Professional Documents
Culture Documents
PENDAHULUAN
1.1. LATAR BELAKANG
Cedera kepala merupakan cedera yang meliputi trauma kulit kepala, tengkorak dan otak.
Cedera kepala paling sering dan penyakit neurologik yang serius diantara penyakit
neurologik dan merupakan proporsi epidemic sebagai hasil kecelakaan jalan raya (Smeltzer
& Bare 2001).Resiko utama pasien yang mengalami cedera kepala adalah kerusakan otak
akibat
penglihatan atau pendengaran. Kelainan fungsi otak yang difus bisa memengaruhi ingatan
dan pola tidur penderita, dan bisa menyebabkan kebingungan dan koma.
1.2. RUMUSAN MASALAH
1. Apa yang dimaksud dengan Cedera kepala?
2. Apa etiologi dan predisposisi Cedera kepala?
3. Bagaimana patofisiologi dan mekanisme terjadinya manifestasi klinis pada Cedera
kepala ?
4. Bagaimana penegakkan diagnosis pada Cedera kepala ?
5. Bagaimana penatalaksanaan pasien Cedera kepala ?
6. Bagaimana komplikasi dan prognosis pasien Cedera kepala ?
1.3.
1.
2.
3.
TUJUAN
Mengetahui definisi Cedera kepala .
Mengetahui etiologi dan predisposisi Cedera kepala .
Memahami patofisiologi dan mekanisme terjadinya manifestasi klinis pada Cedera
kepala .
4. Mengetahui penegakkan diagnosis pada Cedera kepala .
5. Mengetahui penatalaksanaan pasien Cedera kepala .
6. Mengetahui komplikasi dan prognosis pasien Cedera kepala .
1.4. MANFAAT
1.4.1. Manfaat untuk Penelaah
1. Menambah ilmu pengetahuan tentang Cedera kepala.
2. Khususnya dapat memahami tentang Cedera kepala baik itu patofisiologi, cara
penegakan diagnosa serta penatalaksanaannya.
1.4.2. Manfaat untuk Pembaca
1. Menambah ilmu pengetahuan tentang Cedera kepala.
2. Memahami tentang Cedera kepala baik itu patofisiologi, cara penegakan diagnosa
serta penatalaksanaannya.
3. Sebagai bekal bagi para dokter muda, khususnya mahasiswa FK Unisma dalam
prakteknya dan aplikasinya di lapangan sesuai dengan kompetensi dokter umum.
1.4.3. Manfaat untuk Ilmu Pengetahuan
1. Sebagai salah satu literatur dalam mengembangkan ilmu pengetahuan tentang
kedokteran, khususnya Cedera kepala.
2. Memberikan inspirasi kepada para ilmuwan untuk dapat mengembangkan ilmu
pengetahuan dalam bidang kedokteran.
BAB II
STATUS PENDERITA
2.1. IDENTITAS PENDERITA
Nama
: Tn. I
Umur
: 58 tahun
Jenis Kelamin
: Laki-laki
Pekerjaan
: Buruh bangunan
Agama
: Islam
Alamat
: Dampit
Status perkawinan
: Menikah
Suku
: Jawa
Tanggal MRS
: 20 November 2014
Nomor register
: 363130
2.2. ANAMNESIS
1. Keluhan Utama:
Kepala pusing
2. Riwayat Penyakit Sekarang ::
Pasien datang dengan keluhan kepala pusing sejak 1 hari yang lalu. Kepala pusing
ini lebih dirasakan pada kepala bagian tengah. Keluhan ini dirasakan terus menerus yang
disertai muntah-muntah sebanyak 2 kali. Pasien juga tampak gelisah sejak 1 hari yang
lalu dan tampak kesakitan. Menurut keterangan keluarga, pasien terjatuh dari bangunan
ditempat kerjanya pada pukul 08.00 WIB dan sempat pingsan 5 menit setelah terjatuh,
kemudian dibawa oleh rekan kerjanya ke Puskesmas Dampit pada pukul 09.00 WIB.
