Professional Documents
Culture Documents
KONSEP DASAR
A. Definisi
Fraktur atau patah tulang adalah terputusnya kontiunitas jaringan tulang dan/atau
tulang rawan yang umumnya disebabkan oleh rudapaksa (Sjamsuhidayat, 2005 : 840).
Fraktur femur adalah terputusnya kontiunitas batang femur yang bisa terjadi akibat
truma langsung (kecelakaan lalu lintas, jatuh dari ketinggian). Patah pada daerah ini dapat
menimbulkan perdarahan yang cukup banyak, mengakibatkan penderita jatuh dalam syok
(FKUI dalam Jitowiyono, 2010 : 15).
B. Etiologi
Menurut Sachdeva dalam Jitowiyono dkk (2010: 16), penyebab fraktur dapat dibagi
menjadi tiga yaitu :
a. Cedera traumatik
Cedera traumatik pada tulang dapat disebabkan oleh :
1) Cedera langsung berarti pukulan/kekerasan langsung terhadap tulang
sehingga tulang patah secara spontan ditempat itu. Pemukulan biasanya
menyebabkan fraktur melintang dan kerusakan pada kulit diatasnya.
2) Cedera tidak langsung berarti pukulan langsung berada jauh dari lokasi
benturan, misalnya jatuh dengan tangan berjulur dan menyebabkan
fraktur klavikula.
3) Fraktur yang disebabkan kontraksi keras yang mendadak dari otot yang
kuat.
b. Fraktur patologik
Dalam hal ini kerusakan tulang akibat proses penyakit dimana dengan trauma
minor dapat mengakibatkan fraktur, dapat juga terjadi pada berbagai keadaan
berikut :
1) Tumor tulang (jinak atau ganas), pertumbuhan jaringan baru yang tidak
terkendali dan progresif.
2) Infeksi seperti osteomielitis, dapat terjadi sebagai akibat infeksi akut
atau dapat timbul sebagai salah satu proses yang progresif, lambat dan
sakit nyeri.
3) Rakhitis, suatu penyakit tulang yang disebabkan oleh difisiensi vitamin
D yang mempengaruhi semua jaringan skelet lain, biasanya disebabkan
oleh defisiensi diet, tetapi kadang-kadang dapat disebabkan kegagalan
absorbsi vitamin D atau oleh karena asupan kalsium atau fosfat yang
rendah.
c. Secara spontan
Disebabkan oleh stress tulang yang terus menerus misalnya pada penyakit
polio dan orang yang bertugas di kemiliteran (Jitowiyono dkk, 2010:16).
C. Klasifikasi
1. Fraktur komplet adalah patah pada seluruh garis tengah tulang dan biasanya
mengalami pergeseran (beregeser dari posisi normal).
2. Fraktur tidak komplet (incomplete) adalah patah hanya terjadi pada sebagian
dari garis tengah tulang.
3. Fraktur tertutup (fraktur simpel) tidak menyebabkan robeknya kulit.
4. Fraktur terbuka (fraktur komplikata/kompleks) merupakan fraktur dengan luka
pada kulit atau membrana mukosa sampai ke patahan tulang. Fraktur terbuka
dibagi menjadi tiga derajat, yaitu:
a.
Derajat I
Fraktur dengan luka bersih kurang dari 1 cm panjangnya.
b.
Derajat II
Fraktur dengan luka lebih luas tanpa kerusakan jaringan lunak yang
ekstensif.
c.
Derajat III
Greenstick: fraktur dimana salah satu sisi tulang patah sedangkan sisi
lainya membengkok.
b.
c.
fraktur membentuk sudut dengan garis tengah tulang ( lebih tidak stabil
dibanding transversal).
d.
e.
f.
g.
h.
i.
j.
k.
6. Bergeser/tidak bergeser
a.
Fraktur bergeser.
b.
D. Manifestasi Klinis
Menurut Smeltzer & Bare (2007:2358), manifestasi klinis fraktur adalah nyeri,
hilangnya fungsi, deformitas, pemendekan ekstremitas, krepitasi, pembengkakan lokal
dan perubahan warna.
a. Nyeri terus menerus dan bertambah beratnya sampai fragmen tulang diimobilisasi.
