You are on page 1of 12

Manajement by Objective

Keberhasilan suatu perusahaan dapat dilihat dari seberapa besar organisasi tersebut dapat
mencapai tujuan yang telah ditetapkan. Tujuan tersebut dapat diwujudkan jika semua pihak
mau berpartisipasi. Bukan seberapa kesibukan mereka terhadap tanggung jawabnya, tapi pada
hasil yang mereka buat yang menjadi sesuatu yang penting.
Situasi dan kondisi yang telah dipaparkan diatas membawa konsekuwensi logis kepada
pengelola organisasi untuk melihat kebutuhan akan kehidupan masa depan, dimana pengelola
organisasi atau perusahan harus melakukan antisipatif untuk mempersiapkan kemampuan yang
perlu dilakukan agar manajmen yang digunakan bisa menjawab tantangan.
Sehingga kita menekankan pada pentingnya peranan tujuan dalam perencanaan yang efektif,
dengan menetapkan prosedur pencapaian baik yang formal maupun informal, pertama dengan
menetapkan tujuan yang akan dicapai dilanjutkan dengan kegiatan yang akan dilaksanakan
sampai selesai baru diadakan peninjauan kembali atas pekerjaan yang telah dilakukan dan
memastikan bahwa semua anggota organisasi memiliki pemahaman yang jelas tentang tujuan
organisasi, Visi dan misi serta kesadaran akan peran dan tanggungjawab mereka sendiri dalam
mencapai tujuan tersebut, sehingga antara pimpinan, manager dan kondisi kerja yang lain di
berdayakan bertindak untuk melaksanakan dan mencapai rencana mereka, yang secara
otomatis mencapai tujuan dari pada organisasi tersebut.
MBO (Management By Objectivies) suatu program untuk meningkatkan motivasi dan
pengendalian karyawan. MBO suatu falsafah manajemen yang didasarkan pada sasaran
perusahaan. Secara keseluruhan, selain itu MBO juga meningkatkan komunikasi antara
bawahan dan atasan. Maka dari pada itu semua anggota perusahaan harus mempelajari dan
mengerti MBO.
2.1 Sejarah MBO
Management by Objective ( MBO ) digagas pertama kali oleh Peter F.Drucker yang merupakan
profesor, praktisi konsultan manajemen dari Claremont Graduate University atau sekarang
dikenal dengan nama Peter F.Drucker and Masatoshi Uto Graduate School of Management.
MBO digagas pada tahun 1954, dengan tujuan agar para perusahaan dapat berjalan baik harus
menetapkan sasaran yang jelas dan secara terpadu agar goal atau tujuan dapat tercapai secara
efektif. MBO mendorong setiap tingkatan manajemen berkomitmen untuk partisipasi dalam
mencapai rencana yang telah ditetapkan oleh perusahaan. Dalam pelaksanaan MBO ini harus
ada kesepakatan antara karyawan dan pimpinan, agar mereka melaksanakan dan memiliki
komitmen yang sama.
2.2 Pengertian MBO
Gagasan dasar MBO adalah bahwa MBO merupakan proses partisipatif, secara aktif melibatkan
manajer dan para anggota pada setiap tingkatan organisasi. Management by objective (MBO)
atau manajemen by objective atau manajemen sesuai objektif adalah suatu proses persetujuan
terhadap objektif di dalam satu organisasi sehingga manajemen dan karyawan menyetujui
objektif ini dan memahami apa posisi mereka di dalam organisasi tersebut. Management by
objective (MBO) atau juga disebut (diterjemahkan) Manajemen Berdasarkan Sasaran, yaitu
suatu cara untuk melibatkan para karyawan di dalam proses pengambilan keputusan yang
menyangkut pekerjaan mereka. (Sondang P. Siahaan: 2004: 362). Menurut Nanang Fattah
(2009: 33) menjelaskan bahwa Management by objective (MBO) merupakan teknik manajeman

