You are on page 1of 2

WANITA ITU AURAT

Mensejajarkan kedudukan antara pria dan wanita sudah lama menjadi persoalan yang
‘diperjuangkan’ oleh mereka yang mengatasnamakan Islam liberal. Kasus Aminah
Wadud misalnya, yang telah menjadikan 100-an orang jama’ahnya bercampur aduk
antara laki-laki dan wanita, shafnya pun sejajar. Pemahaman yang salah kaprah itu
ternyata lebih didasari pada akal belaka, karena memang bertentangan dengan
landasan syar’i yang telah menjelaskannya.

Dalam tata cara shalat, memang ada beberapa perbedaan antara pria dan wanita.
Diantaranya bahwa wanita diperintahkan untuk merapatkan tubuhnya pada saat ruku’
dan sujud serta pada saat duduk bersilang kaki dan merapatkan pahanya. Hal
demikian karena wanita itu aurat, sehingga hendaknya merapatkan tubuh agar lebih
tertutupi. Sebab jika merenggangkan tubuhnya, maka akan terlihat sebagian dari
anggota tubuhnya yang seharusnya ditutupi. Rasulullah saw. bersabda,

“Wanita itu adalah aurat.” (HR. Tirmidzi)


Dengan landasan hadits inilah Abu Bakar bin Abdurrahman berpendapat, “Segala
sesuatu yang nampak dari wanita itu aurat sampai kukunya pun demikian.” Demikian
dengan auratnya di depan seorang laki-laki lain, semuanya adalah aurat kecuali wajah
dan telapak tangan, karenanya wanita disebut dengan aurat.(Aunul ma’bud: 11/41)
Saat Ruku

Ketika posisi ruku dalam shalat, bagi pria diperintahkan agar menjauhkan kedua
tangannya dari lambungnya, meletakan tangannya di atas lutut lalu merenggangkan
jari jemarinya. Hal ini sebagaimana telah disebutkan dalam hadits Abi Mas’ud,

Dari Abi Mas’ud Uqbah bin Amru, bahwasannya dia melakukan ruku: dia jauhkan kedua
tangannya dari lambungnya, meletakkan tangan di atas lututnya, dan merenggangkan
jari jemarinya di atas lututnya. Lalu dia berkata, “Demikianlah aku melihat Rasulullah
saw. melaksanakan shalat.” (HR. Ahmad Abu Daud dan Nasa’i)
Lain halnya dengan wanita, mereka disunahkan agar merapatkan tubuhnya saat ruku,
tidak menjauhkan antara kedua tangan dengan lambungnya, sehingga dalam kondisi
ruku pun tetap ia lebih tertutup karena baginya seperti itu adalah aurat. (al-
Mugni:2/258)

Saat sujud
Demikian dengan posisi sujud. Bagi laki-laki mesti mengangkat sikunya sehingga
kelihatan bagian ketiaknya. Dalam sebuah hadits disebutkan,

Dari Bara ia berkata, telah bersabda Rasulullah saw., “Bila engkau sujud, maka
letakkanlah telapak tangan dan angkatlah sikumu.” (HR. Muslim)
Hadits ini jelas telah menentukan posisi sujud bagi laki-laki, yang hikmahnya agar
posisi dahi dan hidung tetap di atas bumi dan jauh dari sikap kemalasan. Beda dengan
wanita, mereka disunahkan agar merapatkan badannya ke bumi. Sebagaimana Hadits
Zaid bin Abi Habib yang diriwayatkan Imam Abu Daud,

“Dari Zaid bin Abi Habib, bahwa Nabi n pernah melewati dua orang wanita yang
sedang melaksanakan shalat. Maka beliau bersabda, “Bila kalian berdua sujud,
hendaknya sebagian tubuh dirapatkan ke bumi, karena dalam hal ini wanita tidak
seperti laki-laki.” (Subulussalam: 1/351)

Saat Duduk
Yang ketiga ketika posisi duduk, wanita hendaknya duduk bersilang dan merapatkan
pahanya Dalam hadits Ibnu Umar yang diriwayatkan Imam Baihaqi disebutkan,

“Dari Ibnu Umar disebutkan, bahwa Rasulullah saw. telah memerintahkan wanita
muslimah untuk duduk bersilang kakinya dalam shalat.” (Sunan Baihaqi al-Kubra:
2/222)

Ali bin Abi Thalib ra. Berkata, “Apabila wanita muslimah mengerjakan shalat, maka
hendaknya duduk dengan kaki bersilang di atas paha dan merapatkan pahanya.”
Dengan nada serupa Khalid bin Lajlan berkata, “Kalian para wanita diperintahkan agar
duduk dengan kaki bersilang di atas paha dalam shalat, dan janganlah duduk
menyerupai laki-laki di atas pangkal pahanya.” (Mushannaf Ibnu Abi Syaibah: 1/240)

You might also like