You are on page 1of 29

LAPORAN PRAKTIKUM

TEKNOLOGI BIOENERGI
BIOGAS

Oleh:
Agus Andrianto
NIM A1H012019

KEMENTERIAN RISET TEKNOLOGI DAN PENDIDIKAN TINGGI


UNIVERSITAS JENDERAL SOEDIRMAN
FAKULTAS PERTANIAN
PURWOKERTO

2014
PENDAHULUAN

I.

A. Latar Belakang

Meningkatnya

jumlah

penduduk

dan

taraf

hidup

masyarakat, memerlukan lebih banyak energi untuk memenuhi


kebutuhannya. Kebutuhan energi sebenarnya tidak lain adalah
energi

yang

mendistribusikan

dibutuhkan
secara

untuk

merata

menghasilkan

sarana-sarana

dan

pemenuhan

kebutuhan pokok manusia.


Pemakaian bahan bakar fosil (minyak dan batubara) secara
besar-besaran sebagai penyedia sumber daya energi telah
terbukti ikut menambah beratnya

pencemaran lingkungan.

Sedangkan Indonesia yang akan memasuki era industrialisasi


jelas akan memerlukan tambahan energi dalam jumlah yang
relatif besar dan hal ini sudah barang tentu akan berdampak pula
terhadap lingkungan. Diversifikasi energi merupakan salah satu
jawaban

untuk

mencukupi

kebutuhan

energi

yang

terus

meningkat.
Berbagai bentuk energi telah digunakan manusia seperti
batu bara, minyak bumi, dan gas alam yang merupakan bahan
bakar fosil. Selain itu, bahan bakar tradisional, yaitu kayu.
Walaupun masih digunakan, penggunaan kayu bakar terbatas

dengan berkurangnya hutan sebagai sumber kayu. Akan tetapi


dengan meningkatnya jumlah penduduk, terutama yang tinggal
di perdesaan, kebutuhan energi rumah tangga masih menjadi
persoalan yang harus dicarikan jalan keluarnya.
Pembakaran

bahan

bakar

fosil

menghasilkan

Karbon

dioksida (CO2) yang ikut memberikan kontribusi bagi efek rumah


kaca (green house effect) yang bermuara pada
global

(global

terhadap efek

warming).
rumah

Biogas

memberikan

pemanasan
perlawanan

kaca melalui 3 cara. Pertama, Biogas

memberikan substitusi atau pengganti dari bahan bakar fosil


untuk penerangan, kelistrikan, memasak dan pemanasan. Kedua,
Methana (CH4) yang dihasilkan secara alami oleh kotoran yang
menumpuk merupakan gas penyumbang terbesar pada efek
rumah kaca, bahkan lebih besar dibandingkan CO2.
Pembakaran Methana pada Biogas mengubahnya menjadi
CO2 sehingga mengurangi jumlah Methana di udara. Ketiga,
dengan lestarinya hutan, maka akan CO2 yang ada di udara akan
diserap oleh hutan yang menghasilkan Oksigen yang melawan
efek rumah kaca.
Secara prinsip pembuatan gas bio sangat sederhana, yaitu
memasukkan substrat ke dalam unit pencerna (digester) yang
anaerob. Dalam waktu tertentu gas bio akan terbentuk yang

selanjutnya dapat digunakan sebagai sumber energi, misalnya


untuk kompor gas.
Salah satu sumber energi altrnatif adalah Biogas. Gas ini berasal
dari berbagai macam limbah organik seperti sampah biomassa,
kotoran manusia, kotoran hewan dapat dimanfatkan menjadi energi
melalui proses anaerobic digestion. Proses ini merupakan peluang
besar untuk menghasilkan energi alternatif sehingga akan mengurangi
dampak penggunaan bahan bakar fosil.

B.

Tujuan

1.

Mengetahui proses pembuatan biogas.

2.

Mengetahui berapa besar gas yang dihasilkan oleh setiap jenis limbah.

3.

Mengetahui pengaruh komposisi dan kombinasi pada setiap perlakuan


terhadap produksi gas.

II.

TINJAUAN PUSTAKA

Biogas adalah gas produk akhir pecernaan atau degradasi


anaerobik bahanbahan organik oleh bakteri-bakteri anaerobik
dalam lingkungan bebas oksigen atau udara. Komponen terbesar
biogas adalah Methana (CH4, 54-80%-vol) dan karbondioksida
(CO2, 20-45%-vol) serta sejumlah kecil H 2, N2 dan H2S. Pada
literature lain komposisi biogas secara umum ditampilkan dalam
tabel berikut :
Tabel 1. Komposisi biogas secara umum.

Sumber: Juanga, 2007


Biogas dapat digunakan dalam berbagai keperluan seperti
memasak, penerangan, pompa air, boiler dan sebagainya. Berikt
ini adalah gambar penggunaan gas metana untuk berbagai
aplikasi.

