You are on page 1of 18

MAKALAH PANCASILA

MAFIA MIGAS DI INDONESIA

Disusun untuk memenuhi tugas akhir mata kuliah Pancasila yang dibimbing oleh Bapak
Muhammad Anas, M.Phil
.

Disusun oleh :
AZIS YASIR NAUFAL
BYAN ARGA

NIM 1220620059
NIM 1220620095

ALDY RAHADIAN

NIM 1220620023

RADISSA DZAKY ISSAFIRA

NIM 1220620143

GEDE PUTRA A.

NIM 1220620011

KEMENTRIAN RISET TEKNOLOGI DAN PENDIDIKAN TINGGI


UNIVERSITAS BRAWIJAYA
FAKULTAS TEKNIK
JURUSAN MESIN
2014

KATA PENGANTAR
Puji syukur kami panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa karena atas
limpahan rahmat dan berkah-Nya sehingga makalah pancasila ini dapat terselesaikan
dengan baik.
Pembuatan makalah ini bertujuan untuk memenuhi tugas akhir dari mata
kuliah pancasila. Penulis berharap makalah ini dapat memberikan manfaat bagi
kelancaran bidang akademik mahasiswa khususnya dan bagi pembaca umumnya.
Dalam pembuatan makalah ini, penulis mengucapkan terima kasih kepada
semua pihak yang telah membantu menyelesaikan makalah ini. Secara khusus
penulis mengucapkan terimakasih kepada :
1. Bapak Muhammad Anas, M.Phil selaku Dosen Pengampu Mata Kuliah
Pancasila Jurusan Teknik Mesin Fakultas Teknik Universitas Brawijaya.
2. Teman-teman mahasiswa Jurusan Teknik Mesin Fakultas Teknik Universitas
Brawijaya yang telah membantu baik secara moril ataupun materiil.
Pembuatan makalah ini masih jauh dari kesempurnaan. Untuk itu penulis
mengharapkan kritik dan saran yang membangun dari semua pihak demi perbaikan
dan kesempurnaan makalah ini.

Malang, 6 Januari 2015

Penulis

DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR........................................................................................................
i
DAFTAR ISI.......................................................................................................................
ii
BAB I PENDAHULUAN..................................................................................................
1
1.1 Latar Belakang
...............................................................................................................................
1
1.2 Rumusan Masalah
...............................................................................................................................
2
BAB II ISI ..........................................................................................................................
3
2.1 Definisi Mafia Migas
...............................................................................................................................
3
2.2 Sebab Terjadinya Mafia Migas
...............................................................................................................................
4
2.3 Dampak Adanya Mafia Migas
...............................................................................................................................
5
2.4 Dampak Mafia Migas menurut UUD
...............................................................................................................................
6
BAB III KESIMPULAN DAN SARAN
3.1 Kesimpulan
...............................................................................................................................
14
3.2 Solusi
...............................................................................................................................
14

ii

DAFTAR PUSTAKA.........................................................................................................
15

iii

BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Indonesia adalah negara memiliki cukup banyak sumber migas, akan tetapi
pengelolaan sumber migas tersebut tidak optimal. Hal tersebut menjadi tidak
optimal dikarenakan adanya oknum-oknum yang mengmbil keuntungan untuk
dirinya

sendiri

ataupun

golongannya

memanfaatkan

kelemahan

sistem

perundang-undangan yang berlaku di Indonesia. Oknum oknum tersebut biasa


disebut dengan mafia migas.
Kelompok kami tertarik mengambil tema mafia migas dikarenakan nilai
kerugian yang ditimbulkan dari adanya mafia migas tersebut cukup besar.
Seandainya saja kerugian tersebut tidak ada dan bisa dialihkan untuk kebutuhan
masyarakat hal tersebut tentunya akan sangat berguna. Selain kerugian materil,
mafia migas juga mengancam keberadaaan cadangan dari migas itu tersendiri.
Jika dihubungkan dengan Pancasila maka prilaku mafia migas tersebut adalah hal
yang menyimpang. Sila keempat menyebutkan kesejahteraan sosial bagi seluruh
rakyat Indonesia. Dari hal tersebut jelas terlihat bahwa migas yang seharusnya
dimiliki penuh oleh negara dan digunakan untuk kesejahraan rakyat justru dicuri
untuk keuntungan para mafia tersebut.
Pascasila sebagai paduan dalam penyusunan sistem perundang-undangan di
Indonesia tampaknya tidak berperan dalam perundang undang migas. Dimana
perundang-undangan yang ada justru jika di telaah lebih lanjut hanya
menguntungkan beberapa golongan tidak menguntungkan seluruh masyrarakat
yang sebagai mana mestinya.
Disini kelompok kami mencoba membahas dampak-dampak yang terjadi karena
adanya mafia migas, undang undang yang merugikan dan menyebabkan
bebasnya mafia migas berkeliaran dan langkah yang harusnya diambil
pemerintah untuk menghentikan praktik mafia migas yang ada.

