You are on page 1of 18

BAB 2

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Kanker Paru


2.1.1 Definisi Kanker Paru
Kanker paru adalah tumor ganas paru primer yang berasal dari saluran
napas atau epitel bronkus. Terjadinya kanker ditandai dengan pertumbuhan sel
yang tidak normal, tidak terbatas, dan merusak sel-sel jaringan yang normal.
Proses keganasan pada epitel bronkus didahului oleh masa pra kanker. Perubahan
pertama yang terjadi pada masa prakanker disebut metaplasia skuamosa yang
ditandai dengan perubahan bentuk epitel dan menghilangnya silia.

2.1.2. Etiologi dan Faktor Risiko Kanker Paru


Seperti umumnya kanker yang lain, penyebab yang pasti dari kanker paru
belum diketahui, tapi paparan atau inhalasi berkepanjangan suatu zat yang bersifat
karsinogenik merupakan faktor penyebab utama disamping adanya faktor lain
seperti kekebalan tubuh, genetik, dan lain-lain (Amin, 2006). Dibawah ini akan
diuraikan mengenai faktor risiko penyebab terjadinya kanker paru :
a. Merokok
Menurut Van Houtte, merokok merupakan faktor yang berperan paling
penting, yaitu 85% dari seluruh kasus ( Wilson, 2005). Rokok mengandung lebih
dari 4000 bahan kimia, diantaranya telah diidentifikasi dapat menyebabkan
kanker. Kejadian kanker paru pada perokok dipengaruhi oleh usia mulai merokok,
jumlah batang rokok yang diisap setiap hari, lamanya kebiasaan merokok, dan
lamanya berhenti merokok (Stoppler,2010).
b. Perokok pasif
Semakin banyak orang yang tertarik dengan hubungan antara perokok pasif,
atau mengisap asap rokok yang ditemukan oleh orang lain di dalam ruang
tertutup, dengan risiko terjadinya kanker paru. Beberapa penelitian telah
menunjukkan bahwa pada orang-orang yang tidak merokok, tetapi mengisap asap
dari orang lain, risiko mendapat kanker paru meningkat dua kali (Wilson, 2005).

Universitas Sumatera Utara

Diduga ada 3.000 kematian akibat kanker paru tiap tahun di Amerika Serikat
terjadi pada perokok pasif (Stoppler,2010).
c. Polusi udara
Kematian akibat kanker paru juga berkaitan dengan polusi udara, tetapi
pengaruhnya kecil bila dibandingkan dengan merokok kretek. Kematian akibat
kanker paru jumlahnya dua kali lebih banyak di daerah perkotaan dibandingkan
dengan daerah pedesaan. Bukti statistik juga menyatakan bahwa penyakit ini lebih
sering ditemukan pada masyarakat dengan kelas tingkat sosial ekonomi yang
paling rendah dan berkurang pada mereka dengan kelas yang lebih tinggi. Hal ini,
sebagian dapat dijelaskan dari kenyataan bahwa kelompok sosial ekonomi yang
lebih rendah cenderung hidup lebih dekat dengan tempat pekerjaan mereka,
tempat udara kemungkinan besar lebih tercemar oleh polusi. Suatu karsinogen
yang ditemukan dalam udara polusi (juga ditemukan pada asap rokok) adalah 3,4
benzpiren (Wilson, 2005).
d. Paparan zat karsinogen
Beberapa zat karsinogen seperti asbestos, uranium, radon, arsen, kromium,
nikel, polisiklik hidrokarbon, dan vinil klorida dapat menyebabkan kanker paru
(Amin, 2006). Risiko kanker paru di antara pekerja yang menangani asbes kirakira sepuluh kali lebih besar daripada masyarakat umum. Risiko kanker paru baik
akibat kontak dengan asbes maupun uranium meningkat kalau orang tersebut juga
merokok.
e. Diet
Beberapa penelitian melaporkan bahwa rendahnya konsumsi terhadap
betakarotene, selenium, dan vitamin A menyebabkan tingginya risiko terkena
kanker paru (Amin, 2006).
f. Genetik
Terdapat bukti bahwa anggota keluarga pasien kanker paru berisiko lebih
besar terkena penyakit ini. Penelitian sitogenik dan genetik molekuler
memperlihatkan bahwa mutasi pada protoonkogen dan gen-gen penekan tumor
memiliki arti penting dalam timbul dan berkembangnya kanker paru. Tujuan
khususnya adalah pengaktifan onkogen (termasuk juga gen-gen K-ras dan myc)

Universitas Sumatera Utara

dan menonaktifkan gen-gen penekan tumor (termasuk gen rb, p53, dan CDKN2)
(Wilson, 2005).
g. Penyakit paru
Penyakit paru seperti tuberkulosis dan penyakit paru obstruktif kronik juga
dapat menjadi risiko kanker paru. Seseorang dengan penyakit paru obstruktif
kronik berisiko empat sampai enam kali lebih besar terkena kanker paru ketika
efek dari merokok dihilangkan (Stoppler, 2010).

