You are on page 1of 119

ANALISIS STRUKTUR-PERILAKU-KINERJA

INDUSTRI SUSU DI INDONESIA

Oleh
INDRI ANDIANI
H14101053

Skripsi
Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Ekonomi
pada Departemen Ilmu Ekonomi

DEPARTEMEN ILMU EKONOMI


FAKULTAS EKONOMI MANAJEMEN
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
2006

PERNYATAAN

DENGAN INI SAYA MENYATAKAN BAHWA SKRIPSI INI ADALAH


BENAR-BENAR HASIL KARYA SAYA SENDIRI YANG BELUM PERNAH
DIGUNAKAN

SEBAGAI

SKRIPSI

ATAU

KARYA

ILMIAH

PADA

PERGURUAN TINGGI ATAU LEMBAGA MANAPUN.

Bogor, Februari 2006

Indri Andiani
H14101053

RIWAYAT HIDUP

Penulis bernama Indri Andiani lahir pada tanggal 16 Juni 1983 di Bogor,
sebuah kota kecil yang berada di Provinsi Jawa barat. Penulis merupakan anak
pertama dari tiga bersaudara, dari pasangan Sofwan Bustomi dan Nani Indrawati.
Penulis menamatkan pendidikan pada SDN Polisi 4 Bogor, kemudian melanjutkan
ke SLTP Negeri 4 Bogor dan lulus pada tahun 1998. Pada tahun yang sama,
penulis diterima sebagai siswi di SMU Plus BBS Bogor dan lulus pada tahun
2001.
Pada tahun 2001, penulis melanjutkan studinya ke jenjang yang lebih
tinggi di Institut Pertanian Bogor (IPB). Penulis masuk IPB melalui jalur
Undangan Seleksi Masuk IPB (USMI) dan diterima sebagai mahasiswa Program
Studi Ilmu Ekonomi pada Fakultas Ekonomi dan Manajemen.

ANALISIS STRUKTUR-PERILAKU-KINERJA
INDUSTRI SUSU DI INDONESIA

Oleh
INDRI ANDIANI
H14101053

DEPARTEMEN ILMU EKONOMI


FAKULTAS EKONOMI MANAJEMEN
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
2006

RINGKASAN
INDRI ANDIANI. Analisis Struktur-Perilaku-Kinerja Industri Susu di Indonesia
(dibimbing oleh TANTI NOVIANTI dan LUKYTAWATI ANGGRAENI).
Pergeseran struktur perekonomian dari basis pertanian menuju sektor industri
mengakibatkan suatu pemikiran bahwa sektor perindustrian merupakan sektor
yang berpotensial untuk menghasilkan value added (nilai tambah). Seiring dengan
pertumbuhan dan perkembangan suatu industri muncullah berbagai masalah yang
dihadapi suatu industri, salah satunya adalah persaingan usaha. Penelitian ini
menganalisis struktur-perilaku-kinerja dari industri susu di Indonesia. Analisis
struktur-perilaku-kinerja adalah analisis yang menggambarkan struktur pasar
melalui konsentrasi rasio dan hambatan masuk/ keluar perusahaan; perilaku pasar
melalui strategi harga, produk dan promosi; kinerja pasar melalui keuntungan/
profit perusahaan-perusahaan suatu industri. Hubungan struktur dan kinerja
industri terlihat dari tingkat konsentrasi dan profit yang menjadi suatu hambatan
masuk pasar.
Metode yang digunakan dalam mengestimasi model persamaan dengan
menggunakan Metode Kuadrat Terkecil (Ordinary Least Square) untuk melihat
pengaruh variabel independen terhadap variabel dependen secara linear. Software
komputer yang digunakan dalam penelitian ini adalah E-Views 4.1. Data yang
digunakan adalah data sekunder dari tahun 1983-2002. Data-data penelitian
diperoleh dari Badan Pusat Statistik (BPS), Departemen Perdagangan dan
Departemen Perindustrian, CIC Consulting.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa industri susu memiliki struktur pasar
oligopoli ketat dengan nilai konsentrasi rata-rata 73,79 persen. Hasil estimasi
menunjukkan CR4 signifikan pada taraf 10 persen. Nilai koefisien CR4 bernilai
positif sebesar 0,624595 yang artinya jika CR4 meningkat sebesar 1 persen, maka
akan meningkatkan PCM sebesar 0,624595 persen. Koefisien produktivitas (prod)
sebesar 0,004607 dan nyata pada taraf 10 persen menunjukkan bahwa jika
produktivitas meningkat sebesar 1 persen, maka akan meningkatkan PCM sebesar
0,004607 persen. Nilai koefisien Efisiensi-X sebesar 0,253553 menunjukkan
bahwa jika Efisiensi-X dua tahun sebelumnya meningkat 1 persen maka
diperkirakan PCM naik sebesar 0,253553 persen. Nilai koefisien Growth sebesar
0,254872 menunjukkan bahwa jika Growth tiga tahun sebelumnya meningkat 1
persen maka diperkirakan PCM naik sebesar 0,254872 persen. Efisiensi-X dan
Growth nyata pada taraf 10 persen.
Strategi penetapan harga dan produk dilakukan dengan melakukan
interdependensi antara pesaing yang satu dengan pesaing lainnya. Strategi
penetapan harga dan produk juga dapat ditetapkan melalui kebijakan-kebijakan
yang ditetapkan pada setiap perusahaan dalam industri susu. Strategi produk yang
dilakukan adalah melalui diversifikasi produk. Dalam mempromosikan
produknya, industri susu melakukan strategi berbentuk merek. Dari segi kinerja,
industri susu di Indonesia memiliki nilai PCM yang cukup tinggi. Peningkatan

utilitas kapasitas produksi akan meningkatkan jumlah produk susu di pasar yang
akan menyeimbangkan antara kelebihan penawaran dan permintaan yang besar.
Nilai efisiensi industri susu yang cukup tinggi menggambarkan efisiensi industri
susu cukup baik.
Berdasarkan hasil penelitian, dapat diketahui struktur, perilaku dan kinerja
industri susu di Indonesia, oleh karena itu ada beberapa saran yang
direkomendasikan untuk perkembangan industri susu di Indonesia. Beberapa
saran yang direkomendasikan yaitu para produsen susu diharapkan dapat
meningkatkan kinerja perusahaannya melalui peningkatan efisiensi alokatif
dengan penggunaan sumber daya alam dan sumber daya ekonomi yang efisien dan
efektif, efisiensi teknis yang digambarkan pada efisiensi internal dimana
pengelolaan perusahaan dengan peningkatan sumber daya manusia, pemerataan
distribusi produk susu di seluruh wilayah Indonesia, penggunaan kemajuan
teknologi dalam menghasilkan output, kualitas produk yang bermutu tinggi,
perluasan kesempatan kerja dan pencapaian profit perusahaan. Saran yang
terakhir, yaitu pemerintah perlu memberikan informasi akurat melalui media
maupun penyuluhan mengenai produk susu yang layak dikonsumsi masyarakat
sehingga mendorong masyarakat Indonesia untuk mengkonsumsi susu sebagai
makanan pelengkap.

INSTITUT PERTANIAN BOGOR


FAKULTAS EKONOMI DAN MANAJEMEN
DEPARTEMEN ILMU EKONOMI
Dengan ini menyatakan bahwa skripsi yang disusun oleh,
Nama Mahasiswa

: Indri Andiani

Nomor Registrasi Pokok : H14101053


Program Studi

: Ilmu Ekonomi

Judul Skripsi

: Analisis Struktur-Perilaku-Kinerja Industri Susu


di Indonesia

dapat diterima sebagai syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Ekonomi pada
Departemen Ilmu Ekonomi, Fakultas Ekonomi dan Manajemen, Institut Pertanian
Bogor.

Menyetujui,
Dosen Pembimbing,

Tanti Novianti, SP, M.Si


NIP. 132 206 249

Mengetahui,
Ketua Departemen Ilmu Ekonomi,

Dr. Ir. Rina Oktaviani, MS


NIP. 131 846 872

Tanggal Kelulusan :

KATA PENGANTAR

Segala puji milik Allah SWT, pemilik seluruh alam semesta beserta isinya.
Shalawat serta salam selalu tercurah kepada Nabi Muhammad SAW, keluarga dan
para pengikutnya sampai akhir zaman.
Puji syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT yang telah
memberikan rahmat dan karunia-Nya kepada penulis sehingga penyusunan skripsi
ini dapat diselesaikan dengan baik. Perkembangan perindustrian di Indonesia
sudah semakin maju, salah satunya adalah industri susu. Industri susu merupakan
industri yang telah memberikan kontribusi pada perekonomian dan pembangunan
bangsa. Berkenaan dengan hal tersebut, maka penulis tertarik untuk melakukan
penelitian dengan judul skripsi Analisis Struktur-Perilaku-Kinerja Industri
Susu di Indonesia. Skripsi ini juga merupakan salah satu syarat untuk
memperoleh gelar Sarjana Ekonomi pada Departemen Ilmu Ekonomi, Fakultas
Ekonomi dan Manajemen, Institut Pertanian Bogor.
Pada kesempatan ini penulis menyampaikan ucapan terima kasih yang
sebesar-besarnya kepada :
1. Tanti Novianti, SP, M.Si dan Lukytawati Anggraeni, SP, M.Si selaku dosen
pembimbing yang telah memberikan bimbingan baik secara teknis dalam
pembuatan skripsi ini hingga akhirnya skripsi dapat diselesaikan,
2. Ir. Wiwiek Rindayanti, M.Si atas kesediaannya untuk menjadi dosen penguji
dan memberikan saran dan perbaikan pada penelitian ini,
3. Widyastutik, SE, M.Si sebagai Tim Komisi Pendidikan atas perbaikan tata
cara penulisan skripsi ini.
4. Orang tua penulis, yaitu Ir. Sofwan Bustomi, M.Si dan Nani Indrawati serta
adik-adik penulis. Perhatian, kesabaran dan dorongan mereka sangat besar
artinya dalam proses pembuatan skripsi ini.
5. Sahabat-sahabat penulis serta pihak-pihak yang telah membantu penulis dalam
penyelesaian skripsi ini yang tidak bisa penulis sebutkan satu persatu, atas
segala dorongan dan bantuannya.

Semoga karya ini dapat bermanfaat bagi penulis dan pihak lain yang
membutuhkan.

Bogor, Februari 2006

Indri Andiani
H14101053

DAFTAR ISI
Halaman
DAFTAR TABEL ....................................................................................

DAFTAR GAMBAR................................................................................

ii

DAFTAR LAMPIRAN ............................................................................

iii

I. PENDAHULUAN ...............................................................................

1.1 Latar Belakang ..............................................................................

1.2 Perumusan Masalah ......................................................................

1.3 Tujuan Penelitian ..........................................................................

II. TINJAUAN PUSTAKA DAN KERANGKA PEMIKIRAN..........

2.1 Konsep Industri .............................................................................

2.2 Pendekatan Struktur, Perilaku dan Kinerja Industri......................

10

2.2.1 Struktur Industri ...................................................................

10

2.2.2 Perilaku Industri ...................................................................

16

2.2.3 Kinerja Industri ....................................................................

17

2.3 Kerangka Pemikiran Teoritis ........................................................

18

2.4 Kerangka Konseptual ....................................................................

23

2.5 Penelitian Terdahulu .....................................................................

24

III. METODE PENELITIAN .................................................................

27

3.1 Jenis dan Sumber Data ..................................................................

27

3.2 Metode Analisis ............................................................................

27

3.2.1 Analisis Struktur Industri .....................................................

27

3.2.2 Analisis Perilaku Industri.....................................................

28

3.2.3 Analisis Kinerja Industri ......................................................

29

3.2.4 Uji Statistik dan Ekonometrika ............................................

30

3.3 Definisi Operasional......................................................................

34

IV. GAMBARAN UMUM INDUSTRI SUSU DI INDONESIA ..........

36

4.1 Sejarah Industri Susu di Indonesia................................................

36

4.2 Gambaran mengenai Produk Susu di Indonesia............................

39

4.2.1 Gambaran Produk Susu........................................................

39

4.3 Kapasitas Industri Susu di Indonesia ............................................

44

4.4 Bahan Baku Susu .........................................................................

44

4.4.1 Perkembangan Populasi Sapi perah di Indonesia .................

45

4.4.2 Produksi susu di Indonesia....................................................

46

4.4.3 Perkembangan Impor Susu Segar di Indonesia.....................

47

4.5 Penyebaran Industri Susu di Indonesia .........................................

48

4.6 Perusahaan Susu dan Status Penanaman Modal ...........................

49

4.7 Merek Lisensi Produk Susu dalam Industri Susu di Indonesia.....

50

4.8 Kebijakan Persusuan di Indonesia ................................................

51

4.9 Profil Beberapa Perusahaan Susu di Indonesia.............................

55

4.10 Sistem Sewa Produksi (Makloon)...............................................

61

V. ANALISIS STRUKTUR-PERILAKU-KINERJA INDUSTRI SUSU


DI INDONESIA..................................................................................

62

5.1 Analisis Struktur Industri Susu ......................................................

62

5.1.1 Pangsa Pasar..........................................................................

65

5.1.2 Hambatan Masuk Pasar.........................................................

67

5.2 Analisis Perilaku Industri Susu ......................................................

72

5.2.1 Strategi Harga dan Produk ....................................................

72

5.2.2 Strategi Promosi ....................................................................

78

5.3 Analisis Kinerja Industri Susu .......................................................

80

5.4 Hubungan Struktur dan Kinerja Industri Susu ...............................

82

VI. KESIMPULAN DAN SARAN..........................................................

88

6.1 Kesimpulan ....................................................................................

88

6.2 Saran...............................................................................................

89

DAFTAR PUSTAKA ...............................................................................

91

LAMPIRAN..............................................................................................

93

DAFTAR TABEL
Nomor

Halaman

1.

Perkembangan Total Konsumsi Susu Tahun 2000-2004 ..................

2.

Perkembangan Konsumsi Susu Nasional Tahun 1998-2001 ............

3.

Jenis-jenis Struktur Utama Pasar ......................................................

11

4.

Keterkaitan Tingkat Konsentrasi Pasar dengan Kinerja ...................

20

5.

Perusahaan dalam Industri Susu Tahun 2004 ...................................

37

6.

Perkembangan Populasi Sapi Perah di Indonesia Tahun 2000-2004

45

7.

Perkembangan Produksi Susu Segar di Indonesia


Tahun 2000-2004 ..............................................................................

46

Perkembangan Impor Bahan Baku Susu di Indonesia


Tahun 2000-2004 ..............................................................................

47

9.

Penyebaran Industri Susu di Indonesia Tahun 2004 .........................

48

10.

Perusahaan dan Status Penanaman Modal Tahun 2004....................

49

8.

11. Beberapa Produsen yang Melakukan Sistem Makloon


Tahun 2004........................................................................................

61

12. Pangsa Pasar Masing-masing Perusahaan Susu Tahun 1998-2004 ..

65

13. Tingkat Konsentrasi Industri Susu di Indonesia Tahun 1998-2002..

67

14. Skala Efisiensi Minimum Industri Susu Tahun 1998-2004 ..............

69

15. Utilitas Kapasitas Produksi Industri Susu Tahun 1998-2003 ...........

70

16. Struktur Biaya Input Industri Susu Tahun 1998-2002 ......................

71

17. Harga Rata-rata Beberapa Susu Olahan Tahun 2005........................

74

18. Beberapa Produsen dan Merek Dagang Tahun 2004........................

77

19. Price Cost Marjin Industri Susu Tahun 1998-2002..........................

81

20. Efisiensi-X Industri Susu Tahun 1998-2002.....................................

82

21. Hasil Regresi Persamaan PCM Industri Susu ...................................

83

22. Uji Autokorelasi ................................................................................

85

23. Uji Heteroskedastisitas......................................................................

86

24. Uji Multikolinearitas .........................................................................

87

DAFTAR GAMBAR
Nomor

Halaman

1.

Pendekatan Struktur-Perilaku-Kinerja Pasar.....................................

22

2.

Kerangka Pemikiran Konseptual.......................................................

23

I. PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Salah

satu

tujuan

pembangunan

nasional

adalah

pembangunan

perekonomian yang maju agar terciptanya kestabilan perekonomian bangsa,


terberantasnya kemiskinan, serta meningkatkan kemakmuran dan kesejahteraan
rakyatnya. Pembangunan nasional

berkaitan erat dengan globalisasi yang

merupakan salah satu aspek pada perekonomian suatu bangsa.


Sektor

industri

mempunyai

hubungan

dengan

perkembangan

perekonomian suatu bangsa karena kemajuan sektor industri merupakan salah satu
pemicu menuju kestabilan perekonomian. Fakta yang muncul dalam perindustrian
salah satunya adalah globalisasi. Aspek globalisasi ini mempunyai tiga dimensi,
yaitu idiologi, teknologi dan pasar (aspek ekonomi). Idiologi lebih terkait kepada
suatu paham liberalisme atau juga kelembagaan. Teknologi berkaitan dengan
teknologi informasi yang maju dan pesat sehingga informasi penting mengenai
dunia internasional dapat tersebar luas dengan cepat. Pasar merupakan aspek
ekonomi yang berarti pasar bebas yang menyebabkan arus produk, jasa dan
kapital dapat dengan mudah keluar masuk dari satu negara ke negara lainnya.
Pergeseran struktur perekonomian dari basis pertanian menuju industri
mengakibatkan suatu pemikiran bahwa sektor perindustrian merupakan sektor
yang berpotensial untuk menghasilkan nilai tambah (value added) terutama bagi
banyak perusahaan. Nilai tambah tersebut dapat diperoleh dari banyak faktor
antara lain, adanya variasi produk yang beraneka ragam dan berkualitas yang

dihasilkan industri untuk menarik konsumen, teknologi modern yang digunakan


untuk menghasilkan produk, serta kapital (modal) untuk menghasilkan profit
sebesar-besarnya.
Salah satu industri yang muncul karena memberikan nilai tambah bagi
konsumen dan produsennya adalah industri susu. Dalam tahun-tahun terakhir ini
semakin maraknya persaingan antar perusahaan susu di Indonesia disebabkan oleh
perubahan perkembangan pola konsumsi masyarakat yang sudah maju.
Perkembangan pola konsumsi masyarakat terhadap produk susu dapat dilihat
melalui peningkatan total konsumsi susu pada setiap tahunnya. Pada Tabel 1
menunjukkan konsumsi susu di Indonesia pada tahun 2000-2004 secara umum
terdiri dari 17,10 persen untuk Susu Kental Manis (SKM), 75,41 persen untuk
susu bubuk dan 7,49 persen untuk jenis susu cair.
Tabel 1. Perkembangan Total Konsumsi Susu Tahun 2000-2004
Jenis
Cair
SKM
Bubuk

2000
79 120,13
177 547,36
799 293,84

Konsumsi (Setara Kiloliter Susu Segar)


2001
2002
2003
2004
84 736,02
89 622,69
95 778,32
103 579,92
189 872,32 208 541,60 217 370,63 240 708,38
853 994,63 916 150,88 949 828,80 1 033 993,60

d(%)
6,97
7,94
6,65

%
7,49
17,10
75,41

Sumber : CIC Consulting, 2005


Industri susu adalah salah satu industri yang mendapat sorotan dari
pemerintah sehubungan dengan tingkat kesehatan dan gizi masyarakat di
Indonesia. Suatu upaya yang dilakukan pemerintah terhadap industri susu adalah
pengembangan Industri Pengolahan Susu (IPS). Tujuan pengembangan Industri
Pengolahan Susu adalah untuk meningkatkan keadaan dan status gizi masyarakat
guna

meningkatkan

kesejahteraan

masyarakat

Indonesia.

Dalam

upaya

pengembangan tersebut maka peran perusahaan sebagai produsen sangat


dibutuhkan dalam menyediakan bahan pangan susu olahan berkualitas dan bergizi

tinggi dengan harga yang dapat dijangkau oleh masyarakat yang berpenghasilan
tinggi maupun berpenghasilan rendah.
Industri susu merupakan salah satu industri yang mampu memberikan
kontribusi yang cukup berarti dalam pembangunan Indonesia yaitu mampu
menyediakan produk susu yang bervariasi serta bermutu gizi tinggi. Industri susu
juga merupakan salah satu industri yang lebih mengandalkan mutu/ kualitas
tinggi. Produk susu mempunyai peranan penting dalam tubuh manusia karena di
dalam kandungan susu tersebut terdapat tambahan zat-zat gizi dan vitamin yang
berguna bagi perkembangan otak serta organ tubuh lainnya. Susu juga merupakan
salah satu sumber pembangun tubuh dan sumber energi untuk kesehatan
masyarakat.
Pada kenyataannya kebiasaan mengkonsumsi susu belum menjadi sebuah
tradisi bagi sebagian besar penduduk Indonesia (Lampiran 1). Beberapa faktor
yang menyebabkan sebagian besar penduduk Indonesia belum terbiasa
mengkonsumsi susu adalah kurangnya kesadaran diri dalam mengkonsumsi susu
serta kurangnya informasi mengenai pentingnya dari produk susu itu sendiri.
Indonesia merupakan negara berkembang yang mempunyai potensi bagi produsen
susu untuk menghasilkan dan mengembangkan produk-produk susu yang
berkualitas serta bergizi. Dengan berjalannya waktu, kesadaran masyarakat
tentang kesehatan semakin tinggi, sehingga mengakibatkan konsumsi susu dari
tahun ke tahun mengalami peningkatan. Perkembangan konsumsi susu nasional
dapat dilihat pada Tabel 2.

Tabel 2. Perkembangan Konsumsi Susu Nasional Tahun 1998-2001


Tahun

Jumlah Penduduk
(juta jiwa)

1998
1999
2000
2001

208,00
212,15
216,39
220,70

Konsumsi per
kapita
(kg/jiwa/tahun)
5,16
7,00
7,56
8,17

Konsumsi Nasional
(juta/kg)

(%)

1 073,28
1 485,05
1 635,91
1 803,12

38,37
10,16
10,22

Sumber : Gabungan Koperasi Susu Indonesia (GKSI), Departemen Perdagangan,


1998-2001
Seiring dengan berkembangnya industri susu dan

meningkatnya

permintaan akan produk susu di Indonesia maka berdirilah perusahaan-perusahaan


susu, beberapa diantaranya adalah PT Nestle Indonesia, PT Friesche Flag
Indonesia, PT Sari Husada dan PT Australia Indonesia Milk Industry. Produk
susu dapat dengan mudah ditemui di toko-toko maupun supermarket di Indonesia.
Bahkan akhir-akhir ini dengan adanya kemajuan usaha dan teknologi, berbagai
macam susu juga terdapat di kota-kota kecil.
Ada beberapa alasan pertumbuhan industri susu di Indonesia, baik ditinjau
dari segi pasar ataupun segi industri. Jika ditinjau dari segi pasar berarti dilihat
dari kepentingan konsumen yang mengkonsumsi berbagai macam produk susu.
Jika ditinjau dari segi industri berarti memperhatikan para produsen yang dalam
hal ini selaku perusahaan susu yang memproduksi susu.
Perkembangan besar industri susu ini dapat terlihat dengan semakin
pesatnya jumlah perusahaan dan produk-produk baru yang bermutu gizi tinggi
untuk meraih pangsa pasar yang lebih tinggi. Pertumbuhan industri susu yang
meningkat menyebabkan persaingan antar produsen semakin meningkat pula.
Untuk merebut perhatian konsumen susu, para produsen melakukan cara-cara
beberapa diantaranya adalah dengan peningkatan produk-produk baru dengan

adanya inovasi dari tahun ke tahun dan dilakukannya promosi berupa iklan di
televisi dan media cetak atau dilakukan di berbagai sarana pelayanan kesehatan
seperti klinik bersalin. Untuk menghadapi hal tersebut, maka perusahaan yang
bergerak di industri susu harus dapat meningkatkan nilai penjualan dan pangsa
pasarnya dalam industri. Nilai penjualan dan pangsa pasar adalah salah satu
indikator dalam menilai suatu kinerja perusahaan.
Beberapa tahun terakhir persaingan antar perusahaan susu semakin tinggi
dan ketat, terlebih lagi dengan masuknya produk susu impor ke dalam negeri.
Keadaan produsen susu dalam negeri mulai terusik dengan kehadiran beberapa
perusahaan susu yang mengkhususkan diri pada produk susu impor. Dengan
hadirnya perusahaan susu impor ini maka diperkirakan produk susu impor akan
semakin besar pada masa yang akan datang, hal ini dikarenakan pindahnya
produksi susu multi nasional ke mancanegara. Beberapa produk susu yang pada
awalnya diproduksi dengan sistem sewa produksi (makloon) di pabrik susu yang
terdapat di Indonesia secara perlahan dialihkan ke mancanegara yaitu ke Philipina
dan Singapura sehingga perpindahan produksi susu multi nasional ke
mancanegara akan mempengaruhi perkembangan industri susu dalam negeri.
Ketatnya persaingan antar perusahaan susu menyebabkan para produsen
lebih mencermati keadaan pasar, misalnya dengan mencermati segmentasi produk
berdasarkan umur seperti susu bayi, susu anak, susu dewasa dan susu ibu hamil
atau susu ibu menyusui. Kondisi permintaan pasar terhadap kandungan susu yang
sempurna untuk pertumbuhan bayi dan anak mendorong para produsen susu untuk
memproduksi susu yang mengandung high value ingredient seperti kandungan

DHA, AA, vitamin, kalsium, linoleat, linolenat dan kandungan lainnya. Oleh
karena itu kajian mengenai analisis industri susu di Indonesia cukup penting.

