You are on page 1of 12

TUGAS MAKALAH

ASMA

Disusun Oleh :
Riza Deviana
G 99122114

KEPANITERAAN KLINIK LAB/UPF FARMASI


FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS SEBELAS
MARET/RSUD Dr MOEWARDI SURAKARTA
2014

STATUS PASIEN
I.

II.

IDENTITAS PASIEN
Nama

: An. I

Umur

: 5 tahun

Berat badan

: 10 kg

Jenis Kelamin

: Perempuan

Nama Ayah

: Bp. S

Pekerjaan Ayah

: Wiraswasta

Agama

: Islam

Alamat

: Babadan Rt 01/03 Madegondo, Grogol, Sukoha

No. CM

: 89 66 22

ANAMNESIS
Alloanamnesis diperoleh dari ibu penderita tanggal 3 juni 2014.
A. Keluhan Utama : Sesak napas
B. Riwayat Penyakit Sekarang :
Sejak 1 hari SMRS, pasien mengeluh sesak. Sesak dirasakan
setelah pasien kedinginan bermain air, sesak tidak membaik dengan
istirahat maupun perubahan posisi tidur. Sesak disertai batuk terutama
saat malam hari, pilek (-), dahak (-) demam (-), pusing (-). Suara
napas penderita disertai mengi. Sesak tidak disertai sakit dada. Batuk
darah (-), keringat dingin pada waktu malam hari. Satu jam sebelum
periksa ke rumah sakit, sesak dirasakan bertambah berat, suara napas
bertambah mengi, dan nafas menjadi lebih cepat. Nafsu makan tidak
menurun. BAB dan BAK normal.
C. Riwayat Penyakit Dahulu :
- Riwayat sesak sebelumnya

(+)

berulang, terakhir 4

bulan yang lalu


- Riwayat mondok

: (-)

- Riwayat asma

: (+)

- Riwayat alergi obat atau makanan

: (+) telur

D. Riwayat Penyakit Keluarga

III.

- Riwayat asma

: (+) ibu

- Riwayat batuk lama > 4 minggu

: disangkal

PEMERIKSAAN FISIK
A. Keadaan Umum
Sikap / keadaan umum

: sesak

Derajat kesadaran

: compos mentis

Derajat gizi

: gizi baik

BB= 10 KG
B. Tanda vital
Tekanan darah : 100/60 mmHg
Nadi

:120 x/menit, reguler, isi dan tegangan cukup, simetris

Pernafasan

: 44 x/menit

Suhu

: 37,1 C (per aksiler)

C. Kulit

: dalam batas normal

D. Kepala

: dalam batas normal

E. Mata

: dalam batas normal

F. Hidung

: nafas cuping hidung (-/-)

G. Mulut

: bibir sianosis (-)

H. Telinga

: dalam batas normal

I. Tenggorok : dalam batas normal


J. Leher

: dalam batas normal

K. Thorax
Bentuk : normochest, retraksi (-), gerakan simetris kanan kiri
Pulmo : Inspeksi : Pengembangan dada kanan = kiri
Palpasi

: Fremitus raba kanan = kiri

Perkusi

: Sonor / Sonor di semua lapang paru

Batas paru-hepar

: SIC V kanan

Batas paru-lambung : SIC VI kiri


Redup relatif di

: SIC V kanan

Redup absolut

: SIC VI kanan (hepar)

Auskultasi

: Suara dasar vesikuler (+/+), wheezing (+/


+)

Cor :

Inspeksi

: iktus kordis tidak tampak

Palpasi

: iktus kordis tidak kuat angkat

Perkusi

: batas jantung kesan tidak melebar


Kiri atas

: SIC II LPSS

Kiri bawah

: SIC IV LMCS

Kanan atas

: SIC II LPSD

Kanan bawah : SIC IV LPSD


Auskultasi

: bunyi jantung I-II intensitas nomal, regular,


bising (-), gallop (-)

L. Abdomen : dalam batas normal


M. Urogenital : dalam batas normal
N. Anorektal : dalam batas normal
O. Ekstremitas : dalam batas normal
IV PEMERIKSAAN PENUNJANG
Pemeriksaan Laboratorium darah tanggal 2 Juni 2014
Hb

