Professional Documents
Culture Documents
Pengertian
Tuna netra adalah seseorang yang memiliki indera penglihatan yang tidak berfungsi
sebagai saluran penerima informasi dalam kegiatan sehari-hari seperti halnya orang normal,
sehingga mereka memiliki keterbatasan melakukan berbagai aktivitas yang membutuhkan
bantuan penglihatan seperti menonton televisi, membaca huruf atau tanda visual, dan hal lainnya
yang berkenaan dengan penglihatan.
Untuk mengetahui ketunanetraan dapat digunakan suatu tes yang dikenal sebagai
tes Snellen Card.
Tuna Netra adalah mereka yang memiliki penglihatan terganggu sehingga menghalangi
dirinya untuk berfungsi dalam pendidikan dan aktifitas rehabilitatif tanpa menggunakan alat
khusus, material khusus, latihan khusus dan atau bantuan lain secara khusus.
Pandangan Yang Salah Mengenai
Tuna Netra
Tunanetra mendengar lebih baik dan lebih tajam dari orang awas.
Penglihatan akan hilang atau tambah rusak apabila sering menggunakan matanya.
Seorang tunanetra membutuhkan lampu dan cahaya yang terang untuk dapat melihat
lebih baik.
Setiap tunanetra membutuhkan kacamata hitam,
Tunanetra mempunyai indera keenam dsbnya
Etiologi
mereka yang memiliki persepsi sumber cahaya. Pada golongan ini, mereka memerlukan
sistem Braille sebagai alat bantu.
b. Tunanetra golongan kurang lihat yang terbagi lagi menjadi 3 kelompok , yakni:
mereka yang memiliki persepsi benda-benda yang berukuran besar sehingga mereka masih
membutuhkan sistem Braille;
mereka yang memiliki persepsi benda-benda berukuran sedang dimana ada diantaranya
yang membutuhkan sistem Braille dan ada juga yang dapat menggunakan huruf dan tanda visual
yang diperbesar;
mereka yang memiliki persepsi benda-benda berukuran kecil dimana mereka pada
umunya mampu menggunakan huruf dan tanda visual sebagai media baca dan pengajaran.
Kelebihan yang dimiliki, berupa sensasi taktil dan pendengaran yang tajam. Dalam
kehidupan sehari-hari, masyarakat tunanetra umumnya menggunakan sistem Braille untuk
memperoleh informasi baru.
Sistem Braille adalah salah satu metode yang diperkenalkan secara luas bagi masyarakat
tunanetra yang digunakan untuk membaca dan menulis.
Sistem ini diperkenalkan pada tahun 1821 oleh Louis Braille, seorang tunanetra yang
berasal dari Prancis. Setiap karakter atau sel didirikan dari 6 posisi titik, yang disusun segitiga
dan mencakup 2 kolom setiap tiga titik. Huruf Braille dibaca dari kiri ke kanan dan dapat
melambangkan abjad, tanda baca, angka, tanda musik, simbol matematika dan lainnya. Ukuran
huruf Braille yang umum digunakan adalah dengan tinggi sepanjang 0.5 mm, serta spasi
horizontal dan vertikal antar titik dalam sel sebesar 2.5 mm.
Prinsip Strategi Pengajaran Tuna Netra
1.
Kongkrit: pengajaran sesuai dengan aslinya atau menampilkan modelnya, menekankan
pada contoh kongkrit bukan verbalistis.
2.
Melakukan, dalam mengajar tunanetra harus menekankan pada praktek yaitu melakukan
kegiatan secara langsung, bukan hanya menerangkan secara lisan.
3.
Memadukan, karena keterbatasan dalam penglihatan maka dalam menerangkan pada
tunanetra harus utuh dan sistimatis. Sistimatis dan menyeluruhsecara terpadu membuat tunanetra
dapat memiliki konsep sesuatu pengetahuan dan keterampilan secara utuh
Dampak kondisi Tuna Netra
Secara kognitif:
Pengenalan/pengertian terhadap dunia luar tidak diperoleh secara lengkap dan utuh, shg
perkembangan kognitif cenderung terhambat dibandingkan orang normal pada umumnya.
Hal ini berarti bahwa perkembangan kognitif tidak saja erat kaitannya dengan kecerdasan
atau kemampuan inteligensi, tetapi juga kemampuan indera penglihatan.
Secara Motorik,
Fungsi sistem neuromuskularnya tidak bermasalah tetapi fungsi psikis tidak mendukung
shg menjadi hambatan dalam perkembangan motorik.
Secara fisik, tuna netra biasanya: berjalan dengan posisi tegak, kaku, lamban, dan penuh
kehati-hatian dimana tangan mereka selalu berada di depan dan sedikit tersendat pada saat
berjalan
Segi intelegensi, anak-anak tunanetra hampir sama dengan anak normal pada
umumnya,dimana ada anak yang cerdas, ada yang rata-rata dan ada yang rendah. Menurut
Kirley (1975), berdasarkan tes intelegensi dengan menggunakan Hayes-Binet Scale ditemukan
bahwa rentang IQ anak tunanetra berkisar antara 45- 160, dengan distribusi12,5% memiliki IQ
kurang dari 80, kemudian 37,5% dengan IQ diatas 120 dan 50% dengan IQ antara 80-120.
Segi perkembangan emosi, anak tunanetra sedikit mengalami hambatan dibandingkan
dengan anak yang normal.