1.2 Rumusan Masalah


1. Siapakah yang disbut afia migas?
2. Apa penyebab terjadinya mafia migas di Indonesia?
3. Bagaimana dampak yang terjadi karena adanya mafia migas di Indonesia?
4. Bagaimana peraturan masalah mafia migas menurut UUD 1945?

BAB II

ISI
2.1 Definisi Mafia Migas
Bentuk korupsi dari sekelompok orang yang mencari keuntungan dengan
melakukan kecurangan dalam bidang minyak dan gas. Terdapat banyak modus yang
terjadi dalam kasus ini, sebagai contoh dari kasusnya adalah penggelapan supplay
migas yang ditujukan kepada masyarakat.
Sabagai contoh kasusnya adalah kasus yang menjerat Jero Wacik beberapa
waktu lalu, seperti yang diberitakan di TEMPO.CO, Jakarta - Komisi Pemberantasan
Korupsi telah menetapkan Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Jero
Wacik sebagai tersangka korupsi di Kementerian Energi pada Selasa, 2 September
2014. Berita ini tentu menjadi pembicaraan hangat di media sosial. Bahkan, nama
Jero Wacik sempat menjadi trending topic Indonesia di Twitter.
Situs monitoring percakapan di media sosial, Politicalwave, menunjukkan
pada Selasa-Rabu, 24 September 2014, jumlah percakapan untuk topik Jero Wacik
mencapai 42.190 percakapan dengan 10.423 (unique user) akun terlibat dalam
percakapan ini. "Tak heran jika topik KPK tetapkan Jero Wacik Tersangka masuk
dalam urutan sepuluh besartrending topic dunia pada Rabu, 3 September 2014," kata
founder Politicalwave, Yose Rizal, dalam keterangan tertulis, Senin, 8 September
2014. Selain membicarakan kasus yang membelit Jero, para netizen juga mendesak
agar Jero Wacik segera mundur dari jabatannya sebagai Menteri ESDM. Berangkat
dari kasus ini, ada pula netizen yang menaruh perhatian dan prihatin atas kasus
korupsi yang terus terjadi di Indonesia. Apalagi, Jero Wacik adalah menteri ketiga
yang ditetapkan sebagai tersangka kasus korupsi di era pemerintahan SBY.
Lebih dari 90 persen netizen Indonesia menyatakan dukungannya terhadap upaya
pemberantasan korupsi dan tidak mudah terpancing pada postingan yang provokatif.
Para netizen ini berharap Jokowi-JK dan segenap jajaran menteri yang akan
dipilihnya akan mampu memberantas mafia migas.
Netizen juga menyerukan agar Jokowi sangat berhatihati dalam memilih
para menteri dalam kabinetnya yang benar-benar anti-korupsi. Kewaspadaan ini
diingatkan kembali oleh netizen karena dahulu Jero Wacik pernah menandatangani
pakta integritas anti-korupsi.

2.2 Sebab Terjadinya Mafia Migas


Sebab terjadinya mafia migas yang di beritakan di Gresnews.com menurut
Mantan Deputi Satuan Kerja Khusus (SKK) Minyak dan Gas Akhmad Syakhroza
mengatakan penyebab utama timbulnya mafia migas yaitu dari peraturan yang ada di
sektor migas itu sendiri. Yakni peraturan yang ada seringkali melegalkan terjadinya
praktek mafia di sektor migas. Mekanisme dibenahi, bukan hanya menghilangkan
mafianya, ujar Akhmad seusai diskusi membaca arah kebijakan energi Jokowi-JK di
kawasan Tebet, Jakarta Selatan, Minggu (14/9).
Akhmad Syakhroza juga menambahkan, modus yang digunakan oleh para
mafia tersebut yaitu dengan memanfaatkan peraturan yang diterapkan oleh
kementrian ESDM itu sendiri. Peraturan tersebut menurutnya sering bertentangan
dengan undang-undang yang ada, namun anehnya peraturan itu tetap ada hingga kini.
Tetapi Akhmad Syakhroza tidak mau menyebutkan jenis peraturan yang
bertentangan itu. Akhmad hanya mencontohkan, di sektor migas ada dua alternatif
jalan yang sering di pakai oleh para perusahaan pengelola. Yang pertama jalur merah
dan yang kedua jalur hijau. Menurut Akhmad Syakhroza para mafia biasanya
bermain di jalur merah, karena pada jalur ini peraturan tidak ketat, sedangkan di jalur
hijau peraturan yang ada lebih ketat.
Untuk itu Akhmad Syakhroza berharap, peraturan yang ada di sektor energi
khususnya migas harus dibenahi. Agar, para investor tetap tertarik menanamkan
modalnya di sektor tersebut tetapi mereka harus juga mematuhi peraturan yang
berlaku. Dengan itu menurut Akhmad, perekonomian di sektor migas bisa terus
berkembang.
Khusus mafia migas ini awalnya terbongkar dari kasus mantan ketua SKK
Migas Rudi Rubiandini yang ditangkap KPK karena menerima uang suap terkait
jabatannya. Lantas, dalam pengembangannya, KPK juga menangkap pelatih golf
Rudi, Deviardi yang menjadi perantara Rudi menerima suap. Keduanya sudah
divonis Majelis Pengadilan Tipikor dengan pidana 7 tahun dan 4,5 tahun.
Setelah itu, KPK juga menangkap komisaris Utama PT Kaltim Parna Industri
(KPI), Artameris Simbolon. Dalam sidang di Tipikor, Kamis (11/9) Artameris
didakwa Jaksa Pe3nuntut Umum KPK menyuap mantan kepala SKK Migas Rudi
Rubiandini dengan uang senilai US$522,500. Suap tersebut dimaksudkan agar Rudi
memberikan rekomendasi kepada kementrian ESDM terkait penurunan harga gas
kepada PT KPI. Di lingkungan ESDM, KPK juga telah menetapkan mantan Sekjen