: 11,4 g/dl

Hct

: 31,2 %

AE

: 3,8 x 106 / L

AL

: 7,8 x 103 / L

AT

: 225 x 103 / L

Foto Rongen Thorax PA tanggal 2 juni 2014

Thorax Foto dalam batas normal


V. RESUME
Sejak 1 hari SMRS, pasien mengeluh sesak. Sesak dirasakan
setelah pasien kedinginan bermain air, sesak tidak membaik dengan
istirahat maupun perubahan posisi tidur. Sesak disertai batuk terutama
saat malam hari, pilek (-), dahak (-) demam (-), pusing (-). Suara
napas penderita disertai mengi. Sesak tidak disertai sakit dada. Batuk
darah (-), keringat dingin pada waktu malam hari. Satu jam sebelum
periksa ke rumah sakit, sesak dirasakan bertambah berat, suara napas
bertambah mengi, dan nafas menjadi lebih cepat. Nafsu makan tidak
menurun, BAB dan BAK tidak ada keluhan.
Pasien pernah mengalami keluhan yang sama berupa sesak, batuk
kurang lebih 4 bulan yang lalu .penderita alergi terhadap telur, riwayat
keluarga menderita asma (+) ibu.
Pada pemeriksaan fisik diperoleh keadaan umum sesak, kompos
mentis, gizi baik. Tanda vital: nadi = 120 x/ menit, RR = 44x/menit, ,
pada thorax tidak didapatkan retraksi; pada auskultasi paru didapatkan
wheezing (+/+). Status gizi secara antropometri : gizi baik.
VIII. DIAGNOSIS KERJA
-

Asma akut serangan ringan episode intermiten

IX. PENATALAKSANAAN
Medikamentosa
-

O2 nasal 3 liter/ menit

Nebulizer NaCl 0,9% 3cc + Berotec 10 tetes +


Atrovent 10 tetes / 2 jam/ 20 menit dalam 1 jam
Respon Terapi: setelah dilakukan satu kali nebulisasi, pasien
menunjukkan respon terapi yang baik RR : 35x/m, HR : 100 x/m,

wheezing menghilang. evaluasi 2 jam tidak ada serangan


berulang
Non medikamentosa
1. Hindari faktor pencetus
Terapi di rumah
Berotec inhaler 1-2 kali semprot maksimal 8 semprot per hari.
X. PLAN
Pemeriksaan spirometri dan APE
XI. PROGNOSIS
Ad vitam

: baik

Ad sanam

: baik

Ad fungsionam

: baik

Resep
R/ infus NaCl 0,9% cc 100 flab No. I
______S imm________________
R/ kanul nasal O2 no. I
______S imm________________
R/ Berotec solutio fl No. I
____

S imm________________

R/ Atrovent solutio fl No. I


S imm________________
R/ Nebulizer mask anak no I
S imm
Pro : An. I (5 th)
Resep untuk pulang
R/ Berotec inhaler no. I
S uc

Pro : An. I (5 th)

TINJAUAN PUSTAKA
Patofisiologi
1.

Obstruksi saluran respiratorik


Inflamasi saluran respiratorik yang ditemukan pada pasien asma diyakini
merupakan hal yang mendasari gangguan fungsi : obstruksi saluran
respiratorik menyebabkan keterbatasan aliran udara yang dapat kembali secara
spontan atau setelah pengobatan. Perubahan fungsional yang dihubungkan
dengan gejala khas pada asma : batuk, sesak, dan wheezing dan disertai
hiperreaktivitas saluran respiratorik terhadap berbagai rangsangan. Batuk
sangat mungkin disebabkan oleh stimulasi saraf sensoris pada saluran
respiratorik oleh mediator inflamasi dan terutama pada anak, batuk berulang
bisa jadi merupakan satu-satunya gejala asma yang ditemukan.
Penyempitan saluran respiratorik pada asma dipengaruhi oleh banyak
faktor. Penyebab utama penyempitan saluran respiratorik adalah kontraksi otot
polos bronkus yang diprovokasi oleh pelepasan agonis dari se-sel inflamasi.
Yang termasuk agonis adalah histamin, triptase, prostaglandin D2 dan
leukotrin C4 dari sel mast; neuropeptida dari saraf aferen setempat, dan
asetilkolin dari saraf eferen postganglionik. Kontraksi otot polos saluran
respiratorik diperkuat oleh penebalan dinding saluran napas akibat edema
akut, infiltrasi sel-sel inflamasi dan remodelling, hiperplasia dan hipertropi
kronis otot polos, vaskuler dan sel-sel sekretori serta deposisi matriks pada
dinding saluran respiratorik. Selain itu, hambatan saluran respiratorik juga
bertambah akibat produksi sekret yang banyak, kental, dan lengket oleh sel-sel
goblet dan kelenjar submukosa, protein plasma yang keluar melalui
mikrovaskuler bronkus dan debris seluler.

2.

Hiperreaktivitas saluran respiratorik

Penyempitan

saluran

respiratorik

secara

berlebihan

merupakan

patofisiologis yang secara klinis paling releven pada penyakit asma.