2.1.3. Klasifikasi Kanker Paru


Kanker paru dibagi menjadi kanker paru sel kecil (small cell lung cancer,
SCLC) dan kanker paru sel tidak kecil (non-small lung cancer, NSCLC).
Klasifikasi ini digunakan untuk menentukan terapi. Termasuk didalam golongan
kanker paru sel tidak kecil adalah epidermoid, adenokarsinoma, tipe-tipe sel besar,
atau campuran dari ketiganya.
Karsinoma sel skuamosa (epidermoid) merupakan tipe histologik kanker
paru yang paling sering ditemukan, berasal dari permukaan epitel bronkus.
Perubahan epitel termasuk metaplasia, atau displasia akibat merokok jangka
panjang, secara khas mendahului timbulnya tumor. Karsinoma sel skuamosa
biasanya terletak sentral di sekitar hilus, dan menonjol ke dalam bronki besar.
Diameter tumor jarang melampaui beberapa sentimeter dan cenderung menyebar
secara langsung ke kelenjar getah bening hilus, dinding dada, dan mediastinum.
Karsinoma ini lebih sering pada laki-laki daripada perempuan (Wilson, 2005).
Adenokarsinoma, memperlihatkan susunan selular seperti kelenjar bronkus
dan dapat mengandung mukus. Kebanyakan jenis tumor ini timbul di bagian
perifer segmen bronkus dan kadang-kadang dapat dikaitkan dengan jaringan parut
lokal pada paru dan fibrosis interstisial kronik. Lesi sering kali meluas ke
pembuluh darah dan limfe pada stadium dini dan sering bermetastasis jauh
sebelum lesi primer menyebabkan gejala-gejala.
Karsinoma bronkoalveolus dimasukkan sebagai subtipe adenokarsinoma
dalam klasifikasi terbaru tumor paru dari WHO. Karsinoma ini adalah sel-sel
ganas yang besar dan berdiferensiasi sangat buruk dengan sitoplasma yang besar

Universitas Sumatera Utara

dan ukuran inti bermacam-macam. Sel-sel ini cenderung timbul pada jaringan
paru perifer, tumbuh cepat dengan penyebaran ekstensif dan cepat ke tempattempat yang jauh.
Karsinoma sel kecil umumnya tampak sebagai massa abu-abu pucat yang
terletak di sentral dengan perluasan ke dalam parenkim paru dan keterlibatan dini
kelenjar getah bening hilus dan mediastinum. Kanker ini terdiri atas sel tumor
dengan bentuk bulat hingga lonjong, sedikit sitoplasma, dan kromatin granular.
Gambaran mitotik sering ditemukan. Biasanya ditemukan nekrosis dan mungkin
luas. Sel tumor sangat rapuh dan sering memperlihatkan fragmentasi dan crush
artifact pada sediaan biopsi. Gambaran lain pada karsinoma sel kecil, yang
paling jelas pada pemeriksaan sitologik, adalah berlipatnya nukleus akibat letak
sel tumor dengan sedikit sitoplasma yang saling berdekatan (Kumar, 2007).
Karsinoma sel besar adalah sel-sel ganas yang besar dan berdiferensiasi
sangat buruk dengan sitoplasma yang besar dan ukuran inti bermacam-macam.
Sel-sel ini cenderung timbul pada jaringan paru perifer, tumbuh cepat dengan
penyebaran ekstensif dan cepat ke tempat-tempat yang jauh (Wilson, 2005).
Bentuk lain dari kanker paru primer adalah adenoma, sarkoma, dan
mesotelioma bronkus. Walaupun jarang, tumor-tumor ini penting karena dapat
menyerupai karsinoma bronkogenik dan mengancam jiwa.

2.1.4. Stadium Klinis


Pembagian stadium klinis kanker paru berdasarkan sistem TNM menurut
International Union Against (IUAC)/The American Joint Comittee on
Cancer (AJCC) 1997 adalah sebagai berikut :
Tabel 2.1. Stadium Klinis Kanker Paru.
STADIUM