Pada pukul 11.00 WIB pasien dibawa ke UGD RSUD Kanjuruhan.
3. Riwayat Penyakit Dahulu :
Pasien tidak pernah mengalami sakit serupa. Tidak ada riwayat penyakit darah
tinggi, sakit gula, sakit jantung, alergi, riwayat mondok, riwayat operasi maupun sakit
lainnya.
4.
Riwayat Pengobatan :
Pasien belum pernah berobat sebelumnya.
5.
6.
Riwayat Kebiasaan :
Pasien merokok dan minum kopi.
7.
8.
Riwayat Gizi :
Sebelum sakit nafsu makan tidak ada masalah, makan 3 kali sehari.
2. Kepala :
pandangan
mata
berkunang-kunang
(-/-),
5. Telinga :
cairan (-/-)
6. Mulut :
7. Tenggorokan :
8. Pernafasan
9. Kadiovaskuler :
10. Gastrointestinal
makan turun (-), nyeri perut kanan bawah (-), nyeri ulu hati (-),
BAB normal.
11. Genitourinaria
batas normal.
12. Neurologik
14. Muskuloskeletal
o Atas kiri
o Bawah kanan
o Bawah kiri
Tanda Vital
Tensi
: 120/80 mmHg
Nadi
: 106 x/menit
Pernafasan
: 24 x/menit
Suhu
: 36 C
3. Kulit
:
Turgor baik, ikterik (-), sianosis (-), pucat (-), venektasi (-), petechie (-), spider nevi
(-).
4. Kepala
:
Luka (+), rambut tidak mudah dicabut, keriput (-), makula (-), papula (-), nodula (-),
kelainan mimik wajah / bells palsy (-).
5. Mata
:
Mata tidak cowong, konjungtiva anemis (-/-), sclera ikterik (-/-), pupil isokor (+/+),
reflek kornea (+/+), radang (-/-), warna kelopak mata (coklat kehitaman).
6. Hidung
:
Nafas cuping hidung (-/-), secret (-/-), epistaksis (-/-), deformitas hidung (-/-),
hiperpigmentasi (-/-).
7. Mulut
:
Bibir pucat (-), bibir kering (-), lidah kotor (-), papil lidah atrofi (-), tepi lidah hiperemi
(-), gusi berdarah (-), sariawan (-).
8. Telinga
:
Nyeri tekan mastoid (-/-), sekret (-/-), pendengaran berkurang (-/-), cuping telinga
dalam batas normal.
9. Tenggorokan :
Tonsil membesar (-/-), faring hiperemis (-)
10. Leher
:
Trakea di tengah, pembesaran kelenjar limfe (-), lesi pada kulit (-).
11. Toraks
:
Normochest, simetris, pernafasan thorakoabdominal, retraksi (-), spidernevi (-), pulsasi
intrasternalis (-), sela iga melebar (-)
Cor
Inspeksi : ictus cordis tidak tampak
Palpasi
: ictus cordis kuat angkat
Perkusi : Batas kiri atas
: ICS II linea para sternalis sinistra
Batas kanan atas
: ICS II linea para sternalis dekstra
Batas kiri bawah
: ICS V linea medio clavicularis sinistra
Batas kanan bawah : ICS IV linea para sterna dekstra
Pinggang jantung
: ICS II linea para sternalis sinistra (kesan jantung
Auskultasi
Pulmo
Inspeksi
Palpasi
Perkusi
tidak melebar)
: Bunyi jantug I-II intensitas noral, regular, bising
: Pengembangan dada kanan sama dengan kiri, benjolan (-), luka (-)
