You are on page 1of 23

LAPORAN PENDAHULUAN

ASUHAN KEPERAWATAN PADA PASIEN DENGAN GLAUKOMA

disusun untuk memenuhi tugas program pendidikan ners stase KMB


di Poli Mata RSD dr. Soebandi Jember

Oleh:
Ririn Halimatus Sadiah, S.Kep
NIM 092311101048

PROGRAM PENDIDIKAN PROFESI NERS


PROGRAM STUDI ILMU KEPERAWATAN
UNIVERSITAS JEMBER
2014

LAPORAN PENDAHULUAN
ASUHAN KEPERAWATAN PASIEN DENGAN GLAUKOMA

a. Pengertian

Glaukoma adalah suatu penyakit yang memberikan gambaran klinik


berupa tekanan intra okuler penggaungan pupil saraf optik dengan defek lapang
pandangan mata. Glaukoma adalah sekelompok kelainan mata yang ditandai
dengan peningkatan tekanan intra okuler (Ilyas, 2004). Glaukoma adalah
kerusakan penglihatan yang biasanya disebabkan oleh meningkatnya tekanan bola
mata. Meningkatnya tekanan di dalam bola mata ini disebabkan oleh ketidakseimbangan antara produksi dan pembuangan cairan dalam bola mata, sehingga
merusak jaringanjaringan syaraf halus yang ada di retina dan di belakang bola
mata (Klinik Mata Nusantara, 2008).

b. Klasifikasi

Gambar. Aliran normal aqueus humor


1. Glukoma primer
a) Glukoma sudut terbuka terjadi karena humor aqueus mempunyai pintu
terbuka ke jaringan trabekular kelainannya berkenang lambat. Glaukoma
Sudut-Terbuka Primer adalah tipe yang yang paling umum dijumpai.
Glaukoma jenis ini bersifat turunan, sehingga resiko tinggi bila ada
riwayat dalam keluarga. Biasanya terjadi pada usia dewasa dan
berkembang perlahan-lahan selama berbulan-bulan atau bertahun-tahun.
Seringkali tidak ada gejala sampai terjadi kerusakan berat dari syaraf
optik dan penglihatan terpengaruh secara permanen. Pemeriksaan mata
teratur sangatlah penting untuk deteksi dan penanganan dini. Glaukoma
Sudut-Terbuka Primer biasanya membutuhkan pengobatan seumur hidup
untuk menurunkan tekanan dalam mata dan mencegah kerusakan lebih
lanjut (Klinik Mata Nusantara, 2008).

Gambar. Aliran humor aqueus pada glaukoma sudut terbuka


b) Glaukoma sudut tertutup terjadi karena ruang anterior menyempit,
sehingga iris terdorong ke depan, menempel ke jaringan trabekular dan
menghambat humor aqoeus mengalir ke saluran schlemm. Glaukoma
Sudut-Tertutup Akut lebih sering ditemukan karena keluhannya yang
mengganggu. Gejalanya adalah sakit mata hebat, pandangan kabur dan
terlihat warna-warna di sekeliling cahaya. Beberapa pasien bahkan mual
dan muntah-muntah. Glaukoma Sudut-Tertutup Akut termasuk yang
sangat serius dan dapat mengakibatkan kebutaan dalam waktu yang
singkat (Klinik Mata Nusantara, 2008).

Gambar. Aliran humor aqueus pada glaukoma sudut tertutup

2. Glaukoma sekunder
Glaukoma Sekunder disebabkan oleh kondisi lain seperti katarak, diabetes,
trauma, arthritis maupun operasi mata sebelumnya. Obat tetes mata atau tablet
yang mengandung steroid juga dapat meningkatkan ekanan pada mata. Karena itu
tekanan pada mata harus diukur teratur bila sedang menggunakan obat-obatan
tersebut (Klinik Mata Nusantara, 2008).

3. Glaukoma kongenital
Glaukoma

yang

terjadi

akibat

kegagalan

jaringan

mesodermal

memfungsikan trabekular. Glaukoma Kongenital ditemukan pada saat kelahiran


atau segera setelah kelahiran, biasanya disebabkan oleh sistem saluran
pembuangan cairan di dalam mata tidak berfungsi dengan baik. Akibatnya
tekanan bola mata meningkat terus dan menyebabkan pembesaran mata bayi,
bagian depan mata berair dan berkabut dan peka terhadap cahaya (Klinik Mata
Nusantara, 2008).