Gambar 1. Penggunaan biogas untuk berbagai aplikasi


(Kosaric dan Velikonja, 1995).

Biogas sebagian besar mengandung gas metana (CH 4) dan karbon dioksida
(CO2), dan beberapa kandungan yang jumlahnya kecil diantaranya hydrogen
sulfida (H2S) dan ammonia (NH3) serta hydrogen dan (H2), nitrogen yang
kandungannya sangat kecil. Energi yang terkandung dalam biogas tergantung dari
konsentrasi metana (CH4). Semakin tinggi kandungan metana maka semakin besar
kandungan energi (nilai kalor) pada biogas, dan sebaliknya semakin kecil
kandungan metana semakin kecil nilai kalor. Kualitas biogas dapat ditingkatkan
dengan memperlakukan beberapa parameter yaitu menghilangkan hidrogen
sulphur, kandungan air dan karbon dioksida (CO2). Hidrogen sulphur mengandung
racun dan zat yang menyebabkan korosi, bila biogas mengandung senyawa ini
maka akan menyebabkan gas yang berbahaya sehingga konsentrasi yang di
ijinkan maksimal 5 ppm. Bila gas dibakar maka hidrogen sulphur akan lebih
berbahaya karena akan membentuk senyawa baru bersama-sama oksigen, yaitu
sulphur dioksida /sulphur trioksida (SO2 / SO3). senyawa ini lebih beracun. Pada
saat yang sama akan membentuk Sulphur acid (H 2SO3) suatu senyawa yang lebih
korosif. Parameter yang kedua adalah menghilangkan kandungan karbon dioksida
yang memiliki tujuan untuk meningkatkan kualitas, sehingga gas dapat digunakan
untuk bahan bakar kendaraan. Kandungan air dalam biogas akan menurunkan titik
penyalaan biogas serta dapat menimbukan korosif (Pambudi, 2008).
Proses produksi biogas, terjadi dua tahap yaitu penyiapan
bahan

baku

dan

proses

penguraian

anaerobik

oleh

mikroorganisme untuk menghasilkan gas metana. Biogas berasal

dari

hasil

fermentasi

bahan-bahan

organik

diantaranya

(Judoamidjojo dkk,1992) :
1.

Limbah tanaman : tebu, rumput-rumputan, jagung, gandum


dan lain-lain.

2.

Limbah dari hasil produksi :minyak, bagas, penggilingan padi,


limbah sagu.

3.

Hasil samping industri : tembakau, limbah pengolahan buahbuahan dan

4.

sayur-sayuran, dedak, kain dari tekstil, ampas tebu dari


industri gula dan

5.

tapioka, industri tahu (limbah cair).

6.

Limbah perairan : alga laut, tumbuh-tumbuhan air.

7.

Limbah peternakan : kotoran sapi, kerbau, kambing, unggas.


Ada beberapa jenis reaktor biogas yang dikembangkan diantaranya adalah

reaktor jenis kubah tetap (Fixed-dome), reactor terapung (Floating drum), reaktor
jenis balon, jenis horizontal, jenis lubang tanah, jenis ferrocement. Dari keenam
jenis digester biogas yang sering digunakan adalah jenis kubah tetap (Fixed-dome)
dan jenis Drum mengambang (Floating drum). Beberapa tahun terakhir ini
dikembangkan jenis reaktor balon yang banyak digunakan sebagai reaktor
sedehana dalam skala kecil.
1.

Reaktor kubah tetap (Fixed-dome)


Reaktor ini disebut juga reaktor china. Dinamakan demikian karena
reaktor ini dibuat pertama kali di China sekitar tahun 1930 an, kemudian
sejak saat itu reaktor ini berkembang dengan berbagai model. Pada reaktor ini

memiliki dua bagian yaitu digester sebagai tempat pencerna material biogas
dan sebagai rumah bagi bakteri,baik bakteri pembentuk asam ataupun bakteri
pembentu gas metana. bagian ini dapat dibuat dengan kedalaman tertentu
menggunakan batu, batu bata atau beton. Strukturnya harus kuat kaerna
menahan gas agar tidak terjadi kebocoran. Bagian yang kedua adalah kubah
tetap (fixed-dome). Dinamakan kubah tetap karena bentunknya menyerupai
kubah dan bagian ini merupakan pengumpul gas yang tidak bergerak (fixed).
Gas yang dihasilkan dari material organik pada digester akan mengalir dan
disimpan di bagian kubah.
Keuntungan dari reaktor ini adalah biaya konstruksi lebih murah
daripada menggunaka reaktor terapung, karena tidak memiliki bagian yang
bergerak menggunakan besi yang tentunya harganya relatif lebih mahal dan
perawatannya lebih mudah. Sedangkan kerugian dari reaktor ini adalah
seringnya terjadi kehilangan gas pada bagian kubah karena konstruksi
tetapnya.

2.

