You are on page 1of 19

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Beban pokok usaha Harga Pokok Penjualan (HPP) diakui
menggunakan pendekatan kausalitas, yaitu mengaitkan beban secara
langsung dengan penghasilan. Oleh karena itu, HPP diakui pada saat
persediaan itu dijual. HPP dipengaruhi oleh sistem pencatatan dan
penilaian persediaan. Dalam pencatatan persediaan terdapat aturanaturan mengenai metode yang dapat digunakan menurut perpajakan.
Dalam akuntansi komersial, semua biaya termasuk kerugian (losses)
dapat dikurangkan dalam menghitung penghasilan neto (net income).
Untuk tujuan perpajakan, tidak semua biaya dapat dibuktikan/dikeluarkan
dalam
usaha
memperoleh
penghasilan,
ketentuan
perpajakan
mengakuinya sebagai biaya yang dapat dikurangkan dari penghasilan.
Karena terdapat perbedaan antara perlakuan harga pokok penjualan
dan beban operasional menurut akuntansi dan perpajakan, serta begitu
pentingnya pembahasan ini. Hal itu mendorong penulis untuk membuat
makalah yang berjudul Harga Pokok Penjualan dan Beban
Operasional.

B. Rumusan Masalah
Seperti yang telah diuraikan dalam latar belakang di atas, maka rumusan masalah
dalam makalah ini adalah :
1. Hal apa saja yang dapat mempengaruhi harga pokok penjualan (HPP) ?
2. Metode apa saja yang biasa digunakan dalam pencatatan persediaan dan sesuai ketentuan
perpajakan?
3. Biaya apa saja yang termasuk kedalam biaya yang dapat dikurangkan maupun tidak
dapat dikurangkan menurut perpajakan?

C. Tujuan
Makalah ini disusun dengan tujuan sebagai berikut :
1. Mengetahui ketentuan perpajakan terkait harga pokok penjualan dan beban operasional
2. Memberikan wawasan tentang perbedaan perlakuan dalam akuntansi dan perpajakan
khususnya untuk harga pokok penjualan dan beban operasional.

BAB II
PEMBAHASAN
HARGA POKOK PENJUALAN
Beban pokok usaha Harga Pokok Penjualan (HPP) diakui menggunakan
pendekatan kausalitas, yaitu mengaitkan beban secara langsung dengan
penghasilan. Oleh karena itu, HPP diakui pada saat persediaan itu dijual.
HPP dipengaruhi oleh system pencatatan dan penilaian persediaan.
Menurut Weygant, Kimmel dan Kieso (2011: 202-203), ada dua system
yang dikenal dengan pencatatan persediaan, yaitu sebagai berikut.
1. Sistem Periodik
Dalam system periodic, persediaan dan HPP tidak dapat diketahui
sewaktu-waktu. Persediaan dihitung dengan melakukan perhitungan
fisik (stock opname) pada setiap akhir periode. Hasil perhitungan
tersebut dipakai untuk menghitung HPP.
2. Sistem Perpetual
Sistem perpetual menyajikan informasi mengenai persediaan dan
HPP setiap saat tanpa melakukan perhitungan fisik (stock opname).
Dalam UU PPh Nomor 36 Tahun 2008, sistem pencatatan
persediaan

tidak

diatur

secara

jelas.

Selama

sistem

dapat

menunjukan kebenaran pencatatan maka ketentuan perpajakan


dapat menerimanya.
Menurut Wild dan Kwok (2011:201-220), penilaian persediaan
barang dagang dibagi atas berikut.
a. Specific Identification Method
b. Cost Flow Method: First-in, First-out (FIFO) dan Average-cost
c. Estimasi Persediaan: Gross Profit Method dan Retail Inventory
Method
Untuk Spesific Identification Method, Gross Profit Method dan Retail
Inventory Method telah dibahas dalam Bab 5 Persediaan.

Metode Masuk-Pertama dan Keluar-Pertama (FIFO)


Metode masuk-pertama dan keluar-pertama (First in First out-FIFO)
ini berasumsi bahwa persediaan yang pertama kali dijual adalah
persediaan yang pertama kali dibeli. Dengan demikian, hanya ada
persediaan

yang

dibebankan

sebagai

HPP

berasal

dari

persediaanyang dibeli pertama kali.

