Professional Documents
Culture Documents
TINJAUAN PUSTAKA
Etiologi lesi mukosa akut lambung pada dekade ini berubah dari infeksi
Helicobacter pylori kepada pemakaian Obat Anti Inflamasi Non Steroid
(OAINS/Aspirin). Obat ini mudah diperoleh tanpa resep atau dalam bentuk obat
tradisional/herbal yang banyak dipakai dalam mengatasi masalah nyeri otot dan
sendi. Perluasan indikasi pemakaian Aspirin di bidang Kardiologi, Neurologi,
Hematologi dan Onkologi akan berakibat peningkatan efek samping pada
lambung. Secara klinik pemantauan terjadinya efek samping adalah dalam bentuk
kumpulan gejala yang disebut sindroma dispepsia. Jenis keluhan dispepsia yang
terbanyak adalah perasaan tidak nyaman pada daerah epigastrium, kembung, mual
dan dapat disertai muntah. Bila terjadi kelainan yang lebih berat bisa berakibat
perdarahan lambung dalam bentuk muntah darah atau buang air besar berwarna
hitam (Rodrigues dan Diaz 2004, Santos dan Medeiros etal 2007). Bila hal ini
terjadi dan tidak dilakukan penatalaksanaan secara cepat bisa berakibat kematian.
Prevalensi kelainan ini berkisar antara 50-70%, terdapat sama pada kedua jenis
kelamin, dengan kecenderungan pada kelompok umur yang lebih tua. Pada
penyakit tertentu pemakaian obat ini akan berlangsung lama atau seumur hidup,
dengan risiko dapat terjadi lesi mukosa yang lebih berat(Manan 2005, Ibrahim dan
Mofleh etal. 2007). Upaya pencegahan primer maupun sekunder harus dilakukan
agar progresifitas penyakit utama dapat dihambat, dan konsumsi Aspirin dapat
berlangsung lama. Disamping itu Aspirin merupakan obat yang mempunyai
efektifitas klinik baik dan murah harganya (Vane 2002, Flower 2003). Penentuan
jenis terapi pencegahan yang akan diberikan, berhubungan dengan mekanisme
terhadap perubahan yang terjadi pada mukosa lambung dengan pengamatan secara
patologi anatomi dan histopatologi. Hal ini tidak dapat dilakukan pada manusia
karena adanya keterbatasan dalam diagnosis secara patologi anatomi maupun
histopatologi. Pemakaian hewan coba tikus putih akan dapat membuktikan secara
jelas proses yang terjadi secara seluler maupun enzimatik oleh karena struktur
lambung tikus putih sama dengan manusia (Festing 2006, NLAC 2010). Dengan
pembuktian ini, hasil yang didapat akan dapat dipakai sebagai model pada
termasuk
pencegahan
primer
maupun
sekunder
lesi
mukosa
akut
oleh
lapisan mukus, sehingga akan terjadi gangguan permeabilitas dinding sel epitel
dengan akibat obat akan masuk dan terperangkap di dalam sel. Selanjutnya terjadi
pembengkakan disertai proses inflamasi dan akan terjadi kerusakan sel epitel
tersebut (Lichtenberger dan Romero etal. 2007, Philipson dan Johanson etal.
2008) . Efek topikal ini akan diikuti oleh efek sistemik dalam bentuk hambatan
produksi prostaglandin melalui jalur COX-1 dan COX-2 (Tanaka dan Araki etal.
2002).
