You are on page 1of 16

RINGKASAN

MATERI PPKN
KLS XII
SEMESTER
GENAP

BAB 3
PERANAN PERS

1. PENGERTIAN PERS
Istilah pers berasal dari kata persen bahasa Belanda atau press bahasa Inggris, yang berarti
menekan yang merujuk pada mesin cetak kuno yang harus ditekan dengan keras untuk
menghasilkan karya cetak pada lembaran kertas.
Menurut Kamus Umum Bahasa Indonesia kata pers berarti: 1) alat cetak untuk mencetak
buku atau surat kabar, 2) alat untuk menjepit atau memadatkan, 3) surat kabar dan
majalah yang berisi berita, 4) orang yang bekerja di bidang persurat kabaran.
Menurut UU No. 40 tahun 1999 tentang Pers, Pers adalah lembaga sosial dan wahana
komunikasi massa yang melaksanakan kegiatan jurnalistik yang meliputi mencari,
memperoleh, memiliki, menyimpan, mengolah, dan menyampaikan informasi baik dalam
bentuk tulisan, suara, gambar, suara dan gambar, serta data dan grafik maupun dalam
bentuk lainnya dengan menggunakan media cetak, media elektronik, dan segala jenis
saluran yang tersedia.
II. FUNGSI PERS
Menurut UU No. 40 tahun 1999 tentang Pers, disebutkan dalam pasal 3 fungsi pers
adalah sebagai berikut :
a. Sebagai Media Informasi, ialah perrs itu memberi dan menyediakan informasi
tentang peristiwa yang terjadi kepada masyarakat, dan masyarakat membeli surat kabar
karena memerlukan informasi.
b. Fungsi Pendidikan, ialah pers itu sebagi sarana pendidikan massa (mass Education),
pers memuat tulisan-tulisan yang mengandung pengetahuan sehingga masyarakat
bertambah pengetahuan dan wawasannya.
c. Fungsi Menghibur, ialah pers juga memuat hal-hal yang bersifat hiburan untuk
mengimbangi berita-berita berat (hard news) dan artikel-artikel yang berbobot. Berbentuk
cerita pendek, cerita bersambung, cerita bergambar, teka-teki silang, pojok, dan karikatur.
d. Fungsi Kontrol Sosial, terkandung makna demokratis yang didalamnya terdapat
unsur-unsur sebagai berikut:
1. Social particiption yaitu keikutsertaan rakyat dalam pemerintahan.
2. Socila responsibility yaitu pertanggungjawaban pemerintah terhadap rakyat.
3. Socila support yaitu dukungan rakyat terhadap pemerintah.
4. Social Control yaitu kontrol masyarakat terhadap tindakan-tindakan pemerintah.
e. Sebagai Lembaga Ekonomi, yaitu pers adalah suatu perusahaan yang bergerak
dibidang pers dapat memamfaatkan keadaan disekiktarnya sebagai nilai jual sehingga pers
sebagai lembaga sosial dapat memperoleh keuntungan maksimal dari hasil prodduksinya
untuk kelangsungan hidup lembaga pers itu sendiri.
III. PERANAN PERS
Menurut pasal 6 UU No. 40 tahun 1999 tentang pers, perana pers adal;ah sebagai berikut :

a. Memenuhi hak masyarakat untuk mengetahui.


