Professional Documents
Culture Documents
MENGELOLA HUTAN
BERNILAI KONSERVASI
TINGGI DI INDONESIA
studi kasus di Kalimantan Timur
Bekantan
The Nature Conservancy (TNC) adalah organisasi internasional non pemerintah yang
bekerjasama dengan masyarakat umum, kalangan bisnis dan orang-orang seperti anda sejak
tahun 1951 untuk melindungi hampir 117 juta are kawasan (setara dengan 476.420 juta m2) di
seluruh dunia. TNC mempunyai misi melindungi tumbuhan, hewan dan komunitas alami yang
mewakili kekayaan hidup di muka Bumi melalui perlindungan tanah dan air yang diperlukan
agar dapat bertahan hidup.
Sejak tahun 1991, TNC telah bermitra dengan pemerintah dan masyarakat Indonesia
untuk melindungi kekayaan alam negeri ini yang tak bisa digantikan. Di Kalimantan Timur,
fokus kegiatan TNC adalah pada luar kawasan yang telah dilindungi secara formal. Sebab ter-
dapat kekayaan biologi dalam jumlah besar di kawasan tersebut, namun masih sedikit mendapat
perlindungan oleh perundangan Indonesia dan keberadaannya pun sangat terancam.
TNC bersama para mitranya melakukan pendekatan konservasi komprehensif dari
pegunungan sampai terumbu karang. Mengingat ketergantungan Indonesia terhadap sumber-
daya alam bagi perkembangan ekonomi dan desentralisasi pemerintahan saat ini, TNC percaya
bahwa perlindungan habitat yang penting melalui pembentukan taman nasional atau cagar alam
baru bukan pilihan yang memungkinkan dalam waktu dekat ini. Sebagai gantinya, TNC meng-
gunakan pendekatan target untuk mengkonservasi daerah-daerah penting yang diidentifikasi
melalui pengkajian ekoregional.
Salah satu fokus upaya konservasi TNC di Kalimantan Timur adalah menjaga keber-
langsungan habitat hutan. Para ahli percaya bahwa Daerah Aliran Sungai Kelay di propinsi ini
adalah rumah bagi lebih dari 10 persen populasi orangutan yang tersisa di dunia. Karena keter-
gantungannya terhadap tiga tipe hutan, orangutan diidentifikasikan sebagai “spesies unggulan”
(flagship species). Keberhasilan perlindungan habitat orangutan akan menjadi ukuran keberhasi-
lan konservasi daerah tersebut dalam skala luas.
kesimpulan 59
lampiran 1: contoh-contoh beberapa masalah dan sumber masalah untuk nilai konservasi penting
di Kalimantan Timur 61
lampiran 2: ringkasan potensi ancaman terhadap nilai-nilai 66
lampiran 3: potensi strategi pengelolaan yang direkomendasikan 68
lampiran 4: daftar jenis vertebrata rawan, terancam dan endemik yang dapat ditemukan di
Kalimantan Timur 71
CIFOR Center for International Forestry Research (Pusat Penelitian Kehutanan Internasional)
ENSO El Nino and Southern Oscillation (perubahan iklim karena pengaruh el nino dan la nina)
HL hutan lindung
PT Perseroan Terbatas
RSPO Roundtable on Sustainable Oil Palm (Inisiatif multistakhoder global untuk kelestarian minyak
sawit)
Skyline Tehnik penyaradan kayu dengan prinsip kerja katrol dan tiang pancang
Stepwise
Approach Pendekatan bertahap menuju sertifikasi
Juni 2006.
Sebelumnya digunakan pengertian hutan yang telah berusia tua, namun kemudian banyak prak-
tisi merasa bahwa pengertian tersebut tidak tepat karena tidak mencakup kepentingan hutan
secara ekologi dan situasi sosial juga keadaan iklim tropis. Demi membantu para pengelola hu-
tan di Indonesia untuk mengidentifikasi HCVF, pada tahun 2004, Proforest dan Smartwood
mengembangkan perangkat HCVF khusus Indonesia.
Tujuan dari panduan ini adalah untuk mengembangkan perangkat HCVF, khususnya dengan
pemaparan berbagai contoh tentang bagaimana mengelola HCVF dan ide-ide bagaimana me-
mantau tentang kesehatan kawasan yang telah dilindungi.
Sejak tahun 2002, The Nature Conservancy (TNC) telah menginisiasi peran terkait dalam
upaya identifikasi dan penawaran rekomendasi untuk pengelolaan kawasan bernilai konservasi
tinggi. Saat ini TNC bekerjasama dengan tiga perusahaan pemegang konsesi hutan telah men-
gidentifikasi 185.000 ha hutan bernilai konservasi tinggi di Kalimantan Timur. Rencananya
luasan tersebut menjadi dua kali lipat pada tahun 2007. TNC sangat tertarik pada konsep ini
karena memahami bahwa pelayanan ekosistem dan fungsi proses ekologis pada skala besar atau
lansekap ekstrem dan pada sebagian besar kawasan dilindungi tidak mampu mencukupi untuk
menjamin berlangsungnya proses ini. Karena itu kawasan konservasi tinggi yang secara efektif
dikelola dapat meningkatkan dan menguatkan sistem nasional pada kawasan yang dilindungi.
Lebih jauh lagi, area HCVF dikelola dan dibiayai oleh sektor swasta sehingga tidak bergantung
dan menjadi beban anggaran pemerintah pusat.
Pertanyaan penting selanjutnya adalah mengapa kalangan industri dan pemerintah harus
tertarik pada HCVF ini? Permintaan sertifikasi hutan saat ini semakin meningkat oleh para
pembeli dari Eropa maupun Amerika Utara, dan kompleksitas sertifikasi menjadikan banyak
Prinsip sembilan pada HCVF sangat unik dengan mengkombinasikan komponen ekologi
maupun sosial yang bekerja pada dua skala yang berbeda. Bilamana dibandingkan luasan seluruh
propinsi, maka luas hutan yang masih baik dan belum terjamah masuk dalam kawasan bernilai
konservasi tinggi. Dan, pada tingkatan unit pengelolaan hutan, suatu upaya dibuat untuk meng-
konfirmasi apakah terdapat kumpulan spesies langka, genting dan terancam serta dalam kondisi
lingkungan yang seperti apa komunitas itu bergantung pada hutan alam yang ada. Berdasar pada
kombinasi faktor-faktor tersebut, banyak HPH yang berharap mampu menunjukkan komit-
men terhadap pengelolaan hutan yang berkelanjutan dengan menjadikan pengkajian HCVF
sebagai langkah awalnya.
Lebih jauh lagi konsep HCVF telah masuk dalam konteks FSC dan saat ini telah digunakan
dalam sektor pengelolaan kelapa sawit dan tambang. The Roundtable on Sustainable Palm
Oil telah membuat kesepakatan untuk secara khusus mengurangi dampak ekologi dan sosial
pada kawasan perkebunan kelapa sawit. Mereka telah memiliki rancangan yang sesuai dengan
seperangkat prinsip bahwa tidak ada konversi pada area HCVF.
