jatuh dengan mengatasi atau
mengeliminasi faktor risiko, penyebab jatuh dan menangani komplikasinya.
Penatalaksanaan bersifat individual, artinya berbeda untuk setiap kasus karena
perbedaan factor factor yang bekerjasama mengakibatkan jatuh. Bila penyebab
merupakan penyakit akut penanganannya menjadi lebih mudah, sederhana, dan langsung
bisa menghilangkan penyebab jatuh serta efektif. Tetapi lebih banyak pasien jatuh karena
kondisi kronik, multifaktorial sehingga diperlukan terapi gabungan antara obat
rehabilitasi, perbaikan lingkungan, dan perbaikan kebiasaan lansia. Pada kasus lain
intervensi diperlukan untuk mencegah terjadinya jatuh ulangan, misalnya pembatasan
bepergian/aktifitas fisik, penggunaan alat bantu gerak. Pada penderita dengan kelemahan
otot ekstremitas bawah dan penurunan fungsional terapi difokuskan untuk meningkatkan
kekuatan dan ketahanan otot sehingga memperbaiki fungsionalnya. Sedangkan terapi
untuk penderita dengan penurunan gait dan keseimbangan seperti stroke, fraktur kolum
femoris,
arthitis,
parkinson
difokuskan
untuk
mengatasi
mengeliminasi
training, latihan strengthening dan pemberian alat bantu jalan. Penderita dengan dissines
sindrom, terapi ditujukan pada penyakit kardiovaskuler yang mendasari, menghentikan
obat yang menyebabkan hipotensi postural seperti beta bloker, diuretik, anti depresan.
Terapi yang tidak boleh dilupakan adalah memperbaiki lingkungan rumah/ tempat
kegiatan lansia seperti di pencegahan jatuh.
Prinsip dasar tatalaksana usia lanjut dengan masalah instabilitas dan riwayat jatuh
adalah identifikasi faktor risiko intrinsik dan ekstrinsik, mengkaji dan mengobati trauma
fisik akibat jatuh; mengobati bebagai kondisi yang mendasari instibilitas dan jatuh;
memberikan terapi fisik dan penyuluhan berupa latihan cara berjalan, penguatan otot,
alat bantu, sepatu atau sandal yang sesuai; mengubah lingkungan agar lebih aman seperti
pencahayaan yang cukup; peganga; lantai yang tidak licin, dan sebagainya.
Latihan desensitisasi faal keseimbangan, latihan fisik (penguatan otot, fleksibilitas
sendi, dan keseimbangan), latihan Tai Chi, adaptasi perilaku (bangun dari duduk
perlahan menggunakan pegangan atau perabot untuk mencegah morbiditas akibat
instabilitas dan jatuh berikutnya (Stockslager, 2007).
B. ASUHAN KEPERAWATAN
1. Pengkajian
Pengkajian klien dengan resiko injuri meliputi : pengkajian resiko (Risk assessment
tools) dan adanya bahaya dilingkungan klien (home hazards appraisal). Pengkajian
Resiko meliputi:
a. Jatuh
1) Usia klien lebih dari 65 tahun
2) Riwayat jatuh di rumah atau RS
a. Kaji adanya kerusakan jaringan, misalnya robeknya arteri atau vena, atau
tertariknya jaringan otot.
b. Kaji adanya fraktur atau patah tulang.
c. Kaji adanya hematom subdural.
d. Kaji apakah terjadi disabiliti.
e. Tanyakan pada keluarga riwayat jatuh.
f. Penggunaan alat bantu (misalnya: tongkat, walker)
g. Kaji apakah ada gangguan penglihatan dan pendengaran.
h. Kaji adanya penyakit kekuatan ektremitas bawah.
i. Kaji penurunan status mental.
j. Tanyakan pada keluarga apakah menggunakan medikasi tertentu.
k. Tanyakan pada keluarga kondisi lingkungan.
2. Diagnosa Keperawatan
a. Risiko tinggi cedera/jatuh yang berhubungan dengan perubahan mobilisasi,
penataan lingkungan fisik di rumah, penurunan sensori.
Tujuan : Klien memperlihatkan upaya menghindari cedera (jatuh) atau cidera
(jatuh) tidak terjadi, Bahaya yang dapat dimodifikasi dalam lingkungan rumah
akan berkurang.
