You are on page 1of 85

Ketuban Pecah Dini

Filed under: med papers,ObGyn ningrum @ 1:56 pm


PENDAHULUAN
Pada umumnya ketuban akan pecah saat inpartu,
menjelang pembukaan lengkap, yang selanjutnya diikuti
oleh tekanan langsung pada pleksus Frankenhausen,
sehingga parturien akan mengejan secara reflex.
Ketuban pecah dini adalah pecahnya ketuban sebelum
waktunya tanpa disertai tanda inpartu dan setelah satu
jam tetap tidak diikuti dengan proses inpartu
sebagaimana mestinya. Sebagian besar pecahnya
ketuban secara dini terjadi sekitar usia kehamilan 37
minggu.1
Pengelolaan ketuban pecah dini merupakan masalah
yang masih kontroversial dalam kebidanan. Pengelolaan
yang optimal dan baku masih belum ada, selalu berubah.
KPD seringkali menimbulkan konsekuensi yang dapat
menimbulkan morbiditas dan mortalitas pada ibu
maupun bayi terutama kematian perinatal yang cukup
tinggi. Kematian perinatal yang cukup tinggi ini antara
lain disebabkan karena kematian akibat kurang bulan,
dan kejadian infeksi yang meningkat karena partus tak
maju, partus lama dan partus buatan yang sering
dijumpai pada pengelolaan kasus KPD terutama pada
pengelolaan konservatif.5
DEFINISI
Ada bermacam-macam batasan, teori dan definisi
mengenai KPD. Beberapa penulis mendefinisikan KPD
yaitu apabila ketuban pecah spontan dan tidak diikuti
tanda-tanda persalinan, ada teori yang menghitung

beberapa jam sebelum inpartu, misalnya 1 jam atau 6


jam sebelum inpartu. Ada juga yang menyatakan dalam
ukuran pembukaan servik pada kala I, misalnya ketuban
pecah sebelum pembukaan servik pada primigravida 3
cm dan pada multigravida kurang dari 5 cm.3,5
Ketuban Pecah Dini adalah pecahnya membran
korioamnion sebelum inpartu. Periode laten adalah jarak
antara pecahnya ketuban dan inpartu. Tidak ada
kesepakatan tentang lamanya jarak antara pecahnya
ketuban dan inpartu yang dibutuhkan untuk
mendiagnosa KPD. Rentang waktu yang telah diajukan
dalam laporan yang berbeda-beda, berkisar antara 1
12 jam. Beberapa penulis menyarankan istilah KPD
lama untuk menjelaskan periode laten yang lebih dari
24 jam, namun jarang digunakan. Akibat dari KPD
tergantung kepada usia kehamilan. Karenanya, kondisi
tersebut diklasifikasikan kepada KPD preterm atau
KPD aterm, tergantung apakah munculnya sebelum
atau sesudah masa kehamilan 37 minggu.4
EPIDEMIOLOGI
Beberapa peneliti melaporkan hasil penelitian mereka
dan didapatkan hasil yang bervariasi. Insidensi KPD
berkisar antara 8 10 % dari semua kehamilan. Hal
yang menguntungkan dari angka kejadian KPD yang
dilaporkan, bahwa lebih banyak terjadi pada kehamilan
yang cukup bulan dari pada yang kurang bulan, yaitu
sekitar 95 %, sedangkan pada kehamilan tidak cukup
bulan atau KPD pada kehamilan preterm terjadi sekitar
34 % semua kelahiran prematur.
KPD merupakan komplikasi yang berhubungan dengan
kehamilan kurang bulan, dan mempunyai kontribusi yang
besar pada angka kematian perinatal pada bayi yang

kurang bulan. Pengelolaan KPD pada kehamilan kurang


dari 34 minggu sangat komplek, bertujuan untuk
menghilangkan kemungkinan terjadinya prematuritas
dan RDS.1,3,5
FISIOLOGI AIR KETUBAN2,4

Volume air ketuban pada kehamilan cukup bulan


adalah 1000 1500 cc
Ciri-ciri kimiawi

Air ketuban berwarna putih kekeruhan, berbau khas


amis, dan berasa manis, reaksinya agak alkalis atau
netral, berat jenis 1,008. Komposisinya terdiri atas 98 %
air, sisanya albumin, urea, asam urik, kreatinin, sel-sel
epitel, rambut lanugo, verniks kaseosa dan garam
anorganik. Kadar protein kira-kira 2,6 gr % per liter
terutama sebagai albumin.
Dijumpai lecitin spingomyelin dalam air ketuban amat
berguna untuk mengetahui apakah janin sudah
mempunyai paru-paru yang matang. Sebab peningkatan
kadar lecitin pertanda bahwa permukaan paru-paru
diliputi zat surfaktan. Ini merupakan syarat bagi paruparu untuk berkembang dan bernapas. Bila persalinan
berjalan lama atau ada gawat janin atau pada letak
sungsang akan kita jumpai warna ketuban keruh
kehijau-hijauan, karena telah bercampur dengan
mekonium.

Fungsi Air Ketuban

1. Untuk proteksi janin.


2. Untuk mencegah perlengketan janin dengan amnion.
3. Agar janin dapat bergerak dengan bebas.
4. Regulasi terhadap panas dan perubahan suhu.
5. Mungkin untuk menambah suplai cairan janin,
dengan cara ditelan atau diminum yang kemudian
dikeluarkan melalui kencing janin.
6. Meratakan tekanan intra uterin dan membersihkan
jalan lahir bila ketuban pecah.
7. Peredaran air ketuban dengan darah cukup lancar
dan perputarannya cepat, kira-kira 350-500 cc.

Asal Air Ketuban

1. Kencing janin (fetal urin)


2. Transudasi dari darah ibu
3. Sekresi dari epitel amnion
4. Asal campuran (mixed origin)

Cara mengenali air ketuban

Dengan lakmus
Makroskopis

Bau amis, adanya lanugo dan verniks


kaseosa
Bercampur mekonium

Mikroskopis

Lanugo dan rambut

Laboratorium

ETIOLOGI
Faktor-faktor yang berhubungan erat dengan KPD,
namun faktor-faktor mana yang lebih berperan sulit
diketahui. Kemungkinan yang menjadi faktor
predesposisi adalah:

Infeksi
Infeksi yang terjadi secara langsung pada selaput
ketuban maupun asenden dari vagina atau infeksi
pada cairan ketuban bisa menyebabkan terjadinya
KPD.
Servik yang inkompetensia, kanalis sevikalis yang
selalu terbuka oleh karena kelainan pada servik uteri
(akibat persalinan, curetage).
Tekanan intra uterin yang meninggi atau meningkat
secara berlebihan (overdistensi uterus) misalnya
trauma, hidramnion, gemelli. Trauma oleh beberapa
ahli disepakati sebagai faktor predisisi atau
penyebab terjadinya KPD.
Trauma yang didapat misalnya hubungan seksual,
pemeriksaan dalam, maupun amnosintesis
menyebabakan terjadinya KPD karena biasanya
disertai infeksi.

Kelainan letak, misalnya sungsang, sehingga tidak


ada bagian terendah yang menutupi pintu atas
panggul (PAP) yang dapat menghalangi tekanan
terhadap membran bagian bawah.
Keadaan sosial ekonomi.

PATOGENESIS2,4
Taylor dkk. telah menyelidiki hal ini, ternyata ada
hubungannya dengan hal-hal berikut :

Adanya hipermotilitas rahim yang sudah lama.


Adanya hipermotilitas rahim yang sudah lama terjadi
sebelum ketuban pecah. Penyakit-penyakit seperti
pielonefritis- sistitis, servisitis dan vaginitis terdapat
bersama-sama dengan hipermotilitas rahim ini.
o Selaput ketuban terlalu tipis (kelainan ketuban)
o Infeksi (amnionitis atau korioamnionitis)
o Faktor-faktor lain yang merupakan predisposisi
ialah: multipara, malposisi, disproporsi, cerviks
inkompeten dan lain-lain.
o Ketuban pecah dini artifisial (amniotomi),
dimana ketuban dipecahkan terlalu dini.

Kadang-kadang agak sulit atau meragukan kita apakah


ketuban sudah benar pecah atau belum, apalagi bila
pembukaan kanalis servikalis belum ada atau kecil. Cara
menentukannya adalah dengan :
1. Memeriksa adanya cairan yang berisi mekonium,
verniks kaseosa, rambut lanugo, atau bila telah
terinfeksi jadi berbau.
2. Inspekulo: lihat dan perhatikan apakah memang air
ketuban keluar dari kanalis servikalis dan apakah
ada bagian yang sudah pecah.

3. Gunakan kertas lakmus (litmus) : Bila menjadi biru


(basa) air ketuban. Bila menjadi merah (asam)
air kemih (urin)
4. Pemeriksaan pH forniks posterior pada PROM pH
adalah basa (air ketuban).
5. Pemeriksaan histopatologi air ketuban.
6. Aborization dan sitologi air ketuban
PROM berpengaruh terhadap kehamilan dan persalinan.
Jarak antara pecahnya ketuban dan permulaan dari
persalinan disebut periode laten = LP = lag period. Makin
muda umur kehamilan makin memanjang LP nya.
Sedangkan lamanya persalinan lebih pendek dari biasa,
yaitu pada primi 10 jam dan multi 6 jam.
Faktor risiko ketuban pecah dini / persalinan
preterm :
1. Kehamilan multipel : kembar dua (50%), kembar
tiga (90%)
2. Riwayat persalinan preterm sebelumnya : risiko 2
4x
3. Tindakan sanggama : TIDAK berpengaruh kepada
risiko, KECUALI jika higiene buruk, predisposisi
terhadap infeksi
4. Perdarahan pervaginam : trimester pertama (risiko
2x), trimester kedua/ketiga (20x)
5. Bakteriuria : risiko 2x (prevalensi 7%)
6. pH vagina di atas 4.5 : risiko 32% (vs. 16%)
7. Servix tipis / kurang dari 39 mm : risiko 25% (vs.
7%)
8. Flora vagina abnormal : risiko 2-3x
9. Fibronectin > 50 ng/ml : risiko 83% (vs. 19%)

Kadar CRH (corticotropin releasing hormone) maternal


tinggi misalnya pada stress psikologis, dsb, dapat
menjadi stimulasi persalinan preterm (4,5,6,7)
DIAGNOSA1,3,5
Menegakkan diagnosa KPD secara tepat sangat penting.
Karena diagnosa yang positif palsu berarti melakukan
intervensi seperti melahirkan bayi terlalu awal atau
melakukan seksio yang sebetulnya tidak ada indikasinya.
Sebaliknya diagnosa yang negatif palsu berarti akan
membiarkan ibu dan janin mempunyai resiko infeksi
yang akan mengancam kehidupan janin, ibu atau
keduanya. Oleh karena itu diperlukan diagnosa yang
cepat dan tepat. Diagnosa KPD ditegakkan dengan cara :

Anamnesa

Penderita merasa basah pada vagina, atau mengeluarkan


cairan yang banyak secara tiba-tiba dari jalan lahir.
Cairan berbau khas, dan perlu juga diperhatikan warna
keluarnya cairan tersebut, his belum teratur atau belum
ada, dan belum ada pengeluaran lendir darah.

Inspeksi

Pengamatan dengan mata biasa akan tampak keluarnya


cairan dari vagina, bila ketuban baru pecah dan jumlah
air ketuban masih banyak, pemeriksaan ini akan lebih
jelas.

Pemeriksaan dengan spekulum.

Pemeriksaan dengan spekulum pada KPD akan tampak


keluar cairan dari orifisium uteri eksternum (OUE), kalau
belum juga tampak keluar, fundus uteri ditekan,
penderita diminta batuk, mengejan atau mengadakan

manuver valsava, atau bagian terendah digoyangkan,


akan tampak keluar cairan dari ostium uteri dan
terkumpul pada fornik anterior.

Pemeriksaan dalam

Didapat cairan di dalam vagina dan selaput ketuban


sudah tidak ada lagi. Mengenai pemeriksaan dalam
vagina dengan tocher perlu dipertimbangkan, pada
kehamilan yang kurang bulan yang belum dalam
persalinan tidak perlu diadakan pemeriksaan dalam.
Karena pada waktu pemeriksaan dalam, jari pemeriksa
akan mengakumulasi segmen bawah rahim dengan flora
vagina yang normal. Mikroorganisme tersebut bisa
dengan cepat menjadi patogen. Pemeriksaan dalam
vagina hanya dilakukan kalau KPD sudah dalam
persalinan atau yang dilakukan induksi persalinan dan
dibatasi sesedikit mungkin.

