Professional Documents
Culture Documents
1.3. Manfaat
Manfaat diadakan penelitian ini adalah untuk :
1. Dapat mempraktekkan dan mengetahui metode penentuan kadar surfaktan anion dengan
MBAS
2. Dapat menentukan kadar surfaktan anion dari pembacaan spektrofotometer UV-Vis
1.4. Tempat Pelaksanaan PKL
Kegiatan Praktek Kerja Lapangan (PKL) ini dilaksanakan di Laboratorium Pengujian Balai
Besar Pencegahan Pencemaran Industri (BBTPPI) Semarang yang beralamat di Jalan Ki
Mangunsarkoro 6 Semarang, dimulai dari tanggal 1 Februari sampai 29 Februari 2012.
1.5.
Metodologi
Untuk mendapatkan data penulisan laporan praktek kerja lapangan ini diperlukan metode
atau cara kerja yang baik dan sesuai. Metodologi adalah kerangka teoritis yang
dipergunakan oleh penulis untuk menganalisis, mengerjakan, atau mengatasi masalah yang
dihadapi (Keraf, 1997).
Untuk memperoleh data yang benar dan dapat dipertanggungjawabkan, maka penulis
menggunakan metode pengumpulan data sebagai berikut :
1. 1.
Metode Wawancara
Penulis mengajukan pertanyaan kepada analis mengenai proses pengujian surfaktan anion
pada air limbah secara MBAS dan cara penentuan kadar surfaktan anion menggunakan
spektrofotometer UV-Vis.
1. 2.
Metode Eksperimen
Data diperoleh dengan melakukan pengujian dengan metode MBAS dan spektrofotometri
UV-Vis.
1. 3.
Metode Pustaka
Penulis mencari sumber pustaka seperti buku, jurnal dan sumber bacaan lain untuk
menunjang penulisan laporan.
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1. Air
Menurut Peraturan Pemerintah Indonesia Nomor 82 Tahun 2001, air merupakan sumber daya
alam yang memenuhi hajat hidup orang banyak sehingga perlu dilindungi agar dapat tetap
bermanfaat bagi hidup dan kehidupan manusia serta makhluk hidup lainnya.
Air di bumi tidak pernah terdapat dalam keadaan murni bersih, tetapi selalu ada senyawa atau
mineral lain yang terlarut di dalamnya. Sebagai contoh, air hujan yang digunakan atau
dimanfaatkan sebagai air aki dan air yang diambil dari mata air di pegunungan yang langsung
diminum (Wardhana, 1995).
2.2. Air Limbah
Menurut Keputusan Menteri Negara Lingkungan Hidup Nomor : KEP-51/MENLH/10/1995,
Limbah cair adalah limbah dalam wujud cair yang dihasilkan oleh kegiatan/industri yang
dibuang ke lingkungan dan diduga dapat menurunkan kualitas lingkungan baik secara
langsung ataupun tidak langsung. Limbah cair terdiri dari limbah industri (industri skala
besar dan skala kecil) dan limbah domestik.
Hindarko (2003) menyatakan bahwa air limbah adalah air yang tersisa setelah makhluk hidup
melakukan suatu aktifitas. Air limbah selalu mengalami fluktuasi setiap hari karena berbagai
aktifitas makhluk hidup, khususnya manusia.
Air limbah dapat berasal dari berbagai sumber. Sugiharto (1987) mengklasifikasikan sumbersumber air limbah sebagai berikut:
1. Air limbah rumah tangga (domestic waste)
Sumber utama air limbah rumah tangga dari masyarakat adalah berasal dari perumahan dan
daerah perdagangan. Jumlah aliran air limbah di daerah perumahan tergantung dari luas
daerah yang ditempati, kepadatan penduduk serta ada atau tidaknya daerah industri. Selain
dari perumahan atau perdagangan, daerah kelembagaan dan rekreasi juga dikategorikan
sebagai pemasok air limbah rumah tangga.
2. Air limbah industri (industrial waste)
Air limbah yang berasal dari industri sangat bervariasi, tergantung dari jenis dan besarkecilnya industri, pengawasan pada proses industri, derajat penggunaan air serta derajat
pengolahan air limbah yang ada pada masing-masing industri. Sebanyak 85-95 % dari jumlah
air yang dipergunakan adalah berupa air limbah apabila industri tersebut tidak menggunakan
air limbah. Apabila industri tersebut memanfaatkan kembali air limbahnya, maka jumlahnya
akan lebih kecil.