Reaktor floating drum


Reaktor jenis terapung pertama kali dikembangkan di india pada tahun
1937 sehingga dinamakan dengan reaktor India. Memiliki bagian digester
yang sama dengan reaktor kubah, perbedaannya terletak pada bagian
penampung gas menggunakan peralatan bergerak menggunakan drum. Drum
ini dapat bergerak naik turun yang berfungsi untuk menyimpan gas hasil
fermentasi dalam digester. Pergerakan drum mengapung pada cairan dan
tergantung dari jumlah gas yang dihasilkan.

Keuntungan dari reaktor ini adalah dapat melihat secara langsung


volume gas yang tersimpan pada drum karena pergerakannya. Karena tempat
penyimpanan yang terapung sehingga tekanan gas konstan. Sedangkan
kerugiannya adalah biaya material konstruksi dari drum lebih mahal. faktor
korosi pada drum juga menjadi masalah sehingga bagian pengumpul gas pada
reaktor ini memiliki umur yang lebih pendek dibandingkan menggunakan tipe
kubah tetap.
3.

Reaktor balon
Reaktor balon merupakan jenis reaktor yang banyak digunakan pada
skala rumah tangga yang menggunakan bahan plastik sehingga lebih efisien
dalam penanganan dan perubahan tempat biogas. reaktor ini terdiri dari satu
bagian yang berfungsi sebagai digester dan penyimpan gas masing masing
bercampur dalam satu ruangan tanpa sekat. Material organik terletak dibagian
bawah karena memiliki berat yang lebih besar dibandingkan gas yang akan
mengisi pada rongga atas.
III. METODOLOGI
A. Alat dan Bahan

1.

Galon air 5 liter.

2.

Selang transparan ukuran .

3.

Kertas millimeter blok.

4.

Papan kayu.

5.

Thermometer bola basah dan bola kering.

6.

Timbangan digital.

7.

Lem.

8.

Thermometer infrared.

9.

pH meter.

10. Pisau.
11. Sayuran.
12. Limbah tahu.
13. Air.
14. Starter (EM4).

B.
1.

Prosedur Kerja

Menimbang bahan-bahan (ampas tahu, kangkung yang teha


dipotong-potong) sebanyak 3 kg.

2.

Menimbang air ampas tahu sebanyak 1 kg.

3.

Mencampurkan EM4 50 mL ke dalam air ampas tahu dan


diaduk-aduk.

4.

Mencampurkan Campuran EM4 dan air ampas tahu ke dalam


ampas tahu dan mengaduknya hingga merata.

5.

Mengukur pH awal dengan alat pH meter.

6.

Memasukkan bahan ke dalam digester buatan (galon).

7.

Memasang penutup yang dilengkapi selang.

8.

Mnempelkan

selang

pada

papan

yang

terdapat

kertas

millimeter blok.
9.

Selang dipasang sesuai prinsip manometer.

10. Menyuntikkan air berwarna sebagai indicator ada tidaknya

gas dan menentukan titik nol pengukuran.

11. Melakukan pengamatan terhadap suhu lingkungan, suhu

digester, ketinggian air pada pipa sebagai hasil biogas selama


15 hari.
12. Pada hari ke lima belas melakukan pengukuran pH akhir dan

uji biogas dengan nyala api.

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN


A. Hasil

Tabel 1. Hasil pengamatan suhu dan


hari.
Hari T lingkungan
T digester
bb
Bk
A
B
C
D
ke1.
27
27
27
27
27
27
26.8
27
27
27
27
27
2.
26.8
27
27
27
27
27
3.
27
27
27
27
27
27
4.
5.
27
27
26
26
26
26
6.
27
27
27
27
27
27
7.
27
27
27
27
27
27

volume biogas selama 15

A
3
4
4
2.6
2
3
2

Volume Gas
B
C
3
160
35
153
26
150
26
150
26
149
33
148
41
146

D
6
6
6
5
5
5
7

8.
27
27
27
27
27
27
2
58
9.
27
27
27
27
27
27
2
85
10
27
27
27
27
27
27
2
149
11.
27
27
27
27
27
27
2
149
12.
28
27
27
27
27
27
2
149
13
27
27
27
27
27
27
2
116
14.
27
27
27
27
27
27
1
127
15.
27
27
27
27
27
27
7
128
Keterangan: A = Sayuran 3 kg, B = Limbah
Sayuran 1 kg dan limbah tahu 2 kg, D
dan limbah tahu 1 kg.

146
5
146
5
50
4
40
4
49
5
48
4
45
3
48
3
tahu 3 kg,C =
= Sayuran 2 kg

Tabel 2. Hasil pengukuran pH awal dan akhir bahan.


pH
A
B
C
D
Awal
5
5.41
4.82
4.71
Akhir
4.5
6.61
4.5
5
Keterangan: A = Sayuran 3 kg, B = Limbah tahu 3 kg,C =
Sayuran 1 kg dan limbah tahu 2 kg, D = Sayuran 2 kg
dan limbah tahu 1 kg.

