Professional Documents
Culture Documents
I.
Pendahuluan
Kehamilan ektopik adalah proses pembuahan atau kehamilan yang terjadi di luar
dari kavum uteri. Kehamilan ini merupakan salah satu kegawat daruratan akibat adanya
pendarahan masif dan merupakan insiden yang terus meningkat serta membutuhkan
diagnosis yang pasti dalam penanganannya. Proses pembuahan ini dapat di diagnosis
secara langsung dengan menggunakan USG transvaginal
kelainan maupun bentuk normal dari hasil pembuahan. Namun, kehamilan ini
merupakan suatu proses patologis1.
Etiologi kehamilan ektopik masih belum jelas meski sejumlah faktor risiko telah
diidentifikasi. Diagnosis kehamilan ektopik sangat sulit. Hingga saat ini , di negaranegara maju, diagnosis bergantung pada kombinasi ultrasound dan pemeriksaan serum
beta human chorionic gonadotropin (hCG -)1.
Kehamilan ektopik sudah ada sejak abad ke-11. Operasi pertama kali dilakukan
oleh seorang dokter ahli bedah bernama John Bard (New York) pada tahun 1759.
Walaupun demikian, angka kematian pascaoperasi pada abad ke-18 masih sangat tinggi.
Hal tersebut dibuktikan dengan angka harapan hidup pasien yang melakukan operasi
kehamilan ektopik lebih kecil dibandingkan dengan pasien yang tidak dilakukan
penanganan operasi. Pada abad ke-20, dengan adanya peningkatan dibidang anestesi,
obat-obat antibiotik, dan transfusi darah, angka kematian menurun dengan drastis. Pada
tahun 1970-1989, angka kematian kehamilan ektopik turun dari 35,5% menjadi 2,6%
setiap 1000 kasus yang ada2
Dorfman dan rekan kerja melaporkan bahwa sekitar 80% dari kehamilan ini
berada di saluran telur itu sendiri ( tuba fallopi ) , dan yang lainnya 20% adalah
kehamilan interstitial atau abdominal 2. Kehamilan ektopik mengacu pada implantasi
telur yang telah dibuahi di lokasi di luar rongga rahim, termasuk tuba falopi (sekitar
97,7%), leher rahim, ovarium, daerah cornual rahim, dan rongga abdominal. Kehamilan
tuba, ampula adalah situs yang paling umum dari implantasi (80%), diikuti oleh isthmus
(12%), fimbria (5%), kornu (2%), dan interstitial (2-3%)3.
II.
Insiden
Insiden kehamilan ektopik ada 2 % yang dilapor daripada semua kehamilan dan
9% daripada semua kehamilan yang menyebabkan kematian. (3) Di Amerika serikat
sendiri angka kejadian kehamilan ektopik meningkat dari 0,5 % pada tahun 1970 hingga
mencapai 1,97 % pada tahun 1992 % dari total seluruh kehamilan ibu, walaupun dengan
penurunan 90% pada kadar mortality, namun kehamilan ektopik masih merupakan
penyebab kematian tertinggi ibu pada trimester kehamilan.(3,4)
III.
Etiologi
Etiologi kehamilan ektopik telah banyak diselidiki, tetapi sebagian besar
IV.
Anatomi5.6
(a) Uterus
Uterus berbentuk seperti buah advokat atau buah peer yang sedikit gepeng
ke arah muka belakang. Ukurannya sebesar telur ayam dan mempunyai rongga.
Dindingnya terdiri atas otot-otot polos. Ukuran panjang uterus adalah 7-7.5 cm,
lebar di atas 5,25 cm, tebal 2,5 cm, dan tebal dinding 1,25 cm. letak uterus dalam
keadaan fisiologis adalah anteversiofleksio (serviks ke depan dan membentuk sudut
dengan vagina, demikan pula, korpus uteri ke depan dan membentuk sudut dengan
serviks uteri.
Uterus terdiri atas 3 bagian besar, yaitu fundus, korpus dan serviks uteri.
Fundus uteri adalah bagian uterus proksimal; di situ kedua tuba fallopi ke uterus. Di
dalam klinik penting untuk diketahui sampai daerah fundus uteri berada oleh karena
tuanya kehamilan dapat diperkirakan dengan perabaan pada fundus uteri.