OAINS/Aspirin
Hambat
COX-1
Kerusakan
epitel
COX-2
Angiogenesis
Difusi balik
asam
Gangguan
penyembuhan
Penempelan
lekosit
Aktifasi
lekosit
Indol
Indometasin
Sulindal
Tolmetin sodium
Oksikam
Oksikam
Piroksikam
Asam fenilasetat
Sodium diklofenak
Potasium diklofenak
Sodium diklofenak Misoprostol
Derivat pirazol
Fenilbutazon
Asam piranokarboksilat
Etodolak
Pirolo-pirol
Ketorolak trometamin
Asam piranokarboksilat
Etodolak
Gambar 2 : Regio lambung manusia (A) dan lambung tikus (B)(Ghoshal 1989)
Secara makroskopik lambung tikus dibagi dalam regio Kardia dan regio
Pylorus. Morfologi lambung tikus yang kecil sehingga bila di bandingkan dengan
manusia, regio Kardia adalah regio Fundus/Korpus sedangkan regio Pilorus
adalah regio Antrum/Pilorus. Secara histologi lambung dibagi dalam non kelenjar
dan kelenjar. Batas dari non kelenjar dan kelenjar disebut limiting ridge,
merupakan lipatan mukosa lambung yang tidak didapatkan pada manusia. Kedua
regio pada lambung tikus tersebut merupakan regio glandular dengan struktur
histologinya sama dengan manusia (Luciano dan Reale 1992, Travillian dan Rosse
etal. 2003) . Struktur histologi lambung manusia dan tikus digambarkan secara
skematis sebagai berikut:
Struktur anatomi dan histologi lambung tikus sama dengan manusia, maka
perubahan yang terjadi akibat pengaruh Aspirin akan dapat dipakai sebagai model
pada manusia (Travillian dan Rosse etal. 2003)
M
M
MM
SM
MM
TM
SM
TM
A
pertahanan tubuh akan meningkat pada lapisan mukosa dan akan menginfiltrasi
lapisan tersebut terutama pada daerah muskularis mukosa. Infiltrasi sel radang ini
juga akan diikuti oleh edema jaringan sekitarnya, sehingga motilitas lambung
akan lebih terganggu. Kelainan ini akan berakibat perubahan
gangguan
pengosongan lambung. Selanjutnya bila proses ini berjalan terus akan terjadi
dilatasi lambung(Souza dan Troncon etal. 2003, Serhan dan Brain etal. 2007).
Gejala klinik dalam perasaan tidak nyaman pada daerah epigastrium
disebabkan terutama oleh penurunan motilitas lambung. Dua hal utama yang akan
memperberat lesi mukosa adalah penurunan motilitas sebagai komponen faktor
defensif dan reaksi topikal dan sistemik dari Aspirin (Hall dan Tripp etal. 2006,
Laine dan Curtis etal. 2010)
2.5. Peran mukus sebagai faktor defensif pada gastropati Obat Anti
Inflamasi Non Steroid/ Aspirin
Lesi mukosa lambung akut akibat OAINS/Aspirin, disebabkan gangguan ke
seimbangan faktor agresif dan faktor defensif. Patomekanisme terjadinya lesi
dimulai dengan efek topikal OAINS/Aspirin dengan sel epitel mukosa lambung.
Lapisan pre-epitel merupakan lapisan mukus sebagai pertahanan pertama yang
sangat menentukan dalam terjadinya lesi mukosa lambung akut(Atuma dan
Strugala etal. 2001, Allen dan Flemstrom 2005) .
merusak dinding epitel. Kondisi ini akan diperberat dengan pengaruh asam
lambung yang akan mempermudah penetrasi OAINS/Aspirin kedalam epitel dan
akan terperangkap didalamnya. Reaksi topikal ini akan terjadi dibeberapa tempat,
terutama pada mukosa dengan gangguan lapisan mukus dalam bentuk ketebalan
maupun kualitasnya. Regio Antrum/Pilorus merupakan lokasi yang sering
didapatkan lesi mukosa akibat OAINS/Aspirin(Derry dan Loke 2000, Hall dan
Tripp etal. 2006, Ibrahim dan Mofleh etal. 2007). Regio ini merupakan
penampungan isi lambung sebelum masuk ke duodenum. Kontak isi lambung
dengan mukosa relatif lebih lama, sehingga akan terjadi perubahan secara
histologik. Komposisi sel-sel pada regio ini tidak sebaik regio Fundus/Korpus,
akibatnya pada daerah ini lebih sering didapatkan lesi mukosa akut akibat Aspirin.