Pemeriksaan Penunjang

Pemeriksaan laboratorium

Cairan yang keluar dari vagina perlu diperiksa : warna,


konsentrasi, bau dan pH nya. Cairan yang keluar dari
vagina ini kecuali air ketuban mungkin juga urine atau
sekret vagina. Sekret vagina ibu hamil pH : 4-5, dengan
kertas nitrazin tidak berubah warna, tetap kuning.
Tes Lakmus (tes Nitrazin), jika kertas lakmus merah
berubah menjadi biru menunjukkan adanya air ketuban
(alkalis). pH air ketuban 7 7,5, darah dan infeksi
vagina dapat menghasilkan tes yang positif palsu.
Mikroskopik (tes pakis), dengan meneteskan air
ketuban pada gelas objek dan dibiarkan kering.

Pemeriksaan mikroskopik menunjukkan gambaran daun


pakis.

Pemeriksaan ultrasonografi (USG)

Pemeriksaan ini dimaksudkan untuk melihat jumlah


cairan ketuban dalam kavum uteri. Pada kasus KPD
terlihat jumlah cairan ketuban yang sedikit. Namun
sering terjadi kesalahan pada penderita oligohidromnion.
Walaupun pendekatan diagnosis KPD cukup banyak
macam dan caranya, namun pada umumnya KPD sudah
bisa terdiagnosis dengan anamnesa dan pemeriksaan
sederhana.
PENATALAKSANAAN1,3,5
Ketuban pecah dini termasuk dalam kehamilan beresiko
tinggi. Kesalahan dalam mengelola KPD akan membawa
akibat meningkatnya angka morbiditas dan mortalitas
ibu maupun bayinya.
Penatalaksaan KPD masih dilema bagi sebagian besar
ahli kebidanan, selama ada beberapa masalah yang
masih belum terjawab. Kasus KPD yang cukup bulan,
kalaupun segera mengakhiri kehamilan akan menaikkan
insidensi bedah sesar, dan kalau menunggu persalinan
spontan akan menaikkan insidensi chorioamnionitis.
Kasus KPD yang kurang bulan jika menempuh cara-cara
aktif harus dipastikan bahwa tidak akan terjadi RDS, dan
kalau menempuh cara konservatif dengan maksud untuk
memberi waktu pematangan paru, harus bisa memantau
keadaan janin dan infeksi yang akan memperjelek
prognosis janin.
Penatalaksanaan KPD tergantung pada umur kehamilan.
Kalau umur kehamilan tidak diketahui secara pasti

segera dilakukan pemeriksaan ultrasonografi (USG)


untuk mengetahui umur kehamilan dan letak janin.
Resiko yang lebih sering pada KPD dengan janin kurang
bulan adalah RDS dibandingkan dengan sepsis. Oleh
karena itu pada kehamilan kurang bulan perlu evaluasi
hati-hati untuk menentukan waktu yang optimal untuk
persalinan. Pada umur kehamilan 34 minggu atau lebih
biasanya paru-paru sudah matang, chorioamnionitis
yang diikuti dengan sepsis pada janin merupakan sebab
utama meningginya morbiditas dan mortalitas janin.
Pada kehamilan cukup bulan, infeksi janin langsung
berhubungan dengan lama pecahnya selaput ketuban
atau lamanya periode laten.
Kebanyakan penulis sepakat mengambil 2 faktor yang
harus dipertimbangkan dalam mengambil sikap atau
tindakan terhadap penderita KPD yaitu umur kehamilan
dan ada tidaknya tanda-tanda infeksi pada ibu.
A. Penatalaksanaan KPD pada kehamilan aterm (>
37 Minggu)
Beberapa penelitian menyebutkan lama periode laten
dan durasi KPD keduanya mempunyai hubungan yang
bermakna dengan peningkatan kejadian infeksi dan
komplikasi lain dari KPD. Jarak antara pecahnya ketuban
dan permulaan dari persalinan disebut periode latent =
LP = lag period. Makin muda umur kehamilan makin
memanjang LP-nya.
Pada hakekatnya kulit ketuban yang pecah akan
menginduksi persalinan dengan sendirinya. Sekitar 7080 % kehamilan genap bulan akan melahirkan dalam
waktu 24 jam setelah kulit ketuban pecah, bila dalam 24
jam setelah kulit ketuban pecah belum ada tanda-tanda

persalinan maka dilakukan induksi persalinan, dan bila


gagal dilakukan bedah caesar.
Pemberian antibiotik profilaksis dapat menurunkan
infeksi pada ibu. Walaupun antibiotik tidak berfaedah
terhadap janin dalam uterus namun pencegahan
terhadap chorioamninitis lebih penting dari pada
pengobatannya sehingga pemberian antibiotik profilaksis
perlu dilakukan. Waktu pemberian antibiotik hendaknya
diberikan segera setelah diagnosis KPD ditegakkan
dengan pertimbangan : tujuan profilaksis, lebih dari 6
jam kemungkinan infeksi telah terjadi, proses persalinan
umumnya berlangsung lebih dari 6 jam.
Beberapa penulis menyarankan bersikap aktif (induksi
persalinan) segera diberikan atau ditunggu sampai 6-8
jam dengan alasan penderita akan menjadi inpartu
dengan sendirinya. Dengan mempersingkat periode laten
durasi KPD dapat diperpendek sehingga resiko infeksi
dan trauma obstetrik karena partus tindakan dapat
dikurangi.
Pelaksanaan induksi persalinan perlu pengawasan yang
sangat ketat terhadap keadaan janin, ibu dan jalannya
proses persalinan yang berhubungan dengan
komplikasinya. Pengawasan yang kurang baik dapat
menimbulkan komplikasi yang fatal bagi bayi dan ibunya
(his terlalu kuat) atau proses persalinan menjadi
semakin berkepanjangan (his kurang kuat). Induksi
dilakukan dengan memperhatikan Bishop score, jika > 5
induksi dapat dilakukan, sebaliknya jika < 5, dilakukan
pematangan serviks, jika tidak berhasil akhiri persalinan
dengan seksio sesaria.
B. Penatalaksanaan KPD pada kehamilan preterm
(< 37 minggu)

Pada kasus-kasus KPD dengan umur kehamilan yang


kurang bulan tidak dijumpai tanda-tanda infeksi
pengelolaannya bersifat konservatif disertai pemberian
antibiotik yang adekuat sebagai profilaksis.
Penderita perlu dirawat di rumah sakit, ditidurkan dalam
posisi trendelenberg, tidak perlu dilakukan pemeriksaan
dalam untuk mencegah terjadinya infeksi dan kehamilan
diusahakan bisa mencapai 37 minggu, obat-obatan
uteronelaksen atau tocolitic agent diberikan juga
bertujuan menunda proses persalinan.
Tujuan dari pengelolaan konservatif dengan pemberian
kortikosteroid pada penderita KPD kehamilan kurang
bulan adalah agar tercapainya pematangan paru, jika
selama menunggu atau melakukan pengelolaan
konservatif tersebut muncul tanda-tanda infeksi, maka
segera dilakukan induksi persalinan tanpa memandang
umur kehamilan.
Induksi persalinan sebagai usaha agar persalinan mulai
berlangsung dengan jalan merangsang timbulnya his
ternyata dapat menimbulkan komplikasi-komplikasi yang
kadang-kadang tidak ringan. Komplikasi-komplikasi yang
dapat terjadi: gawat janin sampai matinya janin, tetani
uteri, ruptura uteri, emboli air ketuban, dan juga
mungkin terjadi intoksikasi.
Kegagalan dari induksi persalinan biasanya diselesaikan
dengan tindakan bedah sesar. Seperti halnya pada
pengelolaan KPD yang cukup bulan, tindakan bedah
sesar hendaknya dikerjakan bukan semata-mata karena
infeksi intrauterin tetapi seyogyanya ada indikasi
obstetrik yang lain, misalnya kelainan letak, gawat janin,
partus tak maju, dll.

Selain komplikasi-kompilkasi yang dapat terjadi akibat


tindakan aktif. Ternyata pengelolaan konservatif juga
dapat menyebabkan komplikasi yang berbahaya, maka
perlu dilakukan pengawasan yang ketat. Sehingga
dikatakan pengelolaan konservatif adalah menunggu
dengan penuh kewaspadaan terhadap kemungkinan
infeksi intrauterin.
Sikap konservatif meliputi pemeriksaan leukosit darah
tepi setiap hari, pemeriksaan tanda-tanda vital terutama
temperatur setiap 4 jam, pengawasan denyut jantung
janin, pemberian antibiotik mulai saat diagnosis
ditegakkan dan selanjutnya setiap 6 jam.
Pemberian kortikosteroid antenatal pada preterm KPD
telah dilaporkan secara pasti dapat menurunkan kejadian
RDS. The National Institutes of Health(NIH) telah
merekomendasikan penggunaan kortikosteroid pada
preterm KPD pada kehamilan 30-32 minggu yang tidak
ada infeksi intramanion. Sediaan terdiri atas
Betametason 2 dosis masing-masing 12 mg i.m tiap 24
jam atau Dexametason 4 dosis masing-masing 6 mg tiap
12 jam.
KOMPLIKASI

1. Infeksi intrauterin
2. Tali pusat menumbung
3. Prematuritas
4. Distosia (partus kering)
referensi
1. Manuaba, I.B.G dr. Prof.; Pengantar Kuliah Obstetri
: Ketuban Pecah Dini; Penerbit Buku Kedokteran
EGC, Jakarta 200?; hal 456-460.

2. Mochtar R. ; Sinopsis Obstetri Edisi I : Ketuban


Pecah Dini, Penerbit Buku Kedokteran EGC, Jakarta,
1998 : hal 285 287.
3. DeCherney, AH. MD et al; LANGE Current Diagnosis
& Treatment Obstetrics & Gynecology 10th edition :
Premature Rupture of Membranes; McGraw-Hill
2007; 279 281.
4. Reece, E.A MD at al; Clinical Obstetric The Fetus &
Mother 3rd edition : Prelabor rupture of the
mambranes; Blackwell Publishing 2007; 1130
1173.
5. Admin; Medicine and Linux (Kedokteran dan Linux) :
Ketuban Pecah Dini;
http//medlinux.blogspot.com/200711/Ketubanpecah-dini.html

Ketuban Pecah Dini (KPD)


22.45.00

No comments

Pengelolaan Ketuban Pecah Dini (KPD) merupakan masalah yang


masih kontroversial dalam kebidanan. Pengelolaan yang optimal dan
yang baku masih belum ada, selalu berubah. KPD sering kali
menimbulkan konsekuensi yang dapat menimbulkan morbiditas dan
mortalitas pada ibu maupun bayi terutama kematian perinatal yang
cukup tinggi. Kematian perinatal yang cukup tinggi ini antara lain
disebabkan karena kematian akibat kurang bulan, dan kejadian
infeksi yang meningkat karena partus tak maju, partus lama, dan

partus buatan yang sering dijumpai pada pengelolaan kasus KPD


terutama pada pengelolaan konservatif (1,2).
Dilema sering terjadi pada pengelolaan KPD dimana harus segera
bersikap aktif terutama pada kehamilan yang cukup bulan, atau harus
menunggu sampai terjadinya proses persalinan, sehingga masa
tunggu akan memanjang berikutnya akan meningkatkan kemungkinan
terjadinya infeksi. Sedangkan sikap konservatif ini sebaiknya
dilakukan pada KPD kehamilan kurang bulan dengan harapan
tercapainya pematangan paru dan berat badan janin yang cukup. (2,3,4)
Ada 2 komplikasi yang sering terjadi pada KPD, yaitu : pertama,
infeksi, karena ketuban yang utuh merupakan barier atau penghalang
terhadap masuknya penyebab infeksi. Dengan tidak adanya selaput
ketuban seperti pada KPD, flora vagina yang normal ada bisa menjadi
patogen yang akan membahayakan baik pada ibu maupun pada
janinnya. Oleh karena itu membutuhkan pengelolaan yang agresif
seperti diinduksi untuk mempercepat persalinan dengan maksud
untuk mengurangi kemungkinan resiko terjadinya infeksi ; kedua,
adalah kurang bulan atau prematuritas, karena KPD sering terjadi
pada kehamilan kurang bulan. Masalah yang sering timbul pada bayi
yang kurang bulan adalah gejala sesak nafas atau respiratory
Distress Syndrom (RDS) yang disebabkan karena belum masaknya
paru. (4)
Protokol pengelolaan yang optimal harus memprtimbangkan 2 hal
tersebut di atas dan faktor-faktor lain seperti fasilitas serta
kemampuan untuk merawat bayi yang kurang bulan. Meskipun tidak
ada satu protokol pengelolaan yang dapat untuk semua kasus KPD,
tetapi harus ada panduan pengelolaan yang strategis, yang dapat

mengurangi mortalitas perinatal dan dapat menghilangkan komplikasi


yang berat baik pada anak maupun pada ibu.
. Definisi
Ada bermacam-macam batasan, teori dan definisi mengenai KPD.
Beberapa penulis mendefinisikan KPD yaitu apabila ketuban pecah
spontan dan tidak diikuti tanda-tanda persalinan (1,2,3), ada teori yang
menghitung beberapa jam sebelum inpartu, misalnya 1
jam (9,11,12) atau 6 jam sebelum inpartu. Ada juga yang menyatakan
dalam ukuran pembukaan servik pada kala I, misalnya ketuban pecah
sebelum pembukaan servik pada primigravida 3 cm dan pada
multigravida kurang dari 5 cm. (10)
II.2. Insidensi
Beberapa peneliti melaporkan hasil penelitian mereka dan didapatkan
hasil yang bervariasi. Insidensi KPD berkisar antara 8 - 10 % dari
semua kehamilan.(6) Hal yang menguntungan dari angka kejadian
KPD yang dilaporkan, bahwa lebih banyak terjadi pada kehamilan
yang cukup bulan dari pada yang kurang bulan, yaitu sekitar 95 % (3),
sedangkan pada kehamilan tidak cukup bulan atau KPD pada
kehamilan preterm terjadi sekitar 34 % semua kekahiran prematur.
KPD merupakan komplikasi yang berhubungan dengan kehamilan
kurang bulan, dan mempunyai kontribusi yang besar pada angka
kematian perinatal pada bayi yang kurang bulan. Pengelolaan KPD
pada kehamilan kurang dari 34 minggu sangat komplek, bertujuan
untuk menghilangkan kemungkinan terjadinya prematuritas dan
RDS. (4)

