Professional Documents
Culture Documents
Oleh:
Ririn Halimatus Sadiah, S.Kep
NIM 092311101048
LAPORAN PENDAHULUAN
ASUHAN KEPERAWATAN PASIEN DENGAN GLAUKOMA
a. Pengertian
b. Klasifikasi
2. Glaukoma sekunder
Glaukoma Sekunder disebabkan oleh kondisi lain seperti katarak, diabetes,
trauma, arthritis maupun operasi mata sebelumnya. Obat tetes mata atau tablet
yang mengandung steroid juga dapat meningkatkan ekanan pada mata. Karena itu
tekanan pada mata harus diukur teratur bila sedang menggunakan obat-obatan
tersebut (Klinik Mata Nusantara, 2008).
3. Glaukoma kongenital
Glaukoma
yang
terjadi
akibat
kegagalan
jaringan
mesodermal
4. Glaukoma absolut
Glaukoma absolut merupakan stadium akhir glaukoma ( sempit/ terbuka)
dimana sudah terjadi kebutaan total akibat tekanan bola mata memberikan
gangguan fungsi lanjut .Pada glaukoma absolut kornea terlihat keruh, bilik mata
dangkal, papil atrofi dengan eksvasi glaukomatosa, mata keras seperti batu dan
dengan rasa sakit.sering mata dengan buta ini mengakibatkan penyumbatan
pembuluh darah sehingga menimbulkan penyulit berupa neovaskulisasi pada iris,
keadaan ini memberikan rasa sakit sekali akibat timbulnya glaukoma hemoragik.
Pengobatan glaukoma absolut dapat dengan memberikan sinar beta pada badan
siliar, alkohol retrobulber atau melakukan pengangkatan bola mata karena mata
telah tidak berfungsi dan memberikan rasa sakit.
Berdasarkan lamanya :
1. Glaukoma akut
Penyakit mata yang disebabkan oleh tekanan intra okuler yang meningkat
mendadak sangat tinggi.
2. Glaukoma kronik
Penyakit mata dengan gejala peningkatan tekanan bola mata sehingga terjadi
kerusakan anatomi dan fungsi mata yang permanen.
c.
1. Aqueus humor
d. Etiologi
1. Primer
Terdiri dari:
a. Akut
Dapat disebabkan karena trauma.
b. Kronik
Dapat disebabkan karena keturunan dalam keluarga seperti Diabetes
mellitus, arterisklerosis, pemakaian kortikosteroid jangka panjang, miopia
tinggi dan progresif, Dari etiologi diatas dapat menyebabkan sudut bilik
mata yang sempit.
2. Sekunder
Disebabkan penyakit mata lain seperti:
a) Katarak
Perubahan lensa
b) Kelainan uvea
c) Pembedahan
e. Manifestasi Klinis
Pasien dengan glaukoma primer sudut terbuka (glaukoma kronik sudut
terbuka) dapat tidak memberikan gejala sampai kerusakan penglihatan yang
berat terjadi, sehingga dikatakan sebagai pencuri penglihatan. Berbeda pada
glaukoma akut sudut tertutup, peningkatan tekanan TIO berjalan cepat dan
memberikan gejala mata merah, nyeri dan gangguan penglihatan9.
1) Peningkatan TIO
Normal TIO berkisar 10-21 mmHg (rata-rata 16 mmHg). Tingginya TIO
menyebabkan kerusakan saraf optik tergantung beberapa faktor, meliputi
tingginya TIO dan apakah glaukoma dalam tahap awal atau lanjut. Secara
umum, TIO dalam rentang 20-30 mmHg biasanya menyebabkan erusakan
dalam tahunan. TIO yang tinggi 40-50 mmHg dapat menyebabkan
kehilangan penglihatan yang cepat dan mencetuskan oklusi pembuluh
darah retina.
