Professional Documents
Culture Documents
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
pemerintah dan masyarakat. Dialisis potensial menimbulkan risiko, oleh karena itu
keselmatan pasien serta kualitas pelayanan harus selalu diperhatikan
Mengingat keterbatasan yang ada sekarang maka diperlukan suatu mekanisme
pengembangan pelayanan yang efektif dan efisien dengan pengawasan yang dapat
menjamin kualitas pelayanan.
Pengorganisasian
Struktur Organisasi
Struktur Organisasi Unit Layanan Hemodialisis di dalam Rumah Sakit dari aspek
kompetensi, SDM, fasilitas sarana serta kepemilikan menyebabkan bervariasinya
pengelolaan layanan mulai dari organisasi sampai pembiayaan di rumah sakit.
Secara prinsip, unit layanan HD di dalam Rumah Sakit Islam Pati memiliki struktur
organisasi sbb:
Ketenagaan
Teknis
Tenaga administrasi
Kompetensi
Supervisor
Penanggung Jawab
Seorang dokter Spesialis Penyakit Dalam (Dokter Sp.PD) yang telah mendapat
pelatihan dialisis di Pusat Pelatihan Dialisis yang diakui atau dikreditasi oleh Pernefri dan
bertugas sebagai Penanggung Jawab Unit Dialisis. Disamping itu dapat juga bertugas
sebagai Dokter Pelaksana Unit Hemodialisis
Dokter Pelaksana
Seorang dokter yang telah mendapat pelatihan dialisis di Pusat Pelatihan Dialisis
yang diakreditasi oleh Pernefri dan bertugas sebgai Dokter Pelaksana Unit Hemodialisis
Perawat Mahir
Perawat yang telah menempuh pendidikan khusus dialisis dan perawat ginjal
insentif di pusat pelatihan dialisis yang diakui Pernefri
Perawat
Seorang lulusan Akademi Keperawatan yang memberikan asuhan keperawatan
dan membantu tugas perawat mahir HD.
Teknisi
Minimal SMU/STM atau perawat dengan pelatihan khusus mesin dialisis dan
perlengkapannya. Bertugas : menyiapkan mesin dan perlengkapannya,
menjalankan dan merawat mesin dialisis dan pengolah air, bekerjasama dengan
teknisi pabrik pembuatnya (produsen/agen).
Perijinan
Perijinan Unit Hemodialisis di Rumah Sakit Islam Pati mengikuti ijin rumah sakit dengan
disertai verifikasi dari PERNEFRI setelah unit hemodialisis memenuhi persyaratan yang
diperlukan.
Pelayanan Hemodialisis
A.Konsep Pelayanan Hemodialisis
Hemodialisis
Pasien Lama HD
Tidak Gawat Darurat
Pasien Baru HD
Gawat Darurat
Gawat Darurat
Tidak GawatDarurat
UGD
Rawat
Jalan
Rawat
Inap
Sta
bil
Tidak Stabil
ICU
HEMODIALISA
Kasir
PULANG
b.
c.
d.
e.
f.
g.
h.
i.
j.
k.
Ruangan Pemeriksaan/konsultasi.
Ruangan dokter.
Ruangan perawat.
Ruangan reuse.
Ruangan pengolahan air.
Ruangan sterilisasi alat.
Ruangan Penyimpanan obat.
Ruangan administrasi.
Ruangan pendaftaran/penerimaan pasien dan rekam medik.
Ruang penunjang non medik yang terdiri dari pantry, gudang peralatan,
tempat cuci.
l. Ruang tunggu keluarga pasien.
m. Toilet yang masing-masing terdiri dari toilet untuk petugas, pasien dan
untuk penunggu pasien.
n. Spoelhok.
2. Seluruh ruangan memenuhi persyaratan minimal untuk kebersihan, ventilasi,
penerangan dan mempunyai sistem keselamatan kerja dan kebakaran.