Kriteria hasil : Setelah dilakukan tindakan keperawatan berupa modifikasi
lingkungan dan pendidikan kesehatan diharapkan klien mampu :
1) Mengidentifikasi bahaya lingkungan yang dapat meningkatkan kemungkinan
cidera
2) Mengidentifikasi tindakan preventif atas bahaya tertentu
3) Melaporkan penggunaan cara yang tepat dalam melindungi diri dari cidera
Intervensi :
1) Kaji ulang adanya faktor-faktor resiko jatuh pada klien.
2) Tulis dan laporkan adanya faktor-faktor resiko
3) Lakukan modifikasi lingkungan agar lebih aman (memasang pinggiran tempat
tidur, dll) sesuai hasil pengkajian bahaya jatuh
4) Monitor klien secara berkala terutama 3 hari pertama kunjungan rumah
5) Ajarkan klien tentang upaya pencegahan cidera (menggunakan pencahayaan
yang baik, memasang penghalang tempat tidur, menempatkan benda berbahaya
ditempat yang aman)
6) Kolaborasi dengan dokter untuk penatalaksanaan glaukoma dan gangguan
penglihatannya, serta pekerja sosial untuk pemantauan secara berkala.
b. Potensial cedera fisik b/d penurunan fungsi tubuh.
Tujuan : terjadi peningkatan keamanan pada lansia dan cedera fisik terhindarkan
KH : cedera fisik berkurang, cidera fisik dapat dicegah
Intervensi :
1) Biarkan lansia menggunakan alat Bantu untuk meningkatkan keselamatan
2) Latih lansia untuk pindah dari tempat tidur ke kursi
3) Biasakan menggunakan pengaman tempat tidur, jika tidur
4) Bila mengalami masalah fisik, misalnya rematik, latih klien untuk menggunakan
alat Bantu untuk berjalan
5) Bantu ke kamar mandi terutama untuk lansia yang menggunakan obat penenang
/diuretic
6) Menggunakan kacamata bila berjalan atau melakukan sesuatu
7) Usahakan ada yang menemani, jika berpergian
c. Gangguan mobilitas fisik b/d penurunan kekuatan sendi.
BAB III
ASUHAN KEPERAWATAN
A. KASUS
Tn.S 65 tahun tinggal berdua dengan seorang istrinya di rumahnya. Klien memiliki
riwayat glaukoma sejak 2 tahun yang lalu, sehingga klien harus menggunakan obat tetes
mata 2x sehari. Klien mengatakan sulit memfokuskan penglihatan, kehilangan
penglihatan sebelah dan tidak bisa melihat dalam gelap. Dalam berjalan klien dibantu
alat gerak tongkat dan tampak berjalan pelan-pelan. Sehari-hari klien mencari nafkah
dengan berjualan balon gas. 2 minggu yang lalu klien jatuh karena terpeleset di kamar
mandi sehingga menyebabkan pergelangan kaki kanannya terkilir dan bengkak
kemerahan. Klien mengatakan tidak membawanya ke rumah sakit atau pelayanan
kesehatan terdekat karena takut kalau kenapa-napa dan minimnya biaya sehingga hanya
diberi obat gosok. Sampai sekarang kakinya masih bengkak dan kemerahan, nyeri dan
digerakkan sakit.
B. PENGKAJIAN
Tanggal Pengkajian
: 25 September 2013
2. Identitas Klien
Nama
: Tn. S
Umur
: 65 tahun
Jenis Kelamin
: Laki-laki
Pendidikan
: SD
Agama
: Islam
Alamat
: Mojosongo, Surakarta
Pekerjaan
: Tukang balon
Dx.Medis
: Terkilir (Sprain)
Penanggung jawab
: Ny. S
: Istri
3. Riwayat Keperawatan
Riwayat Keluarga
Klien adalah seorang suami dari Ny.Y, dan mempunyai 2 orang anak yang
sekarang sudah menikah dan tinggal jauh di luar kota. Selama 2 tahun ini kedua
anaknya belum datang ke tempat Tn.X karena masih sibuk bekerja. Tn.X
mengatakan sangat kangen dengan cucunya dan ingin dapat berjalan normal lagi
sehingga bisa ke tempat cucunya.