Metode Rata-Rata (Average-Cost)


Dalam metode ini, HPP ditentukan dari biaya rata-rata per unit
untuk masing-masing persediaan setiap kali pembelian dilakukan.
Menurut Pasal 10 ayat (6) UU PPh, penilaian pemakaian persediaan
untuk menghitung HPP menurut pajak hanya boleh dilakukan
dengan menggunakan metode FIFO dan metode Average. Pemilihan
metode tersebut harus dilakukan secara taat asas. WP tidak
diperkanankan menggunakan metode penilaian mana yang lebih
rendah antara harga perolehan dengan harga pasar.
Contoh:
Perusahaan pada awal tahun 2011 mempunyai persediaan awal
bahan baku sebanyak 1000 unit dengan harga satuan Rp.1.000.
selama tahun 2011 perusahaan membeli baban baku sebagai
berikut. 50.000 unit, 75.000 unit, 100.000 unit dan 125.000 unit
dengan harga per unit adalah sebesar Rp900, Rp1.000,Rp1.100 dan
Rp1.200. Selama tahun 2011 perusahaan mengeluarkan bahan baku
untuk produksinya sebagai berikut. 45.000 unit, 70.000 unit,
100.000 unit dan 30.000 unit.
Besarnya bahan baku yang dipergunakan untuk proses produksi dan
besarnya persediaan bahan baku akhir yang akan dicatat oleh
perusahaan adalah sebagai berikut.
Metode FIFO
Persediaan akhir (unit) = Persediaan Awal + Pembelian Produksi
= 1.000 + (50.000 + 75.000 + 100.000 +
125.000)
Persediaan akhir (Rp)
19.200.000
Persediaan Awal

(45.000 + 70.000 + 100.000 + 30.000)


= 16.000 unit
= 16.000 unit x Rp 1.200 = Rp.

= 1.000 unit x Rp 1.000 = Rp. 1.000.000


3

Pembelian

= 50.000 unit x Rp 900 = Rp. 45.000.000


75.000 unit x Rp. 1.000 = Rp. 75.000.000
100.000 unit x Rp. 1.100 = Rp.

110.000.000
125.000

unit

Rp.

1.200

Rp.

150.000.000
Harga Pokok Produksi

Persediaan

Rp.

= Rp. 380.000.000
awal + pembelian

persediaan akhir
1.000.000+Rp.

380.000.000Rp.

19.200.000
= Rp. 361.800.000
Metode Average
Persediaan awal
1.000.000
Pembelian

= 1.000 unit x Rp. 1.000

Rp

= 50.000 unit x Rp 900 = Rp 45.000.000


75.000 unit x Rp. 1.000
=
Rp

75.000.000
100.000 unit x Rp. 1.100

125.000 unit x Rp. 1.200

351.000 unit

Rp110.000.000
Rp150.000.000
Rp381.000.000
Harga per unit

=Rp381.000.000/351.000

Rp1.085 per unit


Persediaan akhir (Rp)

Rp17.360.000
Harga Pokok Produksi

16.000

unit

unit

Rp1.085

(45.000+70.000+100.000+30.000)

Rp1.085
= 245.000 unit x Rp1.085 = Rp265.825.000

BEBAN OPERASIONAL
Beban yang Boleh Dikurangkan
Dalam akuntansi komersial, semua biaya termasuk kerugian
(losses) dapat dikurangkan dalam menghitung penghasilan neto
(net income). Untuk tujuan perpajakan, tidak semua biaya dapat
dibuktikan/dikeluarkan

dalam

usaha

memperoleh

penghasilan,

ketentuan perpajakan mengakuinya sebagai biaya yang dapat


dikurangkan dari penghasilan.
Sesuai dengan ketentuan Pasal 6 ayat (1) UU PPh, beban yang
dapat dikurangkan (deductible expenses) adalah biaya untuk
mendapatkan, menagih dan memelihara penghasilan, termasuk
berikut ini.
a. Biaya yang secara langsung atau tidak langsung berkaitan
dengan kegiatan usaha, antara lain: biaya berkenaan dengan
pekerjaan atau jasa termasuk upah, gaji, honorarium, bonus,
gratifikasi dan tunjangan yang diberikan dalam bentuk uang,
bunga, royalti dan sewa; biaya perjalanan; biaya pengolahan
limbah; premi asuransi; biaya promosi penjualan yang diatur
dengan

atau

berdasarkan

PMK-02/PMK.03/2010;