Pengkajian HCVF pada skala lansekap berguna sebagai informasi bagi BAPPEDA tingkat
propinsi dan kabupaten. Pada kebanyakan kawasan hutan yang teridentifikasi sebagai HCVF
terletak pada kawasan hulu daerah aliran sungai yang merupakan pusat keanekaragaman hayati
sekaligus yang melindungi kawasan hilir dari bahaya banjir serta sebagai sumber air bersih.
Karena begitu maka BAPPEDA harus menjamin bahwa area HCVF tidak termasuk dalam
kawasan konversi, dan keberadaan area konservasi tinggi yang sebelumnya termasuk dalam ka-
wasan konversi perlu dikaji kembali. Peran penting lain pemerintah adalah harus memberikan
insentif bagi upaya sertifikasi, terutama kepada area yang dinyatakan sebagai HCVF. Antara lain
berupa penghapusan pajak area HCVF dan mengeluarkannya dari dari kawasan target produk-
si. Hal ini akan cukup memberikan manfaat yang tak terhitung banyaknya untuk kawasan hilir.
Konsep HCVF sendiri telah mendapat dukungan dari sektor perbankan internasional. Saat ini,
HSBC dan Rabobank telah menyatakan bahwa mereka tidak akan mendanai konversi pada
kawasan yang telah dinyatakan sebagai area HCVF.
Sementara laju deforestasi di Indonesia terus berlangsung dan semakin cepat terjadi pada hu-
tan-hutan di Kalimantan dan Sumatera. Konsep Hutan Bernilai Konservasi Tinggi merupakan
perangkat yang sangat berguna untuk melindungi area tersisa yang kritis secara ekologi dan
sosial. Salah satu tujuan dari TNC adalah menyediakan informasi penting dan praktis untuk
para pengelola hutan guna mengurangi dampak yang ditimbulkan. Dan, panduan ini diharapkan
dapat menjadi jawaban tujuan tersebut.
peran pemerintah
HCVF menjadi perangkat yang sangat kuat guna
upaya advokasi pemeliharan blok hutan yang utuh
dan kawasan penting yang sangat bernilai dan
tersisa dalam skala lansekap besar. Namun dalam
penerapannya sebagai alat advokasi dan perencanaan
yang efektif pada level lansekap, proponen HCVF harus
terintegrasi dengan proses perencanaan tata ruang
pemerintah Hal ini akan mengijinkan adanya mosaik
yang saling berkesinambungan (misal; hubungan
antara HCVF berbasis FMU dengan kawasan lindung
yang ada).
pendahuluan
Apa tujuan panduan ini?
Penebangan selektif menimbulkan dampak negatif langsung yang lebih kecil bagi kebanyakan jenis
hidupan liar daripada dugaan pada umumnya (Meijaard dkk. 2005), sementara para ahli konservasi
menekankan betapa penting peranan pengelolaan hutan berkelanjutan untuk konservasi jangka
panjang hutan dan hidupan liar. Pembentukan Hutan Bernilai Konservasi Tinggi (High Conserva-
tion Value Forest-HCVF) yang merupakan pengelolaan konservasi dalam zone pemanfaatan hutan
akan menjadi alat untuk mempertahankan integritas alami dan budaya dari daerah hutan produksi.
Satu tantangan bersama dari pengelola hutan di In- fikasi Forest Stewardship Council (FSC). Sertifikasi
donesia adalah identifikasi dan pengelolaan HCVF itu juga bermanfaat sebagai jaminan pengelolaan
ini. Identifikasi dan pengelolaan HCVF adalah bagian hutan berkelanjutan secara umum dan pemeliharaan
penting dari prinsip-prinsip serta kriteria untuk serti- ekosistem fungsional.
Definisi dan penjelasan Hutan Bernilai Konservasi Tinggi terdapat dalam bab 2 dan 3
apakah
Hutan
Bernilai
Konservasi Tinggi
(HCVF) itu?
Sertifikasi Hutan
Sertifikasi hutan adalah sebuah istilah mengenai berbagai standar berbeda yang dirancang untuk
mendukung pengelolaan hutan yang berkelanjutan, atau secara sederhana bisa disebut sebagai
pengelolaan hutan yang baik. Pada sepuluh tahun terakhir, permintaan konsumen akan produk kayu
asal hutan yang dikelola secara berkelanjutan dengan dampak terbatas terhadap keanekaragaman
hayati dan masyarakat asli yang hidup di dalam dan di sekitar hutan telah meningkat. Sertifikasi
adalah suatu sistem dimana konsesi hutan dapat disetujui, atau diberi ‘sertifikat’, jika mereka mam-
pu memenuhi berbagai standar yang mendefinisikan proses sertifikasi. Standar tersebut seringkali
dikenal sebagai prinsip-prinsip dan kriteria.
Walaupun sertifikasi tidak selalu menjawab semua Saat ini terdapat dua sistem sertifikasi yang dianut
kebutuhan akan pertanggungjawaban konservasi di Indonesia yaitu: FSC (The Forest Stewardship
dan sosial, namun demikian hal ini adalah salah satu Council) dan Lembaga Ekolabel Indonesia (LEI).
cara terbaik untuk mempromosikan isu-isu tersebut Keduanya telah mengembangkan Prinsip-prinsip
dalam kondisi saat ini. dan Kriteria dalam pengelolaan hutan. Panduan ini
9.1 Pengkajian untuk menentukan keberadaan dari sifat-sifat yang konsisten dengan Hutan Bernilai
Konservasi Tinggi akan dilengkapi, sesuai dengan skala dan intensitas dari pengelolaan hutan.
9.2 Bagian konsultatif dari proses sertifikasi harus menekankan pada sifat-sifat konservasi yang telah
diidentifikasi, dan pilihan-pilihan untuk pemeliharaan selanjutnya.
9.3 Rencana pengelolaan hendaknya meliputi dan mengimplementasikan tindakan-tindakan spesifik
untuk menjamin pemeliharaan dan/atau peningkatan sifat-sifat konservasi yang dapat diterapkan
konsisten dengan pendekatan kehati-hatian. Tindakan-tindakan ini hendaknya secara spesifik
dimasukkan dalam ringkasan rencana pengelolaan yang tersedia bagi publik.
9.4 Pemantauan tahunan akan dilakukan untuk menilai efektivitas langkah-langkah yang diterapkan
untuk memelihara atau meningkatkan sifat-sifat konservasi yang dapat diterapkan.
Prinsip ini relatif baru dikembangkan untuk menggantikan konsep lama dari hutan yang sudah tumbuh
lama atau hutan perawan: Kelompok kerja pertama yang mempertimbangkan teks dari Prinsip 9 yang
diciptakan oleh FSC pada tahun 1998 (FSC, 2001).
Hutan-hutan yang memiliki satu atau lebih dari sifat-sifat di bawah ini:
HCV1 Kawasan hutan yang secara global, regional atau nasional memiliki konsentrasi nilai
keanekaragamanan hayati yang signifikan (misalnya endemisme, spesies yang genting, tempat
perlindungan).
HCV2 Kawasan hutan yang secara global, regional atau nasional mempunyai luasan lansekap hutan
yang signifikan, yang termasuk dalam, atau memiliki unit pengelolaan, dimana penyebaran dan
kelimpahan populasi yang ada dari hampir semua atau semua jenis alami didalamnya ditemui
dalam pola alami.
HCV3 Kawasan hutan yang berada dalam atau memiliki ekosistem langka, terancam atau genting.
