You are on page 1of 22

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA
II.1 Keselamatan dan Kesehatan Kerja
Kesehatan kerja adalah bagian dari ilmu kesehatan yang bertujuan agar tenaga
kerja memperoleh keadaan kesehatan yang sempurna baik fisik, mental maupun
sosial (Lalu Husni,2005). Sedangkan menurut Prabu Mangkunegara (2001)
pengertian kesehatan kerja adalah kondisi bebas dari gangguan fisik, mental, emosi
atau rasa sakit yang disebakan lingkungan kerja.
Keselamatan dan kesehatan kerja menurut Edwin B. Flippo (1995), adalah
pendekatan yang menentukan standar yang menyeluruh dan bersifat (spesifik),
penentuan kebijakan pemerintah atas praktek-praktek perusahaan di tempat-tempat
kerja dan pelaksanaan melalui surat panggilan, denda dan hukuman-hukuman lain.
Penyakit kerja adalah kondisi abnormal atau penyakit yang disebabkan oleh
kerentanan terhadap faktor lingkungan yang terkait dengan pekerjaan. Hal ini
meliputi penyakit akut dan kronis yang disebakan oleh pernafasan, penyerapan,
pencernaan, atau kontak langsung dengan bahan kimia beracun atau pengantar yang
berbahaya (Dessler, 2007).
II.2 Dasar Hukum Keselamatan dan Kesehatan Kerja
Penetapan UU RI No. 1 Tahun 1970 berlandaskan pada pasal 9 dan 10 UU RI
No. 14 Tahun 1969, pengawasannya bersifat preventif, dan cakupan materinya
termasuk aspek kesehatan kerja. Dengan demikian UU RI No. 1 Tahun 1970
merupakan induk daripada peraturan perundangan K3. Undang-undang RI No. 14
Tahun 1969 tidak sesuai lagi dengan perkembangan dan tuntutan zaman, sehingga
diganti dengan UU RI No. 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan. Undang-undang
ini mempertegas perlindungan tenaga kerja terhadap aspek K3 sebagaimana yang
dinyatakan dalam:
Pasal 86
a. Ayat 1: Setiap pekerja/buruh mempunyai hak untuk memperoleh perlindungan
atas: keselamatan dan kesehatan kerja; moral dan kesusilaan; dan perlakuan
yang sesuai dengan harkat dan martabat manusia serta nilai-nilai agama.

b.

Ayat 2: Untuk melindungi keselamatan pekerja/buruh guna mewujudkan


produktivitas kerja yang optimal diselenggarakan upaya keselamatan dan

kesehatan kerja.
Pasal 87
1. Ayat 1: Setiap perusahaan wajib menerapkan Sistem Manajemen Keselamatan
dan Kesehatan Kerja (SMK3) yang terintegrasi dengan sistem manajemen
perusahaan. (Lalu Husni, 2005).
II.3 Faktor/Potensi Bahaya Di Tempat Kerja
Untuk menghindari dan meminimalkan kemungkinan terjadinya potensi
bahaya di tempat kerja, Pengenalan potensi bahaya di tempat kerja merupakan dasar
untuk mengetahui pengaruhnya terhadap tenaga kerja, serta dapat dipergunakan untuk
mengadakan upaya-upaya pengendalian dalam rangka pencegahan penyakit akibat
kerja yang mungkin terjadi (Bung Okles, 2008). Secara umum, potensi bahaya
lingkungan kerja dapat berasal atau bersumber dari berbagai faktor, antara lain :
a. faktor teknis, yaitu potensi bahaya yang berasal atau terdapat pada peralatan
kerja yang digunakan atau dari pekerjaan itu sendiri;
b. faktor lingkungan, yaitu potensi bahaya yang berasal dari atau berada di dalam
lingkungan, yang bisa bersumber dari proses produksi termasuk bahan baku, baik
produk antara maupun hasil akhir;
c. faktor manusia, merupakan potensi bahaya yang cukup besar terutama apabila
manusia yang melakukan pekerjaan tersebut tidak berada dalam kondisi
kesehatan yang prima baik fisik maupun psikis.
II.4 Aspek yang berkaitan dengan Kesehatan dan keselamatan kerja
Menurut Budiono dkk (2003), faktor-faktor yang mempengaruhi Keselamatan
dan Kesehatan Kerja (K3) antara lain:
a. Beban kerja Beban kerja berupa beban fisik, mental dan sosial, sehingga
upaya penempatan pekerja yang sesuai dengan kemampuannya perlu
diperhatikan.
b. Kapasitas kerja Kapasitas kerja yang banyak tergantung pada pendidikan,
keterampilan, kesegaran jasmani, ukuran tubuh, keadaan gizi dan sebagainya.
c. Lingkungan kerja Lingkungan kerja yang berupa faktor fisik, kimia, biologik,
ergonomik, maupun psikososial.
Dari beberapa uraian di atas dapat disimpulkan bahwa Aspek dan Faktor yang
mempengaruhi Keselamatan dan Kesehatan Kerja (K3) antara lain lingkungan kerja,

alat kerja dan bahan, cara melakukan pekerjaan, beban kerja, kapasitas kerja, dan
lingkungan kerja.
Potensi bahaya dapat berasal dari mesin mesin, pesawat, alat kerja, dan bahan
bahan serta energi, dari lingkungan kerja, sifat pekerjaan dan proses produksi yang
beresiko akan munculnya bahaya. Faktor faktor sumber bahaya adalah :

Faktor fisik
Misalnya penerangan / pencahayaan yang tidak cukup, suhu udara yang panas,

kelembaban yang tinggi atau rendah, suara yang bising, dan sebagainya.
Faktor kimia
Bahan-bahan kimia yang menimbulkan gangguan kerja, misalnya bau gas, uap

atau asap, debu dan sebagainya.


Faktor biologi
Binatang atau hewan dan tumbuh-tumbuhan yang menyebabkan pandangan tidak
enak mengganggu, misalnya nyamuk, lalat, kecoa, lumut, taman yang tidak

teratur, dan sebagainya.


Faktor fisiologi
Peralatan kerja yang tidak sesuai dengan ukuran tubuh atau anggota badan

(ergonomic), misalnya meja atau kursi yang terlalu tinggi atau pendek.
Faktor psikologi
Suasana kerja yang tidak harmonis, misalnya adanya klik, gosip, cemburu dan
sebagainya.