biaya

administrasi; dan pajak kecuali PPh. Biaya harus valid, reliable


dan wajar.
Dengan demikian, semua pajak yang menjadi beban perusahaan
dalam rangka usahanya selain PPh, misalnya Pajak Bumi dan
Bangunan (PBB), dan Bea Materai (BM), dapat dibebankan
sebagai biaya.
b. Penyusutan atas pengeluaran untuk memperoleh harta berwujud
dan amortisasi atas pengeluaran untuk memperoleh hak atas
biaya lain yang mempunyai masa manfaat lebih dari 1 tahun,
sepanjang
digunakan

harta
untuk

yang

disusutkan/diamortisasi

mendapatkan,

menagih,

dan

tersebut

memelihara

penghasilan.
c. Iuran kepada dana pensiun yang pendiriannya telah disahkan
oleh Menteri Keuangan.
d. Kerugian karena penjualan atau pengalihan harta yang dimiliki
dan digunakan dalam perusahaan atau yang dimiliki untuk
mendapatkan, menagih dan memelihara penghasilan.
e. Kerugian selisih kurs mata uang asing
Untuk tahun 2008 dan sebelumnya, apabila WP membukukan
transaksi dengan kurs tetap (kurs historis) atau kurs yang benarbenar terjadi sesuai kurs yang diakui oleh bank yang berkaitan
atas realisasi perkiraan mata uang asing yang bersangkutan,
maka

selisih

kurs

diakui

pada

saat

terjadinya

realisasi
5

pembayaran. Sedangkan, apabila WP membukukan transaksi


dengan kurs tengah BI atau kurs yang benar-benar berlaku pada
akhir periode menurut Bank Indonesia, maka selisih kurs diakui
pada akhir tahun.
Mulai tahun 2009,

penggunaan

kurs

tetap

sudah

tidak

diperkenankan, sesuai dengan Pasal 4 ayat 1 huruf l UU PPh.


Dalam penjelasan pasal tersebut, mengungkapkan bahwa system
penilaian yang sesuai dengan SAK dalam pengakuan keuntungan
selisih kurs sehingga tidak aka nada lagi perbedaan antara
akuntansi dan fiscal.
f. Biaya penelitian dan pengembangan perusahaan yang dilakukan
di Indonesia.
g. Biaya beasiswa,

magang

dan

pelatihan.

Biaya

tersebut

dikeluarkan dalam rangka meningkatkan kualitas sumber daya


manusia dengan memperhatikan kewajaran dan kepentingan
perusahaan (PMK-246/PMK.03/2008 jo. PMK-154/PMK.03/2009).
h. Piutang yang nyata-nyata tidak dapat ditagih, dengan syarat:
1. Telah dibebankan sebagai biaya dalam laporan laba rugi
komersial;
2. WP harus menyerahkan daftar piutang yang tidak dapat
ditagih kepada Dirjen Pajak;
3. Telah diserahkan perkara penagihannya kepada Pengadilan
Negeri atau instansi pemerintah yang menangani piutang
Negara;

atau

adanya

perjanjian

tertulis

mengenai

penghapusan piutang atau pembebasan utang antara kreditur


dan debitur yang bersangkutan; atau telah dipublikasikan
dalam penerbitan umum atau khusus; atau adanya pengakuan
dari debitur bahwa utangnya telah dihapuskan untuk jumlah
uang tertentu; dan
4. Syarat pada angka 3 tidak berlaku untuk penghapusan
piutang tak tertagih debitur kecil.
Pelaksanaannya diatur lebih lanjut dengan atau berdasarkan PMK105/PMK.03/2009 jo. PMK-57/PMK.03/2010.
i. Sumbangan dalam rangka penanggulangan bencana nasional
yang ditetapkan dengan PP 93 Tahun 2010.

j. Sumbangan dalam rangka penelitian dan pengembangan yang


dilakukan di Indonesia yang ketentuannya diatur dengan PP93
Tahun 2010.
k. Biaya pembangunan infrastruktur social yang ketentuannya
diatur dengan PP 93 Tahun 2010
l. Sumbangan fasilitas pendidikan
dengan PP 93 Tahun 2010.
m. Sumbangan dalam rangka

yang

ketentuannya

pembianaan

olahraga

diatur
yang

ketentuannya diatur dengan PP 93 Tahun 2010.