B.

Pembahasan

Biogas merupakan sebuah gas yang dibuat melalui proses biologis dari
material organik dengan bantuan suatu bakteri. Proses degradasi material organik
ini dilakukan tanpa melibatkan oksigen atau yang disebut dengan anaerobic
digestion dengan gas yang dihasilkan sebagian besar (lebih 50%) berupa metana
(CH4) sedangkan sisanya berupa gas CO2, H2S dan beberapa trace element
(Maynell, 1981).
Biogas merupakan sebuah proses produksi gas bio dari material organik
dengan bantuan bakteri. Proses degradasi material organik ini tanpa melibatkan
oksigen disebut anaerobic digestion. Gas yang dihasilkan sebagian besar (lebih 50
% ) berupa metana. Material organik yang terkumpul pada digester (reaktor) akan
diuraiakan menjadi dua tahap dengan bantuan dua jenis bakteri. Tahap pertama

material orgranik akan didegradasi menjadi asam asam lemah dengan bantuan
bakteri pembentuk asam. Bakteri ini akan menguraikan sampah pada tingkat
hidrolisis dan asidifikasi. Hidrolisis yaitu penguraian senyawa kompleks atau
senyawa rantai panjang seperti lemak, protein, karbohidrat menjadi senyawa yang
sederhana. Sedangkan asifdifikasi yaitu pembentukan asam dari senyawa
sederhana (Pambudi, 2008).
Menurut Said (1999), menyatakan bahwa biogas merupakan gas yang
dapat dijadikan bahan bakar alternatif untuk menggantikan bahan bakar yang
berasal dari fosil seperti minyak tanah dan gas alam.
Biogas juga sebagai salah satu jenis bioenergi yang didefinisikan sebagai gas
yang dilepaskan jika bahan-bahan organik seperti kotoran ternak, kotoran
manusia, jerami, sekam dan daun-daun hasil sortiransayur difermentasi atau
mengalami proses metanisasi (Hambali E. 2008).
Biogas adalah suatu jenis gas yang bisa dibakar, yang diproduksi melalui
proses fermentasi anaerobikbahan organik seperti kotoran ternak dan manusia,
biomassa limbah pertanian atau campurankeduanya, didalam suatu ruang
pencerna (digester). Komposisi biogas yang dihasilkan dari fermentasitersesbut
terbesar adalah gas methan (CH4) sekitar 54-70% serta gas karbondioksida (CO2)
sekitar 27-45%. Gas methan (CH4) yang merupakan komponen utama biogas
merupakan bahan bakar yangberguna karena mempunyai nilai kalor yang cukup
tinggi, yaitu sekitar 4800 sampai 6700 kkal/m,sedangkan gas metana murni
mengandung energi 8900 Kkal/m. Karena nilai kalor yang cukup tinggiitulah
biogas dapat dipergunakan untuk keperluan penerangan, memasak, menggerakkan

mesin dansebagainya. Sistim produksi biogas juga mempunyai beberapa


keuntungan seperti mengurangi pengaruh gas rumah kaca, mengurangi polusi bau
yang tidak sedap (Nurhasanah 2005).
Harahap dkk, (1978) menyatakan bahwa gasbio, merupakan bahan bakar
berguna yang dapat diperoleh dengan memproses limbah di dalam alat yang
dinamakan

penghasil

gasbio

Dinyatakan

pula

bahwa

gasbio

memiliki

nilakalorinya cukup tinggi, yaitu dalam kisaran 4.800-6.700 Kcal/m 3, dimana gas
methana murni (100%) mempunyai nilai kalori 8.900 Kcal/m3.
Menurut Setiawan (2008), menyatakan bahwa biogas (gas
bio) merupakan gas yang ditimbulkan jika bahan bahan organik,
seperti kotoran hewan, kotoran manusia, atau sampah, direndam
didalam air dan disimpan di dalam tempat tertutup atau
anaerob.

Sedangkan

menurut

Simamora,

Set

al.

(2006),

menyatakan bahwa proses terjadinya biogas adalah fermentasi


anaerob bahan organik yang dilakukan oleh mikroorganisme
sehingga menghasilkan gas yang mudah terbakar (flammable).
Secara kimia, reaksi yang terjadi pada pembuatan biogas cukup
panjang dan rumit,meliputi tahap hidrolisis, tahap pengasaman,
dan tahap metanogenik.
Yadvika et al. (2004) menyebutkan bahwa salah satu faktor penting dalam
proses fermentasi anaerob adalah pH. pH dalam digester harus dijaga pada kisaran
6,8 7. Igoni et al. (2008) menyebutkan bahwa proses anaerobic digestion
berlangsung pada kisaran pH 6 8 dengan pH optimal + 7. Penurunan produksi