yang membantu memperjelas dan menjabarkan tahapan tujuan organisasi. Lebih lanjut Nanang
Fattah menjelaskan bahwa dengan Management by objective (MBO) dilakukan proses
penentuan tujuan bersama antara atasan dan bawahan. Dari beberapa pendapat di atas dapat
disimpulkan bahwa Management by objective (MBO) adalah suatu cara di dalam mencapai
sasaran hasil maupun dalam merencanakan program melibatkan semua pihak (stakeholders)
pada lembaga yang bersangkutan
MBO singkatan dari management by objective yaitu proses partisipasi yang melibatkan
bawahan dan para manajer dalam setiap tingkatan organisasi yang dirumuskan dengan bentuk
misi atau sasaran, yang dapat diukur dimana penggunaan ukuran ini sebagai pedoman bagi
pengoperasian satuan kerja.
Menurut Koontz, MBO adalah Sistem manajerial yang komprehensif yang memadukan banyak
aktivitas penting dengan sistematis, dan secara sadar diarahkan untuk mencapai sasaran
organisasi dan individu.
Menururt Stooner, MBO adalah Suatu proses peran serta secara aktif melibatkan para manajer
dan anggota staf pada setiap tingkat organisasi, yang dimulai dari penetapan sasaran hingga
peninjauan kembali hasil pelaksanaannya.
Menurut Gale Encyclopedia of Small Business, MBO adalah A process in which a manager and
an employee agree upon a set of specific performance goals, or objectives, and jointly develop
a plan for reaching them. The objectives must be clear and achievable, and the plan must
include a time frame and evaluation criteria.
Management by Objectives (MBO) adalah metode penilaian kinerja karyawan yang berorientasi
pada pencapaian sasaran kerja. Pada metode MBO, setiap individu karyawan memiliki sasaran
kerjanya masing-masing, yang bersesuaian dengan sasaran kerja unitnya untuk satu periode
kerja. Penilaian kinerja dalam metode MBO dilakukan di akhir periode mengacu pada realisasi
sasaran kerja. Adapun Rank Inclusion in Criteria Hierarchies (RICH), berperan sebagai metode
pada proses pembobotan atas Key Performance Indicator (KPI) karyawan yang mencerminkan
hasil pencapaian sasaran kerja karyawan yang sedang dinilai kinerjanya. Dengan metode RICH,
sistem dapat melakukan komputasi atas performansi kerja pegawai.
MBO ini merupakan strategi yang tepat untuk memotivasi team agar bisa bekerja dengan
maksimal.Karena disini setiap anggota team didorong untuk bisa semaksimal mungkin berusaha
agar dapat mencapai target yang sudah ditentukan. Dalam beberapa kasus, manajer tidak
memberi tahu bagaimana caranya agar tujuan tercapai.Dengan begini,anggota team akan
dipaksa untuk berpikir outside the box,sehingga kreatifitas dan inovasi dari anggota team bisa
berkembang,tidak hanya mengerjakan langkah langkah yang sudah diperintahkan saja.
2.3 Konsep MBO
Menurut Drucker , manajer atau karyawan tidak boleh terpaku pada aktivitas harian, karena
paradigma tersebut dapat menyebabkan mereka lupa akan tujuan utama dan sasaran kerjanya.
MBO dalam performansi kerja karyawan mengarahkan karyawan untuk fokus pada hasil bukan
pada aktivitas. MBO mendukung terciptanya delegasi tugas dari Kepala Unit kepada karyawan
yang ada dibawahnya dengan membuat kontrak manajemen (KM) tanpa mendikte detail jalan
yang akan dipergunakan karyawan yang bersangkutan dalam mencpai sasaran.
2.4 Pengertian Pengambilan keputusan
Pengambilan keputusan (desicion making) adalah melakukan penilaian dan menjatuhkan