1.2 Perumusan Masalah


Pesatnya perkembangan industri susu menciptakan suatu kondisi dimana
setiap perusahaan saling bersaing satu sama lain melalui persaingan harga, iklan,
tekanan dari perusahaan yang baru memasuki pasar dan lain-lain. Persaingan yang
ketat merupakan kendala bagi perusahaan-perusahaan dalam mencapai target
usahanya. Dengan begitu, kendala tersebut dapat menyebabkan turunnya pangsa
pasar perusahaan, sehingga dapat mengurangi perolehan laba bagi perusahaan
tersebut.
Dengan semakin banyaknya perusahaan susu, kemungkinan adanya
persaingan tidak sehat. Adanya persaingan tidak sehat bisa saja terjadi, sebagai
contoh perusahaan melakukan praktik-praktik yang menyebabkan perusahaan
susu yang lain tidak dapat memasuki pasar, salah satunya dengan melakukan
tindakan monopoli dimana perusahaan tersebut berusaha menguasai pasar
sepenuhnya. Eksternalitas pasar memungkinkan perusahaan yang mempunyai
kekuatan pasar menggunakan kekuatan tersebut untuk menghancurkan pesaingnya
(competitor eliminator) dengan cara yang tidak adil (unfair conduct).
Berdasarkan latar belakang tersebut, beberapa permasalahan industri susu
yang muncul untuk dianalisis adalah sebagai berikut :
1. Bagaimana struktur, perilaku dan kinerja industri susu di Indonesia ?
2. Bagaimana hubungan antara struktur dan kinerja industri susu di Indonesia ?

1.3 Tujuan Penelitian


Tujuan yang ingin dicapai dalam penelitian mengenai industri susu adalah :
1. Menganalisis struktur, perilaku dan kinerja industri susu di Indonesia.
2. Menganalisis hubungan antara struktur dan kinerja industri susu di Indonesia.

II. TINJAUAN PUSTAKA DAN KERANGKA PEMIKIRAN

2.1 Konsep Industri


Konsep industri berkaitan erat dengan aspek ekonomi. Hubungan inilah
yang memunculkan suatu ilmu dalam ilmu ekonomi yang dinamakan ekonomi
industri. Ilmu ekonomi industri adalah suatu disiplin yang terus berubah dan
berkembang seiring dengan perkembangan teknologi walaupun tetap berbasis
pada teori-teori ilmu ekonomi industri terdahulu. Pada awalnya ilmu ekonomi
industri muncul sekitar tahun 1930-an. Ilmu ekonomi industri ini menjelaskan
permasalahan dalam pasar. Menurut Jaya (2001), ekonomi industri merupakan
suatu keahlian khusus dalam ilmu ekonomi yang membantu menjelaskan
mengapa pasar perlu diorganisasi dan bagaimana pengorganisasiaannya
mempengaruhi cara kerja pasar industri. Ekonomi industri menelaah struktur
pasar dan perusahaan yang secara relatif lebih menekankan pada studi empiris dari
faktor-faktor yang mempengaruhi struktur pasar, perilaku dan kinerja pasar.
Menurut Hasibuan (1993), pengertian industri terbagi menjadi dua lingkup, yaitu
mikro dan makro. Secara mikro, industri adalah kumpulan dari perusahaanperusahaan yang menghasilkan barang-barang yang homogen atau barang-barang
yang mempunyai sifat saling menggantikan (substitusi). Dari segi pembentukkan
pendapatan yang cenderung bersifat makro, industri adalah kegiatan ekonomi
yang menciptakan nilai tambah. Industri merupakan kumpulan dari perusahaan
yang sejenis. Definisi perusahaan atau usaha industri menurut Biro Pusat Statistik
(BPS, 2002) adalah suatu unit (kesatuan) usaha yang melakukan kegiatan

ekonomi, bertujuan menghasilkan barang atau jasa, terletak pada suatu bangunan
atau lokasi tertentu dan mempunyai catatan administrasi tersendiri mengenai
produksi dan struktur biaya serta ada seseorang atau lebih yang bertanggungjawab
atas usaha tersebut. Industri merupakan suatu kegiatan proses pengolahan bahan
mentah menjadi barang jadi ataupun setengah jadi (BPS, 2002).
Istilah industri merujuk pada agregasi jumlah perusahaan dalam tingkat
regional, nasional dan regional economic integration (free trade area, custom
union, common market dan economic union). Dalam ekonomi industri yang
menjadi salah satu teori dasar adalah pemahaman terhadap struktur, perilaku dan
kinerja industri, faktor-faktor permintaan dan penawaran yang mempengaruhi
industri serta kerangka kebijakan dalam industri dimana perusahaan tersebut
berada.
Konsep-konsep industri sangat penting untuk diketahui dan dipahami.
Konsep industri ini digunakan untuk mengurangi hubungan yang kompleks antara
semua perusahaan yang terlibat dalam perekonomian menjadi suatu dimensi yang
terkelola (manageable dimensions), memungkinkan untuk menurunkan suatu
himpunan yang bersifat umum dimana kita dapat meramalkan tingkah laku
kelompok yang saling bersaing yang merupakan pembentuk suatu industri serta
memberikan kerangka analisis rintangan dan insentif masuk bagi perusahaan
dalam suatu industri untuk mencapai keseimbangan output dan harga (Daryanto,
2004).

2.2 Pendekatan Struktur, Perilaku dan Kinerja Industri


2.2.1

Struktur Industri
Menurut Hasibuan (1993), pengertian struktur sering diidentikan dengan

bentuk atau format tetapi untuk istilah struktur pasar disini adalah bentuk susunan.
Struktur pasar merujuk pada jumlah dan ukuran distribusi perusahaan dalam pasar
serta mudah atau sulitnya masuk dan keluar dari pasar. Struktur pasar ini
menganalisis struktur pasar yang dipengaruhi berbagai faktor baik internal
maupun eksternal dan juga mendeskripsikan karakteristik dan komposisi pasar
dalam perekonomian. Pasar dapat diartikan sebagai suatu kelompok penjual dan
pembeli yang saling bertransaksi, mempertukarkan barang yang dapat
disubstitusikan. Melalui pengertian pasar inilah, struktur pasar dapat dinilai dan
dikaji secara mendalam.
Dalam struktur pasar dapat dijelaskan mengenai tingkat konsentrasi
industri, hambatan keluar masuk pasar, diferensiasi produk dan produk homogen,
adanya interaksi antara penjual dan pembeli serta informasi mengenai harga dan
lainnya. Hasibuan (1993) menjelaskan pula bahwa dalam struktur pasar terdapat
elemen-elemen yang menjelaskan pangsa pasar, konsentrasi dan hambatan untuk
masuk (barrier to entry).
a. Pangsa Pasar
Menurut Shepherd (1979), pangsa pasar menggambarkan besarnya tingkat
penjualan relatif perusahaan, yaitu rasio antara besarnya penjualan perusahaan
dengan total penjualan industri. Berikut ini disajikan jenis-jenis struktur utama
pasar pada Tabel 3.

Tabel 3. Jenis-jenis Struktur Utama Pasar


Ciri-ciri
Kondisi
Utama

Indeks
HirschmanHerfindahl
(IHH)
Jumlah
Produsen
Entry/ Exit
Barrier
Tipe Produk
Kekuasaan
Menentukan
Persaingan
selain Harga
Informasi
Profit
Efisiensi

Monopoli
Memiliki
100%
pangsa
pasar

Perusahaa
n
Dominan
Menguasa
i 50-100%
pangsa
pasar
tanpa
pesaing
kuat

Oligopoli
Gabungan
beberapa
perusahaa
n
terkemuka
yang
pangsa
pasarnya
60-100%

Persaingan
Monopolisti
k
Banyak
peasaing
yang efektif,
tidak
satupun
memiliki
lebih
dari
10% pangsa
pasar

Persainga
n Murni
Lebih dari
50 pesaing
yang tidak
satupun
memiliki
pangsa
pasar yang
berarti
IHH <
0.01

IHH = 1

0.25<IHH
<1

0.01<IHH
<0.18

0.01<IHH<
0.1

Satu

Banyak

Sedikit

Banyak

Sangat
tinggi

Tinggi

Tinggi

Rendah

Sangat
banyak
Sangat
rendah

Heterogen

Heterogen

Homogen
atau
Heterogen

Heterogen

Homogen

Sangat
besar

Relatif

Relatif

Sedikit

Tidak ada

Tidak ada

Besar

Besar

Besar

Tidak ada

Sangat
terbatas

Cukup
terbuka

Terbatas

Cukup
Terbuka

Terbuka

Berlebih

Berlebih

Normal

Normal

Cukup Baik

Baik

Kurang
baik
Sumber : Alistair, 2004

Kurang
baik

Agak
berlebih
Kurang
baik

Setiap perusahaan perlu mengetahui dengan pasti batas pasar operasi,


artinya banyak pasar setiap jenis produk dari perusahaan tertentu perlu diketahui.
Semua perusahaan memiliki pangsa pasarnya sendiri dan besarnya antara 0
sampai 100 persen dari total penjualan seluruh pasar. Ada hubungan antara pangsa

pasar dengan keuntungan karena dalam kenyataannya pangsa pasar merupakan


tujuan dari setiap perusahaan, dengan demikian pangsa pasar merupakan
gambaran keuntungan dari penjualan. Perusahaan dengan pangsa pasar yang baik
akan meraih keuntungan dari penjualan produk. Pola pangsa pasar yang biasanya
dijelaskan secara mendalam adalah empat perusahaan utama dari struktur pasar,
yaitu monopoli, perusahaan dominan, oligopoli ketat dan persaingan ketat.
Pada pasar monopoli memiliki pangsa pasar 100 persen yang artinya satu
produsen utama menguasai keseluruhan pangsa pasar. Jenis barang yang
diproduksi sangat beragam sehingga dapat menghasilkan profit yang sangat besar.
Dengan jumlah produsen yang hanya satu maka kekuasaan untuk menentukan
keputusan sangat besar dipegang oleh perusahaan tersebut. Hambatan untuk
masuk pasar sangat besar sehingga tingkat persaingannya sangat rendah dengan
begitu pasar dapat dikatakan kurang efisien.
Dalam perusahaan dominan dapat diketahui bahwa satu pelaku usaha yang
mendominasi pasar diantara beberapa atau banyak perusahaan dengan pangsa
pasar 50-100 persen. Hambatan untuk masuk pasar cukup tinggi namun informasi
yang dibutuhkan cukup terbuka untuk diperoleh. Pasar dominan mempunyai
efisiensi yang kurang baik.
Pasar oligopoli merupakan gabungan beberapa perusahaan terkemuka
yang memiliki pangsa pasar 60-100 persen. Barang yang dihasilkan dapat berupa
satu jenis maupun beragam jenisnya. Hambatan untuk masuk pasar tinggi dan
informasinya terbatas. Struktur pasar oligopoli kurang efisien walaupun tingkat
persaingan selain harga cukup besar.

Pada pasar persaingan murni, lebih dari 50 pesaing yang tidak satupun
memiliki pangsa pasar yang berarti. Dengan jumlah produsen yang sangat banyak
karena hambatan untuk masuk pasar yang sangat rendah yang mengakibatkan para
pesaing dengan mudah untuk keluar masuk pasar, para produsen memiliki profit
yang normal dan efisiensi yang baik.
Dari penjelasan yang ada, dapat diketahui bahwa peranan pangsa pasar
adalah sebagai sumber keuntungan bagi perusahaan. Menurut hipotesa umum
menyatakan bahwa adanya hubungan antara pangsa pasar dengan tingkat
keuntungannya. Konsep pasar mempunyai kaitan yang erat dengan penelitian ini,
maka dari itu dalam penulisan ini dibahas sedikit mengenai pasar. Pasar
merupakan kumpulan antara penjual dan pembeli yang saling mempertukarkan
barang. Menurut Shepherd (1990) pasar terbagi menjadi dua dimensi yaitu jenis
produk dan area geografis. Pasar dibatasi oleh demand conditions dimana
pengertiannya meliputi zona pilihan konsumen untuk barang tersebut.
b. Konsentrasi
Konsentrasi atau pemusatan merupakan gabungan

pangsa pasar dari

perusahaan-perusahaan oligopoli dimana mereka menyadari adanya saling


ketergantungan. Kombinasi pangsa pasar perusahaan membentuk suatu tingkat
pemusatan dalam pasar. Konsentrasi menunjukkan tingkatan dari oligopoli
dimana pangsa pasar merupakan indikator tunggal yang menunjukkan tingkatan
kekuatan monopoli dalam skala ordinal dimana membandingkan pangsa pasar
yang lebih besar atau lebih kecil pada industri yang sama. Pangsa pasar yang lebih

tinggi besarnya mengarah pada kekuatan monopoli sedangkan pangsa pasar yang
lebih kecil menunjukkan hal yang sebaliknya (Jaya, 2001).
Menurut Greer (1992), konsentrasi disebabkan oleh 5 faktor, yaitu :
1. Adanya kesempatan dan keberuntungan
2. Adanya penyebab teknis berupa :
a. Besar pasar yang dimasuki
b. Skala ekonomi
c. Kemudahan memperoleh sumber daya
d. Tingkat pertumbuhan Pasar
3. Kebijakan pemerintah yang terdiri dari :
a. Peraturan
b. Pemberian paten, lisensi, tarif dan kuota
4. Kebijakan usaha berupa :
a. Merger
b. Adanya predatory pricing/ exclusive dealing
5. Diferensiasi produk.
Indeks konsentrasi terbagi menjadi dua, yaitu indeks konsentrasi penuh
dan indeks konsentrasi parsial. Indeks konsentrasi tersebut mempunyai kelebihan
dan kelemahannya masing-masing.
1. Indeks Konsentrasi Penuh
Indeks konsentrasi penuh merupakan presentase pangsa pasar untuk
keseluruhan perusahaan dalam satu industri.

Keterbatasan :
1. Terlalu membesar-besarkan peranan perusahaan kecil
2. Berbagai proposi pasar yang dikuasai oleh perusahaan-perusahaan terbesar
diketahui, maka Indeks Herfindahl yang dihitung berdasarkan atas data ini
hanya sedikit berbeda dengan indeks yang dihitung berdasarkan sumbangan
seluruh perusahaan yang ada dalam industri tersebut.
Kelebihan :
Terletak pada kemampuannya untuk melihat ketidakseimbangan penyebaran
skala perusahaan dalam suatu industri.
2. Indeks Konsentrasi Parsial
Indeks konsentrasi parsial merupakan presentase produksi, pangsa pasar atau
ukuran-ukuran lainnya yang dikuasai oleh beberapa perusahaan besar dalam
satu industri.
Keterbatasan :
Lebih menggambarkan perusahaan-perusahaan dominan dalam industri
sehingga tidak dapat menunjukkan besarnya distribusi antar perusahaan.
Kelebihan :
Pengukuran dengan cara ini lebih relatif sederhana karena didukung oleh datadata yang tersedia.
c. Hambatan untuk Masuk (Barrierss to Entry)
Banyak pesaing bermunculan untuk berpacu dalam mencapai target
keuntungan yang diinginkan dan merebut pangsa pasar. Persaingan yang terjadi
adalah persaingan yang potensial dimana perusahan-perusahaan di luar pasar yang

mempunyai kemungkinan untuk masuk dan menjadi pesaing yang sebenarnya.


Konsep persaingan potensial dan kemudahan untuk masuk merupakan intuisi
sederhana serta telah lama digunakan. Hambatan-hambatan ini mencakup seluruh
cara dengan menggunakan perangkat tertentu yang sama (contoh : paten,
franchise) (Jaya, 2001). Pada intinya, hambatan untuk masuk mencakup segala
sesuatu yang memungkinkan terjadinya penurunan kecepatan pesaing baru.
Menurut Shepherd (1979) ada tiga hal hambatan memasuki suatu pasar,
yaitu : (1). Hambatan-hambatan timbul dalam kondisi pasar yang mendasar, baik
dalam bentuk perangkat legal maupun dalam kondisi-kondisi berubah dengan
cepat, (2). Hambatan yang terbagi dalam beberapa tingkatan yaitu hambatan
rendah, sedang serta tinggi dan (3). Hambatan merupakan sesuatu yang kompleks.
Shepherd (1979) juga mengemukakan dua jenis hambatan, yaitu hambatan
eksogen dan hambatan endogen. Hambatan eksogen merupakan hambatan untuk
masuk ke dalam pasar yang bersifat dari luar perusahaan. Hambatan eksogen ini
terdiri dari modal (capital requirements), skala ekonomi, diferensiasi produk,
difersifikasi intensitas penelitian dan pengembangan, investasi yang besar dan
integritas vertikal. Hambatan endogen dapat berupa kebijakan harga dari establish
firm, strategi penguasaan produk, strategi penguasaan bahan baku, strategi
pemasaran produk dan image dari loyalitas merek suatu produk itu sendiri.
2.2.2

Perilaku Industri
Perilaku biasanya mengacu pada tingkah laku (tindakan atau aksi)

perusahaan dalam suatu pasar, keputusan yang mereka buat dan cara di mana
keputusan itu dibuat (Daryanto, 2004). Menurut teori ekonomi industri, perilaku

industri menganalisis tingkah laku serta penerapan strategi yang digunakan oleh
perusahaan dalam suatu industri untuk merebut pangsa pasar dan mengalahkan
pesaingnya. Perilaku industri ini terlihat dalam penentuan harga, promosi,
koordinasi kegiatan dalam pasar dan juga dalam kebijaksanaan produk. Perilaku
terbagi menjadi tiga jenis antara lain, perilaku dalam strategi harga, perilaku
dalam strategi produk dan perilaku dalam strategi promosi.
Dalam perilaku pasar dapat dijelaskan mengenai harga dan jumlah yang
ditetapkan oleh perusahaan, kolusi dan persaingan yang terjadi antara perusahaan,
diskriminasi harga, diferensiasi produk, pengeluaran iklan dan promosi serta
pengeluaran riset dan pengembangan.
2.2.3

Kinerja Industri
Hasibuan (1993) mengemukakan bahwa kinerja pasar atau industri adalah

hasil kerja yang dipengaruhi oleh struktur dan perilaku industri. Menurut para
ekonom, kinerja pasar biasanya memusatkan pada tiga aspek pokok yaitu
efisiensi, kemajuan teknologi dan keseimbangan dalam distribusi.
a. Efisiensi
Efisiensi adalah menghasilkan suatu nilai output yang maksimum dengan
menggunakan sejumlah input tertentu. Baik secara kuantitas fisik maupun nilai
ekonomis (harga). Efisiensi terdiri dari dua kategori, yaitu efisiensi internal dan
efisiensi pengalokasian. Efisiensi internal biasanya menggambarkan perusahaan
yang dikelola dengan baik, menggambarkan usaha yang maksimum dari para
pekerja dan menghindari kejenuhan dalam pelaksanaan jalannya perusahaan.
Sedangkan efisiensi alokasi menggambarkan sumber daya ekonomi yang

dialokasikan sedemikian rupa sehingga tidak ada lagi perbaikan dalam


berproduksi yang dapat menaikkan nilai dari output.
b. Kemajuan Teknologi
Melalui penemuan dan pembaharuan teknologi, orang dapat membuat
suatu karya yang baru serta meningkatkan produktivitas suatu produksi barang
yang telah ada. Kemajuan teknologi dapat berpengaruh pada produksi, biaya dan
harga (Jaya, 2001).
c. Keadilan (Equity)
Keadilan dalam pendistribusian sangat erat kaitannya dengan efisiensi
dalam

pengalokasian.

Keadilan

mempunyai

tiga

dimensi

pokok

yaitu

kesejahteraan, pendapatan dan kesempatan. Kesejahteraan dan pendapatan


berkaitan dengan nilai uang. Kesempatan berkaitan dengan peluang yang dimiliki
setiap orang.
Kinerja pasar atau industri dapat juga dilihat dari pola keuntungan yang
didapat dari perusahaan-perusahaan dalam industri. Pola keuntungan ini
digambarkan melalui Price-Cost Margin (PCM).

2.3 Kerangka Pemikiran Teoritis


Dalam teori ekonomi industri dijelaskan suatu pola yang disebut structureconduct-performance. Perekonomian di suatu negara tersusun dari kumpulan
pasar-pasar individual yang berjumlah banyak, dimana masing-masing pasar
tersebut memiliki ciri-ciri tersendiri, baik dari segi struktur, perilaku ataupun
kinerjanya. Penting sekali untuk memperhatikan struktur, perilaku dan kinerja

dalam hal memahami kerumitan yang terjadi di pasar terutama pada pasar
oligopoli. Pada pola tersebut, struktur pasar suatu industri diasumsikan
mempengaruhi tingkah laku perusahaan yang ada di dalamnya dan pada akhirnya
akan mempengaruhi kinerja. Dalam metode structure-conduct-performance
terdapat empat komponen, yaitu :
a. Kondisi dasar (Basic condition) yang menggambarkan kondisi permintaan dan
kondisi penawaran suatu produk.
b. Struktur pasar (Market structure) menganalisis berbagai faktor internal dan
eksternal dari suatu pasar, baik itu ukuran distribusi dari perusahaan (pangsa
pasar dan konsentrasi), rintangan masuk keluar pasar maupun elemen-elemen
lainnya.
c. Perilaku pasar (Market conduct) menganalisis tingkah laku perusahaan dalam
suatu pasar, serta pengambilan keputusan yang mereka buat meliputi
kerjasama dengan pesaing, staretegi melawan pesaing dan advertensi.
d. Kinerja pasar (Market performance) berhubungan dengan efisiensi dalam
pengalokasian, kemajuan teknologi serta keseimbangan dalam distribusi.
Pola hubungan struktur-perilaku-kinerja dapat dibagi menjadi beberapa
pandangan yaitu, pandangan Klasik, pandangan Chicago UCLA School,
pandangan Behaviourist dan pandangan Potensial Competition. Pandangan klasik
menerangkan bahwa struktur pasar mempengaruhi perilaku dan pada akhirnya
perilaku akan mempengaruhi kinerja. Pandangan Chicago UCLA School
menyatakan bahwa tingkat efisiensi relatif suatu perusahaan merupakan salah satu
faktor penentu posisi perusahaan di dalam pasar dan perilaku perusahaan yang

mampu berproduksi lebih efisien dalam menghasilkan profit yang besar.