Serviks uteri terbagi menjadi dua bagian, yaitu pars supra vaginal dan pars
vaginal. Pars vaginal disebut juga portio, terdiri dari bibir belakang portio. Saluran
yang menghubungkan orifisium uteri interna dan orifisium uteri eksterna disebut
kanalis servikalis, dilapisi oleh kelenjar-kelenjar serviks. Bagian rahim serviks dan
korpus disebut isthmus atau segmen bawah rahim, bagian ini penting artinya dalam
kehamilan dan persalinan karena akan mengalami peregangan.
Kavum uteri dilapisi oleh selaput lendir yang kaya dengan kelenjar, disebut
endometrium. Endometrium terdiri atas epitel kubik, kelenjar-kelenjar, dan stroma
dengan banyak pembuluh-pembuluh darah yang berlekuk-lekuk. Di korpus uteri
endometrium licin, akan tetapi di serviks berkelok-kelok; kelenjar-kelenjar itu
bermuara di kanalis servikalis (arbor vitae). Pertumbuhan dan fungsi endometrium
dipengaruhi sekali oleh hormon steroid ovarium.
Lapisan otot polos di sebelah dalam berbentuk sirkuler, dan di sebelah luar
berbentuk longitudinal. Di antara kedua lapisan itu terdapat lapisan otot oblik,
berbentuk anyaman; lapisan ini paling penting pada persalinan oleh karena sesudah
plasenta lahir, berkontraksi kuat dan menjepit pembuluh-pembuluh darah yang
berada di tempat itu.
Ada beberapa ligamentum yang memfiksasi uterus, yaitu:
Pembuluh darah yang memberi darah ke uterus ialah arteri uterina. Selain
arteri uterina, terdapat juga arteri ovarika sinistra et dekstra. Arteri ini berjalan
dari lateral dinding pelvis, melalui ligamentum infundibulo-pelvikum mengikuti
tuba fallopi, beranastomosis dengan ramus asendens arteri uterina di sebelah
lateral, kanan dan kiri uterus. Bersama-sama dengan arteri-arteri tersebut di atas
terdapat vena-vena yang kembali melalui pleksus vena ke vena hipogastrika.
Getah bening yang berasal dari serviks akan mengalir ke daerah obturatorial
dan inguinal selanjutnya ke daerah vasa iliaka; dari korpus uteri saluran getah
bening ini akan menuju daerah para aorta atau para vertebra dalam. Kelenjarkelenjar getah bening penting artinya pada operasi karsinoma.
(b) Tuba Fallopi
Tuba Fallopi terdiri atas;
pars interstisialis, bagian yang terdapat di dinding uterus,
pars ismika, merupakan bagian medial tuba yang sempit seluruhnya
pars ampullaris, bagian yang terbentuk sebagai saluran agak lebar,
tempat konsepsi terjadi
infundibulum, bagian ujung tuba yang terbuka ke arah abdomen dan
mempunyai fimbria
Fimbria penting artinya bagi tuba sebab digunakan untuk menangkap
telur kemudian disalurkan ke dalam tuba. Bentuk infundibulum seperti
anemon (bintang laut).
Bagian luar tuba diliputi oleh peritoneum viserale, yang merupakan
bagian dari ligamentum latum. Otot di dinding tuba terdiri atas (dari luar
dalam) otot longitudinal dan otot sirkuler. Lebih ke dalam lagi didapatkan
selaput yang berlipat-lipat dengan sel-sel yang bersekresi dan bersilia yang
khas, berfungsi untuk menyalurkan telur atau hasil konsepsi ke arah kavum
uteri dengan arus yang ditimbulkan oleh getaran rambut.
V.
Patofisiologi
(a) Kehamilan Tuba
Proses implantasi ovum yang dibuahi, yang terjadi di tuba pada dasarnya sama
halnya dengan pada kavum uteri. Telur di tuba bernidasi secara kolumner atau
interkolumner. Pertama, telur berimplantasi pada ujung atau sisi jonjot endosalping.
