Professional Documents
Culture Documents
PENDAHULUAN
Dermatitis atopik (DA) merupakan penyakit peradangan kronik hilang timbul yang disertai rasa
gatal pada kulit. Kelainan ini terutama terjadi pada bayi dan anak, menghilang pada 50% kasus
saat remaja tetapi dapat menetap atau bahkan dimulai pada masa dewasa. Gatal merupakan
gejala yang sangat umum dijumpai pada DA padahal menggaruk akan menambah gambaran
klinis bahkan memperberat keadaan dengan kemungkinan timbulnya infeksi sekunder.
Dermatitis atopik dibagi 2 tipe yaitu:
1. Tipe 1 : murni tidak disertai keterlibatan saluran napas, ada 2 tipe yaitu :
- Intrinsik : tidak terdeteksi adanya sensitasi IgE spesifik dan tidak terdapat
-
2.
Tujuan Umum
Sebagai referensi bagi mahasiswa/i Fakultas Kedokteran Universitas Kristen Indonesia
DERMATITIS ATOPIK
DERMATITIS ATOPIK
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
A. Definisi
Dermatitis atopik (DA) adalah penyakit kulit reaksi inflamasi yang didasari oleh faktor
herediter dan faktor lingkungan, bersifat kronik residif dengan gejala eritema, papula, vesikel,
kusta, skuama dan pruritus yang hebat. Bila residif biasanya disertai infeksi, atau alergi, faktor
psikologik, atau akibat bahan kimia atau iritan.
B. Epidemiologi
Dermatitis atopik (DA) merupakan masalah kesehatan masyarakat utama di seluruh dunia
dengan prevalensi pada anak-anak 10-20%, dan prevalensi pada orang dewasa 1-3% . Dermatitis
atopik lebih sering terjadi pada wanita daripada laki-laki dengan ratio kira-kira 1.5:1 . Dermatitis
atopik sering dimulai pada awal masa pertumbuhan (early-onset dermatitis atopic). Empat puluh
lima persen kasus dermatitis atopik pada anak pertama kali muncul dalam usia 6 bulan pertama,
60% muncul pada usia satu tahun pertama dan 85% kasus muncul pertama kali sebelum anak
berusia 5 tahun. Namun penyakit ini juga dapat terjadi pada saat dewasa ( late onset dermatitis
atopic ), dan pasien ini dalam jumlah yang besar tidak ada tanda-tanda sensitisasi yang dimediasi
oleh IgE.
C. Etiopatogenesis
Sampai saat ini etiologi maupun mekanisme yang pasti DA belum semuanya diketahui,
demikian pula pruritus pada DA. Tanpa pruritus diagnosis DA tidak dapat ditegakkan. Rasa gatal
dan rasa nyeri sama-sama memiliki reseptor di taut dermoepidermal, yang disalurkan lewat saraf
C tidak bermielin ke saraf spinal sensorik yang selanjutnya diteruskan ke talamus kontralateral
dan korteks untuk diartikan. Rangsangan yang ringan, superfisial dengan intensitas rendah
menyebabkan rasa gatal, sedangkan yang dalam dan berintensitas tinggi menyebabkan rasa
nyeri. Sebagian patogenesis DA dapat dijelaskan secara imunologik dan nonimunologi.
DERMATITIS ATOPIK
a) Reaksi imunologis DA
Sekitar 70% anak dengan DA mempunyai riwayat atopi dalam keluarganya seperti asma
bronkial, rinitis alergi, atau dermatitis atopik. Sebagian besar anak dengan DA (sekitar 80%),
terdapat peningkatan kadar IgE total dan eosinofil di dalam darah. Anak dengan DA terutama
yang moderat dan berat akan berlanjut dengan asma dan/atau rinitis alergika di kemudian hari
(allergic march), dan semuanya ini memberikan dugaan bahwa dasar DA adalah suatu penyakit
atopi.
b) Faktor non imunologis
Faktor non imunologis yang menyebabkan rasa gatal pada DA antara lain adanya faktor genetik,
yaitu kulit DA yang kering (xerosis). Kekeringan kulit diperberat oleh udara yang lembab dan
panas, banyak berkeringat, dan bahan detergen yang berasal dari sabun. Kulit yang kering akan
menyebabkan nilai ambang rasa gatal menurun, sehingga dengan rangsangan yang ringan seperti
iritasi wol, rangsangan mekanik, dan termal akan mengakibatkan rasa gatal.