Pandangan Behaviourist menerangkan bahwa perilaku perusahaan merupakan
determinan yang lebih kuat dibandingkan dengan struktur. Pandangan Potential
Competition merupakan pandangan baru mengenai pola struktur-perilaku-kinerja
yang dijelaskan melalui teorinya Baumol (1982) mengenai contestable market.
Menurut teori Struktur-Perilaku-Kinerja terdapat suatu hubungan antara
struktur dan kinerja industri. Berikut ini digambarkan keterkaitan antara struktur
pasar melalui tingkat konsentrasi dan kinerja perusahaan yang berpengaruh pada
profit perusahaan.
Tabel 4. Keterkaitan Tingkat Konsentrasi Pasar dengan PCM
PCM
Tinggi
Rendah
Teori kekuasaan pasar/
Contestable Market/
Tinggi
hipotesis efisiensi
inefisiensi
CR/ HHI
Teori kekuasaan/
Rendah
Hipotesis efisiensi
inefisiensi
Sumber : Nurdianto, 2004
Pada Tabel 4, dijelaskan bahwa jika PCM dan tingkat konsentrasi tinggi,
maka teori yang berlaku di sini adalah teori kekuasaan pasar atau hipotesis
efisiensi. Apabila PCM tinggi dan tingkat konsentrasi rendah maka menunjukkan
hipotesis efisiensi saja yang berlaku. PCM rendah dan tingkat konsentrasi tinggi
menyebabkan contestable market dan inefisiensi yang artinya teori kekuasaan
pasar dan hipotesis efisiensi tidak berlaku. PCM dan tingkat konsentrasi rendah
maka teori kekuasaan pasar berlaku dan terjadinya inefisiensi dalam industri.
Yang dimaksud dengan teori kekuasaan pasar di sini adalah adanya kekuasaan
pasar pada tingkat konsentrasi yang tinggi yang menyebabkan

perolehan

keuntungan yang semakin besar. Hipotesis efisiensi menyatakan bahwa

perusahaan yang efisien, efektif serta inovatif yang mampu meningkatkan


konsentrasi suatu perusahaan dan meraih keuntungan besar.
Kondisi dasar merupakan aspek-aspek pembentuk jenis pasar atau industri.
Kondisi pasar menggambarkan suatu pasar dari sisi permintaan dan sisi
penawaran. Sisi penawaran meliputi bahan baku, teknologi, ketahanan produk,
nilai atau berat, sikap bisnis dan organisasi buruh. Faktor-faktor yang ada dalam
sisi permintaan adalah elastisitas, tingkat pertumbuhan, substitusi, tingkat
pemasaran, cara pembelian dan sifat-sifat siklis dan musiman.
Dalam struktur pasar dapat dilihat jumlah pembeli, skala pembeli,
diferensisi produk, kondisi entry, konglomerasi, jumlah penjual, kondisi ongkos,
integrasi vertikal, integrasi horizontal serta organisasi buruh. Perilaku dapat
dijelaskan melalui strategi harga, strategi produk, paksaan, taktik legal, advertensi
serta penelitian dan inovasi. Kinerja industri dinilai dari efisiensi alokatif, efisiensi
teknis, kemajuan teknologi, pemerataan, kualitas produk, kesempatan kerja dan
profit (Gambar 1). Kinerja perusahaan susu dapat digambarkan oleh PCM.
Adapun sekilas gambaran mengenai pendekatan structure-conductperformance pasar berikut pada Gambar 1.

Kondisi Dasar
Sisi Permintaan
Elastisitas
Tingkat Pertumbuhan
Substitusi
Tipe Pemasaran
Cara Pembelian
Sifat-sifat Siklis dan Musiman

Sisi Penawaran
Bahan Baku
Teknologi
Ketahanan Produk
Nilai atau Berat
Sikap Bisnis
Organisasi Buruh

Struktur
Jumlah Pembeli
Skala Pembeli
Diferensiasi Produk
Kondisi Entry
Konglomerasi
Jumlah Penjual
Kondisi Ongkos
Integrasi Vertikal
Integrasi Horizontal
Organisasi Buruh

Perilaku
Strategi Harga
Strategi Produk
Paksaan
Taktik Legal
Advertensi
Penelitian dan Inovasi

Kinerja
Efisiensi Alokatif
Efisiensi Teknis
Pemerataan
Kemajuan Teknologi
Kualitas Produk
Kesempatan Kerja
Profit
Sumber : Scherer, 1974
Gambar 1. Pendekatan Stuktur-Perilaku-Kinerja Pasar

2.4 Kerangka Konseptual


Perkembangan industri susu akan dipengaruhi beberapa faktor yaitu, era
globalisasi dan perubahan pola konsumsi masyarakat Indonesia. Era Globalisasi
berhubungan dengan kemajuan teknologi dan pasar bebas dimana terjadinya
persaingan usaha tanpa hambatan-hambatan pasar yang dibatasi tarif ataupun
beberapa peraturan lainnya. Perubahan pola konsumsi masyarakat terhadap
produk susu turut mempengaruhi perkembangan industri susu dimana perubahan
pola konsumsi masyarakat yang sudah maju mendorong kinerja industri susu
untuk tumbuh dan berkembang lebih baik lagi. Berikut ini digambarkan bagan
kerangka konseptual dari industri susu.
Globalisasi
Pasar Bebas
Kemajuan Teknologi

Pola Konsumsi dan


Permintaan Susu

Industri Susu

Struktur
Pangsa Pasar
Konsentrasi
Hambatan Masuk

Perilaku
Strategi Harga dan
Produk
Strategi Promosi

Kinerja
Price Cost Margin
Efisiensi
Utilisasi kapasitas
produksi

Persaingan pada
Industri Susu di Indonesia
Gambar 2. Bagan Kerangka Konseptual

Tingkat keuntungan merupakan motivasi dasar dari perusahaan, maka


tingkat keuntungan merupakan salah satu ukuran dalam mengukur kinerja suatu
perusahaan. Keberhasilan meningkatkan kinerja akan berpengaruh pada
keuntungan yang diraih oleh suatu perusahaan, sehingga antara struktur dan
kinerja akan berhubungan satu sama lain. Pada akhirnya hal tersebut akan
mempengaruhi perilaku perusahaan yang terjadi dalam persaingan usaha
perusahaan susu.

2.5 Penelitian Terdahulu


Penelitian

yang

dilakukan

Setiawan

(1992)

tentang

Analisis

Pengembangan Produk Baru Susu Bubuk Instan Alpha. Hasil penelitian


Setiawan (1992) menyimpulkan bahwa variabel-variabel yang dipertimbangkan
responden dalam memilih dan membeli susu bubuk instan diperoleh melalui
kualitas produk, distribusi produk, harga susu serta program promosi dari produk
susu itu sendiri, hasil penilaian dari variabel mengenai keputusan untuk
memproduksi produk susu bubuk Alpha adalah harga murah, rasa susu biasa
dan kekentalan, kelarutan dan nutrisi bagus. Model yang digunakan untuk
menganalisis penelitian ini adalah Analytic Hierarchis Process (AHP).
Penelitian berikutnya dilakukan oleh Wihanasari (1993) mengenai Analisis
Pengadaan Bahan Baku dan Nilai Tambah Pengolahan Susu pada PT Australia
Indonesian Milk Industries, Jakarta. Hasil kesimpulan penelitian Wihanasari
(1993) adalah bahan baku yang digunakan PT Indomilk adalah susu segar, susu
bubuk skim dan lemak susu, dari analisis nilai tambah diketahui jenis susu olahan

yang memberikan nilai tambah dan keuntungan terbesar per kilogram bahan baku
adalah susu pasteurisasi serta pola kebutuhan susu segar dan susu bubuk skim di
PT Indomilk cenderung meningkat setiap tahunnya dengan kecenderungan
peningkatan pemakaian susu segar lebih besar daripada susu bubuk skim. Model
yang digunakan untuk menganalisis penelitian ini adalah Analisis Peramalan,
Analisis Pengendalian Persediaan serta Analisis Nilai Tambah (Metode Hayami).
Penelitian Rahmad (1993) tentang Strategi Bauran Produk dan Bauran
Harga dalam Pemasaran Susu Pateurisasi pada PT Australia Indonesian Milk
Industries. Penelitian yang dilakukan oleh Rahmad (1993) menyimpulkan bahwa
pengembangan produk melalui diversifikasi dan pengembangan kegunaan,
peranan strategi harga untuk meningkatkan pangsa pasar kurang begitu ditekankan
karena persaingan yang terjadi di pasar adalah persaingan non harga, harga yang
ditetapkan PT Indomilk adalah harus di atas harga pesaing untuk mengembangan
citra produk yang bermutu tinggi serta peningkatan kegunaan susu pasteurisasi
dilakukan untuk menerobos pasar yang belum dijangkau. Metode analisis data
yang digunakan adalah Metode Tabulasi Langsung serta model yang digunakan
dalam penelitian adalah Analisis Titik Impas (Break Event Point).
Kusuma (1997) melakukan penelitian tentang Ekspor-Impor Susu Olahan
Indonesia

di

Pasaran

Internasional.

Hasil

penelitian

Kusuma

(1997)

menyimpulkan bahwa ekspor produk susu dalam laju pertumbuhan volume dan
nilai ekspor berfluktuasi dari tahun ke tahun dan cenderung menurun, impor susu
dalam laju pertumbuhan volume dan nilai impor cenderung stabil, penduduk
daerah pedesaan dan perkotaan paling banyak mengkonsumsi susu kental manis

serta pemasaran produk susu olahan memiliki prospek cukup baik di pasar
domestik.
Penelitian selanjutnya Primaswari (2001) tentang Optimalisasi Produksi
Susu Kental Manis pada PT Friesche Vlag Indonesia, Jakarta. Dalam penelitian
Primaswari (2001) menyimpulkan bahwa dari semua susu segar yang akan diolah
oleh PT FVI mengalami proses pasteurisasi, tingkat produksi susu kental manis
pada PT FVI selama periode Februari-April 2000 belum optimal dan dengan
berproduksi pada tingkat optimalnya, PT FVI dapat memperoleh pendapatan yang
lebih tinggi daripada kondisi aktualnya.
Ada beberapa perbedaan penelitian terdahulu dengan penelitian yang
dilakukan oleh penulis. Penelitian yang dilakukan Setiawan (1992), Wihanasari
(1993), Rahmad (1993), Kusuma (1997) dan Primaswari (2001) menggunakan
variabel, metode analisis dan tujuan penelitian yang berbeda dengan penulis
dimana penulis menggunakan variabel PCM, CR4, produktivitas, efisiensi-X dan
growth serta metode analisis yang digunakan adalah metode analisis struktur,
perilaku dan kinerja industri. Tujuan penelitian yang dilakukan oleh penulis
adalah untuk menganalisis struktur, perilaku dan kinerja industri susu di Indonesia
serta menganalisis hubungan antara struktur dan kinerja industri susu di
Indonesia. Terdapat persamaan antara penelitian terdahulu dengan penelitian
penulis adalah mempunyai kesamaan dalam meneliti produk susu dari perusahaan
susu, tetapi penulis lebih meneliti produk susu secara global yang dihasilkan dari
seluruh perusahaan dalam industri susu.

III. METODE PENELITIAN

3.1

Jenis dan Sumber Data


Jenis data yang digunakan adalah data sekunder time series (data deret

waktu) tahun 1983-2002. Data yang digunakan dalam penelitian ini adalah data
yang diperoleh dari Biro Pusat Statistik (BPS), Departemen Perdagangan,
Departemen Perindustrian, CIC Consulting, Gabungan Koperasi Susu Indonesia
(GKSI), beberapa perpustakaan dan hasil penelitian terdahulu. Data yang diolah
adalah data Rasio Konsentrasi Empat (CR4) perusahaan terbesar, produktivitas,
X-efisiensi biaya serta growth (tingkat pertumbuhan barang).

3.2 Metode Analisis


Model analisis yang digunakan untuk meneliti perkembangan industri susu
di Indonesia adalah dengan menggunakan pendekatan Struktur-Perilaku-Kinerja.
3.2.1 Analisis Struktur (Structure) Industri
Untuk mengetahui struktur industri susu di Indonesia digunakan alat
analisis Rasio Konsentrasi empat perusahaan terbesar (CR4). Rasio konsentrasi
yang standar memerlukan data mengenai ukuran pasar secara keseluruhan dan
ukuran perusahaan-perusahaan yang memimpin pasar terutama empat perusahaan
terbesar yang menguasai pasar. Untuk mengetahui rasio konsentrasi, terlebih
dahulu menghitung pangsa pasar. Pangsa pasar adalah perbandingan jumlah
penjualan dari perusahaan susu terbesar terhadap total penjualan industri susu di

Indonesia. Rasio Konsentrasi adalah penjumlahan dari konsentrasi empat


perusahaan terbesar.
4
CR4 = msi

(1)

i=1
Keterangan :
CR4

Rasio kosentrasi empat perusahaan terbesar susu di Indonesia

msi

Persentase pangsa pasar dari perusahaan ke-i

Dalam mengikuti perkembangan industri, dapat dilihat juga melalui


hambatan masuk pasar. Yang dimaksud dengan hambatan masuk pasar dapat
dilihat dengan banyak pesaing bermunculan untuk berpacu dalam mencapai target
keuntungan yang diinginkan dan merebut pangsa pasar. Persaingan yang terjadi
adalah persaingan yang potensial dimana perusahan-perusahaan di luar pasar yang
mempunyai kemungkinan untuk masuk dan menjadi pesaing yang sebenarnya.
Dengan adanya kesempatan dan peluang dalam melakukan usaha bisnis
memungkinkan banyak perusahaan baru yang masuk untuk menguasai pasar.
Untuk melihat hambatan masuk ini adalah dengan mengukur skala ekonomis
melalui output perusahaan.

MES = Output perusahaan terbesar


Output Total

(2)

3.2.2 Analisis Perilaku (Conduct) Industri


Analisis deskriptif digunakan untuk memperoleh gambaran secara
mendalam dan obyektif mengenai perilaku industri susu di Indonesia berdasarkan
observasi atas data primer dan data sekunder yang diperoleh melalui survei dan
penelitian kepustakaan. Dalam perilaku dibahas secara selintas adanya diferensiasi
produk yang terjadi pada perusahaan susu mengenai produk yang bervariasi yang
terdiri dari produk baru dan produk yang sudah ada dan analisis terhadap peranan
advertensi.
Proses observasi yang dilakukan dengan mengambil contoh empat
perusahaan susu yang mempunyai pangsa pasar terbesar. Ada tiga komponen
utama yang akan diteliti, yaitu :
1. Persaingan harga jual antara perusahaan susu.
2. Jenis produk barang yang ditawarkan.
3. Promosi penjualan barang.
3.2.3 Analisis Kinerja (Performance) Industri
Analisis kinerja yang dilakukan untuk menganalisis kinerja industri susu
adalah dengan menggunakan model Price Cost Margin (PCM). PCM ini
digunakan untuk mengetahui hubungan struktur pasar terhadap kinerja
perusahaan. Adapun kajian mengenai variabel-variabel bebas adalah sebagai
berikut :
PCM =

Nilai tambah upah


Nilai barang yang dihasilkan

(1)

4
Pangsa Pasar (CR4) = msi

(2)

i=1
Produktivitas =

Nilai Output

(3)

Nilai Input Tenaga Kerja


Efisiensi-X =

Nilai tambah industri

(4)

Nilai Input
Growth =

Nilai barang dihasilkan tahun t nilai barang dihasilkan tahun t 1

(5)

Nilai barang dihasilkan tahun t 1

Persamaan yang akan diestimasi adalah :


PCMt = bo + b1CR4t + b2Prodt +b3XEfft +b4Growtht+ Ut
Keterangan :
PCM
CR4
Prod
XEff
Growth
U
bo
b1, b2, b3, b4
t

=
=
=
=
=
=
=
=
=

Proksi keuntungan perusahaan (persen)


Konsentrasi empat perusahaan susu terbesar (persen)
Produktivitas (persen)
Extra Efisiensi (persen)
Tingkat pertumbuhan barang (persen)
Unsur sisa (galat)
Intersep, merupakan besaran parameter
Nilai dugaan besaran parameter.
tahun ke-t

Price Cost Margin (PCM) merupakan indikator yang digunakan untuk


mengukur kinerja industri susu. Four Concentration Ratio (CR4) adalah alat untuk
mengukur besarnya konsentrasi penjualan empat perusahaan terbesar dalam total
pendapatan penjualan dari industri susu. Produktivitas (Prod) adalah perbandingan
antara nilai output dan nilai input tenaga kerja. Extra Efisiensi (XEff) merupakan
kemampuan industri susu untuk menghasilkan nilai tambah terhadap biaya input

perusahaan. Efisiensi ini biaya diukur dengan menggunakan perbandingan antara


nilai tambah industri dengan biaya input. Growth adalah pertumbuhan nilai
barang yang dihasilkan.
3.2.4

Uji Statistik dan Ekonometrika


Analisis ini menggunakan metode statistik. Pengujian-pengujian yang

dilakukan menggunakan uji statistik terhadap model penduga melalui uji F dan
pengujian untuk parameter-parameter regresi melalui uji t serta melihat berapa
persen variabel bebas yang dijelaskan oleh variabel-variabel bebas terikatnya
melalui koefisien determinan (R2). Uji ekonometrika yang digunakan adalah uji
autokorelasi, uji multikolinear, serta uji heteroskedastisitas. Sebelum semua
pengujian dilakukan maka dilakukan terlebih dahulu uji stasioner terhadap data
time series untuk menghindari terjadinya regresi palsu. Pengujian stasioner ini
dapat dilakukan melalui uji unit root yang dilakukan dengan bantuan komputer.
a. Uji F
Pengujian ini dilakukan untuk mengetahui apakah model penduga yang
diajukan sudah layak untuk menduga parameter yang ada dalam fungsi. Uji F ini
juga dapat diartikan pengujian yang digunakan untuk mengetahui bagaimanakah
pengaruh seluruh variabel independen terhadap variabel dependennya.
Hipotesis :
H0 : b1 = b2 = ... = bi = 0 (tidak ada variabel independen yang berpengaruh
terhadap variabel dependen)
H1 : minimal ada salah satu bi 0 (ada variabel independen yang berpengaruh
terhadap variabel dependen)

Kriteria uji :
Probability F-Statistic < taraf nyata (), maka tolak H0 dan simpulkan minimal
ada variabel independen yang mempengaruhi variabel dependennya.
Probability F-Statistic > taraf nyata (), maka terima H0 dan simpulkan tidak ada
variabel independen yang mempengaruhi variabel dependennya.
b. Uji t
Pengujian ini bertujuan untuk mengetahui tingkat signifikan variabel bebas
atau untuk menguji secara statistik apakah regresi dari masing-masing variabel
independen yang dipakai secara terpisah berpengaruh nyata atau tidak terhadap
variabel dependen.
Hipotesis :
H0 : b1 = b2 = ... = bi = 0 (variabel independen-i tidak mempengaruhi variabel
dependen)
H1 : bi 0 atau bi < 0 atau bi > 0 (variabel independen-i mempengaruhi variabel
dependen)
Kriteria uji :
Probability t-statistic < , maka tolak H0 dan simpulkan variabel independen-i
berpengaruh secara signifikan terhadap variabel dependennya.
Probability t-statistic > , maka terima H0 dan simpulkan bahwa variabel
independen-i tidak mempengaruhi variabel dependennya secara signifikan.
c. Uji Autokorelasi
Suatu model dikatakan baik jika telah memenuhi asumsi tidak terdapat
gejala autokorelasi. Uji autokorelasi bertujuan untuk menguji apakah hasil

estimasi model tidak mengandung korelasi serial di antara disturbance term. Pada
program E-Views, uji autokorelasi dilakukan dengan melihat probability Obs*Rsquared pada uji Breusch-Godfrey Correlation LM.
Hipotesis :
H0 : = 0
H1 : 0
Kriteria Uji :
Probability Obs*R-Squared < , maka tolak H0
Probability Obs*R-Squared > , maka terima H0
Jika H0 ditolak maka terjadi autokorelasi (positif atau negatif) dalam model.,
sebaliknya jika H0 diterima maka tidak ada autokorelasi dalam model.
d. Uji Heteroskedastisitas
Suatu fungsi dikatakan baik apabila memenuhi asumsi homoskedastisitas
(tidak terjadi heteroskedastisitas) atau memenuhi ragam error yang sama. Gejala
adanya heteroskedastisitas dapat ditujukan oleh probability Obs*R-Squared pada
uji White Heteroskedastisitas.
Hipotesis :
H0 : = 0
H1 : 0
Kriteria uji :
Jika H0 ditolak, maka terdapat gejala heteroskedastisitas pada model. Sebaliknya
jika H0 diterima, maka pada model tidak terdapat gejala heteroskedastisitas.

e. Uji Multikolinearitas
Asumsi lainnya yang harus dipenuhi adalah tidak terdapat gejala
multikolinearitas di dalam suatu model regresi, yaitu adanya kolerasi yang kuat
pada sesama variabel bebas (eksogen). Uji Multikolinearitas ini dilakukan dengan
melihat koefisien korelasi antar variabel eksogen yang terdapat pada matriks
korelasi. Jika terdapat korelasi yang lebih besar dari 0.8, maka terdapat gejala
multikolinearitas.

3.3

Definisi Operasional
Analisis Struktur Perilaku Kinerja menggunakan berbagai macam variabel

yang didefinisikan antara lain :


1. Concentration Ratio (CR4) merupakan alat untuk mengukur besarnya
konsentrasi penjualan empat perusahaan terbesar dalam total pendapatan
penjualan dari industri susu.
2. Produktivitas merupakan produktivitas yang dihasilkan oleh industri susu.
3. Extra Efisiensi (XEff) merupakan kemampuan industri susu untuk
menghasilkan nilai tambah terhadap biaya input perusahaan. Efisiensi ini
biaya diukur dengan menggunakan perbandingan antara nilai tambah industri
dengan biaya input.
4. Growth adalah pertumbuhan nilai barang yang dihasilkan.

Terdapat istilah-istilah yang terkait dalam pengolahan data menurut Biro


Pusat Statistik (2002) antara lain :
1. Input adalah biaya antara dalam proses industri yang berupa biaya bahan baku,
bahan bakar, barang lainnya di luar bahan baku atau bahan penolong, jasa
industri, sewa gedung dan biaya jasa non industri.
2. Output adalah nilai keluaran yang dihasilkan dari proses kegiatan industri
yang berupa barang yang dihasilkan, tenaga listrik yang dijual, jasa industri,
keuntungan jual beli, penambahan stok barang setengah jadi dan penerimaan
lain.
3. Value Added adalah besarnya output dikurangi besarnya nilai input.
4. Produktivitas adalah output dibagi dengan jumlah tenaga kerja yang dibayar
atau value added dibagi dengan jumlah tenaga kerja yang dibayar.
5. Efisiensi produksi merupakan rasio input terhadap output.

IV. GAMBARAN INDUSTRI SUSU DI INDONESIA

Perkembangan industri susu di Indonesia sudah cukup berkembang pesat,


hal ini dapat diketahui melalui banyak perusahaan susu yang terlibat di dalamnya.
Industri susu di Indonesia terdiri dari banyak perusahaan susu yang cukup
kompeten untuk bersaing.
4.1

Sejarah Industri Susu di Indonesia


Perkembangan industri susu di Indonesia yang sudah cukup lama berawal

dari berdirinya PT Sari Husada pada tahun 1954 di Indonesia. PT Sari Husada ini
berdiri karena adanya kerjasama antara pemerintah Indonesia dengan Unicef
(PBB) sebagai perwujudan dari program bantuan sosial dunia bagi negara-negara
yang sedang berkembang dengan nama perusahaan NV Saridele.
Berikutnya pada tahun 1967, berdirilah perusahaan susu yang bernama PT
Australia Indonesia Milk Industry (PT Indomilk). Pada mulanya, perusahaan ini
berdiri karena adanya kerjasama antara Australia dengan Indonesia dalam bentuk
usaha patungan (joint venture). PT Indomilk ini merupakan pioneer industri susu
yang menghasilkan jenis Susu Kental Manis (SKM) di Indonesia.
Kedua perusahaan susu ini berkembang baik di Indonesia dengan diikuti
oleh berdirinya perusahaan-perusahaan susu lainnya. Berdirinya perusahaanperusahaan susu di Indonesia cukup mempengaruhi pasar dalam negeri dan
tingkat gizi masyarakat. Pada kenyataannya, Indonesia yang mempunyai jumlah
penduduk lebih dari 200 juta jiwa, mempunyai pasar yang cukup potensial untuk
memproduksi komoditi susu. Potensi pasar yang besar ini mendorong perusahaan-

perusahaan masuk ke dalam sektor industri susu. Menurut CIC Consulting (2005),
ada 34 perusahaan yang berdasarkan produksi dan kepemilikan merek dapat
dikategorikan ke dalam empat kelompok, yaitu perusahaan produsen pemegang
merek (18 perusahaan), perusahaan pemegang merek non produsen (6
perusahaan), perusahaan pabrikan (4 perusahaan) dan perusahaan importir murni
(6 perusahaan).
Tabel 5. Perusahaan dalam Industri Susu, 2004
Kelompok
1. Produsen Pemegang
Merek

2. Produsen Non
Pemegang Merek
3. Pemegang Merek Non
Produsen

4. Perusahaan Importir
Murni

Nama Perusahaan
1. PT Cita Nasional
2. PT Danone Dairy Indonesia
3. PT Diamond Cold Storage
4. PT Fajar Taurus
5. PT Friesche Flag Indonesia
6. PT Gizindo Prima Nusantara
7. GKSI (PT Industri Susu Alam Murni)
8. PT Greenfields Indonesia
9. PT Indomilk
10. Koperasi Peternak Bandung Selatan (KPBS)
11. PT Mirota KSM
12. PT Nestle Indonesia
13. PT Netania Kasih Karunia
14. PT Nutricia Indonesia Sejahtera
15. PT Nutrifood Indonesia
16. PT Shangyang Perkasa
17. PT Sari Husada
18. PT Ultra Jaya Milk Industry
1. PT Foremost Indonesia
2. PT Indolakto
3. PT Sugizindo
4. PT Ultrindo Inti Jaya
1. PT Abbot Indonesia
2. PT Mead Johnson Indonesia
3. PT New Zealand Milk Indonesia
4. PT Tempo Scan Pasifik
5. PT Tiga Raksa Satria
6. PT Wyeth Indonesia
1. PT Madusari Nusa Persada
2. PT Mexindo Mitra Perkasa
3. PT Panen Lestari Utama
4. PT Protara Boga Indonesia
5. PT Sukanda Jaya
6. PT Tri Cipta Candra

Sumber : CIC Consulting, 2005

Pada Tabel 5, perusahaan produsen pemegang merek merupakan


perusahaan yang memiliki fasilitas produksi susu, termasuk perusahaan merek
yang mengemas produknya di Indonesia. Beberapa perusahaan lainnya adalah PT
Friesche Flag Indonesia, PT Indomilk, PT Ultra Jaya Milk Industry dan PT
Nestle Indonesia. Dari perusahaan-perusahaan tersebut, beberapa diantaranya
mampu menghasilkan produk susu jenis susu cair, susu bubuk dan SKM. Dan
perusahaan lainnya hanya mengkhususkan pada satu jenis susu saja.
Perusahaan produsen non pemegang merek adalah perusahaan yang hanya
memproduksi susu untuk perusahaan lain dan tidak memiliki merek dagang.
Perusahaan yang berjumlah empat perusahaan ini beralifiasi dengan perusahaan
pemegang merek dagang yang sudah exist. PT Indolakto dan PT Ultrindo
beralifiasi dengan PT Indomilk, PT Foremost Indonesia beralifiasi dengan PT
Friesche Flag Indonesia, PT Sugizindo beralifiasi dengan PT Sari Husada (CIC
Consulting, 2005).
Kelompok ketiga adalah perusahaan pemegang merek non produsen yaitu
perusahaan yang memproduksi produknya di perusahaan lain dengan sistem sewa
produksi (makloon) dan atau yang mengimpor produknya dari mancanegara.
Perusahaan-perusahaan yang tergabung dalam kelompok ini terdiri dari enam
perusahaan.
Kelompok terakhir adalah perusahaan importir murni. Perusahaan ini
adalah perusahaan importir umum yang mengimpor dan memasarkan produk
susu. Perusahaan jenis ini terdiri dari enam perusahaan.