II.4.1 Faktor Fisik


II.4.1.1 Kebisingan
Gangguan kebisingan yang paling menonjol adalah pengaruhnya terhadap alat
pendengaran atau telinga, yang dapat menimbulkan ketulian yang bersifat sementara
hingga permanen. Kebisingan adalah bunyi yang didengar sebagai rangsangnrangsangan pada telinga oleh getaran-getaran melalui media elastis, dan manakala
bunyi-bunyi tersebut tidak dikehendaki (Afry, 2011).
Sumber bising ialah sumber bunyi yang kehadirannya dianggap mengganggu
pendengaran baik dari sumber bergerak maupun tidak bergerak. Umumnya sumber
kebisingan dapat berasal dari kegiatan industri, perdagangan, pembangunan, alat
pembangkit tenaga, alat pengangkut dan kegiatan rumah tangga (Afry, 2011). Di
Industri, sumber kebisingan dapat di klasifikasikan menjadi 3 macam, yaitu :
a. Mesin
Kebisingan yang ditimbulkan oleh aktifitas mesin.

b. Vibrasi
Kebisingan yang ditimbulkan oleh akibat getaran yang ditimbulkan akibat
gesekan, benturan atau ketidak seimbangan gerakan bagian mesin. Terjadi pada
roda gigi, roda gila, batang torsi, piston, fan, bearing, dan lain-lain.
c. Pergerakan udara, gas dan cairan
Kebisingan ini di timbulkan akibat pergerakan udara, gas, dan cairan dalam
kegiatan proses kerja industri misalnya pada pipa penyalur cairan gas, outlet pipa,
gas buang, jet, flare boom, dan lain-lain.
Beberapa faktor terkait kebisingan yaitu:
a) Frekuensi
Frekuensi adalah satuan getar yang dihasilkan dalam satuan waktu (detik) dengan
satuan Hz. Frekuensi yang dapat didengar manusia 20-20.000 Hz. Frekuensi
dibawah 20 Hz disebut Infra Sound sedangkan frekuensi diatas 20.000 Hz disebut
Ultra Sound. Suara percakapan manusia mempunyai rentang frekuensi 250
4.000 Hz. Umumnya suara percakapan manusia punya frekuensi sekitar 1.000 Hz
(Afry, 2011).
b) Intensitas suara
Intensitas didefinisikan sebagai energi suara rata-rata yang ditransmisikan melalui
gelombang suara menuju arah perambatan dalam media (Afry, 2011).
c) Amplitudo
Amplitudo adalah satuan kuantitas suara yang dihasilkan oleh sumber suara pada
arah tertentu.
d) Kecepatan suara
Kecepatan suara adalah suatu kecepatan perpindahan perambatan udara per
satuan waktu.
e) Panjang gelombang
Panjang gelombang adalah jarak yang ditempuh oleh perambatan suara untuk satu
siklus.
f) Periode
Periode adalah waktu yang dibutuhkan untuk satu siklus amplitudo, satuan
periode adalah detik.
g) Oktave band
Oktave band adalah kelompok-kelompok frekuensi tertentu dari suara yang dapat
di dengar dengan baik oleh manusia. Distribusi frekuensi-frekuensi puncak suara
meliputi Frekuensi : 31,5 Hz 63 Hz 125 Hz 250 Hz 500 Hz 1000 Hz 2
kHz 4 kHz 8 kHz 16 kHz.
h) Kekuatan suara
Kekuatan suara satuan dari total energi yang dipancarkan oleh suara per satuan
waktu.
4

i) Tekanan suara
Tekana suara adalah satuan daya tekanan suara per satuan
Dampak Kebisingan terhadap Kesehatan Pekerja :
1. Gangguan Fisiologis
Bising dengan intensitas tinggi dapat menyebabkan pusing/sakit kepala. Hal ini
disebabkan bising dapat merangsang situasi reseptor vestibular dalam telinga dalam
yang akan menimbulkan evek pusing/vertigo. Perasaan mual,susah tidur dan sesak
nafas disbabkan oleh rangsangan bising terhadap sistem saraf, keseimbangan organ,
kelenjar endokrin, tekanan darah, sistem pencernaan dan keseimbangan elektrolit
(Afry, 2011).
a. Gangguan Psikologis
Gangguan psikologis dapat berupa rasa tidak nyaman, kurang konsentrasi, susah
tidur, dan cepat marah. Bila kebisingan diterima dalam waktu lama dapat
menyebabkan penyakit psikosomatik berupa gastritis, jantung, stres, kelelahan dan
b.

lain-lain (Afry, 2011).


Gangguan Komunikasi
Gangguan komunikasi biasanya disebabkan masking effect (bunyi yang menutupi
pendengaran yang kurang jelas) atau gangguan kejelasan suara. Komunikasi
pembicaraan harus dilakukan dengan cara berteriak. Gangguan ini menyebabkan
terganggunya pekerjaan, sampai pada kemungkinan terjadinya kesalahan karena
tidak mendengar isyarat atau tanda bahaya. Gangguan komunikasi ini secara tidak
langsung membahayakan keselamatan seseorang (Afry, 2011).
c. Gangguan Keseimbangan
Bising yang sangat tinggi dapat menyebabkan kesan berjalan di ruang angkasa atau
melayang, yang dapat menimbulkan gangguan fisiologis berupa kepala pusing
(vertigo) atau mual-mual (Afry, 2011).
d. Efek pada pendengaran
Pengaruh utama dari bising pada kesehatan adalah kerusakan pada indera
pendengaran, yang menyebabkan tuli progresif dan efek ini telah diketahui dan
diterima secara umum dari zaman dulu. Mula-mula efek bising pada pendengaran
adalah sementara dan pemuliahan terjadi secara cepat sesudah pekerjaan di area
bising dihentikan. Akan tetapi apabila bekerja terus-menerus di area bising maka
akan terjadi tuli menetap dan tidak dapat normal kembali, biasanya dimulai pada
frekuensi 4000 Hz dan kemudian makin meluas kefrekuensi sekitarnya dan akhirnya
mengenai frekuensi yang biasanya digunakan untuk percakapan (Afry, 2011)..
Pengendalian Kebisingan di lingkungan kerja.
a. Menghilangkan transmisi kebisingan terhadap pekerja.

Untuk menghilangkan atau mengurangi transmisi kebisingan terhadap pekerja


dapat dilakukan dengan isolasi tenaga kerja atau mesin yaitu dengan menutup
atau menyekat mesin atau alat yang yang mengeluarkan bising.
Pada dasarnya untuk menutup mesin mesin yang bising adalah sebagai berikut:

Menutup mesin serapat mungkin.