TNM

Karsinoma tersembunyi

Tx, N0, M0

Stadium 0

Tis, N0, M0

Stadium IA

T1, N0, M0

Stadium IB

T2, N0, M0

Universitas Sumatera Utara

Stadium IIA

T1, N1, M0

Stadium IIB

T2, N1, M0
T3, N0, M0

Stadium IIIA

T3, N1, M0
T1-3, N2, M0

Stadium IIIB

T berapa pun, N3, M0


T4, N berapa pun, M0

Stadium IV

T berapa pun, N berapa pun, M1

Keterangan :
Status Tumor Primer (T)
T0 : Tidak terbukti adanya tumor primer.
Tx : Kanker yang tersembunyi terlihat pada sitologi bilasan bronkus, tetapi tidak
terlihat pada radiogram atau bronkoskopi.
Tis : Karsinoma in situ.
T1 : Tumor berdiameter 3 cm dikelilingi paru atau pleura viseralis yang normal.
T2 : Tumor berdiameter > 3 cm atau ukuran berapa pun yang sudah menyerang
pleura viseralis atau mengakibatkan ateletaksis yang meluas ke hilus; harus
berjarak > 2 cm distal dari karina.
T3 : Tumor ukuran berapa saja yang langsung meluas ke dinding dada, diafragma,
pleura mediastinalis, dan perikardium parietal atau tumor di bronkus utama yang
terletak 2 cm dari distal karina, tetapi tidak melibatkan karina, tanpa mengenai
jantung, pembuluh darah besar, trakea, esofagus, atau korpus vertebra.
T4 : Tumor ukuran berapa saja dan meluas ke mediastinum, jantung, pembuluh
darah besar, trakea, esofagus, korpus vertebra, rongga pleura/perikardium yang
disertai efusi pleura/perikardium, satelit nodul ipsilateral pada lobus yang sama
pada tumor primer.

Keterlibatan Kelenjar Getah Bening Regional (N)


N0 : Tidak dapat terlihat metastasis pada kelenjar getah bening regional.
N1 : Metastasis pada peribronkial dan/atau kelenjar hilus ipsilateral.

Universitas Sumatera Utara

N2 : Metastasis pada mediastinal ipsilateral atau kelenjar getah bening subkarina.


N3 : Metastasis pada mediastinal atau kelenjar getah bening hilus kontralateral;
kelenjar getah bening skalenus atau supraklavikular ipsilateral atau kontralateral.

Metastasis Jauh (M)


M0 : Tidak diketahui adanya metastasis jauh.
M1 : Metastasis jauh terdapat pada tempat tertentu misalnya otak (Huq, 2010).

2.1.5. Gejala Klinis


Pada fase awal kebanyakan kanker paru tidak menunjukkan gejala-gejala
klinis. Bila sudah menampakkan gejala berarti pasien dalam stadium lanjut.
Gejala-gejala dapat bersifat :

Lokal (tumor tumbuh setempat) :


Batuk baru atau batuk lebih hebat pada batuk kronis
Hemoptisis
Mengi (wheezing, stridor) karena ada obstruksi saluran nafas
Kadang terdapat kavitas seperti abses paru
Ateletaksis

Invasi lokal :
Nyeri dada
Dispnea karena efusi pleura
Invasi ke perikardium terjadi tamponade atau aritmia
Sindrom vena cava superior
Sindrom Horner (facial anhidrosis, ptosis, miosis)
Suara serak, karena penekanan pada nervus laryngeal recurrent
Sindrom Pancoast, karena invasi pada pleksus brakhialis dan saraf
simpatis servikalis

Gejala Penyakit Metastasis :


Pada otak, tulang, hati, adrenal
Limfadenopati servikal dan supraklavikula (sering menyertai metastasis)

Universitas Sumatera Utara

Sindrom Paraneoplastik : terdapat 10% kanker paru dengan gejala :


Sistemik : penurunan berat badan, anoreksia, demam
Hematologi : leukositosis, anemia, hiperkoagulasi
Hipertrofi osteoartropati
Neurologik : dementia, ataksia, tremor, neuropati perifer
Neuromiopati
Endokrin : sekresi berlebihan hormon paratiroid (hiperkalsemia)
Dermatologik : eritema multiform, hiperkeratosis, jari tabuh
Renal : syndrome of inappropriate antidiuretic hormone

Asimtomatik dengan kelainan radiologis


Sering terdapat pada perokok dengan COPD yang terdeteksi secara
radiologis.
Kelainan berupa nodul soliter (Amin, 2006).

2.1.6. Diagnosis
2.1.6.1. Anamnesis
Anamnesis yang lengkap serta pemeriksaan fisik merupakan kunci untuk
diagnosis tepat. Keluhan dan gejala klinis permulaan merupakan tanda awal
penyakit kanker paru. Batuk disertai dahak yang banyak dan kadang-kadang
bercampur darah, sesak nafas dengan suara pernafasan nyaring (wheezing), nyeri
dada, lemah, berat badan menurun, dan anoreksia merupakan keadaan yang
mendukung. Beberapa faktor yang perlu diperhatikan pada pasien tersangka
kanker paru adalah faktor usia, jenis kelamin, keniasaan merokok, dan terpapar
zat karsinogen yang dapat menyebabkan nodul soliter paru.
2.1.6.2. Pemeriksaan Fisik
Pemeriksaan ini dilakukan untuk menemukan kelainan-kelainan berupa
perubahan bentuk dinding toraks dan trakea, pembesaran kelenjar getah bening
dan tanda-tanda obstruksi parsial, infiltrat dan pleuritis dengan cairan pleura.