HCV4 Kawasan hutan yang memberikan jasa-jasa dasar alami dalam situasi kritis (misalnya perlindungan
daerah tangkapan air, pengontrol erosi).
Kunci dari prinsip ini adalah konsep nilai-nilai. Prinsip 9 tidak menekankan pada konservasi satu spesies
langka atau hak-hak masyarakat. Hal tersebut telah diatur di bidang lain. Prinsip 9 lebih bersifat umum
dan konsekuensinya lebih sulit didefinisikan. Nilai-nilai tersebut lebih berhubungan dengan fungsi
sebuah hutan pada skala lokal, regional atau global. Fungsi-fungsi tersebut dapat didefinisikan dengan
jelas dan memiliki keterkaitan ekonomis yang langsung, seperti perlindungan daerah tangkapan air atau
pemeliharaan sumber makanan bagi masyarakat lokal. Sebaliknya, fungsi tersebut juga termasuk nilai-nilai
dasar, seperti konservasi dari spesies endemik di dalam suatu hutan, yang mungkin tidak memiliki nilai
ekonomis yang jelas namun penting untuk mempertahankan keanekaragaman hayati.
Lutung merah
Menurut Prinsip 9, Pengelolaan HCVF harus dilakukan di dalam sebuah HCVF sepanjang kegiatan
mempertahankan atau meningkatkan nilai-nilai dari tersebut tidak merusak nilai-nilai dari hutan.
kepentingan yang ada. Namun demikian, hal ini tidak
berarti meniadakan aktivitas pembalakan dalam Prinsip 9 sangat relevan bagi Indonesia, di mana
hutan. Sebagai contoh, pemanenan kayu mungkin terdapat konteks ekologis, lingkungan dan sosial
diperbolehkan pada daerah tangkapan air yang yang unik yang membuat hampir semua pengelola
kritis sepanjang metode pembalakan yang dilakukan dari hutan alam bekerja dalam sebuah HCVF. Oleh
tidak mempengaruhi kualitas air dan fungsi- karenanya, untuk mengenali hal ini, para pemegang
fungsi hidrologis. Hal serupa adalah kegiatan bisa konsesi hutan di Indonesia yang berminat untuk
dilakukan di daerah-daerah yang memiliki nilai sosial mendapatkan sertifikasi dari FSC harus mempelajari,
tinggi namun pengelolaan harus tidak berdampak bagaimana mengintepretasikan kriteria yang
negatif bagi nilai-nilai yang dianggap mendasar bagi berhubungan dengan Prinsip 9, dan bagaimana
masyarakat lokal. Jadi, menurut Prinsip 9, sejumlah memenuhi kriteria tersebut.
besar aktifitas pengelolaan dan produksi masih dapat
Pengkajian Awal
Identifikasi ada atau tidaknya
HCV tidak Dokumentasikan kenapa
potensial HCV
ada setiap nilai tertentu tidak
bagian 2
ada.
Potensi HCV ada Beri alasan bagi setiap
keputusan.
HCV ada
Monitoring
Monitoring HCV untuk mengkonfirmasi
bahwa HCV teleh dipertahankan atau Gambar 1: Pendekatan perangkat
ditingkatkan ProForest untuk mengidentifikasi,
bagian 4 mengelola dan memantau HCVF
FSC kriteria 9.4
(sumber Jennings, Nussbaum dan
Synnott 2002)
Panduan umum dari ProForest selanjutnya diadaptasi Perangkat tersebut mencakup rincian perbab untuk
untuk menghasilkan perangkat bagi Indonesia. tiap jenis dari enam jenis Nilai Konservasi Tinggi
Para pengelola hutan sebaiknya menggunakan (HCV), dan sebuah daftar komponen HCV untuk
panduan yang berjudul “Mengidentifikasi, Mengelola, Indonesia. Setiap komponen didiskusikan tersendiri
dan Memantau Hutan Bernilai Konservasi Tinggi di dan termasuk didalamnya alasan penggunaan
Indonesia: Sebuah Perangkat bagi para Pengelola Hutan dan pedoman bagi pengguna untuk (i) bagaimana
dan Pemangku Kepentingan” (ProForest/SmartWood menentukan keberadaan nilai tersebut, (ii) bagaimana
2003) untuk menentukan keberadaan dan nilai- mengelola hal tersebut, dan (iii) bagaimana melakukan
nilai yang terdapat dalam FMU. Bagian-bagian dari pemantauan untuk memastikan terjaganya nilai-nilai
panduan tersebut dikutip dibawah ini. tersebut. Ketiga bagian ini menjadi inti dari perangkat
HCVF untuk konteks Indonesia,dan akan didiskusikan
lebih lanjut pada Bagian 2, Bagian 3 dan Bagian 4.
Kupu-kupu Monarch
Refugia adalah area dalam kawasan hutan
yang memiliki ketangguhan terhadap
perubahan yang disebabkan oleh faktor luar,
misalnya cuaca. Sebagai contoh, sebuah refugia
hutan bisa saja berupa sebuah area dalam hutan
yang memiliki karakteristik geografis atau
geologis lokal yang menyediakan peredam
atas kejadian-kejadian cuaca ekstrim,
misalnya musim kering berkepanjangan
karena faktor ENSO. Sementara hutan lainnya
mungkin rentan terhadap api dan terbakar, namun
refugia hutan ini tidak. Sebuah contoh dari konsentrasi temporal suatu
spesies yang kritis, adalah sebuah daerah bergunung yang relatif kecil di
Meksiko yang menjadi tempat berkumpul yang sangat penting bagi sebagian besar populasi
kupu-kupu Monarch (Danaus plexippus) di Amerika Serikat di saat bulan-bulan musim dingin.
Kucing Tandang
1
Hal
dalam HCV5 atau HCV6.
Dengan secara sistematis menjawab semua Long Bagun, berdasarkan penilaian nilai-nilai HCV.
pertanyaan dalam perangkat menggunakan survey TNC saat ini sedang mengembangkan beberapa
lapangan dan perencanaan partisipatif dan teknik teknik pengkajian singkat (rapid assesment),
appraisal, daerah hutan dapat dideliniasikan dalam khususnya menentukan kemelimpahan hidupan liar
peta. Boks 1 merupakan contoh daerah HCVF yang dalam konsesi kayu dan tekanan perburuan lokal.
diidentifikasi di area Sumalindo Lestari Jaya Unit II,
Anak Dayak
A (utara) Daerah ini terletak di utara dari Desa Long 1 (tumbuhan) 7,366
Lebusan dan Mahak Baru. Merupakan daerah 2 (bagian dari blok
tangkapan air yang menyediakan sumber hutan yang luas)
air kritis bagi desa-desa. Kemungkinan juga 3 (hutan dataran
daerah sumber pemenuhan kebutuhan bagi rendah)
masyarakat lokal (walaupun perlu dikonfirmasi). 4 (daerah tangkapan
Daerah ini memiliki bagian bawah lembah air kritis bagi 2
yang relatif datar (600m) dengan hutan masyarakat)
Dipterocarpaceae dataran rendah. Namun 5 (pengumpulan
kemungkinan daerah ini digunakan untuk sumberdaya TBC)
berburu. Kemelimpahan dari beberapa 6 (tanah ulen TBC)
jenis mamalia dan burung akan rendah dan
daerah ini yang kemungkinan tidak mewakili
konsentrasi keragaman fauna.