2) Halo sekitar cahaya dan kornea yang keruh
Kornea akan tetap jernih dengan terus berlangsungnya pergantian cairan
oleh sel-sel endotel. Jika tekanan meningkat dengan cepat (glaukoma akut
sudut tertutup), kornea menjadi penuh air, menimbulkan halo di sekitar
cahaya
3) Nyeri. Nyeri bukan karakteristik dari glaukoma primer sudut terbuka
4) Penyempitan lapang pandang
Tekanan yang tinggi pada serabut saraf dan iskemia kronis pada saraf
optic menimbulkan kerusakan dari serabut saraf retina yang biasanya
menghasilkan kehilangan lapang pandang (skotoma). Pada glaukoma
stadium akhir kehilangan lapang penglihatan terjadi sangat berat (tunnel
vision), meski visus pasien masih 6/6 .
1. Glaukoma primer
a. Glaukoma sudut terbuka
a) Kerusakan visus yang serius
b) Lapang pandang mengecil dengan macam macam skotoma yang khas
c) Perjalanan penyakit progresif lambat
b. Glaukoma sudut tertutup
a) Nyeri hebat didalam dan sekitar mata
b) Timbulnya halo disekitar cahaya
c) Pandangan kabur
d) Sakit kepala
e) Mual, muntah
f) Kedinginan
g) Demam bahkan perasaan takut mati mirip serangan angina, yang dapat
sedemikian kuatnya sehingga keluhan mata (gangguan penglihatan,
fotofobia dan lakrimasi) tidak begitu dirasakan oleh klien.
2. Glaukoma sekunder
a) Pembesaran bola mata
b) Gangguan lapang pandang
f.
Patofisiologi
Tekanan Intra Okuler ditentukan oleh kecepatan produksi akues humor dan
aliran keluar akues humor dari mata. TIO normal 10-21 mmHg dan dipertahankan
selama terdapat keseimbangan antara produksi dan aliran akueos humor. Akueos
humor di produksi didalam badan silier dan mengalir ke luar melalui kanal
schlemm ke dalam sistem vena. Ketidakseimbangan dapat terjadi akibat produksi
berlebih badan silier atau oleh peningkatan hambatan abnormal terhadap aliran
keluar akueos melalui camera oculi anterior (COA).
Peningkatan tekanan intraokuler > 23 mmHg memerlukan evaluasi yang
seksama. Iskemia menyebabkan struktur ini kehilangan fungsinya secara bertahap.
Kerusakan jaringan biasanya dimulai dari perifer dan bergerak menuju fovea
sentralis. Kerusakan visus dan kerusakan saraf optik dan retina adalah ireversibel
dan hal ini bersifat permanen tanpa penangan, glaukoma dapat menyebabkan
kebutaan. Hilangnya penglihatan ditandai dengan adanya titik buta pada lapang
pandang.
g. Pemeriksaan Penunjang
1. Pemeriksaan tekanan bola mata
Pemeriksaan tekanan bola mata dilakukan dengan alat yang dinamakan
tonometer. Dikenal beberapa alat tonometer seperti tonometer Schiotz dan
tonometer aplanasi Goldman. Pemeriksaan tekanan bola mata juga dapat
dilakukan tanpa alat disebut dengan tonometer digital, dasar pemeriksaannya
adalah dengan merasakan lenturan bola mata (ballotement) dilakukan penekanan
bergantian dengan kedua jari tangan (Ilyas, 2004).
2. Oftalmoskopi
Oftalmoskopi yaitu pemeriksaan untuk menentukan adanya kerusakan
saraf optik berdasarkan penilaian bentuk saraf optik. Rasio cekungan diskus (C/D)
digunakan untuk mencatat ukuran diskus otipus pada penderita glaukoma. Apabila
terdapat peninggian TIO yang signifikan, rasio C/D yang lebih besar dari 0,5 atau
adanya asimetris yang bermakna antara kedua mata, mengidentifikasikan adanya
atropi glaukomatosa
3. Biomikroskopi
Untuk menentukan kondisi segmen anterior mata, dengan pemeriksaan ini
dapat ditentukan apakah glaukomanya merupakan glaukoma primer atau sekunder
4. Gonioskopi
Tes ini sebagai cara diagnostik untuk melihat langsung keadaan patologik
sudut bilik mata, juga untuk melihat hal-hal yang terdapat pada sudut bilik mata
seperti benda asing (Ilyas, 2004).