Universitas Sumatera Utara

2.1.6.3. Pemeriksaan laboratorium


Pemeriksaan laboratorium ditujukan untuk :
a. Menilai seberapa jauh kerusakan yang ditimbulkan oleh kanker paru.
Kerusakan pada paru dapat dinilai dengan pemeriksaan faal paru atau
pemeriksaan analisis gas.
b. Menilai seberapa jauh kerusakan yang ditimbulkan oleh kanker paru pada
organ-organ lainnya.
c. Menilai seberapa jauh kerusakan yang ditimbulkan oleh kanker paru pada
jaringan tubuh baik oleh karena tumor primernya maupun oleh karena
metastasis.
2.1.6.4. Radiologi
Pemeriksaan

radiologi

adalah

pemeriksaan

yang

paling

utama

dipergunakan untuk mendiagnosa kanker paru. Kanker paru memiliki gambaran


radiologi yang bervariasi. Pemeriksaan ini dilakukan untuk menentukan
keganasan tumor dengan melihat ukuran tumor, kelenjar getah bening, dan
metastasis ke organ lain.
Pemeriksaan radiologi dapat dilakukan dengan metode tomografi
komputer. Pada pemeriksaan tomografi komputer dapat dilihat hubungan kanker
paru dengan dinding toraks, bronkus, dan pembuluh darah secara jelas.
Keuntungan tomografi komputer tidak hanya memperlihatkan bronkus, tetapi juga
struktur di sekitar lesi serta invasi tumor ke dinding toraks. Tomografi komputer
juga mempunyai resolusi yang lebih tinggi, dapat mendeteksi lesi kecil dan tumor
yang tersembunyi oleh struktur normal yang berdekatan.
2.1.6.5. Sitologi
Sitologi merupakan metode pemeriksaan kanker paru yang mempunyai
nilai diagnostik yang tinggi dengan komplikasi yang rendah. Pemeriksaan
dilakukan dengan mempelajari sel pada jaringan. Pemeriksaan sitologi dapat
menunjukkan gambaran perubahan sel, baik pada stadium prakanker maupun
kanker. Selain itu dapat juga menunjukkan proses dan sebab peradangan.
Pemeriksaan sputum adalah salah satu teknik pemeriksaan yang dipakai
untuk mendapatkan bahan sitologik. Pemeriksaan sputum adalah pemeriksaan

Universitas Sumatera Utara

yang paling sederhana dan murah untuk mendeteksi kanker paru stadium
preinvasif maupun invasif. Pemeriksaan ini akan memberi hasil yang baik
terutama untuk kanker paru yang letaknya sentral. Pemeriksaan ini juga sering
digunakan untuk skrining terhadap kanker paru pada golongan risiko tinggi.
2.1.6.6. Bronkoskopi
Setiap pasien yang dicurigai menderita tumor bronkus merupakan indikasi
untuk bronkoskopi. Dengan menggunakan bronkoskop fiber optik, perubahan
mikroskopik mukosa bronkus dapat dilihat berupa nodul atau gumpalan daging.
Bronkoskopi akan lebih mudah dilakukan pada tumor yang letaknya di sentral.
Tumor yang letaknya di perifer sulit dicapai oleh ujung bronkoskop.
2.1.6.7. Biopsi Transtorakal
Biopsi aspirasi jarum halus transtorakal banyak digunakan untuk
mendiagnosis tumor pada paru terutama yang terletak di perifer. Dalam hal ini
diperlukan peranan radiologi untuk menentukan ukuran dan letak, juga menuntun
jarum mencapai massa tumor. Penentuan letak tumor bertujuan untuk memilih
titik insersi jarum di dinding kulit toraks yang berdekatan dengan tumor.
2.1.6.8. Torakoskopi
Torakoskopi adalah cara lain untuk mendapatkan bahan guna pemeriksaan
histopatologik untuk kanker paru. Torakoskopi adalah pemeriksaan dengan alat
torakoskop yang ditusukkan dari kulit dada ke dalam rongga dada untuk melihat
dan mengambil sebahagian jaringan paru yang tampak.
Pengambilan jaringan dapat juga dilakukan secara langsung ke dalam paru
dengan menusukkan jarum yang lebih panjang dari jarum suntik biasa kemudian
dilakukan pengisapan jaringan tumor yang ada (Soeroso, 1992).