: Fremitus taktil kanan sama dengan kiri, nyeri tekan (-), krepitasi (-)
Sonor
Sonor
sonor
Sonor
sonor
wheezing
-
Perkusi
: timpani
13. Sistem Collumna Vertebralis
:
Inspeksi : Deformitas (-), skoliosis (-), kiphosis (-), lordosis (-)
Palpasi
: Nyeri tekan (-)
Perkusi : NKCV (-)
14. Ektremitas : palmar eritema (-/-)
Akral dingin
Edem
- - - - 15. Sistem genetalia : BAK, darah (-), nanah (-)
16. Pemeriksaan Neurologik :
A. Kesan Umum
Kesadaran
: GCS 336
Pembicara
Kepala
: simetris
B. Pemeriksaan Khusus
1. Rangsangan selaput otak : tidak dilakukan
2. Saraf Otak
N.I
: tidak dapat dievaluasi (pasien gelisah)
N.II
: tidak dapat dievaluasi (pasien gelisah)
N. III, IV, VI : tidak dapat dievaluasi (pasien gelisah)
N.V
: tidak dapat dievaluasi (pasien gelisah)
N. VII
: kerutan dahi (waktu diam)
N.VIII
: tidak dapat dievaluasi (pasien gelisah)
N.IX, X
: tidak dapat dievaluasi (pasien gelisah)
N.XI
: tidak dapat dievaluasi (pasien gelisah)
N.XII
: tidak dapat dievaluasi (pasien gelisah)
3. Saraf Motorik
:
5
5
5
5
4. Kekuatan
(i) Saraf Sensoris :
N
N
N
N
Rasa nyeri
(ii) Reflek-refleks :
Reflek fisiologis:
-
Refleks Biceps
Refleks Triceps
Refleks Patella
Reflek patologis:
- Babinski: +/- Chaddock: +/- Openheim: -/- Gonda: -/5. Susunan saraf otonom : BAK, BAB (-).
1 Pemeriksaan psikiatrik
Penampilan: Perawatan diri kurang.
Kesadaran: kualitatif tidak dapat dievaluasi, kuantitatif menurun.
Psikomotor: hiperaktif.
Proses pikir: tidak dapat dievaluasi
Insight: tidak dapat dievaluasi
2.5. PEMERIKSAAN PENUNJANG
Pemeriksaan CT-scan (Tanggal 23-11-2014)
Hasil
Nilai Normal
Satuan
12,7
33,8
15.220
201.000
L=13,5-18; P= 12 16
L=40-54; P=35-47
4.000-11.000
150.000 450.000
g/dl
%
set/mm3
set/mm3
Eritrosit
Kimia Darah
GDS
SGOT
SGPT
Ureum
Kreatinin
3,98
L=4,5-6,5; P=3-6
juta/mm3
109
31
19
25
0,51
< 140
L<43; P<36
L<43; P<36
20-40
L=0,6-1,1; P=0,5-0,9
mg/dl
u/l
u/l
mg/dl
mg/dl
Nilai Normal
Satuan
136-145
3,5-5,1
97-111
mmol/l
mmol/l
mmol/l
Pasien laki-laki 58 tahun datang dengan keluhan kepala pusing sejak 1 hari yang
lalu setelah terjatuh dari bangunan ditempat kerjanya pada pukul 08.00 WIB dan
sempat pingsan 5 menit. Kepala pusing lebih dirasakan pada kepala bagian tengah
dan dirasakan terus menerus yang disertai muntah-muntah sebanyak 2 kali, tampak
gelisah sejak 1 hari yang lalu.
Pada pemeriksaan fisik keadaan umum tampak gelisah compos mentis GCS 3-3-6,
ditemukan luka pada bagian temporal kepala. Pada pemeriksaan laboratorium
didapatkan adanya penurunan hemoglobin, peningkatan leukosit, penurunan eritrosit.