Mengolah pintu-pintu dan semua lobang secara akustik.
Bila perlu mengisolasi mesin dari lantai untuk mengurangi penjalaran getaran.

b. Menghilangkan kebisingan dari sumber suara.


c. Mengadakan perlindungan terhadap karyawan.
Usaha melindungi karyawan dari kebisingan di lingkungan kerja dengan memakai
alat pelindung telinga atau personal protective device yaitu berupa ear plugs dan
ear muffs.
II.4.1.2 Panas
Panas atau suhu yang tinggi merupakan salah satu dari agen fisik yang
dapat menyebabkan penyakit akibat kerja (PAK). Suhu tubuh manusia yang dapat
kita raba/rasakan tidak hanya didapat dari metabolisme, tetapi juga dipengaruhi oleh
panas lingkungan. Makin tinggi panas lingkungan, semakin besar pula pengaruhnya
terhadap suhu tubuh. Sebaliknya semakin rendah suhu lingkungan, makin banyak
pula panas tubuh akan hilang. Tekanan panas atau heat stress adalah batasan
kemampuan penerimaan

panas

yang

diterima.

metabolisme tubuh akibat melakukan pekerjaan, faktor lingkungan


(seperti temperatur udara, kelembaban, pergerakan udara, dan radiasi perpindahan
panas) dan pakaian yang digunakan. (Kelainan atau gangguan yang tampak secara
klinis akibat gangguan tekanan panas,dibagi atas 4 kategori dasar yaitu:
a. Millaria Rubra (Heat Rash)
Sering dijumpai dikalangan militer atau pekerja fisik lainnya yang tinggal
didaerah iklim panas. Tampak adanya bintik papulovesikal kemerahan pada kulit
yang terasa nyeri bila kepanasan. Hal ini terjadi sebagai akibat sumbatan
kelenjar keringat dan terjadi retensi keringat disertai reaksi peradangan.
b. Kejang Panas (Heat Cramps)
Dapat terjadi sebagai kelainan tersendiri atau bersama dengan kelelahan
panas. Kejang otot timbul secara mendadak, terjadi setempat atau menyeluruh,
terutama pada otot-otot ekstremitas dan abdomen. Penyebab utamanya adalah
karena defisiensi garam. Kejang otot yang berat dalam udara panas menyebabkan

keringat diproduksi banyak. Bersama dengan keluarnya keringat, hilang sejumlah


air dan garam .
c. Kelelahan Panas (Heat Exhaustion)
Kelelahan panas timbul sebagai akibat kolaps sirkulasi darah perifer karena
dehidrasi dan defisiensi garam. Dalam usaha menurunkan panas, aliran darah
perifer bertambah, yang mengakibatkan pula produksi keringat bertambah
Penimbunan darah perifer menyebabkan darah yang dipompa dari jantung keorgan-organ lain
yang cukup, sehingga timbul gangguan. Kelelahan panas dapat terjadi pada
keadaan dehidrasi atau defisiensi garam tanpa dehidrasi. Kelainan ini dapat
dipercepat terjadinya pada orang-orang yang kurang minum, berkeringat banyak,
muntah-muntah, diare atau penyebab lain yang mengakibatkan pengeluaran
air berlebihan (Depkes RI, 2003).
d. Sengatan Panas (Heat Stroke)
Sengatan panas adalah suatu keadaan darurat medik dengan angka kematian
yang tinggi. Pada kelelahan panas, mekanisme pengatur suhu bekerja berlebihan
tetapi masih berfungsi, sedangkan pada sengatan panas, mekanisme pengatur suhu
tubuh sudah tidak berfungsi lagi disertaipula dengan terhambatnya proses
evaporasi secara total (Depkes RI, 2003). Suhu tinggi biasanya berkaitan dengan
berbagai penyakit seperti di atas yaitu pukulan panas, kejang panas, kegagalan
dalam penyelesaian terhadap panas, dehidrasi, kelelahan tropis dan miliari.
Oleh karena itu untuk menghindari terjadinya gangguan kesehatan akibat
terpapar panas yang tinggi, maka lamanya kerja ditempat yang panas harus
disesuaikan dengan tingkat pekerjaan dan tekanan panas yang dihadapi tenaga
kerja.
II.4.1.3 Getaran
Getaran adalah gerakan bolak-balik suatu massa melalui keadaan setimbang
terhadap suatu titik acuan, sedangkan yang dimaksud dengan getaran mekanik adalah
getaran

yang

ditimbulkan

oleh

sarana

dan

peralatan

kegiatan

manusia

(Kep.MENLHNo: KEP 49/MENLH/11/1996). Dalam kesehatan kerja, getaran yang


terjadi secara mekanis dan secara umum terbagi atas:
a. Getaran seluruh badan,
b. Getaran tangan-lengan.
Besaran getaran dinyatakan dalam akar rata-rata kuadrat percepatan dalam
satuan meter per detik (m/detik2 rms). Frekuensi getaran dinyatakan sebagai putaran
7

per detik (Hz). Getaran seluruh tubuh biasanya dalam rentang 0,5 . 4,0 Hz dan
tangan-lengan 8-1000 Hz (Harrington dan Gill, 2005).Vibrasi atau getaran, dapat
disebabkan oleh getaran udara atau getaran mekanis misalnya mesin atau alat-alat
mekanis lainnya, oleh sebab itu dapat dibedakan dalam 2 bentuk:

Vibrasi karena getaran udara yang pengaruh utamanya pada akustik.


Vibrasi karena getaran mekanis mengakibatkan timbulnya resonansi alat-alat
tubuh dan berpengaruh terhadap alat-alat tubuh. (Gabroel, 1996) melalui
sentuhan/kontak dengan permukaan benda yang bergerak, sentuhan ini melalui
daerah yang terlokasi (tool hand vibration) atau seluruh tubuh (whole body
vibration). Bentuk tool hand vibration merupakan bentuk yang terlazim di dalam
pekerjaan.

Efek getaran terhadap tubuh tergantung besar kecilnya frekuensi yang mengenai
tubuh:

3-9 Hz : Akan timbul resonansi pada dada dan perut.


6-10 Hz : Dengan intensitas 0,6 gram, tekanan darah, denyut jantung,pemakaian
O2 dan volume perdenyut sedikit berubah. Pada intensitas 1,2 gram terlihat

banyak perubahan sistem peredaran darah.


10 Hz : Leher, kepala, pinggul, kesatuan otot dan tulang akan beresonansi.
13 . 15 Hz : Tenggorokan akan mengalami resonansi.
< 20 Hz : Tonus otot akan meningkat, akibat kontraksi statis ini otot menjadi
lemah.