4. Glaukoma absolut
Glaukoma absolut merupakan stadium akhir glaukoma ( sempit/ terbuka)
dimana sudah terjadi kebutaan total akibat tekanan bola mata memberikan
gangguan fungsi lanjut .Pada glaukoma absolut kornea terlihat keruh, bilik mata
dangkal, papil atrofi dengan eksvasi glaukomatosa, mata keras seperti batu dan
dengan rasa sakit.sering mata dengan buta ini mengakibatkan penyumbatan
pembuluh darah sehingga menimbulkan penyulit berupa neovaskulisasi pada iris,
keadaan ini memberikan rasa sakit sekali akibat timbulnya glaukoma hemoragik.
Pengobatan glaukoma absolut dapat dengan memberikan sinar beta pada badan
siliar, alkohol retrobulber atau melakukan pengangkatan bola mata karena mata
telah tidak berfungsi dan memberikan rasa sakit.
Berdasarkan lamanya :
1. Glaukoma akut
Penyakit mata yang disebabkan oleh tekanan intra okuler yang meningkat
mendadak sangat tinggi.
2. Glaukoma kronik
Penyakit mata dengan gejala peningkatan tekanan bola mata sehingga terjadi
kerusakan anatomi dan fungsi mata yang permanen.

c.

Anatomi dan Fisiologi


Di dalam terdapat dua macam cairan :

1. Aqueus humor

Cairan ini berada di depan lensa.


2. Vitreus humor
Cairan penuh albumin berwarna keputih putihan seperti agar agar yang
berada dibelakang biji mata, mulai dari lensa hingga retina.
Dalam hal ini cairan yang mengalami gangguan yang dihubungkan dengan
penyakit glaukoma adalah aqueus humor, dimana cairan ini berasal dari badan
sisiari mengalir ke arah bilik anterior melewati iris dan pupil dan diserap kembali
kedalam aliran darah pada sudut antara iris dan kornea melalui vena halus yang
dikenal sebagai saluran schlemm. Secara normal TIO 10 -21 mmHg karena
adanya hambatan abnormal terhadap aliran aqueus humor mengakibatkan
produksi berlebih badan silier sehingga terdapat cairan tersebut. TIO meningkat
kadang kadang mencapai tekanan 50 70 mmHg.

d. Etiologi
1. Primer
Terdiri dari:
a. Akut
Dapat disebabkan karena trauma.
b. Kronik
Dapat disebabkan karena keturunan dalam keluarga seperti Diabetes
mellitus, arterisklerosis, pemakaian kortikosteroid jangka panjang, miopia
tinggi dan progresif, Dari etiologi diatas dapat menyebabkan sudut bilik
mata yang sempit.
2. Sekunder
Disebabkan penyakit mata lain seperti:
a) Katarak
Perubahan lensa
b) Kelainan uvea
c) Pembedahan

e. Manifestasi Klinis
Pasien dengan glaukoma primer sudut terbuka (glaukoma kronik sudut
terbuka) dapat tidak memberikan gejala sampai kerusakan penglihatan yang
berat terjadi, sehingga dikatakan sebagai pencuri penglihatan. Berbeda pada
glaukoma akut sudut tertutup, peningkatan tekanan TIO berjalan cepat dan
memberikan gejala mata merah, nyeri dan gangguan penglihatan9.
1) Peningkatan TIO
Normal TIO berkisar 10-21 mmHg (rata-rata 16 mmHg). Tingginya TIO
menyebabkan kerusakan saraf optik tergantung beberapa faktor, meliputi
tingginya TIO dan apakah glaukoma dalam tahap awal atau lanjut. Secara
umum, TIO dalam rentang 20-30 mmHg biasanya menyebabkan erusakan
dalam tahunan. TIO yang tinggi 40-50 mmHg dapat menyebabkan
kehilangan penglihatan yang cepat dan mencetuskan oklusi pembuluh
darah retina.
2) Halo sekitar cahaya dan kornea yang keruh
Kornea akan tetap jernih dengan terus berlangsungnya pergantian cairan
oleh sel-sel endotel. Jika tekanan meningkat dengan cepat (glaukoma akut
sudut tertutup), kornea menjadi penuh air, menimbulkan halo di sekitar
cahaya
3) Nyeri. Nyeri bukan karakteristik dari glaukoma primer sudut terbuka
4) Penyempitan lapang pandang
Tekanan yang tinggi pada serabut saraf dan iskemia kronis pada saraf
optic menimbulkan kerusakan dari serabut saraf retina yang biasanya
menghasilkan kehilangan lapang pandang (skotoma). Pada glaukoma
stadium akhir kehilangan lapang penglihatan terjadi sangat berat (tunnel
vision), meski visus pasien masih 6/6 .