2.7. DIAGNOSIS
Cedera Kepala Sedang dengan Subdural Hematome Temporal S
1. Non-operatif
a. Non-medikamentosa
KIE (Komunikasi Informasi dan Edukasi)
b. Medikamentosa
O2 nasal canule
Infus NS 0,9% 2000 cc/24 jam
injeksi ATS 1500 mg IM
2. Operatif
Trepanasi
2.1. PROGNOSIS
Dubia ad malam
BAB III
TINJAUAN PUSTAKA
3.1. DEFINISI
Cedera kepala merupakan keadaan pasien yang mengalami riwayat benturan di kepala
atau adanya luka di kulit kepala atau menunjukkan perubahan kesadaran setelah cedera
tertentu (Jennett dan MacMillan, 1981). Menurut Brain Injury Assosiation of America
cedera kepala adalah suatu kerusakan pada kepala, bukan bersifat kongenital ataupun
degeneratif, tetapi disebabkan oleh serangan/benturan fisik dari luar, yang dapat
mengurangi atau mengubah kesadaran yang mana menimbulkan kerusakan kemampuan
kognitif dan fungsi fisik. Menurut David A. Olson dalam artikelnya cedera kepala
didefinisikan sebagai beberapa perubahan pada mental dan fungsi fisik yang disebabkan
oleh suatu benturan keras pada kepala.
3.2. ANATOMI
Berdasarkan ATLS (2004), anatomi yang bersangkutan antara lain :
1) Kulit Kepala (Scalp)
Kulit kepala terdiri dari 5 lapisan yang disebut sebagai SCALP yaitu :
a. Skin atau kulit
b. Connective Tissue atau jaringan penyambung
c. Aponeurosis atau galea aponeurotika
d. Loose areolar tissue atau jaringan penunjang longgar
e. Perikranium.
Jaringan penunjang longgar memisahkan galea aponeurotika dari perikranium dan
merupakan tempat tertimbunnya darah (hematoma subgaleal). Kulit kepala memiliki
banyak pembuluh darah sehingga bila terjadi perdarahan akibat laserasi kulit kepala
akan menyebabkan banyak kehilangan darah, terutama pada bayi dan anak-anak.
Gambar 3: Meningen
Pada cedera otak, pembuluh-pembuluh vena yang berjalan pada permukaan otak
menuju sinus sagitalis superior di garis tengah atau disebut Bridging Veins, dapat
mengalami robekan dan menyebabkan perdarahan subdural. Sinus sagitalis superior
mengalirkan darah vena ke sinus transversus dan sinus sigmoideus. Laserasi dari sinussinus ini dapat mengakibatkan perdarahan hebat.
Arteri-arteri meningea terletak antara duramater dan permukaan dalam dari kranium
(ruang epidural). Adanya fraktur dari tulang kepala dapat menyebabkan laserasi pada
arteri-arteri ini dan dapat menyebabkan perdarahan epidural. Yang paling sering
mengalami cedera adalah arteri meningea media yang terletak pada fosa temporalis
(fosa media).
Dibawah duramater terdapat lapisan kedua dari meningen, yang tipis dan tembus
pandang disebut lapisan araknoid. Lapisan ketiga adalah piamater yang melekat erat
pada permukaan korteks serebri. Cairan serebrospinal bersirkulasi dalam ruang sub
araknoid.
4) Otak
Otak manusia terdiri dari serebrum, serebelum, dan batang otak. Serebrum terdiri
atas hemisfer kanan dan kiri yang dipisahkan oleh falks serebri yaitu lipatan duramater
dari sisi inferior sinus sagitalis superior. Pada hemisfer serebri kiri terdapat pusat bicara
manusia. Hemisfer otak yang mengandung pusat bicara sering disebut sebagai hemisfer
dominan.
Gambar 4: Otak
Lobus frontal berkaitan dengan fungsi emosi, fiungsi motorik, dan pada sisi
dominan mengandung pusat ekspresi bicara. Lobus parietal berhubungan dengan fungsi
sensorik dan orientasi ruang. Lobus temporal mengatur fungsi memori. Lobus oksipital
bertanggung jawab dalam proses penglihatan.
Batang otak terdiri dari mesensefalon (mid brain), pons, dan medula oblongata.
Mesensefalon dan pons bagian atas berisi sistem aktivasi retikular yang berfungsi
dalam kesadaran dan kewaspadaan. Pada medula oblongata terdapat pusat
kardiorespiratorik, yang terus memanjang sampai medulla spinalis dibawahnya. Lesi
yang kecil saja pada batang otak sudah dapat menyebabkan defisit neurologis yang
berat.