2.1.7. Penatalaksanaan
2.1.7.1. Pembedahan
Pembedahan pada kanker paru bertujuan untuk mengangkat tumor secara
total berikut kelenjar getah bening disekitarnya. Hal ini biasanya dilakukan pada
kanker paru yang tumbuh terbatas pada paru yaitu stadium I (T1 N0 M0 atau T2
N0 M0), kecuali pada kanker paru jenis SCLC. Luas reseksi atau pembedahan

Universitas Sumatera Utara

tergantung pada luasnya pertumbuhan tumor di paru. Pembedahan dapat juga


dilakukan pada stadium lanjut, akan tetapi lebih bersifat paliatif. Pembedahan
paliatif mereduksi tumor agar radioterapi dan kemoterapi lebih efektif, dengan
demikian kualitas hidup penderita kanker paru dapat menjadi lebih baik.
Pembedahan untuk mengobati kanker paru dapat dilakukan dengan cara :
a. Wedge Resection, yaitu melakukan pengangkatan bagian paru yang berisi
tumor, bersamaan dengan margin jaringan normal.
b. Lobectomy, yaitu pengangkatan keseluruhan lobus dari satu paru.
c. Pneumonectomy, yaitu pengangkatan paru secara keseluruhan. Hal ini
dilakukan jika diperlukan dan jika pasien memang sanggup bernafas dengan
satu paru.
2.1.7.2. Radioterapi
Radioterapi dapat digunakan untuk tujuan pengobatan pada kanker paru
dengan tumor yang tumbuh terbatas pada paru. Radioterapi dapat dilakukan pada
NCLC stadium awal atau karena kondisi tertentu tidak dapat dilakukan
pembedahan, misalnya tumor terletak pada bronkus utama sehingga teknik
pembedahan sulit dilakukan dan keadaan umum pasien tidak mendukung untuk
dilakukan pembedahan.
Terapi radiasi dilakukan dengan menggunakan sinar X untuk membunuh
sel kanker. Pada beberapa kasus, radiasi diberikan dari luar tubuh (eksternal).
Tetapi ada juga radiasi yang diberikan secara internal dengan cara meletakkan
senyawa radioaktif di dalam jarum, dengan menggunakan kateter dimasukkan ke
dalam atau dekat paru-paru. Terapi radiasi banyak dipergunakan sebagai
kombinasi dengan pembedahan atau kemoterapi.
2.1.7.3. Kemoterapi
Kemoterapi pada kanker paru merupakan terapi yang paling umum
diberikan pada SCLC atau pada kanker paru stadium lanjut yang telah
bermetastasis ke luar paru seperti otak, ginjal, dan hati. Kemoterapi dapat
digunakan untuk memperkecil sel kanker, memperlambat pertumbuhan, dan
mencegah penyebaran sel kanker ke organ lain. Kadang-kadang kemoterapi
diberikan sebagai kombinasi pada terapi pembedahan atau radioterapi.

Universitas Sumatera Utara

Penatalaksanaan ini menggunakan obat-obatan (sitostatika) untuk membunuh sel


kanker. Kombinasi pengobatan ini biasanya diberikan dalam satu seri pengobatan,
dalam periode yang memakan waktu berminggu-minggu atau berbulan-bulan agar
kondisi tubuh penderita dapat pulih (ASCO, 2010).

2.1.8. Prognosis
Yang terpenting pada prognosis kanker paru adalah menentukan stadium
penyakit. Pada kasus kanker paru jenis NSCLC yang dilakukan tindakan
pembedahan, kemungkinan hidup 5 tahun adalah 30%. Pada karsinoma in situ,
kemampuan hidup setelah dilakukan pembedahan adalah 70%, pada stadium I,
sebesar 35-40% pada stadium II, sebesar 10-15% pada stadium III, dan kurang
dari 10% pada stadium IV. Kemungkinan hidup rata-rata tumor metastasis
bervariasi dari 6 bulan sampai dengan 1 tahun. Hal ini tergantung pada status
penderita dan luasnya tumor. Sedangkan untuk kasus SCLC, kemungkinan hidup
rata-rata adalah 1-2 tahun pasca pengobatan. Sedangkan ketahanan hidup SCLC
tanpa terapi hanya 3-5 bulan (Wilson, 2005).
Angka harapan hidup 1 tahun untuk kanker paru sedikit meningkat dari 35 % pada
tahun 1975-1979 menjadi 41% di tahun 2000-2003. Walaupun begitu, angka
harapan hidup 5 tahun untuk semua stadium hanya 15%. Angka ketahanan sebesar
49% untuk kasus yang dideteksi ketika penyakit masih bersifat lokal, tetapi hanya
16% kanker paru yang didiagnosis pada stadium dini (American Cancer Society,
2008).