Spasme otot yang menyertai fraktur merupakan bentuk bidai alamiah yang
dirancang untuk meminimalkan gerakan antar fragmen tulang.
b. Setelah terjadi fraktur, bagian-bagian tak dapat digunakan dan cenderung bergerak
secara tidak alamiah. Pergeseran fragmen pada fraktur lengan atau tungkai
menyebabkan
deformitas
ekstremitas,
yang
bisa
diketahui
dengan
E. Patofisiologi
Patah tulang biasanya terjadi karena benturan tubuh, jatuh atau trauma. Baik itu
karena trauma langsung misalnya: tulang kaki terbentur bemper mobil, atau tidak
langsung misalnya: seseorang yang jatuh dengan telapak tangan menyangga. Juga bisa
karena trauma akibat tarikan otot misalnya: patah tulang patela dan olekranon, karena
otot trisep dan bisep mendadak berkontraksi.
Fraktur dibagi menjadi fraktur terbuka dan fraktur tertutup. Tertutup bila tidak
terdapat hubungan antara fragmen tulang dengan dunia luar. Terbuka bila terdapat
hubungan antara fragmen tulang dengan dunia luar oleh karena perlukaan di kulit.
Sewaktu tulang patah perdarahan biasanya terjadi di sekitar tempat patah dan ke
dalam jaringan lunak sekitar tulang tersebut, jaringan lunak juga biasanya mengalami
kerusakan. Reaksi peradangan biasanya timbul hebat setelah fraktur. Sel-sel darah
putih dan sel mast berakumulasi menyebabkan peningkatan aliran darahketempat
tersebut. Fagositosis dan pembersihan sisa-sisa sel mati dimulai. Di tempat patah
terbentuk fibrin (hematoma fraktur) dan berfungsi sebagai jala-jala untuk melekatkan
sel-sel baru. Aktivitas osteoblast terangsang dan terbentuk tulang baru imatur yang
disebut callus. Bekuan fibrin direabsorbsi dan sel-sel tulang baru mengalami
remodeling untuk membentuk tulang sejati
Insufisiensi pembuluh darah atau penekanan serabut saraf yang berkaitan dengan
pembengkakanyg tidak ditangani dapat menurunkan asupan darah ke ekstremitas dan
mengakibatkan kerusakan saraf perifer. Bila tidak terkontrol pembengkakan dapat
mengakibatkan peningkatan tekanan jaringan, oklusi darah total dapat berakibat
anoksia jaringanyg mengakibatkan rusaknya serabut saraf maupun jaringan otot.
Komplikasi ini dinamakan sindrom kompartemen (Brunner & suddarth, 2007: 2287)
F. Pathways
G. Pemeriksaan Penunjang
1. Pemeriksaan rontgen : menetukan lokasi/luasnya fraktur/trauma
2. Skan tulang, scan CT/MRI: memperlihatkan fraktur, juga dapat digunakan untuk
mengidentifikasi kerusakan jaringan lunak.
3. Arteriogram : dilakukan bila kerusakan vaskuler dicurigai.
4. Hitung darah lengkap: HT mungkin meningkat (hemokonsentrasi) atau menurun
(perdarahan bermakna pada sisi fraktur) perdarahan bermakna pada sisi fraktur
atau organ jauh pada trauma multipel.
5. Kreatinin : trauma otot meningkatkan beeban kreatinin untuk klirens ginjal.
6. Profil koagulasi : perubahan dapat terjadi pada kehilangan darah, transfusi
multipel, atau cidera hati ( Doenges dalam Jitowiyono, 2010:21).
H. Komplikasi
Komplikasi fraktur yang terpenting adalah :
a. Komplikasi awal
1) Syok, dapat berakibat fatal dalam beberapa jam setelah edema
2) Emboli lemak, dapat terjadi 24-72 jam
3) Sindrom kompartemen, perfusi jaringan dalam otot kurang dari
kebutuhan
4) Infeksi dan tromboemboli
5) Koagulopati intravaskular diseminata
b. Komplikasi lanjutan
1) Mal-union/ non union
2) Nekrosis avaskular tulang
3) Reaksi terhadap alat fiksasi interna ( Suratun, 2008: 151).