b. Menegakkan nilai-nilai dasar demokrasi, mendorong terwujudnya supremasi hukum,
hak asasi manusia, serta menhormati kebhinekaan.
c. Mengembangkan pendapat umum berdasarkan informasi yang tepat, akurat dan benar.
d. Melakukan pengawasan,kritik, koreksi dan saran terhadap hal-hal yang berkaitan
dengan kepentingan umum.
e. Memperjuangkan keadilan dan kebenaran.
IV. PERKEMBANGAN PERS DI INDONMESIA
A. Di Masa Penjajahan Belanda dan Jepang
Penjajah Belanda sangat mengetahui pengaruh surat kabar terhadap masyarakat
indonesia, karena itu mereka memandang perlu membuat UU untuk membendung
pengaruh pers Indonesia karena merupakan momok yang harus diperangi. Menuru
Suruhum pemerintah mengeluarkan selain KUHP tetapi belanda mengeluarkan atruan
yang bernama Persbreidel Ordonantie, yang memberikan hak kepada pemerintah Hindia
Belanda untuk menghentikan penerbitan surat kabar atau majalah Indonesia yang
dianggap berbahaya. Kemudian belanda juga mengeluarkan Peraturan yang bernama
Haatzai Artekelen, yautu berisi pasal-pasal yang mengancam hukuman terhadap siapapun
yang menyebarkan perasaan permusuhan, kebencian, serta penghinaan terhadap
pemerintah Nederland dan Hindia Belanda, serta terhadap sesutu atau sejumlah kelompok
penduduk Hindia Belanda.
Demikian halnya pada pendudukan Jepang yang totaliter dan pasistis, dimana
orang-orang surat kabar (pers) Indonesia banyak yang berjuang tidak dengan ketajaman
penanya melainkan dengan jalan lain seperti organisasi keagamaan , pendidikan, politik
B. Di Masa Orde Lama
Pers di masa demokrasi liberal (1949-1959) landasan kemerdekaan pers adalah
konstitusi RIS 1949 dan UUD Sementara 1950, yaitu Setiap orang berhak atas kebebasan
mempunyai dan mengeluarkan pendapat. Isi pasal ini kemudian dicantumkan dalam
UUD Sementara 1950. Awl pembatasan pers adalah efek samping dari keluhan wartawan
terhadap pers Belanda dan Cina, namun pemerintah tidak membatasi pembreidelan pers
asing saja tetapi terhadap pers nasional.
Pers di masa demokrasi terpimpin (1956-1966), tindakan tekanan terhadap pers
terus berlangsung yaitu pembreidelan terhadap harian Surat Kabar Republik, Pedoman,
Berita Indonesia dan Sin Po di Jakarta. Upaya untuk pembatasan kebebasan pers
tercermin dari pidato Menteri Muda penerangan RI yaitu Maladi yang menyatakan
.....Hak kebebasan individu disesuaikan denga hak kolektif seluruh bangsadalam
melaksanakan kedaulatan rakyat. Hak berpikir, menyatakan pendapat, dan memperoleh
penghasilan sebagaimana yang dijamin UUD 1945 harus ada batasnya yaitu keamanan
negara, kepentingan bangsa, moraldan kepribadian indonesia, serta tanggung jawab
kepada Tuhan YME.
C. PERS DI MASA ORDE BARU

Pada awal kepemimpinan orde baru menyatakan bahwa membuang jauh praktik
demokrasi terpimpin diganti dengan demokrasi Pansasila, hal ini mendapat sambutan
positif dari semua tokoh dan kalangan, sehingga lahirlah istilah pers Pancasila. Menurut
sidang pleno ke 25 Dewan Pers bahwa Pers Pancasila adalah pers Indonesia dalam arti
pers yang orientasi, sikap, dan tingkah lakunya didasarkan pada nilai-nilai Pancasila dan
UUD 1945. Hakekat pers Pancasila adalah pers yang sehat, pers yang bebas dan
bertanggung jawab dalam menjalankan fungsinya sebagai penyebar informasi yang benar
dan objektif, penyalur aspirasi rakyat, dan kontrol sosial yang konstrukti
Masa kebebasan ini berlangsung selama delapan tahun disebabkan terjadinya
pristiwa malari (Lima Belas Januari 1974) sehingga pers kembali seperti zaman orde
lama. Dengan peristiwa malari beberapa surat kabar dilarang terbit termasuk Kompas.
Pers pasca peristiwa malari cenderung pers yang mewakili kepentingan penguasa,
pemerintah atau negara. Pers tidak pernah melakukan kontrol sosial disaat itu.
Pemerintah orde baru menganggap bahwa pers adalah institusi politik yang harus diatur
dan dikontrol sebagaimana organisasi masa dan partai politik.
D. PERS DI ERA REFORMASI
Kalangan pers kembali bernafas lega karena pmerintah mengeluarkan UU
No. 39 tahun 1999 tentang Hak Azasi manusia dan UU no. 40 tahun 1999 tentang pers.
Dalam UU Pers tersebut dengan tegas dijamin adanya kemerdekaan pers sebagai Hak
azasi warga negara (pasal 4) dan terhadap persnasioal tidak lagi diadakan penyensoran,
pembreidelan,

dan

pelarangan

penyiaran

(pasal

ayat

2).

Dalam

mempertanggungjawabkan pemberitaan di depan hukum, wartawan memiliki hak tolak


agar wartawan dapat melindungi sumber informasi, dengan cara menolak menyebutkan
identitas sumber informasi, kecuali hak tolak gugur apabila demimkepentingan dan
ketertiban umum, keselamatan negara yang dinyatakan oleh pengadilan.
V. PERS YANG BEBAS DAN BERTANGGUNG JAWAB SESUAI KODE ETIK
JURNALISTIK
A. Landasan Hukum Pers Indonesia
1. Pasal 28 UUD 1945, berbunyi kemerdekaan berserikat dan berkumpul,
mengeluarkan pikiran dengan lisan dan tulisan, dan sebagainya ditetapkan dengan
Undang-Undang.
2. Pasal28 F UUD 1945, berbunyi setiap orang berhak untuk berkomunikasi dan
memperoleh informasi untuk mengembangkan pribadi dan lingkungan sosialnya, serta
berhak

untuk

mencari,

memperoleh,

memiliki,

menyimpan,

mengolah,

dan

menyampaikan informasi dengan menggunakan segala jenis saluran yang tersedia.