Penghasilan bruto selain dikurangi dengan biaya untuk
mendapatkan, menagih, dan memelihara penghasilan (ayat
1), juga boleh dikurangi dengan kerugian perusahaan yang
dikompensasikan dengan penghasilan mulai tahun pajak
berikutnya berturut-turut sampai dengan 5 tahun (ayat 2).
Sedangkan untuk WP orang pribadi dalam negeri diberikan
pengurangan berupa Penghasilan Tidak Kena Pajak (PTKP)
(ayat 3).
Selain itu, beban-beban berikut ini juga merupakan beban yang dapat
dikurangkan (deductible expenses) yaitu:
1) Pembentukan dana cadangan
Sesuai PMK-81/PMK.03/2009, diatur bahwa besarnya dana cadangan yang
boleh dikurangkan sebagai beban untuk:

Usaha bank dan badan usaha lain yang menyalurkan kredit, SGU
dengan hak opsi, perusahaan pembiayaan konsumen, dan
perusahaan anjak piutang,

Usaha asuransi,

Lembaga Penjamin Simpanan,

Biaya reklamasi usaha pertambangan,

Biaya penanaman kembali untuk usaha kehutanan,

Biaya penutupan dan pemeliharaan tempat pembuangan limbah


industri.

2) Penggantian atau imbalan sehubungan dengan pekerjaan atau jasa


yang diberikan dalam bentuk natura dan kenikmatan, seperti
penyediaan

makanan

dan

minuman

bagi

seluruh

pegawai,

penggantian atau imbalan dalam bentuk natura dan kenikmatan di


daerah tertentu dan yang berkaitan dengan pelaksanaan pekerjaan
yang

ditetapkan

dengan

PMK-83/PMK.03/2009

adalah

sebagai

berikut:
Keterangan
1. Fasilitas pengobatan
a. Di

klinik/rumah

sakit

Bagi Perusahaan
milik Non-deductible

perusahaan

Expense

Bagi Pegawai
Non-taxable
Income

Deductible
b. Di

klinik/rumah

sakit

pihak ketiga
2. Fasilitas
mendiami

milik Expense

Taxable
Income

rumah

milik perusahaan
a. Bukan di daerah terpencil

Non-deductible

Non-taxable

Expense

Income

Deductible
b. Di daerah terpencil
3. Perlengkapan

Expense

keselamatan Deductible

kerja yang diwajibkan oleh Expense

Non-taxable
Income
Non-taxable
Income

peraturan keselamatan kerja


4. Fasilitas rekreasi dan olahraga
a. Dekat atau dalam kota
b. Jauh dari kota

Non-deductible

Non-taxable

Expense

Income

Deductible
Expense

5. Biaya

perjalanan

rangka dinas
6. Fasilitas
pelatihan
pendidikan
7. Fasilitas kafetaria

Non-taxable

dalam Deductible

Income
Non-taxable

Expense
dan Deductible

Income
Non-taxable

Expense
Deductible

Income
Non-taxable

Expense

Income
8

8. Fasilitas

kendaraan

dan Deductible

telepon genggam
a. Tidak

dibawa

Non-taxable

Expense
pulang

Income

ke Deductible

rumah

Expense

Non-taxable
hanya

b. Dibawa pulang ke rumah


50% nya
9. Premi asuransi yang dibayar Deductible
oleh pemberi kerja

Expense

Income hanya
50% nya
Taxable
Income

3) Harta yang dihibahkan, bantuan, atau sumbangan yang antara


pemberi dan penerimanya memiliki hubungan usaha, pekerjaan,
kepemilikan, atau penguasaan seperti terlihat pada table berikut ini.
Hubungan

usaha,

pekerjaan,

kepemilikan,

atau penguasaan di antara pemberi dan


Jenis Penghasilan

Bantuan
sumbangan,

penerima
Ada Hubungan
Tidak Ada Hubungan
Penerim
Pemberi
Pemberi
Penerima
a
atau Deducti Objek
NonBukan Objek

termasuk ble

Pajak

deductib

Pajak

zakat atau sumbangan Expense

le

(PP-18/ 2009)

keagamaan

Expense

yang

sifatnya wajib, diterima


oleh badan atau orang
pribadi
Harta hibah,

bantuan, Deducti

Objek

Non-

Bukan

Pajak

deductib

Pajak

diterima oleh keluarga, Expense

le

(PMK-

badan

Expense

245/PMK.03/2

atau sumbangan yang ble


(keagamaan;

pendidikan; sosial) dan


orang

pribadi

menjalankan

diterima

008)

yang
usaha

mikro dan kecil.