Keterlambatan ini terutama disebabkan oleh keterbatasan kemampuan dalam proses
belajar. Pada awal masa kanak-kanak, akan melakukan proses belajar untuk mencoba
menyatakan emosinya, hal ini tetap dirasakan tidak efisien karena mereka tidak dapat melakukan
pengamatan terhadap reaksi lingkungan secara tepat. Akibatnya pola emosi yang ditampilkan
mungkin berbeda atau tidak sesuai dengan apa yang diharapkan oleh diri sendiri maupun
lingkungannya
Segi perkembangan sosial, tunanetra memiliki lebih banyak hambatan.
Hal tersebut muncul sebagai akibat langsung maupun tidak langsung dari
ketunanetraannya.
Kurangnya motivasi, ketakutan menghadapi lingkungan sosial yang lebih luas atau baru,
perasaan-perasaan rendah diri, malu, sikap-sikap masyarakat yang seringkali tidak
menguntungkan seperti penolakan, penghinaan, sikap tak acuh, ketidakjelasan tuntutan sosial,
serta terbatasnya kesempatan bagi anak untuk belajar tentang pola-pola tingkah laku yang
diterima merupakan kecenderungan tunanetra yang dapat mengakibatkan perkembangan
sosialnya amenjadi terhambat.
Jadi, perkembangan sosial dari penderita tunanetra sangat tergantung pada bagaimana
perlakuan dan penerimaan lingkungan terutama lingkungan keluarga terhadap penderita
tunanetra itu sendiri
Kebutuhan Tuna Netra
Kebutuhan sebagai manusia tidak berbeda dengan kebutuhan manusia pada umumnya. Pada
dasarnya setiap prilaku manusia tertuju pada motif pemenuhan kebutuhan, yang berarti
kebutuhan mempengaruhi prilaku manusia.
Menurut teori Maslow tentang motivasi atau perilaku yang dipengaruhi kebutuhan digambarkan
seperti piramida yang tersusun dari lima tingkat dan setiap tingkatnya mengandung satu unsur
kebutuhan.
1. Kebutuhan fisiologis
Kepuasan dari haus, lapar dan sex. Kepuasan Fisiologis ini harus terpenuhi lebih dulu apabila
menginginkan kebutuhan berikutnya terpenuhi.
2. Kebutuhan akan rasa aman
Bagi tunanetra perasaan aman sulit diperoleh. Kerusakan penglihatan menyebabkan gangguan di
dalam menerima informasi lewat mata, sedangkan indera lainnya kurang memberikan kejelasan.
Akibat ketidakjelasan ini tunanetra selalu bertanya-tanya apa yang ada dihadapannya. Akibat
ketidakpastian ini juga menyebabkan tunanetra selalu ada rasa curiga.
3. Kebutuhan akan kasih sayang
Rasa memiliki dan rasa kasih sayang itu akan ada pada seseorang apabila seseorang
sudah merasakan kebutuhan fisiologisnya terpenuhi dan kebutuhan akan rasa amannya juga
terpenuhi.
Kecenderungan rasa kasih sayang pada seseorang timbul apabila kehadiran seseorang
sesuai dengan apa yang diharapkan oleh lingkungan.
Kehadiran seorang tunanetra di tengah keluarga dan lingkungan pasti tidak diharapkan.
Tidak ada orang tua yang mengharapkan kelahiran anaknya menderita tunanetra. Karena itu
kehadirannya menimbulkan kekecewaan. Biasanya kekecewaan orang tua dan lingkungan
dimunculkan dalam bentuk sikap tidak menyayangi dan tidak memiliki.
Pengalaman yang diperoleh tuna netra sangat dibutuhkan untuk melakukan interaksi
dengan lingkungan.
Interaksi dapat berlangsung bila ada hubungan timbal balik antara tunanetra dengan
lingkungannya.
Hubungan timbal balik akan aktif bila tunanetra memiliki sumber informasi didalam
mentalnya yang berbentuk konsep-konsep.
Konsep sesuatu akan dikuasai anak menjadi suatu data yang benar sesuai dengan realitas
bila strategi pengajaran menggunakan prinsip:
Alasan Tuna Netra membutuhkan latihan motorik
1.
Dalam perkembangan motorik, tunanetra mengikuti urutan perkembangan yang sama
dengan orang pada umumnya akan tetapi ia mengalami keterlambatan dalam motor
miliestones termasuk didalamnya mobilitas.
2.
Kehilangan penglihatan membuat stimulasi penglihatan berkurang dan tidak merangsang
untuk bergerak dan bahkan membuat gerakan menjadi sulit.
3.
Banyak tunanetra yang datang dari keluarga yang terlalu melindungi sehingga tidak ada
kesempatan untuk melakukan eksplorasi lingkungan menyebabkan keterampilan motoknya tidak
terlatih.
4.
Ketunanetraan tidak memberikan kesempatan untuk membetulkan gerak, gaya jalan dan
sikap tubuh karena ia tak bisa mencontoh orang sekitarnya. Penyimpangan sikap tubuh (posture)
banya terjadi pada tunanetra.
5.
Tunanetra sebagai kelompok memiliki tingkat kesegaran jasmaninya jauh dibawah orang
normal.
6.
Mata dengan fungsinya sebagai alat untuk melihat dapat berfungsi sebagai alat untuk
menyeimbangkan tubuh, oleh karena itu tunanetra memiliki keseimbangan yang kurang baik.
7.
Tunanetra harus hidup dihabitatnya seperti orang awas lainnya dan ia harus bersaing
dengan orang awas. Karena itu ia harus memiliki tubuh yang kuat dan sehat.
http://hans-shinta.blogspot.com/2014/04/askep-anak-kebutuhan-khusus-tuna-netra.html