2.6. Peran sel radang, sel parietal dan sel chief sebagai faktor agresif pada
gastropati Obat Anti Inflamasi Non Steroid/ Aspirin
Obat Anti Inflamasi Non Steroid gastropati disebabkan oleh gangguan
keseimbangan antara faktor agresif dan faktor defensiv. Peran faktor agresif
seperti sel radang, asam lambung yang diproduksi oleh sel parietal dan pepsin
sebagai hasil perubahan pepsinogen yang di produksi oleh sel chief akan dapat
meningkatkan kerusakan mukosa lambung.
secara
seluler
siklooksigenase,
maupun
dan
molekuler.
berlanjut
Hambatan
dengan
terhadap
hambatan
aktifitas
prostaglandin
enzim
akan
Reaksi inflamasi akan disertai pelepasan mediator baik oleh sel epitel maupun
oleh sel yang berada pada lamina propria misalnya sel mast , limfosit, neuron
fibroblasts. IL 1 merupakan mediator yang kuat dalam menghambat produksi
asam lambung dan meningkatkan iNOS dan Pg, dalam mengurangi terjadinya lesi
mukosa (Souza dan Mota 2008).
Mukosa gaster mempunyai dua regio fungsional : regio oxyntic dan regio
pyloric. Regio oxyntic dimulai dari sfingter esofagus bawah dan berakhir pada
area antropilorik. Terdapat beberapa tipe sel pada regio ini, yaitu sel parietal dan
sel chief yang memproduksi pepsinogen (Salena dan Hunt 2005).
Sel parietal memproduksi asam lambung yang merupakan faktor agresif
yang berperan langsung atau sebagai kontributor terhadap terjadinya lesi mukosa
(Schubert dan Mitchel 2011). Regulasi sekresi asam lambung dipengaruhi oleh
hormon gastrin yang berfungsi meningkatkan jumlah sel parietal dan
menstimulasi ekspresi pompa asam H,K,ATPase. Gastrin juga akan dibutuhkan
dalam pematangan secara fungsional dan memelihara sel parietal (Bowen 2002,
Yao dan Forte 2003, Forte dan Zhu 2010). Pada hewan coba tikus, lesi mukosa
akibat OAINS/Aspirin akan berakibat meningkatnya aliran balik asam ke dalam
epitel, sehingga untuk menjaga konsentrasi asam dalam lumen sel parietal akan
berproliferasi sejalan dengan peningkatan sekresi asam. Pengaruh OAINS/Aspirin
terhadap sekresi asam lambung Aspirin dan Indometasin tidak berpengaruh
sedangkan piroksikam mempunyai efek bifasik, pada konsentrasi rendah akan
meningkatkan pengaruh histamin dalam sekresi asam melalui jalur tidak
tergantung cAMP, sedangkan konsentrasi tinggi akan menurunkan pembentukan
asam. Hambatan pembentukan asam oleh OAINS/Aspirin didapatkan pada
diclofenac (Gretzer dan Maricic etal. 2001, Salvatella dan Rossi etal. 2004).
Sel chief memproduksi pepsinogen, dengan pengaruh asam lambung
dengan pH rendah akan berubah menjadi pepsin. Pepsin merupakan enzim
protease yang penting pada mamalia dewasa. Bentuk aktif dari pepsinogen adalah
pepsin pada pH 1,8 sampai 3,5. Secara aktif berubah menjadi pepsinogen pada pH
5, dan tidak aktif permanent pada pH 7 sampai 8. Sekresi pepsinogen sejalan
dengan sekresi asam, pada peningkatan siklik AMP intraseluler seperti sekretin,
VIP dan epinefrin. Pepsin merupakan enzim proteolitik, sehingga bila terbentuk
pepsin dalam jumlah yang banyak akan meningkatkan faktor agresor terhadap
mukosa lambung. Infiltrasi sel radang pada mukosa lambung disertai penurunan
pH cairan lambung akibat meningkatnya jumlah sel parietal,
dan aktifasi
pepsinogen menjadi pepsin yang ditandai dengan peningkatan jumlah sel chief.
Peningkatan faktor agresor merupakan kontributor dalam terjadinya lesi mukosa
lambung(Bowen 2002, Schubert dan Mitchell 2011)
2.7. Peran
isoenzim
Cyclooxygenase
(COX-1
dan
COX-2)
pada
ini
akan
berakibat
menurunnya
produksi
prostaglandin(Pg).
tingkat keamanan atau faktor risiko bagi obat2 baru sebelum dipakai didalam
pengobatan (Iseki 1995, Haworth dan Oakley etal. 2005).
Pemeriksaan
imunohistokimia
COX-1
terkuat
pada
sel
mukus