c) Faktor-faktor pencetus
Makanan
Berdasarkan hasil Double Blind Placebo Controlled Food Challenge (DBPCFC), hampir 40%
bayi dan anak dengan DA sedang dan berat mempunyai riwayat alergi terhadap makanan. Bayi
dan anak dengan alergi makanan umumnya disertai uji kulit (skin prick test) dan kadar IgE
spesifik positif terhadap pelbagai macam makanan. Walaupun demikian uji kulit positif terhadap
suatu makanan tertentu, tidak berarti bahwa penderita tersebut alergi terhadap makanan tersebut,
oleh karena itu masih diperlukan suatu uji eliminasi dan provokasi terhadap makanan tersebut
untuk menentukan kepastiannya.
Alergen hirup
Alergen hirup sebagai penyebab DA dapat lewat kontak, yang dapat dibuktikan dengan uji
tempel, positif pada 30-50% penderita DA, atau lewat inhalasi. Reaksi positif dapat terlihat pada
alergi tungau debu rumah (TDR), dimana pada pemeriksaan in vitro (RAST), 95% penderita DA
mengandung IgE spesifik positif terhadap TDR dibandingkan hanya 42% pada penderita asma di
DERMATITIS ATOPIK
Amerika Serikat. Perlu juga diperhatikan bahwa DA juga bisa diakibatkan oleh alergen hirup
lainnya seperti bulu binatang rumah tangga, jamur atau ragweed di negara-negara dengan 4
musim.
Infeksi kulit
Penderita dengan DA mempunyai tendensi untuk disertai infeksi kulit oleh kuman umumnya
Staphylococcus aureus, virus dan jamur. Stafilokokus dapat ditemukan pada 90% lesi penderita
DA dan jumlah koloni bisa mencapai 107 koloni/cm2 pada bagian lesi tersebut. Akibat infeksi
kuman Stafilokokus akan dilepaskan sejumlah toksin yang bekerja sebagai superantigen,
mengaktifkan makrofag dan limfosit T, yang selanjutnya melepaskan histamin. Oleh karena itu
penderita DA dan disertai infeksi harus diberikan kombinasi antibiotika terhadap kuman
stafilokokus dan steroid topikal.
D. Manifestasi klinis
Terdapat tiga bentuk klinis dermatitis atopik, yaitu bentuk infantil, bentuk anak, dan bentuk
dewasa.
1) Bentuk infantil (2 bulan - 2 tahun)
Secara klinis berbentuk dermatitis akut eksudatif dengan predileksi daerah muka terutama pipi
dan daerah ekstensor ekstremitas. Bentuk ini berlangsung sampai usia 2 tahun. Predileksi pada
muka lebih sering pada bayi yang masih muda, sedangkan kelainan pada ekstensor timbul pada
bayi sel sudah merangkak. Lesi yang paling menonjol pada tipe ini adalah vesikel dan papula,
serta garukan yang menyebabkan krusta dan terkadang infeksi sekunder. Gatal merupakan gejala
yang mencolok sel bayi gelisah dan rewel dengan tidur yang terganggu. Pada sebagian penderita
dapat disertai infeksi bakteri maupun jamur.
2) Bentuk anak (3 - 11 tahun)
Seringkali bentuk anak merupakan lanjutan dari bentuk infantil, walaupun diantaranya terdapat
suatu periode remisi. Gejala klinis ditandai oleh kulit kering (xerosis) yang lebih bersifat kronik
dengan predileksi daerah fleksura antekubiti, poplitea, tangan, kaki dan periorbita.
3) Bentuk remaja dan dewasa (12 - 30 tahun)
DERMATITIS ATOPIK
DA bentuk dewasa terjadi pada usia sekitar 20 tahun. Umumnya berlokasi di daerah lipatan,
muka, leher, badan bagian atas dan ekstremitas. Lesi berbentuk dermatitis kronik dengan gejala
utama likenifikasi dan skuamasi
E. Diagnosis
Hanifin dan Lobitz (1977) menyusun petunjuk yang sekarang diterima sebagai dasar untuk
menegakkan diagnosis DA Mereka mengajukan berbagai macam kriteria yang dibagi dalam
kriteria mayor dan kriteria minor.