3. Tap MPR No. XVII/MPR/1998 tentang Hak Azasi Manusia pada pasal 20 dan
21 yang bebunyi :
-Pasal 20 : Setiap orang berhak untuk berkomunikasi dan memperoleh informasi
untuk mengembangkan pribadi di lingkungan sosialnya.

-Pasal 21 : Setiap orang berhak untuk mencari,

memperoleh, memiliki,

menyimpan, mengolah, dan menyampaikan informasi dengan menggunakan segala jenis


saluran yang tersedia.
4. UU N0. 39 tahun 2000 pasal 14 ayat 1 dan 2 :
-Ayat 1 yaitu Setiap orang berhak untuk berkomunikasi dan memperoleh informasi
untuk mengembangkan pribadi di lingkungan sosialnya.
-Ayat 2 yaitu Setiap orang berhak untuk mencari,

memperoleh, memiliki,

menyimpan, mengolah, dan menyampaikan informasi dengan menggunakan segala jenis


saluran yang tersedia.
5. UU No. 40 Tahun 1999 tentang pers pasal 2 dan pasal 4 ayat 1 :
-Pasal 2 berbunyi Kemerdekaan pers adalah salah satu wujud kedaulatan rakyat yang
berasaskan prinsip-prinsip demokrasi, keadilan, dan supremasi hukum.
-pasal 4 ayat 1 berbunyi Kemerdekaan pers dijamin sebagai hak asasi warganegara.
B. DEWAN PERS
Menurut UU No. 40 tahun 1999 tentang pers pada pasal 15 ayat 1 menyatakan
Dewan Pers yang independen dibentuk dalam upaya mengembangkan kemerdekaan pers
dan meningkatkan kehidupan pers nasional. Fungsi-fungsi dewan pers adalah :
a.
b.
c.
d.

Melindungi kemerdekaan pers dari campur tangan pihak lain.


Melaksanakan pengkajian untuk pengembangan pers.
menetapkan dan mengawasi pelaksanaan Kode Etik Jurnalistik.
Memberikan pertimbangan dan mengupayakan penyelesaian pengaduan masyarakat

atas kasus-kasus yang berhubungan dengan pemberitaan pers.


e. Mengembangkan komunikasi antara pers, masyarakat, dan pemerintah.
f. Memfasilitasi organisasi-organisasi pers dalam menyususn peraturan di bidang pers
dan meningkatkan kualitas profesi kewartawanan.
g. Mendata perusahaan pers (Pasal 15 ayat 2).
C. ANGGOTA DEWAN PERS
Keangotaan dewan pers terdiri dari :
1. Wartawan yang dipilih oleh organisasi wartawan
2. Pimpinan perusahaan pers yang dipilih oleh orhganisasi perusahaan pers.
3. Tokoh masyarakat, ahli bidang pers atau komunikasi dan bidang lainnya yang dipilih
oleh arganisasi perusahaan pers;
4. ketua dan wakil ketua dipilih dari dan oleh anggoata.
5. Keanggotaan dewan pers ditetapkan dengan keputusan Presiden.
6. Masa Jabatan anggota tiga tahun dan dapat dilpilih kembali untuk satu periode.
D. LANDASAN PERS NASIONAL :
1. Landasan idiil adalah Falsafah Pancasila (Pembukaan UUD 1945).
2. Landasan Konstitusi adalah UUD 1945
3. Landasan Yuridis adalah UU Pokok Pers yaitu UU No. 40 tahun 1999.
4. Landasan Profesional adalah Kode Etik Jurnalistik
5. Landasan Etis adalah tata nilai yang berlaku di masyarakat.
VI. KEBEBASAN PER
Kebebasan pers di Indonesia merupakan hal yang baru sehingga rawan gangguan. Secara
umum ada dua macam gangguan :