Gambar. Penglihatan tunnel vision pada penderita Glaukoma


5) Perubahan pada diskus optik. Kenaikan TIO berakibat kerusakan optik
berupa penggaungan dan degenerasi papil saraf optik
6) Oklusi vena
7) Pembesaran mata
Pada dewasa pembesaran yang signifikan tidak begitu tampak. Pada anakanak dapat terjadi pembesaran dari mata (buftalmus).

1. Glaukoma primer
a. Glaukoma sudut terbuka
a) Kerusakan visus yang serius
b) Lapang pandang mengecil dengan macam macam skotoma yang khas
c) Perjalanan penyakit progresif lambat
b. Glaukoma sudut tertutup
a) Nyeri hebat didalam dan sekitar mata
b) Timbulnya halo disekitar cahaya
c) Pandangan kabur
d) Sakit kepala
e) Mual, muntah
f) Kedinginan
g) Demam bahkan perasaan takut mati mirip serangan angina, yang dapat
sedemikian kuatnya sehingga keluhan mata (gangguan penglihatan,
fotofobia dan lakrimasi) tidak begitu dirasakan oleh klien.
2. Glaukoma sekunder
a) Pembesaran bola mata
b) Gangguan lapang pandang

c) Nyeri didalam mata


3. Glaukoma kongenital
Gangguan penglihatan

f.

Patofisiologi
Tekanan Intra Okuler ditentukan oleh kecepatan produksi akues humor dan

aliran keluar akues humor dari mata. TIO normal 10-21 mmHg dan dipertahankan
selama terdapat keseimbangan antara produksi dan aliran akueos humor. Akueos
humor di produksi didalam badan silier dan mengalir ke luar melalui kanal
schlemm ke dalam sistem vena. Ketidakseimbangan dapat terjadi akibat produksi
berlebih badan silier atau oleh peningkatan hambatan abnormal terhadap aliran
keluar akueos melalui camera oculi anterior (COA).
Peningkatan tekanan intraokuler > 23 mmHg memerlukan evaluasi yang
seksama. Iskemia menyebabkan struktur ini kehilangan fungsinya secara bertahap.
Kerusakan jaringan biasanya dimulai dari perifer dan bergerak menuju fovea
sentralis. Kerusakan visus dan kerusakan saraf optik dan retina adalah ireversibel
dan hal ini bersifat permanen tanpa penangan, glaukoma dapat menyebabkan
kebutaan. Hilangnya penglihatan ditandai dengan adanya titik buta pada lapang
pandang.

g. Pemeriksaan Penunjang
1. Pemeriksaan tekanan bola mata
Pemeriksaan tekanan bola mata dilakukan dengan alat yang dinamakan
tonometer. Dikenal beberapa alat tonometer seperti tonometer Schiotz dan
tonometer aplanasi Goldman. Pemeriksaan tekanan bola mata juga dapat
dilakukan tanpa alat disebut dengan tonometer digital, dasar pemeriksaannya
adalah dengan merasakan lenturan bola mata (ballotement) dilakukan penekanan
bergantian dengan kedua jari tangan (Ilyas, 2004).

2. Oftalmoskopi
Oftalmoskopi yaitu pemeriksaan untuk menentukan adanya kerusakan
saraf optik berdasarkan penilaian bentuk saraf optik. Rasio cekungan diskus (C/D)

digunakan untuk mencatat ukuran diskus otipus pada penderita glaukoma. Apabila
terdapat peninggian TIO yang signifikan, rasio C/D yang lebih besar dari 0,5 atau
adanya asimetris yang bermakna antara kedua mata, mengidentifikasikan adanya
atropi glaukomatosa

3. Biomikroskopi
Untuk menentukan kondisi segmen anterior mata, dengan pemeriksaan ini
dapat ditentukan apakah glaukomanya merupakan glaukoma primer atau sekunder

4. Gonioskopi
Tes ini sebagai cara diagnostik untuk melihat langsung keadaan patologik
sudut bilik mata, juga untuk melihat hal-hal yang terdapat pada sudut bilik mata
seperti benda asing (Ilyas, 2004).
Pemeriksaan ini dilakukan dengan meletakkan lensa sudut (goniolens) di
dataran depan kornea setelah diberikan lokal anestetikum. Lensa ini dapat
digunakan untuk melihat sekeliling sudut bilik mata dengan memutarnya 360
derajat (Ilyas, 2004).

5. Pemeriksaan lapang pandang


Penurunan lapang pandang akibat glaukoma itu sendiri tidak spesifik,
karena gangguan ini dapat terjadi akibat defek berkas serat saraf yang dapat
dijumpai pada semua penyakit saraf optikus, tetapi pola kelainan lapangan
pandang, sifat progresivitasnya dan hubungannya dengan kelainan-kelainan
diskus optikus adalah khas untuk penyakit ini (Ilyas, 2004).