pilihan. Keputusan ini diambil setelah melalui beberapa perhitungan dan pertimbangan
alternatif. Sebelum pilihan dijatuhkan, ada beberapa tahap yang mungkin akan dilalui oleh
pembuat keputusan. Tahapan tersebut bisa saja meliputi identifikasi masalah utama, menyusn
alternatif yang akan dipilih dan sampai pada pengambilan keputusan yang terbaik. Secara
umum, pengertian pengambilan keputusan telah dikemukakan oleh banyak ahli, diantaranya
adalah :
1. G. R. Terry : Mengemukakan bahwa pengambilan keputusan adalah sebagai pemilihan yang
didasarkan kriteria tertentu atas dua atau lebih alternatif yang mungkin.
2. Claude S. Goerge, Jr : Mengatakan proses pengambilan keputusan itu dikerjakan oleh
kebanyakan manajer berupa suatu kesadaran, kegiatan pemikiran yang termasuk
pertimbangan, penilaian dan pemilihan diantara sejumlah alternatif.
3. Horold dan Cyril ODonnell : Mereka mengatakan bahwa pengambilan keputusan adalah
pemilihan diantara alternatif mengenai suatu cara bertindak yaitu inti dari perencanaan, suatu
rencana tidak dapat dikatakan tidak ada jika tidak ada keputusan, suatu sumber yang dapat
dipercaya, petunjuk atau reputasi yang telah dibuat.
4. P. Siagian : Pengambilan keputusan adalah suatu pendekatan sistematis terhadap suatu
masalah, pengumpulan fakta dan data, penelitian yang matang atas alternatif dan tindakan.
3.1 Prinsip MBO
Prinsip dibalik dalam Management By Objective (MBO) adalah untuk memastikan bahwa setiap
karyawan memiliki pemahaman yang jelas terhadap tujuan atau sasaran organisasi, seperti
halnya mereka memahami peran dan tanggung jawabnya dalam mencapai tujuan tersebut.
Sistem MBO membuat manajer dan karyawan bekerja untuk menjalankan danmeraih
rencananya, yang mana secara otomatis akan turut mendukung tercapainya tujuan organisasi.
MBO memiliki 5 prinsip dasar , yaitu:
1) Prinsip Penurunan Tujuan dan Sasaran Organisasi.
Prinsip ini meminta kepada para top level manajer untuk menurunkan tujuan dan sasaran
organisasi yang menjadi sasaran definitif dan rencana kerja dari karyawan yang berada
dibawahnya.
2) Prinsip Sasaran Spesifik per Karyawan.
Setiap Individu Karyawan dalam organisasi diberikan kumpulan sasaran kerja spesifik yangharus
mereka raih selama periode kerja tertentu. Sasaran kerja dibuat sejalan dengan sasaran
perusahaan pada suatu periode tertentu.
3) Prinsip Pengambilan Keputusan Secara Partisipatif
Sasaran Kerja Individu (SKI) karyawan disusun secara bersama-sama oleh individu karyawan dan
manajernya.
4) Prinsip Pendefinisian Periode Waktu
Sasaran kerja disusun untuk periode waktu tertentu.
5) Prinsip Evaluasi Kinerja dan Umpan Balik
Performansi kerja karyawan ditinjau secara periodik untuk mengetahui seberapa dekat
karyawan kepada pencapaian sasaran kerjanya. Penghargaan diberikan kepada individu
karyawan yang berhasil meraih sasaran kerjanya Penghargaan tersebut diberikan sebagai
feedback atas keberhasilannya.
3.2 Proses MBO

Untuk melaksanakan prinsip-prinsip MBO, terdapat 5 langkah proses yang harus ditempuh
dalam MBO yaitu:
1. Meninjau Sasaran Organisasi
2. Merumuskan Sasaran Kerja Individu (SKI)
3. Memantau perkembangan
4. Evaluasi Kinerja karyawan
5. Pemberian Penghargaan dan mempersiapkan MBO untuk periode kerja selanjutnya
Selain itu, MBO juga memiliki 6 tahapan teknis yang dapat menjadi roadmap bagi kesuksesan
penerapan MBO dalam organisasi, yaitu:
1. Mendefinisikan tujuan perusahaan pada level Dewan Direksi
2. Menganalisis tugas manajemen dan memikirkan spesifikasi pekerjaan yang menandakan
adanya pembagian tugas, wewenang, dan tanggung jawab dari para manajer
3. Membuat standar performansi
4. Menyusun dan menyetujui sasaran kerja spesifik
5. Menyelaraskan target individu dengan target perusahaan
6. Membangun sistem informasi bagi manajemen untuk memantau perkembangan pencapaian
kerja.
3.3 Kekuatan dan Kelemahan MBO
3.3.1 Kekuatan MBO
Kekuatan MBO antara lain adalah:
1) MBO melakukan integrasi fungsi perencanaan dan pengawasan ke dalam suatu sistem yang
rasional dalam manajemen
2) MBO mendorong organisasi untuk menentukan tujuan dari tingkatan atas hingga tingkatan
bawah dari manajemen
3) MBO memfokuskan pada hasil akhir dari pada niat yang baik maupun faktor personal
4) MBO mendorong adanya manajemen diri dan komitmen dari setiap orang melalui partisipasi
pada setiap tingkatan manajemen dalam penentuan tujuan.
5) Mengetahui apa yang diharap-harapkan dari organisasi.