Riwayat Pekerjaan
Sumber-sumber pendapatan & kecukupan terhadap kebutuhan didapat dari hasil
jualan balon di sekolah-sekolah dan keliling desa-desa. Selama 10 tahun klien
pernah bekerja di pabrik sebagai buruh namun kemudian di PHK, klien juga pernah
bekerja sebagai buruh di sawah dan perkebunan teh, tukang tambal perabot RT.
Riwayat Lingkungan Hidup (Tipe tempat tinggal)
Jenis lantai rumah
: marmer
Kondisi lantai
: Kering
Penerangan
: Cukup
Tempat tidur
: Aman
Alat dapur
Kamar mandi
Kebersihan lingkungan
: bersih
: 10 meter
: Bertanam sayur
Keanggotaan Organisasi
: Posyandu lansia
: mojosongo
: 1 km
Rumah Sakit
DISKRIPSI KEKHUSUSAN
Kebiasaan Ritual
Yang Lainnya
STATUS KESEHATAN
Keluhan utama
Provocative/Paliative
Quality/Quantity
: panas, ngilu
Region
Severity Scale
Timing
Cairan & Elektrolit : Klien minum 4-6 gelas/hari, klien suka minum teh
Nutrisi
Eliminasi
: BAB kadang lancar kadang tidak, BAK dalam sehari 3-5 kali
Aktivitas
Personal Hygiene
Seksual
Rekreasi
Emosi
: stabil
Adaptasi
: Composmentis
Demensia
: Tidak
Orientasi
: Normal
Bicara
: Normal
: jawa
Kemampuan membaca
: Bisa
Vertigo
: Tidak
Keadaan umum
Baik
Tanda-tanda vital
TD : 130/70 mmHg
N : 70 x/m
RR : 20x/m
T : 36,3oC
TB : 160 cm
BB : 60 Kg
: Simetris
: Tidak Ada
Pola Nafas
Bunyi Nafas
Bunyi Jantung
: Normal
Letak Jantung
Midclavicula
Pembesaran Jantung : Tidak
Nyeri Dada
: Tidak
Edema
: Tidak
Clubbing Finger
: Tidak
: Composmentis GCS 14
Refleks
: Normal
Koordinasi Gerak
: Ya
Bentuk
Normal, Simetris
B.
: Normal
C.
Pupil
Isokor
D.
Normal
E.
Medan Penglihatan
Menyempit
F.
Buta Warna
Tidak
Normal, Simetris
Tidak
2) Hidung (Penciuman)
A.
B.
Bentuk
Gangguan Penciuman
3) Telinga (Pendengaran)
A.
Aurikel
Normal
B.
Membran Tympani
Keruh
C.
Otorrhae
Tidak
D.
Gangguan Pendengaran
Ya
E.
Tinitus
Ya
4) Peraba
5) Perasa
Normal
Sering
Produksi Urine
250 Ml/Hari
Frekuensi
4-6 X/Hari
Warna
Kuning Jernih
Bau
Amoniak
b. Lidah
Hiperemik
Tidak Berbau
d. Tenggorokan
Sakit Menelan
e. Abdomen
Kenyal
f. Pembesaran Hepar
Tidak
Hiperpigmentasi
b. Akral
Hangat
c. Turgor
Tidak Elastik
d. Tulang Belakang
Agak Kiposis
Pengetahuan
Pengetahuan klien tentang kesehatan dirinya: klien menyadari dirinya sudah lansia
dan akan rentan terhadap sakit.
C. ANALISA DATA
No
1
Symtoms
Problem
Etiologi
penurunan sensori :
penglihatan
spasme
sendi
Quality/Quantity : panas
Region : daerah pergelangan kaki kanan
otot
dan
Severity Scale : 6
Timing : 5-10 menit kambuh
DO :
kaki
sendi
D. DIAGNOSA KEPERAWATAN
1. Resiko tinggi jatuh ulang berhubungan dengan penurunan sensori (penglihatan).
2. Nyeri berhubungan dengan spasme/tertariknya sendi dan otot.
3. Gangguan mobilisasi fisik berhubungan dengan penurunan kekuatan sendi dan otot.
E. INTERVENSI KEPERAWATAN
No.Dx
1
dilakukan
Intervensi
diharapkan
resiko
klien.