B (tengah, Daerah ini memiliki gradien formasi hutan 1 (konsentrasi dari 13,458
Timur dari yang lengkap, mulai dari hutan di sepanjang keanekaragaman
Boh) sungai Boh, lalu hutan dataran rendah dataran rendah dan
lembah Boh pada sekitar 300 m/dpl sampai pegunungan)
hutan pegunungan bagian bawah dengan 2 (bagian dari blok
ketinggian diatas 1,000m dpl. Merupakan hutan luas dan
perbatasan menuju sebuah daerah hutan perbatasan dari
lindung yang secara efektif meningkatkan sebuah daerah hutan
luasan daerah konservasi dan membantu upaya lindung)
perlindungannya. Daerah ini terpencil dan sulit 3 (hutan dataran
untuk diakses sehingga membatasi jumlah rendah dan
perburuan di daerah ini. Termasuk di dalamnya pegunungan bagian
daerah terjal yang sangat rawan terhadap erosi bawah)
dan longsoran jika terjadi pembukaan hutan. 4 (daerah tangkapan
Daerah terjal dibawah 600m dapat berarti air Boh dan terutama
bahwa tempat ini bukan hutan dataran rendah kelerengan terjal)
yang paling beragam. Namun demikian lokasi
terpencil dan ukuran besar dari daerah ini akan
mendukung konservasi keanekaragaman hayati.
C (selatan) Daerah ini termasuk sejumlah daerah hutan 1 (konsentrasi dari 11,372
dataran rendah di bawah 400m yang luas keanekaragaman
dan belum dibuka dan diambil kayunya. dataran rendah dan
Kebanyakan dari daerah dataran rendah ini pegunungan)
relatif datar. Termasuk dalam Daerah Burung 2 (bagian dari blok
Penting (Important Bird Areas/IBA) yang hutan luas dan per-
ditetapkan oleh Birdlife International. Termasuk batasan dari sebuah
di dalamnya sejumlah formasi hutan dalam daerah hutan lindung)
berbagai ketinggian serta sebuah daerah hutan 3 (hutan dataran
lindung. Hutan ini memiliki fungsi penting untuk rendah dan pegun-
mengatur aliran air dari lereng dan tebing- ungan bagian bawah)
tebing terjal dalam daerah hutan lindung. 4 (daerah tangkapan
air Boh dan suplai air
basecamp)
bagaimana anda
mengelola HCVF?
Setelah ditetapkan bahwa ada suatu bentuk HCVF di dalam sebuah FMU, langkah berikutnya adalah
menentukan bagaimana hutan tersebut harus dikelola. Kunci dalam mengelola HCVF menurut Prin-
sip 9 FSC adalah bahwa strategi-strategi harus dirancang untuk memelihara atau meningkatkan
nilainya. Hal ini berarti bahwa berbagai strategi pengelolaan mungkin cocok untuk diterapkan pada
suatu FMU tertentu, tergantung pada nilai yang dipertimbangkan dan ancaman terhadap nilai terse-
but. Menjadi catatan bahwa HCVF harus dikelola untuk meningkatkan atau memelihara nilai yang
tercantum dalam Kriteria 9.3, dan hal ini merupakan aspek yang paling penting dari Prinsip 9:
9.3 Rencana pengelolaan hendaknya meliputi hutan lindung yang dikeluarkan dari produksi. HCVF
dan mengimplementasikan tindakan-tindakan semata-mata merupakan indikasi bahwa ada sesuatu
spesifik untuk menjamin pemeliharaan dan/atau yang khusus mengenai kawasan tersebut yang
peningkatan sifat-sifat konservasi yang dapat mungkin memerlukan suatu bentuk pengelolaan yang
diterapkan secara konsisten dengan pendekatan terencana dengan khusus dan hati-hati. Kehadiran
kehati-hatian. Tindakan-tindakan ini hendaknya HCVF adalah sesuatu yang merupakan kebanggaan,
secara spesifik dimasukkan dalam ringkasan bukan ketakutan, mengingat bahwa para pengelola
rencana pengelolaan yang tersedia bagi publik. dan staf memiliki peluang unntuk mengelola suatu
sumberdaya alam yang merupakan kepentingan
Penting untuk ditekankan bahwa adanya HCVF dalam nasional atau bahkan kepentingan global.
suatu FMU seharusnya tidak dipandang oleh para
pengelola sebagai sesuatu yang buruk. Keberadaan Di bawah ini kami akan mendiskusikan beberapa
HCVF dalam suatu FMU tidak selalu mengurangi aspek pengelolaan HCVF. Kami akan memberikan
potensi pendapatan (revenue) yang dapat dihasilkan, contoh-contoh berdasarkan atas penilaian sebuah
dan tidak juga berarti bahwa FMU harus menjadi HCVF di Kalimantan Timur (Daryatun dkk. 2002).
1.2 Unit Pengelolaan Hutan memuat (atau mungkin memuat) spesies langka, terancam atau hampir punah.
(a) Terdaftar oleh otoritas internasional? YA
(b) Digolongkan sebagai langka, terancam atau hampir punah menurut peraturan nasional, regional atau
propinsi? YA
Meskipun daftar lengkap spesies yang dijumpai di konsesi SLJ II tidak ada, telah tersedia cukup informasi untuk
memenuhi kriteria ini. Konsesi terdiri dari hampir 270 000 ha hutan bukit dipterocarpace dan hutan pegunungan
rendah. Sebagian besar hutan ini belum dieksploitasi secara komersil untuk kayu dan masih dalam kondisi
asli. Staf TNC dan SLJ berasumsi bahwa semua spesies yang diharapkan terdapat di hutan bukit dipterocarp
di Kalimantan Tengah masih terdapat di areal konsesi. Di bawah berikut beberapa contoh dari spesies yang
diketahui dan diduga ada di dalam kawasan Sumalindo Lestari Jaya Unit II (E. Pollard pers obs and SLJ staff pers
com).
5.1 Masyarakat lokal memanfaatkan FMU untuk kebutuhan dasar atau mata pencaharian. YA
Ada 3 desa dalam SLJ II dan sedikitnya 2 desa yang secara langsung berbatasan dengan FMU. Seluruh
masyarakat ini memanfaatkan sumberdaya dari kawasan SLJ II. PKP mengungkapkan 4 sistem yang merupakan
sumberdaya hutan: kayu bangunan, obat-obatan, buah-buahan hutan dan hasil hutan non-kayu (meliputi
gaharu, rotan, damar, dan satwa buru). Urutan kepentingan dari sumberdaya ini memperlihatkan bahwa
sumberdaya tersebut jelas sangat penting untuk memenuhi kebutuhan dasar masyarakat lokal (Lihat Tabel di
bawah)
Sumber: Daryatun et al. (2002)
Urutan Kepentingan1
Bahan bangunan 5 0 0
dan kerajinan
4 (Penting) berarti bahwa lebih dari 50% penduduk bergantung pada sumberdaya ini untuk memenuhi lebih dari
15% kebutuhannya. Hal ini berarti segala sesuatu yang memengaruhi kualitas sumberdaya akan mengakibatkan
penyesuaian yang signifikan terhadap kebutuhan sebagian besar penduduk.