a. Pengendalian kebebasan pers yaitu masih ada pihak-pihak yang tidak suka dengan
adanya kebebasan pers, sehingga mereka ingin meniadakan kebebasan pers.
b. Penyalahgunaan kebebasan pers yaitu insan pers memamfaatkan kebebasan yang
dimilikinya untuk melakukan kegiatan Jurnalistik yang bertentangan dengan fungsi dan
peranan yang diembannya. Oleh karena itu tantangan terberat bagi wartwan adalah
kebebasan pers itu sendiri.
Ad 1 Pengendalian Kebebasan Pers : ada 4 faktor ayng menyebabkan terjadinya
pengendalian kebebasan pers, yaitu :
a. Distorsi peraturan perundang-undangan, contoh dalam UUD 1945 pasal 28 sudah
sangat jelas menjamin kebebasan pers, tidak ada sensor, tidak ada breidel, setiap
warganegar dapat malakukan perusahaan pers (UU No. 11 tahun 1966). Namun muncul
UU No. 21 tahun 1982 tentang pokok pers. Di dalamnya mengatur tentang Surat Ijin
Usaha Penerbitan Pers (SIUPP) serta menteri penerangan dapat membatalkan SIUPP
walaupun tidak menggunakan istilah breidel.
b. Perilaku Aparat, yaitu perilaku aparat dengan cara menelpon redaktur, mengirimkan
teguran tertulis ke redaksi media massa, membreidel surat kabar dan majalah, kekerasan
fisik pada wartawan, menangkap, memenjarakan, bahkan membunuh wartawan.
c. Pengadilan Massa, Ketidak puasan atau merasa dirugikan atas suatu berita dapat
menimbulkan pengadilan massa dengan menghukum menurut caranya sendiri, menteror,
penculikan pengrusakan kantor media massa, dll.
d. Perilaku pers sendiri, perolehan laba menjadi lebih utama daripada penyajian berita
yang berkualitas dan memenuhi standar etika jurnalistik, karena iming-iming keuntungan
yang lebih besar.
Ad.2. Penyalahgunaan Kebebasan Pers, seperti penyajian berita atau informasi
yang tidak akurat, tidak objektif, bias, sensasional, tendensius, menghina, memfitnah,
menyebarkan kebohongan, fornografi, menyebarkan permusuhan, mengeksploitasi
kekerasan, dll.
VII. TEORI-TEORI TENTANG PERS
1.Teori pers otoritarian : Teori ini menganggap Negara sebagai ekspresi tertinggi dari
pada kelompok manusia, yang mengungguli masyarakat dan individu. Negara adalah hal
yang sangat penting yang dapat membuat manusia menjadi manusia seutuhnya anpa
Negara manusia menjadi primitif tidak mencapai tujuan hidupnya. Oleh karena itu pers
adalat alat penguasa untuk menyampaikan keinginannya kepada rakyat.
Prinsip-prinsipnya :
a.
b.
c.
d.

Media selamanya tunduk pada penguasa


Sensor dibenarkan tak dapat diterima.
Kecaman terhadap penguasa dan penympangannya kebijakannya
Wartawan tidak memiliki kebebasannya

2. Teori Pers Libertarian : Teori menganggab bahwa pers merupakan sarana penyalur
hati nurani rakyat untuk
pemerintah.

mengawasi dan menetukan sikap terhadap kebijakan

Pers berhadapan dengan pemerintah Pers bukanlah alat kekuasaan

pemerintah. Teori ini menganggab sensor sebagai hal yang Inkonstitusional.


Tugas-tugasnya :

a.
b.
c.
d.
e.

Melayani kebutuhan ekonomi (iklan)


Melayani kehidupan politik
Mencari keuntungan (kelangsungan hidupnya)
Menjaga hak warga Negara (control social)
Memberi hiburan.
Ciri-cirinya :

a.
b.
c.
d.
e.

Publikasi bebas dari penyensoran


Tidak memerlukan ijin penerbitan, pendistribusian
Kecaman terhadap pejabat, partai politik tidak dipidana
Tidak adak kewajiban untuk mempublikasikan segala hal
Publikasi kesalahan dilindungi sama dengan publikasi kebenaran sepanjang

menyangkut opini dan keyakinan.


f. Tidak ada batas hukum dalam mencari berita
g. Wartawan mempunyai otonomi professional.
3. Pers Tanggung Jawab Sosial, mengemukakan bahwa kebebasan pers harus disertai
dengan tanggung jawab kepada masyarakat, kebebasan pers perlu dibatasi oleh dasar
moral, etika dan hati nurani insan pers sebab kemerdekaan pers itu harus disertai tanggung
jawab kepada masyarakat.
4. Teori Pers komunis, menyatakan pers adalah alat pemerintah atau partai yang
berkuasa dan bagian integral dari negara sehingga pers itu tunduk kepada negara. Ciriciri pers Komunis adalah :
a. Media dibawah kendali kelas pekerja karena pers melayani kelas tersebut.
b. Media tidak dimiliki secara pribadi.
c. Masyarakat berhak melakukan sensor.