Dermatitis atopik dikenal sebagai gatal yang menimbulkan kelainan kulit, bukan kelainan kulit
yang menimbulkan gatal. Tetapi belum ada kesepakatan pendapat mengenai hal ini, karena pada
pengamatan, lesi di muka dan punggung bukan diakibatkan oleh garukan, selain itu dermatitis
juga terjadi pada bayi yang belum mempunyai mekanisme gatal-garuk.
Kriteria diagnosis dermatitis atopik dari Hanifin dan Lobitz, 1977
Kriteria mayor ( > 3)
-
Xerosis
Pitiriasis alba
DERMATITIS ATOPIK
Keilitis
Konjungtivitis berulang
Keratokonus
Intolerans perifolikular
untuk mendiagnosis dermatitis atopik harus ada 3 kriteria mayor 3 kriteria minor.
DERMATITIS ATOPIK
Harus ada:
Kulit yang gatal (atau tanda garukan pada anak kecil)
II
F. Pemeriksaan Penunjang
1. Dermatografisme putih, untuk melihat perubahan dari rangsangan goresan terhadap kulit
2. Percobaan asetilkolin akan menimbulkan vasokonstriksi kulit yang tampak sebagai garis
pucat selama satu jam.
3. Uji kulit dan IgE-RAST
Pemeriksaan uji tusuk dapat memperlihatkan allergen mana yang berperan,
namun kepositifannya harus sejalan dengan derajat kepositifan IgE RAST ( spesifik
terhadap allergen tersebut). Khususnya pada alergi makanan, anjuran diet sebaiknya
dipertimbangkan secara hati-hati setelah uji tusuk, IgE RAST dan uji provokasi. Cara
laim adalah dengan double blind placebo contolled food challenges (DPCFC) yang
dianggap sebagai baku emas untuk diagnosis alergi makanan.
4. Peningkatan kadar IgE pada sel langerhans
Hasil penelitian danya IgE pada sel langerhans membuktikan mekanisme respon
imun tipe I pada dermatitis atopik, adanya pajanan terhadap allergen luar dan peran IgE
di kulit.
5. Jumlah eosinofil
DERMATITIS ATOPIK
atopik.
7.
G.Diagnosis Banding
1. Dermatitis seboroik
Ditandai erupsi berskuama, salmon colored atau kuning berminyak yang
mengenai kulit kepala, pipi, badan, ekstremitas dan diaper area.
2. Dermatitis kontak
Biasanya lesi sesuai dengan tempat kontaktan, lesi berupa popular miliar dan
erosif.
3. Dermatitis numularis
Penyakit yang ditandai lesi yang berbentuk koin. Ukuran diameter 1 cm atau
lebih, timbul pada kulit yang kering.
4. Psoriasis
Lesi psoriasis berwarna merah dan skuama seperti perak micaceous (seperti
mika). Predileksi psoriasis di permukaan ekstensor, terutama pada siku dan lutut, kulit
kepala dan daerah genital
DERMATITIS ATOPIK
5. Skabies
Diagnosis ditegakkan dengan adanya riwayat rasa gatal di malam hari, distribusi
lesi yang khas, dengan lesi primer yang patognomonik berupa adanya burrow dan adanya
kutu pada pemeriksaan mikroskopik.
H. Penatalaksanaan dermatitis atopik
A. Umum
Berbagai faktor dapat menjadi pencetus DA dan tidak sama untuk setiap individu, karena itu
perlu diidentifikasi dan dieliminasi berbagai faktor tersebut.
-
B. Khusus
1. Pengobatan topikal
a. Hidrasi kulit
Dengan melembabkan kulit, diharapkan sawar kulit menjadi lebih baik dan penderita tidak
menggaruk dan lebih impermeabel terhadap mikroorganisme/bahan iritan.
Berbagai jenis pelembab dapat dipakai antara lain krim hidrofilik urea 10%, pelembab yang
mengandung asam laktat dengan konsentrasi kurang dari 5%. Pemakaian pelembab beberapa
kali sehari, setelah mandi.
DERMATITIS ATOPIK
10
b. Kortikosteroid topical
Walau steroid topikal sering diberi pada pengobatan DA, tetapi harus berhati-hati karena
efek sampingnya yang cukup banyak. Kortikosteroid potensi rendah diberi pada bayi,
daerah intertriginosa dan daerah genitalia. Kortikosteroid potensi menengah dapat diberi
pada anak dan dewasa. Bila aktifitas penyakit telah terkontrol. Kortikosteroid
diaplikasikan intermiten, umumnya dua kali seminggu.
c. Imunomodulator topikal
1) Takrolimus
Bekerja sebagai penghambat calcineurin, sediaan dalam bentuk salap 0,03% untuk anak usia
2 15 tahun dan dewasa 0,03% dan 0,1%. Pada pengobatan jangka panjang tidak ditemukan
efek samping kecuali rasa terbakar setempat.