(1)

II.3. Etiologi
Walaupun banyak publikasi tentang KPD, namun penyebabnya masih
belum diketahui dan tidak dapat ditentukan secara
pasti. (2,8,13) Beberapa laporan menyebutkan faktor-faktor yang
berhubungan erat dengan KPD, namun faktor-faktor mana yang lebih
berperan sulit diketahui. Kemungkinan yang menjadi faktor
predesposisi adalah:
1. Infeksi
Infeksi yang terjadi secara langsung pada selaput ketuban maupun
asenderen dari vagina atau infeksi pada cairan ketuban bisa
menyebabkan terjadinya KPD. (4,5,6,8,11,14)
2. Servik yang inkompetensia, kanalis sevikalis yang selalu terbuka
oleh karena kelainan pada servik uteri (akibat persalinan,
curetage). (5,8,12,14)
3. Tekanan intra uterin yang meninggi atau meningkat secara
berlebihan (overdistensi uterus) misalnya trauma, hidramnion,
gemelli. Trauma oleh beberapa ahli disepakati sebagai faktor predisisi
atau penyebab terjadinya KPD. Trauma yang didapat misalnya
hubungan seksual, pemeriksaan dalam, maupun amnosintesis
menyebabakan terjadinya KPD karena biasanya disertai infeksi.(4,5,14)
4. Kelainan letak,(12) misalnya sungsang, sehingga tidak ada bagian
terendah yang menutupi pintu atas panggul (PAP) yang dapat
menghalangi tekanan terhadap membran bagian bawah.
5. Keadaan sosial ekonomi (4,15)

6. Faktor lain
6.1. Faktor golonngan darah
6.2. Akibat golongan darah ibu dan anak yang tidak sesuai dapat
menimbulkan kelemahan bawaan termasuk kelemahan jarinngan
kulit ketuban. (13)
6.3. Faktor disproporsi antar kepala janin dan panggul ibu. (12)
6.4. Faktor multi graviditas, merokok dan perdarahan
antepartum. (4,12,13,14.15)
6.5. Defisiesnsi gizi dari tembaga atau asam askorbat (Vitamin
C). (8,14)
II.4. Diagnosa
Menegakkan diagnosa KPD secara tepat sangat penting. Karena
diagnosa yang positif palsu berarti melakukan intervensi seperti
melahirkakn bayi terlalu awal atau melakukan seksio yang sebetulnya
tidak ada indikasinya. Sebaliknya diagnosa yang negatif palsu berarti
akan membiarkan ibu dan janin mempunyai resiko infeksi yang akan
mengancam kehidupan janin, ibu atau keduanya. Oleh karena itu
diperlukan diagnosa yang cepat dan tepat. Diagnosa KPD ditegakkan
dengan cara :
1. Anamnesa
Penderita merasa basah pada vagina, atau mengeluarkan cairan
yang banyak secara tiba-tiba dari jalan lahir atau

ngepyok.(1,3,9,15) Cairan berbau khas, dan perlu juga diperhatikan


warna, keluanya cairan tersebut tersebut his belum teratur atau belum
ada, dan belum ada pengeluaran lendir darah.
2. Inspeksi (15)
Pengamatan dengan mata biasa akan tampak keluarnya cairan dari
vagina, bila ketuban baru pecah dan jumlah air ketuban masih
banyak, pemeriksaan ini akan lebih jelas.
3. Pemeriksaan dengan spekulum.
pemeriksaan dengan spekulum pada KPD akan tampak keluar cairan
dari orifisium uteri eksternum (OUE), kalau belum juga tampak keluar,
fundus uteri ditekan, penderita diminta batuk, megejan atau
megadakan manuvover valsava, atau bagian terendah digoyangkan,
akan tampak keluar cairan dari ostium uteri dan terkumpul pada fornik
anterior. (1,3,8,9,13,16)
4. Pemeriksaan dalam
Didapat cairan di dalam vagina dan selaput ketuban sudah tidak ada
lagi. Mengenai pemeriksaan dalam vagina dengan tocher perlu
dipertimbangkan, pada kehamilan yang kurang bulan yang belum
dalam persalinan tidak perlu diadakan pemeriksaan dalam. Karena
pada waktu pemeriksaan dalam, jari pemeriksa akan mengakumulasi
segmen bawah rahim dengan flora vagina yang normal.
Mikroorganisme tersebut bisa dengan cepat menjadi patogen.
Pemeriksaan dalam vagina hanya diulakaukan kalau KPD yang
sudah dalam persalinan atau yang dilakukan induksi persalinan dan
dibatasi sedikit mungkin.

5. Pemeriksaan Penunjang
5.1. Pemeriksaan laboraturium
Cairan yang keluar dari vagina perlu diperiksa : warna, konsentrasi,
bau dan pH nya. Cairan yang keluar dari vagina ini kecuali air ketuban
mungkin juga urine atau sekret vagina. Sekret vagina ibu hamil pH :
4-5, dengan kertas nitrazin tidak berubah warna, tetap kuning.
5.1.a. Tes Lakmus (tes Nitrazin), jika krtas lakmus merah berubah
menjadi biru menunjukkan adanya air ketuban (alkalis). pH air
ketuban 7 7,5, darah dan infeksi vagina dapat mengahsilakan tes
yang positif palsu.(1,7,8,913)
51.b. Mikroskopik (tes pakis), dengan meneteskan air ketuban pada
gelas objek dan dibiarkan kering. Pemeriksaan mikroskopik
menunjukkan gambaran daun pakis. (1,8,9)
5.2. Pemeriksaan ultrasonografi (USG)
pemeriksaan ini dimaksudkan untuk melihat jumlah cairan ketuban
dalam kavum uteri. Pada kasus KPD terlihat jumlah cairan ketuban
yang sedikit. Namun sering terjadi kesalahn pada penderita
oligohidromnion.(10,12)
Walaupun pendekatan diagnosis KPD cukup banyak macam dan
caranya, namun pada umumnya KPD sudah bisa terdiagnosis dengan
anamnesa dan pemeriksaan sedehana.
II.5. Komplikasi
1. Infeksi intrauterin

2. Tali pusat menumbung


3. Prematuritas
4. Partus kering
II.6. Penatalaksanaan
Ketuban pecah dini ternasuk dalam kehamilan beresiko tinggi.
Kesalan dalam mengelola KPD akan membawa akibat meningkatnya
angka morbiditas dan mortalitas ibu maupun bayinya.(4)
Penatalaksaan KPD masih dilema bagi sebagian besar ahli
kebidanan, selama masih beberapa masalah yang masih belum
terjawab. Kasus KPD yang cukup bulan, kalau segera mengakhiri
kehamilan akan menaikkan insidensi bedah sesar, dan kalau
menunggu persalinan spontan akan menaikkan insidensi
chorioamnionitis. Kasus KPD yang kurang bulan kalau menempuh
cara-cara aktif harus dipastikan bahwa tidak akan terjadi RDS, dan
kalau menempuh cara konservatif dengan maksud untuk memberi
waktu pematangan paru, harus bisa memantau keadaan janin dan
infeksi yang akan memperjelek prognosis janin.(1,2)
Penatalaksanaan KPD tergantung pada umur kehamilan. Kalau umur
kehamilan tidak diketahui secara pasti segera dilakukan
pemeriksaann ultrasonografi (USG) untuk mengetahui umur
kehamilan dan letak janin. Resiko yang lebih sering pada KPD
dengan janin kurang bulan adalah RDS dibandingkan dengan sepsis.
Oleh karena itu pada kehamilan kurang bulan perlu evaluasi hati-hati
untuk menentukan waktu yang optimal untuk persalinan. Pada umur
kehamilan 34 minggu atau lebih biasanya paru-paru sudah matang,

chorioamnionitis yang diikuti dengan sepsi pada janin merupakan


sebab utama meningginya morbiditas dan mortalitas janin. Pada
kehamilan cukup bulan, infeksi janin langsung berhubungan dengan
lama pecahnya selaput ketuban atau lamanya perode laten.(2,3,4,7)
Kebanyakan penulis sepakat mengambil 2 faktor yang harus
dipertimbangkan dalam mengambil sikap atau tindakan terhadap
penderita KPD yaitu umur kehamilan dan ada tidaknmya tanda-tanda
infeksi pada ibu.
II.6.1. Penatalaksanaan KPD pada kehamilan aterm (> 37 Minggu)
Beberpa penelitian menyebutkan lama periode laten dan durasi KPD
keduanya mempunyai hubungan yang bermakna dengan peningkatan
kejadian infeksi dan komplikasi lain dari KPD. Jarak antara pecahnya
ketuban dan permulaan dari persalinan disebut periode latent = L.P =
lag period. Makin muda umur kehamilan makin memanjang L.Pnya. (13)
Pada hakekatnya kulit ketuban yang pecah akan menginduksi
persalinan dengan sendirinya. Sekitar 70-80 % kehamilan genap
bulan akan melahirkan dalam waktu 24 jam setelah kulit ketuban
pecah,(16,17) bila dalam 24 jam setelah kulit ketuban pecah belum ada
tanda-tanda persalinan maka dilakukan induksi persalinan,(1) dan bila
gagal dilakukan bedah caesar.
Pemberian antibiotik profilaksis dapat menurunkan infeksi pada ibu.
Walaupun antibiotik tidak berfaeadah terhadap janin dalam uterus
namun pencegahan terhadap chorioamninitis lebih penting dari pada
pengobatanya sehingga pemberian antibiotik profilaksis perlu
dilakukan. Waktu pemberian antibiotik hendaknya diberikan segera

setelah diagnosis KPD ditegakan dengan pertimbangan : tujuan


profilaksis, lebih dari 6 jam kemungkinan infeksi telah terjadi, proses
persalinan umumnya berlangsung lebih dari 6 jam.(1,2)
Beberapa penulis meyarankan bersikap aktif (induksi persalinan)
segera diberikan atau ditunggu sampai 6-8 jam dengan alasan
penderita akan menjadi inpartu dengan sendirinya. Dengan
mempersingkat periode laten durasi KPD dapat diperpendek
sehingga resiko infeksi dan trauma obstetrik karena partus tindakan
dapat dikurangi.(10)
Pelaksanaan induksi persalinan perlu pengawasan yang sangat ketat
terhadap keadaan janin, ibu dan jalannya proses persalinan
berhubungan dengan komplikasinya. Pengawasan yang kurang baik
dapat menimbulkan komplikasi yang fatal bagi bayi dan ibunya (his
terlalu kuat) atau proses persalinan menjadi semakin kepanjangan
(his kurang kuat). Induksi dilakukan dengan mempehatikan bishop
score jika > 5 induksi dapat dilakukan, sebaliknya < 5, dilakukan
pematangan servik, jika tidak berhasil akhiri persalinan dengan seksio
sesaria. (7,9)
II.6.2. penatalaksanaan KPD pada kehamilan preterm (< 37
minggu)
Pada kasus-kasus KPD dengan umur kehamilan yang kurang bulan
tidak dijumpai tanda-tanda infeksi pengelolaanya bersifat koservatif
disertai pemberian antibiotik yang adekuat sebagai profilaksi (2, 13
Penderita perlu dirawat di rumah sakit,(15) ditidurkan dalam posisi
trendelenberg,(13, tidak perlu dilakukan pemeriksaan dalam untuk
mencegah terjadinya infeksi dan kehamilan diusahakan bisa

mencapai 37 minggu, obat-obatan uteronelaksen atau tocolitic agent


diberikan juga tujuan menunda proses persalinan. (1,15,12)
Tujuan dari pengelolaan konservatif dengan pemberian kortikosteroid
pada pnderita KPD kehamilan kurang bulan adalah agar tercapainya
pematangan paru,(5,7,8,9,15) jika selama menunggu atau melakukan
pengelolaan konservatif tersebut muncul tanda-tanda infeksi, maka
segera dilakukan induksi persalinan tanpa memandang umur
kehamilan
Induksi persalinan sebagai usaha agar persalinan mulai berlangsung
dengan jalan merangsang timbulnya his ternyata dapat menimbulkan
komplikasi-komplikasi yang kadang-kadang tidak ringan. Komplikasikomplikasi yang dapat terjadi gawat janin sampai mati, tetani uteri,
ruptura uteri, emboli air ketuban, dan juga mungkin terjadi
intoksikasi.(1,3,4)
Kegagalan dari induksi persalinan biasanya diselesaikan dengan
tindakan bedan sesar. Seperti halnya pada pengelolaan KPD yang
cukup bulan, tidakan bedah sesar hendaknya dikerjakan bukan
semata-mata karena infeksi intrauterin tetapi seyogyanya ada indikasi
obstetrik yang lain, misalnya kelainan letak, gawat janin, partus tak
maju, dll. (11,17)
Selain komplikasi-kompilkasi yang dapat terjadi akibat tindakan aktif.
Ternyata pengelolaan konservatif juga dapat menyebabakan
komplikasi yang berbahaya, maka perlu dilakukan pengawasan yang
ketat. Sehingga dikatan pengolahan konservatif adalah menunggu
dengan penuh kewaspadaan terhadap kemungkinan infeksi
intrauterin.(3,9.10,11,17)