Universitas Sumatera Utara

2.2. Merokok
2.2.1. Definisi
Merokok adalah membakar tembakau yang kemudian diisap asapnya, baik
menggunakan rokok maupun menggunakan pipa. Temperatur pada sebatang
rokok yang tengah dibakar adalah 900
C untuk ujung rokok yang dibakar dan
30C untuk ujung rokok yang terselip diantara bibir perokok. Asap rokok yang
diisap atau asap rokok yang dihirup melalui dua komponen : komponen yang
lekas menguap berbentuk gas dan komponen yang bersama gas terkondensasi
menjadi komponen partikulat. Dengan demikian, asap rokok yang diisap melalui
mulut disebut mainstream smoke, sedangkan asap rokok yang terbentuk pada
ujung rokok yang terbakar serta asap rokok yang diembuskan ke udara oleh
perokok disebut sidestream smoke. Sidestream smoke atau asap sidestream
mengakibatkan seseorang menjadi perokok pasif. (Mangku Sitepoe, 2000)

2.2.2. Komposisi
Asap rokok yang diisap mengandung 4000 jenis bahan kimia dengan
berbagai jenis daya kerja terhadap tubuh. Beberapa bahan kimia yang terdapat di
dalam rokok dan mampu memberikan efek yang mengganggu kesehatan antara
lain :
a. Nikotin
Nikotin yang terkandung dalam rokok adalah sebesar 0,5-3 nanogram, dan
semuanya diserap sehingga di dalam darah ada sekitar 40-50 nanogram
nikotin setiap 1 mlnya. Nikotin bukan meruupakan komponen karsinogenik,
tetapi hasil pembusukan panasnya seperti dibensakridin, dibensokarbol, dan
nitrosamine yang bersifat karsinogenik.
Pada paru-paru, nikotin akan menghambat aktivitas silia. Selain itu, nikotin
juga memiliki efek adiktif dan psikoaktif. Perokok akan merasakan
kenikmatan, kecemasan berkurang, toleransi, dan keterikatan fisik. Hal ini
yang menyebabkan mengapa sekali merokok akan susah untuk berhenti.
Efek nikotin menyebabkan perangsangan terhadap hormon katekolamin yang
bersifat memacu jantung dan tekanan darah. Jantung tidak diberikan

Universitas Sumatera Utara

kesempatan istirahat dan tekanan darah akan semakin tinggi, yang


mengakibatkan

timbulnya

hipertensi.

Efek

lain

adalah

merangsang

berkelompoknya trombosit. Trombosit akan menggumpal dan menyumbat


pembuluh darah.
b. Karbon Monoksida (CO)
Undur ini dihasilkan oleh pembakaran tidak sempurna dari unsur zat arang/
karbon. Gas CO yang dihasilkan sebatang tembakau dapat mencapai 3% - 6%,
dan gas ini dapat diisap oleh siapa saja. Gas CO mempunyai kemampuan
mengikat hemoglobin yang terdapat dalam sel darah merah, lebih kuat
dibandingkan oksigen, sehingga setiap ada asap tembakau, disamping kadar
oksigen udara yang sudah berkurang, sel darah merah akan semakin
kekurangan oksigen karena yang diangkut adalah CO dan bukan oksigen. Sel
tubuh yang kekurangan oksigen akan melakukan spasme, yaitu menciutkan
pembuluh darah. Bila proses ini berlangsung terus-menerus, maka pembuluh
darah akan mudah rusak dengan terjadinya proses aterosklerosis. Penyempitan
pembuluh darah akan terjadi dimana-mana.
c. Tar
Tar adalah sejenis cairan kental berwarna coklat tua atau hitam yang
merupakan substansi hidrokarbon yang bersifat lengket dan menempel pada
paru-paru. Kadar tar dalam tembakau antara 0,5-35 mg/batang. Tar merupakan
suatu zat karsinogen yang dapat menimbulkan kanker pada jalan nafas dan
paru-paru.
d. Kadmium
Kadmium adalah zat yang dapat meracuni jaringan tubuh terutama ginjal.
e. Ammonia
Ammonia merupakan gas yang tidak berwarna terdiri dari nitrogen dan
hidrogen. Zat ini tajam baunya dan sangat merangsang. Begitu kerasnya racun
yang ada pada ammonia sehingga jika masuk sedikt pun ke dalam peredaran
darah bisa mengakibatkan seseorang pingsan atau koma.

Universitas Sumatera Utara

f. HCN/ Asam Sianida


HCN merupakan sejenis gas yang tidak berwarna, tidak berbau, dan tidak
memiliki rasa. Zat ini merupakan zat yang paling ringan, mudah terbakar, dan
sangat efisien untuk menghalangi pernafasan dan merusak saluran nafas.
g. Nitrous Oxide
NO merupakan sejenis gas yang tidak berwarna, dan bila terisap dapat
menyebabkan hilangnya rasa sakit. NO ini pada mulanya dapat digunakan
sebagai pembius saat melakukan operasi oleh dokter.
h. Formaldehyde
Formaldehyde adalah sejenis gas dengan bau tajam. Gas ini tergolong sebagai
pengawet dan pembasmi hama.
i. Phenol
Phenol adalah campuran dari kristal yang dihasilkan dari distilasi beberapa zat
organik seperti kayu dan arang, serta diperoleh dari tar arang. Zat ini beracun
dan membahayakan karena zat ini terikat ke protein sehingga menghalangi
aktivitas enzim.
j. Acetol
Acetol adalah hasil pemanasan aldehid dan mudah menguap dengan alkohol.
k. Asam Sulfida
Asam sulfida adalah sejenis gas yang beracun yang mudah terbakar dengan
bau yang kera. Zat ini menghalangi oksidasi enzim.
l. Piridin
Piridin adalah sejenis cairan tidak berwarna dengan bau tajam. Zat ini dapat
digunakan untuk mengubah sifat alkohol sebagai pelarut dan pembunuh hama.
m. Metil klorida
Metil klorida adalah campuran dari zat-zat bervalensi satu dengan hidrokarbon
sebagai unsur utama. Zat ini adalah senyawa organik yang beracun.