3 (Sangat penting bagi sebagian masyarakat) berarti bahwa paling sedikit 15% (tetapi kurang dari 50%) dari
penduduk bergantung pada sumberdaya ini untuk memenuhi lebih dari separuh kebutuhan tertertentu. Hal ini
berarti bahwa segala sesuatu yang terjadi terhadap sumberdaya ini akan mengakibatkan krisis bagi sebagian
masyarakat.
2 (Penting bagi sebagian dari masyarakat) berarti bahwa paling sedikit 15% penduduk memenuhi antara 15
sampai 49% kebutuhan tertentu dari sumberdaya ini. Segala sesuatu yang memengaruhi sumberdaya ini akan
mengakibatkan penyesuaian kebutuhan yang signikan terhadap sebagian masyarakat.
1 (Marjinal) berarti bahwa kurang dari 15% penduduk memanfaatkan sumberdaya ini, atau hal tersebut mencakup
kurang dari 15% kebutuhan setiap orang. Hal ini berarti bahwa setiap perubahan yang mengaruhi sumberdaya
ini harus disertai dengan penyesuaian minor dalam kebutuhan. Walaupun demikian, tetap harus diperiksa siapa
orang yang bergantung pada sumberdaya ini dan bagaimana mekanisme untuk mengatasi masalah ini.
Mengidentifikasi yang
terjadi di dalam suatu nilai
TNC menyebut apa yang terjadi terhadap suatu target
konservasi, atau nilai, sebagai tekanan. Tekanan
adalah perubahan-perubahan negatif dalam ciri-ciri
nilai tersebut. Tekanan bukanlah hal yang mendorong
terjadinya perubahan, tetapi sekedar apa yang yang
ada pada suatu nilai.
Kondisi sebelumnya
Sangat baik
Sangat baik (hijau tua)
T - 10 Saat ini T + 10
Waktu
Sampai disini, disarankan untuk membagi tim ke dalam dua kelompok. Satu kelompok harus memfokuskan
pada menentukan tekanan-tekanan terhadap nilai-nilai ekologi, HCV 1 sampai 4. Kelompok ini harus terdiri
atas orang-orang yang memiliki pengetahuan tentang hutan dan ekologinya. Kelompok lain harus dibentuk
untuk berkonsentrasi pada tekanan-tekanan terhadap nilai-nilai sosial-budaya, HCV 4 sampai 6. Kelompok ini
harus terdiri atas orang-orang yang memiliki pengetahuan tentang masyarakat lokal.
Sebuah daftar berbagai tekanan yang mungkin PKP harus digunakan dengan konsultasi bersama
bagi setiap Nilai Konservasi Tinggi diberikan pada desa-desa di sekeliling FMU, dan suatu panduan
Lampiran 4. Penting dicatat bahwa daftar ini tidak penggunaannya disediakan dalam Lampiran 3.
lengkap. Contoh-contoh tekanan ini mungkin sekali Informasi yang dikumpulkan melalui proses ini harus
terdapat di kebanyakan hutan di seluruh Kalimantan digunakan untuk mengembangkan strategi-strategi
Timur, tetapi beberapa dari tekanan yang didaftar bagi HCV 1-6. PKP membantu untuk mengidentifikasi
mungkin tidak relevan bagi FMU tertentu, dan tidak hanya nilai-nilai yang penting bagi masyarakat
beberapa tekanan yang penting mungkin tidak ada lokal, tetapi juga tekanan-tekanan terhadap nilai-nilai
dalam daftar. Para pengelola harus mengidentifikasi tersebut. Lebih jauh lagi, PKP memberikan ide-ide
tekanan-tekanan mana yang terjadi dan mana yang bagi kemungkinan strategi-strategi pengelolaan yang
tidak dalam FMU mereka. dikembangkan oleh masyarakat sendiri, sehingga
meningkatkan peluang keberhasilan bahwa suatu
PKP adalah suatu alat yang sangat bermanfaat untuk usulan kegiatan pengelolaan akan diterima oleh para
mengumpulkan informasi dari masyarakat lokal. anggota masyarakat.
NILAI
Tekanan 1 X.X Tekanan 2 Sumber 2.1
Sumber 1.2
• Mengidentifikasi kontak-kontak kunci, dengan konsultasi bersama tokoh masyarakat, memilih anggota
masyarakat yang diterima bersama sebagai kontak utama.
• Di dalam setiap desa, perkenalkan kontak perusahaan kepada anggota masyarakat; kontak adalah
perwakilan perusahaan yang dapat dihubungi untuk ditanya dan berdiskusi.
• Lakukan pertemuan-pertemuan awal untuk menginformasikan kepada tokoh masyarakat tentang rencana-
rencana yang akan datang.
• Lakukan pemetaan sosial desa untuk mendokumentasikan pemisahan sosial yang ada di dalam masyarakat
sebagai suatu dasar untuk menjamin bahwa para anggota seluruh kelompok sosial diundang untuk dan
berpartisipasi dalam konsultasi-konsultasi di masa yang akan datang.
• Laksanakan suatu konsultasi PKP, pastikan bahwa partisipasi mewakili seluruh kategori sosial di dalam
desa. Jika perlu, lakukan beberapa konsultasi independen dengan kelompok yang berbeda.
• Lakukan penilaian terhadap hasil PKP dan identifikasi kemungkinan-kemungkinan ketidak pastian yang
mungkin menuntut perusahaan untuk melaksanakan survei tambahan atau wawancara-wawancara untuk
mengecek-silang hasil-hasil yang mencurigakan atau mengklarifikasi unsur-unsur tertentu.
Pembangunan jalan tidak boleh ada di kawasan- Karena jalan-jalan sarad tidak dibangun, hal ini
kawasan hutan pegunungan, kerangas dan gambut. mengurangi dampak terhadap struktur hutan,
Jika peta-peta tipe hutan yang akurat tidak ada, keanekaragaman hayati, serta struktur dan kesuburan
hutan pegunungan harus dianggap sebagai setiap tanah. Erosi dikurangi dan regenerasi hutan lebih
hutan yang berada pada ketinggian lebih dari 1000 cepat.
m dpl. Hutan pegunungan jarang terdapat di FMU
Kalimantan Timur, tetapi hutan ini sangat peka Pengeluaran kayu dengan skyline juga
terhadap gangguan, sehingga pengecualiannya direkomendasikan sebagai suatu alat konservasi.
dari pembangunan jalan akan memberikan manfaat Penggunaannya lebih disukai pada kawasan-
konservasi substansial dengan biaya ekonomi yang kawasan dengan nilai konservasi yang tinggi,
kecil. misalnya hutan-hutan di kawasan DAS dan hutan-
hutan yang digunakan oleh masyarakat lokal
Hutan-hutan kerangas dan gambut harus juga disarankan penggunaan skyline pada hutan
dikecualikan, karena regenerasi hutan pada habitat- dipterocarpacea dataran rendah pada tanah-tanah
habitat tersebut lambat, memerlukan waktu yang datar, yang seringkali merupakan tanah alluvial.
lama untuk kembali ke asalnya (recover) setelah Formasi hutan ini memiliki keanekaragaman hayati
mengalami gangguan. tertinggi dari seluruh tipe di Kalimantan Timur dan
Anrek hutan
Pengendalian Perburuan dan yang bergantung pada daging dari satwaliar sebagai
Penangkapan Ikan sumber proteinnya. Mengendalikan perburuan pada
tingkat yang lestari dengan demikian mungkin perlu
Perburuan satwaliar yang berlebihan oleh untuk pemeliharaan HCV 5.
penduduk desa setempat, orang luar dan staf
perusahaan dapat memiliki dampak yang sangat Bennet dan Gumal (2001) membuat saran-saran
negatif terhadap keanekaragaman binatang/satwa berikut untuk mengendalikan perburuan dalam
(Bennet dan Robinson 2000; Bennet dan Gumal FMU.