3. Air limbah rembesan dan tambahan
Bila hujan turun di suatu daerah, maka air yang turun secara cepat akan mengalir masuk ke
dalam saluran pengering atau saluran air hujan. Apabila saluran ini tidak mampu
menampungnya, maka limpahan air hujan akan bergabung dengan saluran air limbah. Selain
masuk melalui limpahan, air hujan juga diserap oleh tumbuh-tumbuhan dan merembes ke
dalam tanah. Apabila permukaan air tanah bertemu dengan saluran air limbah, maka mungkin
terjadi penyusupan air tanah ke saluran limbah melalui sambungan-sambungan pipa atau
celah-celah yang ada (Sugiharto,1987).
Baku mutu limbah cair adalah batas kadar yang diperkenankan bagi zat atau pencemar untuk
dibuang dari sumber pencemar ke dalam air pada sumber air sehingga tidak mengakibatkan
dilampauinya baku mutu air (Kristianto, 2002).
Tabel 1. Sifat-sifat Fisik, Kimia, Biologis dan Air Limbah serta sumber asalnya
(Sugiharto, 1987).
Sifat-sifat air limbah
Sifat fisik :
Warna
Pembusukan air limbah dan limbah industri.
Bau
Endapan
Temperatur.
Air limbah rumah tangga dan industri.
Kandungan bahan kimia :
Organik ;
Karbohidrat
Belerang
Bahan-bahan beracun
2.4.
Surfaktan-zat aktif permukaan atau tensides- adalah zat yang menyebabkan turunnya
tegangan permukaan cairan, khususnya air. Ini menyebabkan pembentukan gelembung dan
pengaruh permukaan lainnya yang memungkinkan zat-zat ini bertindak sebagai zat pembersih
atau penghambur dalam industri dan untuk tujuan rumah tangga (Connell, 1995).
Surfaktan atau surface active agent atau wetting agent merupakan bahan organik yang
berperan sebagai bahan aktif pada deterjen, sabun dan shampoo. Surfaktan dapat menurunkan
tegangan permukaan sehingga memungkinkan partikel-partikel yang menempel pada bahanbahan yang dicuci terlepas dan mengapung atau terlarut dalam air (Effendi, 2003).
Surfaktan dikelompokkan menjadi empat, yaitu surfaktan anion, surfaktan kationik, surfaktan
nonionik dan surfaktan amphoteric (zwitterionic) (Effendi, 2003).
Untuk keperluan rumah tangga digunakan kelompok surfaktan anion (deterjen). Telah dikenal
dua macam deterjen anion, yakni alkil sulfonat linear dan alkil benzene sulfonat
(Sastrawijaya, 1991).
Bentuk deterjen merupakan salah satu jenis bahan pembersih yang digunakan untuk
mengurangi kotoran dari pakaian, piring, dan barang lainnya (Sawyer, 1967).
2.3.1 Deterjen Sintetis
Setelah Perang Dunia II, dikembangkan deterjen sintetis. Seperti sabun, deterjen adalah
surfaktan anion-garam dari sulfonat atau sulfat berantai panjang dari natrium (RSO3-Na+ dan
ROSO3-Na+). Deterjen sintetis mempunyai keunggulan dalam hal tidak mengendap bersama
ion logam dalam air sadah (Fessenden, 1986).
Unsur kunci dari deterjen adalah bahan surfaktan atau bahan aktif permukaan, yang beraksi
dalam menjadikan air menjadi lebih basah (wetter) dan sebagai bahan pencuci yang lebih
baik (Achmad, 2004).
Salah satu deterjen sintetis yang digunakan adalah p-alkilbenzenasulfonat (ABS) dengan
gugus alkil yang sangat bercabang. Bagian alkil senyawa ini disintesis dengan polimerisasi
propilena dan dilekatkan pada cincin benzene dengan reaksi alkilasi Friedel-Craft. Sulfonasi
yang disusul dengan pengolahan basa, menghasilkan deterjen itu (Fessenden, 1986).
Wangi-wangian atau parfum dipakai agar cucian berbau harum, sedangkan air sebagai bahan
pelarut (Admin, 2010).