ESDM Waryono Karno sebagai tersangka. Dan yang terbaru, Mentri ESDM Jero
Wacik pun tidak luput dari jeratan komisi antirasuah ini. Jero diduga melakukan
pemerasan untuk menambah dana Operasional Mentri (DOM) yang hanya dijatah
Rp120 juta.
KPK sendiri mengindikasikan masih terus akan mengungkap kasus di sektor
migas. Wakil ketua KPK Busyro Muqoddas mengatakan, kasus Jero bisa menjadi
pintu bagi KPK untuk masuk ke penyelidikan dugaan praktik mafia migas. Menurut
dia, keterlibatan pihak lain dalam kasus Jero akan terus dikembangkan hingga KPK
dapat masuk ke area praktik mafia yang menguasai bisnis migas di indonesia.
2.3 Dampak Adanya Mafia Migas
Dampak yang langsung bisa dirasakan masyarakat akibat adanya mafia
minyak dan gas ini adalah kebijakan yang merugikan. Selain itu, adanya mafia migas
ini akan menyebabkan terancamnya cadangan energi Indonesia. Seperti yang
dikatakan Direktur Eksekutif Energy Watch Indonesia (EWI), Ferdinan Hutahaean
bahwa Indonesia dalam kondisi darurat energi.
Kondisi energi kita sudah memasuki taraf darurat, saya tidak mengerti
apakah ini tidak dipahami pemangku kebijakan negara atau memang sengaja
dipermainkan," ujar Ferdinan seperti dikutip Beritasatu.com, Jum'at (03/10).Direktur
Eksekutif Indonesia Mining and Energy Studies (IMES) Erwin Usman menyebut
kerugian negara akibat praktik mafia migas tiap tahun bisa mencapai Rp 37 triliun.
Jika dihitung sejak berlakuknya UU No 2 Tahun 2001 tentang Migas, maka kerugian
negara lebih dari Rp 370 triliun.
(sumber:http://www.pasberita.com/2014/09/kerugian-negara-akibat-mafia-migas37.html)
Adanya praktik mafia migas ini tentunya menyimpang dari pancasila sila
kelima yaitu keadilan sosial bagi seluruh rakyat indonesia. Praktik mafia migas ini
tentunya dilakukan oleh sekelompok orang yang mecari keuntungan bagi kelompok
mereka sendiri dan mengambil hak dari masyarakat lainnya. Tindakan ini biasanya
terstruktur rapi dan sistematis. Meskipun pada praktiknya tidak secara langsung
mencuri, mereka menggunakan kaderisasi sebagai alat yang nantinya akan
mempengaruhi kebijakan-kebijakan yang diambil oleh pemerintah.
Selain hal diatas, adanya mafia migas juga mengakibatkan terhambatnya
program energi baru terbarukan. Badan Pengatur Kegiatan Hilir Minyak dan Gas
Bumi (BPH Migas) menilai, pengembangan energi baru terbarukan (EBT) terhambat
5

akibat permainan mafia migas yang tidak ingin bisnis minyaknya terganggu oleh
kehadiran energi alternatif itu.
Direktur Gas BPH Migas Djoko Siswanto mengungkapkan, mafia migas juga
bermain di hilir, seperti menyelewengkan BBM subsidi, atau merupakan bagian dari
kelompok bisnis internasional. Kenapa EBT tidak berkembang? Karena mafia yang
sudah enak di minyak ini tidak mau diganggu. Mafia itu nggak mau energi lain
berkembang,

ujar

Djoko

di

Jakarta,

Rabu

(26/11)