Jenis Getaran
Getaran seluruh tubuh dapat menimbulkan efek tergantung kepada jaringan manusia,
seperti:
3-6 Hz untuk bagian thorax(dada dan perut),
20-30 Hz untuk bagian kepala,
100-150 Hz untuk tulang belakang (Harrington dan Gill, 2005).
Getaran Tangan Lengan Getaran jenis ini biasanya dialami oleh tenaga kerja yang
diperkerjakan pada:
Operator gergaji rantai,
Tukang semprot, potong rumput,
Gerinda,
Penempa palu.
Menurut buku K3 Sucofindo tahun 2002 efek getaran pada tangan ini dapatdijelaskan
sebagai berikut:
1. Kelainan pada peredaran darah dan persyarafan (vibration white finger ),

2. Kerusakan pada persendian dan tulang-tulang. Efek ini disebut sebagai


sindroma getaran tangan lengan ( Hand Vibration Arm Syndrome =HVAS)
yang terdiri atas efek vaskuler-pemucatan episodik, yang bertambah parah
pada suhu dingin (fenomenaraynaud ) dan efek neurologik yang mengalami
kesemutan total dan baal.
II.4.1.4 Penerangan / pencahayaan
Salah satu faktor fisik yang dapat menyebabkan kecelakaan kerja dan
penyakit akibat di tempat kerja yaitu penerangan. Penerangan yang buruk dapat
mengakibatkan kelelahan mata dengan berkurangnya daya efisiensi kerja, kelelahan
mental, keluhan-keluhan pegal di daerah mata dan sakit kepala sekitar mata,
kerusakan alat penglihatan dan meningkatnya kecelakaan (Sumamur, 2009).
Penerangan yang baik adalah penerangan yang memungkinkan tenaga kerja
dapat melihat objek yang dikerjakannya secara jelas, cepat dan tanpa upaya-upaya
yang tidak perlu (Sumamur, 2009).
Kelelahan mata adalah ketegangan pada mata dan disebabkan oleh
penggunaan indera penglihatan dalam bekerja yang memerlukan kemampuan untuk
melihat dalam jangka waktu yang lama dan biasanya disertai dengan kondisi
pandangan yang tidak nyaman (Fathoni, 2010).
Sesuai dengan Keputusan Menteri Kesehatan No. 1405 tahun 2002, tentang
Persyaratan Lingkungan Kerja Industri, Pencahayaan di Ruangan, untuk jenis
kegiatan pekerjaan rutin, seperti : pekerjaan kantor/administrasi, ruang kontrol,
pekerjaan mesin dan perakitan/penyusun tingkat pencahayaan minimalnya adalah 300
Lux (Fathoni, 2010).
II.4.2 Potensi Bahaya Kimia
Potensi bahaya yang berasal dari bahan-bahan kimia yang digunakan dalam
proses produksi. Potensi bahaya ini dapat memasuki atau mempengaruhi tubuh tenga
kerja melalui : inhalation (melalui pernafasan), ingestion (melalui mulut ke saluran
pencernaan), skin contact (melalui kulit). Terjadinya pengaruh potensi kimia terhadap
tubuh tenaga kerja sangat tergantung dari jenis bahan kimia atau kontaminan, bentuk
potensi bahaya debu, gas, uap. asap; daya acun bahan (toksisitas); cara masuk ke
dalam tubuh. Jalan masuk bahan kimia ke dalam tubuh dapat melalui:

Pernapasan ( inhalation ),

Kulit (skin absorption )

Tertelan ( ingestion )

Racun dapat menyebabkan efek yang bersifat akut,kronis atau kedua-duanya.

Adapun potensi bahaya yang bisa ditimbulkan oleh bahan kimia adalah
a)

Korosi
Bahan kimia yang bersifat korosif menyebabkan kerusakan pada permukaan

tempat dimana terjadi kontak. Kulit, mata dan sistem pencernaan adalah bagain tubuh
yang paling umum terkena.
Contoh : konsentrat asam dan basa , fosfor.
b)

Iritasi
Iritasi menyebabkan peradangan pada permukaan di tempat kontak. Iritasi

kulit bisa menyebabkan reaksi seperti eksim atau dermatitis. Iritasi pada alat-alat
pernapasan yang hebat dapat menyebabkan sesak napas, peradangan dan oedema
( bengkak )
Contoh :
1

Kulit : asam, basa,pelarut, minyak .

Pernapasan : aldehydes, alkaline dusts, amonia, nitrogen dioxide,


phosgene, chlorine ,bromine, ozone.

c)

Reaksi Alergi
Bahan kimia alergen atau sensitizers dapat menyebabkan reaksi alergi pada

kulit atau organ pernapasan


Contoh :
o Kulit : colophony ( rosin), formaldehyde, logam seperti chromium atau
nickel, epoxy hardeners, turpentine.
o Pernapasan : isocyanates, fibre-reactive dyes, formaldehyde, nickel.
d)

Asfiksiasi
Asfiksian yang sederhana adalah inert gas yang mengencerkan atmosfer yang

ada, misalnya pada kapal, silo, atau tambang bawah tanah. Konsentrasi oksigen pada
udara normal tidak boleh kurang dari 19,5% volume udara. Asfiksian kimia
mencegah transport oksigen dan oksigenasi normal pada darah atau mencegah
oksigenasi normal pada kulit (Bung Okles, 2008).
Contoh :
1.

Asfiksian sederhana : methane, ethane, hydrogen, helium

10

2.

Asfiksian kimia : carbon monoxide, nitrobenzene, hydrogen cyanide,


hidrogen sulphide

e)

Kanker
Karsinogen pada manusia adalah bahan kimia yang secara jelas telah terbukti

pada manusia. Kemungkinan karsinogen pada manusia adalah bahan kimia yang
secara jelas sudah terbukti menyebabkan kanker pada hewan .
Contoh :
1

Terbukti karsinogen pada manusia : benzene ( leukaemia); vinylchloride


( liver angiosarcoma) ; 2-naphthylamine, benzidine (kanker kandung

kemih ); asbestos (kanker paru-paru , mesothelioma);


Kemungkinan karsinogen pada manusia : formaldehyde,

carbon

tetrachloride, dichromates, beryllium


f)

Efek Reproduksi
Bahan-bahan beracun mempengaruhi fungsi reproduksi dan seksual dari

seorang manusia. Perkembangan bahan-bahan racun adalah faktor yang dapat


memberikan pengaruh negatif pada keturunan orang yang terpapar, sebagai contoh
:aborsi spontan.
Contoh :
1