6. Uji lain pada glaukoma


a) Uji Kopi
Penderita meminum 1-2 mangkok kopi pekat, bila tekanan bola mata naik
15-20 mmHg setelah minum 20-40 menit menunjukkan adanya glaukoma.
b) Uji Minum Air
Sebelum makan pagi tekanan bola mata diukur dan kemudian pasien
disuruh minum dengan cepat 1 liter air. Tekanan bola mata diukur setiap

15 menit. Bila tekanan bola mata naik 8-15 mmHg dalam waktu 45 menit
pertama menunjukkan pasien menderita glaukoma.
c) Uji Steroid
Pada pasien yang dicurigai adanya glaukoma terutama dengan riwayat
glaukoma

simpleks

pada

keluarga,

diteteskan

betametason

atau

deksametason 0,1% 3-4 kali sehari. Tekanan bola mata diperiksa setiap
minggu. Pada pasien berbakat glaukoma maka tekanan bola mata akan
naik setelah 2 minggu.
d) Uji Variasi Diurnal
Pemeriksaan dengan melakukan tonometri setiap 2-3 jam sehari penuh,
selama 3 hari biasanya pasien dirawat. Nilai variasi harian pada mata
normal adalah antara 2-4 mmHg, sedang pada glaukoma sudut terbuka
variasi dapat mencapai 15-20 mmHg. Perubahan 4-5 mmHg sudah
dicurigai keadaan patologik.
e) Uji Kamar Gelap
Pada uji ini dilakukan pengukuran tekanan bola mata dan kemudian pasien
dimasukkan ke dalam kamar gelap selama 60-90 menit. Pada akhir 90
menit tekanan bola mata diukur. 55% pasien glaukoma sudut terbuka akan
menunjukkan hasil yang positif, naik 8 mmHg.
f) Uji provokasi pilokarpin
Tekanan bola mata diukur dengan tonometer, penderita diberi pilokarpin
1% selama 1 minggu 4 kali sehari kemudian diukur tekanannya (Ilyas,
2004).

h. Penanganan
1) Supresi Pembentukan Aquoeus humor
a) Penghambat adrenergik beta (beta blocker)
(i) Timolol maleat 0,25% dan 0,5%
(ii) Betaksolol 0,25% dan 0,5%
(iii)Levobunolol 0,25% dan 0,5%
(iv) Metipranolol 0,3%
Efek samping : hipotensi, bradikardi, sinkop, halusinasi, kambuhnya

asma, payah jantung kongestif.


Kontraindikasi utama pemakaian obat-obat ini adalah penyakit
obstruksi jalan napas menahun, terutama asma dan defek hantaran
jantung.2
b) Apraklonidi
Suatu agonis adrenergik 2 yang menurunkan pembentukan

Aquoeus

humor tanpa efek pada aliran keluar (Vaughan & Eva, 2000).
c) Inhibitor karbonat anhidrase2
(i) Asetazolamid dosis 125-250 mg sampai 3x sehari peroral atau 500
mg sekali atau 2x sehari atau secara IV (500 mg). Pemberian obat ini
timbul poliuria.
Efek samping : anoreksi, muntah, mengantuk, trombositopeni,
granulositopeni, kelainan ginjal.
(ii) Diklorfenamid
Metazolamid
Untuk glaukoma kronik apabila terapi topikal tidak memberi hasil
memuaskan dan pada glaukoma akut dimana tekanan intraokular yang
sangat tinggi perlu segera dikontrol.
2) Fasilitasi Aliran Keluar Aquoeus humor
a) Obat parasimpatomimetik2
(1) Pilokarpin : larutan 0,5-6% diteteskan beberapa kali sehari, gel 4%
sebelum tidur.
(2) Demekarium bromide 0,125% dan 0,25%
(3) Ekotiopat iodide 0,03%-0,25%
Meningkatkan aliran keluar Aquoeus humor dengan bekerja pada
jalinan trabekular melalui kontraksi otot siliaris.
Semua obat parasimpatomimetik menimbulkan miosis disertai
meredupnya penglihatan, terutama pada pasien katarak.
b) Epinefrin 0,25-2%
Diteteskan sekali atau 2x sehari, meningkatkan aliran keluar aquoeus
humor dan sedikit banyak disertai penurunan pembentukan
humor .