Sikap konservatif meliputi pemeriksaan leokosit darah tepi setiap hari,


pem,eriksaan tanda-tanda vital terutama temperatur setiap 4 jam,
pengawasan denyut jamtung janin, pemberian antibiotik mulai saat
diagnosis ditegakkan dan selanjutnya stiap 6 jam.(3,8)
Pemberian kortikosteroid antenatal pada preterm KPD telah
dilaporkan secara pasti dapat menurunkan kejadian RDS.(8) The
National Institutes of Health (NIH) telah merekomendasikan
penggunaan kortikosteroid pada preterm KPD pada kehamilan 30-32
minggu yang tidak ada infeksi intramanion. Sedian terdiri atas
betametason 2 dosis masing-masing 12 mg i.m tiap 24 jam atau
dexametason 4 dosis masing-masing 6 mg tiap 12 jam.(11)

DAFTAR PUSTAKA
1. Smith .J.F., Premature Rupture of
Membranes, http://www.chclibrary.org/micromed/00061770.html,
2001.
2. Bruce.E., Premature Rupture of Membrane
(PROM), http://www.compleatmother.com/prom.htm, 2002
3. Yancey .M.K., Prelabor Rupture of Membrane at Term : Inducce or
Wait?, medscape General Medicine 1 (1), 1999
4. Anonim, Premature Rupture of
Membrane, http://www.medem.com/medlb/article_detaillb_for_printer.
cfm?article_ID=zzzcoCHLUJC&sub_cat=2005, 2002.
5. Anonim, Premature Rupture of
Membrane,http://www.mcevoy.demon.co.uk/medicine/ObsGyn/Obstet
ric/labour/PROM.html, 2002
6. Parry.S, Strauss.J.F, Premature Rupture of the Fetal Membrane
dalam The New England Jurnal of medicine, Volume 338:663-670,
March, 1998
7. Syaifuddin.A.B., Ketuban Pecah Dini dalam Buku Acuan Nasional
Pelayanan Maternal dan Neonatal,JNPKKD POGI bekjerjasama
dengan Yayasan Buku Pustaka Suwarno Prawihardjo, Jakarta, 2002,
hal : 218 220.
8. Hacker.N.F., Moor J.George, Ketuban Pecah Dini dalam Esensial
Obstetri dan Ginekologi, edisi 2, Hipokrates, Jakarta, 2001, hal : 304
306

9. Syaifuddin.A.B., Ketuban Pecah Dini dalam Buku Panduan Praktis


Pelayanan Kesehatan Maternal dan Neonatal, Yayasan Bina Pustaka
Sarwono Prawihardjo Bekerjasama dengan Jaringan Nasional
Pelatihan Klinik Kesehatan Reproduksi POGI, Jakarta, 2002, hal :
M-112 M-115.
10. Komite Medik RSUP DR.Sardjito, Ketuban Pecah Dini dalam
Standar Pelayanan medis RSUP DR. Sardjito, Buku I, Medika
Fakultas Kedokteran Universitas Gajah Mada, Yogyakarta, 1999, hal :
32 33.
11. Phupong.V., Prelabour Rupture of Memnranes in Journal of
Pediatric, Obstetric and Gynaecology, Nov/Dec, 2003, Hal : 25 31
12. Manuaba.I.B.G., Ketuban Pecah Dini dalam Kapita Selekta
Penatalaksanaan Obstetri Ginekologi dan KB, EGC, Jakarta, 2001,
hal : 221 225.
13. Mokhtar.R., Ketuban Pecah Dini dalam Sinopsis Obsteri, Obstetri
Fisologi Obstetri Patologi I, EGC, Jakarta, 1994, hal : 285 287.

4.10. KETUBAN PECAH DINI


Definisi
Ketuban pecah dini adalah keadaan pecahnya selaput
ketuban sebelum persalinan atau dimulainya tanda inpartu

Diagnosis
Diagnosis ketuban pecah dini ditegakkan berdasarkan
anamnesis dan pemeriksaan inspekulo. Dari anamnesis
didapatkan penderita merasa keluar cairan yang banyak
secara tiba-tiba. Kemudian lakukan satu kali pemeriksaan
inspekulo dengan spekulum steril untuk melihat adanya
cairan yang keluar dari serviks atau menggenang di forniks
posterior. Jika tidak ada, gerakkansedikit bagian terbawah
janin, atau minta ibu untuk mengedan/batuk.

Pemeriksaan dalam sebaiknya tidak dilakukan kecuali akan


dilakukan penanganan aktif(melahirkan bayi) karena dapat
mengurangi latensi dan meningkatkan kemungkinan infeksi.
Pastikan bahwa:

Cairan tersebut adalah cairan amnion dengan


memperhatikan:

Bau cairan ketuban yang khas

Tes Nitrazin: lihat apakah kertas lakmus berubah dari


merah menjadi biru. Harap diingat bahwa darah, semen,
dan infeksi dapat menyebabkan hasil positif palsu

Gambaran pakis yang terlihat di mikroskop ketika


mengamati sekret servikovaginal yang mengering

Tidak ada tanda-tanda in partu Setelah menentukan


diagnosis ketuban pecah dini, perhatikan tanda-tanda
korioamnionitis (lihat bab 4.11).

Faktor predisposisi
Riwayat ketuban pecah dini pada kehamilan sebelumnya
Infeksi traktus genital
Perdarahan antepartum
Merokok

Tatalaksana
a. Tatalaksana Umum

Berikan eritromisin 4250 mg selama 10 hari.

Rujuk ke fasilitas yang memadai.

b. Tatalaksana Khusus

Di RS rujukan, lakukan tatalaksana sesuai dengan usia


kehamilan:
>34 minggu:
o Lakukan induksi persalinan dengan oksitosin bila tidak
ada kontraindikasi.
24-33 minggu:
o Bila terdapat amnionitis, abrupsio plasenta, dan kematian
janin, lakukan persalinan segera.
o Berikan deksametason 6 mg IM tiap 12 jam selama 48
jam atau betametason 12 mg IM tiap 24 jam selama 48
jam.
o Lakukan pemeriksaan serial untuk menilai kondisi ibu dan
janin.
o Bayi dilahirkan di usia kehamilan 34 minggu, atau di usia

kehamilan 32-33 minggu, bila dapat dilakukan pemeriksaan


kematangan paru dan hasil menunjukkan bahwa paru
sudah matang (komunikasikan dan sesuaikan dengan
fasilitas perawatan bayi preterm).
<24 minggu
o Pertimbangan dilakukan dengan melihat risiko ibu dan
janin.
o Lakukan konseling pada pasien. Terminasi kehamilan
mungkin menjadi pilihan.
o Jika terjadi infeksi (korioamnionitis), lakukan
tatalaksana korioamnionitis (lihat bab 4.11).

PemantauanDenyutJantungJanin
Denyut jantung janin (DJJ) harus selalu dinilai pada setiap kali pasien
melakukan pemeriksaan hamil (umumnya setelah kehamilan trimester
pertama). Pada trimester kedua dan selanjutnya, DJJ dapat dipantau
dengan stetoskop Laenec atau Doppler DJJ dihitung secara penuh
dalam satu menit dengan memperhatikan keteraturan serta
frekuensinya. Dalam persalinan kala satu, DJJ dipantaus etiap 15
menit, sedangkan pada kala dua dipantau setiap 5 menit.
Pemantauan DJJ dilakukan pada saat his dan diluar his. Adanya
iregularitas (aritmia) atau frekuensi dasar yang abnormal (takhikardia:
160180 dpm atau bradikardia: 100-120 dpm), apalagi bila gawat
janin (DJJ < 100dpm atau > 180 dpm) harus segera ditindak lanjuti
untuk mencari kausanya.

Pemeriksaan Lain :
a. Ultrasonografi : Ultrasonografi dapat
mengindentifikasikan kehamilan ganda, anormaly janin
atau melokalisasi kantong cairan amnion pada
amniosintesis.
b. Amniosintesis : Cairan amnion dapat dikirim ke
laboratorium untuk evaluasi kematangan paru janin.
c. Pemantauan janin : Membantu dalam mengevaluasi janin
d. Protein C-reaktif : Peningkatan protein C-reaktif serum
menunjukkan peringatan korioamnionitis

Profil

KHANZA SKIN
CARE
Perawatan Wajah dan Kecantikan
Kulit

KETUBAN PECAH DINI


01/12/2011

BAB I

PENDAHULUAN
I.1

LATAR BELAKANG

Pengelolaan Ketuban Pecah Dini (KPD) merupakan


masalah yang masih kontroversial dalam kebidanan.
Pengelolaan yang optimal dan yang baku masih belum ada,
selalu berubah. KPD sering kali menimbulkan konsekuensi
yang dapat menimbulkan morbiditas dan mortalitas pada
ibu maupun bayi terutama kematian perinatal yang cukup
tinggi. Kematian perinatal yang cukup tinggi ini antara lain
disebabkan karena kematian akibat kurang bulan, dan
kejadian infeksi yang meningkat karena partus tak maju,
partus lama, dan partus buatan yang sering dijumpai pada
pengelolaan kasus KPD terutama pada pengelolaan
konservatif.
Dilema sering terjadi pada pengelolaan KPD dimana harus
segera bersikap aktif terutama pada kehamilan yang cukup
bulan, atau harus menunggu sampai terjadinya proses
persalinan, sehingga masa tunggu akan memanjang
berikutnya akan meningkatkan kemungkinan terjadinya
infeksi. Sedangkan sikap konservatif ini sebaiknya
dilakukan pada KPD kehamilan kurang bulan dengan
harapan tercapainya pematangan paru dan berat badan
janin yang cukup.
Ada 2 komplikasi yang sering terjadi pada KPD, yaitu :
pertama, infeksi, karena ketuban yang utuh merupakan

barier atau penghalang terhadap masuknya penyebab


infeksi. Dengan tidak adanya selaput ketuban seperti pada
KPD, flora vagina yang normal ada bisa menjadi patogen
yang akan membahayakan baik pada ibu maupun pada
janinnya. Oleh karena itu membutuhkan pengelolaan yang
agresif seperti diinduksi untuk mempercepat persalinan
dengan maksud untuk mengurangi kemungkinan resiko
terjadinya infeksi ; kedua, adalah kurang bulan atau
prematuritas, karena KPD sering terjadi pada kehamilan
kurang bulan. Masalah yang sering timbul pada bayi yang
kurang bulan adalah gejala sesak nafas atau respiratory
Distress Syndrom (RDS) yang disebabkan karena belum
masaknya paru.
(4)