3. Mesin hemodialisis yang dipergunakan untuk memberikan pelayanan dilakukan
kalibrasi berkala sesuai dengan ketentuan yang berlaku.
4. Mempunyai fasilitas listrik dan penyediaan air bersih(water treatment) yang memenuhi
persyaratan kesehatan.
5. Mempunyai sarana utnuk mengolah limbah dan pembuangan sampah sesuai peraturan
yang berlaku (septic tank besar/rujukan limbah padat infeksius).
6. Memiliki fasilitas akses untuk dapat mengirim laporan berkala ke Supervisor dan
PERNEFRI Pusat (Register PERNEFRI).
Sistem Pembiayaan
1. Sumber
Asuransi ; BPJS
Perusahaan
Lain-lain.
Konsul dokter
Tindakan ;
Jasa medik
Waktu pelayanan
Sistem rujukan
Pengertian Rujukan
adalah suatu upaya pelimpahan tanggung jawab dan wewenang secara timbal
balik dalam pelayanan kesehatan untuk menciptakan suatu pelayanan kesehatan
paripurna.
Kegiatan rujukan mencakup :
Rujukan internal adalah rujukan antar spesialis dalam suatu ruangan rumah sakit.
Rujukan eksternal adalah rujukan antar spesialis keluar rumah sakit dengan
mengikuti sistim rujukan yang ada.
Pembinaan manajemen.
B. Tujuan
Tujuan penyusunan pedoman ini adalah sebagai acuan dalam melaksanakan
pelayanan hemodialisis di Rumah Sakit Islam Pati terutama bagi tenaga kesehatan
unit hemodialisis Rumah Sakit Islam Pati, tenaga non medis dan pengambil kebijakan
di tingkat manajerial.
C. Manfaat
Pedoman hemodialisis Rumah Sakit Islam Pati ini diharapkan bermanfaat bagi semua
pihak terutama pengelola unit pelayanan hemodialisis.
10
BAB II
CHRONIC KIDNEY DISEASE (CKD)
A.
Pengertian
C. Patofisiologi
Patofisiologi umum CKD
1. Sudut pandang tradisional
Semua unit nefron telah terserang penyakit namun dalam stadium yang berbedabeda dan bagian spesifik dari nefron yang berkaitan dengan fungsi tertentu dapat
saja benar- banar rusak atau berubah struktur.
1. Hipotesis Bricker (hipotesis nefron yang utuh)
11
Bila nefron terserang penyakit maka seluruh unitnya akan hancur, namun sisa
nefron yang masih utuh tetap bekerja normal. Uremia akan timbul bila jumlah
nefron sudah sedemikian berkurang sehingga keseimbangan cairan dan elektrolit
yang tidak dapat dipertahankan lagi.
Jumlah nefron turun secara progresif
12
GFR
Kreatinin
phosphate serum
kalsium serum
Dalam darah
Sekresi parathormon
Tubuh tdk berespon dgn N
Kalsium di tulang
Met.aktif vit D
13
Stomatitis uremia
Mukosa kering, lesi ulserasi luas, karena sekresi cairan saliva banyak
mengandung urea dan kurang menjaga kebersihan mulut.
Pankreatitis
Kelainan mata
Kardiovaskuler :
Hipertensi
Pitting edema
Edema periorbital
Pembesaran vena leher
Friction Rub Pericardial
Kelainan kulit
Gatal
b).
c).
14
Konfusi
Disorientasi
Kejang
Perubahan Perilaku
Kardiomegali.