2001). Mengendalikan perburuan secara langsung
• Pengawasan akses. Menutup jalan-jalan dengan
meningkatkan pemeliharaan konsentrasi-konsentrasi
parit atau penghalang alam (earth blocade) akan
keanekaragaman hayati yang dinyatakan dalam
membatasi akses terhadap hutan oleh orang luar
HCV 1. Secara tidak langsung juga meningkatkan
yang menggunakan kendaraan. Selain itu hal ini
pemeliharaan nilai-nilai lain, seperti perlindungan
akan membantu mengendalikan pengambilan
interaksi-interaksi ekologi seperti penyebaran biji,
kayu secara ilegal.
penyerbukan, hubungan predator mangsa dan
herbivor. Dengan demikian memelihara populasi • Pengawasan metode. Pelarangan pemilikan
jenis-jenis satwa akan membantu memelihara jenis- senjata api bagi staf perusahaan akan secara
jenis tumbuhan lain. Pada gilirannya hal ini akan drastis mengurangi laju potensi panen maksimum
membantu memelihara hutan-hutan skala lansekap per pemburu.
luas dan proses-proses ekologi di dalamnya (HCV
• Sumber protein alternatif. Menyediakan
2), sebagaimana juga integritas (kesatuan) dari
sumber-sumber protein alternatif bagi para
ekosistem-ekosistem yang langka dan terancam
pekerja perusahaan penebangan dapat secara
punah (HCV 3). Selain itu, perburuan yang berlebihan
jelas mengurangi tekanan perburuan satwaliar.
dapat mengakibatkan kepunahan lokal dari beberapa
Terutama penting untuk menghentikan perburuan
jenis, dapat memberi dampak terhadap penduduk lokal
HCVF 4.1. Kawasan-kawasan hutan yang berfungsi sebagai sumber –sumber air minum yang
khas.
Berdasarkan pembagian daerah tangkapan air yang sudah didelineasi dan informasi mengenai sumber
air minum bagi masyarakat (pemanfaatan sungai atau sumur-sumur) di dalam kawasan pemilihan
dilakukan untuk menentukan daerah tangkapan mana yang berfungsi sebagai sumber-sumber air minum
yang khas. Penilaian menunjukkan kawasan-kawasan yang mengandung unsur-unsur HCV 4.1. yang
luasnya berjumlah 17.542 ha.
HCVF 4.2. Kawasan-kawasan hutan sebagai bagian daerah tangkapan air utama yang kritis/
penting
Berdasarkan atas definisi untuk DAS UTAMA yang kritis (critical Major Catchments) oleh Depart-emen
Kehutanan (Balai Rehabilitasi Lahan dan Konservasi Tanah BRLKT 2003) dan perhitungan sejauh mana
daerah tangkapan yang diteliti menyumbang terhadap daerah tangkapan utama (DAS utama), ditemukan
bahwa kawasan yang diteliti menyumbang <10% terhadap DAS-DAS utama dan kawasan tidak
mengandung unsur-unsur HCV 4.2.
Metode
Nilai Ancaman Tujuan Konservasi Strategi Potensial
Konservasi
HCV1 • Perburuan • Melestarikan • Larang perburuan • Menegakkan larangan semua
Konsentrasi • Penangkapan ikan populasi jenis- jenis spesifik perburuan oleh staf SLJ.
keanekarag- yang merusak jenis yang langka, • Larang pengambilan • Pendidikan lingkungan untuk
aman hayati • Pembangunan terancam punah, ikan yang merusak mendorong masyarakat lokal tidak
jalan genting dan berburu jenis dilindungi.
• Penebangan and endemik. • RIL
• Perbaikan teknik-teknik RIL
penyaradan • Melestarikan • Zona konservasi dan penggunaan skyline untuk
keseluruhan meminimumkan dampak
keanekaragaman lingkungan
hayati tingkat- • Zona-zona konservasi representatif
tingkat tinggi mencakup contoh-contoh dari
semua ekosistem
HCV4 Layanan • Pembuatan jalan • Mempertahankan • RIL • Perbaikan teknik RIL dan
dasar • Deforestasi nilai-nilai • Zona-zona penggunaan skyline untuk
• Pembukaan lahan perlindungan DAS konservasi meminimumkan dampak
pertanian Boh lingkungan
• Zona-zona konservasi yang baik di
sekeliling area-area hutan lindung.
HCV6 Identitas • Eksploitasi • Terjaganya nilai- • Zona-zona • Terus berkonsultasi dengan desa
kebudayaan berlebih nilai budaya. pemanfaatan desa • Pemetaan partisipatif pemanfaatan
• Deforestasi • Pengakuan atas sumberdaya alam oleh masyarakat
tanah ulen lokal
• Penetapan zona-zona dan aturan-
aturan pemanfaatan sumberdaya
alam secara partisipatif.
apakah strategi
pengelolaan yang sekarang
berhasil?
Bagi para pengelola hutan yang ingin menilai apakah strategi pengelolaannya berhasil baik—atau,
secara lebih spesifik, apakah nilai-nilai konservasi terpelihara atau meniingkat —dibutuhkan pelak-
sanaan suatu sistem pemantauan. Pemantauan atau monitoring adalah sebuah bagian kunci dari
prinsip 9 FSC, sebagaimana dikodifikasi dalam Kriteria 9.4:
9.4 Pemantauan tahunan akan dilakukan untuk menilai efektivitas langkah-langkah yang diterapkan
untuk memelihara atau meningkatkan sifat-sifat konservasi yang dapat diterapkan.
Pengelolaan adaptif adalah suatu proses sistematik untuk secara terus menerus
meningkatkan praktek-prakeik pengelolaan lewat belajar terus menerus dari
hasil kegiatan-kegiatan terdahulu, dan kemudian untuk memperbaiki praktek-
praktek untuk masa depan. Pemantauan adalah suatu komponen sangat penting
dari pengelolaan adaptif, karena pemantauan menyediakan suatu landasan untuk
mengevaluasi hasil dari suatu praktek pengelolaan dan mengidentifikasi perubahan-
perubahan yang diperlukan untuk mencapai peningkatan masa depan. Bentuk
pengelolaan yang paling efektif – yang diketahui sebagai pengelolaan adaptif “aktif ”
– yaitu menyiapkan program-program kegiatan dan pemantauan sesuai dengan
suatu rancangan eksperimen bagi pengelola untuk belajar lebih banyak tentang
sistem yang dikelola dan untuk mengevaluasi praktek pengelolaan mana yang
paling efektif. Pemantauan kekayaan, kesehatan dan faktor-faktor sosial-ekonomis
lainnya dibutuhkan untuk menentukan keberhasilan dari penyuluhan pertanian
dan pembangunan ekonomi dan program-program sosial. Pemantauan ekologis
diperlukan untuk melacak keadaan ekosistem-ekosistem
Orang Dayak
Kawasan yang dilindungi Setiap kawasan lindung atau hutan lindung baru di dalam atau di luar
daerah konsesi harus didaftarkan sebagai HCVF. Perusahaan harus
menggunakan teknik-teknik penginderaan jauh untuk memantau setiap
pembalakan liar dari daerah-daerah ini.