lingkungannya,
mencegah
bahaya
hati-hati,
jalan
tindakan
seperti
memakai
dan
berkaitan
tentang
resiko
faktor-faktor
jatuh
ulang
resiko
jatuh,
alat
penglihatan,
d. Kolaborasi
dengan
dokter
untuk
Setelah
dilakukan
nyeri.
tampak
rileks,
mampu
berikan
dorongan
untuk
melakukan
TTV dbn (tidak ada peningkatan d. Latihan klien melakukan rentang gerak
nadi, TD dan RR).
pasif/aktif.
e. ajarkan tehnik manajemen stress seperti
relasksasi, latihan nafas dalam, imajinasi
visualisasi, sentuhan.
f. Observasi tanda-tanda vital.
g. Kolaborasi dalam pemberian analgetik
Setelah
dilakukan
melakukan
sakit
kebutuhan.
serta
mampu
melakukan
ADL
dalam
lingkup
1.
Tanggal/jam No.Dx
1
Implementasi
a. Mengobservasi
Evaluasi
faktor DO : dari hasil observasi didapat
b. Mengobservasi tanda-tanda
vital.
d. Memberi
penkes
tentang
untuk
mencegah
jatuh.
2
tehnik
nafas dalam.
f. Menganjurkan
klien
tirah
h. Melatih
analgetik
klien
dalam
jatuh.
DS : klien mengatakan nyeri
relaksasi.
DO
Klien
tampak
mampu
mempertahankan
e. Mengajari
terutam
untuk
fleksi
BAB IV
PENUTUP
A. KESIMPULAN
Kebutuhan Keselamatan dan Keamanan merupakan kebutuhan dasar bagi lansia.
Di sini perawat dalam pemenuhan kebutuhan keamanan dapat berperan secara langsung
maupun tidak langsung yaitu sebagai Pemberi Perawatan Langsung (care giver),
Pendidik, Pengawas Kesehatan, Konsultan, dan Kolaborasi. Keselamatan adalah suatu
keadaan seseorang atau lebih yang terhindar dari ancaman bahaya atau kecelakaan,
sedangkan keamanan adalah keadaan aman dan tentram. Masalah yang tersering dialami
pada lansia terkait keselamatan dan keamanan ini umumnya resiko jatuh/cidera. Dimana
jatuh merupakan salah satu geriatric giant yang terjadi pada usia lanjut, penyebab
tersering adalah masalah di dalam dirinya sendiri (gangguan gait, sensorik, kognitif,
sistem syaraf pusat) didukung oleh keadaan lingkungan rumahnya yang berbahaya (alat
rumah tangga yang tua / tidak stabil, lantai yang licin dan tidak rata). Jatuh sering
mengakibatkan komplikasi dari memar dan keseleo sampai dengan patah tulang bahkan
kematian. Oleh karena itu, hal ini harus dicegah agar jatuh tidak terjadi berulang-ulang
pada lansia dengan cara identifikasi faktor risiko, penilaian keseimbangan dan gaya
berjalan serta mengatur / mengatasi faktor situasional. Pada prinsipnya mencegah
terjadinya jatuh pada usia lanjut sangat penting dan lebih utama daripada mengobati
akibatnya.
B. SARAN
Perawat sebagai tenaga kesehatan yang profesional mempunyai kesempatan paling
besar untuk memberikan pelayanan/asuhan keperawatan yang komprehensif dengan
membantu klien memenuhi kebutuhan dasar yang holistik, salah satunya dalam
pemenuhan kebutuhan keselamatan dan keamanan. Sehingga sebagai perawat kita bisa
melakukan penkes terkait resiko jatuh kepada para lansia, senam lansia, posyandu lansia
dan pemeriksaan rutin lansia setiap bulannya.
DAFTAR PUSTAKA
diakses
18 September 2013.
Kozier & Erb. 2004. Pain Management.
Nasrul, Effendi. 1995. Pengantar Proses Keperawatan. Jakarta : EGC
Nugroho, Wahjudi.1995. Perawatan Lanjut Usia. Jakarta : Buku Kedokteran EGC
Watson, Roger. Perawatan Lansia, Edisi ke-3, EGC, Jakarta 2003
Wilkinson, Judith M. 2006. Buku Saku Diagnosis Keperawatan, edisi 7. Jakarta : EGC