Aquoeus

c) Dipifevrin
Suatu prodrug epinefrin yang dimetabolisasi secara intraokular menjadi
bentuk aktifnya.
3) Penurunan Volume Korpus Vitreum
a) Obat-obat hiperosmotik
Darah menjadi hipertonik sehingga air tertarik keluar dari korpus vitreum
dan terjadi penciutan korpus vitreum selain itu juga terjadi penurunan
produksi Aquoeus humor . Penurunan volume korpus vitreum bermanfaat
dalam pengobatan glaukoma sudut tertutup akut dan glaukoma maligna
yang menyebabkan pergeseran lensa kristalina ke depan (disebabkan oleh
perubahan volume korpus vitreum atau koroid) dan menyebabkan
penutupan sudut (glaukoma sudut tertutup sekunder)
b) Gliserin (gliserol)
4) Miotik, Midriatik & Sikloplegik
Konstriksi pupil sangat penting dalam penatalaksanaan glaukoma sudut
tertutup akut primer dan pendesakan sudut pada iris plateau. Dilatasi pupil
penting dalam pengobatan penutupan sudut akibat iris bomb karena sinekia
posterior. Apabila penutupan sudut disebabkan oleh penutupan lensa ke
anterior, sikloplegik (siklopentolat dan atropine) dapat digunakan untuk
melemaskan otot siliaris sehingga mengencangkan aparatus zonularis dalam
usaha untuk menarik lensa ke belakang.
5) Terapi Bedah & Laser
a) Iridektomi & Iridotomi Perifer
Indikasi:Pembedahan ini dilakukan untuk glaukoma dalam fase
prodomal, glaukoma akut yang baru terjadi atau untuk tindakan
pencegahan pada mata sebelahnya yang masih sehat. Teknik: pada
prinsipnya dibuat lubang di bagian perifer iris, untuk menghindari
hambatan pupil. Iridektomi ini biasanya dibuat di sisi temporal atas.
Sumbatan pupil paling baik diatasi dengan membentuk komunikasi
langsung antara kamera anterior dan posterior sehingga beda tekanan di
antara keduanya menghilang. Hal ini dapat dicapai dengan laser
neodinium : YAG atau argon (iridotomi perifer) atau dengan tindakan

bedah iridektomi perifer. Walaupun lebih mudah dilakukan, terapi laser


memerlukan kornea jernih dan dapat menyebabkan peningkatan tekanan
intraokular yang cukup besar, terutama apabila terdapat penutupan sudut
akibat sinekia luas. Iridotomi laser YAG adalah terapi pencegahan yang
digunakan pada sudut sempit sebelum terjadi serangan penutupan sudut.
b) Trabekuloplasti Laser
Penggunaan laser untuk menimbulkan luka bakar melalui suatu
goniolensa ke jalinan trabekular dapat mempermudah aliran akueus
karena efek luka bakar tersebut pada jalinan trabekular dan kanalis
Schlemm serta terjadinya proses-proses selular yang meningkatkan fungsi
jalinan trabekular. Teknik ini dapat diterapkan bagi bermacam-macam
bentuk glaukoma sudut terbuka.
c) Bedah Drainase Glaukoma
Tindakan bedah untuk membuat jalan pintas dari mekanisme
drainase normal, sehingga terbentuk akses langsung Aquoeus humor dari
kamera anterior ke jaringan subkonjungtiva atau orbita, dan dapat dibuat
dengan trabekulotomi atau insersi selang drainase. Trabekulotomi telah
menggantikan tindakan-tindakan drainase full-thickness. Penyulit utama
trabekulotomi adalah kegagalan bleb akibat fibrosis jaringan episklera.
Penanaman suatu selang silikon untuk membentuk saluran keluar
permanen bagi Aquoeus humor
mata

yang

tidak

membaik

adalah tindakan alternatif untuk


dengan

trabekulotomi

atau

kecil

kemungkinannya berespons terhadap trabekulotomi.


Sklerostomi laser holmium adalah satu tindakan baru yang
menjanjikan sebagai alternatif bagi trabekulotomi. Goniotomi adalah
suatu teknik yang bermanfaat untuk mengobati

glaukoma kongenital

primer, yang tampaknya terjadi sumbatan drainase Aquoeus humor di


bagian dalam jalinan trabekular.
d) Tindakan Siklodestruktif
Kegagalan terapi medis dan bedah dapat menjadi alasan untuk
mempertimbangkan tindakan destruksi korpus siliaris dengan laser atau
bedah untuk mengontrol tekanan intraokular.

Krioterapi, diatermi,

ultrasonografi mata tepat di sebelah posterior limbus untuk menimbulkan


kerusakan korpus siliaris dibawahnya.