Serebelum bertanggung jawab dalam fungsi koordinasi dan keseimbangan, terletak
dalam fosa posterior, berhubungan dengan medula spinalis, batang otak, dan juga
kedua hemisfer serebri.
5) Cairan serebrospinal
Cairan serebrospinal (CSS) dihasilkan oleh pleksus khoroideus dengan kecepatan
produksi sebanyak 20 ml/jam. CSS mengalir dari ventrikel lateral melalui foramen
monro menuju ventrikel III kemudian melalui aquaductus sylvii menuju ventrikel IV.
Selanjutnya CSS keluar dari sistem ventrikel dan masuk ke dalam ruang subaraknoid
yang berada di seluruh permukaan otak dan medula spinalis. CSS akan direabsorbsi ke
dalam sirkulasi vena melalui vili araknoid.
Gambar 6: Tentorium
3.3. ETIOLOGI
Penyebab cedera kepala antara lain :
3.4. KLASIFIKASI
Secara umum cedera kepala diklasifikasikan berdasarkan tiga hal, yaitu:
1) Berdasarkan mekanisme terbagi atas 2:
Static loading
a. Static loading
Gaya langsung bekerja pada kepala, lamanya gaya yang bekerja lambat, lebih
dari 200 milidetik, mekanismestatic loading ini jarang terjadi, tetapi kerusakan yang
dihasilkan sangat berat mulai dari cidera pada kulit kepala sampai kerusakan tulang
kepala, jaringan otak dan pembuluh darah otak.
b. Dynamic loading
Gaya mengenai kepala terjadi secara cepat (kurang dari 50 milidetik), gaya yang
bekerja pada kepala dapat secara langsung (Impact injury) ataupun gaya tersebut
bekerja tidak langsung (Accelerated-decelerated injury), mekanisme cidera kepala
dynamic loading ini paling sering terjadi.
Impact injury
Gaya langsung bekerja pada kepala, gaya yang terjadi akan diteruskan
kesegala arah, jika mengenai jaringan lunak akan diserap sebagian dan sebagian
yang lain akan diteruskan sedangkan jika mengenai jaringan yang keras akan
dipantulkan kembali. Gaya impact ini dapat juga menyebabkan lesi akselerasideselerasi. Akibat dari impact injury akan menimbulkan lesi:
o Cidera pada kulit kepala (SCALP): Vulnus apertum, Excoriasi, Hematom
o Cidera pada tulang atap kepala: Fraktur linier, Fraktur diastase, Fraktur
steallete, Fraktur depresi
o Fraktur basis kranii.
o Hematom intrakranial: Hematom epidural, Hematom subdural, Hematom
intraserebral, Hematom intraventrikular
o Kontusio serebri: Contra coup kontusio, Coup kontusio
o Laserasi serebri
o Lesi diffuse: Komosio serebri, Diffuse axonal injury.(DAI)
Selain itu gaya akselerasi dan deselerasi akan menyebabkan gaya tarikan
ataupun robekan yang menyebabkan lesi diffuse berupa:
o Komosio serebri
o Diffuse axonal injury
2) Berdasarkan morfologi
a. Fraktur kranium
Fraktur kranium dapat terjadi pada atap atau dasar tengkorak, dan dapat
terbentuk garis atau bintang dan dapat pula terbuka atau tertutup. Fraktur dasar
tengkorak biasanya merupakan pemeriksaan CT Scan untuk memperjelas garis
frakturnya. Adanya tanda-tanda klinis fraktur dasar tengkorak menjadikan petunjuk
kecurigaan untuk melakukan pemeriksaan lebih rinci.Tanda-tanda tersebut antara
lain:
b. Lesi Intrakranial
Lesi ini diklasifikasikan dalam lesi local dan lesi difus, walaupun kedua jenis
lesi sering terjadi bersamaan. Termasuk lesi local :
1) Perdarahan Epidural
GCS : 9-13 atau lebih dari 12 tetapi disertai kelainan neurologis fokal.Disini
pasien masih bisa mengikuti/menuruti perintah sederhana.
c. Cedera kepala berat
GCS : 8 atau kurang (penderita koma), dengan atau tanpa disertai gangguan
fungsi batang otak. Perlu ditekankan di sini bahwa penilaian derajat gangguan
kesadaran ini dilakukan sesudah stabilisasi sirkulasi dan pernafasan guna
memastikan bahwa defisit tersebut diakibatkan oleh cedera otak dan bukan oleh
sebab yang lain. Skala ini yang digunakan untuk menilai derajat gangguan
kesadaran, dikemukakan pertama kali oleh Jennet dan Teasdale pada tahun 1974.