6) Membantu manajer membuat tujuan dan sasaran.


7) Memperbaiki komunikasi vertikal antara manajer dengan bawahan
8) Membuat proses evaluasi.
Hasil survei terhadap manajer, Tosy & Carroll menyatakan kekuatan Manajeman By Objective
adalah:
1) Memungkinkan para individu mengetahui apa yang diharapkan dari mereka.
2) Membantu dalam perencanaan dengan membuat para manajer menetapkan tujuan dan
sasaran.
3) Memperbaiki komunikasi antara manajer dan bawahan.
4) Membuat para individu lebih memusatkan perhatiannya pada tujuan organisasi.
5) Membuat proses evaluasi lebih dapat disamakan melalui pemusatan pada pencapaian tujuan
tertentu. Ini memungkinkan para bawahan mengetahui kualitas pekerjaan mereka dalam
hubungannya dengan tujuan organisasi.
Menurut Nanang Fattah (2009: 34) ada empat kekuatan dari Manajeman By Objective yaitu:
a. Pengelolaan cenderung lebih baik karena keharusan membuat program.
b. Peranan dan fungsi struktur organisasi harus jelas.
c. Individu mengikat diri pada tugas-tugasnya (commited).
d. Pengawasan lebih efektif berkembang.
Dari beberapa pendapat di atas dapat disimpulkan bahwa kekuatan dari Manajeman By
Objective adalah:
a. MBO melakukan integrasi fungsi perencanaan dan pengawasan ke dalam suatu sistem yang
rasional dalam manajemen.
b. MBO mendorong organisasi untuk menentukan tujuan dari tingkatan atas hingga tingkatan
bawah dari manajemen.
c. MBO memfokuskan pada hasil akhir.
d. MBO mendorong adanya manajemen diri dan komitmen dari setiap orang melalui partisipasi
pada setiap tingkatan manajemen dalam penentuan tujuan.
e. Memperbaiki komunikasi antara manajer dan bawahan.
f. Membuat para individu lebih memusatkan perhatiannya pada tugas masing-masing dan
tujuan organisasi.
g. Pengawasan lebih efektif berkembang.
3.3.2 Kelemahan MBO
Adapun kelamahan dari Manajeman By Objective adalah :
1. Negosiasi dan pembuatan keputusan dalam pendekatan MBO membutuhkan banyak waktu,
sehingga kurang cocok bila diterapkan pada lingkungan bisnis yang sangat dinamis.
2. Adanya kecenderungan karyawan untuk bekerja memenuhi sasarannya tanpa mempedulikan
rekan sekerjanya, sehingga kerjasama tim berkurang. Ada juga yang bilang MBO hanyalah
sekedar formalitas belaka, pada akhirnya yang menentukan sasaran hanyalah manajemen
puncak sendiri.
Sedangkan menurut hasil survei terhadap manajer, Tosy & Carroll menyatakan kelemahan
Manajeman By Objective ada dua kategori kelemahan-kelemahan khas untuk organisasi yang
mempunyai program MBO formal:

1) Kelemahan-kelemahan yang melekat (inherent) pada proses MBO. Ini mencakup konsumsi
waktu dan usaha yang cukup besar dalam proses belajar untuk menggunakan teknik-teknik
MBO serta meningkatkan banyaknya kertas kerja.
2) Kelemahan-kelemahan dalam pengembangan dan implementasi MBO oleh berbagai fungsi.
Menurut Nanang Fattah (2009: 35) ada empat kelemahan Manajeman By Objective yaitu:
a. Tidak mudah menanamkan pemahaman tentang konsep-konsep dan pemberian motivasi
kepada bawahan untuk mempelajari penggunaan teknik Manajeman By Objective secara tepat.
b. Tidak mudah menentukan tujuan dengan memberikan kesempatan kepada para anggota
untuk berpartisipasi.
c. Tidak mudah menilai prestasi kerja, karena tidak setiap prestasi dapat diukur secara
kuantitas.
d. Perubahan yang diinginkan Manajeman By Objective dalam perilaku manajer kemungkinan
akan menimbulkan maslah dalam proses MBO titik berat akan bergeser dari menilai menjadi
membantu bawahan.
Dari beberapa pendapat di atas maka dapat disimpulkan bahwa kelemahan Manajeman By
Objective adalah:
Tidak mudah menanamkan tentang konsep-konsep dan pemberian motivasi kepada bawahan
untuk mempelajari penggunaan teknik MBO secara tepat
Tidak mudah menentukan tujuan dengan memberikan kesempatan kepada para anggota untuk
berpartisipasi
Tidak mudah menilai prestasi kerja, karena tidak setiap prestasi dapat diukur secara dikuantitas
Pembuatan keputusan membutuhkan waktu yang lama
Kecenderungan karyawan bekerja memenuhi sasaran tanpa memperdulikan rekan kerja
Kecenderungan karyawan bekerja memenuhi sasaran tanpa memperdulikan rekan kerja
3.4 Pelaksanaan MBO
Untuk pelaksanaan MBO, maka di butuhkan tahapan-tahapan sebagai berikut :
1. Tahap Persiapan:
menyiapkan dokumen-dokumen serta data-data yang diperlukan.
2. Tahap Penyusunan:
a) menjabarkan tugas pokok dan fungsi-fungsi setiap bagian dalam organisasi, agar seluruhnya
terintegrasi mencapai visi dan misi yang dicanangkan oleh perusahaan.
Apa yang akan di kerjakan ? ( What ), tindakan-tindakan apa yang akan dilakukan agar
tercapainya sasaran.
Dimana kegiatan akan dilakukan ? ( Where ), perlu dipertimbangkan tempat pelaksanaan
kegiatan yang dapat mendukung kegiatan perencanaan tersebut.
Kapan waktu yang tepat untuk melaksanakannya ? ( When ), dimana kemampuan untuk
mengatur, memilih dan memanfaatkan waktu yang tepat untuk melaksanakan rencana dan
eksekusi rencana tersebut.
Bagaimana, rencana tersebut dilaksanakan ? ( How ), dengan metoda apa pelaksanaan
rencana ini akan di eksekusi.
Siapa yang menjadi sasaran ? ( Who ), menentukan siapa sasaran dan siapa orang yang
berkompeten untuk melaksanakan rencana tersebut.
Mengapa ini dilakukan ? ( Why ), merupakan jawaban dari seluruh pertanyaan What, Where,

When, How dan Who. Berusaha melihat, apakah rencana-rencana tersbut apakah memiliki
kelemahan.
b) Merumuskan keadaan sekarang untuk membantu identifikasi dan antisipasi masalah atau
hambatan serta kemudahan-kemudahan.
c) Menentukan hasil akhir yang ingin dicapai.
d) Mengidentifikasi dan mengantisipasi masalah atau hambatan-hambatan yang mungkin
timbul dan kemudahan-kemudahan.
e) Menuliskan rancangan tujuan manajemen (MBO/S) dengan ketentuan bahwa rencana tujuan
itu :
1) Menyebutkan SIAPA [orang] atau Unit Kerja yang bertanggung jawab atas pencapaiannya.
2) Menyebutkan kata kerja aktif yang menunjukkan KEGIATAN yang dilakukan.
3) Menyebutkan HASIL yang realistis, bermanfaat, menantang, dan dapat diukur.
4) Menyebutkan BATAS WAKTU yang pasti kapan hasil itu akan dicapai.
Secara singkat TUJUAN menguraikan SIAPA melakukan KEGIATAN APA dengan HASIL terukur
apa yang ingin dicapai serta KAPAN hasil itu akan dicapai.
f) Menemui Pimpinan untuk berkonsultasi, berunding dan memperoleh persetujuan tentang
tujuan tsb.
g) Menyelesaikan rumusan, pengetikan dan pendokumentasian tujuan atau sasaran-sasaran
yang telah disetujui untuk pegangan bersama.
h) Menentukan alternatif-alternatif dan menetapkan satu alternatif yang dipandang terbaik
untuk mencapai tujuan atau sasaran tsb.
i) Menyusun program pelaksanaan untuk mencapai tujuan atau sasaran-sasaran itu. Di dalam
program terlihat bagian-bagian seperti :
1) Jenis kegiatan dan tanggal mulai dan berakhirnya masing-masing kegiatan
2) Jenis bahan-bahan dan alat yang diperlukan termasuk tanggal pesanan/waktu penggunaan.
3) Tenaga yang diperlukan untuk berpartispasi
4) Tempat pelaksanaan kegiatan
5) Jenis latihan dan penelitian (survey) jika diperlukan
6) Batas waktu penyiapan biaya, alat, bahan dan tenaga
7) Alat-alat pengukur untuk monitor dan evaluasi keberhasilan
Rencana yang telah disusun, kemudian dituangkan ke dalam model matrix, adaptasi dari Bagan
Chart, yaitu model matrix yang merupakan suatu jaringan kerja (network) atau urutan bidang
garapan atau kegiatan dan menunjukkan suatu pasangan kegiatan dengan sasaran, waktu,
biaya,
3. Tahap Pelaksanaan:
Pelaksanaan seluruh kegiatan dan fungsi manajemen secara menyeluruh seperti
pengorganisasian, pengarahan, pemberian semangat dan motivasi, koordinasi, integrasi dan
sinkronisasi.
4. Tahap Pengendalian:
a) Tahap Pengendalian Pelaksanaan Rencana
Dimaksudkan untuk menjamin tercapainya tujuan dan sasaran yang tertuang dalam rencana
melalui kegiatan : > Koreksi > Penyesuaian selama pelaksanaan rencana > menganalisis hasil
pemantauan.