Pertama-tama harus diingat bahwa glaukoma akut merupakan masalah


pembedahan. Pengobatan dengan obat harus dilakukan sebagai tindakan
pertolongan

darurat bahwa tugas mereka di daerah adalah memberi

pengobatan secepatnya, kemudian merujuknya ke rumah sakit yang ada


fasilitas untuk pembedahan mata. Pengobatan dengan obat-obatan:
1) Miotik: yang paling mudah didapat adalah pilokarpin 2 - 4 % tetes mata
yang diteteskan tiap menit 1 tetes selama 5 menit, kemudian disusul 1 tetes
tiap jam sampai 6 jam.
2) Carbonic

anhidrase

inhibitor:

yang

biasa

dipakai

adalah

tablet

asetazolamid, @ 250 mg, 2 tablet sekaligus, kemudian disusul tiap 4 jam 1


tablet sampai 24 jam.
3) Obat hiperosmotik: yang paling mudah adalah larutan gliserin, 50 % yang
diberikan oral. Dosis 1-1,5 gram/kgBB (0,7-1,5 KgBB). Untuk praktisnya
dapat dipakai 1 cc per KgBB
4) Gliserin ini harus diminum sekaligus. Tidak banyak gunanya jika diminum
sedikit demi sedikit. Karena gliserin ini terlalu manis hingga dapat
menyebabkan rasa mual pada penderita, boleh diteteskan jeruk nipis agar
terasa seperti air jeruk. Obat lain yang hiperosmotik tetapi tidak mudah
didapat di daerah pedesaan adalah manitol 20 % yang diberikan perinfus +
60 tetes per menit.
5) Morfin: suntikan 10-15 mg mengurangi rasa sakit dan mengecilkan pupil.
Hasil pilokarpin adalah miosis yang karenanya melepaskan iris dari
jaringan trabekulum. Sudut bilik mata depan akan terbuka. Daya kerja
Asetazolamid adalah mengurangi pembentukan aqueous humor. Gliserin
dan manitol mempertinggi daya osmosis plasma.
Obat-obatan di atas dapat diberikan bersama-sama, tetapi hanya
merupakan pengobatan darurat dan jangka pendek. Pembedahan harus tetap
direncanakan. Dalam hal ini sering kali menolak suatu operasi berhubung
matanya sudah dirasakan lebih nyaman setelah mendapatkan obat-obatan.

Karenanya sejak semula penderita dan keluarganya sudah harus diberitahu


akan perlunya pembedahan. Pengobatan dengan sinar laser pada glaukoma
dapat dilakukan untuk tindakan nonbedah iridektomi. Sebelum pembedahan,
tiap glaukoma akut harus diobati terlebih dahulu. Dengan cara seperti tersebut
di atas tekanan bola mata yang tadinya sangat tinggi diturunkan dahulu
sampai di bawah 25 mmHg. Apabila mata masih terlalu merah dapat ditunggu
sampai mata lebih putih, dan kemudian penderita dibedah (Vaughan & Eva,
2000).

i. Komplikasi
Jika penanganan glaukoma pada penderita terlambat dapat mengakibatkan
sinekia anterior perifer dimana iris perifer melekat pada jalinan trabekula dan
menghambat aliran aquoeus humor keluar. Lensa yang membengkak mendorong
iris lebih jauh kedepan yang akan menambah hambatan pupil dan pada gilirannya
akan menambah derajat hambatan sudut. Serangan glaukoma yang hebat dan
mendadak seringkali menyebabkan atrofi papil saraf optik (Vaughan & Eva,
2000).

j. Prognosis
Tanpa pengobatan, glaukoma dapat mengakibatkan kebutaan total.
Apabila obat tetes anti glaukoma dapat mengontrol tekanan intraokular pada mata
yang belum mengalami kerusakan glaukomatosa luas, prognosis akan baik.
Apabila proses penyakit terdeteksi dini sebagian besar pasien glaukoma dapat
ditangani dengan baik. Pada glaukoma kongenital untuk kasus yang tidak diobati,
kebutaan timbul dini. Mata mengalami peregangan hebat dan bahkan dapat ruptur
hanya akibat trauma ringan (Ilyas, 2004).

ASUHAN KEPERAWATAN
A. Pengkajian
1. Anamnesis
Anamnesis meliputi data demografi, yang meliputi : Umur, glaukoma primer
terjadi pada individu berumur > 40 tahun. Ras, kulit hitam mengalami kebutaan
akibat glaukoma paling sedikit 5 kali dari kulit putih, pekerjaan, terutama yang
beresiko besar mengalami trauma mata.
Selain itu harus diketahui adanya masalah mata sebelumnya atau pada saat
itu, riwayat penggunaan antihistamin (menyebabkan dilatasi pupil yang akhirnya
dapat menyebabkan Angle Closume Glaucoma), riwayat trauma (terutama yang
mengenai mata), penyakit lain yang sedang diderita (DM, Arterioscierosis, Miopia
tinggi)
Riwayat psikososial mencakup adanya ansietas yang ditandai dengan bicara
cepat, mudah berganti topik, sulit berkonsentrasi dan sensitif, dan berduka karena
kehilangan penglihatan.