Penilaiannya adalah berdasarkan respons membuka mata (= E), respon motorik (=
M) dan respon verbal (= V).
Daftar penilaian GCS selengkapnya adalah seperti terlihat pada tabel di bawah ini.
Kemampuan membuka kelopak mata (E)
Secara spontan 4
Atas perintah 3
Rangsangan nyeri 2
Tidak bereaksi 1
Orientasi baik 5
Jawaban kacau 4
Kata-kata tidak berarti 3
Mengerang 2
Tidak bersuara 1
* GCS sum score = (E + M + V); best possible score = 15; worst possible score = 3
Menilai tingkat keparahan cedera kepala :
a. Cedera kepala ringan (kelompok resiko rendah)
1) Skor skala koma glasglow 14-15 (sadar penuh atentif dan orientif).
2) Tidak ada hilang kesadaran (misal konkusio).
3) Tidak ada intoksikasi alcohol atau obat terlarang.
4) Pasien dapat mengeluh nyeri kepala dan pusing.
5) Tidak adanya kriteria cedera (sedang-berat).
b. Cedera kepala sedang (kelompok resiko sedang).
1) Skor skala koma glasglow 9-12 (konfusi, latergi atau tupar)
2) Konkusi.
3) Amnesia pasca trauma dan disorientasi ringan (bingung).
4) Muntah.
5) Tanda kemungkinan fraktur kranium.
6) Kejang.
c.
3.5. PATOFISIOLOGI
1) Cedera primer
Luka primer termasuk transfer eksternal dari energi kinetik ke berbagai komponen
stukrtur otak (misal neuron, sinaps saraf, sel glial, akson, dan pembuluh darah
cerebral). Desakan zat biokimia bertanggung jawab terhadap luka otak primer dapat
diklasifikasikan secara umum sebagai concussive/compressive (misal pukulan benda
tumpul, luka penetrasi peluru) dan akselerasi/deselerasi (misal pergerakan otak akibat
kecelakaan bermotor). Luka primer terkategori selanjutnya sebagai fokal (misal luka
memar, hematoma) atau difusse.
2) Cedera sekunder
Suatu rangkaian patofisiologi yang kompleks dipercepat oleh cedera otak primer
dapat mengganggu secara serius terhadap keseimbangan antara kebutuhan dan supply
oksigen di CNS. Hipotensi selama periode awal pasca trauma merupakan penyumbang
utama terhadap ketidakseimbangan yang terjadi dan faktor yang menentukan outcome.
Hasil akhir dari ketidakseimbangan ini dapat menimbulkan iskemia cerebral, yang
merupakan kunci patofisiologi pemicu luka sekunder. Bagan berikut merupakan skema
sederhana dari proses luka sekunder dan hubungan timbal baliknya.