(sumber:

http://migasreview.com/mafia-migas-hambat-perkembangan-ebt.html)

2.4 Dampak mafia migas menurut UUD


Pengkaji Geopolitik dan Direktur Eksekutif Global Future Institute (GFI),
Hendrajit mengatakan, bisnis migas diburu bukan hanya karena ekonomi suatu
negara tetapi menyangkut pertaruhan politik dan keamanan nasional. Jokowi-Jusuf
Kalla harus siap melawan pengaruh tersebut demi menjaga agar sektor energi sesuai
dengan amanah konstitusi yakni digunakakan sebesar-besarnya bagi kemakmuran
rakyat.
"Presiden baru harus memiliki intuisi perkembangan geopolitik global. Intuisi
tersebut tentang kepekaan terhadap dinamika geopolitik global dan seperti apa
dampaknya untuk Indonesia. Jika Presiden tidak punya kepekaan maka kita akan
tetap terbelenggu oleh kuatnya cengkeraman negara maju," ungkap dia dalam diskusi
bertajuk Mafia Migas, Siapa dan Bagaimana Bekerja di Jakarta pada Selasa (9/9).
Dia berpendapat, yang harus dibersihkan oleh pemerintahan baru ialah terkait
penangangan bisnis pertambangan di sektor hulu. Pasalnya, sektor hulu merupakan
sektor dengan level mafia yang paling tinggi dibanding dua sektor lainnya yakni
sektor pengadaan dan hilir. Sektor hulu merupakan tempat pertaruhan kebijakan yang
menentukan masa depan energi suatu bangsa.
Pada sektor hulu bercokol regulator-regulator titipan. Cara kerja mafia
melalui regulator-regulator titipan dengan menelurkan kebijakan yang bertentangan
dengan amanah UUD "45". Presiden baru harus melawan pengaruh dan dominasi
pihak-pihak tersebut.
Pengamat Ekonomi Politik, Ichanuddin Noorsy menyebutkan bahwa
berdasarkan temuan World Energy Consent tata kelola sektor energi di Indonesia

berada pada peringkat 70 di dunia, jauh dari negara Jepang dan Korea yang tidak
memiliki sumber daya energi yang besar seperti Indonesia.
Menurut dia, jika dikaitkan dengan data wikileaks yang melaporkan bahwa
Amerika Serikat telah mengkader 17 ribu orang Indonesia, maka dapat disimpulkan
bahwa ada banyak pengkhianat di negeri ini yang menjual kekayaan SDA negaranya
untuk negara luar. Skema kaderisasi ini telah berlangsung sejak era Orde Baru hingga
sekarang.
Untuk memutus rantai itu, jelas dia, sangat bergantung pada berani tidaknya
Presiden baru. Dia mengakui, hingga kini dirinya masih menyangsikan persiapan
Jokowi-JK menghadapi bahaya besar konspirasi negara-negara maju untuk
mendapatkan keuntungan yang besar dari kekayaan sumber daya alam (SDA)
Indonesia.
Dia menilai bahwa belum ada skema dari Presiden yang baru dalam
menghadapi konspirasi tersebut. Padahal, itu benar-benar nyata dan dapat dibuktikan
secara akademis, sehingga butuh kesigapan dan ketepatan menghadapinya.
"Pemberantasan mafia merupakan taruhan bagi pemerintahan baru. Jokowi
harus membuktikan komitmennya yang patuh dan setia terhadap amanah konstitusi.
Salah satu cara yakni menyingkirkan orang-orang yang masih menjadi titipan asing
agar tata kelola pertambangan kita lebih baik dan sesuai dengan amanah Pasal 33
UUD "45"," tegas dia.
Rasa kebangsaan kita terus diuji. Harkat dan martabat bangsa ini sedang
dipertaruhkan. Dan sayangnya masih banyak diantara kita pekerja tidak menyadari
itu semua. Kita hanya disibukkan dengan memikirkan kepentingan dan keuntungan
kita masing-masing. Justru seringkali orang lain lebih tahu dan peduli tentang semua
ini.
Pada tanggal 21 September 2002 penulis pernah terlibat ikut menandatangani
penolakan UU Migas 22/2001 untuk segera dilakukan amandemen pada waktu itu,
yang langsung dikomandoi oleh Prof. Dr. H. Amien Rais (Ketua MPR RI saat itu).
Seperti yang dilansir oleh Sdr. Otto G.D selaku wartawan, dengan diberlakukannya
UU Migas, Pertamina tidak dapat menekan harga beli crude. Dimana Contractor
Production Sharing (yang dulunya bagian dari Pertamina) tidak lagi memikirkan
tentang hal-hal yang menambah manufacturing cost pada sektor hilir (karena sudah
diliberalisasi). Dan sekarang para KPS yang berada dibawah koordinasi (binaan) BP
Migas lebih merangkap sebagai spekulan dengan mengedepankan prinsip supply &