biogas mengindikasikan penurunan tingkat hidrolisis zat organik yang dapat


disebabkan oleh kondisi substrat dalam digester. Polprasert (1989) menyebutkan
bahwa tingkat hidrolisis dipengaruhi oleh kondisi substrat, konsentrasi bakteri,
serta kondisi lingkungan seperti pH dan suhu. Veeken et al. (2000) juga
menyatakan bahwa tingkat hidrolisis merupakan fungsi dari pH, suhu, komposisi
dan ukuran partikel substrat serta konsentrasi dari produk-produk intermedit.
Kondisi suhu dan pH dalam digester sangat memungkinkan terjadinya
proses hidrolisis, terutama parameter pH, dimana pH optimum untuk proses
hidrolisis adalah 5,5 6,5 (Arshad et al., 2011 dalam Jha et al., 2011). Tahap
hidrolisis merupakan tahap pengendali waktu dalam anaerobic digestion (Veeken
et al., 2000). Penurunan tingkat hidrolisis dapat mengakibatkan proses-proses
selanjutnya, yaitu asidifikasi dan metanasi, juga berlangsung lambat.
Faktor pH sangat berperan, karena pada rentang pH yang
tidak sesuai, mikroba tidak dapat tumbuh dengan maksimum
dan bahkan dapat menyebabkan kematian yang pada akhirnya
dapat

menghambat

perolehan

gas

metana.

Bakteri-bakteri

anaerob membutuhkan pH optimal antara 6,2 7,6, tetapi yang


baik adalah 6,6 7,5. Tangki pencerna dapat dikatakan stabil
apabila larutannya mempunyai pH 7,5 8,5. Batas bawah pH
adalah 6,2, dibawah pH tersebut larutan sudah toxic, maksudnya
bakteri pembentuk biogas tidak aktif. Pengontrolan pH secara
alamiah dilakukan oleh ion NH4+ dan HCO3-. Ion-ion ini akan
menentukan besarnya pH. Pada praktikum ini pH awal bahan dari

keseluruhan berkisar 4-5, sedangkan pH akhir bahan berkisar 47.


Perkembangbiakan

bakteri

sangat

dipengaruhi

oleh

temperatur, dekomposisi secara anaerobik biasanya terjadi pada


suhu 0C -69C, tetapi pada suhu dibawah 16C reaksi berjalan
sangat lambat, Suhu ideal untuk reaksi adalah 23C -35C. Pada
praktikum ini suhu digester selama 15 hari untuk perlakuan A, B,
C, dan D relative konstan yaitu 26-27 oC. Suhu digester tidak
berpengaruh nyata terhadap volume gas yang dihasilkan.
Volume gas yang dihasilkan sangat fluktuatif

dari berbagai

perlakuan.
Tabel 3. Hasil pengamatan suhu dan volume biogas selama 15
hari.
Hari T lingkungan
T digester
Volume Gas
Bb
bk
A
B
C
D
A
B
C
D
ke1.
27
27
27
27
27
27
3
3
160
6
26.8
27
27
27
27
27
2.
4
35
153
6
26.8
27
27
27
27
27
3.
4
26
150
6
27
27
27
27
27
27
2.6
4.
26
150
5
5.
27
27
26
26
26
26
2
26
149
5
6.
27
27
27
27
27
27
3
33
148
5
7.
27
27
27
27
27
27
2
41
146
7
8.
27
27
27
27
27
27
2
58
146
5
9.
27
27
27
27
27
27
2
85
146
5
10
27
27
27
27
27
27
2
149
50
4
11.
27
27
27
27
27
27
2
149
40
4
12.
28
27
27
27
27
27
2
149
49
5
13
27
27
27
27
27
27
2
116
48
4
14.
27
27
27
27
27
27
1
127
45
3
15.
27
27
27
27
27
27
7
128
48
3
Keterangan: A = Sayuran 3 kg, B = Limbah tahu 3 kg,C =
Sayuran 1 kg dan limbah tahu 2 kg, D = Sayuran 2 kg
dan limbah tahu 1 kg.

Grafik 1. Hubungan anatara suhu digester dengan volume gas

Grafik 1 menunjukkan bahwa volume gas tertinggi yang


dihasilkan yaitu dari perlakuan C dan volume biogas terendah
dihasilkan dari perlakuan A dan D. Suhu pada ke empat
perlakuan tersebut hampir mendekati sama, namun hanya
perlakuan C yang menghasilkan volume terbesar.
Tabel 2. Hasil pengukuran pH awal dan akhir bahan.
pH
A
B
C
D
Awal
5
5.41
4.82
4.71
Akhir
4.5
6.61
4.5
5
Keterangan: A = Sayuran 3 kg, B = Limbah tahu 3 kg,C =
Sayuran 1 kg dan limbah tahu 2 kg, D = Sayuran 2 kg
dan limbah tahu 1 kg.
Grafik 2. Hubungan antara pH awal dengan volume biogas.