Mekanisme yang bertanggungjawab terhadap reaktivitas yang berlebihan atau
hiperreaktivitas ini belum diketahui tetapi mungkin berhubungan dengan
perubahan otot polos saluran napas (hiperplasi dan hipertropi) yang terjadi
secara sekunder yang menyebabkan perubahan kontraktilitas. Selain nitu,
inflamasi dinding saluran respiratorik terutama daerah peribronkial dapat
memperberat penyempitan saluran respiratorik selama kontraksi otot polos.
Hiperreakitvitas

bronkus secara klinis sering diperiksa dengan

memberikan stimulasi aerosol histamin atau metakolin yang dosisnya


dinaikkan secara progresif kemudian dilakukan pengukurna perubahan fungsi
paru (PFR atau FEV!). provokasi/stimulasi lain seperti laithan fisik,
hiperventilasi, udara kering dan aerosol garam hipertonik, adenosin tidak
mempunyai efek langsung terhadap otot polos (tidak seperti histamin dan
metakolin), akan tetapi dapat merangsang penglepasan mediator dari sel mast,
ujung serabut saraf, atau sel-sel lain pada saluran respiratorik. Dikatakan
hiperreaktif bila dengan cara histamin didapatkan penurunan FEV1 20% pada
konsentrasi histamin kurang dari 8 mg%.
Penatalaksanaan

Penatalaksanaan untuk asma serangan ringan pada anak adalah


nebulisasi -aginis dikombinasikan dengan antikolinergik, jika menunjukan
respon yang baik (complete respone) berarti derajat serangannya ringan.
Pasien diobservasi selama 1-2 jam, jika respon tersebut bertahan pasien dapat
dipulangkan. Pasien dibekali obat -agonis hirupan atau oral yang harus
diberikan tiap 4-6 jam. Pasien kemudian diminta untuk kontrol kembali dalam
waktu 24-48 jam untuk evaluasi tatalaksana.

Penatalaksanaan untuk asma serangan berat adalah nebulisasi aginis dikombinasikan dengan antikolinergik. Pasien dengan serangan berat
yang disertai dehidrasi dan asidosis metabolik, mungkin akan mengalami
takifilaksis atau refrakter yaitu respons yang kurang baik terhadap nebulisasi
-aginis. Pasien seperti ini cukup sekali dinebulisasi kemudian secepatnya

dirawat untuk mendapat obat intravena selain diatasi dehidrasi dan


asidosisnya.
Oksigen 2-4 l/menit juga harus diberikan sejak awal termasuk saat

nebulisasi.pasang jalur parenteral dan lakukan foto thorax.


Steroid intravena diberikan secara bolus, tiap 6-8 jam, dosis steroid

intravena 0,5-1 mg/KgBB/hari.


Nebulisasi -agonis + antikolinergik dengan oksigen dilanjutkan

tiap 1-2 jam, jika dalam 4-6 kali pemberian mulai tejadi perbaikan klinis, jarak
pemberian dapat diperlambat menjadi 4-6 jam
Aminofilin diberikan secara intravena dengan dosis :

Bila pasien belum mendapat aminofilin sebelumnya, dibri

aminofilin dosis awal (inisial) sebesar 6-8 mg/KgBB dilarutkan dalam


dekstrose atau garam fisiologis sebanyak 20 ml diberikan dalam 20-30
menit.
Jika pasien telah mendapat aminofilin (kurang dari 8 jam)

dosis dinerikan separuhnya.


Sebaiknya kadar aminofilin diukur dan dipertahankan 10-

20 mcg/ml

Selanjutnya aminofilin dosis rumatan diberikan sebesar 0,51 mg/KgBB/jam.

Bila telah terjadi perbaikan klinis, nebulisasi diteruskan tiap 6 jam


hingga 24 jam, dan steroid serta aminofilin diganti peroral.

Jika dalam 24 jam pasien tetap stabil, pasien dapat dipulangkan


dengan dibekali obat -aginis (hirupan atau oral) yang diberikan tiap 4-6 jam
selama 24-48 jam. Selain itu steroid oral dilanjutkan hingga pasien kontrol ke
klinik rawat jalan dalam 24-48 jam untuk reevaluasi tatalaksana.