b) Tahap Evaluasi Pelaksanaan Rencana


bagian dari kegiatan Penilaian Kinerja > yang diukur dengan : > Efesiensi > Efektivitas >
Kemanfaatan program > keberlanjutan program/kegiatan. Evaluasi dilaksanakan terahadap
HASIL (OUTCOMES) PROGRAM yang berupa DAMPAK DAN MANFAAT
Unsur-unsur Efektivitas MBO
1. Agar MBO sukses maka manajer harus memahami dan mempunyai trampilan secara
mengetahui kemanfaatan dan kegunaan dari MBO.
2. Tujuan merupakan hal yang realistis dan mudah dipahami oleh siapapun juga, sehingga
tujuan ini sering digunakan untuk mengevaluasi prestasi kerja dari manajer, apakah dia berhasil
dalam tugasnya atau gagal.
3. Top manajer harus menjaga sistem MBO ini tetap hidup dan berfungsi sebagaimana
mestinya.
4. Tanpa partisipasi semua pihak tidaklah mungkin program MBO ini berjalan, maka semua
pihak harus mengetahui posisinya dalam hubungannya dengan tujuan yang akan dicapai,
umpan balik terhadapnya sangat berguna.
3.5 Bentuk-bentuk decision making
Bentuk keputusan ini bisa berupa keputusan yang diprogram (Programmed decisions) atau
tidak, bisa juga dibedakan antara keputusan yang dibuat di bawah kondisi kepastian, resiko dan
ketidak pastian. Keputusan terprogram yaitu keputusan yang dibuat menurut kebiasaan, aturan
atau prosedur yang terjadi secara rutin dan berulang-ulang. Contoh : penetapan gaji pegawai,
prosedur penerimaan pegawai baru, prosedur kenaikan jenjang kepegawaian dan sebagainya.
Keputusan tidak terprogram (non-programmed decisions), yaitu keputusan yang dibuat karena
terjadinya masalah-masalah khusus atau tidak biasanya. Contoh : pengalokasian sumber dayasumber daya organisasi, penjualan yang merosot tajam, pemakaian teknologi yang termodern,
dan lain sebagainya.
Keputusan dengan kepastian, resiko dan ketidak-pastian, ini tergantung dari beberapa aspek
yang tidak dapat diperkirakan dan dipastikan sebelumnya, seperti reaksi pesaing, perubahan
perekonomian, perubahan teknologi, perilaku konsumen dan lain sebagainya. Oleh karena itu
ini terbagi dalam tiga jenis situasi, yaitu :
1. Kepastian (certainty), yaitu dengan diketahuinya keaaan yang akan terjadi diwaktu
mendatang, karena tersedianya informasi yang akurat dan responsibility.
2. Resiko (risk), yaitu dengan diketahuinya kesempatan atau probabilitas setiap kemungkinan
yang akan terjadi serta hasilnya, tetapi informasi yang lengkap tidak dimiliki oleh organisasi
atau perusahaan.
3. Ketidak pastian (uncertainty), dimana manajer tidak mengetahui probabilitas yang dimiliki
serta tidak diketahuinya situasi yang akan terjadi diwaktu mendatang, karena tidak mempunyai
informasi yang dibutuhkan. Umumnya ini menyangkut keputusan yang kritis dan paling
menarik.