Manganese, carbondisulphide, monomethyl dan ethyl ethers dari ethylene


glycol, mercury. Organic mercury compounds, carbonmonoxide, lead,
thalidomide, pelarut.

g)

Racun Sistemik
Racun sistemik adalah agen-agen yang menyebabkan luka pada organ atau

sistem tubuh.
Contoh :
1

Otak : pelarut, lead, mercury, manganese

Sistem syaraf peripheral : n-hexane, lead, arsenic, carbon disulphide

Sistem pembentukan darah : benzene, ethylene glycol ethers

Ginjal : cadmium, lead, mercury, chlorinated hydrocarbons

Paru-paru : silica, asbestos, debu batubara ( pneumoconiosis )

II.4.3 Potensi Bahaya Biologi


Potensi bahaya yang berasal atau ditimbulkan oleh kuman-kuman penyakit
yang terdapat di udara yang berasal dari atau bersumber pada tenaga kerja yang

11

menderita penyakit-penyakit tertentu, misalnya : TBC, Hepatitis A/B, Aids,dll


maupun yang berasal dari bahan-bahan yang digunakan dalam proses produksi.
Dimana pun Anda bekerja dan apa pun bidang pekerjaan Anda, faktor biologi
merupakan salah satu bahaya yang kemungkinan ditemukan ditempat kerja.
Maksudnya faktor biologi eksternal yang mengancam kesehatan diri kita saat bekerja.
Namun demikian seringkali luput dari perhatian, sehingga bahaya dari faktor ini tidak
dikenal, dikontrol, diantisipasi dan cenderung diabaikan sampai suatu ketika menjadi
keadaan yang sulit diperbaiki. Faktor biologi ditempat kerja umumnya dalam bentuk
mikro organisma sebagai berikut (Rusli Mustar, 2008) :
II.4.3.1 Bakteri
Bakteri mempunyai tiga bentuk dasar yaitu bulat (kokus), lengkung dan
batang (basil). Banyak bakteri penyebab penyakit timbul akibat kesehatan dan
sanitasi yang buruk, makanan yang tidak dimasak dan dipersiapkan dengan baik dan
kontak dengan hewan atau orang yang terinfeksi. Contoh penyakit yang diakibatkan
oleh bakteri : anthrax, tbc, lepra, tetanus, thypoid, cholera, dan sebagainya.
II.4.3.2 Virus
Virus mempunyai ukuran yang sangat kecil antara 16 - 300 nano meter. Virus
tidak mampu bereplikasi, untuk itu virus harus menginfeksi sel inangnya yang khas.
Contoh penyakit yang diakibatkan oleh virus : influenza, varicella, hepatitis, HIV, dan
sebagainya.
II.4.3.3 Jamur
Jamur dapat berupa sel tunggal atau koloni, tetapi berbentuk lebih komplek
karena berupa multi sel. Mengambil makanan dan nutrisi dari jaringan yang mati dan
hidup dari organisme atau hewan lain.
II.4.3.4 Mikroorganisme penyebab penyakit di tempat kerja
Beberapa literatur telah menguraikan infeksi akibat organisme yang mungkin
ditemukan di tempat kerja, diantaranya :
Daerah pertanian
Lingkungan pertanian yang cenderung berupa tanah membuat pekerja dapat
terinfeksi oleh mikroorganisme seperti : Tetanus, Leptospirosis, cacing, Asma
bronkhiale atau keracunan Mycotoxins yang merupakan hasil metabolisme jamur.
Di lingkungan berdebu (Pertambangan atau pabrik)

12

Di tempat kerja seperti ini, mikroorganisme yang mungkin ditemukan adalah


bakteri penyebab penyakit saluran napas, seperti : Tbc, Bronchitis dan Infeksi saluran
pernapasan lainnya seperti Pneumonia.
Daerah peternakan terutama yang mengolah kulit hewan serta produk-produk
dari hewan
Penyakit-penyakit yang mungkin ditemukan di peternakan seperti ini
misalnya : Anthrax yang penularannya melalui bakteri yang tertelan atau terhirup,
Brucellosis, Infeksi Salmonella.
Di Laboratorium
Para pekerja di laboratorium mempunyai risiko yang besar terinfeksi,
terutama untuk laboratorium yang menangani organisme atau bahan-bahan yang
megandung organisme pathogen
Di Perkantoran : terutama yang menggunakan pendingin tanpa ventilasi alami
Para pekerja di perkantoran seperti itu dapat berisiko mengidap penyakit
seperti : Humidifier fever yaitu suatu penyakit pada saluran pernapasan dan alergi
yang disebabkan organisme yang hidup pada air yang terdapat pada system
pendingin, Legionnaire disease penyakit yang juga berhubungan dengan sistem
pendingin dan akan lebih berbahaya pada pekerja dengan usia lanjut.
Cara penularan kedalam tubuh manusia
Banyak dari mikroorganisme ini dapat menyebabkan penyakit hanya setelah
masuk kedalam tubuh manusia dan cara masuknya kedalam tubuh, yaitu :
1.

Melalui saluran pernapasan

2.

Melalui mulut (makanan dan minuman)

3.

Melalui kulit apabila terluka

Mengontrol bahaya dari faktor biologi


Faktor biologi dan juga bahaya-bahaya lainnya di tempat kerja dapat dihindari
dengan pencegahan antara lain dengan :
1. Penggunaan masker yang baik untuk pekerja yang berisiko tertular lewat debu
yang mengandung organism patogen
2. Mengkarantina hewan yang terinfeksi dan vaksinasi
3. Imunisasi bagi pekerja yang berisiko tertular penyakit di tempat kerja
4. Membersihkan semua debu yang ada di sistem pendingin paling tidak datu kali
setiap bulan
5. Membuat sistem pembersihan yang memungkinkan terbunuhnya mikroorganisme
yang patogen pada system pendingin.

13

Dengan mengenal bahaya dari faktor biologi dan bagaimana mengotrol dan
mencegah penularannya diharapkan efek yang merugikan dapat dihindari.
II.4.4 Potensi bahaya fisiologis
Potensi bahaya yang berasal atau yang disebabkan oleh penerapan ergonomi
yang tidak baik atau tidak sesuai dengan norma-norma ergonomi yang berlaku, dalam
melakukan pekerjaan serta peralatan kerja, termasuk : sikap dan cara kerja yang tidak
sesuai, pengaturan kerja yang tidak tepat, beban kerja yang tidak sesuai dengan
kemampuan pekerja ataupun ketidakserasian antara manusia dan mesin.
Pembebanan Kerja Fisik

Beban kerja fisik bagi pekerja kasar perlu memperhatikan kondisi iklim,

sosial ekonomi dan derajat kesehatan.