Protokol pengelolaan yang optimal harus


memprtimbangkan 2 hal tersebut di atas dan faktor-faktor
lain seperti fasilitas serta kemampuan untuk merawat bayi
yang kurang bulan. Meskipun tidak ada satu protokol
pengelolaan yang dapat untuk semua kasus KPD, tetapi
harus ada panduan pengelolaan yang strategis, yang dapat
mengurangi mortalitas perinatal dan dapat menghilangkan
komplikasi yang berat baik pada anak maupun pada ibu.
Sebenarnya ada banyak pertanyaan mengenai cairan
ketuban. Apa fungsinya dan seberapa bahaya jika terjadi
pecah dini atau pecah sebelum waktunya? Berbahayakan
kondisi tersebut bagi ibu dan janin? Mengapa bisa terjadi
dan bagaimana mengatasinya? Berikut penjelasan

singkatnya mengenai cairan ajaib ini agar ibu hamil


mendapatkan informasi yang jelas dan tepat.
I.2

RUMUSAN MASALAH

I.2.1 Bagaimana etiologi dan patofisiologi KPD pada


kehamilan?
I.2.2 Bagaimana diagnosis dan penatalaksanaan KPD
pada kehamilan?
I.3

TUJUAN

I.3.1 Mengetahui etiologi dan patofisiologi KPD pada


kehamilan.
I.3.2 Mengetahui cara mendiagnosis dan
penatalaksanaan KPD pada kehamilan.
I.4

MANFAAT

I.4.1 Menambah wawasan mengenai ilmu kedokteran


pada umumnya, dan ilmu kebidanan dan kandungan pada
khususnya
I.4.2 Sebagai proses pembelajaran bagi dokter muda yang
sedang mengikuti kepaniteraan klinik bagian ilmu
kebidanan dan kandungan

BAB II
STATUS PASIEN OBSTETRI DAN GINEKOLOGI

II.1 IDENTITAS PASIEN


No. Reg : 2357112

1. A.

Identitas pribadi :

Nama penderita
Tn. F

: Ny. S

Umur penderita
28 tahun

: 25 tahun

Alamat

Umur suami

: Sukun , Kec.Kepanjen

Pekerjaan penderita : Buruh Pabrik


suami : buruh bangunan
Pendidikan penderita : SMP
suami : SMA

1. B.

Nama Suami :

Pekerjaan

Pendidikan

Anamnesa :
A. Masuk rumah sakit tanggal : 28 Maret 2011
pada pukul 20.00
B. Keluhan utama : Keluar cairan jernih dari
jalan lahir.
C. Riwayat Penyakit Sekarang : Pasien mengeluh
keluar cairan dari jalan lahir pada pukul
15.00. Cairan yang keluar banyak, berwarna
jernih. Pasien juga sudah merasa kencengkenceng namun masih jarang-jarang. Selain
itu, pasien juga mengeluh mengeluarkan
darah sedikit pada pukul 19.30, lalu pasien
langsung dibawa ke rumah sakit.
D. Riwayat kehamilan yang sekarang : ini
merupakan kehamilan pertama pasien, pada

saat trimester I & II tidak ada keluhan, mual


muntah (-)
E. Riwayat menstruasi : menarche umur 17
tahun, HPHT 1-7-2010, UK : 40-41 minggu
HPL : 8-4-2011
F. Riwayat perkawinan : pasien menikah 1 x,
lamanya 1 tahun, umur pertama menikah 24
tahun.
G. Riwayat persalinan sebelumnya : H. Riwayat penggunaan kontrasepsi : I. Riwayat penyakit sistemik yang pernah
dialami : J. Riwayat penyakit keluarga : K. Riwayat kebiasaan dan sosial : sosial
menengah ke bawah, kebiasaan : L. Riwayat pengobatan yang telah dilakukan :
pasien belum mengkonsumsi obat apapun

1. C.

Pemeriksaan fisik
A. Status present

Keadaan umum : kesadaran compos mentis


Tekanan darah : 110/70 mmHg
80x/menit

Nadi :

Suhu
: 36,5C
pernapasan : 20x/menit

Frekwensi

Tinggi Badan : 145 cm


Kg

Berat badan : 42

1. Pemeriksaan umum
Kulit

: normal

Kepala

Mata
: anemi (-/-)
palpebra (-/-)
Wajah

ikterik (-/-)

odem

: simetris

Mulut
: kebersihan gigi geligi kurang
stomatitis (-)
hiperemi faring (-)
Leher

pembesaran tonsil (-)


: pembesaran kelenjar limfe di leher (-)

pembesaran kelenjar tiroid (-)


Thorax
Paru :

Inspeksi

: hiperpigmentasi areola mammae (+) ASI (-)

pergerakan pernapasan simetris tipe pernapasan normal


retraksi costa -/Palpasi
: teraba massa abnormal -/kelenjar axila -/Perkusi
/-

: sonor +/+

Auskultasi
/-

: vesikuler +/+

wheezing -/-

pembesaran

hipersonor -/-

pekak -

suara nafas menurun -

ronki -/-

Jantung :
Inspeksi

: iktus kordis tidak terlihat

Palpasi

: thrill -/-

Perkusi

: batas jantung normal

Auskultasi

: denyut jantung

Abdomen

S1

S2

Inspeksi
: flat -/-, distensi -/-, gambaran pembuluh
darah kolateral -/Palpasi

: pembesaran organ -/-

nyeri tekan -/-

teraba massa abnormal -/Perkusi

: timpani

Auskultasi

: suara bising usus +/+ metallic sound -/-

Ekstremitas

: odem -/-

1. C.
Status obstetri
Pemeriksaan luar
Leopold I
: Tinggi fundus uteri :3 jari dibawah procesus
xiphoideus/ 28 cm
Fundus uteri teraba lunak
Leopold II
: sebelah kiri teraba bagian-bagian kecil,
sebelah kanan kesan teraba tahanan memanjang
Leopold III

: teraba keras, bundar dan melenting

Leopold IV

: Masuk PAP 2 jari

Bunyi jantung janin

: 128x/menit, regular

Ukuran panggul luar : -

Pemeriksaan obstetric dalam

Pada pemeriksaan dalam didapatkan blood slym (-),


pembukaan : 1 jari, penipisan portio (-), kulit ketuban (-).

1. D.

Ringkasan

Anamnesa Keluar cairan jernih dari jalan lahir pada pukul


15.00. Cairan yang keluar banyak, berwarna jernih. Pasien
juga sudah merasa kenceng-kenceng namun masih jarangjarang. Selain itu, pasien juga mengeluh mengeluarkan
darah sedikit pada pukul 19.30, lalu pasien langsung
dibawa ke rumah sakit. Saat ini pasien hamil anak pertama
dengan umur kehamilan 40-41 minggu.
Pemeriksaan fisik : keadaan umum : kesadaran compos
mentis, tekanan darah : 110/70 nadi : 80x/menit, suhu:
36,5C, frekwensi pernapasan : 20x/menit, Tinggi badan :
145 cm, Berat Badan : 42 Kg.
Pemeriksaan obstetric luar

Leopold I
: Tinggi fundus uteri :3 jari dibawah procesus
xiphoideus/ 28 cm
Fundus uteri teraba lunak
Leopold II
: sebelah kiri teraba bagian-bagian kecil,
sebelah kanan kesan teraba tahanan memanjang
Leopold III

: teraba keras, bundar dan melenting

Leopold IV

: Masuk PAP 2 jari

Bunyi jantung janin

: 128x/menit, regular

Pemeriksaan obstetric dalam : Vulva / vagina : Blood slym


(-), pembukaan : 1 jari, penipisan portio (-), kulit ketuban ().

Diagnose
: G P0000Ab000 umur kehamilan 40-41
minggu belum inpartu
I

dengan Ketuban Pecah Dini + Suspect Cephalopelvic


Disproportion
Rencana tindakan
1. Infus RL 20 tpm

2. Pasang DC
3. Observasi tanda vital
4. Antibiotik
5. SC

Lembar Follow Up

Nama pasien

: Ny. S

Ruang kelas

: IRNA Brawijaya

Diagnose
Bayi Ny.S :

: P Ab Post SC

Jenis kelamin

1001

000

: Perempuan

Berat lahir

: 2800 gram

Panjang

: 50 cm

Apgar Score

: 7-8

LK/LD/LLA

: 32/31,5/11

Caput

: (-)

Anus

: (+)

Cacat

: (-)

Ketuban

: keruh

29 Maret 2011
S : Luka masih terasa sakit, pusing (+), BAB (-), BAK (-)
O : T = 120/80 mmHg
N = 88x/menit
S = 36,5C
RR = 19x/menit
Pemeriksaan obstetric luar : TFU setinggi 2 jari dibawah
pusat.
A = P Ab Post SC hari pertama
1001

P=

000

1. Infus RL

2. Cefotaxim IV
4. observasi TTV

30 Maret 2011
S : Luka masih terasa sakit, pusing (-), BAB (-), BAK (+)

O : T = 120/80 mmHg
N = 84x/menit
S = 36,7C
RR = 18x/menit
Pemeriksaan obstetric luar : TFU setinggi pertengan pusat
dan symnpisis.
A = P Ab Post SC hari pertama
1001

P=

000

1. Infus RL

2. Cefotaxim IV
4. observasi TTV

31 Maret 2011
S : Luka masih terasa sakit, pusing (-), BAB (-), BAK (+)
O : T = 120/80 mmHg
N = 88x/menit
S = 36,6C

RR = 18x/menit
Pemeriksaan obstetric luar : TFU setinggi pertengan pusat
dan symnpisis.
A = P Ab Post SC hari pertama
1001

P=

000

BLPL + KIE perawatan luka

LAPORAN KELUAR RUMAH SAKIT


KRS tanggal

: 1 April 2011

Keadaan pasien waktu pulang


: keadaan umum
cukup, T = 120/80 mmHg, N = 84, S = 36C

Hb
: 11,5 gr/dL
PPV
:Massa
:Diagnose saat pulang : P Ab post SC
1001

000

BAB III
TINJAUAN PUSTAKA

1. A. Definisi
Ketuban pecah prematur yaitu pecahnya membran khorioamniotik sebelum onset persalinan atau disebut juga
Premature Rupture Of Membrane = Prelabour Rupture Of
Membrane = PROM.
Ketuban pecah prematur pada preterm yaitu pecahnya
membran Chorio-amniotik sebelum onset persalinan pada
usia kehamilan kurang dari 37 minggu atau disebut juga
Preterm Premature Rupture Of Membrane = Preterm
Prelabour Rupture Of Membrane = PPROM
Ketuban pecah dini merupakan pecahnya selaput janin
sebelum proses persalinan dimulai.
1. KPD saat preterm (KPDP) adalah KPD pada usia <37
minggu
2. KPD memanjang merupakan KPD selama >24 jam yang
berhubungan dengan peningkatan risiko infeksi intraamnion.
Ketuban dinyatakan pecah dini bila terjadi sebelum proses
persalinan berlangsung. Ketuban pecah dini disebabkan

oleh karena berkurangnya kekuatan membrane atau


meningkatnya tekanan intra uterin atau oleh kedua faktor
tersebut. Berkurangnya kekuatan mambran disebabkan
adanya infeksi yang dapat berasal dari vagina serviks.
(Sarwono Prawiroharjo, 2002)
Ketuban pecah dini atau sponkaneous/ early/ premature
rupture of the membrane (PROM) adalah pecahnya
ketuban sebelum partus : yaitu bila pembukaan pada
primigravida dari 3 cm dan pada multipara kurang dari 5
cm. (Rustam Mochtar 1998)

B.

Etiologi

Ketuban pecah dini disebabkan oleh karena berkurangnya


kekuatan membran atau meningkatnya tekanan intrauterin
atau oleh kedua faktor tersebut. Berkurangnya kekuatan
membran disebabkan oleh adanya infeksi yang dapat
berasal dari vagina dan serviks. Selain itu ketuban pecah
dini merupakan masalah kontroversi obstetri. Penyebab
lainnya adalah sebagai berikut :
1.

Serviks inkompeten.

2. Ketegangan rahim berlebihan : kehamilan ganda,


hidramion.
3. Kelainan letak janin dan rahim : letak sungsang, letak
lintang.
4. Kemungkinan kesempitan panggul : bagian terendah
belum masuk PAP (sepalo pelvic disproporsi).
5. Infeksi yang menyebabkan terjadinya biomekanik
pada selaput ketuban dalam bentuk preteolitik sel sehingga
memudahkan ketuban pecah. (Amnionitis/
Korioamnionitis).
6. Faktor keturunan (ion Cu serum rendah, vitamin C
rendah, kelainan genetik)
7. Masa interval sejak ketuban pecah sampai terjadi
kontraksi disebut fase laten
a.
Makin panjang fase laten, makin tinggi kemungkinan
infeksi
b. Makin muda kehamilan, makin sulit upaya
pemecahannya tanpa menimbulkan morbiditas janin

C. Patofisiologi

Banyak teori, mulai dari defect kromosom kelainan


kolagen, sampai infeksi. Pada sebagian besar kasus ternyata
berhubungan dengan infeksi (sampai 65%)
High virulensi : Bacteroides
Low virulensi : Lactobacillus
Kolagen terdapat pada lapisan kompakta amnion,
fibroblast, jaringa retikuler korion dan trofoblas. Sintesis
maupun degradasi jaringan kolagen dikontrol oleh system
aktifitas dan inhibisi interleukin -1 (iL-1) dan prostaglandin.
Jika ada infeksi dan inflamasi, terjadi peningkatan aktifitas
iL-1 dan prostaglandin, menghasilkan kolagenase jaringan,
sehingga terjadi depolimerasi kolagen pada selaput korion/
amnion, menyebabkan ketuban tipis, lemah dan mudah
pecah spontan.