4.2

Gambaran mengenai Produk Susu di Indonesia

4.2.1 Gambaran Produk Susu


Susu merupakan produk bahan pangan pelengkap yang bergizi tinggi.
Selain itu, susu juga merupakan salah satu sumber pembangun tubuh dan sumber
energi baik itu untuk kesehatan yang sangat dibutuhkan masyarakat. Dalam slogan
Empat Sehat Lima Sempurna dikatakan bahwa susu merupakan unsur kelima
dari kelengkapan gizi masyarakat.
Berdasarkan Badan Pemeriksa Obat dan Makanan (BPOM), susu olahan
adalah produk lanjutan dari susu segar yang mengalami proses penambahan atau
pengurangan komponen, juga boleh ditambah dengan bahan tambahan makanan
lain. Selain itu, susu juga mengalami proses pemanasan atau pendinginan, iradiasi
atau perlakuan fisik lainnya.
Menurut Ressang dan Nasution dalam Primaswari (2001) dikatakan bahwa
susu merupakan bahan makanan yang paling sempurna karena beberapa hal yaitu :
(1). Air susu mengandung hampir semua zat-zat gizi yang diperlukan oleh badan.
(2). Perbandingan sempurna dari kadar-kadar zat gizi terdapat dalam susu. (3). Zat
gizi yang diperlukan dapat dicerna dan diabsorbsi secara sempurna oleh tubuh.
(4). Protein dan lemak dalam susu bermutu lebih tinggi daripada protein dan
lemak dalam bahan makanan lain. Susu merupakan hasil produk pertanian yang
bersifat jumlah dan kualitas berubah, bulky yang berarti memerlukan
penanganan transfer dan pergudangan besar serta perisable berarti memerlukan
penanganan dan biaya proses yang mahal, demand hasil pertanian adalah relatif

inelastis sehingga menimbulkan ketidakstabilan harga produk (Tousley dalam


Primaswari, 2001).
Sifat susu yang mudah rusak memerlukan tindakan pengamanan susu.
Susu perlu mengalami proses perubahan menjadi susu olahan karena susu segar
tidak awet dalam penyimpananya. Susu segar mudah sekali basi karena susu segar
ini terdiri dari air, kandungan susu, lemak serta bakteri. Bakteri yang berkembang
inilah yang menyebabkan kontraksi antara bakteri dengan udara terbuka. Hal ini
menyebabkan susu menjadi mudah basi (Setiawan, 1992). Oleh karena itu, agar
susu menjadi tahan lama maka susu harus dijaga keawetannya melalui
pengolahan susu yang khusus. Pengolahan susu ini dilakukan dengan
menggunakan teknologi. Teknologi pengolahan susu merupakan perpaduan antar
penerapan ilmu-ilmu dasar dengan ketekhnikan disertai pertimbangan ekonomi
dan kesehatan untuk penanganan pasca panen, pengawetan dan pengolahan susu
dari sejak dipanen hingga menjadi komoditi yang siap dikonsumsi (Primaswari,
2001). Menurut pertimbangan-pertimbangan di atas dapat dijelaskan tujuan
operasional pengolahan susu antara lain : (1). Mengurangi kerugian ekonomi
dengan mengadakan perlindungan produk, (2). Menciptakan nilai tambah (value
added) pada produk susu, (3). Menyediakan bahan pangan bergizi tinggi untuk
masyarakat, (4). Melindungi konsumen terhadap hal-hal yang merugikan dan (5).
Meningkatkan kepraktisan dalam penyimpanan bagi konsumen.

Menurut CIC Consulting (2005), secara garis besar produk susu olahan
terbagi menjadi dua, antara lain :
1. Susu Setengah Jadi
Susu setengah jadi terdiri dari : Skim milk powder, Anhydrous milk fat
dan Whole milk powder. Ketiga jenis susu ini merupakan jenis susu yang
belum bisa dikonsumsi secara langsung oleh konsumen.
Dalam memproduksi produk susu setengah jadi ini digunakan
teknologi yang modern. Dari tahun ke tahun perkembangan teknologi
pembuatan susu semakin maju sehingga produk susu setengah jadi sudah
dapat diproduksi secara langsung oleh industri pengolahan susu di Indonesia.
Misalnya dalam pembuatan Susu Kental Manis (SKM) dan susu cair dapat
dibuat dari susu segar sebagai bahan bakunya.
2. Susu Olahan Jadi
Berdasarkan bentuknya susu olahan jadi terbagi menjadi tiga jenis
yaitu :
a. Susu Kental yang terdiri dari susu evaporasi dan Susu Kental Manis
(SKM).
b. Susu Bubuk yang terdiri dari susu formulasi untuk bayi, susu formulasi
untuk bayi lanjutan, susu formulasi spesialisasi dan susu full cream.

Pada pasar susu di Indonesia, produk susu terdiri dari bermacam-macam,


beberapa diantaranya yaitu :
1. Susu Kental
Susu kental merupakan produk hasil pengolahan susu yang diperoleh
dengan cara mengurangi (menguapkan) kandungan air susu sehingga
kandungan air susu hanya sekitar 40 persen. Dengan kadar ini susu dapat
disimpan tahan lama dengan keadaan baik. Apabila hendak diminum, susu
kental ini harus dicairkan dengan air panas atau air hangat (Prameswari,
2001). Menurut Hadiwiyoto dalam Prameswari (2001), ada beberapa jenis
susu kental antara lain :
a. Susu kental tidak manis (evaporated milk), yaitu susu yang diperoleh
dengan cara menguapkan sebagian kandungan airnya.
b. Susu kental manis (sweetened condensed milk) merupakan susu kental
yang diberi tambahan gula. Biasanya susu ini ditambahkan sirup sebanyak
65 persen atau sirup gula yang diberi laktosa. Kandungan gula sekitar 42
persen. Menurut CIC Consulting (2005), definisi Susu Kental Manis
(SKM) adalah produk susu yang berbentuk cairan kental yang diperoleh
dengan menghilangkan sebagian air dari susu segar yang telah ditambah
gula atau hasil arekonstitusi susu bubuk berlemak penuh atau hasil
rekombinasi susu bubuk tanpa lemak dengan susu lemak nabati dengan
penambahan gula, dengan atau tanpa penambahan bahan tambahan
makanan dan bahan lain yang diinginkan.
c. Susu krim kental dan susu skim kental

2. Susu Bubuk
Menurut CIC Consulting (2005), susu bubuk terdiri dari susu bubuk
berlemak dan susu bubuk tanpa lemak. Susu bubuk berlemak (full cream milk
powder) adalah susu sapi yang telah diubah bentuknya menjadi bubuk dan
bukan merupakan susu formula. Susu tanpa lemak (skim milk powder) adalah
susu sapi yang telah diambil lemaknya dan diubah bentuknya menjadi bubuk.
Susu bubuk merupakan produksi dari evaporated milk yang diproses lebih
lanjut. Produk ini mengandung 2-4 persen air dan kebanyakan dari susu ini
terbuat dari skim milk. Susu bubuk ini dikenal dengan nama dried milk
(Prameswari, 2001). Susu bubuk ini terdiri dari tiga jenis, yaitu :
a. Susu Formula yang diproduksi untuk dikonsumsi khusus seperti susu
untuk bayi, anak-anak, ibu hamil dan menyusui serta orang dewasa sesuai
dengan kebutuhan konsumsinya.
b. Susu Bubuk Full Cream/ Whole Milk. Susu jenis ini diproduksi dengan
kadar lemak tinggi. Kadar karbohidrat 100 gram susu full cream cukup
tinggi, karena bahan yang menyusun produk selain laktosa juga sukrosa.
Kadar lemak bisa mencapai 26-27,5 gram bubuk.
c. Susu Skim Non Fat. Susu ini diproduksi dengan lemak yang sedikit tetapi
mengandung kadar protein, karbohidrat, vitamin A dan D yang cukup
tinggi.

3. Susu Cair
Susu olahan yang diproduksi lanjutan menjadi jenis susu cair ini terbagi
menjadi susu pasteurisasi, susu Ultra High Temperature (UHT) dan susu
sterilisasi.

4.3

Kapasitas Industri Susu di Indonesia


Menurut

CIC

Consulting

(2005),

kapasitas

produksi

merupakan

kemampuan untuk memproduksi susu olahan yang berasal dari susu segar atau
bahan baku susu yang berasal dari impor maupun bahan baku susu dalam negeri
melalui proses campur basah (wet mix) ataupun campur kering (dry mix).
Kapasitas yang dimiliki oleh industri susu di Indonesia secara keseluruhan sebesar
2.90 juta ton/ juta SKLSS (Setara Kiloliter Susu Segar).
Pada Lampiran 3, kapasitas produksi terbesar diduduki oleh PT Sari
Husada dengan jumlah 643 ribu ton. Pada posisi kedua diduduki oleh PT Nestle
Indonesia sebesar 444 ribu ton. Selanjutnya dengan kapasitas produksi 434 ribu
ton, PT Friesche Flag Indonesia menduduki posisi ketiga, diikuti oleh GKSI (250
ribu ton).

4.4

Bahan Baku Susu


Bahan baku yang digunakan industri susu di Indonesia adalah sapi perah

yang berasal dari lokal maupun impor. Penyediaan bahan baku susu lokal dan
impor saling berkaitan erat antar keduanya. Adanya impor bahan baku susu
dikarenakan ketidakmampuan peternak lokal dalam mencukupi kebutuhan susu

untuk bahan baku dalam negeri, artinya impor bahan baku susu ini dapat menutupi
kekurangan bahan baku susu dalam negeri. Di lain pihak, adanya impor bahan
baku susu ini mengakibatkan banyak peternak sapi perah dalam negeri yang
gulung tikar, hal ini dikarenakan para produsen susu dalam negeri yang cenderung
menggunakan lebih banyak bahan baku susu impor. Bahan baku susu impor lebih
banyak digunakan produsen susu karena harga bahan baku susu impor relatif lebih
murah daripada bahan baku susu lokal.
4.4.1

Perkembangan Populasi Sapi Perah di Indonesia


Banyak faktor-faktor penyebab pertumbuhan populasi sapi perah di

Indonesia, beberapa di antaranya adalah faktor modal (kapital), faktor teknis


peternakan dan harga susu di tingkat petani. Faktor modal cukup mempengaruhi
populasi sapi perah dengan adanya investasi besar yang ditanamkan di sektor
peternakan. Yang dimaksud dengan faktor teknis peternakan di sini adalah lebih
kepada menggerakan suatu proses dalam memproduksi susu segar yang akan
dijadikan bahan baku susu olahan (CIC Consulting, 2005).
Tabel 6. Perkembangan Populasi Sapi Perah di Indonesia, 2000-2004
Populasi
Tahun
2000
2001
2002
2003
2004*)
Rata-rata

Jumlah
(Ekor)
354 253
346 998
358 386
373 753
381 635

Laju Perubahan
(%)
-2,05
3,28
4,29
2,11
1,91

Sumber : Ditjen Peternakan, Departemen Pertanian dalam CIC Consulting,


2000-2004
Keterangan : *) sementara
Pada periode 2000-2004, perkembangan populasi sapi perah di Indonesia
bergerak cukup lamban. Dari tahun ke tahun populasi sapi perah seringkali

mengalami peningkatan tetapi peningkatan yang tidak besar. Dalam kurun waktu
perkembangan populasi sapi perah ini rata-rata hanya mengalami peningkatan
sebesar 1,91 persen setiap tahunnya. Walaupun pada tahun 2001 mengalami
penurunan populasi sapi perah sebesar 2,05 persen (Tabel 6). Penyebab penurunan
populasi sapi perah pada tahun 2001 salah satunya dikarenakan dampak krisis
ekonomi yang terjadi di Indonesia. Krisis ekonomi ini berdampak pada
penyediaan dan pemeliharaan sapi perah di Indonesia.
4.4.2

Produksi Susu di Indonesia


Dengan adanya perkembangan populasi sapi perah yang bergerak lambat

mempengaruhi juga perkembangan produksi susu segar di Indonesia. Setiap


tahunnya peningkatan produksi susu segar tidak cukup baik. Rata-rata setiap
tahunnya perkembangan produksi susu segar hanya mengalami peningkatan 4,41
persen. Pada tahun 2001, perkembangan produksi susu segar ini mengalami
penurunan sebesar 3,17 persen, selanjutnya perkembangan produksi susu
mengalami peningkatan yang cukup besar pada tahun 2003 (Tabel 7).
Tabel 7. Perkembangan Produksi Susu Segar di Indonesia, 2000-2004
Produksi
Tahun
2000
2001
2002
2003
2004*)
Rata-rata

Jumlah
(kiloliter)
495 647
479 947
493 375
544 336
586 199

Laju Perubahan
(%)
-3,17
2,80
10,33
7,69
4,41

Sumber : Ditjen Peternakan, Departemen Pertanian dalam CIC Consulting,


2000-2004
Keterangan : *) sementara

4.4.3

Perkembangan Impor Susu Segar di Indonesia


Para peternak lokal tidak mampu mencukupi kebutuhan susu untuk bahan

baku industri susu dalam negeri sehingga hal ini mengakibatkan impor susu.
Banyak peternak sapi perah yang gulung tikar menyebabkan impor susu tidak
dapat dihindari. Yang dimaksud dengan impor susu di sini merupakan impor susu
yang dilakukan oleh produsen susu maupun para pelaku industri es krim, industri
pemakai susu dan lainnya (CIC Consulting, 2005).
Pada tahun 2001, impor bahan baku susu sebesar 77,5 ribu ton mengalami
penurunan sebesar 15,15 persen dari tahun sebelumnya. Dua tahun kemudian
perkembangan impor bahan baku susu mengalami penurunan sebesar 0,39 persen.
Pada kenyataannya impor bahan baku susu pada tahun 2002 dan 2003 mengalami
penurunan jumlah volume sebesar 0,39 persen. Penjelasan ini dapat dilihat pada
Tabel 8.
Tabel 8. Perkembangan Impor Bahan Baku Susu di Indonesia, 2000-2004
Tahun
2000
2001
2002
2003
2004*)
Rata-rata

Jumlah
(ton)
91 390,64
77 545,16
78 646,16
78 336,46
87 203,52

Volume
Laju Perubahan
(%)
-15,15
1,42
-0,39
11,32
-0,70

Jumlah
(US$ juta)
148,74
163,51
126,04
131,94
159,36

Nilai
Laju Perubahan
(%)
9,93
-22,92
4,68
20,78
3,12

Sumber : Biro Pusat Statistik diolah oleh CIC Consulting, 2000-2004


Keterangan : *) perkiraan
Pada periode 2000-2004, perkembangan impor bahan baku susu cenderung
mengalami penurunan. Penyebab menurunnya impor ini diperkirakan karena
dipindahnya produksi susu dari susu multi nasional ke mancanegara, walaupun

perkembangan impor bahan baku susu mengalami penurunan, tetapi pada tahun
2004 impor bahan baku susu diperkirakan akan mencapai 87,20 ribu ton.

4.5 Penyebaran Industri Susu di Indonesia


Penyebaran industri susu di Indonesia berdasarkan penelusuran yang
dilakukan oleh CIC Consulting terhadap industri susu dijelaskan bahwa industri
susu hanya terpusat di pulau Jawa, khususnya di Jawa Barat dan DKI Jakarta.
Penyebaran industri susu di sini hanya dititikberatkan pada penyebaran
perusahaan-perusahaan yang hanya memiliki mesin produksi saja.
Tabel 9. Penyebaran Industri Susu di Indonesia, 2004
Propinsi
DI Yogyakarta
DKI Jakarta

Jawa Barat

Jawa Tengah
Jawa Timur

Perusahaan
PT Mirota KSM
PT sari Husada
PT Diamond Cold Storage
PT Fajar Taurus
PT Foremost Indonesia
PT Friesche Flag Indonesia
PT Indomilk
PT Nutricia Indonesia Sejahtera
PT Nutrifood Indonesia
PT Shangyang Perkasa
PT Ultrindo Inti Jaya
PT Danone Dairy Industry
PT Gizindo Prima Nusantara
GKSI
PT Indolakto
KPBS
PT Sugizindo
PT Ultrajaya Milk Industry
PT Cita Nasional
GKSI
PT Nestle Indonesia
PT Netania Kasih Karunia
PT Prima Japfa Jaya
GKSI

Sumber : CIC Consulting, 2005.

Lokasi
Sleman
Yogyakarta
Jakarta Utara
Jakarta Timur
Jakarta Timur
Jakarta Timur
Jakarta Timur
Jakarta Timur
Jakarta Timur
Jakarta Timur
Jakarta Timur
Kerawang
Bandung
Bandung
Sukabumi
Bandung
Bogor
Bandung
Semarang
Boyolali
Pasuruan
Pasuruan
Malang
Pasuruan

Berdasarkan jumlah 24 perusahaan susu yang beroperasi, 9 perusahaan


diantaranya beroperasi di DKI Jakarta dan 7 perusahaan beroperasi di Jawa Barat.
Perusahaan lainnya tersebar di Jawa Timur berjumlah 4 perusahaan, DI Yogya
berjumlah 2 perusahaan dan Jawa Tengah berjumlah 2 perusahaan (Tabel 9).
4.6

Perusahaan Susu dan Status Penanaman Modal


Perusahaan susu di Indonesia mempunyai status penanaman modal.

Berdasarkan Badan Koordinasi Penanaman Modal (BKPM), produsen susu


terbagi menjadi dua, yaitu : Penanaman Modal Asing (PMA) dan Penanaman
Modal Dalam Negeri (PMDN). Perusahaan susu PMA adalah perusahaan susu
yang modalnya berasal dari luar negeri, sedangkan perusahaan PMDN merupakan
perusahaan yang modalnya berasal dari dalam negeri (Tabel 10).
Tabel 10. Perusahaan dan Status Penanaman Modal, 2004
Status

Nama Perusahaan
PT Danone Dairy Indonesia
PT Foremost Indonesia
PMA
PT Friesche Flag Indonesia
PT Nestle Indonesia
PT Nutricia Indonesia Sejahtera.
PT Diamond Cold Storage
PT Indolakto
PT Indomilk
PMDN
PT Sari Husada
PT Sugizindo
PT Ultrajaya Milk Industry
PT Ultindo Inti Jaya.
PT Cita Nasional
PT Fajar Taurus
PT Gizindo Prima Nusantara
GKSI (Milk Treatment)
PT Greenfields Indonesia
PNC
KPBS
PT Minota KSM
PT Netania Kasih Karunia
PT Nutrifood Indonesia
PT Shangyang Perkasa.
Sumber : CIC Consulting, 2005.
1.
2.
3.
4.
5.
1.
2.
3.
4.
5.
6.
7.
1.
2.
3.
4.
5.
6.
7.
8.
9.
10.

Perusahaan PMA berawal dari adanya kerjasama antara modal asing


dengan partner di Indonesia. Tetapi pada perkembangannya perusahaan PMA ini
dapat dimiliki oleh asing sepenuhnya. Perusahaan PMA terdiri dari 5 perusahaan,
beberapa diantaranya adalah PT Nestle Indonesia, PT Friesche Flag Indonesia dan
PT Nutricia Indonesia Sejahtera.
Perusahaan PMDN di Indonesia cukup berkembang baik. Perusahaan
PMDN dapat dikelola sesuai dengan kepemilikan modalnya yaitu oleh swasta
murni ataupun koperasi atau BUMN. Perusahaan PMDN ini berjumlah 7
perusahaan beberapa diantaranya adalah PT Sari Husada, PT Indomilk, PT
Ultrajaya Milk Industry dan PT Indolakto.
Status penanaman modal industri susu di Indonesia ada pula yang bukan
termasuk status PMA ataupun PMDN. Perusahaan susu yang digolongkan dalam
status non PMA atau non PMDN terdiri dari 10 perusahaan, beberapa diantaranya
adalah PT Gizindo Prima Nusantara, GKSI, PT Nutrifood Indonesia, PT Minota
KSM dan PT Shangyang Perkasa.

4.7

Merek Lisensi Produk Susu dalam Industri Susu di Indonesia


Ada beberapa produk susu di Indonesia yang mempunyai merek lisensi

dari luar negeri. Beberapa diantaranya adalah merupakan produk susu yang
unggul dalam pasar dalam negeri. Produk susu yang mempunyai merek lisensi
dalam pasar domestik tidak sepenuhnya merupakan perusahaan PMA ataupun
perusahaan PMDN. Produk susu yang mempunyai merek lisensi dalam pasar

domestik bisa merupakan perusahaan yang digolongkan dalam status PNC.


Merek lisensi produk susu dalam pasar domestik dapat dilihat pada Lampiran 4.
Di Indonesia, terdapat pula beragam produk susu impor yang dipasarkan
di pasar dalam negeri. Beberapa produk susu merupakan produk yang sudah
mempunyai merek lisensi dari luar negeri dalam pasar domestik.