Pemeriksaan ini dilakukan dengan meletakkan lensa sudut (goniolens) di
dataran depan kornea setelah diberikan lokal anestetikum. Lensa ini dapat
digunakan untuk melihat sekeliling sudut bilik mata dengan memutarnya 360
derajat (Ilyas, 2004).
15 menit. Bila tekanan bola mata naik 8-15 mmHg dalam waktu 45 menit
pertama menunjukkan pasien menderita glaukoma.
c) Uji Steroid
Pada pasien yang dicurigai adanya glaukoma terutama dengan riwayat
glaukoma
simpleks
pada
keluarga,
diteteskan
betametason
atau
deksametason 0,1% 3-4 kali sehari. Tekanan bola mata diperiksa setiap
minggu. Pada pasien berbakat glaukoma maka tekanan bola mata akan
naik setelah 2 minggu.
d) Uji Variasi Diurnal
Pemeriksaan dengan melakukan tonometri setiap 2-3 jam sehari penuh,
selama 3 hari biasanya pasien dirawat. Nilai variasi harian pada mata
normal adalah antara 2-4 mmHg, sedang pada glaukoma sudut terbuka
variasi dapat mencapai 15-20 mmHg. Perubahan 4-5 mmHg sudah
dicurigai keadaan patologik.
e) Uji Kamar Gelap
Pada uji ini dilakukan pengukuran tekanan bola mata dan kemudian pasien
dimasukkan ke dalam kamar gelap selama 60-90 menit. Pada akhir 90
menit tekanan bola mata diukur. 55% pasien glaukoma sudut terbuka akan
menunjukkan hasil yang positif, naik 8 mmHg.
f) Uji provokasi pilokarpin
Tekanan bola mata diukur dengan tonometer, penderita diberi pilokarpin
1% selama 1 minggu 4 kali sehari kemudian diukur tekanannya (Ilyas,
2004).
h. Penanganan
1) Supresi Pembentukan Aquoeus humor
a) Penghambat adrenergik beta (beta blocker)
(i) Timolol maleat 0,25% dan 0,5%
(ii) Betaksolol 0,25% dan 0,5%
(iii)Levobunolol 0,25% dan 0,5%
(iv) Metipranolol 0,3%
Efek samping : hipotensi, bradikardi, sinkop, halusinasi, kambuhnya
Aquoeus
humor tanpa efek pada aliran keluar (Vaughan & Eva, 2000).
c) Inhibitor karbonat anhidrase2
(i) Asetazolamid dosis 125-250 mg sampai 3x sehari peroral atau 500
mg sekali atau 2x sehari atau secara IV (500 mg). Pemberian obat ini
timbul poliuria.
Efek samping : anoreksi, muntah, mengantuk, trombositopeni,
granulositopeni, kelainan ginjal.
(ii) Diklorfenamid
Metazolamid
Untuk glaukoma kronik apabila terapi topikal tidak memberi hasil
memuaskan dan pada glaukoma akut dimana tekanan intraokular yang
sangat tinggi perlu segera dikontrol.
2) Fasilitasi Aliran Keluar Aquoeus humor
a) Obat parasimpatomimetik2
(1) Pilokarpin : larutan 0,5-6% diteteskan beberapa kali sehari, gel 4%
sebelum tidur.
(2) Demekarium bromide 0,125% dan 0,25%
(3) Ekotiopat iodide 0,03%-0,25%
Meningkatkan aliran keluar Aquoeus humor dengan bekerja pada
jalinan trabekular melalui kontraksi otot siliaris.
Semua obat parasimpatomimetik menimbulkan miosis disertai
meredupnya penglihatan, terutama pada pasien katarak.
b) Epinefrin 0,25-2%
Diteteskan sekali atau 2x sehari, meningkatkan aliran keluar aquoeus
humor dan sedikit banyak disertai penurunan pembentukan
humor .