Universitas Sumatera Utara

n. Methanol
Methanol adalah sejenis cairan ringan yang mudah menguap dan mudah
terbakar. Meminum atau mengisap methanol mengakibatkan kebutaan bahkan
kematian.
o. Polycyclic Aromatic Hydrocarbons (PAH)
Senyawa hidrokarbon aromatik yang memiliki cincin dideskripsikan sebagai
Fused Ring System atau PAH. Beberapa PAH yang terdapat dalam asap
tembakau

antara

lain

Benzo(a)pyrene,

Dibenz(a,h)anthracene,

dan

Benz(a)anthracene. Senyawa ini merupakan senyawa reaktif yang cenderung


membentuk epoksida yang metabolitnya bersifat genotoksik.
p. N-nitrosamine
N-nitrosamine dibentuk oleh nitrasi amina. Asap tembakau mengandung 2
jenis utama N-nitrosamine, yaitu Volatile N-nitrosamine (VNA) dan Tobacco
N-nitrosamine. Hampir semua Volatile N-nitrosamine (VNA) ditahan oleh
sistem pernafasan pada inhalasi asap tembakau. Asap tembakau VNA
diklasifikasikan sebagai karsinogen yang potensial (Sharon, 2007).
Berikut adalah tabel bahan dalam asap rokok yang berhubungan dengan terjadinya
kanker (Aditama, 1996).
Tabel 2.2. Bahan dalam Asap Rokok yang Menyebabkan Kanker Paru.
Bahan yang terbukti berhubungan

Bahan yang diduga karsinogen pada

dengan kanker pada manusia :

manusia :

4-aminobiphenyil

Benzo(a)pyrene

Arsenic

Cadmium

Benzene

Dibenz(a,h)anthracene

Chromium

Formaldehyde

Nickel

N-Nitrosodiethylamine

Vinyl Chloride

N-Nitrosodimethylamine

2.2.3. Pola Penyakit Pernapasan Akibat Merokok


Merokok merupakan penyebab utama penyakit paru-paru bersifat kronis dan
obstruktif, misalnya bronkitis dan empisema. Sekitar 85% dari penderita penyakit

Universitas Sumatera Utara

ini disebabkan oleh rokok. Pada perokok pria, kematian karena penyakit ini 4-25
kali lipat lebih tinggi dibandingkan bukan perokok. Perokok wanita memberikan
efek jauh lebih tinggi terhadap jenis penyakit ini dibandingkan perokok pria.
Gejala yang ditimbulkan berupa batuk kronis, berdahak, dan gangguan
pernafasan-banyak dijumpai pada perokok. Apabila diadakan uji fungsi paru-paru
maka pada perokok jauh lebih jelek dibandingkan dengan bukan perokok.
Merokok juga terkait dengan influenza dan radang paru-paru lainnya. Pada
penderita asma, merokok akan memperparah gejala asma sebab asap rokok akan
lebih menyempitkan saluran pernapasan (Mangku Sitepoe, 2000).
Menurut Aditama (1997) dalam Zainul (2009), kebiasaan merokok juga
dihubungkan dengan peningkatan kadar suatu bahan yang disebut imunoglobulin
E yang spesifik. Kadar antibodi terhadap bahan ini ternyata empat sampai lima
kali lebih tinggi pada perokok bila dibandingkan dengan bukan perokok.
Penelitian lain melaporkan pula peningkatan hitung jenis sel basofil dan eosinofil
pada perokok. Jumlah sel Goblet yang ada di saluran napas juga terpengaruh
akibat asap rokok dan mengakibatkan terkumpulnya lendir di saluran napas. Ada
juga penelitian yang mengemukakan bahwa epithelial serous cells di saluran
napas dapat berubah menjadi sel goblet akibat paparan asap rokok dan polutan
lainnya.