Grafik 2 menunjukkan bahwa volume gas tertinggi yang


dihasilkan yaitu dari perlakuan C dan volume biogas terendah
dihasilkan dari perlakuan A dan B. Jadi dapat disimpulkan bahwa
semakin tinggi pH semakin besar gas yang dihasilkan. Namun
perlu diketahui bahwa pH optimum yang dapat digunakan adalah
6,6 7,5.

Grafik 3. Hubungan antara pH awal dengan volume biogas.

Grafik 3 menunjukkan bahwa volume gas tertinggi yang


dihasilkan yaitu dari perlakuan C dan volume biogas terendah
dihasilkan dari perlakuan A dan B. Jadi dapat disimpulkan bahwa
semakin tinggi pH semakin besar gas yang dihasilkan. Namun
perlu diketahui bahwa pH optimum yang dapat digunakan adalah
6,6 7,5.
Laju proses anaerob yang tinggi sangat ditentukan oleh
faktor-faktor yang mempengaruhi mikroorganisme, diantaranya
temperatur, pH, salinitas dan ion kuat, nutrisi, inhibisi dan kadar
keracunan pada proses, dan konsentrasi padatan. Berikut ini
adalah pembahasan tentang faktor-faktor tersebut.
1.

Temperatur
Gabungan
kelompok

bakteri

temperatur

anaerob
utama.

bekerja

Temperatur

dibawah
kriofilik

tiga
yakni

kurang dari 20o C, mesofilik berlangsung pada temperatur 2045oC (optimum pada 30-45oC) dan termofilik terjadi pada
temperatur 40-800C (optimum pada 55-75oC).
2.

Derajat keasaman ( pH )
Faktor pH sangat berperan, karena pada rentang pH
yang tidak sesuai, mikroba tidak dapat tumbuh dengan
maksimum dan bahkan dapat menyebabkan kematian yang
pada akhirnya dapat menghambat perolehan gas metana.
Bakteri-bakteri anaerob membutuhkan pH optimal antara 6,2
7,6, tetapi yang baik adalah 6,6 7,5. Tangki pencerna
dapat dikatakan stabil apabila larutannya mempunyai pH 7,5
8,5. Batas bawah pH adalah 6,2, dibawah pH tersebut
larutan sudah toxic, maksudnya bakteri pembentuk biogas
tidak aktif. Pengontrolan pH secara alamiah dilakukan oleh
ion NH4+ dan HCO3-. Ion-ion ini akan menentukan besarnya
pH.

3.

Nutrisi
Mikroorganisme

membutuhkan

beberapa

vitamin

esensial dan asam amino. Zat tersebut dapat disuplai ke


media kultur dengan memberikan nutrisi tertentu untuk
pertumbuhan
dibutuhkan

dan

metabolismenya.

mikronutrien

mikroorganisme,

misalnya

untuk
besi,

Selain

itu

juga

meningkatkan

aktivitas

magnesium,

kalsium,

natrium, barium, selenium, kobalt dan lain-lain (Malina,1992).


Bakteri anaerobik membutuhkan nutrisi sebagai sumber
energi

yang

mengandung

nitrogen,

fosfor,

magnesium,

sodium, mangan, kalsium dan kobalt. Level nutrisi harus


sekurangnya lebih dari konsentrasi optimum yang dibutuhkan
oleh bakteri metanogenik, karena apabila terjadi kekurangan
nutrisi akan menjadi penghambat bagi pertumbuhan bakteri.
Penambahan nutrisi dengan bahan yang sederhana seperti
glukosa, buangan industri, dan sisa sisa tanaman terkadang
diberikan dengan tujuan menambah pertumbuhan di dalam
digester (Gunerson and Stuckey, 1986).
4.

Keracunan dan Hambatan


Keracunan (toxicity) dan hambatan (inhibition) proses
anaerob dapat disebabkan oleh berbagai hal, misalnya
produk antara asam lemak mudah menguap (volatile) yang
dapat mempengaruhi pH. Zat-zat penghambat lain terhadap
aktivitas mikroorganisme pada proses anaerob diantaranya
kandungan logam berat sianida.

5.

Faktor Konsentrasi Padatan


Konsentrasi ideal padatan untuk memproduksi biogas
adalah 7-9% kandungan kering. Kondisi ini dapat membuat
proses digester anaerob berjalan dengan baik.

6.

Penentuan Kadar Metana dengan BMP


Uji BMP (Biochemical Methane Potential) ditunjukan
untuk mengukur gas metana yang dihasilkan selama masa
inkubasi secara anaerob pada media kimia. Uji BMP dilakukan
dengan cara menempatkan cairan contoh, inokulan (biakan
bakteri anaeorob) dan media kimia dalam botol serum. Botol
serum ini, diinkubasi pada suhu 35oC, lalu pengukuran

dilakukan selama masa inkubasi secara periodik (biasanya


setiap 5 hari), sehingga pada akhir masa inkubasi (hari ke-30)
didapatkan akumulasi gas metana. Pengukuran dilakukan
dengan memasukkan jarum suntik (metoda syringe) ke botol
serum.
7.