Perkembangan telur selanjutnya dibatasi oleh kurangnya vaskularisasi dan biasanya
telur mati secara dini dan kemudian direbsorbsi. Pada nidasi secara interkolumner telur
bernidasi antara 2 jonjot endosalping. Setelah tempat nidasi tertutup, maka telur
dipisahkan dari lumen tuba oleh lapisan jaringan yang menyerupai desidua dan
dinamakan pseudokapsularis. Karena pembentukan desidua tidak sempurna malahan
kadang-kadang tidak nampak, dengan mudah vili korialis menembus endosalping dan
masuk ke dalam lapisan otot-otot tuba dengan merusak jaringan dan pembuluh darah.
Perkembangan janin selanjutnya tergantung pada beberapa faktor, seperti tempat
implantasi, tebalnya dinding tuba, dan banyaknya pendarahan yang terjadi oleh invasi
tropoblas. (7)
Selanjutnya, korpus luteum dan tropoblas yang terbentuk akan menghasilkan
hormon progesteron yang membuat uterus menjadi besar dan lembek, bahkan
menyebabkan lapisan endometrium menjadi desidua. Pada perubahan sel endometrium
ini dapat ditemukan fenomena Arias-Stellata. Amenore yang terjadi disebabkan karena
sel tropoblast yang menghasilkan hormon -HCG. Terjadinya proses pendarahan yang
tiba-tiba diakibatkan karena hilangnya sel tropoblas yang menghasilkan -HCG
sehingga proses nidasi yang dipersiapkan menjadi terpecah keluar..(7)
(b)Abortus Pada Kehamilan Tuba
Frekuensi abortus yang terjadi di dalam tuba tergantung pada bagian mana di
tuba tempat hasil konsepsi tersebut tertanam. Kebanyakan terjadi pada daerah ampula
tuba. Namun, pendarahan karena ruptur dinding tuba biasanya terjadi pada daerah
isthmus. Perbedaan ini disebabkan karena pars ampularis lebih luas sehingga dapat
mengikuti pertumbuhan hasil konsepsi dibandingkan dengan bagian isthmus dengan
lumen sempit. Pendarahan yang terjadi dikarenakan oleh pembuluh-pembuluh darah
oleh vili korialis pada dinding tuba di tempat implantasi dapat melepaskan mudigah dari
dinding tersebut bersama-sama dengan robeknya pseudokapsularis. (7)
(c)Ruptur Tuba
Ruptur akibat kehamilan ektopik disebabkan oleh perluasan hasil-hasil konsepsi
yang besar seperti penembusan vili korialis ke dalam lapisan muskularis tuba terus ke
peritoneum. Sebelum ditemukan alat-alat yang canggih yang dapat mendeteksi kadar
hormone gonadotropin, kebanyakan kehamilan yang terjadi mengalami ruptur pada
trimester I. Ruptur terjadi pada daerah isthmus dan kehamilan muda. Namun, ruptur
spontan biasanya terjadi disebabkan oleh trauma atau koitus bimanual..(7)
Ruptur intraperitoneal, seluruh janin dapat keluar dari tuba, bila robekan yang
terjadi besar. Namun, bila robekan yang terjadi kecil pendarahan yang terjadi tidak
disetai hasil konsepsi. Bila penderita tidak dioperasi dan tidak meninggal karena
pendarahan, nasib janin bergantung pada kerusakan yang diterima dan tuanya
kehamilan. Bila janin yang mati kecil dapat diabsorbsi, tetapi jika besar dapat berubah
menjadi litopedion yang membentuk kalsifikasi.(7)
VI.
Diagnosis
Diagnosis dari kehamilan ektopik dapat ditegakkan berdasarkan anamnesis,
riwayat menstruasinya.5
2) Pemeriksaan umum. Pada pemeriksaan umum, penderita dapat tampak pucat
dan kesakitan. Pada perdarahan dalam rongga perut aktif dapat ditemukan
tanda-tanda syok dan pasien merasakan nyeri perut yang mendadak. Pada
jenis yang tidak mendadak, mungkin hanya terlihat perut bagian bawah yang
sedikit menggembung dan nyeri tekan.5.2
3) Pemeriksaan ginekologi pada pemeriksaan dalam mungkin ditemukan tandatanda kehamilan muda. Perabaan serviks dan gerakkannya menyebabkan
nyeri. Bila uterus dapat diraba, maka akan teraba sedikit membesar dan
kadang-kadang teraba tumor disamping uterus dengan batas yang sukar
ditentukan. Kavum Douglas juga teraba menonjol dan nyeri raba yang
sensitif.