1. E.

Diagnosa

Secara klinik diagnosa ketuban pecah dini tidak sukar


dibuat anamnesa pada klien dengan keluarnya air seperti
kencing dengan tanda-tanda yang khas sudah dapat menilai
itu mengarah ke ketuban pecah dini. Untuk menentukan
betul tidaknya ketuban pecah dini bisa dilakukan dengan
cara :

Adanya cairan yang berisi mekonium (kotoran


janin), verniks kaseosa (lemak putih) rambut lanugo
atau (bulu-bulu halus) bila telah terinfeksi bau
Pemeriksaan inspekulo, lihat dan perhatikan apakah
memang air ketuban keluar dari kanalis servikalis
pada bagian yang sudah pecah, atau terdapat cairan
ketuban pada forniks posterior
USG : volume cairan amnion
berkurang/oligohidramnion
Terdapat infeksi genital (sistemik)
Gejala chorioamnionitis
Maternal : demam (dan takikardi), uterine tenderness,
cairan amnion yang keruh dan berbau, leukositosis
(peningkatan sel darah putih) meninggi, leukosit esterase
(LEA) meningkat, kultur darah/urin
Fetal : takikardi, kardiotokografi, profilbiofisik, volume
cairan ketuban berkurang
Cairan amnion: Tes cairan amnion, diantaranya dengan
kultur/gram stain, fetal fibronectin, glukosa, leukosit
esterase (LEA) dan sitokin.

Jika terjadi chorioamnionitis maka angka mortalitas


neonatal 4x lebih besar, angka respiratory distress, neonatal
sepsis dan pardarahan intraventrikuler 3x lebih besar

Dilakukan tes valsava, tes nitrazin dan tes fern

Normal pH cairan vagina 4,5-5,5 dan normal pH cairan


amnion 7,0-7,5

Dilakukan uji kertas lakmus/nitrazine test


o Jadi biru (basa)
: air ketuban

Jadi merah (asam)

: air kencing

Pemeriksaan Lain :
a. Ultrasonografi : Ultrasonografi dapat
mengindentifikasikan kehamilan ganda, anormaly janin
atau melokalisasi kantong cairan amnion pada
amniosintesis.
b. Amniosintesis : Cairan amnion dapat dikirim ke
laboratorium untuk evaluasi kematangan paru janin.
c. Pemantauan janin : Membantu dalam mengevaluasi janin
d. Protein C-reaktif : Peningkatan protein C-reaktif serum
menunjukkan peringatan korioamnionitis

F.

Penatalaksanaan

Perlu dilakukan pertimbangan tentang tata laksana yang


paling tinggi mencapai well born baby dan well health
mother. Masalah berat dalam menghadapi ketuban pecah
dini adalah apabila kehamilan kurang dari 26 minggu
karena untuk mempertahankannya memerlukan waktu
lama. Bila berat janin sudah mencapai 2000 gram, induksi

dapat dipertimbangkan. Kegagalan induksi disertai dengan


infeksi yang diikuti histerektomi.
Selain itu, dapat dilakukan pemberian kortikosteroid
dengan pertimbangan. Tindakan ini akan menambah
reseptor pematangan paru, meningkatnya maturitas paru
janin. Pemberian betametason 12 minggu dilakukan dengan
interval 24 jam dan 12 minggu tambahan, maksimum dosis
24 minggu, masa kerjanya sekitar 2-3 hari. Bila janin
setelah satu minggu belum lahir, pemberian berakortison
dapat diulang lagi.
Indikasi melakukan pada ketuban pecah dini adalah sebagai
berikut :
1. Pertiimbangan waktu dan berat janin dalam rahim.
Pertimbangan waktu apakah 6, 12, atau 24 jam. Berat janin
sebaiknya lebih dari 2000 gram.
2. Terdapat tanda infeksi intra uteri. Suhu meningkat
lebih dari 38c, dengan pengukuran per rektal. Terdapat
tanda infeksi melalui hasil pemeriksaan laboratorium dan
pemeriksaan kultur air ketuban.
Penatalaksanaan
Penatalaksanaan ketuban pecah dini tergantung
pada umur kehamilan dan tanda infeksi intrauterin.
Pada umumnya lebih baik untuk membawa semua
pasien dengan KPD ke RS dan melahirkan bayi yang
berumur > 37 minggu dalam 24 jam dari pecahnya

ketuban untuk memperkecil resiko infeksi


intrauterin.
Tindakan konservatif (mempertahankan kehamilan)
diantaranya pemberian antibiotik dan cegah infeksi
(tidak melakukan pemeriksaan dalam), tokolisis,
pematangan paru, amnioinfusi, epitelisasi (vit C dan
trace element, masih kontroversi), fetal and maternal
monitoring. Tindakan aktif (terminasi/mengakhiri
kehamilan) yaitu dengan sectio caesarea (SC) atau
pun partus pervaginam.
Dalam penetapan langkah penatalaksanaan tindakan
yang dilakukan apakah langkah konservatif ataukah
aktif, sebaiknya perlu mempertimbangkan usia
kehamilan, kondisi ibu dan janin, fasilitas perawatan
intensif, kondisi, waktu dan tempat perawatan,
fasilitas/kemampuan monitoring, kondisi/status
imunologi ibu dan kemampuan finansial keluarga.
Untuk usia kehamilan <37 minggu dilakukan
penanganan konservatif dengan mempertahankan
kehamilan sampai usia kehamilan matur.
Untuk usia kehamilan 37 minggu atau lebih lakukan
terminasi dan pemberian profilaksis streptokokkus
grup B. Untuk kehamilan 34-36 minggu lakukan
penatalaksanaan sama halnya dengan aterm
Untuk usia kehamilan 32-33 minggu lengkap
lakukan tindakan konservatif/expectant
management kecuali jika paru-paru sudah matur
(maka perlu dilakukan tes pematangan paru),
profilaksis streptokokkus grup B, pemberian
kortikosteroid (belum ada konsensus namun
direkomendasikan oleh para ahli), pemberian
antibiotik selama fase laten.
Untuk previable preterm (usia kehamilan 24-31
minggu lengkap) lakukan tindakan konservatif,
pemberian profilaksis streptokokkus grup B, singlecourse kortikosteroid, tokolisis (belum ada

konsensus) dan pemberian antibiotik selama fase


laten (jika tidak ada kontraindikasi)
Untuk non viable preterm (usia kehamilan <24
minggu), lakukan koseling pasien dan keluarga,
lakukan tindakan konservatif atau induksi
persalinan, tidak direkomendasikan profilaksis
streptokokkus grup B dan kortikosteroid, pemberian
antibiotik tidak dianjurkan karena belum ada data
untuk pemberian yang lama)
Rekomendasi klinik untuk PROM, yaitu pemberian
antibiotik karena periode fase laten yang panjang,
kortikosteroid harus diberikan antara 24-32 minggu
(untuk mencegah terjadinya resiko perdarahan
intraventrikuler, respiratory distress syndrome dan
necrotizing examinations),tidak boleh dilakukan
digital cervical examinations jadi pilihannya adalah
dengan spekulum, tokolisis untuk jangka waktu yang
lama tidak diindikasikan sedangkan untuk jangka
pendek dapat dipertimbangkan untuk
memungkinkan pemberian kortikosteroid, antibiotik
dan transportasi maternal, pemberian kortikosteroid
setelah 34 minggu dan pemberian multiple course
tidak direkomendasikan
Pematangan paru dilakukan dengan pemberian
kortikosteroid yaitu deksametason 26 mg (2 hari)
atau betametason 112 mg (2 hari)
Agentokolisis yaitu B agonis (terbutalin, ritodrine),
calsium antagonis (nifedipine), prostaglandin sintase
inhibitor (indometasin), magnesium sulfat, oksitosin
antagonis (atosiban)
Tindakan epitelisasi masih kotroversial, walaupun
vitamin C dan trace element terbukti berhubungan
dengan terjadinya ketuban pecah terutama dalam
metabolisme kolagen untuk maintenance integritas
membran korio-amniotik, namun tidak terbukti
menimbulkan epitelisasi lagi setelah terjadi PROM
2

Tindakan terminasi dilakukan jika terdapat tandatanda chorioamnionitis, terdapat tanda-tanda


kompresi tali pusat/janin (fetal distress) dan
pertimbangan antara usia kehamilan, lamanya
ketuban pecah dan resiko menunda persalinan
KPD pada kehamilan < 37 minggu tanpa infeksi,
berikan antibiotik eritromisin 3250 mg,
amoksisillin 3500 mg dan kortikosteroid
KPD pada kehamilan > 37 minggu tanpa infeksi
(ketuban pecah >6 jam) berikan ampisillin 21 gr IV
dan penisillin G 42 juta IU, jika serviks matang
lakukan induksi persalinan dengan oksitosin, jika
serviks tidak matang lakukan SC
KPD dengan infeksi (kehamilan <37 ataupun > 37
minggu), berikan antibiotik ampisillin 42 gr IV,
gentamisin 5 mg/KgBB, jika serviks matang lakukan
induksi persalinan dengan oksitosin, jika serviks
tidak matang lakukan SC.

G. Prognosis/komplikasi

Adapun pengaruh ketuban pecah dini terhadap ibu dan


janin adalah :
Prognosis ibu : Infeksi intrapartal/dalam persalinan
Jika terjadi infeksi dan kontraksi ketuban pecah maka bisa
menyebabkan sepsis yang selanjutnya dapat
mengakibatkan meningkatnya angka morbiditas dan
mortalitas
Infeksi puerperalis/ masa nifas
Dry labour/Partus lama
Perdarahan post partum
Meningkatkan tindakan operatif obstetri (khususnya
SC)
Morbiditas dan mortalitas maternal
Prognosis janin : Prematuritas

Masalah yang dapat terjadi pada persalinan prematur


diantaranya adalah respiratory distress sindrome,
hypothermia, neonatal feeding problem, retinopathy of
premturity, intraventricular hemorrhage, necrotizing
enterocolitis, brain disorder (and risk of cerebral palsy),
hyperbilirubinemia, anemia, sepsis.

Prolaps funiculli/ penurunan tali pusat


Hipoksia dan Asfiksia sekunder (kekurangan oksigen
pada bayi)

Mengakibatkan kompresi tali pusat, prolaps uteri, dry


labour/pertus lama, apgar score rendah, ensefalopaty,

cerebral palsy, perdarahan intrakranial, renal failure,


respiratory distress.

Sindrom deformitas janin

Terjadi akibat oligohidramnion. Diantaranya terjadi


hipoplasia paru, deformitas ekstremitas dan pertumbuhan
janin terhambat (PJT)
Morbiditas dan mortalitas perinatal
H. Penyulit : Chepalopelvic Disproportion (CPD)

1. Definisi
Chepalopelvic Disproportion /Disproporsi sefalopelvik
adalah keadaan yang menggambarkan ketidaksesuaian
antara kepala janin dan panggul ibu sehingga janin tidak
dapat keluar melalui vagina. Disproporsi sefalopelvik
disebabkan oleh panggul sempit, janin yang besar ataupun
kombinasi keduanya.