Aquoeus
c) Dipifevrin
Suatu prodrug epinefrin yang dimetabolisasi secara intraokular menjadi
bentuk aktifnya.
3) Penurunan Volume Korpus Vitreum
a) Obat-obat hiperosmotik
Darah menjadi hipertonik sehingga air tertarik keluar dari korpus vitreum
dan terjadi penciutan korpus vitreum selain itu juga terjadi penurunan
produksi Aquoeus humor . Penurunan volume korpus vitreum bermanfaat
dalam pengobatan glaukoma sudut tertutup akut dan glaukoma maligna
yang menyebabkan pergeseran lensa kristalina ke depan (disebabkan oleh
perubahan volume korpus vitreum atau koroid) dan menyebabkan
penutupan sudut (glaukoma sudut tertutup sekunder)
b) Gliserin (gliserol)
4) Miotik, Midriatik & Sikloplegik
Konstriksi pupil sangat penting dalam penatalaksanaan glaukoma sudut
tertutup akut primer dan pendesakan sudut pada iris plateau. Dilatasi pupil
penting dalam pengobatan penutupan sudut akibat iris bomb karena sinekia
posterior. Apabila penutupan sudut disebabkan oleh penutupan lensa ke
anterior, sikloplegik (siklopentolat dan atropine) dapat digunakan untuk
melemaskan otot siliaris sehingga mengencangkan aparatus zonularis dalam
usaha untuk menarik lensa ke belakang.
5) Terapi Bedah & Laser
a) Iridektomi & Iridotomi Perifer
Indikasi:Pembedahan ini dilakukan untuk glaukoma dalam fase
prodomal, glaukoma akut yang baru terjadi atau untuk tindakan
pencegahan pada mata sebelahnya yang masih sehat. Teknik: pada
prinsipnya dibuat lubang di bagian perifer iris, untuk menghindari
hambatan pupil. Iridektomi ini biasanya dibuat di sisi temporal atas.
Sumbatan pupil paling baik diatasi dengan membentuk komunikasi
langsung antara kamera anterior dan posterior sehingga beda tekanan di
antara keduanya menghilang. Hal ini dapat dicapai dengan laser
neodinium : YAG atau argon (iridotomi perifer) atau dengan tindakan
yang
tidak
membaik
trabekulotomi
atau
kecil
glaukoma kongenital
Krioterapi, diatermi,
anhidrase
inhibitor:
yang
biasa
dipakai
adalah
tablet
i. Komplikasi
Jika penanganan glaukoma pada penderita terlambat dapat mengakibatkan
sinekia anterior perifer dimana iris perifer melekat pada jalinan trabekula dan
menghambat aliran aquoeus humor keluar. Lensa yang membengkak mendorong
iris lebih jauh kedepan yang akan menambah hambatan pupil dan pada gilirannya
akan menambah derajat hambatan sudut. Serangan glaukoma yang hebat dan
mendadak seringkali menyebabkan atrofi papil saraf optik (Vaughan & Eva,
2000).
j. Prognosis
Tanpa pengobatan, glaukoma dapat mengakibatkan kebutaan total.
Apabila obat tetes anti glaukoma dapat mengontrol tekanan intraokular pada mata
yang belum mengalami kerusakan glaukomatosa luas, prognosis akan baik.
Apabila proses penyakit terdeteksi dini sebagian besar pasien glaukoma dapat
ditangani dengan baik. Pada glaukoma kongenital untuk kasus yang tidak diobati,
kebutaan timbul dini. Mata mengalami peregangan hebat dan bahkan dapat ruptur
hanya akibat trauma ringan (Ilyas, 2004).
ASUHAN KEPERAWATAN
A. Pengkajian
1. Anamnesis
Anamnesis meliputi data demografi, yang meliputi : Umur, glaukoma primer
terjadi pada individu berumur > 40 tahun. Ras, kulit hitam mengalami kebutaan
akibat glaukoma paling sedikit 5 kali dari kulit putih, pekerjaan, terutama yang
beresiko besar mengalami trauma mata.