Manifestasi
Asidosis Metabolik (HCO3 serum 18-20 mEq/L)
Azotemia (penurunan GFR, peningkatan BUN,
kreatinin)
Hiperkalemia
Retensi atau pembuangan Natrium
Hipermagnesia
Hiperurisemia
Perkemihan& Kelamin
Kardiovaskular
Hipertensi
Retinopati dan enselopati hipertensif
15
Pernafasan
Hematologik
Kulit
Pucat, pigmentasi
Perubahan rambut dan kuku (kuku mudah patah, tipis,
bergerigi, ada garis merah biru yang berkaitan dengan
kehilangan protein)
Pruritus
kristal uremik
kulit kering
memar
Saluran cerna
Metabolisme intermedier
Neuromuskular
Mudah lelah
Otot mengecil dan lemah
Susunan saraf pusat :
Penurunan ketajaman mental
Konsentrasi buruk
Apati
Letargi/gelisah, insomnia
Kekacauan mental
Koma
Otot berkedut, asteriksis, kejang
16
Neuropati perifer :
Konduksi saraf lambat, sindrom restless leg
Perubahan sensorik pada ekstremitas parestesi
Perubahan motorik foot drop yang berlanjut menjadi
paraplegi
Hiperfosfatemia, hipokalsemia
Hiperparatiroidisme sekunder
Osteodistropi ginjal
Fraktur patologik (demineralisasi tulang)
Deposit garam kalsium pada jaringan lunak (sekitar
sendi, pembuluh darah, jantung, paru-paru)
Konjungtivitis (uremik mata merah)
6. Pemeriksaan Penunjang
1. Laboratorium
Ureum kreatinin.
Mikrobiologi urin
Kimia darah
Elektrolit
Imunodiagnosis
1. Identifikasi perjalanan penyakit
CCT =
72 x kreatinin serum ( mg/dL )
Wanita : 0,85 x CCT
Perhitungan terbaik LFG adalah dengan menentukan bersihan kreatinin yaitu :
Kreatinin urin (mg/dL)xVol.urin (mL/24 jam)
Bersihan kreatinin :
Kreatinin serum ( mg/dL ) x 1440 menit
Nilai normal :
Laki-laki : 97 137 mL/menit/1,73 m3 atau
0,93 1,32 mL/detik/m2
Wanita : 88-128 mL/menit/1,73 m3 atau
0,85 1,23 mL/detik/m2
-
Elektrolit
Endokrin
USG.
Nefrotogram.
Pielografi retrograde.
Pielografi antegrade.
RetRogram
USG.
7. Managemen Terapi
1. Terapi Konservatif
Perubahan fungsi ginjal bersifat individu untuk setiap klien Cronic renal Desease (
CKD ) dan lama terapi konservatif bervariasi dari bulan sampai tahun.
Tujuan terapi konservatif :
1)
2)
3)
4)
Alur manajemen terapi pada klien Cronic Kidney Desease (CKD) dan terminal
sebagai berikut;
CKD
Terapi konservatif
Penyakit ginjal terminal
meninggal
Dialisis
gagal
Transplantasi ginjal
berhasil
a)
d)
e)
f)
g)
Hindari pemeriksaan radiologis dengan kontras yang kuat tanpa indikasi
medis yang kuat.
2)
a)
b)
c)
d)
Kendalikan hiperfosfatemia.
e)
f)
Terapi hIperfosfatemia.
g)
h)
3)
a)
b)
c)
d)
e)
f)
Terapi anemia.
g)
1)
Asidosis metabolik
20
b) Terapi alkali dengan sodium bikarbonat IV, bila PH < atau sama dengan
7,35 atau serum bikarbonat < atau sama dengan 20 mEq/L.
2)
Anemia
a)
Anemia hemolisis
Hemosiderosis
Supresi sumsum tulang
Bahaya overhidrasi, asidosis dan hiperkalemia
Bahaya infeksi hepatitis virus dan CMV
Pada Human Leukosite antigen (HLA) berubah, penting untuk rencana
transplantasi ginjal.
3)
Kelainan Kulit
a)
21
Keluhan gatal ditemukan pada 25% kasus CKD dan terminal, insiden meningkat
pada klien yang mengalami HD.