2. Ukuran Panggul
a. Pintu Atas Panggul :
Pintu atas panggul dibentuk oleh promontorium corpus
vertebra sacrum 1, linea innominata, serta pinggir atas

simfisis. Konjugata diagonalis adalah jarak dari pinggir


bawah simfisis ke promontorium, Secara klinis, konjugata
diagonalis dapat diukur dengan memasukkan jari telunjuk
dan jari tengah yang dirapatkan menyusur naik ke seluruh
permukaan anterior sacrum, promontorium teraba sebagai
penonjolan tulang. Dengan jari tetap menempel pada
promontorium, tangan di vagina diangkat sampai
menyentuh arcus pubis dan ditandai dengan jari telunjuk
tangan kiri. Jarak antara ujung jari pada promontorium
sampai titik yang ditandai oleh jari telunjuk merupakan
panjang konjugata diagonalis.
Konjugata vera yaitu jarak dari pinggir atas simfisis ke
promontorium yang dihitung dengan mengurangi
konjugata diagonalis 1,5 cm, panjangnya lebih kurang 11
cm. Konjugata obstetrika merupakan konjugata yang paling
penting yaitu jarak antara bagian tengah dalam simfisis
dengan promontorium, Selisih antara konjugata vera
dengan konjugata obstetrika sedikit sekali.

b. Panggul Tengah (Pelvic Cavity)


Ruang panggul ini memiliki ukuran yang paling luas.
Pengukuran klinis panggul tengah tidak dapat diperoleh
secara langsung. Terdapat penyempitan setinggi spina
isciadika, sehingga bermakna penting pada distosia setelah
kepala engagement. Jarak antara kedua spina ini yang biasa
disebut distansia interspinarum merupakan jarak panggul

terkecil yaitu sebesar 10,5 cm. Diameter anteroposterior


setinggi spina isciadica berukuran 11,5 cm. Diameter sagital
posterior, jarak antara sacrum dengan garis diameter
interspinarum berukuran 4,5 cm.

c. Pintu Bawah Panggul


Pintu bawah panggul bukanlah suatu bidang datar namun
terdiri dari dua segitiga dengan dasar yang sama yaitu garis
yang menghubungkan tuber isciadikum kiri dan kanan.
Pintu bawah panggul yang dapat diperoleh melalui
pengukuran klinis adalah jarak antara kedua tuberositas
iscii atau distansia tuberum (10,5 cm), jarak dari ujung
sacrum ke tengah-tengah distensia tuberum atau diameter
sagitalis posterior (7,5 cm), dan jarak antara pinggir bawah
simpisis ke ujung sacrum (11,5 cm).
d. Panggul Sempit
Distosia adalah persalinan yang sulit dan ditandai oleh
terlalu lambatnya kemajuan persalinan. Distosia dapat
disebabkan oleh kelainan pada servik, uterus, janin, tulang
panggul ibu atau obstruksi lain di jalan lahir. Kelainan ini
oleh ACOG dibagi menjadi tiga yaitu:
1. Kelainan kekuatan (power) yaitu kontraktilitas uterus
dan upaya ekspulsif ibu.
a. Kelainan his : inersia uteri / kelemahan his

b. kekuatan mengejan yang kurang misalnya pada hernia


atau sesak nafas.
2. Kelainan yang melibatkan janin (passenger), misalnya
letak lintang, letak dahi, hidrosefalus.
3. Kelainan jalan lahir (passage), misalnya panggul sempit,
tumor yang mempersempit jalan lahir.
Pola Persalinan Kriteria Diagnostik Penanganan yang
dianjurkan Penanganan Khusus
Panggul dengan ukuran normal tidak akan mengalami
kesukaran kelahiran pervaginam pada janin dengan berat
badan yang normal. Ukuran panggul dapat menjadi lebih
kecil karena pengaruh gizi, lingkungan atau hal lain
sehingga menimbulkan kesulitan pada persalinan
pervaginam.
Panggul sempit yang penting pada obstetric bukan sempit
secara anatomis namun panggul sempit secara fungsional
artinya perbandingan antara kepala dan panggul. Selain
panggul sempit dengan ukuran yang kurang dari normal,
juga terdapat panggul sempit lainnya. Panggul ini
digolongkan menjadi empat, yaitu:
1. Kelainan karena gangguan pertumbuhan intrauterine:
panggul Naegele, panggul Robert, split pelvis, panggul
asimilasi.

2. Kelainan karena kelainan tulang dan/ sendi: rakitis,


osteomalasia, neoplasma, fraktur, atrofi, nekrosis, penyakit
pada sendi sakroiliaka dan sendi sakrokoksigea.
3. Kelainan panggul karena kelainan tulang belakang:
kifosis, skoliosis, spondilolistesis.
4. Kelainan panggul karena kelainan pada kaki: koksitis,
luksasio koksa, atrofi atau kelumpuhan satu kaki.
Setiap penyempitan pada diameter panggul yang
mengurangi kapasitas panggul dapat menyebabkan distosia
saat persalinan. penyempitan dapat terjadi pada pintu atas
panggul, pintu tengah panggul, pintu bawah panggul, atau
panggul yang menyempit seluruhnya.
Penyempitan pintu atas panggul
Pintu atas panggul dianggap sempit apabila diameter
anterioposterior terpendeknya (konjugata vera) kurang dari
10 cm atau apabila diameter transversal terbesarnya kurang
dari 12 cm. Diameter anteroposterior pintu atas panggul
sering diperkirakan dengan mengukur konjugata diagonal
secara manual yang biasanya lebih panjang 1,5 cm. Dengan
demikian, penyempitan pintu atas panggul biasanya
didefinisikan sebagai konjugata diagonal yang kurang dari
11,5 cm.
Mengert (1948) dan Kaltreider (1952) membuktikan bahwa
kesulitan persalinan meningkat pada diameter

anteroposterior kurang dari 10 cm atau diameter


transversal kurang dari 12 cm. Distosia akan lebih berat
pada kesempitan kedua diameter dibandingkan sempit
hanya pada salah satu diameter.
Diameter biparietal janin berukuran 9,5-9,8 cm, sehingga
sangat sulit bagi janin bila melewati pintu atas panggul
dengan diameter anteroposterior kurang dari 10 cm.
Wanita dengan tubuh kecil kemungkinan memiliki ukuran
panggul yang kecil, namun juga memiliki kemungkinan
janin kecil. Dari penelitian Thoms pada 362 nullipara
diperoleh rerata berat badan anak lebih rendah (280 gram)
pada wanita dengan panggul sempit dibandingkan wanita
dengan panggul sedang atau luas.
Pada panggul sempit ada kemungkinan kepala tertahan
oleh pintu atas panggul, sehingga gaya yang ditimbulkan
oleh kontraksi uterus secara langsung menekan bagian
selaput ketuban yang menutupi serviks. Akibatnya ketuban
dapat pecah pada pembukaan kecil dan terdapat resiko
prolapsus funikuli. Setelah selaput ketuban pecah, tidak
terdapat tekanan kepala terhadap serviks dan segmen
bawah rahim sehingga kontraksi menjadi inefektif dan
pembukaan berjalan lambat atau tidak sama sekali. Jadi,
pembukaan yang berlangsung lambat dapat menjadi
prognosa buruk pada wanita dengan pintu atas panggul
sempit.

Pada nulipara normal aterm, bagian terbawah janin


biasanya sudah masuk dalam rongga panggul sebelum
persalinan. Adanya penyempitan pintu atas panggul
menyebabkan kepala janin megapung bebas di atas pintu
panggul sehingga dapat menyebabkan presentasi janin
berubah. Pada wanita dengan panggul sempit terdapat
presentasi wajah dan bahu tiga kali lebih sering dan prolaps
tali pusat empat sampai enam kali lebih sering
dibandingkan wanita dengan panggul normal atau luas.
Penyempitan panggul tengah
Dengan sacrum melengkung sempurna, dinding-dinding
panggul tidak berkonvergensi, foramen isciadikum cukup
luas, dan spina isciadika tidak menonjol ke dalam, dapat
diharapkan bahwa panggul tengah tidak akan menyebabkan
rintangan bagi lewatnya kepala janin. Penyempitan pintu
tengah panggul lebih sering dibandingkan pintu
atas panggul.Hal ini menyebabkan terhentunya kepala
janin pada bidang transversal sehingga perlu tindakan
forceps tengah atau seksio sesarea.
Penyempitan pintu tengah panggul belum dapat
didefinisikan secara pasti seperti penyempitan pada pintu
atas panggul. Kemungkinan penyempitan pintu tengah
panggul apabila diameter interspinarum ditambah diameter
sagitalis posterior panggul tangah adalah 13,5 cm atau
kurang. Ukuran terpenting yang hanya dapat ditetapkan
secara pasti dengan pelvimetri roentgenologik ialah
distansia interspinarum. Apabila ukuran ini kurang dari 9,5

cm, perlu diwaspadai kemungkinan kesukaran persalinan


apalagi bila diikuti dengan ukuran diameter sagitalis
posterior pendek.
Penyempitan Pintu Bawah Panggul
Pintu bawah panggul bukan suatu bidang datar melainkan
dua segitiga dengan diameter intertuberosum sebagai dasar
keduanya. Penyempitan pintu bawah panggul terjadi bila
diameter distantia intertuberosum berjarak 8 cm atau
kurang. Penyempitan pintu bawah panggul biasanya
disertai oleh penyempitan pintu tengah panggul.
Disproporsi kepala janin dengan pintu bawah panggul tidak
terlalu besar dalam menimbulkan distosia berat. Hal ini
berperan penting dalam menimbulkan robekan perineum.
Hal ini disebabkan arkus pubis yang sempit, kurang dari
900 sehingga oksiput tidak dapat keluar tepat di bawah
simfisis pubis, melainkan menuju ramus iskiopubik
sehingga perineum teregang dan mudah terjadi robekan.
Perkiraan Kapasitas Panggul Sempit
Perkiraan panggul sempit dapat diperoleh dari pemeriksaan
umum dan anamnesa. Misalnya pada tuberculosis vertebra,
poliomyelitis, kifosis. Pada wanita dengan tinggi badan
yang kurang dari normal ada kemungkinan memiliki
kapasitas panggul sempit, namun bukan berarti seorang
wanita dengan tinggi badan yang normal tidak dapat
memiliki panggul sempit. Dari anamnesa persalinan

terdahulu juga dapat diperkirakan kapasitas panggul.


Apabila pada persalinan terdahulu berjalan lancar dengan
bayi berat badan normal, kemungkinan panggul sempit
adalah kecil.
Pengukuran panggul (pelvimetri) merupakan salah satu
cara untuk memperoleh keterangan tentang keadaan
panggul. Melalui pelvimetri dalama dengan tangan dapat
diperoleh ukuran kasar pintu atas dan tengah panggul serta
memberi gambaran jelas pintu bawah panggul. Adapun
pelvimetri luar tidak memiliki banyak arti.
Pelvimetri radiologis dapat memberi gambaran yang jelas
dan mempunyai tingkat ketelitian yang tidak dapat dicapai
secara klinis. Pemeriksaan ini dapat memberikan
pengukuran yang tepat dua diameter penting yang tidak
mungkin didapatkan dengan pemeriksaan klinis yaitu
diameter transversal pintu atas dan diameter antar spina
iskhiadika.
Tetapi pemeriksaan ini memiliki bahaya pajanan radiasi
terutama bagi janin sehingga jarang dilakukan. Pelvimetri
dengan CT scan dapat mengurangi pajanan radiasi, tingkat
keakuratan lebih baik dibandingkan radiologis, lebih
mudah, namun biayanya mahal. Selain itu juga dapat
dilakukan pemeriksaan dengan MRI dengan keuntungan
antara lain tidak ada radiasi, pengukuran panggul akurat,
pencitraan janin yang lengkap. Pemeriksaan ini jarang
dilakukan karena biaya yang mahal.

Dari pelvimetri dengan pencitraan dapat ditentukan jenis


panggul, ukuran pangul yang sebenarnya, luas bidang
panggul, kapasitas panggul, serta daya akomodasi yaitu
volume dari bayi yang terbesar yang masih dapat dilahirkan
spontan.
Pada kehamilan yang aterm dengan presentasi kepala dapat
dilakukan pemeriksaan dengan metode Osborn dan metode
Muller Munro Kerr. Pada metode Osborn, satu tangan
menekan kepala janin dari atas kearah rongga panggul dan
tangan yang lain diletakkan pada kepala untuk menentukan
apakah kepala menonjol di atas simfisis atau tidak. Metode
Muller Munro Kerr dilakukan dengan satu tangan
memegang kepala janin dan menekan kepala ke arah
rongga panggul, sedang dua jari tangan yang lain masuk ke
vagina untuk menentukan seberapa jauh kepala mengikuti
tekanan tersebut dan ibu jari yang masuk ke vagina
memeriksa dari luar hubungan antara kepala dan simfisis.
Janin yang besar
Normal berat neonatus pada umumnya 4000gram dan
jarang ada yang melebihi 5000gram. Berat badan neonatus
lebih dari 4000gram dinamakan bayi besar. Frekuensi
berat badan lahir lebih dari 4000gram adalah 5,3%, dan
berat badan lahir yang melihi 4500gram adalah 0,4%.
Biasanya untuk berat janin 4000-5000 gram pada panggul
normal tidak terdapat kesulitan dalam proses melahirkan.
Factor keturunan memegang peranan penting sehingga