2.3.2 Toksisitas Deterjen
Kemampuan deterjen untuk menghilangkan berbagai kotoran yang menempel pada kain atau
objek lain, mengurangi keberadaan kuman dan bakteri yang menyebabkan infeksi. Tanpa
mengurangi makna manfaat deterjen dalam memenuhi kebutuhan sehari-hari, harus diakui
bahwa bahan kimia yang digunakan pada deterjen dapat menimbulkan dampak negatif baik
terhadap kesehatan maupun lingkungan. Dua bahan terpenting dari pembentuk deterjen yakni
surfaktan dan builders, diidentifikasi mempunyai pengaruh langsung dan tidak langsung
terhadap manusia dan lingkungannya (Admin, 2010).
Kadar surfaktan 1 mg/liter dapat mengakibatkan terbentuknya busa diperairan. Meskipun
tidak bersifat toksik, keberadaan surfaktan dapat menimbulkan rasa pada air dan dapat
menurunkan absorpsi oksigen di perairan (Effendi, 2003).
Pengaruh lingkungan yang paling jelas adalah adanya busa pada aliran sungai. Hynes dan
Roberts (1962), dalam studi aliran sungai di Inggris yang menerima limbah air mengandung
surfaktan (2-4 ppm) tidak dapat mendeteksi perubahan apa pun dalam struktur komunitas
biota air karena surfaktan (Connell, 1995).
Deterjen keras berbahaya bagi ikan biarpun konsentrasinya kecil, misalnya natrium dodesil
benzene sulfonat dapat merusak insang ikan, biarpun hanya 5 ppm. Tanaman air juga dapat
menderita jika kadar deterjen tinggi. Kemampuan fotosintetis dapat terhenti (Sastrawijaya,
1991).
Permasalahan juga ditimbulkan oleh deterjen yang mengandung banyak polifosfat yang
merupakan penyusun deterjen yang masuk ke badan air. Poliposfat dari deterjen ini
diperkirakan memberikan kontribusi sekitar 50 % dari seluruh fosfat yang terdapat diperairan.
Keberadaan fosfat yang berlebihan menstimulir terjadinya eutrofikasi (pengkayaan) perairan
(Effendi, 2003).
2.4 Penentuan Surfaktan dengan Metilen Biru
Metode ini membahas tentang perpindahan metilen biru yaitu larutan kationik dari larutan air
ke dalam larutan organik yang tidak dapat campur dengan air sampai pada titik jenuh
(keseimbangan). Hal ini terjadi melalui formasi (ikatan) pasangan ion antara anion dari
MBAS (methylene blue active substances) dan kation dari metilen biru. Intensitas warna biru
yang dihasilkan dalam fase organik merupakan ukuran dari MBAS (sebanding dengan jumlah
surfaktan). Surfaktan anion adalah salah satu dari zat yang paling penting, alami dan sintetik
yang menunjukkan aktifitas dari metilen biru. Metode MBAS berguna sebagai penentuan
kandungan surfaktan anion dari air dan limbah, tetapi kemungkin adanya bentuk lain dari
MBAS (selain interaksi antara metilen biru dan surfaktan anion) harus selalu diperhatikan.
Metode ini relatif sangat sederhana dan pasti. Inti dari metode MBAS ini ada 3 secara
berurutan yaitu: Ekstraksi metilen biru dengan surfaktan anion dari media larutan air ke
dalam kloroform (CHCl3) kemudian diikuti terpisahnya antara fase air dan organik dan
pengukuran warna biru dalam CHCl3 dengan menggunakan alat spektrofotometri pada
panjang gelombang 652 nm (Franson, 1992). Batas deteksi surfaktan anion menggunakan
pereaksi pengomplek metilen biru sebesar 0,026 mg/L, dengan rata-rata persen perolehan
kembali 92,3% (Rudi dkk., 2004).
2.5 Analisis Spektrofotometri pada Metode MBAS
Spektrometri merupakan metode pengukuran yang didasarkan pada interaksi radiasi
elektromagnetik dengan partikel, dan akibat dari interaksi tersebut menyebabkan energi
diserap atau dipancarkan oleh partikel dan dihubungkan pada konsentrasi analit dalam
larutan. Prinsip dasar dari spektrofotometri UV-Vis adalah ketika molekul mengabsorbsi
radiasi UV atau visible dengan panjang gelombang tertentu, elektron dalam molekul akan
mengalami transisi atau pengeksitasian dari tingkat energi yang lebih rendah ke tingkat energi
yang lebih tinggi dan sifatnya karakteristik pada tiap senyawa. Penyerapan cahaya dari
sumber radiasi oleh molekul dapat terjadi apabila energi radiasi yang dipancarkan pada atom
analit besarnya tepat sama dengan perbedaan tingkat energi transisi elektronnya (Rudi,2004).