2) Pimekrolimus
Yaitu suatu senyawa askomisin yaitu suatu imunomodulator golongan makrolaktam.
Kerjanya sangat mirip siklosporin dan takrolimus. Sediaan yang dipakai adalah konsentrasi
1%, aman pada anak dan dapat dipakai pada kulit sensitif 2 kali sehari.
3) Preparat ter
Mempunyai efek anti pruritus dan anti inflamasi pada kulit. Sediaan dalam bentuk salap
hidrofilik misalnya mengandung liquor carbonat detergent 5% - 10% atau crude coaltar 1%
- 5%.
d. Antihistamin
Antihistamin topikal tidak dianjurkan pada DA karena berpotensi kuat menimbulkan
sensitisasi pada kulit. Pemakaian krim doxepin 5% dalam jangka pendek (1minggu) dapat
mengurangi gatal tanpa sensitisasi, tapi pemakaian pada area luas akan menimbulkan efek
samping sedatif.
DERMATITIS ATOPIK
11
2. Pengobatan sistemik
o Kortikosteroid
Hanya dipakai untuk mengendalikan DA eksaserbasi akut. Digunakan dalam waktu singkat,
dosis rendah, diberi selang-seling. Dosis diturunkan secara tapering. Pemakaian jangka
panjang akan menimbulkan efek samping dan bila tiba-tiba dihentikan akan timbul rebound
phenomen.
o Antihistamin
Diberi untuk mengurangi rasa gatal. Dalam memilih anti histamin harus diperhatikan
berbagai hal seperti penyakit-penyakit sistemik, aktifitas penderita dll. Anti histamin yang
mempunyai efek sedatif sebaiknya tidak diberikan pada penderita dengan aktifitas disiang
hari (seperti supir) . Pada kasus sulit dapat diberi doxepin hidroklorid 10-75 mg/oral/2 x
sehari yang mempunyai efek anti depresan dan blokade reseptor histamine.
H1 dan H2.
o Anti infeksi
Pemberian anti biotika berkaitan dengan ditemukannya peningkatan koloni S.aureus pada
kulit penderita DA. Dapat diberi eritromisin, asitromisin atau kaltromisin. Bila ada
infeksi virus dapat diberi asiklovir 3 x 400 mg/hari selama 10 hari atau 4 x 200 mg/hari
untuk 10 hari.
o Interferon
IFN bekerja menekan respons IgE dan menurunkan fungsi dan proliferasi sel TH1.
Pengobatan IFN rekombinan menghasilkan perbaikan klinis karena dapat menurunkan
jumlah eosinofil total dalam sirkulasi.
o Siklosporin
Adalah suatu imunosupresif kuat terutama bekerja pada sel T akan terikat dengan calcineurin
menjadi suatu kompleks yang akan menghambat calcineurin sehingga transkripsi sitokin
DERMATITIS ATOPIK
12
ditekan. Dosis 5 mg/kg BB/oral, diberi dalam waktu singkat, bila obat dihentikan umumnya
penyakit kambuh kembali. Efek sampingnya adalah peningkatan kreatinin dalam serum dan
bisa terjadi penurunan fungsi ginjal dan hipertensi.
o Terapi sinar (phototherapy)
Dipakai untuk DA yang berat. Terapi menggunakan ultra violet atau kombinasi ultra violet
A dan ultra violet B. Terpai kombinasi lebih baik daripada ultra violet B saja. Ultra violet A
bekerja pada SL dan eosinofil sedangkan ultra violet B mempunyai efek imunosupresif
dengan cara memblokade fungsi SL dan mengubah produksi sitoksin keratinosit.
o Antimetabolit.
Mycophenolate mofetil adalah inhibitor biosintesis purin yang digunakan sebagai
imunosupresan pada transplantasi organ, telah pula digunakan dalam terapi penyakit kulit
inflamatori. Studi open label melaporkan MMF oral (2 g/h) jangka pendek, dan monoterapi
menghasilkan penyembuhan lesi kulit DA dewasa yang resisten terhadap obat lain (steroid
oral dan topical, PUVA). Obat tersebut ditoleransi baik (hanya 1 pasien mengalami retinitis
herpes). Supresi sumsum tulang (dose-related) pernah dilaporkan. Bila obat tidak berhasil
dalam 4-8 minggu, obat harus dihentikan.
o Allergen immutherapy.