Selain itu harus diketahui adanya masalah mata sebelumnya atau pada saat
itu, riwayat penggunaan antihistamin (menyebabkan dilatasi pupil yang akhirnya
dapat menyebabkan Angle Closume Glaucoma), riwayat trauma (terutama yang
mengenai mata), penyakit lain yang sedang diderita (DM, Arterioscierosis, Miopia
tinggi)
Riwayat psikososial mencakup adanya ansietas yang ditandai dengan bicara
cepat, mudah berganti topik, sulit berkonsentrasi dan sensitif, dan berduka karena
kehilangan penglihatan.
2. Pemeriksaan Fisik
a. Neurosensori
Gangguan penglihatan (kabur/ tidak jelas), sinar terang dapat menyebabkan
silau dengan kehilangan bertahap penglihatan perifer, kesulitan memfokuskan
kerja dengan dekat/ merasa diruang gelap (katarak), tampak lingkaran cahaya/
pelangi sekitar sinar, kehilangan penglihatan perifer, fotfobia (galukoma akut)
bahan kaca mata/ pengobatan tidak memperbaiki penglihatan.
Tanda : pupil menyempit dan merah/mata keras dengan kornea berwarna,
peningkatan air mata. Pemeriksaan fisik dilakukan dengan menggunakan
oftalmaskop untuk mengetahui adanya cupping dan atrofi diskus optikus. Diskus
optikus menjadi lebih luas dan dalampada glaukoma akut primer, karena anterior
dangkal, Aqueus humor keruh dan pembuluh darah menjalar keluar dari iris.
Pemeriksaan lapang pandang perifer, pada keadaan akut lapang pandang cepat
menurun secara signifikan dan keadaan kronik akan menurun secara bertahap.
Pemeriksaan melalui inspeksi, untuk mengetahui adanya inflamasi mata, sklera
kemerahan, kornea keruh, dilatasi pupil, sedang yang gagal bereaksi terhadap
cahaya.
b. Nyeri/ kenyamanan
Ketidaknyamanan ringan/ mata berair (glaukoma kronis). Nyeri tiba- tiba /
berat menetap atau tekanan pada dan sekitar mata, sakit kepala (glaukoma akut).
3. Pemeriksaan Diagnostik
a. Kartu snellen / mesin telebinoklear
Digunakan untuk mengetahui ketajaman mata dan sentral penglihatan
b. Lapang penglihatan
Terjadi penurunan disebabkan oleh CSV, masa tumor pada hipofisis / otak, karotis
patofisiologis, arteri serebral atau glaukoma.
c. Pengukuran tonografi
Mengkaji intraokuler (TIO) (normal 12 25 mmHg)
d. Pengukuran gonoskopi
Membantu membedakan sudut terbuka dan sudut tertutup
e. Tes provokatif
B. Diagnosa Keperawatan
1. Nyeri berhubungan dengan peningkatan tekanan intraokuler
2. Perubahan persepsi sensori berhubungan dengan hilangnya pandangan
perifer
3. Ansietas b.d Penurunan ketajaman penglihatan, Kurang pengetahuan tentang
prosedur pembedahan
C. Intervensi Keperawatan
No
.
1.
Diagnosa
Tujuan dan
Keperawatan
Kriteria Hasil
Nyeri
b.d Setelah dilakukan
peningkatan
tindakan
TIO
keperawatan
selama 1 x 24 jam
diharapakan nyeri
hilang/ berkurang
dengan Kriteria
Hasil:
Klien dapat
mengidentifikas
i penyebab
nyeri
Klien
menyebutkan
faktor-faktor
Intervensi
a. Kaji
intensitas,
lokasi nyeri
Rasional
2.
3.
Penurunan
persepsi
sensori visual /
penglihatan
b.d serabut
saraf oleh
karena
peningkatan
TIO
Ansietas b.d
Penurunan
ketajaman
penglihatan,
Kurang
yang dapat
meningkatkan
nyeri
Klien mampu
melakukan
tindakan untuk
mengurangi
nyeri.