Rasio Carbon Nitrogen (C/N)


Proses anaerobik akan optimal bila diberikan bahan
makanan yang mengandung karbon dan nitrogen secara
bersamaan. CN ratio menunjukkan perbandingan jumlah dari
kedua elemen tersebut. Pada bahan yang memiliki jumlah
karbon 15 kali dari jumlah nitrogen akan memiliki C/N ratio 15
berbanding 1. C/N ratio dengan nilai 30 (C/N = 30/1 atau
karbon 30 kali dari jumlah nitrogen) akan menciptakan proses
pencernaan pada tingkat yang optimum, bila kondisi yang
lain juga mendukung. Bila terlalu banyak karbon, nitrogen
akan habis terlebih dahulu. Hal ini akan menyebabkan proses
berjalan dengan lambat. Bila nitrogen terlalu banyak (C/N
ratio rendah; misalnya 30/15), maka karbon habis lebih dulu
dan

proses

fermentasi

berhenti Sebuah

penelitian

menunjukkan bahwa aktivitas metabolisme dari bakteri


methanogenik akan optimal pada nilai rasio C/N sekitar 8-20.
8.

Ketersediaan Unsur Hara,


Bakteri anaerobik membutuhkan nutrisi sebagai sumber
energi yang mengandung nitrogen, fosfor, magnesium,
sodium, mangan, kalsium dan kobalt (Space and McCarthy
didalam Gunerson and Stuckey, 1986). Level nutrisi harus

sekurangnya

lebih

dari

konsentrasi

optimum

yang

dibutuhkan oleh bakteri metanogenik, karena apabila terjadi


kekurangan

nutrisi

akan

menjadi

penghambat

bagi

pertumbuhan bakteri. Penambahan nutrisi dengan bahan


yang sederhana seperti glukosa, buangan industri, dan sisa
sisa tanaman terkadang diberikan dengan tujuan menambah
pertumbuhan di dalam digester .
9.

Kandungan Padatan dan Pencampuran Substrat


Walaupun tidak ada informasi yang pasti, mobilitas
bakteri metanogen di dalam bahan secara berangsur
angsur dihalangi oleh peningkatan kandungan padatan yang
berakibat terhambatnya pembentukan biogas. Selain itu yang
terpenting untuk proses fermentasi yang baik diperlukan
pencampuran bahan yang baik akan menjamin proses
fermentasi yang stabil di dalam pencerna. Hal yang paling
penting dalam pencampuran bahan adalah menghilangkan
unsur unsur hasil metabolisme berupa gas (metabolites)
yang dihasilkan oleh bakteri metanogen, mencampurkan
bahan segar dengan populasi bakteri agar proses fermentasi
merata,

menyeragamkan

pencerna,

temperatur

menyeragamkan

kerapatan

di

seluruh

sebaran

bagian
populasi

bakteri, dan mencegah ruang kosong pada campuran bahan.


Konversi limbah melalui proses anaerobik digestion dengan
menghasilkan biogas memiliki beberapa keuntungan, yaitu :

1.

Biogas merupakan energi tanpa menggunakan material yang


masih memiliki manfaat termasuk biomassa sehingga biogas
tidak

merusak

keseimbangan

karbondioksida

yang

diakibatkan oleh penggundulan hutan (deforestation) dan


perusakan tanah.
2.

Energi biogas dapat berfungsi sebagai energi pengganti


bahan bakar fosil sehingga akan menurunkan gas rumah kaca
di atmosfer dan emisi lainnya.

3.

Metana

merupakan

salah

satu

gas

rumah

kaca

yang

keberadaannya duatmosfer akan meningkatkan temperatur,


dengan menggunakan biogas sebagai bahan bakar maka
akan mengurangi gas metana di udara.
4.

Limbah

berupa

sampah

kotoran

hewan

dan

manusia

merupakan material yang tidak bermanfaaat, bahkan bisa


menngakibatkan racun yang sangat berbahaya. Aplikasi
anaerobik digestion akan meminimalkan efek tersebut dan
meningkatkan nilai manfaat dari limbah.
5.

Selain keuntungan energi yang didapat dari proses anaerobik


digestion dengan menghasilkan gas bio, produk samping
seperti

sludge.

Meterial

ini

diperoleh

dari

sisa

proses

anaerobik digestion yang berupa padat dan cair. Masingmasing dapat digunakan sebagai pupuk berupa pupuk cair
dan pupuk padat.

6.

Mengurangi penggunaan bahan bakar lain (minyak tanah,


kayu, dsb) oleh rumah tangga atau komunitas. Biogas dapat
dimanfaatkan sebagai bahan bakar pengganti minyak tanah
atau kayu pada saat kita memasak, sehingga kita tidak
terlalu

bergantung

pada

energi

fosil,

kita

juga

bisa

menghemat penggunaan energi fosil yang mulai berkurang


keberadaannya.
7.