Obat lain untuk serangan asma

Magnesium sulfat
Pada penelitian multisenter pemberian magnesium sulfat intravena 50
mg/kgBB (inisial) dalam 20 menit dilanjutkan dengan 30 mg/KgBB/jam

mempunyai efektivitas yang sama dengan pemberian -agonis. Pemberian


magnesium sulfat ini dapat meningkatkan FEV1 dan mengurangi angka
perawatan dirumah sakit.
Mukolitik

Pemberian mukolitik pada serangan asma dapat saja diberikan tetapi


harus berhati-hati pada anak dengan refleks batuk yang tidak optimal.
Pemberian mukolitik secara inhalasi tidak mempunyai efek yang signifikan
tetapi harus berhati-hati pada serangan asma berat.
Antibiotik

Pemberian antibiotik pada asma tidak dianjurkan karena sebagian besar


pencetusnya bukan infeksi bakteri melainkan infeksi virus. Pada keadaan
tertentu antibiotik dapat diberikan yaitu pada infeksi respiratorik yang
dicurigai karena bakteri atau dugaan sinusitis yang menyertai asma.
Obat sedasi

Pemberian obat sedasi pada serangan asma sangat tidak dianjurkan


karena dapat menekan/depresi pernapasan
Antihistamin

Antihistamin jangan diberikan pada serangan asma karena tidak


mempunyai efek yang bermakna, bahkan dapat memperburuk keadaan.
Pembahasan obat
Berotec
Merupakan larutan fenoterol HBr o.1 %. Fenoterol merupakan derivat terbutalin
dengan khasiat 2 selektif. Secara oral mulai kerjanya sesudah 1-2 jam. Lama
kerjanya 6 jam. Lebih sering menakibatkan takikardi. Efeknya lebih kuat dan
bertahan lebih lama daripada salbutamol. Dosis 3 dd 2,5-5 mg (bromida),
suppositoria malam hari 15 mg, inhalasi 1-2 semprot dari 200 mcg. Inhalasi
tunggal 0,2- 1 mg 3x/hari interval minimal 3 jam.
Atrovent
Merupakan larutan ipatropium Br 0,025%. Berkhasiat bronkhodilator karena
melawan pembentukan cGMP yang menimbulkan konstriksi. Memiliki daya

mengurangi hipersekresi di bronkhi yaitu efek mengeringkan dari obat golongan


antikolinergik maka amat efektif pada pasien yang banyak mengeluarkan dahak.
Khususnya digunakan sebagai inhalasi. Efeknya timbul 15 menit lebih lambat dari
-mimetika. Efek maksimal muncul 1-2 jam dan bertahan selama 6 jam.
Kombinasi dengan -mimetika memperkuat efek. Resorpsi secara oral buruk.
Secara tracheal hanya bekerja setempat dan tidak diserap. Dapat digunakan pada
pasien jantung yang tidak tahan terhadap adrenergik. Efek samping berupa mulut
kering, mual, nyeri kepala dan pusing. Dosis inhalasi 3-4 dd 2 semprotan dari 20
mcg.
Terapi Pengendalian Asma
Derajat Asma
Asma
Intermitten

Obat Pengontrol(Harian)
Tidak perlu

Obat Pelega
Bronkodilator aksi singkat,
yaitu agonis beta 2 bila
perlu
Intensitas
pengobatan
tergantung
berat
exsaserbasi
Inhalasi agonis beta 2 atau
kromolin dipakai sebelum
aktivitas atau pajanan
alergen
Asma Persisten Inhalasi kortikosteroid200 500 g/ Inhalasi agonis beta 2 aksi
Ringan
kromolin/ nedokromil atau teofilin
singkat bila perlu dan tidak
lepas lambat
melebihi 3 4 kali sehari
Bila perlu ditingkatkan sampai
800g/ ditambahkan bronkodilator
aksi lama terutama untuk mengontrol
asma malam. Dapat diberikan agonis
beta 2 aksi lama inhalasi atau oral
atau teofilinlepas lambat.
Asma Persisten Inhalasi kortikosteroid800 2000g
Inhalasi agonis beta 2 aksi
sedang
singkat bila perlu dan tidak
Bronkodilator aksi lamaterutama
melebihi 3 4 kali sehari
untuk mengontrol asma malam
berupa agonis beta 2 aksi lama
inhalasi atau oral atau teofilinlepas
lambat.
Asma Persisten Inhalasi kortikosteroid800 2000g
Berat
atau lebih
Bronkodilator aksi lamaterutama

10

untuk mengontrol asma malam


berupa agonis beta 2 aksi lama
inhalasi atau oral atau teofilinlepas
lambat.
Kortikosteroid oral jangka panjang
Daftar Pustaka
___, 2006, MIMS Indonesia Petunjuk Konsultasi. Jakarta. Info master
IDAI. 2004. Standar Pelayanan Medis KESEHATAN ANAK Edisi I. Jakarta. IDAI
Tan hoan tjay dan Rahardja, k. 2002. Obat-Obat Penting Khasiat, Penggunaan,
Dan Efek-Efek Sampingnya. . Jakarta. Elex Media Komputindo
UKK pulmonologi PP IDAI. 2004. Pedoman Nasional Asma Anak. Jakarta. PP
IDAI

11

You might also like