VIII. KODE ETIK JURNALISTIK


Kemerdekaan berpendapat, berekspresi, dan pers adalah hak asasi manusia yang
dilindungi Pancasila, Undang-Undang Dasar 1945, dan Deklarasi Universal Hak Asasi
Manusia PBB. Kemerdekaan pers adalah sarana masyarakat untuk memperoleh informasi
dan berkomunikasi, guna memenuhi kebutuhan hakiki dan meningkatkan kualitas
kehidupan manusia. Dalam mewujudkan kemerdekaan pers itu, wartawan Indonesia juga
menyadari adanya kepentingan bangsa, tanggung jawab sosial, keberagaman masyarakat,
dan norma-norma agama. Dalam melaksanakan fungsi, hak, kewajiban dan peranannya,
pers menghormati hak asasi setiap orang, karena itu pers dituntut profesional dan terbuka
untuk dikontrol oleh masyarakat.
Untuk menjamin kemerdekaan pers dan memenuhi hak publik untuk memperoleh
informasi yang benar, wartawan Indonesia memerlukan landasan moral dan etika profesi
sebagai pedoman operasional dalam menjaga kepercayaan publik dan menegakkan
integritas serta profesionalisme. Atas dasar itu, wartawan Indonesia menetapkan dan
menaati Kode Etik Jurnalisti:
Pasal 1

Wartawan Indonesia bersikap independen, menghasilkan berita yang akurat, berimbang,


dan tidak beritikad buruk.
Penafsiran
a.

Independen berarti memberitakan peristiwa atau fakta sesuai dengan suara hati

nurani tanpa campur tangan, paksaan, dan intervensi dari pihak lain termasuk pemilik
perusahaan pers.
b.

Akurat berarti dipercaya benar sesuai keadaan objektif ketika peristiwa terjadi.

c.

Berimbang berarti semua pihak mendapat kesempatan setara.

d.

Tidak beritikad buruk berarti tidak ada niat secara sengaja dan semata-mata untuk

menimbulkan kerugian pihak lain.


Pasal 2
Wartawan Indonesia menempuh cara-cara yang profesional dalam melaksanakan tugas
jurnalistik.
Penafsiran
Cara-cara yang profesional adalah:
a.

menunjukkan identitas diri kepada narasumber;

b.

menghormati hak privasi;

c.

tidak menyuap;

e.

menghasilkan berita yang faktual dan jelas sumbernya; rekayasa pengambilan dan

pemuatan atau penyiaran gambar, foto, suara dilengkapi dengan keterangan tentang
sumber dan ditampilkan secara berimbang;
f.

menghormati pengalaman traumatik narasumber dalam penyajian gambar, foto,

suara;
g.

tidak melakukan plagiat, termasuk menyatakan hasil liputan wartawan lain sebagai

karya sendiri;
h.

penggunaan cara-cara tertentu dapat dipertimbangkan untuk peliputan berita

investigasi bagi kepentingan publik.


Pasal 3
Wartawan Indonesia selalu menguji informasi, memberitakan secara berimbang, tidak
mencampurkan fakta dan opini yang menghakimi, serta menerapkan asas praduga tak
bersalah.
Penafsiran
a.

Menguji informasi berarti melakukan check and recheck tentang kebenaran

informasi itu.
b.

Berimbang adalah memberikan ruang atau waktu pemberitaan kepada masing-

masing pihak secara proporsional.


c.

Opini yang menghakimi adalah pendapat pribadi wartawan. Hal ini berbeda dengan

opini interpretatif, yaitu pendapat yang berupa interpretasi wartawan atas fakta.
d.

Asas praduga tak bersalah adalah prinsip tidak menghakimi seseorang.


Pasal 4

Wartawan Indonesia tidak membuat berita bohong, fitnah, sadis, dan cabul.
Penafsiran
a.

Bohong berarti sesuatu yang sudah diketahui sebelumnya oleh wartawan sebagai hal

yang tidak sesuai dengan fakta yang terjadi.


b.

Fitnah berarti tuduhan tanpa dasar yang dilakukan secara sengaja dengan niat buruk.

c.

Sadis berarti kejam dan tidak mengenal belas kasihan.

d.

Cabul berarti penggambaran tingkah laku secara erotis dengan foto, gambar, suara,

grafis atau tulisan yang semata-mata untuk membangkitkan nafsu birahi.


e.

Dalam penyiaran gambar dan suara dari arsip, wartawan mencantumkan waktu

pengambilan gambar dan suara.


Pasal 5
Wartawan Indonesia tidak menyebutkan dan menyiarkan identitas korban kejahatan susila
dan tidak menyebutkan identitas anak yang menjadi pelaku kejahatan.
Penafsiran
a.

Identitas adalah semua data dan informasi yang menyangkut diri seseorang yang

memudahkan orang lain untuk melacak.


b.

Anak adalah seorang yang berusia kurang dari 16 tahun dan belum menikah.
Pasal 6

Wartawan Indonesia tidak menyalahgunakan profesi dan tidak menerima suap.


Penafsiran
a.

Menyalahgunakan profesi adalah segala tindakan yang mengambil keuntungan

pribadi atas informasi yang diperoleh saat bertugas sebelum informasi tersebut menjadi
pengetahuan umum.
b.