Metilen biru digunakan untuk uji coba bahan pewarna organik. Bahan pewarna organik yang
berwarna biru tua ini, akan menjadi tidak berwarna apabila oksigen pada sampel (air yang
tercemar yang sedang dianalisis) telah habis dipergunakan (Mahida, 1981).
Surfaktan anion bereaksi dengan warna biru metilen membentuk pasangan ion baru yang
terlarut dalam pelarut organik, intensitas warna biru yang terbentuk diukur dengan
spektrofotometer dengan panjang gelombang 652 nm. Serapan yang diukur setara dengan
kadar surfaktan anion (Anonim, 2009).
BAB III
METODOLOGI
3.1
3.1.1 Sampel
Sampel yang akan dianalisis adalah sampel air limbah dari berbagai sumber. Bentuk sampel
berupa cairan tak berwarna yang dikemas dalam botol plastik.
3.1.2 Alat
Alat-alat yang dipergunakan dalam proses analisis meliputi:
1. Spektrofotometer U-2010
2. Labu ukur 100 mL
3. Corong pisah
4. Pipet volume 25 mL dan 50 mL
5. Beker glass 250 mL
6. Filler pipet
7. Gelas ukur 50 mL
8. Erlenmeyer 100 mL
3.1.3
Bahan
Air Suling
Larutan methylene blue
Larutkan 0,05g methylene blue lalu tambahkan 50g NaH2(PO4)2.H2O ke dalam labu ukur
1000 mL kemudian tambahkan 6,8 mL asam sulfat (p.a), ditepatkan hingga tanda tera.
Larutan Pencuci
Larutkan 50 g Natrium dihidrogen fospat / NaH2(PO4)2.H2O kedalam labu ukur 1000 mL,
penambahan asam sulfat (p.a). Ditambahkan air suling hingga garis tera.
Kloroform
Larutan induk detergen 1000 mg/L ASL
Larutkan 0,5 g ASL 100% aktif atau Natrium Lauril Sulfat ( C12H25OSO3Na) dalam labu ukur
500mL , ditepatkan hingga garis tera , disimpan dalam lemari es untuk menghindari
biodegradasi, jika perlu dibuat seminggu sekali.
3.2 Prosedur Kerja
3.2.1 Pembuatan Kurva Kalibrasi
1. Larutan induk detergent diambil sebanyak 0, 250, 500, 750 dan 1000 mL dan
dimasukkan ke dalam labu ukur 500 mL, ditambahkan air suling hingga tanda tera,
kemudian diaduk hingga homogen. Diperoleh kadar 0,00; 0,2; 0,4; 1,0; 1,2 dan 2,0
mg/L MBAS.
2. Larutan baku diambil dengan volum masing masing 100 mL dan dimasukkan ke
dalam corong pemisah 30 mL.
3. Ditambahkan larutan biru methylene sebanyak 25mL.
4. Ditambahkan 10 mL CHCl3 , digojog kuat kuat selama 30 detik , sekali kali buka
tutup corong untuk mengeluarkan gas.
5. Didiamkan hingga terjadi pemisahan fase, corong pemisah digoyang perlahan lahan,
jika terbentuk emulsi, tambahkan sedikit isopropil alkohol (10 mL), lapisan bawah
(CHCl3) dikeluarkan dan ditampung dalam corong pemisah lain.
6. Ekstraksi diulangi seperti butir 4 dan 5 sebanyak 2 kali dan larutan ekstrak digabung
dengan larutan ekstrak pada butir 5.
7. Ditambahkan 50 mL larutan pencuci ke dalam larutan ekstrak (kloroform gabungan)
dan digojog kuat kuat selama 30 detik.
BAB IV
HASIL DAN PEMBAHASAN
4.1 Hasil
Penentuan kadar surfaktan anion dalam sampel air limbah dengan menggunakan metode
MBAS secara spektrofotometri menggunakan panjang gelombang 652 nm. Terlebih dahulu
dilakukan pengukuran absorbansi dari larutan standar MBAS yang telah dibuat sebelumnya.
Tabel 4.1 memperlihatkan nilai absorbansi dari larutan standar MBAS. Gambar 4.1
memperlihatkan kurva kalibrasi standar dari larutan standar MBAS.