Imunoterapi dengan aeroallergen tidak terbukti efektif dalam terapi DA. Penelitian terbaru,
imunoterapi spesifik selama 12 bulan pada dewasa dengan DA yang disensitasi dengan alergen
dust mite menunjukkan perbaikan pada SCORAD dan pengurangan pemakaian steroid.
o Probiotik.
Pemberian probiotik (Lactobacillus rhamnosus strain GG) saat perinatal, menunjukkan
penurunan insiden DA pada anak berisiko selama 2 tahun pertama kehidupan. Ibu diberi placebo
atau lactobasilus GG perhari selama 4 minggu sebelum melahirkan dan kemudian baik ibu
(menyusui) atau bayi terus diberi terapi tiap hari selama 6 bulan. Hasil di atas menunjukkan
bahwa lactobasilus GG bersifat preventif yang berlangsung sesudah usia bayi. Hal ini terutama
didapat pada pasien dengan uji kulit positif dan IgE tinggi.
DERMATITIS ATOPIK
13
II.9.
Prognosis
Sulit meramalkannya karena adanya peran multifaktorial. Faktor yang berhubungan dengan
prognosis kurang baik, adalah :
- DA yang luas pada anak.
- Menderita rinitis alergika dan asma bronkiale.
- Riwayat DA pada orang tua atau saudaranya.
- Awitan (onset) DA pada usia muda.
- Anak tunggal.
- Kadar IgE serum sangat tinggi.
Diperkirakan 30 35% penderita DA infantil akan berkembang menjadi asma bronkiale atau hay
fever. Penderita DA mempunyai resiko tinggi untuk mendapat dermatitis kontak iritan akibat
kerja di tangan.
DERMATITIS ATOPIK
14
BAB III
PERUMUSAN MASALAH
Perumusan masalah pasien dalam kedokteran keluarga pertama kali menggunakan
diagnostik holistik yang mencakup aspek personal, aspek klinis, aspek resiko internal, aspek
psikososial keluarga dan lingkungan, serta derajat fungsional. Adapun aspek-aspek tersebut
dijabarkan di bawah ini.
Dari anamnesis yang dilakukan pada pertemuan pertama didapatkan keluhan utama
pasien adalah gatal-gatal pada kedua lipatan siku dan kedua lipatan lutut. Pasien khawatir
terhadap keluhan yang dirasakan saat ini akan mengganggu saat aktifitas belajar disekolah
sehingga pasien memeriksakan dirinya ke Puskesmas. Dengan pasien berobat ke puskesmas,
pasien mengharapkan keluhannya ini segera hilang sehingga dapat beraktifitas kembali.
Setelah menjalani beberapa pertanyaan dalam anamnesis seperti; identitas, keluhan
utama, riwayat penyakit sekarang, tinjauan umum, tinjauan sistem, riwayat penyakit dahulu,
riwayat penyakit keluarga, riwayat kebiasaan pribadi dan pemeriksaan fisik, dapat diambil
diagnosa kerja adalah Dermatitis Atopik.
Keluhan gatal-gatal pada kedua lipatan siku dan kedua lipatan lutut yang terjadi saat ini
bukanlah
yang pertama dialami oleh pasien. Dalam setahun terakhir pasien sudah
mengalami 2kali gejala serupa. Penyebab gatal-gatal pasien saat ini dikatakannya
kemungkinan berasal dari stres dan alergi makanan yang diderita pasien (alergi ikan laut).
Hingga sampai saat ini, pasien berhubungan baik dengan keluarga dan lingkungan
sekitarnya.
Dengan keluhan yang terjadi pada pasien saat ini, masih dapat dikatakan dalam derajat
fungsional satu, karena pasien tidak memiliki keterbatasan beraktifitas dan masih dapat
melakukan pekerjaan sendiri.
DERMATITIS ATOPIK
15
BAB IV
TINDAK LANJUT DAN INTERVENSI
A. Home Visit
Tindak lanjut adalah kegiatan selanjutnya yang harus dilakukan dokter keluarga setelah
memperoleh kesimpulan dari interpretasi data yang diambil dari seorang pasien.