demand. Mereka tekan biaya operasi, misalnya dengan hanya melakukan produksi
60% s/d 70% yang penting kewajiban terpenuhi, untuk apa produksi sampai 100%,
yang penting untung besar. Sebelum UU Migas berlaku sewaktu kebijakan masih
satu atap, pasokan produksi KPS ke Unit-Unit (UPs) berjalan lancar, bahkan hanya
sanggup diserap 70% s/d 80% nya saja. Dengan diberlakukannya UU Migas, para
broker Migas semakin merajalela. Termasuk mafia Migas baik di Pemerintahan
maupun kalangan internal sendiri. Untuk itu satu hal yang harus menjadi target
bersama UU Migas harus diamandemen atau memberikan pertahanan previlage
kepada PT. Pertamina (Persero).
Diberlakukannya UU Migas No. 22/2001 pada tanggal 23 Desember 2001
lalu, otomatis mengakhiri UU No. 8/1971. Dengan demikian, Pertamina tidak bisa
berbuat apa-apa sebagai titik sentral pengembangan industri minyak nasional.
Selama lebih dari tiga dasawarsa, BUMN ini berperan besar dalam membangun
industri minyak nasional yang manfaatnya dirasakan seluruh lapisan masyarakat.
Kemiskinan pada era 1970-an dan 1980-an sebagian besar masyarakat negeri ini,
terutama yang tinggal jauh dari keramaian kota besar, baik petani, guru SD, petugas
puskesmas maupun pedagang kecil di pasar-pasar kumuh, sangat akrab dengan
istilah Inpres (Instruksi Presiden). Ada ratusan ribu gedung sekolah yang dibangun
berikut pengangkatan guru-guru inpres-nya guna meratakan kesempatan belajar anak
negeri.
Dana lebih dari US$ 200 miliar (sekitar 1800 triliun dengan kurs Rp 9000 per
dolar AS) yang didapat dari hasil kerja Pertamina sebagai pelaksana kuasa usaha
pertambangan berdasarkan UU No. 44/1960 dan sebagai BUMN yang didirikan atas
UU No. 8/1971 sesungguhnya merupakan salah satu bukti dari manfaat yang telah
diberikan Pertamina kepada masyarakat.
Penyediaan Bahan Bakar Minyak (BBM) bagi kebutuhan masyarakat selama
lebih dari 30 tahun dan dapat dipenuhi nyaris tanpa gangguan, kecuali belakangan ini
dengan adanya penyelundupan dan pengoplosan. Hasil dari kegiatan Pertamina
selama ini telah mampu memberikan kontribusi dominan bagi penerimaan devisa
nasional dan penerimaan negara dalam APBN setiap tahun.
Bahkan pada tahun 1981/1982 lebih dari 80% devisa nasional dan lebih dari
70% penerimaan dalam negeri di APBN berasal dari Migas. Ingat, semua itu
merupakan buah dari sistem perminyakan nasional yang dikembangkan atas dasar
pasal 33 UUD 1945 ayat (2) dan (3), UU No. 44/1960 dan UU No. 8/1971. Sistem
8