Suap adalah segala pemberian dalam bentuk uang, benda atau fasilitas dari pihak

lain yang mempengaruhi independensi.


Pasal 7
Wartawan Indonesia memiliki hak tolak untuk melindungi narasumber yang tidak
bersedia diketahui identitas maupun keberadaannya, menghargai ketentuan embargo,
informasi latar belakang, dan off the record sesuai dengan kesepakatan.
Penafsiran
a.

Hak tolak adalak hak untuk tidak mengungkapkan identitas dan keberadaan

narasumber demi keamanan narasumber dan keluarganya.


b.

Embargo adalah penundaan pemuatan atau penyiaran berita sesuai dengan

permintaan narasumber.
c.

Informasi latar belakang adalah segala informasi atau data dari narasumber yang

disiarkan atau diberitakan tanpa menyebutkan narasumbernya.


d.

Off the record adalah segala informasi atau data dari narasumber yang tidak boleh

disiarkan atau diberitakan.


Pasal 8
Wartawan Indonesia tidak menulis atau menyiarkan berita berdasarkan prasangka atau
diskriminasi terhadap seseorang atas dasar perbedaan suku, ras, warna kulit, agama, jenis

kelamin, dan bahasa serta tidak merendahkan martabat orang lemah, miskin, sakit, cacat
jiwa atau cacat jasmani.
Penafsiran
a.

Prasangka adalah anggapan yang kurang baik mengenai sesuatu sebelum

mengetahui secara jelas.


b.

Diskriminasi adalah pembedaan perlakuan.


Pasal 9

Wartawan Indonesia menghormati hak narasumber tentang kehidupan pribadinya, kecuali


untuk kepentingan publik.
Penafsiran
a.

Menghormati hak narasumber adalah sikap menahan diri dan berhati-hati.

b.

Kehidupan pribadi adalah segala segi kehidupan seseorang dan keluarganya selain

yang terkait dengan kepentingan publik.


Pasal 10
Wartawan Indonesia segera mencabut, meralat, dan memperbaiki berita yang keliru dan
tidak akurat disertai dengan permintaan maaf kepada pembaca, pendengar, dan atau
pemirsa.
Penafsiran
a.

Segera berarti tindakan dalam waktu secepat mungkin, baik karena ada maupun

tidak ada teguran dari pihak luar.


b.

Permintaan maaf disampaikan apabila kesalahan terkait dengan substansi pokok.

Pasal 11
Wartawan Indonesia melayani hak jawab dan hak koreksi secara proporsional.
Penafsiran
a.

Hak jawab adalah hak seseorang atau sekelompok orang untuk memberikan

tanggapan atau sanggahan terhadap pemberitaan berupa fakta yang merugikan nama
baiknya.
b.

Hak koreksi adalah hak setiap orang untuk membetulkan kekeliruan informasi yang

diberitakan oleh pers, baik tentang dirinya maupun tentang orang lain.
c.

Proporsional berarti setara dengan bagian berita yang perlu diperbaiki.

Penilaian akhir atas pelanggaran kode etik jurnalistik dilakukan Dewan Pers.
Sanksi atas pelanggaran kode etik jurnalistik dilakukan oleh organisasi wartawan
dan atau perusahaan pers.

10

BAB 4
GLOBALISASI
A. PENGERTIAN GLOBALISASI
1. Pengertian Globalisasi
Kata globalisasi diambil dari kata global, yang berarti universal (mendunia).
Globalisasi adalah sebuah istilah yang memiliki hubungan dengan peningkatan
keterkaitan antarbangsa dan antarmanusia di seluruh dunia melalui perdagangan,
investasi, perjalanan, budaya popular, dan bentuk interaksi yang lain.
Globalisasi memiliki banyak definisi, salah satunya seperti yang dikemukakan oleh Lodge
(1991), mendefinisikan globalisasi sebagai suatu proses yang menempatkan masyarakat
dunia bisa menjangkau satu dengan yang lain atau saling terhubungkan dalam semua
aspek kehidupan mereka, baik dalam budaya, ekonomi, politik, teknologi maupun
lingkungan. Dengan pengertian ini globalisasi dikatakan bahwa masyarakat dunia hidup
dalam era dimana kehidupan mereka sangat ditentukan oleh proses-proses global.
2. Ciri Globalisasi