Manajemen mutu Istilah memiliki makna tertentu dalam sektor bisnis. Ini definisi khusus, yang
tidak bertujuan untuk menjamin 'berkualitas baik' oleh definisi yang lebih umum, melainkan
untuk memastikan bahwa suatu organisasi atau produk konsisten, dapat dianggap memiliki
empat komponen utama: kualitas perencanaan, pengendalian mutu, jaminan kualitas dan
peningkatan kualitas. manajemen mutu difokuskan tidak hanya pada produk / layanan yang
berkualitas, tetapi juga sarana untuk mencapainya. Oleh karena itu manajemen mutu
menggunakan jaminan mutu dan pengendalian proses serta produk untuk mencapai kualitas
yang lebih konsisten.
Manajemen mutu evolusi
Manajemen mutu merupakan fenomena baru. Peradaban maju yang mendukung seni dan
kerajinan memungkinkan klien untuk memilih barang yang memenuhi standar kualitas yang
lebih tinggi daripada barang normal. Dalam masyarakat di mana seni dan kerajinan adalah
tanggung jawab dari seorang empu atau artis, mereka akan memimpin studio mereka dan
melatih dan mengawasi orang lain. Pentingnya pengrajin berkurang karena produksi massal dan
praktek pekerjaan berulang-ulang yang dilembagakan. Tujuannya adalah untuk menghasilkan
sejumlah besar barang yang sama. Pendukung pertama di Amerika Serikat untuk pendekatan ini
adalah Eli Whitney yang diusulkan (dipertukarkan) bagian memproduksi untuk senapan, maka
produksi komponen identik dan menciptakan jalur perakitan senapan. Langkah selanjutnya
maju dipromosikan oleh beberapa orang termasuk Frederick Winslow Taylor seorang insinyur
mekanik yang berusaha untuk meningkatkan efisiensi industri. Dia kadang-kadang disebut
"bapak manajemen ilmiah." Dia adalah salah satu pemimpin intelektual dari Gerakan Efisiensi
dan bagian dari pendekatan meletakkan dasar lebih lanjut untuk manajemen mutu, termasuk
aspek seperti standarisasi dan mengadopsi praktik ditingkatkan. Henry Ford juga penting dalam
membawa proses dan praktek manajemen mutu dalam operasi di jalur perakitan nya. Di
Jerman, Karl Friedrich Benz, yang sering disebut penemu dari mobil motor, mengejar perakitan
serupa dan praktek produksi, meskipun produksi massal riil benar dimulai di Volkswagen
setelah Perang Dunia II. Dari sesudahnya, Amerika Utara perusahaan berfokus terutama pada
produksi terhadap biaya yang lebih rendah dengan peningkatan efisiensi.
Walter A. Shewhart membuat langkah besar dalam evolusi menuju manajemen mutu dengan
menciptakan metode untuk pengendalian kualitas untuk produksi, dengan menggunakan
metode statistik, pertama kali diusulkan pada tahun 1924. Ini menjadi dasar bagi pekerjaan
yang sedang berlangsung pada kontrol kualitas statistik. W. Edwards Deming kemudian
diterapkan metode pengendalian proses statistik di Amerika Serikat selama Perang Dunia II,
sehingga berhasil meningkatkan kualitas dalam pembuatan amunisi dan produk strategis
penting lainnya.
Kualitas kepemimpinan dari perspektif nasional telah berubah selama lima sampai enam
dasawarsa terakhir. Setelah perang dunia kedua, Jepang memutuskan untuk membuat
peningkatan kualitas penting nasional sebagai bagian dari membangun kembali ekonomi