Pembebanan tidak melebihi 30 40% dari kemampuan kerja maksimum

tenaga kerja dalam jangka waktu 8 jam sehari.


Berdasarkan hasil beberapa observasi, beban untuk tenaga Indonesia adalah
40 kg. Bila mengangkat dan mengangkut dikerjakan lebih dari sekali maka

beban maksimum tersebut harus disesuaikan.


Oleh karena penetapan kemampuan kerja maksimum sangat sulit, parameter
praktis yang digunakan adalah pengukuran denyut nadi yang diusahakan tidak
melebihi 30-40 permenit di atas denyut nadi sebelum bekerja.

II.4.4.1 Ergonomi
Ergonomi adalah suatu cabang ilmu yang secara sistematis memanfaatkan
informasi-informasi mengenai sifat, kemampuan, dan keterbatasan manusia untuk
merancang suatu sistem kerja sehingga orang dapat hidup dan bekerja pada sistem
itu dengan baik, yaitu mencapai tujuan yang diinginkan melalui pekerjaan itu
dengan efektif, aman, dan nyaman. Untuk mencapai hasil yang optimal, perlu
diperhatikan performansi pekerjanya. Salah satu faktor yang mempengaruhinya
adalah postur dan sikap tubuh pada saat melakukan aktivitas tersebut. Hal
tersebut sangat penting untuk diperhatikan karena hasil produksi sangat
dipengaruhi oleh apa yang dilakukan pekerja. Bila postur kerja yang digunakan
pekerja salah atau tidak ergonomis, pekerja akan cepat lelah sehingga konsentrasi
dan tingkat ketelitiannya menurun. Pekerja menjadi lambat, akibatnya kualitas
dan kuantitas hasil produksi menurun yang pada akhirnya menyebabkan turunnya
produktivitas.

14

Menurut Mulyono (2005) ada beberapa aspek dalam penerapan ergonomi


yang perlu diperhatikan, antara lain :

Faktor manusia
Penataan

dalam

sistem

kerja

menuntut

faktor

manusia

sebagai

pelaku/pengguna menjadi titik sentralnya. Pada bidang rancang bangun dikenal


istilah Human Centered Design (HCD) atau perancangan berpusat pada manusia.
Perancangan dengan prinsip HCD, berdasarkan pada karakter-karakter manusia
yang akan berinteraksi dengan produknya (Aria Gusti, 2011). Sebagai titik sentral
maka unsur keterbatasan manusia haruslah menjadi patokan dalam penataan suatu
produk yang ergonomis.
Ada beberapa faktor pembatas yang tidak boleh dilampaui agar dapat bekerja
dengan aman, nyaman dan sehat, yaitu : faktor dari dalam (internal factors) dan
faktor dari luar (external factor). Tergolong dalam faktor dari dalam (internal
factors) ini adalah yang berasal dari dalam diri manusia seperti : umur, jenis
kelamin, kekuatan otot, bentuk dan ukuran tubuh, dll. Sedangkan faktor dari luar
(external factor) yang dapat mempengaruhi kerja atau berasal dari luar manusia,
seperti : penyakit, gizi, lingkungan kerja, sosial ekonomi dan adat istiadat, dll.

Faktor Anthropometri
Anthropometri yaitu pengukuran yang sistematis terhadap tubuh manusia,

terutama seluk beluk baik dimensional ukuran dan bentuk tubuh manusia.
Antropometri yang merupakan ukuran tubuh digunakan untuk merancang atau
menciptakan suatu sarana kerja yang sesuai dengan ukuran tubuh penggunanya.
Ukuran alat kerja menentukan sikap, gerak dan posisi tenaga kerja, dengan
demikian penerapan antropometri mutlak diperlukan guna menjamin adanya
sistem kerja yang baik. Ukuran alat-alat kerja erat kaitannya dengan tubuh
penggunanya. Jika alat-alat tersebut tidak sesuai, maka tenaga kerja akan merasa
tidak nyaman dan akan lebih lamban dalam bekerja yang dapat menimbulkan
kelelahan kerja atau gejala penyakit otot yang lain akibat melakukan pekerjaan
dengan cara yang tidak alamiah.

Faktor Sikap Tubuh dalam Bekerja


Hubungan tenaga kerja dalam sikap dan interaksinya terhadap sarana kerja

akan menentukan efisiensi, efektivitas dan produktivitas kerja, selain SOP


(Standard Operating Procedures) yang terdapat pada setiap jenis pekerjaan. Semua

15

sikap tubuh yang tidak alamiah dalam bekerja, misalnya sikap menjangkau barang
yang melebihi jangkauan tangannya harus dihindarkan. Penggunaan meja dan
kursi kerja ukuran baku oleh orang yang memiliki ukuran tubuh yang lebih tinggi
atau sikap duduk yang terlalu tinggi sedikit banyak akan berpengaruh terhadap
hasil kerjanya.

Faktor Manusia dan Mesin


Penggunaan teknologi dalam pelaksanaan produksi akan menimbulkan suatu

hubungan timbal balik antara manusia sebagai pelaku dan mesin sebagai sarana
kerjanya. Dalam proses produksi, hubungan ini menjadi sangat erat sehingga
merupakan satu kesatuan. Secara ergonomis, hubungan antara manusia dengan
mesin haruslah merupakan suatu hubungan yang selaras, serasi dan sesuai.

Faktor Pengorganisasian Kerja


Pengorganisasian kerja terutama menyangkut waktu kerja, waktu istirahat,

kerja lembur dan lainnya yang dapat menentukan tingkat kesehatan dan efisiensi
tenaga kerja. Diperlukan pola pengaturan waktu kerja dan waktu istirahat yang
baik, terutama untuk kerja fisik yang berat. Jam kerja selama 8 (delapan) jam/hari
diusahakan sedapat mungkin tidak terlampaui, apabila tidak dapat dihindarkan,
perlu diusahakan group kerja baru atau perbanyakkan kerja shift. Untuk pekerjaan
lembur

sebaiknya

ditiadakan,

karena

dapat

menurunkan

efisiensi

dan

produktivitas kerja serta meningkatnya angka kecelakaan kerja dan sakit.