4.8

Kebijakan Persusuan di Indonesia


Peningkatan kualitas Sumber Daya Manusia (SDM) ditunjang melalui

peningkatan gizi masyarakat itu sendiri. Peningkatan gizi masyarakat tidak lepas
dari peran usaha pertanian dan peternakan di Indonesia. Salah satu upaya
peningkatan gizi masyarakat melalui pemenuhan unsur kelima dari kelengkapan
gizi makanan yaitu susu. Komoditas susu itu sendiri memiliki peran yang cukup
berarti bagi kehidupan. Komoditas susu, selain merupakan upaya pemenuhan
sumber protein hewani pada masing-masing individu juga merupakan input dan
output bagi para peternak susu dengan menghasilkan susu berkualitas serta
menyediakan lapangan pekerjaan bagi ribuan tenaga kerja.
Sejarah kebijakan persusuan di Indonesia diawali dengan rantai distribusi
persusuan nasional. Keberadaan para peternak susu merupakan bagian yang tak
terpisahkan dengan industri persusuan nasional. Keduanya saling berkaitan erat
sehubungan dengan adanya kebutuhan pangan masyarakat melalui rantai
distribusi persusuan. Menurut sejarah persusuan di Indonesia, pada tahun 1800-an
terjadi impor sapi perah dari Belanda di daerah Grati, Jawa Timur. Adanya sapi
perah impor ini menyebabkan suatu usaha pengembangan sapi dengan mutu tinggi

dengan menyilangkan antara sapi perah impor dengan sapi perah lokal.
Keberhasilan dari persilangan sapi ini menyebabkan usaha peternakan yang
berkembang hingga ke daerah Jawa Barat dan Jawa Tengah.
Di era awal kemerdekaan RI, keberhasilan usaha peternakan sapi perah
menarik perhatian pemerintah dengan membentuk Perhewanan dan membuat
beberapa milk center di beberapa daerah seperti di Bandung, Boyolali dan Grati.
Pada kenyataannya, dalam upaya peningkatan kualitas dan kuantitas sapi perah
menyebabkan usaha pengembangan sapi perah mengalami kemunduran. Usaha
pengembangan sapi perah terus dilakukan sedikit demi sedikit yang pada akhirnya
mengalami perubahan diawali dengan adanya investasi Penanaman Modal Asing
(PMA) mendirikan Industri Pengolahan Susu (IPS) dengan pemerintah
menerbitkan UU No.1/1967 tentang Penanaman Modal Asing. Beberapa
perusahaan susu merupakan pelopor dalam pengembangan industri persusuan di
Indonesia melalui PMA ini adalah sebagai berikut, PT Indomilk, PT Nestle
Indonesia serta PT Friesche Flag Indonesia.
Pada tahun 1978, perkembangan peternakan sapi perah rakyat dan
koperasi susu di Indonesia mengalami kemajuan yang dimulai dengan adanya
kebijakan pemerintah mengenai kebijakan proteksi produksi susu dalam negeri
yang menetapkan IPS untuk menggunakan sebagian bahan baku susu segar yang
dihasilkan oleh peternak rakyat dengan adanya kesepakatan tingkat harga yang
memadai bagi peternak rakyat. Kemajuan para peternak rakyat didukung dengan
adanya iklim yang kondusif dan terbukanya pasar susu segar serta ditunjangnya
program pemerintah dengan mengimpor sapi perah dari New Zealand dan

Australia dan penyediaan fasilitas kredit bagi peternak. Menurut Departemen


Perdagangan (2004) pada tahun 1978, dalam upaya pemenuhan susu dalam
negeri, rasio antara susu segar nasional dan susu impor adalah sekitar 1
berbanding 20.
Pada tahun 1982, terjadi kenaikan produksi susu yang menyebabkan
adanya friksi berkaitan dengan penyerapan susu segar dalam negeri sehingga
pemerintah menerbitkan Surat Keputusan Bersama (SKB) Tiga Menteri (Menteri
Perdagangan dan Koperasi, Menteri Pertanian dan Menteri Perindustrian) No.236/
Kpb/VII/1982, No.344/M/SK/1982 dan No.521/Kpts/Um/J/1982 yang mengatur
jelas pengkaitan antara impor susu dengan penyerapan susu segar dalam negeri
melalui mekanisme Bukti Serap (BUSEP) dan perhitungan rasio susu. SKB ini
adalah peraturan perundangan yang melembagakan kebijakan yang telah berjalan
sebelumnya. Menindaklanjuti pelaksanaan berikutnya, Menteri Perdagangan
mengeluarkan Surat Keputusan mengenai penetapan rasio penyerapan susu dalam
negeri dengan impor susu adalah 1 berbanding 7 yang berarti setiap penyerapan 1
ton susu segar dalam negeri diberi izin mengimpor susu sejumlah 7 ton setara
susu segar. Peraturan perundangan berupa SKB tersebut diperkuat dengan adanya
Instruksi Presiden No.2/1985 mengenai pengembangan persusuan nasional.
Beberapa pokok substansi yang terdapat dalam Inpres adalah sebagai
berikut : kebijakan impor melalui tata niaga tertentu, modernisasi peternakan sapi
perah rakyat melalui wadah koperasi, impor susu sebagai pelengkap dan pendirian
pabrik yang mewajibkan mengikutsertakan koperasi untuk terlibat di dalamnya.

Pada akhir tahun 1997, pemerintah Indonesia dan IMF menandatangani


Letter of Intent (LOI) yang isinya Pemerintah Indonesia harus mencabut ketentuan
yang mensyaratkan adanya rasio penyerapan susu segar dengan impor susu serta
impor susu dapat dilakukan oleh importir umum. Padahal pada awal tahun 1997,
pemerintah melakukan kesepakatan dengan New Zealand sebagai pemegang
Initiating Negotiation Right (INR) dalam komoditas susu mengenai kebijakan
rasio susu masih memungkinkan untuk dilaksanakan sampai tahun 2005 dengan
syarat rasio yang ada tidak melebihi 1 berbanding 1.6. Sebagai kelanjutan dari
LOI, pada tahun 1998, pemerintah menerbitkan Inpres No.4/1998 yang intinya
mencabut seluruh peraturan perundangan yang berkaitan dengan persusuan
terutama ketentuan mengenai adanya kebijakan penyerapan susu segar dengan
impor yang disusul SK Menteri Keuangan tentang penetapan tarif bea termasuk
untuk komoditas susu impor.
Departemen

Perdagangan

(2004)

mengemukakan

bahwa

setelah

pencabutan semua bentuk perlindungan non tarif yang tertuang dalam SKB tiga
Menteri, Inpres No.4/1998 serta berbagai peraturan pelaksanaannya, tidak pernah
ada lagi peraturan perundangan yang menjadi landasan bagi pengembangan
persusuan kecuali berbagai proyek pemerintah yang memberikan dorongan seperti
halnya program perguliran sapi perah, bantuan modal bergulir untuk peralatan
koperasi serta beberapa pemerintah lainnya. Dengan tidak berdayanya pemerintah
sebagai regulator terutama di bidang persusuan maka para pelaku usaha persusuan
ini sepenuhnya mengikuti mekanisme pasar yang berjalan.

4.9 Profil Beberapa Perusahaan Susu di Indonesia


Berikut ini merupakan profil beberapa perusahaan susu di Indonesia
menurut CIC Consulting (2005).
1. PT Australia Indonesia Milk Industry (PT Indomilk)
PT Australia Indonesia Milk Industry merupakan perusahaan susu yang
berdiri sejak tahun 1967 atas kerjasama (joint venture) antara Australia dengan
Indonesia. Perusahaan ini berdiri atas campur tangan Salim Group yang
kemudian akhirnya diserahkan kepada BPPN sebagai tindak lanjut
penyelesaian (PKPS). Di bawah naungan Holdika Group, perusahaan ini
kemudian dijual kepada PT Bakti Maju Bersama Abadi (perusahaan yang 99,5
persen sahamnya oleh PT Perseroan Dagang dan Industri Marison NV
pemegang saham pendiri Indomilk).
PT Indomilk merupakan perusahaan susu pioneer dari produk susu Susu
Kental Manis (SKM) di Indonesia. Perusahaan ini berlokasi di Jalan Raya
Jakarta Bogor, Cijantung (Jakarta Timur). Perusahaan Indomilk mulai
beroperasi pada tahun 1968 dengan jumlah karyawan 200 orang, yang 30
tahun kemudian mempunyai 1000 orang karyawan. Ragam produknya yaitu
SKM, susu pasteurisasi, susu cair, susu bubuk, susu steril, yogurt dan
mentega. Sarana produksi dari perusahaan ini memiliki kapasitas produksi
SKM 75 ribu ton, susu bubuk 8,6 ribu ton dan susu cair 3,87 ribu ton.
Pada tahun 1985, produk SKM yang pertama kali muncul di Indonesia
yaitu produk dari Indomilk dengan merek ENAAK. Pada tahun tersebut,
produk susu jenis SKM ENAAK mampu menguasai pangsa pasar terbesar di

pasar dalam negeri. Selanjutnya PT Indomilk mengeluarkan produk Krimer


Kental Manis (KKM) merek KREMER, TIGA SAPI dan CRIMA. Produksi
susu bubuk dan Ultra High Temperature (UHT) dengan merek INDOMILK.
Sejak tahun 1988, SKM Indomilk telah diekspor ke berbagai negara seperti
Malaysia, Singapura, Brunai Darussalam, Bangladesh, Vietnam, Myanmar,
Taiwan, Timur Tengah, Afrika, Amerika Tengah dan Amerika Latin.
2. PT Nestle Indonesia
Pada awalnya PT Nestle didirikan dengan nama PT Food Specialities
Indonesia pada tahun 1971. Perusahaan ini berdiri dari usaha patungan antara
Nestle Alimentana SA dari Swiss dengan pengusaha pribumi bernama
Reinhard Muara Sihombing. Setelah beberapa kali mengalami perubahan
modal dan pemilik maka pada Juli 1993 perusahaan berganti menjadi PT
Nestle Indonesia. PT nestle Indonesia berkantor pusat di Jalan TB
Simatupang, Arkadia Park Office, Wisma Nestle, Jakarta Selatan. Untuk
mendukung operasinya dalam industri susu, perusahaan ini mengoperasikan
dua fasilitas produksi yang keduanya berlokasi di Jawa Timur, yaitu di Waru
(Sidoarjo) dan Kejayan (Pasuruan).
Sesuai dengan Peraturan Pemerintah yang mewajibkan industri susu
untuk melakukan kerjasama dengan peternak lokal maka PT Nestle
merealisasikan peraturan ini dengan bekerjasama dengan Koperasi Sinar
Andandani Ekonomi (SAE) dari Pujon, Malang pada tahub 1975. Sekarang ini
seluruh kebutuhan susu segar PT Nestle Indonesia ini dipasok oleh peternak
lokal Jawa Timur yang tergabung dengan Gabungan Koperasi Susu Indonesia

(GKSI). Selain memasarkan produk susu, PT Nestle Indonesia menawarkan


beraneka ragam produk seperti kopi Nescafe, permen Polo dan Foxs, bumbu
kaldu Maggi, bubur bayi Nestle, Instant Breakfast Cereal Nestle Koko Krunch
dan Nestle Corn Flakes, coklat Confectionary Kit Kat dan Nestle eclair.
3. PT Ultrajaya Milk Industry
PT Ultrajaya Milk Industry dengan produk susu ultranya adalah pelopor
dalam bisnis produk susu siap minum (steril) dalam kemasan karton
(tetrapack). Susu steril merupakan produk perdana dari perusahaan ini yang
memulai produksinya pada tahun 1975.
Perusahaan yang berstatus PMDN ini berkedudukan di Bandung dan
bergerak dalam industri makanan dan minuman. PT Ultrajaya Milk Industry
berpusat dan berfasilitas produksi di jalan Raya Cimarene, Padalarang. Sejak
tahun 1990 perusahaan ini sudah mulai melakukan penawaran perdana di
pasar Bursa Efek Indonesia sehingga menjadi perusahaan yang go publik.
Produk komersial perusahaan ini dimulai pada tahun 1975 dengan
produk susu steril (UHT) sebagai produk perdananya. Pada perkembangannya,
perusahaan ini melakukan diversivikasi produk dengan memperkenalkan
beberapa produk baru seperti sari buah yang diproduksi pada tahun 1978 dan
teh UHT yang mulai diproduksi pada tahun 1981.
PT Ultrajaya Milk Industry juga dikatakan sebagai produsen tunggal
keju dalam negeri. Dengan lisensi dari Kraft General Food Internasional Inc.
USA maka perusahaan ini mempunyai izin dalam memproduksi keju.

Berbagai macam produk yang dihasilkan oleh perusahaan ini,


diantaranya terdiri dari berbagai jenis minuman susu cair, sari buah, susu
kacang, minuman isotonik, keju mentega dan berbagai produk lainnya. Sejak
pertengahan 1997 perusahaan ini sudah mampu memproduksi SKM dan susu
bubuk. Beberapa merek dagang yang dipakai perusahaan ini adalah ULTRA
MILK, BUAVITA, GOGO, SARI ASAM, SKM CAP MANIS, SKM CAP
SAPI, KEJU KRAFT dan mentega CORMAN.
4. PT Sari Husada
PT sari Husada adalah perusahaan yang tercatat sebagai salah satu dari
dua perusahaan industri pengolahan susu dan juga listing di pasar Bursa Efek
Indonesia. Sejarah awal pendirian perusahaan ini dimulai dari tahun 1954
dengan nama NV Saridele yang merupakan kerjasama antara pemerintah
Indonesia dengan Unicef (PBB) sebagai realisasi program bantuan sosial
dunia buat negara sedang berkembang. Kemudian pada tahun 1972 terjadi
perubahan oleh pemerintah melalui Kimia Farma yang ketika itu merupakan
pengelola terakhir NV Saridele menjalin kerjasama dengan PT Tigaraksa
dengan sahamnya 55,14 persen dan 44,86 persen untuk mendirikan PT Sari
Husada.
Produk unggulan PT Sari Husada adalah susu bayi dan susu formulasi
lanjutan SGM, di samping bubur bayi SNM, susu untuk ibu hamil atan ibu
menyusui LACTAMIL, serta susu bayi dan susu formulasi lanjutan
VITALAC dan susu bubuk atau susu rendah lemak produsen. Selain
memproduksi merek sendiri, untuk memanfaatkan kelebihan kapasitas

produksi yang dimiliki perusahaan, PT Sari Husada juga memproduksi susu


dengan sistem sewa produksi (Makloon) milik beberapa perusahaan lain,
diantaranya merek MORINAGA dan CHIL-MIL milik PT Shangyang Perkasa
atas lisensi dari Morinaga Milk Industry Co.
5. PT Friesche Flag Indonesia
PT Friesche Flag Indonesia adalah perusahaan yang tergabung dalam
kelompok usaha mantrust yang didirikan pada tahun 1968 oleh PT Mantrust
Indonesia dengan Cooperative Condensnfabrick Friesland dari Belanda. Saat
ini, PT Friesche Flag Indonesia memiliki pabrik di kawasan Cijantung Jakarta
Timur dengan kapasitas produksi untuk SKM mencapai 30,5 ribu ton, susu
cair sebesar 12 ribu ton dan susu bubuk sebesar 34 ribu ton.
Seluruh hasil produksi memakai merek BENDERA, baik itu produk
SKM, susu bubuk dan susu cair. Produk andalan dari perusahaan ini adalah
produk Susu Kental Manis (SKM) dan susu bubuk dengan merek BENDERA.
Melalui produk andalan ini, maka PT Friesche Flag Indonesia berkibar dalam
kancah bisnis persusuan. Perusahaan ini menguasai pasaran SKM di
Indonesia. Untuk membidik pasar anak maka PT Friesche Flag Indonesia
mengeluarkan produk susu bubuk dengan merek dagang BENDERA 123 dan
susu cair FRISTI.
6. PT Nutricia Indonesia Sejahtera
PT Nutricia Indonesia Sejahtera merupakan perusahaan yang bersatus
PMA dan salah satu perusahaan paling muda dalam jajaran industri
pengolahan susu di Indonesia. Perusahaan ini berdiri pada 12 Mei 1987

dengan modal dasar US$ 3,4 juta yang seluruhnya ditempatkan dan disetor
penuh. Pendiri dan pemegang sahamnya adalah NV Verenisde Bedrijen
Nutricia dari Belanda sebagai mitra asing dan PT Mukti Nugraha Sejahtera
sebagai mitra lokalnya.
Perusahaan ini awalnya memakloonkan sebagian produknya ke
perusahaan lain. PT Nutricia Indonesia Sejahtera membangun pabrik dengan
kapasitas 22 500 ton per tahun di Jalan Raya Jakarta Bogor Km 26,6 Jakarta
Timur dengan menempati lahan seluas 3 Ha.
NUTRILON dan NUTRIMA merupakan merek-merek yang digunakan
untuk produk susu formula bayi dan susu formulasi lanjutan perusahaan ini.
Selain susu bayi atau formulasi lanjutan, perusahaan ini memasarkan susu
untuk ibu hamil dan ibu menyusui NUTRICIA BUNDA dan susu rendah
lemak PROTIFAR, produk bubur bayi dengan merek CREME NUTRICIA.
Perusahaan susu ini mendistribusikan berbagai macam produknya
dengan membidik pasar dalam negeri (lokal) dan pasar luar negeri (ekspor).
Untuk pasar lokal, PT Nutricia Indonesia Sejahtera mendistribusikan
produknya ke seluruh Indonesia, sedangkan untk pasar luar negeri, perusahaan
ini telah mengekspor produk-produknya sejak 10 tahun yang lalu ke beberapa
negara yaitu, Malaysia, Philipina, Afrika, Amerika dan beberapa negara Asia
lainnya.

4.10 Sistem Sewa Produksi (Makloon)


Menurut CIC Consulting (2005), definisi Makloon adalah suatu sistem
yang terjadi sebagai akibat dari adanya kelebihan kapasitas produksi yang dimiliki
oleh suatu perusahaan, sementara di lain pihak ada perusahaan yang memegang
izin atau lisensi yang ingin memproduksi akan tetapi belum memiliki mesin
produksi dan secara komersial belum menguntungkan jika harus membangun
pabrik baru. Pada situasi yang demikian, sistem sewa produksi menjadi alternatif
yang menguntungkan bagi kedua belah pihak.
Sistem sewa produksi yang lebih dikenal dengan nama Makloon ini
seringkali digunakan beberapa perusahaan susu untuk melakukan usahanya.
Beberapa perusahaan yang menggunakan sistem ini adalah PT Shangyang
Perkasa, PT Wyeth Indonesia, PT New Zealand Milk Industry dan PT Tempo
Scan Pasifik (Tabel 11).
Tabel 11. Beberapa Produsen yang Melakukan Sistem Makloon, 2004
Pemegang Merek
PT Shangyang Perkasa

PT Tempo Scan Pasifik


PT Wyeth Indonesia
PT New Zealand Milk
Industry

Merek Dagang
Chil Kid
Chil Mil
Chil School
Morinaga BMT
Morinaga NL-33
Power Fit
Enercal
Nursoy
Anchor Wam UHT
Andex Boneto UHT
Anlene UHT

Sumber : CIC Consulting, 2005

Pabrikan
PT Sugizindo
PT Sugizindo
PT Sugizindo
PT Sugizindo
PT Ultrajaya Milk Industry
PT Sugizindo
PT Sugizindo
PT Sugizindo
PT Industri Susu Alam Murni
PT Industri Susu Alam Murni
PT Greenfields Indonesia

V. ANALISIS STRUKTUR-PERILAKU-KINERJA
INDUSTRI SUSU DI INDONESIA

Penelitian ini dilakukan untuk mengestimasi model persamaan dengan


menggunakan Metode Kuadrat Terkecil (Ordinary Least Square). Metode OLS
ini digunakan untuk melihat pengaruh variabel independen terhadap variabel
dependen secara linear. Software komputer yang digunakan dalam penelitian ini
adalah E-Views 4.1. Dalam mengestimasi parameter regresi yang menggunakan
Ordinary Least Square (OLS), haruslah memenuhi tiga asumsi klasik yaitu uji
autokorelasi, uji heteroskedastisitas dan uji multikolinearitas.

5.1

Analisis Struktur Industri Susu


Perjalanan dan sejarah persusuan di Indonesia cukup panjang yang

berawal dari peternak sapi lokal yang mengelola industri persusuan nasional. Pada
awalnya pengelolaan hasil ternak sapi ini masih berdasarkan pada masing-masing
daerah yang artinya industri persusuan masih belum mendapat perhatian khusus
dari pemerintah Indonesia. Perkembangan zaman menuntut pemenuhan gizi
masyarakat yang sempurna, sehingga permintaan akan susu semakin meningkat
seiring dengan peningkatan jumlah konsumsi susu di Indonesia. Sejak akhir tahun
1800-an, impor sapi perah bangsa Fries Holland (FH) dilakukan di daerah Grati,
Jawa Timur untuk dilakukan persilangan antara sapi perah FH dengan sapi lokal
yang kemudian dipelihara oleh rakyat. Pada zaman kolonial Jepang inilah banyak

perusahaan sapi perah yang diterlantarkan begitu saja oleh pemiliknya yang
kemudian dikelola oleh rakyat.
Pada saat kemerdekaan Republik Indonesia (RI), pemerintah mulai
memberikan perhatian pada industri persusuan lokal dengan membentuk milk
center di beberapa daerah penghasil susu antara lain Bandung, Boyolali dan Grati.
Milk center di beberapa daerah yang ditunjuk pemerintah ini mendistribusikan
hasil susu melalui distributor, subdistributor dan pengecer, salah satunya dapat
melalui badan koperasi. Dengan adanya usaha pengembangan sapi perah dengan
mengimpor sapi dari Belanda yang bertujuan untuk meningkatkan kualitas susu
dan populasi sapi perah, ternyata tidak menyebabkan kemajuan yang signifikan.
Penyebab terhambatnya perkembangan susu dari sapi perah ini berasal dari
adanya investasi Penanaman Modal Asing (PMA) dalam mendirikan Industri
Pengolahan Susu (IPS) dan adanya UU No.1/1967 mengenai Penanaman Modal
Asing. Perusahaan-perusahaan yang pertama kali menanamkan modalnya di
Indonesia antara lain, PT Friesche Flag Indonesia dan PT Food Specialities
Indonesia yang lebih dikenal dengan PT Nestle. Sebelum masuknya perusahaanperusahaan susu asing ke Indonesia, pada tahun 1954 sudah berdiri perusahaan
susu yang bernama NV Saridele yang sekarang dikenal dengan PT Sari Husada.
Pendirian perusahaan susu ini terkait dengan perkembangan industri susu dengan
melakukan kerjasama antara pemerintah RI dengan Unicef (PBB) sebagi realisasi
salah satu program bantuan bagi negara-negara yang sedang berkembang.
Seiring dengan adanya UU mengenai PMA yang mendorong masuknya
perusahaan-perusahaan susu asing ke Indonesia, maka perusahaan-perusahaan

susu baru yang lainnya bermunculan. Perusahaan-perusahaan baru yang


bermunculan tersebut antara lain, PT Nutricia Indonesia Sejahtera, PT Danone
Dairy Milk dan PT Foremost Indonesia. Perkembangan jumlah perusahaan susu di
Indonesia menyebabkan bangkitnya industri persusuan nasional dengan ditandai
munculnya perusahaan-perusahaan susu yang modalnya berasal dari dalam negeri,
yaitu PT Indomilk, PT Sari Husada, PT Ultrajaya Milk Industry dan lain-lain.
Pada tahun 1978, untuk memproteksi produksi susu dalam negeri maka
pemerintah membuat semacam kebijakan mengenai penggunaan sebagian bahan
baku susu dengan susu segar yang dihasilkan oleh peternak rakyat dengan tingkat
harga yang telah disepakati. Adanya kebijakan pemerintah tersebut mendorong
usaha peternak sapi perah rakyat untuk lebih menekuni usahanya dalam
memproduksi susu segar sehingga menyebabkan peningkatan produksi susu segar
dalam negeri dalam wadah koperasi.
Pada tahun 1998, Indonesia melakukan kesepakatan dengan IMF melalui
penghapusan

kebijakan-kebijakan

mengenai

pembatasan

susu.

Dengan

dihapuskannya kebijakan-kebijakan tersebut, maka dalam industri persusuan


terjadi persaingan antara perusahaan susu untuk menguasai pangsa pasar.
Untuk melihat struktur industri susu di Indonesia, maka diasumsikan
melalui output produksi terbesar dari masing-masing perusahaan setiap tahunnya.
Analisis Struktur Industri Susu dijelaskan melalui tiga elemen, yaitu pangsa pasar,
konsentrasi dan hambatan untuk masuk.