11

Berikut ini beberapa ciri yang menandakan semakin berkembangnya fenomena globalisasi
di dunia.
1. Perubahan dalam konsep ruang dan waktu. Perkembangan barang-barang seperti
telepon genggam, televisi, satelit, dan internet menunjukkan bahwa komunikasi global
terjadi sedemikian cepatnya, sehingga memungkinkan kita merasakan banyak hal dari
budaya yang berbeda.
2. Pasar dan produksi ekonomi di negara-negara yang berbeda menjadi saling bergantung
sebagai akibat dari pertumbuhan perdagangan internasional, peningkatan pengaruh
perusahan multinasional, dan dominasi organisasi semacam World Trade Organization
(WTO).
3. Peningkatan interaksi kultural melalui perkembangan media massa (terutama televisi,
fim, musik, dan transmisi berita dan olahraga internasional). Saat ini kita dapat
mengonsumsi dan mengalami gagasan dan pengalaman baru mengenai hal-hal yang
melintasi beranekaragam budaya, misalnya dalam bidang fashion dan makanan.
4. Meningkatknya masalah besama, misalnya pada bidang lingkungan hidup, krisis
multinasional dan lain-lain.
3. Proses Terjadinya Globalisasi
Hubungan antarbangsa di dunia telah ada sejak berabad-abad yang lalu. Bila ditelusuri,
benih-benih globalisasi telah tumbuh ketika manusia mulai mengenal perdagangan
antarnegara sekitar tahun 1000 dan 1500 M. Saat itu para pedagang dari Cina dan India
mulai menelusuri negeri lain baik melalui jalan darat maupun jalan laut untuk berdagang.
Fase selanjutnya ditandai dengan dominasi perdagangan kaum muslim di Asia dan Afrika.
Kaum muslim membentuk jaringan perdagangan dan menyebarkan nilai-nilai agamanya,
nama-nama, abjad, arsitek, nilai sosial dan budaya Arab ke warga dunia.
Fase selanjutnya ditandai dengan eksplorasi dunia secara besar-besaran oleh bangsa
Eropa. Spanyol, Portugis, Inggris, dan Belanda adalah pelopor-pelopor eksplorasi ini. Hal
ini didukung pla denan terjadinya revolusi industri yang meningkatkan keterkaitan
antarbangsa dunia.
Semakin berkembangnya industri dan kebutuhan akan bahan baku serta pasar juga
memunculkan berbagai perusahaan multinasional di dunia. Di Indonesia, perusahaan
Eropa membuka berbagai cabangnya di Indonesia, Freeport dan Exxon dari Amerika
Serikat, Unilever dari Belanda British Petroleum dari Inggris adalah beberapa contohnya.
Fase selanjutnya terus berjalan dan mendapat momentumnya ketika perang dingin
berakhir dan komunisme di dunia runtuh. Runtuhnya komunisme seakan memberi
pembenaran bahwa kapitalisme adalah jalan terbaik dalam mewujudkan kesejahteraan
dunia. Implikasinya, negara di dunia mulai menyediakan diri sebagai pasar yang bebas.
Hal ini didukung pula dengan perkembangan teknologi komunikasi dan transportasi.
C. Dampak Modernisasi dan Globalisasi
Modernisasi dan globalisasi memiliki dampak atau akibat bagi manusia dan
lingkungannya, dampak yang baik (positif) ataupun buruk (negatif).
1. Dampak Positif

12

Dampak positif dari modernisasi dan globalisasi antara lain sebagai berikut.
a. Memudahkan untuk mendapatkan barang yang berkualitas bagus dengan harga yang
paling murah.
b. Tersedianya lapangan pekerjaan bagi tenaga profesional.
c. Perkembangan teknologi untuk kesejahteraan masyarakat dunia.
d. Komunikasi tanpa dibatasi jarak dan waktu sehingga dapat memperlancar perdagangan
internasional.
e. Terbukanya peluang bisnis dan kemudahan di bidang pendidikan, politik, pertahanan
dan keamanan.
f. Pembangunan yang lebih terencana dan berorientasi pada kebutuhan hidup warga dunia.
g. Penanaman modal asing memicu pertumbuhan ekonomi negara berkembang.
h. Terjadinya migrasi yang tinggi dalam suatu negara maupun dari negara yang satu ke
negara yang lain.
i. Bercampurnya berbagai kebudayaan dari berbagai daerah dan negara.
2. Dampak Negatif
Dampak negatif dari modernisasi dan globalisasi antara lain sebagai berikut.
a. Bergesernya nilai-nilai dan sikap seseorang karena pengaruh negatif dari teknologi
komputerisasi, media massa, dan alat komunikasi.
b. Tumbuhnya mental frustasi, minder, stres dan tertekan karena tidak dapat mengikuti
perkembangan teknologi komunikasi dan informasi.
c. Posisi tawar yang selalu kalah bagi negara berkembang yang dikalahkan oleh negara
maju membuat negara berkembang semakin terpuruk dan tidak dapat berkompetisi
dengan negara maju.
d. Orientasi hidup hanya pada nilai ekonomi menyebabkan bergesernya nilai-nilai
kemanusiaan, keharmonisan hidup dengan lingkungan dan kehangatan persahabatan.
e. Hilangnya budaya asli daerah tertentu akibat tidak dipatenkan.
f. Makin merajalelalnya kaum kapitalis atau pemilik modal yang dengan leluasa
menanamkan modalnya di segala penjuru dunia.
g. Kemajuan teknologi yang dimanfaatkan untuk merusak dunia menjadi ketakutan semua
pihak.
B. Pengertian modernisasi dan westernisasi
Modernisasi mungkin merupakan persoalan menarik yang dewasa ini merupakan gejala
umum di dunia ini. Kebanyakan masyarakat di dunia dewasa ini terkait pada jaringan
modernisasi, baik yang baru memasukinya, maupun yang sedang meneruskan tradisi
modernisasi. Secara historis, modernisasi merupakan suatu proses perubahan yang
menuju pada tipe sistem-sistem sosial, ekonomi, dan politik yang telah berkembang di
Eropa Barat dan Amerika Utara pada abad ke-17 sampai 19. Sistem sosial yang baru ini
kemudian menyebar ke negara-negara Eropa lainnya serta juga ke negara-negara Amerika
Selatan, Asia, dan Afrika.
Menurut Wilbert E Moore modernisasi mencakup suatu transformasi total kehidupan
bersama yang tradisional atau pra modern dalam arti teknologi serta organisasi sosial ke