2. Pemeriksaan Fisik

a. Neurosensori
Gangguan penglihatan (kabur/ tidak jelas), sinar terang dapat menyebabkan
silau dengan kehilangan bertahap penglihatan perifer, kesulitan memfokuskan
kerja dengan dekat/ merasa diruang gelap (katarak), tampak lingkaran cahaya/
pelangi sekitar sinar, kehilangan penglihatan perifer, fotfobia (galukoma akut)
bahan kaca mata/ pengobatan tidak memperbaiki penglihatan.
Tanda : pupil menyempit dan merah/mata keras dengan kornea berwarna,
peningkatan air mata. Pemeriksaan fisik dilakukan dengan menggunakan
oftalmaskop untuk mengetahui adanya cupping dan atrofi diskus optikus. Diskus
optikus menjadi lebih luas dan dalampada glaukoma akut primer, karena anterior
dangkal, Aqueus humor keruh dan pembuluh darah menjalar keluar dari iris.
Pemeriksaan lapang pandang perifer, pada keadaan akut lapang pandang cepat
menurun secara signifikan dan keadaan kronik akan menurun secara bertahap.
Pemeriksaan melalui inspeksi, untuk mengetahui adanya inflamasi mata, sklera
kemerahan, kornea keruh, dilatasi pupil, sedang yang gagal bereaksi terhadap
cahaya.

b. Nyeri/ kenyamanan
Ketidaknyamanan ringan/ mata berair (glaukoma kronis). Nyeri tiba- tiba /
berat menetap atau tekanan pada dan sekitar mata, sakit kepala (glaukoma akut).

3. Pemeriksaan Diagnostik
a. Kartu snellen / mesin telebinoklear
Digunakan untuk mengetahui ketajaman mata dan sentral penglihatan
b. Lapang penglihatan
Terjadi penurunan disebabkan oleh CSV, masa tumor pada hipofisis / otak, karotis
patofisiologis, arteri serebral atau glaukoma.
c. Pengukuran tonografi
Mengkaji intraokuler (TIO) (normal 12 25 mmHg)
d. Pengukuran gonoskopi
Membantu membedakan sudut terbuka dan sudut tertutup
e. Tes provokatif

Digunakan dalam menentukan tipe glaukoma jika TIO normal / hanya


meningkat ringan.
f. Pemeriksaan aftalmoskop
Menguji struktur internal okuler, mencatat atrofi lempeng optik, papiledema,
perdarahan retina dan mikroaneurisma.
g. Darah lengkap, LED
Menunjukkan anemia sistemik / infeksi
h. EKG, kolesterol serum dan pemeriksaan lipid
Memastikan arterosklerosis, PAK
i. Tes toleransi glukosa
Menentukan adanya DM

B. Diagnosa Keperawatan
1. Nyeri berhubungan dengan peningkatan tekanan intraokuler
2. Perubahan persepsi sensori berhubungan dengan hilangnya pandangan
perifer
3. Ansietas b.d Penurunan ketajaman penglihatan, Kurang pengetahuan tentang
prosedur pembedahan

3. Gangguan citra diri berhubungan dengan kebutaan

C. Intervensi Keperawatan
No
.
1.

Diagnosa
Tujuan dan
Keperawatan
Kriteria Hasil
Nyeri
b.d Setelah dilakukan
peningkatan
tindakan
TIO
keperawatan
selama 1 x 24 jam
diharapakan nyeri
hilang/ berkurang
dengan Kriteria
Hasil:
Klien dapat
mengidentifikas
i penyebab
nyeri
Klien
menyebutkan
faktor-faktor

Intervensi
a. Kaji
intensitas,
lokasi nyeri

Rasional

tipe, a. Mengenal berat


dan
ringannya nyeri
dan menentukan
terapi
b. Pantau
derajat b. Untuk
nyeri mata setiap
mengidentifikasi
30 mentit selama
kemajuan atau
masa akut
penyimpanan
dari hasil yang
diharapkan.
c.
Mengurangi
c. Pertahankan
rangsangan
istirahat di tempat
terhadap syaraf
tidur
dalam
sensori dan
ruangan
yang
mengurangi TIO

2.

3.