5.1.1

Pangsa Pasar
Pangsa pasar merupakan kecenderungan perusahaan dalam menguasai

pasar susu di Indonesia. Data yang digunakan dalam penghitungan pangsa pasar
adalah data output produksi terbesar dari perusahaan-perusahaan susu setiap
tahunnya.
Tabel 12. Pangsa Pasar Masing-masing Perusahaan Susu Tahun 2000-2002
Tahun
2000

2001

2002

Nama Perusahaan
PT FOREMOST INDONESIA
PT NESTLE INDONESIA
PT SARI HUSADA
PT FRIESCHE FLAG INDONESIA
PT INDOMILK
PT FRIESCHE FLAG INDONESIA
PT FOREMOST INDONESIA
PT SARI HUSADA
PT SURYA DAIRY FARM
PT ULTRAJAYA MILK IND & TRAD CO
PT FRIESCHE FLAG INDONESIA
PT FAJAR TAURUS INDONESIA

Pangsa Pasar (%)


23,58
19,32
12,83
23,90
14,19
17,15
16,31
14,91
25,35
20,40
15,99
14,77

CR4 (%)
79,64

62,56

76,51

Sumber : BPS, 2000-2002


Pada tahun 2000, yang menguasai pangsa pasar industri susu adalah
perusahaan Friesche Flag Indonesia dengan nilai perolehan pangsa pasar sebesar
23,90 persen. Pada tahun berikutnya, PT Friesche Flag Indonesia masih
menduduki pangsa pasar dengan nilai yang sedikit menurun dari nilai sebelumnya
yaitu 17,15 persen. Pada tahun 2002, posisi pangsa pasar digeser oleh PT Surya
Dairy Farm dengan nilai 25,35 persen. Penyebab posisi PT Friesche Flag
Indonesia yang diambil alih oleh PT Surya Dairy Farm salah satunya diperkirakan
karena faktor jumlah penjualan produk yang kalah bersaing (Tabel 12).
Pengukuran tingkat konsentrasi industri susu menggunakan Four
Concentration Ratio (CR4) melalui penjumlahan empat pangsa pasar perusahaan
susu di Indonesia. Pengelompokkan empat perusahaan terbesar ini dicari

berdasarkan klasifikasi susu secara umum yang artinya klasifikasi susu ini tidak
berdasarkan jenis susu. Perusahaan-perusahaan yang masuk ke dalam kelompok
empat perusahaan terbesar merupakan perusahaan-perusahaan yang memproduksi
bermacam-macam jenis susu, yaitu Susu Cair, Susu Kental Manis (SKM) dan
Susu Bubuk.
Pada Tabel 13, rata-rata dari rasio konsentrasi empat perusahaan terbesar
dari tahun 1983 hingga 2002 cukup tinggi, yaitu sebesar 73,79 persen. Pada tahun
1998, nilai CR4 industri susu di Indonesia sebesar 94,17 persen dimana nilai
tersebut merupakan nilai konsentrasi yang sangat besar. Nilai konsentrasi (CR4)
yang sangat besar salah satunya dipengaruhi oleh faktor krisis yang terjadi pada
tahun 1998, hal tersebut disebabkan oleh pencabutan kebijakan persusuan di
Indonesia sehingga perusahaan-perusahaan susu di Indonesia yang sudah
mempunyai posisi kuat berusaha untuk mempertahankan posisinya dalam pasar
susu dengan meraih pangsa pasar sebesar-besarnya. Data lengkap rasio
konsentrasi empat perusahaan susu terbesar dapat dilihat pada Lampiran 10.
Tingkat konsentrasi industri susu yang relatif tinggi ini menggambarkan
struktur pasar oligopoli ketat. Struktur pasar ini menandakan bahwa adanya
tingkat konsentrasi yang cukup tinggi, entry condition yang berukuran sedang
sampai tinggi dan jenis produk dapat berupa produk homogen maupun heterogen.
Industri susu yang memiliki struktur pasar oligopoli ketat mempunyai
konsekuensi dimana perusahan-perusahaan susu yang bermain dalam industri susu
harus menghasilkan kinerja yang lebih efisien lagi sehingga dapat bersaing
sempurna dalam pasar susu.

Tabel 13. Tingkat Konsentrasi Industri Susu di Indonesia Tahun 1998-2002


Tahun
CR4 (%)
1983
89,13
1984
89,89
1985
79,20
1986
77,22
1987
79,58
1988
61,99
1989
65,30
1990
60,67
1991
68,69
1992
70,74
1993
66,61
1994
69,16
1995
71,24
1996
65,49
1997
61,65
1998
94,17
1999
86,26
2000
79,64
2001
62,56
2002
76,51
Rata-rata
73,79
Sumber : Lampiran 11, 1983-2002

5.1.2

Hambatan Masuk Pasar


Sebelum kebijakan persusuan di Indonesia dihapuskan, ada anggapan

bahwa kebijakan tersebut akan menghambat masuknya perusahaan-perusahaan


susu baik lokal maupun asing untuk masuk dan menanamkan modalnya dalam
industri susu. Sejak tahun 1978 yang merupakan tonggak dari kebijakan proteksi
produksi susu dalam negeri, pemerintah terus menerbitkan peraturan mengenai
persusuan di Indonesia, salah satunya melalui mekanisme Bukti Serap dan
penghitungan rasio susu. Selain itu, kebijakan susu mengenai tarif bea masuk
impor susu dan pelaku Importir Terbatas (IT) pun ditetapkan pemerintah sebagai
salah satu cara untuk membatasi impor susu.

Dalam rangka reformasi dan restrukturisasi perekonomian nasional yang


bertujuan untuk meningkatkan efesiensi dan efektivitas industri susu nasional dan
kelancaran arus barang, pemerintah kemudian menetapkan Keppres mengenai
mekanisme rasio penyerapan susu dinyatakan tidak berlaku lagi. Selanjutnya
mekanisme perdagangan susu nasional dilakukan berdasarkan mekanisme pasar.
Akan tetapi pada kenyataannya, mekanisme pasar tidak sesuai dengan
kenyataannya dimana kesepakatan yang terjadi adalah kesepakatan antara
produsen susu. Dalam mekanisme pasar, pemerintah tentu saja tetap menjadi
regulator terhadap perkembangan industri susu. Pemerintah dapat mengawasi
perkembangan industri susu agar tidak terjadinya iklim persaingan yang tidak
sehat, untuk menjaga perilaku-perilaku pasar yang dapat mengeksploitasi pasar.
Pemerintah membuka lebar persaingan yang terjadi dalam industri susu di
Indonesia. Kesempatan ini menyebabkan perusahan-perusahaan baru lebih mudah
untuk masuk dalam industri susu. Dalam persaingan ini, tentu saja hanya pesaing
potensial saja yang dapat menguasai pangsa pasar susu.
Untuk mempertahankan keberadaan perusahaan susu dalam industri susu,
para competitor harus memiliki Minimum Efficiency Scale (MES). Penghitungan
MES didapatkan dari perbandingan output perusahaan terbesar dengan output
total. Pada Tabel 14, Skala Efisiensi Minimum industri susu tahun 1998 sampai
2002 cenderung mengalami fluktuasi. Pada tahun 1998, MES industri susu
sebesar 26,87 persen. Di tahun berikutnya MES industri susu mengalami kenaikan
hingga senilai 38,75 persen. Pada tahun 2000 MES industri susu cenderung
menurun pada nilai 21,35 persen, begiu pula pada tahun berikutnya menjadi 15,22

persen. Pada tahun 2002 MES industri susu mengalami kenaikan yang tidak
begitu besar yaitu 20,27 persen. Perubahan MES industri susu ini disebabkan oleh
kondisi entry perusahaan susu ke dalam industri susu yang cukup bersaing. Selain
persaingan antar perusahaan susu, ada beberapa faktor lain yang menyebabkan
nilai MES industri susu mengalami naik turun, antara lain adalah biaya investasi
yang besar, penguasaan teknologi atau dan tingkat produksi minimal yang tinggi.
Beberapa faktor ini didukung oleh keadaan perekonomian Indonesia yang pada
saat itu mengalami krisis.
Tabel 14. Skala Efisiensi Minimum Industri Susu Tahun 1998-2002
Tahun
MES (%)
1998
26,87
1999
38,75
2000
21,35
2001
15,22
2002
20,27
Rata-rata
24,49
Sumber : BPS, 1998-2002
Menurut Comanor dan Wilson (1967) dalam Lubis (1997), jika MES lebih
besar dari 10 persen maka hambatan masuk pada suatu industri tersebut cukup
tinggi. Berdasarkan Tabel 14, dapat diketahui nilai rata-rata MES dari tahun 1998
hingga 2002 sebesar 24,49 persen. Dari nilai rata-rata MES dapat diketahui bahwa
angka tersebut merupakan patokan output minimal bagi pesaing baru untuk
bersaing dalam industri susu. Apabila pesaing baru memasuki industri susu
dengan nilai output dibawah nilai MES, maka pesaing tersebut tidak dapat
bersaing dengan perusahaan-perusahaan yang sudah eksis di industri susu
tersebut. Pelaku usaha baru yang masuk dalam industri susu dengan nilai output

lebih kecil dari MES akan menanggung biaya unit yang lebih besar untuk bersaing
dengan perusahaan-perusahaan yang mempunyai output besar.
Salah satu cara yang dapat dilakukan pesaing baru untuk memasuki
industri susu ini adalah dengan menghasilkan output besar yang ditunjang dengan
kapasitas produksi yang besar, fasilitas yang menunjang serta modal yang
mencukupi. Utilitas kapasitas produksi industri susu dapat dijelaskan pada Tabel
15.
Tabel 15. Utilitas Kapasitas Produksi Industri Susu Tahun 1998-2003
Susu
Tahun
Kapasitas Produksi
Produksi
Utilitas Kapasitas Produksi
(Ton)
(Ton)
(%)
1998
462 469
360 120
77,87
1999
462 469
352 902
76,31
2000
478 834
383 068
80,00
2001
489 785
411 996
82,60
2002
506 968
423 470
83,53
2003
517 107
444 644
85,99
Rata-rata
81,05
Sumber : Departemen Perdagangan, 1998-2003
Pada tahun 1998, kapasitas produksi industri susu nasional sebesar 462
469 ton dan utilitas kapasitas produksi sebesar 77,87 persen. Pada tahun
berikutnya, dengan kapasitas produksi yang tetap, utilitas kapasitas produksinya
berubah dengan nilai 76,31 persen. Perubahan utilitas ini disebabkan perubahan
produksi susu yang menurun. Tahun 2000, kapasitas produksi meningkat menjadi
478 834 ton yang juga meningkatkan utilitasnya sebesar 80 persen. Di tahuntahun berikutnya, kapasitas produksi yang meningkat menyebabkan peningkatan
utilitasnya. Rata-rata utilitas kapasitas produksi industri susu cukup tinggi sebesar
81,05 persen.

Utilitas kapasitas produksi ini berpengaruh pada persaingan usaha dalam


industri susu di Indonesia. Peningkatan utilitas kapasitas produksi perusahaan
susu yang sudah ada akan mengancam keberadaan pesaing dalam industri susu.
Peningkatan utilitas kapasitas produksi akan meningkatkan jumlah produk susu di
pasar bahkan jumlah produk susu ini akan lebih beragam dengan inovasi-inovasi
baru yang akan menarik konsumen. Dengan meningkatnya jumlah produk susu,
maka akan menyebabkan para pesaing baik yang baru maupun pesaing potensial
akan merasa terancam karena rasa cemas akan produknya yang kalah bersaing
dengan produk lain yang sudah lebih dikenal.
Tabel 16. Struktur Biaya Input Industri Susu Tahun 1998-2002
(dalam ribuan)
Biaya Input

Tahun
1998

1999

2000

2001

2002

Bahan Baku
dan
Penolong

1 225 887 157

1 978 485 460

2 276 751 591

2 947 195 710

3 620 032 284

Bahan
Bakar,
Tenaga
Listrik dan
Gas

46 338 605

38 064 255

27 547 554

27 547 554

131 137 314

Barang
Lainnya

125 172 719

205 098 636

363 865 666

553 110 509

439 878 563

Pemeliharaan dan
Jasa Industri

1 798 038

7 677 260

22 613 734

Sewa
Gedung,
Mesin dan
Alat-alat

2 673 289

2 673 289

290 530 335

92 038 971

5 730 783

47 023 135

123 233 854

109 562 768

1 465 082 943

2 355 300

3 090 871 648

3 626 709 108

4 196 778 944

Jasa Non
Industri
Total

Sumber : BPS, 1998-2002

Industri susu di Indonesia merupakan industri padat modal dimana biaya


input bahan baku dan modalnya lebih besar daripada pengeluaran tenaga kerja.
Selain itu, industri susu juga merupakan industri padat energi karena dalam biaya
inputnya terdapat biaya untuk bahan bakar, tenaga listrik dan gas. Penjelasan
biaya input dapat dilihat pada Tabel 16.
Faktor penguasaan sumber daya susu dilihat dari proses produksi susu
yang dilakukan pada suatu lokasi pabrik tertentu. Penempatan lokasi pabrik
didasarkan pada pertimbangan tertentu baik itu dilihat dari bahan baku yang
mendukung produksi susu, biaya transportasi dan lain-lain.

5.2 Analisis Perilaku Industri Susu


5.2.1 Strategi Harga dan Produk
Pada Bab 4 telah dijelaskan mengenai kebijakan-kebijakan yang
ditatapkan pemerintah yang bertujuan untuk melindungi pasar susu nasional.
Sebelum tahun 1998, kebijakan-kebijakan pemerintah diterapkan dalam industri
susu di Indonesia yang berarti pada tahun tersebut pola distribusi dan penetapan
harga susu tidak berdasarkan mekanisme pasar yang ada melainkan intervensi
pemerintah, walaupun pada penjelasannya tidak diulas secara mendetail penetapan
harga susu. Pengaturan persusuan tersebut menyebabkan terbatasnya kompetisi
dalam industri susu di Indonesia. Penetapan kebijakan persusuan yang dibuat
pemerintah tersebut bertujuan untuk menstabilkan pasokan susu dengan harga
susu di Indonesia.

Adanya kebijakan persusuan nasional merupakan hambatan bagi


masuknya perusahaan susu baru yang cukup potensial untuk dikembangkan. Pada
kenyataannya perusahaan susu nasional kurang berkembang sehingga tidak efisien
untuk dikembangkan. Perusahaan susu yang tidak efisien ini mengakibatkan suatu
krisis pada persusuan nasional sehingga pendistribusian dan pemasokkan susu ke
seluruh daerah Indonesia menjadi terhambat karena adanya krisis supply output
yang tidak menentu. Pada tahun 1998 terjadi kesepakatan antara pemerintah
Indonesia dengan IMF mengenai penghapusan kebijakan-kebijakan persusuan
yang ada. Penghapusan kebijakan persusuan tersebut mengakibatkan perusahaan
susu baru mudah memasuki pasar. Kompetisi di mulai dari penghapusan
kebijakan persusuan nasional yang pada akhirnya penetapan harga didasarkan
pada mekanisme pasar.
Strategi harga dan produk merupakan salah satu strategi yang digunakan
perusahaan pada suatu industri untuk menghadapi persaingan usaha. Bagi
konsumen, harga merupakan faktor penting untuk mengambil keputusan dalam
bertransaksi dan memilih produk yang diinginkan.
Harga susu di Indonesia dipengaruhi oleh harga bahan baku susu itu
sendiri. Di Indonesia, bahan baku susu olahan masih diimpor dari luar negeri
walaupun pada kenyataannya bahan baku susu domestik cukup memenuhi
kebutuhan Industri Pengolahan Susu (IPS) dan perusahaan-perusahaan susu.
Penetapan harga susu juga dipengaruhi biaya input industri susu yang didalamnya
termasuk biaya bahan baku, transportasi dan lainnya.

Sejak adanya penghapusan kebijakan persusuan di Indonesia, maka impor


susu olahan akan semakin marak sehingga peredaran susu impor tersebut ikut
meramaikan perdagangan susu di Indonesia. Berdasarkan harga susu, umumnya
susu olahan impor masih lebih mahal daripada susu olahan domestik sehingga
susu domestik masih diminati oleh masyarakat. Untuk menghadapi persaingan
antara produk susu domestik dan produk susu impor maka banyak perusahaan
susu yang melakukan berbagai strategi pengembangan produk melalui inovasiinovasi dengan menggunakan teknologi yang modern.
Tabel 17. Harga Rata-rata Beberapa Susu Olahan Tahun 2005
Harga Eceran
Jenis dan Nama Susu
Setara 1 liter
(Rupiah)
Susu Cair
11 000
1 375/125 ml
Bendera Fristi
10 200
1 275/125 ml
Indomilk Kid
11 000
1 375/125 ml
Ultra Milk Choco
9 560
1 195/125 ml
Yahui
Susu Kental Manis
5 080
5 080/klg
Cap Bendera
4 775
4 775/klg
Indomilk
4 950
4 950/klg
Ultra
4 675
4 675/klg
Cap Nona-Nestle
Susu Bubuk
5 145
15 830/400 gr
Nestle-Dancow
9 434
18 875/300 gr
Anlene
4 509
13 875/400 gr
Indomilk
6 333
15 200/300 gr
Produgen
Sumber : Departemen Perdagangan, (Indomaret, Alfa, Hero, Matahari), 2005
Perkembangan harga susu di Indonesia ditentukan oleh faktor demand dan
supply akan produk susu. Harga susu di dalam negeri sangat bervariasi sesuai
dengan jenis susu yang beredar. Berbagai jenis harga susu dapat dilihat pada
Tabel 17.
Berdasarkan struktur pasar oligopoli ketat, dimana penetapan harga dalam
industri susu yang terjadi adalah interdependensi (saling ketergantungan) antara

pesaing yang satu dengan pesaing lainnya serta mereka saling mempengaruhi satu
sama lain. Dalam pasar oligopoli diketahui bahwa terjadi kesepakatan dalam
penyesuaian harga salah satunya mencegah terjadinya pemotongan harga. Dalam
melakukan penetapan harga, umumnya perusahaan susu melakukan pengamatan
tingkat harga yang ditetapkan pesaing dengan mengasumsikan bahwa semua
perusahaan dalam industri susu menetapkan harga yang tinggi. Industri susu
mempunyai tujuan dalam menetapkan harga susu di pasar antara lain, agar setiap
perusahaan susu dapat mempertahankan kelangsungan dalam mengoperasikan
usahanya. Tujuan lain penetapan harga adalah untuk merebut pangsa pasar susu
dan meraih keuntungan besar.
Strategi penentuan harga selanjutnya dilakukan melalui kesepakatan antara
produsen dengan distributor, agen maupun relailer. Strategi penentuan harga yang
umum digunakan dari hasil kesepakatan tersebut antara lain, strategi harga
psikologis, strategi harga diskon dan startegi harga kompetitif. Beberapa strategi
harga psikologis yang digunakan dalam menetapkan harga susu yaitu, multiple
unit pricing, price lining dan leader pricing. Strategi multiple unit pricing yang
digunakan yaitu strategi penentuan harga susu dengan harga yang murah tetapi
mempunyai syarat pembelian produk susu dengan jumlah yang cukup banyak.
Strategi price lining adalah strategi penentuan harga susu dengan menetapkan
harga yang berbeda pada produk yang berbeda pula. Contohnya, harga susu
Dancow berbeda dengan harga susu Bendera, begitupula dengan merek yang
lainnya. Strategi leader pricing adalah menetapkan harga susu yang dipamerkan
pada suatu etalase toko atau tempat khusus.

Strategi harga diskon terdiri dari cash discount, trade discount dan
quantity discount. Strategi cash discount adalah strategi penentuan harga susu
dengan memberikan diskon khusus pada produk susu yang dibeli konsumen
secara langsung. Strategi trade discount adalah pemberian diskon yang diberikan
pada perantara produk susu, contohnya agen susu, supermarket, sehingga
distributor susu tersebut dapat menjual harga susu dengan harga kompetitif.
Sedangkan strategi quantity discount adalah diskon yang diberikan pada produk
susu jika dengan pembelian jumlah besar.
Strategi harga kompetitif terdiri dari relative pricing dan follow the leader
pricing. Strategi relative pricing adalah penetapan harga susu relatif berdasarkan
harga produk pesaing. Sedangkan strategi follow the leader pricing bisa sama
diartikan dengan strategi relative pricing tetapi lebih mengikuti kepada harga
produk unggulan.
Strategi produk yang dijalankan pada industri susu mempunyai strategi
yang sama seperti strategi harga, yaitu adanya interdependensi antara pesaing satu
dengan pesaing lainnya yang satu sama lain saling mempengaruhi. Pada awalnya
setiap perusahaan susu hanya memproduksi satu jenis susu saja. Dengan
berkembangnya zaman, permintaan dan selera konsumen yang semakin
meningkat, mendorong perusahaan susu untuk memproduksi jenis susu bervariasi.
Dalam meningkatkan kualitas dan keragaman susu, para produsen melihat
perkembangan

teknologi,

perkembangan

competitor

serta

perkembangan

konsumen. Dengan melihat perkembangan tersebut, para produsen diharapkan

dapat memenuhi kebutuhan pasar, dapat bertahan pada perkembangan industri


serta dapat mencapai tujuan utama perusahaan tersebut.
Para produsen susu melakukan inovasi melalui produk dan merek dengan
memproduksi susu sesuai dengan jenis. Ada tiga jenis susu yang diproduksi antara
lain Susu Cair, Susu Kental Manis (SKM) dan Susu Bubuk. Dari ketiga jenis susu
tersebut masih dapat diklasifikasikan lagi sesuai dengan umur konsumen yaitu
susu bayi, susu anak, susu dewasa, susu manula serta susu yang diproduksi untuk
ibu hamil dan menyusui. Beberapa produsen susu dapat dilihat pada Tabel 18.
Tabel 18. Beberapa Produsen dan Merek Dagang tahun 2004
Jenis
Produsen
Merek
Ultra Milk
Cair
PT Ultrajaya Milk Industry
Bendera, Yes
PT Friesche Flag Indonesia
Indomilk
PT Indomilk
Dancow, Milo
PT Nestle Indonesia
SKM
PT Friesche Flag Indonesia
Krimer, Bendera
PT Indomilk
Cap Enak,Indomilk
PT Nestle Indonesia
Milk Maid, Milo
PT Ultrajaya Milk Industry
Ultra SKM
Bayi
PT Mead Johnson Indonesia Enfamil, Enfapro
Nutrilon, Bebelac
PT Nutricia
SGM, Vitalac
PT Sari Husada
Promil, Promise
PT Wyeth Indonesia
Bendera, Fristi
Anak
PT Friesche Flag Indonesia
Indomilk
PT Indomilk
Pediasure
PT Abbot Indonesia
Lactamil, Lactona
Ibu hamil dan
PT Nestle Indonesia
Anmum
Menyusui
Nutricia
PT Nutricia
Prenagen
PT Sanghyang Perkasa
PT Mead Johnson Indonesia Enfa Mama
Calcimex
Dewasa
PT Friesche Flag Indonesia
Calci Skim
PT Indomilk
Nestle
PT Nestle Indonesia
Sumber : CIC Consulting, 2005
Pemberian merek dagang pada setiap kemasan yang menarik akan menjadi
perhatian para konsumen dalam memilih produk yang dikonsumsi. Selain

kemasan dengan berbagai ukuran, variasi rasa pada setiap susu juga akan menarik
minat konsumen. Untuk menciptakan produk yang mempunyai posisi kuat di
pasaran, maka pada setiap jenis susu diperkaya dengan kandungan-kandungan
yang mempunyai komponen High value Ingredient terutama pada jenis susu bayi
dan anak.