Dengan
menggunakan
pemeriksaan
laboratorium
Gambar 4 tampak gambaran pseudosac pada pasien kehamilan ektopik 5 minggu dengan
potongan sagital transvaginal terlihat cairan disertai debris di cavum endometrial.
. (Dikutip dari kepustakaan 11)
Kehamilan
ektopik
dapat
menyebabkan
pembentukan
kantung
dan mungkin itu berasal hasil dari pecahnya tuba atau kebocoran darah dari tuba
fallopi9.
Gambar 5 Hematoperitoneum berupa free fluid (FF) akibat ruptur tuba pada pasien kehamilan ektopik. Gambar ini
dapat dibuktikan dengan culdosintesis pada daerah cavum Douglas. (Dikutip dari kepustakaan 10)
10
Gambar 7. Embrio pada kehamilan ektopik.( USG transvaginal). Embrio yang terbentuk pada ectopic pregnancy ini
telah mengalami ovulasi selama 3 minggu. (Dikutip dari kepustakaan 10)
11
Gambar 8 Double Decidual Sign. Gambar ini diambil melalui transvaginal USG. Terdapat yolk
salk yang dikelilingi oleh 2 garis kurva hiperechoic. Lingkaran dalam atau inner line (panah
panjang) merupakan deciduas capsularis dan lingkaran luar atau outer line (panah pedek)
mewakili deciduas vera. (Dikutip dari kepustakaan 3)
USG Collor Doppler sangat membantu dalam mendiagnosis dari penyakit ini.
Pencitraan menggunakan Collor Doppler menunjukkan warna dari setiap bagian-bagian
12
yang memiliki aliran darah secara langsung atau memiliki denyut dengan gambaran
aliran darah sistolik yang tampak jelas dan aliran darah diastolik yang merupakan aliran
darah dari percabangan arteri uterus.(11)
Dengan menggunakan USG Collor Doppler yang memiliki nilai resistif index
yang tinggi, alat ini dapat membedakan antara corpus luteum dan kehamilan
ektopik,walaupun lebih peka terhadap pecahnya corpus luteum(11)
13
14
hadir. CT scan bukanlah suatu modalitas pencitraan yang tepat untuk digunakan dalam
analisis kehamilan ektopik.(13)
CT-Scan seharusnya tidak digunakan untuk pencitraan bagi pasien hamil.
Bagaimanapun peningkatan penggunaannya untuk diagnosis kasus yang gawat
menyebabkan CT-Scan digunakan tanpa sengaja sewaktu mencari sebab penyakit.
Berdasarkan pengetahuan decade ini , masih tidak ada lagi deskripsi yang spesifik bagi
hasil CT-Scan untuk kehamilan ektopik.(14)
Gambar 8. Wanita 37 tahun dengan nyeri perut akut dan kecurigaan klinis apendisitis perforasi. CT scan
aksial menunjukkan pengumpulan cairan di kuadran kanan bawah dengan pelemahan 77 H, konsisten
dengan darah (panah). Tinggi redaman fokus (panah) terletak di kanan rahim (U), menunjukkan
perdarahan aktif. Pecahnya kehamilan ektopik di tuba falopi kanan dikonfirmasi melalui pembedahan.
(Dikutip dari kepustakaan 14)
3. MRI
Meskipun mendiagnosis kehamilan ektopik biasanya berdasarkan temuan klinis,
laboratorium, dan USG, kadang awalnya dapat diidentifikasi oleh MRI. Dengan MRI
dapat membedakan jaringan lunak sangat baik tanpa menggunakan radiasi pengion atau
kontras intravena. Pada perdarahan akut-subakut memberikan gambaran iso-hiperintens
pada T1WI, dengan gambaran heterogen pada T1WI. T1WI membantu mengidentifikasi
darah dan sebagai standar protocol pemeriksaan MRI pada wanita hamil. Magnetic
Resonance Imaging (MRI) telah digunakan pada pasien dengan kondisi stabil yang
disertai masalah khusus. Namun pemeriksaan MRI memakan waktu dan mahal.(13)
15
Gambar 9. Imej Axial T2-weighted fast spin-echo magnetic resonance pada panggul. Gambar ini
menunjukkan cairan yang mengandung tuba falopi yang abnormal (panah merah) di sisi kanan. Sebuah
kista ovarium sederhana kanan (panah putih) juga hadir. (Dikutip dari kepustakaan 13)
Gambar 10. Coronal T2-weighted fat-saturated magnetic resonance dari pelvis (pasien yang sama seperti
dalam gambar sebelumnya). Gambar menunjukkan cairan yang mengandung tuba falopi yang abnormal
(panah merah) di sisi kanan. Sebuah kista ovarium sederhana (putih panah) juga hadir di sebelah kanan.