Bantuan atau santunan --yang

Objek

WP

tertentu (tidak mampu,

---

Non-

Bukan

deductib

Pajak

le

(PMK-

Objek

sedang

mengalami

Expense

247/PMK.03/2

bencana alam, tertimpa


masalah)

008)

yang

dibayarkan oleh Badan


Penyelenggara Jaminan
Sosial
4) Bantuan atau sumbangan, termasuk zakat (zakat yang diterima oleh
badan amil atau lembaga amil zakat yang dibentuk atau disahkan
oleh

Pemerintah)

dan

sumbangan

keagamaan

(sumbangan

keagamaan yang diterima oleh lembaga keagamaan yang dibentuk


oleh Pemerintah) yang sifatnya wajib bagi pemeluk agama yang
diakui di Indonesia, dikecualikan sebagai objek PPh sepanjang tidak
ada hubungan usaha, pekerjaan, kepemilikan atau penguasaan di
antara pihak yang bersangkutan; sesuai dengan PP 18 Tahun 2009
tanggal 9 Februari 2009.
Bantuan atau sumbangan dalam bentuk uang atau barang kepada orang
pribadi atau badan.
Contoh:
PT Dimdim membayar zakat 2,5% dari hartanya senilai Rp10.000.000
kepada

Lazis

Amanah

yang

pendiriannya

telah

disetujui

oleh

pemerintah, dan atas zakat tersebut diberikan tanda terima, maka untuk
Lazis Amanah zakat tersebut bukanlah merupakan penghasilan tetapi
untuk PT Dimdim merupakan beban yang dapat dikurangkan.
5) Biaya berlangganan atau pengisian ulang pulsa dan perbaikan
telepon seluler yang dimiliki dan dipergunakan perusahaan untuk
pegawai tertentu karena jabatan atau pekerjaannya. Pembebanan
sebagai biaya perusahaan hanya sebesar 50% dalam tahun pajak
yang bersangkutan melalui penyusutan asset tetap kelompok 1 dan
atas beban berlangganan atau pengisian ulang pulsa dan perbaikan
telepon seluler tersebut dapat dibebankan sebagai beban rutin
perusahaan. (KEP-220/PJ./2002 jo. SE-09/PJ.42/2002).
Contoh:
10

Atas pembelian handphone oleh PT Yesia selama tahun 2010 telah dibayar
langganan kartu Halo sebesar Rp7.000.000 maka biaya yang boleh di
bebankan adalah sebesar 50% x Rp7.000.000 = Rp3.500.000. perbedaan
tersebut antara fiskal dengan akuntansi harus dilakukan koreksi fiskan
positif.
6) Biaya pemeliharaan atau perbaikan rutin kendaraan sedan atau
sejenis, termasuk juga pengeluaran rutin untuk pembelian atau
pemakaian

bahan

perusahaan

untuk

pekerjaannya.

bakar,
pegawai

Pembebanan

yang

dimiliki

tertentu
sebagai

dan

karena

biaya

dipergunakan
jabatan

perusahaan

atau
hanya

sebesar 50% dalam tahun pajak yang bersangkutan melalui


penyusunan asset tetap kelompok 2 dan atas beban pemeliharaan
atau perbaikan rutin kendaraan tersebut dapat dibebankan sebagai
beban rutin perusahaan. (KEP-220/PJ./2002 jo. SE-09/PJ.42/2002)
7) Bunga pinjaman dapat dibebankan sebagian apabila rata-rata
tertimbang pinjaman per bulan > rata-rata tertimbang deposito
atau tabungan per bulan. Besarnya bunga pinjaman yang dapat
dibebankan tersebut adalah sebesar jumlah bunga yang terutang
atas rata-rata jumlah pinjaman yang melebihi rata-rata jumlah
deposito/tabungan (SE-46/PJ.4/1995 berlaku 5 Oktober 1995). Bunga
pinjaman yang dapat di bebankan:
Tingkat

( rata-rata

rata-rata

bunga

tertimbang

tertimbang

pinjaman

saldo pinjaman

saldo deposito

per bulan

per bulan

Contoh:
PT Moci meminjam uang dari bank Amanda sebesar Rp250.000.000
dengan bunga 20% per tahun. Namun demikian, PT Moci juga mempunyai
tabungan berupa deposito sebesar Rp100.000.000 dengan bunga 15% per
tahun. Besarnya biaya yang seluruh pinjaman tersebut dibelikan saham
PT Poki. Bunga bank sebesar Rp250.000.000 x 20% = Rp5.000.000 tidak
dapat diperlakukan sebagai pengurang Penghasilan Kena Pajak (PhKP)