Keluhan :
Bersifat subyektif
Bersifat obyektif : kulit kering, prurigo nodularis, keratotic papula dan
lichen symply
Easy Bruishing
Kelainan Neuromuskular
Terapi pilihannya :
a)
HD reguler.
b)
c)
5)
Hipertensi
Bentuk hipertensi pada klien dengan GG berupa : volum dependen hipertensi, tipe
vasokonstriksi atau kombinasi keduanya. Program terapinya meliputi :
1).
2).
3).
Obat-obat antihipertensi.
22
1. Terapi pengganti
Adalah terapi yang menggantikan fungsi ginjal yang telah mengalami kegagalan
fungsi ginjal baik kronik maupun terminal. Pada masa sekarang ini ada dua jenis
terapi :
1)
a)
Hemodialisa
Hipertensi.
Hiperkalemia.
Anemia.
Asidosis metabolik.
Osteodistropi ginjal.
Sepsis.
Neuropati perifer.
Hiperuremia.
23
BAB III
HEMODIALISIS
1. Latar Belakang
Hemodialisis atau hemodialisa (haemodialysis) adalah suatu metode yang
diperuntukkan bagi para penderita gagal ginjal yang berfungsi untuk membuang
produk sisa metabolisme seperti potasium dan urea dari darah. Sisa metabolisme
yang tidak dibuang dan menumpuk dalam darah akan menjadi racun bagi tubuh.
Pada penderita gagal ginjal, ginjal mereka sudah tidak dapat membersihkan darah
dari sisa metabolisme. Sehingga dibutuhkan terapi pengganti ginjal untuk
menggantikan fungsi ginjal. Saat ini hemodialisis merupakan terapi pengganti
ginjal yang paling banyak dilakukan.
Tahapan gagal ginjal kronik dibagi beberapa cara, salah satunya dengan
memperhatikan faal ginjal yang masih tersisa. Bila faal ginjal yang masih tersisa
sudah minimal sehingga usaha-usaha pengobatan konservatif yang berupa diet,
pembatasan minum, obat-obatan, dan lain-lain tidak memberi pertolongan yang
diharapkan lagi, keadaan tersebut diberi nama gagal ginjal terminal (GGT). Pada
stadium ini terdapat akumulasi toksin uremia dalam darah yang dapat
membahayakan kelangsungan hidup pasien. Pada umumnya faal ginjal yang
masih tersisa, yang diukur dengan klirens kreatinin (KKr), tidak lebih dari 5
mL/menit/1,73 m2. Pasien GGT, apa pun etiologi penyakit ginjalnya, memerlukan
pengobatan khusus yang disebut pengobatan atau terapi pengganti (TP).
Peralatan untuk terapi hemodialisis terdiri dari dializer, water treatment,
larutan dialisat (konsentrat) serta mesin hemodialisis dengan sistem monitor.
Berikut bagan pada proses hemodialisa :
24
Proses difusi
Proses difusi adalah proses pergerakan spontan dan pasif zat terlarut.
Molekul zat terlarut dari kompartemen darah akan berpindah kedalam
kompartemen dialisat setiap saat bila molekul zat terlarut dapat melewati
membran semipermiabel demikian juga sebaliknya. Kecepatan proses difusi zat
terlarut tergantung kepada koefisien difusi, luas permukaan membran dializer dan
perbedaan konsentrasi.
25
Proses ultrafiltrasi
Proses ultrafiltrasi adalah proses pergeseran zat terlarut dan pelarut secara
simultan dari kompartemen darah kedalam kompartemen dialisat melalui
membran semipermiabel. Proses ultrafiltrasi ini terdiri dari ultrafiltrasi hidrostatik
dan osmotik.
a. Ultrafiltrasi hidrostatik
1. Transmembrane pressure (TMP)
TMP
dialisat.