Spesies Data spesies harus dipegang dengan tujuan spesifik untuk mendata
spesies-spesies yang terancam, langka, endemik dan spesies payung.
Kehadiran spesies tersebut di daerah tertentu seharusnya membuat
daerah tersebut dikelompokkan menjadi HCV. Juga dampak dari
kegiatan-kegiatan yang berhubungan dengan pembalakan terhadap
populasi satwaliar seharusnya dipantau, termasuk dampak perburuan.
Penggunaan temporal yang kritis Informasi tentang perubahan-perubahan temporal dan spasial dari
populasi satwaliar harus dikumpulkan, secara spesifik untuk memantau
dampak pemanfaatan hutan atau untuk mendeteksi pemanfaatan
temporal yang kritis.
Hutan level lanskap dan koridor Pemantauan berskala besar sangat penting dilakukan atas posisi
hutan fungsional dari sebuah konsesi tertentu dalam hubungan dengan
wilayah-wilayah hutan lainnya. Contohnya, sebuah konsesi mungkin
menyediakan suatu koridor antara dua lanskap hutan yang lebih besar.
Basic needs of communities Survei-survei sosial yang teratur harus menentukan apakah terjadi
perubahan ketergantungan masyarakat akan hutan.
kesimpulan
Identifikasi, pengelolaan dan pemantauan HCVF dapat menjadi suatu tugas yang relatif panjang
dan kompleks. Walaupun demikian perlu disadari bahwa pengelolaan HCVF diperlukan tidak hanya
untuk mendapatkan sertifikasi, tetapi juga untuk mencapai pengelolaan hutan yang berkelanjutan
dan bertanggungjawab. Pemeliharaan HCVF penting bagi kesehatan ekosistem-ekosistem hutan.
Strategi-strategi seperti kawasan yang disisihkan untuk konservasi yang membentuk reservoir untuk
polen, biji dan penyebar biji penting bagi regenerasi hutan dimasa yang akan datang. Pengakuan
akan nilai-nilai budaya sebagai hubungan antara para pengelola dengan masyarakat lokal, dan me-
menuhi tanggungjawab etika dari para pengelola untuk mengakui budaya dan nilai-nilai dari ma-
syarakat dimana mereka tinggal bersama.. Bahkan tanpa sertifikasi hutan, suatu komitmen terhadap
pengelolaan hutan berkelanjutan berarti suatu komitmen terhadap pengelolaan HCV-HCV.
Panduan ini semata-mata merupakan panduan bagi rencana pengelolaan bagi FMU harus memasukkan
pengelolaan HCVF. Panduan ini memberikan latar be- secara eksplisit acuan terhadap pengelolaan HCV.
lakang dan bantuan kepada pengelola, tetapi tidak Implementasi di lapangan harus memenuhi standar
menyediakan jawaban terhadap semua pertanyaan yang sangat tinggi. Hal ini mungkin mensyaratkan
yang akan muncul sehubungan dengan pengelolaan modifikasi berbagai aspek pengelolaan hutan, tetapi
HCVF. Jika HCVF terdapat dalam sebuah FMU, maka perubahaan semacam itu diperlukan dalam rangka
hutan harus dikelola untuk memelihara nilai-nilai meningkatkan operasional pengelolaan secara ke-
yang ada. Prosedur standa operasional untuk bekerja seluruhan dan untuk mencapai pengelolaan hutan
dalam kawasan HCVF harus ditulis dan keseluruhan secara berkelanjutan.
Hilangnya jenis/ Sangat tinggi • Perburuan & Perikanan (tinggi) Badak bercula dua kemungkinan kini
kepunahan • Perebahan (tinggi) telah punah di Kalimantan Timur. Tekanan
• Penyaradan (medium) perburuan yang tinggi merupakan faktor
• Pembuatan jalan dan tempat peng- penyumbang (Rabinowitz 1995; Meijaard
umpulan kayu (medium) 1996)
• Pembukaan Hutan/Pertanian
(rendah)
• Pembukaan hutan/penggunaan
lahan lainnya (medium)
Perubahan komposisi Tinggi • Perburuan & Perikanan (tinggi) Kegiatan pembalakan mengakibatkan pen-
jenis • Perebahan (sangat tinggi) ingkatan persentase jenis tumbuhan pionir
• Penyaradan (tinggi) (Fimbel et al 2001).
• Pembuatan jalan dan tempat peng- Beberapa jenis burung sangat terkena
umpulan kayu (tinggi) dampak pembalakan dan populasinya
• Pembukaan Hutan/Pertanian (tinggi) menurun (Zakaria & Francis 2001).
• Pembukaan hutan/penggunaan Setelah pembalakan populasi Rusa
lahan lainnya (sangat tinggi) Muntjak (Muntiacus muntjak) meningkat
dan populasi Rusa kuning (M. atherodes)
menurun.
Perubahan perilaku Rendah • Perebahan (tinggi) Ukuran luas jelajah owa meningkat setelah
• Pembuatan jalan dan tempat peng- pembalakan dan mereka menjadi kurang
umpulan kayu (tinggi) bersuara. Kemungkinan disebabkan oleh
berkurangnya persediaan pakan (Johns
1986)
Fragmentasi Tinggi • Pembuatan jalan dan tempat peng- Jalanan memecah hutan dan membentuk
umpulan kayu (sangat tinggi) pembatas bagi banyak hewan (terutama
• Desa dan pertanian (tinggi) serangga).
• Perebahan dan penyaradan (rendah) Curren dkk (1999) membuat hipotesis bah-
wa fragmentasi menyebabkan berkurang-
nya tiang dan sangat berkurangnya rekruit-
men dari anakan dipterocarp
Deforestasi Sangat Tinggi • Kebakaran tak terkendali (sangat Laju deforestasi di Kalimantan Timur san-
tinggi) gat tinggi pada 20 tahun terakhir ini (Hol-
• Tebang habis / hutan tanaman (San- mes 2002), 5,2 juta Ha hutan di Kalimantan
gat tinggi) Timur terbakar pada tahun 1997 dan 1998
• Desa dan pertanian (tinggi) (Siebert dkk 2001)
• Pembuatan jalan dan tempat peng-
umpulan kayu (medium)
Fragmentasi Tinggi • Pembuatan jalan dan tempat peng- Curren dkk (1999) membuat hipote-
umpulan kayu (sangat tinggi) sis bahwa fragmentasi menyebabkan
• Desa dan pertanian (tinggi) berkurangnya tiang dan sangat berkurang-
• Perebahan dan penyaradan(rendah) nya rekruitmen dari anakan dipterocarp
• Tebang habis / hutan tanaman
(tinggi)
Deforestasi Sangat tinggi • Kebakaran tak terkendali (sangat Para ahli memperkirakan hutan
tinggi) dipterocarp dataran rendah akan hilang
• Tebang habis / hutan tanaman (san- sama sekali dari Kalimantan pada tahun
gat tinggi) (Holmes 2002). Hutan-hutan paling
• Desa dan pertanian (tinggi) beragam di tanah alluvial datar akan
• Pembuatan jalan dan tempat peng- menjadi yang terparah dengan hanya 23 %
umpulan kayu (medium) tersisa di Borneo.