ini tentu tidak mungkin mendatangkan hasil demikian besar kalau sekiranya
sistemnya salah. Kekurangan sistem ini, jelas ada. Inilah yang seharusnya
diupayakan disempurnakan dengan mengamandemen UU No. 8/1971, bukan dengan
mencabutnya. Alasan mencabut UU No. 8/1971 agar fungsi wasit dan pemain atau
fungsi pemerintah/regulator dan kegiatan usaha tidak menjadi satu merupakan alasan
yang sangat naif. Pasalnya pengelolaan SDA Migas tidaklah sesederhana seperti
permainan sepak bola, dimana wasit mutlak terpisah dengan pemain. Kesan
adanya fungsi rangkap pada diri Pertamina sebenarnya bukan karena UU No. 8/1971
tetapi lebih karena adanya peraturan-peraturan lain seperti Keppres dan Kepmen.
Seharusnya Keppres dan Kepmen inilah yang harusnya dicabut, seperti Keppres
mengenai pembelian/pengadaan barang dan jasa dengan nilai tertentu yang harus
melewati Sekneg, Menko. Ekuin dsb sedangkan fungsi pengelolaan KPS (Kontrak
Production Sharing / bagi hasil) oleh BUMN merupakan cara pragmatis dan rasional
agar pendapatan negara bisa optimal, sebab kontrol biaya KPS dan penjualan Migas
bagi pemerintah merupakan pekerjaan bisnis bukan pekerjaan pemerintahan.
Kalau kegiatan Pertamina seperti ini dituduh sebagai rangkapan fungsi
Pemerintah dan kegiatan usaha, sebenarnya tidaklah urgen diributkan apalagi dipakai
sebagai alasan guna membubarkan BUMN ini. Karena selam ini juga telah terbukti
sistem tersebut menghasilkan manfaat yang besar bagi negara. Disamping itu,
BUMN Malaysia (Petronas) hingga saat ini masih tetap melaksanakan fungsi
rangkap dengan melakukan kontrol terhadap semua investor/KPS di Malaysia.
Namun, tidak ada orang Malaysia yang menggugat rangkapan fungsi tersebut.
Dikarenakan terbukti Petronas telah memberikan manfaat besar bagi Malaysia.
Ironisnya di negeri dimana setiap orang nyaris berupaya memperoleh rezeki
dari setiap tambahan kewenangan, UU Migas justru mengumpulkan kuasa negara
pada satu tangan (Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral / ESDM) sekaligus
sebagai pengawas, pembina, regulator dan sebagai pelaku usaha.
Dengan demikian sebenarnya UU Migas ini sangat potensial menimbulkan
permasalahan baru yang sebelumnya tidak pernah terjadi dalam sistem perminyakan
Nasional. Dengan dicabutnya UU No. 44/1960 dan UU No. 8/1971, Pertamina tidak
lagi memegang hak kuasa usaha pertambangan, bahkan keberadaan Pertamina
otomatis hilang. Akibat yang mungkin timbul dari pencabutan kedua UU tersebut
pada saat itu adalah terjadinya default dan timbulnya tuntutan pihak ketiga karena

adanya peluang dituduh sebagai pihak yang telah membatalkan secara sepihak
semua kontrak / perjanjian internasional yang telah dibuat Pertamina dengan investor
dan lembaga keuangan internasional. Pertamina terbentuk dengan peraturan
pemerintah, maka Pertamina lama wajib melaksanakan usaha Migas (termasuk
pemenuhan BBM) serta mengatur dan mengelola kekayaan, pekerja, dsb.
Dampak lain di sektor hilir adalah hilangnya peluang pemerintah memperoleh
Laba Bersih Minyak (LBM) pada tahun harga BBM dalam negeri sudah menyamai
harga pasar, yakni pada saat masa transisi berakhir. Dengan sistem lama, kalau harga
jual BBM sama dengan harga pasar, LBM yang merupakan selisih antara antara
harga jual dan biaya pokok BBM, 100% masuk ke negara (APBN). Kemudian sistem
ini dihilangkan, otomatis selisih antara harga pasar dan biaya BBM tidak lagi
menjadi LBM karena keuntungan tersebut masuk kepada para pelaku pasar yang
50% nya (angka perkiraan) terdiri dari para pelaku asing/swasta. Ini merupakan
jumlah yang sangat besar apalagi tahun 2005 dan tahun-tahun berikutnya Pemerintah
menghadapi beban pembayaran obligasi yang diperkirakan akan menggunung.
Sedangkan pasal-pasal dalam UU Migas yang menyangkut investasi di sektor hulu
lebih banyak mengundang uncertainty (ketidakpastian) baru.
Pasalnya, pada setiap tahapan eksplorasi yang diketahui mengandung resiko
sangat tinggi dan belum ada kepastian penerimaan dan produksi, justru oleh UU ini
diberi tambahan beban dan uncertainty karena adanya ketentuan pembayaran bea
masuk, pungutan atas impor dan cukai, iuran eksplorasi, dsb. Hal lainnya yang juga
patut direnungkan oleh Pemerintah adalah keikutsertaan kita sebagai anggota negaranegara pengekspor minyak (OPEC). Mantan Dirut Baihaki Hakim pernah
menyampaikan pada salah satu media selama ini kita selalu gagal memenuhi kuota
produksi dan sekarang produksi minyak kita malah turun, kurang dari 1 juta barrel
per-hari. Jadi sudah tidak relevan lagi Indonesia menjadi anggota OPEC.
Kemungkinan Indonesia untuk menggenjot produksi minyaknya dalam memenuhi
kuota OPEC amat sangat sulit. Keikut sertaan Indonesia di OPEC juga tidak
membawa keuntungan apapun. Sebaliknya hanya menghabiskan dana US$ 2 juta
per-tahun sebagai iyuran keanggotaan. Bukan hanya mantan Dirut kita, tapi juga
Ginanjar Kartasasmita menyatakan hal yang sama kata Otto G.D lagi. Bukti
lainnnya, Amerika Serikat yang bukan anggota OPEC ternyata bisa membeli minyak