5.2.2 Strategi Promosi


Strategi promosi merupakan salah satu cara untuk meningkatkan penjualan
produk dan menarik konsumen untuk menggunakan produk tersebut. Strategi
promosi yang dijalankan perusahaan susu dalam industri susu adalah melalui
promosi berbentuk merek, promosi berdasarkan industri atau pasar dan promosi
secara politik. Pada realita yang terjadi, strategi yang lebih banyak digunakan
adalah strategi promosi berbentuk merek. Dalam usaha peningkatan penjualan
produk, strategi promosi ini juga berkaitan dengan strategi harga dan strategi
produk. Ketiga strategi tersebut mempunyai tujuan yang sama dalam menjalankan
suatu usaha. Kegiatan promosi ini merupakan kegiatan interaksi yang dilakukan
oleh produsen kepada konsumen dalam bentuk komunikasi dan informasi
sehingga dapat mempengaruhi konsumen untuk menggunakan merek produk
tersebut. Strategi promosi dapat dikatakan efektif jika dampak dari promosi
tersebut dapat membuat konsumen mengetahui kelebihan dari suatu produk
dibandingkan produk lain sehingga dapat mendorong mereka untuk membeli
produk

Strategi promosi yang dilakukan dapat melalui iklan (media cetak dan
media elektronik), public relation, personal selling dan lain-lain. Iklan merupakan
media promosi yang lebih sering digunakan karena lebih mudah dijangkau secara
luas baik melalui media cetak maupun media elektronik. Iklan media cetak dibuat
semenarik mungkin agar dapat mudah diingat. Iklan yang menarik perhatian
konsumen dapat dilihat dari segi tulisan, warna, gambar serta orang yang
mengiklankan produk tersebut. Umumnya iklan susu melalui media elektronik
akan menggunakan public figure yang sedang terkenal atau yang sudah
mempunyai anak. Iklan media elektronik lebih menarik karena lebih real dalam
penayangan iklan produk tersebut. Berbagai tayangan iklan susu seperti Dancow,
Indomilk, Bendera dan lainnya dapat ditayangkan setiap waktu tanpa ada batasan
jam penayangan sesuai dengan perjanjian oleh beberapa pihak terkait.
Media lain yang digunakan dalam mempromosikan produk adalah melalui
tempat dimana produk tersebut dijual. Cara yang digunakan pada tempat
penjualan tersebut biasanya dinamakan product display dimana pada tempat
tersebut terdapat media promosi yang membuat konsumen yang melewatinya
tertarik untuk membeli produk tersebut. Tempat adanya product display antara
lain adalah supermarket, hypermarket, toko, warung dan lain-lain. Selain dengan
adanya product display, pihak supermarket menempatkan sales promotion di
counter-counter produk susu Dancow, Sustagen dan lain-lain.
Dalam melakukan kegiatan promosi, beberapa produsen susu seperti PT
Sari Husada yang ikut mensukseskan suatu kongres kesehatan. PT Sari Husada
juga mempunyai tim dokter yang memberikan nasihat dalam mempromosikan

produk di berbagai acara kesehatan. Kegiatan promosi tidak berhenti pada tahap
itu saja, dengan memberikan undangan gratis kepada para bidan di Indonesia
untuk mengunjungi pabrik susu juga merupakan kegiatan promosi yang cukup
menunjang keberlangsungan suatu produk. Promosi susu dapat diadakan melalui
kegiatan lomba bayi sehat serta pemberian hadiah pada setiap kemasan susu.
Banyak produk susu yang menyediakan hadiah pada setiap kemasannya. Hadiahhadiah tersebut dapat berupa mug lucu, Compact Disc (CD) kesehatan dan buku
cerita anak. Direct selling pun merupakan salah satu cara mempromosikan produk
susu berupa minum susu bersama di sekolah-sekolah atau promosi yang dilakukan
pada praktek kerja dokter.
Kegiatan promosi lain yang dilakukan produk susu Morinaga adalah
berupa kegiatan amal dengan mengumpulkan mainan yang sudah tidak terpakai
untuk disumbangkan kepada anak-anak yang kurang mampu atau sedang dilanda
bencana. Kegiatan amal ini merupakan bentuk kegiatan sosial yang dapat menarik
simpatik konsumen sehingga mendorong konsumen untuk menggunakan produk
susu tersebut. Promosi produk susu juga dapat dijalankan melalui bentuk kegiatan
perlombaan seperti lomba bayi sehat, bayi cerdas dan lain-lain.

5.3 Analisis Kinerja Industri Susu


Indikator yang digunakan untuk menganalisis kinerja industri susu di
Indonesia adalah melalui perolehan keuntungan dalam industri susu. Indikator
keuntungan industri susu tidak dapat digunakan karena data keuntungan
perusahaan maupun industri susu yang tidak dapat dipublikasikan. Untuk

menggantikan data keuntungan perusahaan maka digunakan Price Cost Margin


(PCM) sebagai proksi keuntungan dari perusahaan susu. Hasil penghitungan PCM
dapat dilihat pada Tabel 19.
Pada tahun 1998, industri susu menerima marjin keuntungan sebesar 47,66
persen dari kelebihan penerimaan atas biaya langsung. Angka ini cukup besar bagi
industri susu di Indonesia. Pada tahun berikutnya, penerimaan marjin keuntungan
meningkat menjadi 52,15 persen tetapi di tahun berikutnya keuntungan yang
diperoleh menurun drastis menjadi 27,76 persen. Pada tahun 2001, keuntungan
yang diperoleh industri susu mulai menunjukkan peningkatan sebesar 3,55 persen
menjadi 31,31 persen. Di tahun berikutnya penerimaan marjin keuntungan terus
meningkat menjadi 57,51 persen. Rata-rata PCM industri susu di Indonesia
mencapai 43,28 persen.
Tabel 19. Price Cost Marjin Industri Susu di Indonesia Tahun 1998-2002
Tahun
1998
1999
2000
2001
2002
Rata-rata

Nilai Tambah
(ribuan Rupiah)
959 789 417
2 113 396 573
1 174 392 910
1 628 330 835
4 063 143 966

Pengeluaran
Tenaga Kerja
(ribuan Rupiah)
59 071 640
78 583 944
97 608 570
150 328 365
176 332 412

Barang yang
Dihasilkan
(ribuan Rupiah)
1 890 037 316
3 901 583 379
3 879 551 663
4 720 366 352
6 758 543 365

PCM
(%)
47,66
52,15
27,76
31,31
57,51
43,28

Sumber : BPS, 1998-2002


Pengukuran kinerja dapat dilihat juga dari utilitas kapasitas produksi
industri susu. Utilitas kapasitas produksi industri susu dapat dilihat pada Tabel 15.
Rata-rata utilitas kapasitas produksi industri susu sebesar 81,05 persen. Nilai ratarata tersebut dapat dikatakan tinggi karena produksi susu nasional melebihi
setengah dari kapasitas yang terpasang. Dapat disimpulkan kinerja industri susu
yang diukur melalui utilitas kapasitas produksi susu cukup optimal.

Hasil perolehan rata-rata utilitas kapasitas produksi susu yang tinggi cukup
menjelaskan para produsen susu menggunakan kapasitas susu semaksimal dengan
tidak mengesampingkan keseimbangan antara penawaran produksi susu dengan
permintaannya. Dengan menjaga keseimbangan antara penawaran produksi dan
permintaanya bertujuan untuk menghindari dari kerugian perusahaan.
Tabel 20. Efisiensi-X Industri Susu di Indonesia Tahun 1998-2002
Tahun
1998
1999
2000
2001
2002
Rata-rata

Nilai Tambah
(000 Rp)
959 789 417
2 113 396 573
1 174 392 910
1 628 330 835
4 063 143 966

Nilai Input
(000 Rp)
1 465 082 943
2 355 558 300
3 090 871 648
3 626 709 108
4 196 778 944

Xeff
(%)
65,51
89,72
38,00
44,90
96,82
66,99

Sumber : BPS, 1998-2002


Tabel 20 menunjukkan nilai efisiensi industri susu yang cukup tinggi.
Pada tahun 1998 nilai efisiensi industri susu mencapai 65,51 persen. Di tahun
berikutnya efisiensi mengalami peningkatan menjadi 89,72 persen. Tetapi pada
tahun 2000, efisiensi industri susu mengalami penurunan yang cukup besar
menjadi 38 persen. Seiring dengan berjalannya waktu, pada tahun 2001 dan 2002
efisiensi industri susu mengalami peningkatan kembali menjadi 44,90 persen dan
96,82 persen. Rata-rata efisiensi-X industri susu di Indonesia sebesar 66,99
persen.

5.4 Hubungan Struktur dan Kinerja Industri Susu


Pendekatan Structure Conduct Performance (SCP) menjelaskan bahwa
terdapat suatu hubungan antara struktur dan kinerja suatu industri. Struktur
industri susu menggunakan alat konsentrasi yang dinamakan rasio konsentrasi

empat perusahaan terbesar (CR4). Indikator yang digunakan dalam menganalisis


kinerja industri susu adalah PCM. Keduanya mempunyai hubungan yang
berkaitan dimana CR4 merupakan variabel independent dan PCM adalah variabel
dependent dari sebuah persamaan tunggal yang digunakan untuk mengetimasi
hubungan antara struktur dan kinerja industri susu. Dalam menganalisis hubungan
struktur dan kinerja industri susu maka dimasukkan pula variabel-variabel bebas
yang ikut mempengaruhi tingkat keuntungan, yaitu produktivitas (prod), efisiensiX (Xeff) dan Growth.
Tabel 21. Hasil Regresi Persamaan PCM Industri Susu
Variable
Coefficient
t-statistic
C
-50,14736
-3,431772
CR4
0,624595
2,947047
PROD
0,004607
1,962809
XEFF(-2)
0,253553
2,391296
GROWTH(-3)
0,254872
3,042560
0,797620
R-squared
F-statistic
0,730160
Adjusted R-squared
Prob(F-statistic)
Durbin-Watson
Sumber : Lampiran 9

Prob.
0,0050
0,0122
0,0733
0,0341
0,0102
11,82363
0,000398
2,092664

Dari hasil estimasi di atas dapatlah disusun persamaan regresi Price Cost
Marjin (PCM) industri susu di Indonesia sebagai berikut :
PCM = -50,14736 + 0,624595 CR4t + 0,004607 PRODt + 0,253553 XEFFt-2 +
0,254872 GROWTHt-3
Berdasarkan hasil pengolahan pada model persamaan PCM, langkah
selanjutnya adalah melakukan berbagai macam pengujian terhadap parameter
estimasi tersebut yaitu uji autokorelasi, uji heteroskedastisitas dan uji
miltikolinearitas. Pengujian tersebut dilakukan untuk melihat ada tidaknya

pelanggaran terhadap asumsi klasik. Apabila dalam pengujian terdapat


pelanggaran maka akan diperoleh hasil estimasi yang tidak valid.
Pengolahan data menggunakan software E-Views menghasilkan nilai
koefisien determinasi (R-Squared) sebesar 0,797620 yang artinya model regresi
yang menggunakan PCM industri susu sebagai variabel dependen mampu
menjelaskan 79,76 persen oleh variabel-variabel independen (CR4, prod, Xeff dan
growth), sehingga dapat disimpulkan bahwa model persamaan PCM tersebut
dapat diterima. Sisa nilai koefisien determinan sebesar 20,238 persen dapat
dijelaskan oleh variabel lain di luar model.
Dari hasil regresi persamaan PCM pada Tabel 21 dapat dijelaskan bahwa
hubungan struktur dan kinerja industri susu adalah positif dimana peningkatan
CR4 akan meningkatkan PCM. Secara ekonomi hubungan antara struktur dan
kinerja yang positif telah terpenuhi. Hasil estimasi menunjukkan CR4 signifikan
pada taraf 10 persen. Nilai koefisien CR4 bernilai positif sebesar 0,624595 yang
artinya jika CR4 meningkat sebesar 1 persen, maka akan meningkatkan PCM
sebesar 0,624595 persen. Pada industri susu di Indonesia terdapat kondisi efisiensi
dimana hanya perusahaan-perusahaan yang efisien dan inovatif yang mampu
meningkatkan konsentrasi dan meraih keuntungan besar.
Koefisien produktivitas (prod) sebesar 0,004607 dan nyata pada taraf 10
persen menunjukkan bahwa jika produktivitas meningkat sebesar 1 persen, maka
akan meningkatkan PCM sebesar 0,004607 persen. Hubungan ini sesuai dengan
teori, dimana kenaikan produktivitas industri susu akan meningkatkan PCM
industri susu tersebut.

Efisiensi-X (Xeff) pada dua tahun sebelumnya berpengaruh nyata positif


terhadap PCM industri susu di Indonesia pada taraf nyata 10 persen, artinya jika
terjadi kenaikan Efisiensi-X maka PCM akan naik. Nilai koefisien Efisiensi-X
sebesar 0,253553 menunjukkan bahwa jika Efisiensi-X dua tahun sebelumnya
meningkat 1 persen, maka diperkirakan PCM naik sebesar 0,253553 persen. Pada
kenyataannya, industri susu di Indonesia merupakan industri padat modal dimana
biaya input bahan baku dan modalnya lebih besar daripada pengeluaran tenaga
kerja. Industri susu juga merupakan industri padat energi karena dalam biaya
inputnya terdapat biaya untuk bahan bakar, tenaga listrik dan gas. Apabila
perusahaan susu semakin efisien dalam penggunaan biaya input, maka
keuntungan yang diperoleh akan semakin besar pula.
Growth pada tiga tahun sebelumnya berpengaruh nyata positif terhadap
PCM industri susu di Indonesia pada taraf nyata 10 persen, artinya jika Growth
sebesar 0,254872 tiga tahun sebelumnya meningkat sebesar 1 persen, maka
diperkirakan PCM akan naik sebesar 0,254872 persen. Growth merupakan tingkat
pertumbuhan nilai barang yang dihasilkan perusahaan. Pengaruh peningkatan
Growth pada tiga tahun sebelumnya dan peningkatan Efisiensi-X pada dua tahun
sebelumnya terhadap peningkatan PCM, salah satunya disebabkan oleh
ketidakstabilan perekonomian pada saat proses recovering dari krisis ekonomi.
Tabel 22. Uji Autokorelasi
Breusch-Godfrey Serial Correlation LM Test:
F-statistic
0,015696
Probability
Obs*R-squared
0,053200
Probability
Sumber : Lampiran 9

0,984450
0,973750

Pada Tabel 22 dapat dilihat uji autokorelasi yang dilakukan melalui


perangkat E-Views 4.1. Hasil pengujian tersebut dapat diketahui melalui serial
correlation LangrangeMultiplier Test yaitu nilai probability obs*R-squared harus
lebih besar dari derajat bebasnya (). Pada Tabel 22 diketahui nilai probability
obs*R-squared adalah 0,973750 yang artinya bernilai lebih besar dari = 10
persen. Dari hasil pengujian tersebut dapat diambil kesimpulan bahwa model
persamaan yang digunakan dalam penelitian ini tidak memiliki masalah
autokorelasi.
Pengujian heteroskedastisitas yang dapat dilihat pada Tabel 23 bertujuan
untuk melihat apakah ada atau tidaknya variabel pengganggu yang memiliki
varians yang sama (homoskedastisitas). Pengujian ini dapat diketahui melalui
white heteroskedasticity, dimana nilai probability obs*R-squared pada model
persamaan adalah 0,438388 yang artinya bernilai lebih besar dari = 10 persen.
Dari hasil pengujian tersebut dapat diambil kesimpulan bahwa model persamaan
yang digunakan dalam penelitian ini tidak memiliki masalah heteroskedastisitas.
Tabel 23. Uji Heteroskedastisitas
White Heteroskedasticity Test:
F-statistic
0,878413
Obs*R-squared
7,949807
Sumber : Lampiran 9

Probability
Probability

0,570501
0,438388

Uji Multikolinearitas dapat dilihat pada Tabel 24. Menurut teori yang
menyatakan bahwa terdapat gejala multikolineritas jika terdapat suatu hubungan
kausalitas pada variabel-variabel independennya. Model persamaan regresi PCM
tidak memilki masalah multikolineritas, dimana semua variabel yang digunakan

dalam penelitian ini mempunyai nilai mutlak korelasi yang tidak lebih besar dari
0,8.
Tabel 24. Uji Multikolinearitas
CR4
1.000000
CR4
0.352123
PROD
0.025585
XEFF_2
0.055471
GROWTH_3
Sumber : Lampiran 9

PROD
0.352123
1.000000
0.210943
0.386323

XEFF_2
0.025585
0.210943
1.000000
-0.148262

GROWTH_3
0.055471
0.386323
-0.148262
1.000000

Berdasarkan pengujian yang dilakukan dan dapat dilihat pada Tabel 22,
Tabel 23 dan Tabel 24 maka dapat diketahui bahwa model persamaan PCM
tersebut bebas dari masalah autokorelasi, heteroskedastisitas dan multikolinearitas
sehingga menghasilkan koefisien dugaan terbaik (BLUE). Uji koefisien
determinasi dengan nilai R2 sebesar 79,76 persen menunjukkan bahwa uji
ketepatan perkiraan (goodness of fit) dari model persamaan adalah baik, artinya
79,76 persen keragaman PCM dapat dijelaskan oleh hubungan linier dengan
variabel-veriabel independennya.
Uji F dilakukan untuk melihat apakah variabel-variabel independen secara
serentak berpengaruh pada variabel dependennya. Nilai F-statistic sebesar
11,82363 dengan probabilitas (F-statistic) sebesar 0,000398 yang artinya dari
keempat variabel independen dalam model tersebut nyata pada taraf 10 persen.
Uji t dilakukan untuk melihat apakah masing-masing variabel independen
berpengaruh terhadap variabel dependennya. Hasil pengujian yang dilakukan
memperlihatkan bahwa keempat variabel independen yaitu CR4, Produktivitas,
Effisiensi-X dan Growth berpengaruh secara signifikan terhadap variabel
dependen nyata pada taraf 10 persen.

VI. KESIMPULAN DAN SARAN

6.1 Kesimpulan
Dari hasil analisis yang dilakukan pada industri susu di Indonesia,
diperoleh beberapa kesimpulan sebagai berikut :
1. Bentuk struktur pasar yang dimiliki oleh industri susu di Indonesia adalah
struktur pasar oligopoli ketat. Struktur pasar ini menandakan bahwa adanya
tingkat konsentrasi yang cukup tinggi, entry condition yang berukuran sedang
sampai tinggi serta jenis produk yang heterogen.
2. Dalam industri susu, penetapan harga susu berdasarkan kesepakatan harga
antara pesaing yang satu dengan pesaing lainnya serta mereka saling
mempengaruhi satu sama lain. Setiap perusahaan susu memiliki kebijakan
tersendiri mengenai penetapan harga susu yang akan dijual ke publik. Dalam
pasar oligopoli diketahui bahwa terjadi kesepakatan dalam penyesuaian harga
salah satunya mencegah terjadinya pemotongan harga.
3. Strategi produk yang dilakukan industri susu adalah dengan melakukan
diversifikasi dan diferensiasi produk yang berkualitas dan bermutu tinggi.
4. Strategi promosi yang dilakukan pada setiap perusahaan susu di Indonesia
adalah melalui strategi berbentuk merek, strategi berdasarkan industri dan
strategi berbentuk politik. Tetapi umumnya industri susu melakukan strategi
berbentuk merek. Selain itu promosi dilakukan juga melalui iklan (media
cetak dan media elektronik), public relation, personal selling dan lain-lain.

5. Dari segi kinerja, industri susu di Indonesia memiliki nilai PCM yang cukup
tinggi. Peningkatan utilitas kapasitas produksi akan meningkatkan jumlah
produk susu di pasar yang akan menyeimbangkan kelebihan penawaran yang
besar. Nilai efisiensi industri susu yang cukup tinggi menggambarkan efisiensi
industri susu cukup baik.
6. Berdasarkan hasil regresi, Four Concentration Ratio (CR4) dan Price Cost
Margin (PCM) mempunyai hubungan positif dan nyata pada industri susu,
sehingga dapat disimpulkan bahwa kriteria secara ekonomi terpenuhi. Ketiga
variabel lain (Produktivitas, X-Efisiensi dan Growth) memenuhi kriteria uji
ekonomi dimana hubungannya dengan PCM mempunyai pengaruh nyata serta
berhubungan positif, artinya jika setiap variabel independen meningkat maka
akan meningkatkan nilai PCM industri susu. Model persamaan yang
digunakan

dalam

penelitian

ini

bebas

dari

masalah

autokorelasi,

heteroskedastisitas dan multikolinearitas sehingga menghasilkan koefisien


dugaan terbaik (BLUE).

6.2 Saran
Dari hasil analisis pada industri susu di Indonesia, maka ada beberapa hal
yang disarankan untuk perkembangan industri susu, yaitu :
1. Para produsen susu harus meningkatkan kinerja perusahaannya melalui
peningkatan efisiensi alokatif dengan penggunaan sumber daya alam dan
sumber daya ekonomi yang efisien dan efektif, efisiensi teknis yang
digambarkan pada efisiensi internal dimana pengelolaan perusahaan dengan

peningkatan sumber daya manusia, pemerataan distribusi produk susu di


seluruh

wilayah

Indonesia,

penggunaan

kemajuan

teknologi

dalam

menghasilkan output, kualitas produk yang bermutu tinggi, perluasan


kesempatan kerja serta pencapaian profit perusahaan.
2. Pemerintah perlu memberikan informasi akurat melalui media maupun
penyuluhan mengenai produk susu yang layak dikonsumsi atau diberikan
kepada masyarakat agar masyarakat dapat memutuskan dan memilih produk
susu yang berkualitas dan bermutu tinggi. Informasi dan penyuluhan tersebut
dapat mendorong kesadaran masyarakat untuk mengkonsumsi poduk susu
sebagai makanan pelengkap.

DAFTAR PUSTAKA

Alistair, A. 2004. Analisis pendekatan Struktur-Perilaku-Kinerja pada Industri


Tepung Terigu di Indonesia Pasca Penghapusan Monopoli Bulog
(Skripsi). Fakultas Ekonomi Manajemen IPB. Bogor.
[BPS] Badan Pusat Statistik. 1983-2002. Statistik Industri Besar dan Sedang.
Jakarta: Badan Pusat Statistik.
Baumol, W. 1982. Contestable Markets: An Uprising in Theory of Industry
Structure. American Economics Review 72(1):1-15.
Consulting, CIC. 2005. Studi tentang Industri dan Pemasaran Susu di Indonesia.
Jakarta.
Daryanto, A. 2004. Microeconomic Foundation for Indonesian Competition Law
and Policy. Asian Development Bank Departemen Perindustrian dan
Perdagangan. Bogor.
Firdaus, G.H. 2004. Analisis Struktur-Perilaku-Kinerja Bank Umum Syariah di
Indonesia (Skripsi). Fakultas Ekonomi Manajemen IPB. Bogor.
Gujarati, D. 1978. Ekonometrika Dasar. Sumarno Zain, penerjemah. Erlangga.
Jakarta.
Greer, J. 1975. Conduct of Industrial Companies. Prentice hall. London.
Hasibuan, N. 1993. Ekonomi Industri : Persaingan, Monopoli dan Regulasi.
LP3ES. Jakarta.
Juwita, I. 2004. Analisis Ekonomi Industri Semen dan Undang-Undang
Persaingan Usaha (Skripsi). Fakultas Ekonomi Manajemen IPB. Bogor.
Jaya, W.K. 2001. Ekonomi Industri. PT BPFE. Yogyakarta.
Kusuma, R. 1997. Ekspor-Impor Susu Olahan Indonesia di Pasaran Internasional
(skripsi). Fakultas Pertanian IPB. Bogor.
Lubis, A.F. 1997. Struktur dan Kekuatan Pasar: Analisis Panel Industri
Pengolahan di Indonesia 1985-1994 (Skripsi). Fakultas Ekonomi UI.
Jakarta.
Nurdianto, D.A. 2004. Analisis Kolusi Industri Manufaktur Indonesia Tahun
1993-2000. Fakultas Ekonomi UI. Jakarta.
Primaswari, Anita. 2001. Optimalisasi Produksi Susu Kental Manis pada PT
Friesche Vlag Indonesia (Skripsi). Fakultas Pertanian IPB. Bogor.
Rahmad, E. 1993. Strategi Bauran Produk dan Bauran Harga dalam Pemasaran
Susu Pateurisasi pada PT Australia Indonesian Milk Industries (skripsi).
Fakultas Pertanian IPB. Bogor.

Scherer, F.M. 1974. Economic of Scale as a Determinant. In H.J. Goldschmid,


H.M. Mann and F.W. Weston (eds). Industrial Concentration: The New
Learning. Boston: Little Brown.
Setiawan, T. 1992. Analisis Pengembangan Produk Baru Susu Bubuk Instan
Alpha (Skripsi). Fakultas Ekonomi. Depok.
Shepherd, W.G. 1990. The Economic of Industrial Organization. Prentice Hall.
New Jersey.
Wihanasari, T. 1993. Analisis Pengadaan Bahan Baku dan Nilai Tambah
Pengolahan Susu pada PT Australia Indonesian Milk Industries, Jakarta
(skripsi). Fakultas Pertanian IPB. Bogor.

Lampiran 1. Konsumsi Susu Menurut Propinsi Tahun 2000-2004


(ton)
2003

2004 *)

74

8,674

9,624

Pertumbuhan
(%)
11.0

23 760
1 949
0
0
23 546
2 500
24 675
195 530
251 841
104 750
5 241
196 946
87
0
0
53
0

24 100
2 116
0
0
24 586
2 500
24 823
187 665
263 662
110 014
5 585
197 458
0
0
0
45
0

2 435
2 583
0
9 957
24 603
188 380
26 588
195 040
281 419
112 468
6 993
235 493
63
0
0
9
0

25 000
2 794
0
10 256
25 077
195
29 949
200 236
281 440
113 817
7 063
238 208
68
0
0
9
0

-99.0
8.2
0
3.0
1.9
-99.9
12.6
2.7
0.0
1.2
1.0
1.0
7.9
0
0
0.0
0

10

9 610

0 091

5.0

13 812

7 620

12 924

13 182

2.0

12 394
4 593
32 014

0
4 593
32 098
0

0
4 600
0
0

7,000
4 646
33
0

7,140
4 692
33
0

2.0
1.0
0.0
0

22 428
-

0
0
0
3
2 298
0

0
0
0
3
2 708
0

0
0
0
0
3 724
0

0
0
0
0
3 725
0

0
0
0
0
0.0
0

Jumlah
929 690 883 758
Sumber : Departemen Perdagangan, 2000-2004
Keterangan : *) Angka Sementara
-) Data tidak tersedia

889 934

1 433 091

957 624

No.
1.
2.
3.
4.
5.
6.
7.
8.
9.
10.
11.
12.
13.
14.
15.
16.
17.
18.
19.
20.
21.
22.
23.
24.
25.
26.
27.
28.
29.
30.