mereka, dan meminta bantuan Shewhart, Deming dan Juran, antara lain. W. Edwards Deming
memperjuangkan gagasan Shewhart di Jepang dari tahun 1950 dan seterusnya. Ia mungkin
paling dikenal karena filosofi manajemen nya membangun kualitas, produktivitas, dan posisi
kompetitif. Dia telah dirumuskan 14 poin dari perhatian untuk manajer, yang merupakan
abstraksi tingkat tinggi dari banyak wawasan yang mendalam. Mereka harus ditafsirkan dengan
mempelajari dan memahami wawasan yang lebih mendalam. Ini 14 poin termasuk konsepkonsep kunci seperti:
Mendobrak hambatan antara departemen
Manajemen harus belajar tanggung jawab mereka, dan mengambil kepemimpinan
Pengawasan harus membantu orang dan mesin dan gadget untuk melakukan pekerjaan yang
lebih baik
Meningkatkan terus-menerus dan selamanya sistem produksi dan pelayanan
Melembagakan program yang kuat pendidikan dan perbaikan diri
Pada 1950-an dan 1960-an, barang-barang Jepang yang identik dengan murahnya dan kualitas
rendah, tapi seiring waktu inisiatif kualitas mereka mulai berhasil, dengan Jepang mencapai
tingkat yang sangat tinggi dari kualitas produk dari tahun 1970. Sebagai contoh, mobil Jepang
teratur atas peringkat kepuasan pelanggan JD Power. Pada tahun 1980-an Deming telah
diminta oleh Ford Motor Company untuk memulai inisiatif kualitas setelah mereka menyadari
bahwa mereka jatuh di belakang produsen Jepang. Sejumlah inisiatif kualitas yang sangat
sukses telah diciptakan oleh (Jepang lihat misalnya pada halaman ini: Genichi Taguchi, QFD,
Toyota Production System Banyak dari metode tidak hanya memberikan teknik tetapi juga
memiliki budaya kualitas terkait (yaitu orang faktor).. Metode ini sekarang diadopsi oleh
negara-negara barat yang sama dekade sebelumnya mencemoohkan metode Jepang.
Pelanggan mengakui bahwa kualitas merupakan atribut penting dalam produk dan jasa.
Pemasok menyadari bahwa kualitas dapat menjadi pembeda penting antara persembahan
mereka sendiri dan para pesaing (diferensiasi kualitas juga disebut kesenjangan kualitas). Dalam
dua dekade terakhir ini kesenjangan kualitas telah sangat berkurang antara produk kompetitif
dan jasa. Hal ini sebagian disebabkan oleh kontraktor (juga disebut outsourcing) dari
pembuatan ke negara-negara seperti India dan China, sebagai internasionalisasi juga
perdagangan dan persaingan. Negara-negara ini antara lain banyak telah menaikkan standar
mereka sendiri kualitas dalam rangka memenuhi standar internasional dan permintaan
pelanggan. ISO 9000 serangkaian standar mungkin standar terbaik Internasional dikenal untuk
manajemen mutu.
Ada sejumlah besar buku yang tersedia pada manajemen mutu. Dalam beberapa kali beberapa
tema telah menjadi lebih signifikan termasuk kualitas budaya, pentingnya manajemen
pengetahuan, dan peran kepemimpinan dalam mempromosikan dan mencapai kualitas tinggi.
Disiplin seperti sistem berpikir yang membawa pendekatan yang lebih holistik terhadap kualitas
sehingga orang, proses dan produk dianggap bersama-sama daripada faktor independen dalam
manajemen mutu.

Pengaruh pemikiran berkualitas telah menyebar ke non-tradisional aplikasi luar dinding


manufaktur, memperluas ke sektor jasa dan ke daerah-daerah seperti penjualan, pemasaran
dan layanan pelanggan.

Daftar Pustaka
Glueck , WF & Jauch LR. 1994. Manajemen strategis dan kebijakan perusahaan.
Jakarta: Penerbit Erlangga
Koontz, H. Donnel, CO &weihirch, heinz. 1989. Intisari manajemen. Jakarta:
Bina aksara
----------------1984. manajemen jilid 1 edisi kedelapan . Jakarta: Erlangga
Rangkuti, Freddy. 1997. Analisis SWOT teknik membedah kasus bisnis. Jakarta:
Gramedia
Salusu, J. 2003. Pengambilan keputusan Stratejik Untuk Organisasi Publik dan
Organisasi non profit. Jakarta: Grasindo.
Siagian P, Sondang. 2004. Manajemen Stratejik, Jakarta: Bumi Aksara
Sukristono. 1992. Perencanaan strategi bank. Jakarta: Ghalia indonesia
Steiner, G. A & Miner , JB. 1997. kebijakan dan strategi manajemen. Jakarta:
Erlangga
Jurnal dan Makalah
Wilopo. 2002. Improvisasi Manajemen Strategis Sektor Publik. JURNAL
ADMINISTRASI NEGARA-VOLUME III\Vol.III, No.1, September 2002
Februari 2003.
Icuk Rangga Bawono. 2007. Manajemen Stratejik Sektor Publik: Langkah Tepat
Menuju Good Governance. Dosen Fakultas Ekonomi UNSOED Purwokerto

You might also like