Penurunan
persepsi
sensori visual /
penglihatan
b.d serabut
saraf oleh
karena
peningkatan
TIO

Ansietas b.d
Penurunan
ketajaman
penglihatan,
Kurang

yang dapat
meningkatkan
nyeri
Klien mampu
melakukan
tindakan untuk
mengurangi
nyeri.

tenang dan gelap


dengan
kepala
ditinggikan
30
atau dalam posisi
nyaman
d. Stress dan sinar
d. Berikan
menimbulkan
lingkungan yang
TIO yang
nyaman
mencetuskan
nyeri
e. Keadaan rileks
e. Anjurkan tehnik
dapat
relaksasi.
mengurangi
nyeri.
f. untuk
f. Kolaborasi
mengurangi nyeri
tentang
pemberian
analgesic

Setelah dilakukan
tindakan
keperawatan
selama 1 x 24 jam
diharapakan
peningkatan
persepsi sensori
dapat berkurang
dengan Kriteria
Hasil:
Klien dapat
meneteskan
obat mata
dengan benar
Kooperatif
dalam tindakan
Menyadari
hilangnya
pengelihatan
secara
permanen
Tidak terjadi
penurunan
visus lebih
lanjut

a. Kaji dan catat


ketajaman
penglihatan
b. Kaji tingkat
deskripsi
fugnsional
terhadap
penglihatan dan
perwatan
c. Sesuaikan
lingkungan
dengan
kemampuan
penglihatan
d. Kaji jumlah dan
tipe rangsangan
yang dpat
diterima klien

Setelah dilakukan
tindakan
keperawatan
selama 1 x 24 jam
diharapakan Cemas

a. Hati-hati
penyampaian
hilangnya
penglihtan secara
permanen

e. Observasi TTV

f. Kolaborasi
dengan tim medis
dalam pemberian
terapi

a. Menentukan
kemampuan
visual
b. Memberikan
keakuratan
terhadap
penglihatan dan
perawatan
c. Meningkatkan
self care dan
mengurangi
ketergantungan
d. Meningkatkan
rangsangan
pada waktu
kemampuan
penglihatabn
menurun
e. Mengetahui
kondisi dan
perkembangan
klien secara
dini
f. Untuk
mempercepat
proses
penyembuhan
a. Jika klien belum
siap akan
menambah
kecemasan
b. Mengekspresika

pengetahuan
tentang
prosedur
pembedahan

klien dapat
berkurang dengan
Kriteria Hasil:
Berkurangnya
perasaan gugup
Posisi
tubuh
rileks
Mengungkapka
n pemahaman
tentang rencana
tindakan

b. Berikan
kesempatan klien
mengekspresikan
tentang
kondisinya
c. Pertahankan
kondisi yang
rileks
d. Observasi TTV

e. Siapkan bel
ditempat tidur
dan instruksikan
klien
memberikan
tanda bila mohon
bantuan
f. Kolaborasi
dengan tim medis
dalam pemberian
terapi

4.

Resiko cedera
b/d penurunan
lapang
pandang

Setelah dilakukan
a. Orietasikan klien
tindakan
terhadap
keperawatan
lingkungan ketika
selama 1 x 24 jam
tiba.
diharapakan Klien b. Lakukan
tidak mengalami
modifikasi
cedera dengan
lingkungan untuk
Kriteria Hasil:
meindahkan
Klien mampu
semua bahaya:
mendemontras
Singkirkan
ikan tentang
rintangan
kewaspadaan
pada tempar
kecemasan
lalu lalang
Klien meminta
Sungkirkan
bantuan
gulungan dari
petugas saat
kaki
memenuhi
Singkirkan
kebutuhan.
barangbarang yang
mungkin
dapat
mencederai
klien.
c. Serahkan
benda-benda
termasuk bel
pemanggil, alat
bantu ambulasi

n perasaan
membantu Kx
mengidentifikas
i sumber cemas
c. Rileks dapat
menurunkan
cemas
d. Untuk
mengetahui
TTV
dan
perkembangann
ya
e. Dengan
memberikan
perhatian akan
menambah
kepercayaan
klien
f. Diharapkan
dapat
mempercepat
proses
penyembuhan
a. Mengurangi
kecelakaan atau
cidera
b. Menimalkan
tingkat cidera
yang berasal
dari gangguan
ini

c. Mengurangi
resiko terjatuh

d.

kepada klien
Bantu klien dan
keluarga
mengevaluasi
lingkungan
rumah terhadap
bahaya yang
mungkin
terjadi.

d. Mempertahanka
n yang aman
setelah pulang.

DAFTAR PUSTAKA

Brunner & Suddarth. 2002. Keperawata Medikal Bedah Edisi 8. Jakarta : EGC.
Ilyas S. 2004. Ilmu Penyakit Mata. Balai Penerbit FKUI. Jakarta.
Mansjoer, Arif. 1999. Kapita Selekta Kedokteran. Edisi III Jilid 1. Jakarta : FKUI.
Vaughan DG, Eva RP, Asbury T. 2000. Oftalmologi Umum. Edisi 14. Widya
Medika. Jakarta.

You might also like