Propinsi

2000

2001

N. Aceh
Darussalam
Sumatera Utara
Sumatera Barat
Riau
Jambi
Sumatera Selatan
Bengkulu
Lampung
DKI Jakarta
Jawa Barat
Jawa Tengah
DI Yogyakarta
Jawa Timur
Bali
NTB
NTT
Kalimantan Barat
Kalimantan
Tengah
Kalimantan
Selatan
Kalimantan
Timur
Sulawesi Utara
Sulawesi Tengah
Sulawesi Selatan
Sulawesi
Tenggara
Maluku
Papua
Bangka Belitung
Banten
Gorontalo
Maluku Utara

61

67

22 840
1 810
9 093
187
2 390
24 672
184 829
287 850
104 224
6 371
213
779
93
56

Tahun
2002

Lampiran 2. Produksi Susu Menurut Propinsi Tahun 2000-2004


No.
1.
2.
3.
4.
5.
6.
7.
8.
9.
10.
11.
12.
13.
14.
15.
16.
17.
18.
19.
20.
21.
22.
23.
24.
25.
26.
27.
28.
29.
30.

Propinsi
N. Aceh
Darussalam
Sumatera Utara
Sumatera Barat
Riau
Jambi
Sumatera
Selatan
Bengkulu
Lampung
DKI Jakarta
Jawa Barat
Jawa Tengah
DI Yogyakarta
Jawa Timur
Bali
NTB
NTT
Kalimantan
Barat
Kalimantan
Tengah
Kalimantan
Selatan
Kalimantan
Timur
Sulawesi Utara
Sulawesi
Tengah
Sulawesi
Selatan
Sulawesi
Tenggara
Maluku
Papua
Bangka
Belitung
Banten
Gorontalo
Maluku Utara

(ton)
Pertumbuhan (%)
10.96

2000
65

2001
72

Tahun
2002
79

4 615
530
0
11
187

4 622
506
0
0
300

4 639
492
0
24
302

4 658
833
0
29
302

4 675
863
0
29
302

0.36
3.60
0.00
0.00
0.00

0
75
5 094
184 515
78 931
6 888
214 581
64

130
77
6 130
184 833
81 578
4 405
196 946
85
97

117
78
5 795
198 510
80 064
5 299
197 458
68
45

48
78
5 795
207 855
82 906
5 597
235 942
35
16

50
78
5795
246 322
83 901
5 652
238 208
36
14
17

4.17
0.00
0.00
18.51
1.20
0.98
0.96
2.86
6.25

59

65

73

80

83

3.75

32

32

32

32

32

0.00

232

68
-

68
-

38
-

40
-

5.26
-

493 375

553 442

596 303

7.74

Jumlah
498 647 479 947
Sumber : epartemen Perdagangan, 2000-2004
Keterangan : *) Angka Sementara
-) Data tidak tersedia

2003
9 198

2004 *)
10 206

Lampiran 3. Kapasitas Produksi Susu menurut Perusahaan Tahun 2004


Produsen

Total
(SKLSS)
(%)
22.20
643 000
15.32
443 693

1. PT Sari Husada
2. PT Nestle
Indonesia
434 174
3. PT Friesche
Flag Indonesia
250 000
4. GKSI (Milk
Treatment)
226 782
5. PT Indomilk
192 240
6. PT Indolakto
180 000
7. PT Nutricia
Indonesia
Sejahtera
132 000
8. PT Ultrajaya
Milk Industry
99 800
9. PT Foremost
Indonesia
92 160
10. PT Gizindo
Prima Nusantara
63 000
11. KPBS
40 000
12. PT Mirota KSM
25 000
13. PT Greenfields
Indonesia
24 000
14. PT Sugizindo
3 840
15. PT Shangyang
Perkasa
3 200
16. PT Netania
Kasih Karunia
960
17. PT Nutrifood
Indonesia
420
18. PT Diamond
Cold Storage
420
19. PT Fajar Taurus
0
20. PT Ultrindo Inti
Jaya
0
21. PT Danone Dairy
Indonesia
0
22. PT Cita Nasional
Total
2 896 188
Sumber : CIC Consulting, 2005.

Cair
(kiloliter)
3 000
32 000

SKM
(kiloliter)
0
55 872

Bubuk
(kiloliter)
80 000
34 700

14.99

65 000

30 489

37 000

8.63

250 000

7.83
6.64
6.22

3 870
6 000
0

74 880
57 600
0

5 400
6 000
22 500

4.56

20 000

30 000

3.45

5 000

39 500

3.18

2.18
1.38
0.86

63 000
0
25 000

0
0
0

0.83
0.13

0
0

0
0

0.11

400

0.03

120

0.01

420

0.01
0.00

420
0

0
0

0
n.a

0.00

n.a

0.00
100

n.a
475 210

0
288 341

0
216 120

5 000
0
11 520
0
0
0
3 000
480

Lampiran 4. Merek Lisensi dalam Pasar Domestik Tahun 2004


Merek Dagang
Bear Brand

Pemegang Merek
PT Nestle Indonesia

Bebelac
Bendera

PT Nutricia Indonesia
Sejahtera
PT Friesche Flag Indonesia

Calcimex

PT Friesche Flag Indonesia

Carnation

PT Nestle Indonesia

Chil Kid

PT Shangyang Perkasa

Chil Kid Platinum

PT Shangyang Perkasa

Chil Mil

PT Shangyang Perkasa

Chil School

PT Shangyang Perkasa

Dancow

PT Nestle Indonesia

Enercal
Enfagrow
Enfakid
Enfapro
Kompleta

PT Wyeth Indonesia
PT Mead Johnson Indonesia
PT Mead Johnson Indonesia
PT Mead Johnson Indonesia
PT Friesche Flag Indonesia

Krimer

PT Friesche Flag Indonesia

Milk Maid

PT Nestle Indonesia

Morinaga BMT

PT Shangyang Perkasa

Morinaga NL-33

PT Shangyang Perkasa

Nestle

PT Nestle Indonesia

Nursoy
Nutricia Bunda

PT Wyeth Indonesia
PT Nutricia Indonesia
Sejahtera
PT Nutricia Indonesia
Sejahtera
PT Nutricia Indonesia
Sejahtera

Nutrilon
Nutrima

Pemberi Lisensi
Societes des Produits
Nestle SA (Switzerland)
Lyempt B. V Holland
Friesland Cober co Dairy
Food (Holland)
Friesland Cober co Dairy
Food (Holland)
Societes des Produits Nestle
SA (Switzerland)
Morinaga Milk Industry
(Japan)
Morinaga Milk Industry
(Japan)
Morinaga Milk Industry
(Japan)
Morinaga Milk Industry
(Japan)
Societes des Produits Nestle
SA (Switzerland)
Wyeth Ayerst Inc. (USA)
Mead Johnson Inc. (USA)
Mead Johnson Inc. (USA)
Mead Johnson Inc. (USA)
Friesland Cober co Dairy
Food (Holland)
Friesland Cober co Dairy
Food (Holland)
Societes des Produits Nestle
SA (Switzerland)
Morinaga Milk Industry
(Japan)
Morinaga Milk Industry
(Japan)
Societes des Produits Nestle
SA (Switzerland)
Wyeth Ayerst Inc. (USA)
Nutricia Zoofermeer
(Holland)
Nutricia Zoofermeer
(Holland)
Nutricia Zoofermeer
(Holland)

Lampiran 4. lanjutan
Sobee Plus
Sustacal
Sustagen Kids
Sustagen Mama
Sustagen Yunior

PT Mead Johnson Indonesia


PT Mead Johnson Indonesia
PT Mead Johnson Indonesia

Sumber : CIC Consulting, 2005.

Mead Johnson Inc. (USA)


Mead Johnson Inc. (USA)
Mead Johnson Inc. (USA)
Mead Johnson Inc. (USA)
Mead Johnson Inc. (USA)

Lampiran 5. Produk Susu Impor di Pasar Domestik Tahun 2004


Merek Dagang
Anchor
Andec
Anlene
Anmum
Bear Brand
Country Goodness
Dumex
Dutch Lady

Pemegang Merek
PT New Zealand Milk
Indonesia
PT New Zealand Milk
Indonesia
PT New Zealand Milk
Indonesia
PT New Zealand Milk
Indonesia
PT Nestle Indonesia
PT Sukanda Jaya

Pemberi Lisensi
Mainland Products Limited
(New Zealand)
Compac Inter Ltd (New
Zealand)
Compac Inter Ltd (New
Zealand)
Compac Inter Ltd (New
Zealand)
Nestle (Thai) Ltd
New Zealand Dairy Food

PT Mexindo Mitra Perkasa


PT Friesche Flag Indonesia

Dumex Malaysia Sdh Bhd


Dutch Lady Milk Industry
Bhd (Malaysia)
Bristol Myers Squibb
(Philipina)
Bristol Myers Squibb
(Philipina)
Bristol Myers Squibb
(Philipina)
Bristol Myers Squibb
(Philipina)
Bristol Myers Squibb
(Philipina)
Bristol Myers Squibb
(Philipina)
Abbot Labboratories BV
FN Food Malaysia
Abbot Labboratories
(Ireland)
Abbot Labboratories
(Ireland)
Bristol Myers Squibb
(Philipina)
Abbot Labboratories
(Netherland)
Nestle (Philipina) Ltd
Nestle (Philipina) Ltd
Lidels Group Pte
(Australia)
National Food Limited
(Australia)
Nestle Milo SDN BHD

Enfagrow
PT Mead Johnson Indonesia
Enfakid
PT Mead Johnson Indonesia
Enfalac
PT Mead Johnson Indonesia
Enfamama
PT Mead Johnson Indonesia
Enfamil
PT Mead Johnson Indonesia
Enfapro
PT Mead Johnson Indonesia
Ensure
F&N
Gain

PT Abbot Indonesia
PT Aneka Jaya
PT Abbot Indonesia

Grow
PT Abbot Indonesia
Isocol
PT Mead Johnson Indonesia
Isomil
PT Abbot Indonesia
Lactogen1
Lactogen2
Lidels

PT Nestle Indonesia
PT Nestle Indonesia
PT Sukanda Jaya

Mastere Purc
PT Sukanda Jaya
Milo Actigen
PT Nestle Indonesia

Lampiran 5. lanjutan
Nan1
Nan2
Nestle Low Fat

PT Nestle Indonesia
PT Nestle Indonesia
PT Nestle Indonesia

Nursoy
Nutrilon
Olac

PT Wyeth Indonesia
PT Nutricia Indonesia
Sejahtera
PT Mead Johnson Indonesia

Pediasure

PT Abbot Indonesia

President

PT Protara Boga

Procal
Progestemil

PT Wyeth Indonesia
PT Mead Johnson Indonesia

Prolene

PT New Zealand Milk


Indonesia
PT Wyeth Indonesia
PT Wyeth Indonesia
PT Wyeth Indonesia
PT Mead Johnson Indonesia

Promil
Promil Gold
Promise Gold
Prosobee
S-26
S-26 Gold
Similac Advence
Similac Special
Carre
Sobee Plus
So Natural
Sustacal

PT Wyeth Indonesia
PT Wyeth Indonesia
PT Abbot Indonesia
PT Abbot Indonesia

Sustagen HP

PT Mead Johnson Indonesia

Sustagen Kids

PT Mead Johnson Indonesia

Sustagen Mama

PT Mead Johnson Indonesia

Sustagen Yunior

PT Mead Johnson Indonesia

Ucare

PT New Zealand Milk


Indonesia
PT Tri Cipta Candra

U-Milk

PT Mead Johnson Indonesia


PT Sukanda Jaya
PT Mead Johnson Indonesia

Sumber : CIC Consulting, 2005.

Nestle Netherland
Nestle Suisse SA
Netherland Product
(New Zealand)
Wyeth Nutrician Singapore
Nutricia Zoofermeer
(Holland)
Bristol Myers Squibb
(Philipina)
Abbot Labboratories
(Netherland)
Lactalis Internasional
(Franche)
Wyeth Nutrician Singapore
Bristol Myers Squibb
(Philipina)
Compac Inter Ltd (New
Zealand)
Wyeth Nutrician Singapore
Wyeth Nutrician Singapore
Wyeth Nutrician Singapore
Mead Johnson BV
(Netherland)
Wyeth Nutrician Singapore
Wyeth Nutrician Singapore
Abbot Labboratories BV
Abbot Labboratories BV
Bristol Myers Squibb
(Philipina)
So Natural Foods Australia
Bristol Myers Squibb
(Philipina)
Bristol Myers Squibb
(Philipina)
Bristol Myers Squibb
(Philipina)
Bristol Myers Squibb
(Philipina)
Bristol Myers Squibb
(Philipina)
Compac Inter Ltd
(New Zealand)
TTS Food Industry
(Singapore)

Lampiran 6. Price Cost Margin Industri Susu di Indonesia Tahun 1983-2002


Tahun

Nilai Tambah
(000 Rp)

1983
55 506 500
1984
39 227 236
1985
45 358 153
1986
48 643 404
1987
38 616 318
1988
117 091 261
1989
80 368 929
1990
103 833 658
1991
161 605 780
1992
195 080 116
1993
241 467 642
1994
285 597 442
1995
326 684 710
1996
455 234 673
1997
450 725 000
1998
959 789 417
1999
2 113 396 573
2000
1 174 392 910
2001
1 628 330 835
2002
4 063 143 966
Sumber : BPS, 1983-2002

Pengeluaran
Tanaga Kerja
(000 Rp)
6 172 589
6 540 966
9 044 547
8 797 689
11 057 412
13 001 619
16 499 208
18 986 846
29 339 807
31 577 065
21 868 345
34 871 535
35 466 163
40 133 323
52 442 747
59 071 640
78 583 944
97 608 570
150 328 365
176 332 412

Barang yang
dihasilkan
(000 Rp)
192 723 659
189 074 000
234 798 202
265 224 938
329 708 323
476 575 893
548 661 837
643 574 820
852 117 912
946 950 908
960 989 057
1 189 219 898
1 353 821 818
1 764 107 875
1 857 387 000
1 890 037 316
3 901 583 379
3 879 551 663
4 720 366 352
6 758 543 365

PCM
(%)
25,60
17,30
15,50
15,00
8,40
21,80
11,60
13,20
15,50
17,30
22,90
21,10
21,50
23,50
21,40
47,70
52,20
27,80
31,30
57,50

Lampiran 7. Nilai Efisiensi-X Industri Susu di Indonesia Tahun 1983-2002


Tahun

Nilai Tambah
(000 Rp)
1983
55 506 500
1984
39 227 236
1985
45 358 153
1986
48 643 404
1987
38 616 318
1988
117 091 261
1989
80 368 929
1990
103 833 658
1991
161 605 780
1992
195 080 116
1993
241 467 642
1994
285 597 442
1995
326 684 710
1996
455 234 673
1997
450 725 000
1998
959 789 417
1999
2 113 396 573
2000
1 174 392 910
2001
1 628 330 835
2002
4 063 143 966
Sumber : BPS, 1983-2002

Nilai Input
(000 Rp)
134 061 020
148 477 738
189 719 050
210 803 753
278 208 268
350 535 201
469 743 140
544 482 881
694 644 595
754 480 913
725 726 297
935 690 328
1 124 983 000
1 318 258 211
1 414 984 000
1 465 082 943
2 355 558 300
3 090 871 648
3 626 709 108
4 196 778 944

Xeff
(%)
41,40
26,42
23,91
23,08
13,88
33,40
17,11
19,07
23,26
25,86
33,27
30,52
29,04
34,53
31,85
65,51
89,72
38,00
44,90
96,82

Lampiran 8. Nilai Produktivitas Industri Susu di Indonesia Tahun 19832002


Tahun

Nilai Output

1983
192 975 287
1984
190 946 272
1985
240 233 382
1986
266 683 345
1987
332 404 399
1988
480 944 978
1989
555 660 053
1990
652 114 676
1991
861 807 545
1992
956 697 100
1993
979 901 223
1994
1 237 424 136
1995
1 477 909 664
1996
1 818 297 699
1997
1 949 531 000
1998
2 486 101 636
1999
4 490 816 788
2000
4 342 814 770
2001
5 320 191 658
2002
8 452 246 306
Sumber : BPS, 1983-2002

Nilai Input TK

Produktivitas (%)

6 172 589
6 540 966
9 044 547
14 797 689
11 057 412
13 001 619
16 499 208
18 986 846
29 339 807
31 577 065
21 868 345
34 871 535
35 466 163
40 133 323
52 442 747
59 071 640
78 583 944
99 608 570
150 328 365
176 332 412

3126,33
2919,24
2656,11
1802,19
3006,17
3699,12
3367,80
3434,56
2937,33
3029,72
4480,91
3548,52
4167,10
2038,95
3717,45
4208,62
5714,67
4359,88
3539,05
4793,36

Lampiran 9. Hasil Regresi Industri Susu di Indonesia


Dependent Variable: PCM
Method: Least Squares
Date: 02/03/06 Time: 14:09
Sample(adjusted): 1986 2002
Included observations: 17 after adjusting endpoints
Variable
Coefficient Std. Error t-Statistic
C
-50.14736 14.61267 -3.431772
CR4
0.624595 0.211939 2.947047
PROD
0.004607 0.002347 1.962809
XEFF(-2)
0.253553 0.106032 2.391296
GROWTH(-3)
0.254872 0.083769 3.042560
R-squared
0.797620
Mean dependent var
Adjusted R-squared
0.730160
S.D. dependent var
S.E. of regression
7.413507
Akaike info criterion
Sum squared resid
659.5210
Schwarz criterion
Log likelihood
-55.21751
F-statistic
Durbin-Watson stat
2.092664
Prob(F-statistic)

Prob.
0.0050
0.0122
0.0733
0.0341
0.0102
25.27647
14.27154
7.084413
7.329476
11.82363
0.000398

Uji Autokorelasi
Breusch-Godfrey Serial Correlation LM Test:
F-statistic
0.015696 Probability
Obs*R-squared
0.053200 Probability

0.984450
0.973750

Uji Heteroskedasitas
White Heteroskedasticity Test:
F-statistic
0.878413 Probability
Obs*R-squared
7.949807 Probability

0.570501
0.438388

Uji Multikolinearitas
CR4
PROD
XEFF_2
GROWTH_3

Correlation Matrix
CR4
PROD
XEFF_2
1.000000 0.352123 0.025585
0.352123 1.000000 0.210943
0.025585 0.210943 1.000000
0.055471 0.386323 -0.148262

GROWTH_3
0.055471
0.386323
-0.148262
1.000000

Lampiran 10. Pangsa Pasar Masing-masing Perusahaan Susu Tahun 19832002


Tahun
NAMA
1983

1984

1985

1986

1987

1988

1989

1990

1991

PT INDOMILK
PT DJOHAN WISATA
PT FRIESCHE FLAG INDONESIA
PT GIZINDO PRIMA NUSANTARA
PT GIZINDO PRIMA NUSANTARA
PT INDOMILK,
PT DJOHAN WISATA
PT FRIESCHE FLAG INDONESIA
PT GIZINDO PRIMA NUSANTARA
PT FRIESCHE FLAG INDONESIA
PT DJOHAN WISATA
PT INDOMILK
PT GIZINDO PRIMA NUSANTARA
PT INDOMILK
PT DJOHAN WISATA
PT FRIESCHE FLAG INDONESIA
PT FRIESCHE FLAG INDONESIA
PT DJOHAN WISATA
PT INDOMILK
PT GIZINDO PRIMA NUSANTARA
PT FRIESCHE FLAG INDONESIA
PT TIGAKA
PT INDOMILK
MILK TREATMENT BATU, KOPERASI
GKSI/GABUNGAN KOPERASI SUSU
INDONESIA
PT FRIESCHE FLAG INDONESIA
MILK TREATMENT BATU, KOPERASI
PT INDOMILK
PT FOREMOST INDONESIA
PT INDOMILK
PT FRIESCHE FLAG INDONESIA
PT NESTLE INDONESIA
PT NESTLE INDONESIA
PT FRIESCHE FLAG INDONESIA
PT INDOMILK
PT SARIHUSADA

Pangsa
pasar CR4 (%)
(%)
18,09
89,13
16,60
13,79
40,64
39,32
89,89
19,36
17,62
13,58
33,13
79,20
13,03
16,66
16,37
31,45
77,22
20,97
13,86
10,94
10,08
79,58
12,76
22,13
34,61
19,26
61,99
11,09
9,22
22,42
11,44
25,66
15,80
12,40
10,08
10,96
26,17
13,47
28,23
21,85
10,33
8,28

65,30

60,67

68,69

Lampiran 10. lanjutan


1992 PT INDOMILK
PT FRIESCHE FLAG INDONESIA
PT ULTRAJAYA MILK IND & TRAD CO
PT NESTLE INDONESIA
1993 PT FRIESCHE FLAG INDONESIA
PT NESTLE INDONESIA
PT INDOMILK
PT SARIHUSADA
1994 PT FOREMOST INDONESIA
PT FRIESCHE FLAG INDONESIA
PT INDOMILK
PT NESTLE INDONESIA
1995 PT FOREMOST INDONESIA
PT NESTLE INDONESIA
PT FRIESCHE FLAG INDONESIA
PT INDOMILK
1996 PT FRIESCHE FLAG INDONESIA
PT NESTLE INDONESIA
PT INDOMILK
PT FOREMOST INDONESIA
1997 PT FRIESCHE FLAG INDONESIA
PT NESTLE INDONESIA
PT FOREMOST INDONESIA
PT INDOMILK
1998 PT INDOMILK
PT FRIESCHE FLAG INDONESIA
PT NESTLE INDONESIA
PT FOREMOST INDONESIA
1999 PT NESTLE INDONESIA
PT SARIHUSADA
PT FRIESCHE FLAG INDONESIA
PT INDOMILK
2000 PT FOREMOST INDONESIA
PT NESTLE INDONESIA
PT SARIHUSADA
PT FRIESCHE FLAG INDONESIA
2001 PT INDOMILK
PT FRIESCHE FLAG INDONESIA
PT FOREMOST INDONESIA
PT SARIHUSADA
2002 PT SURYA DAIRY FARM
PT ULTRAJAYA MILK IND & TRAD CO
PT FRIESCHE FLAG INDONESIA
PT FAJAR TAURUS INDONESIA
Sumber : Badan Pusat Statistik, 1983-2002

10,24
20,90
8,07
31,53
26,37
19,47
10,59
10,19
10,33
23,89
17,60
17,34
14,10
16,69
21,45
19,00
18,45
18,02
15,94
13,08
19,81
12,63
14,07
15,14
35,34
28,47
16,28
14,08
13,99
11,39
16,28
44,60
23,58
19,32
12,83
23,90
14,19
17,15
16,31
14,91
25,35
20,40
15,99
14,77

70,74

66,61

69,16

71,24

65,49

61,65

94,17

86,26

79,64

62,56

76,51

Lampiran 11. Nilai Growth Industri Susu di Indonesia Tahun 1983-2002


Tahun

Barang yang
dihasilkan
(000 Rp)
1983
192 723 659
1984
189 074 000
1985
234 798 202
1986
265 224 938
1987
329 708 323
1988
476 575 893
1989
548 661 837
1990
643 574 820
1991
852 117 912
1992
946 950 908
1993
960 989 057
1994
1 189 219 898
1995
1 353 821 818
1996
1 764 107 875
1997
1 857 387 000
1998
1 890 037 316
1999
3 901 583 379
2000
3 879 551 663
2001
4 720 366 352
2002
6 758 543 365
Sumber : BPS, 1983-2002

Growth
(%)
10,85
-1,89
24,18
12,96
24,31
44,54
15,13
17,30
32,40
11,13
1,48
23,75
13,84
30,31
5,29
1,76
106,43
-0,56
21,67
43,18

You might also like