(Dikutip dari kepustakaan 13)
16
Gambar 11. Axial T2-weighted fast spin echo magnetic resonance dari imej pelvis (pasien yang sama
seperti dalam 2 gambar sebelumnya). Setelah 1 minggu terapi konservatif, kehamilan ektopik dilihat
dalam 2 gambar sebelumnya pecah. Sebuah, besar mixed-signal-intensity hematoma kini hadir dalam
kantong rectouterine (dicatat oleh H dan panah). (Dikutip dari kepustakaan 13)
Gambar 12. Axial T2-weighted gradient-echo magnetic resonance dari imej pelvis (pasien yang sama
seperti pada gambar 3 sebelumnya). Setelah 1 minggu terapi konservatif, kehamilan ektopik dilihat dalam
3 gambar sebelumnya pecah. mixed-signal-intensity hematoma yang besar kini hadir dalam kantong
rectouterine (dicatat oleh H dan panah). (Dikutip dari kepustakaan 13)
17
(e) Kuldosintesis
Kuldosintesis dilakukan dengan menusukkan jarum dengan lumen yang agak
besar ke dalam kavum Douglasi di garis tengah di belakang serviks uteri, serviks ditarik
ke atas dan keluar. Adanyan darah yang diisap berwarna (darah tua) biarpun sedikit,
membuktikan adanya darah di kavum Douglasi. Jika yang diisap darah baru, ini
mungkin dari pembuluh darah dinding vagina yang tertusuk.
Jika hasil kuldosintesis positif, sebaiknya dilakukan laparotomi, oleh karena
dengan tindakan itu dapat dibawa kuman dari luar ke dalam darah yang terkumpul di
kavum Douglasi, dan dapat terjadi infeksi.(6)
(f) Laparoskopi
Laparoskopi merupakan cara pemeriksaan yang sangat penting untuk diagnosis
kehamilan ektopik pada umunya dan kehamilan ektopik yang tidak terganggu. Dengan
cara pemeriksaan ini dapat dilihat dengan mata sendiri perubahan-perubahan pada tuba.
(6)
18
2. Setelah diagnosa jelas, dan keadaan umum baik, segera lakukan laparotomi
untuk menghilangkan sumber pendarahan: dicari, diklem, dan dieksisi sebersih
mungkin (salpiektomi), kemudian diikat sebaik-baiknya,
3. Sisa darah dikeluarkan dan dibersihkan sedapat mungkin supaya penyembuhan
lebih cepat,
4. Berikan antibiotik yang cukup dan obat antiinflamasi,
5. Penderita yang dicurigai kehamilan ektopik harus dirawat inap di rumah sakit
untuk penanggulangannya
Pada beberapa referensi penanganan kasus non-emergensi setelah ditegakkan
diagnosis dibagi atas 2, yaitu penanganan dengan operasi maupun obat-obatan sistemik.