10

mentah (crude) ke Middle East hanya US$ 10 per-barrel. Jadi kita dapat melakukan
pembelian melalui G to G.
Jika menengok ke belakang, UU Migas adalah salah satu undang-undang di
bidang ekonomi yang cukup alot dibahas di DPR. Rancangan UU Migas untuk
mengganti UU Nomor 8 Tahun 1971 mengalami tarik ulur sejak zaman Orde Baru,
hingga akhirnya disetujui menjadi undang-undang dalam rapat paripurna DPR
tanggal 23 Oktober 2001 sebagai lembaran baru bagi dunia migas di Indonesia. Pada
waktu

itu,

meskipun

RUU

Migas

disetujui

DPR,

diwarnai

pengajuan

minderheidsnota (catatan notula) 13 anggota DPR dari berbagai fraksi, yang diwakili
anggota DPR kala itu. Alasan kelompok yang mengajukan minderheidsnota, RUU ini
melemahkan strategi migas Indonesia sehingga dapat merugikan bangsa dan negara
di masa sekarang dan masa mendatang. Selain itu, RUU Migas bertentangan dengan
Pasal 33 Ayat (2) dan Ayat (3) UUD 1945 yang menjelaskan bahwa bumi, air, dan
kekayaan alam yang terkandung di dalamnya dikuasai oleh negara.
UU Migas memang membawa perubahan besar dalam sektor migas, baik
sektor hulu maupun hilir. Pergantian undang-undang tersebut telah mengubah system
monopoli ke arah sistem kompetisi. Perubahan penting yang diciptakan UU Migas
adalah membebaskan harga bahan bakar minyak (BBM) dari subsidi pemerintah.
Masyarakat luas, terutama yang kurang memiliki daya beli dipastikan akan
merasakan

beban

kenaikan

harga

BBM

meskipun

pemerintah

menjamin

menggantikannya dengan subsidi pendidikan dan kesehatan. Meskipun demikian,


Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral Purnomo Yusgiantoro menegaskan,
program iberalisasi BBM secara penuh di Indonesia baru dapat terlaksana paling
cepat pada tahun 2010 atau mundur dari perkiraan semula tahun 2005. Mundurnya
era liberalisasi BBM disebabkan oleh ketidakmampuan masyarakat untuk membeli
BBM jika pemerintah sudah melepas harga BBM sesuai pasar internasional. Saat ini
hingga tahun 2010 diperkirakan sebagian kelompok masyarakat masih memiliki
daya beli (purchasing power ability) yang relatif rendah. Artinya, kebijakan harga
untuk beberapa jenis BBM tetap diatur oleh pemerintah sesuai kemampuan
masyarakat.Yang perlu diingat, tanggal 23 November 2005 bukan merupakan batas
waktu yang diamanatkan UU Migas untuk penyerahan harga BBM dan gas bumi
sepenuhnya pada mekanisme pasar. Namun, batas waktu itu adalah akhir tugas