11

tetapi dikapitalisasi pada nilai saham sehingga nilai saham menjadi


Rp25.000.000 + Rp5.000.000 = Rp30.000.000.
8) Pajak masukan yang tidak dapat dikreditkan sesuai dengan Pasal 9
ayat (8) UU PPN sepanjang dapat dibuktikan bahwa pajak masukan
tersebut

telah

benar-benar

dibayar

dan

berkenaan

dengan

pengeluaran yang berhubungan dengan kegiatan mendapatkan,


menagih, dan memelihara.
Beban yang Tidak Dipebolehkan Pajak
Berbeda dengan akuntansi komersial, untuk tujuan perhitungan PhKP
tidak semua biaya yang dikeluarkan perusahaan dapat dikurangkan dari
penghasilan bruto. Pasal 9 ayat (1) UU PPh menyebutkan jenis-jenis biaya
yang tidak boleh dikurangkan dari penghasilan bruto adalah sebagai
berikut:
a) Pembagian laba dengan nama dan dalam bentuk apapun seperti dividen,
termasuk dividen yang dibayarkan oleh perusahaan asuransi kepada
pemegang polis dan pembagian sisa hasil usaha koperasi.
Dividen dengan segala bentukknya, pada prinsipnya merupakan
bagian laba dari perusahaan tersebut yang akan dikenakan PPh
sehingga

bukan

merupakan

biaya

untuk

mendapatkan

PhKP.

Demikian juga dengan sisa hasil usaha pada koperasi, yang pada
dasarnya

merupakan bagian atas

kelebihan dari

pendapatan

dikurangi biaya, yang merupakan objek PPh sehingga bukan


merupakan biaya untuk mendapatkan PhKP. Begitu pula dengan
pengeluaran untuk kepentingan pemegang saham, sekutu, dan
anggota dipersamakan, dengan pembagian laba dan tidak dapat
dikurangkan dari penghasilan badan. Pengembalian sebagian premi
oleh perusahaan asuransi kepada pemegang polis yang biasa
disebut dengan dividen juga disamakan dengan dividen saham dan
tidak

dapat

dikurangkan

sebagai

penghasilan

kena

pajak

perusahaan asuransi.
b) Biaya yang dibebankan atau dikeluarkan untuk kepentingan pribadi
pemegang saham, sekutu atau anggota. Hal ini seperti perbaikan
12

rumah pribadi, perjalanan pribadi, premi asuransi yang dibayarkan


oleh perusahaan untuk kepentingan pribadi para pemegang saham
atau anggota keluarganya.
Contoh:
Perjalanan dinas yang dikeluarkan oleh perusahaan selama
tahun 2011 sebesar Rp 500.000.000 di mana terdapat perjalanan
pemegang saham beserta keluarganya dalam rangka rekreasi ke
Australia. Atas beban perjalanan tersebut yang dapat menjadi
pengurang

untuk

mendapatkan

PhKP

adalah

sebesar

Rp

200.000.000 sedangkan Rp.300.000.000 harus dilakukan koreksi


fiskal.
c) Pembentukkan

atau

pemupukan

dana

cadangan

(PMK-

81/PMK.03/2009), Kecuali:

Cadangan piutang tak tertagih untuk usaha bank dan badan


usaha lain yang menyalurkan kredit, SGU dengan hak opsi,
perusahaan pembiayaan konsumen, dan perusahaan anjak
piutang;

Cadangan untuk usaha asuransi termasuk cadangan bantuan


sosial yang dibentuk oleh Badan Penyelenggara Jaminan Sosial;

Cadangan penjaminan untuk Lembaga Penjamin Simpanan;

Cadangan biaya reklamasi untuk usaha pertambangan;

Cadangan biaya penanaman kembali untuk usaha kehutanan;


dan

Cadangan

biaya

penutupan

dan

pemeliharaan

tempat

pembuangan limbah industri untuk usaha pengolahan limbah


industri.
Berbeda dengan akuntansi komersial yang menganut prinsip
konservatif, dalam perpajakan prinsipnya adalah pendekatan
realisme. Hanya kerugian yang betul terjadi yang dapat diakui
sebagi pengurangan penghasilan.
Contoh:

13

PT

Diestri

dalam

laporan

laba

rugi

komersialnya

telah

membebankan dana cadangan piutang tak tertagih sebesar 2%


dari rata-rata piutang yaitu sebesar Rp 100.000.000. Secara
fiskal, dana cadangan piutang tak tertagih tersebut harus
dilakukan koreksi fiskal
d) Premi asuransi kesehatan, asuransi kecelakaan, asuransi jiwa,
asuransi dwiguna dan asuransi beasiswa yang dibayar oleh WP
orang pribadi, kecuali jika dibayar oleh pemberi kerja dan premi
tersebut dihitung sebagai penghasilan bagi WP bersangkutan (wajib
dipotong PPh Pasal 21). Premi asuransi jiwa dianggap merupakan
pemakaian penghasilan wajib pajak, oleh karena itu premi tersebut
bukan merupakan beban penghasilan.
e) Penggantian atau imbalan sehubungan dengan pekerjaan atau jasa
yang diberikan dalam bentuk natura atau kenikmatan, kecuali
penyediaaan makanan dan minuman bagi seluruh pegawai serta
penggantian atau imbalan dalam bentuk natura dan kenikmatan di
daerah tertentu dan yang berkaitan dengan pelaksanaan pekerjaan
yang diatur dengan atau berdasarkan PMK-83/PMK.03/2009.
Contoh:
PT Edson membebankan biaya makan di tempat kerja untuk
seluruh

karyawannya

sebesar

Rp

300.000.000

di

mana

Rp

100.000.000 adalah biaya makan yang dilakukan di hotel, maka


biaya makan yang diperbolehkan secara fiskal adalah sebesar Rp
100.000.000

hal

tersebut

merupakan

koreksi

positif

karena

mengurangi beban yang akan menambah laba secara fiskal.


f) Jumlah

yang

melebihi

kewajaran

yang

dibayarkan

kepada

pemegang saham atau kepada pihak yang mempunyai hubungan


istimewa sebagai imbalan sehubungan dengan pekerjaan yang
dilakukan.
Contoh:
i) PT Woci membayar gaji kepada Ronron, salah satu pemegang
sahamnya yang juga menjabat sebagai salah satu direktur
14

sebesar Rp 100.000.000 per bulan. Pada tingkat jabatan yang


sama dan di perusahaan yang sejenis gaji untuk direktur ratarata hanya sebesar Rp 70.000.000. Dengan demikian, Rp
30.000.000

merupakan

jumlah

yang

melebihi

kewajaran

tersebut, bukanlah merupakan biaya untuk mendapatkan PhKP.


ii) Pt Boki, dalam gajinya terdapat pembayaran gaji untuk salah
satu direkturnya, dan ternyata adalah anak dari salah satu
pemegang saham perusahaan tersebut sebesar Rp 100.000.000.
Dari data perusahaan dan juga dibandingkan dengan data
perusahaan lainnyayang sejenis bahwa gaji direktur yang wajar
adalah Rp50.000.000. Beban gaji haruslah dikoreksi fiskal Rp
50.000.000 untuk mengurangi besarnya beban atau menambah
penghasilan menurut pajak.
g) Harta yang dihibahkan, bantuan atau sumbangan, dan warisan
sebagaimana dimaksud dalam pasal 4 ayat (3) huruf a dan huruf b
UU PPh, kecuali sumbangan dalam pasal 6 ayat (1) huruf i, huruf j,
huruf k, huruf l, dan huruf m serta zakat yang diterima oleh badan
amil zakat yang dibentuk atau disahkan oleh pemerintah atau
sumbangan keagamaan yang sifatnya wajib bagi pemeluk agama
yang diakui di Indonesia, diterima oleh lembaga keagamaan yang
dibentuk atau disahkan oleh pemerintah berdasarkan ketentuannya
diatur dalam PP 18 Tahun 2009.
Contoh:
(1)PT Dimjati memberikan bantuan kepada PT Matthew sebesar
Rp 100.000.000 karena kedua perusahaan tersebut tidak
mempunyai hubungan usaha dan hubungan kepemilikan
maka untuk PT Matthew bukanlah merupakan penghasilan
dan untuk PT Dimjati, bukan juga merupakan biaya untuk
mendapatkan PhKp
(2)PT Pokimoci telah membebankan sumbangan yang diberikan
kepada

yayasan

keagamaan

yang

tidak

disahkan

oleh

pemerintah sebesar Rp 50.000.000 sebagai biaya. Biaya


tersebut haruslah dikoreksi karena biaya tersebut tidak
15

diperbolehkan mengurangi PhKP, sehingga haruslah dikoreksi


fiskal positif.
h) Pajak Penghasilan.
PPh

tidak

boleh

dikurangkan

sebagai

biaya

karena

bukan

merupakan biaya untuk memperoleh atau menagih penghasilan.