Faktor Pengendalian Lingkungan Kerja


Lingkungan kerja yang manusiawi merupakan faktor pendorong bagi

kegairahan dan efisiensi kerja. Sedangkan lingkungan kerja yang buruk


(melampaui nilai ambang batas yang telah ditetapkan), yang melebihi toleransi
manusia untuk menghadapinya, tidak hanya akan menurunkan produktivitas kerja
tetapi juga akan menyebabkan penyakit akibat kerja, kecelakaan kerja,
pencemaran lingkungan sehingga tenaga kerja dalam melaksanakan pekerjaannya
tidak mendapat rasa aman, nyaman, sehat dan selamat.
II.4.4.2 Anthropometri
Antropometri merupakan bidang ilmu yang berhubungan dengan dimensi
tubuh manusia (Dian, 2010). Dimensi-dimensi ini dibagi menjadi kelompok
statistika dan ukuran persentil. Jika seratus orang berdiri berjajar dari yang
terkecil sampai terbesar dalam suatu urutan, hal ini akan dapat diklasifikasikan

16

dari 1 persentil sampai 100 persentil. Data dimensi manusia ini sangat berguna
dalam perancangan produk dengan tujuan mencari keserasian produk dengan
manusia yang memakainya. Pemakaian data antropometri mengusahakan semua
alat disesuaikan dengan kemampuan manusia, bukan manusia disesuaikan dengan
alat. Rancangan yang mempunyai kompatibilitas tinggi dengan manusia yang
memakainya sangat penting untuk mengurangi timbulnya bahaya akibat
terjadinya kesalahan kerja akibat adanya kesalahan disain (design-induced error).
Adapun hal-hal yang perlu diperhatikan dalam penerapan anthropometri:
a. Menentukan dimensi tubuh yang penting dalam suatu desain.
b. Mengetahui secara pasti populasi yang akan menggunakan desain
tersebut.
c. Menentukan

prinsip

aplikasi

yang

akan

digunakan

dengan

perencanaan distribusi ekstrim.


d. Desain harus digunakan 90%-95% dari suatu populasi.
e. Harus bisa menentukan nilai kelonggaran.
Penerapan data anthropometri dapat dilakukan jika ada nilai mean (rata-rata
dan standart deviasi dari suatu populasi tenaga kerja) dan persentil (suatu yang
menyatakan bahwa presentase tertentu dari sekelompok orang yang dimensinya
sama/lebih rendah dari nilai tersebut). Anthropometri ada dua tipe, yaitu
(Sumamur, 1994) :

Anthropometri dinamis
Adalah pengukuran gerak tubuh untuk melaksanakan pekerjaan yang sesuai
antara gerak benda dan gerak tubuh, agar tenaga kerja dapat bekerja secara

maksimal.
Anthropometri statis
Adalah pengukuran ukuran tubuh manusia, dimana ukuran tubuh tersebut
digunakan untuk merencanakan tempat kerja dan perlengkapannya yang
menjamin sikap tubuh paling alamiah dan memungkinkan gerakan-gerakan
yang dibutuhkan.
Pertimbangan untuk perancangan dalam anthropometri :

Umur
Jenis kelamin
Suku bangsa
Posisi tubuh
Cacat tubuh
Tebal/tipisnya pakaian
Kehamilan

17

Anthropometri merupakan suatu pengukuran sistematis terhadap tubuh


manusia terutama seluk beluk dimensional ukuran dan bentuk tubuh manusia.
Anthropometri yang merupakan ukuran tubuh digunakan untuk merancang atau
menciptakan suatu bentuk rancangan bangun yang disebut sebagai suatu rancang
bangun yang ergonomis. Anthropometri berkaitan dengan ukuran tubuh yang
sangat bervariasi. Data-data mengenai ukuran tubuh manusia penting untuk
desain ruang dan alat kerja. Ukuran tubuh manusia tergantung pada usia, jenis
kelamin, keturunan, status Gizi, dan kesehatan.
Pada lingkungan pabrik yang serba otomatispun manusia masih harus
membuat mesin dan produk yang dihasilkan lewat jalur perakitan yang dirancang
bagi manusia sebagai penggunaannya. Ukuran alat kerja menentukan sikap, gerak
dan posisi kerja tenaga kerja, dengan demikian penerapan antropometri mutlak
diperlukan untuk menjamin adanya sistem yang baik
Pekerjaan sejauh mungkin harus dilakukan sambil duduk. Keuntungan bekerja
sambil duduk menurut Sumamur (1994) adalah sebagai berikut :

Kurangnya kelelahan pada kaki.


Terhindarnya sikap-sikap yang tidak alamiah.
Berkurangnya pemakaian energi.
Kurangnya tingkat keperluan sirkulasi darah .
Namun begitu, terdapat pula kerugian-kerugian sebagai akibat bekerja sambil
duduk, yaitu :

Melembeknya otot-otot perut.


Melengkungnya punggung.
Tidak baik bagi alat-alat dalam, khususnya peralatan pencernaan, jika posisi
dilakukan secara membungkuk (Sumamur, 1994).
Atas dasar ukuran-ukuran yang dimiliki, ukuran tempat duduk menurut

Sumamur 1994 adalah :

Tinggi alas duduk sebaiknya dapat disetel di antara 38 - 48 cm (pakai tambah

alas kaki).
Topangan pinggang dapat distel ke atas ke bawah dan begerak 8 - 12 cm di

atas alas duduk.


Dalamnya topangan pinggang adalah 35 sampai 38 dari ujung depan alas

duduk.
Dalamnya alas duduk 36 cm.
Kursi harus stabil dan tidak goyang atau bergerak
Kursi harus memungkinkan cukup kebebasan bagi gerakan khusus
18