4.1.1 larutan Standar
Tabel 2 Absorbansi larutan standar MBAS
Konsentrasi Standar (ppm)
0
Absorbansi
0
0,2
0,132
0,4
0,254
0,8
0,482
1,2
0,731
2,0
1,222
Konsentrasi (ppm)
0,0134
Absorbansi
0,0192
RK.II.10
1,5783
0,9640
PA.49
0,0218
0,0133
PA.50
0,8188
0,5001
PA.51
0,2115
0,1292
UD.II.34
0,2390
0,1460
IN.16
1,3101
0,8002
UD.II.34-2
0,2686
0,1641
PA.51+0,4 SPIKE
0,6681
0,4081
Pada pengukuran konsentrasi dilakukan 2 kali pengukuran dalam suatu sampel (duplo) yaitu
pada sampel UD.II.34, sehingga:
dimana rata-rata=
RPD digunakan untuk mengetahui presisi data yang diperoleh pada pengukuran sampel.
Presisi menunjukkan tingkat reliabilitas dari data yang diperoleh. Hal ini dapat dilihat dari
standar deviasi yang diperoleh dari pengukuran, presisi yang baik akan memberikan standar
deviasi yang kecil dan bias yang rendah. Dalam tabel Horwitz (lihat lampiran) konsentrasi
dalam kisaran 0,2 ppm tidak boleh mempunyai nilai RPD lebih dari 14,5 % jadi, nilai RPD
11,66 % sudah memenuhi standar analisis.
dengan pengertian:
A adalah Kadar contoh uji yang di spike (mg/L);
B adalah Kadar contoh uji yang tidak di spike (mg/L);
C adalah Kadar standar yang diperoleh (target value) (mg/L);
dengan,
dengan pengertian:
Y adalah volume standar yang ditambahkan (mL);
Z adalah kadar standar MBAS yang ditambahkan (mg/L);
memiliki tingkat presisi yang cukup baik karena jika dilihat dari data pengulangan yang
dilakukan, kesalahan acak yang ditimbulkan cukup kecil hal ini ditunjukkan dengan nilai
RPD yang mendekati nilai 0, dan jika dilihat data %Recoverinya maka kurang akurat karena
nilai tersebut berada sangat dekat dengan batas atas %recovery , yakni 115%, pada diagram
control chart. Dari nilai %recovery tersebut, juga menunjukkan adanya matriks pengganggu
yang cukup banyak.
Dalam analisis penentuan kadar surfaktan anion diperoleh hasil bahwa kadar surfaktan anion
atau deterjen pada semua sampel limbah yang dianalisis masih memenuhi baku mutu yang
telah ditetapkan oleh Peraturan Daerah Provinsi Jawa Tengah Nomor 10 Tahun 2004, yakni
dibawah 5 mg/L air limbah.
BAB V
PENUTUP
5.1. Kesimpulan
Deterjen merupakan salah satu senyawa organik yang berasal dari buangan industri yang
berbahaya bagi lingkungan dan manusia. Kadar deterjen dalam suatu air limbah dapat diuji
dengan MBAS menggunakan metode Spektrofotometri Uv-Vis sedangkan prinsip metode ini
adalah Prinsipnya adalah surfaktan anionik akan berikatan dengan methylene blue
membentuk senyawa kompleks berwarna biru yang larut dalam fase kloroform ketika
diekstraksi dan dibaca konsentrasinya menggunakan spektrofotometer UV-VIS pada panjang
gelombang 675 nm. Dari analisis tersebut diperoleh nilai konsentrasi deterjen dalam air
limbah sebesar 0,2390 ppm dan 0,2686 ppm, masih memenuhi baku mutu yang telah
ditetapkan oleh Peraturan Daerah Provinsi Jawa Tengah Nomor 10 Tahun 2004, yakni
dibawah 5 mg/L air limbah. Data yang telah diperoleh dilakukan IQC (Internal Quality
Control) yaitu dengan menghitung harga RPD dan %Recoverinya. Harga RPD yang diperoleh
11,6% sedangkan harga %Recoverinya sebesar 114,15%. Hasil tersebut menunjukkan data
yang presisi namun kurang akurat.
5.2. Saran
Dalam analisis kadar deterjen, penggojogan sampel dan metilen biru saat proses ekstraksi
pelarut harus sempurna agar deterjen benar-benar terekstrasi dari sampel. Bila hasil ekstraksi
terlalu pekat, dapat diencerkan agar diperoleh hasil pembacaan absorbansi yang sesuai
dengan range kurva kalibrasi.
a akan didapatkan eter UV-VIS
DAFTAR PUSTAKA
Abel, P.D., 1974, Toxicity of Synthetic Detergents to Fish aquatic Invertebrates, J.Fish, Biol