Kecepatan
ultrafiltrasi
tergantung
pada
1.2
1.2.1 Dializer
Dializer adalah tempat dimana proses HD berlangsung sehingga
terjadi pertukaran zat-zat dan cairan dalam darah dan dialisat. Material
26
27
Intake Pump
Sand Filter
Carbon Filter
Ion-exchange system
Micron-Filters
Purifier
Water Pumps
Circulation System
28
Dialisat asetat
Dialisat asetat telah dipakai secara luas sebagai dialisat standar
untuk
mengoreksi
asidosis
uremikum
dan
untuk
mengimbangi
Dialisat asetat
(mEq/l)
Lar. asam
Natrium
143
80
60
140,0
Kalium
2,0
2,0
2,0
Kalsium
1,75
1,75
1,75
Magnesium
0,75
0,75
0,75
Klorida
112
87
25
117,0
35
31,0
38
4,0
Asam asetat
Glukosa
8,33
8,33
Bikarbonat
Asetat
b.
Dialisat Bikarbonat
Dialisat bikarbonat terdiri dari 2 komponen konsentrat yaitu larutan
29
30
31
Bab IV
Indikasi dan kontraindikasi Hemodialisis
Indikasi
Pasien yang memerlukan hemodialisis adalah pasien GGK dan GGA untuk
sementara sampai fungsi ginjalnya pulih. Pasien-pasien tersebut dinyatakan
memerlukan hemodialisa apabila terdapat indikasi :
1.
2.
3.
4.
5.
6.
7.
Pada CRF:
1.
2.
3.
4.
5.
6.
7.
Kontraindikasi
Menurut Thiser dan Wilcox (1997) kontra indikasi dari hemodialisa adalah
hipotensi yang tidak responsif terhadap presor, penyakit stadium terminal, dan
32
33
Bab V
Tujuan Hemodialisis
Menurut Havens dan Terra (2005) tujuan dari pengobatan hemodialisa antara lain
:
1. Menggantikan fungsi ginjal dalam fungsi ekskresi, yaitu membuang sisa-sisa
metabolisme dalam tubuh, seperti ureum, kreatinin, dan sisa metabolisme yang
lain.
2) Menggantikan fungsi ginjal dalam mengeluarkan cairan tubuh yang seharusnya
dikeluarkan
sebagai
urin
saat
ginjal
sehat.
3) Meningkatkan kualitas hidup pasien yang menderita penurunan fungsi ginjal.
4) Menggantikan fungsi ginjal sambil menunggu program pengobatan yang lain.
34
Bab VI
Komplikasi Hemodialisis
Menurut Tisher dan Wilcox (1997) serta Havens dan Terra (2005) selama
tindakanhemodialisa sering sekali ditemukan komplikasi yang terjadi, antara lain :
1)
Kram
otot
Kram
otot
pada
umumnya
terjadi
pada
separuh
waktu
berjalannya hemodialisa sampai mendekati waktu berakhirnya hemodialisa. Kram
otot seringkali terjadi pada ultrafiltrasi (penarikan cairan) yang cepat dengan
volume yang tinggi.
2)
Hipotensi
Terjadinya hipotensi dimungkinkan karena pemakaian dialisat asetat, rendahnya
dialisat natrium, penyakit jantung aterosklerotik, neuropati otonomik, dan
kelebihan
tambahan
berat
cairan.
3) Aritmia
Hipoksia, hipotensi, penghentian obat antiaritmia selama dialisa, penurunan
kalsium, magnesium, kalium, dan bikarbonat serum yang cepat berpengaruh
terhadap aritmiapada
pasien hemodialisa.
4)
Sindrom
ketidakseimbangan
dialisa
Sindrom ketidakseimbangan dialisa dipercaya secara primer dapat diakibatkan
dari osmol-osmol lain dari otak dan bersihan urea yang kurang cepat
dibandingkan dari darah, yang mengakibatkan suatu gradien osmotik diantara
kompartemen-kompartemen ini. Gradien osmotik ini menyebabkan perpindahan
air ke dalam otak yang menyebabkan oedem serebri. Sindrom ini tidak lazim dan
biasanya terjadi pada pasien yang menjalani hemodialisa pertama dengan
azotemia
berat.