dapat terjadi bayi besar. Janin besar biasanya juga dapat


dijumpai pada ibu yang mengalami diabetes mellitus,
postmaturitas, dan pada grande multipara. Selain itu, yang
dapat menyebabkan bayi besar adalah ibu hamil yang
makan banyak, hal tersebut masih diragukan.
Untuk menentukan besarnya janin secara klinis bukanlah
merupakan suatu hal yang mudah. Kadang-kadang bayi
besar baru dapat kita ketahui apabila selama proses
melahirkan tidak terdapat kemajuan sama sekali pada
proses persalinan normal dan biasanya disertai oleh
keadaan his yang tidak kuat. Untuk kasus seperti ini sangat
dibutuhkan pemeriksaan yang teliti untuk mengetahui
apakah terjadi sefalopelvik disproporsi. Selain itu,
penggunaan alat ultrasonic juga dapat mengukur secara
teliti apabila terdapat bayi dengan tubuh besar dan kepala
besar.
Pada panggul normal, biasanya tidak menimbulkan
terjadinya kesulitan dalam proses melahirkan janin yang
beratnya kurang dari 4500gram. Kesulitan dalam
persalinan biasanya terjadi karena kepala janin besar atau
kepala keras yang biasanya terjadi pada postmaturitas tidak
dapat memasuki pntu atas panggul, atau karena bahu yang
lebar sulit melalui rongga panggul. Bahu yang lebar selain
dapat ditemukan pada janin yang memiliki berat badan
lebih juga dapat dijumpai pada anensefalus. Janin dapat
meninggal selama proses persalinan dapat terjadi karena
terjadinya asfiksia dikarenakan selama proses kelahiran

kepala anak sudah lahir, akan tetapi karena lebarnya bahu


mengakibatkan terjadinya macet dalam melahirkan bagian
janin yang lain. Sedangkan penarikan kepala janin yang
terlalu kuat ke bawah dapat mengakibatkan terjadinya
cedera pada nervus brakhialis dan muskulus
sternokleidomastoideus.
3. Penanganan
1. Persalinan Percobaan
Setelah dilakukan penilaian ukuran panggul serta
hubungan antara kepala janin dan panggul dapat
diperkirakan bahwa persalinan dapat berlangsung per
vaginan dengan selamat dapat dilakukan persalinan
percobaan. Cara ini merupakan tes terhadap kekuatan his,
daya akomodasi, termasuk moulage karena faktor tersebut
tidak dapar diketahui sebelum persalinan.
Persalinan percobaan hanya dilakukan pada letak belakang
kepala, tidak bisa pada letak sungsang, letak dahi, letak
muka, atau kelainan letak lainnya. Ketentuan lainnya
adalah umur keamilan tidak boleh lebih dari 42 mingu
karena kepala janin bertambah besar sehingga sukar terjadi
moulage dan ada kemungkinan disfungsi plasenta janin
yang akan menjadi penyulit persalinan percobaan.
Pada janin yang besar kesulitan dalam melahirkan bahu
tidak akan selalu dapat diduga sebelumnya. Apabila dalam
proses kelahiran kepala bayi sudah keluar sedangkan dalam

melahirkan bahu sulit, sebaiknya dilakukan episiotomy


medioateral yang cukup luas, kemudian hidung dan mulut
janin dibersihkan, kepala ditarik curam kebawah dengan
hati-hati dan tentunya dengan kekuatan terukur. Bila hal
tersebut tidak berhasil, dapat dilakukan pemutaran badan
bayi di dalam rongga panggul, sehingga menjadi bahu
depan dimana sebelumnya merupakan bahu belakang dan
lahir dibawah simfisis. Bila cara tersebut masih juga belum
berhasil, penolong memasukkan tangannya kedalam
vagina, dan berusaha melahirkan janin dengan
menggerakkan dimuka dadanya. Untuk melahirkan lengan
kiri, penolong menggunakan tangan kanannya, dan
sebaliknya. Kemudian bahu depan diputar ke diameter
miring dari panggul untuk melahirkan bahu depan.
Persalinan percobaan ada dua macam yaitu trial of labour
dan test of labour. Trial of labour serupa dengan persalinan
percobaan di atas, sedangkan test of labour sebenarnya
adalah fase akhir dari trial of labour karena baru dimulai
pada pembukaan lengkap dan berakhir 2 jam kemudian.
Saat ini test of labour jarang digunakan karena biasanya
pembukaan tidak lengkap pada persalinan dengan pangul
sempit dan terdapat kematian anak yang tinggi pada cara
ini.
Keberhasilan persalinan percobaan adalah anak dapat lahir
sontan per vaginam atau dibantu ekstraksi dengan keadaan
ibu dan anak baik. Persalinan percobaan dihentikan apabila
pembukaan tidak atau kurang sekali kemajuannnya,

keadaan ibu atau anak kurang baik, ada lingkaran bandl,


setelah pembukaan lengkap dan ketuban pecah kepala tidak
masuk PAP dalam 2 jam meskipun his baik, serta pada
forceps yang gagal. Pada keadaan ini dilakukan seksio
sesarea.
2. Seksio Sesarea
Seksio sesarea elektif dilakukan pada kesempitan panggul
berat dengan kehamilan aterm, atau disproporsi
sephalopelvik yang nyata. Seksio juga dapat dilakukan pada
kesempitan panggul ringan apabila ada komplikasi seperti
primigravida tua dan kelainan letak janin yang tak dapat
diperbaiki.
Seksio sesarea sekunder (sesudah persalinan selama
beberapa waktu) dilakukan karena peralinan perobaan
dianggap gagal atau ada indikasi untuk menyelesaikan
persalinan selekas mungkin sedangkan syarat persalinan
per vaginam belum dipenuhi.
3. Simfisiotomi
Tindakan ini dilakukan dengan memisahkan panggul kiri
dan kanan pada simfisis. Tindakan ini sudah tidak
dilakukan lagi. Kraniotomi dan Kleidotomi : Pada janin
yang telah mati dapat dilakukan kraniotomi atau
kleidotomi. Apabila panggul sangat sempit sehingga janin

tetap tidak dapat dilahirkan, maka dilakukan seksio


sesarea.

BAB III
PENUTUP

III.1 KESIMPULAN
Ketuban pecah dini adalah keluarnya cairan berupa air dari
vagina setelah kehamilan berusia 22 minggu sebelum
proses persalinan berlangsung dan dapat terjadi pada
kehamilan preterm sebelum kehamilan 37 minggu maupun
kehamilan aterm.
Penyebabnya masih belum diketahui dan tidak dapat
ditentukan secara pasti. Beberapa laporan menyebutkan
faktor-faktor yang berhubungan erat dengan KPD, namun
faktor-faktor mana yang lebih berperan sulit diketahui.
Kemungkinan yang menjadi faktor predesposisi adalah:
Infeksi, Servik yang inkompetensia, Tekanan intra uterin
yang meninggi atau meningkat secara berlebihan
(overdistensi uterus), misalnya (trauma, hidramnion,
gemelli), Kelainan letak, Keadaan sosial ekonomi, dan
faktor lain.
Diagnosa KPD ditegakkan dengan cara :
1. Anamnesa
2. Inspeksi
3. Pemeriksaan dengan spekulum.
4. Pemeriksaan dalam

5. Pemeriksaan Penunjang : Pemeriksaan laboraturium, Tes


Lakmus (tes Nitrazin), Mikroskopik (tes
pakis),Pemeriksaan ultrasonografi (USG).
Walaupun pendekatan diagnosis KPD cukup banyak
macam dan caranya, namun pada umumnya KPD sudah
bisa terdiagnosis dengan anamnesa dan pemeriksaan
sedehana.
Komplikasi yang mungkin dapat terjadi : Tali pusat
menumbung, Prematuritas, persalinan preterm, jika terjadi
pada usia kehamilan preterm, Oligohidramnion, bahkan
sering partus kering (dry labor) karena air ketuban habis,
infeksi maternal : (infeksi intra partum (korioamnionitis)
ascendens dari vagina ke intrauterine, korioamnionitis
(demam >380C, takikardi, leukositosis, nyeri uterus, cairan
vagina berbau busuk atau bernanah, DJJ meningkat),
endometritis), penekanan tali pusat (prolapsus) : gawat
janin kematian janin akibat hipoksia (sering terjadi pada
presentasi bokong atau letak lintang), trauma pada waktu
lahir dan Premature dan komplikasi infeksi intrapartum.
Penatalaksanaan KPD tergantung pada umur kehamilan.
Kalau umur kehamilan tidak diketahui secara pasti segera
dilakukan pemeriksaann ultrasonografi (USG) untuk
mengetahui umur kehamilan dan letak janin. Resiko yang
lebih sering pada KPD dengan janin kurang bulan adalah
RDS dibandingkan dengan sepsis. Oleh karena itu pada
kehamilan kurang bulan perlu evaluasi hati-hati untuk

menentukan waktu yang optimal untuk persalinan. Pada


umur kehamilan 34 minggu atau lebih biasanya paru-paru
sudah matang, chorioamnionitis yang diikuti dengan sepsis
pada janin merupakan sebab utama meningginya
morbiditas dan mortalitas janin. Pada kehamilan cukup
bulan, infeksi janin langsung berhubungan dengan lama
pecahnya selaput ketuban atau lamanya perode laten.

III.2 SARAN
1. Dilakukan penelitian epidemiologis tentang KPD di
Indonesia
2. Mahasiswa diharapkan lebih mengenalkan kepada
masyarakat tentang KPD

DAFTAR PUSTAKA
1. Andhi Juanda, 2005. Ilmu Penyakit Kulit dan
Kelamin.Jakarta. FKUI
2. Centers for Disease Control and Prevention (CDC);
Update to CDCs sexually transmitted diseases
treatment guidelines, 2006: fluoroquinolones no
longer recommended for treatment of gonococcal
infections.; MMWR Morb Mortal Wkly Rep; 2007;
Vol. 56; pp. 332-6
3. Centers for Disease Control and Prevention,
Workowski KA, Berman SM; Sexually transmitted
diseases treatment guidelines, 2006.; MMWR
Recomm Rep; 2006; Vol. 55; pp. 1-94
4. Freddy dinata. Kelainan pada kelenjar bartholini.
diakses dari www.azramedicalcentretanggal 4 maret
2011
5. Irma handayani. Radang genitalia pada wanita.
Diakses dari www.google.com tanggal 8 maret 2011
6. Landay Melanie, Satmary Wendy A, Memarzadeh
Sanaz, Smith Donna M, Barclay David L, Chapter
49. Premalignant & Malignant Disorders of the Vulva
& Vagina (Chapter). DeCherney AH, Nathan L:
CURRENT Diagnosis & Treatment Obstetrics &
Gynecology, 10e.USA: McGraw-Hill
7. MacKay H. Trent, Chapter 18. Gynecologic
Disorders (Chapter). McPhee SJ, Papadakis MA,
Tierney LM, Jr.: CURRENT Medical Diagnosis &
Treatment 2010.USA: McGraw-Hill

8. 8.
Kapita Selekta Kedokteran Jilid 1 Edisi 3
hal. 386. 2005. FK UI
9. Schorge JO, Schaffer JI, Halvorson LM, Hoffman BL,
Bradshaw KD, Cunningham FG, Chapter 41.
Surgeries for Benign Gynecologic Conditions
(Chapter). Schorge JO, Schaffer JI, Halvorson LM,
Hoffman BL, Bradshaw KD, Cunningham FG:
Williams Gynecology.USA: McGraw-Hill
10. Schorge JO, Schaffer JI, Halvorson LM, Hoffman
BL, Bradshaw KD, Cunningham FG, Chapter 4.
Benign Disorders of the Lower Reproductive Tract
(Chapter). Schorge JO, Schaffer JI, Halvorson LM,
Hoffman BL, Bradshaw KD, Cunningham FG:
Williams Gynecology. USA: McGraw-Hill
About these ads
Share this:

Twitter
Facebook

Terkait

PREMATURE RUPTURE OF MEMBRANEIn "Makalah


Kedokteran"
PRMIn "Makalah Kedokteran"
KASUS ASMA PADA PEMBEDAHANIn "Makalah
Kedokteran"

Posted by doktermaya in Makalah


Kedokteran Tag:adalah, diagnosa, diagnosis, dini, faktor,gejala,
kelainan, keluhan, ketuban, klinis, komplikasi, obat, patofisiolo

gi, pecah,penanganan, penatalaksanaan, pengertian, penyakit,


penyebab, riwayat, tanda, terapi

Previous
Selanjutnya

Berikan Balasan

Pos-pos Terakhir

AKNE VULGARIS
BARTOLINITIS
PARTUS PREMATURUS
PRM
PNEUMOTHORAKS

Kumpulan Materi

Juni 2012
Desember 2011
November 2011
Oktober 2011
September 2011
Agustus 2011

Kategori

Ilmu Kesehatan Kulit


Makalah Kedokteran

Top Clicks

emedicine.com

Meta

Mendaftar
Masuk log
RSS Entri
RSS Komentar
WordPress.com

Buat situs web atau blog gratis di WordPress.com. | The San


Kloud Theme.
Ikuti

Follow KHANZA SKIN CARE


Get every new post delivered to your Inbox.
Sign me up

Buat situs dengan WordPress.com

You might also like