1. Operasi
a. Salpingostomy
Prosedur ini digunakan pada kehamilan dengan panjang kurang dari 2 cm dan
berlokasi sepertiga distal tuba fallopi. Insisi secara linier, dengan panjang 10-15 mm
atau kurang, yang dibuat sesuai dengan ukuran kehamilan ektopik berdasarkan hasil
USG yang didapatkan. Pendarahan kecil yang terjadi sewaktu operasi yang terjadi dapat
dihentikan dengan menggunakan eletrokauter atau laser. Semua prosedur ini dilakukan
melalui laparaskopi.(11)
b. Salpingectomy
Pada salpingectomy dilakukan proses eksisi tuba. Proses ini biasa dilakukan
pada tuba unruptur maupun yang telah ruptur. Operasi ini dilakukan untuk
menghilangkan resiko terjadinya kembali kehamilan ektopik pada daerah tuba yang
sama.(11)
c. Segmental Resection and Anastomosis
Reseksi massa ektopik dan anastomosis tuba kadang dilakukan pada kehamilan
ektopik yang tidak disertai dengan ruptur daerah isthmus tuba karena salpingostomy
dapat menyebabkan rusaknya lumen isthmus yang kecil akibat adanya pembentukan
jaringan kolagen berupa scar yang menutup lumen tuba sehingga dihilangkan sebagian
dan disambung kembali.(11)
19
d. Laparotomi
Dilakukan pada pasien dengan rupture tuba. Pada laparotomi perdarahan selekas
mungkin dihentikan dengan menjepit bagian dari adneksa yang menjadi sumber
pendarahan. Keadaan umum penderita terus diperbaiki dan darah di rongga perut
sebanyak mungkin dikeluarkan.(6)
2. Pengobatan Sistemik
Metotrexat ialah obat yang bekerja menghambat pembentukan asam folat yang
akan menghambat proliferasi dari sel tropoblas. Pengobatan ini tidak dapat dilakukan
pada wanita yang konsentrasi hCG (>5000mIU/ml) karena akan megalami kegagalan
terapi. Kestabilan hemodinamik dan kadar HCG kurang dari 15.000 IU merupakan
faktor yang mendukung keberhasilan terapi. (7)
Biasanya diberikan secara intramuskular dengan dosis tunggal (50mg per m2)
dengan dilanjutkan B-hCG. (16)
IX.
Prognosis
Kematian karena kehamilan ektopik cenderung turun dengan diagnosis dini dan
persediaan darah yang cukup walaupun gejalanya belum timbul. Tetapi, bila
pertolongan terlambat, angka kematian dapat tinggi. Kehamilan ini merupakan salah
satu kegawatdaruratan yang tidak selalu dihiraukan di UGD akibat adanya pendarahan
masif dan merupakan insiden yang terus meningkat serta membutuhkan diagnosis yang
pasti dalam penanganannya. Dokter harus memiliki pengetahuan tentang riwayat,
pemeriksaan fisik, dan kadar B-hCG dalam penanganan kehamilan ektopik. Angka
kehamilan ektopik yang berulang dilaporkan antara 7% sampai 15%. (1,11)
20
DAFTAR PUSTAKA
1. Vanitha N Sivalingam, W Colin Duncan, Emma Kirk, Lucy A Shephard, Andrew W
. Diagnosis and Management of Ectopic Pregnancy. ( jurnal on internet ) 2011.
[
citied
on
19
dec
2014
231-240.
Available
from
http://www.medscape.com/viewarticle/750781
2. Gretchen M. Lentz, Roger A. Lobo, David M. Gershenson, Vern L. Katz.
Comprehensive gynecology: expert consult online and print, 6th edition. Elsevier
Mosby, Philadelphia, PA, USA, 2012. 936 pages
3. Vicken P Sepilian,. Ectopic Pregnancy . ( jurnal on internet ) 2014. citied on [ 20
Dec 2014 ] . Availabe on http://emedicine.medscape.com/article/2041923overview#aw2aab6b2b2
4. Della David, Giustina. Ectopic pregnancy. [jurnal on internet] 2008. [citied on 19
Dec 2014]: [565-584]. Available from: URL: http://www.della-giustina2003.com
5. Wiknjosastro, Hanifa. Kehamilan Ektopik. Ilmu Kebidanan edisi ketiga. Yayasan
Bina Pustaka Sarwono Prawiroharjo. Jakarta.2005.hal 323-338
6. Cunningham, F Gary. et all. 2007. Obstetri Williams 23rd ed. USA : The McGraw-Hill
Companies, Inc
7. Cunninghan FG, Leveno KJ, Bloom SL, Hauth JC, , Gilstrap LC, , Wenstrom KD.
and
obstetrics.4th
21
14. Authors and Disclosures Helical CT: Rupture of Ectopic Pregnancy Available from:
http://www.medscape.com/viewarticle/501990_8
22