5)
Hipoksemia
Hipoksemia selama hemodialisa merupakan hal penting yang perlu dimonitor
pada pasien yang mengalami gangguan fungsi kardiopulmonar.
6) Perdarahan
Uremia menyebabkan ganguan fungsi trombosit. Fungsi trombosit dapat dinilai
dengan mengukur waktu perdarahan. Penggunaan heparin
selama hemodialisa juga merupakan faktor risiko terjadinya perdarahan.
7) Ganguan pencernaan
Gangguan pencernaan yang sering terjadi adalah mual dan muntah yang
disebabkan karena hipoglikemia. Gangguan pencernaan sering disertai dengan
sakit kepala.
Infeksi atau peradangan bisa terjadi pada akses vaskuler.
9) Pembekuan darah bisa disebabkan karena dosis pemberian heparin yang tidak
adekuat ataupun kecepatan putaran darah yang lambat.
35
BAB VII
Prosedur Hemodialisis
Jika akses vaskuler telah ditetapkan, darah mulai mengalir, dibantu oleh pompa
darah. Bagian dari sirkuit disposibel sebelum dialiser diperuntukkan sebagai aliran
arterial, keduanya untuk membedakan darah yang masuk ke dalamnya sebagai
darah yang belum mencapai dialiser dan dalam acuan untuk meletakkan jarum:
jarum arterial diletakkan paling dekat dengan anastomosis AV pada vistula atau
tandur untuk memaksimalkan aliran darah. Kantong cairan normal salin yang di
klep selalu disambungkan ke sirkuit tepat sebelum pompa darah. Pada kejadian
hipotensi, darah yang mengalir dari pasien dapat diklem sementara cairan normal
salin yang diklem dibuka dan memungkinkan dengan cepat menginfus untuk
memperbaiki tekanan darah. Tranfusi darah dan plasma ekspander juga dapat
disambungkan ke sirkuit pada keadaan ini dan dibiarkan untuk menetes, dibantu
dengan pompa darah. Infus heparin dapat diletakkan baik sebelum atau sesudah
pompa darah, tergantung peralatan yang digunakan.
Dialiser adalah komponen penting selanjutnya dari sirkuit. Darah mengalir ke
dalam kompartemen darah dari dialiser, tempat terjadinya pertukaran cairan dan
zat sisa. Darah yang meninggalkan dialiser melewati detector udara dan foam
yang mengklem dan menghentikan pompa darah bila terdeteksi adanya udara.
Pada kondisi seperti ini, setiap obat-obat yang akan diberikan pada dialysis
36
37
BAB VIII
Pelaksanaan Hemodialisis
2)
3) Pastikan selang pembuka air dan mesin hemodialisis sudah masuk keluar
atau saluran pembuangan.
4)
5)
Hidupkan mesin.
6)
7)
8)
2) Tempatkan dialiser pada holder (tempatnya) dan posisi inset (tanda merah)
diatas dan posisi outset (tanda biru) dibawah.
3)
Hubungkan ujung merah dari ABL dengan ujung inset dari dialiser.
4) Hubungkan ujung biru dari UBL dengan ujung outset adri dialiser dan
tempatkan buble tap di holder dengan posisi tengah.
5)
6)
7)
Bukalah klem NaCl 0,9%. Isi slang arteri sampai keujung selang lalu klem.
38
8) Memutarkan letak dialiser dengan posisi inset dibawah dan ouset diatas,
tujuannya agar dialiser bebas dari udara.