2.3. Hubungan Merokok dengan Kanker Paru


Dalam kaitannya dengan pengaruh karsinogenik, terdapat bukti kuat bahwa
merokok merupakan tersangka utama penyebab perubahan genetik yang
menyebabkan kanker paru. Sangat banyak bukti statistik, klinis, dan eksperimen
yang memberatkan rokok.
Secara statistik, sekitar 90% kanker paru terjadi pada perokok aktif atau
mereka yang baru berhenti. Terdapat korelasi linier antara frekuensi kanker paru
dan jumlah bungkus-tahun merokok. Peningkatan risiko menjadi 60 kali lebih
besar pada perokok berat (dua bungkus sehari selama 20 tahun) dibandingkan
dengan bukan perokok. Atas sebab yang belum sepenuhnya jelas, perempuan
memperlihatkan kerentanan yang lebih tinggi terhadap karsinogen tembakau

Universitas Sumatera Utara

dibandingkan dengan laki-laki. Meskipun berhenti merokok menurunkan risiko


terjadinya kanker paru seiring dengan waktu, risiko tersebut tidak pernah kembali
ke level dasar. Pada kenyataannya, perubahan genetik yang mendahului kanker
paru dapat menetap selama bertahun-tahun di epitel bronkus bekas perokok.
Merokok pasif (berada dekat dengan perokok) meningkatkan risiko menderita
kanker paru hingga mendekati dua kali lipat dibandingkan dengan bukan perokok.
Merokok melalui pipa dan cerutu juga meningkatkan risiko, tetapi dengan derajat
yang lebih ringan.
Bukti klinis terutama berupa pembuktian adanya perubahan progresif di
epitel yang melapisi saluran napas pada perokok kronis. Perubahan sekuensial ini
paling jelas pada karsinoma sel skuamosa, meskipun juga dapat ditemukan pada
subtipe histologik yang lain. Pada hakikatnya, terdapat korelasi linier antara
intensitas pajanan ke asap rokok dan munculnya perubahan epitel yang semakin
mengkhawatirkan yang dimulai dengan hiperplasia sel basal yang relatif tidak
membahayakan dan metaplasia skuamosa dan berkembang menjadi displasia
skuamosa dan karsinoma in situ, sebelum memuncak menjadi karsinoma invasif.
Di antara berbagai subtipe histologik kanker paru, karsinoma sel skuamosa dan
karsinoma sel kecil memperlihatkan keterkaitan paling kuat dengan pajanan
tembakau.
Bukti eksperimen, meskipun semakin banyak setiap tahunnya, tidak
memiliki satu hal penting : sejauh ini para peneliti belum mampu memicu
timbulnya kanker paru pada hewan percobaan dengan memajankan hewan
tersebut ke asap rokok. Namun, kondensat asap rokok adalah ramuan penyihir
yang mengandung hidrokarbon polisiklik serta berbagai mutagen dan karsinogen
kuat lainnya. Meskipun tidak terdapat eksperimental, rangkaian bukti yang
mengaitkan merokok dengan kanker paru semakin lama semakin besar (Robbin &
Kumar, 2007).
Berikut

merupakan

gambaran

skema

bahan-bahan

kimia

rokok

menyebabkan terjadinya kanker paru (Hecht,1999) :

Universitas Sumatera Utara

Gambar 2.1. Skema Bahan Kimia Rokok Menyebabkan Terjadinya Kanker Paru.

Menurut Hecht (2003) dalam Ibrahim (2007), skema ini menggambarkan


peran utama perubahan DNA dalam proses karsinogenesis. Dalam skema ini,
nikotin menyebabkan sifat adiksi ingin terus merokok dan menyebabkan pajanan
kronis terhadap bahan karsinogen. Karsinogen secara metabolik dapat diaktifkan
untuk bereaksi dengan DNA, membentuk produk kovalen gabungan yang disebut
DNA yang berubah (DNA adducts). Bersaing dengan proses metabolik ini, proses
detoksifikasi produk karsinogen gagal untuk diekskresikan. Jika DNA yang sudah
berubah tersebut dapat diperbaiki (repair) oleh enzim perbaikan seluler, DNA
akan kembali menjadi bentuk normalnya. Akan tetapi jika perubahan terus
berlangsung selama replikasi DNA, kegagalan pengkodean DNA dapat terjadi,
yang cenderung menjadi mutasi permanen dalam urutan DNA. Sel-sel dengan
DNA rusak atau bermutasi dapat dilisiskan dengan proses apoptosis. Jika mutasi
terjadi pada bagian utama dalam gen-gen yang krusial, seperti RAS atau MYC
onkogen atau TP53 atau CDKN2A tumor supresor gen, hanya dapat terjadi
kehilangan kontrol regulasi pertumbuhan sel-sel normal dan terjadi pertumbuhan
tumor. Nikotin dan karsinogen dapat juga berikatan secara langsung dengan
reseptor beberapa sel, selanjutnya mengaktivasi protein kinase B (AKT), protein
kinase A (PKA) dan faktor-faktor lain. Hal ini dapat menyebabkan terjadinya
penurunan proses apoptosis, peningkatan angiogenesis, dan peningkatan
transformasi sel. Bahan isi tembakau juga berisi promotor tumor dan
kokarsinogen, yang dapat mengaktifkan proses karsinogenesis.

Universitas Sumatera Utara

You might also like