Umum: derajat kesadaran dalam rentang bangun sampai tidak berespon sama sekali
Gejala: amnesia pasca trauma (lebih dari 1 jam), pusing yang bertambah, sakit kepala
sedang sampai berat, kelemahan anggota badan, atau paresthesia mungkin
mengindikasikan cedera yang lebih berat
Tanda: CSF otorrhea atau rhinorhea dan kejang mungkin mengindikasikan cedera yang
lebih berat. Kemunduran status mental yang cepat sangat menandakan adanya lesi yang
meluas dalam tengkorak
Tes diagnosa lain : CT scan kepala merupakan alat diagnosa yang penting untuk
mendeteksi adanya massa lesi
Menurut Reissner (2009), gejala klinis trauma kepala adalah seperti berikut:
Tanda-tanda klinis yang dapat membantu mendiagnosa adalah:
a. Battle sign (warna biru atau ekhimosis dibelakang telinga di atas os mastoid)
b. Hemotipanum (perdarahan di daerah membran timpani telinga)
c. Periorbital ecchymosis (mata warna hitam tanpa trauma langsung)
d. Rhinorrhoe (cairan serobrospinal keluar dari hidung)
e. Otorrhoe (cairan serobrospinal keluar dari telinga)
Tanda-tanda atau gejala klinis untuk yang trauma kepala ringan;
a. Pasien tertidur atau kesadaran yang menurun selama beberapa saat kemudian sembuh.
b. Sakit kepala yang menetap atau berkepanjangan.
c. Mual atau dan muntah.
d. Gangguan tidur dan nafsu makan yang menurun.
e. Perubahan keperibadian diri.
f. Letargik.
Tanda-tanda atau gejala klinis untuk yang trauma kepala berat;
g. Simptom atau tanda-tanda cardinal yang menunjukkan peningkatan di otak menurun
atau meningkat.
h. Perubahan ukuran pupil (anisokoria).
Pemeriksaan penunjang:
Rontgen tengkorak, CT scan, MRI, EEG
3.8. PENATALAKSANAAN
Penatalaksanaan awal penderita cedara kepala pada dasarnya memikili tujuan untuk
memantau sedini mungkin dan mencegah cedera kepala sekunder serta memperbaiki
keadaan umum seoptimal mungkin sehingga dapat membantu penyembuhan sel-sel otak
yang sakit. Penatalaksanaan cedera kepala tergantung pada tingkat keparahannya, berupa
cedera kepala ringan, sedang, atau berat(ariwibowo, 2008).
Prinsip penanganan awal meliputi survei primer dan survei sekunder. Dalam
penatalaksanaan survei primer hal-hal yang diprioritaskan antara lain airway, breathing,
circulation, disability, dan exposure, yang kemudian dilanjutkan dengan resusitasi. Pada
penderita cedera kepala khususnya dengan cedera kepala berat survei primer sangatlah
penting untuk mencegah cedera otak sekunder dan mencegah homeostasis otak(ariwibowo,
2008).
Penatalaksanaan terapi untuk pasien yang tidak sadar (Standar Pelayanan Medik, 2009):
1. Suportif ABC
a. A airway (jalan nafas)
b. B breathing (pernafasan)
c. C circulation (sirkulasi/peredaran darah)
Mengatasi syok hipovolemik
Infus dengan cairan kristaloid :
Ringer laktat
NaCl 0,9%; D5%; 0,45 saline
Infus dengan cairan koloid
Transfusi darah
Status neurologis
Status radiologis
Pengukuran tekanan intrakranial
berkembangnya
tanda-tanda lokal dan peningkatan tekanan intraknial lebih dari 25 mm Hg.
kesadarannya
dikemudian
waktu
disertai
lndikasi Burr hole eksplorasi dilakukan bila pemeriksaan CT Scan tidak memungkinkan
dan didapat :
Komplikasi kejang dan meningitis tidak selalu terjadi ketika berada di rumah sakit dan
dapat terjadi kemudian
Jika terjadi kejang maka penting bagi pasien untuk menemukan tempat tertentu yang
aman bagi pasien dan tidak lupa menyarankan memanggil ambulan
Jika terjadi sakit kepala yang semakin meningkat, penting untuk segera menghubungi
dokter dan bila keluar cairan dari hidung penting bagi pasien untuk segera ke instalasi
gawat darurat
Jika pasien mulai merasa tidak nyaman, demam atau terjadi kekakuan pada leher atau
tidak mampu mentolerir cahaya terang maka penting untuk segaera dibawa ke rumah
sakit.