Menjadi metode pengolahan sampah (raw waste) yang baik


dan mengurangi pembuangan sampah ke lingkungan (aliran
air/sungai). Biogas bisa dibuat dari limbah limbah yang
sebelumnya tidak bermanfaat contohnya : ampas tahu,
kotoran sapi , sisa sayuran dan lain- lain yang biasanya
dibuang ke sungai atau tidak digunakan. Dari limbah limbah
tadi kita olah menjadi biogas yang dapat dimanfaatkan
sebagai bahan bakar alternatif yang labih berguna.

8.

Secara ekonomi, murah dalam instalasi serta menjadi investasi


yang menguntungkan dalam jangka panjang.

V.

KESIMPULAN DAN SARAN


A. Kesimpulan

1.

Proses pembuatan biogas yaitu dengan menyediakan limbah


tahu dan kangkung yang dicampurkan dengan EM4 yang
kemudian dimasukkan kedalam gallon dan diamati selama 15
hari.

2.

Besar gas yang dihasilkan setiap limbah berbeda-beda dan


menurut

hasil

praktikum

dengan

limbah

tahu

kg

mempunyai hasil yang paling besar pada hari ke 10 dan ke


15.
3.

Pengaruh komposisi dan kombinasi pada setiap perlakuan


terhadap

produksi

gas

tentunya

berbeda-beda.

Biogas

dengan bahan sayur 1 kg limbah tahu 2 kg mempunyai hasil

yang paling tinggi gasnya untuk setiap harinya dalam 15 hari


pengamatan. Dan untuk bahan sayur 3 kg menghasilkan
biogas paling rendah setiap harinya.
B. Saran
Sebaiknya dalam praktikum lebih kondusif lagi, terkait
pengamatan sebaiknya dijadwal per kelompok mengamati pada
hari tertentu sehingga data yang didapatkan lebih akurat.

DAFTAR PUSTAKA

Hambali E. 2008. 1999. Pengaruh Pupuk Organk Dan Pupuk Kandang Sapi edisi
3. Agro Media. Jakarta.
Gunderson, C.G. and Stuckey, C.G. 1986. Anaerobic Digestion: Principles and
Practices for Biogas System. The World bank Washington, D.C.,
USA.
Harahap F M, Apandi dan Ginting S. 1978. Teknologi Gasbio. Pusat Teknologi
Pembangunan Institut Teknologi Bandung. Bandung .
Igoni, A.H., Ayotamuno, M.J., Eze, C.L., Ogaji, S.O.T., Probert, S.D. 2008.
Designs of anaerobic digesters for producing biogas from municipal
solid-waste. Applied Energy 85: 430 438.
Juanga, A. (2007). Biogas untuk Masa Depan Pengganti BBM. Jurnal Ilmiah
Indonesia. Volume (4):25. Paimin, Farry, B. 1995. Alat Pembuatan
biogas Dari Drum. Jakarta: Penebar Swadaya.

Judoamidjojo, dkk. 1992. Teknologi Fermentasi. Edisi 1 cetakan 1. Jakarta:


Rajawali Press.
Malina, J. F., and Pohland F. G. 1992. Design of Anaerobic Processes For The
Treatment of Industrial and Municipal Wastes. Water Quality
Management Library Vol.7. Technomic Publishing Company. USA.
Maynell, B. (1981). Research of Methane in Biogass Production. Journal of
Science and Technology. Volume (19):388.
Nurhasanah. 2005. Biogas Sebagai Energi Alternatif. penerbit Media Pustaka
Press. Jakarta.
Pambudi, N. A., 2008. Konservasi energi. http://ditnaga-dikti.org [13 Desember
2014].
Polprasert, Chongrak. 1989. Organic Waste Recycling. Great Britain: John
Wiley & Sons Ltd.
Said H. 1999. Biokonversi. Departemen P dan K, Dirjen. Dikti. PAU Bioteknologi
IPB, Bogor.
Setiawan, A.I. 2008. Memanfatkan Kotoran Ternak. Cet 14. Jakarta: Penebar
Swadaya.
Simamora, S. et al. 2006. Membuat Biogas Pengganti Bahan Bakar Minyak Dan
Gas Dari Kotoran Ternak. Jakarta: Agro Media Pustaka.
Veeken, A., Kalyuzhnyi, S., Scharff, H., Hamelars, B. 2000. Effect of pH and VFA
on hydrolysis of organic solid waste. Journal of Environmental 9
Engineering, Vol. 126, No.12, page 1076 1081.
Yadvika, Santosh, Sreekrishnan, T.R., Kohli, S., Rana, V. 2004. Enhancement of
biogas production from solid substrates using different techniques
a review. Bioresource Technology 95: 110.

You might also like