i) Biaya yang dibebankan atau dikeluarkan untuk kepentingan pribadi
WP atau orang yang menjadi tanggungannya.
j) Gaji yang dibayarkan kepada anggota persekutuan, firma, atau
perseroan komanditer yang modalnya tidak terbagi atas saham.
k) Sanksi administrasi berupa bunga, denda, dan kenaikkan serta
sanksi pidana berupa denda yang berkenaan dengan pelaksanaan
perundangan-undangan di bidang perpajakan.
Contoh:
PT Margaret pada bulan Januari samapai dengan Maret 2012 telah
diterbitkan Surat Tagihan Pajak (STP) sebesar Rp 312.000.000
dengan rincian Rp 300.000.000 merupakan pokok PPh 25, dan Rp
12.000.000 merupakan sanksi bunganya. atas STP tersebut baik
pokok maupun sanksinya tidak diperkenankan sebagai pengurang
PhKP, tetapi pokok STP tersebut merupakan kredit pajak.
Selain itu, biaya-biaya sebagai berikut juga tidak dapat dikurangkan.
1) Pajak masukan yang tidak dapat dikreditkan sebagaimana
dimaksud pasl 9 ayat (8) UU PPN barang dan/atau jasa dan
PPnBM sepanjang dapat dibuktikan benar telah dibayar.
2) Pajak masukan berkenaan dengan pengeluaran yang tidak dapat
dikurangkan dalam menentukan besarnya PhKP sebagaimana
pasal 9 ayat (1) UU PPh sesuai dengan PP 94 Tahun 2010.
3) Kerugian dari pengalihan harta atau utang yang tidak memiliki
dan

tidak

dipergunakan

dalam

usaha/kegiatan

untuk

mendapatkan, menagih, dan memelihara objek pajak (PP 94


Tahun 2010).
Contoh:
Perusahaan mempunyai sebuah villa yang kemudian dijual.
Apabila laba, maka laba tersebut merupakan objek pajak, tapi
apabila rugi, maka kerugiannya tidak dapat dibiayakan oleh
pajak.
4) Dalam hal pengalihan harta perusahaan kepada pegawainya
maka keuntungan berupa selisih antara harga pasar harta
16

tersebut dengan nilai sisa buku merupakan penghasilan nbagi


perusahaan.
5) Biaya entertainment, representasi, jamuan tamu dan sejenisnya,
sepanjang tidak ada hubungannya dengan kegiatan usaha WP
atau yang tidak dibuatkan daftar nominatif untuk dilampirkan
pada SPT Tahunan PPh.
6) Biaya
untuk
mendapatkan,

menagih

dan

memelihara

penghasilan yang bukan merupakan objek pajak,atau yang


penghasilannya dikenakan PPh bersifat final, atau pengenaan
pajaknya berdasarkan Norma Penghitungan Pengahsilan Neto
dan Norma Penghitungan Khusus sesuai dengan PP 94 Tahun
2010.
7) Biaya yang tidak dapat dibuktikan pengeluarannya, seperti biaya
tanpa didukung bukti/dokumen.
8) PPh yang ditanggung pemberi penghasilan (PP 94 Tahun 2010)
9) Bunga pinjaman seluruhnya tidak dapat dibebankan, apabila
rata-rata tertimbang bunga pinjaman per bulan rata-rata
tertimbang deposito/tabungan per bulan. (SE-46/PJ.4/1995)

17

BAB III
PENUTUP

Simpulan
1) Harga pokok penjualan (HPP) dipengaruhi sistem pencatatan dan penilaian persediaan
seperti metode FIFO dan metode rata-rata.
2) Beban operasional terbagi menjadi dua kategori yaitu biaya yang dapat menjadi
pengurang penghasilan dan biaya yang tidak dapat menjadi pengurang penghasilan.
3) Jika terdapat perbedaan antara pencatatan akuntansi dan pajak (fiskal) maka perlu
dilakukan koreksi fiskal. Koreksi fiskal terbagi menjadi dua, yaitu koreksi fiskal
positif, artinya yang menambah pengahsilan, dan koreksi fiskal negatif yang
mengurangi penghasilan.

18

DAFTAR PUSTAKA
Agoes, Sukrisno dan Estralita Trisnawati. 2013. AKUNTANSI PERPAJAKAN EDISI 3.
Jakarta: Salemba Empat.
S. R. Soemarso. 2007. PERPAJAKAN Pendekatan Komprehensif. Jakarta: Salemba
Empat.
Gunadi. Prof. Dr. Msc. Akt. 2009. AKUNTANSI PAJAK Sesuai dengan UndangUndang Pajak Baru. Jakarta: Grasindo.

19

You might also like