9)
Menimbang BB
2)
3)
Observasi KU
4)
Observasi TTV
39
40
BAB IX
Proses Keperawatan
1. Pengkajian
Pengkajian Pre HD
Pengkajian Post HD
41
BAB XI
Adekuasi Hemodialisis
42
2.1
43
klearensi dalam satuan L/menit, diperhitungkan dari KoA dializer serta kecepatan
aliran darah dan kecepatan aliran dialisat, t adalah waktu tindakan hemodialisis
dalam satuan menit. Kt/V akan bernilai lebih dari 1,2 saat evaluasi menandakan
bahwa sudah mencukup syarat normal. Kt/V menjadi metode pilihan untuk
mengukur dosis dialisis yang diberikan karena lebih akurat menunjukkan
penghilangan urea, bisa dipakai untuk mengkaji status nutrisi pasien dengan
memungkinkan perhitungan angka katabolisme protein yang dinormalisir, dan
bisa dipakai untuk peresepan dialisis untuk penderita yang memiliki fungsi renal
residual.5,20. Dalam menggunakan rumus ini diasumsikan bahwa konsep yang
dipakai
adalah
model
single-pool
urea
kinetik.
Cara
ini
merupakan
Dimana :
1. Ln adalah logaritma natural.
2. R adalah BUN setelah dialisis dibagi BUN sebelum dialisis
3. t adalah lama waktu dialisis dalam jam.
4. UF adalah volume ultrafiltrasi dalam liter.
5. W adalah berat pasien setelah dialisis dalam kg.
Penghitungan dilakukan sesuai dengan Rumus Linier Daugirdas yang lebih
sederhana berupa:
Kt/V = 2,2 3,3 (R-0,03) - UF/W)
Dimana :
1. R adalah BUN setelah dialisis dibagi BUN sebelum dialisis.
2. UF adalah volume ultrafiltrasi dalam liter.
3. W adalah berat pasien setelah dialisis dalam kilogram.
44
4. Re-evaluasi dari data NCDS menunjukkan bahwa Kt/V kurang dari 0,8
dihubungkan dengan meningkatnya morbiditas, sedangkan Kt/V1,0-1,2
dihubungkan dengan mortalitas yang rendah. Batasan minimal Kt/V
ialah lebih dari 1,2 untuk penderita yang menjalani hemodialisis 3 kali
seminggu. Sedangkan untuk kelompok penderita diabetes, Collins
menganjurkan menaikkan Kt/V menjadi 1,4. Hemodialisis 2 kali
seminggu hanya dilakukan untuk sementara dan hanya untuk penderita
yang masih mempunyai klirensia > 5 ml/menit.
Rumus-rumus sebelumnya :
- Kt/V = Ln(BUN sebelum HD/BUN sesudah HD) (Gotch,1985)
- Kt/V = 0,04 PRU-1,2
- Kt/V =
(Jindal,1987)
(Barth, 1988)
(Daugirdas, 1989)
- Kt/V = -ln(R-0,03-UF/W)
(Manahan, 1989)
- Kt/V = 0,026PRU-0,46
(Dugirdas, 1990)
- Kt/V = 0,023PRU-0,284
(Basile,1990)
- Kt/V = 0,062PRU-2,97
(Kerr, 1993)
45
pengukuran HD, akan tetapi pengumpulan dialisat yang mencapai 90-150 liter
tidak praktis.
3.
dari Kt/V ataupun RRU. Makin lama tindakan HD, klirens dari molekul yang
lebih besar dari urea diperkirakan akan lebih baik. Juga akan terjadi
intravaskuler euvolemia yang lebih baik dimana hal ini akan mengurangi
komplikasi kardiovaskuler. Meskipun data penunjang secara klinis belum
lengkap, lama HD yang dianjurkan minimal adalah 2,5 jam.
4.