11

Pertamina untuk melaksanakan penyediaan dan pelayanan BBM untuk keperluan


dalam negeri sebagai PSO.
Kegiatan hulu migas juga mengalami perubahan drastis akibat UU Migas.
Antara lain pembentukan Badan Pelaksana Kegiatan Hulu Migas (BP Migas) yang
mengganti posisi Pertamina dalam membuat kontrak dengan perusahaan kontrak bagi
hasil migas. Beberapa pihak berpendapat, sejak Peraturan Pemerintah Nomor 44
Tahun 1960 mengenai Pertambangan Migas dan UU No 8 Tahun1971 mengenai
Pertamina digantikan UU Migas, iklim investasi migas dinilai menjadi tidak
kondusif. UU Migas telah memberi beban bagi investor saat mencari cadangan baru
(kegiatan eksplorasi) karena sudah diwajibkan membayar berbagai pajak dan
pungutan selama periode eksplorasi. Namun beberapa pihak lainnya berpendapat,
keputusan Mahkamah Konstitusi (MK) yang tetap memberlakukan Undang-undang
No 22 Tahun 2001 tentang Minyak dan Gas Bumi, tak merisaukan PT Pertamina.
Pemerintah masih memberikan perlindungan terhadap PT Pertamina (Persero)
sebagai Badan Usaha Milik Negara (BUMN). Salah satu keistimewaan itu adalah
diberikannya persentase bagi hasil yang lebih besar dibandingkan kontraktor bagi
hasil. Untuk wilayah kerja yang dikelola Pertamina, porsi bagi hasilnya 60 persen
untuk pemerintah dan 40 persen untuk Pertamina. Sementara bagi hasil dengan KPS
(kontraktor Production Sharing), maksimum 70 persen untuk pemerintah dan 30
persen untuk KPS, itu pun di wilayah migas yang nilai keekonominannya rendah.
Begitu juga di sektor hilir, PT. Pertamina (Persero) masih mendapatkan
keistimewaan dari pemerintah meski terbatas. Pertamina masih diberi keistimewaan
termasuk di sektor hilir. Meski untuk sektor hilir tidak terlalu kentara dibandingkan
di hulu, jelas Anggota Komite Badan Pelaksana Kegiatan Usaha Hilir Migas (BPH
Migas) pada salah satu media beberapa waktu yang lalu. Salah satu bentuk
keistimewaan di sektor hilir yakni, Pertamina masih mendapatkan fee dari
pemerintah untuk kegiatan pengolahan dan pendistribusian BBM. Berapa pun cost
yang dikeluarkan Pertamina akan diganti oleh pemerintah, urainya.
Ketentuan UU Migas yang baru yang menyatakan hak atas minyak beralih
ketangan investor dititik pelabuhan ekspor tidaklah dapat menganulir pelanggaran
UU Migas ini terhadap pasal 33 UUD 1945 dimana kuasa pertambangan langsung
diberikan Menteri ESDM kepada pihak investor. Padahal kekayaan alam yang berada
di bawah perut bumi menurut UUD 1945 pasal 33 seharusnya dikuasai oleh negara.

12

Berdasarkan catatan di atas dan melihat situasi ekonomi negara yang masih terpuruk,
ditambah lagi dengan adanya bencana tsunami yang menimpa masyarakat kita,
tentunya kita semua perlu berpikir untuk menyelamatkan asset negara yang menjadi
hak masyarakat banyak (rakyat).
Pada tanggal 21 Desember 2004, beberapa orang dari SP melakukan aksi
damai bersama MPM (Masyarakat Profesional Madani) dan masyarakat lainnya atas
dibacakannya Putusan Judicial Review UU Migas No. 22/2001 oleh Mahkamah
Konstitusi (MK). Beberapa catatan yang bisa diperoleh dari pembacaan tersebut
antara lain :
1.MK menolak gugatan formil dari Pemohon.
2.MK menerima sebagian gugatan material dan menolak sebagian gugatan Pemohon.
3.MK menginstruksikan kepada DPR dan Pemerintah untuk segera mengamandemen
sebagian pasal-pasal UU Migas yang bertentangan dengan UUD 1945.
Dari hal tersebut yang dapat disimpulkan adalah UU Migas No. 22/2001
tetap diberlakukan dengan beberapa catatan amandemen. Ini adalah peluang untuk
memberikan masukan kepada DPR tentang amandemen UU Migas, sehingga apa
yang menjadi kekhawatiran warga negara dapat disalurkan secara proporsi.

BAB III
KESIMPULAN DAN SOLUSI
3.1 Kesimpulan
1. Penyelewengan migas banyak terjadi di sektor hulu, hilir dan pengadaan.
2. Penyelewangan migas terjadi karena adanya kebijakan-kebijakan yang
bertentangan dengan UUD
3. UU Migas memberikan kekuasaan langsung dengan memberikan konsesi
bagi swasta nasional dan asing untuk mengeksploitasi kekayaan negara.
Padahal, hak konsesi seharusnya berada di tangan negara melalui BUMN,
sesuai amanat undang-undang.
4. Dampak pada sektor hilir adalah hilangnya peluang pemerintah memperoleh
Laba Bersih Minyak (LBM) pada tahun harga BBM dalam negeri sudah
menyamai harga pasar, yakni pada saat masa transisi berakhir.

13

3.2 Solusi
1.

Diamandemennya UU migas agar mencegah broker migas semakin

2.

merajalela.
Keppres dan Kepmen harusnya dicabut, seperti Keppres mengenai
pembelian/pengadaan barang dan jasa dengan nilai tertentu yang harus
melewati Sekneg, Menko. Ekuin dsb sedangkan fungsi pengelolaan KPS
(Kontrak Production Sharing / bagi hasil) oleh BUMN merupakan cara
pragmatis dan rasional agar pendapatan negara bisa optimal, sebab kontrol
biaya KPS dan penjualan Migas bagi pemerintah merupakan pekerjaan bisnis
bukan pekerjaan pemerintahan.

DAFTAR PUSTAKA
http://www.pasberita.com/2014/09/kerugian-negara-akibat-mafia-migas-37.html
http://migasreview.com/mafia-migas-hambat-perkembangan-ebt.html

14

You might also like