I. Penatalaksanaan
1. Penatalaksanaan kedaruratan
Segera setelah cedera, pasien berada dalam keadaan bingung, tidak menyadari
adanya fraktur, dan berusaha berjalan dengan tungkai yang patah. Maka bila
dicurigai adanya fraktur, penting untuk mengimobilisasi bagian tubuh segera
sebelum pasien dipindahkan. Bila pasien yang mengalami cedera harus dipindahkan
dari kendaraan sebelum dapat dilakukan pembidaian, ektremitas harus disangga
diatas dan dibawah tempat patah untuk mencegah gerakan rotasi dan angulasi.
Gerakan angulasi patahan tulang dapat menyebabkan nyeri, kerusakan jaringan
lunak, dan perdarahan lebih lanjut.
Daerah yang cedera diimobilisasi dengan memasang bidai sementara dengan
bantalan yang memadai, yang kemudian dibebat dengan kencang. Pada cedera
ekstremitas atas
yang
mempengaruhi
penyembuhan
fraktur:
diperlukan
J. Pengkajian Fokus
1. Asuhan keperawatan pascaoperatif
a. Pengkajian
Menurut hidayat (2004:98), pengkajian merupakan langkah pertama dari
proses keperawatan dengan mengumpulkan dat-data yang akurat dari klien
sehingga akan diketahui berbagai permasalahan yang ada. Adapun pengkajian
pada pasien post operasi menurut Suratun (2008:66) adalah :
1)
2)
3)
4)
5)
6)
7)
8)
9)
nyeri
berat
tiba-tiba
pada
saat
cedera,
spasme/keram otot
5) Keamanan: laserasi kulit, avulsi jaringan, perdarahan, perubahan
warna, pembengkakan lokal
K. Diagnosa Keperawatan
1. Nyeri berhubungan dengan prosedur pembedahan, pembengkakan dan
imobilisasi.
2. Potensi perubahan perfusi jaringan perifer berhubungan dengan pembengkakan,
alat yang mengikat, dan ganguan peredaran darah.
3. Hambatan mobilitas fisik berhubungan dengan nyeri, pembengkakan, prosedur
pembedahan, serta adanya imobilisasi, bidai, traksi, gips.
4. Resiko tinggi syok hipovolemik berhubungan dengan respon inflamasi sistemik
5. Resiko tinggi infeksi berhubungan dengan prosedur invasif
L. Intervensi
1. Nyeri berhubungan dengan terputusnya jaringan tulang, gerakan fragmen tulang,
edema dan cedera pada jaringan, alat traksi/immobilisasi, stress, ansietas.
Tujuan : nyeri dapat berkurang atau hilang
Kriteria hasil:
1. Nyeri berkurang atau hilang
2. Klien tampak tenang
Intervensi :
1) Lakukan pendekatan pada klien dan keluarga
2) Kaji tingkat intensitas dan frekuensi nyeri
3) Jelaskan pada klien penyebab nyeri
4) Observasi tanda-tanda vital
5) Lakukan kolaborasi dengan tim medis dalm pemberian analgesik
Rasionalisasi :
1) Hubungan yang baik membuat klien dan keluarga kooperatif
2) Tingkat intensitas nyeri dan frekuensi menunjukan nyeri
3) Memberikan penjelasan akan menambah pengetahuan klien tentang nyeri
4) Untuk mengetahui perkembangan klien
5) Merupakan tindakan dependent perawat. Dimana analgesik berfungsi untuk
memblok stimulasi nyeri
DAFTAR PUSTAKA
Brunner dan Suddarth. 2007. Keperawatan Medikal Bedah, Edisi 3. EGC : Jakarta
Musliha . (2010). Keperawatan Gawat Darurat. Yogyakarta : Salemba Medika
R. Syamsuhidayat. 2005. Buku Ajar Ilmu Bedah. EGC : Jakarta
Sachdeva, 2010. Jitowiyono FKUI : Jakarta
Smeltzer, S.C & Bare, B.G. 2007. Buku Ajar Medikal Bedah, Edisi 8 Volume 3. Alih
Bahasa Kuncara, H.Y, dkk,. EGC : Jakarta.