Intervensi medis adalah tindakan asuhan yang dirancang untuk membantu klien dalam
beralih dari tingkat kesehatan saat ini ke tingkat yang diinginkan dalam hasil yang
diharapkan. Tindakan ini biasanya dilakukan oleh dokter, perawat ataupun tenaga medis
lainnya.
Pada tanggal 16 September 2014 menjadi pertemuan pertama saya dengan pasien yang
akan saya tindak lanjuti. Saat kedatangan pertama, dilakukan beberapa hal dimulai dari
mengucapkan salam, memperkenalkan diri, hingga menjalin hubungan yang baik dengan
pasien. Kemudian saya melakukan anamnesis mulai dari keluhan utama, identitas, riwayat
penyakit sekarang, riwayat penyakit dahulu, riwayat penyakit keluarga, dan riwayat
kebiasaan pribadi, serta melakukan pemeriksaan fisik lengkap dimulai dari keadaan umum
hingga pemeriksaan neurologis.
Kesimpulan mendapatkan diagnosa kerja pasien adalah Dermatitis Atopik, sehingga
saya menjelaskan kepada pasien mengenai tujuan tindakan yang akan dilakukan dan
mempersiapkan alat yang akan digunakan. Sebelum saya melakukan tindakan tersebut,
terlebih dulu memastikan bahwa pasien telah mengerti tujuan prosedur tindakan dan
meminta persetujuan medis dari pasien. Setelah saya menindaklanjuti pasien, saya
menyusun penatalaksanaan masalah yang dialami oleh pasien.
Pada pertemuan kedua yang saya lakukan pada kunjungan rumah tanggal 22 September
2014, kembali saya mengucapkan salam untuk memasuki rumah pasien. Kemudian saya
melakukan anamnesis dan pemeriksaan fisik untuk mengevaluasi pasien dan didapatkan
gatal-gatal yang terjadi pada pasien sudah berkurang sejak mendapatkan terapi dari
puskesmas. Selain itu saya juga mengobservasi rumah dan lingkungan rumah pasien, serta
mengiisi kuisioner evaluasi profil keluarga yang telah disiapkan. Mengingatkan untuk
melanjutkan terapi yang diberikan, serta melanjutkan pemeriksaan penunjang lainnya
sehingga dapat diketahui dengan jelas penyebab terjadinya keluhan pada pasien.
DERMATITIS ATOPIK
16
Pasien disarankan untuk melakukan konseling atau lebih mudahnya bercerita dengan
anggota keluarga lain mengenai kecemasan dan kekhawatirannya. Terakhir yang saya
lakukan adalah memotivasi pasien dan keluarga untuk menghindari faktor-faktor resiko
terjadi gatal-gatal dan kambuhnya kembali penyakit tersebut.
Pertemuan ketiga pada 25 September 2014, saya melakukan anamnesis dan
pemeriksaan fisik untuk mengevaluasi pasien. Mengingatkan pasien untuk melanjutkan
terapi yang diberikan, menanyakan hasil pemeriksaan yang sudah dilakukan. Memotivasi
pasien untuk tetap menjaga daya tahan tubuh dengan mengkonsumsi makanan bergizi dan
minum air putih sesuai kebutuhan sehari-hari serta mengedukasi pasien dan keluarga
mengenai cara membiasakan hidup bersih dan sehat terutama mengenai menghindari stress
dan allergen yang dapat menimbulkan kambuhnya gatal-gatal yang dirasakan oleh pasien.
DAFTAR PUSTAKA
DERMATITIS ATOPIK
17
1. Kariosentono, harijono. Dermatitis atopik ( Eksema ) Dari gejala klinis, Reaksi atopik,
Peran
eosinofil,
Tungau
debu
rumah,
Sitokin
sampai
kortikosteroid
pada
LEMBAR PENGESAHAN
DERMATITIS ATOPIK
18
NAMA
: RIZKI RACHMAWATI
NIM
: 0961050044
FAKULTAS
: KEDOKTERAN, UNIVERSITAS KRISTEN
INDONESIA
BAGIAN
: KEPANITRAAN ILMU KEDOKTERAN
KELUARGA
HARI/ TANGGAL DIAJUKAN
: 1 OKTOBER 2014
JUDUL
: PENANGANAN KASUS DERMATITIS ATOPIK
DALAM PERSPEKTIF KEDOKTERAN KELUARGA DI PUSKESMAS
DERMATITIS ATOPIK
19