pemakainya.
Agar stabil, sebaiknya dipergunakan kursi berkaki empat dan menggunakan
sandaran kaki. Topangan pinggang dianjurkan lebih dari 10 cm, agar dapat
melakukan gerakan yang bebas. Untuk kursi kerja, sandaran tangan tidak
diadakan agar gerakan dapat dilakukan dengan bebas. Perasaan tegangan di paha
dihilangkan dengan tinggi alas kursi yang tepat. Alas harus empuk dan ujung
depannya tidak tajam.
Sikap dan sistem kerja yang ergonomis memungkinkan berkurangnya tingkat
kelelahan tenaga kerja. Sikap tubuh dalam bekerja selalu diusahakan
dilaksanakan dengan duduk atau dalam sikap duduk dan sikap berdiri secara
bergantian. Oleh karena itu, sistem kerja berdiri sebaiknya diganti dengan sistem
kerja duduk.
Sikap duduk yang benar yaitu sebaiknya duduk dengan punggung lurus dan
bahu berada dibelakang serta bokong menyentuh belakang kursi. Caranya, duduk
diujung kursi dan bungkukkan badan seolah terbentuk huruf C. Setelah itu
tegakkan badan buatlah lengkungan tubuh sebisa mungkin. Tahan untuk
beberapa detik kemudian lepaskan posisi tersebut secara ringan (sekitar 10
derajat). Posisi duduk seperti inilah yang terbaik. Duduklah dengan lutut tetap
setinggi atau sedikit lebih tinggi panggul (gunakan penyangga kaki) dan
sebaiknya kedua tungkai tidak saling menyilang. Jaga agar kedua kaki tidak
menggantung dan hindari duduk dengan posisi yang sama lebih dari 20-30
menit. Selama duduk, istirahatkan siku dan lengan pada kursi, jaga bahu tetap
rileks
II.4.5 Potensi bahaya Psiko-sosial
Potensi bahaya yang berasal atau ditimbulkan oleh kondisi aspek-aspek
psikologis keenagakerjaan yang kurang baik atau kurang mendapatkan perhatian
seperti : penempatan tenaga kerja yang tidak sesuai dengan bakat, minat,
kepribadian, motivasi, temperamen atau pendidikannya, sistem seleksi dan
klasifikasi tenaga kerja yang tidak sesuai, kurangnya keterampilan tenaga kerja
dalam melakukan pekerjaannya sebagai akibat kurangnya latihan kerja yang
diperoleh, serta hubungan antara individu yang tidak harmoni dan tidak serasi
dalam organisasi kerja. Kesemuanya tersebut akan menyebabkan terjadinya stress
akibat kerja.
19

II.4.5.1 Stress

Stress adalah tanggapan tubuh (respon) yang sifatnya non-spesifik


terhadap setiap tuntutan atasnya. Manakala tuntutan terhadap tubuh itu

berlebihan, maka hal ini dinamakan stress.


Gangguan emosional yang di timbulkan : cemas, gelisah, gangguan

kepribadian, penyimpangan seksual, ketagihan alkohol dan psikotropika.


Penyakit-penyakit psikosomatis antara lain : jantung koroner, tekanan
darah tinggi, gangguan pencernaan, luka usus besar, gangguan
pernapasan, asma bronkial, penyakit kulit seperti eksim,dll.

II.4.6 Potensi bahaya dari proses produksi


Potensi bahaya yang berasal atau ditimbulkan oleh bebarapa kegiatan
yang dilakukan dalam proses produksi, yang sangat bergantung dari: bahan
dan peralatan yang dipakai, kegiatan serta jenis kegiatan yang dilakukan.
Potensi bahaya keselamatan terdapat pada alat/mesin, serta bahan yang
digunakan dalam proses produksi, seperti forklift (tertabrak), gancu (tertusuk),
pallet (tertimpa), dan bahan baku (tertimpa, terjatuh dari tumpukan bahan
baku), feed additive (kerusakan mata akibat terkena debu feed additive),
cutter, mesin bubut/las (kerusakan mata akibat terpercik geram, lecet akibat
terkena part panas, dan kerusakan paru-paru akibat terhirup debu las), luka
bakar akibat kebocoran gas, terjepit part, semburan panas dari blow down
otomatis, kebakaran, dan peledakan.

20

DAFTAR PUSTAKA
Bung

Okles.

2008.

Pengenalan

Bahaya

Di

Lingkungan Kerja

http://UNK3.com/2008/05/23/pengenalan-bahaya-di-lingkungan-kerja/.pdf

Diakses

31 Januari 2015
Rusli Mustar.2008. Pengaruh Kebisingan Dan Getaran Terhadap Perubahan Tekanan
Darah Masyarakat Yang Tinggal Di Pinggiran Rel Kereta Api Lingkungan Xiv
Kelurahan Tegal Sari Kecamatan Medan Denai Tahun 2008. Managemen Kesehatan
Lingkungan Industri.USU. Sumatera Utara.
Aria Gusti. 2011. Manajemen Risiko dalam Keselamatan dan Kesehatan Kerja.
http://UNK3.com/2011/01/07/manajemen-risiko-dalam-keselamatan-dankesehatan-kerja/. Diakses 31 Januari 2015
Mulyono.

2005.

Kesehatan

Kerja:

Ergonomi.

http://repository.usu.ac.id/bitstream/123456789/23650/4/Chapter%20II.pdf. Diakses
31 Januari 2015
Dian, 2010. Pengaruh Sikap Kerja Duduk pada Kursi Kerja yang Tidak Ergonomis
Terhadap Keluhan Otot-Otot Skeletal Bagi Pekerja Wanita Bagian Mesin Cucuk di
PT Iskandar Indah Printing Textile Surakarta; Program DIV Kesehatan Kerja Fakultas
Kedokteran

Universitas

Sebelas

Maret

Surakarta

2010;

diunduh

dari

(http://eprints.uns.ac.id/6708/1/143641308201003121.pdf). Diakses 31 Januari 2015


Afry yanti Rosyani lury, makalah k3 tentang faktor fisik. Dapat dilihat di http://
2011/08/makalah-k3-tentang-faktor-fisik.html. 2011
Budiono, S., dkk. 2003. Bunga Rampai Hiperkes dan KK Edisi Kedus (Revisi).
Badan Penerbit Universitas Diponegoro. Semarang
Dessler, Gary, 2007, Manajemen Personalia, Edisi Ketiga, Jakarta: Erlangga.

21

Fathoni Firmansyah. 2010. Pengaruh Intensitas Penerangan Terhadap Kelelahan Mata


Tenaga Kerja Pada Tenaga Kerja di Bagian Pengepakan PT Ikapharmindo Putra
Mas Jakarta Timur. Program Diploma IV Kesehatan Kerja. Universitas Sebelas
Maret. Surakarta.
Flippo, Edwin B. 1995. Alih bahasa oleh Moh. Masud. Manajemen personalia.
Jakarta : Erlangga
Harington dan Grill
Lalu Husni. 2005. Hukum Ketenaga kerjaan, Edisi Revisi. Jakarta: PT. Raja
Grafindo.
Prabu Mangkunegara. 2001. Manajemen Sumber Daya Manusia Perusahaan.
Bandung: PT. Remaja Rosdakarya.
Sumamur PK. 1994. Hiperkes Keselamatan Kerja dan Ergonomi. Dharma Bakti
Muara Agung. Jakarta.
Sumamur, PK. 2009. Higene Perusahaan Dan Kesehatan Kerja, Jakarta: Sagung
Seto.

22

You might also like