3.10. KOMPLIKASI
Infeksi (meningoencephalitis)
Hematom Intrakranial
BAB IV
PENUTUP
4.1. KESIMPULAN
Cedera kepala bisa menyebabkan kematian tetapi juga penderita bisa mengalami
penyembuhan total. Jenis dan beratnya kelainan tergantung kepada lokasi dan beratnya
kerusakan otak yang terjadi.Terjadinya cedera kepala, kerusakan dapat terjadi dalam dua
tahap, yaitu cedera primer yang merupakan akibat yang langsung dari suatu ruda paksa.
Dan cedera sekunder yang terjadi akibat berbagai proses patologis yang timbul sebagai
tahaplanjutan dari kerusakan otak primer.
Aspek-aspek terjadinya cedera kepala dikelompokan menjadi beberapa klasifikasi yaitu
berdasarkan mekanisme cedera kepala, beratnya cedera kepala, dan morfologinya. Tetapi
dari beberapa referensi, trauma maxillofacial juga termasuk dalam bahasan cedera kepala,
yang walaupun bukan merupakan penyebab kematian namun merupakan penyebab
kecacatan yang akan menetap seumur hidup yang perlu dipertimbangkan.
Kerusakan otak sering kali menyebabkan kelainan fungsi yang menetap, yang bervariasi
tergantung kepada kerusakan yang terjadi, apakah terbatas (terlokalisir) atau lebih
menyebar (difus). Kelainan fungsi yang terjadi juga tergantung kepada bagian otak mana
yang terkena. Gejala yang terlokalisir bisa berupa perubahan dalam gerakan, sensasi,
berbicara, penglihatan dan pendengaran. Kelainan fungsi otak yang difus bisa
mempengaruhi ingatan dan pola tidur penderita, dan bisa menyebabkan kebingungan dan
koma.Berbagai fungsi otak dapat dijalankan oleh beberapa area, sehinnga area yang tidak
mengalami kerusakan bisa menggantikan fungsi dari area lainnya yang mengalami
kerusakan. Tetapi semakin tua umur penderita, maka kemampuan otak untuk menggantikan
fungsi satu sama lainnya, semakin berkurang.
DAFTAR PUSTAKA
Cedera Kepala dalam American College of Surgeon. Advance Trauma Life Support. 1997. USA:
First Impression. Halaman 196-235.
Cedera Kepala. Kuliah Bedah Saraf. 2004
Chesnut RM, Gautille T, Blunt BA, et al. The localizing value of asymmetry in pupillary size in
severe head injury: relation to lesion type and location. Neurosurgery. May 1994;34(5):840-5;
Dwliel F.Kelly.Curtis.D.Donald P.Becker: 1996 General principles of head injury management
dalam Narayan Raj.K, James E. Wilberger Jr, Jhon.Povlishock (ed); Neuro trauma
Daniel F.Kelly,D.L.Nikos,D.P.Becker: 1996, Diagnosis and treatmen of moderate and severe
head injuries (ed) neurological surgery, Philadelphia, USA, W.B.Sauders and co.
Gennarelli TA, Thibault LE. Biomechanics of acute subdural hematoma. J Trauma. Aug
1982;22(8):680-6.
G.M.Teasdale, S.Galbrath: 1989, head injuries, Rob & Smith's (ed) Operative surgery,London.
Hamilton MG, Frizzell JB, Tranmer BI. Chronic subdural hematoma: the role for craniotomy
reevaluated.
Melbourne Neurosurgery. Skull Fracture. 2000.
Narayan. K. Raj: 1994, closed head injuries, Setti. S.Rengachary, Robert H. Wilkins (ed)
principles of neurosurgery, Minnesota, USA, World Publishing.
Jennet Bryan: 1997; Outcome after severe head injury, Peter Reilly, Ross Bullock (ed)head
injury, London, UK, Chapman and Hall.
Krauss F.Jess: 1993; Epidemology of head injury, Cooper R.Paul (ed) head injury, Baltimore,
USA, William & Wilkins.
Mark S.Greenberg; 1994; handbook of neurosurgery, Greenberg graphics inc.
Tondi MT, Patofisiologi Cedera Kepala dalam Referat Malam Klinik. 2002.