46
47
48
Pemakaian kecepatan aliran darah yang tinggi, dialiser KoA tinggi, dan
durasi dialisis pendek bisa memberikan penghilangan ureum yang memadai tetapi
tidak selalu menjamin klearensi yang memuaskan dari bahan berat molekul yang
lebih besar, karena penghilangan bahan ini tidak meningkat dengan kecepatan
aliran darah yang tinggi. Pada saat ini banyak pusat dialisis yang memakai dializer
besar dengan membran fluks tinggi, yang memiliki klearensi molekul tengah yang
lebih tinggi dari pada dialiser yang lama. Beberapa pusat dialisis masih
mendukung pendekatan dialysis yang lama dan lambat dengan memakai dializer
KoA rendah serta kecepatan arus darah relatif rendah, dan lama dialisis 4 jam atau
lebih dan memberikan Kt/V 1,0.
Dari beberapa penelitian menyatakan bahwa perlunya pemberian dosis HD
yang maksimum agar tercapai target AHD, seperti penelitian Port FK dkk
melaporkan bahwa penderita dengan RRU >75% dibanding RRU 70-75%
mempunyai resiko relatif lebih rendah daripada RRU 70-75% pada penderia berat
badan rendah dan sedang. Wood HF dkk membandingkan membran high-flux dan
membran low-flux polysulfone, mendapatkan bahwa membran high-flux
menurunkan resiko mortalitas pada penderita non diabetetes.
2.2
pada saat ini masih menjadi masalah. Dari penelitian dilaporkan bahwa salah satu
penyebab mortalitas yang tinggi dan tidak produktifnya penderita tersebut karena
tindakan HD yang tidak adekuat. Seperti pada penelitian Ifudu dkk mendapatkan
bahwa dosis hemodialisis standard pada penderita dengan berat badan lebih dari
68,2 kg tidak mendapatkan hasil yang adekuat. Penelitian Wolfe dkk mengenai
luas permukaan tubuh, dosis HD dan mortalitas mendapatkan luas permukaan
tubuh berhubungan dengan mortalitas serta berkorelasi langsung dengan dosis
HD. Menyatakan bahwa dosis HD yang diberikan merupakan keadaan individual.
Penelitian Kuhlmann melaporkan bahwa penderita dengan volume distribusi urea
>42,0 liter atau luas permukaan tubuh >2,0 m2 merupakan pasien yang
mempunyai risiko dosis hemodialysis yang tidak adekuat. Penelitian Salahudeen
dkk pada penderita HD berat badan lebih mendapatkan hasil Kt/V lebih rendah
49
50
51
BAB XII
Kebijakan Reuse Hemodialisa RSI
A. Latar belakang
Pertimbangan biaya
First use reaction : hipotensi, nyeri punggung, mual, muntah, nyeri dada,
wheezing, nafas pendek,; akibat aktifasi complement dan ethylen oxide.
1.
2.
3.
4.
5.
B.
52
pelaksana
C. Pembilasan (rinsing)
Harus konsisten ; tekanan air, kecepatan aliran, jenis aliran (terus menerus,
pulsatil), reverse ultrafiltration
D. Pengujian (testing)
Volume residual dalam hollow fiber (FBV, TCV), bila < 80% tidak dipergunakan
lagi.
Pengujian terhadap kecepatan ultrfiltrasi, bila > 20% tidak dipergunakan lagi.
Pengujian kebocoran
E.
Sterilisasi
Disinfectant harus tetap dalam dialyser untuk waktu tertentu, minnimum 24 jam
untuk formaldehyde dan 11 jam untuk renalin.
53
Pembersihan sterilant
F.
Residual desinfectant < 5 mg/L formaldehyde.( dgn reagen Schiffs dan metoda
Hantzch)
Quality control : menentukan bahwa material dan proses yang digunakan untuk
menyiapkan dialyser telah sesuai dengan spesifikasi bakku dari dialyser.
Harus ada protokol baku (sebagai dokumen) untuk setiap tahapan prosedur ini.
Risiko terjadinya infeksi akibat sterilisasi yang tidak adekuat, pernah dilaporkan
terjadinya outbrake infeksi dengan mycobacterium, gram negative bacteriemia,
fungiemia.
H. Toksisitas Kumulatif
54
Anti-N-like antibody
55
DAFTAR PUSTAKA
56
57