Setelah dilakukan
tindakan
keperawatan
selama 1 x 24 jam
diharapakan
peningkatan
persepsi sensori
dapat berkurang
dengan Kriteria
Hasil:
Klien dapat
meneteskan
obat mata
dengan benar
Kooperatif
dalam tindakan
Menyadari
hilangnya
pengelihatan
secara
permanen
Tidak terjadi
penurunan
visus lebih
lanjut
Setelah dilakukan
tindakan
keperawatan
selama 1 x 24 jam
diharapakan Cemas
a. Hati-hati
penyampaian
hilangnya
penglihtan secara
permanen
e. Observasi TTV
f. Kolaborasi
dengan tim medis
dalam pemberian
terapi
a. Menentukan
kemampuan
visual
b. Memberikan
keakuratan
terhadap
penglihatan dan
perawatan
c. Meningkatkan
self care dan
mengurangi
ketergantungan
d. Meningkatkan
rangsangan
pada waktu
kemampuan
penglihatabn
menurun
e. Mengetahui
kondisi dan
perkembangan
klien secara
dini
f. Untuk
mempercepat
proses
penyembuhan
a. Jika klien belum
siap akan
menambah
kecemasan
b. Mengekspresika
pengetahuan
tentang
prosedur
pembedahan
klien dapat
berkurang dengan
Kriteria Hasil:
Berkurangnya
perasaan gugup
Posisi
tubuh
rileks
Mengungkapka
n pemahaman
tentang rencana
tindakan
b. Berikan
kesempatan klien
mengekspresikan
tentang
kondisinya
c. Pertahankan
kondisi yang
rileks
d. Observasi TTV
e. Siapkan bel
ditempat tidur
dan instruksikan
klien
memberikan
tanda bila mohon
bantuan
f. Kolaborasi
dengan tim medis
dalam pemberian
terapi
4.
Resiko cedera
b/d penurunan
lapang
pandang
Setelah dilakukan
a. Orietasikan klien
tindakan
terhadap
keperawatan
lingkungan ketika
selama 1 x 24 jam
tiba.
diharapakan Klien b. Lakukan
tidak mengalami
modifikasi
cedera dengan
lingkungan untuk
Kriteria Hasil:
meindahkan
Klien mampu
semua bahaya:
mendemontras
Singkirkan
ikan tentang
rintangan
kewaspadaan
pada tempar
kecemasan
lalu lalang
Klien meminta
Sungkirkan
bantuan
gulungan dari
petugas saat
kaki
memenuhi
Singkirkan
kebutuhan.
barangbarang yang
mungkin
dapat
mencederai
klien.
c. Serahkan
benda-benda
termasuk bel
pemanggil, alat
bantu ambulasi
n perasaan
membantu Kx
mengidentifikas
i sumber cemas
c. Rileks dapat
menurunkan
cemas
d. Untuk
mengetahui
TTV
dan
perkembangann
ya
e. Dengan
memberikan
perhatian akan
menambah
kepercayaan
klien
f. Diharapkan
dapat
mempercepat
proses
penyembuhan
a. Mengurangi
kecelakaan atau
cidera
b. Menimalkan
tingkat cidera
yang berasal
dari gangguan
ini
c. Mengurangi
resiko terjatuh
d.
kepada klien
Bantu klien dan
keluarga
mengevaluasi
lingkungan
rumah terhadap
bahaya yang
mungkin
terjadi.
d. Mempertahanka
n yang aman
setelah pulang.
DAFTAR PUSTAKA
Brunner & Suddarth. 2002. Keperawata Medikal Bedah Edisi 8. Jakarta : EGC.
Ilyas S. 2004. Ilmu Penyakit Mata. Balai Penerbit FKUI. Jakarta.
Mansjoer, Arif. 1999. Kapita Selekta Kedokteran. Edisi III Jilid 1. Jakarta : FKUI.
Vaughan DG, Eva RP, Asbury T. 2000. Oftalmologi Umum. Edisi 14. Widya
Medika. Jakarta.