13

arah pola-pola ekonomi dan politis yang menjadi ciri negara-negara barat yang stabil.
Karakteristik umum modernisasi yang menyangkut aspek-aspek sosio-demografis
masyarakat dan aspek-aspek sosio-demografis digambarkan dengan istilah gerak sosial
(social mobility). Artinya suatu proses unsur-unsur sosial ekonomis dan psikologis mulai
menunjukkan peluang-peluang ke arah pola-pola baru melalui sosialisasi dan pola-pola
perilaku. Perwujudannya adalah aspek-aspek kehidupan modern seperti misalnya
mekanisasi, mass media yang teratur, urbanisasi, peningkatan pendapatan perkapita dan
sebagainya.
Westernisasi adalah sikap meniru dan menerapkan unsur kebudayaan Barat apa adanya
tanpa diseleksi. Berlangsungnya westernisasi melalui interaksi sosial yang berupa kontak
sosial langsung ataupun tidak langsung. Westernisasi dapat berlangsung terutama melalui
media cetak dan elektronik, seperti buku, majalah, televisi, video dan internet.
Westernisasi dapat berlangsung pada setiap generasi baik anak-anak, remaja ataupun
orang tua yang kurang peka terhadap nilai kepribadian bangsa Indonesia. Westernisasi di
kalangan remaja berlangsung lebih intensif sebab pada usia itu, secara psikologis remaja
sedang dalam proses mencari nilai yang dianggap lebih baik.
Negara-negara Barat memang lebih maju, tetapi tidak semua kemajuan harus diserap atau
cocok diterapkan di Indonesia. Hal itu bukan berarti semua unsur budaya Barat ditolak
untuk berkembang di Indonesia, tetapi harus diseleksi dan disesuaikan dengan nilai-nilai
kepribadian bangsa Indonesia.

C. Penemuan di berbagai bidang Akibat Globalisasi


1. Tehnologi yang mampu mengolaborasi gelombang emosi,untuk mendeteksi tingkat
kejujuran
2. Tehnologi yang memungkinkan manusia melakukan akses dari tempat yang berbeda
dengan durasi yang tak terbatas
3. Tehnologi yang mengerjakan pekerjaan 100 orang manusia di kerjakan oleh 1 orang
4. Tehnologi memori card yang dapat menampung banyak data dalam bentuk tera
5. penggunaan alat-alat kedokteran yang mempergunakan aplikasi komputer, salah
satunya adalah USG (Ultra sonografi).
6. Tehnologi farmasi dalam sebuah chip yang dikendalikan secara nirkabel3e

DAFTAR PUSTAKA
Aang, Witarsa. 2007. Pendidikan Kewarganegaraan SMA/MA/SMK : Kelas XII.
ERLANGGA

14

Alfian, 1992. Pemikiran dan Perubahan Politik Indonesia. Jakarta : PT Gramedia


Budiardjo, Miriam, 1985. Dasar Dasar Ilmu Politik. Jakarta : PT Gramedia
Djajoeji, Djaman. 1993. Ilmu Negara. Bandung : IKIP Bandung
Kartaprawira, Rusadi. 1983. Sistem Politik Indonesia : Suatu Model Pengantar.
Bandung : Sinar Baru
Mahfud MD, Moh. 2000. Demokrasi dan Konstitusi di Indonesia. Jakarta : Rineka
Cipta

15

16

You might also like