Mangrove telah diubah menjadi tambak
udang dalam skala luas, kurang dari 20%
delta Mahakam tersisa tanpa gangguan
(A Salim/TNC pers com)
Berkurangnya luas Rendah • Perebahan dan Penyaradan (Pinard dan Putz 1996)
basal
Hilangnya jenis/kepu- Medium • Perburuan & Penangkapan ikan Hutan-hutan Pegunungan bagian atas di
nahan (tinggi) Borneo umumnya terbatas pada puncak-
• Perebahan (sangat tinggi) puncak gunung di atas 1800m dpl. Kekay-
• Penyaradan (tinggi) aan jenis relatif rendah namun endemisme
• Pembuatan jalan dan tempat peng- tinggi, sebagai contoh 75% dari burung
umpulan kayu (tinggi) endemik Borneo adalah jenis pegunungan
• Pembukaan hutan/Pertanian (tinggi) (MacKinnon dkk 1996). Gangguan pada
• Pembukaan hutan/penggunaan hutan pegunungan dapat menyebabkan
lahan lainnya (sangat tinggi) kepunahan lokal jenis-jenis endemik dan
mempengaruhi dinamika hutan
Pemampatan tanah Medium • Pembuatan jalan dan tempat peng- Jalanan dan jalan sarad memampatkan
umpulan kayu (sangat tinggi) tanah, mengurangi porositas. (referensi
• Penyaradan dalam Pringle dan Benstead 2001)
Peningkatan erosi Tinggi • Pembuatan jalan dan tempat peng- Berkurangnya kanopi dan serasah daun
umpulan kayu (sangat tinggi) meningkatkan erosi dari percikan hujan.
• Penyaradan Tanah telanjang pada jalanan dan jalan
• Pembukaan hutan/Pertanian (tinggi) sarad (skid trails) tererosi oleh limpasan
• Pembukaan hutan/penggunaan air. Berpotensi meningkatkan erosi tepian
lahan lainnya (sangat tinggi) sungai dari peningkatan aliran air dan
sampah-sampah saat hujan deras (refer-
ensi dalam Pringle dan Benstead 2001)
Peningkatan masukan Tinggi • Pembuatan jalan dan tempat peng- Pembalakan di sebuah hutan di Malaysia
sedimen tersuspensi umpulan kayu (sangat tinggi) meningkatkan masukan sedimen dari
• Penyaradan 100 Kg/ha menjadi 277 Kg/ha dalam satu
• Pembukaan hutan/Pertanian (tinggi) tahun, dan sampai 397 Kg/ha dalam tahun
• Pembukaan hutan/penggunaan kedua setelah pembalakan (referensi dalam
lahan lainnya (sangat tinggi) Pringle dan Benstead 2001)
Peningkatan debit air Sangat tinggi • Pembuatan jalan dan tempat peng- Penurunan dalam evapotranspirasi dan
umpulan kayu (sangat tinggi) peningkatan pengeluaran serta limpasan
• Penyaradan air setelah hujan deras meningkatkan
• Pembukaan hutan/Pertanian (tinggi) aliran dan fluktuasi sungai setelah pem-
• Pembukaan hutan/ penggunaan balakan dan pembersihan (referensi dalam
lahan lainnya (sangat tinggi) Pringle dan Benstead 2001)
Peningkatan resiko Tinggi • Perebahan dan penyaradan(medium) Kebakaran di Kalimantan Timur pada tahun
kebakaran • Pembuatan jalan dan tempat peng- 1997 dan 1998 sangat erat berhubungan
umpulan kayu dengan daerah-daerah pembalakan hebat
• Pembukaan hutan/Pertanian (tinggi) dan berulang (Siebert dkk 2001)
• Pembukaan hutan/ penggunaan
lahan lainnya (sangat tinggi)
Penurunan kontrol Medium • Pembukaan hutan/Pertanian (tinggi) Hilangnya hutan dilaporkan meningkatkan
hama • Pembukaan hutan/ penggunaan hama serangga, burung dan mamalia yang
lahan lainnya (sangat tinggi) menyerang tanah pertaniah (E Pollard
pengamatan pribadi)
Berkurangnya ikan dan Sangat tinggi • Pemanenan berlebih (Sangat tinggi) Suku Punan di Lembah Kelai, Kabupaten
buruan • Gangguan dari kegiatan pembalakan Berau tergantung pada buruan alam dan
(Tinggi) ikan untuk lebih dari 90% protein mereka
• Hilangnya habitat hutan (Tinggi) (E. Pollard pengamatan pribadi)
• Pencemaran Sungai (Medium)
Berkurangnya jumlah/ Sangat tinggi • Pemanenan berlebih (medium) Lebih dari 50% masyarakat dari desa Ma-
kualitas dari buah- • Gangguan dari kegiatan pembalakan hak Baru memperoleh lebih dari 50% buah
buah dan sayur-say- (Tinggi) dan sayuran dari sumber daya di alam
uran hutan • Hilangnya habitat hutan (Tinggi) (TNC-SFO 2002)
Berkurangnya jumlah/ Medium • Pemanenan berlebih (Medium) Kayu dari hutan adalah satu-satunya
kualitas bahan bangu- • Gangguan dari kegiatan pembalakan bahan bangunan untuk kebanyakan ma-
nan kayu (Tinggi) syarakat hutan yang terisolasi.
• Hilangnya habitat hutan (Tinggi)
HCV6. Kawasan hutan yang penting bagi identitas budaya masyarakat lokal (daerah yang memiliki
kepentingan budaya, ekologis, ekonomis atau keagamaan yang ditentukan bersama-sama dengan
masyarakat lokal yang ada).
Apa yang terjadi / tekanan Potensi dam- Penyebab/Sumber (yang mung- Catatan/Contoh
pak pada nilai kin menyumbang kepada tekanan)
Sumber: The 2004 IUCN Red List of Threatened Species. <www.redlist.org>. Download pada tanggal 28 Januari
2005. Tanda “?” menunjukkan bahwa jenis ini terdapat di Kalimantan tetapi keberadaannya di Kalimantan Timur perlu
dikonfirmasikan. “(E)” menunjukkan bahwa jenis ini endemik Kalimantan. Kode di kolom ketiga dijelaskan di bawah.
GENTING ( ENDANGERED, EN )
Sebuah taksa Genting apabila bukti terbaik yang tersedia menunjukkan bahwa keadaannya memenuhi kriteria A sampai
E untuk Genting, dan karena itu dianggap menghadapi risiko kepunahan yang sangat tinggi di alam.
RENTAN ( VULNERABLE, VU )
Sebuah taksa Rentan apabila bukti terbaik yang tersedia menunjukkan bahwa keadaannya memenuhi kriteria A sampai E
untuk Rentan, dan karena itu dianggap menghadapi risiko kepunahan yang sangat tinggi di alam.
nature.org
Departemen Kehutanan
Republik Indonesia